lapkas dbd

42
BAB I PENDAHULUAN Demam dengue / Demam DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue Hemorrahagic fever/ DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan / syok. Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flaviviridae merupakan virus dengan diameter 30mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara. Pasifik Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. DBD di wilayah Indonesia antara 6 sampai 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan angka mortalitasnya menurun mencapai 2% pada 1999. 1

Upload: ilham-saiif

Post on 24-Nov-2015

54 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Demam dengue / Demam DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue Hemorrahagic fever/ DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan / syok.

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flaviviridae merupakan virus dengan diameter 30mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara. Pasifik Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. DBD di wilayah Indonesia antara 6 sampai 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan angka mortalitasnya menurun mencapai 2% pada 1999.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

DHF atau Dengue Haemorraghic Fever adalah penyakit trombositopenia infeksius akut yang parah, dan sering bersifat fatal, disebabkan oleh infeksi virus dengue. Pada DHF terjadi hemokonsentrasi atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas hemostasis dan pada kondisi yang parah dapat timbul kehilangan protein yang masif (Dengue Shock Syndrome), yang dipikirkan sebagai suatu proses imunopatologik. 2.2. Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah asia tenggara, pasifik barat dan karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995), dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2 % pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu:

1. Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.

2. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan / keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.

3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

2.3. Etiologi

Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang berbeda antigen.Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah : DEN-1

DEN-2

DEN-3

DEN-4.

Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya.Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.

2.4. Patofisiologi

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DD adalah :

a. Respon imun humoral

: berupa pembentukan antibodi yang berpaparan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang di mediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut sebagai antibody dependent enhanchement (ADE).

b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10.

c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.

d. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Hipotesis secondary heterologous infectionHalstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.

Kurane dan ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat halstead dan peneliti lain, menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga di produksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-a, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endothel dan terjadi kebocoran plasma.

Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :

1. Supresi sum sum tulang

2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit

Gambaran sum sum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 merupakan pertanda degranulasi trombosit.

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endothel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).

2.5. Manifestasi klinis

1. Demam dengue

Periode inkubasi adalah 1-7 hari. Manifestasi klinis bervariasi dan dipengaruhi usia pasien. Pada bayi dan anak anak, dikarakteristikkan sebagai demam selama 1-5 hari, peradangan faring, rinitis dan batuk ringan. Pada remaja dan dewasa mengalami demam secara mendadak, dengan suhu meningkat cepat hingga 39,4-41,1 oC, biasanya disertai nyeri frontal atau retro-orbital khususnya ketika mata di tekan. Kadang kadang nyeri punggung hebat mendahului demam. Ruam transien dapat terlihat selama 24-48 jam pertama demam. Denyut nadi dapat relatif melambat sesuai derajat demam. Mialgia dan artalgia segera terjadi setelah demam.

Pada hari kedua sampai hari ke enam demam, mual muntah terjadi dan limfadenopati generalisata, hiperestesia atau hiperalgesia kutan, gangguan pengecapan, dan anoreksia dapat berkembang. Sekitar 1-2 hari kemudian, ruam mukopapular terlihat, terutama di telapak kaki dan telapak tangan, kemudian menghilang selama 1-5 hari. Kemudian ruam kedua terlihat, suhu tubuh yang sebelumnya sudah menurun ke normal, meningkat dan mendemonstrasikan karakteristik pola suhu bifasik.2. Demam berdarah dengue

Demam dengue dan demam berdarah dengue pada awal perjalanan penyakit sulit dibedakan. Fase pertama yang relatif lebih ringan berupa demam, malaise, mual muntah, sakit kepala, anoreksia, dan batuk berlanjut selama 2-5 hari diikuti oleh deteriorasi dan pemburukan klinis. Pada fase kedua, pasien umumnya pilek, ekstermitas basah oleh keringat, badan hangat, wajah kemerah merahan, diaforesis, kelelahan, iritabilitas dan nyeri epigastrik.

Sering dijumpai petekie menyebar di kening dan ekstermitas, ekimosis spontan dan memar serta perdarahan dapat dengan mudah terjadi di lokasi pungsi vena. Ruam makular atau mukopapular dapat dengan mudah terjadi di lokasi pungsi vena. Ruam makular atau makulopapular dapat terlihat. Respirasi cepat dan melelahkan, denyut nadi lemah dan cepat, suara jantung melemah. Hati dapat membesar 4-6 dan biasanya keras dan sulit digerakkan. Sekitar 20-30% kasus demam berdarah dengue akan timbul syok (sindrom syok dengue). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis hebat atau perdarahan gastrointestinal, biasanya sesudah periode syok yang tidak diobati. Setelah krisis 24-36 jam, pemulihan terjadi dengan cepat pada anak yang diobati. Temperatur dapat kembali normal sebalum atau selama syok. Bradikardia dan ekstrasistol ventrikular umumnya terjadi saat fase pemulihan.

Manifestasi Klinis infeksi Virus Dengue2.7. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a) LeukositDapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.

b) Trombosit

Umumnya terdapat trombositopenia < 100.000 pada hari ke-3 sampai hari ke-8

c) Hematokrit

Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

d) Hemostasis

Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

e) Protein/albumin

Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma

f) SGOT/SGPT (Serum alanin aminotransferase) : Dapat meningkatg) Elektrolit

Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

h) Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi)

Bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.

i) Imunoserologi

Dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM terhadap dengue.

IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.

IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.

2. Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula di deteksi dengan pemeriksaan USG.

2.6. Diagnosis

Belum ada panduan yang dapat diterima untuk mengenal awal infeksi virus dengue (WHO scientific working group, 2006). Perbedaan utama antara demam dengue dan DBD adalah pada DBD ditemukannya adanya kebocoran plasma.

1. Demam dengue

Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leukopenia) di tambah pemeriksaan serologis dengue positif atau ditemukan pasien demam dengue/ demam berdarah dengue yang telah dikonfirmasi pada waktu dan lokasi yang sama.

2. Demam berdarah dengue

Berdasarkan kriteria WHO 1999 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini terpenuhi.

a) Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik

b) Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

Uji bendung positif

Petekie, ekimosis, purpura

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan dari tempat lain.

Hematemesis atau melena.

c) Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)

d) Terdapat minimal satu dari tanda tanda kebocoran plasma sebagai berikut :

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.3. Sindrom syok dengue

Seluruh kriteria DBD disertai dengan kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (< 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standard sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

DD/DBDDerajatGejalaLaboratorium

DDDemam disertai 2 atau lebih tanda :

Sakit kepala

Nyeri retroorbital

Mialgia

Artralgia Leukopenia

Trombisitopenia

Tidak ada bukti kebocoran plasma

Uji serologi dengue (+)

DBDIGejala diatas ditambah uji bendung positif Trombositopenia < 100.000

Ht meningkat >20%

Uji serologi dengue (+)

Bukti ada kebocoran plasma

DBDIIGejala diatas ditambah perdarahan spontan Trombositopenia < 100.000

Ht meningkat > 20%

Uji serologi dengue (+)

Bukti ada kebocoran plasma

DBDIIIGejala diatas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah) Trombositopenia < 100.000

Ht meningkat > 20%

Uji serologi dengue (+)

Bukti ada kebocoran plasma

DBDIVSyok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur. Trombositopenia < 100.000

Bukti ada kebocoran plasma

Ht meningkat > 20%

Uji serologi dengue (+)

2.8. Penatalaksanaan

Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasusDBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melaui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi bermakna.

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan divisi penyakit tropik dan infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa dengan kriteria :

Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan dan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi

Praktis dalam pelaksanaannya

Mempertimbangkan cost effectiveness.Protokol ini terbagi dalam 5 kategori antara lain :

1. Protokol 1 : Penanganan Tersangka DBD dewasa tanpa syok

Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di instalasi gawat darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Seseorang tersangka DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya, (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit tiap 24 jam) bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke instalasi gawat darurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.

Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.

Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa renjatan di UGD2. Protokol 2 : Penanganan cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut :

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan :

1500 + ( 20 x ( BB dalam kg 20 ) )

Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:

Bila Hb, Ht meningkat 10 20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht dan trombosit dilakukan tiap 12 jam

Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.

Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di ruangan3. Protokol 3 : Penatalaksanaan DBD dengan hematokrit > 20%Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus di kurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.

Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

4. Protokol 4 : Pelaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosis serta hemostase harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang tiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

Penatalaksanaan perdarahan pada DBD dewasa

5. Protokol 5 : Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa.

Bila kita berhadapan dengan sindrom syok dengue maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan dan pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatann yang tidak adekuat.

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan sesuai resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter per menit. Pemeriksaan pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frequensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5 1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil maka pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam.

Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi dan tanda tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemia, edema paru atau gagal jantung dapat terjadi).

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karema selain proses patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis.

Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit. Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan ( internal bleeding ) maka penderita diberikan transfusi darah segar 10ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat sidat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1 1,5 l / hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15- 18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.

Penatalaksanaan sindrom renjatan dengueBAB IIILAPORAN KASUS

STATUS PASIEN PENYAKIT DALAM

CATATAN REKAM MEDIK PASIEN

1. IDENTITAS PASIEN

Nama Lengkap: Agung ayuda

Jenis kelamin

: Laki laki

Tanggal Lahir

: 03 juli 1998

Umur

: 15 tahun

Alamat

: Paya Rahat

Pekerjaan

: Wiraswasta Tanggal masuk RS: 17 juni 2013

Nomor Rekam Medik: 0-13-77-53

2. ANAMNESA (Autoanamnesa tanggal 17 juni 2013 pukul 20.30 WIB)1) Keluhan Utama: Demam sejak 7 hari yang lalu2) Keluhan Tambahan: Kepala pusing disertai Nyeri seluruh otot dan sendi

3) Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke UGD RSUD aceh tamiang pada tanggal 17 juni 2013 dengan keluhan demam sejak 1 minggu yang lalu disertai dengan bercak kemerahan di seluruh tubuh, mual (+), muntah (+). Kisaran 6 hari yang lalu pasien mengaku demam mulai timbul disertai dengan nyeri di seluruh sendi dan kepala pusing, demam bersifat naik turun, menggigil tidak dijumpai, kejang tidak dijumpai, pasien kemudian berobat ke mantri dan diberi obat minum dan obat suntik yang pasien tidak mengetahui jenis obatnya. Kisaran 3 hari yang lalu pasien mengaku demam turun namun pasien mengeluh timbul bercak kemerahan awalnya di bagian ekstermitas atas dan menjalar ke seluruh tubuh dan tidak gatal. Kisaran 1 hari yang lalu bercak kemerahan mulai menyebar ke seluruh tubuh dan pasien merasa lemas disertai mual dan muntah dijumpai hanya saat makan saja. Isi muntah sesuai jenis makanan yang dimakan. Nyeri sendi dijumpai, nyeri kepala dijumpai, BAK (+), BAB (+) normal.4) Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mengaku belum pernah menderita penyakit seperti sekarang ini sebelumnya.

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat Diabetes melitus (-)

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku teman satu kamar pasien sedang menderita penyakit yang sama seperti pasien. Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti pasien seperti sekarang ini.

Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat Diabetes melitus (-)

Riwayat sakit persendian (-)6) Riwayat Pengobatan Pasien mengaku pernah berobat ke mantri sebelumnya dan diberi obat suntik serta obat minum yang pasien tidak mengetahui nama obatnya.7) Riwayat Alergi

Riwayat asma (-)

Riwayat alergi obat (-)8) Riwayat Kebiasaan Pribadi

Riwayat merokok (-)

Riwayat konsumsi alkohol (-)

3. STATUS PRESENT1) Keadaan umum: Tampak sakit sedang

2) Kesadaran

: Compos mentis

3) Tekanan darah

: 100/70 mmHg

4) Nadi

: 70x / menit

5) Respirasi

: 22x/ menit

6) Suhu

: 37,8 oC

4. PEMERIKSAAN FISIKKEPALA

Bentuk

: Normal, simetris

Rambut: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Mata

: Konjungtiva palpebralis inferior hiperemis (+/+), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+)

Telinga : Dalam batas normal

Mulut

: Mukosa bibir hiperemis (+), sianosis (-), lidah tidak kotor, gusi tidak ada perdarahan. Hidung : Septum deviasi (-), Pernafasan cuping hidung (-).

LEHER Trakea ditengah, tidak teraba pembesaran KGBTHORAX

Inspeksi: pergerakan dada simetris, retraksi suprasternal dan intercostalis -/-

Palpasi : Vokal fremitus sama di kedua hemitoraks

Perkusi: Sonor pada kedua Hemitoraks

Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, Wheezing -/-, Ronkhi -/-

JANTUNGInspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS VI garis midclavicularis sinistra.

Perkusi :

Batas jantung atas sejajar garis horizontal setinggi ICS III garis parasternal sinistra.Batas jantung kiri di ICS IV garis midclavicularis sinistra.

Batas jantung kanan di garis sternalis dextra ICS III,IV dan V.

Auskultasi: S1-S2 Reguler, Gallop (-), murmur diastolic (-)ABDOMENInspeksi: datar, bercak kemerahan (+)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (+) di regio kuadran kanan atas abdomen, Hepar/Lien tidak teraba membesar.Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi: Bising usus (+) normal.

EKSTERMITAS

Superior : Purpura (+/+), palmar eritema (+/+), akral dingin, sianosis (-/-), ikterik (-/-)

Inferior : Purpura (+/+), akral dingin, sianosis (-/-), ikterik (-/-)

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Rutin ( tanggal 17 juni 2013, pukul 19.38 WIB) Eritrosit: 4.990.000 mm3

Hemoglobin: 15,1 mg/dl

Leukosit: 5.200 mm3

Trombosit: 26.000 mm3

Hematokrit: 45,6 %

Pemeriksaan Darah Rutin (Tanggal 17 juni 2013, pukul 23.53 WIB)

Eritrosit: 4.540.000 mm3

Hemoglobin: 13,7 mg/dl

Leukosit: 4.300 mm3

Trombosit: 28.000 mm3

Hematokrit: 40,9 %

Pemeriksaan Darah Rutin (Tanggal 18 juni 2013, pukul 06.49 WIB)

Eritrosit: 3.810.000 mm3

Hemoglobin: 11,6 mg/dl

Leukosit: 3.400 mm3

Trombosit: 30.000 mm3

Hematokrit: 34,8 %

Pemeriksaan Darah Rutin (Tanggal 18 juni 2013, pukul 18.36 WIB)

Eritrosit: 4.200.000 mm3

Hemoglobin: 12,8 mg/dl

Leukosit: 5.100 mm3

Trombosit: 41.000 mm3

Hematokrit: 38,5 %Pemeriksaan Serologi (Tanggal 18 juni 2013, pukul 18.36 WIB)

IgG

: Positif

IgM

: Positif

Pemeriksaan Darah Rutin (Tanggal 18 juni 2013, pukul 19. 18 WIB)

Eritrosit: 4.170.000mm3

Hemoglobin: 12,6 mg/dl

Leukosit: 4.900 mm3

Trombosit: 43.000 mm3

Hematokrit: 38,1 %

Pemeriksaan Darah Rutin (Tanggal 19 juni 2013, pukul 13.55 WIB)

Eritrosit: 4.000.000 mm3

Hemoglobin: 12,3 mg/dl

Leukosit: 4.900 mm3

Trombosit: 53.000 mm3

Hematokrit: 37,3 %

Pemeriksaan Darah Rutin ( Tanggal 20 juni 2013, pukul 13.49 WIB)

Eritrosit: 3.850.000 mm3

Hemoglobin: 12,1 mg/dl

Leukosit: 4.900 mm3

Trombosit: 67.000 mm3

Hematokrit: 35,5 %Pemeriksaan Darah Rutin (Tanggal 21 juni 2013, pukul 10.12 WIB)

Eritrosit: 3.680.000 mm3

Hemoglobin: 11,2 mg/dl

Trombosit: 114.000 mm3

Hematokrit: 34,9 %6. DIAGNOSA BANDING

1) Demam berdarah dengue derajat II

2) Morbili

3) Chikungunya hemorraghic fever

4) Malaria

7. DIAGNOSA KERJA

1) Demam berdarah dengue derajat II

8. PENATALAKSANAAN

1) Non Medikamentosa

Tirah baring

Konsumsi cairan yang banyak : Air Putih, jus buah, Air kelapa dll. Diet tinggi kalori tinggi protein

Observasi tanda vital (TD, suhu, frekuensi pernafasan, nadi)

Awasi perdarahan, Periksa Hb, Ht, Trombosit tiap 12 jam

2) Medikamentosa

Infus IVFD RL 30 gtt/menit Ranitidine 1 ampul/12 jam

Ceftriaxon 1 gr ampul/12 jam Norages 1 ampul/8 jam Golmun plus 1x1 tab9. PROGNOSA

Dubia ad Bonam

DAFTAR PUSTAKA1. Suhendro, Nainggolan,L, Chen,K, dan Pohan, H.T. 2006. Demam Berdarah Dengue. Dalam: Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B, alwi,I, Simadibrata,M dan Setiati, S,eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1709-1713.

2. Sudarmono,dkk.2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

3. World Health Organization 1999. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/ Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospitals. Available from : http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf4. www.repository.usu.ac.id Demam Berdarah Dengue27