lap. pemeliharaan
DESCRIPTION
LAPORAN PRAKTIKUMILMU TERNAK POTONG DAN KERJA “PEMELIHARAAN”TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMILMU TERNAK POTONG DAN KERJA
“PEMELIHARAAN”
NAMA : ANDI SUKMA INDAHNIM : I111 12 275KELOMPOK : II (DUA)GELOMBANG : I (SATU)ASISTEN : SAMSU ALAM RAB
LABORATORIUM ILMU TERNAK POTONG DAN KERJAFAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan produk peternakan sekarang ini sangat tinggi.
Masyarakat Indonesia sudah mulai sadar akan pentingnya kebutuhan protein
hewani dalam mencukupi kebutuhan nutrisinya. Produk peternakan adalah
produk yang sangat primer. Sebagai contoh yaitu daging, telur, susu merupakan
produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Untuk saat ini banyak kalangan yang
beranggapan bahwa dunia peternakan adalah dunia yang kurang mempunyai
prospek ke depan. Apabila kita kaji dan kita perdalam tentang dunia peternakan
kita akan memperoleh makna yang sangat berharga. Untuk itu saat ini saja orang
terus memerlukan produk dari sektor peternakan walaupun telah kita ketahui
bersama, untuk harga produk peternakan jauh di atasrata-rata harga produk
lainnya. Pada sapi potong khususnya yang asli Indonesia adalah sapi Bali,
Madura, Sumba dan peranakan Sumba Ongole (SO).
Adanya potensi yang kita miliki sudah sewajarnya jika kita
mengembangkan produk ternak potong, agar dapat memenuhi kebutuhan protein
hewani masyarakat kita. Kegiatan yang dilakukan pda saat praktikum ternak
antara lain pengamatan manajemen seleksi dan breeding, manajemen perawatan,
manajemen sanitasi dan pencegahan penyakit, manajemen pakan, manajemen
perkandangan dan manajemen penanganan limbah. Hal inilah yang
melatarbelakangi dilakukannya Praktikum Pemeliharaan.
B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui mengenai sanitasi
kandang, pencampuran dan pemberian pakan, serta dapat mengetahui jumlah
populasi ternak sapi potong yang digembalakan.
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui
bagaimana cara membersihkan atau sanitasi kandang, pencampuran dan
pemberian pakan serta mengetahui jumlah ternak yang digembalakan.
BAB II
ISI
A. Teori Pertumbuhan Pada Ternak
1) Proses Pertumbuhan
Proses pertumbuhan merupakan suatu proses pertambahan berat hidup
pada seekor ternak yang dimulai sejak terjadinya fertilisasi, yaitu saat bersatunya
sel telur dengan spermatozoa sehingga terbentuk zygote, kemudian tumbuh
menjadi embrio, fetus, dan selanjutnya lahir sebagai anak serta berakhir pada saat
mengalami kematian yang alami sebagai akibat proses penuaan. Pada proses
pertumbuhan dapat dibedakan dalam 2 pengertian, yaitu (Damarapeka, 2011):
a. Pertambahan (growth). Pertumbuhan dalam arti pertambahan mempunyai
pengertian sebagai pertambahan yang meliputi ukuran dan bobot dari suatu
jaringan, misalnya jaringan daging, jaringan tulang dan jaringan syaraf yang
ditandai dengan sel-selnya bertambah banyak jumlahnya (proses perbanyakan
sel).
b. Perkembangan (development). Pertumbuhan dalam arti perkembangan
mempunyai pengertian sebagai perubahan dari bentuk badan atau
konformasinya. Singkatnya, proses perkembangan dapat diartikan sebagai
proses perubahan bentuk, struktur dam konformasinya.
Pola pertumbuhan secara keseluruhan, yaitu sejak fase embrional sampai
dengan pertumbuhan yang maksimum yaitu pada saat dicapainya dewasa tubuh
merupakan proses yang cepat dan mempunyai pola yang tetap dan apabila
digambarkan dalam suatu diagram atau kurva maka akan berbentuk sigmoid.
Kurva sigmoid akan dapat terjadi apabila seekor ternak tumbuh dalam lingkungan
yang optimal, namun apabila seekor ternak yang pada waktu masih muda pernah
mengalami kekurangan makanan, maka pertumbuhannya akan terhambat dan
pertambahan berat badannya rendah, sehingga kurva sigmoid tidak akan tercapai
(Damarapeka, 2011).
2) Fase-Fase Pertumbuhan
Pada proses pertumbuhan yang berlangsung mulai dari saat fertilisasi
hingga ternak mengalami kematian sebagai akibat proses penuaan terbagi dalam
3 fase berdasarkan pada kecepatan pertumbuhannya, yaitu (Damarapeka, 2011) :
a. Fase stasioner/initial/ latent. Pada fase ini dimulai dari masa embrional
sampai dengan fetus berumur 2/3 masa kebuntingan, misalnya untuk sapi
sampai fetus berumur 6 bulan dalam kandungan. Dalam fase ini belum
terlihat dengan jelas pertumbuhannya apabila dibandingkan dengan
pertumbuhan secara keseluruhan akan tetapi persentase kecepatan tumbuh
adalah tinggi.
b. Fase eksponensial/ fase logaritmis. Fase ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
(a) bagian pertama, dimulai dari umur fetus 1/3 akhir masa kebuntingan
sampai dengan dicapainya umur dewasa kelamin (pubertas), misalnya pada
sapi dari umur 3 bulan menjelang lahir sampai dengan umur pubertas yaitu 7-
8 bulan. Pada fase bagian ini merupakan fase pertumbuhan yang memiliki
kecepatan tumbuh paling cepat. (b) bagian kedua, dimulai saat pubertas
sampai tercapainya ukuran tubuh yang maksimal, yaitu pada sapi sampai
umur 7-8 tahun. Pada fase bagian ini merupakan fase yang proses
pertumbuhannya berangsur-angsur kecepatannya berkurang sampai suatu saat
tidak terjadi proses pertumbuhan. Pada fase eksponensial/logaritmis ini grafik
persentase kecepatan tumbuh menunjukan kecenderungan menurun.
c. Fase regresi.
Fase ini merupakan kelanjutan dari fase sebelumnya dan berakhir sampai
dengan terjadinya kematian yang alami. Pada fase ini tidak terjadi
pertumbuhan, bahkan memungkinkan terjadi adanya suatu penyusutan berat
atau ukuran sehingga dikatakan fase regresi. Setelah pertumbuhan maksimum
dicapai, maka proses pertumbuhan dapat dikatakan berhenti tetapi dilanjutkan
dengan proses lain dari kehidupan yang meliputi proses regenerasi, reparasi,
reproduksi, dll.
Proses pertumbuhan apabila ditinjau dari ruang lingkup kehidupan ternak,
maka dapat dibagi dalam 2 periode waktu yaitu (Damarapeka, 2011).:
a. Pertumbuhan pre-natal. Pertumbuhan pre-natal merupakan pertumbuhan pada
periode waktu selama masih embrio, yang kemudian tumbuh berkembang
menjadi fetus (dalam kandungan). Pada periode ini pertumbuhan fetus yang
terbesar mulai dari 2/3 akhir masa kebuntingan, oleh karena itu hendaknya
mulai saat itu pemberian makanan induk diusahakan sebaik mungkin karena
pada pertumbuhan pre-natal ini banyak dipengaruhi oleh kondisi induk
melalui fungsi dari placenta.
b. Pertumbuhan post-natal. Pertumbuhan post-natal dimulai dari saat dilahirkan
sampai dengan terjadinya kematian secara alami. Pada saat lahir sampai
dengan saat penyapihan terjadi pertumbuhan yang relatif cepat dan kemudian
setelah umur sapih mengalami penurunan sedikit. Kecepatan pertumbuhan
anak sejak dilahirkan sampai dengan disapih sangat bergantung kepada atau
banyak ditentukan oleh produksi air susu induk, disamping adanya pengaruh
dari makanan dan lingkungan. Dengan kata lain, pertumbuhan selama
periode laktasi banyak dipengaruhi oleh faktor induk. Pada saat menjelang
dewasa kelamin terjadi pertumbuhan yang cepat kembali, sedang pada saat
menjelang dewasa tubuh (mature), laju pertumbuhan relatif lambat dan
sesudah itu pemeliharaan ternak potong pada umumnya sudah tidak
menghasilkan kenaikan berat badan lagi. Pada ternak sapi dewasa kelamin
dicapai pada umur lebih kurang 8 bulan, sedangkan dewasa tubuh dimana
maksimum ukuran tubuhnya tercapai yaitu kira-kira pada umur 6-8 tahun.
B. Sistem Produksi Ternak
Sistem produksi ternak potong menjadi point center dalam kemajuan
usaha peternakan, kebijakan dan dukungan pemerintah dalam hal memperbaiki
dan menunjukkan sistem produksi ternak potong yang sesuai dan cocok
dengan kondisi daerah di Indonesia (Zakariah, 2012).
Sistem pemeliharaan sapi potong dikategorikan dalam tiga yaitu
sistem pemeliharaan intensif yaitu ternak dikandangkan, sistem pemeliharaan
semi intensif yaitu ternak dikandangkan pada malam hari dan dilepas di
padang penggembalaan pada pagi hari dan sistem pemeliharaan ekstensif
yaitu terna dilepas di padang penggembalaan (Zakariah, 2012).
Usaha peternakan yang menggunakan model intensif memiliki ciri-ciri
penggunaan area terbatas, kehidupan ternak sangat bergantung dengan
campur tangan manusia, penggunaan teknologi sangat dibutuhkan, serta
penggunaan sarana produksi yang intensif sehingga membutuhkan biaya yang
tinggi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Sistem pemeliharaan semi
intensif memiliki ciri tenaga kerja, dan modal tidak di perhitungkan secara
bisnis. Tenaga kerja dilakukan sendiri oleh peternak, kandang di buat sendiri dan
hijauan dicari dari sekeliling tempat tinggal peternak (Zakariah, 2012).
C. Sistem Perkandangan
Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan
kandang dan sarana maupun prasarana yang bersifat sebagai penunjang
kelengkapan dalam suatu peternakan. Sarana fisik tersebut antara lain kantor
pengelola, gudang, kebun hijauan pakan, dan jalan (Peter, 2012).
Kandang berfungsi untuk melindungi sapi potong dari terik matahari,
hujan, udara dingin, terpaan angin, tempat sapi beristirahat dengan nyaman,
tempat mengumpulkan kotoran, melindungi sapi dari hewan pengganggu dan
memudahkan pelaksanaan pemeliharaan. Pemilihan lokasi kandang harus
memperhatikan faktor lingkungan yang meliputi tidak berdekatan dengan
pemukiman penduduk, pembuangan limbah yang baik, tersedia air bersih yang
cukup, jarak kandang dengan rumah penduduk sekitar 10 m, letak kandang
sekitar 20-30 cm lebih tinggi dari permukaan lahan sekitarnya (Peter, 2012).
Pembuatan kandang sapi potong perlu memperhatikan konstruksi
kandang. Hal-hal yang termasuk dalam konstruksi kandang yaitu atap kandang,
dinding kandang, lantai kandang, tempat pakan dan minum, gang/jalan, dan
selokan. Atap dapat berupa genting, asbes, seng, atau rumbia. Bahan atap yang
paling baik adalah dari bahan genting dan asbes karena tidak menimbulkan panas,
sedangkan atap kandang dari bahan seng dapat menyebabkan suhu udara dalam
kandang sangat panas. Apabila atap terbuat dari genting, maka kemiringannya
30-450 sedangkan atap yang terbuat dari asbes dan seng kemiringannya 15-200.
Ketinggian atap yang terbuat dari genting adalah 4,5 m untuk lokasi kandang di
dataran rendah sampai menengah dan 4 m untuk lokasi kandang di dataran
tinggi, sedangkan atap kandang dari bahan asbes dan seng ketinggiannya 4 m
untuk lokasi kandang di dataran rendah sampai menengah dan 3,5 m untuk lokasi
kandang di dataran tinggi (Peter, 2012).
Ada 2 macam model kandang sapi yaitu kandang bebas (loose housing)
dan kandang konvensional (conventional/stanchion barn). Kandang bebas
merupakan kandang terbuka tanpa penyekat antara ternak sehingga ternak bebas
bergerak pada areal yang cukup luas. Kandang konvensional merupakan kandang
yang diberi penyekat sehingga ternak tidak mempunyai kesempatan untuk
bergerak bebas. Ada dua tipe kandang konvensional yaitu kandang tipe tunggal
dan tipe ganda. Penempatan sapi dalam satu baris biasa dilakukan jika
menggunakan kandang tipe tunggal. Kandang tipe ganda, penempatan sapi
dilakukan dengan membuat dua baris atau jajaran dengan saling berhadapan atau
saling bertolak belakang dan di antara kedua baris sapi itu dibuat jalur untuk jalan
(Peter, 2012).
Penempatan sapi-sapi dalam kandang dapat dilakukan pada satu baris atau
satu jajaran. Penempatan sapi juga dapat dilakukan dengan dipisahkan sesuai
statusnya yaitu antara sapi bakalan dan sapi yang sudah siap jual. Ukuran
kandang pemeliharaan untuk satu ekor sapi dewasa adalah panjang 2,10 m dan
lebar 1,45 m untuk sapi lokal, sedangkan sapi impor panjang 2,10 m dan lebar
1,50 m (Peter, 2012).
D. Sistem Pemberian Pakan
Pakan sangat penting untuk diperhatikan, karena pakan sangat besar
pengaruhnya terhadap pertambahan bobot badan sapi. Pakan diperlukan untuk
hidup pokok, pertumbuhan, reproduksi, dan produksi daging. Zat gizi utama yang
dibutuhkan sapi potong adalah protein dan energi (Anonim, 2012).
Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3 cara: yaitu
penggembalaan (Pasture fattening), kereman (dry lot faatening) dan kombinasi
cara pertama dan kedua (Anonim, 2012):
Penggembalaan dilakukan dengan melepas sapi-sapi di padang rumput, yang
biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai tempat penggembalaan cukup
luas, dan memerlukan waktu sekitar 5-7 jam per hari.
Pakan dapat diberikan dengan cara dijatah/disuguhkan yang dikenal dengan
istilah kereman. Sapi yang dikandangkan dan pakan diperoleh dari ladang,
sawah/tempat lain. Setiap hari sapi memerlukan pakan kira-kira sebanyak
10% dari berat badannya dan juga pakan tambahan 1% - 2% dari berat badan.
Ransum tambahan berupa dedak halus atau bekatul, bungkil kelapa, gaplek,
ampas tahu yang diberikan dengan cara dicampurkan dalam rumput ditempat
pakan. Selain itu, dapat ditambah mineral sebagai penguat berupa garam
dapur, kapus.
Pemberian pakan sapi yang terbaik adalah kombinasi antara penggembalaan
dan keraman. Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi menjadi 3 kategori,
yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan silase. Macam hijauan segar adalah
rumput-rumputan, leguminosa dan tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik
untuk pakan sapi adalah rumput gajah, rumput raja, daun turi, daun lamtoro.
Pemberian jumlah pakan berdasarkan periode sapi seperti anak sapi
sampai sapi dara, periode bunting, periode kering kandang dan laktasi. Pada anak
sapi pemberian konsentrat lebih tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput
bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan
pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi)
memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam
ransumnya (Anonimg, 2012).
Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek,
dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur,
kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan
sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi
harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan perhari.Pemeliharaan
utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga
kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan
secara intensif dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau,
setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan
diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi
kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya (Anonim, 2012).
E. Teknik Pencampuran
Pencampuran pakan dapat dilakukan secara manual yaitu menggunakan
alat sederhana berupa skop yang dilakukan di atas lantai atau menggunakan
mesin (feedmill). Pencampuran secara manual dilakukan oleh tenaga kerja
manusia, dengan cara bahan pakan disusun sesuai formula mulai dari yang
jumlahnya paling banyak hingga yang paling sedikit dan kemudian dilakukan
pencampuran (Gunawan et al., 2003).
Penyampuran pakan menggunakan mesin dilakukan oleh serangkaian
mesin-mesin yang biasanya dioperasikan oleh pabrik-pabrik pakan ternak yang
memproduksi pakan dalam jumlah puluhan ton setiap hari. Mesin pembuat pakan
terdiri atas mesin penggiling, mesin penimbang, mesin pemutar, mesin pemindah
bahan, mesin penghembus dan mesin pencampur. Diagram dari penyampuran
menggunakan mesin dengan kapasitas 1 ton/jam (Gunawan et al., 2003).
Proses pakan menggunakan mesin lebih efisien dalam penggunaan tenaga
kerja dan menghasilkan campuran pakan lebih homogen. Pengalaman selama ini
menunjukkan bahwa biaya processingpakan hingga packagingberkisar antara Rp.
85 hingga Rp. 100 untuk per kg campuran pakan (Gunawan et al., 2003).
F. Sistem Penggembalaan
Sistem penggembalaan adalah pemeliharaan ternak sapi yang
dilaksanakan dengan cara ternak digembalakan di suatu padang penggembalaan
yang luas, terdiri dari padang penggembalaan rumput dan leguminosa. Sistem
padang penggembalaan merupakan kombinasi antara pelepasan ternak di padang
penggembalaan bebas dengan pemberian pakan. Padang penggembalaan tersebut
bisa terdiri dari rumput atau leguminosa. Tetapi suatu padang rumputnya yang
baik dan ekonomis adalah yang terdiri dari campuran rumput dan leguminosa
(Maslikha, 2013).
Hingga abad ke 19, metode penggembalaan secara umum tidak tampak.
Wilayah penggembalaan hewan ternak digembalakan berlebihan dalam waktu
lama (overgrazing) sehingga menimbulkan kerusakan lahan dan penurunan hasil
ternak. Berikut Jenis-jenis sistem penggembalaan (Anonim, 2013).
1. Penggembalaan musiman
Penggembalaan musiman adalah menggembalakan hewan ternak pada area
tertentu dan di musim tertentu pada tahun tersebut. Hal ini memungkinkan
suatu lahan diistirahatkan selama penggembalaan tidak berlangsung untuk
menumbuhkan rerumputan kembali. Di musim ketika hewan ternak tidak
digembalakan, hewan ternak diberi pakan fermentasi (silase).
2. Penggembalaan rotasi
Penggembalaan rotasi membagi wilayah penggembalaan menjadi beberapa
titik untuk menjadi tempat-tempat yang digembalakan secara berurutan
hingga kembali ke titik awal. Penggembalaan rotasi harus memperhitungkan
"waktu istirahat" yang cukup bagi lahan di suatu titik untuk menumbuhkan
kembali rumputnya. Metode ini dilakukan sepanjang musim jika
memungkinkan.
3. Penggembalaan petak-bakar
Penggembala membakar sepetak lahan yang berisi rumput kering. Area yang
telah terbakar ini kemudian akan menumbuhkan rumput baru dan hewan
ternak digembalakan setelah rumput baru tumbuh. Setelah dua tahun atau
lebih, petak lainnya dibakar untuk menumbuhkan rumput baru. Metode ini
mencerminkan hubungan antara ekologi api dan bison di padang rumput dan
sabana. Usaha ini juga digunakan untuk memulihkan populasi bison yang
pernah hampir punah di alam liar. Kini bison tidak dikategorikan sebagai
hewan yang terancam punah karena sudah didomestikasi.
4. Penggembalaan tepian
Penggembalaan tepian digunakan untuk melestarikan hewan liar yang berbagi
kawasan penggembalaan dengan hewan ternak. Manajemen dilakukan seperti
penggunaan pagar atau dibatasi oleh situs alam seperti sungai. Manajemen
dilakukan terutama jika spesies, jumlah, dan periode penggembalaan yang
berbeda.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Pemeliharaan dilaksanakan pada tanggal 16-23 Maret 2014
bertempat di Laboratori Ternak Potong Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin Makassar.
B. Materi Praktikum
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sapu lidi, skop, gerobak,
parang, karung, ember dan tempat sampah.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ternak sapi potong
sebanyak 39 ekor, rumput gajah, ampas tahu 19 kg per hari, molases secukupnya
dan garam secukupnya serta feed suplement dengan takaran masing-masing
dedak 70 kg, tumpi jagung 105 kg, ampas kacang telur 14 kg dan tepung coklat
14 kg.
C. Metode Praktikum
a. Sanitasi Kandang
Pembersihan ataau sanitasi dilakukan selama 3 hari setiap pagi dan sore
hari, yaitu pagi pada pukul 06.30 - selesai WITA dan sore pukul 16.00 - selesai
WITA. Dimana dalam 3 hari, kandang dibersihkan dari kotoran yang umumnya
sisa bahan pakan yang bercampur dengan kotoran sapi itu sendiri, selokan,
palungan (tempat makan dan air minum), gang tengah dan lantai.
b. Pencampuran dan Pemberian Pakan
1) Pemeliharaan Semi Intensif
Pemberian makanan yaitu berupa hijauan dan konsentrat (makanan
tambahan) sebanyak 2 ember pada pagi hari sedangkan pemberian air minum
dengan cara adlibitum (tidak terbatas). Digembalakan siang hingga sore hari dan
dikandangkan pada malam hari.
2) Pemeliharaan Intensif
Pemberian pakan yaitu berupa konsentrat pada pagi dan pemberian
hijauan siang dan sore. Pemberiaan air minum secara adlibitum.
Metode pencampuran pakan yang dilakukan yakni pertama-tama
menyiapkan alat dan bahan. Menimbang masing-masing bahan ransum sesuai
dengan perhitungan penyusunan ransum, yaitu dedak 70 kg, tumpi jagunng 105
kg, tepung kacang tanah 7 kg, tepung coklat 7 kg dan mineral 2 bungkus. Setelah
diperoleh hasil penimbangan, selanjutnya mencampur bahan dengan cara
menumpuk bahan ransum dari jumlah yang terbanyak hingga yang paling sedikit
berada di atas. Setelah itu, melakukan penghomogenan dengan cara membolak-
balikkan pakan menggunakan sekop hingga 4 kali atau sampai homogen.
Masukkan ransum yang homogen ke dalam karung yang telah disiapkan dan
simpan dalam gudang pakan.
3) Menghitung Jumlah Populasi Ternak Sapi
Penghitungan dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan.
Menyiapkan buku catatan, kemudian hitung jumlah sapi terdiri dari induk, dara,
pedet, pejantan dan jantan muda, lalu catat pada buku catatan.
BAB IV
PENUTUP
A. Keadaan Khusus Untuk Ternak Potong
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa
keadaan khusus untuk ternak potong yang ada di kandang dalam kondisi yang
sehat. Kandang dari ternak potong ditempati oleh ternak dalam keadaan
berkelompok. Jumlah seluruh sapi yang berada di dalam kandang yaitu 39 ekor.
Induk yang terdapat di dalam kandang ternak potong terdiri dari 10 ekor, dara 11
ekor, pejantan 2 ekor dan total pedet 10 ekor, jantan muda 6. Jenis kandang yang
ditempati oleh ternak potong yaitu jenis kandang bebas karena ternak bebas
masuk ke dalam kandang yang disukai dan merupakan kandang yang tidak
memiliki penyekat dalam satu ruang kandang yang ditempati oleh suatu populasi
ternak sapi potong. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarif (2012) yang
menyatakan bahwa kandang bebas (koloni) merupakan barak terbuka tanpa ada
penyekat di antara ternak sehingga ternak bebas bergerak pada areal yang cukup
luas, kecuali pada waktu diberi perlakuan khusus.
Selain itu, kebutuhan nutrisi dari masing-masing ternak berbeda-beda
karena kebutuhan hidup dan produksi dari masing-masing ternak juga berbeda-
beda. Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Syarif (2012) yang menyatakan bahwa setiap sapi
membutuhkan makanan berupa hijauan seperti sapi dalam masa pertumbuhan,
sedang menyusui, dan supaya tidak jenuh memerlukan pakan yang memadai dari
segi kualitas maupun kuantitasnya. Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3
cara: yaitu penggembalaan (Pasture fattening), kereman (dry lot faatening) dan
kombinasi cara pertama dan kedua.
Pemberian pakan sapi yang dilakukan yaitu dengan cara kereman, yaitu
ternak didalam kandang dan diberikan pakan. Pemberian pakan dengan cara ini
merupakan pemberian pakan yang terbaik. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarif
(2012), yang menyatakan bahwa pemberian pakan dengan kereman adalah
pemberian pakan yang terbaik.
Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu
hijauan segar, hijauan kering, dan silase. Macam hijauan segar adalah rumput-
rumputan, kacang-kacangan (leguminosa) dan tanaman hijau lainnya. Rumput
yang baik untuk pakan sapi adalah rumput gajah, rumput raja, daun turi, daun
lamtoro. Hijauan kering berasal dari hijauan segar yang sengaja dikeringkan
dengan tujuan agar tahan disimpan lebih lama.
B. Pencampuran Bahan Pakan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa
metode pencampuran pakan yang dilakukan yakni pertama-tama menyiapkan alat
dan bahan. Minimbang masing-masing bahan ransum sesuai dengan perhitungan
penyusunan ransum, yaitu dedak 36 kg, ampas tahu 15 kg dan untuk pedet 4 kg,
molases, garam dan air secukupnya. Selanjutnya mencampur bahan dengan cara
menuangkan ampas tahu ke dalam baskom lalu menambahkan air, molases dan
garam secukupnya. Setelah itu, mengaduk pakan sampai homogen. Menuang
dedak ke dalam tempat pakan lalu menyiramnya dengan air ampas tahu +
molases + garam + air. Usahakan agar pakan tidak terlalu cair. Hal ini sesuai
dengan pendapat Syarif (2012), yang menyatakan bahwa Metode pencampuran
pakan, pertama-tama menyiapkan alat dan bahan. Kemudian menimbang masing-
masing bahan ransum sesuai dengan perhitungan penyusunan ransum. Setelah
diperoleh hasil penimbangan, selanjutnya bahan dicampur dengan cara
menumpuk bahan ransum dari jumlah yang terbanyak hingga yang paling sedikit
berada di atas. Setelah itu melakukan penghomogenan dengan cara membolak-
balik pakan menggunakan sekop hingga 4 kali atau sampai homogen. Kemudian
setalah ransum tersebut homogen, lalu dimasukkan ke dalam karung yang telah
disiapkan dan menyimpannya di dalam gudang pakan.
Menurut Syarif (2012) pencampuran pakan kering juga sudah dapat
dilakukan dengan menggunakan mesin pemcampur dengan posisi tong miring,
hasil program vucer 2004. Namun, proses pencampuran pakan biasanya masih
dilakukan secara manual. Oleh karena itu, rekayasa mesin pencampur pakan
basah menjadi penting untuk dilakukan.
C. Pemberian Pakan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa
pemberian pakan dan minum dilakukan setiap hari setelah proses sanitasi atau
pembersihan kandang. Pemberian pakan pada pagi hari diberikan konsentrat.
Pemberian konsentrat tersebut bertujuan untuk meningkatkan pH rumen dan
sebagai penambah energi, begitu pula dengan pemberian air minum diberikan
secara adlibitum (tidak terbatas). Sedangkan pada sore hari diberikan hijauan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Syarif (2012) yang menyatakan bahwa pemberian
pakan pada ternak sapi potong sebaiknya ransum hendakya tidak diberikan
sekaligus dalam jumlah banyak setiap harinya, melainkan dibagi menjadi
beberapa bagian. Pada pagi hari (misalnya pukul 07.00), sebaiknya sapi diberi
sedikit hijauan untuk merangsang keluarnya saliva (air ludah). Saliva ini
berfungsi sebagai buffer (penyangga) di dalam rumen sehingga pH rumen tidak
mudah naik maupun turun pada saat sapi diberi konsentrat. Pemberian konsentrat
dengan kandungan karbohidrat tinggi akan mudah terfermentasi sehingga
menghasilkan asam lemak dengan mudah (volatile fatty acid, VFA) yang
berpotensi menurunkan pH rumen. Sementara pemberian konsentrat yang banyak
mengandung protein terdegradasi (rumen degradable protein, RDP) akan
menghasilkan NH3 yang berpotensi meningkatkan pH rumen. Kondisi
peningkatan atau penurunan pH rumen secara ekstrim akan berbahaya bagi
kesehatan ternak, bahkan dapat berakibat fatal, yaitu terjadinya kematian pada
ternak.
D. Penggembalaan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa
pengamatan populasi atau jumlah sapi (jantan/betina, dara, anak) totalnya 39
ekor. Jumlah induk sapi 10 ekor, dan sapi dara 10 ekor. Sedangkan jantan terdiri
dari pejantan 2 ekor, jantan muda 6 ekor dan total pedet 4 ekor.
maka diperoleh hasil bahwa penggembalan yang dilakukan dari tingkah
laku ternak yang selalu berkumpul, dan mengikuti salah satu pemimpinnya, dan
jika memakan rumput, maka sapi akan mengambil terlebih dahulu bagian tengan
rumput agar bisa terlipat dua sehingga sapi bisa memakannya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Lesmana (2013) yang menyatakan bahwa ketersediaan pakan
yang terbatas akan cenderung meningkatkan perilaku sapi yang menyentuhkan
bagian mulutnya ke benda seperti tempat air, memainkan lidahnya, atau
menggertakkan giginya. Terjadi respon pertahanan atau ingin melarikan diri
dengan intensif yang ditandai dengan menendang atau menyapukan ekor pada
tiang penyangga secara terus menerus apabila ada hal yang mengancam atau
mengganggu. Pedet yang mengisap benda lain yang ada disekitarnya ketika tidak
tersedia induk untuk menyusu. Ternak yang tidak dibiarkan keluar dari
kandangnya untuk jangka waktu yang lama akan jauh lebih antusias saat
digembalakan untuk pertama kali dibandingkan dengan yang digembalakan setiap
hari.
Menurut Lesmana (2013) bahwa banyak perilaku yang ditunjukkan
dengan keras sebagai sebuah respons menuju stimulus fisik dan fisiologis, tapi
pada kenyataannya pengaruh psikologis sekuat fisiologis atau fisik. Sebagai
contoh, sapi alaminya digembalakan, dan konsekuensinya memakan lebih dari
apa yang seharusnya mereka konsumsi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa Keadaan khusus untuk ternak potong yang ada di kandang dalam kondisi
yang sehat. Kandang dari ternak potong ditempati oleh ternak dalam keadaan
berkelompok. Jenis kandang yang ditempati oleh ternak potong yaitu jenis
kandang bebas karena ternak bebas masuk ke dalam kandang yang disukai dan
tidak memiliki penyekat dalam satu ruang kandang yang ditempati oleh suatu
populasi ternak sapi potong.
Sanitasi kandang dan lingkungan dilakukan dengan cara membersihkan
kandang setiap pagi dan sore hari. Tempat pakan dan minum dibersihkan dari
sisa-sisa pakan serta kotoran. Pemberian pakan dan minum dilakukan setiap hari
setelah proses sanitasi atau pembersihan kandang. Penggembalaan dan
pengamatan populasi dilakukan dengan perhitungan dengan cara pengamatan
langsung di lapangan dimana jumlah induk sapi 10 ekor, sapi dara 11 ekor.
Sedangkan pejantan 2 ekor, pedet 10 ekor, jantan muda 6 dan total sapi yaitu 39
ekor.
B. Saran
Dalam sistem perkandangan perlu diperhatikan sanitasi kandang khususnya
feses sapi, karena feses sapi merupakan sumber penyakit, dimana feses
merupakan tempat mikroba berkembang biak. Selain itu hal yang perlu juga
diperhatikan yaitu pakan tambahan bagi ternak.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Sistem Pemberian Pakan Ternak Sapi Potong. info-peternakan.blogspot.com/2012/11/sistem-pemberian-pakan-ternak-sapi.html. Diakses tanggal 31 Maret 2014.
Anonim. 2013. Penggembalaan Hewan. http://id.wikipedia.org/wiki/ Penggembalaan_hewan. Diakses tanggal 31 Maret 2014.
Damarapeka. 2011. Pertumbuhan Ternak Potong. http://damarapeka.wordpress. com/2011/07/14/pertumbuhan-ternak-potong-2/. Diakses tanggal 31 Maret 2014.
Gunawan, D. E. Wahyono, dan P. W. Prihandini. 2003. Strategi Penyusunan Pakan Murah Sapi Potong Mendukung Agribisnis. Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi.
Lesmana, Andry. 2013. Makalah Tingkah Laku Sapi (Animal Behavior). http://andrylesmana273.blogspot.com/2013/11/makalah-tingkah-laku-sapi-animal_6168.html. Diakses tanggal 2 April 2014.
Maslikha, Lilyk. 2013. Pemanfaatan Jenis Tanah Kelas Vi Untuk Penggembalaan Ternak Sapi Potong. http://smally23.blogspot.com/2013/10/makalah -padang-penggembalaan.html. Diakses tanggal 31 Maret 2014.
Peter. 2012. Perkandangan Sapi Potong. http://harunrexo.blogspot.com/ 2012/12/perkandangan-sapi-potong.html. Diakses tanggal 27 Maret 2014.
Syarif, Ilham. 2012. Laporan Praktikum Sapi Potong Produksi Ternak Potong Dan Kerja. http://nasasulsel.blogspot.com/2012/12/laporan-praktikum -sapi-potong.html. Diakses tanggal 2 April 2014.
Zakariah, M. Askari. 2012. Sistem Produksi Ternak Potong Di Kolaka-Sulawesi Tenggara. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.