lapkas dbd interna edit

38
BAB I PENDAHULUAN Demam dengue/DD (Dengue fever//DF) dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue Hemoragik Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, myeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositepenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue syok syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. 1 Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah endemis dnegan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insisen DB di Indonesia antara 6-15 per 100.000 penduduk (1989- 1995), dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100 penduduk pada tahun 1998, sedang mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. 1 Di Indonesia penyakit DBB masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak daerah yang endemik. Daerah 1

Upload: rommyckho-putra-al-aisya

Post on 05-Nov-2015

242 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

CCCC

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN Demam dengue/DD (Dengue fever//DF) dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue Hemoragik Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, myeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositepenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue syok syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1 Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah endemis dnegan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insisen DB di Indonesia antara 6-15 per 100.000 penduduk (1989-1995), dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100 penduduk pada tahun 1998, sedang mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.1Di Indonesia penyakit DBB masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak daerah yang endemik. Daerah endemic DBD pada umumnya merupakan sumber penyebaran penyakit ke wilyah lain. Setiap kejadia luar biasa (KLB) DBD umumnya dimulai dengan peningkatan jumlah kasus di wilayah tersebut. Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD diperlukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang terus menerus, pengasan (fogging) dan larvasidasi.2Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang sangat cepat dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penangannya yang terlambat. Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga Dengue Heoragik Fever (DHF), dengue fever (DF) demam dengue (DD) dan dengue syok sindrom (DSS).2BAB IIILUSTRASI KASUS

2.1IdentitasNama: Wulan SeptianiUmur: 28 tahunJenis Kelamin: PerempuanStatus Perkawinan: MenikahAgama: IslamPekerjaan: Ibu Rumah TanggaAlamat: Kuala SimpangSuku: AcehTanggal Masuk: 19 Maret 2015, pukul : 13.30 WIB

2.2AnamnesaKeluhan utama: LemasTelaah:Pasien datang ke RSUD melalui IGD dengan keluhan Lemas 3 (tiga) hari sebelum masuk Rumah Sakit, 2 hari pertama demam tidak terlalu tinggi, kemudian demam naik di hari ke 3 atau 1 (satu) hari sebelum Masuk Rumah sakit, demam dirasakan naik turun,demam naik pada pagi hari, turun pada siang hari dan demam naik kembali waktu sore dan malam hari. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah lebih dari 3 kali sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan kepala terasa pening, seluruh badan sakit, nyeri otot, nafsu makan berkurang, perut terasa sakit. Batuk (-), sesak (-), nyeri menelan (-), BAK (+) normal, BAB (+) Riwayat penyakit terdahulu: Riwaayat penyakit dengan keluahn yang sama disangkal, riwayat penyakit darah tinggi disangkal pasien, penyakit diabetes dissangkal, penyakit maag disangkal pasien,Riwayat penyakit keluarga :pasien mengatakan tidak ada kelauarga menderita penyakit yang sama dengan keluhan pasienRiwayat pemakaian obat: disangkal pasien

2.3Anamnesa Organ Jantung: tidak ada kelainanTulang: tidak ada kelainan Sirkulasi : ada kelainanOtot: tidak ada kelainan Saluran Pernafasan: tidak ada kelainan Darah : tidak ada kelainanGinjal dan Saluran kencing : tidak ada kelaiananEndokrin : tidak ada kelainanSaluran Cerna : tidak ada kelainan Genitalia: tidak ada kelainanHati dan Saluran Empedu: tidak ada kelainanPanca Indra : tidak ada kelainanSendi : tidak ada kelainanPsikis : tidak ada kelainan

2.4Status PresentsKEADAAN UMUMKEADAAN PENYAKITSensorium : Compos mentisKeadaan Umum : Tampak sakit sedangTekanan Darah : 90/60 mmHgTemperatur: 37,9CPernafasan: 24 x/mNadi: 80 x/m

KEADAAN GIZIBerat Badan: 58 kgTinggi Badan: 162 cmRBW: (57/168 - 100 ) x 100 % = 93,54 (Gizi Baik)

PEMERIKSAAN FISIKKULIT1. Warna: Kecoklatan2. Jaringan parut: Tidak ada3. Turgor: CukupKEPALA1. Bentuk: Normocephali2. Rambut : Hitam, tidak mudah dicabutMATA1. Exophthalmus: Tidak ada2. Enoptashalmus: Tidak ada3. Edema kelopak: Tidak ada4. Konjunggtiva anemis: -/-5. Sklera ikterik: -/-TELINGA1. Bentuk: Normotia 2. Pendengaran: Baik3. Secret : Tidak adaMULUT1. Trismus: Tidak ada2. Faring: Dalam batas normal, hiperemis (-)3. Lidah: Deviasi (-), tremor (-), beslag (-)4. Uvula: Tidak deviasi5. Tonsil : T1-T1LEHER1. Trakea: Trakea midline (+), Tidak ada deviasi2. Kelenjar tiroid: Tidak ada pembesaran3. Kelenjar limfe: Tidak ada pembesaran4. Tekanan Vena jugularis : Tidak meningkat

C. ThoraxThorax depanThorax belakangInspeksiInspeksiBentuk: fusi formisBentuk: fusi formisKetinggalan bernafas: (-)Ketinggalan bernafas: (-) PalpasiPalpasiParu depan:Paru belakang:Fremitus: kanan = kiriFremitus: kanan = kiriPerkusiSuara paru : Sonor pada paru kanan dan sonor pada paru kiri Relatif : ICS V dextra, Linea Midclavicularis DextraAbsolut : ICS VI dextra, Linea Midclavicularis Dextra

AuskultasiSuara pernafasan: Vesikuler (+)Suara tambahan: Ronkhi (-), Wheezing (-)

D. Jantung Inspeksi: Iktus cordis tidak tampakPalpasi: Iktus cordis teraba Perkusi:Batas jantungKanan Atas: ICS II Linea Para Sternalis DextraKanan Bawah: ICS V Linea Para Sternalis DextraKiri Atas: ICS II Linea Midclavicularis Sinistra 1 jari ke medialKiri Bawah: ICS V Linea Midclavicularis Sinistra 1 jari ke medialAuskultasiSuara katup :M1 > M2A2 > A1P2 > P1A2 > P2E. AbdomenInspeksiPalpasiBengkak : (-)Hepar : Tidak terabaVenektasi: (-)Lien : Tidak terabaPekak beralih: (-)Tes Undulasi: (-)

PerkusiAuskultasiNyeri ketok : (-)Peristaltik Usus : (+)

F. GenitaliaInspeksi Luka : (-)Nanah : (-)G. Ekstremitas1. Extremitas atasInspeksi PalpasiEdema : (-)Arteri radialis : terabaMerah : (-)Gangguan fungsi motorik : (-)2. Extremitas bawahInspeksi PalpasiEdema : (-)Arteri Dorsalis Pedis : terabaPucat : (-)Arteri Tibialis Posterior : terabaRumple leed test: (-)Gangguan Fungsi motorik : (-)

2.5Pemeriksaan Penunjang2.5.1Pemeriksaan LaboratoriumTabel 2.1 Hasil Pemeriksaan Hematologi dan UrinPemeriksaan HematologiHasilNormal

Hemoglobin15,6 gr%Males 14-18

Leukosit2.700 mm5.000-10.000

Hematokrit45,4%Males 40-50

Trombosit85.000 UIx103150.000-350.000

2.6Diagnosis Banding1. Dengue Hemoragik Fever grade II2. Malaria3. Demam tifoid4. Leptospirosis5. Morbili 6. Imuno Trombositopenia Purpura2.7Diagnosis KlinisDengue Hemoragik Fever grade II2.8 Penatalaksanaan2.8.1 Non-Farmakologi Minum cairan dalam jumlah yang banyak untuk menghindari dehidrasi Diet makanan yang konsistensi lunak Maknan rendah lemak Makanan rendah serat 2.8.2 Farmakologis : Inj Ringer Laktat 30 gtt/i Inj Cefotaxime 1 gr / 12 jam Paracetamole 500 mg 3x1

2.9Perkembangan Selama Rawat Inap TanggalSOAP

16-01-2015 Demam (+) Mual (+) Muntah (-) Nyeri perut (+) Nyeri seluruh badan (+) Pening (+)-TD : 90/60 mmHg-HR : 80x/mnt-RR : 24x/mnt-T : 37,4C

DHF grade II Inj Ringer Laktat 30 gtt/i Inj Cefotaxime 1 gr / 12 jam Paracetamole 500 mg 3x1

17-01-2015 Demam (-) Mual (+) Muntah (-) Nyeri perut (+) Nyeri seluruh badan (+) Pening (+)-TD : 90/60 mmHg-HR : 80x/mnt-RR : 24x/mnt-T : 37,0 CDHF Grade II Inj Ringer Laktat 30 gtt/i Inj Cefotaxime 1 gr / 12 jam Paracetamole 500 mg 3x1

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA3.1 DEFINISIDemam dengue/DD (Dengue fever//DF) dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue Hemoragik Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, myeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositepenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue syok syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1

3.2 ETIOLOGIPenyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue, yang termasuk dalam genus Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.1Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese Encephalitis, dan West Nile virus. 1

3.3 CARA PENULARANNYATerdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.4

3.4 PATOFISIOLOGIVirus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.1Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah yang kontroversial.Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.1Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.1Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.1Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.1Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.4

3.5 MANIFESTASI KLINISPasien penyakit DBD umumnya disertai dengan tanda-tanda berikut :1. Demam selama 2-7 hari tanpa ada sebab yang jelas2. Manifestasi perdarahan dengan rumple leed test (+), mulai dari petekie (+) sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau berak darah hitam.3. Hasil pemeriksaan trombosit menurun, (normal : 150.000-300.000 L). hematokrit meningkat (normal : pria < 45, dan wanita < 40).4. Akral dingin, gelisah, tidak sadar, (DDS, dengue syok syndrome).2Kriteria diagnosis (WHO 1997)a. Kriteria klinis 1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.2. Terdapat manifestasi perdarahan3. Pembesaran hati4. syokb. Kriteria laboratoris1. Trombositopenia (20%).Seorang pasien dinyatakan menderita penyakit DBD bila terdapat minimal 2 gejala klinis yang positif dan 1 hasil laboratorium yang positif. Bila gejala dan tanda tersebut kurang dari ketentuan di atas maka pasien dinyatakan menderita demam dengue.2Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat:Derajat IDemam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet.Derajat IISeperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.Derajat IIIDidapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.Derajat IVSyok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.[2]Keempat derajat tersebut ditunjukkan pada gambarTerdapat 4 gejala utama DBD, yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi. Gejala klinis DBD diawali dengan demam mendadak, disertai dengan muka kemerahan (flusted face) dan gejala klinis lain yang tidak khas, menyerupai gejala demam Dengue, seperti anoreksia, muntah, nyeri kepala, dan nyeri pada otot dan sendi. Pada beberapa pasien mengeluh nyeri tenggorokan dan pada pemeriksaan ditemukan faring hiperemis. Gejala lain yaitu perasaan tidak enak di daerah epigastrium, nyeri di bawah lengkungan iga kanan, kadang-kadang nyeri perut dapat dirasakan di seluruh perut.1,5Keempat gejala utama DBD adalah sebagai berikut:1. DemamPenyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak mempan dengan obat anti piretik. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 400C dan dapat terjadi kejang demam mulai cenderung menurun dan pasien tampak seakan sembuh, hati-hati karena fase tersebut dapat sebagai awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari demam. Hari ke-3,4,5 adalah fase kritis yang harus dicermati pada hari ke-6 dapat terjadi syok. Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar trombosit sangat rendah (20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemi.

LaboratoriumTrombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit 48 tahun, maka baik untuk studi sero-epidemiologi.c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut atau titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumptif positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue infection).2. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation test : CF test)Jarang dipergunakan secara rutin, oleh karena selain rumitnya prosedur pemeriksaan, juga memerlukan tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja.3. Uji neutralisasi (Neutralization test : NT test)Merupakan uji serologis yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.Biasanya memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi.Saat antibodi nneutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (4-8 tahun). Uji ini juga rumit dan memerlukan waktu cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.4. IgM Elisa (Mac. Elisa)Pada tahun terakhir ini merupakan uji serologis yang banyak dipakai. Mac Elisa adalah singkatan dari IgM captured Elisa, dimana akan mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan:a. Pada hari 4-5 infeksi virus dengue, akan timbul IgM yang kemudian diikuti dengan timbulnya IgG.b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, akan secara cepat dapat ditentukan diagnosis yang tepat.c. Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.d. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.e. Perlu dijelaskan disini bahwa IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Untuk memperjelaskan hasil uji IgM dapat pula dilakukan uji terhadap IgG. Mengingat alasan tersebut di atas maka uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.f. Uji Mac Elisa mempunyai sensitivitas sedikit di bawah uji HI, dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesivisitas yang sama dengan uji HI.

5. IgG ElisaSebanding dengan uji HI, tapi lebih spesifik. Terdapat beberapa merek dagang untuk uji infeksi dengue seperti IgM/IgG Dengue Blot, Dengue Rapid IgM/IgG, IgM Elisa, IgG Elisa.4\

3.7 PENATALAKSANAAN1. Demam DenguePada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBDterdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapatterjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua ataupasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atauterdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi,apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tandakegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit.. Pada pasien yang tidak mengalamikomplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi. Tatalaksana DD tertera pada Bagan 1 (Tatalaksana tersangka DBD).4

2. Demam Berdarah DengueFase DemamTatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian atau dapat disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.5Tabel 1Dosis Parasetamol Menurut Kelompok UmurUmur (tahun)Parasetamol (tiap kali pemberian)

dosis (mg)Tablet (1 tab = 500 mg)

12500-10001-2

BAB IVPEMBAHASANTeoriKasus

Demam berdarah dengue/DBD (Dengue Hemoragik Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, myeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositepenia dan diathesis hemoragik.Kriteria diagnosis (WHO 1997)Kriteria klinis Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. Terdapat manifestasi perdahan Pembesaran hati syok

Kriteria laboratories Trombositopenia (20%).

Dari hasil uraian diatas, kami menemukan beberapa gejala atau gambaran klinis dari os yang menjurus ke penyakit demam berdarah dengue atauu dengue hemoragiik fever Beberapa gejala tersebut antara lain os mengeluhkan : Demam Mual Muntah Pening Nyeri badan Nyeri sendi Nyeri perut Napsu makan menurunUntuk menegakkan diagnosa, dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah rutin ditemukan trombosit menurun 85.000/mm3. Hematokrit normal 45,5%.Berdasarkan data yang kami peroleh, kami menyimpulkan pada kasus ini os menderita Dengue Hemoragik Fever grade II.

BAB VKESIMPULAN

Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyerio otot, dan/ atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik. Pada demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/shock.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2009. Hal 2773-27792. Widoyono. Demam Berdarah Dengue. Editor Rina Astikawati. dalam Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasan. Edisi. II. Erlangga. Jakarta : 2011. Hal. 70-793. Mansjoer Arif dkk. Demam Dengue. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI : 2004 : 428-4334. Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Edisi 3. Jakarta. 2004.5. Asih Y. S.Kp. Demam Berdarah Dengue, Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian. World Health Organization. Edisi 2. Jakarta. 1998.

4