kti akhirnya jadi7

Upload: poppyanditawulandari

Post on 05-Jul-2015

1.496 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di beberapa rumah sakit di seluruh dunia, diagnosa penyakit jantung koroner menempati urutan teratas yaitu sekitar 22 % itu dikarenakan di seluruh dunia populasi penyakit jantung naik cepat dan itu merupakan masalah besar, terutama yang terserang adalah orang usia lanjut. Penyakit jantung koroner merupakan sebab kematian terbesar pada populasi usia 65 tahun keatas di seluruh dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 11,7 juta orang meninggal akibat PJK di seluruh dunia pada tahun 2002.1 Di Indonesia, kasus PJK semakin sering ditemukan karena pesatnya perubahan gaya hidup. Meski belum ada data epidemiologis pasti, angka kesakitan atau kematiannya terlihat cenderung meningkat. Hasil survey kesehatan nasional tahun 2001 menunjukkan tiga dari 1.000 penduduk Indonesia menderita PJK. Di Indonesia penyakit ini jumlah kejadiannya terus meningkat dari tahun ke tahun.2 Kemudian berdasarkan data pola penyakit di rumah sakit se Jakarta timur tahun 2005 penyakit jantung dan pembuluh darah menempati urutan ketiga. Berdasarkan data laporan rumah sakit se Jakarta timur dari tahun 2004 sebanyak 17.79 %, tahun 2005 sebanyak 20.15 %, tahun 2006 sebanyak 21.39 %, tahun 2007 sebanyak 24.92 % dan tahun 2008 sebanyak 26.85 %. Dari

1

data tersebut selama kurun waktu lima tahun mengalami peningkatan pada kejadian penyakit jantung koroner.3 Berdasarkan data bidang rekam medis Rumkit Polpus R.S. Sukanto pada tahun 2009 jumlah kunjungan pasien sebanyak 12.990 kunjungan. Diantaranya jumlah pasien jantung iskemik tahun 2009 sebanyak 2200 pasien. Angka kesakitan yang tinggi untuk penyakit jantung koroner adalah hal yang mendorong saya untuk meneliti karakteristik dan kebiasaan yang berhubungan dengan penyakit jantung koroner. Tindakan preventif penting untuk dilakukan. Untuk itu, perlu diketahui oleh kita sebelumnya penyebab dan faktor-faktor resiko yang menyebabkan penyakit tersebut. Penelitian epidemiologis mendapatkan hubungan yang jelas antara kematian dengan pengaruh keadaan sosial, kebiasaan merokok, pola diet, exercise dan sebagainya yang dapat dibuktikan oleh penelitian Framingham dan Gotenburg. Dari penelitian tersebut dapat dibuktikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya PJK antara lain umur, kelamin, geografis, keadaan sosial, perubahan massa, kolesterol, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, exercise, diet, kebiasaan ,stress serta keturunan. 1 Penelitian yang dilakukan oleh peneliti sekarang adalah melanjutkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain. Penelitian yang dilakukan oleh Fazidah A. Siregar, Achsan Harahap, dan Rasmaliah tentang Analisis Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner Penderita Rawat Jalan R.S Dokter Pirngadi Medan. Penelitian yang dilakukan oleh Nina Aryati (2004)

2

tentang Pengaruh Konsumsi Serat dan Antioksidan (vitamin C, vitamin E) terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner pada Pasien Rawat Jalan di BPRSUD Salatiga, dan penelitian Wulandari Dyah Anggraini tentang FaktorFaktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Poli Jantung Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 20094,5,6

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal diatas, maka rumusan masalahnya adalah apakah karakteristik dan kebiasaan yang berhubungan dengan kejadian penyakit jantung koroner dengan atau tanpa penyakit penyerta pada pasien Rumah Sakit Polpus Sukanto Jakarta Timur bulan Desember 2009 Januari 2010.

C. Pertanyaan Penelitian

1.

Apakah ada hubungan antara umur dengan kejadian PJK pasien

Rumkit Polpus R.S Sukanto Jakarta timur2.

Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian PJK

pasien Rumkit Polpus R.S Sukanto Jakarta timur3.

Apakah ada hubungan antara IMT dengan kejadian PJK pasien

Rumkit Polpus R.S Sukanto Jakarta timur4.

Apakah ada hubungan

antara kebiasaan merokok dengan

kejadian PJK pasien Rumkit Polpus R.S Sukanto Jakarta timur

3

5.

Apakah ada hubungan

antara antara kebiasaan berolahraga

dengan kejadian PJK pasien Rumkit Polpus R.S Sukanto Jakarta timur6.

Apakah ada hubungan antara pola makan (frekuensi makanan

pokok, lauk hewani berlemak jenuh sedang-tinggi, lauk hewani berkolesterol tinggi, sayur, buah dan cara memasak makanan) dengan kejadian PJK pasien Rumkit Polpus R.S Sukanto Jakarta timur

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umuma.

Diketahuinya

karakteristik

dan

kebiasaan

yang

berhubungan dengan kejadian penyakit jantung koroner dengan atau tanpa penyakit penyerta pada pasien Rumah Sakit Polpus Sukanto Jakarta timurb.

Untuk mengetahui gambaran kejadian penyakit jantung

koroner dengan atau tanpa penyakit penyerta di poli jantung Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto. c. Untuk mengetahui gambaran umur pasien poli jantung

Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto. d. Untuk mengetahui gambaran jenis kelamin pasien poli

jantung Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto. e. Untuk mengetahui gambaran IMT pasien poli jantung

Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto.

4

f.

Untuk mengetahui gambaran kebiasaan merokok pasien

poli jantung Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto. g. Untuk mengetahui gambaran kebiasaan berolahraga pasien

poli jantung Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto.h.

Untuk mengetahui gambaran pola makan (frekuensi

makanan pokok, lauk hewani berlemak jenuh sedang-tinggi, lauk hewani berkolesterol tinggi, sayur, buah dan cara memasak makanan) pasien poli jantung Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto.

2. Tujuan khususa.

Diketahui informasi mengenai hubungan antara jenis

kelamin responden dengan kejadian PJK pasien Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto.b.

Diketahui informasi mengenai hubungan antara umur

responden dengan kejadian PJK dengan atau tanpa penyakit penyerta pasien Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto.c.

Diketahui informasi mengenai hubungan antara IMT

responden dengan kejadian PJK dengan atau tanpa penyakit penyerta pasien Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto.

5

d.

Diketahui informasi mengenai hubungan antara kebiasaan

merokok dengan kejadian PJK dengan atau tanpa penyakit penyerta pasien Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto.e.

Diketahui informasi mengenai hubungan antara kebiasaan

berolahraga dengan kejadian PJK dengan atau tanpa penyakit penyerta pasien Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto.f.

Diketahui informasi mengenai hubungan antara pola makan

(frekuensi makanan pokok, lauk hewani berlemak jenuh sedang-tinggi, lauk hewani berkolesterol tinggi, sayur, buah dan cara memasak makanan) dengan kejadian PJK dengan atau tanpa penyakit penyerta pasien Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto.

E. Manfaat Penelitian

1.

Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai faktor faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian penyakit jantung koroner dari segi karakteristik dan kebiasaan responden di Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S. Sukanto Jakarta. Selain itu,

6

diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan penelitian selanjutnya.

bahan untuk

2.

Aplikatif Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan mengenai intervensi yang tepat dalam menanggulangi penyakit jantung koroner, selain itu penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran

masyarakat untuk menghindari faktor faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung koroner, khususnya dari segi karakteristik dan kebiasaan responden.

F. Ruang Lingkup

Penelitian yang dilakukan adalah mengenai karakteristik dan kebiasaan responden yang berhubungan dengan kejadian penyakit jantung koroner dengan atau tanpa penyakit penyerta di Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S. Sukanto Jakarta periode Desember 2009 sampai Januari 2010 Hal tersebut karena adanya kecenderungan peningkatan kejadian penyakit jantung koroner di Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S. Sukanto Jakarta yang berakibat seringnya pasien meninggal. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Sebagai sampel dari penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis menderita

7

penyakit jantung koroner dengan atau tanpa penyakit penyerta dan pasien non-PJK di poli jantung Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S. Sukanto.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Penyakit jantung koroner

a. Definisi Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang arteri

disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh yang mengalirkan darah ke otot jantung .7

b. Arteri koronaria Otot jantung menerima suplai darah melalui arteri koroner. Arteri koronaria dibagi dua yaitu sinistra dan dekstra.8 Arteri koroner mempunyai tiga lapisan, yaitu lapisan sebelah dalam (intima), lapisan otot (media), dan lapisan sebelah luar (adventisia). Permukaan pembuluh darah sebelah dalam dilapisi dengan lapisan sel-sel endothelium. Saluran dimana darah mengalir dinamakan lumen.9

8

Aliran darah yang melalui sistem koroner diatur hampir seluruhnya oleh vasodilatasi arteri lokal sebagai responnya terhadap kebutuhan otot jantung akan makanan.10 Dalam keadaan normal pada keadaan aktvitas berat peningkatan aliran darah koroner terutama terjadi akibat vasodilatasi pembuluh darah koroner.11 c. Etiologi Penyebab penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan dan penyumbatan pembuluh arteri koroner.12 d. Patofisiologi Aterosklerosis adalah terbentuknya plak di dinding arteri besar, sehingga mempersempit lumen pembuluh tersebut (sehingga aliran darah terganggu) dan menurunkan elastisitas pembuluh darah tersebut.12 Plak terdiri dari sel otot polos, jaringan ikat, lemak dan kotoran yang tertimbun di intima dinding arteri. Plak sering timbul pada tempat-tempat dimana terjadi turbulensi maksimal seperti pada percabangan, daerah dengan tekanan tinggi. Sel endotel dinding arteri yang mengalami cedera, baik secara mekanis maupun karena bahan-bahan sitotoksik. Daerah yang cedera terpajan ke darah dan menarik monosit, yang akan berubah menjadi makrofag dan memakan bahan-bahan disekitarnya (termasuk LDL teroksidasi). Akibat dipenuhi oleh lemak, sel ini berubah menjadi sel busa yang tertimbun dan menimbulkan fatty steak di dalam dinding pembuluh darah.13

9

Sel endotel dalam keadaan normal menghasilkan prostaglandin I2, suatu prostasiklin yang menghambat agregasi trombosit. Apabila sel endotel rusak, trombosit akan menggumpal dan melepaskan tromboksan A2, suatu zat yang mendorong penggumpalan trombosit lebih lanjut. Sel ini juga melepaskan platelet-derived growth factor (PDGF). Makrofag juga menghasilkan faktor-faktor pertumbuhan yang menyebabkan proliferasi otot polos, yang bermigrasi dari lapisan medial ke intima dinding arteri.13 Sel di dalam lapisan intima melepaskan lemak yang kemudian menumpuk di plak yang sedang tumbuh. LDL terus masuk ke dalam lesi dan menambah timbunan lemak. Sel di lesi ini mensekresi kolagen, elastin dan glikosaminoglikan, membentuk tudung fibrosa, dan muncul kristal kolesterol di bagian tengak plak. Sel ini kemudian mati membentuk kotoran dan terklasifikasi. Ruptur dan perdarahan plak berkapsul itu dapat menyebabkan pembentukan akut trombus, yang semakin menyumbat pembuluh.13 e. Penyakit penyerta yang umum pada PJK Penyakit penyerta yang umum pada PJK yang dimaksudkan disini adalah satu atau beberapa keadaan klinis yang menyertai dan berhubungan dengan kejadian penyakit jantung koroner. 1) Hiperkolesterolemia Lemak dan kolesterol tidak larut dalam cairan darah. Agar dapat dikirim ke seluruh tubuh, lemak dan kolesterol perlu

10

dikemas bersama protein menjadi partikel yang disebut lipoprotein. Lipoprotein LDL.3 tersebut terdiri dari VLDL, HDL dan

a). Kolesterol Total. Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah 160 mg/dl, bila > 160 mg/dl berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat.3 b). LDL Kolesterol. LDL (Low Density Lipoprotein) merupakan jenis kolesterol yang bersifat buruk atau merugikan. LDL

mengangkut paling banyak kolesterol dalam darah (45%) dari semua jenis lipoprotein sehingga merupakan pengirim atau pembawa kolesterol utama dalam darah. Kadar LDL yang meninggi akan rnenyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk untuk mengetahui resiko PJK dari pada kolesterol total.3 c). HDL Kolesterol : HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan lipoprotein dengan kandungan protein paling banyak dan kandungan kolesterol kecil (20%). HDL adalah jenis kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan karena mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk di buang

11

bersama cairan empedu sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah terjadinya proses

arterosklerosis.3

2).

Hipertrigliserida Trigliserida merupakan bentuk simpanan utama lemak dalam tubuh manusia. Trigliserida bersumber dari makanan dan simpanan dari kelebihan konsumsi karbohidrat. Kadar trigliserida yang tinggi merupakan faktor resiko untuk terjadinya PJK.3 Beberapa sebab yang dapat meningkatkan kadar trigliserida dalam darah menurut Stone 1994 dan Brunzell, 1990 adalah sebagai berikut14 :

Kelebihan berat badan lebih dari 20% atau obesitas Kurang aktivitas fisik Merokok Mengkonsumsi alkohol berlebihan Diet tinggi akan karbohidrat, yaitu diatas 60% dari total kalori

Beberapa penyakit seperti diabetes, penyakit ginjal dll. Faktor keturunan.

3).

Hipertensi Didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan darah sistolik dan atau diastolik yang tidak normal. Batas yang tepat

12

kelainan ini sedikit tidak menentu. Nilai yang dapat diterima berbeda sesuai dengan usia dan jenis kelamin pada umumnya, sistolik yang berkisar dari 140 160 mm Hg dan diastolik berkisar dari 90 95 mmHg dianggap merupakan petunjuk dari garis batas hipertensi. Peningkatan dari tekanan darah baik sistolik maupun diastolik merupakan faktor resiko PJK.4 Tekanan darah yang tinggi terus-menerus menambah beban pembuluh arteri perlahan-lahan. Arteri mengalami proses pengerasan menjadi tebal dan kaku. Tekanan darah yang terus-menerus tinggi dapat pula menyebabkan dinding arteri rusak yang mendorong terbentuknya pengendapan plak pada arteri koronaria. 3 4). Diabetes Melitus Yaitu bila kadar glukosa darah naik. Terutama bila berlangsung dalam waktu yang cukup lama, gula darah (glukosa) tersebut dapat mendorong terjadinya pengendapan aterosklerosis pada arteri koroner.11 Penelitian menunjukan laki-laki yang menderita DM resiko PJK 50 % lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuan resikonya menjadi 2x lipat.3

f. Manifestasi klinis PJK

Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang berbeda-beda. Untuk menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan pemeriksaan yang seksama. Dengan memperhatikan klinis penderita, riwayat perjalanan13

penyakit,

pemeriksaan

fisik,

elektrokardiografi saat istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan subset klinis PJK.16

Terdiri atas 16: 1) a) Asimptomatik (silent myocardial ischemia) Penderita tidak pernah mengeluh nyeri dada baik pada

istirahat maupun saat aktivitas. Secara kebetulan penderita menunjukan adanya iskemia saat dilakukan uji beban latihan. Ketika di EKG menunjukan depresi segmen ST.b)

Mekanisme silent iskemia diduga oleh karena : ambang

nyeri yang meningkat, neuropati otonomik (pada penderita diabetes), meningkatnya produksi endomorfin, derajat stenosis yang ringan. 2) Angina pektoris

Angina pektoris adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium. Bila arteri koroner mengalami penyempitan akan terjadi ketidak seimbangan yang memberikan gangguan berupa angina, yang bervariasi tergantung berat-ringannya penyempitan. Pada penyempitan arteri koroner sampai 60%, saat istirahat aliran darah koroner masih mencukupi kebutuhan dengan mekanisme vasodilatasi pasca stenosis. Bila terjadi peningkatan kebutuhan jaringan (saat bekerja) aliran menjadi kurang. Hal ini menyebabkan

14

hipoksia jaringan yang akan meningkatkan hasil metabolisme anaerob (asam laktat) yang akan mencetuskan angina, manifestasi ini disebut effort angina (Heberden, 1772). Angina pektoris yang timbul saat istirahat menunjukan penyempitan melebihi 60%. Angina bentuk ini disebut angina at rest/angina prizmental. Jika bentuk ini terjadi lama, akan terjadi situasi kritis karena terdapatnya hipoksia jaringan. Bila hipoksia berlanjut terus, miokard akan mengalami kerusakan yang disebut infark miokard.12a) Karakteristik angina pektoris15 :

(1)

Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit

di kirinya, dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri s/d lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung atau pundak kiri.(2)

Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri tumpul

seperti rasa tertindih atau berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam, seperti diremas-remas, disertai keringat dingin, sesak nafas serta perasaan ingin mati. Nyeri berhubungan dengan aktivitas hilang dengan istirahat. Nyeri juga dapat diprepitasi oleh stress fisik ataupun emosional. (3) Kuantitas : nyeri yang timbul pertama kali sekali

biasanya agak nyata, dari beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat perlu dipertimbangkan sebagai angina tak stabil. b). Pembagian subset klinik angina pektoris :

15

(1). Angina pektoris stabil. 16 (a). Nyeri dada yang timul saat melakukan aktivitas, bersifat kronis (>2bulan). Nyeri biasanya berlangsung singkat (1-5 menit) dan rasa nyeri hilang bila penderita istirahat. Selain aktivitas fisik, nyeri dada dapat diprovokasi oleh stress atau emosi, anemia, udara dingin dan tirotokosis. Rasa nyeri cepat hilang dengan pemberian obat golongan nitrat. (b). Pemeriksaan elektrokardiografi sering normal (50-70% penderita). Dapat juga terjadi perubahan segmen ST yaitu depresi segmen ST / adanya inversi gelombang T. (2). Angina pektoris tidak stabil.13 (a). Kualitas, lokasi, penjalaran dari nyeri dada sama dengan penderita angina stabil tetapi nyerinya bersifat progresif dengan frekuensi timbulnya nyeri bertambah sering dan lamanya nyeri semakin bertambah sering serta pencetus timbulnya keluhan juga berubah. Sering timbul saat istirahat. Pemberian nitrat tidak segera menghilangkan keluhan. (b). Angina tidak stabil sering disebut sebagai preinfarction sehingga penanganannya memerlukan monitoring yang ketat. Pada pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan

16

depresi segmen ST, kadar enzim jantung tidak mengalami peningkatan. (3). Variant angina (prizmental angina) Sindroma nyeri dada sebagai akibat iskemia miokard yang hampir selalu terjadi saat istirahat. Hampir tidak pernah diprepitasi oleh stress atau emosi dan pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya elevasi segmen ST. Manifestasi klinis 16: a) Terjadi pada penderita yang lebih muda. b) Seringkali tidak didapakan faktor resiko yang klasik kecuali perokok berat.c) Serangan nyeri biasanya terjadi antara tengah

malam sampai jam 8 pagi dan rasa nyeri sangat hebat.d) Pemeriksaan EKG menunjukan adanya elevasi

segment ST. 3) Infark miokard akut

a). Gejala prodromal Didahului oleh keluhan dada tidak enak. Keluhan ini menyerupai gambaran angina yang klasik pada saat istirahat sehingga dapat dianggap terjadi angina tidak stabil. Tiga puluh persen penderita mengeluh gejala tersebut 1-4 minggu sebelum penderita di rawat di Rumah Sakit. Sedangkan 70% keluhan tersebut dirasakan kurang dari 1 minggu. 16

17

b). Nyeri dada Intensitas nyeri biasanya bervariasi, seringkali sangat berat bahkan banyak penderita tidak dapat menahan rasa nyeri tersebut. Nyeri dada berlangsung > 30 menit bahkan sampai berjam-jam. Kualitas dan penjalaran menyerupai gambaran angina klasik. Kadang-kadang nyeri dirasakan pada daerah epigastrium hingga merasa perut tidak enak. 16 c). Pemeriksaan fisik Sering tampak ketakutan, gelisah, tegang. mereka sering mengurut-ngurut dadanya (levine sign). Penderita dengan disfungsi ventrikel kiri teraba dingin. Nadi bervariasi takikardi atau bradikardi. Kadang terjadi aritmia. Tekanan darah biasanya normal tetapi karena terjadi penurunan curah jantung tekanan sistolik sering turun. Pada pemeriksaan auskultasi jantung suara jantung (S1) melemah dan sering tidak terdengar. Sering terdengar gallop S3 ataupun S4. 16 d). Elektrokardiografi Selama infark miokardium akut, EKG berkembang melalui tiga stadium : (1). Gelombang T runcing diikuti dengan inversi gelombang T Perubahan gelombang T ini menggambarkan iskemia miokardium, kekurangan aliran darah pada miokardium. (2). Elevasi segmen ST/ STEMI

18

Sesuai dengan lokasi dinding ventrikel yang mengalami infark. Menandakan jejas miokardium, segmen ST biasanya kembali ke garis isoelektrik dalam beberapa jam.

(3). Muncul gelombang Q baru Menandakan telah terjadi kematian sel miokardium yang irreversibel. Adanya gelombang Q bersifat diagnostik untuk infark miokardium.17e)

Pemeriksaan laboratorium12 (1). Creatinin kinase (CK) Meningkat dalam 4-8 jam dan menurun ke kadar normal dalam 2-3 hari dengan kadar puncak pada 24 jam. (2) CK isoenzim (CK-MB) Meningkat dalam 3-12 jam pertama dan mencapai puncak dalam 18-36 jam selanjutnya menjadi normal setelah 3-4 hari. (3) Serum glutamic oxaloacetat transminase (SGOT) (4) Lactic dehydrigenase (LDH) Meningkat pada 10 jam dengan kadar puncaknya tercapai dalam 24-48 jam dan kembali normal setelah 10-14 hari. (5) Cardiac troponin (cTnI, cTnT).

f).

Kriteria diagnostik infark miokard akut

19

Menurut WHO kriteria diagnosis untuk IMA adalah jika ada 2 dari faktor berikut12 : (1). Adanya nyeri dada yang spesifik (2). Perubahan EKG (3). Peningkatan kadar enzim jantung g). Komplikasi infark miokard akut15 : (1)(2)

Gagal jantung akut/ edema paru akut Aritmia/ kerusakan sistem listrik jantung yang

mengontrol irama jantung (3) Ruptur dinding ventrikel, ruptur septum

interventrikularis(4)

Regurgitasi

mitral

akut (disfungsi/ ruptur

muskularis papilaris)(5)

Tekanan darah rendah menyebabkan darah

tidak cukup mengalir ke arteri koroner maupun bagianbagian tubuh lain, dapat menyebabkan syok kardiogenik(6)

Kematian.

g. Pengobatan15 1). Terapi angina pektoris stabil (APS)a)

Umum

: pengendalian

faktor-faktor

risiko

dan

menghindari faktor-faktor pencetus

20

b)

Khusus : pemberian dengan

obat-obat

yang

dititrasi

sesuai

kebutuhan antara lain : aspirin, nitrat, penyekat beta dan antagonis kalsium. 2). Terapi angina pektoris tidak stabil (APTS) a). Umum : pengendalian faktor-faktor risiko dan menghindari atau mengatasi faktor pencetus

b). Khusus : (1) (2)(3)

Tirah baring di ruang intensif kardiovaskular Berikan oksigen 2-4 liter permenit Pasang akses vena ( dekstrose 5 % atau NaCl 0,9 % ) Penenang ringan seperti diazepam 5 mg tiap 8 jam Puasakan selama 8 jam Lalu berikan makanan cair atau lunak dalam 24 jam

(4) (5)(6)

pertama (7)(8) (9)

Kemudian lanjutkan 1300 kal Rendah garam dan rendah lemak Buang air besar dibantu dengan obat pelunak tinja Obat-obat khusus(a) Aspirin dimulai saat fase akut dengan dosis 160-320

(10)

mg dikunyah

21

(b) IV (c) (d) (e)

Atasi angina dengan nitrat, morphin atau petidin

Penyekat beta Heparinisasi Bila masih angina dapat diberikan antagonis

kalsium(f)

Rawat di ruang intensif sampai bebas angina 24

jam. 3). Terapi Infark Miokard Akut ( IMA )a) b)

Tindakan Umum : sama dengan APTS Tindakan Khusus : (1) Tirah baring di ruang intensif kardiovaskular (2) Berikan oksigen 2-4 liter permenit (3) Pasang akses vena ( D-5 % atau NaCl 0,9 % ) (4) Penunjang ringan diazepam 5 mg tiap 8 jam(5) Puasakan selama 8 jam (6) Berikan makanan cair / lunak dalam 24 jam

(7) Rendah garam dan rendah lemak.(8) Buang air besar dibantu dengan obat pelunak tinja

(9) Obat-obat khusus(a)

Aspirin dimulai saat fase akut dosis 160-320 mg

tablet kunyah (b) Atasi angina dengan nitrat, morphin atau petidin IV

22

(c) (d)(e)

Penyekat beta Heparinisasi pada non STEMI, Pada STEMI diberikan trombolitik sesuai dengan

indikasi(f)

Bila masih angina dapat diberikan antagonis

kalsium(g)

Rawat di ruang intensif sampai bebas angina 24

jam.

h. Pencegahan 18 Upaya pencegahan terhadap PJK salah satu diantaranya melalui

panca usaha kesehatan jantung yang menganjurkan pola hidup SEHAT oleh yayasan jantung Indonesia :1) S eimbang Gizi 2) E nyahkan Rokok 3) H indari stress 4) A wasi tekanan darah secara teratur 5) T eratur berolahraga.

2.Faktor risiko dari segi karakteristik yang berhubungan dengan penyakit jantung koroner a. Usia

23

Umur dan jenis kelamin merupakan faktor resiko alami yang tidak dapat dicegah. Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada lakilaki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Juga didapatkan hubungan antara umur dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan meningkat dengan bertambahnya umur.7 Makin tua seseorang, makin berkurang kemampuan reseptor LDL-nya. Hal ini menyebabkan LDL dalam darah meningkat. Makin tua makin banyak yang menderita obesitas hal ini meningkatkan kadar trigliserida dan kolesterol dalam darah. Di Amerika Serikat kadar kolesterol pada lakilaki maupun perempuan mulai meningkat pada umur 20 tahun. Pada lakilaki kadar kolesterol akan meningkat sampai umur 50 tahun dan akhirnya akan turun sedikit setelah umur 50 tahun. Kadar kolesterol perempuan sebelum menopause (45-60 tahun) lebih rendah daripada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan biasanya akan meningkat menjadi lebih tinggi daripada laki-laki. Untuk mengetahui berapa besar usia yang mempengaruhi profil lemak dalam darah, Cooper Clinic, Dallas-USA, telah meneliti 2000 orang laki-laki dan 589 orang perempuan sehat yang hasilnya sebagai berikut. 14

Tabel. 2.1 Hubungan antara Profil Lemak dan Usia Umur 55 tahun/ sudah menopouse) 1 : Tidak beresiko (laki laki < 40 dan perempuan < 55 tahun/belum menopouse).264)Skala

: Nominal

b.Jenis kelamin

1) Definisi : Jenis kelamin responden 2) Cara ukur : wawancara3) Katagori : 0 : Pria 1 : Wanita 4) Skala

: Nominal

c.Indeks massa tubuh : 1). Definisi : Cara yang sederhana untuk memantau status khususnya yang berkaitan

gizi orang dewasa

dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.19 Kategori Indeks Massa Tubuh Kategori Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat IMT < 17,0 17,0 18,4 18,5 25,0 25,1 27,0 > 27,0

Kurus Normal Gemuk

53

2).Cara ukur : Pengukuran

secara

langsung dengan timbangan

berat tinggi badan 3). Katagori : 0 : gemuk : ( > 25,0 ) 1 : tidak gemuk ( 25,0) 4). Skala : nominal

3.Kebiasaan :

Kebiasaan responden dari segi kebiasan merokok, kebiasaan berolahraga dan pola makan yang terkait dengan faktor resiko terjadinya PJK.a. Merokok 1)Definisi

: Suatu

aktivitas

yang

dilakukan

secara teratur (dilakukan setiap hari) untuk menghisap rokok.14

2)Cara ukur : wawancara 3)Katagori : 0 : Merokok

1 : tidak merokok4)Skala

: Nominal

b.Olahraga1)Definisi : Kegiatan

yang

selalu

dilakukan

responden

54

untuk

menggerakkan

anggota tubuhnya dalam

hal ini olahraga aerob (contoh ; joging, bersepeda, renang) beberapa kali dalam satu minggu selama 30 menit 142)Cara ukur : wawancara 3)Katagori :

0 : Berolahraga 1 : Tidak berolahraga

4)Skala

: Nominal

c.Pola makana.Definisi : Kebiasaan

makan

yang

dilakukan yang biasa

responden dimakan, food

meliputi jenis makanan yang diukur

dengan cara pengukuran

frequency

(FFQ) yang digambarkan dalam bentuk atau / minggu.28 Jenis makanan

frekuensi /hari

yang menjadi objek pengamatan meliputi makanan yang digolongkan sebagai sumber karbohidrat yaitu nasi, lemak jenuh yaitu unggas, daging, kolesterol seperti telur, ikan dan hasil laut lain. Ditambah

lagi sumber vitamin dan serat yaitu sayur dan buahbuahan.b.Cara ukur : wawancara dengan menggunakan food frequency

(FFQ)

55

c.Katagori :

0. 2-3 x/hari (sering) 1. 1 x/hari 2. 4-6x/minggu (jarang) 3. 1-3x/minggu (sangat jarang) 4. Hampir tidak pernah

d.Skala

: Interval

H. Instrumen penelitian Penelitian ini menggunakan data primer dengan melakukan wawancara

menggunakan kuesioner, food frequency dan mengukur berat dan tinggi badan secara langsung, dan sekunder dari status pasien untuk mengetahui diagnosa penyakit pasien. Kuesioner ditanyakan secara lisan kepada responden melalui wawancara.

Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dimana peneliti mendapatkan keterangan secara lisan dari seseorang sasaran penelitian. Kuesioner dikembangkan pada karakteristik responden sesuai variabel yang akan diambil yaitu jenis kelamin, umur, serta pada kebiasan responden sesuai variabel yang akan diambil dari aspek kebiasaan merokok, kebiasaan berolahraga dan pola makan responden. Jenis kuesioner adalah pertanyaan mengenai fakta-fakta dari responden dan bentuk pertanyaan berupa pertanyaan tertutup, sehingga mudah mengarahkan jawaban responden.27 Kuesioner yang dipakai mengadopsi kuesioner yang telah dipakai pada penelitian sebelumnya yang dilakukan

56

oleh Warsana tentang Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Penyakit Jantung Koroner pada tahun 2009. Food frequency

adalah untuk memperolah data tentang frekuensi

konsumsi sejumlah bahan makanan atau bahan makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Metode food frequency memperoleh gambaran pola makan secara kualitatif. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden.28 Pengukuran berat badan dan tinggi badan responden menggunakan alat

timbangan berat dan tinggi badan.

I.

Protokol penelitian

a. Melakukan pemeriksaan berat dan tinggi badan pada pasien PJK dan non-

PJK yang melakukan pengobatan di Rumah Sakit Polpus Sukanto Jakarta timur, instansi rawat jalan poli jantung tanggal 23 Desember 2009 s/d 29 Januari 2010.b. Melakukan wawancara pada pasien PJK dan non-PJK yang melakukan

pengobatan di Rumah Sakit Polpus Sukanto Jakarta timur, instansi rawat jalan poli jantung tanggal 23 Desember 2009 s/d 29 Januari 2010.c. Memasukkan data dan melakukan pengkodean dengan menggunakan

program komputerisasi pengujian statistikad. Mengolah data dengan program komputerisasi pengujian statistika

e. Penyajian laporan.

57

J.

Analisis data

1. Analisa univariat Bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi dari setiap variabel yang akan diteliti, agar dapat melihat hasil yang lebih valid maka harus dimasukan ke dalam program pengolahan data 2. Analisa bivariat Analisis bivariat digunakan untuk menguji hipotesis antara variabel dependen dengan variabel independen, digunakan tabel 2x2. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square dan estimasi interval 95%, dengan = 0,05. Uji untuk mengetahui Ho ditolak atau diterima, dengan ketentuan apabila p-value maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang

bermakna, jika p-value > , maka Ho diterima, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antar variable

58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S. Sukanto 1. Sejarah Rumah Sakit Pada bulan Januari tahun 1965 sesuai dengan SK Men Pangak No. Pol : 11/SK/MK/1964 tanggal 28 Oktober 1964 berdirilah Rumah Sakit dengan fasilitas tempat perawatan sementara (TPS). Kemudian pada tanggal 23 Mei 1966 Rumah sakit tersebut diresmikan penggunaannya oleh Menteri Pangak sebagai Rumah Sakit Angkatan Kepolisian (RSAK). Selanjutnya, pada bulan Februari 1977 sesuai SK Men Hankam Pangak

59

No. Skep/225/II/1977 Rumah Sakit Angkatan Kepolisian ditetapkan sebagai Rumah Sakit ABRI tingkat II. Berdasarkan surat keputusan KaPolri No.Pol : Skep/50/VII/1977 nama Rumah Sakit diganti menjadi Rumah Sakit Pusat Kepolisian. Kemudian pada tanggal 30 Oktober 1984 berdasarkan SK Kapolri No. Pol : Skep/09/X/1984 menjadi Rumah Sakit Kepolisian Pusat yang disingkat Rumkitpolpus. Sesuai SK Kapolri No. Pol : Skep/177/XI/1994 nama Rumkitpolpus diganti menjadi Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto. Perubahan nama ini dalam upaya mengurangi kesan bahwa Rumah Sakit Polri adalah Rumah Sakit tahanan dan hanya untuk masyarakat Polri serta menghargai Jasa Pimpinan Polri pertama.

2. Profil Rumah Sakit Polri R.S. Sukanto Nama Rumah Sakit Kelas Rumah Sakit Status Kepemilikan Alamat : Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S. Sukanto : Tingkat I / B Pendidikan : Kepolisian Negara Republik Indonesia : Jalan Raya Bogor Kramat Jati Jakarta timur 13510 Kecamatan Kotamadya Propinsi Luas Wilayah : Kramat Jati : Jakarta timur : DKI Jakarta : 36.175 km2

60

Batas Utara Batas Timur Batas Selatan Batas Barat Jumlah Tempat Tidur No. Telp. Fax

: Komplek Polri SPN : Jl. Tol Jagorawi : Pemukiman Masyarakat : Komp. Perum Depkes : 388 TT : 021-8093288, 021-8090559 : 021-8094005

Fasilitas Kesehatan di luar Rumah Sakit :

Posyandu Puskesmas dengan dokter Balai Pengobatan

3. Visi, Misi, Motto, Falsafah Rumah Sakit Polri R.S. Sukanto Visi : Terwujudnya Rumah sakit Kepolisian Pusat R.S. Sukanto sebagai Rumah Sakit rujukan tertinggi POLRI yang handal dan kredibel. Misi : Memberikan pelayanan prima yang berbasis kepada profesionalisme Menjadi pusat rujukan bagi rumkit-rumkit bhayangkara Memberikan dukungan Kedokteran Kepolisian sesuai kebutuhan operasional POLRI

61

Menjadi pusat pelayanan penanganan kasus trauma Sebagai pusat pelatihan dan pendidikan SDM, penelitian dan pengembangan kesehatan dan Kedokteran Kepolisian Menjadi Rumah sakit Kepolisian yang terakreditasi secara

nasional.

Motto : Suksesmu adalah kepuasan pasien (pelanggan). Falsafah : Dengan iman dan taqwa berdasarkan pancasila kita tingkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Penyakit jantung koroner Tabel 4.1 Distibusi Responden Menurut Penyakit (PJK/non-PJK) No. 1. 2. Diagnosa penyakit PJK Non-PJK Jumlah Frekuensi 40 20 60 % 66,7% 33,3% 100

62

Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden PJK sebanyak 40 orang (66,7%) dan responden non-PJK sebanyak 20 orang (33,33%). Seluruh responden berjumlah 60 orang.

2. Umur responden Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Umur Umur Frekuensi % Berisiko 44 73,33 Tidak berisiko 16 26,67 Jumlah 60 100 Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang umurnya berisiko sebanyak 44 orang (73,33%) dan responden yang umurnya tidak berisiko sebanyak 16 orang (26,67%). No. 1. 2.

3. Jenis kelamin responden Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis kelamin Frekuensi % Pria 30 50 Wanita 30 50 Jumlah 60 100 Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden pria sebanyak 30 orang (50%) dan responden wanita sebanyak 30 orang (50%). No. 1. 2.

4. Indeks massa tubuh responden

63

Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh Frekuensi % Obese 30 50 Tidak obese 30 50 Jumlah 60 100 Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang obese sebanyak 30 orang (50%) dan responden yang tidak obese sebanyak 30 orang (50%) . No. 1. 2.

5. Kebiasaan merokok responden Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok Frekuensi % Merokok 32 53,33 Tidak merokok 28 46,67 Jumlah 60 100 Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang merokok sebanyak 32 orang (53,3%) dan responden yang tidak merokok sebanyak 28 orang (46,67%) . No. 1. 2.

6. Jenis rokok responden Tabel 4.6 Distribusi Responden Menurut Jenis Rokok yang Biasa Dikonsumsi Jenis Rokok Frekuensi % Kretek 17 53,12 Campur 10 31,25 Filter 5 15,625 Jumlah 32 100 Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang jenis rokoknya kretek sebanyak 17 orang (53,12%), selebihnya lihat tabel.64

No. 1. 2. 3.

7. Jumlah batang rokok responden Tabel 4.7 Distribusi Responden Menurut Jumlah Batang Rokok yang Dikonsumsi Tiap Hari Batang Rokok Frekuensi % > 20 batang/ hari 12 37,5 10-20 batang/ hari 11 34,375 < 10 batang/hari 9 28,125 Jumlah 32 100 Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang merokok > 20 batang/ hari sebanyak 12 orang (37,5%), selebihnya lihat tabel. No. 1. 2. 3.

8. Lama merokok responden Tabel 4.8 Distribusi Responden Menurut Lama Merokok dalam Tahun Lama Merokok Frekuensi % 10 tahun 19 59,375 < 10 tahun 13 40,625 Jumlah 32 100 Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang lama merokok 10 tahun sebanyak 19 orang (59,375%), selebihnya lihat tabel. No. 1. 2.

9. Kebiasaan berolahraga responden Tabel 4.9 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Berolahraga No. 1. 2. Kebiasaan berolahraga Berolahraga Tidak berolahraga65

Frekuensi 38 22

% 63,33 36,67

Jumlah 60 100 Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang berolahraga sebanyak 38 orang (63,3%) dan responden yang tidak berolahraga sebanyak 22 orang (36,67%) .

10. Frekuensi berolahraga responden Tabel 4.10 Distribusi Responden Menurut Frekuensi Berolahraga Kebiasaan berolahraga Frekuensi % < 4 kali perminggu 30 78,95 4 kali perminggu 8 21,05 Jumlah 38 100 Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang berolahraga < 4 kali perminggu sebanyak 30 orang (78,95%) dan responden berolahraga 4 kali perminggu sebanyak 8 orang (21,05%) No. 1. 2.

11. Frekuensi konsumsi makanan pokok Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Makanan Pokok (Karbohidrat) Tiap Hari No. 1. 2. Konsumsi makanan pokok 2-3 x/hari 1 x/hari Jumlah Frekuensi 57 3 60 % 95 5 100

66

Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang mengkonsumsi makanan pokok dengan frekuensi 2-3x/hari sebanyak 57 orang (95%), selebihnya lihat tabel.

12. Frekuensi konsumsi lauk hewani yang mengandung asam lemak jenuh

sedang-tinggi Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Lauk Hewani yang Mengandung Asam Lemak Jenuh Sedang-Tinggi (Unggas dan Daging) Tiap Minggu No. Konsumsi lauk hewani yang asam lemak jenuhnya sedang-tinggi67

Frekuensi

%

7x/minggu 39 65 < 7x/minggu 21 35 Jumlah 60 100 Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang mengkonsumsi lauk hewani yang mengandung asam lemak jenuh sedang-tinggi dengan frekuensi 7x/minggu sebanyak 39 orang (65%), selebihnya lihat tabel.

1. 2.

13. Frekuensi konsumsi lauk hewani yang berkolesterol tinggi

Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Lauk Hewani yang Mengandung Kolesterol Tinggi ( Telur dan Seafood Selain Ikan) Tiap Minggu No. 1. 2. Konsumsi lauk hewani berkolesterol tinggi 7x/minggu < 7x/minggu Jumlah Frekuensi 23 37 60 % 38,33 61,66 100

68

Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang mengkonsumsi lauk hewani yang mengandung kolesterol tinggi dengan frekuensi < 7x/minggu sebanyak 37 orang (61,66%), selebihnya lihat tabel.

14. Frekuensi konsumsi sayur Tabel 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Sayur Tiap Hari Konsumsi sayur Frekuensi % 2-3 x/hari 43 71,66 1 x/hari 17 28,33 Jumlah 60 100 Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang mengkonsumsi sayur dengan frekuensi 2-3 x/hari sebanyak 43 orang (71,66%), selebihnya lihat tabel. No. 1. 2.

15. Frekuensi konsumsi buah Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Buah Tiap Hari Konsumsi buah Frekuensi % 2-3 x/hari 25 41,667 1 x/hari 35 58,333 Jumlah 60 100 Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang mengkonsumsi buah dengan frekuensi 1 x/hari sebanyak 35 orang (58,333 %), selebihnya lihat tabel. No. 1. 2.

16. Cara masak

69

Tabel 4.16 Distribusi Responden Menurut Cara Masak Cara masak Frekuensi % Goreng/santan 51 85 Rebus 9 15 Jumlah 60 100 Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden yang cara masaknya dengan digoreng/disantan sebanyak 51 orang (85%), selebihnya lihat tabel. No. 1. 2.

C. Analisis Hasil Penelitian

1. Hubungan umur dengan PJK Tabel 4.17 Hubungan antara Umur dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S Sukanto Jakarta Timur Umur Kejadian penyakit jantung koroner PJK Non-PJK n % n % 33 75 11 25 7 40 43,8 66,7 9 20 56,3 33,3 Jumlah P Value n 44 16 60 % 100 100 100 0,023

Berisiko Tidak berisiko Total

70

Dari hasil penelitian diketahui bahwa umur yang berisiko (laki laki 40 tahun dan perempuan > 55 tahun/sudah menopouse) pada responden PJK sebanyak 33 orang (82,5%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,023. Hal ini berarti terdapat hubungan yang bermakna antara umur responden dengan terjadinya penyakit jantung koroner.

2. Hubungan jenis kelamin dengan PJK Tabel 4.18 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S Sukanto Jakarta Timur Jenis kelamin Pria Wanita Total Kejadian penyakit jantung koroner PJK Non-PJK n % n % 23 76,7 7 23,3 17 40 56,7 66,7 13 20 43,4 33,3 Jumlah P Value n 30 30 60 % 100 100 100 0,100

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pria pada responden PJK sebanyak 23 orang (57,5%). Secara statistik perbedaan proporsi tersebut tidak bermakna sesuai dengan nilai p=0,100 (p > 0,05).71

3. Hubungan indeks massa tubuh dengan PJK Tabel 4.19 Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S Sukanto Jakarta Timur IMT Kejadian penyakit jantung koroner PJK Non-PJK n % n % 20 66,7 10 33,3 20 40 66,7 66,7 10 20 33,3 33,3 Jumlah P Value N 30 30 60 % 100 100 100 1,00

Gemuk Tidak gemuk Total

Dari hasil penelitian diketahui bahwa massa tubuh gemuk pada responden PJK sebanyak 20 orang (50%). Secara statistik perbedaan proporsi tersebut tidak bermakna sesuai dengan nilai p=1,00 (p > 0,05)

72

4. Hubungan merokok dengan PJK Tabel 4.20 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S Sukanto Jakarta Timur Kebiasaan merokok Merokok Tidak merokok Total Kejadian penyakit jantung koroner PJK Non-PJK n % n % 25 78,1 7 21,9 15 40 53,6 66,7 13 20 46,4 33,3 Jumlah P Value n 32 28 60 % 100 100 100 0,044

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kebiasaan merokok pada responden PJK sebanyak 25 orang (62,5%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,044. Hal ini berarti terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan terjadinya penyakit jantung koroner.

73

5. Perbandingan jenis rokok yang dikonsumsi responden PJK dan non-PJK Tabel 4.21 Jenis Rokok yang Biasa Dikonsumsi Responden Jenis rokok Kretek Campur Filter Jumlah n 14 7 4 25 PJK % 82,4 70,0 80,0 78,1 n 3 3 1 7 Non-PJK % 17,6 30,0 20,0 21,9 Jumlah n 17 10 5 32 % 100 100 100 100

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar, jenis rokok yang biasa dikonsumsi responden PJK adalah kretek sebanyak 14 orang (56%), selebihnya lihat tabel.

6. Perbandingan jumlah batang rokok yang dikonsumsi responden PJK dan non-PJK Tabel 4.22 Jumlah Batang Rokok yang Dikonsumsi Responden

74

Batang rokok > 20 batang sehari 10-20 batang sehari < 10 batang sehari Jumlah n 10 8 7 25

PJK % 83,8 72,7 77,8 78,1

Non-PJK n % 2 16,7 3 27,3 2 22,2 7 21,9

n 12 11 9 32

Jumlah % 100 100 100 100

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar, jumlah batang rokok yang biasa dikonsumsi responden PJK adalah > 20 batang sebanyak 10 orang (40%), selebihnya lihat tabel.

7. Perbandingan lama merokok responden PJK dan non-PJK

Tabel 4.23 Lama Kebiasaan Merokok Responden (Dalam Tahun) PJK Lama merokok 10 tahun < 10 tahun Jumlah n 16 9 25 % 84,2 69,2 78,1 Non-PJK n % 3 4 7 15,8 30,8 21,9 Jumlah n 19 13 32 % 100 100 100

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar, lama merokok pada responden PJK adalah 10 tahun , yaitu sebanyak 16 orang responden (64%), selebihnya lihat tabel.

75

8. Hubungan olahraga dengan PJK

Tabel 4.24 Hubungan antara Kebiasaan Berolahraga dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner Di Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S Sukanto Jakarta Timur Kebiasaan berolahraga Olahraga Kejadian penyakit jantung koroner PJK Non-PJK n % n % 24 63,2 14 36,8 72,7 66,7 6 20 27,3 33,3 Jumlah P Value n 38 22 60 % 100 100 100 0,449

Tidak olahraga 16 Total 40

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kebiasaan berolahraga pada responden PJK sebanyak 24 orang (60%). Secara statistik perbedaan proporsi tersebut tidak bermakna sesuai dengan nilai p=0,449 (p > 0,05). Hal ini berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan berolahraga dengan terjadinya penyakit jantung koroner.

76

9. Perbandingan frekuensi berolahraga responden PJK dan non-PJK Tabel 4.25 Frekuensi berolahraga responden Frekuensi berolahraga 4 kali/minggu < 4 kali/minggu Jumlah n 4 20 24 PJK % 50,0 66,7 63,2 Non-PJK n % 4 10 14 50,0 33,3 36,8 Jumlah n % 8 30 38 100 100 100

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar, frekuensi berolahraga < 4 kali/ minggu pada responden PJK sebesar 83,33% , yaitu sebanyak 20 orang responden, selebihnya lihat tabel.

77

10. Hubungan frekuensi konsumsi makanan pokok dengan PJK Tabel 4.26 Hubungan antara Frekuensi Konsumsi Makanan Pokok (Karbohidrat) dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S Sukanto Jakarta Timur Frekuensi makanan pokok 2-3 x/hari 1 x/hari Total Kejadian penyakit jantung koroner PJK Non-PJK n % n % 38 66,7 19 33,3 2 40 66,7 66,7 1 20 33,3 33,3 Jumlah P Value n 57 3 60 % 100 100 100

1,000

Dari hasil penelitian diketahui bahwa frekuensi makanan pokok (nasi) sebanyak 2-3x/hari pada responden PJK sebanyak 38 orang (95%). Nilai p=1,000 (p > 0,05), hal ini berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi konsumsi makanan pokok dengan terjadinya penyakit jantung koroner.

78

11. Hubungan konsumsi makan lauk hewani yang mengandung asam lemak

jenuh sedang-tinggi dengan PJK Tabel 4.27 Hubungan antara Frekuensi Konsumsi Makan Lauk Hewani yang Mengandung Asam Lemak Jenuh Sedang-Tinggi dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S Sukanto Jakarta TimurFrekuensi makan lauk hewani dengan asam lemak jenuh sedang-tinggi 7x/minggu

Kejadian penyakit jantung koroner PJK Non-PJK n % n % 31 9 40 79,5 42,9 66,7 8 12 20 20,5 57,1 33,3

Jumlah

P Value

n 39 21 60

% 100 100 100 0,004

< 7x/minggu Total

Dari hasil penelitian diketahui bahwa frekuensi makan lauk hewani dengan asam lemak jenuh sedang-tinggi pada responden PJK sebanyak 31 orang (77,5%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,004. Hal ini berarti terdapat hubungan yang bermakna antara seringnya makan lauk hewani yang mengandung asam lemak jenuh sedang-tinggi dengan terjadinya penyakit jantung koroner.

79

12. Hubungan frekuensi konsumsi makan lauk hewani berkolesterol

tinggi dengan PJK Tabel 4.28 Hubungan antara Frekuensi Konsumsi Makan Lauk Hewani Berkolesterol Tinggi dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S Sukanto Jakarta Timur Frekuensi makan lauk hewani berkolesterol tinggi 7x/minggu < 7x/minggu Total Kejadian penyakit jantung koroner PJK Non-PJK n % n % 19 21 40 82,6 56,8 66,7 4 16 20 17,4 43,2 33,3 Jumlah P Value n 23 37 60 % 100 100 100 0,039

Dari hasil penelitian diketahui bahwa frekuensi makan lauk hewani berkolesterol tinggi sebanyak 7x/hari pada responden PJK adalah 19 orang (47,5%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,039. Hal ini berarti terdapat hubungan yang bermakna antara seringnya makan lauk hewani berkolesterol tinggi dengan terjadinya penyakit jantung koroner.

13. Hubungan frekuensi makan sayur dengan PJK

80

Tabel 4.29 Hubungan antara Frekuensi Makan Sayur dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S Sukanto Jakarta Timur Frekuensi makan sayur Kejadian penyakit Jumlah P Value n 43 17 60 % 100 100 100

jantung koroner PJK Non-PJK n % n % 2-3 porsi/hari 28 65,1 15 34,9 1 porsi/hari 12 Total 40 70,6 66,7 5 20 29,4 33,3

0.685

Dari hasil penelitian diketahui bahwa frekuensi makan sayur 2-3 porsi/hari pada responden PJK sebanyak 28 orang (70%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,685. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara frekuensi makan sayur yang diajurkan dengan terjadinya penyakit jantung koroner.

14. Hubungan frekuensi makan buah dengan PJK Tabel 4.3081

Hubungan antara Frekuensi Makan Buah dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S Sukanto Jakarta Timur Kejadian penyakit Frekuensi makan buah 1 porsi/hari 2-3 porsi/hari Total jantung koroner PJK Non-PJK n % n % 27 77,1 8 22,9 13 52,0 12 48,0 40 66,7 20 33,3 Jumlah n 35 25 60 % 100 100 100 P Value 0,042

Dari hasil penelitian diketahui bahwa frekuensi makan buah 1 porsi/hari pada responden PJK adalah 27 orang (77%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,042. Hal ini berarti terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi makan buah yang dianjurkan dengan terjadinya penyakit jantung koroner.

15. Hubungan cara masak tersering dengan PJK Tabel 4.31

82

Hubungan antara Cara Tersering Memasak Makanan dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Kepolisian Pusat R.S Sukanto Jakarta Timur Kejadian penyakit Cara masak Goreng/santan Rebus Total jantung koroner PJK Non-PJK n % n % 38 74,5 13 25,5 2 40 22,2 66,7 7 20 77,8 33,3 Jumlah n 51 9 60 % 100 100 100 0,002 P Value

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada responden PJK cara masak tersering dengan cara tidak direbus (digoreng/disantan) adalah sebanyak 38 orang (95%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,002, artinya ada perbedaan cara memasak tidak direbus (goreng/santan) dengan direbus untuk terjadinya penyakit jantung koroner.

E. Pembahasan

1. Keterbatasan penelitian Pengambilan sampel yang dipakai oleh peneliti adalah non-probabiliti sampling yaitu dengan metode purposive sampling artinya83

mengambil sampel berdasarkan ciri-ciri yang diinginkan peneliti, sampai jumlah yang dibutuhkan. Pengambilan sampel secara nonprobaliliti dipilih peneliti karena dalam penelitian ini terdapat beberapa kendala diantaranya waktu meneliti yang bersinggungan dengan jadwal kuliah sehingga penelitian yang dilakukan mulai tanggal 23 Desember -29 Januari 2010 ini tidak dapat dilaksanakan setiap hari. Selain itu, sampel yang diizinkan untuk diwawancarai oleh pihak Rumah Sakit hanya pasien askes sehingga tidak semua pasien dapat diwawancarai. Terdapat juga pembatasan pengambilan sampel dalam satu hari oleh dokter kepala ruangan poli jantung, yaitu antara 5-9 sampel, dengan maksud agar tidak menggangu ketertiban dalam ruang poli jantung.

2. Karakteristik yang berhubungan dengan PJK a.

Hubungan umur dengan PJK Umur merupakan faktor risiko alami yang tidak bisa dicegah. Terdapat hubungan antara umur dengan profil lipid. Semakin bertambahnya usia kadar kolesterol total dan trigliserida akan semakin meningkat. Makin tua seseorang makin sering pula terkena obesitas, karena terdapat penurunan laju metabolisme pada orang tua. Umur yang beresiko terjadinya PJK adalah 40 tahun bagi pria dan >55 tahun bagi wanita. Dari hasil penelitian diketahui bahwa 82,5 % responden PJK memiliki umur yang berisiko.

84

Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p=0,023 (p 0,05). Hal ini menunjukan terdapatnya hubungan antara umur yang berisiko dengan kejadian PJK. Hal ini sesuai pendapat Askandar

Tjokroprawiro (1996) bahwa usia antara 40-60 tahun adalah periode paling sering mengalami PJK, pria > 45 tahun dan wanita > 55 tahun. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wulandari Dyah (2009) yang menunjukan terdapatnya hubungan antara umur dengan kejadian jantung koroner (p value = 0,003) di poli jantung RS Muhammadiyah Palembang. Dengan melihat teori dan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang adanya hubungan antara umur yang beresiko dengan kejadian PJK, untuk individu yang memasuki usia beresiko diharapkan untuk memeriksakan kadar profil lipidnya dan menjaga kadar optimal profil lipid darah sesuai anjuran dokter.

b. Hubungan jenis kelamin dengan PJK

Secara alamiah pria memiliki risiko menderita PJK 2-3 kali dari wanita pada periode usia remaja sampai usia sekitar 50 tahun. Wanita premenopause terlindung dari PJK oleh karena terdapatnya estrogen. Estrogen mencegah terbentuknya plak pada arteri dengan meningkatkan kadar HDL dan menurunkan kadar LDL. Hasil uji statistik menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian PJK, dengan nilai p =0,100 (p>0,05). Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari85

Dyah

(2009)

yang

menyebutkan

terdapatnya hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian PJK yang mana p value = 0,008. Hal ini mungkin terjadi karena presentasi responden pria dan wanita yang menderita PJK tidak jauh perbedaannya (pria 57,5% dan wanita 42,5%). Tingginya jumlah penderita PJK wanita disebabkan juga oleh tingginya presentasi umur yang beresiko pada responden wanita. Sekitar 50 tahun keatas, wanita dan pria memiliki tingkat risiko yang sama menurut A.Maximin, L.S Rust, dan L.W.Kenyon, dalam buku Heart Therapy (1997).

c.

Hubungan IMT (obesitas) dengan PJK Menurut dr. Faisal Barras dalam buku Tentang Kolesterol (1993) obesitas dapat meningkatan kadar kolesterol total, VLDL dan LDL. Kegemukan mendorong timbulnya faktor resiko lain seperti DM, hipertensi yang pada taraf selanjutnya meningkatkan risiko PJK. Hasil uji statistik menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara kegemukan dengan kejadian PJK dengan nilai p=1,00 (p>0,05). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Fazidah A. Siregar, Achsan Harahap, dan Rasmaliah pada penderita rawat jalan R.S. Dokter Piringasi Medan, yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dan PJK. Tidak terdapatnya hubungan terjadi karena tidak ada perbedaan jumlah responden PJK yang gemuk dengan yang tidak gemuk. Tingginya jumlah penderita PJK yang tidak gemuk diketahui setelah

86

mendapat wawancara lebih lanjut, yaitu kebanyakan responden memiliki kebiasaan berolahraga sehingga berat badannya terjaga. Namun hal ini tetap tidak meniadakan risiko terkena PJK pada responden tersebut, jika ia memiliki faktor resiko yang lain. Kadar profil lipid dalam darah tetap tinggi pada individu yang pola makannya tinggi lemak dan rendah serat walau berat badan mereka normal.

3. Kebiasaan yang berhubungan dengan PJK a.

Hubungan kebiasaan merokok dengan PJK Rokok mengandung nikotin yang dapat merangsang sistem saraf simpatis yang lalu menyebabkan detak jantung dan tekanan darah meningkat. Asap rokok mengandung karbon monoksida, hidrogen sianida dan nitrogen oksida. Karbon monoksida mengganti O2 dalam molekul Hb dan tampak berkontribusi dalam peningkatan LDL. Hidrogen dan nitrogen oksida adalah radikal bebas yang

dipercaya berperan dalam proses pembentukan aterosklerosis. Menurut penelitian Framingham Heart Study merokok juga dapat menurunkan kadar kolesterol HDL. Hasil penelitian ini didapatkan 62,5 % penderita memiliki kebiasaan merokok. Dari hasil uji bivariat didapatkan hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian PJK dengan tingkat kemaknaan (p) = 0,044. Hal ini sesuai dengan peneitian Erawan dan Yohanes (1997) yang

87

mendapatkan terdapatnya hubungan antara merokok dengan PJK. Dengan melihat teori-teori tersebut dan hasil penelitian yang telah dilakukan. Yang perlu dilakukan adalah mulai menghentikan kebiasaan merokok. Setelah berhenti merokok terlepas dari berapa lama dan berapa banyak telah merokok, risiko PJK secara cepat berkurang. Dalam 2-4 tahun setelah berhenti merokok, risiko serangan jantung karena merokok secara dramatis turun sampai pada titik sama dengan mereka yang tidak pernah merokok.

b. Hubungan berolahraga dengan PJK

Olahraga secara teratur diperlukan untuk menjaga kebugaran dan fungsi jantung dapat optimal. Olahraga yang dimaksud adalah olahraga aerob seperti bersepeda, joging, renang dan senam. Menurut dr. Haskel dari Council of Physical Fitness dan Sport-USA manfaat olahraga dalam kesehatan sistem kardiovaskular dan antara lain dan

memperbaiki

metabolisme

lipoprotein

karbohidrat

menurunkan kerja otot jantung dengan demikian kerja jantung lebih efisien. Hasil uji statistik menunjukan tidak ada hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan kejadian PJK (p=0,449). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Fazidah A. Siregar, Achsan Harahap dan Rasmalih di RS Dokter Pirngadi Medan, yang menyatakan tidak terdapatnya hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan PJK. Hal ini terjadi karena persentasi responden yang88

mengaku terbiasa berolahraga lebih tinggi dari persentasi responden yang tidak berolahraga. Tingginya respoden yang suka berolahraga disebabkan karena kebanyakan responden adalah polisi/

purnawirawan polisi. Mereka memiliki kebiasaan senam pagi di kantor 2 kali seminggu pada hari selasa dan jumat.

c.

Hubungan pola makan dengan PJK 1). Hubungan frekuensi konsumsi makanan pokok dengan PJK Konsumsi makanan pokok yang diajurkan/ hari untuk orang dewasa 300 gram beras/ sebanyak 3 piring nasi. Makanan pokok (nasi) adalah sumber karbohidrat. Karbohidrat (terutama glukosa) adalah sumber energi utama dari makanan. Glukosa merupakan sumber pembentukan trigliserida dalam tubuh

(disamping lemak dan protein). Asupan glukosa yang berlebihan akan meningkatkan kadar trigliserida dalam darah. Oleh karena itu kelebihan glukosa juga merupakan sumber peningkatan profil lipid dalam darah (trigliserida). Hasil uji statistik menunjukan p=1,00 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi makanan pokok. Hasil ini disebabkan karena antara responden PJK dan non-PJK rata-rata mengkonsumsi nasi 2-3 kali/hari. Sedangkan yang mengkonsumsi 1 kali/hari hanya 3 responden dan yang mengkonsumsi

> 3 kali/hari adalah 0 responden sehingga datanya tidak dimasukan dalam analisa bivariat. Penelitian sebelumnya yang menjadi bahan89

pembandingan adalah hubungan tingkat kecukupan karbohidrat dengan kadar trigliserida darah pasien PJK yang dilakukan oleh Ida Dwi Irawati. Namun dalam penelitiannya menujukan terdapatnya hubungan antara tingkat kecukupan karbohidrat dengan kadar trigliserida darah yang merupakan faktor penyebab dari penyakit jantung koroner. 2). Hubungan frekuensi makan lauk hewani dengan asam lemak jenuh sedang- tinggi dengan PJK Kebutuhan lemak menurut WHO (1990), menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 15-30% kebutuhan energi total. Diantara lemak yang dikonsumsi sehari dianjurkan paling banyak 10% berasal dari lemak jenuh. Pada wanita dewasa ini berarti rata-rata < 20 gram/hari sedangkan pria dewasa < 24 gram / hari. Jenis lauk yang memilki lemak jenuh cukup banyak dalam per 100 gram bersihnya adalah daging babi dan sapi. Ukuran rumah tangga 1 potong daging = 50 gram. Konsumsi 2x/hari daging sapi rebus berarti mengkonsumsi 20,8 gram lemak jenuh. Jika pengolahannya dengan cara digoreng, dalam 100 gram minyak kelapa mengandung 87,9 gram lemak jenuh dan menurut ukuran rumah tangga (urt) untuk sekali makan ukuran minyaknya adalah sendok makan atau 5 gram berarti ukuran lemak jenuhnya adalah 8,8 untuk 2 kali makan. Jika dijumlahkan berarti untuk 2 kali sehari mengkonsumsi

90

daging sapi goreng kadar asam lemak jenuhnya adalah 29,6 gram yang berarti melebihi kebutuhan lemak jenuh untuk dewasa. Hasil uji statistik terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi konsumsi lauk hewani dengan kandungan asam lemak jenuh sedang sampai tinggi dengan kejadian PJK dengan nilai p=0,004. Penelitian yang perbandingan penelitian Ida Dwi Irawati yang menyatakan terdapatnya hubungan konsumsi lemak dengan kadar trigliserida (faktor risiko PJK). Secara aplikatif hasil ini dapat dipakai untuk masyarakat/ individu yang memiliki risiko untuk mengontrol frekuensi makan lauk hewani dengan kandungan lemak jenuh ini agar kadar lipid darah (trigliserida dan kolesterol LDL) dapat terjaga.

3). Hubungan frekuensi makan lauk hewani berkolesterol tinggi dengan PJK Kadar kolesterol dalam tubuh diperoleh dari makanan dan pembentukan oleh hati. Dari makanan sebesar 25 % dan sisanya 75 % berasal dari sintesa di hati Makanan yang mengandung kolesterol tinggi diantaranya seafood (ikan, udang, cumi dan sebagainya) dan telur (dengan kuning telurnya). Hasil uji statistik terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi konsumsi lauk hewani dengan kolesterol tinggi dengan kejadian PJK dengan nilai p=0,039. Secara aplikatif hasil ini dapat

91

dipakai untuk masyarakat/ individu yang memiliki risiko untuk mengontrol frekuensi makan lauk hewani berkolesterol tinggi agar kadar kolesterol total dalam darah tetap dalam batas normal. 4). Hubungan frekuensi makan sayur dengan PJK Konsumsi sayur penting sebagai sumber serat utama disamping buah. Konsumsi sayur yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 150-200 gram/hari, atau 2-3 porsi dalam sehari. Namun konsumsi yang terbaik adalah 3 porsi atau

11/2 mangkok sehari untuk menutupi kekurangan serat dari serelia dan biji-bijian. Serat makanan menghalangi siklus asam empedu dengan menyerap asam empedu sehingga perlu diganti dengan pembuatan asam empedu baru dari kolesterol persediaan. Makanan tinggi serat cenderung meningkatkan berat feses, menurunkan waktu transit di dalam saluran cerna sehingga mengontrol kadar lipid. Namun dari hasil penelitian ditemukan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi sayur dengan kejadian PJK dengan nilai p=0.685. Hal ini dikarenakan jumlah responden yang mengkonsumsi sayur 2-3 kali/ porsi sehari sebesar 70% responden. 5). Hubungan frekuensi makan buah dengan PJK Vitamin C dan E dipercaya dapat mencegah penyakit jantung koroner. Vitamin C dan vitamin E yang cukup dapat

92

mencegah oksidasi LDL. Kerja sinergistik dari vitamin C, vitamin E menjadi antioksidan paling penting dalam

mempertahankan keutuhan dan fungsi sel. Kandungan vitamin E dan C yang penting dapat hilang dalam proses pengolahan makanan. Vitamin E tidak hilang jika direbus namun hilang dengan penggorengan. Vitamin C mudah hilang dengan direbus/ dimasak dalam panci besi. Oleh karena itu, buah merupakan sumber utama untuk vitamin, disamping juga merupakan sumber serat. Konsumsi buah yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 200-300 gram atau 2-3 potong sehari. Namun konsumsi yang terbaik adalah 3 porsi sehari untuk menutupi kekurangan serat dari serelia dan bijibijian. Hasil uji statistik terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi makan buah dengan kejadian PJK dengan nilai p=0,042. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nina Aryati (2004) di BPRSUD Salatiga ada pengaruh konsumsi serat, vitamin C dan E terhadap kejadian PJK. Penelitian tentang hubungan antara konsumsi serat (buah dan sayur) ini masih memiliki kelemahan karena peneliti hanya menanyakan sumber serat utama yaitu yang berasal dari buah dan sayur sedangkan sumber yang berasal dari serelia (beras tumbuk) dan biji-bijian (kedelai utuh, kacang hijau, dll) tidak ditanyakan secara lengkap. Namun dari gambaran konsumsi buah (sumber utama serat disamping sayur) yang masih

93

kurang diharapkan dapat memberi gambaran kurangnya konsumsi serat. Secara aplikatif hasil penelitian ini dapat sebagai acuan untuk masyarakat agar menkonsumsi buah pada khususnya / serat pada umumnya dengan cukup sesuai anjuran yang diberikan DepKes dan AHA (American Heart Association). 6). Hubungan cara masak makanan dengan PJK Cara masak dengan cara digoreng menambah kandungan asam lemak jenuh dalam makanan. Dalam 100 gram berat bersih minyak kepala mengandung 87,9 gram lemak jenuh. Lemak jenuh meningkatkan pembentuan partkel VLDL. Makanan yang tidak berlemak jenuh dapat menjadi berlemak jenuh dengan cara masak yang digoreng atau tumis, misalkan sayur yang ditumis. Hasil uji statistik terdapat hubungan yang bermakna antara cara masak dengan kejadian PJK dengan nilai p= 0,002.

94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 1. Hasil penelitan yang dilakukan di ruang Poli Jantung Rumkit

Polpus R.S Sukanto Jakarta Bulan Desember 2009- Januri 2010, terdapat responden PJK sebanyak 40 orang (66,67%) dan non-PJK sebanyak 20 orang (33,33%)2.

Ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara umur dengan

kejadian penyakit jantung koroner (p value = 0,023)

95

3.

Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin

dengan kejadian penyakit jantung koroner (p value = 0,100)4.

Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara indeks massa

tubuh dengan kejadian penyakit jantung koroner (p value = 1,00)5.

Ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan

merokok dengan kejadian penyakit jantung koroner (p value = 0,044)6.

Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara kebiasaan

berolahraga dengan kejadian penyakit jantung koroner (p value = 0,449)7.

Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara konsumsi

makanan pokok dengan kejadian penyakit jantung koroner (p value = 1,00)8.

Ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi lauk

hewani dengan asam lemak jenuh sedang-tinggi dengan kejadian penyakit jantung koroner (p value = 0,004)9.

Ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi lauk

hewani dengan kolesterol tinggi dengan kejadian penyakit jantung koroner (p value = 0,039)10.

Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara konsumsi sayur

dengan kejadian penyakit jantung koroner (p value = 0.685)11.

Ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi

buah dengan kejadian penyakit jantung koroner (p value = 0,042) 12. Ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara cara masak

dengan kejadian penyakit jantung koroner (p value = 0,002)

96

B. Saran 1.

Untuk mengurangi risiko penyakit jantung koroner, hendaknya

mengurangi konsumsi rokok, khususnya rokok-rokok yang berjenis non-filter2.

Bagi individu dengan umur yang beresiko dan memiliki risiko PJK

dianjurkan untuk segera melakukan upaya pencegahan dengan menjaga nilai profil lipid dalam darah3.

Untuk mengurangi risiko PJK hendaknya memperbaiki pola makan

sedini mungkin yaitu dengan merubah kebiasaan makan tinggi lemak, rendah serat dengan makanan rendah lemak dan tinggi serat.4.

Upaya sosialisasi kepada masyarakat, terkait dengan faktor-faktor

risiko PJK hendaknya dilakukan secara terus-menerus baik oleh pemerintah maupun instansi terkait untuk menurunkan kejadian PJK yang merupakan salah satu penyakit yang memiliki risiko kematian tinggi5.

Saran untuk penelitian lebih lanjut untuk menambah faktor-faktor

risiko lain yang berhubungan dengan PJK bukan hanya dari segi karakteristik dan kebiasaan responden saja, dan dari sisi kebiasaan responden dapat ditambah kebiasaan mengkonsumsi alkohol yang belum diteliti oleh peneliti dalam karya tulis ilmiah ini

DAFTAR PUSTAKA

97

T. Bahri Anwar Djohan. e-USU Repository . 2004. [cited 2009 November]. Penyakit Jantung Koroner Dan Hypertensi. Available from : http://library.usu.ac.id /download/fk/gizi-bahri4.pdf1.

H. Masino. Yayasan Jantung Indonesia. 2001. [cited 2010 Maret]. Penyakit Kardiovaskuler. Available from : http://id.inaheart.or.id/p=44. (!)2.

Soendoro, Triono. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. 2008. [cited 2009 November]. Report on Result of National Basic Health Research (Riskesdas). Available from: http://www.litbang.depkes.go.id/LaporanRKD/Indonesia/3. 4. Fazidah A. Siregar, Achsan Harahap, Rasmaliah. Analisis Faktor Risiko

Penyakit Jantung Koroner Penderita Rawat Jalan Rumah Sakit Dokter Piringadi Medan. 2004 [ skripsi ]. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara ; 20045. Wulandri Dyah Anggraini. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Penyakit Jantung Koroner Di Poli Jantung Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2009 [ skripsi ]. Palembang : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Husada palembang ; 20096. Nina Aryati. Pengaruh Konsumsi Serat dan Antioksidan terhadap Kejadian

Penyakit Jantung Koroner ; 2004 [ skripsi ]. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara ; 2004 Robbins dan Kumar. Buku Ajar Patologi Edisi IV. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2000. Hal 33-43 (!)7.

8. Omar Faiz, David Moffat. At a Glance Anatomi. Jakarta: Erlangga Medical Series ; 2004. Hal 18-19 Lesson Thomas, Lesson Roland. Buku Ajar Histologi Edisi ke V.Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC; 1995. Hal 260-273 (!)9.

10. Arthur C Guyton, John E Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. Hal 317-32511. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal 287-292 (!) 12. Asikin Hanafiah, dkk. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. Hal 159-180

98

13. Marks ,Dawn ,dkk. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2000. Hal 522-524 (!) 14. Imam Soeharto. Serangan jantung dan Stroke Hubungannya dengan Lemak dan Koleserol. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama; 2004. Hal 49-83 15. Sudoyo , Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. Hal 1621-165016. Joewono, Boedi Soesetyo. Ilmu Penyakit Jantung. Jakarta: airlangga

universitas press: 2003. Hal 121- 134 (!)17. S. Thaler, Malcolm. Satu-satunya Buku EKG yang Anda Perlukan.

Jakarta: Penerbit hipokrates: 2000. Hal 196-207 (!)18. Bustan M.N. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka

Cipta; 2000. Hal 45-46 (!)19. Departemen Kesehatan RI. 1994. [cited 2009 November].

Memantau Status Gizi Orang Dewasa. http://www.perpustakaan.depkes.go.id (!)

Pedoman Praktis Available from :

20. Murray, Robert K, dkk. Biokimia Harper Edisi 26. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. Hal 279 21. Stefan Silbernagl, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. Hal 216- 22322. Davidson, Christopher. Seri Kesehatan Bimbingan Dokter pada Penyakit

Jantung Koroner. Jakarta: penerbit Dian Rakyat: 2003. Hal 32 (!) 23. Kodin, Nasrin dkk. Himpunan Bahan Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Jurusan Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta: Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. Hal 81-8424. Almatsien, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama: 2000. Hal 51-150. (!)25. J. Anderson, S. Perryman, L. Young

Dietary Fiber. Colorado State University, US. 2004. [cited 2009 November]. http://www.ext.colostate.edu/PUBS/FOODNUT/09333.html

99

26. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Edisi 6. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. Hal 580 27. Notoatmojo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka; 2005. Hal 102-12428. I. Dewa Nyoman, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar. Penilaian status gizi. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002. Hal 98 (!)

100

Lampiran 1

Format permintaan penelitian di Rumkit Polpus R.S Sukanto

101

102

Lampiran 2

103

Lampiran 3

Informed Consent (persetujuan ikut serta dengan sukarela dalam penelitian setelah mendapat penjelasan )

Saya telah membaca dan mengerti sepenuhnya Naskah Penjelasan Terlampir Tentang PENELITIAN KARAKTERISTIK DAN KEBIASAAN YANG

BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN ATAU TANPA PENYAKIT PENYERTA DI RUMKIT POLPUS R.S SUKANTO PERIODE DESEMBER 2009- JANUARI 2010. Saya bersedia secara sukarela ikut serta sebagai subjek penelitian tersebut. Saya bersedia menjawab semua pertanyaan dalam kuesioner terlampir.

Peserta penelitian

104

Nama.................................. Tanggal..................................... Tanda tangan

Saksi

Nama....................................Tanggal ................................. Tanda tangan

Lampiran 4

KUESIONER PENELITIAN TENTANG KARAKTERISTIK DAN KEBIASAAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN ATAU TANPA PENYAKIT PENYERTA DI RUMKIT POLPUS R.S. SUKANTO JAKARTA TIMUR DATA RESPONDEN I. Identitas Responden a. b. Perempuan c. Umur Responden : Tanggal Wawancara Jenis Kelamin Responden : : 0. Laki laki 1.

0. Laki laki < 40 dan perempuan < 55 tahun 1. Laki laki 40 tahun dan perempuan >55 tahun d. Apakah menderita penyakit jantung koroner?

105

0. Tidak e. Berat badan Tinggi badan Indeks massa tubuh BB (kg) TB (m2) 0 : tidak gemuk : ( 25 ) 1 : gemuk II. Perilaku Responden Merokok a. Apakah Anda merokok ? 0. Tidak 1. Ya : ( > 25 ) = =

1. Ya : : :

b. Apa jenis rokok yang anda hisap ? 0. Sigaret Filter 1. Sigaret kretek

c. Berapa batang anda merokok dalam satu hari ? 0 : Merokok < 10 batang 1 : Merokok 10-20 batang 2. : Merokok > 20 batang d. Sudah berapa lama anda merokok ? 0. 1. Menghisap rokok < 10 tahun Menghisap rokok > 10 tahun

Aktifitas fisik / olah Raga

106

a.

Pernahkah anda berolah raga (terutama olahraga aerob seperti

joging, senam, berenang dll)? 0. Pernah 1. Tidak pernah

b. Berapa kali anda dalam seminggu berolah raga ? 0. > 4 kali 1. < 4 kali

Lampiran 5

Formulir Metode Frekuensi Makanan Nama bahan makanan 1. Makanan pokok a. Nasi Frekuensi konsumsi 2-3 x/hr 1x/hr Jarang 4-6 x/minggu Sangat jarang 1-3x/ minggu Tidak pernah

107

2. Lauk hewani a. Ayam b. Daging babi c. Daging kambing d. Daging sapi e. Gajih f. Jeroan g. Ikan makarel h. Ikan tuna i. Sosis daging j. Kepiting k. Udang l. Kerang m. Siputn. Tiram

o. Cumi-cumi p. Kuning telur ayam q. Telur burung puyuh

108

2. Sayur-sayuran a. Kacang Panjang b. Daun Pepaya c. Paprika d. Daun Singkong e. Kol f. Sawi Hijau g. Tomat h. Buncis i. Jamur j. Kangkung k. Kembang Kol l. Wortel m. Bayam n. Lobak o. Selada p. Brokoliq.

Kentan

g 3. Buah-buahan a. Jambu Biji b. Jeruk Sitrun c. Sirsak d. Anggur e. Alpukat f. Belimbing g. Apel h. Pepaya

109

i. Srikaya j. Pisang k. Semangka l. Jeruk Bali m. Mangga n. Nanaso.

Melon

4. Cara masak tersering b. Santan c. d. Goreng/ Tumis Rebus

110

Lampiran 6

Analisa chi-square hasil penelitianumur responden sampai dilakukan wawancara * penyakit jantung koroner Crosstabulation penyakit jantung koroner non PJK PJK 9 7 5,3 10,7 56,3% 11 14,7 25,0% 20 20,0 33,3% 43,8% 33 29,3 75,0% 40 40,0 66,7%

um ur responden sam pai tidak beresiko Count dilakukan wawancara Expected Count % within um ur responden sam pai dilakukan wawancara beresiko Count Expected Count % within um ur responden sam pai dilakukan wawancara Total Count Expected Count % within um ur responden sam pai dilakukan wawancara

Total 16 16,0 100,0% 44 44,0 100,0% 60 60,0 100,0%

Chi-Square Tests Value 5,156 b 3,846 4,966 60 df 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) ,023 ,050 ,026 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test N of Valid Cases

,032

,026

a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,33.

111

jenis kelamin responden * penyakit jantung koroner Crosstabulation penyakit jantung koroner non PJK PJK 13 17 10,0 20,0 43,3% 7 10,0 23,3% 20 20,0 33,3% 56,7% 23 20,0 76,7% 40 40,0 66,7%

jenis kelamin responden

perempuan

laki-laki

Total

Count Expected Count % within jenis kelamin responden Count Expected Count % within jenis kelamin responden Count Expected Count % within jenis kelamin responden

Total 30 30,0 100,0% 30 30,0 100,0% 60 60,0 100,0%

Chi-Square Tests Value 2,700b 1,875 2,731 60 df 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) ,100 ,171 ,098 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test N of Valid Cases

,170

,085

a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,00.

112

indeks massa tubuh responden * penyakit jantung koroner Crosstabulation penyakit jantung koroner non PJK PJK 10 20 10,0 20,0 33,3% 10 10,0 33,3% 20 20,0 33,3% 66,7% 20 20,0 66,7% 40 40,0 66,7%

indeks massa tubuh responden

tidak gemuk

gemuk

Total

Count Expected Count % within indeks massa tubuh responden Count Expected Count % within indeks massa tubuh responden Count Expected Count % within indeks massa tubuh responden

Total 30 30,0 100,0% 30 30,0 100,0% 60 60,0 100,0%

Chi-Square Tests Value ,000 b ,000 ,000 60 df 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) 1,000 1,000 1,000 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test N of Valid Cases

1,000

,608

a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,00.

113

kebiasaan merokok * penyakit jantung koroner Crosstabulation penyakit jantung koroner non PJK PJK 13 15 9,3 18,7 46,4% 7 10,7 21,9% 20 20,0 33,3% 53,6% 25 21,3 78,1% 40 40,0 66,7%

kebiasaan merokok

tidak merokok

merokok

Total

Count Expected Count % within kebiasaan merokok Count Expected Count % within kebiasaan merokok Count Expected Count % within kebiasaan merokok

Total 28 28,0 100,0% 32 32,0 100,0% 60 60,0 100,0%

Chi-Square Tests Value 4,051b 3,022 4,088 60 df 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) ,044 ,082 ,043 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test N of Valid Cases

,058

,041

a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,33.

114

jenis rokok yang biasa dikonsumsi responden * penyakit jantung koroner yang diderita responden Crosstabulation penyakit jantung koroner yang diderita responden non-PJK PJK 1 4 20,0% 3 30,0% 3 17,6% 7 21,9% 80,0% 7 70,0% 14 82,4% 25 78,1%

Total 5 100,0% 10 100,0% 17 100,0% 32 100,0%

jenis rokok yang biasa dikonsumsi responden

filter

campur

kretek

Total

Count % within jenis rokok yang biasa dikonsumsi responden Count % within jenis rokok yang biasa dikonsumsi responden Count % within jenis rokok yang biasa dikonsumsi responden Count % within jenis rokok yang biasa dikonsumsi responden

jumlah batang rokok yang dihisap responden tiap hari * penyakit jantung koroner yang diderita responden Crosstabulation penyakit jantung koroner yang diderita responden non-PJK PJK 2 7 22,2% 3 27,3% 2 16,7% 7 21,9% 77,8% 8 72,7% 10 83,3% 25 78,1%

Total 9 100,0% 11 100,0% 12 100,0% 32 100,0%

jumlah batang rokok < 10 batang perhari yang dihisap responden tiap hari

Total

Count % within jumlah batang rokok yang dihisap responden tiap hari 10-20 batang perhari Count % within jumlah batang rokok yang dihisap responden tiap hari > 20 batang perhari Count % within jumlah batang rokok yang dihisap responden tiap hari Count % within jumlah batang rokok yang dihisap responden tiap hari

115

lama merokok dalam tahun * penyakit jantung koroner yang diderita responden Crosstabulation penyakit jantung koroner yang diderita responden non-PJK PJK 4 9 30,8% 3 15,8% 7 21,9% 69,2% 16 84,2% 25 78,1%

lama merokok dalam tahun

< 10 tahun

> = 10 tahun

Total

Count % within lama merokok dalam tahun Count % within lama merokok dalam tahun Count % within lama merokok dalam tahun

Total 13 100,0% 19 100,0% 32 100,0%

kebiasaan berolahraga * penyakit jantung koron er Crosstabu lation penyakit jantung koroner non PJK PJK 14 24 12,7 25,3 36,8% 6 7,3 27,3% 20 20,0 33,3% 63,2% 16 14,7 72,7% 40 40,0 66,7%

kebiasaan berolahraga OLAHRAGA

Total

Count Expected Count % within kebiasaan berolahraga T IDAK OLAGRAGACount Expected Count % within kebiasaan berolahraga Count Expected Count % within kebiasaan berolahraga

Total 38 38,0 100,0% 22 22,0 100,0% 60 60,0 100,0%

Chi-Square Tests Value ,574 b ,224 ,583 60 df 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) ,449 ,636 ,445 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test N of Valid Cases

,573

,321

a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,33.

116

frekuensi berolahraga tiap minggu * penyakit jantung koroner yang diderita responden Crosstabulation penyakit jantung koroner yang diderita responden non-PJK PJK 4 4 50,0% 10 33,3% 14 36,8% 50,0% 20 66,7% 24 63,2%

Total 8 100,0% 30 100,0% 38 100,0%

frekuensi berolahraga tiap minggu

Total

>= 4 kali perminggu Count % within frekuensi berolahraga tiap minggu < 4 kali perminggu Count % within frekuensi berolahraga tiap minggu Count % within frekuensi berolahraga tiap minggu

konsumsi nasi tiap hari * penyakit jantung koroner responden Crosstabulation penyakit jantung koroner responden non-PJK PJK 1 2 1,0 2,0 33,3% 19 19,0 33,3% 20 20,0 33,3% 66,7% 38 38,0 66,7% 40 40,0 66,7%

Total 3 3,0 100,0% 57 57,0 100,0% 60 60,0 100,0%

konsumsi nasi tiap hari

1x/hari

2-3 x/hari

Total

Count Expected Count % within konsumsi nasi tiap hari Count Expected Count % within konsumsi nasi tiap hari Count Expected Count % within konsumsi nasi tiap hari

Chi-Square Tests Value ,000b ,000 ,000 ,000 60 df 1 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) 1,000 1,000 1,000 1,000 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

1,000

,745

a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,00.

117

lau k hewan i den gan asam lemak jen uh sedang -ting gi * pen yakit jantun g ko ro ner yan g d iderita respo nd en Crosstabulation penyakit jantung koroner yang diderita responden non-PJK PJK 12 9 7,0 14,0 57,1% 8 13,0 20,5% 20 20,0 33,3% 42,9% 31 26,0 79,5% 40 40,0 66,7%

lauk hewani dengan < 7x/minggu asam lem ak jenuh sedang-tinggi

T otal

Count Expected Count % within lauk hewani dengan asam lem ak jenuh sedang-tinggi > 7 kali/m inggu Count Expected Count % within lauk hewani dengan asam lem ak jenuh sedang-tinggi Count Expected Count % within lauk hewani dengan asam lem ak jenuh sedang-tinggi

T otal 21 21,0 100,0% 39 39,0 100,0% 60 60,0 100,0%

Chi-Square Tests Value 8,242b 6,676 8,120 8,104 60 df 1 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) ,004 ,010 ,004 ,004 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

,009

,005

a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,00.

118

lauk hewani dengan kolesterol tinggi * penyakit jantung koroner yang diderita responden Crosstabulation penyakit jantung koroner yang diderita responden non-PJK PJK 16 21 12,3 24,7 43,2% 4 7,7 17,4% 20 20,0 33,3% 56,8% 19 15,3 82,6% 40 40,0 66,7%

lauk hewani dengan < 7x/m inggu kolesterol tinggi

Total

Count Expected Count % within lauk hewani dengan kolesterol tinggi > 7 kali/m inggu Count Expected Count % within lauk hewani dengan kolesterol tinggi Count Expected Count % within lauk hewani dengan kolesterol tinggi

Total 37 37,0 100,0% 23 23,0 100,0% 60 60,0 100,0%

Chi-Square Tests Value 4,266b 3,182 4,513 4,194 60 df 1 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) ,039 ,074 ,034 ,041 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

,051

,035

a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,67.

119

sayur * PJK Crosstabulation PJK non-PJK PJK 15 28 14,3 28,7 34,9% 65,1% 5 12 5,7 11,3 29,4% 70,6% 20 40 20,0 40,0 33,3% 66,7%

sayur

2-3 kali sehari

< = 1 kali sehari

Total

Count Expected Count % within sayur Count Expected Count % within sayur Count Expected Count % within sayur

Total 43 43,0 100,0% 17 17,0 100,0% 60 60,0 100,0%

Chi-Square Tests Value ,164b ,010 ,166 ,161 60 df 1 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) ,685 ,919 ,683 ,688 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

,769

,466

a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,67.

buah * PJK Crosstabulation PJK non-PJK PJK 12 13 8,3 16,7 48,0% 52,0% 8 27 11,7 23,3 22,9% 77,1% 20 40 20,0 40,0 33,3% 66,7%

buah

2-3 kali sehari

< = 1 kali sehari

Total

Count Expected Count % within buah Count Expected Count % within buah Count Expected Count % within buah

Total 25 25,0 100,0% 35 35,0 100,0% 60 60,0 100,0%

120

Chi-Square Tests Value 4,149b 3,094 4,136 4,079 60 df 1 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) ,042 ,079 ,042 ,043 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

,055

,040

a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,33.

cara tersering resp o n d en u n tu k memasak b ah an makan an n ya * p en yakit jan tu n g ko ro n er Cro sstab u latio n p enyakit jantung korone r non-PJK PJK 7 2 3,0 6,0 77,8% 13 17,0 25,5% 20 20,0 33,3% 22,2% 38 34,0 74,5% 40 40,0 66,7%

T otal 9 9,0 100,0% 51 51,0 100,0% 60 60,0 100,0%

cara tersering re spondenreb us untuk m em asa k bahan m akanannya

T otal

Coun t Expected Count % within cara tersering resp onden untuk m em asak bahan m akanannya santa n/goreng Coun t Expected Count % within cara tersering resp onden untuk m em asak bahan m akanannya Coun t Expected Count % within cara tersering resp onden untuk m em asak bahan m akanannya

121

Chi-Square Tests Value 9,412b 7,206 8,946 9,255 60 df 1 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) ,002 ,007 ,003 ,002 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

,004

,004

a. Computed only for a 2x2 table b. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00.

122