lapak bioklin urea

Upload: auliasumardjo

Post on 02-Mar-2016

73 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUMBIOKIMIA KLINIKPEMERIKSAAN FUNGSI GINJALTEST UREA DENGAN METODE KINETIKA ENZIMATIS

RABU / PUKUL 10.00 13.00KELOMPOK : 3Pritasari Anggraeni260110100141Pembahasan

Aida Nuraini260110100144Data Pengamatan

Virgaust Andi W260110100145Teori Dasar

Agusta Widihastuti260110100146Pembahasan

Fanny Roselia260110100148Teori Dasar

Widyanita Noviani260110100149Pembahasan

Ryan Wahyudin260110100150Alat,Bahan,Prosedur

Aulia Siti Nurhayati260110100151Editor

Laboratorium Biokimia KlinikFakultas Farmasi Universitas Padjadjaran2013I. Tujuan1. Melakukan pemeriksaan fungsi ginjal dengan tes urea secara kinetika enzimatis2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh

II. PrinsipUrea mengalami proses hidrolisis oleh H2O dengan bantuan enzim urease dan menghasilkan amoniak dan CO2. Amoniak yang dihasilkan kemudian ditambahkan 2--ketoglutarat dan NADH dan akan menghasilkan L-glutamat dan NAD+ dengan bantuan Glutamat dehidrogenase (GLDH). Reaksi yang terjadi adalah :

III. Teori DasarGinjal melakukan fungsi vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah (dan lingkungan dalam tubuh) dengan mengekskresikan solut dan air secara selektif. Kalau kedua ginjal karena sesuatu hal gagal melakukan fungsinya, maka kematian akan terjadi dalam waktu 3 sampai 4 minggu. Fungsi vital ginjal dilakukan dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan reabsorpsi sejumlah solut dan air dalam jumlah yang tepat di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan solut dan air akan diekskresikan keluar tubuh sebagai air kemih melalui sistem pengumpul (Price and Lorraine, 1995).Fungsi ginjal ialah pengaturan keseimbangan air; pengaturan konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah; dan eksresi bahan buangan dan kelebihan garam. Ginjal melakukan fungsi vitalsebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah (dan lingkungan dalam tubuh) dengan mengeksresikan solut dan air secara selektif. Kalau kedua ginjal karena sesuatu hal gagal melakukan fungsinya, maka kematian akan terjadi dalam waktu 3 sampai 4 minggu. Fungsi vital ginjal dilakukan dengan filtrasi plasma darah melalui golmerulus diikuti dengan reabsorpsi sejumlah solut dan air dalam jumlah yang tepat di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan solut dan air akan dieksresikan keluar tubuh sebagai kemih melalui system pengumpul (Ganong,1995).Fungsi Utama Ginjal:a. Fungsi Eksresi Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 m-Osmol dengan mengubah-ubah eksresi air. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3 Mengeksresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea, asam urat dan kreatinin.b. Fungsi Non-eksresi Menghasilkan rennin peting untuk pengaturan tekanan darah. Menghasilkan eritropoietin factor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang. Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya. Degradasi insulin. Menghasilkan prostaglandin (Ganong,1995).Sekitar 25% darah masuk untuk difiltrasi oleh ginjal, fungsi ginjal adalah untuk mempertahan homeostasis (keseimbangan cairan dan elektrolit). Proses penyaringan dari ginjal dapat digambarkan : Ginjal terdiri dari jutaan glomerolus (sebagi filtrasi) yang terdiri atas kapsula bowman. Darah dari arteri afferent membuat liku-liku dan membentuk arteri efferent. Dari kapsula bowman darah yang difiltrasi akan melewati tubulus yang berlekuk-lekuk dan bersambung dengan glomerulus yang lain dan bermuara pada pelvis renis. Dari pelvis renis hasil filtrasi (air, ureum, creatinin, dan amoniak) akan dikeluarkan melewati melewati ureter yang kemudian ditampung di vesika urinaria. (Evelyn, 2002).Dua penyebab paling umum dari penyakit ginjal adalah diabetes dan tekanan darah tinggi.Orang dengan riwayat keluarga apapun masalah ginjal juga di risiko untuk penyakit ginjal (NIDDK, 2009).Banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan gagal ginjal yang tidak sepenuhnya dipahami.Para peneliti masih mempelajari bagaimana protein dalam diet dan tingkat kolesterol dalam darah mempengaruhi fungsi ginjal (NIDDK, 2009). Hasil filtrasi ginjal yang dapat digunakan sebagai indikator kerusakan ginjal adalah ureum dan kreatinin (Evelyn, 2002).Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein (asam amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel dan ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea (Riswanto, 2010).Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan. Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya berada di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal karena mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Namun, bila kadarnya sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea bertambah dengan bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit ginjal (Riswanto, 2010).

Tes medis mendeteksi penyakit ginjalKarena seseorang dapat memiliki penyakit ginjal tanpa gejala, dokter mungkin pertama mendeteksi kondisi melalui darah rutin dan tes urin.National Kidney Foundation merekomendasikan tiga tes sederhana untuk skrining penyakit ginjal: tekanan darah pengukuran, cek spot untuk protein atau albumin dalam urin, dan perhitungan laju filtrasi glomerulus (GFR) berdasarkan pengukuran kreatinin serum.Mengukur urea nitrogen dalam darah memberikan informasi tambahan (NIDDK, 2009).a. Pengukuran Tekanan DarahTekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit ginjal.Hal ini juga dapat menjadi pertanda bahwa ginjal sudah terganggu.Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah tekanan darah seseorang tinggi adalah memiliki ukuran kesehatan profesional dengan tekanan darah manset.Hasilnya adalah dinyatakan sebagai dua nomor.Nomor atas, yang disebut tekanan sistolik, merupakan tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung berdetak.Nomor bawah, yang disebut tekanan diastolik, memperlihatkan tekanan ketika jantung beristirahat di antara berdetak.tekanan darah seseorang dianggap normal jika ia tetap di bawah 120/80, dinyatakan sebagai "120 lebih dari 80." merekomendasikan ini NHLBI bahwa orang dengan menggunakan ginjal penyakit apa saja terapi yang diperlukan, termasuk perubahan gaya hidup dan obat-obatan, untuk menjaga tekanan darah mereka di bawah 130/80 (NIDDK, 2009).b. Mikroalbuminuria dan proteinuriaGinjal sehat mengambil limbah keluar dari darah tetapi meninggalkan protein.Gangguan ginjal mungkin gagal untuk memisahkan protein darah yang disebut albumin dari limbah.Pada awalnya, hanya sejumlah kecil albumin dapat bocor ke dalam urin, kondisi yang dikenal sebagai mikroalbuminuria, tanda memburuknya fungsi ginjal.Sebagai fungsi ginjal memburuk, jumlah albumin dan protein lain dalam urin meningkat, dan kondisi ini disebut proteinuria.Seorang dokter mungkin tes untuk protein menggunakan dipstick di sebuah sampel kecil dari air seni seseorang yang diambil di kantor dokter.Warna dipstick menunjukkan ada atau tidak adanya proteinuria (NIDDK, 2009).Sebuah tes yang lebih sensitif untuk protein atau albumin dalam urin meliputi pengukuran laboratorium dan perhitungan rasio protein-to-kreatinin atau albumin-ke-kreatinin.Kreatinin adalah produk limbah dalam darah diciptakan oleh kerusakan normal sel-sel otot selama kegiatan.Ginjal sehat mengambil kreatinin darah dan memasukkannya ke dalam urin untuk meninggalkan tubuh.Ketika ginjal tidak bekerja dengan baik, kreatinin menumpuk dalam darah (NIDDK, 2009).Pengukuran albumin-to-kreatinin harus digunakan untuk mendeteksi penyakit ginjal pada orang yang berisiko tinggi, terutama mereka yang diabetes atau tekanan darah tinggi.Jika tes laboratorium pertama seseorang menunjukkan tingkat tinggi protein, ujian lain harus dilakukan 1 sampai 2 minggu kemudian.Jika tes kedua juga menunjukkan tingkat tinggi protein, orang tersebut memiliki proteinuria gigih dan harus memiliki tes tambahan untuk mengevaluasi fungsi ginjal (NIDDK, 2009).c. Laju Filtrasi Glomerulus (GFR) Berdasarkan Pengukuran kreatininGFR adalah perhitungan seberapa efisien ginjal menyaring limbah dari darah.Perhitungan GFR tradisional memerlukan suntikan ke dalam aliran darah zat yang kemudian diukur dalam koleksi urin 24 jam.Baru-baru ini, ilmuwan menemukan mereka bisa menghitung GFR tanpa koleksi suntikan atau urin.Perhitungan baru-eGFR-hanya membutuhkan pengukuran kreatinin dalam sampel darah (NIDDK, 2009).Di laboratorium, darah seseorang diuji untuk melihat berapa miligram kreatinin berada di salah satu desiliter darah (mg/dL).kadar kreatinin dalam darah dapat bervariasi, dan laboratorium masing-masing memiliki rentang normal sendiri, biasanya 0,6-1,2 mg/dL.Seseorang yang tingkat kreatinin hanya sedikit di atas rentang ini mungkin akan tidak merasa sakit, tetapi elevasi adalah tanda bahwa ginjal tidak bekerja pada kekuatan penuh.Satu rumus untuk mengestimasi fungsi ginjal menyamakan tingkat kreatinin 1,7 mg/dL untuk kebanyakan pria dan 1,4 mg/dL untuk wanita paling sampai 50 persen dari fungsi ginjal normal.Tetapi karena nilai kreatinin sangat variabel dan dapat dipengaruhi oleh diet, perhitungan GFR lebih akurat untuk menentukan apakah seseorang telah mengurangi fungsi ginjal (NIDDK, 2009).Perhitungan eGFR menggunakan pengukuran kreatinin pasien bersama dengan usia dan nilai ditugaskan untuk seks dan ras.Beberapa laboratorium medis mungkin membuat perhitungan eGFR ketika nilai kreatinin diukur dan menyertakannya pada laporan laboratorium.National Kidney Foundation telah menetapkan berbagai tahap CKD berdasarkan nilai eGFR.Dialisis atau transplantasi diperlukan ketika eGFR kurang dari 15 mililiter per menit (mL/menit) (NIDDK, 2009).Variabel utama yang menggambarkan efisiensi ginjal dalam pembuangan zat sisa metabolisme adalah laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate [GFR]). Tes yang paling sering digunakan untuk mengukur GFR adalah pengukuran kreatinin serum, yang merupakan hasil akhir metabolisme otot lurik (kadarnya lebih tinggi pada individu dengan massa otot yang besar). Hubungan antara kreatinin serum dan GFR tidak linear, dan sangatlah penting untuk mengetahui bahwa penurunan GFR yang signifikan dapat terjadi sebelum terjadinya kenaikan kreatinin serum. Apabila diduga ada gangguan GFR, tidaklah cukup mengandalkan kreatinin plasma, sebaiknya digunakan metode pengukuran GFR lain yang lebih akurat seperti bersihan kreatinin (creatinine clearance). Prinsip dasar dari metode pengukuran ini adalah bahwa kreatinin merupakan suatu molekul inert yang difiltrasi secara pasif oleh ginjal, dan GFR dapat dihitung dengan mengetahui jumlah kreatinin urin (UrinCr) dan konsentrasi kreatinin plasma (PCr) selama 24 jam dengan rumus:GFR = (UrinCr x Volume urin)/PCr (Davey, 2005).Apabila fungsi glomerulus semula normal atau hampir normal, peningkatan sejati kreatinin plasma sebesar 0,5 mg/dL mencerminkan terjadinya perubahan laju filtrasi glomerulus sampai 40%. Kadar kreatinin plasma normal rendah; angka bervariasi sesuai laboratorium dan metode yang digunakan, tetapi tidak pernah lebih tinggi daripada 1,5 mg/dL. Pada gangguan ginjal yang berat, kreatinin plasma bervariasi jauh lebih besar apabila terjadi sedikit perubahan pada bersihan, dan batas kepercayaan (confidence limits) terhadap pemeriksaan menimbulkan efek relatif yang lebih kecil daripada angka absolut yang diamati (Sacher, 2004).d. Blood Urea NitrogenProtein diserap tubuh melalui makanan seperti telur, ikan dan daging, sisanya yang tidak terserap merupakan sampah yang disebut ureum yang mengandung nitrogen. Apabila ginjal bekerja dengan baik, ureum tersebut akan dibuang bersama urin, namun apabila ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik ureum akan tinggal di dalam darah.Untuk itu BUN tes dilakukan untuk mengukur kadar ureum dalam darah dan mengetahui performa ginjal dalam melaksanakan tugasnya membersihkan darah. Bagi penderita gagal ginjal terminal yang sedang dalam treatment dialysis, BUN tes berguna untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari treatment dialysisi yang dilakukan. Seseorang dikatakan apabila angka BUN nya berada pada angka 5 s/d 25 mg/dl (Dzakiyah, 2010).

IV. Alat dan Bahan Alat1. Kuvet2. Mikropipet3. Spektrofotometer UV-Vis

Bahan1. Reagen 1 TRISpH 7,8150 2-oxoglutarate9 ADP0,75 Urease 7 GLDH (Glutamate Dihydrogenase) 12. Reagen 2 NADH1,3 3. Sample serum

Gambar Alat

Spektrofotometer UV-Vis Mikropipet Kuvet

V. Prosedur Blanko1000L reagen 1 diinkubasi dalam kuvet selama 5 menit. Lalu ditambahkan 250L reagen 2 dan diinkubasi lagi selama 1 menit. Selanjutnya dilakukan pembacaan absorbansi 1 dan absorbansi 2 setelah 1 menit kemudian.

Sample & Standar10L sample dan 1000L reagen 1 dicampur dalam kuvet dan diinkubasi selama 5 menit. Selanjutnya reagen 2 ditambahkan sebanyak 250L. Pembacaan absorbansi 1 dilakukan 1 menit setelah penambahan reagen 2 dan absorbansi 2 dibaca setelah 2 menit dari penambahan reagen 2.

VI. Data Pengamatan

KelompokStandarSampel

A1A2A1A2

10.1340.1680.0340.3370,7630.426

0.3950.5440.149

20.3780.3800.002

0.4190.6780.259

30.3190.1050.214

0.2460.2570.007

40.1600.3030.143

0.2290.4750.246

PerhitunganKelompok 1 Sampel I Sampel II Kelompok 2 Sampel I Sampel II Kelompok 3 Sampel I Sampel II

Kelompok 4 Sampel I Sampel II

VII. PembahasanPada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan konsentrasi ureum dalam serum sebagai parameter pemeriksaan fungsi ginjal. Ureum adalah hasil metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 10 mg 50 mg setiap 100 ml. Sampel yang digunakan adalah serum. Serum adalah plasma darah tanpa fibrinogen. Serum terdiri dari semua protein (yang tidak digunakan untuk pembekuan darah) termasuk cairan elektrolit, antibodi, antigen, hormon, dan semua substansi exogenous. Serum diperoleh dari darah yang disentrifugasi kemudian diambil fase jernihnya. Fungsi ginjal adalah untuk mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit. Ginjal memiliki jutaan glomerolus yang terdiri atas kapsula bowman. Darah dari arteri afferent membuat liku-liku dan membentuk arteri efferent. Dari kapsula bowman, darah yang difiltrasi akan melewati tubulus yang berlekuk-lekuk dan bersambung dengan glomerolus yang lain dan bermuara pada pelvis renis. Dari pelvis renis, hasil filtrasi (air, ureum, kreatinin, dan amoniak) akan dikeluarkan melewati ureter yang kemudian ditampung di vesika urinaria. Kondisi ginjal yang tidak baik menyebabkan kadar ureum meningkat dalam darah. Metode yang digunakan adalah metode enzimatis, metode enzimatis merupakan metode yang sering dilakukan karena enzim bereaksi spesifik, memerlukan sedikit sampel, dan memerlukan waktu yang singkat.Hal yang pertama kali harus dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Alat yang dibutuhkan yaitu pipet piston, kuvet, serta spektrofotometer UV. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu sampel berupa serum, dan reagen. Sebelum melakukan pemeriksaan ureum ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tidak mengganggu keakuratan kadar ureum dalam darah, yaitu sebaiknya melakukan puasa selama 10-12 jam sebelum tes darah kecuali disarankan sebaliknya, tapi tetap boleh mengonsumsi air putih; hindari minum alkohol, hindari makanan dengan kandungan protein yang tinggi; dan pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Orang yang akan diperiksa harus duduk sedikitnya 10 menit sebelum contoh darah diambil. Adapun sampel serum yang akan digunakan disimpan di dalam tabung khusus. Dalam pelaksanaannya harus dengan hati-hati agar serum tidak terkontaminasi oleh zat lain, sehingga tidak akan mengganggu dalam hal pemeriksaan. Selain itu, kuvet yang digunakan juga harus diperhatkan. kuvet harus memiliki syarat yaitu, tidak berwarna (transparan) agar dapat mentransmisikan semua cahaya, selain itu permukannya harus benar benar sejajar secara optis, tidak bereaksi terhadap bahan bahan kimia lain, dan tidak boleh rapuh. Hal ini dimaksudkan agar absorbansi yang dihasilkan dari analit memiliki hasil yang benar. Sebelum digunakan, kuvet harus dipastikan benar-benar bersih dan bebas dari air untuk menghindari terjadinya kontaminasi yang dapat mempengaruhi hasil absorbansi. Setelah semua alat dan bahan siap, selanjutnya disiapkan larutan blanko, yaitu dengan memipet 1000 l reagen 1 ke dalam kuvet, selanjutnya diinkubasi selama 5 menit. Setelah itu, ditambahkan 250 l reagen 2, dan diinkubasikan selama 1 menit. Kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV yang disebut sebagai absorbansi 1, dan diukur lagi setelah 1 menit sebagai absorbansi 2. Dalam memipet larutan, digunakan pipet piston, karena mempunyai ketelitian dan akurasi yang lebih tinggi dalam pengambilan cairan dalam jumlah yang kecil dibandingkan dengan pipet gelas. Ketelitian dalam menggunakan pipet sangat penting dalam bidang kimia klinik karena perbedaan volume yang sedikit saja dapat memberikan hasil yang berbeda sehingga salah dalam menginterpretasikan hasil yang diperoleh. Sebelum pipet piston digunakan, bagian atas pipet yang disebut thumb knob sebaiknya ditekan berkali-kali untuk memastikan lancarnya mikropipet. Setelah itu tip bersih dimasukkan ke dalam nozzle / ujung pipet piston sampai pas (tidak jatuh). Thumb knob ditekan sampai hambatan pertama / first stop, jangan ditekan lebih ke dalam lagi karena cairan yang terambil akan lebih besar daripada jumlah yang sebenarnya. Setelah itu, tip dimasukkan ke dalam cairan sedalam 3-4 mm karena jika kurang dari nilai tersebut dikhawatirkan cairan tidak terambil sempurna (ada gelembung udara yang terambil) dan menyebabkan volume cairan yang dipipet tidak sesuai yang diinginkan, sedangkan jika lebih dari nilai tersebut dikhawatirkan terdapat kontaminan dari tip pipet. Selanjutnya pipet ditahan dalam posisi vertikal kemudian tekanan dari thumb knob dilepaskan sehingga cairan masuk ke tip. Ujung tip dipindahkan ke dalam kuvet. Untuk mengeluarkan cairannya, thumb knob ditekan sampai hambatan kedua / second stop atau ditekan semaksimal mungkin sehingga semua cairan keluar dari ujung tip.Setelah membuat larutan blanko, dibuat larutan sample dan standar. Larutan standar adalah larutan yang berisi senyawa yang sama dengan senyawa yang akan diuji, dan sudah diketahui konsentrasinya. Pembuatan larutan tersebut dengan memipet 10 l sample dan 1000 l reagen 1 kemudian dicampurkan dalam kuvet dan diinkubasi selama 5 menit. Selanjutnya ditambahkan reagen 2 sebanyak 250 l. Setelah itu dilakukan inkubasi selama 1 menit, dan diukur absorbansinya dengan spektorofotometri UV. Absorbansi ini disebut sebagai absorbansi 1. Kemudian setelah 1 menit kemudian, diukur lagi absorbansinya sebagai absorbansi 2. Pada saat diinkubasi, terjadi reaksi antara urea, yang merupakan sisa dari metabolisme protein yang berada dalam darah, yang mengalami proses hidrolisis oleh H2O dengan bantuan enzim urease dan menghasilkan amoniak dan CO2. Amoniak yang dihasilkan kemudian ditambahkan 2--ketoglutarat dan NADH dan akan menghasilkan L-glutamat dan NAD+ dengan bantuan Glutamat dehidrogenase (GLDH). Reaksi yang terjadi adalah :

Berdasarkan prosedur yang telah dilakukan sebanyak duplo (dua kali) terhadap standar, diperoleh absorbansi (A1) yaitu 0,314 dan A2 = 0,168 sehingga diperoleh A = 0,034. Sedangkan dari sampel diperoleh data dari sampel 1 absorbansi pertama (A1) ialah 0,319 dan A2 = 0,105 sehingga diperoleh A yaitu 0,24. Sedangkan pada sampel 2 didapat hasil A1 = 0,264 dan A2 = 0,257 sehingga diperoleh A yaitu 0,007.Hasil data yang diperoleh diatas kemudian diolah dengan perhitungan menggunakan rumus berikut :Urea (mg/dl) = x konsentrasi standarsehingga diperoleh konsentrasi urea pada sampel 1 ialah 314,70 mg/dl dan pada sampel 2 konsentrasi ureanya adalah 10,29 mg/dl. Rata-rata konsentrasi urea dari sampel ialah 162,495 mg/dl.Diperhatikan dari data yang diperoleh diatas, maka dapat dibandingkan dengan konsentrasi urea sampel yaitu 162,495 mg/dl dengan konsentrasi urea normal yaitu 10-50 mg/dl. Konsentrasi urea sampel sangat jauh lebih tinggi melampaui konsentrasi urea normal. Hasil tersebut dapat diindikasikan bahwa sampel mengalami gangguan fungsi ginjal.Gangguan fungsi ginjal ini berarti terdapat gangguan pada fungsi ginjal dalam membuang zat-zat racun yang dihasilkan tubuh maupun yang langsung termakan, atau terjadi ganggun pada fungsi ginjal dalam mengatur keseimbangan cairan intenstinal, maupun gangguan fungsi ginjl dalam memproduksi hormon. Gangguan fungsi ginjal berhubungan dengan GFR (Glomerulus Filtrate Rate) atau laju filtrasi glomelurus. Gangguan fungsi ginjal akan menurunkan GFR.Bila GFR sangat rendah maka filtrat dalam tubulus cukup lama. Tubulus sedikit permeabel terhadap ureum sehingga ada ureum yang tereabsorpsi ke dalam darah. Makin lama cairan dalam tubulus, konsentrasi ureum dalam plasma makin tinggi, sedangkan yang diekskresikan makin sedikit. Bila GFR sangat tinggi maka cairan yang mengalir melalui tubulus sangat cepat sehingga konsentrasi ureum yang direabsorpsi sangat sedikit, sedangkan yang diekskresikan ke dalam urin banyak.Selain mengindikasikan adanya gangguan fungsi ginjal, perbedaan konsentrasi urea sampel dan konsentrasi urea normal yang sangat jauh berbeda ini juga dapat disebabkan karena adanya kesalahan, ketidaktelitian dalam pengerjaan prosedur percobaan atau ketidakakuratan dalam pembacaan spektrofotometer yang digunakan yaitu spektrofotometer UV-Vis single beam.Pada saat pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis single beam ini, sampel dalam kuvet kurang tinggi sehingga posisi terkena celah/sinar berbeda-beda. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam pengukuran sampel urea.Untuk itu, pemeriksaan gangguan ginjal pendahuluan ialah dilakukan pemeriksaan urinalisis. Dari pemeriksaan tersebut diperoleh endapan urin abnormal, yaitu tingginya konsentrasi urea dalam sampel sehingga perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik lebih lanjut.

VIII. KesimpulanDari percobaan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa:1. Pemeriksaan fungsi ginjal dapat dilakukan dengan tes urea secara kinetika enzimatis.2. Konsentrasi ureum sampel (162,495 mg/dl) berada diatas nilai normal (10-50 mg/dl), yang mengindikasikan kemungkinan adanya gangguan fungsi ginjal.

DAFTAR PUSTAKADavey, P. 2005. At a Glance Medicine. Penerbit Erlangga. Jakarta.Dzakiyah. 2010. Test Pada Ginjal dan Urin. Available online at http://ygdi.org/ print_info.php?id=12. [Diakses Tanggal 8 Mei 2013]Evelyn, P.C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia. Jakarta.Ganong, W. F., 1995. Fisiologi Kedokteran edisi 14. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.NIDDK. 2009. The Kidneys and How They Work. Tersedia di http://kidney.niddk.nih.gov/Kudiseases/pubs/yourkidneys/ [diakses tanggal 21 April 2013]Price, A Sylvia and Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Penerbit Buku EGC. Jakarta.Riswanto. 2010. Urinalisis. Tersedia pada http://labkesehatan.com/2010/02 /urinalisis-1.html [Diakses pada tanggal 8 Mei 2013].Sacher, R. A., dan R. A, McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.