lapak rifampisin 1 latihan

26
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM Penentuan Potensi Antibiotika 3 Dosis 30 April 2014, Kamis, 10.00-13.00 Kelompok A1 FARMASI A Kelompok Rifampisin 1 Ainun Mardhiah Nst 260110120020 Eni Herdiani 260110120026 LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2014 Nilai Asisten

Upload: eni-herdiani

Post on 01-May-2017

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapak Rifampisin 1 Latihan

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

Penentuan Potensi Antibiotika 3 Dosis

30 April 2014, Kamis, 10.00-13.00

Kelompok A1

FARMASI A

Kelompok Rifampisin 1

Ainun Mardhiah Nst 260110120020

Eni Herdiani 260110120026

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2014

Nilai Asisten

Page 2: Lapak Rifampisin 1 Latihan

PENENTUAN POTENSI ANTIBIOTIKA

I. Tujuan

Menentukan besarnya potensi sampel antibiotika di pasaran terhadap

antibiotika standar.

II. Prinsip

1. Membandingkan Respon

Yaitu membandingkan derajat hambatan pertumbuhan dari jasad renik

yang peka dan sesuai dalam kondisi pertumbuhan yang sama dari dosis

sediaan yang diperiksa (kontrol) terhadap dosis sediaan baku.

2. Metode Penetapan dengan Metode Lempeng Silindris / Difusi

Zat yang diperiksa akan berdifusi dari reservoir ke dalam media agar yang

telah diinokulasikan dengan bakteri, diameter zona bening diukur dan

dibandingkan dengan larutan standar baku.

3. Pengenceran Bertingkat

Memperoleh konsentrasi yang lebih kecil dengan cara menambahkan

pelarutnya.

V1N1= V2N2

Dimana V1 = volume awal

V2 = volume akhir

V1 = konsentrasi awal

V2 = konsentrasi akhir

III. Teori Dasar

Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba yang dapat

menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Suatu antibiotika perlu

ditentukan potensinya karena efek penggunaan antimikroba yang meningkat,

sehingga meningkatkan pula efek resistensi berbagai mikroba patogen.

Efektivitas daya hambat atau daya bunuh antimikroba sangat tergantung pada

jumlah dan kekuatan zat aktifnya (Singgih, 2007).

Page 3: Lapak Rifampisin 1 Latihan

Kadar merupakan jumlah per satuan berat/volume. Potensi merupakan

ukuran kekuatan / daya hambat atau daya bunuh zat aktif terhadap

mikroorganisme tertentu. Berdasarkan farmakope indonesia edisi IV (1995),

estimasi dari potensi antibiotik melalui perbandingan langsung antara sampel

(antibiotik uji) dengan antibiotik standar yang telah disahkan penggunaannya,

terkalibrasi dengan baik, dan umum digunakan sebagai rujukan. Tujuan

diadakannya uji potensi antibiotik ini sebagai standar untuk mengatasi

keraguan tentang kemungkinan hilangnya kativitas (potensi) antibiotik

terhadap efek daya hambatnya pada mikroba (Singgih, 2007).

Berdasarkan perbedaan sifatnya antibiotika dibagi menjadi 2

kelompok, yaitu berspektrum sempit dan berspektrum luas. Antibiotika

spektrum luas cenderung menimbulkan resistensi. Dilain pihak pada

septikemia yang penyebabnya belum diketahui diperlukan antibiotika yang

berspektrum luas sementara menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik

(Setiabudy, 2007).

Berdasarkan sasaran kerja dikelompokkan kepada:

1. Golongan penisilin.

Penisilin merupakan antara antibiotik yang paling efektif dan

paling kurang toksik. Penisilin mengganggu reaksi transpeptidasi sintesis

dinding sel bakteri (Harvey, Champe, 2009).

2. Golongan sefalosporin.

Golongan ini hampir sama dengan penisilin oleh karena

mempunyai cincin beta laktam. Secara umum aktif terhadap kuman gram

positif dan gram negatif, tetapi spektrum anti kuman dari masing-masing

antibiotik sangat beragam (Harvey, Champe, 2009).

3. Golongan tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat

bakteriostatik yang menghambat sintesis protein. Golongan ini aktif

terhadap banyak bakteri gram positif dan gram negatif. Tetrasiklin

merupakan obat pilihan bagi infeksi Mycoplasma pneumonia, chlamydiae

Page 4: Lapak Rifampisin 1 Latihan

dan rickettsiae. Tetrasiklin diabsorpsi di usus halus dan berikatan dengan

serum protein. Tetrasiklin didistribusi ke jaringan dan cairan tubuh yang

kemudian diekskresi melalui urin dan empedu (Katzung, 2007).

4. Golongan aminoglikosida

Aminoglikosida termasuk streptomisin, neomisin, kanamisin dan

gentamisin. Golongan ini digunakan untuk bakteri gram negatif enterik.

Aminoglikosida merupakan penghambat sintesis protein yang ireversibel

(Katzung, 2007).

5. Golongan makrolida

Golongan makrolida hampir sama dengan penisilin dalam hal

spectrum antikuman, sehingga merupakan alternatif untuk pasien-pasien

yang alergi penisilin. Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman.

Antara obat dalam golongan ini adalah eritromisin. Eritromisin efektif

terhadap bakteri gram positif (Katzung, 2007).

6. Golongan sulfonamida dan trimetropim

Sulfonamida menghambat bakteri gram positif dan gram negatif.

Trimetropim menghambat asam dihidrofolik reduktase bakteri. Kombinasi

sulfamektoksazol dan trimetoprim untuk infeksi saluran kencing,

salmonelosis dan prostatitis (Katzung, 2007).

7. Golongan flurokuinolon

Flurokuinolon merupakan golongan antibiotik yang terbaru.

Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah ciprofloksasin

(Katzung, 2007).

Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba

termasuk rifampisin dan kuinolon. Rifampisin adalah salah satu derivat

rifamisin, berikatan dengan enzim polymerase-RNA sehingga menghambat

sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon menghambat

enzim DNA girase pada kuman yang fungsinya menata kromosom yang

sangat panjang menjadi bentuk spiral sehingga bisa muat dalam sel kuman

yang kecil (Hamzah,2012).

Page 5: Lapak Rifampisin 1 Latihan

Rifampisin mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari

103,0% C43H56N4O12 per mg, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Berbentuk serbuk hablur dan warna coklat kemerahan. Memiliki kelarutan

sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam kloroform, larut dalam etil

asetat dan methanol. Memiliki berat molekul 822,95. Penyimpanan harus

dalam wadah tidak tembus cahaya, tertutuo rapat, terlindung dari panas yang

berlebihan (Depkes RI,1995)

Struktur rifampisin

Bacillus substilis

Merupakan bakteri gram positif yang biasanya ditemukan di tanah,

termasuk kedalam genus Bacilus. Seperti spesies yang lainnya, kuman ini

memiliki kemampuan untuk membentuk endospora pelindung, yang tahan

terhadap kondisi lingkungan yang buruk. Tidak seperti beberapa kuman

Bacillus yang lainnya, Bacillus substilis merupakan kuman aerob obligat

Bacillus substilis tidak dianggap sebagai kuman patogen, tetapi dapat

mengkontaminasi makanan dan jarang sebagai penyebab keracunan

(Hamzah,2012).

Bacillus substilis

Page 6: Lapak Rifampisin 1 Latihan

IV. Alat dan Bahan

4.1 Alat

Cawan petri

Inkubator

Jangka sorong

Lampu spirtus

Mikropipet

Perforator

Rak tabung

Spatel

Tabung reaksi

Volume pipet berukuran 1 ml dan 10 ml

4.2 Bahan

Aquades

Media nutrien agar

Pelarut sediaan uji

Sedia antibiotika standar dan sample (Rifampisin)

Suspensi Bacillus subtilis

4.2.3 Gambar Alat

Cawan petri Inkubator

Page 7: Lapak Rifampisin 1 Latihan

Jangka sorong Lampu spirtus

Mikropipet Rak tabung

Spatel Tabung reaksi

Page 8: Lapak Rifampisin 1 Latihan

Volume pipet berukuran 1 ml Volume pipet berukuran 10 ml

V. Prosedur

Disiapkan suspensi bakteri dalam Nutrien broth yang berumur 18-24

jam, bakteri ini harus homogen. Disiapkan pembenihan nutrien agar dengan

cara dilarutkan sejumlah tertentu nutrient agar dalam aquades kemudian

disterilkan dalam otoklaf selama 15 menit pada 1210C. Dimasukkan sediaan uji

ke dalam labu ukur, larutkan dengan sedikit pelarutnya. Kemudian

ditambahkan air suling steril sampai tanda batas. Jika sediaan uji berbentuk

padat, digerus dahulu dalam mortir, sebelum dimasukkan dalam labu ukur.

Direncanakan pengenceran larutan sample dan larutan standar hingga didapat

variasi dua seri dosis yang diinginkan (dosis tinggi dan dosis rendah). Dibuat

larutan inokulum dengan cara dimasukkan suspensi biakan bakteri ke dalam

nutrien agar yang telah disterilisasi. Dalam keadaan masih cair, dituangkan

nutrien agar yang mengandung suspensi bakteri tersebut kedalam cawan petri

secara aseptis sebanyak 20 ml. Dibiarkan sampai membeku. Dibagi permukaan

dasar cawan menjadi enam area sama besar. Diberi label masing-masing area

tersebut tergantung variasi seri dosis yang akan digunakan. Dibuat enam

cetakan reservoir (lubang) pada masing-masing cawan petri dengan

menggunakan perforator secara aseptis. Dibuat reservoir tersebut dengan cara

Page 9: Lapak Rifampisin 1 Latihan

membuang agar yang ada dalam cetakan reservoir tersebut dengan digunakan

spatel yang telah disterilkan. Dimasukkan hasil buangan tersebut ke dalam

larutan desifektan yang telah disediakan. Dimasukkan larutan sampel dan

standar pada masing-masing reservoir sesuai dosis yang ditentukan

dengan ,menggunakan mikropipet secara aseptis. Diinkubasikan dalam

ikubator pada suhu kurang lebih 370 c selama 18-24 jam. Diukur dan dicatat

diameter daerah bening (zone lisis) yang terjadi di sekeliling reservoir yang

telah mengandung antibiotika tersebut dengan menggunakan jangka sorong.

Dihitung potensi antibiotik.

VI. Data Pengamatan dan Perhitungan

6.1 Data Pengamatan

Cawan Petri

Larutan Baku (cm) Larutan Sampel (cm)

Tinggi (Bt)

Menengah (Bm)

Rendah (Br)

Tinggi (St)

Menengah (Sm)

Rendah (Sr)

I 1,59 1,435 1,27 1,46 1,505 1,425

II 1,68 1,27 1,45 1,41 1,63 1,51

III 1,47 - 1,13 1,29 1,365 1,365

Total 4,74 2,705 3,85 4,16 4,5 4,3

Rata-rata 1,58 1,3525 1,283 1,387 1,5 1,43

6.2 Perhitungan

6.2.1 Konsentrasi Rifampisin dalam labu ukur = 100 mg /100 mL

= 100000 µg / 100 mL

= 1000 µg/mL

6.2.2 Volume untuk larutan sampel Rifampisin

Dosis Tinggi = 400 µg/mL

Page 10: Lapak Rifampisin 1 Latihan

V 1.N 1=V 2. N 2

V1. 1000 µg/ml = 2 ml . 400 µg/ml

V1= 800 µg/ml / 1000 µg/ml

= 0,8 ml

Aquadest yang ditambah = 1,2 mL

Dosis Menengah = 200 µg / mL

V 1.N 1=V 2. N 2

V1. 1000 µg/ml = 2 ml . 200 µg/ml

V1= 400 µg/ml / 1000 µg/ml

= 0,4 ml

Aquadest yang ditambah = 1,6 mL

Dosis Rendah = 100 µg / mL

V 1.N 1=V 2. N 2

V1. 1000 µg/ml = 2 ml . 100 µg/ml

V1= 200 µg/ml / 1000 µg/ml

= 0,2 ml

Aquadest yang ditambah = 1,8 Ml

6.2.3 Volume untuk larutan baku

Dosis Tinggi = 400 µg/ mL

V 1.N 1=V 2. N 2

V1. 1000 µg/ml = 2 ml . 400 µg/ml

V1= 800 µg/ml / 1000 µg/ml

Page 11: Lapak Rifampisin 1 Latihan

= 0,8 ml

Aquadest yang ditambah = 1,2 mL

Dosis Menengah = 200 µg / mL

V 1.N 1=V 2. N 2

V1. 1000 µg/ml = 2 ml . 200 µg/ml

V1= 400 µg/ml / 1000 µg/ml

= 0,4 ml

Aquadest yang ditambah = 1,6 mL

Dosis Rendah = 100 µg / mL

V 1.N 1=V 2. N 2

V1. 1000 µg/ml = 2 ml . 100 µg/ml

V1= 200 µg/ml / 1000 µg/ml

= 0,2 ml

Aquadest yang ditambah = 1,8 mL

6.2.4 Perhitungan Potensi

I = log (dosis tinggi/dosis menengah)

= log (400 µg/ml / 200 µg/ml)

= 0,301

E = 14[ ( ST−SR )+ (BT −BR )]

= 14[ (1,387−1,43 )+(1,58−1,283 )]

= 14[ (−0,043 )+ (0,297 )]

Page 12: Lapak Rifampisin 1 Latihan

= 14

0,254

= 0,0635

B = EI =

0,06350,301 = 0,211

F =13[( ST+SM +SR )−( BT+BM+BR )]

=13[(1,387+1,5+1,43 )−(1,58+1,3525+1,283 )]

=13[( 4,317 )−( 4,2155 )]

=13

0,1015

= 0,0338

M = FB =

0,03380,211 = 0,160

Potensi sampel = Antilog 0,160

= 1,445 x 100 %

= 144,5 %

Jadi potensi Rifampisin sampel terhadap baku adalah 144,5 %

VII Pembahasan

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan besarnya potensi

sampel terhadap antibiotika standar. Suatu antibiotika memerlukan

konsentrasi tertentu agar dapat menjalankan fungsinya yaitu sebagai

bakteriostatik atau bakteriosidik. Potensi yang diberikan menurut farmakope

haruslah 95% - 105%, di luar itu berarti antibiotik sampel tidak memenuhi

syarat untuk dapat diedarkan di pasaran.

Pada percobaan kali ini, metode yang digunakan dalam penentuan

potensi antibiotika adalah metode penetapan dengan lempeng silinder, yaitu

Page 13: Lapak Rifampisin 1 Latihan

menggunakan perforator untuk menguji antibiotika pada media nutrien agar

yang berisi inokulum bakteri pada cawan petri. Potensi dapat ditentukan

dengan mengukur zona bening yang dihasilkan dan membandingkannya

dengan diameter zona bening dari antibiotika standar.

Syarat penggunaan biakan bakteri yang dipakai adalah harus biakan

murni (pure straired). Maksud dari biakan murni adalah bakteri yang

diambil dari alam secara langsung kemudian dibiakkan, bukan dari bakteri

yang diisolasi dari laboratorium klinis (sampel darah, feses, urin, dan

sebagainya). Pada percobaan ini antibiotik yang digunakan adalah

Rifamfisin dan suspensi bakterinya adalah Bacillus substilis, karena

menurut farmakope dan literatur yang ada antibiotika rifamfisin dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus substilis.

Sebelum memulai praktikum, dilakukan persiapan alat dan bahan

yang akan digunakan. Alat-alat yang digunakan yaitu tabung reaksi sebagai

wadah pengenceran antibiotika, cawan petri sebagai wadah inokulasi,

incubator untuk menginkubasi bakteri, jangka sorong untuk mengukur zona

bening yang terbentuk, mikropipet untuk memipet antibiotika kedalam

reservoir, pervorator untuk membuat lubang pada media dan spirtus.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan yaitu antibiotika standar,

antibiotika sampel, aquadest, dan nutrient agar yang telah diinokulasi

dengan bakteri Bacillus substilis.

Setelah itu dilanjutkan dengan tahap perencanaan pengenceran dan

perhitungan konsentrasi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penentuan

nilai dosis tertinggi dan dosis terendah yang ingin digunakan pada

antibiotika ini, yaitu rifampisin. Konsentrasi rifampisin pada awalnya adalah

1000 µg/ml pada larutan baku. Untuk larutan sampel dianggap

konsentrasinya sama dengan konsentrasi baku. Dari perencanaan

perhitungan konsentrasi, telah ditentukan konsentrasi pada dosis tinggi

adalah 400µg/ml, untuk mendapatkannya, dicampurkan 0,8 ml rifampisin

Page 14: Lapak Rifampisin 1 Latihan

1000 µg/ml lalu di tambahkan aquadest steril hingga 1,2 ml, inilah dosis

tingginya. Pada dosis menengah, konsentrasinya adalah 200 µg/ ml, dengan

cara mencampurkan 0,4 ml rifampisin 1000 µg/ml dengan 1,6 ml aquadset

steril. Untuk dosis rendah yaitu 100 µg/ml, dengan cara mencampurkan 0,2

ml antibiotic rifampisin 1000 µg/ml dengan 1,8 ml aquadest steril.

Konsentrasi untuk larutan baku dan larutan sampel dianggap sama.

Setelah dilakukan pengenceran pada tabung, dilakukan pembagian

pada permukaan dasar cawan petri menjadi 6 area sama besar. Setiap area

ini diberi label daerah untuk larutan baku tinggi, baku rendah maupun

larutan sampel tinggi maupun sampel rendah untuk mempermudah dalam

pengamatan. Untuk zona baku tinggi dan sampel tinggi diletakkan

berseberangan karena jika dua dosis yang sama-sama tinggi diletakkan

berdampingan, akan menyulitkan mengukur zona inhibisi karena

dikhawatirkan zonanya saling tumpang tindih. Pada penggunaan cawan

petri, jangan dibiarkan dalam kondisi terbuka, agar isi cawan tidak

terkontaminasi oleh udara luar.

Semua tahap pengerjaan prosedur harus dilakukan secara aseptis, hal

ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi yang terjadi oleh mikroba lain

yang dapat merusak percobaan. Kemudian siapkan perfortor yang steril,

yaitu dengan cara membakarnya di atas nyala api. cetakan yang dibuat

dengan perforator digunakan untuk menampung antibiotika. Namun saat

memanaskan perforator dan spatel haruslah didiamkan terlebih dahulu

hingga tidak terlalu panas, tetapi tetap di dekat pembakar spiritus, agar

bakteri dari udara tidak mengkontaminasi media agar yang berisi bakteri.

Suhu yang panas dapat meleburkan nutrien agar saat melubanginya dan jika

terlalu jauh dari api, ditakutkan akan terkontaminasi oleh bakteri. Proses

pembuatan lubang harus dilakukan dengan cepat, jangan biarkan cawan petri

terbuka terlalu lama untuk menghindari bakteri dari luar masuk ke dalam

cawan. Setelah keenam daerah yang dibagi tadi telah dilubangi, maka

dimasukkanlah larutan antibiotika dengan dosis tinggi sampai dosis rendah

Page 15: Lapak Rifampisin 1 Latihan

dari larutan baku maupun larutan sampel. Pengisian antibiotika ke lubang

yang telah dibuat dilakukan dengan menggunakan mikro pipet 50 µl

(masing–masing lubang diisi dengan 50 µl antibiotika).

Pengisian antibiotika ke lubang yang telah dibuat harus dilakukan di

dekat api, agar tetap aseptis. Pada saat meneteskan antibiotika harus tepat di

lubang, dan lubang yang dibentuk harus bulat agar antibiotik berdifusi

sempurna dan zona yang dihasilkan juga bulat (diameter yang dihitung

mudah). Mikropipet yang digunakan haruslah bersih, setelah digunakan

harus dicuci dengan desinfektan. Saat penggunaan, harus benar-benar

kering, jika desinfektan masih di dalam mikropipet maka akan

mempengaruhi konsentrasi antibiotika (desinfektan juga bersifat

bakteriosida).

Setelah semua lubang terisi, cawan petri harus dibungkus dengan

koran kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 18-24 jam supaya

bakteri dapat tumbuh secara optimal. Pada saat inkubasi, cawan petri tidak

boleh dibalik karena antibiotika yang ada di dalamnya bisa tumpah sehingga

tidak terdifusi sempurna pada daerah sekitarnya. Percobaan ini dilakuakan

triplo ( tiga kali ) dengan perlakuan yang sama.

Berdasarkan hasil pengamatan pada cawan I, didapat zona bening

yang merupakan zona hambat dari Rifampicin pada baku dosis tinggi yaitu

1,59cm, dosis menengah adalah 1,435 cm, dan dosis rendah sebesar 1,27

cmm. Pada antibiotik sampel diperoleh zona bening pada dosis tinggi

adalah 1,46 cm, dosis menengah 1,505 cm dan pada dosis rendah sebesar

1,425 cm. Pada cawan II didapat zona bening yang merupakan zona hambat

dari Rifampicin pada baku dosis tinggi yaitu 1,68 cm, dosis menengah

adalah 1,27 cm, dan dosis rendah sebesar 1,45 cmm. Pada antibiotik sampel

diperoleh zona bening pada dosis tinggi adalah 1,41 cm, dosis menengah

1,63 cm dan pada dosis rendah sebesar 1,51 cm. Pada cawan III didapat

zona bening yang merupakan zona hambat dari Rifampicin pada baku dosis

Page 16: Lapak Rifampisin 1 Latihan

tinggi yaitu 147cm, dosis menengah tidak dihitung karena zona hambat

yang terbentuk meleber tidak membentuk sesuai bulatan, hal tersebut

dikarenakan kesalahan pada saat pemasukan antibiotik kedalam cawan, tidak

seluruhnya masuk ke dalam bulatan, jadi banyak antibiotiknya keluar dari

bulatan, dan dosis rendah sebesar 1,13 cm. Pada antibiotik sampel diperoleh

zona bening pada dosis tinggi adalah 1,29 cm, dosis menengah 1,365 cm dan

pada dosis rendah sebesar 1,365 cm. Diameter hambat dosis tinggi pada

antibiotik baku lebih besar daripada pada dosis menengah dan rendah. Hal

ini berarti dosis tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Sementara

pada antibiotik sampel diameter hambat pada dosis tinggi lebih besar

dibandign dengan dosis rendah,tetapi apabila dibandingkan dengan dosis

menengah lebih kecil. Hal ini berarti dosis tinggi dapat menghambat

pertumbuhan bakteri. Hal ini dapat dikarenakan pada saat pengisian

antibiotik kedalam cawan petri, cawan terlalu terbuka lebar dan pada saat

pengambilan antibotik dari tabung volume yang termabil lebih dari

seharusnya karena penggunaan mikropipet yang kurang tepat.

Dari hasil pengukuran dan perhitungan yang didapat, dihitung potensi

antibiotik Rifampicin dengan menggunakan rumus

I = Log Dosis tinggi / menengah = Log Dosis menengah / rendah

E = 14[ ( ST−SR )+ (BT −BR )]

B = EI

F =13[( ST+SM +SR )−( BT +BM+BR ) ]

M = FB

Potensi = Antilog M x 100 %

Page 17: Lapak Rifampisin 1 Latihan

Sehingga dihasilkan potensi Rifampicin sebesar 144,5 %. Jika

dibandingkan dengan literatur bahwa potensi menurut farmakope haruslah

95% - 105%. Namun dari hasil praktikum didapatkan potensi jauh dari

literatur, berarti antibiotik sampel tidak memenuhi syarat untuk dapat

diedarkan di pasaran.

VI Kesimpulan

Potensi sampel Rifampisin terhadap baku dapat diketahui dengan

metode penetapan menggunakan lempeng silinder yang terbukti dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis yang ditandai dengan

adanya zona hambat disekitar antibiotik dan dihasilkan potensi antibotik

Rifampisin sebesar 144,5 %.

Page 18: Lapak Rifampisin 1 Latihan

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI.1995. Farmakope Indonesia Edisi 5. Depkes RI. Jakarta

Harvey R.A., Champe P.C.2009.Biochemistry 3rd. Lippincotts Williams and

Wilkins. Philadelphia

Hamzah. 2012. Antiobitik. available online at:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31332/4/Chapter%20II.pdf

(Diakses pada 3 Mei 2014)

Katzung, Bertram G. (2007). Basic & Clinical Pharmacology, Tenth

Edition.Lange Medical Publications. United States

Setiabudy,Rianto.2007.Farmakologi dan Terapi Edisi 5.Balai Penerbit FKUI.

Jakarta

Singgih, Maria. 2007. Uji Potensi Antibiotik. Available online at:

http://digilib.si.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbpp-gdl-s2-1990-sudding-1734

(Diakses pada 3 Mei 2014)

Page 19: Lapak Rifampisin 1 Latihan

LAMPIRAN

Cawan petri sebelum diinkubasi

Cawan petri setelah diinkubasi