lapak ikan betutu
DESCRIPTION
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERAIRANTRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM BIOLOGI PERIKANANANALISIS ASPEK BIOLOGI (PERTUMBUHAN,
REPRODUKSI) IKAN BETUTU (Oxyeleotris marmorata)
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas laporan akhir praktikum mata kuliah Biologi Perikanan semester genap
Disusun oleh:
Demas Faizal 230110130082
Nuraya Asfariah W 230110130091
Adhardiansyah 230110130135
Kelas:
Perikanan B/ Kelompok 14
UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN JATINANGOR
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat-
Nya lah kami dapat Laporan Akhir Praktikum Analisis Aspek Biologi
(Pertumbuhan, Reproduksi,) Ikan Betutu sebagai salah satu tugas praktikum
Biologi Perikanan.
Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Aspek Biologi ikan sebagai makhluk
hidup. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada teman-teman, tim
pengajar dan semua pihak lain yang telah berperan seta dalam penyusunan laporan
ini dari awal sampai akhir.
Jatinangor, April 2015
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Bab Halaman
DAFTAR TABEL............................................................ iiiDAFTAR GAMBAR........................................................ iv
I PENDAHULUAN............................................................. 11.1. Latar Belakang............................................................ 11.2. Tujuan Pratikum.......................................................... 2
II TINJAUAN PUSTAKA................................................... 32.1. Biologi Ikan betutu...................................................... 32.1.1. Klasifikasi Ikan betutu............................................. 32.1.2. Morfologi Ikan betutu.............................................. 42.1.3 Habitat dan Distribusi Ikan betutu............................ 42.2 Hubungan Panjang Berat............................................. 52.3 Tingkat Kematangan Gonad........................................ 62.4. Indeks Kematangan Gonad......................................... 72.5. Fekunditas................................................................... 82.6 Hepato Somatic Indeks................................................ 10
III METODOLOGI .............................................................. 113.1. Waktu dan tempat....................................................... 113.2. Alat dan Bahan............................................................ 113.2.1. Alat .......................................................................... 113.2.2. Bahan....................................................................... 113.3. Prosedur Kerja............................................................. 11
IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................ 144.1. Hasil ........................................................................... 144.2 Analisa Data................................................................. 294.3.Pembahasan.................................................................. 32
V KESIMPULAN DAN SARAN........................................ 395.1. Kesimpulan ................................................................ 395.2. Saran............................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA....................................................... 40LAMPIRAN...................................................................... 42
ii
DAFTAR TABEL
No.
Judul Halaman
1 Hasil Pengamatan Morfologi……………………................... 142 Hasil Pengamatan Pertumbuhan Ikan Betutu.......................... 143 Hasil Pengamatan Reproduksi Ikan Betutu…………............. 144 Hasil Pengamatan Morfologi ikan betutu……………………. 145 Hasil Pengamatan Morfologi Ikan Tagih………...................... 186 Hasil Pengamatan Pertumbuhan Ikan Betutu……………….. 207 Hasil Pengamatan Pertumbuhan Ikan Tagih………………….. 238 Hasil Pengamatan Regresi Ikan Betutu………………………. 259 Hasil Pengamatan Regresi Ikan Tagih………………………... 2610 Hasil Pengamatan Reproduksi Ikan Betutu………………….. 2611 HAsil Pengamatan Reproduksi Ikan Tagih………………….. 28
iii
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman1 Ikan Betutu................................................................................. 32 Grafik Perbandingan jumlah jenis kelamin Ikan Betutu……… 303 Grafik Perbandingan jumlah jenis kelamin Ikan Tagih..…....... 304 Grafik Regresi Ikan Betutu…………………………………... 305 Grafik Regresi Ikan Tagih……………………………………. 316 Diagram TKG ikan Betutu...................................................... 327 Diagram TKG Ikan Tagih......................................................... 32
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budidaya perikanan merupakan salah satu sumber devisa Negara yang
cukup besar dan menjanjikan. Pemerintah Indonesia telah melaksanakan
pembangunan di bidang sub sektor perikanan, yaitu dengan pengembangan
budidaya ikan air tawar, air payau, dan laut. Kondisi perikanan di Indonesia
mengalami penurunan dari tahun ke tahun (Kurnia 2006). Ikan betutu adalah ikan
yang telah lama dibudidayakan karena cocok di Indonesia yang beriklim tropis.
Sehingga ikan ini dapat dibudidayakan sepanjang tahun (Cahyono 2011).
Produktivitas yang tinggi sangat diperlukan bagi para nelayan dan petani
ikan. Bagi petani ikan, diperlukannya pengetahuan mengenai biologi ikan itu
sendiri agar mereka bisa mengoptimalkan hasil yang ingin dicapai dengan
mengoptimalkan produktivitas dari ikan yang mereka budidayakan (KKP 2011).
Dengan mengetahui sifat, waktu memijah dan biologi dari ikan tersebut
maka hasil yang didapatkan bisa lebih dioptimalkan. Salah satu contohnya adalah
Ikan betutu. Petani ikan harus bisa memprediksikan kapan mereka memijah,
dimana mereka biasa memijah, berapakan fekunditas ikan tersebut, bagaiamana
sifat telurnya dan bagaimana kebiasaan makannya agar bisa menciptakan habitat
yang mendukung petumbuhannya. Telur yang baik akan menghasilkan individu
yang baik pula yang mampu bertahan di lingkungan yang kurang mendukung.
Dengan hal tersebut maka produktivitas dari Ikan betutu tersebut akan lebih
optimal (Effendi 2002).
Oleh karena itu pada praktikum kali ini, akan dipelajari mengenai
beberapa aspek pertumbuhan yang berhubungan dengan produktivitas seperti
tingkat kematangan gonad, fekunditas, dan kebiasaan makan dari Ikan betutu
jantan ataupun Ikan betutu Betina. Pada praktikum kali ini dilakukan pengukuran
terhadap panjang, berat, tingkat kematangan gonad dengan skala dari kesteven,
fekunditas, HSI, IKG dan kebiasan makan dari Ikan betutu.
1
2
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu diantaranya
1. Praktikan mengetahui bagaimana membedakan ikan jantan dan betina
dengan ciri – ciri sekunder ataupun primer
2. Praktikan mengetahui cara menentukan tingkat kematangan gonad
dengan skala dari Kesteven
3. Praktikan mampu menghitung IKG dan HSI serta hubungannya
dengan pertumbuhan
4. Praktikan dapat menghitung fekunditas suatu ikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan
2.1.1 Klasifikasi Ikan Betutu
Menurut Kottelat et all (1993) ikan betutu diklasifikasikan sebagai berikut
Kingdom : AnimaliaFilum : ChordataKelas : ActinopterigiiOrdo : PerciformesFamili : EleotridaeGenus : OxyeleotrisSpesies : Oxyeleotris marmorata
Gambar 1. Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata)Sumber: Dokumentasi Praktikum
Ikan betutu diduga ikan asli indonesia yang berasal dari pulau Kalimantan.
Namun sementara orang ada yang berpendapat bahwa ikan betutu berasal dari
Sumatra karena sejak dahulu sudah ada disana, bahkan menjadi maskot
Kabupaten Talang Betutu. Mengigat nama betutu menjadi nama tunggal di
kabupaten tersebut, maka ikan betutu diduga berasal dari Sumatera (Razi 2014).
Ikan betutu mempunyai kemiripan dengan ikan gabus karena sepintas
memang ada keserupaan, baik bentuk maupun sifatnya. Bila diamati, antara
keduanya mempunyai perbedaan yang cukup mencolok yaitu ikan betutu dapat
bertahan bejam-jam tanpa bergeser dari tempatnya dan sering disebut dengan ikan
malas. Oleh karena itu, sementara para ahli menduga bahwa ika betutu masuk
dalan keluarga besar Eleotridae yang memiliki kekerabatan dengan kelurga
Gobioidea (satu famili dengan ikan gabus). Jika dilihat sepintas, tampang betutu
3
4
cukup menyeramkan, bentuk mukanya cekung dengan ujung kepala picak
(gepeng), matanya yang besar menonjol keluar dan dapat digerak-gerakkan dan
mata lebar, tebal dengan gigi kecil tajam. Sehingga cukuplah beralasan orang
menyebutnya sebagai ikan hantu (Razi 2014).
2.1.2 Morfologi Ikan Betutu
Ciri morfologi dari ikan betutu yaitu mempunyai bentuk tubuh
memanjang, berwarna kekuning-kuningan dengan bercak coklat kehitam-hitaman,
bentuk kepala gepeng atau depressed, mata bulat besar, mulut lebar dan terletak di
atas, sirip punggung terdiri dari dua bagian yang terpisah, dimana sirip punggung
pertama lebih pendek (rendah) dari sirip puggung yang ke dua, warna sirip
kecoklat-coklatan sampai ke abu-abuan dan terdapat noda-noda hitam yang
menyebar di seluruh tubuhnya. Panjang tubuh ikan betutu berkisar antara 10-40
cm dengan panjang maksimum 50 cm (Djajadireja, 1977 dalam Gunawan et all
1999)
2.1.3 Habitat dan Distribusi Ikan Betutu
Menurut Webber dan Beufort (1913) habitat betutu tersebar luas, meliputi
perairan-perairan tawar didaerah beriklim tropis/subtropis. Betutu menyukai
tempat yang arusnya tenang dan agak berlumpur seperti rawa , danau atau muara
sungai. Ikan ini gemar sekali membenamkan dirinya didalam lumpur.
Betutu tersebar di wilayah Asia Tenggara seperti Thailand, Kamboja,
Vietnam, Singapura, Malaysia, Filipina, Indonesia (Sumatera, Kalimantan dan
Jawa), hingga kepulauan Fiji di Pasifik. Ikan ini hidup didasar perairan, hanya
sekali-kali saja menyembul ke permukaan. Tempat agak gelap, terlindung dibalik
batu-batuan atau tumbuhan air sangat disukainya sebagai tempat berlindung dan
tempat mengintip mangsa serta melangsungkan proses pemijahan .Jika hari
menjelang malam, betutu sering terlihat menyembulkan moncongnya di atas
permukaan air, disekitar tempat persembunyiannya (Webber dan Beufort 1913).
Jenis makanan yang disantapnya berubah dengan bertambahnya umur.
Ikan dewasa biasanya memangsa ikan lain, udang-udangan (crustacea) dan
5
serangga air (insekta), sementara juvenilnya yang masih muda memakan kutu air
(daphnia, cladocera dan copepoda), jentik-jentik serangga dan rotifera. Pada stadia
larva, betutu juga memakan plankton nabati (ganggang) dan plankton hewani
berukuran renik (Webber dan Beufort 1913).
2.2 Hubungan Panjang Berat
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran bagian-bagian tubuh dan fungsi
fisiologis tubuh. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal maupun
eksternal. Faktor internal itu meliputi keturunan, pertumbuhan kelamin.
Pertumbuhan ikan memiliki hubungan yang erat antara pertumbuhan panjang dan
berat. Hubungan panjang dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu
bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang
terdapat pada ikan sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan
berbeda-beda (Bambang 2012)
Berdasarkan teori hubungan panjang berat dapat dinyatakan dengan
rumus:
W= aLb,a. W= berat, b. a,b = konstanta, c. L = panjang ikan
Hile (1963) menyatakan bahwa rumus umumnya adalah:
W= Log a + b Log L
Rumus tersebut menunjukan hubungan yang linier. Yang harus ditentukan
dari persamaan tersebut ialah harga a dan b sedangkan harga W dan L telah
diketahui. Menurut Carlander (1969) harga exponen ini telah diketahui dari 398
populasi ikan berkisar 1,2 – 4,0 namun kebanyakan dari harga b tadi berkisar dari
2,4 – 3,5. Bilamana harga b sama dengan 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan
ikan berubah bentuknya. Pertambahan panjang ikan seimbang dengan
pertambahan beratnya .Pertumbuhan demikian seperti telah dikemukakan ialah
pertumbuhan isometric. Sedangkan apabila b lebih besar atau lebih kecil dari 3
dinamakan pertumbuhan allometrik. Jika harga n kurang dari 3 menunjukkan
bahwa keadaan ikan yang kurus dimana pertambahan panjangnya lebih cepat
6
pertambahan beratnya. Jika harga n lebih besar dari 3 menunjukkan ikan itu
montok, pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjangnya.
2.3 Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad atau tingkat pertumbuhan gonad adalah tahap
tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan berpijah. Tingkat
Kematangan Gonad (TKG) juga didefinisikan sebagai perubahan gonad ikan
berupa peningkatan gonad dan diameter telur. Umumnya pertambahan berat
gonad pada ikan betina sebesar 10-25% dari berat tubuh, sedangkan untuk ikan
jantan berkisar antara 5-10%.Perkembangan gonad pada ikan betina umumnya
disebut dengan istilah perkembangan ovarium mempunyai tingkat perkembangan
sejak masa pertumbuhan hingga masa reproduksi yang dapat dikategorikan
kedalam beberapa tahapan. Jumlah tahapan tersebut bervariasi bergantung kepada
spesies maupun peneliti yang mengamati perkembangan ovarium tersebut
(Effendi 1979).
Berikut contoh tingkatan tingkat kematangan gonad enurut Kesteven
( Bagenal dan Braum 1968)
a. Dara
Organ seksusal sangat kecil, berdekatan dengan tulang punggug
bawah. Testis dan ovarium transparan, tidak berwarna sampai keabu-
abuan. Hanya dapat dilihat dengan mikroskop atau alat perbesaran.
b. Dara Berkembang
Testis dan ovarium transparan, abu-abu dan merah. Telur satu persatu
dapat dilihat dengan kaca pembesar.
c. Perkembangan I
Testis dan ovarium bentuknya bulat telur, kemerah-merahan dengan
pembuluh kapiler. Setengah ruang bagian bawah terisi, telur dapat
dilihat dengan mata seperti serbuk putih
d. Perkembangan II
Testis putih kemerah-merahan. Pada jantan bila perutnya ditekan
belum keluar sperma. Ovarium berwarna orange kemerah – merahan.
7
Telur sudah dapat dibedakan dengan jelas. Bentuknya bulat telur dan
mengisi 2/3 ruang telur bagian bawah.
e. Bunting
Tertis berwarna putih, telur bentuknya bulat dan beberapa telur masak.
f. Mijah
Telur dan sperma akan keluar jika ditekan. Kebanyakan telurnya
berwarna transparan.
g. Mijah/ Salin
Gonad masih terisi telur dan sperma
h. Salin
Testis dan ovarium kosong dan berwarna merah.
i. Pulih salin
Testis dan ovarium berwana transparan, abu-abu dan merah.
2.4 Indeks Kematangan Gonad
Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad, tingkat
perkembangan gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu Indeks
Kematangan Gonad (IKG) yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil
perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan dikalikan 100 persen (Effendie
1979 dalam Hadiaty 2000).
IKG = ( Wg / W-Wg )x 100%
Keterangan: Wg = berat gonadW = berat tubuh ikan
Indeks Kematangan Gonad akan semakin meningkat nilainya dan akan
mencapai batas maksimum pada saat terjadi pemijahan. Pada ikan betina nilai
IKG lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan. Adakalanya IKG dihubungkan
dengan Tingka Kematangan Gonad (TKG) yang pengamatannya berdasarkan ciri-
ciri morfologi kematangan gonad, sehingga akan tampak hubungan antara
perkembangan di dalam dengan di luar gonad. Nilai IKG akan sangat bervariasi
setiap saat tergantung pada macam dan pola pemijahannya (Fujaya 2002).
8
Perkembangan nilai IKG terjadi dikarenakanadanya perkembangan garis
tengah telur sebagai hasil dari pengendapan kuningtelur, hidrasi dan
pembentukkan butir – butir minyak (Effendi 1997). Fasepembentukan kuning
telur dimulai sejak terjadinya penumpukkan bahan – bahankuning telur di dalam
oosit (sel telur) dan berakhir setelah oosit mencapai ukurantertentu atau nucleolus
tertarik ke tengah nucleus. Setelah fase pembentukankuning telur berakhir, oosit
tidak mengalami perubahan bentuk selama beberapasaat sambil menunggu
kondisi lingkungan yang baik (tahap tersebut dinamakantahap istirahat atau
dorman). Sebagian oosit tersebut atau bahkan kadang – kadangseluruhnya, jika
kondisi lingkungan tidak mendukung akan mengalami degradasi.Oosit yang
demikian dinamakan oosit atresia (Ernawati 1999). Oosit atresia
akandiabsorbsikan kembali oleh sel – sel ovarium ke dalam tubuh (de Vlaming
1983 dalam Ernawati 1999).
2.5 Fekunditas
Fekunditas ikan adalah jumlah telur pada tingkat kematangan terakhir
yang terdapat dalam ovarium sebelum berlangsung pemijahan. Nikolsky (1963),
menamakan fekunditas yang menunjukkan jumlah telur yang dikandung individu
ikan sebagai “fekunditas mutlak”, sedangkan jumlah telur persatuan berat atau
panjang ikan disebut sebagai fekunditas relatif. Fekunditas menunjukkan
kemampuan induk ikan untuk menghasilkan anak ikan dalam suatu poemijaha.
Tingkat keberhasilan suatu pemijahan ikan dapat dinilai dari prosentase anak ikan
yang dapat hidup terus terhadap fekunditas (Sumantadinata, 1981). Menurut Feed
Burner (2008), semua telur-telur yang akan dikeluarka pada waktu pemijahan
disebut dengan fekunditas. Dalam menentukan fekunditas itu ialah komposisi
telur yang heterogen, tingkat kematangan gonad yang tidak seragam dari populasi
ikan termasuk waktu pemijahan yang berbeda dan lain-lainnya. Bagenal (1978),
membedakan antara fekunditas yaitu jumlah telur matang yang dikeluarkan oleh
induk. Dan menurut Hariati (1990), fekunditas ialah jumlah telur masak sebelum
dikeluarkan pada waktu ikan memijah.
9
Fekunditas mempunyai hubungan atau keterpautan dengan umur, panjang,
atau bobot tubuh dan spesies ikan. Pertumbuhan bobot dan panjang ikan
cenderung meningkatkan fekunditas secara linear (Bagenal, 1978 dalam Andy
Omar, 2004). Nikolsky (1963) menyatakan bahwa pada umumnya fekunditas
meningkat dengan meningkatnya ukuran ikan betina. Semakin banyak makanan
maka pertumbuhan ikan semakin cepat dan fekunditasnya semakin besar.
Selanjutnya,
Andy Omar (2004) menyatakan bahwa fekunditas pada setiap individu
betina tergantung pada umur, ukuran, spesies, dan kondisi lingkungan, seperti
ketersediaan pakan (suplai makanan). Djuhanda (1981) menambahkan bahwa
besar kecilnya fekunditas dipengaruhi oleh makanan, ukuran ikan dan kondisi
lingkungan, serta dapat juga dipengaruhi oleh diameter telur. Berikut beberapa
metode perhitungan fekunditas:
a. Mengitung langsung satu persatu telur ikan
b. Metode volumetrik yaitu dengan pengenceran telur
X : x = V : v
Keterangan :
X : Jumlah telur yang akan dicarix : Jumlah telur dari sebagian gonadV : Volume seluruh gonadv : Volume sebagian gonad contoh
c. Metode gravimetric
Perhitungan fekunditas telur dengan metode gravimetrik dilakukan dengan
cara mengukur berat seluruh telur yang dipijahkan dengan teknik pemindahan air.
Selajutnya telur diambil sebagian kecil diukurberatnya dan jumlah telur dihitung.
Dengan bantuan rumus berikut ini :
F=G/g.n
Keterangan:F = fekunditas jumlah total telur dalam gonadG = bobot gonad setiap ekor ikang = bobot sebagian gonad (gonad contoh)n = jumlah telur dari (gonad contoh)a. Metode gabungan (hitung gravimetrik dan volumetrik).
10
F= G x V x X
Q
Keterangan :F : FekunditasG : Berat gonad totalV : Volume pengenceranX : Jumlah telur yang ada dalam 1 ccQ : Berat telur contoh
2.6 Hepato Somatic Indeks
Hepatosomatic Indeks (HSI) merupakan suatu metoda yang
dilakukanuntuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif.
Hatimerupakan tempat terjadinya proses vitelogenesis.
Proses vitelogenesis secara alami dipengaruhi oleh adanya isyarat – isyarat
lingkungan seperti fotoperiod, suhu, aktivitas makanan dan faktor sosial
yangsemuanya akan merangsang hipotalamus untuk mensekresikan hormon –
hormon Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH). GnRH yang disekresikan
tersebut kemudian akan merangsang hipofisa untuk mensekresikan hormon
gonadotropin (GtH). GtH yang diproduksi oleh kelenjar pituitary (hipofisa)
tersebut dibawa oleh darah ke dalam sel teka yang berada pada gonad untuk
menstimulasi terbentuknya testosteron. Testosteron yang terbentuk kemudian
akan masuk ke dalam sel granulosa untuk diubah oleh enzim aromatase menjadi
hormon estradiol 17β yang selanjutnya akan dialirkan oleh darah kedalam hati
untuk mensintesis vitelogenin. Vitelogenin yang dihasilkan kemudian dialirkan
kembali oleh darah kedalam gonad untuk diserap oleh oosit sehingga penyerapan
vitelogenin ini disertai dengan perkembangan diameter telur (Sumantri 2006).
Aktifvtas vitelogenin ini menyebabkan nilai HSI dan GSI ikan meningkat
(Cerda et al. 1996 dalam Affandi dan Tang 2000). Sintesis vitelogenin di hati
sangat dipengaruhi oleh estradiol-17β yang merupakan stimulator dalam
biosintesais vitelogenin karena sintesis vitelogenin dalam tubuh ikan berlangsung
di hati. Rumus yang bisa digunakan dalam perhitungan HSI adalah:
HSI atau IHS : Berat HatiBerat Total-Berat Hati
x 10 0 %
11
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Analisis Aspek Biologi yang meliputi morfologi, pertumbuhan
serta reproduksi pada Ikan Betutu dilaksanakan pada hari Selasa, 14 April 2015
pukul 10.00 WIB yang bertempat di Laboratorium Aquakultur Fakultas Perikanan
dan ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini diantaranya yaitu:
1. Timbangan untuk mengukur berat ikan, gonad, hati dan isi usus ikan
2. Pinset untuk membantu proses pembedahan dan pengambilan organ
dari perut
3. Pisau untuk melakukan pembedahan
4. Gunting untuk melakukan pembedahan
5. Cawan petri untuk menyimpan gonad, hati dan isi usus
6. Mikroskop untuk melihat telur ataupun melihat isi usus
7. Gelas ukur unutk mengukur volume gonad
8. Mistar / penggaris untuk mengukur panjang ikan
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Ikan Betutu sebagai objek penelitian
3.3 Prosedur Praktikum
3.3.1 Morfologi
1. Ikan Betutu yang sudah mati diamati secara morfometrik dan meristic
2. Mengamati sisik bagian kepala dan badan, yang diamati dibawah
mikroskop
3. Mengamati Linea Lateralis pada ikan betutu
4. Mengamati bagian mata, mulut, serta gigi ikan betutu
12
13
5. Mengamati tulang yang terdapat pada sirip Dorsal1, Dorsal2, Anal,
Pectoral, Ventral serta Caudal ikan betutu
6. Mengamati alat bantu pernafasan pada ikan betutu
3.3.2 Hubungan Panjang dan Berat
1. Ikan Betutu yang sudah mati diamati pertumbuhannya baik itu panjang
maupun berat yang diukur dengan penggaris dan ditimbang untuk
mengetahui beratnya
2. Mencatat Hasil Pengamatan pada tabel
3. Lakukan perhitungan hubungan panjang dan berat dengan
menggunakan rumus berikut:
3.3.3 Tingkat Kematangan Gonad
1. Ikan Betutu yang telah mati dibedah dari bagian urogenital hingga
bagian posterior operculum ikan
2. Mengambil gonad ikan dan pisahka dengan organ lainnya
3. Amati gonad ikan sesuai dengan klasifikasi Kestevent
4. Catat dalam tabel Pengamatan
3.3.4 Indeks Kematangan Gonad
1. Ikan Betutu yang telah dibedah diambil bagian gonadnya
2. Timbang berat gonad dengan menggunakan timbangan digital
3. Catat hasil berat pada tabel dan lakukan perhitungan terhadap IKG ikan
betutu
3.3.5 Hepato Somatic Indeks
1. Ikan Betutu yang telah dibedah diambil bagian hati, lakukan dengan
teliti jangan sampai tertukar denganbagian limfa ikan
14
2. Timbang hati ikan dengan menggunakan timbangan digital
3. Catat hasil pengamatan dan lakukan perhitugan terhadap HIS ikan
betutu
3.3.6 Fekunditas
Pada praktikum ini kami tidak melakukan mengamatan dan perhitungan
mengenai fekunditas karena ikan yang kami dapat adalah ikan jantan.
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan Praktikum
4.1.1 Hasil Pengamatan Morfologi
Tabel 1. Hasil Pengamatan Morfologi Ikan Betutu
Bentuk Sisik Sirip Ikan MulutP.
UsusInsang
Gelembung
RenangKepala BadanLinea
LateralisD1 D2 P V A C Letak
Ukuran (mm)
Lap. Gigi
cycloid ctenoid 19 I.v I.x III.xi.6
II.ii.4 II.viii
V.viii
Superior
- 2 210 4 ada
4.1.2 Hasil Pengamatan Pertumbuhan
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Ikan Betutu
Nama Praktikan
Pertumbuhan Kelamin
Panjang(mm)Berat
(gram)Jantan BetinaSL
(mm)FL
(mm)TL
(mm)Kelompok 35 180 230 175 V
4.1.3 Pengamatan Reproduksi
Tabel 3. Hasil Pengamatan Reproduksi Ikan Betutu
TKG
BG(gr)
PG(mm
)
IKG
(%)
BH(gr)
PH(mm
)
HSI
(%)
Fekunditas (butir)
Diameter Telur
Letak IntiDorma
nTenga
h (butir)
Menuju Kutub (butir)
Melebur (butir)
Dara
0,22
400,13
2.08
30 1,2 - - - - - -
4.1.4 Pengamatan Morfologi Ikan Betutu dan Ikan Tagih Angkatan
Tabel 4. Pengamatan Morfologi Ikan Betutu Angkatan
No
Bentuk SisikSirip Ikan
Mulut
Mata (mm)
P. Usus (mm)
In-sang
Gel. Rena
ngKepala Badan L. L LetakUkuran (mm)
Lap. Gigi
D1 D2 P V A C
3Sikloid Stenoid - IV.ii IX.ii X.iv IV.ii X.i xii
Superior
30 2 9 150 4Ada Labir
in
15
16
4
Sikloid Stenoid - IV.ii IX.ii X.iv
IV.ii
X.i xiiSuperi
or30 2 9 150 4
Ada Labir
in
5Sikloid Stenoid - VI v xvi V ix 13
Superior
30 4 7 - 4 Ada
6Sikloid Stenoid - VI v xvi V ix 13
Superior
30 4 7 - 4 Ada
7Stenoid Sikloid - VI XI viii.7 V xii xii.2
Superior
23 2 7 184 3Ada Labir
in
8Sikloid Stenoid - I.iv V.vi 30 II.viii vii xv
Superior
15 2 8 150 4 ada
9Sikloid Stenoid - I.iv V.vi 30 II.viii vii xv
Superior
15 2 8 150 4 Ada
12Sikloid Sikloid - II.iv IV.v.2 16 I.4 vi.2 15
Subterminal
27 2 5 - 4Ada Labir
in
13Sikloid Sikloid - II.iv IV.v.2 16 I.4 vi.2 15
Subterminal
27 2 5 - 4Ada Labir
in
16Sikloid Stenoid - X IV xv v.5 ix 15
Subterminal
23 2 5 - 4Ada Labir
in
17Sikloid Stenoid - X IV xv v.5 ix 15
Subterminal
23 2 5 - 4Ada Labir
in
19 Stenoid Sikloid - VI XI viii.7 V xii xii.2 Superior
23 2 7 184 3 Ada Labir
in
16
17
24 Sikloid Stenoid - v.i i.10 I.v
25
I.xix X.viSuperi
or1 4 3 Ada
25Sikloid Stenoid - v.i i.10 I.v 25 I.xix X.vi
Superior
1 4 3 Ada
28Sikloid Stenoid - I.5 xi 14 5 viii xiii
Superior
32 3 12 120 4 Ada
29Sikloid Stenoid - I.5 xi 14 5 viii xiii
Superior
32 3 12 120 4 Ada
30Sikloid Stenoid - vi I.x xvi V II.vii xvi
Superior
2 7 120 4 Ada
31Sikloid Stenoid - vi I.x xvi V II.vii xvi
Superior
2 7 120 4 Ada
34Sikloid Stenoid - I.v I.x III.xi.6 II.vii II.viii V.vii
Superior
2 7 210 4 Ada
35Sikloid Stenoid - I.v I.x III.xi.6 II.vii II.viii V.vii
Superior
2 7 210 4 Ada
40Sikloid Stenoid - II.iv I.x 17 Vii ix xiv
Superior
2 140 3 Ada
41Sikloid Stenoid - II.iv I.x 17 Vii ix xiv
Superior
2 140 3 Ada
42 Sikloid Stenoid - 6 1.VI.iv X.vii
II.iv
VII.ii II.xiii 30 3 4 Ada
17
18
43Sikloid Stenoid - 6 1.VI.iv X.vii II.iv VII.ii II.xiii
Superior
30 3 4 Ada
44 Stenoid Sikloid - I.vi II.x xvii Iv x xiiiSuperi
or35 3 5 0 4 Ada
45Stenoid Sikloid - I.vi II.x xvii Iv x xiii
Superior
35 3 5 0 4 Ada
50Stenoid Sikloid 67 II.ii.2 viii.3 xxiii.4 II.viii III.iv.3 xiv
Superior
50 3 6 45 3 Ada
51Stenoid Sikloid 68 II.ii.2 viii.3 xxiii.4 II.viii III.iv.3 xiv
Superior
50 3 6 45 3 Ada
52Sikloid Stenoid 63 II.iii V.v xvii II.iii V.iv xiv
Superior
23 4 6 55 4 Ada
53Sikloid Stenoid 76 iv xii xvi Xvii x xvii
Superior
22 1 18 70 4 Ada
54Sikloid Stenoid 76 iv xii xvi Xvii x xvii
Superior
22 1 18 70 4 Ada
55Sikloid Stenoid 62 vi v.6 viii.6 I.iv II.vi II.viii.5
Superior
30 3 6 120 4 Ada
56Sikloid Stenoid 62 vi v.6 viii.6 I.iv II.vi II.viii.5
Superior
30 3 6 120 4 Ada
57
Sikloid Stenoid 66 II.v II.ix IV.xi II.iv I.ix IV.xiii Superior
30 1 8 55 4 Ada
18
19
58Sikloid Stenoid 66 II.v II.ix IV.ix II.iv I.ix IV.xiii
Superior
30 1 8 55 4 Ada
59 Sikloid Stenoid 65 VI II.ix XIII I.5 ix xvSuperi
or27 4 5 96 2 Ada
60 Sikloid Stenoid 65 VI II.ix XIII I.5 ix xvSuperi
or27 4 5 96 2 Ada
61 Sikloid Stenoid 63 II.iv X xiii I.iv II.ii VISuperi
or25 2 8 70 3 Ada
62 Sikloid Stenoid 63 II.iv X xiii I.iv II.ii VISuperi
or25 2 8 70 3 Ada
63 Sikloid Stenoid 63 II.iii V.v xvii II.iii V.iv xivSuperi
or23 4 6 55 4 Ada
65 Sikloid Stenoid 69 VI I.9 18-19 6-7 10 16Superi
or35 3 5 45 4 Ada
66 Sikloid Stenoid 69 VI I.10 18-20 6-7 10 16Superi
or35 3 5 45 4 Ada
Tabel 5. Pengamatan Morfologi Ikan Tagih
Kel
Bentuk SisikSirip Ikan
MulutMata (mm)
P. Usus (mm)
InsangGel.
RenangDekat Kepala
L. L LetakUkuran (mm)
Lap. Gigi
D1 D2 P V A C
1 Sikloid - I.vii 1 II.x.6 XII II.x IV.viii.5 Inferior 60 2 10 - 3 1
2 Sikloid - I.vii 1 II.x.6 XII II.x IV.viii.5 Inferior 60 2 10 - 3 1
10 Sikloid -I.
iv.31
II.iv.14
VI.xii.11
xi xxi xxi 40 4 9 300 2 1
19
20
11 sikloid - I.iv.3 1 xi
xxi
xxi 40 4 9 300 2 1
14 Sikloid - I.vii 1 vi VI.ix xii 17 Inferior 40 4 10 395 2 1
15 Sikloid - I.6 - I.ii.5 V.i.5 I.ii.9 vi.10 Inferior 40 2 14 395 2 1
18 Sikloid - I.vii 1 vi VI.ix xii 17 Inferior 40 4 10 395 2 1
20 Sikloid - I.vii I.i iv.2 I.viii.6 v.4 x.6 Inferior - 3 8 160 4 1
21 Sikloid - I.vii I.i iv.2 I.viii.6 v.4 x.6 Inferior - 3 8 160 4 1
22 - - I.vi.1 1 vi.4 I.vii.7 iv.5 xi.7 - - 2 - 390 2 1
23 - - I.vi.1 1 vi.4 I.vii.7 iv.5 xi.7 - - 2 - 390 2 1
26 - - I.7 - I.8 24 10 18 Inferior - 3 - - 4 1
27 - - I.7 - I.8 24 10 18 Inferior - 3 - - 4 1
32 - - I.vii - I.v.3 xii x.2 xxSuperi
or- 6 10 220 4 1
33 - - I.vii - I.v.3 xii x.2 xxSuperi
or- 6 10 220 4 1
36 - - I.vii - - I.vii - xxivSuperi
or- 22 10 365 4 1
37 - - I.vii - - I.vii - xxivSuperi
or - 22 10 365 4 1
20
21
38 Sikloid - I.vi.1 - I.8 6 v.5 i.6 Inferior - 2 - 385 4 1
39 Sikloid - I.vi.1 - I.8 6 v.5 i.6 Inferior - 2 - 385 4 1
46 Sikloid 18,5 i.7 - I.8 6 11 32Termin
al45 - 10 430 4 1
47 Sikloid 18,5 i.7 - I.8 6 11 32Termin
al45 - 10 430 4 1
48 Sikloid 22 I.i.6 1 I.v.5 I.viii.2 i.6 iii.14Termin
al- 2 10 340 4 1
49 Sikloid 22 I.i.6 1 I.v.5 I.viii.2 i.6 iii.14Termin
al- 2 10 340 4 1
64 Sikloid - I.6 - I.ii.5 V.i.5 I.ii.9 vi.10 Inferior 40 2 14 395 2 1
4.1.5 Pengamatan Pertumbuhan Ikan Betutu dan Ikan Tagih Angkatan
Tabel 6. Pengamatan Pertumbuhan Ikan Betutu Angkatan
Kel-
Nama Praktikan
Pertumbuhan KelaminPanjang (mm)
Berat Jantan BetinaSL FL TL
3Nurma W
115 - 234 186 M. Yogi A.Rian R.
4Sheila A.
115 - 234 186 Riani A.Rambo
5Safira A
185 - 235 166 Ira S.Susetyo
6Rizka Dwi
185 - 235 166 RakaGilang N
7Jihan Refli
180200
225 156 Debora H
21
22
Andi M
8Yulida
185 205 225 147 EndahIlham
9Syafarudin
185 205 225 147 Elisah FJamaludin
12Ai Siti
175 200 220 150 AidaAsep S
13Alan A.
175 200 220 150 Setyo WAdinda
16Mia
159 162 182 64 Siti SRahmat D
17Fikri K
159 162 182 64 T AlwieElsa
19Ade
180 200 225 156 TiaYuyun Y
24Fauziah
185 0 240 149 ErikLuthfan
25Taufiq
185 0 240 149 PutyFevi
28Rika
190 0 225 131 Esti MutiaMuammar
29Rahman
190 0 225 131 R. NadyaAngga
30Ridwan
180 0 220 135 SofieFadhil
31Ina
180 0 220 135 RakaIndah
34Bastian
180 0 230 175 SheillawatiSatria
35 Adhar 180 0 230 175
22
23
NurayaDemas
40Widi
195 0 240 163 EkiMediana
41Nabila
195 0 240 163 HasbiDehan
42Santi
200 0 245 186 RizaFauzi
43Dea Hari
200 0 245 186 SatrioGun Gun
44
Sintia
230 0 285 283 ThesarM. AdityaAyu Nfs
45Dzaki
230 0 285 283 ZulfikarMelinda
50Dhita H
180 0 220 126 Syifa ZDicky D.
51Riana Faosa
180 0 220 126 Hilman H.Ardiansyah
52Zahra Imma
145 0 185 68 Dyah HBagus R
53Rahmahwati
161 0 195 81 M. Aulia R.M. Galdio N.
54Ali Aji Adi
161 0 195 81 M. RakhmanRuth Maria
55Hanna M
176 0 228 103 Bayu . RM. Ryan K.
56Choki S. D. 155
0 195 92 Ayu MDeni S
57 Aisyah A. M. 175 0 220 108
23
24
M. SalsabilFachri A. M.
58Resna Ajeng
175 0 220 108 Raden RChristoper R.
59Kalysta F.
162 0 206 94 Jumaidi EYuki Aditya
60Dwi Muthiah
162 0 206 94 Fadhillah A.Agung Fuadi
61Kartika Irta
170 0 225 129 Rosa H.Taufik I
62M. Fahmi I
170 0 225 129 Logica I. B.Ruth Mawar
63Gilang T.
145 0 185 68 Geugeuh G.Dina Arifiah
65Sona Y. D.
175 0 225 133 Reyhan AlifEva Amalia
66Shafwan H
175 0 225 133 Fahira NurChervin
Tabel 7. Pengamatan Hasil Pertumbuhan Ikan Tagih Angkatan
Kel-
Nama Praktikan
Pertumbuhan KelaminPanjang (mm)
Berat Jantan BetinaSL FL TL
1
Ichfar Jaffar
310 330 375 512 Silfi Nur AuliaJason Tri
2Annisa Nur 310
330 375 512 Desi TriyaniM. Rizky
10Rionaldhie
300 310 340 423 DesintaRian Nur.
24
25
Suci F
11
Cyntia K
300 310 340 423 Guntur HIndriRoury A
14Bella M
340 360 455 683 RifkiJamil
15Dony
300 310 375 395 DwikiTanti K
18Eifa
340 360 455 683 EkaHana
20Rahmat
250 260 30 330 AnnisaFirhan
21Leni M
250 260 30 330 JianAngga
22Iqbal
330 340 430 583 NielamAbduyana
23Ganisa
330 340 430 583 Dea FRefky
26Zais
320 340 380 562 ZelikhaRifki GP
27Teguh
320 340 380 562 DyahWahyu
32Anggi
300 315 370 433 NawangRocela
33Sarimanah
300 315 370 RekaNovitasari
36Detrik 330
345 430 535 CleovanyaGulam
37 Aliyah 330 345 430 535
25
26
AldwinArisca
38Yuliana
320 340 420 647 CandraNurul
39Ayu T
320 340 420 647 ElisaAgung Rio
46
Dini Maliha
300 315 380 512 Rayana
Adli M.Rury R
47Fahri . F
300 315 380 512 Risa MM. Musa DZ
48Dita Tania
275 295 310 444 Windi A.Rizal Firdaus
49Aisyah Dwi
275 295 310 444 SyarifudinFathin A.
64Kelana Putra
300 310 375 Takbir S.Silmi Fitriani
4.1.6 Hasil Regresi Pertumbuhan
Tabel 8. Regresi Pertumbuhan Ikan Betutu
Kel- SL Bobot Log L (X) Log W(Y) (Log L)2 Log L.Log W3 115 186 2,0607 2,2695 4,2465 4,67684 115 186 2,0607 2,2695 4,2465 4,67685 185 166 2,2672 2,2201 5,1401 5,03346 185 166 2,2672 2,2201 5,1401 5,03347 180 156 2,2553 2,1931 5,0863 4,94618 185 147 2,2672 2,1673 5,1401 4,91379 185 147 2,2672 2,1673 5,1401 4,913712 175 150 2,2430 2,1761 5,0312 4,881113 175 150 2,2430 2,1761 5,0312 4,881116 159 64 2,2014 1,8062 4,8461 3,976117 159 64 2,2014 1,8062 4,8461 3,976119 180 156 2,2553 2,1931 5,0863 4,946124 185 139 2,2672 2,1430 5,1401 4,8586
26
27
25 185 139 2,2672 2,1430 5,1401 4,858628 190 131 2,2788 2,1173 5,1927 4,824729 190 131 2,2788 2,1173 5,1927 4,824730 180 135 2,2553 2,1303 5,0863 4,804531 180 135 2,2553 2,1303 5,0863 4,804534 180 175 2,2553 2,2430 5,0863 5,058735 180 175 2,2553 2,2430 5,0863 5,058740 195 163 2,2900 2,2122 5,2443 5,066041 195 163 2,2900 2,2122 5,2443 5,066042 200 186 2,3010 2,2695 5,2947 5,222243 200 186 2,3010 2,2695 5,2947 5,222244 230 283 2,3617 2,4518 5,5778 5,790545 230 283 2,3617 2,4518 5,5778 5,790550 180 126 2,2553 2,1004 5,0863 4,736951 180 126 2,2553 2,1004 5,0863 4,736952 145 68 2,1614 1,8325 4,6715 3,960753 161 81 2,2068 1,9085 4,8701 4,211754 161 81 2,2068 1,9085 4,8701 4,211755 155 92 2,1903 1,9638 4,7976 4,301356 155 92 2,1903 1,9638 4,7976 4,301357 175 108 2,2430 2,0334 5,0312 4,561058 175 108 2,2430 2,0334 5,0312 4,561059 162 94 2,2095 1,9731 4,8820 4,359760 162 94 2,2095 1,9731 4,8820 4,359761 170 129 2,2304 2,1106 4,9749 4,707662 170 129 2,2304 2,1106 4,9749 4,707663 145 68 2,1614 1,8325 4,6715 3,960765 175 133 2,2430 2,1239 5,0312 4,763966 175 133 2,2430 2,1239 5,0312 4,7639∑ 94,0877 88,8912 210,9140 199,3101
Tabel 9. Regresi Pertumbuhan Ikan Tagih
Kel- SL Bobot Log L (X) Log W(Y) (Log L)2 Log L.Log W1 310 512 2,4914 2, 7093 6,2069 6,74982 310 512 2,4914 2,7093 6,2069 6,749810 300 423 2,4771 2,6263 6,1361 6,505811 300 423 2,4771 2,6263 6,1361 6,505814 340 683 2,5315 2,8344 6,4084 7,175315 300 395 2,4771 2,5966 6,1361 6,432118 340 683 2,5315 2,8344 6,4084 7,175320 250 330 2,3979 2,5185 5,7501 6,0392
27
28
21 250 330 2,3979 2,5185 5,7501 6,039222 330 583 2,5185 2,7657 6,3429 6,965423 330 583 2,5185 2,7657 6,3429 6,965426 320 562 2,5051 2,7497 6,2758 6,888527 320 562 2,5051 2,7497 6,2758 6,888532 315 433 2,4983 2,6365 6,2416 6,586833 315 433 2,4983 2,6365 6,2416 6,586836 330 535 2,5185 2,7284 6,3429 6,871437 330 535 2,5185 2,7284 6,3429 6,871438 320 647 2,5051 2,8109 6,2758 7,041739 320 647 2,5051 2,8109 6,2758 7,041746 300 512 2,4771 2,7093 6,1361 6,711247 300 512 2,4771 2,7093 6,1361 6,711248 275 444 2,4393 2,6474 5,9503 6,457849 275 444 2,4393 2,6474 5,9503 6,457864 300 395 2,4771 2,5966 6,1361 6,4321∑ 59,6742 64,6659 148,4061 160,8499
4.1.7 Data pengamatan Reproduksi Ikan Betutu
Tabel 10. Reproduksi Ikan Betutu Angkatan
Kel-
TKG BwBGd
IKG BHt HSI
Fekunditas
Diameter
Letak Inti
TMK
M
3Perkembangan 1
186 0,60,32%
2,5 1,36%
4Perkembangan 1
186 0,60,32%
2,5 1,36%
5 Dara 166 0,10,06%
2,2 1,34%
6 Dara 166 0,10,06%
2,2 1,34%
7Perkembangan 2
156 0,350,22%
4 2,63%
8 Dara 147 0,540,37%
0,7 0,48%
9 Dara 147 0,540,37%
0,7 0,48%
12 Dara 150 0,120,08%
2 1,35%
13 Dara 150 0,120,08%
2 1,35%
16Dara Berkembang
64 11,59%
0,03 0,05%
17Dara Berkembang
64 11,59%
0,03 0,05%
19Perkembangan 2
156 0,350,22%
4 2,63%
24Dara berkembang
149 0,030,02%
0,48 0,32%
25 Dara 149 0,03 0,02 0,48 0,32%
28
29
berkembang %
28perkembangan II
131 0,590,45%
2,27 1,76%
29perkembangan II
131 0,590,45%
2,27 1,76%
30perkembangan II
135 1,841,38%
3 2,27%
31perkembangan II
135 1,841,38%
3 2,27%
34 Dara 175 0,220,13%
2,08 1,20%
35 Dara 175 0,220,13%
2,08 1,20% - -
40perkembangan II
163 0,430,26%
3,36 2,10% - -
41perkembangan II
163 0,430,26%
3,36 2,10% -
42perkembangan II
186 0,490,26%
3,79 2,08% -
43perkembangan II
186 0,490,26%
3,79 2,08%
44 Putih salin 283 0,180,06%
52,2522,64
%
45 Putih salin 283 0,180,06%
52,2522,64
%
50Perkembangan II
126 1,351,08%
1,98 1,60%59
51Perkembangan II
126 1,351,08%
1,98 1,60%59
52Dara Berkembang
68 0,240,35%
0,8 1,19%
53Perkembangan 2
81 1,541,94%
0,95 1,19%
54Perkembangan 2
81 1,541,94%
0,95 1,19%
55Perkembangan 1
103 0,170,17%
1,07 1,05%
56Perkembangan 1
103 0,170,17%
1,07 1,05%
57Perkembangan 1
108 0,40,37%
1,43 1,34%
58Perkembangan 1
108 0,40,37%
1,43 1,34%
59Perkembangan 1
94 0,870,93%
1,62 1,75%
60Perkembangan 1
94 0,870,93%
1,62 1,75%26
61Perkembangan 2
129 1,160,91%
2,47 1,95%26
62Perkembangan 2
129 1,160,91%
2,47 1,95%
63Dara Berkembang
68 0,240,35%
0,8 1,19%
65Perkembangan II
133 0,170,13%
2,99 2,30%
66Perkembangan II
133 0,170,13%
2,99 2,30%
Tabel 11. Reproduksi Ikan Tagih Angkatan
29
30
Kel-
TKG Bw BGd IKG BHt HSI Fekunditas DiameterLetak Inti
T MK M
1 Bunting 512 1,3 0,25% 51 11,06%
2 Bunting 512 1,3 0,25% 51 11,06%
10 Perkembangan 2 423 1,11 0,26% 2,8 0,67%
11 Perkembangan 2 423 1,11 0,26% 2,8 0,67%
14 Perkembangan 2 683 4,99 0,74% 8,2 1,22%
15 Bunting 395 30 8,22% 4 1,02%
18 Perkembangan 2 683 4,99 0,74% 8,2 1,22%
20 Bunting 330 13 4,10% 2,6 0,79%
21 Bunting 330 13 4,10% 2,6 0,79%
22 perkembangan II 58310,0
31,75% 6,57 1,14%
30
31
23 perkembangan II 58310,0
31,75% 6,57 1,14%
26 Perkembangan I 562 2,92 0,52% 5,19 0,93%
27 Perkembangan I 562 2,92 0,52% 5,19 0,93%
32 Dara berkembang 433 1,7 0,39% 3,03 0,70%
33 Dara berkembang 433 1,7 0,39% 3,03 0,70%
36 Perkembangan I 535 7 1,33% 5 0,94%
37 Perkembangan I 535 7 1,33% 5 0,94%
38 Perkembangan II 64714,0
92,23% 7,27 1,14%
39 Perkembangan II 64714,0
92,23% 7,27 1,14%
46 Salin 512 1,17 0,23% 7,49 1,48% - -
47 Salin 512 1,17 0,23% 7,49 1,48% - -
48 Perkembangan I 44410,1
92,35% 1,34 0,30% - 25
49 Perkembangan I 44410,1
92,35% 1,34 0,30% - 25
64 Bunting 395 30 8,22% 4 1,02%
4.2 Analisis Data
4.2.1 Ratio Kelamin
1. Ikan Betutu
Betina = 1021
x 100 % Jantan = 1121
x 100 %
= 1000
21 =
110021
= 47.62 % = 52.38 %
Jadi rasio kelamin Ikan Betutu jantan dan betina adalah 1:1
2. Ikan Tagih
Betina = 3
12 x 100 % Jantan =
912
x 100 %
= 30012
= 90012
= 25 % = 75 %
Jadi rasio kelamin Ikan Tagih jantan dan betina adalah 3:1
31
32
Jantan Betina9.5
10
10.5
11
11.5
11
10
Perbandingan Jumlah Ikan Betutu Jantan dan Betina
Gambar 2. Grafik Perbandingan antara Ikan Betutu Jantan dan Betina
Jantan Betina0
2
4
6
8
10
9
3
Perbandingan Jumlah Ikan Tagih Jantan dan Betina
Gambar 3. Grafik Perbandingan antara Ikan Tagih Jantan dan Betina
1.5000 2.0000 2.50000.5000
1.0000
1.5000
2.0000
2.5000
3.0000
f(x) = 1.26463043751455 x − 0.716545718421707R² = 0.233969025385829
Korelasi Panjang dan Berat Ikan
Series2Linear (Series2)Linear (Series2)
Panjang
Berat
Gambar 4. Grafik Regresi Hubungan Panjang dan Berat Ikan Betutu
32
33
1.5000 2.0000 2.5000 3.00000.5000
1.0000
1.5000
2.0000
2.5000
3.0000
f(x) = 2.06183337145226 x − 2.43218454593559R² = 0.693126316396405
Korelasi Panjang dan Berat Ikan
Series2Linear (Series2)Linear (Series2)
Panjang
Berat
Gambar 5. Grafik regresi Hubungan Panjang dan Berat Ikan Tagih
4.2.2 Indeks Kematangan Gonad
IKG= BgBt−Bg
x100 %
¿ 0,22174,78
x100 %
¿0,13%
4.2.3 Hepato Somatic Indeks
HSI¿Bh
Bt−Bhx100 %
¿ 2,08172,92
x100 %
¿1,2%
33
34
19%
14%
19%
43%
5%
Tingkat Kematangan Gonad Pada Ikan Betutu
DaraDara BerkembangPerkembangan IIPerkembangan IIBuntingMijahSalinPulih Salin
Gambar 6. Diagram TKG Ikan Betutu
8%
25%
33%
25%
8%
Tingkat Kematangan Gonad Pada Ikan Tagih
DaraDara BerkembangPerkembangan IPerkembangan IIBuntingMijahSalinPulih Salin
Gambar 7. Diagram TKG Ikan Tagih
4.3 Pembahasan
4.3.1 Morfologi Ikan Betutu
Ikan Betutu merupakan ikan air tawar yang dapat hidup pada perairan
tenang seperti sungai, danau, rawa, waduk dan lain-lain. Ikan Betutu yang kami
amati pada praktikum biologi perikanan secara morfologi baik secara morfometrik
ataupun meristic didapatkan hasil yaitu, memiliki tubuh yang panjang, bentuk
kepala yang depress atau tertekan kebawah, sedangkan bentuk tubuhnya adalah
torpedo, berwarna kuning ke coklatan, dan terdapat bercak hitam pada seluruh
34
35
tubuhnya. Ikan betutu juga memiliki dua tipe sisik pada tubuhnya yaitu sisik
cycloid pada bagian kepala, dan sisik ctenoid pada bagian badan, memiliki dua
sirip dorsal dimana pada sirip dorsal pertama lebih pendek dan lebih rendah bila
dibandingkan dengan sirip dorsal keduanya, ikan betutu juga memiliki mata yang
membulat dan besar dengan diameter mencapai 7 mm, selain itu ikan betutu
memiliki mulut yang lebar dengan dilengkapai dengan gigi yang tajam, runcing
serta bergerigi dan terdapat 2 lapis gigi, hal ini disesuaikan dengan kebiasaan
makan ikan betutu itu sendiri yaitu tergolong kedalam kelompok hewan karnivor
yaitu kelompok pemakan daging seperti ikan kecil atau bahkan sesamanya, hal ini
juga berhubungan dengan panjang usus yang dimiliki oleh ikan betutu yaitu
sepanjang 21cm, serta memiliki lambung sejati, dimana lambung sejati hanya
dimiliki oleh ikan kelompok pemakan daging atau karnivor.
Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan dari hasil praktikum
morfologi ikan betutu yang kami dapatkan sesuai dengan pernyataan Djajadireja
(1977) dalam Gunawan et all (1999) yang menyatakan bahwa morfologi ikan
betutu adalah sebagai berikut yaitu mempunyai bentuk tubuh yang memanjanag,
berwarna kekuning – kuningan dengan bercak-bercak hitam pada seluruh
tubuhnya, mata bulat, memiliki dua buah sirip dorsal dimana sirip dorsal pertama
lebih rendah dibandingkan sirip dorsal yang kedua, sirip berwarna kuning
kecoklatan dengan bercak noda hitam pada seluruh tubuhnya.
Selain itu, pengamatan juga dilakukan terhadap sirip pada ikan betutu,
yaitu ikan betutu memiliki dua buah sirip dorsal (D), sepasang sirip pectoral (P),
sepasang sirip vectoral (V), sebuah sirip anal (A), dan sebuah sirip caudal (C).
pengamatan pada sirip ikan yaitu dengan menghitung berapa banyak tulang
penyusun atau penyokong sirip tersebut, dan didapatkan hasil yaitu D1 I.v, D2 I.x,
P III.xi.6, V II.ii.4, A II.viii, C V.viii. penulisan tulang yang terdapat pada sirip
sirip tersebut memiliki arti yaitu pada sirip dorsal pertama memiliki satu tulang
keras dan satu tulang lunak mengeras, pada sirip dorsal kedua yaitu memiliki satu
tulang keras dan sepuluh tulang lunak mengeras, sirip vebtral memiliki dua tulang
keras, dua tulang lunak mengeras, dan 4 tulang lunak, pada sirip pectoral yaitu
terdiri dari tiga tulang keras, sebelas tulang lunak mengeras, dan enam tulang
35
36
lunak, pada sirip anal terdapat dua tulang keras dan delapan tulang lunak
mengeras, serta pada sirip caudal terdapat lima tulang keras dan delapan tulang
lunak mengeras. Sirip ekor atau sirip Caudal ikan betutu bertipe Dyphycercal
artinya ekor ikan betutu ini cenderug membulat. Ikan betutu juga memiliki linea
lateralis yang sangat kecil, dimana sisik linea lateralis ini berfungsi sebagai
osmoregulasi dan juga sebagai keseimbangan, linea lateralis pada ikan betutu
terdiri dari 19 sisik dimulai dari bagian posterior operculum hingga bagian
posterior tubuh.
Ikan betutu bernafas dengan menggunakan insang, dimana terdapat 2
pasang insang pada ikan ini atau 4 lapis insang, selain itu ikan betutu juga
memiliki alat bantu pernafasan berupa gelembung renang yang sangat besar, tipis
dan halus dan berwarna putih, dimana meskipun ikan ini cenderung pemalas
namun dia sesekali dapat menyembul ke permukaan air dan dapat hidup dibawah
shelter yaitu berupa eceng gondok atau bebatuan untuk bersembunyi (Razi 2014).
4.3.2 Pertumbuhan Ikan Betutu
Ikan betutu memiliki bentuk tubuh yang memanjnag dengan panjang
berkisar antara 10-40cm dengan panjang maksimum dapat mencapai 50-65 cm
(Djajadireja 1977 dalam Gunawan et all 1999). Hasil pengamatan pada
pertumbuhan ikan betutu yaitu didapatkan nilai panjang standar (SL) yaitu 180
mm, serta panjang total (TL) yaitu 230 mm, pada pengamatan kai ini tidak
dilakukan terhadap pengukuran panjang sampai lekuk ekor ikan (FL) karena ekor
ikan betutu cenderung membulat atau Dhypicercal sehingga tidak dilakukan
pengukuran panjang FL, hasil yang kami dapatkan sesuai dengan pernyataan
Djajadireja (1977) dalam Gunawan et all (1999). Berat ikan betutu setelah
ditimbang dengan menggunakan neraca arau timabangan digital yaitu sebesar 175
gram.
Ikan betutu dan ikan tagih yang kami gunakan pada praktikum ini berbeda
dengan praktikum sebelumnya, dimana 1 ekor ikan digunakan secara bersama
oleh 2 kelompok sehingga dari dua kelompok tersebut mendapatkan hasil yang
sama pula. Ikan betutu dan ikan tagih yang kami gunakan yaitu sebanyak 21 ekor
36
37
ikan betutu dan 12 ekor ikan betutu, dengan mengetahui jumlah ikan yang
digunakan maka kita dapat menentukan ratio kelamin pada ikan betutu maupun
ikan tagih. Penentuan ratio kelamin sangat penting untuk menentukan
keseimbangan populasinya dalam suatu ekosistem. Pengamatan ratio kelamin
didapatkan hasil yaitu rasio kelamin atau nisbah kelamin untuk ikan betutu yaitu
1:1 artinya jumlah ikan jantan dan ikan betina seimbang yaitu berkisar 50%:50%
dan tidak ada saling mendominasi antara ikan jantan dan ikan betia pada suatu
tempat, sedangkan perbandingan kelamin ikan tagih jantan dan ikan tagih betina
yaitu 3:1 artinya sebanyak 75% ikan yang kami gunakan adalah ikan tagih jantan
dan 25% ikan tagih yang kami gunakan adalah ikan betina. Perbedaan pada ikan
tagih sangat signifikan dimana individu jantan lebih banyak dibandingkan dengan
ikan betina, menurut Pralampita et al. (2003) bahwa individu betina yang lebih
banyak daripada jantan atau sebaliknya dapat disebabkan oleh perbedaan perilaku
yang bersifat spasio-temporal, misalnya yang berkaitan dengan proses reproduksi,
tabiat pakan dan makan (food and feeding habits), ruaya dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut Effendie (2002), kenyataan di alam perbandingan kelamin
jantan dan betina tidak mutlak. Hal ini dipengaruhi oleh pola penyebaran yang
disebabkan oleh ketersedian makanan, kepadatan populasi dan keseimbangan
rantai makanan.
Berdasarkan hasil penghitungan regresi hubungan panjang dan berat pada
ikan betutu dan ikan tagih dapat diketahui pola pertumbuhan ikan tersebut.
Menurut Effendi (2002) sifat pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua yaitu
isometric dimana pertumbuhan panjang dan berat ikan seimbang dan
alometric dimana pertumbuhan panjang dan berat ikan tidak seimbang. Pola
pertumbuhan pada ikan betutu dan ikan tagih menunjukan hasil yang sama
dimana hasil perhitungan diperoleh nilai b<3 yang artinya pola pertumbuhan pada
ikan betutu dan ikan tagih adalah alometrik negative artinya pertumbuhan panjang
lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan berat atau bobotnya, hal ini sesuai
dengan apa yang kami amati pada praktikum dimana ikan betutu dan ikan tagih
memiliki tubuh yang memanjang. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor
37
38
yang sulit dikendalikan, seperti keturunan, sex, umur, parasit dan penyakit.
Sedangkan faktor eksternal, seperti makanan dan kondisi perairan Makanan
dengan kandungan nutrisi yang baik akan mendukung pertumbuhan dari ikan
tersebut, sedangkan suhu akan mempengaruhi proses kimiawi tubuh
(Effendie, 2002).
4.3.3 Reproduksi Ikan Betutu
Ikan betutu yang kami dapat yaitu berjenis kelamin jantan dimana ditandai
dengan ciri-ciri sekunder pada tubuhnya, yaitu anus berwarna putih, tubuh
ramping, serta pada bagian anus tidak terdapat sebuah tonjolan berbentuk segitiga.
Hasil pengamatan ini dibuktikan juga dengan pembedahan dan pengamatan pada
gonad ikan itu dimana gonad ikan betutu ini berwarna putih dengan tingkat
kematangan gonad (TKG) yaitu dara yaitu dengan ditandainya gonad yang masih
belum berkembang dan masih berwarna putih. Ikan betutu memiliki tipe
pemijahan partial spawner artinya ikan betutu dapat memijah sepanjang tahun dan
hanya mengeluarkan telurnya sebagian saja, Puncak pemijahan ikan betutu terjadi
pada bulan Oktober, saat hujan sudah mulai turun sehingga mempengaruhi
fluktuasi permukaan air. Welcomme (1985) menyatakan puncak pemijahan pada
kebanyakan spesies ikan didaerah tropis adalah pada saat air melimpah atau
banjir, ditambahkan juga Lagler (1972), bahwa perubahan ketinggian permukaan
air dapat mempengaruhi atau merangsang ikan untuk melakukan reproduksi.
Berdasarkan hasil pengamatan dari data angkatan klasifikasi kematangan gonad
yang diperoleh pada ikan tagih jantan dan betina bervariasi. Mulai dari kategori
dara berkembang, perkembangan I, perkembangan II, bunting, dan salin. Dari 24
kelompok yang diamati, terdapat 2 kelompok yang termasuk ke dalam kategori
dara berkembang, kategori perkembangan I ada 6 kelompok, kategori
perkembangan II ada 8 kelompok, kategori bunting ada 6 kelompok, dan kategori
salin ada 2 kelompok. Sedangkan untuk klasifikasi kematangan gonad yang
diperoleh pada ikan betutu jantan maupun betina juga bervariasi. Dari 42
kelompok yang diamati, terdapat 8 kelompok yang termasuk ke dalam kategori
dara, kategori dara berkembang ada 6 kelompok, kategori perkembangan I ada 8
38
39
kelompok, kategori perkembangan II ada 18 kelompok, dan kategori pulih salin
ada 2 kelompok. Udupa dalam Susilawati (2000) menyatakan, ukuran ikan pada
waktu mencapai matang gonad pertama kali bervariasi di antara dan di dalam
spesies. Hal ini di duga karena faktor ketersedian pakan disuatu perairan, pola
adaptasi dan strategi hidup ikan yang berbeda, selain itu adanya kecepatan
pertumbuhan pada masing-masing ikan juga menyebabkan ikan akan mencapai
tingkat kematangan gonad yang berbeda. Berat gonad ikan betutu kelompok kami
yaitu 0,22 gram dengan indeks kematangan gonad (IKG) yaitu sebesar 0,13%
dengan berat hati yaitu sebesar 2,08gram dengan nilai hepato somatic indeks
(HSI) yaitu sebesar 1,2% artinya ikan betutu yang kami gunakan sebagai objek
praktikum ini belum siap memijah dengan ditandainya nilai IKG dan nilai HIS
yang sangat kecil. Menurut Effrendi (2003) indeks kematangan gonad sebuah ikan
yang mencapai nilai 10-25% artinya yaitu ikan tersebut sudah matang gonad dan
siap untuk berpijah atau memijah baik secara alami maupun tidak. Hasil yang
kami dapatkan yaitu sesuai dengan penelitian Tavarutmaneegul dan Lin (1988)
yang menyatakan bahwa ikan betutu akan matang gonad pada bobot 250-300
gram untuk jantan dan 300-500 gram untuk induk betina, dimana pada ikan kami
hanya berbobot 175 gram sehingga belum mencapai matang gonad namun
menurut Sumawidjadja et all (2002) ikan yang memiliki bobot 125-500 gram
sudah siap memijah, dan hal ini sama saja seperti yang dikatakan oleh
Tavarutmaneegul dan Lin. Untuk indeks kematangan gonad pada ikan betutu
jantan yaitu berkisar antara 0,3% untuk ikan betutu jantan dan dan 0,11 -5,57%
untuk ikan betutu betina (Tavarutmaneegal dan Lin 1988). Ikan betutu kelompok
53 dan 54 memiliki nilai ikg yang paling tinggi diantara kelompok lain yaitu
1,94% dengan TKG Perkembangan II dan ikan tersebut sudah siap untuk
memijah.
Ikan tagih milik kelompok 15 dan kelompok 64 yang memiliki nilai IKG
terbesar yakni 8.22% dengan tingkat kematangan gonad pada tahap bunting. Dan
pada kelompok 46 dan kelompok 47 yang memiliki nilai IKG terkecil yakni
sebesar 0.23%. Berdasarkan data tersebut, ikan tagih yang memiliki nilai indeks
kematangan gonad yang kecil merupakan ikan tagih yang belum siap memijah,
39
40
hal ini dilihat pada tingkat kematangan gonadnya yang masih pada tahap dara.
Sedangkan, pada ikan tagih yang memiliki nilai indeks kematangan gonad yang
tinggi merupakan ikan tagih yang sudah siap memijah, hal ini dilihat pada tingkat
kematangan gonadnya yang menunjukan pada tahap bunting.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Ikan betutu merupakan ikan air tawar yang dapat hidup pada perairan
tenang seperti sungai, rawa, waduk dan danau. Ikan betutu memiliki ciri-ciri
berkepala depress, memiliki 2 sirip punggung, berwarna kuning kecoklatan
dengan bercak hitam diseluruh tubuhnya. Panjang tubuh ikan betutu yang kami
dapat yaitu 230 mm dengan panjang pada umumnya yaitu 10-40 cm dengan berat
yaitu sebesar 175 gram. Tipe pertumbuhan ikan betutu yaitu alometrik negative
artinya pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan
beratnya. Reproduksi pada ikan betutu adalah tipe partial spawner artinya ikan
betutu dapat memijah sepanjang tahun, TKG ikan betutu yang kami dapat yaitu
Dara dengan IKG 0,13% dengan nilai HSI sebesar 1,2% hal ini menujukan bahwa
ikan yang kai dapat belum siap memijah dengan ditandainya nilai IKG yang
sangat rendah bila dibandingkan dengan literature yang ada.
5.2 Saran
Praktikum selanjutnya dilakukan dengan lebih teliti dan lebih serius lagi
agar dapat meminimalisir kesalahan-kesalahan yang dapat membuat kurangnya
keberhasilan pada praktikum, juga fasilitas yang memadai agar keberhasilan pada
praktikum bisa lebih maksimal lagi.
41
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, B. 2011. Untung Berlipat Budidaya Tawes sebagai Bahan Baku
Keripik. Lili Publisher. Yogyakarta.
Effendie Ichsan Moch, M.Sc, H, Dr, Prof, 2002. Biologi Perikanan. Yayasan
Pustaka Nusantara: Yogyakarta.
Effendi, I. M. 1997.Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Bogor.
Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dwi Sri. Bogor.
Fujaya, Y., 1999. Fisiologi ikan.Rineka Cipta; Jakarta.
Gunawan., S. Diana., S. Astuty & Iskandar. 1999. Studi biologi ikan betutu
(Oxyeleotris marmorata) di perairan Waduk Cirata. Tesis Lembaga
Penelitian Universitas Padjadjaran. 20 hal. (Tidak dipublikasikan).
KKP. 2011. http://www.kkp.go.id/ikanhias/index.php/products/price/12/Ikan-
Tawes-Puntius-Gonionotus/ (diunduh pada hari Kamis 16 April 2015)
Kottelat, M., J.A Whitten, N.S. Kartikasari and S. Wirjoatmodjo. 1993.
Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Dalhousie
University. Canada.
Lagler, K.F. 1972 Freshwater Fishery Biologi. Second Edition. W. M.C. Brown
Company Publishers. Dubuque Iowa. 302 hal
Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes.Translated by L. Birkett.Academic
Press.
Pralampita, A.P., Umi, C & Johanes, W. 2003. Panjang, Bobot dan Nisbah
Kelamin Cucut Lanjam dari Genus Carcharhinus dan Cucut Selendang,
Prionace glauca (Famili Carcharnidae) Yang Didaratkan dari Perairan
Samudra Hindia Selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen
Kelautan dan Perikanan: (9) 3 : 33 – 47.
Razi, F. 2014. Teknik Budidaya Ikan Betutu (Oxyeleotris Marmorata). Pusat
Penyuluhan Kelautan Dan Perikanan Badan Pengembangan Sdm Kp
Kementerian Kelautan Dan Perikanan
42
43
Sumawidjadja, K et all. 2002. Pemijahan Ikan Betutu, Oxyeleotris marmarota
(BLKR.), DI KOLAM TANAH DAN BETON. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Tavarutmaneegul, P. and C. K. Lin. 1988. Breeding and rearing of sand goby
(Oxyeleotris marmorata Blkr.) fry. Aquaculture, 69:299-305.
Udupa, K.S. 1986. Statistical method of estimating the size at first maturity in
fishes. Fishbyte. ICLARM. 4 (2): 8-10.
Weber, M & De Beaufort, 1913. The fishes of the Indo-Australian Archipelago.
E.J Brill Ltd. Leiden. I-XII.
Welcome, R.L. 1985. River Fisheries. FAO Fisheries Technical Paper 262. 330 p.
44
LAMPIRAN
45
Lampiran 1. Dokumentasi Praktikum
Ikan Betutu Pengukuran Ikan Betutu
Sisik Ctenoid Sisik Cycloid
Pembedahan Ikan Betutu Hati Ikan Betutu