kopkun corner edisi 11

4
Partisipasi Ang- gota Jadi Isu Utama 1 May Day Kopkun Tutup, Mengapa? 2 Komisariat Fakul- tas ala Kopkun? 3 Call for Paper Jurnal Ekosok 3 Greget Jadi Malaikat 4 Kopkun.com G enerasi baru, selalu lahirkan tradisi baru. Pun dinamika baru. Ada cerita menarik saat Musyawarah Kerja (Musker) 2012 lalu. Seperti biasanya Musker dilaksanakan pasca RAT. Tujuannya untuk merumuskan kebijakan dan Program Kerja ke depan. Musker kali ini diawali dua kali Pra-Musker. Musker sendiri berjalan sampai dua kali. Ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang hanya berlangsung satu kali. “Memang Musker tahun ini adalah untuk meletakkan fondasi umum pengembangan Kopkun 2012-2015”, ujar Herliana, Ketua Kopkun. Suasana makin dinamis dengan hadirnya wajah-wajah baru di Badan Pengawas. Ahmad Taqiyudin, salah seorang Pengawas mengatakan, “Tidak apa-apa waktu Musker panjang, dengan catatan hasilnya bagus dan bisa membawa Kopkun jadi lebih baik”. Dalam Musker tahun ini dirumuskan beberapa Kelompok Kerja (Pokja). “Pokja-pokja ini akan mendesain beberapa hal: Pokja Pembukaan Usaha Baru, yang akan merancang pengembangan usaha; Pokja Sistem Poin, bertugas merancang sistem poin kaitannya dengan SHU; Pokja Pendidikan, akan mengevaluasi dan merevisi kurikulum dan modul pendidikan di Kopkun”, ujar Taufik Budi selaku Sekretaris yang memimpin kerja semua Pokja. Sedangkan secara umum ada dua pola pengembangan Kopkun ke depan. Di sisi usaha, Kopkun akan melakukan ekstensifikasi swalayan dan diversifikasi usaha baru. Di sisi organisasi, Kopkun akan merangsang partisipasi anggota. Mengingat, partisipasi anggota saat ini masih kurang optimal. Partisipasi anggota ini misalnya dalam bentuk ekonomi atau sosial- budaya. Dalam bentuk ekonomi, misalnya membayar Simpanan Wajib tiap bulan. Juga transaksi di Kopkun Swalayan. Sedang partisipasi sosial-budaya seperti ikut dan aktif di berbagai kegiatan yang diselenggarakan Kopkun. Harapannya idealitas koperasi dapat terwujud. “Koperasi itu kan harus memberi manfaat secara ekonomi, sosial dan budaya kepada anggotanya. Namun, polanya tak seperti penderma yang memberi santunan. Melainkan kemanfaatan berkoperasi terwujud searah dengan tingkat partisipasi anggota. Makin tinggi partisipasinya, makin besar ia peroleh manfaat”, terang Herliana. [] Partisipasi Anggota Jadi Isu Utama Edisi 11, Mei 2012 Volume II, Issue 11 Inside this issue: Pojok Kopkun Apa hayo masalah utama Kopkun ke depan? Banyak yang tanya, kenapa per 1 Mei Kopkun tutup. Komisariat Fakultas Kopkun. Hmmm? Mau jadi malaikat? Apa lagi ne! Baca! Kualitas atau kuanti- tas? PR yang tak mudah diselesaikan. Kopkun Corner

Upload: kopkun-full

Post on 30-Mar-2016

222 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Buletin Bulanan Kopkun Corner diterbitkan oleh Koperasi Kampus Unsoed (Kopkun), Purwokerto, Indonesia | www.kopkun.com

TRANSCRIPT

Partisipasi Ang-

gota Jadi Isu

Utama

1

May Day Kopkun

Tutup, Mengapa?

2

Komisariat Fakul-

tas ala Kopkun?

3

Call for Paper

Jurnal Ekosok

3

Greget Jadi

Malaikat

4

Kopkun.com

G enerasi baru, selalu lahirkan tradisi baru. Pun dinamika baru. Ada cerita menarik saat Musyawarah Kerja (Musker) 2012 lalu. Seperti

biasanya Musker dilaksanakan pasca RAT. Tujuannya untuk merumuskan kebijakan dan Program Kerja ke depan. Musker kali ini diawali dua kali Pra-Musker. Musker sendiri berjalan sampai dua kali. Ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang hanya berlangsung satu kali. “Memang Musker tahun ini adalah untuk meletakkan fondasi umum pengembangan Kopkun 2012-2015”, ujar Herliana, Ketua Kopkun. Suasana makin dinamis dengan hadirnya wajah-wajah baru di Badan Pengawas. Ahmad Taqiyudin, salah seorang Pengawas mengatakan, “Tidak apa-apa waktu Musker panjang, dengan catatan hasilnya bagus dan bisa membawa Kopkun jadi lebih baik”. Dalam Musker tahun ini dirumuskan beberapa Kelompok Kerja (Pokja). “Pokja-pokja ini akan mendesain beberapa hal: Pokja Pembukaan Usaha Baru, yang akan merancang pengembangan usaha; Pokja Sistem Poin, bertugas merancang sistem poin kaitannya dengan SHU; Pokja Pendidikan, akan mengevaluasi dan merevisi kurikulum dan modul pendidikan di Kopkun”, ujar Taufik Budi selaku Sekretaris yang memimpin kerja semua Pokja. Sedangkan secara umum ada dua pola pengembangan Kopkun ke depan. Di sisi usaha, Kopkun akan melakukan ekstensifikasi swalayan dan diversifikasi usaha baru. Di sisi organisasi, Kopkun akan merangsang partisipasi anggota. Mengingat, partisipasi anggota saat ini masih kurang optimal. Partisipasi anggota ini misalnya dalam bentuk ekonomi atau sosial-budaya. Dalam bentuk ekonomi, misalnya membayar Simpanan Wajib tiap bulan. Juga transaksi di Kopkun Swalayan. Sedang partisipasi sosial-budaya seperti ikut dan aktif di berbagai kegiatan yang diselenggarakan Kopkun. Harapannya idealitas koperasi dapat terwujud. “Koperasi itu kan harus memberi manfaat secara ekonomi, sosial dan budaya kepada anggotanya. Namun, polanya tak seperti penderma yang memberi santunan. Melainkan kemanfaatan berkoperasi terwujud searah dengan tingkat partisipasi anggota. Makin tinggi partisipasinya, makin besar ia peroleh manfaat”, terang Herliana. []

Partisipasi Anggota Jadi Isu Utama

Edisi 11, Mei 2012

Volume II, Issue 11

Inside this issue:

Pojok Kopkun

• Apa hayo masalah

utama Kopkun ke

depan?

• Banyak yang tanya,

kenapa per 1 Mei

Kopkun tutup.

• Komisariat Fakultas

Kopkun. Hmmm?

• Mau jadi malaikat?

Apa lagi ne!

Baca!

Kualitas atau kuanti-tas? PR yang tak

mudah diselesaikan.

Kopkun Corner

S etiap May Day, Kopkun tutup atau libur. Ini merupakan kebijakan yang digulirkan

manajemen Kopkun sebagai bentuk solidaritas Hari Buruh Sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Mei. “Kita tidak tutup mata atas perjuangan kawan-kawan buruh di luar sana. Perjuangan guna menuntut hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mereka”, ujar Darsono, GM Kopkun. Di Kopkun, pola relasi antara manajemen dan karyawan tak hadap-hadapan. Karena baik manajemen dan karyawan, sama-sama anggota Kopkun. Karenanya, mereka juga pemilik Kopkun. “Pola ini membuat kerja lebih manusiawi”, Ari Aji, Pengurus Kopkun bidang Organisasi. Di sisi lain, beberapa penelitian mengungkapkan bahwa pemilikan karyawan pada perusahaannya membuat motivasi kerja jadi tinggi. “Saking tingginya motivasi, beberapa mereka lembur tanpa diminta. Kadang saya suruh pulang, agar tak aniaya kepada anak dan istri di rumahnya”, terang Darsono. Saat ini mungkin hanya beberapa badan usaha yang bisa menerapkan model semacam itu, salah satunya koperasi. “Jika diminta saran, sebenarnya kawan-kawan buruh/ karyawan lain bisa menuntut adanya Employee Stock Ownership Plan (ESOP) atau Pemilikan Saham oleh Karyawan”, ujar Ari. ESOP merupakan bukti pemilikan perusahaan oleh karyawan. “Jadi isunya bisa meningkat, dari jam kerja, UMR, jaminan sosial sampai puncaknya ESOP”, imbuhnya. Di internet, wacana ESOP sudah banyak. Misalnya di laman Wikipedia. Situs itu menulis, “Bentuk lain dari pemilikan karyawan adalah seperti Koperasi Inggris, yang berdiri sejak 1889”. Meski demikian, perusahaan non-koperasi juga bisa mengadopsi skema ESOP. Pada 2002, Bapepam pernah adakan riset tentang ESOP. Di Indonesia baru beberapa perusahaan saja yang menggunakan ESOP. Itupun prosentasenya belum signifikan. Sedang kabar terbaru, September 2011, Bapepam mengatakan bahwa aturan ESOP sedang disusun. “Kami sedang menyusun aturan mengenai ESOP. Sudah lama ngga keluar-keluar karena ma-salahnya banyak,” kata Kepala Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil Bapepam-LK Kemenkeu, Anis Baridwan dalam Inilah.com.

Saat menutup swalayan dan kantor, pro-kontra pun muncul. Ada yang bilang, “Rugi dong satu hari tutup, ga dapat pemasukan”, ujar seseorang di grup Face-book Kopkun. Namun ada juga yang membaca secara positif, “Semoga apa yang dilakukan Kopkun menjadi inspi-rasi bagi perusahaan-perusahaan lainnya”. Pasca release di Face-book soal Kopkun tu-tup per 1 Mei, banyak orang berikan jempol-nya dan beri komen positif. “Ya bisa jadi ini tanda mereka care terha-dap Kopkun dan isu yang dilempar Kop-kun”, komentar Ari Aji, aktivis & jurnalis, yang sekarang jadi Pengurus Kopkun. Sebenarnya jika terpaku pada kalkulasi ekonomi semata, den-gan tutupnya Kopkun, peluang penerimaan omset jadi turun/ bahkan hilang di hari itu. Namun, hidup bu-kan sekedar kerja, bu-kan? Dan menariknya, koperasi sedari awal lahir memang bergulat di tiga level: ekonomi, sosial dan budaya seka-ligus. “Jadi kebijakan ini sudah pas!”, tegas GM mengakhiri. [] Note: soal ESOP sila unduh di kopkun.com/download

May Day Kopkun Tutup, Mengapa?

”Kita tidak tutup mata dengan

perjuangan kawan-kawan buruh di

luar sana ”

(GM Kopkun)

Page 2 Kopkun Corner Volume 2 , I s sue 11

Buruh sedang aksi May Day, 1 Mei 2012 lalu.

I de tentang Komisariat Fakultas ini mulai

muncul tahun 2011 lalu. Komisariat ini sementara ditujukan bagi anggota mahasiswa. Jumlah mereka mencapai 270 mahasiswa yang tersebar di berbagai fakultas. Tujuan pembentukan Komsat ini sebagai salah satu media partisipasi anggota. Mulai dari penarikan Simpanan Wajib tiap bulan, sampai distribusi buletin dan konsolidasi kegiatan.

Rencananya tiap Komsat akan membawahi beberapa kelompok anggota. “Satu kelompok terdiri dari 10 orang mahasiswa”, terang Firman Hidayat, Fasilitator Desk Keanggotaan Kopkun. Sehingga paling tidak ada 10-12 Komsat, sesuai dengan jumlah fakultas/ kampus yang ada. Dan terbagi menjadi 27 kelompok anggota. “Sebenarnya ini salah satu tangga pengkaderan. Ke depan, setelah mahasiswa daftar jadi anggota, mereka akan diarahkan ke Komsat. Dari sana mereka mulai beraktivitas”, terang Firman. Komsat ini targetnya aktif mulai Juni bulan depan. “Satu bulan ini kami mulai mengelompokkan, kemudian akan kami dekati dan kumpulkan jadi satu jika semuanya sudah siap”, imbuhnya. Bagi anggota Kopkun, khususnya mahasiswa yang tertarik jadi Pengurus Komsat, bisa hubungi Firman Hidayat di 085878684346. []

Page 3 Kopkun Corner Volume 2 , I s sue 11

“Komsat adalah salah satu media

pengkaderan anggota Kopkun,

khususnya kelompok

mahasiswa ”.

Komisariat Fakultas ala Kopkun?

Call For Paper

Mengundang mahasiswa, dosen, peneliti, praktisi untuk menulis di Jurnal Ekosok edisi Perdana. Deadline 10 Juni 2012. Tema bebas dengan ketentuan sesuai bidang kajian Jurnal Ekosok, yakni ekonomi, sosial dan koperasi.

Naskah yang masuk akan direview oleh Mitra Bestari sesuai kompe-tensi bidangnya masing-masing. Kami akan konfirmasi pemuatan naskah tanggal 19 Juni 2012. Untuk terbitan perdana, naskah yang dimuat tidak dikenakan biaya cetak. Dan yang bersangkutan akan menerima satu buah Jurnal Ekosok versi cetak. Jurnal ini akan didistribusikan secara massal melalui media online. Dan akan dibaca oleh kalangan akademisi, praktisi, aktivis sosial dan mahasiswa S1-S3 di Indonesia. Dalam konteks ini, kami akan mengarusutamakan tema yang men-gangkat tentang koperasi, baik studi pustaka atau lapangan. Mengingat kajian, riset dan publikasi tentang koperasi di Indonesia masih sangat kurang. Meski demikian obyektivitas pemuatan naskah pada Mitra Bestari.

Ketentuan penulisan, pengiriman naskah selengkapnya di www.jurnalekosok.org

Salam hangat, Redaksi JE

Kerjasama Kopkun & LSP2I Jakarta

B anyak yang bertanya bagaimana menjadi anggota

Kopkun? Edisi kali ini akan kami beberkan

mudahnya menjadi anggota: 1. Mengisi formulir

pendaftaran 2. Mengikuti Pendidikan Dasar (wajib) 3.

Menyelesaikan administrasi termasuk membayar

Simpanan Pokok Rp. 1.000 dan Simpanan Wajib Rp.

10.000. Kelengkapan yang perlu disiapkan: foto kopi

KTP/ KTM dan pas foto 4x6/ 3x4 dua lembar.

Keuntungan jadi anggota Kopkun: 1. Diskon

untuk produk tertentu di Kopkun Swalayan 2. Diskon

20% untuk Sekolah Menulis Storia & Entrepreneur

Creativa. 3. Belajar berwirausaha, kepemimpinan dan

manjerial. 4. Berpeluang menjadi parttimer dan atau

fasilitator 5. Kemanfaatan dalam bentuk sosial-budaya

lainnya. Lebih lengkapnya datang langsung ke

Kopkun Lt.2. Kami tunggu ya!

Jadi Anggota & Manfaatnya

Di antara pemimpin perdana negeri ini, Bung Hatta adalah seorang pejuang sekaligus pemikir. Tak sedikit buku yang ia tulis. Salah satunya soal “Pengantar ke Jalan Ekonomi Sosiologi”. Dulu buku ini adalah pegangan mata kuliah Sosiologi Ekonomi. Memang beliau sangat concern pada masalah pendidikan. Jika masih ingat, salah satu debat antara beliau dengan Bung Karno, juga pada isu itu. Bung Hatta ingin rakyat cerdas dulu baru merdeka. Sebaliknya, Bung Karno bilang, yang penting merdeka dulu baru upayakan pendidikan untuk mereka. Sampai titiknya, Bung Hatta juga pernah bangun gerakan politis yang bermuara pada Pendidikan Nasional Indonesia alias PNI. Dalam pandangannya saat itu, partai bukan semata soal politik, tapi juga media pendidikan. Serpihan-serpihan ini menunjukkan komitmen beliau pada pendidikan bukan angin lalu. Sedang di koperasi, langgamnya pun sama. Bung Hatta pernah bilang, “Bukan koperasi namanya jika tak ada pendidikan perkoperasian di dalamnya”. Suara ini sudah muncul sebelum republik ini jejeg berdiri. Pandangan ini senafas dengan bangunan Rochdale 1844 sebagai koperasi pertama yang menyaratkan adanya pendidikan. Kemudian soal pendidikan, diteguhkan kembali pada sidang ICA di Inggris 1995, yang menjadikan pendidikan

sebagai prinsip kelima koperasi. Pertanyaanya mengapa? Jika disederhanakan, nalar koperasi itu adalah rem dari kerakusan nalar kapitalistik. Orang didorong untuk tolong-menolong. Orang juga diajarkan untuk berdisiplin diri menata masa depan. Jika boleh dikata, hal-hal itu tak terlalu beda dengan seruan agama (minus doktrin Ketuhanan). Koperasi beroperasi di atas doktrin adiluhung. Dan di atas ajaran-ajaran yang mendorong kebaikan bagi semua orang. Sebuah greget untuk jadi “malaikat”. Lantas bagaimana agar ajaran itu membumi? Ya, benar kata Bung Hatta, pendidikan kuncinya! []

Greget Jadi Malaikat

Oleh: Firdaus Putra, S.Sos.

(Manager Organisasi Kopkun)

Sekretariat:

Kopkun Lt. 2 Jl. HR. Boenyamin

Komplek Ruko Depan SKB Purwokerto

(0281) 631768 | www.kopkun.com

Redaksi Kopkun Corner

Penanggungjawab: Ketua Kopkun

Redaktur Pelaksana: Agnes Harvelian

Reporter: Imam, Amy, Nimas, Laras, Ega

Distribusi: Firza, Suntia, Ulya, Khusnul, Yoga

"Membaca adalah tinda-kan rendah hati yang dilandasi kesadaran

bahwa kita tak mengeta-hui segala hal" (Sitok

Srengenge)