lapak 1 (1)

28
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI “DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPI” Disusun Oleh : Sulistya Ningsih 260110110039 Pembahasan Friendly 260110110040 Data Pengamatan, Perhitungan & Grafik Indah Ardyanti Sagita 260110110041 Prinsip dan Teori Agung Andayani 260110110042 Data Pengamatan, Perhitungan & Grafik Rani Rubiyanti 260110110044 Pembahasan Riko Herdianto 260110110045 Alat & Bahan, Prosedur Halida Rahma Muthia 260110110046 Pembahasan Hamidah Nuruljanah 260110110047 Penulis Putu Listynelia Wirda 260110110048 Prinsip dan Teori

Upload: frienly-siringo-ringo

Post on 17-Feb-2015

184 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapak 1 (1)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

“DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPI”

Disusun Oleh :

Sulistya Ningsih 260110110039 Pembahasan

Friendly 260110110040 Data Pengamatan, Perhitungan & Grafik

Indah Ardyanti Sagita 260110110041 Prinsip dan Teori

Agung Andayani 260110110042 Data Pengamatan, Perhitungan & Grafik

Rani Rubiyanti 260110110044 Pembahasan

Riko Herdianto 260110110045 Alat & Bahan, Prosedur

Halida Rahma Muthia 260110110046 Pembahasan

Hamidah Nuruljanah 260110110047 Penulis

Putu Listynelia Wirda 260110110048 Prinsip dan Teori

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013

Page 2: Lapak 1 (1)

DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPI

I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Memperoleh gambaran bagaimana rancangan eksperimen untuk

memperoleh DE50 dan DL50

2. Memahami konsep indeks terapi dan implikasi – implikasinya.

II. PRINSIP

1. Intensitas efek obat pada makhluk hidup lazimnya meningkat jika dosis

obat yang diberikan juga meningkat.

2. Semakin besar indeks terapi obat semakin besar efek terapeutiknya.

3. DE50 adalah Dosis yang memberikan efek yang diteliti pada 50% dari

hewan percobaan yang digunakan.

4. DL50 adalah Dosis yang menimbulkan kematian pada 50% dari hewan

percobaan yang digunakan.

III. TEORI

Pengobatan merupakan cara untuk memperbaiki, mencegah dan

mengurangi gejala dan penyebab adanya penyakit dengan melakukan diagnosa

dan pemberian dosis yang tepat. Kompleksitas dan dinamisasi yang alami dari

sistem biologis dan beberapa faktor – faktor tak terkontrol pada situasi nyata

membuat penentuan aturan dosis sangat sulit untuk diprediksi pada tiap-tiap

pasien sehingga pencarian model dosis harus selalu di perbaiki (ITS,2011).

Obat dari golongan barbiturat adalah golongan yang cukup efektif

sebagai antikonvulsi selain sebagai hipnotik sedatif. Fenobarbital merupakan

antikonvulsi yang pertama kali digunakan, kerjanya adalah dengan membatasi

aktivitas bangkitan kerja dan meningkatkan ambang rangsang pada korteks

serebri (Staff pengajar farmakologi FK Unsri, 2004).

Barbiturat digolongkan berdasarkan durasi kerjanya. Tiopental

merupakan obat yang bekerja secara singkat (beberapa menit); pentobarbital,

sekokarbital, dan amobarbital adalah obat-obat yang bekerja secara singkat

Page 3: Lapak 1 (1)

(beberapa jam); dan fenobarbital adalah obat yang bekerja lama (beberapa

hari) (Stringer, 2006).

Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase: farmasetik

(disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi.

Dalam fase farmasetik, obat berubah menjadi larutan sehingga dapat

menembus membran biologis. Jika obat diberikan melalui rute subkutan,

intramuscular, atau intravena, maka tidak terjadi fase farmasetik. Fase kedua,

yaitu farmakokinetik, terdiri dari empat proses (subfase):absorpsi, distribusi,

metabolisme (atau biotransformasi), dan ekskresi. Dalam fase

farmakodinamik, atau fase ketiga, terjadi respons biologis atau fisiologis

(Agustina, 2012).

Dosis lazim suatu obat dapat ditentukan sebagai jumlah yang dapat

diharapkan menimbulkan efek pada pengobatan orang dewasa yang sesuai

dengan gejalanya. Dosis tunggal diberikan untuk beberapa macam obat dan

dosis harian untuk yang lainnya, tergantung pada bahan obat, bentuk sediaan

dan keadaan yang diberi obat. Jika suatu obat dipakai dalam jangka waktu

yang lama seperti aspirin untuk artritis, maka dosis obat harian lebih tepat.

Dosis bahan obat dapat berbeda-beda, tergantung pada cara pemakaiannya.

Hal ini sebagian besar karena perbedaan tingkat penyerapan obat dan

kelanjutan kerja obat melalui berbagai cara setelah pemakaiannya. Selama

aktivitas biologik, produk-produk yang berlainan seperti penisilin,

poliomielitis vaksin, dan insulin berbeda-beda, maka setiap unit dari

aktivitasnya, tersendiri bagi setiap obat dan tidak ada hubungan antara satu

obat dan yang lainnya (Ansel, 1989).

Indeks terapi (LD50:ED50) merupakan perbandingan antara kedua dosis

itu, yang merupakan suatu ukuran keamanan obat. Semakin besar indeks

terapi, semakin aman penggunaan obat tersebut. Tetapi, hendaknya

diperhatikan bahwa indeks terapi ini tidak dengan begitu saja dapat

Page 4: Lapak 1 (1)

dikorelasikan terhadap manusia, seperti semua hasil percobaan dengan

binatang, karena adanya perbedaan metabolism (Syamsuni, 2006)..

Luas terapi (ED50-LD50) adalah jarak antara ED50 dan LD50, juga

dinamakan jarak keamanan (safety margins). Seperti indeks terapi, luas terapi

berguna juga sebagai indikasi untuk keamanan obat yang digunakan untuk

jangka waktu panjang. Obat dengan luas terapi kecil, yaitu dengan selisih kecil

antara dosis terapi dan dosis toksisnya, mudah sekali menimbulkan keracunan

bila dosis normalnya dilampaui, misalnya anti koagulansia kumarin, fenitoin,

teofilin, litiumkarbonat dan tolbutamida. Dosis obat harus diberikan pada

pasien untuk menghasilkan efek yang diharapkan tergantung dari banyak

faktor, antara lain usia, bobot badan, beratnya penyakit dan keadaan data

tangkis penderita (Syamsuni, 2006).

Untuk menyatakan toksisitas akut suatu obat, umumnya dipakai ukuran

LD50 (dosis letal median 50), yaitu suatu dosis yang dapat membunuh 50%

dari sekelompok binatang percobaan. Demikian juga sebagai ukuran dosis

efektif (dosis terapi), ukuran yang umumnya digunakan adalah ED50 (dosis

efektif median), yaitu dosis yang memberikan efek tertentu pada 50% dari

sekelompok binatang percobaan (Staff pengajar farmakologi FK Unsri, 2004).

LD50 ditentukan dengan memberikan obat dalam dosis yang bervariasi

(bertingkat) kepada sekelompok binatang percobaan. Setiap binatang

diberikan dosis tunggal. Setelah jangka waktu tertentu (misalnya 24 jam)

sebagian binatang percobaan ada yang mati, dan presentase ini diterangkan

dalam grafik yang menyatakan hubungan dosis (pada absis) dan presentase

binatang yang mati (pada ordinat) (Staff pengajar farmakologi FK

Unsri,2004).

LD50 bukanlah merupakan nilai mutlak, dan akan bervariasi dari satu

laboratorium ke laboratorium lain dan malahan pada laboratorium yang sama

akan berbeda hasilnya setiap kali melakukan percobaan. Oleh karena itu,

Page 5: Lapak 1 (1)

kondisi-kondisi pada percobaan pengujian harus dicatat, seperti spesies dan

strain binatang yang digunakan (harus sama setiap kali dilakukan percobaan),

serta cara pemberian, konsentrasi zat penambah untuk melarutkan obat atau

untuk membuat bentuk suspensi atau bubuk dan besarnya volume yang

diberikan harus seteliti mungkin dan dicatat (Staff pengajar farmakologi FK

Unsri,2004).

Dengan cara yang sama dengan pemeriksaan toksisitas akut, ditentukan

pula besarnya dosis yang dapat memberikan suatu efek tertentu dengan

patokan ada atau tidak ada efek sehingga dapat ditentukan pula besarnya ED50.

Perbandingan antara LD50 dan ED50 disebut sebagai “indeks terapeutik”

Indeks terapeutik = LD 50ED50

(Staff pengajar farmakologi FK Unsri,2004)

Karena adanya variasi individual (keragaman individu) dalam setiap

grup, hewan-hewan itu tidak mati pada dosis kimia yang sama. Oleh karena

itu, frekuensi respons, misalnya kematian, akan meningkat seiring

meningkatnya dosis. Di saat angka kematian atau frekuensi akibat lain diiplot

terhadap dosis pada sebuah skala logaritma, didapat sebuah kurva bentuk S.

Bagian pusat dari kurva (antara 16-84% respons) cukup pantas untuk

memperkirakan dosis LD50 dan ED50. Walaupun demikian, lingkup yang lebih

luas dari kurva itu dapat dihubungkan dengan membuat titik-titik pada basis

probit (probabilitas unit) (Harmita, 2006).

Kegunaan nilai LD50

Nilai ini berguna dalam beberapa hal :

1. klasifikasi zat kimia berdasarkan toksisitas relatif. Klasifikasi umum

sebagai berikut:

Page 6: Lapak 1 (1)

2. Pertimbangan bahaya akibat overdosis

3. Perencanaan studi toksisitas jangka pendek pada hewan.

4. Menyediakan informasi tentang:

5. Mekanisme keracunan;

6. Pengaruh terhadap umur, seks, inang lain dan faktor lingkungan;

7. Respons yang berbeda-beda di antara spesies dan galur.

(Harmita, 2006)

IV. BAHAN, ALAT, DAN HEWAN PERCOBAAN

4.1. Alat

1. Neraca Ohauss

2. Stopwatch

3. Syringe 2 ml

4.2. Bahan

1. Natrium klorida (NaCl) fisiologis

2. Suspensi fenobarbital 75 mg/kg

3. Suspensi fenobarbital 150 mg/kg

4. Suspensi fenobarbital 300 mg/kg

4.3. Hewan Percobaan

1. Empat ekor mencit

Page 7: Lapak 1 (1)

4.4. Gambar Alat

Neraca Ohauss Stopwatch Syringe

V. PROSEDUR

4 ekor mencit, masing-masing ditandai dengan menggunakan spidol

untuk membedakan mencit yang satu dengan yang lainnya, kemudian masing-

masing mencit ditimbang bobotnya dengan menggunakan neraca Ohauss,

hasil yang diperoleh dicatat. Kemudian mencit pertama disuntik dengan 0,2

NaCl fisiologis melalui intraperitonial, mencit yang kedua disuntik dengan 0,2

ml suspensi fenobarbital 75 mg/kg melalui intraperitonial, mencit yang ketiga

disuntik dengan 0,2 ml suspensi fenobarbital 150 mg/kg melalui

intraperitonial, dan mencit yang keempat disuntik dengan 0,2 ml suspensi

fenobarbital 300 mg/kg melalui intraperitonial. Kemudian seluruh mencit

diamati selama 1 jam. Tubuh mencit dibalikkan setiap 15 menit untuk

mengetahui apakah mencit masih memiliki “righting reflex, righting reflex

yaitu kemampuan mencit untuk membalikkan badannya kembali”. Waktu

pada saat mencit kehilangan “righting reflex” dicatat. Kemudian diamati

apakah ada mencit yang mati dan kemudian dicatat jumlah mencit yang masih

hidup dan yang telah mati setelah 1 jam. Kemudian dibuat tabel pengamatan

mencit selama 1 jam dengan interval waktu 0, 15, 30, 45, dan 60 menit.

Kemudian dibuat grafik log dosis terhadap persen kematian mencit.

Page 8: Lapak 1 (1)

VI. DATA PENGAMATAN

Kelom

pokNo

BB Mencit

(g)

mL

DosisPerlakuan

Interval Waktu

0 15 30 45 60

I

116,5 0,165

Nacl

Fisiologis- - - - -

2 14 0,14 75 mg - - - - -

3 19,5 0,195 150 mg - - - - -

4 15,5 0,155 300 mg - + + + +

II

121,5 0,215

Nacl

Fisiologis- - - - -

2 21 0,21 75 mg - - - - -

3 22 0,22 150 mg - - - - -

4 15,5 0,155 300 mg - - + + +

III

118,1 0,181

Nacl

Fisiologis- - - - -

2 19,9 0,199 75 mg - - - - -

3 20,0 0,2 150 mg - - - - -

4 19,5 0,195 300 mg - - - - -

VII. PERHITUNGAN

NaCl Fisiologis : 21,5 g

20 X 0,2 = 0,215 mL

Fenobarbital 75 mL : 21 g20

X 0,2 = 0,21 mL

Fenobarbital 150 mL : 22 g20

X 0,2 = 0,22 mL

Fenobarbital 300 mL : 15,5 g

20 X 0,2 = 0,155 mL

Page 9: Lapak 1 (1)

VIII. GRAFIK

Tabel Data Hasil Percobaan (Reed-Muench Metode)

Dosis

Mg/

Kg

Log

Dosis

Observasi

Kematian

Jumlah

hewan

mati

Jumla

h

hewan

hidup

Akumulasi hewan Rasio

Kematian

Persen

KematianMati Hidup Total

75 1,875 0/3 0 3 0 7 7 0/7 0

150 2,176 0/3 0 3 0 4 4 0/4 0

300 2,477 2/3 2 1 2 1 3 2/3 66,67

IX. PEMBAHASAN

Pada praktikum Farmakologi kali ini, akan dilakukan percobaan untuk

menguji dosis respon obat dan indeks terapi obat. Tujuan percobaan kali ini

adalah diharapkan agar mahasiswa dapat memperoleh gambaran bagaimana

merancang eksperimen untuk memperoleh DE50 dan DL50. Serta dapat

memahami konsep indeks terapi dan implikasi-implikasinya. Dosis yang

terlalu tinggi atau terlalu sering diberikan dapat menimbulkan efek toksik,

sedangkan dosis terlalu rendah tidak dapat menghasilkan efek yang diinginkan

(efek terapeutik). Oleh karena itu, dalam pemberian obat diperlukan

perhitungan dosis yang tepat. Dosis obat yang harus diberikan pada pasien

untuk menghasilkan efek yang diharapkan tergantung dari banyak faktor,

antara lain : usia, bobot badan, kelamin, besarnya permukaan badan, beratnya

penyakit dan keadaan pasien.

Page 10: Lapak 1 (1)

Pada percobaan ini dapat dilihat dengan jelas hubungan dosis terhadap

efek obat yang diberikan melalui intraperitorial kepada mencit. Mencit dipilih

sebagai hewan uji karena proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung

cepat dan suhu tubuhnya sangat mirip dengan manusia sehingga sangat cocok

untuk dijadikan sebagai objek pengamatan, selain itu mencit dipilih karena

tidak sukar ditangani (ukuran tubuhnya yang kecil) dan mudah didapat.

Cara pemberian obat merupakan salah satu penentu dalam

memaksimalkan proses absorbsi obat oleh tubuh karena sangat menentukan

efek biologis suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsi, dan

bioavailabilitas ( total obat yang dapat diserap), cepat atau lambatnya obat

mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of action),

intensitas kerja obat, respons farmakologi yang dicapai serta dosis yang tepat

untuk memberikan respons tertentu.

Pengujian efek obat pada praktikum kali ini yaitu dengan cara

menyuntikkan fenobarbital pada mencit melalui intraperitorial. Intraperitorial

terletak pada rongga bawah perut kanan atau kiri dimana di sana terletak

banyak mesentrium yang mengandung pembuluh darah dan peritorium

mempunyai pemakaian absorpsi yang sangat luas sehingga memudahkan obat

terabsorbsi dengan baik dan dapat cepat menghasilkan efek yang diinginkan,

tetapi sebelum masuk saluran sistemik obat terlebih dahulu dimetabolisme di

dalam hati. Keuntungan pemeberian suntikan parenteral yaitu timbulnya efek

lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral, dapat

digunakan untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah, diare, pasien yang

sulit menelan atau pasien yang tidak kooperatif. Komplikasi yang sering

terjadi adalah bila PH, osmolaritas dan kepekatan cairan obat yang

diinjeksikan tidak sesuai dengan kondisi tempat penusukan, serta dapat

mengakibatkan kerusakan jaringan sekitar tempat injeksi.

Penyuntikan dilakukan pada posisi jarum suntik sekitar 10 derajat, ini

dimaksudkan agar suspensi obat langsung beredar ke pembuluh darah, tidak

Page 11: Lapak 1 (1)

masuk ke dalam paru-paru atau saluran pencernaan mencit yang dapat

menyebabkan kematian. Obat fenobarbital yang digunakan adalah dalam

bentuk suspensi. Bentuk ini dipilih karena fenobarbital adalah sebuk yang

tidak larut dalam air sehingga dipilih sediaan sebagai suspensi.

Setiap kelompok praktikan mendapatkan 4 ekor mencit. Masing-masing

mencit ditimbang untuk menentukan dosis obat yang akan diberikan dan

diberi tanda yang berfungsi sebagai tanda pengenal variasi dosis obat yang

akan diberikan pada mencit agar tidak tertukar. Mencit pertama tanpa tanda

pengenal diberikan NaCl fisiologis dengan berat badan 21,5 gram, NaCl

fisiologis merupakan cairan elektrolit yang komposisinya mirip dengan cairan

tubuh sehingga tidak akan memmberikan efek farmakologis apapun bila

diberikan pada mencit. Mencit kedua diberi tanda “strip 1” dengan dosis obat

75mg/kg BB seberat 21 gram, mencit ketiga diberi tanda “strip 2” dengan

dosis obat 150 mg/kg BB seberat 22 gram, dan mencit keempat diberi tanda

“strip 3” dengan dosis paling besar 300 mg/kg BB seberat 15,5 gram.

Penimbangan ini dilakukan menggunakan alat neraca “ohaus”. Neraca Ohauss

ini  terdiri atas tiga batang skala. Batang pertama berskala ratusan

gram, batang kedua berskala puluhan gram, dan batang ketiga berskala satuan

gram. Neraca ini mempunyai ketelitian hingga 0,1 g. Mencit yang akan

ditimbang diletakkan di atas piringan. Setelah beban geser disetimbangkan

dengan benda, massa mencit dapat dibaca pada skala neraca.

Pemberian dosis fenobarbital ditujukan untuk menguji efek farmakologis

dari obat tersebut. Fenobarbital merupakan golongan obat yang

mempengaruhi susunan saraf pusat. Efek utama yang ditimbulkan adalah

depresi sistem syaraf pusat. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari

sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anastesia, koma sampai kematian. Barbiturat

bekerja pada seluruh sistem syaraf pusat, walaupun pada setiap tempat tidak

sama kuatnya. Dosis non anestesi terutama menekan respon secara paska

sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak

semuanya melalui GABA sebagai mediator.

Page 12: Lapak 1 (1)

Fenobarbital memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi

dan inhibisi transmisi sinaptik. Kapasitas Fenobarbital membantu kerja GABA

sebagian menyerupai kerja benzodiazepin, dimana GABA akan membukan

kanal ion Cl- sehingga GABA dipenuhi ion Cl- dan terjadi lah hiperpolarisasi,

yang menyebabkan penekanan sistem syaraf pusat.

Efek hipnotik Fenobarbital dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit

dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis dan tidak disertai

mimpi yang mengganggu, sedikit menyebabkan sifat masa bodoh terhadap

rangsangan dari luar. Pada mencit efek hipnotik diperlihatkan dengan

hilangnya “righting reflex”. Yaitu hilangnya refleks pada mencit jika kita

membalikkan tubuhnya ke kanan. Jika tubuh mencit dibalikkan biasanya akan

tetap kembali seperti semula yaitu tetap berdiri dengan tegak karena

mempunyai “righting reflex”. Tetapi jika efek fenobarbital sudah bekerja

maka mencit akan kehilangan “righting reflex” tersebut dan benar-benar

dalam keadaan tidak sadar (tertidur lelap).

Percobaan ini dilakukan pada 4 rentang waktu yang berbeda.

Pengamatan dilakukan pada menit ke 15, 30, 45 dan 60. Dosis Fenobarbital

yang digunakan bervariasi, yaitu 75 mg/kg BB, 150 mg/kg BB, 300 mg/kg BB

dan NaCl fisiologis. Ini dimaksudkan agar dapat mengetahui DE50 dan DL50,

yaitu dosis yang masing-masing memberikan efek terapi atau yang

memberikan efek mematikan 50% dari jumlah hewan percobaan. Sedangkan

penggunaan NaCl fisiologis adalah sebagai kontrol negatif, dimana kontrol

negatif adalah hewan percobaan dilukai (pada pemberian suntik pada

tubuhnya) tetapi pada suntikan tidak terkandung obat didalamnya, sehingga

dengan demikian dapat dibandingkan antara mencit yang diberikan obat

dengan yang tanpa obat.

Langkah pertama yang dilakukan ialah menghitung dosis yang

digunakan pada hewan percobaan. Untuk dapat menghitung dosis normal pada

mencit maka harus dilakukan terlebih dahulu adalah menimbang berat badan

Page 13: Lapak 1 (1)

mencit kemudian menghitung dosis normal dengan cara mengkonversi dosis

normal manusia dengan berat 70kg, proses konversi ini dilakukan karena

aktivitas suatu obat akan berefek berbeda pada variasi berat badan. Dari hasil

perhitungan diperoleh dosis normal yang digunakan adalah,

Mencit 1 : NaCl fisiologis diberikan sebanyak 0,215 ml

Mencit 2 : Fenobarbital 75mg/kg BB dengan dosis 0,2mg diberikan sebanyak

0,21ml

Mencit 3 : Fenobarbital 150mg/kg BB dengan dosis 3mg diberikan sebanyak

0,22 ml

Mencit 4 : Fenobarbital 300mg/kg BB dengan dosis 6mg diberikan sebanyak

0,155 ml

Setelah diketahui dosis normal pada keempat mencit tersebut kemudian

diberikan 4 perlakuan yang berbeda seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

hal ini dimaksudkan untuk mengetahui ED50 dan LD50.

Awal terjadinya efek obat dapat dilihat dari pengamatan perilaku mencit.

Bila mencit cenderung diam dan matanya sedikit tertututp, itu dapat dijadikan

parameter sebagai efek obat. Pada saat mencit mulai menjadi pendiam, dicatat

waktu berapa lama efek obat. Dari pengamatan, diperoleh waktu masing-

masing mencit menunjukkan efek awal obat.

Mencit 1 : dosis NaCl fisiologis, mencit tetap aktif

Mencit 2 : dosis 75 mg/kg BB masih aktif, sampai akhirnya setelah menit ke

63 mulai terlihat penurunan keaktifan sikap

Mencit 3 : dosis 150 mg/kg BB pada menit ke 35’52’’ mulai diam, mata

hampir tertutup

Mencit 4 :dosis 300 mg/kg BB pada menit ke 30’43’’ mulai diam dan

perlahan kehilangan rig hting reflex pada menit ke 35

Pada data tersebut, dapat dilihat bahwa mencit yang diberikan dosis

paling tinggi, yaitu 300mg/ml memberikan efek awal obat lebih cepat

Page 14: Lapak 1 (1)

dibandingkan dengan dosis lainnya yang lebih kecil. Namun, pada mencit 2,

tidak memberikan tanda-tanda bahwa obat telah berefek sampai menit ke 60

lewat 3 detik barulah terlihat tanda-tanda tersebut. Seharusnya efek obat

fenobarbital bekerja pada menit ke 20-60. Pada data mencit 4 terlihat tanda-

tanda pada menit ke 30 padahal dengan dosis yang paling besar seharusnya

tanda-tanda tersebut dapat terlihat saat menit ke 20 dimana saat itu lah

fenobarbital bekerja. Hal ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan,

seperti:

1.Kesalahan dalam penyuntikan.

Pemberian sediaan intraperitoneal yang tidak tepat, misalkan yang tersuntik

menjadi melalui jalur subkutan maka bagian yang tersuntik akan bengkak dan

mempengaruhi jalur kerja obat menuju susunan saraf pusat.

2. Penakaran dosis yang kurang tepat.

Hal ini dikarenakaan keterbatasan pembacaan skala pada alat suntik. Misalnya

dosis yang tertingal pada saat penyuntikan intraperitoneal yang tidak tepat

disuntikan akan mempengaruhi dosis.

3. Ketidakseragaman bobot mencit dan keadaan mencit

Keadaan mencit yang tidak serba sama menjadi variabel yang sangat sulit

dikontrol oleh praktikan. Cara pencegahan yang bisa dilakukan adalah

mengelompokan mencit dalam suatu range berat badan.

4. Penimbangan berat badan mencit yang kurang tepat.

Ini menyebabkan jumlah dosis yang diberikan tidak sesuai dengan seharusnya

dan menyebabkan penakaran dosis yang kurang tepat

5. Perbedaan metabolisme dari masing-masing mencit sehingga menyebabkan

respon obat berbeda walaupun dosisnya sama.

6. Pemakaian Jarum suntik yang Tidak Tepat

Setiap jenis variasi dosis obat Fenobarbital memiliki jarum suntik yang

tertera sesuai dosis yang ada, sehingga saat praktikan menggunakan jarum

suntik yang salah tentu akan tercampur antara dosis satu dengan yang lainnya

yang membuat konsentrasi obat berbeda-beda (tidak sesuai) saat disuntikan

Page 15: Lapak 1 (1)

kepada mencit. Ini lah salah satu faktor penyebab terjadinya respon obat yang

tidak sesuai dengan seharusnya.

Setelah dilakukan pengamatan respon Fenobarbital dengan variasi dosis

terhadap mencit, akan didapatkan indeks terapi pada Fenobarbital yang berasal

dari perbanding ED50 dan LD50 , kemudian ditetapkanlah implikasi terapi suatu

obat dengan kurva dosis respon. Kurva dosis respon ini mencakup hasil

pengamatan 4 kelompok dengan perlakuan yang sama.

Berdasarkan kurva yang telah digambarkan, ditunjukkan adanya

hubungan antara jumlah zat kimia sebagai dosis dan setiap efek/respon yang

disebabkan oleh pemberian dosis pada hewan percobaan yang mendapat

perlakuan tersebut. Suatu dosis dan respon akan membentuk suatu hubungan

yang disebut sebagai hubungan dosis-respon. Hubugan dosis respon tersebut

merupakan konsep dasar dari toksikologi. Pengertian dosis respon dalam

toksikologi adalah suatu proporsi dari sebuah populasi yang terpapar dengan

suatu bahan dan akan mengalami respon spesifik pada dosis, interval waktu

dan pemaparan tertentu.

Untuk mengetahui hubungan antara dosis atau konsentrasi dan kerja

suatu bahan kimia dapat dilakukan dengan mengubah-ubah dosis, kemudian

mengukur intensitas kerja pada hewan percobaan, yaitu dilakukan pengamatan

pada righting reflex (hubungan dosis-respon) dimana pada cara tersebut,

terdapat penambahan jumlah dosis yang mempengaruhi jumlah hewan

percobaan yang mengalami righting reflex dan waktu yang lebih cepat. Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan dosis akan meningkatkan efek hingga

terjadinya efek maksimal.

Hubungan dosis-respon biasanya bersifat kuantitatif. Pada kurva dengan

gambar secara linier terhadap dosis, maka dosis yang menyebabkan 50%

individu memberikan reaksi, digunakan sebagai besaran bagi aktivitas (ED50)

atau letalitas/kematian (LD50) dari pemberian obat yang diamati. Pada respon

Page 16: Lapak 1 (1)

ini, kenaikan dosis secara teratur akan menaikkan respon pada individu secara

teratur pula. Dengan naiknya dosis obat, maka respon juga akan meningkat

dengan batas maksimal.

Kurva kuantal efek dosis sering dikarakterisasi dengan menyatakan dosis

efektif median (ED50, Median Effective Dose) yaitu dosis dimana 50%

individu menunjukkan efek kuantal tertentu. Sedangkan dosis yang

dibutuhkan dalam menghasilkan efek toksik tertentu dalam 50% hewan uji

disebut dosis toksik median (TD50, Median Toxic Dose). Apabila efek

toksiknya adalah kematian hewan uji, maka dapat ditentukan secara

eksperimental dengan dosis letal median (LD50, Median Lethal Dose)

merupakan dosis kematian untuk kematian 50% hewan uji.

Berdasarkan kurva dan tabel data hasil percobaan didapatkan persen

kematian pada dosis 75 mg/kg BB adalah 0 % , ini menandakan mencit dari

setiap kelompok pada dosis sekian masih hidup dan bertahan hingga menit ke

60 sama halnya seperti pada dosis 150 mg/kg BB yaitu 0 %. Sedangkan pada

dosis 300 mg/kg BB terdapat 2 mencit yang mengalami kematian dari 3

mencit sehingga persen kematian yang didapat 66,67 %. Dengan data tersebut

maka kurva yang dihasilkan adalah kurva dalam bentuk kurva dosis respon

terjal, dimana menunjukkan dosis efektif obat yang tinggi, tetapi toksisitasnya

juga tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dosis

penggunaan obat golongan Fenobarbital, maka semakin besar persen kematian

suatu organisme, yang menyebabkan nilai pada indeks terapi yang

ditimbulkan semakin kecil dan berarti tingkat keamanan obat juga semakin

kecil, karena toksisitas obat yang semakin besar.

Dalam keadaan sesungguhnya, hubungan dosis dan intensitas efek

tidaklah sederhana, karena banyak obat bekerja secara kompleks dalam

mengahasilkan efek. Efek antihipertensi misalnya, merupakan kombinasi efek

terhadap jantung, vaskular dan sistem saraf. Walaupun demikian suatu kurva

kompleks dapat diuraikan kedalam kurva-kurva sederhana untuk masing-

Page 17: Lapak 1 (1)

masing komponennya. Kurva sederhana ini, bagaimanapun bentuknya,

mempunyai 4 variabel, yaitu potensi, kecuraman (slope), efek maksimal, dan

variasi biologik.

Potensi menunjukkan rentang dosis obat yang menimbulkan efek. Efek

maksimal adalah respon maksimal yang ditimbulkan obat bila diberikan pada

dosis yang tinggi. Slope atau lereng log DEC merupakan variabel yang

penting karena menunjukkan batas keamanan obat. Lereng yang curam,

misalnya pada fenobarbital, menunjukkan bahwa dosis yang menimbulkan

koma hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan oleh dosis yang menimbulkan

sedasi.

X. KESIMPULAN

1. Dapat memperoleh gambaran bagaimana rancangan eksperimen untuk

membuat grefik log dosis terhadap persentase kematian.

2. Dapat memahami konsep indeks terapi dan implikasi – implikasinya

sehingga dari percobaan didapat batas keamanan obat yang baik.

Page 18: Lapak 1 (1)

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, C.Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press. Jakarta.

Agustina, A . 2012 . Sifat Kerja Obat . Availbale online at http://nissanisso-

fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-49831-Umum-sifat%20kerja

%20obat.html [Diakses 16 Maret 2013]

Harmita dan Maksum Radji. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi 3. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

ITS.2011.Pendahuluan Dosis Respon Obat.Available online at

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15221-Chapter1-923412.pdf

[Diakses 16 Maret 2013]

Staff Ahli Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Stringer, Janet L. 2006. Konsep Dasar Farmakologi: Panduan Untuk Mahasiswa

Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Syamsuni . 2006 . Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi . Jakarta : EGC.