konsep askep urolitiasis oleh ni made desy pariani
DESCRIPTION
konsep dasar asuhan keperawatan urolitiasis. 1. pengertian urolitiasis.2. etiologi3. epidemiologi4. pemeriksaan fisik dan diagnosis5 konsep asuhan keperawatan dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi6. daftar pustakaTRANSCRIPT
SISTEM PERKEMIHAN
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN UROLITHIASIS
Oleh
Kelompok 6
A5-C
1. SUCI MASTIA DEWI LUH PUTU 11.321.1131
2. SUGIARTI NI MADE 11.321.1132
3. WISWANTARA PANDE NYOMAN 11.321.1136
4. YUDI ANTARA ADI I KADEK 11.321.1137
5. DESY PARIANI NI MADE 11.321.1146
6. EKA DESIARI NI WAYAN 11.321.1153
7. LILIS ANITA SARI NI KADEK 11.321.1163
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2013
A. Definisi
Urolitiasis adalah pembentukan batu didalam saluran perkemih.Batu atau kalkuli
dibentuk dalam saluran dari ginjal sampai ke kandung kemih.Sebanyak 60% kandungan
batu ginjal terdiri atas kalsium oksalat, asam urat magnesium, ammonium, dan fosfat atau
gelembung asam anmino (Nursalam & Fransisca, 2008).
Urolithiasis adalah terdapatnya batu di saluran urinary (traktus urinarius).
Neprolithiasis: batu yang terbentuk di paremkim ginjal. Ureterolithiasis: terbentuknya batu
di ureter. Batu yang terbentuk dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai ke kandung
kemih dan uretra dan ukurannya sangat bervariasi dari deposit granuler yang kecil yang
disebut pasir atau kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna oranye.
Perbedaan letak batu akan berpengaruh pada keluhan penderita dan tanda/gejala yang
menyertainya.
Urolithiasis atau Batu ginjal merupakan batu pada saluran kemih (urolithiasis),
Urolithiasis sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya
batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat ditemukan sepanjang saluran
kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini
mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau
memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada
batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel
uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan
merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000)
B. Epidemiologi
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di
negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih
banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini
dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari.Angka prevalensi rata-rata di
seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih. Penyebab
terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine,
gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang
masih belum terungkap (idiopatik) Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang
1
mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik
C. Etilogi
Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsertrasi substansi tertentu seperti Ca
oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika
terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal pencegah
kristalisasi dalam urin.
D. Factor Predisposisi
Adapun faktor-faktor predisposisi yang mempengaruhi pembentukan batu pada saluran
kemih, diantaranya yaitu :
Faktor tertentu yang dapat mempengaruhi pembentukan batu, mencakup infeksi,
satus urine, periode imobilitas (drainage batu yang lambat dan perubahan metabolisme
kalsium).
Selain itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses pembentukan batu
yaitu:
1. Teori inti (nucleus): kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal
pada urine yang sudah mengalami supersaturasi.
2. Teori matriks: matriks organik yang berasal dari serum dan protein urine memberikan
kemungkinan pengendapan kristal.
3. Teori inhibitor kristalisasi: beberapa substansi dalam urine menghambat terjadinya
kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan
terjadinya kristalisasi.
Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi ini tergantung dari
PH urine, kekuatan ion, konsentrasi cairan dan pembentukan kompleks.
1. Batu kalsium dapat diakibatkan oleh:
a. Hiperkalsiuria abortif: gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
kenaikan absorpsi kalsium dari lumen usus yang berlebihan juga pengaruh vitamin
D dan hiperparatiroid (pengambilan kal\sium berlebih di tulang) dan merupakan
penyebab kejadian paling sering
b. Hiperkalsiuria renalis: kebocoran pada ginjal atau kelainan reabsorpsi kalsium di
tubulus ginjal.
2
2. Batu oksalat dapat disebabkan oleh:
a. Primer autosomal resesif
b. Ingesti-inhalasi: Vitamin C, ethylenglicol, methoxyflurane, anestesi.
c. Hiperoksaloria: inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, by pass jejenoikal,
sindrom malabsorbsi
3. Batu asam urat disebabkan oleh:
a. Makanan yang banyak mengandung purin
b. Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma
c. Dehidrasi kronis
d. Obat: tiazid, lazik, salisilat
4. Batu sturvit biasanya mengacu pada riwayat infeksi, terbentuk pada urin yang kaya
ammonia alkali persisten akibat UTI kronik. Batu sistin terjadi terutama pada
beberapa pasien yang mengalami defek absorbsi sistin.
5. Hiperoksaluria: Merupakan kenaikan ekstensi oksalat diatas normal (< 45mg/hari).
6. Hiperurikosuria: Merupakan suatu peningkatan asam urat air kemih yang dapat
memacu pembentukan batu kalsium.
7. Hipositraturia: Merupakan penurunan eksresi inhibitor pembentukan kristal dalam air
kemih, khususnya sitrat merupakan mekanisme lain timbulnya batu ginjal.
8. Penurunan jumlah air kemih: Keadaan ini biasanya disebabkan masukan cairan sedikit
yang selanjutnya dapat menimbulkan batu dengan peningkatan reaktan dan
pengurangan aliran air kemih.
9. Faktor diit: Faktor diit dapat berperan penting dalam mengawali pembentukan batu,
misalnya diit tinggi kalsium, diit tinggi purin, tinggi oksalat dapat mempermudah
pembentukan batu saluran kemih.
10. Penyakit lain seperti inflamasi usus (pada pasien illeostomy atau reseksi usus),
mieloproliferatif (leukimia, polisitemia, myeloma multiple) yang menyebabkan
proliferasi abnormal sel darah merah di tulang
11. pH urine.
12. Obatan-obatan seperti dengan antasida, diamox, laksatif dan aspirin dosisi tinggi.
(Brunner & Suddarth, 2002)
3
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada adanya
obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi,
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter
proksimal. Infeksi (peilonefritis & cystitis yang disertai menggigil, demam dan disuria)
dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan
sedikit gejala namun secara fungsional perlahan-lahan merusak unit fungsional ginjal dan
nyeri luar biasa dan tak nyaman.
Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus
menerus di CVA (costa vertebral angle). Nyeri yang berasal dari area renal menyebar
secara anterior dan pada wanita kebawah mendekati kandung kemih, sedang pada pria
mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area
kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal.
Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa.
Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan biasanya
mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter < 0,5-1 cm keluar
spontan.
Batu ureter dapat pula tetap tinggal di ureter hanya ditemukan nyeri tekan. Nyeri
letak atau tak ditemukan nyeri sama sekali dan tetep tinggal di ureter sambil menyumbat
dan menyebabkan hidroureter yang asimtomatik (obstruksi kronik). Tidak jarang terjadi
kematian yang didahului oleh kolik. Bila obstruksi berlanjut, maka kelanjutan dari
kelainan ini adalah hidronefrosis dengan atau tanpa piolonefritis sehingga menimbulkan
gambaran infeksi umum.
Batu yang terjebak di vesika biasanya menyebabkan gejal iritasi dan berhubungan
dengan infeksi traktus urinariun dan hematuria. Jika batu menyebabkan onstruksi pada
leher kandung kemih, akan terjadi retensi urin. Jika infeksi berhubungan dengan adanya
batu maka dapat terjadi sepsis.
Batu uretra biasanya berasal dari batu vesika yang terbawa saluran kemih saat
miksi, tetapi tersangkut di tempat yang agak lebar. Gejala yang umum: sewaktu miksi
tiba-tiba terhenti, menetes, nyeri. Penyulitnya adalah vesikal, abses, fistel proksimal dan
uremia, karena obstruksi urine.
4
F. Patofisiologi
Adanya berbagai faktor-faktor hiperckalsiuri tersebut diatas akan menyebabkan
pengendapan partikel-partikel jenuh (kristal dan matriks) dalam nukleus (inti batu) yang
selanjutnya akan mengakibatkan kelainan kristaluria dan pertumbuhan kristal dan dapat
mengakibatkan terbentuknya batu pada saluran kemih. Batu saluran kemih dapat
menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih.Manifestasi obstruksi
pada saluran kemih adalah retensi urine, nyeri saat kencing, perasaan tidak enak saat
kencing, kencing tiba-tiba berhenti dan nyeri pinggang.Manifestasi infeksi beruap panas
saat kencing, kencing bercampur darah. Obstruksi saluran kemih yang tidak mendapatkan
penanganan dapat menyebabkan terjadi komplikasi yaitu hidronefrosis, sednagkan infeksi
akan menyebabkan terjadinya komplikasi yaitu pielonefritis, urosepsis, dan pada akhirnya
menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi ginjal yang permanen (gagal ginjal).
G. Evaluasi diagnostik
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis,perlu
ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain
untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi jalan kemih, infeksi dan gangguan faal
ginjal
1. Pemeriksaan radiologik
a. Foto polos: untuk mengetahui letak batu terutama yang radiopak
b. Foto pielografi intravena: memperjelas batu radiolusen efek
c. Pielografi retrograd, dilakukan bila ginjal yang obstruksi mengandung batu tak
berfungsi sehingga kontras tak muncul.
2. Renogram: Untuk menentukan faal ginjal/faal setiap ginjal secara terpisah pada batu
ginjal bilateral atau obstruksi ureter bilateral.
3. USG ginjal: untuk mengetahui hidronefrosis
4. Pemeriksaan air kemih
a. Mikroskopik-endapan
b. Biakan
c. Sensitifitas kuman
5. Faal ginjal:
d. Ureum
e. Creatinin
5
f. elektrolit
6. Analisis batu
7. Pemeriksaan kelainan metabolik
8. Pielografi intravena (IVP) memperlihatkan gambaran menyeluruh dari ginjal, ureter
dan vesika urinaria. Indikasi pielografi intravena adalah:
g. Untuk menilai ukuran dan bentuk ginjal
h. Untuk mengetahui adanya infeksi traktus urinarius yang berulang
i. Untuk mendeteksi dan nelokalisasi batu
j. Untuk mengevaluasi dugaan obstruksi traktus urinarius
k. Untuk mengevaluasi penyebab hematuria.
H. Komplikasi
1. Obstruksi
2. Infeksi sekunder
3. Iritasi yang berkepanjangan atau kronik dapat menyebabkan keganasan
4. Akibat obstruksi di ginjal dan ureter dapat terjadi hidronefritis dan kemudian berlanjut
dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang
terkena. Bila pada kedua ginjal terkena maka akan timbul uremia karena gagal ginjal.
I. Therapy
Terapi medik/simptimatik:
1. diberikan obat untuk melarutkan batu
2. obat anti nyeri
3. pemberian diuretik untuk mendorong keluarnya batu
Pelarutan: batu yang dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut
solutin G
1. Litotripsi
2. Pembedahan:
Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama.Namun demikian saat ini
bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu
tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk
mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase
urin.Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
6
1. Pielolititomi: jika batu berada di piala ginjal
2. Nefrotomi: bila batu terletak di dalam ginjal atau nefrektomi
3. Ureterolitotomi: bila batu berada dalam ureter
4. Sistolitotomi: jika batu berada di kandung kemih
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas, sehingga bukan hanya
mengeluarkan batu saja, tetapi harus disertai dengan penyembuhan penyakit batu atau
paling sedikit disertai dengan terapi pencegahan. Indikasi pengeluaran batu saluran kemih:
1. Obstruksi jalan kemih
2. Infeksi
3. Nyeri menetap/berulang
4. Batu yang kemungkinan menyebabkan infeksi dan obstruksi
5. Batu metabolok yang tumbuh cepat.
Penanganannya berupa terapi medik dan simptomatik atau dengan bahan pelarut. Dapat
pula dengan pembedahan atau pembedahan yang kurang invatif (misal: nefrostomi
perkutan) atau tanpa pembedahan (misal: eswl/litotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal
yang berfungsi menghancurkan batu di kaliks ginjal)
7
K. Konsep Dasar Askep
1. Pengkajian
a. Data subjektif
1) Nyeri kolik
2) Riwayat ISK kronis
3) Kencing berdarah
4) Perubahan pola berkemih
5) Mual dan muntah
6) Demam
7) Pekerjaan monoton dengan lingkungan bersuhu tinggi
8) Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout
9) Riwayat penyakit sebelumnya: gangguan metabolisme kalsium,
bedah abdomen
10) Penggunaan obat antibiotika, antihipertensi, alupurionol, natrium
bicarbonat, fisfat, t iazid, vitamin, kalsium yang berlebihan.
11) Diare
12) Tidak minum air dengan cukup
13) Pola makan tinggi purin, kalsium dan atau fosfat
14) Riwayat penggunaan/minum alkohol
a. Data objektif
1) Keterbatasan aktivitas/imobilisasi karena kondisi sebelumnya
(contohnya: cedera medula spinalis, penyakit yang tidak sembuh)
2) Tekanan darah meningkat, nadi meningkat
3) Kulit pucat
4) Kencing bercampur darah
5) Muntah
6) Nyeri tekan abdomen
7) Distensi abdominal: tidak ada bising usus
8) Menggigil
9) Diare
8
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi, sumbatan, abrasi saluran
kemih, oleh pindahnya batuditandai dengan: pelaporan secara verbal
adanya nyeri, rasa tidak nyaman di abdomen, ekspresi wajah
meringis, posisi menahan nyeri, sulit t idur dan istirahat, dan
berusaha kmencari posisi untuk menghilangkan nyeri. Pada batu
ureter disertai dengan tanda nyeri pinggang (kemeng) pada sudut
kosto vertebral, nyeri kolik dari pinggang menjalar kedepaan ke
arah genitalia, mual muntah, hematuri, disuria karena infeksi dan
retensi urine,
b. Gangguan eleminasi urin berhubungan dengan sumbatan aliran urine
berhubungan dengan sumbatan aliran urine oleh batu yang ditandai
dengan adanya pengungkapan kesulitan untuk berkemih secara
verbal, sakit saat berkemih, urine tidak lancar dan hematuri.
c. Defisit pengetahuan kemungkinan berhubungan denganketerbatasan
kognitif, kurang dalam mengingat, salah mempretasi informasi,
tidak mengenal informasi
d. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan.
Faktor risiko : mual, muntah (iritasi saraf 26 abdominal dan kolik
uretra), diurisis pasca obstruksi, edema.
e. Risiko tinggi terhadap infeksi
Faktor risiko : kateter, trauma jaringan, gejala infeksi saat berkemih
f. Risiko perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Faktor risiko Mual, muntah, nyeri.
9
3. Intervensi – Rasional
b. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi
uretral abrasi saluran kemih, oleh pindahnya batu ditandai dengan:
pelaporan secara verbal adanya nyeri, rasa tidak nyaman di abdomen,
ekspresi wajah meringis, posisi menahan nyeri, sulit t idur dan
istirahat, dan berusaha kmencari posisi untuk menghilangkan nyeri.
Pada batu ureter disertai dengan tanda nyeri pinggang (kemeng) pada
sudut kosto vertebral, nyeri kolik dari pinggang menjalar kedepaan ke
arah genitalia, mual muntah, hematuri, disuria karena infeksi dan
retensi urine
Hasil yang diharapkan :
- Melaporkan nyeri hilang dengan spasme terkontrol
- Tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat
Tindakan/intervensi mandiri
1) Catat lokasi, lamanya intensitis (skala 0-10) dan penyebaran.
Perhatikan tanda-tanda non verbal
Rasional :
Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan
kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha
genitalia sehubungan dengan proksimitas saraf pleksus dan
pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan
hebat dapat mencetuskan ketakutan, gelbah, ansietas berat.
2) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf
terhadap perubahan kejadian/karakteristik nyeri.
Rasional :
Memberi kesempatan untuk pemberian analgesi sesuai waktu
(membantu dalam meningkatkan kemampuan koping pasien dan
dapat menurunkan ansietas) dan mewaspadakan staf akan
kemungkinan lewatnya batu/terjadi komplikasi. Penghentian tiba-
tiba nyeri biasanya menunjukkan lewatnya batu.
3) Berikan tindakan nyaman, contoh, pijatan punggung, lingkungan
istirahat.
10
Rasional :
Meningkat relaksasi, menurunnya tegangan otot dan
meningkatkan koping.
4) Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus, bimbingan
imajinasi dan aktivitas terapeutik
Rasional :
Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi
otot.
5) Dorong/bantu dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan
tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 lt/hari dalam
toleransi jantung
Rasional :
Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah statis urine
dan membantu mencegah pembentukan batu selanjutnya.
6) Perhatikan keluhan peningkatan/menetapnya nyeri abdomen
Rasional :
Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan
ekstravasasi urine ke dalam area perinenal ini membutuhkan
kedaruratan bedah akut.
Tindakan kolaborasi :
1) Berikan obat sesuai indikasi
Narkotik, cth neperidin (demerol), morfin
Rasional :
Biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik
uretral dan meningkatkan relakasi otot/ mental.
2) Antispasmatik. Contoh flavoksat (uripas), oksibutin (ditropan)
Rasional :
Menurunkan refleks spasme dapat menurunkan kolik dan nyeri.
3) Kontiko steroid
Rasional :
Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk
membantu gerakan batu.
4) Berikan kompres hangat pada punggung
11
Rasional : menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan
refleks spasme.
5) Pertahankan patensi kateter bila digunakan
Rasional : Mencegah stasis/retensi urine menurunkan resiko
peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.
b. Perubahan pola eleminasi b/d obstruksi mekanik, inflamasi,
stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal/urutera d/d
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi berkemih dengan jumlah
normal dan pola biasanya. Sumbatan aliran urine berhubungan
dengan sumbatan aliran urine oleh batu yang ditandai dengan adanya
pengungkapan kesulitan untuk berkemih secara verbal, sakit saat
berkemih, urine tidak lancar dan hematuri.
Mandiri :
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine
Rasional : Memberikan informasi tetang fungsi ginjal dan
adanya komplikasi. Contoh: infeksi dan perdarahan. Perdarahan
dapat mengindikasikan peningkatan onstruksi atau iritasi
ureter.
Catatan: pedarahan, sehubungan dengan ulaserasi ureter jarang.
2) Tindakan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi
Rasional: kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang
menyebabkan sensai kebutuhan berkemih segera.
Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila kalkulus
mendekati pertemuan uretrovesikal.
3) Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: Peningkatan hidarsi membilas bakteri darah, dan
debris dan dapat membantu lewatnya batu.
4) Periksa semua urine, catat adanya kelauran batu dan kirim ke
laboratorium untuk analisa
Rasional : Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu
dan mempengaruhi pilihan terapi.
5) Selidiki keluhan kandungkemih penuh palpasi untuk distensi
suprapubik adanya edema periorbital/ tergantung.
12
Rasional : Retensi urine dapat terjadi menyebabkan distensi
jaringan (kandung kemih atau ginjal) dan potensial resiko
infeksi gagal ginjal.
6) Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat
kesadaran.
Rasional : Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan
elektrolit dapat menjadi toksin pada SSP.
Kolaborasi :
1) Awasi pemeriksaan laboratorium, conroh elektrolit , BUN,
kreatinin.
Rasional :
Peningkatan BUN, kreatinin dan elektrolit mengindikasiakn
disfungsi ginjal.
2) Ambil urine untuk kultur dan sentivitas
Rasional :
Menentukan adnaya ISK, yang menyebabkan/gejala komplikasi.
3) Berikan obat sesuai indikasi
4) Pertahankan palensi kateter tak menetap (inreteral, uretral, atau
nefrostomi) bila menggunakan.
Rasional : mungkin diperlukan untuk membantu aliran
urine/mencegah retensi dan komplikasi. Catatan: selang mungkin
terhambat oleh fragmen batu.
5) Irigasi dan asam atau larutan alkalin sesuai indikasi
Rasional : mengubah Ph urine dapat membantu pelarutan batu
dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.
6) Siapkan pasien/bantu untuk prosedur endoskopi
Contoh : prosedur basket
Rasional : kalkulus pada ureter distal dan tengah mungkin
digerakan oleh sistoskop endoskopi dengan penangkapan batu
dalam kantung kateter
7) Stents ureteral
Rasional : kateter diposisikan diatas batu untuk meningkatkan
dilatasi uretra/lewatnya batu. Irigasi kontinu atau intermiten
13
dapat dilakukan untuk membilas uretes dan mempertahankan PH
urine.
8) Pielolitotomi terbuka atau perkutaneus, nefrolitotomi,
ureterolitotomi.
Rasional : pembedahan mungkin perlu untuk membuang batu
yang terlalu besar untuk melewatu ureter.
9) Litotripsi obstrasonik perkuteneus
Rasional : t indakan gelombang syok muasif untuk batu
pelvik/kaliks ginjal atau yreter atas.
10) Litotripsi gelombang syok ekstrakorporeal (extracorporeal
shockwave litotripsi/ESWL)
Rasional :
Prosedur non invasif dimana batu ginjal dihancurkan dengan
syok gelombang dari luar tubuh
c. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
Faktor risiko : mual, muntah (iritasi saraf abdominal dan kolik
uretra), diuresis pasca obstruksi.
Hasil yang diharapkan :
Mempertahankan keseimbangan cairan yang adekuat dibuktikan oleh
tanda vital sign dan berat badan dalam rentang normal, nadi perifer
normal membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
Tindakan/intervensi :
Mandiri :
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran
Rasional : membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi
membantu dalam evaluasi adanya/dedrajat statis/kerusakan
ginjal.
Catatan : kerusakan fungsi ginjal dan penurunan haluaran urine
dapat mengakibatkan volume sirkulasi lebih tinggi dengan
tanda/gejala GGK.
2) Catat insiden muntah, diare. Perhatikan karakteristik dan
frekuensi muntah, diare, juga kejadian yang menyertai atau
mencetuskan.
14
Rasional : mual/muntah dan diare secara umum berhubungan
dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka pada kedua
ginjal dan lambung. Pencatatan dapat membantu
mengesampingkan kejadian abdominal lain yang menyebabkan
nyeri/menunjukkan kalkulus
3) Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4L/hari dalam toleransi
jantung.
Rasional :
Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis juga
tindakan mencuci yang dapat membilas batu keluar. Dehidrasi
dan ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi sekunder terhadap
kehilangan caira berlebihan (muntah dan diare).
4) Awasi tanda vital, evaluasi nadi, pengisiankapiler, turgor, kulit
dan membran mukosa.
Rasional :
Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi.
Catatan peningkatan LFG merangsang produksi renin yang
bekerja untuk meningkat TD dalam upaya untuk meningkat aliran
darah ginjal.
5) Timbang berat badan tiap hari
Rasional :
Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan dengan
retensi.
Tindakan kolaborasi
1) Awasi HB/Ht, elektrolit
Rasional : mengkaji hidrasi dan keefektifan/kebutuhan
intervensi.
2) Berikan cairan
Rasional : mempertahankan volume sirkulasi (bila pemasukan
oral tidak cukup) meningkatkan fungsi ginjal.
3) Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembut sesuai toleransi
Rasional : makanan mudah cerna menurunkan aktivitas QI/iritasi
dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi.
15
4) Berikan obat sesuai indikasi
d. Kurangnya pengetahuan (kebutuhan belajar)
Tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi, t idak
mengenal sumberinformasi.
Hasil yang diharapkan :
- Menyatakan pemahaman proses penyakit.
- Menghubungkan gejala dengan faktor penyebab
- Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi
dalam program pengobatan.
Tindakan mandiri :
1) Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa datang
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat
membuat pilihan berdasarkan informasi.
2) Tekankan pentingnya peningkatan pemasukan cairan. Contoh 3-4
L/hr atau 6-8 gelas/hr.
Dorong pasien untuk melaporkan mulut kering, diuresis
berlebihan/berkeringat dan untuk meningkatkan pemasukan
cairan baik bila haus atau tidak.
Rasional :
Pembilasan sistem ginjal menurunkan kesempatan statis ginjal
dan pembentukan batu. Peningkatan kehilangan cairan/dehidrasi
memerlukan pemasukan tambahan dalam kebutuhan sehari-hari.
3) Kaji ulang program diet, sesuai individual
Rasional :
Diet tergantung pada tipe batu pemahaman alasan pembatasan
memberikan kesempatan pada pasien membuat pilihan informasi,
meningkatkan kerjasama dalam program dan dapat mencegah
kekambuhan.
4) Diet tendah purin, contoh membatasi daging berlemak, kalkun,
tumbuhan polong, gandum, alkohol, gandum, alkohol.
Rasional :
Menurunkan pemasukan oral terhadap prokusor asam urat.
16
5) Diet rendah kalsium, contoh membatasi susu, keju, sayur berdaun
hijau yogurt.
Rasional : menurunkan resiko pembentukan batu kalsium.
6) Diet rendah oksalat, contoh pembatasan coklat, minuman
mengandung kafein, bit, bayam.
Rasional : menurunkan pembentukan batu kalsium oksalat.
7) Diet rendah kalsium/fosfat dengan jeli karbonat aluminium 30-40
ml, 30 meniti/jam.
Rasional : mencegah kalkulus fosfat dengan membentuk
presipitat yang tak larut dalam traktus, GI, mengurangi beban
netron ginjal juga efektif melawan bentuk kalkulus kalsium lain.
Catatan : dapat menyebabkan konstipasi.
8) Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas
dan membaca semua label produk/kandungan dalam makanan.
Rasional : obat-obatan diberikan untuk mengasamkan atau
mengalkalikan urine tergantung pada penyebab dasar
pembentukan batu. Makan produk yang mengandung bahan yang
dikontraindikasikan secara individu (contoh : kalsium, fosfat)
potensial pembentukan obat ulang.
9) Mendengar dengan aktif tentang program terapi/perubahan pola
hidup melalui perasaan dan meningkatkan rasa kontrol terhadap
apa yang terjadi.
10) Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik.
Contoh nyeri berulang, hematuria, oliguria.
Rasional : dengan meningkatan kemungkinan berulangnya batu,
intervensi segera dapat mencegah komplikasi seirus.
11) Tunjukan perawatan yang tepat terhadap insisi/kateter bila ada.
Rasional :
Meningkatkan kemampuan perawatan diri dan kemandirian.
e. Risiko tinggi terhadap infeksi
Faktor resiko : kateter, trauma jaringan.
Hasil yang diharapkan :
Pasien tidak mengalami infeksi.
17
Tindakan mandiri:
1) Pertahankan sistem kateter steril , berikan perawatan cateter
regular dengan sabun dan air. Berikan salep antibiotika
disekitar sisi kateter.
Rasional : mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/ sepsis
lanjut.
2) Ambulasi dengan kantung drainase dependen.
Rasional :
Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukan bakteri
kedalam kandung kemih.
3) Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi,
dan pernafasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.
Tindakan kolabratif:
1) Berikan antibiotika sesuai indikasi.
f. Risiko perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah
Hasil yang diharapkan: mual, muntah hilang.
Tindakan mandiri
1) Konsul tentang kesukaan / ketidaksukaan pasien, makanan
yang menyebabkan distres, jadwal makan yang disukai.
Rasional: melibatkan pasien dalam perencanaan memampukan
pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
2) Berikan suasana menyenangkan pada saat makan , hilangkan
rangsangan berbau
Rasional: Untuk meningkatkan nafsu/menurunkan mual.
3) Tawarkan minuman sesudah saat makan bila toleran
Rasional : Dapat mengurangi mual dan mengilangkan
gangguan GI
4) Berikan kebersihan oral sebelum makan
Rasional:Mulut yang bersih, Meningkatkan nafsu makan
5) Kolaborasi dalam konsultasi dangan ahli diet/tim pendukung
nutrisi sesuai indikasi
18
Rasional: Berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi
individual yang paling tepat.
4. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan palaksanaan perencanaan keperawatan
oleh perawat dan klien, hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan pelaksaan
validasi, penguasaan ketrampilan interpersonal, intelektual dan teknikal, intervensi
harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamana fisik dan
psikologis dilindungi oleh dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan
pelaporan.
5. Evaluasi
a. Dx 1 :
Melaporkan nyeri hilang dengan spasme terkontrol, Tampak rileks, mampu
tidur/istirahat dengan tepat
b. Dx 2 :
Pasien mampu berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya
c. Dx 3 :
Pasien mempertahankan keseimbangan cairan yang adekuat dibuktikan oleh
tanda vital sign dan berat badan dalam rentang normal, nadi perifer normal
membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
d. Dx 4 :
Pasien menyatakan pemahaman proses penyakit,Menghubungkan gejala
dengan faktor penyebab, Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan
berpartisipasi dalam program pengobatan.
e. Dx 5 :
Pasien tidak mengalami infeksi.
f. Dx 6 :
mual, muntah pasien hilang.
19
20
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan),
Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim
PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk
perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa;
Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-
Year book.Inc,Newyork
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Nursalam & Fransisca.2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications,
Philadelphia, USA
21
A.
B.
C.
D.
22
Ureter Blader Therapi Pelvic Renal
Iritasi lumen uretra
Hematuria
Nyeri
Obstruksi
Oliguria/ anuria
Perubahan pola
eleminasi
Regurgitasi urine ke pelvic
renal
Hidrorefrosis
Peningkatan permiabilitas kapiler
renal
GFR menurun
Aktivitas RA
Tekanan darah tinggi
Hambatan saluran urine
Iritasi mukosa blader
Kerusakan pembuluh
darah
Hematuria
Discontinuitas jaringan
lokal
Infeksi
Compen-satedResti
infeksiu
Meningkatnya aktifitas
pertahanan
Pyrogen
Hipereksia
Resti pengulangan
episode urolitiasis
Defisit pengetah
uan
Meningkatkan tekanan darah
hidrostatik
Meningkatkan
akumulasi cairan
interstisiil
Iskemia
Distensi
Refleks reno-intestinal +
proximili Anatomik
Mual, muntah
Resti perubahan pemenuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan
Risiko kekurangan
volume cairan
Menurun-nya fungsi
ginjal
Gagal Ginjal
Nyeri
Urolitiasis
Diare
Gangguan aliran air kemih
Gangguan metabolisme
Infeksi Peningkatan substansi tertentu