lapak rifampisin 1 latihan
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
Penentuan Potensi Antibiotika 3 Dosis
30 April 2014, Kamis, 10.00-13.00
Kelompok A1
FARMASI A
Kelompok Rifampisin 1
Ainun Mardhiah Nst 260110120020
Eni Herdiani 260110120026
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014
Nilai Asisten
PENENTUAN POTENSI ANTIBIOTIKA
I. Tujuan
Menentukan besarnya potensi sampel antibiotika di pasaran terhadap
antibiotika standar.
II. Prinsip
1. Membandingkan Respon
Yaitu membandingkan derajat hambatan pertumbuhan dari jasad renik
yang peka dan sesuai dalam kondisi pertumbuhan yang sama dari dosis
sediaan yang diperiksa (kontrol) terhadap dosis sediaan baku.
2. Metode Penetapan dengan Metode Lempeng Silindris / Difusi
Zat yang diperiksa akan berdifusi dari reservoir ke dalam media agar yang
telah diinokulasikan dengan bakteri, diameter zona bening diukur dan
dibandingkan dengan larutan standar baku.
3. Pengenceran Bertingkat
Memperoleh konsentrasi yang lebih kecil dengan cara menambahkan
pelarutnya.
V1N1= V2N2
Dimana V1 = volume awal
V2 = volume akhir
V1 = konsentrasi awal
V2 = konsentrasi akhir
III. Teori Dasar
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba yang dapat
menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Suatu antibiotika perlu
ditentukan potensinya karena efek penggunaan antimikroba yang meningkat,
sehingga meningkatkan pula efek resistensi berbagai mikroba patogen.
Efektivitas daya hambat atau daya bunuh antimikroba sangat tergantung pada
jumlah dan kekuatan zat aktifnya (Singgih, 2007).
Kadar merupakan jumlah per satuan berat/volume. Potensi merupakan
ukuran kekuatan / daya hambat atau daya bunuh zat aktif terhadap
mikroorganisme tertentu. Berdasarkan farmakope indonesia edisi IV (1995),
estimasi dari potensi antibiotik melalui perbandingan langsung antara sampel
(antibiotik uji) dengan antibiotik standar yang telah disahkan penggunaannya,
terkalibrasi dengan baik, dan umum digunakan sebagai rujukan. Tujuan
diadakannya uji potensi antibiotik ini sebagai standar untuk mengatasi
keraguan tentang kemungkinan hilangnya kativitas (potensi) antibiotik
terhadap efek daya hambatnya pada mikroba (Singgih, 2007).
Berdasarkan perbedaan sifatnya antibiotika dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu berspektrum sempit dan berspektrum luas. Antibiotika
spektrum luas cenderung menimbulkan resistensi. Dilain pihak pada
septikemia yang penyebabnya belum diketahui diperlukan antibiotika yang
berspektrum luas sementara menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik
(Setiabudy, 2007).
Berdasarkan sasaran kerja dikelompokkan kepada:
1. Golongan penisilin.
Penisilin merupakan antara antibiotik yang paling efektif dan
paling kurang toksik. Penisilin mengganggu reaksi transpeptidasi sintesis
dinding sel bakteri (Harvey, Champe, 2009).
2. Golongan sefalosporin.
Golongan ini hampir sama dengan penisilin oleh karena
mempunyai cincin beta laktam. Secara umum aktif terhadap kuman gram
positif dan gram negatif, tetapi spektrum anti kuman dari masing-masing
antibiotik sangat beragam (Harvey, Champe, 2009).
3. Golongan tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat
bakteriostatik yang menghambat sintesis protein. Golongan ini aktif
terhadap banyak bakteri gram positif dan gram negatif. Tetrasiklin
merupakan obat pilihan bagi infeksi Mycoplasma pneumonia, chlamydiae
dan rickettsiae. Tetrasiklin diabsorpsi di usus halus dan berikatan dengan
serum protein. Tetrasiklin didistribusi ke jaringan dan cairan tubuh yang
kemudian diekskresi melalui urin dan empedu (Katzung, 2007).
4. Golongan aminoglikosida
Aminoglikosida termasuk streptomisin, neomisin, kanamisin dan
gentamisin. Golongan ini digunakan untuk bakteri gram negatif enterik.
Aminoglikosida merupakan penghambat sintesis protein yang ireversibel
(Katzung, 2007).
5. Golongan makrolida
Golongan makrolida hampir sama dengan penisilin dalam hal
spectrum antikuman, sehingga merupakan alternatif untuk pasien-pasien
yang alergi penisilin. Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman.
Antara obat dalam golongan ini adalah eritromisin. Eritromisin efektif
terhadap bakteri gram positif (Katzung, 2007).
6. Golongan sulfonamida dan trimetropim
Sulfonamida menghambat bakteri gram positif dan gram negatif.
Trimetropim menghambat asam dihidrofolik reduktase bakteri. Kombinasi
sulfamektoksazol dan trimetoprim untuk infeksi saluran kencing,
salmonelosis dan prostatitis (Katzung, 2007).
7. Golongan flurokuinolon
Flurokuinolon merupakan golongan antibiotik yang terbaru.
Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah ciprofloksasin
(Katzung, 2007).
Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba
termasuk rifampisin dan kuinolon. Rifampisin adalah salah satu derivat
rifamisin, berikatan dengan enzim polymerase-RNA sehingga menghambat
sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon menghambat
enzim DNA girase pada kuman yang fungsinya menata kromosom yang
sangat panjang menjadi bentuk spiral sehingga bisa muat dalam sel kuman
yang kecil (Hamzah,2012).
Rifampisin mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari
103,0% C43H56N4O12 per mg, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Berbentuk serbuk hablur dan warna coklat kemerahan. Memiliki kelarutan
sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam kloroform, larut dalam etil
asetat dan methanol. Memiliki berat molekul 822,95. Penyimpanan harus
dalam wadah tidak tembus cahaya, tertutuo rapat, terlindung dari panas yang
berlebihan (Depkes RI,1995)
Struktur rifampisin
Bacillus substilis
Merupakan bakteri gram positif yang biasanya ditemukan di tanah,
termasuk kedalam genus Bacilus. Seperti spesies yang lainnya, kuman ini
memiliki kemampuan untuk membentuk endospora pelindung, yang tahan
terhadap kondisi lingkungan yang buruk. Tidak seperti beberapa kuman
Bacillus yang lainnya, Bacillus substilis merupakan kuman aerob obligat
Bacillus substilis tidak dianggap sebagai kuman patogen, tetapi dapat
mengkontaminasi makanan dan jarang sebagai penyebab keracunan
(Hamzah,2012).
Bacillus substilis
IV. Alat dan Bahan
4.1 Alat
Cawan petri
Inkubator
Jangka sorong
Lampu spirtus
Mikropipet
Perforator
Rak tabung
Spatel
Tabung reaksi
Volume pipet berukuran 1 ml dan 10 ml
4.2 Bahan
Aquades
Media nutrien agar
Pelarut sediaan uji
Sedia antibiotika standar dan sample (Rifampisin)
Suspensi Bacillus subtilis
4.2.3 Gambar Alat
Cawan petri Inkubator
Jangka sorong Lampu spirtus
Mikropipet Rak tabung
Spatel Tabung reaksi
Volume pipet berukuran 1 ml Volume pipet berukuran 10 ml
V. Prosedur
Disiapkan suspensi bakteri dalam Nutrien broth yang berumur 18-24
jam, bakteri ini harus homogen. Disiapkan pembenihan nutrien agar dengan
cara dilarutkan sejumlah tertentu nutrient agar dalam aquades kemudian
disterilkan dalam otoklaf selama 15 menit pada 1210C. Dimasukkan sediaan uji
ke dalam labu ukur, larutkan dengan sedikit pelarutnya. Kemudian
ditambahkan air suling steril sampai tanda batas. Jika sediaan uji berbentuk
padat, digerus dahulu dalam mortir, sebelum dimasukkan dalam labu ukur.
Direncanakan pengenceran larutan sample dan larutan standar hingga didapat
variasi dua seri dosis yang diinginkan (dosis tinggi dan dosis rendah). Dibuat
larutan inokulum dengan cara dimasukkan suspensi biakan bakteri ke dalam
nutrien agar yang telah disterilisasi. Dalam keadaan masih cair, dituangkan
nutrien agar yang mengandung suspensi bakteri tersebut kedalam cawan petri
secara aseptis sebanyak 20 ml. Dibiarkan sampai membeku. Dibagi permukaan
dasar cawan menjadi enam area sama besar. Diberi label masing-masing area
tersebut tergantung variasi seri dosis yang akan digunakan. Dibuat enam
cetakan reservoir (lubang) pada masing-masing cawan petri dengan
menggunakan perforator secara aseptis. Dibuat reservoir tersebut dengan cara
membuang agar yang ada dalam cetakan reservoir tersebut dengan digunakan
spatel yang telah disterilkan. Dimasukkan hasil buangan tersebut ke dalam
larutan desifektan yang telah disediakan. Dimasukkan larutan sampel dan
standar pada masing-masing reservoir sesuai dosis yang ditentukan
dengan ,menggunakan mikropipet secara aseptis. Diinkubasikan dalam
ikubator pada suhu kurang lebih 370 c selama 18-24 jam. Diukur dan dicatat
diameter daerah bening (zone lisis) yang terjadi di sekeliling reservoir yang
telah mengandung antibiotika tersebut dengan menggunakan jangka sorong.
Dihitung potensi antibiotik.
VI. Data Pengamatan dan Perhitungan
6.1 Data Pengamatan
Cawan Petri
Larutan Baku (cm) Larutan Sampel (cm)
Tinggi (Bt)
Menengah (Bm)
Rendah (Br)
Tinggi (St)
Menengah (Sm)
Rendah (Sr)
I 1,59 1,435 1,27 1,46 1,505 1,425
II 1,68 1,27 1,45 1,41 1,63 1,51
III 1,47 - 1,13 1,29 1,365 1,365
Total 4,74 2,705 3,85 4,16 4,5 4,3
Rata-rata 1,58 1,3525 1,283 1,387 1,5 1,43
6.2 Perhitungan
6.2.1 Konsentrasi Rifampisin dalam labu ukur = 100 mg /100 mL
= 100000 µg / 100 mL
= 1000 µg/mL
6.2.2 Volume untuk larutan sampel Rifampisin
Dosis Tinggi = 400 µg/mL
V 1.N 1=V 2. N 2
V1. 1000 µg/ml = 2 ml . 400 µg/ml
V1= 800 µg/ml / 1000 µg/ml
= 0,8 ml
Aquadest yang ditambah = 1,2 mL
Dosis Menengah = 200 µg / mL
V 1.N 1=V 2. N 2
V1. 1000 µg/ml = 2 ml . 200 µg/ml
V1= 400 µg/ml / 1000 µg/ml
= 0,4 ml
Aquadest yang ditambah = 1,6 mL
Dosis Rendah = 100 µg / mL
V 1.N 1=V 2. N 2
V1. 1000 µg/ml = 2 ml . 100 µg/ml
V1= 200 µg/ml / 1000 µg/ml
= 0,2 ml
Aquadest yang ditambah = 1,8 Ml
6.2.3 Volume untuk larutan baku
Dosis Tinggi = 400 µg/ mL
V 1.N 1=V 2. N 2
V1. 1000 µg/ml = 2 ml . 400 µg/ml
V1= 800 µg/ml / 1000 µg/ml
= 0,8 ml
Aquadest yang ditambah = 1,2 mL
Dosis Menengah = 200 µg / mL
V 1.N 1=V 2. N 2
V1. 1000 µg/ml = 2 ml . 200 µg/ml
V1= 400 µg/ml / 1000 µg/ml
= 0,4 ml
Aquadest yang ditambah = 1,6 mL
Dosis Rendah = 100 µg / mL
V 1.N 1=V 2. N 2
V1. 1000 µg/ml = 2 ml . 100 µg/ml
V1= 200 µg/ml / 1000 µg/ml
= 0,2 ml
Aquadest yang ditambah = 1,8 mL
6.2.4 Perhitungan Potensi
I = log (dosis tinggi/dosis menengah)
= log (400 µg/ml / 200 µg/ml)
= 0,301
E = 14[ ( ST−SR )+ (BT −BR )]
= 14[ (1,387−1,43 )+(1,58−1,283 )]
= 14[ (−0,043 )+ (0,297 )]
= 14
0,254
= 0,0635
B = EI =
0,06350,301 = 0,211
F =13[( ST+SM +SR )−( BT+BM+BR )]
=13[(1,387+1,5+1,43 )−(1,58+1,3525+1,283 )]
=13[( 4,317 )−( 4,2155 )]
=13
0,1015
= 0,0338
M = FB =
0,03380,211 = 0,160
Potensi sampel = Antilog 0,160
= 1,445 x 100 %
= 144,5 %
Jadi potensi Rifampisin sampel terhadap baku adalah 144,5 %
VII Pembahasan
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan besarnya potensi
sampel terhadap antibiotika standar. Suatu antibiotika memerlukan
konsentrasi tertentu agar dapat menjalankan fungsinya yaitu sebagai
bakteriostatik atau bakteriosidik. Potensi yang diberikan menurut farmakope
haruslah 95% - 105%, di luar itu berarti antibiotik sampel tidak memenuhi
syarat untuk dapat diedarkan di pasaran.
Pada percobaan kali ini, metode yang digunakan dalam penentuan
potensi antibiotika adalah metode penetapan dengan lempeng silinder, yaitu
menggunakan perforator untuk menguji antibiotika pada media nutrien agar
yang berisi inokulum bakteri pada cawan petri. Potensi dapat ditentukan
dengan mengukur zona bening yang dihasilkan dan membandingkannya
dengan diameter zona bening dari antibiotika standar.
Syarat penggunaan biakan bakteri yang dipakai adalah harus biakan
murni (pure straired). Maksud dari biakan murni adalah bakteri yang
diambil dari alam secara langsung kemudian dibiakkan, bukan dari bakteri
yang diisolasi dari laboratorium klinis (sampel darah, feses, urin, dan
sebagainya). Pada percobaan ini antibiotik yang digunakan adalah
Rifamfisin dan suspensi bakterinya adalah Bacillus substilis, karena
menurut farmakope dan literatur yang ada antibiotika rifamfisin dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus substilis.
Sebelum memulai praktikum, dilakukan persiapan alat dan bahan
yang akan digunakan. Alat-alat yang digunakan yaitu tabung reaksi sebagai
wadah pengenceran antibiotika, cawan petri sebagai wadah inokulasi,
incubator untuk menginkubasi bakteri, jangka sorong untuk mengukur zona
bening yang terbentuk, mikropipet untuk memipet antibiotika kedalam
reservoir, pervorator untuk membuat lubang pada media dan spirtus.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan yaitu antibiotika standar,
antibiotika sampel, aquadest, dan nutrient agar yang telah diinokulasi
dengan bakteri Bacillus substilis.
Setelah itu dilanjutkan dengan tahap perencanaan pengenceran dan
perhitungan konsentrasi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penentuan
nilai dosis tertinggi dan dosis terendah yang ingin digunakan pada
antibiotika ini, yaitu rifampisin. Konsentrasi rifampisin pada awalnya adalah
1000 µg/ml pada larutan baku. Untuk larutan sampel dianggap
konsentrasinya sama dengan konsentrasi baku. Dari perencanaan
perhitungan konsentrasi, telah ditentukan konsentrasi pada dosis tinggi
adalah 400µg/ml, untuk mendapatkannya, dicampurkan 0,8 ml rifampisin
1000 µg/ml lalu di tambahkan aquadest steril hingga 1,2 ml, inilah dosis
tingginya. Pada dosis menengah, konsentrasinya adalah 200 µg/ ml, dengan
cara mencampurkan 0,4 ml rifampisin 1000 µg/ml dengan 1,6 ml aquadset
steril. Untuk dosis rendah yaitu 100 µg/ml, dengan cara mencampurkan 0,2
ml antibiotic rifampisin 1000 µg/ml dengan 1,8 ml aquadest steril.
Konsentrasi untuk larutan baku dan larutan sampel dianggap sama.
Setelah dilakukan pengenceran pada tabung, dilakukan pembagian
pada permukaan dasar cawan petri menjadi 6 area sama besar. Setiap area
ini diberi label daerah untuk larutan baku tinggi, baku rendah maupun
larutan sampel tinggi maupun sampel rendah untuk mempermudah dalam
pengamatan. Untuk zona baku tinggi dan sampel tinggi diletakkan
berseberangan karena jika dua dosis yang sama-sama tinggi diletakkan
berdampingan, akan menyulitkan mengukur zona inhibisi karena
dikhawatirkan zonanya saling tumpang tindih. Pada penggunaan cawan
petri, jangan dibiarkan dalam kondisi terbuka, agar isi cawan tidak
terkontaminasi oleh udara luar.
Semua tahap pengerjaan prosedur harus dilakukan secara aseptis, hal
ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi yang terjadi oleh mikroba lain
yang dapat merusak percobaan. Kemudian siapkan perfortor yang steril,
yaitu dengan cara membakarnya di atas nyala api. cetakan yang dibuat
dengan perforator digunakan untuk menampung antibiotika. Namun saat
memanaskan perforator dan spatel haruslah didiamkan terlebih dahulu
hingga tidak terlalu panas, tetapi tetap di dekat pembakar spiritus, agar
bakteri dari udara tidak mengkontaminasi media agar yang berisi bakteri.
Suhu yang panas dapat meleburkan nutrien agar saat melubanginya dan jika
terlalu jauh dari api, ditakutkan akan terkontaminasi oleh bakteri. Proses
pembuatan lubang harus dilakukan dengan cepat, jangan biarkan cawan petri
terbuka terlalu lama untuk menghindari bakteri dari luar masuk ke dalam
cawan. Setelah keenam daerah yang dibagi tadi telah dilubangi, maka
dimasukkanlah larutan antibiotika dengan dosis tinggi sampai dosis rendah
dari larutan baku maupun larutan sampel. Pengisian antibiotika ke lubang
yang telah dibuat dilakukan dengan menggunakan mikro pipet 50 µl
(masing–masing lubang diisi dengan 50 µl antibiotika).
Pengisian antibiotika ke lubang yang telah dibuat harus dilakukan di
dekat api, agar tetap aseptis. Pada saat meneteskan antibiotika harus tepat di
lubang, dan lubang yang dibentuk harus bulat agar antibiotik berdifusi
sempurna dan zona yang dihasilkan juga bulat (diameter yang dihitung
mudah). Mikropipet yang digunakan haruslah bersih, setelah digunakan
harus dicuci dengan desinfektan. Saat penggunaan, harus benar-benar
kering, jika desinfektan masih di dalam mikropipet maka akan
mempengaruhi konsentrasi antibiotika (desinfektan juga bersifat
bakteriosida).
Setelah semua lubang terisi, cawan petri harus dibungkus dengan
koran kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 18-24 jam supaya
bakteri dapat tumbuh secara optimal. Pada saat inkubasi, cawan petri tidak
boleh dibalik karena antibiotika yang ada di dalamnya bisa tumpah sehingga
tidak terdifusi sempurna pada daerah sekitarnya. Percobaan ini dilakuakan
triplo ( tiga kali ) dengan perlakuan yang sama.
Berdasarkan hasil pengamatan pada cawan I, didapat zona bening
yang merupakan zona hambat dari Rifampicin pada baku dosis tinggi yaitu
1,59cm, dosis menengah adalah 1,435 cm, dan dosis rendah sebesar 1,27
cmm. Pada antibiotik sampel diperoleh zona bening pada dosis tinggi
adalah 1,46 cm, dosis menengah 1,505 cm dan pada dosis rendah sebesar
1,425 cm. Pada cawan II didapat zona bening yang merupakan zona hambat
dari Rifampicin pada baku dosis tinggi yaitu 1,68 cm, dosis menengah
adalah 1,27 cm, dan dosis rendah sebesar 1,45 cmm. Pada antibiotik sampel
diperoleh zona bening pada dosis tinggi adalah 1,41 cm, dosis menengah
1,63 cm dan pada dosis rendah sebesar 1,51 cm. Pada cawan III didapat
zona bening yang merupakan zona hambat dari Rifampicin pada baku dosis
tinggi yaitu 147cm, dosis menengah tidak dihitung karena zona hambat
yang terbentuk meleber tidak membentuk sesuai bulatan, hal tersebut
dikarenakan kesalahan pada saat pemasukan antibiotik kedalam cawan, tidak
seluruhnya masuk ke dalam bulatan, jadi banyak antibiotiknya keluar dari
bulatan, dan dosis rendah sebesar 1,13 cm. Pada antibiotik sampel diperoleh
zona bening pada dosis tinggi adalah 1,29 cm, dosis menengah 1,365 cm dan
pada dosis rendah sebesar 1,365 cm. Diameter hambat dosis tinggi pada
antibiotik baku lebih besar daripada pada dosis menengah dan rendah. Hal
ini berarti dosis tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Sementara
pada antibiotik sampel diameter hambat pada dosis tinggi lebih besar
dibandign dengan dosis rendah,tetapi apabila dibandingkan dengan dosis
menengah lebih kecil. Hal ini berarti dosis tinggi dapat menghambat
pertumbuhan bakteri. Hal ini dapat dikarenakan pada saat pengisian
antibiotik kedalam cawan petri, cawan terlalu terbuka lebar dan pada saat
pengambilan antibotik dari tabung volume yang termabil lebih dari
seharusnya karena penggunaan mikropipet yang kurang tepat.
Dari hasil pengukuran dan perhitungan yang didapat, dihitung potensi
antibiotik Rifampicin dengan menggunakan rumus
I = Log Dosis tinggi / menengah = Log Dosis menengah / rendah
E = 14[ ( ST−SR )+ (BT −BR )]
B = EI
F =13[( ST+SM +SR )−( BT +BM+BR ) ]
M = FB
Potensi = Antilog M x 100 %
Sehingga dihasilkan potensi Rifampicin sebesar 144,5 %. Jika
dibandingkan dengan literatur bahwa potensi menurut farmakope haruslah
95% - 105%. Namun dari hasil praktikum didapatkan potensi jauh dari
literatur, berarti antibiotik sampel tidak memenuhi syarat untuk dapat
diedarkan di pasaran.
VI Kesimpulan
Potensi sampel Rifampisin terhadap baku dapat diketahui dengan
metode penetapan menggunakan lempeng silinder yang terbukti dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis yang ditandai dengan
adanya zona hambat disekitar antibiotik dan dihasilkan potensi antibotik
Rifampisin sebesar 144,5 %.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI.1995. Farmakope Indonesia Edisi 5. Depkes RI. Jakarta
Harvey R.A., Champe P.C.2009.Biochemistry 3rd. Lippincotts Williams and
Wilkins. Philadelphia
Hamzah. 2012. Antiobitik. available online at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31332/4/Chapter%20II.pdf
(Diakses pada 3 Mei 2014)
Katzung, Bertram G. (2007). Basic & Clinical Pharmacology, Tenth
Edition.Lange Medical Publications. United States
Setiabudy,Rianto.2007.Farmakologi dan Terapi Edisi 5.Balai Penerbit FKUI.
Jakarta
Singgih, Maria. 2007. Uji Potensi Antibiotik. Available online at:
http://digilib.si.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbpp-gdl-s2-1990-sudding-1734
(Diakses pada 3 Mei 2014)
LAMPIRAN
Cawan petri sebelum diinkubasi
Cawan petri setelah diinkubasi