lapkas eklamsi

31
BAB I STATUS PASIEN 1.1 IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. E Umur : 20 tahun Suku Bangsa : Sunda Agama : Islam Pendidikan : SD Pekerjaan : Pembantu Nomor Rekam Medis : 705135 Nama Suami : Tn. C Umur : 31 tahun Suku Bangsa : Sunda Agama : Islam Pendidikan : SMP Pekerjaan : Buruh Alamat rumah : Gekbrong Tanggal masuk : 16-8-15, 11.25 WIB 1.2 ANAMNESIS ( alloanamnesis ) Keluhan utama : Kejang sebanyak 3 kali sebelum masuk rumah sakit Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien G1P0A0 mengaku hamil 9 bulan datang ke IGD kebidanan dengan keluhan kejang hari ini ( 16-8- 2015). 1

Upload: siti-iklimah

Post on 09-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

lapkaas

TRANSCRIPT

Page 1: LAPKAS EKLAMSI

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. E

Umur : 20 tahun

Suku Bangsa : Sunda

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Pembantu

Nomor Rekam Medis : 705135

Nama Suami : Tn. C

Umur : 31 tahun

Suku Bangsa : Sunda

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Buruh

Alamat rumah : Gekbrong

Tanggal masuk : 16-8-15, 11.25 WIB

1.2 ANAMNESIS ( alloanamnesis )

Keluhan utama : Kejang sebanyak 3 kali sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien G1P0A0 mengaku hamil 9 bulan datang ke IGD kebidanan dengan keluhan kejang hari ini ( 16-8- 2015). Kejang terjadi sebanyak 3 kali, lamanya kejang < 15 menit. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada. Pasien mengeluh Mules-mules (+) sejak jam 00.00 wib. Keluar air-air (+) jam 10.30 WIB, lendir dan darah tidak ada. Gerakan janin masih dirasakan ibu, pusing (+), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat darah tinggi disangkal.

1

Page 2: LAPKAS EKLAMSI

Riwayat kejang- kejang disangkal

Riwayat Penyakit keluarga

Riwayat darah tinggi disangkal. Diabetes mellitus disangkal.

Riwayat Perkawinan

Kawin pertama, masih kawin, dan lama kawin 1 tahun.

Riwayat Persalinan

No. Tahun Tempat Aterm Jenis persalianan

Ditolong Anak Keadaan

1. 2015 Hamil ini

Riwayat Pengobatan

Tidak mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya

Riwayat Obstetri

Riwayat Kehamilan : G1P0A0

HPHT : 10 November 2014

TP : 17 Agustus 2015

KB : -

Riwayat Haid : ( OS tidak mengetahui )

Menarche : 14 Tahun

Siklus Haid : 28 hari

Lama Haid : 7 hari

Dismenorrhea : disangkal

2

Page 3: LAPKAS EKLAMSI

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda Vital :

o TD : 150/110 mmHg

o N : 81 kali/menit

o R : 21 kali/menit

o S : 36,5⁰C

Status Generalis

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Refleks Pupil (+/+), Isokor ka=ki

Leher : Pembesaran KGB (-/-), Pembesaran Tiroid (-/-)

Thorax : Normochest, Gerak Simetris

Paru-Paru : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung : Bunyi I/II murni, regular

Abdomen : Lihat status obstetri

Ekstremitas : DBN

Status Obstetri

Pemeriksaan luar :

◦ Inspeksi : Perut bulat memanjang, linea nigra (+), striae (+),

◦ Palpasi :

TFU : 35 cm

LI : Teraba bokong

LII : Punggung kanan

LIII : Teraba kepala

3

Page 4: LAPKAS EKLAMSI

LIV : Divergen

His : 3 x 10’20” teratur

DJJ : 134 x/menit

Pemeriksaan Dalam

Inspeksi

- vulva : Tidak ada kelainan

- muara uretra : Tidak ada kelainan

- perineum : Tidak ada kelainan

- tumor : (-)

- lendir darah : (+)

Vaginal Toucher

◦ Vulva dan Vagina : Tidak ada kelainan

◦ Perineum : Tidak ada kelainan

◦ Portio : Tidak teraba

◦ Pembukaan : lengkap

◦ Ketuban : (-)

◦ Presentasi : Kepala

◦ Penurunan : Hodge II

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

4

Page 5: LAPKAS EKLAMSI

Pemeriksaan darah:

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Hb 12.5 12-16 g/dL

Ht 35,5 37-47 %

eritrosit 4.05 4.2-5.4 10 F6 /µL

leukosit 26.0 4.8-10.8 10 F3 /µl

trombosit 281 150-450 10 F3 /µL

Pemeriksaan Urine : Protein : +3

RESUME

G1P0A0 mengaku hamil 9 bulan datang ke IGD kebidanan dengan keluhan kejang

hari ini (16 agustus 2015). Kejang terjadi sebanyak 3 kali, lamanya kejang < 15 menit.

Riwayat kejang sebelumnya tidak ada. Pasien mengeluh Mules-mules (+) sejak jam

00.00 wib. Keluar air-air (+) jam 11.00 WIB, Gerakan janin masih dirasakan ibu,

pusing (+)

Tanda Vital : TD → 150/110 mmHg , N → 81 X/m , R → 21 x/m , S → 36,5⁰C

Pemeriksaan obsetri :

TFU : 35 cm

Leopold I : bokong

Leopold II : puka

Leopold III : kepala

Leopold IV : divergen

5

Page 6: LAPKAS EKLAMSI

DJJ : 134 x / menit

Pemeriksaan dalam : v/v t.a.k.

porsio tidak teraba

pembukaan lengkap

ketuban (-)

presentasi kepala caput , H II

Hasil Lab HT : 35,5 %, Eritrosit 4,05 10 F6 /µL

Leukosit : 26000 µL

protein urine : positif (+++)

1.5 DIAGNOSIS

G1P0A0 parturient aterm kala II dengan partus lama + Eklamsi

1.6 PENATALAKSANAAN

Inform consent

Observasi KU, TTV, DJJ, His

Pasang DC (+), EKG (+)

Pasang infus RL

Drip MgSO4 (loading dose + maintenance)

Analizer + Protein Urine + darah lengkap

Skin test (+), cefo (+)

Dopamet 2 tab + Nife 1 tab

Alih rawat ruang VK

Kolab dengan dokter

PROGNOSIS

6

Page 7: LAPKAS EKLAMSI

o Ad Vitam : dubia ad bonam

o Ad Fungtionam : dubia ad bonam

o Ad Sanationam : dubia ad bonam

LAPORAN PERSALINAN ( TINDAKAN )

• Tanggal persalinan : 16 Agustus 2015 pukul 13.45 WIB

• Jenis persalinan : ekstraksi vakum

• Keadaan ibu pasca persalinan :

- Keadaan umum : baik

- Kesadaran : composmentis

- TD : 130/100 mmHg

- Nadi : 84 x/menit

- Kontraksi uterus : baik

- Perdarahan kala IV : 100 cc

- Plasenta : lahir spontan lengkap, sisa plasenta (-)

• Keadaan anak :

- JK : perempuan

- BB : 2700 gr

- PB : 47 cm

- Lahir hidup

FOLLOW UP

TANGGAL CATATAN INSTRUKSI

17-08-2015 S : t.a.k

O : TD: 130/100 mmHg

N : 88 x/m

s : 36

R : 20 x/m

TFU : setinggi pusat

- Maintenance dose

MgSO4 20% 10gr

- Cefadroxil 2x500

mg

- As. Mefenamat

3x500 mg

7

Page 8: LAPKAS EKLAMSI

ASI : belum keluar -/-

A : P1A0 partum maturus

dengan ekstraksi vacum a.i

partus lama + eklamsi

- SF 2x1 tab

- Metildopa 3x500

mg

18-8 -2015 S : t.a.k

O : TD: 100/70 mmHg

N : 72 x/m

S : 36

R : 20 x/m

TFU : 2 jari dibawah pusat

Perdarahan pervaginam (+)

sedikit

BAK : lancar

A : P1A0 partum maturus

dengan ekstraksi vacum a.i

partus lama + eklamsi

- Cek Protein urin

- MgSO4 24 Jam PP

- Cefadroxil 2x

500mg

- Asam mefenamat

3x500 mg

- SF 1x1

- Metildopa 3x500

mg

- Boleh pulang

BAB II

8

Page 9: LAPKAS EKLAMSI

TINJAUAN PUSTAKA

EKLAMPSIA

Definisi

Eklampsia adalah penyakit akut dengan kejang dan koma pada wanita hamil dan

wanita dalam nifas disertai dengan hipertensi, Oedema dan proteinuria. Eklampsia

lebih sering terjadi pada primigravida dari pada multigravida.

Menurut saat terjadinya eklamsia kita mengenal isitilah :

- Eklamsia Antepartum ialah eklamsia yang terjadi sebelum persalinan.

- Eklamsia Intrapartum ialah eklamsia yang terjadi sewaktu persalinan.

- Eklamsia postpartum ialah eklamsia setelah persalinan.

Jika terjadi postpartum maka timbul dalam 24 jam setelah partus. Dalam

kehamilan eklamsi terjadi dalam triwulan terakhir dan makin besar

kemungkinan mendekati saat cukup bulan.

Etiologi / Patogenesis

Etiologi dan patogenesis preeklampsia dan eklampsia sampai saat ini masih

belum sepenuhnya dipahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya

penyakit ini sering disebut “the disease of theories”. Pada saat ini hipotesis utama

yang dapat diterima untuk menerangkan terjadinya preeklampsia adalah : faktor

imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah dan keadaan dimana jumlah trophoblast

yang berlebihan dan dapat mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap

arteri spiralis pada awal trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan

arteri spiralis tidak dapat berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya

aliran darah di plasenta. Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal

bebas, disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat terjadi

diberbagai organ.

Faktor Predisposisi Terjadinya Preeklampsia dan Eklampsia

9

Page 10: LAPKAS EKLAMSI

Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik,

mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita

preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau

eklamsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia.

Terminologi

Dahulu, disebut pre eklampsia jika dijumpai trias tanda klinik yaitu : tekanan

darah ≥ 140/90 mmHg, proteinuria dan edema. Tapi sekarang edema tidak lagi

dimasukkan dalam kriteria diagnostik, karena edema juga dijumpai pada kehamilan

normal. Pengukuran tekanan darah harus diulang berselang 4 jam, tekanan darah

diastol ≥ 90 mmHg digunakan sebagai pedoman.

Eklampsia adalah pre eklampsia yang mengalami komplikasi kejang tonik klonik

yang bersifat umum. Koma yang fatal tanpa disertai kejang pada penderita pre

eklampsia juga disebut eklampsia. Namun kita harus membatasi definisi diagnosis

tersebut pada wanita yang mengalami kejang dan kematian pada kasus tanpa kejang

yang berhubungan dengan pre eklampsia berat. Mattar dan Sibai (2000) melaporkan

komplikasi – komplikasi yang terjadi pada kasus persalinan dengan eklampsia antara

tahun 1978 – 1998 di sebuah rumah sakit di Memphis, adalah solutio plasentae (10

%), defisit neurologis (7 %), pneumonia aspirasi (7 %), edema pulmo (5 %),

cardiac arrest (4 %), acute renal failure (4 %) dan kematian maternal (1 %)

Gambaran Klinis Eklampsia

Seluruh kejang eklampsia didahului dengan pre eklampsia. Eklampsia

digolongkan menjadi kasus antepartum, intrapartum atau postpartum tergantung saat

kejadiannya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau sesudah persalinan. Tanpa

memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya dimulai dari daerah

mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat kemudian seluruh tubuh

menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh, fase ini dapat berlangsung 10

sampai 15 detik. Pada saat yang bersamaan rahang akan terbuka dan tertutup dengan

keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada kelopak mata, otot – otot wajah yang

lain dan akhirnya seluruh otot mengalami kontraksi dan relaksasi secara bergantian

dalam waktu yang cepat. Keadaan ini kadang – kadang begitu hebatnya sehingga

dapat mengakibatkan penderita terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga.

10

Page 11: LAPKAS EKLAMSI

Lidah penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot – otot rahang. Fase ini dapat

berlangsung sampai 1 menit, kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi

semakin lemah dan jarang dan pada akhirnya penderita tidak bergerak.

Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernafasan berhenti. Selama

beberapa detik penderita sepertinya meninggal karena henti nafas, namun kemudian

penderita bernafas panjang, dalam dan selanjutnya pernafasan kembali normal.

Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang –

kejang berikutnya yang bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang yang

berkelanjutan yang disebut status epileptikus.

Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa saat.

Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi

jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun

pada kasus – kasus yang berat, keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita

dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang,

kejang yang terjadi hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan

kematian.

Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat

mencapai 50 kali/menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis

laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat dapat ditemukan

sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabila hal tersebut

terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada susunan saraf pusat.

Serangan kejang dapat dibagi dalam 4 tingkat :

1. Tingkat Invasi ( permulaan) : Mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu sisi,

kejang-kejang halus terlihat pada muka. Tingkat ini berlangsung beberapa

detik.

2. Tingkat Kontraksi ( tingkat kejang tonis) : Seluruh badan menjadi kaku,

kadan-kadang terjadi epistotonus. Lamanya 15 sampai 20 detik.

3. Tingkat Konvulsi ( Tingkat Kejang Clonis) : Terjadilah kejang yang hilang

timbul, rahang membuka dan menutup, begitu juga dengan mata, Otot-otot

muka dan otot badan berkontraksi dan relaksasi berulang. Kejang ini sangat

11

Page 12: LAPKAS EKLAMSI

kuat hingga pasien dapat terlempar dari tempat tidur atau lidahnya tergigit.

Berangsur kejang berkurang dan akhirnya berhenti. Lamanya ± 1 menit.

4. Tingkat koma : Setelah kejang clonis ini pasien jatuh dalam koma.

Lamanya koma ini dari beberapa menit sampai ber jam-jam. Jika pasien

sadar kembali maka ia tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi

( amnesia retrograd).

Komplikasi

Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan

kadang – kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah

persalinan urin output akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan

kondisi penderita. Proteinuria dan edema menghilang dalam waktu beberapa hari

sampai 2 minggu setelah persalinan. Apabila keadaan hipertensi menetap setelah

persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit vaskuler kronis.

Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi

karena pneumonia aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas

yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita

mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian

cairan yang berlebihan.

Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan

atau beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masiv.

Apabila perdarahan otak tersebut tidak fatal maka penderita dapat mengalami

hemiplegia. Perdarahan otak lebih sering didapatkan pada wanita usia lebih tua

dengan riwayat hipertensi kronis. Pada kasus yang jarang perdarahan otak dapat

disebabkan pecahnya aneurisma Berry atau arterio venous malformation.

Pada kira – kira10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan

dengan variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab

kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema

pada lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik

dan biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.

Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran

yang berat bahkan koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema

12

Page 13: LAPKAS EKLAMSI

serebri yang luas. Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat

herniasi uncus trans tentorial.

Pada kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis,

penderita berubah menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari sampai

sampai 2 minggu namun prognosis penderita untuk kembali normal baik asalkan tidak

terdapat kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian obat – obat antipsikosis dengan

dosis yang tepat dan diturunkan secara bertahap terbukti efektif dalam mengatasi

masalah ini.

Diagnosis Diferensial

Secara umum seorang wanita hamil aterm yang mengalami kejang selalu didiagnosis

sebagai eklampsia. Hal ini karena diagnosis diferensial keadaan ini seperti, epilepsi,

ensefalitis, meningitis, tumor otak serta pecahnya aneurisma otak memberikan

gambaran serupa dengan eklampsia. Prinsip : setiap wanita hamil yang mengalami

kejang harus didiagnosis sebagai eklampsia sampai terbukti bukan

Prognosis

Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan

paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat

kematian akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun

terakhir, dengan persentase 10 % - 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6%

dari seluruh kematian ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya

mencapai 207 kematian. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre

eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu

hamil.

Manajemen

Pritchard (1955) memulai standardisasi rejimen terapi eklampsia di Parkland Hospital

dan rejimen ini sampai sekarang masih digunakan. Pada tahun 1984 Pritchard dkk

melaporkan hasil penelitiannya dengan rejimen terapi eklampsia pada 245 kasus

eklampsia. Prinsip – prinsip dasar pengelolaan eklampsia adalah sebagai berikut :

1. Terapi suportif untuk stabilisasi pada penderita

13

Page 14: LAPKAS EKLAMSI

2. Selalu diingat mengatasi masalah – masalah Airway, Breathing, Circulation

3. Kontrol kejang dengan pemberian loading dose MgSO4 intravena, selanjutnya

dapat diikuti dengan pemberian MgSO4 per infus atau MgSO4 intramuskuler

secara loading dose diikuti MgSO4 intramuskuler secara periodik.

4. Pemberian obat antihipertensi secara intermiten intra vena atau oral untuk

menurunkan tekanan darah, saat tekanan darah diastolik dianggap berbahaya.

Batasan yang digunakan para ahli berbeda – beda, ada yang mengatakan 100

mmHg, 105 mmHg dan beberapa ahli mengatakan 110 mmHg.

5. Koreksi hipoksemia dan asidosis

6. Hindari penggunaan diuretik dan batasi pemberian cairan intra vena kecuali

pada kasus kehilangan cairan yang berat seperti muntah ataupun diare yang

berlebihan. Hindari penggunaan cairan hiperosmotik.

7. Terminasi kehamilan

Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI telah membuat pedoman pengelolaan

eklampsia yang terdapat dalam Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam

Kehamilan di Indonesia, berikut ini kami kutipkan pedoman tersebut.

A. Pengobatan Medisinal

1. MgSO4 :

Initial dose :

- Loading dose : 4 gr MgSO4 20% IV (4-5 menit)

Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan sekurang - kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapat diberikan Sodium Amobarbital 3-5 mg/ kg BB IV perlahan-lahan.

- Maintenace dose : MgSO4 1 g / jam intra vena

2. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg. Dapat diberikan

nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat

diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral dengan interval 1 jam, 2

jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu

14

Page 15: LAPKAS EKLAMSI

agresif. Tekanan darah diastolik jangan kurang dari 90 mmHg, penurunan tekanan

darah maksimal 30%. Penggunaan nifedipine sangat dianjurkan karena harganya

murah, mudah didapat dan mudah pengaturan dosisnya dengan efektifitas yang

cukup baik.

3. Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar 2000

ml, berpedoman kepada diuresis, insensible water loss dan CVP .

4. Perawatan pada serangan kejang :

Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang.

Masukkan sudip lidah ( tong spatel ) kedalam mulut penderita.

Kepala direndahkan , lendir diisap dari daerah orofarynx.

Fiksasi badan pada tempat tidur harus aman namun cukup longgar guna

menghindari fraktur.

Pemberian oksigen.

Dipasang kateter menetap ( foley kateter ).

5. Perawatan pada penderita koma : Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai “Glasgow – Pittsburg Coma Scale “.

Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.

Pada koma yang lama ( > 24 jam ), makanan melalui hidung ( NGT = Naso Gastric Tube : Neus Sonde Voeding ).

6. Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada :

- Edema paru

- Gagal jantung kongestif

- Edema anasarka

7. Kardiotonikum ( cedilanid ) jika ada indikasi.

8. Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangkan seksio sesarea.

Catatan:

Syarat pemberian Magnesium Sulfat:

15

Page 16: LAPKAS EKLAMSI

Harus tersedia antidotum Magnesium Sulfat yaitu Kalsium Glukonas 10%,

diberikan iv secara perlahan, apabila terdapat tanda – tanda intoksikasi

MgSO4.

Refleks patella (+)

Frekuensi pernafasan > 16 kali / menit.

Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam ).

Pemberian Magnesium Sulfat sampai 20 gr tidak perlu mempertimbangkan

diuresis.

B. Pengobatan Obstetri :

1. Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur

kehamilan dan keadaan janin.

2. Terminasi kehamilan

Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan metabolisme

ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah ini :

Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.

Setelah kejang terakhir.

Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.

Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).

3. Bila anak hidup dapat dipertimbangkan bedah Cesar.

Perawatan Pasca Persalinan

Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan

sebagaimana lazimnya. Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1 x 24 jam

persalinan. Biasanya perbaikan segera terjadi setelah 24 - 48 jam pasca persalinan.

16

Page 17: LAPKAS EKLAMSI

BAB III

ANALISIS KASUS

1. Mengapa pasien ini didiagnosis sebagai Eklampsia?

Menurut definisi eklampsia adalah kelainan akut pada preeklamsia dalam

kehamilan, persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang

dengan atau tanpa penurunan kesadaran (gangguan sistem saraf pusat).

Pada pasien ini berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan kejang-kejang

sebanyak 3 kali SMRS, mengaku hamil 9 bulan. Pada kasus ini telah terdapat

tanda-tanda preeklamsia berat yaitu di dapatkan tekanan darah 150/110 mmHg

dan pemeriksaan penunjang urine didapatkan protein urin +3.

Kriteria Pre Eklamsia Berat (PEB) :

TD Diastol ≥ 110 mmHg

Proteinuria ≥ 2 g/24 jam atau ≥ +2

Kreatinin serum ≥ 1,2 mg% disertai oliguria (<400 ml/24 jam)

Trombosit < 100.000/mm3

Angiolisis mikroangiopati (LDH meningkat)

Peninggian kadar enzim hati (SGOT, SGPT)

Sakit kepala yang menetap atau ggn visus dan serebral

Nyeri epigastrium yang menetap

Pertumbuhan janin terhambat ( IUGR)

Edema paru disertai sianosis

Adanya HELLP syndrome

Pada pasien TD: 150/110 mmHg , Protein urin : +3

2. Apakah faktor risiko pada pasien ini sehingga terjadi eklamsia?

Primigravida, primipaternitas

Hiperplasentosis, misalnya mola hidatidosa, kehamilan multiple,

diabetes melitus, bayi besar

Umur yang ekstrim ( < 20 tahun dan ≥ 35 tahun )

Riwayat keluarga pernah preeklamsi/eklamsia

Penyakit hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

Obesitas

Sosioekonomi

17

Page 18: LAPKAS EKLAMSI

Faktor genetik

Pada kasus ini didapatkan faktor risiko G1P0A0 (primigravida) dan

Sosioekonomi (pendidikan terakhir SD) .

3. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini?

Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklamsia ialah mencegah dan

menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, mencapai stabilisasi

seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara

yang tepat ( Sarwono P, 2008, p.552)

Menurut Pedoman diagnosis dan terapi Obstetri dan Ginekologi RSHS.

Pada kasus ini tatalaksana pasien tersebut : pengobatan medisinal dan obstetri.

a. Obat anti kejang, yaitu pemberian MgSO4 sesuai dengan

pengelolaan PEB.

b. Obat-obat Suportif

c. Perawatan pasien dengan serangan kejang

- Dirawat di ruang isolasi

- Masukkan sudip lidah ke dalam mulut

- Kepala direndahkan, daerah orofaring dihisap

- Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendur

- Pasien yang mengalami kejang berturutan diberikan suntikan

benzodiazepin 1 ampul 10 mg IV Diazepam 1 amp IV

perlahan.

d. Perawatan pasien dengan koma (Rawat bersama dengan bagian

Saraf)

- Diberikan infus cairan manitol 20% ( 200-150-150) 200 cc

diguyur, 150 cc diguyur, 150 diguyur tiap 6 jam.

- Dapat juga diberikan Dexametasone 4x 8 mg pada kasus

diberikan Dexametasone 2 amp IV

- Atas anjuran bagian saraf dapat dilakukan pemeriksaan elektrolit

Na, K, Ca, dan Cl, kadar glukosa, ureum, kreatinin, SGOT,

SGPT, analisa gas darah untuk mencari penyebab kejang yang

lain.

18

Page 19: LAPKAS EKLAMSI

Pada kasus ini telah dilakukan pemeriksaan kadar glukosa,

Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT, dan kadar elektrolit( K+, Na+,

Cl- ).

e. Pengelolaan Obstetri

Semua kehamilan dengan eklamsia dan impending eklamsia harus

diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.

- Terminasi kehamilan pasien eklamsi dan impending eklamsi

adalah dengan seksio sesaria

- Persalinan pervaginam dipertimbangkan pada keadaan sbb:

Pasien Inpartu, kala II

Pasien sangat gawat ( terminal state)

Sindroma HELLP

Komplikasi serebral ( CVA, stroke, dll)

Kontra indikasi operasi ( ASA IV )

Pada kasus

Pada pasien ini diberikan Loading dose MgSO4 : 4 gr ( 20cc

MgSO4 20%) dilarutkan dalam 100 cc RL diberikan selama 10-15

menit dan maintenance : 10gr (50cc MgSO4 20%) dalam 500 cc RL

diberikan dengan kecepatan 1-2 gr/jam (20-30 tpm).

Manajemen Aktif Usia kehamilan ≥ 37 minggu Inpartu,

Manajemen aktif yg dilakukan ialah persalinan per vaginam dengan

vacum ekstraksi.

4. Bagaimana prognosis pasien ini ?

Eklamsia adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya maka prognosis

kurang baik untuk ibu dan janin

Prognosis juga dipengaruhi oleh paritas artinya prognosis bagi multipara

lebih buruk, dipengaruhi juga oleh umur terutama jika umur ≥ 35 tahun dan

juga keadaan pada waktu pasien masuk Rumah Sakit. Diuresis dapat dipegang

untuk prognosis, yaitu jika diuresis lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc

tiap 6 jam maka prognosis cukup baik. (obstetri patologi, p102).

19

Page 20: LAPKAS EKLAMSI

Gejala-gejala yang memberatkan prognosis dikemukakan oleh Eden

ialah :

1. Koma yang lama

2. Nadi di atas 120

3. Suhu dia atas 390 C

4. Tekanan darah di atas 200 mmHg

5. Lebih dari 10 serangan

6. Proteinuri 10 gram sehari atau lebih

7. Tidak adanya oedema

Pada Pasien ini :

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Tekanan darah pasien tidak melebihi 200 mmHg ( 150/110 mmHg ),

pernafasan, nadi dan suhu dalam batas normal. Diuresis pasien lebih dari 800

cc dalam 24 jam ( kasus: outputnya 1000 cc dalam 24 jam).

Quo ad funtionam: Dubia ad bonam

Segera setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologi akan segera

mengalami perbaikan kira-kira dalam 12-24 jam. Pada pasien ini keadaan

umum membaik 2 hari setelah persalinan ditandai dengan tekanan darah turun

( TD: 100/70 mmHg)

Quo ad sanationam: Dubia ad bonam

Eklamsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin

ibu yang sudah mempunyai hipertensi kronik.

5. Apa komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada pasien ini?

Komplikasi yang bisa terjadi pada ibu dan janin.

Pada ibu bisa terjadi gangguan pada :

a. Sistem saraf pusat yaitu perdarahan intrakranial, trombosis vena sentral,

ensefalopati hipertensi, Oedema serebri, oedema retina.

b. Gastrointestinal-hepatik yaitu subcapsular hematoma hepar dan ruptur

capsul hepar.

c. Pada ginjal bisa tejadi gagal ginjal akut dan nekrosi tubular akut

d. Hematologik terjadi DIC dan trombositopenia.

e. Kardiopulmoner bisa terjadi oedema paru, depresi pernapasan, cardiac

arrest dan iskemik miokard.

20

Page 21: LAPKAS EKLAMSI

f. Pada janin bisa terjadi IUGR, solusio plasenta, IUFD, kematian neonatal,

dan cerebral palsi. Hal ini berpengaruh terhadap prognosis pasien ini.

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: LAPKAS EKLAMSI

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kebidanan. Edisi Keempat. Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. FKUI. Jakarta: 2008.

Cunningham, F.G. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC. 2006.

Obstetri Patologi Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung. Bandung : ELSTAR

OFFSET : 1984.

Krisnadi Sofie Rifayani dr. Dkk. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Obstetri dan

Ginekologi RSHS bagian pertama. Bagian Obstetri dan Ginekologi RSHS.

Bandung : 2005.

22