lapak
DESCRIPTION
kuliahTRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
“DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPI”
Disusun Oleh :
Sulistya Ningsih 260110110039 Pembahasan
Friendly 260110110040 Data Pengamatan, Perhitungan & Grafik
Indah Ardyanti Sagita 260110110041 Prinsip dan Teori
Agung Andayani 260110110042 Data Pengamatan, Perhitungan & Grafik
Rani Rubiyanti 260110110044 Pembahasan
Riko Herdianto 260110110045 Alat & Bahan, Prosedur
Halida Rahma Muthia 260110110046 Pembahasan
Hamidah Nuruljanah 260110110047 Penulis
Putu Listynelia Wirda 260110110048 Prinsip dan Teori
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPI
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memperoleh gambaran bagaimana rancangan eksperimen untuk
memperoleh DE50 dan DL50
2. Memahami konsep indeks terapi dan implikasi – implikasinya.
II. PRINSIP
1. Intensitas efek obat pada makhluk hidup lazimnya meningkat jika dosis
obat yang diberikan juga meningkat.
2. Semakin besar indeks terapi obat semakin besar efek terapeutiknya.
3. DE50 adalah Dosis yang memberikan efek yang diteliti pada 50% dari
hewan percobaan yang digunakan.
4. DL50 adalah Dosis yang menimbulkan kematian pada 50% dari hewan
percobaan yang digunakan.
III. TEORI
Pengobatan merupakan cara untuk memperbaiki, mencegah dan
mengurangi gejala dan penyebab adanya penyakit dengan melakukan diagnosa
dan pemberian dosis yang tepat. Kompleksitas dan dinamisasi yang alami dari
sistem biologis dan beberapa faktor – faktor tak terkontrol pada situasi nyata
membuat penentuan aturan dosis sangat sulit untuk diprediksi pada tiap-tiap
pasien sehingga pencarian model dosis harus selalu di perbaiki (ITS,2011).
Obat dari golongan barbiturat adalah golongan yang cukup efektif
sebagai antikonvulsi selain sebagai hipnotik sedatif. Fenobarbital merupakan
antikonvulsi yang pertama kali digunakan, kerjanya adalah dengan membatasi
aktivitas bangkitan kerja dan meningkatkan ambang rangsang pada korteks
serebri (Staff pengajar farmakologi FK Unsri, 2004).
Barbiturat digolongkan berdasarkan durasi kerjanya. Tiopental
merupakan obat yang bekerja secara singkat (beberapa menit); pentobarbital,
sekokarbital, dan amobarbital adalah obat-obat yang bekerja secara singkat
(beberapa jam); dan fenobarbital adalah obat yang bekerja lama (beberapa
hari) (Stringer, 2006).
Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase: farmasetik
(disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi.
Dalam fase farmasetik, obat berubah menjadi larutan sehingga dapat
menembus membran biologis. Jika obat diberikan melalui rute subkutan,
intramuscular, atau intravena, maka tidak terjadi fase farmasetik. Fase kedua,
yaitu farmakokinetik, terdiri dari empat proses (subfase):absorpsi, distribusi,
metabolisme (atau biotransformasi), dan ekskresi. Dalam fase
farmakodinamik, atau fase ketiga, terjadi respons biologis atau fisiologis
(Agustina, 2012).
Dosis lazim suatu obat dapat ditentukan sebagai jumlah yang dapat
diharapkan menimbulkan efek pada pengobatan orang dewasa yang sesuai
dengan gejalanya. Dosis tunggal diberikan untuk beberapa macam obat dan
dosis harian untuk yang lainnya, tergantung pada bahan obat, bentuk sediaan
dan keadaan yang diberi obat. Jika suatu obat dipakai dalam jangka waktu
yang lama seperti aspirin untuk artritis, maka dosis obat harian lebih tepat.
Dosis bahan obat dapat berbeda-beda, tergantung pada cara pemakaiannya.
Hal ini sebagian besar karena perbedaan tingkat penyerapan obat dan
kelanjutan kerja obat melalui berbagai cara setelah pemakaiannya. Selama
aktivitas biologik, produk-produk yang berlainan seperti penisilin,
poliomielitis vaksin, dan insulin berbeda-beda, maka setiap unit dari
aktivitasnya, tersendiri bagi setiap obat dan tidak ada hubungan antara satu
obat dan yang lainnya (Ansel, 1989).
Indeks terapi (LD50:ED50) merupakan perbandingan antara kedua dosis
itu, yang merupakan suatu ukuran keamanan obat. Semakin besar indeks
terapi, semakin aman penggunaan obat tersebut. Tetapi, hendaknya
diperhatikan bahwa indeks terapi ini tidak dengan begitu saja dapat
dikorelasikan terhadap manusia, seperti semua hasil percobaan dengan
binatang, karena adanya perbedaan metabolism (Syamsuni, 2006)..
Luas terapi (ED50-LD50) adalah jarak antara ED50 dan LD50, juga
dinamakan jarak keamanan (safety margins). Seperti indeks terapi, luas terapi
berguna juga sebagai indikasi untuk keamanan obat yang digunakan untuk
jangka waktu panjang. Obat dengan luas terapi kecil, yaitu dengan selisih kecil
antara dosis terapi dan dosis toksisnya, mudah sekali menimbulkan keracunan
bila dosis normalnya dilampaui, misalnya anti koagulansia kumarin, fenitoin,
teofilin, litiumkarbonat dan tolbutamida. Dosis obat harus diberikan pada
pasien untuk menghasilkan efek yang diharapkan tergantung dari banyak
faktor, antara lain usia, bobot badan, beratnya penyakit dan keadaan data
tangkis penderita (Syamsuni, 2006).
Untuk menyatakan toksisitas akut suatu obat, umumnya dipakai ukuran
LD50 (dosis letal median 50), yaitu suatu dosis yang dapat membunuh 50%
dari sekelompok binatang percobaan. Demikian juga sebagai ukuran dosis
efektif (dosis terapi), ukuran yang umumnya digunakan adalah ED50 (dosis
efektif median), yaitu dosis yang memberikan efek tertentu pada 50% dari
sekelompok binatang percobaan (Staff pengajar farmakologi FK Unsri, 2004).
LD50 ditentukan dengan memberikan obat dalam dosis yang bervariasi
(bertingkat) kepada sekelompok binatang percobaan. Setiap binatang
diberikan dosis tunggal. Setelah jangka waktu tertentu (misalnya 24 jam)
sebagian binatang percobaan ada yang mati, dan presentase ini diterangkan
dalam grafik yang menyatakan hubungan dosis (pada absis) dan presentase
binatang yang mati (pada ordinat) (Staff pengajar farmakologi FK
Unsri,2004).
LD50 bukanlah merupakan nilai mutlak, dan akan bervariasi dari satu
laboratorium ke laboratorium lain dan malahan pada laboratorium yang sama
akan berbeda hasilnya setiap kali melakukan percobaan. Oleh karena itu,
kondisi-kondisi pada percobaan pengujian harus dicatat, seperti spesies dan
strain binatang yang digunakan (harus sama setiap kali dilakukan percobaan),
serta cara pemberian, konsentrasi zat penambah untuk melarutkan obat atau
untuk membuat bentuk suspensi atau bubuk dan besarnya volume yang
diberikan harus seteliti mungkin dan dicatat (Staff pengajar farmakologi FK
Unsri,2004).
Dengan cara yang sama dengan pemeriksaan toksisitas akut, ditentukan
pula besarnya dosis yang dapat memberikan suatu efek tertentu dengan
patokan ada atau tidak ada efek sehingga dapat ditentukan pula besarnya ED50.
Perbandingan antara LD50 dan ED50 disebut sebagai “indeks terapeutik”
Indeks terapeutik = LD 50ED50
(Staff pengajar farmakologi FK Unsri,2004)
Karena adanya variasi individual (keragaman individu) dalam setiap
grup, hewan-hewan itu tidak mati pada dosis kimia yang sama. Oleh karena
itu, frekuensi respons, misalnya kematian, akan meningkat seiring
meningkatnya dosis. Di saat angka kematian atau frekuensi akibat lain diiplot
terhadap dosis pada sebuah skala logaritma, didapat sebuah kurva bentuk S.
Bagian pusat dari kurva (antara 16-84% respons) cukup pantas untuk
memperkirakan dosis LD50 dan ED50. Walaupun demikian, lingkup yang lebih
luas dari kurva itu dapat dihubungkan dengan membuat titik-titik pada basis
probit (probabilitas unit) (Harmita, 2006).
Kegunaan nilai LD50
Nilai ini berguna dalam beberapa hal :
1. klasifikasi zat kimia berdasarkan toksisitas relatif. Klasifikasi umum
sebagai berikut:
2. Pertimbangan bahaya akibat overdosis
3. Perencanaan studi toksisitas jangka pendek pada hewan.
4. Menyediakan informasi tentang:
5. Mekanisme keracunan;
6. Pengaruh terhadap umur, seks, inang lain dan faktor lingkungan;
7. Respons yang berbeda-beda di antara spesies dan galur.
(Harmita, 2006)
IV. BAHAN, ALAT, DAN HEWAN PERCOBAAN
4.1. Alat
1. Neraca Ohauss
2. Stopwatch
3. Syringe 2 ml
4.2. Bahan
1. Natrium klorida (NaCl) fisiologis
2. Suspensi fenobarbital 75 mg/kg
3. Suspensi fenobarbital 150 mg/kg
4. Suspensi fenobarbital 300 mg/kg
4.3. Hewan Percobaan
1. Empat ekor mencit
4.4. Gambar Alat
Neraca Ohauss Stopwatch Syringe
V. PROSEDUR
4 ekor mencit, masing-masing ditandai dengan menggunakan spidol
untuk membedakan mencit yang satu dengan yang lainnya, kemudian masing-
masing mencit ditimbang bobotnya dengan menggunakan neraca Ohauss,
hasil yang diperoleh dicatat. Kemudian mencit pertama disuntik dengan 0,2
NaCl fisiologis melalui intraperitonial, mencit yang kedua disuntik dengan 0,2
ml suspensi fenobarbital 75 mg/kg melalui intraperitonial, mencit yang ketiga
disuntik dengan 0,2 ml suspensi fenobarbital 150 mg/kg melalui
intraperitonial, dan mencit yang keempat disuntik dengan 0,2 ml suspensi
fenobarbital 300 mg/kg melalui intraperitonial. Kemudian seluruh mencit
diamati selama 1 jam. Tubuh mencit dibalikkan setiap 15 menit untuk
mengetahui apakah mencit masih memiliki “righting reflex, righting reflex
yaitu kemampuan mencit untuk membalikkan badannya kembali”. Waktu
pada saat mencit kehilangan “righting reflex” dicatat. Kemudian diamati
apakah ada mencit yang mati dan kemudian dicatat jumlah mencit yang masih
hidup dan yang telah mati setelah 1 jam. Kemudian dibuat tabel pengamatan
mencit selama 1 jam dengan interval waktu 0, 15, 30, 45, dan 60 menit.
Kemudian dibuat grafik log dosis terhadap persen kematian mencit.
VI. DATA PENGAMATAN
Kelom
pokNo
BB Mencit
(g)
mL
DosisPerlakuan
Interval Waktu
0 15 30 45 60
I
116,5 0,165
Nacl
Fisiologis- - - - -
2 14 0,14 75 mg - - - - -
3 19,5 0,195 150 mg - - - - -
4 15,5 0,155 300 mg - + + + +
II
121,5 0,215
Nacl
Fisiologis- - - - -
2 21 0,21 75 mg - - - - -
3 22 0,22 150 mg - - - - -
4 15,5 0,155 300 mg - - + + +
III
118,1 0,181
Nacl
Fisiologis- - - - -
2 19,9 0,199 75 mg - - - - -
3 20,0 0,2 150 mg - - - - -
4 19,5 0,195 300 mg - - - - -
VII. PERHITUNGAN
NaCl Fisiologis : 21,5 g
20 X 0,2 = 0,215 mL
Fenobarbital 75 mL : 21 g20
X 0,2 = 0,21 mL
Fenobarbital 150 mL : 22 g20
X 0,2 = 0,22 mL
Fenobarbital 300 mL : 15,5 g
20 X 0,2 = 0,155 mL
VIII. GRAFIK
Tabel Data Hasil Percobaan (Reed-Muench Metode)
Dosis
Mg/
Kg
Log
Dosis
Observasi
Kematian
Jumlah
hewan
mati
Jumla
h
hewan
hidup
Akumulasi hewan Rasio
Kematian
Persen
KematianMati Hidup Total
75 1,875 0/3 0 3 0 7 7 0/7 0
150 2,176 0/3 0 3 0 4 4 0/4 0
300 2,477 2/3 2 1 2 1 3 2/3 66,67
IX. PEMBAHASAN
Pada praktikum Farmakologi kali ini, akan dilakukan percobaan untuk
menguji dosis respon obat dan indeks terapi obat. Tujuan percobaan kali ini
adalah diharapkan agar mahasiswa dapat memperoleh gambaran bagaimana
merancang eksperimen untuk memperoleh DE50 dan DL50. Serta dapat
memahami konsep indeks terapi dan implikasi-implikasinya. Dosis yang
terlalu tinggi atau terlalu sering diberikan dapat menimbulkan efek toksik,
sedangkan dosis terlalu rendah tidak dapat menghasilkan efek yang diinginkan
(efek terapeutik). Oleh karena itu, dalam pemberian obat diperlukan
perhitungan dosis yang tepat. Dosis obat yang harus diberikan pada pasien
untuk menghasilkan efek yang diharapkan tergantung dari banyak faktor,
antara lain : usia, bobot badan, kelamin, besarnya permukaan badan, beratnya
penyakit dan keadaan pasien.
Pada percobaan ini dapat dilihat dengan jelas hubungan dosis terhadap
efek obat yang diberikan melalui intraperitorial kepada mencit. Mencit dipilih
sebagai hewan uji karena proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung
cepat dan suhu tubuhnya sangat mirip dengan manusia sehingga sangat cocok
untuk dijadikan sebagai objek pengamatan, selain itu mencit dipilih karena
tidak sukar ditangani (ukuran tubuhnya yang kecil) dan mudah didapat.
Cara pemberian obat merupakan salah satu penentu dalam
memaksimalkan proses absorbsi obat oleh tubuh karena sangat menentukan
efek biologis suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsi, dan
bioavailabilitas ( total obat yang dapat diserap), cepat atau lambatnya obat
mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of action),
intensitas kerja obat, respons farmakologi yang dicapai serta dosis yang tepat
untuk memberikan respons tertentu.
Pengujian efek obat pada praktikum kali ini yaitu dengan cara
menyuntikkan fenobarbital pada mencit melalui intraperitorial. Intraperitorial
terletak pada rongga bawah perut kanan atau kiri dimana di sana terletak
banyak mesentrium yang mengandung pembuluh darah dan peritorium
mempunyai pemakaian absorpsi yang sangat luas sehingga memudahkan obat
terabsorbsi dengan baik dan dapat cepat menghasilkan efek yang diinginkan,
tetapi sebelum masuk saluran sistemik obat terlebih dahulu dimetabolisme di
dalam hati. Keuntungan pemeberian suntikan parenteral yaitu timbulnya efek
lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral, dapat
digunakan untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah, diare, pasien yang
sulit menelan atau pasien yang tidak kooperatif. Komplikasi yang sering
terjadi adalah bila PH, osmolaritas dan kepekatan cairan obat yang
diinjeksikan tidak sesuai dengan kondisi tempat penusukan, serta dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan sekitar tempat injeksi.
Penyuntikan dilakukan pada posisi jarum suntik sekitar 10 derajat, ini
dimaksudkan agar suspensi obat langsung beredar ke pembuluh darah, tidak
masuk ke dalam paru-paru atau saluran pencernaan mencit yang dapat
menyebabkan kematian. Obat fenobarbital yang digunakan adalah dalam
bentuk suspensi. Bentuk ini dipilih karena fenobarbital adalah sebuk yang
tidak larut dalam air sehingga dipilih sediaan sebagai suspensi.
Setiap kelompok praktikan mendapatkan 4 ekor mencit. Masing-masing
mencit ditimbang untuk menentukan dosis obat yang akan diberikan dan
diberi tanda yang berfungsi sebagai tanda pengenal variasi dosis obat yang
akan diberikan pada mencit agar tidak tertukar. Mencit pertama tanpa tanda
pengenal diberikan NaCl fisiologis dengan berat badan 21,5 gram, NaCl
fisiologis merupakan cairan elektrolit yang komposisinya mirip dengan cairan
tubuh sehingga tidak akan memmberikan efek farmakologis apapun bila
diberikan pada mencit. Mencit kedua diberi tanda “strip 1” dengan dosis obat
75mg/kg BB seberat 21 gram, mencit ketiga diberi tanda “strip 2” dengan
dosis obat 150 mg/kg BB seberat 22 gram, dan mencit keempat diberi tanda
“strip 3” dengan dosis paling besar 300 mg/kg BB seberat 15,5 gram.
Penimbangan ini dilakukan menggunakan alat neraca “ohaus”. Neraca Ohauss
ini terdiri atas tiga batang skala. Batang pertama berskala ratusan
gram, batang kedua berskala puluhan gram, dan batang ketiga berskala satuan
gram. Neraca ini mempunyai ketelitian hingga 0,1 g. Mencit yang akan
ditimbang diletakkan di atas piringan. Setelah beban geser disetimbangkan
dengan benda, massa mencit dapat dibaca pada skala neraca.
Pemberian dosis fenobarbital ditujukan untuk menguji efek farmakologis
dari obat tersebut. Fenobarbital merupakan golongan obat yang
mempengaruhi susunan saraf pusat. Efek utama yang ditimbulkan adalah
depresi sistem syaraf pusat. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari
sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anastesia, koma sampai kematian. Barbiturat
bekerja pada seluruh sistem syaraf pusat, walaupun pada setiap tempat tidak
sama kuatnya. Dosis non anestesi terutama menekan respon secara paska
sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak
semuanya melalui GABA sebagai mediator.
Fenobarbital memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi
dan inhibisi transmisi sinaptik. Kapasitas Fenobarbital membantu kerja GABA
sebagian menyerupai kerja benzodiazepin, dimana GABA akan membukan
kanal ion Cl- sehingga GABA dipenuhi ion Cl- dan terjadi lah hiperpolarisasi,
yang menyebabkan penekanan sistem syaraf pusat.
Efek hipnotik Fenobarbital dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit
dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis dan tidak disertai
mimpi yang mengganggu, sedikit menyebabkan sifat masa bodoh terhadap
rangsangan dari luar. Pada mencit efek hipnotik diperlihatkan dengan
hilangnya “righting reflex”. Yaitu hilangnya refleks pada mencit jika kita
membalikkan tubuhnya ke kanan. Jika tubuh mencit dibalikkan biasanya akan
tetap kembali seperti semula yaitu tetap berdiri dengan tegak karena
mempunyai “righting reflex”. Tetapi jika efek fenobarbital sudah bekerja
maka mencit akan kehilangan “righting reflex” tersebut dan benar-benar
dalam keadaan tidak sadar (tertidur lelap).
Percobaan ini dilakukan pada 4 rentang waktu yang berbeda.
Pengamatan dilakukan pada menit ke 15, 30, 45 dan 60. Dosis Fenobarbital
yang digunakan bervariasi, yaitu 75 mg/kg BB, 150 mg/kg BB, 300 mg/kg BB
dan NaCl fisiologis. Ini dimaksudkan agar dapat mengetahui DE50 dan DL50,
yaitu dosis yang masing-masing memberikan efek terapi atau yang
memberikan efek mematikan 50% dari jumlah hewan percobaan. Sedangkan
penggunaan NaCl fisiologis adalah sebagai kontrol negatif, dimana kontrol
negatif adalah hewan percobaan dilukai (pada pemberian suntik pada
tubuhnya) tetapi pada suntikan tidak terkandung obat didalamnya, sehingga
dengan demikian dapat dibandingkan antara mencit yang diberikan obat
dengan yang tanpa obat.
Langkah pertama yang dilakukan ialah menghitung dosis yang
digunakan pada hewan percobaan. Untuk dapat menghitung dosis normal pada
mencit maka harus dilakukan terlebih dahulu adalah menimbang berat badan
mencit kemudian menghitung dosis normal dengan cara mengkonversi dosis
normal manusia dengan berat 70kg, proses konversi ini dilakukan karena
aktivitas suatu obat akan berefek berbeda pada variasi berat badan. Dari hasil
perhitungan diperoleh dosis normal yang digunakan adalah,
Mencit 1 : NaCl fisiologis diberikan sebanyak 0,215 ml
Mencit 2 : Fenobarbital 75mg/kg BB dengan dosis 0,2mg diberikan sebanyak
0,21ml
Mencit 3 : Fenobarbital 150mg/kg BB dengan dosis 3mg diberikan sebanyak
0,22 ml
Mencit 4 : Fenobarbital 300mg/kg BB dengan dosis 6mg diberikan sebanyak
0,155 ml
Setelah diketahui dosis normal pada keempat mencit tersebut kemudian
diberikan 4 perlakuan yang berbeda seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
hal ini dimaksudkan untuk mengetahui ED50 dan LD50.
Awal terjadinya efek obat dapat dilihat dari pengamatan perilaku mencit.
Bila mencit cenderung diam dan matanya sedikit tertututp, itu dapat dijadikan
parameter sebagai efek obat. Pada saat mencit mulai menjadi pendiam, dicatat
waktu berapa lama efek obat. Dari pengamatan, diperoleh waktu masing-
masing mencit menunjukkan efek awal obat.
Mencit 1 : dosis NaCl fisiologis, mencit tetap aktif
Mencit 2 : dosis 75 mg/kg BB masih aktif, sampai akhirnya setelah menit ke
63 mulai terlihat penurunan keaktifan sikap
Mencit 3 : dosis 150 mg/kg BB pada menit ke 35’52’’ mulai diam, mata
hampir tertutup
Mencit 4 :dosis 300 mg/kg BB pada menit ke 30’43’’ mulai diam dan
perlahan kehilangan rig hting reflex pada menit ke 35
Pada data tersebut, dapat dilihat bahwa mencit yang diberikan dosis
paling tinggi, yaitu 300mg/ml memberikan efek awal obat lebih cepat
dibandingkan dengan dosis lainnya yang lebih kecil. Namun, pada mencit 2,
tidak memberikan tanda-tanda bahwa obat telah berefek sampai menit ke 60
lewat 3 detik barulah terlihat tanda-tanda tersebut. Seharusnya efek obat
fenobarbital bekerja pada menit ke 20-60. Pada data mencit 4 terlihat tanda-
tanda pada menit ke 30 padahal dengan dosis yang paling besar seharusnya
tanda-tanda tersebut dapat terlihat saat menit ke 20 dimana saat itu lah
fenobarbital bekerja. Hal ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan,
seperti:
1.Kesalahan dalam penyuntikan.
Pemberian sediaan intraperitoneal yang tidak tepat, misalkan yang tersuntik
menjadi melalui jalur subkutan maka bagian yang tersuntik akan bengkak dan
mempengaruhi jalur kerja obat menuju susunan saraf pusat.
2. Penakaran dosis yang kurang tepat.
Hal ini dikarenakaan keterbatasan pembacaan skala pada alat suntik. Misalnya
dosis yang tertingal pada saat penyuntikan intraperitoneal yang tidak tepat
disuntikan akan mempengaruhi dosis.
3. Ketidakseragaman bobot mencit dan keadaan mencit
Keadaan mencit yang tidak serba sama menjadi variabel yang sangat sulit
dikontrol oleh praktikan. Cara pencegahan yang bisa dilakukan adalah
mengelompokan mencit dalam suatu range berat badan.
4. Penimbangan berat badan mencit yang kurang tepat.
Ini menyebabkan jumlah dosis yang diberikan tidak sesuai dengan seharusnya
dan menyebabkan penakaran dosis yang kurang tepat
5. Perbedaan metabolisme dari masing-masing mencit sehingga menyebabkan
respon obat berbeda walaupun dosisnya sama.
6. Pemakaian Jarum suntik yang Tidak Tepat
Setiap jenis variasi dosis obat Fenobarbital memiliki jarum suntik yang
tertera sesuai dosis yang ada, sehingga saat praktikan menggunakan jarum
suntik yang salah tentu akan tercampur antara dosis satu dengan yang lainnya
yang membuat konsentrasi obat berbeda-beda (tidak sesuai) saat disuntikan
kepada mencit. Ini lah salah satu faktor penyebab terjadinya respon obat yang
tidak sesuai dengan seharusnya.
Setelah dilakukan pengamatan respon Fenobarbital dengan variasi dosis
terhadap mencit, akan didapatkan indeks terapi pada Fenobarbital yang berasal
dari perbanding ED50 dan LD50 , kemudian ditetapkanlah implikasi terapi suatu
obat dengan kurva dosis respon. Kurva dosis respon ini mencakup hasil
pengamatan 4 kelompok dengan perlakuan yang sama.
Berdasarkan kurva yang telah digambarkan, ditunjukkan adanya
hubungan antara jumlah zat kimia sebagai dosis dan setiap efek/respon yang
disebabkan oleh pemberian dosis pada hewan percobaan yang mendapat
perlakuan tersebut. Suatu dosis dan respon akan membentuk suatu hubungan
yang disebut sebagai hubungan dosis-respon. Hubugan dosis respon tersebut
merupakan konsep dasar dari toksikologi. Pengertian dosis respon dalam
toksikologi adalah suatu proporsi dari sebuah populasi yang terpapar dengan
suatu bahan dan akan mengalami respon spesifik pada dosis, interval waktu
dan pemaparan tertentu.
Untuk mengetahui hubungan antara dosis atau konsentrasi dan kerja
suatu bahan kimia dapat dilakukan dengan mengubah-ubah dosis, kemudian
mengukur intensitas kerja pada hewan percobaan, yaitu dilakukan pengamatan
pada righting reflex (hubungan dosis-respon) dimana pada cara tersebut,
terdapat penambahan jumlah dosis yang mempengaruhi jumlah hewan
percobaan yang mengalami righting reflex dan waktu yang lebih cepat. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan dosis akan meningkatkan efek hingga
terjadinya efek maksimal.
Hubungan dosis-respon biasanya bersifat kuantitatif. Pada kurva dengan
gambar secara linier terhadap dosis, maka dosis yang menyebabkan 50%
individu memberikan reaksi, digunakan sebagai besaran bagi aktivitas (ED50)
atau letalitas/kematian (LD50) dari pemberian obat yang diamati. Pada respon
ini, kenaikan dosis secara teratur akan menaikkan respon pada individu secara
teratur pula. Dengan naiknya dosis obat, maka respon juga akan meningkat
dengan batas maksimal.
Kurva kuantal efek dosis sering dikarakterisasi dengan menyatakan dosis
efektif median (ED50, Median Effective Dose) yaitu dosis dimana 50%
individu menunjukkan efek kuantal tertentu. Sedangkan dosis yang
dibutuhkan dalam menghasilkan efek toksik tertentu dalam 50% hewan uji
disebut dosis toksik median (TD50, Median Toxic Dose). Apabila efek
toksiknya adalah kematian hewan uji, maka dapat ditentukan secara
eksperimental dengan dosis letal median (LD50, Median Lethal Dose)
merupakan dosis kematian untuk kematian 50% hewan uji.
Berdasarkan kurva dan tabel data hasil percobaan didapatkan persen
kematian pada dosis 75 mg/kg BB adalah 0 % , ini menandakan mencit dari
setiap kelompok pada dosis sekian masih hidup dan bertahan hingga menit ke
60 sama halnya seperti pada dosis 150 mg/kg BB yaitu 0 %. Sedangkan pada
dosis 300 mg/kg BB terdapat 2 mencit yang mengalami kematian dari 3
mencit sehingga persen kematian yang didapat 66,67 %. Dengan data tersebut
maka kurva yang dihasilkan adalah kurva dalam bentuk kurva dosis respon
terjal, dimana menunjukkan dosis efektif obat yang tinggi, tetapi toksisitasnya
juga tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dosis
penggunaan obat golongan Fenobarbital, maka semakin besar persen kematian
suatu organisme, yang menyebabkan nilai pada indeks terapi yang
ditimbulkan semakin kecil dan berarti tingkat keamanan obat juga semakin
kecil, karena toksisitas obat yang semakin besar.
Dalam keadaan sesungguhnya, hubungan dosis dan intensitas efek
tidaklah sederhana, karena banyak obat bekerja secara kompleks dalam
mengahasilkan efek. Efek antihipertensi misalnya, merupakan kombinasi efek
terhadap jantung, vaskular dan sistem saraf. Walaupun demikian suatu kurva
kompleks dapat diuraikan kedalam kurva-kurva sederhana untuk masing-
masing komponennya. Kurva sederhana ini, bagaimanapun bentuknya,
mempunyai 4 variabel, yaitu potensi, kecuraman (slope), efek maksimal, dan
variasi biologik.
Potensi menunjukkan rentang dosis obat yang menimbulkan efek. Efek
maksimal adalah respon maksimal yang ditimbulkan obat bila diberikan pada
dosis yang tinggi. Slope atau lereng log DEC merupakan variabel yang
penting karena menunjukkan batas keamanan obat. Lereng yang curam,
misalnya pada fenobarbital, menunjukkan bahwa dosis yang menimbulkan
koma hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan oleh dosis yang menimbulkan
sedasi.
X. KESIMPULAN
1. Dapat memperoleh gambaran bagaimana rancangan eksperimen untuk
membuat grefik log dosis terhadap persentase kematian.
2. Dapat memahami konsep indeks terapi dan implikasi – implikasinya
sehingga dari percobaan didapat batas keamanan obat yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, C.Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press. Jakarta.
Agustina, A . 2012 . Sifat Kerja Obat . Availbale online at http://nissanisso-
fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-49831-Umum-sifat%20kerja
%20obat.html [Diakses 16 Maret 2013]
Harmita dan Maksum Radji. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
ITS.2011.Pendahuluan Dosis Respon Obat.Available online at
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15221-Chapter1-923412.pdf
[Diakses 16 Maret 2013]
Staff Ahli Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Stringer, Janet L. 2006. Konsep Dasar Farmakologi: Panduan Untuk Mahasiswa
Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Syamsuni . 2006 . Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi . Jakarta : EGC.