mediagram edisi 11

52

Upload: rendi-jamz

Post on 23-Mar-2016

239 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

MediaGram Nutrition and Food Issue

TRANSCRIPT

Page 1: MediaGram Edisi 11
Page 2: MediaGram Edisi 11
Page 3: MediaGram Edisi 11
Page 4: MediaGram Edisi 11
Page 5: MediaGram Edisi 11
Page 6: MediaGram Edisi 11
Page 7: MediaGram Edisi 11
Page 8: MediaGram Edisi 11

Kina menjadi bagian di mana citra Kota Bandung menjadi tersohor di seluruh Nusantara sebagai Kota penghasil kina terbesar. Pada masa Hindia-Belanda dikenal lah Bandongsche Kinine Fabriek alias Pabrik Kina Bandung. Bangunan Bandongsche Kinine Fabriek yang

terletak di Jalan Padjadjaran, kini telah menjadi milik PT. Kimia Farma. Tapi cerita tentang kina tidak sekedar bermula dari gedung itu, cerita tentang kina setidaknya sudah dimulai sejak abad ke-17.

Tanaman Kina pertama kali dibudidayakan di Nusantara atas jasa besar Frans Wilhem Junghuhn. Ia merupakan seorang dokter dan peneliti berkebangsaan Jerman yang bertugas di Hindia Belanda. Sebetulnya kulit kina yang dijadikan bahan baku obat malaria, sudah didatangkan ke Eropa sejak tahun 1632. Dalam kurun waktu setengah abad kemudian, perannya sebagai obat menjadi sangat penting. Belanda yang menguasai banyak daerah di Nusantara, dan banyak membuka hutan untuk lahan-lahan baru, jelas sangat membutuhkan kina untuk menangkal ancaman malaria dan suhu tropis di Nusantara. Selain itu, tentu saja kina bisa menjadi komoditas yang potensial untuk dijual ke Eropa.

KINA, OBAT PENURUN DEMAM YANG SATU INI,PUNYA BANYAK CERITA DI KOTA BANDUNG.

Riwayat Kina di Bandung danMenengok Bandongsche Kinine Fabriek

Page 9: MediaGram Edisi 11

Pada 1851, Menteri Jajahan Hin-dia-Belanda, Ch.F.Pahud menawar-kan pencarian bibit kina jenis unggul di Amerika Selatan pada Junghuhn. Namun, karena kondisi kesehatan Junghuhn tidak dalam prima, maka pencarian pun dilimpahkan pada seorang botanikus di Kebun Raya Bogor, yaitu Dr.J.K. Hasskarl. Pen-carian Hasskarl dibantu oleh seorang penjelajah kawakan bernama Dr. Carl Muller. Tim ekspedisi Hasskarl dan Muller memulai perjalanannya pada 14 Desember 1852 menuju Panama dan terus melanjutkan perjalanann-ya hingga Peru. Di Peru inilah rom-bongan membaurkan dirinya dengan penduduk Indian untuk mengorek keterangan tentang pohon kina. Us-aha Hasskarl dan Muller penuh den-gan lika-liku, sampai mereka me-nemukan kina yang dicari. Itu pun dalam proses pengirimannya ke Hin-

dia-Belanda beberapa kali mengalami kegagalan karena tanamannya yang rusak di tengah perjalanan. Barulah pada bulan Agustus 1854, Hasskarl berhasil mengirim bibit kina yang ada via kapal perang Prins Frederik Hen-drik ke Nusantara. Pada 13 Desember 1854, rombongan sampai di Batavia dengan membawa 80 tanaman kina muda (Kunto, 1986).

Setelah tumbuhan kina sampai di Nusantara, maka estafet pembu-didayaan dan penelitian kina diser-ahkan pada Junghuhn. Sayangnya, kina hasil kerja keras Hasskarl banyak mengalami kegagalan dalam usaha pembudidayaannya. Kina yang ber-hasil disemaikan, khususnya yang ditanam di seputar Bandung Sela-tan, justru berasal dari Paris, beru-pa spesies Cinchona Calisaya. Meski demikian, usaha pengembangan kina terus dilakukan oleh Junghuhn, bah-

kan hingga menjelang anjalnya men-jemput. Selama 27 tahun Junghuhn mencurahkan segala tenaganya demi pengembangan tanaman kina. Pada tahun 1856, Pulau Jawa hanya memi-liki 167 pohon kina, namun atas us-aha Junghuhn, enam setengah tahun kemudian, jumlah kina melambung menjadi 1.359.877 batang (Kunto, 1986: 551). Namun patut disayang-kan, masa-masa kejayaan kina di Nusantara belum sepenuhnya bisa Junghuhn saksikan sendiri. Ia tutup usia pada 24 April 1864 dalam usia 54 tahun. Meski demikian, jejak-jejak kejayaan kina masih bisa terlihat di Bandung. Bandongsche Kinine Fab-riek yang terletak di Jalan Padjad-jaran, menggambarkan masa-masa ketika kina menjadi komoditas ung-gulan di Bandung.

Frans Wilhem Junghuhn.Pembudidaya tanaman kina pertama kali di Indonesia.

Bandongsche Kinine Fabriek tempo dulu.

Page 10: MediaGram Edisi 11

Bandongsche Kinine Fabriek

Bandongsche Kinine Fabriek dibangun tahun 1896 berdasarkan rancangan arsitek Gmelig Meijling AW dengan mengadopsi arsitektur bergaya art deco. Pembangunan pabrik tidak terlepas dari berkembangnya perkebunan kina di wilayah Jawa Barat pada akhir 1800-an. Berkembangnya perkebunan kina, mendorong kemunculan Pabrik Kina Bandung. Tahun 1910-1915, areal pabrik diperluas. Sampai dengan tahun 1940-an, konon pabrik ini mampu memasok hingga 90 persen kebutuhan bubuk kina dunia.

Pada masa Pendudukan Jepang (1942-1945), pabrik ini berganti nama menjadi Rikugun Kinine Seisohjo dan dikelola dibawah pengawasan Angkatan Darat Jepang. Memasuki masa nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda, pabrik ini berada dibawah P.N. farmasi dan Alat Kesehatan Bhineka. Tahun 1958, pabrik ini sepenuhnya diserahkan kepada Pemerintah Indonesia dan pengelolaannya dilebur bersama sejumlah perusahaan farmasi lain. Pada tahun 1971, nama pabrik diganti menjadi PT Kimia Farma. Sebelum 1980-an, masih terdapat sirene yang berasal dari 2 ketel uap buatan Babcock & Wilcox berbahan bakar residu, yang dibunyikan nyaring sebagai tanda masuk kerja, istirahat dan pulang para karyawan. Kemudian ketel uap dibongkar selama 4 bulan dan diganti dengan ketel otomatis.

Saat ini, meski pabrik tidak lagi memproduksi kina sebanyak dulu, namun Pabrik Kina Bandung masih terus beroperasi di bawah kendali PT Kimia Farma. Jika kita datang ke Pabrik ini sekarang, suara sirine dari pabrik itu masih bisa didengar dan berbunyi nyaring sebanyak 3 kali per hari sebagai tanda masuk, istirahat, dan pulang karyawan. Sirine tersebut

berbunyi setiap pukul 7.30, 11.30, dan 16.00 WIB. Selain pabrik kina di Jalan Padjadjaran, dahulu pabrik kina juga dibangun di Pangalengan. Pabrik yang dimaksud sejatinya merupakan kompleks yang terdiri perumahan, pabrik, dan labolatorium kina yang didirikan pada 1880.

Mungkin kini Bandung sudah tidak menjadi penghasil kina terbesar, namun sisa kejayaannya

masih berjejak di Bandongsche Kinine Fabriek. Bangunan pabrik tersebut tentu saja lumrah adanya menjadi salah satu cagar budaya, agar sejarah kina di Bandung tetap bisa dikenang. *gebe, berbagai sumber

Bandongsche Kinine Fabriek

Bandongsche Kinine Fabriek (Pabrik Kina Bandung) yang se-karang berada di bawah kendali P.T. Kimia Farma.

Pabrik Kina Bandung yang terletak di sekitaran jalan Paja-jaran, masih berdiri kokoh dan beroperasi.

Page 11: MediaGram Edisi 11
Page 12: MediaGram Edisi 11

12 MediaGram November 2012 mediagram.co.id

Culinary

Hummingbird, seperti yang kita tahu, adalah nama sejenis burung mungil yang sering mengeluarkan bunyi bersenandung. Nama ini kemudian banyak kita temukan muncul di beberapa judul lagu, novel, bahkan film. Hummingbird bahkan kemudian

dijadikan nama sebuah kapal perang di Amerika. Nama itu kini banyak dibicarakan masyarakat di kota Bandung. Bukan sebagai judul lagu, novel, film, apalagi kapal perang, namun nama sebuah tempat makan.

Tepat di jalan Progo No. 14, Bandung, sebuah resto bernama Hummingbird berdiri. Sedikit sulit ditemukan, karena banyaknya nama restoran yang berjejer di sepanjang jalan Progo, serta mungilnya papan bertuliskan Hummingbird itu sendiri. Dari luar sudah tampak deretan mobil yang parkir, menandakan tempat makan ini tidak pernah sepi pengunjung.

Begitu masuk tempat parkir, Anda seolah melihat sangkar burung yang sangat besar tempat puluhan orang makan di dalamnya. Hummingbird Eatery memang menampilkan konsep tempat makan yang sedikit berbeda. Jika pada resto yang lain kita sering melihat sangkar burung menjadi hiasannya, maka Hummingbird memilih untuk menjadikan sangkar burung sebagai tempat makannya.

Masuk ke dalam, rupanya konsep bertema Hummingbird lebih kental terasa. Di dinding kita bisa melihat lukisan menarik yang menjelaskan burung Hummingbird itu sendiri. Ornamen - ornamen unik di sudut ruangan pun turut menguatkan ciri khas resto ini. Suasana rumahan yang dipadukan dengan unsur western modern merupakan konsep yang diusung oleh Hummingbird Eatery ini. Di depan kita langsung disambut dengan berbagai pilihan cake dan dessert yang dipajang dengan cantik di etalase - etalase muka.

Untuk makanan, menu Hummingbird lebih mengkiblatkan diri ke masakan western, seperti pasta, steak, sausage, dan yang lainnya. Namun menu Asia pun tidak juga kalah di sini. Di menu Asian food kita bisa melihat ada makanan Korea, Jepang, bahkan masakan dari Indonesia pun bisa menjadi pilihan Anda.

Salah satu pilihan menu yang kelihatan menarik dari Hummingbird Eatery ini adalah menu-menu breakfast-nya. Di antaranya adalah Full Monty. Menu ini terbilang cukup komplit, cocok untuk Anda yang memiliki aktifitas padat sehingga memerlukan energi yang banyak di pagi hari. Full Monty ini adalah telur, yang disajikan dengan sosis, potongan ham sapi, white toast, serta homemade baked beans sebagai pendampingnya.

Menu selanjutnya yang bisa Anda coba adalah Uncle Will’s Ratatouille. Dari namanya sudah tentu menu ini dari Perancis. Omelette yang diisi dengan campuran sayuran – seperti tomat, paprika, zucchini – dan disajikan dengan keju parmesan dan roti sourdough. Saus manis pada campuran sayuran dipadukan dengan omelette mengeluarkan cita rasa Perancis yang kental.

Jika Anda lebih memilih untuk mengkonsumsi buah-buahan saat sarapan, maka menu yang cocok untuk Anda adalah Hola Bella. Roti tebal yang empuk disajikan dengan strawberry dan pisang, dan disiram dengan maple syrup. Kesegaran buah strawberry dan pisang menjadi sangat dominan, apalagi dipadukan dengan manisnya maple syrup.

Untuk menu beverage, Hummingbird juga memberikan banyak pilihan minuman segar yang bisa Anda coba. Menu favorit di tempat ini sebetulnya adalah aneka Nectar dan Nojito, yang adalah campuran buah-buahan. Namun karena kita akan membahas menu yang cocok untuk makan pagi Anda, maka pilihan pun jatuh ke empat menu beverage ini.

Pertama adalah Fruity Yoghurt Parfait. Dari namanya kita tahu bahwa menu ini pasti adalah yoghurt. Ya benar sekali. Segelas plain yoghurt yang disajikan dengan aneka kacang-kacangan dan potongan buah strawberry dan pisang. Fruity Yoghurt Parfait ini memiliki rasa yang kaya. Rasa asam dan segar dari yoghurt dan potongan buah, serta berpadu dengan gurih manis dari kacangnya.

Menu beverage yang berikutnya adalah dua pilihan fresh healthy juice. Ada Tangy Apple, yang terdiri dari jahe, apel dan lemon. Ada juga High C, yang terdiri dari jambu, jeruk dan strawberry. Fresh healthy juice di Hummingbird tidak menggunakan pemanis buatan, seperti gula, sehingga menghasilkan rasa yang alami.

Terakhir, Anda bisa juga mencoba Melted Cappucino a la Hummingbird. Cappucino panas dengan busa yang creamy dan padat. Rasa kopinya tidak terlalu kuat, dengan tingkat kemanisan yang bisa Anda tentukan sendiri.

Bagi Anda yang ingin mampir sarapan di Hummingbird, menu makanan untuk breakfast hanya dibuka pada pukul 07.00 hingga pukul 11.00. Namun jangan hanya mencoba menu breakfast-nya saja, karena resto ini juga masih memiliki menu lain yang cocok untuk makan siang atau makan malam, dari appetizer hingga dessert. *fyk, foto : app

Page 13: MediaGram Edisi 11

13MediaGramNovember 2012mediagram.co.id

Culinary

Pada umumnya, jarang kita menemui rumah makan yang memiliki menu utama kambing bakar. Di Indonesia, kebanyakan menu daging kambing diolah menjadi satai, gulai, tongseng, atau steik. Bak oase di tengah gurun, Kambing Bakar Cairo hadir di tengah kebosanan konsumen akan panganan berbahan daging kambing dengan racikan khas Kairo, Mesir.

Selain menyediakan kambing bakar khas Kairo, rumah makan yang memiliki pusat di Jl. Gegerkalong Hilir No. 25 - 27 Bandung ini memiliki keunikan lainnya. Keunikan tersebut terletak pada bahan daging yang akan disajikan. Daging yang diolah oleh Kambing Bakar Cairo berasal dari kambing berusia muda, yang usianya tidak pernah melebihi tiga bulan. Alasan utama Kambing Bakar Cairo selalu menggunakan kambing yang berusia tiga bulan adalah tekskur dagingnya yang empuk meskipun dibakar, serta tidak mengandung kolesterol. Kambing muda selalu disembelih sesaat sebelum masuk dapur, sehingga dagingnya masih fresh, tidak menggunakan pengawet apapun. Keunikan-keunikan tersebutlah yang menjadikan restoran Kambing Bakar Cairo selalu dipadati pengunjung.

Tidak semua bagian tubuh kambing yang dapat diolah di Kambing Bakar Cairo, hanya bagian iga, paha, dan punggung saja yang disajikan. Penikmat kambing bakar bisa memilih daging sesuai seleranya, iga yang memiliki banyak lemak, punggung yang mengandung sumsum, atau paha yang memiliki banyak daging. Selain bisa memilih bagian pada daging kambingnya, para pengunjung juga bisa memilih ukuran setiap satu porsi kambing bakar. Ada tiga ukuran daging yang tersedia, yang terkecil adalah 250 gram, 350

gram, hingga yang terbesar 500 gram. Namun, ukuran apapun yang dipesan, pengunjung tetap dapat merasakan nikmatnya daging bakar dari kambing muda yang kaya dengan rempah-rempah khas Timur Tengah.

Tidak hanya menyediakan kambing bakar yang lezat, Kambing Bakar Cairo menyediakan juga menu lainnya seperti Tongseng Kambing, Gulai Kambing ala Mesir, Nasi Goreng Kambing, hingga Roti Mariam sebagai dessert. Tidak kalah nikmat, menu lainnya tersebut memiliki rasa yang khas tersendiri ketika lidah mengecap. Rempah-rempah yang digunakan pada setiap menunya menjadi paduan gurih dan lezat yang meresap pada daging kambing. Daging kambing selalu disobek untuk dimasukkan bumbu dan rempah-rempah, kemudian daging tersebut direbus dan dioseng agar bumbunya meresap sebelum dibakar. Hal tersebut menjadikan gurihnya bumbu dapat dirasakan bukan hanya pada permukaan dagingnya, melainkan meresap hingga lapisan daging terdalam bahkan tulang.

Satu porsi kambing bakar dengan ukuran 250 gram, memiliki harga berkisar 30ribuan, sedangkan kambing bakar 350 gram berkisar 50ribuan, dan 70ribuan untuk kambing bakar dengan ukuran besar yaitu 500 gram. Harga yang cukup murah dibandingkan dengan kualitas dan kenikmatan yang terdapat di setiap porsi kambing bakarnya. Untuk minuman, pelanggan dapat memesan Chaparrela, yang merupakan saripati dari buah pala.

Kini, Kambing Bakar Cairo telah memiliki beberapa cabang, antara lain di Jl. Bungur No. 1 Sukajadi dan Jl. Pelajar Pejuang 45 No. 104. Jika ada kesempatan, sempatkanlah mampir sejenak di salah satu tempat terdekat Anda, selamat mencoba. *app, foto : app

KAMBING BAKAR CAIROTerlezat Kedua Se-Timur Tengah

Page 14: MediaGram Edisi 11

MediaGram mediagram.co.id14 Oktober 2012

TEEEEETTT… TEEEEETTT toeeeeeeettttt… sejak dari jam 10 malem bunyi terompet sudah mulai

terdengar saling sahut-sahutan, bahkan tukang terompet itu sudah berjualan sejak dua minggu sebelum tanggal 31 Desember.

Secara analisis bisnis bulan Desember itu adalah bulan panen bagi produsen trompet kertas, artinya ada peningkatan supply dan demand untuk kertas-kertas bekas, hal ini sangat bagus, maka saya usulkan agar daya serap akan kertas-kertas bekas ini tetap tinggi harusnya ada perayaan bukan sekedar tahun baru tetapi ada perayaan bulan baru, jadi setiap pergantian bulan ada acara tiup terompet.

Yaaaa sudahlah.. pokoknya selamat tahun baru 2013 aja deh.. ada satu harapan besar di awal tahun ini yaitu adanya peningkatan gizi bagi anak-anak Indonesia. Tapi lantas kenapa begitu susah banget yah meningkatkan gizi karena masih ada kabar anak yang menderita gizi buruk.

Sepintas ada persamaan antara orang miskin dan orang kaya, yaitu sama-sama mengkonsumsi junk food tapi ternyata berbeda dampaknya, kalo orang kaya makan JUNK FOOD bikin tambah gemuk semen-tara orang miskin makan JUNK FOOD malah tambah kurang gizi dan semakin buncit karena gizi buruk.

Hehehehe aneh memang yah.. ternyata walau keduanya memakan JUNK FOOD tapi arti JUNK FOOD orang kaya dengan oang miskin berbeda, secara tata bahasa dalam kamus besar bahasa Indonesia JUNK FOOD artinya makanan sampah atau makanan tidak sehat.

Makanan tidak sehat versi orang kaya adalah makanan-makanan cepat saji, ayam goreng lah, burger lah, pizza lah, dan makanan cepat saji lainnya, naaaaah makanan tidak sehat versi orang miskin adalah benar-benar tidak sehat, contohnya adalah air tajin (bekas cucian beras) sebagai ganti susu, beras yang dikonsumsi mirip dengan pakan ayam, tapi kenapa dampaknya beda yah?? Ayam kok bisa tetep sehat?? Tapi manusia kok jadi ga sehat?? Apa kita harus belajar hidup prihatin sama ayam agar bisa makan beras yang kwalitasnya buruk.

Untuk urusan kesehatan memang bangsa kita kreatif, jangan kata untuk meningkatkan gizi manusia, karena untuk meningkatkan gizi hewan peliharaan pun bangsa kita jagoan, buktinya ada sapi glonggon-gan, ayam suntikan, belum lagi ada kejadian baso celeng, saya curiga jangan-jangan ini adalah siasat bangsa Indonesia untuk meningkatkan gizi….. gizi buruk maksudnya.

Page 15: MediaGram Edisi 11
Page 16: MediaGram Edisi 11

MediaGram mediagram.co.id16 Oktober 2012

Makan ketika lapar. Se-buah dorongan yang sangat manusiawi, tapi makan tidak melu-

lu dilatarbelakangi oleh lambung yang berontak. Makan boleh jadi merupakan bagian dari gaya hidup. Makan macam demikian, muncul atas keingintahuan dan rasa penasa-ran pada cita rasa, atau mungkin pula sekedar prestise. Buktinya? Kita pun tahu , bahwa para wisatawan—baik dalam dan luar negeri—bersenga-ja datang ke Bandung hanya untuk makan. Atau lebih tepatnya untuk wisata makan macam Pak Bondan Winarno. Bukankah Bandung sejak dulu memang terkenal sebagai “sur-ganya” jajanan?

Terkenalnya Bandung sebagai surganya jajanan sudah muncul sejak lama, bahkan pada 1932 menurut official Touristen Bureau, Bandung

didaulat sebagai resort turisme di Nusantara. Artinya, kala itu Bandung sudah memiliki segala kelengkapan fasilitas, temasuk ketersediaan aneka kuliner. Pada zaman kolonial dulu, Bandung sudah memiliki beberapa restoran, café, dan toko roti yang memenuhi standar internasional. Jika didaftar seluruh restoran dan café di masa lampau, tentu saja akan ada berderat-deret nama yang muncul. Beberapa lokasi dan tempat makan terkemuka cukup terdokumentasi dengan baik dalam buku Semerbak Bunga di Bandung Raya (1986).

Haryoto Kunto (alm) sang kuncen Bandung, mengemukakan bahwa di Bandung terdapat banyak restoran khas Eropa dengan beragam hidangan mewah. Hidangan mewah yang dimaksud dikenal dengan sebutan Rijsttafel, yaitu suatu sajian makan nasi yang dihidangkan secara spesial.

Rijsttafel itu sendiri merupakan hasil perpaduan budaya antara Eropa dan Timur yang cenderung mengkonsumsi nasi. Di masa Bandung tempo dulu, tidak semua tempat mampu menghidangkan Rijsttafel, salah satu di antaranya adalah Savoy Homann yang diperlengkapi perabotan bergaya art deco dengan bernuansa Hyper-modern di tahun 1930-an. Hotel Beau Sejour di Lembang pun menyediakan kemewahan serupa. Tak hanya dua hotel tersebut, Wilhelmina Hotel (Braga), Van Hengel (Jl.Lembong), Hotel Du Pavillion (Jl.Naripan), Hotel Donk (Jl. Wastukencana), Hotel Andreas (depan Stasiun K A), juga menyajikan sajian istimewa bagi pengunjungnya yang dikenal sebagai sajian “Menu a la carte” dan “Table d’Hotel”.

Selain hidangan-hidangan mewah yang disuguhkan di hotel, Bandung

Kuliner Bandoeng Tempo Doeloe;Dari Rijsttafel hingga Takoah

Page 17: MediaGram Edisi 11

17MediaGramOktober 2012mediagram.co.id

pun memiliki berjibun restoran-restoran top khas Eropa. Ada Maison Bogerijn (Jl.Braga, sekarang Braga Permai), Maison Boin di jalan Naripan, Maison Smith di Jalan Merdeka, Palace Restaurant di Pasar Baru, dan Indische Restaurant di alun-alun. Setiap hotel dan restoran, punya keunikan menu. Khusus untuk hidangan Rijsttafel, nama-nama hidangannya cukup menggelitik karena hampir sama dengan nama hidangan atau makanan yang kita kenal saat ini, misalnya: Nassi goeri, Ketoepat, Frikadel van kreeften (perkedel), Oedang tjae, Telor asin, Sajoer assem, sajoer bajem, sambel oelek, Tjap-tjae, sajoers Loddeh van Kool, Ajam Goreng Assemgarem, dan masih banyak lainnya.

Selain makanan berat, Bandung tempo dulu pun memiliki aneka ragam jenis kudapan yang disajikan khusus di beberapa café dan toko roti.

Ada toko roti tersohor yang bernama Haze (sekarang bernama Toko Kue Rasa) di Jalan Tamblong. Toko roti ini menyuplai beragam makanan berbahan cokelat ke beberapa negara seperti Hongkong, Swis, dan Belanda. Ada pula toko roti Valkenet (di Jalan Kebon Kawung) yang secara spesial mengantarkan roti-roti hangat fresh from oven langsung ke rumah pelanggan. Ada juga toko roti Het Snoephuis (sekarang dikenal sebagai Toko Roti SUmber Hidangan di Jl.Braga) yang menyajikan aneka kue dan roti berbahan gula dan cokelat, seperti Bokkepootjes, Krentenbrood, Ananastraart, Suiker Hagelslag, Likeur Bonbon, Chocolade Rotsjes, dll. Tak sampai di situ, Bandung pun memiliki beberapa toko ice cream yang terkenal misalnya Toko Baltic di Braga, Paradijs di Alun-alun, dan toko ice cream Tjan Njan di Grote Postweg (Jl.Sudirman).

Untuk sejenis minuman, Bandung tempo dulu memiliki toko atau pabrik susu paling tua yang masih ada hingga kini, yaitu BMC alias Bandoengsche Melk Centrale. Ada pula Mineral Water Fabriek Malabar yang terletak di jalan Lengkong Kecil. Toko milik Nyonya Steenbeek ini menyediakan minuman lemonade atau yang dikenal dalam lidah pribumi sebagai limun. Tentu saat itu belum dikenal minuman semacam Coca-cola, Fanta, Pepsi, apalagi Redbull.

Bandung di masa keemasannya, atau pada periode 1930-an memang diwarnai oleh nuansa Eropa, khususnya Belanda, namun makanan khas Belanda tidak serta merta mendominasi. Kala itu masakan khas China dan makanan khas daerah tetap eksis di tengah daya konsumsi masyarakat Pribumi yang cenderung lebih merakyat. Beberapa restoran

Keluarga besar MAISON BOGERIJN salah satu restoran khas Eropa tempo doeloe, yang sekarang Braga Permai, terletak di Jl. Braga.

Para penjaja minuman LEMONADE (limun) di Bandung.

Page 18: MediaGram Edisi 11

MediaGram mediagram.co.id18 Oktober 2012

China biasanya terletak di lingkungan Pecinan yang lokasinya berdekatan dengan pasar. Ketika itu, bacang buatan Nyonya Jauw dan berbagai jenis kue basah bikinan Nyonya Lie dari gang Sukamanah menjadi favorit para tukang jajan di Bandung. Tahu yang kala itu dikenal dengan nama Takoah juga menjadi makanan yang cukup populer, terutama terutama tahu buatan Babah Yo Sie di Jalan Jambal. Adapun rumah makan Cina yang cukup terkemuka di tahun 1930-an adalah Hoang Sang di Jalan ABC dan Sin Ah di Pasar Baru. Awal abad ke-20 makanan khas Cina memang mulai dikenal dan digemari, semisal cakwe, koya, kongpia, kecap, takoah (tahu), taoge, tauco, bakmi, bihun, sound an lain sebagainya (Kunto, 1986: 508-511). Makanan khas Cina tentu saja lebih sederhana dan relatif lebih terjangkau di kalangan rakyat kecil.

Lantas, apakah hanya makanan bernuansa Eropa dan Cina saja yang bertebaran di Bandung? Ah, jika saja hanya diisi oleh makanan khas Eropa dan Cina, tentu Bandung

tidak akan dijuluki surganya jajanan. Jangan salah, ternyata sejak tahun 1920-an makanan khas daerah sudah bermunculan di Bandung. Tahun 1825-1830 Perang Dipenogoro pecah, konon banyak pelarian pasukan Dipenogoro dari Jawa yang lari ke Priangan. Semenjak banyaknya etnis Jawa yang datang ke Bandung, semakin bermunculan pula makanan khas Jawa; warung sate Banyumas, warung nasi Pekalongan. Makanan khas Jawa semakin membanjir setelah rampungnya pembangunan jalur kerta Bandung-Yogyakarta-Surabaya pada 1929. Para pedagang makanan, khususnya pedagang berbakul banyak mangkal di sekitar pasar kosambi. Maka, apabila datang ke Pasar Kosambi di masa itu, akan ditemui segala macam makanan khas Jawa, misalnya gudeg, pecel, rujak cingur, botok, buntil, tiwul, jamu gandring hingga rokok klembak menyan yang entah bagaimana bentuknya. Untuk urusan sate-menyate, ternyata sate Madura kala itu belum ramai bertebaran. Satu tukang sate Madura terdapat di pojok alun-alun dan

pedagang sate Madura lainnya terdapat di perempatan jalan Pasar Baru-Kebonjati. Adakah yang kurang dengan sekian banyak makanan yang ada di era Bandung tempo dulu? Ada, masakan padang ternyata belum hadir ketika itu. Menurut Haryoto Kunto dalam bukunya, masakan Padang baru muncul di tahun 1950-an yang dijajakan dalam roda di Jalan Alkateri, kemudian ada pula di Jalan Cikapundung dekat PLN. Adapun rumah makan Padang yang terbilang besar adalah rumah makan Minang Jaya yang dulu letaknya berdekatan dengan Mesjid Agung Bandung. Sungguh unik, kini masakan Padang hampir menjadi pilihan umum bagi banyak orang dan hampir selalu tersebar di setiap pojok kota.

Jadilah memang benar adanya bahwa Bandung tempo dulu layak di-juluki surganya makanan, belum lagi dengan sederet makanan khas Prian-gan. Makanan khas multietnis dan multiras tumplek di Bandung, dari da-hulu dan hingga kini semakin tumpah ruah. Ah, Bandung, makanan apa sih yang tak ada di sini? *gebe

Para penjaja makanan kaki lima seperti angkringan, sate, dan lain sebagainya, yang kebanyakan dijajakan oleh para pendatang.

Page 19: MediaGram Edisi 11

19MediaGramOktober 2012mediagram.co.id

Tidak perlu dikatakan lagi bahwa Bandung merupakan kota pariwisata yang memi-liki ragam kuliner untuk

memanjakan perut wisatawannya. Hampir di semua titik di Kota Band-ung terdapat penjual jajanan maupun rumah makan, baik kelas menengah ke bawah, hingga rumah makan high class. Tidak sedikit wisatawan yang berkunjung ke Bandung hanya untuk menikmati kulinernya. Panganan tra-disional, hingga panganan modern ti-dak sulit ditemukan di Kota Kembang ini.

Hal tersebutlah yang memicu sekelompok orang membentuk se-buah komunitas yang memiliki ba-sis kuliner. Komunitas ini membuat jadwal khusus untuk berkeliling kota Bandung dan memburu kuliner apa saja yang belum pernah mereka cici-pi. Mulai dari “jajanan pinggir jalan”, hingga restoran mewah mereka sam-bangi.

Komunitas pecinta kuliner Bandung ini tidak hanya satu. Salah satunya Komunitas Kuliner Bandung (KKB). KKB merupakan komunitas yang mewadahi orang-orang pecinta kuliner, khususnya

kuliner di Bandung. Tidak hanya berkeliling untuk mencicipi segala macam kuliner di Bandung, KKB juga kerap kali membuat gelaran yang menggunakan tema kuliner. Salah satu acara yang digelar oleh KKB adalah Heritage Culinary. Acara tersebut berupa jalan-jalan untuk mencicipi spot makanan “legenda” di kota Bandung. Makanan “legenda” ialah jajanan atau rumah makan yang sudah berdiri sejak lama hingga kini. Selain Heritage Culinary, komunitas ini mengadakan kelas membuat pizza yang diadakan kurang-lebih satu bulan sekali.

Tidak hanya KKB, Sindikat Kuliner juga komunitas yang memiliki basis kuliner. Meskipun menggunakan kata “sindikat”, perkumpulan ini bukanlah komunitas yang berbahaya. Sindikat Kuliner merupakan wadah bagi orang-orang yang memiliki bisnis kuliner di Kota Bandung. Komunitas ini memang dibentuk bagi pebisnis kuliner yang memiliki usaha yang masih aktif, tak termasuk dalam menjual minuman beralkohol.

Sindikat Kuliner dibentuk pada tanggal 10 Maret 2011, yang dicetus-kan oleh Aprie pemilik Bawal Goreng

Bakar Reds Dipo, Hendi “Unyil” The Milo yang memiliki usaha Maio Burg-er, Medi Rahmadi pemilik Cuanki Dara Kembar, serta Ginda Sonagi dan Dea Deina owner dari Boloe Koedja. Berdasarkan ide mereka, kini Sindikat Kuliner menjadi wadah bersosialisasi dan berbagi ilmu bagi para pemilik usaha kuliner di Bandung.

Komunitas-komunitas kuliner seperti itu banyak ditemui di Kota Bandung. Tidak hanya komunitas besar seperti Komunitas Kuliner Bandung dan Sindikat Kuliner saja, masih banyak komunitas kecil yang memang dibentuk untuk mencicipi kuliner di Kota Bandung yang tidak terhitung jumlahnya. Secara tidak disadari, terbentuknya komunitas-komunitas semacam ini, yang menjadi simbiosis mutualisme terhadap produsen kuliner. Tidak dapat dipungkiri, komunitas berbasis kuliner akan semakin menjamur di Kota Bandung, seiring dengan pelaku usaha kuliner yang semakin marak pula. *app

KOMUNITAS PECINTA KULINER BANDUNG

SAAT KULINER MENJADI TEMPAT BERSOSIALISASI

Page 20: MediaGram Edisi 11

MediaGram mediagram.co.id20 Oktober 2012

Segala cara dan upaya yang dilakukan manusia untuk mempertahankan hidupnya merupakan definisi dari ke-budayaan. Makanan, cara

mengolah makanan, atau seni mema-sak adalah bagian dari kebudayaan. Ia dibentuk dari hasil rasa, cipta, kar-sa manusia. Jadi, melihat makanan sejatinya bukan sekedar media pe-menuhan rasa lapar, namun makanan bisa merepresentasikan kemajuan, perkembangan, dan sejarah manusia itu sendiri.

Tentu kita pun tahu, dahulu di era prasejarah, manusia atau lebih tepat-nya para homosapien mengkonsumsi makanannya secara mentah-men-tah. Kemudian, ditemukan lah api, dan makanan pun mulai dikonsum-si dengan dimasak. Pengetahuan ini pun berkembang secara universal pada seluruh belahan bumi. Lan-tas, tiap daerah, tiap benua, tiap wilayah kebudayaan mengembang-kan makanannya berdasarkan iklim dan latar belakang lingkungannya. Misalnya, timur tengah lebih cend-

erung mengolah makanannya dari kurma, susu, dan daging berlemak yang dominan; ada Eropa yang men-golah makanannya dengan minimalis, setengah matang dan mencampurnya dengan unsur rempah serta wine un-tuk membuat hangat; ada Jepang yang mengolah makanan berbahan alami, nyaris mentah, namun bergizi; dan tentu saja nusantara dengan segudang resep makanan berempah dan spicy. Kesemua itu menggambarkan betapa makanan dibangun dari bermacam kebudayaan berbeda.

Menarik kiranya melihat perkem-bangan makanan dan kebudayaan di dalamnya dari scope yang lebih kecil, misalnya dilihat dari kota tercinta kita ini; Kota Bandung. Tentu saja melihat perkembangan makanan masa lalu dengan masa kini menjadi perspektif yang tepat untuk mengetahui sejauh mana perubahan itu terjadi.

Dahulu, di masa Hindia-Belanda, dikenal istilah trikotomi kebangsaan; Eropa, Pribumi, dan Timur Asing (orang Cina dan Arab). Ketiga elemen ini selalu menghuni kota-kota besar,

termasuk pula Bandung. Makanan pun berkembang berdasarkan karak-ter penghuninya kala itu. Tentu war-na Belanda cukup dominan ketika itu, bahkan warna Belanda dalam hal makanan masih berjejak hingga kini. Misalnya, jenis makanan yang kita ke-nal hari ini ternyata bermula dari ola-han orang-orang Belanda.

Perkedel, dulu dikenal sebagai Frikadel. Makanan ini berbahan dasar kentang yang dihaluskan di-mix dengan isi daging giling (dahulu bisa berbahan sapi, babi, ikan). Kesulitan lidah pribumi menyebutkan huruf “F” membuat penyebutannya menjadi perkedel. Adapula Soep yang oleh orang pribumi biasa disebut Sup. Di kalangan orang Belanda makanan ini disajikan selagi panas sebagai hidangan pembuka juga menjadi makanan penghangat tubuh di musim dingin. Orang pribumi mengadopsi Soep menjadi salah satu sayur yang dapat dimakan dengan nasi. Makanan lain yang berbau Belanda adalah Smoor atau yang dikenal oleh masyarakat sekarang sebagai semur,

MENENGOK PERKEMBANGANMANUSIA LEWAT MAKANAN

Page 21: MediaGram Edisi 11

21MediaGramOktober 2012mediagram.co.id

yaitu sejenis daging dengan rasa manis. Salah satu yang paling unik adalah Zwartzuur, yaitu makanan Belanda yang berbahan daging ayam atau itik (dari kata Zwartzuur van kip of eend) dicampur dengan bir, anggur merah, anggur putih dan cuka. Yang menjadi unik dan menarik, masyarakat pribumi mengadopsi Zwartzuur menjadi daging ayam yang dicampur tanpa alcohol tetapi menggantinya dengan kecap, lalu ditambah dengan cuka. Maka, jadilah makanan yang hari ini dikenal sebagai suar suir ayam. Artinya, kata suar suir mungkin berasal dari Zwartzuur. Kesemua makanan tersebut, di masa Hindia Belanda (1920-an – 1930-an) biasanya disuguhkan dalam paket hidangan Rijsttafel, yaitu semacam sajian makan nasi yang dihidangkan secara spesial. Rijsttafel itu sendiri merupakan perpaduan hidangan nusantara dengan Eropa. Mungkin Rijsttafel ini sekarang hampir sama dengan hidangan prasmanan.

Jejak Belanda pun sedianya bisa kita lihat pada berbagai jenis kuda-pan. Roti, kue, dan ice cream tentu saja bukan muncul dan lahir dari budaya pribumi, namun dibawa oleh orang-orang Eropa. Misalnya saja, dahulu dikenal Ice Cream Baltic. Ice cream ini merupakan salah satu ice cream paling terkemuka di Bandung yang berlokasi di jalan Braga. Untuk sejenis kue, da-hulu dikenal Kastegnel, yaitu sejenis kue kering berbahan keju, Zwieback kue kering yang dua kali dipanggang dengan kulit gula yang kering dan renyah. Dikenal pula beragam roti, misalnya Bokkepootjes, yaitu roti yang diolah dengan menyertakan kelapa dalam adonannya yang kemudian di-bakar dan dicelup ke dalam cokelat. Ada pula Saucijzenbrood (roll cake isi daging cincang), Pasteikorst (sema-cam pastry), Krentenbollen (roll cake kismis), Chocolate rotsjes (sejenis adonan cokelat dengan isi kacang),

Vruchten zandtaart (sejenis pai yang isinya buah-buahan kering), dan ban-yak lainnya.

Seperti telah dikemukakan di awal, aneka jenis makanan bisa ditinjau dari tiga golongan masyarakat kala itu. selain Belanda yang menancapkan hegemoninya, ada pula masyarakat Tionghoa dan Pribumi. Masyarakat Tionghoa memperkenalkan beragam hidangan yang hingga kini masih kita kenal. Misalnya Tauco, yakni sejenis sambal yang dibuat kacang kedelai hasil fermentasi. makanan ini popular dan banyak dikembangkan di Cianjur. Adapula bakmi, takoah alias tahu yang kini identik dengan kota Sumedang, capcay kini hampir selalu menyertai di menu tukang nasi goreng keliling, cakwe bahkan kini selalu jadi jajanan favorit anak-anak SD yang biasanya dicampur dengan saos, ada pula Kwe Tiau yang tanpa banyak penjelasan pun sudah begitu kita kenal. Di masa Bandung tempo dulu, ada bebera-pa restoran khas Cina yang terkenal Hoang Sang di Jalan ABC dan Sin Ah di Pasar Baru. Uniknya, makanan atau restoran China biasanya terletak di sekitar pasar karena memang di dekat pasarlah orang-orang Tionghoa di masa lampau tinggal. Di Bandung tentu saja identik dengan pasar baru, namun sayangnya restoran-restoran China di masa lalu kurang memiliki standar kesehatan yang layak, teruta-ma dari bagian dapurnya. Pada 1931, Gemeente Bandoeng (Pemerintah Kota) pernah melakukan penertiban pada restoran-restoran China agar kondisi dapurnya lebih layak (Kunto, 1986: 511).

Adapun untuk beragam makanan pribumi, tentu sudah terbayang be-ragam variannya. Ada soto, gulai, ga-do-gado, pecel, rujak, colenak, lotek, dan lain sebagainya. Menurut Haryo-to Kunto, dahulu di Bandung ada lotek Mak Edja yang legendaries. Lotek Mak Edja begitu tersohor sebelum Perang

Dunia II pecah. Kini, beragam makanan semakin

melimpah di Bandung. Makanan pun menjadi bagian dari gaya hidup dan bertransformasi dari sisi penyajian, teknologi memasak, rasa, dan tempat. Makanan di zaman ini bukan sekedar menjual rasa dan kuantitas, namun menjual tempat dan kenyamanan. Misalnya saja beragam restoran di Dago Atas bukan hanya menawarkan kelezatan makan tetapi cenderung menjual nuansa dan suasana. Dari tit-ik itulah makanan pun menjadi mahal.

Makanan siap saji pun makin melimpah di mana-mana. Tentu saja kehadiran makanan jenis ini tidak terlepas dari perkembangan kota, yang semakin hari dihuni oleh orang-orang yang penuh dengan mobilitas tinggi. Kecepatan pun menjadi sisi lain yang dijual dari makanan. Makanan siap saji itu sendiri berawal di Amerika. Pada 1867, Charles Feltman, seorang tukang daging Jerman, membuka tempat penjualan hot dog pertama di Coney Island di Brooklyn, New York City. Inilah cikal bakal makanan siap saji, yang kemudian pada 1940, diikuti oleh Richard J. dan Maurice McDonald dengan mendirikan restoran drive-in barbecue. Kini menjadi maralaba paling mendunia, dan bertebaran pula di Kota Bandung.

Seiring bergulirnya zaman, makanan di Kota Bandung pun sema-kin menyesuaikan dengan para pen-ghuninya, tak sebatas dikelompokan dalam trikotomi kebangsaan seperti di masa Hindia-Belanda. Penduduk Bandung kini semakin heterogen, di-mana setiap individu, setiap profesi memiliki keiinginan yang semakin beragam; mulai dari kepentingan ken-can, rekreasi keluarga, hingga kepent-ingan bisnis. Sekali lagi, seperti tel-ah diungkap di awal; makanan juga merepresentasikan perkembangan manusia. *gebe

Page 22: MediaGram Edisi 11

FashionLifestyle

22 MediaGram Oktober 2012 mediagram.co.id

Bagaimana jika sebuah perangkat lawas kembali dikemas ulang dan dilengkapi dengan teknologi masa kini? Teenage Engineering adalah jawaban dari pertanyaan tersebut. Dengan menghadirkan

kembali sebuah speaker lawas bernama OD-11, Stig Carlsson Foundation mengembalikannya di era ini dengan seperangkat teknologi masa kini.

OD-11 hadir pertama kali tahun 1974 dan dirancang oleh perancang audio asal Swedia, Stig Carlsson. Kala itu, kebanyakan speaker dibuat untuk dinikmati di ruang khusus dengan peredam suara untuk mendapatkan hasil suara yang terbaik.

Kini hadirlah OD-11, yang pada zamannya merupakan speaker yang dirancang khusus digunakan di ruang terbuka seperti ruang keluarga. Ketika pertama kali dirilis, OD-11 berhasil menyandang predikat “the most affordable HiFi speaker”, dan dalam waktu singkat menjadi ikon speaker audio di Swedia.

Tahun 2013, Teenage Engineering dan Stig Carlsson Foundation mencoba “menghidupkan” kembali OD-11 dalam kemasan dan teknologi yang lebih modern. Hasilnya memang cukup mengagumkan. Dari segi kemasan, speaker ini sangat minimalis dan elegan. Speaker ini berbentuk seperti kubus

sepuluh liter yang bersih dan bebas dari berbagai tombol pengaturan yang ditemukan di speaker kebanyakan.

Di dalamnya tertanam sebuah amplifier berkekuatan 100W, subwoofer, prosesor suara, dan neodymium cone tweeter yang mampu menghasilkan suara pada rentang frekuensi tinggi, 28-24.000 Hz. Speaker ini juga dilengkapi dengan modul Wi-Fi yang mendukung penuh fitur cloud yang memungkinkan Anda untuk memutar seluruh koleksi lagu yang tersimpan di cloud dengan suara yang amat sempurna, murni dan minim distorsi.

Untuk mempermudah navigasi sambil tetap mempertahankan desainnya yang minimalis, Teenage Engineering merancang sebuah remote control berteknologi Bluetooth yang diberi nama Ortho Remote.

Ortho remote yang berbentuk bundar ini hanya membutuhkan sebuah baterai kancing yang dapat digunakan cukup lama, kurang lebih satu tahun. Bagian bawah juga dilengkapi magnet, agar Anda dapat menempelkannya di atas permukaan OD-11 atau di tempat lain selama masih terhubung dengan koneksi Bluetooth.

Jika berminat, OD-11 akan mulai beredar di pasaran sekitar pertengahan tahun 2013 dengan kisaran harga US$800. *lg, berbagai sumber

[CES 2013]OD-11SPEAKER WIRELESS CLOUD PERTAMA HASIL PENGEMBALIAN WAKTU LAMPAU

Page 23: MediaGram Edisi 11

FashionLifestyle

23MediaGramOktober 2012mediagram.co.id

Adakah Arjuna segagah Achiles-nya Homerus? Miripkah peperangan di Kurushetra dengan pertempuran Troya? Ada Mahabhrata, ada pula Illiad-Odysseus. Demikian pertanyaan dan pernyataan yang muncul selama membaca novel The Palace of

Illusions (Istana Khayalan) karya Chitra Banerjee Divakaruni. Pertanyaan itu mengingatkan, bahwa selain Yunani dan Romawi yang kaya akan mitologi, di belahan bumi lainnya, di tanah India, mitologi begitu merasuk, bahkan sudah berada pada ranah filsafat dan agama. Setidaknya hal tersebut yang dapat ditangkap dalam The Palace of Illusions.

Melalui sudut pandang Dropadi, sang pengarang mencoba menggambarkan kembali dunia Mahabhrata. Kejayaan, kehormatan, kekuasaan, serta peperangan yang identik dengan pergulatan para lelaki seolah diinterpretasikan kembali oleh Dropadi. Dropadi putri dari Dropada, adalah putri yang dilahirkan dari kobaran api, putri yang memikul dendam sang ayah pada Drona, sahabat seperguruan yang murka karena ia ingkar janji usai menduduki tahta. Tak hanya itu, Dropadi merupakan seorang wanita yang ikut menentukan jalannya sejarah, wanita yang menikahi lima satria besar; Pandawa. Dari titik inilah, posisi Dropadi mejadi begitu penting. Ia menentukan pada gerak langkah Pandawa.

Kisah Dropadi dan Pandawa, disuguhkan dari sisi kemanusiawian seorang wanita. Pertempuran batin akan cinta dan kesetiaan. Jauh sebelum Arjuna memenangkan sayembara untuk meminang Dropadi, ternyata Dropadi sendiri telah terpikat oleh Karna si satria kesepian, yang selalu telihat sendu namun teguh menatap takdirnya yang kelam. Dalam fiksi olahan Divakaruni ini, Karna lah cinta sejati Dropadi. Karena kasta, serta tanggungan dendam

sang ayah pada Drona yang mengharuskan Dropadi mengikatkan takdirnya pada Pandawa. Sementara Karna, rival terberat Arjuna, mengikatkan persahabatannya dengan Duryodana, si sepupu sekaligus musuh utama Pandawa. Inilah kisah yang disuguhkan dengan kecermatan tingkat tinggi dalam membangun kedalaman tiap-tiap karakternya. Lewat penuturan Dropadi atau sering disebut Panchali, kita dapat membayangkan terpecah-pecahnya cinta Dropadi antara antara Pandawa dan Karna. Hasratnya pada Karna serta tuntutan kesetiaan pada Pandawa.

Lewat sudut pandang Dropadi pula, nampak lah sisi-sisi kemanusiaan Pandawa yang merupakan anak-anak para dewa dari ibunya Kunti. Bima yang gemar memasak dan makan, Sadewa yang teramat cinta ilmu pengetahuam, Nakula yang menggemari berbagai binatang, Yudistira yang terlampau naif dalam memandang keadilan, dan Arjuna yang terlalu mengagung-agungkan jiwa kepahlawanan. Novel ini jelas menempatkan wanita pada posisi yang teramat penting. Dropadi adalah rantai yang menjalinkan Pandawa dalam gerak sejarah. Ia yang mengobarkan api peperangan antara Pandawa dengan Kurawa, setelah dipermalukan habis-habisan oleh Duryodana di Hasthinapura. Ia pula yang tetap merekatkan tali persaudaraan Pandawa selama masa pengasingannya di hutan, ia pula yang secara tidak langsung menyebabkan perang paling besar di medan Kurusethra, menyebabkan banyak istri menjanda, dan para ibu kehilangan anaknya.

Adapun yang jauh lebih menarik adalah kepandaiaan Divakaruni dalam menyampaikan sisi-sisi religiusitas yang dibangun lewat kecintaan Dropadi pada Krishna, sahabat sekaligus sandarannya di masa-masa sulit, maupun di saat-saat mengalami kebingungan. Keduanya akrab sedari Dropadi masih kecil. Krishna selalu muncul secara tak terduga, tepat di saat Dropadi memerlukan penjelasan bijak pada kebingungannya. Krishna yang konon titisan Dewa Wisnu, selalu muncul di saat penting. Ia bisa dekat dengan berbagai orang, ia sahabat dekat Drestadyumna kakak Dropadi, penasihat Raja Dropada, sangat dekat dengan Arjuna, bahkan selalu dianggap penting oleh Duryodana sekalipun. Karena begitu berartinya kehadiran Krishna dalam saat-saat penting kehidupan Dropadi, ia pun sepenuhnya sadar bahwa ia memiliki rasa cinta pada Krishna, cinta yang rasanya berbeda dengan cintanya pada Karna, atau mungkin Pandawa.

“Cinta ini menyembuhkanku. Kalau apa yang kurasakan bagi Karna adalah api yang membakar, cinta Krishna memberikan kesejukan, ibarat cahaya bulan di atas daratan gersang. Betapa butanya aku karena tidak mengenalinya sebagai karunia yang sangat berharga” Demikian ungkapan hati Dropadi di akhir-akhir kisah. Lalu cinta macam apakah yang seolah melampaui cinta seorang kekasih? Cinta seperti apakah yang dianggap sebagai karunia? Kiranya, Divakaruni mengemas Krishna sebagai unsur religius dalam novel ini.

Novel The Palace of Illusions menyuguhkan pesan yang begitu padat, sehingga tiap pembacanya akan tertarik pada sudut-sudut yang berlainan. Pesan cinta kiranya sudah umum, namun Divakaruni mampu mengemasnya menjadi sesuatu yang lebih mulia, yakni mengingatkan pada keangungan-Nya, pada keseimbangan makhluk dalam kosmos, sebagaimana kecintaan Dropadi akan eksistensi Krishna, tentunya dalam perspektif budaya India. Novel ini sangat baik dalam membuka cakrawala tentang dunia wanita, dan sangat memikat bagi para penggemar Mahabhrata. *gebe

THE PALACEOF ILLUSIONS

•The Palace of Illusions (Istana Khayalan)•Penulis: Chitra Banerjee Divakaruni•Ukuran : 13.5 x 20 cm •Tebal : 496 halaman •Terbit : Juli 2009

Page 24: MediaGram Edisi 11

FashionLifestyle

24 MediaGram Oktober 2012 mediagram.co.id

Kitab “Jangka Sabda Palon”, salah satu buku berbahasa Jawa yang sering dengan tujuan memunculkan ruang berjarak antara Islam dan Jawa. Jika kita telusur lebih jauh, cerita nubuatan semacam sumpah Sabda Palon tidak lebih sekedar sebagai karya sastra saja. Karya ini menggunakan cerita rakyat yang telah banyak beredar di masyarakat. Dalam tradisi oral yang berkembang di sekitar Trowulan, sebuah wilayah yang diyakini sebagai salah satu situs Majapahit, tokoh Sabda Palon dan Naya Genggong merupakan tokoh yang diyakini hidup pada masa Majapahit dan memiliki pekerjaan sebagai abdi dalem Keraton.” Ini merupakan salah satu buku cerita nusantara yang dapat kita temukan di salah satu toko buku di Bandung. Toko buku yang masih memiliki beragam buku lamanya dari negeri sendiri ataupun dari negeri asing.

Toko Buku Djawa, merupakan toko buku tertua di Kota Bandung yang masih aktif hingga saat ini. Toko buku yang terletak di Jalan Braga No. 79 ini membuka diri pada tahun 1955. Ny. Tjoe, pemilik toko. Yang masih mempertahankan desain interior dan eksterior dari dulu hingga saat ini menjadikan itu semua sangat unik. Seperti alat kasir yang masih menggunakan alat lama. Bangunan, ruang, dan tata letak di dalam Toko Buku Djawa yang berkesan oriental dan kuno, poster-poster lawas dan foto hitam putih tempo dulu yang juga dijual dan dipajang di dinding toko. Susunan buku-buku yang tertata rapi dan bersih di rak-rak yang ada dengan koleksi buku yang beragam, yang sebagian besar koleksinya merupakan koleksi lama. Koleksi buku-bukunya, antara lain cerita pencak silat, sejarah, batik, pewayangan, sains, ilmu sosial, hingga ensiklopedi Sunda. Tak sedikit buku-buku yang dijual adalah buku yang menggunakan bahasa Indonesia ejaan lama atau dalam versi Belanda, Jepang, dan Perancis.

Toko Buku Djawa yang luasnya 200 meter persegi ini, dengan kaca besar

di depan untuk menarik perhatian dengan menampilkan beberapa buku dan cenderamata pilihan sang pemilik toko. Dan tulisan Toko Buku Djawa dengan gaya klasik, beserta papan nama di depan toko yang dari dulu hingga sekarang masih dipertahankan, cukup menarik perhatian jika Anda berjalan-jalan di Jalan Braga.

Dulu Toko Buku Djawa memiliki ciri khas yang tidak bisa ditemukan di toko-toko buku lain, yaitu selalu menjual buku-buku impor mulai dari majalah hingga buku pelajaran. Tidak mengherankan bila di masanya, toko buku ini mempunyai langganan loyal yang tidak sembarangan. Namun sayang, krisis moneter yang menghantam Indonesia pada 1997 membuat Toko Buku Djawa harus menghentikan penjualan buku impor yang menjadi ciri khas mereka tersebut. Pada saat itu, harga buku impor jika dirupiahkan bisa melonjak sampai Rp1 juta per buah. Jadi Toko Buku Djawa memutuskan untuk berhenti berdagang buku impor.

Tempatnya yang strategis, Jalan Braga merupakan salah satu landmark Kota Bandung yang menjadikan toko buku ini tetap bertahan walaupun banyak toko buku yang jauh lebih besar bermunculan. Hal lain yang mempertahankan toko buku ini, antara lain karena harga di toko buku ini cukup miring, beberapa alat tulis dan cenderamata pun dijual di toko ini, tidak hanya buku melulu. Karena itulah, Toko Buku Djawa dan Braga sebenarnya tak dapat dipisahkan.

Walaupun Jalan Braga tak elok seperti saat Toko Buku Djawa baru berdiri dan masa jayanya, tapi toko buku ini tetap mempertahakan eloknya dan eloknya Braga. Toko buku ini merupakan salah satu cara Anda mengobati rasa kangen Anda di Jalan Braga Tempo Doeloe. *gs

TOKO BUKU DJAWAWish List Anda dolanan ke Bandung

Page 25: MediaGram Edisi 11
Page 26: MediaGram Edisi 11

EntertainmentEntertainment

26 MediaGram Oktober 2012 medigram.co.id

Dituang dari novel The Hobbit karya J.R.R. Tolkien, film The Hobbit: An Unexpected Journey menjadi pembuka dari trilogi kolosal Peter Jackson, setelah Lord of the Ring, sembilan tahun lalu.

Mengisahkan pengalamannya yang ‘terpaksa’ ikut perjalanan bersama 13 kurcaci dan penyihir Gandalf (Sir Ian McKellen) untuk mengambil alih rumah mereka di Kerajaan Erebor, yang dulunya dirampas oleh naga maut Smaug. “Seperti kompor pakai sayap,” kata salah seorang kurcaci tentang naga itu. Perjalanan mereka tak selalu mulus, bertemu dengan kaum orc, yang punya kekesalan khusus pada kaum kurcaci, atau troll.

Dalam kisah ini, Bilbo Baggins (Martin Freeman) paman dari Frodo Baggins, si hobbit yang berkelana demi cincin mistis mengambil peran sentral. Hadir pula ratu peri Galadriel (Cate Blanchett) dan Gollum (Andy Serkis).

Sama-sama trilogi, serta datang dari sutradara dan penulis naskah yang sama Jackson, Fran Walsh, Philippa Boyens dan dengan tambahan Guillermo Del Toro, sulit bagi The Hobbit untuk tak dibandingkan dengan LOTR, yang berhasil karena Jackson piawai mengawinkan cerita yang sangat kuat dengan majunya teknologi masa itu.

Visualisasi adalah hal paling krusial dalam sebuah film yang ber-genre fantasy. Peter Jackson melakukannya dengan sungguh-sungguh dalam penggarapan The Hobbit. Untuk The Hobbit, Jackson menerapkan format high frame rate. Sementara frame per detik untuk film konvensional adalah 24, Jackson melambungkannya menjadi 48 frame per detik untuk The Hobbit. Hasilnya? Untuk penonton dengan daya nalar visual yang baik, The Hobbit jelas gila. Kesulitan terbesar dalam menonton The Hobbit adalah kesulitan untuk tidak bisa menikmati sajian visualnya. Ya, inilah dunia fantasy. Kita semua dimanjakan oleh visualisasi dan cerita yang kuat, sudah seyogianya.

Untuk terbiasa dengan visualisasi yang terlampau indahnya ini butuh sejenak waktu untuk terbiasa, terutama dalam keelokan tampilan tokoh-tokohnya. Adegan beberapa pertempuran memang tampak jelas benar, setiap gerakan tangkas tertangkap dan kita seperti memang berada di dalamnya. Efek visual seperti gerakan hewan, Gollum, suasana di dalam Kerajaan Erebor dengan detil demi detil yang keterlaluan atau penampilan kaum Orc dan troll juga sudah selayaknya membuat kita takjub.

Untuk pemandangan alam, diambil di Selandia Baru, The Hobbit mendesakkan hamparan gunung yang abu-abu dan perkasa, pemukiman Hobbit dengan pintu dan jendela rumah yang bundar, padang hijau tanpa batas, atau belasan air terjun hingga titik-titik airnya tampak begitu terang di layar. Sungguh sebuah pengalaman menonton yang begitu gila.

Cinta dan keterikatan Jackson pada Middle Earth bisa jadi sesuatu yang menguntungkan yang akan sulit menandingi kepiawaian terjemahan Jackson dari buku ke layar lebar, tapi dapat menyulut ambisi Jackson untuk membuat yang kurang perlu. Semua kemewahan visual di The Hobbit butuh cerita sebagai punggung film, dan satu buku yang dipanjang-panjangkan menjadi tiga film (berdurasi panjang) bisa jadi masalah. Beberapa adegan bisa dihapus tanpa membuat rasa film jadi jomplang.

Sebagai yang pertama dari trilogi, The Hobbit berperan mematok mood untuk yang berikutnya. Bukanlah sebuah film yang jelek, tapi film ini kurang membangun emosi. Memang ada tema yang menyentuh seperti persahabatan, perjalanan, pencarian, sokongan alam dan penghuninya, pertempuran, atau si pecundang yang mendadak jadi pahlawan. Tapi tak seperti LOTR yang begitu sarat dengan makna, kebajikan, kemegahan serta merta kekolosalan yang membuat kita tergugah untuk kerasan berada dalamnya. *lg

SEBUAH PAMERAN VISUAL MEGAHYANG DIANGKAT DARI NOVEL

Page 27: MediaGram Edisi 11

EntertainmentEntertainment

27MediaGramOktober 2012mediagram.co.id

C andra Malik, pria asal Solo ini merupakan seorang Sufi. Seorang Sufi yang baru dua tahun ini menunjukkan eksistensi dirinya dihadapan khalayak, setelah 18 tahun lamanya beliau merahasiakan diri. Dalam

kemunculannya ini, beliau memilih dunia musik untuk menemani beliau bersama pemikiran-pemikirannya.

Kidung Sufi “Sangkakala Djiwa” 121212, rangkaian kampanye cinta dari Candra Malik yang merupakan launching album solo perdana religinya. Album berisikan 12 lagu yang berkolaborasi dengan 13 maestro, antara lain Sudjiwo Tedjo, Trie Utami, Dewa Budjana, Tohpati, Shaggydog, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), dan maestro-maestro lain. Menurut Candra Malik, masih sangat banyak orang baik di Indonesia, ini terbukti karena masih banyak orang yang mau terlibat dalam Kidung Sufi.

Konser ini bertajuk Sangkakala, nama tersebut diambil karena pemberitaan hari kiamat yang sedang hangat di seluruh penjuru dunia. Karena itulah, Candra memanfaatkan momen Desember 2012 ini untuk mengajak masyarakat merefleksikan diri dalam pertunjukan kontemplatif yang diadakan bersama Djarum Coklat Extra, ATAP Promotions, dan Forum Komunitas Alumni Pondok Pesantren (Fokal Ponpes). Konser direncanakan akan menjadi konser tahunan, karena tak ada lagi konser-konser seperti yang dilakukan oleh Alm. W. S. Rendra seperti dulu ataupun Iwan Fals yang telah sepuh saat ini menurut Candra Malik.

Sebelum pengunjung memasuki main stage, pengunjung disambut oleh para sufi yang melantunkan ayat-ayat suci. Lalu pengunjung juga dapat melihat para pelukis menggoreskan tinta ke kanvas mereka dengan tema kehidupan duniawi dan surgawi. Kemudian pengunjung akan digiring pada lorong durja, pengunjung disajikan oleh teatrikal siluet bersama dengan seorang sufi yang sedang melantunkan ayat-ayat suci. Warna hitam dan putih mendominasi ornamen Sangkakala Djiwa ini, yang merupakan simbol kegelapan dan kemurnian jiwa yang selalu menyelimuti manusia. Barulah pengunjung memasuki main stage.

Konser Kidung Sufi, Sangkakala Djiwa, dibuka oleh Candra dengan sebuah puisi, lalu Budi Dalton bersama komunitas Sunda Wiwitan menyambungnya dengan merapai doa-doa dalam tradisi Kasundan, yaitu rajah “Mantra Ruwat Bumi” diiringi oleh Karinding Attack. Atmosfer yang diterima penonton pada sesi ini cukup magis, selain puisi tentang duniawi, Budi Dalton juga menyajikan sesajen yang dimaksudkan rasa puji dan syukur kita terhadap Bumi ini. Rasa

magis itu pun semakin terbentuk saat munculnya budayawan Sudjiwo Tedjo dengan melantunkan “Pada Suatu Ketika” ditemani sebuah permainan multimedia yang menampakkan terbitnya matahari yang merah, lalu langit muram ketika Risa Saraswati muncul dengan kidung “Bilur” yang menuturkan pertaruhan nyawa seorang ibu demi anaknya.

Lalu penonton dibawa semakin terbenam dalam semesta sunyi lagu “Fana Selamanya” yang dinyanyikan oleh Risa Saraswati setelah Burgerkill menyanyikan “Shirathal Mustaqim” dan “Jiwa yang Tenang”, ketiganya merupakan lagu Candra dalam album Kidung Sufi. Kemudian rocker gaek, Doddy Katamsi, dalam lagu “Seluruh Nafas” karya Candra Malik, disambung dengan tembang “Cinta Berdarah”, kemudian Doddy Katamsi meneguhkan dalam lagu “Hasbunallah”, dari album Kidung Sufi, yang pada inti dari rangkaian tembang tersebut ialah kecintaan pada Tuhan pun teramat menyakitkan, seiring rindu yang semakin tak terkendali, cukup Tuhan saja sebagai penolong.

Dilanjutkan, Candra Malik ditemani Trie Utami dan Risa Saraswati dalam lagu “Fana Selamanya”, lalu Candra berduet dengan Trie Utami dengan lagu “Fatwa Rindu”, lalu Trie Utami muncul kembali seorang diri untuk membawakan Gayatri Mantram. Adrenalin penonton kembali dipacu dengan kemunculan KOIL dengan membawakan dua lagu mereka, “Aku Lupa Aku Luka” dan “Kenyataan dalam Dunia Fantasi”. Lalu KOIL bersama Candra Malik menyanyikan lagu “Allahu Ahad” karya Candra. Lalu BurgerKill kembali muncul dengan tiga lagu mereka sendiri, yaitu “Our Victory”, “Only The Strong”, dan “Titik Hitam”. Dilanjutkan dengan Lagu “An Elergy” dengan rangkaian bersama “Shiratal Mustaqim” dan “Jiwa yang Tenang” bersama Candra Malik dan Man Karinding Attack. Konser ini diharapkan Candra akan membawa kepada suasana batin betapa hidup ini hanya kepingan yang terasing di lautan, sebagaimana lirik lagu “Kesepian” milik Pas Band yang dinyanyikan oleh Yukie Pas Band. Lalu dilanjutkan pula dengan lagu Candra “Samudra Debu” dan “Pulang Bahagia”. Di penghujung konser ini ditutup dengan lagu “Syahadat Cinta”, sebuah lagu tentang penghargaan terhadap agama dan kenyakinan setiap manusia.

Candra Malik mencoba untuk bergerak bersama-sama dalam satu tujuan, menjadikan manusia yang lebih berbudaya dan beradab. Mawas diri terhadap kiamat diri, tidak hanya fisik semata, tetapi jiwa, dharma, dan karma. Tuhan selalu ada dan Tuhan tak akan pernah meninggalkan umatnya. Tuhan mengirimkan orang-orang di sekitar kita, untuk menemani dan membantu, kita tak pernah sendiri. *gs, foto : app

KIDUNG SUFI “SANGKAKALA DJIWA 12.12.12”CANDRA MALIK HADIRKAN DIRI

Page 28: MediaGram Edisi 11

EntertainmentEntertainment

28 MediaGram Oktober 2012 mediagram.co.id

Hari Ibu merupakan hari yang dikhususkan untuk memberikan apresiasi terhadap para kaum ibu. Di mana para ibu merupakan akar dari kemajuannya pribadi seseorang, yang

mendukung keberhasilan bagi pada anak-anaknya. Dalam rangka menyambut Hari Ibu di tanggal 22 Desember 2012. GH Universal Hotel Bandung, mempunyai acara yang menarik untuk memperingati hari penting ini. “Mom, We Served You”, tema yang diusung oleh GH Universal Hotel untuk membahagiakan para ibu asus dari SOS Children’s Villages Bandung.

SOS Children’s Villages Bandung merupakan salah satu dari SOS Children’s Villages Indonesia. SOS Children’s Villages merupakan pantiasuhan dengan dasar memberikan berbagai macam pendidikan dan pelatihan bagi anak-anak sebagai pendukung keberhasilan di masa depan. Saat ini ada 1.100 anak yang tinggal dalam desa-desa anak yang tersebar di delapan SOS Children’s Villages Indonesia. Melalui program penguatan keluarga yang disebut Family Strengthening Program, ada lebih dari 6.500 anak yang ditangani SOS Children’s Villages Indonesia. Family Strengthening Program adalah program penguatan keluarga, di mana dengan program ini anak-anak yang diasuh oleh SOS Children’s Villages.

Untuk di Bandung sendiri, anak-anak tinggal dalam keluarga yang terdiri dari 13 rumah keluarga dengan fasilitas pendukungnya. Selayaknya keluarga, yang mempunyai para tetangga, anak-anak ini mengatur semua sendiri sesuai dengan aturan rumahnya masing-masing.

Dalam acara “Mom, We Served You”, GH Universal memanjakan para Ibu Asuh SOS Children’s Villages. Para Ibu Asuh ini menikmati rangkaian kegiatan di GH

Universal Hotel, antara lain perawatan spa, pembekalan training cooking class, menikmati fasilitas hotel bintang 5 dan menginap di kamar Suite layaknya Ratu semalam. Pada kesempatan ini pula, ada 15 karyawan GH Universal Hotel berperan sebagai ibu asuh menggantikan para Ibu Asuh SOS Children’s Villages.

Di malam harinya para Ibu Asuh SOS Children’s Villages menikmati jamuan makan malam formal lengkap dengan settingan elaborate. Mereka terlebih dahulu menyantap makanan pembuka yang langsung dilayani oleh karyawan GH Universal Hotel dan ditutup dengan makanan penutup.

Sementara itu di SOS Children’s Villages, GH Universal menyulap perpustakaan SOS Children’s Villages Bandung menjadi Kids Cinema. Anak-anak dan Ibu Asuh GH Universal menikmati film-film anak teranyar sambil menikmati cemilan yang mereka sukai. Tak lupa melakukan aktivitas rutin, Ibu Asuh GH Universal membersihkan rumah dan kegiatan rumah tangga lainnya. Para Ibu Asuh GH Universal juga disibukan dengan menyiapkan makan malam di setiap rumah, keakraban pun mulai terjalin ketika para Ibu Asuh GH Universal dengan anak-anak makan bersama sambil bercerita dan mempersiapkan kejutan penyambutan bagi Ibu Asuh ke esokan harinya.

Di GH Universal Hotel para Ibu Asuh SOS Children’s Villages menikmati sejuknya udara pagi dan sarapan di Roof Top GH Universal Hotel, lalu para ibu asuh kembali menikmati perjalanan mewah menuju SOS Children Village. Sesampainya para Ibu Asuh di SOS Children’s Villages, anak-anak membacakan puisi untuk Ibunya dan menyanyikan Lagu Bunda. “Ibu mempunyai peran penting dalam mendidik seorang anak, bahagiakanlah Ibumu”, ungkap Antonius Eko General Manager GH Universal Hotel. *app, foto : app

MOMWE SERVED YOU

HARI IBU BERSAMA GH UNIVERSAL HOTEL

Page 29: MediaGram Edisi 11

EntertainmentEntertainment

29MediaGramOktober 2012mediagram.co.id

Respublica, event terakhir di 2012, dari 10 event Marlboro yang diadakan bersama Maja House. Event kali ini dikemas dengan konsep go public, merangkul semua kalangan. Terlihat dari beragamnya pegunjung

di event yang digelar pada tanggal 22 Desember 2012 ini. Tidak hanya dari kalangan eksekutif muda, banyak pula mahasiswa, hingga remaja pelajar. Respublica memang tidak menetapkan segmen khusus, hanya menetapkan batasan umur pengunjung, yaitu 18 tahun ke atas.

Bersamaan dengan menyambut hari Natal, Maja House menggunakan konsep bernuansa Christmas, dihiasi pohon natal dan topi Santa Clause yang dipakai oleh setiap karyawan Maja House. Event besar Maja House memang selalu disesuaikan dengan hari raya yang sedang diperingati.

Respublic yang mengusung “publik” atau menyangkut semua kalangan, menghadirkan bintang tamu yang beragam, di antaranya DJ Hendra, Mahesa Utara, DJ SBM ITB, DJ SBM Unpad, DJ SBM Unpar, dan Rock N Roll Mafia. Tidak hanya bintang tamu, Respublica juga mengundang komunitas-komunitas anak muda yang terdapat di Bandung, salah satunya komunitas Vespa Piaggio.

Event ini dimulai dari pukul 21.00 WIB dan dibuka oleh penampilan dari DJ SBM ITB, Peppermoon. Seluruh spot di Maja House digunakan untuk event ini. Arena luar yang memiliki nuansa santai dan romantis, digunakan sebagai dinning spot. Pengunjung dapat menikmati makan malam sambil melihat city light kota Bandung. Sedangkan acara

utama digelar di dance floor, di ruang utama Maja House. Pengunjung dapat menikmati musik yang disuguhkan oleh DJ sambil menikmati minuman yang dihidangkan. Event ini dilangsungkan pertama kali pada bulan Februari 2012, dan ditutup pada bulan Desember 2012. Event sebelumnya memiliki tema yang berbeda-beda.

Marlboro Iceblast merupakan produk terbaru dari rokok besutan Philip Morris ini. Marlboro Iceblast lebih menitik-beratkan pemasarannya bagi anak muda, oleh karena itu mereka menggaet Maja House sebagai tempat melakukan promosi sekaligus menggelar event bagi anak muda.

Pilihan Marlboro Ice Blast untuk menjadikan Maja House sebagai partner tidaklah salah, karena ke-10 event nya yang digelar di Maja House selalu terbilang sukses, termasuk Respublica ini. Dance floor dipenuhi oleh pengunjung yang menikmati musik dari bintang tamu, dining spot pun dipenuhi oleh pengunjung yang menikmati makanan sambil ditemani kerlipan lampu Kota Bandung di bawahnya.

Meskipun lokasi Maja House terbilang jauh dari pusat Kota Bandung, di Cihideung. Pengunjung tidak pernah mengurungkan niatnya untuk menikmati beragam hiburan. Maja House selalu dipenuhi pengunjung di setiap event. Udara dingin khas Bandung Utara menambah sensasi tersendiri bagi pengunjung Maja House. Pengunjung tak kunjung surut, Bandung Utara selalu menjadi tempat favorit. *app, foto : app

RESPUBLICATHE LAST EVENT MARLBORO ICE BLAST IN MAJA HOUSE

Page 30: MediaGram Edisi 11

30 MediaGram Oktober 2012 mediagram.co.id

THE VIEWS

Alkisah sepasang saudara kembar, Dong Jiang dan Dong Hai. Ibundanya tewas ketika melahirkan mereka, setelah sebelumnya ayahnya tewas

saat perang sipil. Mereka ditampung sebuah panti asuhan di sebuah desa kecil bernama Chi. Panti asuhan tersebut dikepalai oleh seorang biksu bernama Jin. Biksu Jin terkenal karena kepiawaiannya memasak sup vegetarian dari Desa Chi. Sup legendaris itu bernama Liong Chi. Konon

sup ini terbuat dari resep rahasia yang membuat para biksu di Kuil Chi, panjang umur.

Desa Chi berada di daerah Shu. Daerah Shu merupakan daerah netral yang dihuni para biksu. Shu adalah daerah suci yang berada di antara dua dinasti raksasa yang tak pernah berhenti bertikai, Dinasti Gen dan Dinasti Fu.

Tuhan memang menguji kedua kaisar dari Dinasti Gen dan Dinasti Fu, dengan tidak memberikan mereka keturunan. Para kaisar dari dua dinasti tersebut, secara terpisah, mengadopsi

Dong Jiang dan Dong Hai saat mereka masih bayi. Dong Jiang diadopsi Kaisar Fu, dan Dong Hai diadopsi Kaisar Gen. Sayang mereka tidak dapat mewarisi kursi kekaisaran, karena mereka bukanlah keturunan asli sang kaisar.

Dinasti Fu berada di tanah yang kaya dengan mineral dan hasil pertambangan. Namun, meskipun rakyat Fu gemerlapan harta, kondisi tanahnya sangatlah buruk. Datarannya cenderung tandus. Tanaman yang tumbuh di dataran mereka hanyalah lobak emas. Tak seperti namanya, rasa

OLEH : SIGIT AGUNG PRAMUDITA

SUP LIONG CHI

Page 31: MediaGram Edisi 11

31MediaGramOktober 2012mediagram.co.id

THE VIEWS

lobak ini sangatlah hambar. Tak ada satupun rakyat Fu yang pernah mencoba menjualnya. Lobak emas memang tumbuhan liar di Dataran Fu, dan tak terdapat di dataran lain. Kaisar Dinasti Fu sangatlah ambisius. Ia ingin berusaha memperluas daerah Fu.

Berbanding terbalik dengan Dinasti Fu, Dinasti Gen memiliki tanah yang subur. Berbagai hasil pertanian dapat tumbuh di sini. Hanya satu yang tak dapat tumbuh di sini, yakni lobak emas. Sebagian banyak rakyat Gen berprofesi sebagai petani. Penduduk Gen dua kali lebih banyak dari penduduk Fu, tetapi mereka cenderung hidup sederhana. Kaisar mereka pun merupakan kaisar yang sangat konservatif. Persenjataan dan teknologi militer mereka sangat jauh tertinggal dari Dinasti Fu.

Pada saat usia Dong Jiang dan Dong Hai menginjak dua puluh lima tahun, mereka diangkat menjadi panglima perang di kedua dinasti yang bertikai tersebut. Mereka dirudung duka yang mendalam, karena kedua saudara kembar tersebut harus berperang demi nama dinasti, meskipun keduanya saling mengetahui bahwa mereka saudara kembar. Namun, di sisi lain, loyalitas mereka kepada dinasti dan kecintaan mereka kepada ayah angkat sangatlah besar. Kedua ayah mereka yang bertikai, semakin renta. Pertikaian semakin meruncing. Kaisar Fu mengalami sakit parah. Ia mulai kehilangan pengelihatan, dan kakinya mulai lumpuh. Meski demikian, ambisi Kaisar Fu mengalahkan Dinasti Gen semakin besar. Kesetiaan dan loyalitas rakyat Dinasti Gen kepada kaisarnya, membuat dinasti ini sangat sulit dikalahkan. Peperangan berhasil imbang. Peperangan banyak menelan korban dari kedua Dinasti.

Melihat kondisi pilu ini, Biksu Jin dari desa Chi, menghampiri kedua panglima dari kedua dinasti. Biksu Jin menginginkan mereka mengundang kedua Kaisar untuk jamuan makan malam di Kuil Chi demi kejayaan dan keselamatan kedua dinasti. Panglima Dong Jiang dan Dong Hai pun mengamini hal ini. Mereka berdua bergegas kembali ke dinasti masing-masing.

S aat matahari terbit, kedua rombongan kekaisaran berangkat menuju Kuil Chi, menghadiri jamuan makan malam

pemberkatan. Mustahil mereka menolak undangan itu, Biksu Jin adalah biksu yang disegani kedua dinasti. Kedua rombongan ini tak satu pun yang membawa pasukan bersenjata, karena Kuil Chi berada di daerah netral, juga karena konon membawa senjata ke daerah ini bisa membawa nasib buruk dan kesialan.

Saat matahari terbenam, kedua rombongan tiba di kuil. Mereka memasuki kedua pintu masuk yang berlawanan. Biksu telah duduk di kursi yang berada di tengah meja panjang. Kedua kaisar pun dengan dibantu para ajudannya, didudukan di sisi meja yang saling berseberangan. Perbincangan pun dimulai.

“Biksu Jin, undangan perjamuan ini sungguh sebuah kehormatan, meskipun aku harus menahan bara di dada ku,” ujar Kaisar Fu.

“Ah Biksu Jin, tak seperti biasanya, udara hari ini sangat panas seperti bara api, mudah-mudahan kehadiranku bisa menjadi minyak yang menyalakan api di perjamuan ini,” sela Kaisar Gen.

“Kedua Kaisar yang aku hormati, aku sangat menginginkan kalian menghormati acara perjamuan pemberkatan ini,” timpal Biksu Jin.

Kedua kaisar hanya terdiam menahan diri. Ruangan kembali hening. Tampak dari pintu tengah ruangan, empat orang biksu Kuil Chi, membawa sebuah kuali berukuran besar, berwarna emas. Pada ketiga buah telinga kuali terdapat ukiran naga cantik. Raut wajah kaisar Gen tampak takjub akan keindahan

kuali itu. Sayangnya, hanya kaisar Fu tak dapat menyaksikan keindahan kuali itu karena matanya yang telah buta.

“Inilah puncak acara malam ini,” ucap Biksu Jin.

“Inilah Sup Liong Chi, sup yang mereka percaya dapat membuat kami para biksu berusia panjang,” tambah Biksu Jin.

Tutup kuali emas dibuka. Uap mengepul. Seorang biksu menyiapkan mangkuk keramik bermotif naga merah, biksu lainnya menuangkan sup ke dalam mangkuk.

“Harum sekali aromanya,” ujar Kaisar Fu. Kedua mangkuk telah dihidangkan di depan

kedua kaisar. Mereka mulai menikmati suap sup pertama mereka masing-masing.

“Sup ini sangat enak, jauh lebih enak dari sup apa pun di dunia ini,” ujar Kaisar Gen.

“Baru kali ini aku setuju dengan mu,” timpal Kaisar Fu.

Suap-ke-suap, para kaisar nampak sangat antusias. Tiba-tiba terdengar suara Kaisar Fu berteriak.

“Aku bisa melihat!”Kaisar Gen pun tampak takjub akan kejadian

ini.“Sup ini memang ajaib,” ujar Kaisar Gen.“Para paduka kaisar yang Aku hormati, bukan

sup ini yang ajaib. Yang ajaib adalah berkah di tanah-tanah yang para paduka pimpin. Sup ini terbuat dari lobak emas dari dataran Fu, dan sayur mayur dari dataran Gen. Seluruh bahan ini adalah sebuah kesatuan yang dapat membahagiakan yang memakan sup ini. Kebersamaan lah yang membuat kami, para biksu panjang umur, bukan semata keajaiban sup Liong Chi ini,” ujar Biksu Jin.

Semenjak kejadian itu, kedua dinasti pun mempersatukan wilayah menjadi satu dinasti yang mencintai perdamaian dan kebersamaan. Seluruh rakyat pun damai sentosa. Lahirlah sebuah dinasti baru bernama Dinasti Gen Fu yang dipimpin dua kaisar, Kaisar Dong Jiang dan Kaisar Dong Hai. Untuk mengingat peristiwa di kuil Chi, Biksu Jin menamai sup khas Desa Chi tersebut menjadi Sup Liong Chi Gen Fu.

“Inilah Sup Liong Chi, sup yang

mereka percaya dapat membuat kami para biksu berusia panjang,” tambah Biksu Jin.

Page 32: MediaGram Edisi 11

ADVENTURES of THE BACKPACKERS

32 MediaGram Oktober 2012 mediagram.co.id

Komunikasi. Satu kata ini memang terlihat sederhana namun berperan besar dalam kehidupan. Zaman modern saat ini, telah menjadikan dunia benar-benar terlipat dan ada dalam genggaman. Segalanya dapat terhubung hanya dengan menggerakan setiap ujung jari. Internet, ponsel, media sosial, dan segala media informasi telah mampu menghubungkan setiap pelosok bumi dengan sangat cepat dan mudah. Teknologi telah menjadikan manusia berada dalam satu jaringan komunikasi yang massif, efektif, dan membuat pengaruh yang cukup mendalam.

Komunikasi dalam bentuk penyampaian ekspresi pun menjadi kebutuhan manusia dalam setiap dimensi kehidupan. Jauh sebelum semua teknologi itu ada, sepucuk surat telah menjadi wadah penampung kecerdasan manusia. Surat! Ya.. itulah media pengubah pola komunikasi manusia. Kehadirannya mampu mendobrak segala keterbatasan pola komunikasi lisan yang terbatas oleh temporal dan spasial di zamannya. Sepucuk surat mampu berperan

sebagai penghubung komunikasi manusia di daerah yang berlainan satu dengan yang lainnya. Perannya dapat menjadi penyampai pesan mendalam tentang kerinduan, kabar indah, berita kelam, titipan harapan dalam sebuah perjuangan, hingga kerahasiaan tentang sebuah kenyataan.

Kebiasaan baik itu kini mulai menghilang, setelah budaya surat-menyurat itu banyak ditinggalkan orang. Kepingan sejarah perjalanan tentang segala hal yang berkaitan erat dengan dunia “POS”, kini tinggal tersisa di museum. Indonesia merupakan negara yang memiliki kisah yang terbilang panjang dalam hal surat- menyurat. Semenjak zaman Hindia Belanda, tepatnya pada tahun 1933, museum bernama PTT (Post, Telegraaf an Telefoon) telah menempati bagian sayap kanan bawah gedung kantor PTT.

Keberadaan Museum Pos Indonesia yang berlokasi tidak jauh dari Gedung Sate ini, tidak terlepas dari perjalanan sejarah Perusahaan Pos di Indonesia. Museum ini hadir sejak zaman awal Perang Dunia II pada akhir tahun 1941.

MUSEUM POS BANDUNG

Page 33: MediaGram Edisi 11

ADVENTURES of THE BACKPACKERS

33MediaGramOktober 2012mediagram.co.id

Museum ini tetap bertahan pada masa pendudukan Jepang, namun ketika Agresi Militer Belanda pecah, kondisi gedung mengalami pasang surut. Gedung nyaris tak terperhatikan, bahkan boleh dibilang keberadaannya hampir terlupakan.

Jika dilihat dari sejarahnya, sebetulnya museum ini dibangun pada tanggal 27 Juli 1920 dengan luas bangunan 706 m2 dan dirancang oleh arsitek Ir. J. Berger dan Leutdsgebouwdienst. Dibangun dengan mengadopsi gaya arsitektur Italia masa Renaissance, Post, Telegraaf an Telefoon digunakan sebagai sebuah tempat yang mengoleksi perangko-perangko dari berbagai negara. Setelah masa pendudukan Jepang dan masa Revolusi fisik, kondisi museum terbengkalai. Untuk dapat menjalankan fungsinya kembali sebagaimana layaknya sebuah museum, pada tahun 1980 Direksi Perum Pos dan Giro membentuk suatu kepanitiaan untuk menghidupkan kembali keberadaan Museum PTT. Maka, bertepatan dengan hari bakti Postel ke-38, pada tanggal 27 September 1983, Museum ini dibuka secara resmi oleh menteri Pariwisata dan Telekomunikasi saat itu, Achmad Tahir dan museum tersebut diresmikan sebagai Museum Pos dan Giro.

Sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Perum Pos dan Giro, Museum Pos dan Giro mengoleksi sejumlah benda yang memiliki nilai sejarah dalam perjalanan Perusahaan Pos Indonesia sejak masa Hindia Belanda, masa pendudukan Jepang, masa kemerdekaan, hingga sekarang ini, yang terdokumentasikan lewat foto, maket, lukisan, katalog, dan peralatan pos lainnya.

Sejalan dengan perjalanan dan perkembangan perusahaan pos, terhitung tanggal 20 Juni 1995 nama dan status perusahaan berubah dari Perusahaan Umum Pos dan Giro menjadi PT. Pos Indonesia (persero), maka nama Museum Pos dan Giro pun berubah menjadi Museum Pos Indonesia. Peran dan fungsi yang dijalankan oleh Museum Pos Indonesia selanjutnya--disamping sebagai tempat koleksi--mencakup fungsi sarana penelitian, pendidikan, dokumentasi, layanan informasi, serta sebagai objek wisata khusus.

Pertama kali memasuki museum pos ini, kita akan disambut oleh sebuah monumen berbentuk sebuah patung berukuran setengah badan, yaitu patung Bapak PTT RI, yaitu almarhum Mas Soeharto. Patung ini dibuat pada tahun 1983 oleh seniman kondang Ad. Pirous. Mas Soeharto adalah seorang tokoh pelopor dan pejuang dalam sejarah pos di Indonesia, khusus dalam usaha pengambilalihan PTT dari tangan Jepang ke Republik. Beliau adalah manusia tiga zaman yang mengalami perubahan status PTT pada zaman Belanda ke masa Jepang, hingga awal kemerdekaan. Perjuangannya tak kenal henti sehingga harus mengorbankan nyawanya. Keberadaannya tak kunjung jelas kemana rimbanya, setelah di penangkapan pada malam hari tanggal 17 Januari 1949 oleh pasukan Military Inlichtengen Dienst (MID) pada masa penguasaan sekutu saat itu.

Memasuki lorong Museum Pos, kita akan mendapati berbagai macam perangkat pos dari masa ke masa, mulai dari beraneka jenis kotak pos, foto-foto, koleksi prangko dari seluruh dunia, sampai macam-macam cap pos. Memasuki bagian tengah museum ini, terdapat juga foto-foto tokoh pimpinan pos dari beberapa zaman awal kemerdekaan hingga kini. Akan kita dapati pula beberapa diorama yang menggambarkan aktifitas “tukang pos” yang mewakili setiap zaman, mulai dari bersepeda hingga menggunakan sepeda motor. Museum Pos ini dibuka untuk umum secara cuma-cuma setiap harinya mulai pukul 09.00–16.00 WIB kecuali hari libur nasional.

Keberadaan pos dan media surat sejatinya mampu menggambarkan betapa hubungan manusia itu begitu personal dan intim. Ya, kini media sosial dan teknologi tumbuh, bertebaran nyaris tak terbendung di mana-mana, dan komunikasi pun bisa dimulai hanya dari sebuah klik. Namun, adakah yang mampu mewakili sebuah tulisan yang dikirim justeru dari sebuah keterbatasan, semacam surat. Pada titik tertentu, ada yang tidak dapat terwakili oleh teknologi yang serba canggih. Ada rasa yang hilang, yang justru dapat terakomodir melalui media sesederhana surat. *gebe, berbagai sumber

Page 34: MediaGram Edisi 11

ADVENTURES of THE BACKPACKERS

34 MediaGram Oktober 2012 mediagram.co.id

Soto PadangUDA UJANG

Kuliner Lainnya dari Tanah Minang

Masakan Padang tentunya tidak asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hampir di semua kota di Indonesia tersebar rumah makan khas Padang. Ketenaran masakan khas Padang ini rupanya tidak hanya berkutat di Indonesia

saja, karena ada beberapa negara yang memiliki rumah makan khas masakan Padang. Meskipun masakan yang tersedia adalah makanan khas, namun cita rasanya dapat dinikmati oleh hampir semua orang. Maka dari itu, tidak heran jika penggemar masakan khas Padang tidak pernah berkurang, bahkan bertambah. Hal tersebut ditandakan oleh menjamurnya rumah makan khas Padang di setiap daerah.

Pada umumnya, masakan khas Padang memiliki rasa yang pedas dan kaya akan rempah-rempah. Masakan khas Padang yang paling terkenal adalah rendang. Setelah itu disusul oleh menu-menu lainnya seperti Cancang, Gulai Ayam, Sate Padang, Gulai Kikil, Kepala Kakap, Ayam Pop, dan lain-lain. Menu tersebut sudah tidak asing bagi kebanyakan orang.

Namun, bagaimana dengan soto Padang? Mungkin jenis kuliner dari tanah Minang ini tidak begitu populer dibandingkan rendang, karena tidak setiap rumah makan Padang menyediakan makanan berkuah ini. Meskipun begitu, soto Padang memiliki cita rasa yang tidak kalah nikmatnya dibandingkan panganan khas Padang lainnya. Salah satu tempat makan yang khusus menyediakan soto Padang ialah Soto Padang Uda Ujang.

Soto Padang Uda Ujang merupakan warung tenda yang berlokasi di

Jalan Dipati Ukur, lebih tepatnya di sebelah Pangkalan Bus Damri depan Kampus Universitas Padjadjaran Kampus Dipati Ukur. Tidak begitu besar jika dibandingkan dengan rumah makan Padang kebanyakan. Namun Soto Padang Uda Ujang selalu ramai pengunjung. Alasan mengapa Soto Padang Uda Ujang selalu dipenuhi pengunjung ialah karena soto Padang sangat jarang ditemui, lalu didukung dengan rasanya yang lezat dan harganya yang relatif murah.

Soto Padang Uda Ujang benar-benar berbeda dengan soto pada umumnya. Kuliner berkuah khas Tanah Minang ini tidak menggunakan santan seperti kebanyakan makanan berkuah khas Padang lainnya. Soto Padang Uda Ujang menggunakan bahan dasar sohun, paru-paru sapi yang digoreng kering, daging sapi, kerupuk kulit, serta potongan perkedel kentang. Toping yang sedemikian kaya disajikan dalam sebuah mangkuk dan disiram dengan kuah dari kaldu sapi yang diberi sentuhan akhir berupa bawang goreng dan daun seledri. Soto Padang ini dapat disajikan pula dengan nasi putih yang diberi taburan kerupuk bawang.

Karena berada di lingkungan mahasiswa, Soto Padang Uda Ujang memiliki harga yang terjangkau. Tidak perlu merogoh kocek yang terlalu dalam untuk menikmati kuliner unik dari Tanah Minang ini. Soto Padang dapat menjadi jajanan sekaligus makanan yang menyenangkan di tengah maraknya makanan khas Padang yang itu-itu saja. Soto Padang Uda Ujang buka setiap hari dari pukul 16.00 hingga 00.00 WIB. *app, foto : app

Page 35: MediaGram Edisi 11

Oddities

35MediaGramOktober 2012mediagram.co.id

Sajian kuliner eksotis dari hewan reptil seperti ular atau biawak, atau he-wan primata seperti monyet, atau pun hewan malam seperti kelelawar memang membuat penasaran sekaligus enggan. Mengingat hewan-he-wan ini bukanlah hewan manis jinak ramah untuk dirangkul, bahkan be-

gitu ditakuti. Membayangkan hewan-hewan ini memang membuat kita bergi-dik apalagi untuk menyantapnya. Tapi bagaimana jika daging hewan-hewan tersebut ternyata memiliki berbagai manfaat untuk kesehatan tubuh?

Istana Raja Cobra, sebuah tempat di Jl. Jendral Sudirman no.319 (Stopan lampu merah Cibadak), Astanaanyar, Bandung, yang dapat menyediakan hidangan istimewa tersebut. Istana Raja Cobra, ular di sulap menjadi santapan lezat yang siap menggoyang lidah pengunjungnya. Istana Raja Cobra yang menjadikan hewan reptil sebagail bahan baku hidangannya ini tidak hanya menyajikan menu-menu reptil, namun juga menjual ramuan-ramuan untuk obat berbagai penyakit. Ramuan yang terbuat dari bahan dasar reptil, dedaunan, dan rempah-rempah ini biasanya dicampur dengan arak atau anggur lalu direndam/ disimpan selama satu tahun hingga masak, lalu ramuan tersebut siap dikonsumsi. Namun ada pula darah empedu ular. Ularnya pun bermacam-macam mulai dari Kobra Hitam, Ular Tanah, Kali Mangsa, Lanang Sapi, Ular Hijau , Ular Belang,Ular Piton, sampai Ular King Kobra. Bagi kebanyakan orang, khasiatnya mampu menyembuhkan berbagai penyakit, seperti: penyakit kulit, asam urat, asma, batuk, alergi, maag, kencing manis, lever, rematik.

Untuk di Bandung ini sendiri memang lebih mengutamakan pada pengobatan, menu makanannya masih sangat kurang, hanya daging goreng dan sop saja. Untuk daging goreng, anda dapat memilih, mau ular kobra, piton, biawak, monyet, dan kalong. Sedangkan untuk sop, tersedia sop ular dan biawak. Rasa ular itu sendiri (ular piton) mirip dengan ayam, dengan tekstur empuk dan tidak alot. Serat-seratnya terasa lebih halus, tapi aroma dagingnya lebih amis dan anyir. Untuk menu daging gorengnya, dihidangkan bersama sambal kecap pedas. Selain menu sup dan daging goreng, tersedia pula abon daging kobra. Abon daging kobra yang telah dikemas dalam toples, rasanya pun tak berbeda jauh dengan abon sapi, cukup manis. Kebetulan hanya daging kobra saja yang dibuat menjadi abon.

Lain hewan lain pula khasiatnya. Tapi rata-rata hewan-hewan ini berman-faat untuk mengobati penyakit kulit. Untuk daging kobra selain untuk penyakit kulit juga untuk menambah nafsu makan dan mengobati alergi. Begitupun dengan daging piton untuk mengobati gatal-gatal dan alergi. Daging biawak dan daging monyet pun berkhasiat untuk gatal-gatal dan penyakit eksim. Se-dangkan daging kalong untuk mengobati asma dan sesak nafas. Walaupun se-cara keseluruhan cita rasa dari setiap masakan masih biasa saja, tapi tidak akan berpengaruh jika tujuan mencicipinya sebagai bentuk pengobatan.

Oleh karena itu, memang membutuhkan keberanian dan pertimbangan untuk menikmati hidangan yang lezat dan bermanfaat bagi kesehatan ini. *gs, foto : gs

ISTANA RAJA COBRAMenjaga Kesehatan yang Bergidig

Page 36: MediaGram Edisi 11

36 MediaGram Oktober 2012 mediagram.co.id

Selama ini masyarakat mengenal tempat rekreasi keluarga hanyalah tempat wisata untuk memanjakan mata, atau tempat wisata yang memanjakan perut. Menjadikan olahraga sebagai ajang rekreasi bagi keluarga sangatlah jarang dilakukan, dan mungkin tidak semua

orang berpikir ke arah sana. Selain itu, tempat yang cocok untuk dijadikan untuk rekreasi keluarga sambil berolahraga pun sangat jarang ditemui.

Karena pemikiran tersebutlah, D’Groove mendirikan sport center yang berbasis family recreation. D’Groove didirikan pada tanggal 12 Maret 2012. Tempat yang pada awalnya ini hanya berkonsentrasi pada olah tubuh atau gym, kini telah berkembang pesat menjadi pusat olahraga dengan fasilitas yang sangat lengkap. Tidak hanya olahraga, D’Groove memiliki berbagai fasilitas untuk memanjakan tubuh.

Sport center yang terletak di gedung enam lantai ini memiliki fasilitas olahraga dengan standarisasi internasional. Setidakya ada 500 unit alat olahraga dengan teknologi terbaru. Selain itu ada berbagai area yang disediakan oleh D’Groove untuk mengolah tubuh, diantaranya swimming pool, lapangan futsal, lapangan basket, lapangan bulutangkis, lapangan squash, studio aerobik, studio gym, studio treademill, dan studio martial art atau beladiri. Selain memilih untuk berolahraga sendiri, D’Groove menyediakan pula kelas-kelas dengan instruktur terlatih, diantaranya aerobik, dan beladiri.

Dengan fasilitas dan area olahraga yang sedemikian banyak, pengunjung dapat memilih jenis olahraga sesuai dengan selera dan kebutuhan. Fasilitas yang ada di D’Groove pun tidak hanya diperuntukan bagi orang dewasa saja, karena ada beberapa fasilitas yang memang sengaja dibuat untuk anak-anak. Kolam renang contohnya. D’Groove menyediakan pula kolam renang bagi anak-anak dan balita yang nyaman dan aman untuk digunakan. Selain itu,

terdapat pula kids zone, atau area untuk anak-anak bermain.Tidak sekadar olahraga, di tempat yang memiliki julukan One Spot

Sportainment ini terdapat pula berbagai fasilitas untuk memanjakan tubuh, diantaranya adalah sauna, salon dan spa, jacuzi, café and lounge, dan shoping center. Ruangan yang nyaman bagi fasilitas tersebut sangatlah cocok untuk dijadikan ajang memanjakan tubuh.

Selain itu, terdapat pula male and female zone yang merupakan locker room yang dipisah antara pria dan wanita. Hal tersebut ditujukan untuk menjaga privasi antara kedua kaum tersebut. Pada male and female zone terdapat tiga buah kolam jacuzi yang diperuntukan untuk menyegarkan tubuh sehabis berkeringat. Tidak hanya jacuzi, pada ruangan terpisah ini dilengkapi pula sauna dan spa. Untuk menjaga keamanan, tempat ini dilengkapi pula oleh ratusan loker untuk menyimpan barang bawaan pengunjung.

Kenyamanan adalah fokus utama dari D’Groove. Café, lounge, dan billiard room disediakan untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Dengan suasana yang terbilang rileks, pengunjung bisa menikmati fasilitas tersebut selain berolahraga yang megeluarkan keringat. Selain itu, terdapat pula perpustakaan kecil di setiap lantainya.

D’Groove memang cocok bagi tempat rekreasi keluarga. Selain berolahraga, pengunjung dapat menikmati fasilitas lainnya yang dapat dinikmati oleh anak-anak sekalipun. D’Groove terbuka setiap harinya, dari pukul 06.00 hingga 22.00 WIB untuk weekday, dan pukul 06.00 hingga 20.00 untuk weekend. Untuk menikmati semua fasilitas dan kelas dengan diskon, pengunjung dapat menjadi member yang ditawarkan oleh pihak D’Groove. *app, foto : app

D’GROOVE

Page 37: MediaGram Edisi 11
Page 38: MediaGram Edisi 11
Page 39: MediaGram Edisi 11
Page 40: MediaGram Edisi 11
Page 41: MediaGram Edisi 11
Page 42: MediaGram Edisi 11
Page 43: MediaGram Edisi 11
Page 44: MediaGram Edisi 11
Page 45: MediaGram Edisi 11
Page 46: MediaGram Edisi 11
Page 47: MediaGram Edisi 11
Page 48: MediaGram Edisi 11
Page 49: MediaGram Edisi 11
Page 50: MediaGram Edisi 11
Page 51: MediaGram Edisi 11
Page 52: MediaGram Edisi 11