urolitiasis 2

46
BAB Il LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny. S Umur : 71 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Pekerjaan : Ibu RT Alamat : Kembaran Wetan Datang di RS : Tanggal 14 Februari 2013 Tanggal periksa : Tanggal 16 Februari 2013 No.CM : 544489 II. ANAMNESA Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 Februari 2013 A. Keluhan Utama : Nyeri di pinggang kanan B. Keluhan Tambahan : Mual C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RS Prof. dr. Margono Soekarjo pada tanggal 14 Januari 2013 pukul 22.30 WIB dengan keluhan nyeri pinggang kanan. Nyeri pinggang kanan dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar ke bagian perut kanan depan hingga ke ulu hati. Nyeri pinggang 1

Upload: nur-agami

Post on 11-Aug-2015

227 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: urolitiasis 2

BAB Il

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. S

Umur : 71 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu RT

Alamat : Kembaran Wetan

Datang di RS : Tanggal 14 Februari 2013

Tanggal periksa : Tanggal 16 Februari 2013

No.CM : 544489

II. ANAMNESA

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 Februari 2013

A. Keluhan Utama : Nyeri di pinggang kanan

B. Keluhan Tambahan : Mual

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RS Prof. dr. Margono Soekarjo pada tanggal

14 Januari 2013 pukul 22.30 WIB dengan keluhan nyeri pinggang

kanan. Nyeri pinggang kanan dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk

rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar ke bagian

perut kanan depan hingga ke ulu hati. Nyeri pinggang dirasakan

semakin memberat pada posisi berbaring dan terasa membaik bila

pasien membungkuk.

Selain nyeri pada pinggang kanan, pasien juga mengeluh mual –

mual. Pasien tidak kembung, muntah, diare, atau sulit BAB. Keluhan

BAK (nyeri saat berkemih, kencing menetes, anyang-anyangan)

disangkal, air kencing berwarna kuning jernih dan tidak pernah terdapat

pasir atau batu.

1

Page 2: urolitiasis 2

Sebelum pasien masuk rumah sakit, pasien hanya mengkonsumsi

obat penghilang rasa sakit. Namun, karena rasa sakitnya tidak kunjung

membaik, pasien memutuskan untuk pergi ke rumah sakit.

D. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya pada

tahun 2008. Saat itu pasien memeriksakan dirinya ke RSU Purbalingga

dan didiagnosis batu ginjal. Pasien hanya diberikan obat dan belum ada

indikasi operasi.

Riwayat minum obat-obatan tertentu sebelumnya disangkal, riwayat

penyakit seperti diabetes, hipertensi, jantung, asam urat disangkal.

Riwayat operasi sebelumnya juga disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, jantung pada

keluarga disangkal. Riwayat batu ginjal (+) diderita oleh kakak pasien.

F. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan pasien Jamkesmas di ruang Kenanga.

G. Personal Habit

Pasien menyangkal suka minum jamu-jamuan, mengkonsumsi obat

warung minuman berenergi dan vitamin C dosis tinggi. Pasien tidak

memiliki kebiasaan minum teh dan kopi atau makan makanan yang

asam dan pedas. Pasien mengaku bahwa dirinya jarang minum air putih.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan di Bangsal Seruni RSMS pada tanggal 16 Februari

2013.

1. Keadaan umum : Sedang

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Vital sign

a. Tekanan darah : 110/70 mmHg

b. Nadi : 84 ×/menit reguler, isi cukup

c. Pernapasan : 16 ×/menit; IGD: 24x/menit.

d. Suhu : 36,5 °C

4. Tinggi badan : 148 cm

2

Page 3: urolitiasis 2

5. Berat badan : 47 kg

6. Status gizi (IMT) : 21,5 (normoweight)

7. Status generalis

a. Pemeriksaan kepala

1) Bentuk dan kulit kepala

Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-), hematom (-),

laserasi (-)

2) Rambut

Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi

merata.

3) Mata

Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema

palpebra (-/-), mata kering (+), refleks cahaya (+/+),

pupil isokor diameter 3 mm.

4) Telinga

Discharge (-), ukk (-/-).

5) Hidung

Discharge (-), napas cuping hidung (-)

6) Mulut

Bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah sianosis (-).

7) Kulit Wajah

Dalam batas normal

b. Pemeriksaan leher

Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (+), JVP R+2 cm.

c. Pemeriksaan thorax

Paru

Inspeksi :Dinding dada simetris dan tidak tampak

ketertinggalan gerak antara hemithorax kanan dan

kiri, retraksi intercostalis (-).

Palpasi : Vokal fremitus apeks dextra = sinistra

Vokal fremitus basal dextra = sinistra

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.

3

Page 4: urolitiasis 2

Batas paru-hepar SIC V LMCD.

Auskultasi : Suara dasar vesikuler, RBH -/-, RBK -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tampak di SIV V 2 jari medial LMCS,

pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrium (-)

Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS,

kuat angkat (-).

Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD

Batas atas kiri : SIC II LPSS

Batas bawah kanan : SIC IV LPSD

Batas bawah kiri : SIC V 2 jari medial LMCS

Auskultasi : S1>S2, reguler, Gallop (-); Murmur (-).

d. Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok

costo vertebrae (+) dextra.

Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kanan atas, undulasi (-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

e. Ekstremitas

Superior : Edema (-/-)

Inferior : Edema (-/-)

Turgor kulit : cukup

Akral : hangat

Vertebrae : Tidak ada kelainan

f. Status vegetative

BAK : warna kuning,darah (-), keruh (-), kristal / pasir (-)

BAB : BAB (+)

Flatus : (+)

4

Page 5: urolitiasis 2

8. Status Urologi

Abdomen

Inspeksi : datar, venektasi (-) , sikatrik (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok

costo vertebrae (+) dextra.

Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kanan atas, undulasi (-)

9. Status genitalia externa

Tidak diperiksa karena pasien menolak diperiksa

IV. RESUME

A. Anamnesis

Pasien, wanita, usia 71 tahun, datang ke IGD RS Prof. dr. Margono

Soekarjo dengan keluhan nyeri pinggang kanan. Nyeri pinggang kanan

dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan

hilang timbul dan menjalar ke bagian perut kanan depan hingga ke ulu

hati. Nyeri pinggang dirasakan semakin memberat pada posisi berbaring

dan terasa membaik bila pasien membungkuk. Selain nyeri pinggang,

pasien mengeluh mual. Kembung, muntah, gangguan BAB dan BAK

disangkal.

Pasien didiagnosis batu ginjal pada tahun 2008 namun tidak

dioperasi. Riwayat penyakit diabetes, hipertensi, jantung, asam urat

disangkal. Riwayat kebiasaan minum minuman berenergi dan vitamin C

dosis tinggi disangkal, namun pasien mengaku tidak suka mengkonsumsi

air putih.

B. Pemeriksaan Fisik

Status generalis

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign : Tekanan darah = 110/70 mmHg

Respirasi = 16 kali/menit

Nadi = 84 kali/menit, isi dan tekanan penuh

Suhu = 36,5 oC

5

Page 6: urolitiasis 2

Status lokalis: Regio abdomen

Inspeksi : datar

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok

costo vertebrae (+) dextra.

Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kanan atas, undulasi (-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Status vegetative

BAK : warna kuning, darah (-), keruh (-), kristal / pasir (-)

BAB : BAB (+)

Flatus : (+)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan laboratorium tgl 15/12/2013:

Pemeriksaan Darah Lengkap:

Hemoglobin : 14,8 g/dl

Leukosit : 7040 /uL

Hematokrit : 43 %

Eritrosit : 5,2 x 106/uL

Trombosit : 214.000/ uL

MCV : 83,1 %

MCH : 28,7 pg

MCHC : 34,5 %

RDW : 13,6 %

MPV : 9,8 fL

Hitung jenis leukosit

Basofil : 0,0

Eosinofil : 1,1 (L)

Batang : 0,00 (L)

Segmen : 60,1 (H)

6

Kimia Klinik

SGOT : 39 (H)

SGPT : 39

Ureum Darah : 33,5

Kreatinin Darah : 0,89

Glukosa sewaktu : 85

Page 7: urolitiasis 2

Limfosit : 26,4 (L)

Pemeriksaan urinalisis:

Kimia

pH : 6,8

Leukosit : 75 (H)

Eritrosit : 50 (H)

b. Foto BNO AP

Kesan:

Tampak opasitas batas tegas ukuran sekitar 1,5 x 2 cm pada paravertebra

kanan setinggi L II

Kesimpulan: Nefrolithiasis ginjal kanan

c. Pemeriksaan USG

Pada ginjal kanan tampak lesi hiperekoik disertai accoustic shadow dengan

ukuran sekitar 1,09 cm. Kesan: nefrolithiasis ginjal kanan.

7

Sedimen

Eritrosit : 2 – 5 (H)

Leukosit : 1 – 5 (H)

Epitel : 1 – 3 (H)

Bakteri : +2 (H)

Monosit : 12,1 (H)

PT : 12,3

APTT : 28,3

Page 8: urolitiasis 2

VI. DIAGNOSIS KERJA

Nefrolithiasis dextra

VII. PENATALAKSANAAN

a. Medika mentosa

IVFD D5% 20 TPM

Omeprazole 2 x 1 tab

Kaltrofen supp (ekstra)

b. Operatif : pyelolitectomy dextra

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia Ad bonam

Ad sanam : dubia Ad bonam

Ad fungsionam : dubia Ad bonam

8

Page 9: urolitiasis 2

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi) adalah massa keras

seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa

menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.

Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam

kandung kemih (batu kandung kemih).  Proses pembentukan batu ini disebut

urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis).

B. Etiologi

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan

gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi,

dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara

epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu

saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu

keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu

pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.

1. Faktor Intrinsik

a. Heriditer/ Keturunan

Salah satu penyebab batu ginjal adalah faktor keturunan

misalnya Asidosis tubulus ginjal (ATG). ATG menunjukkan suatu

gangguan ekskresi H+ dari tubulus ginjal atau kehilangan HCO3

dalam air kemih, akibatnya timbul asidosis metabolik. Riwayat

BSK bersifat keturunan, menyerang beberapa orang dalam satu

keluarga. Penyakit-penyakit heriditer yang menyebabkan BSK

antara lain:

i. Dent’s disease yaitu terjadinya peningkatan 1,25 dehidroksi

vitamin D sehingga penyerapan kalsium di usus meningkat,

akibat hiperkalsiuria, proteinuria, glikosuria, aminoasiduria

9

Page 10: urolitiasis 2

dan fosfaturia yang akhirnya mengakibatkan batu kalsium

oksalat dan gagal ginjal.

ii. Sindroma Barter, pada keadaan ini terjadi poliuria, berat jenis

air kemih rendah, hiperkalsiuria dan nefrokalsinosis.

b. Umur

BSK banyak terdapat pada golongan umur 30-60 tahun.

Berdasarkan data yang diperoleh oleh RS. Kariadi Semarang,

frekuensi terbanyak pada dekade empat sampai dengan enam.

c. Jenis kelamin

Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Pada laki-

laki lebih sering terjadi dibanding wanita 3:1. Serum testosteron

menghasilkan peningkatan produksi oksalat endogen oleh hati.

Rendahnya serum testosteron pada wanita dan anak-anak

menyebabkan rendahnya kejadan batu saluran kemih pada wanita

dan anak-anak.

2. Faktor Ekstrinsik

a. Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu

saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga

dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah

Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu

saluran kemih.

b. Iklim dan temperatur

Orang yang tinggal di daerah dengan iklim hangat dan

banyak mengeluarkan keringat diduga lebih memiliki risiko untuk

menderita BSK karena perbandingan antara substansi dalam urin

dibandingkan berat jenis air lebih dominan sehingga dapat

mempermudah pembentukan batu.

c. Asupan air

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium

pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu

saluran kemih.

10

Page 11: urolitiasis 2

d. Diet

Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah

terjadinya penyakit batu saluran kemih.

e. Pekerjaan

Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk

dan kurang aktifitas atau sedentary life style.

C. Patogenesis

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama

pada tempat tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis

urin), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Banyak teori yang

menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih; tetapi hingga

kini masih belum jelas teori mana yang paling benar. Beberapa teori

pembentukan batu adalah:

1. Teori Nukleasi

Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu

(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang terlalu

jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga

akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda

asing di saluran kemih. Sebagai contoh, saat terjadi suatu keadaan

hiperurikosuria (kadar asam urat di dalam urine yang melebihi 850

mg/24jam), maka kadar asam urat yang berlebih dalam urin ini dapat

bertindak sebagai inti untuk terbentuknya batu kalsium oksalat

2. Teori Matriks

Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi

organik sebagai kerangka yang terdiri dari mukopolisakarida dan

mukoprotein A yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi

substansi pembentuk batu. Matriks organik terdiri atas serum/protein

urine sebagai kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.

3. Penghambatan kristalisasi

Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk

kristal, antara lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan

11

Page 12: urolitiasis 2

beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang,

akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Ion

magnesium (Mg2+) dikenal dapat menghambat pembentukan batu

karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium

oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium

(Ca2+) untuk membentuk kalsium oksalat menurun. Beberapa protein

atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai inhibitor dengan

cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal,

maupun menghambat retensi kristal. Senyawa itu antara lain:

1. Glikosaminoglikan (GAG)

2. Protein Tamm Horsfall (THP) / uromukoid

3. Nefrokalsin

4. Osteopostin.

D. Klasifikasi Batu

I. Berdasarkan Komposisi Batu

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium

oksalat atau kalsium fosfat (75%), asam urat (8%), magnesium-amonium-

fosfat (MAP) (15%), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lain (1%).

a. Batu Kalsium

Banyak dijumpai pada laki-laki. Batu jenis ini dijumpai lebih dari

80% batu saluran kemih, baik yang berikatan dengan oksalat maupun

fosfat.

Gambar 1. Gambaran bentuk batu kalsium oksalat.

12

Page 13: urolitiasis 2

Etiologi :

1. Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium dalam urin lebih besar dari 250-

300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab

terjadinya hiperkalsiuri, antara lain :

a. Hiperkalsiuri absorptif, terjadi karena peningkatan absorpsi

kalsium melalui usus.

b. Hiperkalsiuri renal, terjadi karena adanya gangguan kemampuan

reabsorpsi kalsium melalui tubulus ginjal.

c. Hiperkalsiuri resorptif, terjadi karena adanya peningkatan resorpsi

kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme

primer atau pada tumor paratiroid.

2. Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urin melebihi 45 gram per hari.

Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan

usus pasca operatif usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi

makanan yang kaya akan oksalat, seperti : teh, kopi instan, minuman

soft drink, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran hijau terutama bayam.

3. Hiperorikosuria, yaitu kadar asam urat dalam urin melebihi 850

mg/24 jam.

4. Hipositraturia. Di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium

membentuk kalsium sitrat yang bersifat lebih mudah larut, sehingga

menghalangi kalsium berikatan dengan oksalat atau fosfat.

Hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubulus ginjal,

sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazid dalam

waktu lama.

5. Hipomagnesuria. Sama seperi sitrat, magnesium bertindak sebagai

inhibitor timbulnya batu kalsium, karena di dalam urin magnesium

bereaksi dengan oksalat membentuk magnesium oksalat, sehingga

mencegah ikatan kalsium oksalat.

13

Page 14: urolitiasis 2

2. Batu Struvit

Dijumpai sekitar 10-15%. Batu ini disebut juga batu infeksi

karena pembentukannya disebabkan oleh adanya infeksi saluran

kemih. Sering pada wanita akibat ISK oleh bakteri yang menghasilkan

urease. Kuman penyebab adalah kuman golongan pemecah urea atau

urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah pH

urin menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperi pada

reaksi :

CO(NH2)2 + H2O → 2NH3 + CO2

Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium,

amonium, fosfat dan karbonat untuk membentuk batu magnesium

amonium fosfat (MAP).

Gambar 2. Gambaran bentuk batu struvit.

Bersifat radioopak. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea

diantaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,

Pseudomonas , Yersinea, Haemophilus dan Stafilokokus. E.coli bukan

termasuk pemecah urea.

3. Batu asam urat

14

Page 15: urolitiasis 2

Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran

kemih. Di antara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni

dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat.

Gambar 3. Gambaran bentuk batu asam urat.

Penyakit ini banyak diderita oleh pasien dengan penyakit gout,

penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker,

dan yang banyak menggunakan obat urikosurik, seperti sulfinpirazone,

thiazide, dan salisilat. Obesitas, peminum alkohol, dan diet tinggi

protein mempunyai peluang besar untuk mendapatkan penyakit ini.

Asam urat relatif tidak larut dalam urin, sehingga pada keadaan

tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya

membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya

batu asam urat adalah :

1. urin yang terlalu asam (pH urin < 6),

2. volume urin yang jumlahnya sedikit (< 2 liter/hari) atau dehidrasi,

3. hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi (biasanya 25% pada

penderita gout).

Batu asam urat bentuknya halus dan bulat, sehingga seringkali

keluar spontan. Bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV

tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga

harus dibedakan dengan bekuan darah.

4. Batu jenis lain

15

Page 16: urolitiasis 2

Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat

jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme

sistin, yaitu kelainan absorpsi sistin di mukosa usus. Batu xantin

terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin

oksidase.

Gambar 4. Gambaran bentuk bati sistin.

II. Berdasarkan Lokasi

a. Batu Ginjal (Nefrolithiasis)

Batu terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,

infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta

seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua

kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa,

sehingga disebut batu staghorn. Kelainan dan obstruksi pada sistem

pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis

uteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih.

Gambar 5. Batu ginjal

Gejala klinis:

16

Page 17: urolitiasis 2

Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada : posisi

atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Batu di

dalam ginjal atau saluran kemih yang berukuran kecil biasanya

tidak menimbulkan gejala dan dapat keluar sendiri bersama air

seni. Tetapi batu yang lebih besar dapat menimbulkan hambatan

atau bahkan sumbatan aliran air seni. Jika hal ini terjadi maka akan

timbul berbagai macam gejala, yang antara lain :

o Rasa nyeri yang berat dan tiba-tiba di daerah pinggang yang

menjalar sampai pangkal paha. Rasa nyeri tidak berkurang

walaupun penderita mencoba posisi posisi tertentu, misalnya

berbaring, membungkuk, dll. Penderita biasanya harus

menggeliat menahan sakit. Bahkan karena rasa sakit yang

amat sangat, seringkali penderita basah kuyup oleh keringat.

o Biasanya ada keluhan mual dan muntah.

o Walaupun tidak selalu, kadang kala dijumpai darah pada air

seni. Hal ini terjadi karena batu mengiritasi saluran kemih

sehingga menimbulkan luka.

o Perasaan terbakar di saluran kemih saat kencing.

o Rasa sangat ingin kecing.

o Demam.

b. Batu Ureter (Ureterolithiasis)

Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di

dalam sistim kalik ginjal, yang turun ke ureter. Terdapat tiga

penyempitan sepanjang ureter yang biasanya menjadi tempat

berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu ureteropelvic junction

(UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muara ureter di

dinding buli. Komposisi batu ureter sama dengan komposisi batu

saluran kencing pada umumnya yaitu sebagian besar terdiri dari

garam kalsium, seperti kalsium oksalat monohidrat dan kalsium

oksalat dihidrat. Sedang sebagian kecil terdiri dari batu asam urat,

batu struvit dan batu sistin.

17

Page 18: urolitiasis 2

Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan batu ureter

antara lain letak batu, ukuran batu, adanya komplikasi (obstruksi,

infeksi, gangguan fungsi ginjal) dan komposisi batu. Hal ini yang

akan menentukan macam penanganan yang diputuskan. Misalnya

cukup di lakukan observasi, menunggu batu keluar spontan, atau

melakukan intervensi aktif.

Batu ureter dengan ukuran < 4 mm, biasanya cukup kecil

untuk bisa keluar spontan. Karena itu ukuran batu juga menentukan

alternatif terapi yang akan kita pilih. Komposisi batu menentukan

pilihan terapi karena batu dengan komposisi tertentu mempunyai

derajat kekerasaan tertentu pula, misalnya batu kalsium oksolat

monohidrat dan sistin adalah batu yang keras, sedang batu kalsium

oksolat dihidrat biasanya kurang keras dan mudah pecah.

Adanya komplikasi obstruksi dan atau infeksi juga menjadi

pertimbangan dalam penentuan alternatif terapi batu ureter. Tidak

saja mengenai waktu kapan melakukan tindakan aktif, tapi juga

menjadi pertimbangan dalam memilih jenis tindakan yang akan

dilakukan.

Gejala:

o Nyeri mendadak di perut kanan dan kiri tergantung letak

batu. Nyeri dapat bersifat kolik hebat sehingga penderita

berteriak atau berguling. Kadang-kadang nyeri perut terus-

menerus karena peregangan kapsul ginjal. Biasanya nyeri

dimulai di daerah pinggang kemudian menjalar ke arah

testis, disertai mual dan muntah, berkeringat dingin, pucat

dan dapat terjdai renjatan.

o Hematuria

o Nyeri ketok costovertebral

18

Page 19: urolitiasis 2

c. Batu Kandung Kemih (Vesikolithiasis)

Batu vesika urinaria adalah suatu keadaan ditemukannya batu

di dalam vesika urinaria. Pada anak 75% ditemukan di bawah usia

12 tahun dan 57% pada usia 1-6 tahun.

Gambar 6. Gambaran bentuk batu vesika urinaria

Etiologi

Berasal dari batu ginjal atau ureter yang turun, akibat statis

pada striktur uretra, kontraksi leher buli-buli, sistokel, buli-

neurogenik dan divertikel, infeksi traktus urinarius, hiperparatiroid

atau adenoma paratiroid, diet yang banyak mengandung kalsium

dan oksalat.

Gejala

o Rasa nyeri waktu miksi (disuria, stranguria), dirasakan

refered pain pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang,

sampai kaki.

o Hematuria diserta urine yang keruh

o Pancaran urine tiba-tiba berhenti dan keluar lagi pada

perubahan posisi

o Polakisuria (sering miksi)

o Pada anak nyeri miksi ditandai oleh kesakitan, menangis,

menarik-narik penis, miksi mengedan sering diikuti defekasi

atau prolapsus ani.

d. Batu Uretra

Pada umumnya batu uretra berasal dari batu kandung kemih

yang turun ke uretra. Sangat jarang batu uretra primer kecuali pada

19

Page 20: urolitiasis 2

keadaan stasis urin yang kronis dan infeksi seperti pada striktur

uretra atau divertikel uretra. Insidensi terjadinya batu uretra hanya

1% dari keseluruhan kasus batu saluran kemih. Komposisi batu

uretra tidak berbeda dengan batu kandung kemih. Dua pertiga batu

uretra terletak di uretra posterior dan sisanya di uretra anterior.

Keluhan bervariasi dari tidak bergejala, disuria, aliran

mengecil atau retensi urin. Jika batu berasal dari ureter yang turun

ke buli-buli kemudian ke uretra, biasanya pasien mengeluh nyeri

pinggang sebelum mengeluh kesulitan miksi. Nyeri dirasakan pada

glands penis atau pada tempat batu berada. Batu yang berada pada

uretra posterior, nyeri dirasakan di perineum atau rectum.

E. Komplikasi

Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang.

Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang

signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter,

trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau

pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang

signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi

luka operasi, ISK dan migrasi stent.

Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak

hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi

dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan

lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan

sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca

operasi.

Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat

menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan

atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang

terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan.

Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat

terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL.

Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada

20

Page 21: urolitiasis 2

beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan

obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar,

kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat

dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang hati-hati,

irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya

komplikasi ini.

Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,

demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur

lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan

dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan

atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.

Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi

keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan

kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat

rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi

pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang,

namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau

mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat

urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.

Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%),

urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat

trauma parietal dan viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan

adanya kelainan lanjut yang berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada

anak pasca ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang

bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data

mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.

Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang

memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8%

kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi

urin. Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL.

Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka

(6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman

21

Page 22: urolitiasis 2

penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL monoterapi,

PNL, atau operasi terbuka.

F. Prognosis

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak

batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu,

makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi

dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan

dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan

penurunan fungsi ginjal.

Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%

dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang

karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien

yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil

yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.

G. Penatalaksanaan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih

secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih

berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran

kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus

diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih

yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang

sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.

Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti

diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan

batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko

tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang

bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus

dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :

1. Terapi Konservatif

Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti

disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi

22

Page 23: urolitiasis 2

bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan

pemberian diuretikum, berupa :

- Minum banyak 2.5 - 3.5 liter

- Hiperkalsuria : pemberian diuretikatiazid seperti hidrokortiazid

perhari 25-50mg, dan diit rendah kalsium.

- Batu infeksi: antibiotika

- Hiperurisemia : pemberian allopurinol 100 sampai dengan 300

mg/hariAllopurinol merupakan obat yang menghambat enzim

xantin oksidase, suatu enzim yang mengubah hipoxantin menjadi

asam urat.

- Analgesik berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri.

- Obat antiinflamasi non-steroid, bekerja dengan menghambat

aktivitas COX yang bertanggung jawab dalam sintesis

prostaglandin (PGD) sebagai mediator nyeri. Bermanfaat dalam

mengatasi kolik ginjal, contoh obat yang diberikan Ketorolac dan

Ibuprofen.

- Kortikosteroid, merupakan agen antiinflamatorik yang dapat

menekan peradangan di ureter. Juga memiliki efek imunosupresif.

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran

batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien,

ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK

menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan

adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal

tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada

toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan

intervensi.

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau

prinsip kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara

mesin generasi lama dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi

baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi dengan

flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi

23

Page 24: urolitiasis 2

tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin

generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter

sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga

punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama,

sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.

Gambar 7. Extracorporeal Shockwave Lithotripsy

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius,

hanya diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat

dan akan dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya 

Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari

ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter

hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak.

Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu

ginjal.  Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.

Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.

ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis.

Pada Tahun 1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara in-

vitro penghancuran batu ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun

1974, secara resmi pemerintah Jerman memulai proyek penelitian dan

aplikasi ESWL. Kemudian pada awal tahun 1980, pasien pertama batu

ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich menggunakan mesin

Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian lanjutan

dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah

mulai tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di

24

Page 25: urolitiasis 2

Jerman. Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh

Prof.Djoko Raharjo di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat

generasi terbaru Perancis ini sudah dimiliki beberapa rumah sakit besar

di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent Bandung dan Rumah Sakit

Cipto Mangunkusumo.

Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada

tiga jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik.

Masing-masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi

sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk

merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat

akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan

menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.

ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan

menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun

hampir semua jenis dan ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh

ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan efisiensi dari alat ini.

ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran

kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara

ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang

panggul). Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah

bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya

kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali

tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi,

kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita

hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).

Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada

wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius.

Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun

belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya

diinformasikan sejelas-jelasnya.

25

Page 26: urolitiasis 2

3. Endourologi

Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk

mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan

kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang

dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan

melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses

pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai

energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.10

Beberapa tindakan endourologi antara lain:

a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan

batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara

memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi

pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih

dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara

teoritis dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi

dalam prakteknya sebagian besar telah diambil alih oleh URS

dan ESWL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal

yang besar dan melekat masih ada tempat untuk PNL. Prinsip

dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara

perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan

nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk

selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu.

Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir

pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil

semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya

berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil

atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan

khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan lebih

banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.

26

Page 27: urolitiasis 2

b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra

dengan memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam

buli-buli), dan pecahan batu dikeluarkan mengunakan evaltor.

c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Pada prosuder ini suatu

endoskopi semirigid atau fleksibel dimasukkan kedalam ureter

lewat buli-buli dibawah anastesi umum atau regional.

Dilakukan bila>4mm sampai ≤ 15 mm - Ukuran batu ≤4mm

dilakukan bila gagal dengan terapi konservatif, intractable pain

dan pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi bila terjadi kolik.

Dan seringkali diperlukan pemasangan stent ureter setelah

prosedur ini, untuk mencegah spasme dan udem pada ureter.

d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan

menjaringnya melalui alat keranjang Dormia).

4. Bedah Terbuka

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang

memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun

ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan

terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau

nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan

ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus

menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena

ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),

korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu

saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang

menahun.

Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin

masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu,

27

Page 28: urolitiasis 2

ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau

anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu

ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-

penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.

5. Pemasangan Stent

Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent

ureter terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan

tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita

sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat

perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).

Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan

selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari

timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-

rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.

H. Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan

unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.

Pada umumnya pencegahan itu berupa :

1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi

urin 2-3 liter per hari.

2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.

3. Aktivitas harian yang cukup.

4. Pemberian medikamentosa.

Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan

adalah:

1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine

dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.

2. Rendah oksalat.

3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya

hiperkalsiuri.

4. Rendah purin.

28

Page 29: urolitiasis 2

KESIMPULAN

1. Kasus berupa wanita 71 tahun, keluhan nyeri pinggang kanan dirasakan sejak

2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan

menjalar ke bagian perut kanan depan hingga ke ulu hati, melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis kerja

nefrolithiasis dextra.

2. Terapi yang diberikan pada pasien yaitu medikamentosa IVFD D5% 20 tpm,

Omeprazole 2 x 1 tab , Kaltrofen supp (ekstra), serta terapi Operatif

pyelolitectomy dextra

3. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di

sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,

penyumbatan aliran kemih atau infeksi, disebabkan oleh faktor intrinsik dan

ektrinsik, dapat berbahan dasar oksalat, fosfat, sistin, xantin serta urat.

4. Pembentukan batu didasarkan pada teori nukleasi, teori matrix,

penghambatan kristalisasi, teori supersaturasi, Teori  Presipitasi-kristalisasi,

teori epitaksi.

5. Batu staghorn merupakan batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks

ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa, terjadi pada keadaan

infeksi saluran kemih berdasarkan teori matriks calculi dan teori nano bakteri.

6. Komplikasi urolitiasis dibagi dua, komplikasi akut dan komplikasi jangka

panjang. Komplikasi akut misalnya avulsi ureter, trauma organ pencernaan,

sepsis, trauma vaskuler, urinoma, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi,

ISK dan migrasi stent. Komplikasi jangka panjang misalnya striktur ureter.

Serta obstruksi yang dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan

kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis.

29

Page 30: urolitiasis 2

DAFTAR PUSTAKA

Alon, U.S. 2008. Medical treatment of pediatric urolithiasis. Pediatr Nephrol 2009 November; 24 (11): 2129-2135

Alrecht, H. Tiselius, G., Hans, Andre, J. 2002. Urinary Stone Diagnosis, Treatment and Prevention of Recurrence : 2nd edition.

Anonim. Batu Saluran Kemih. USU digital library . Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Bahdarsyam . 2003. Spektrum Bakteriologik Pada Berbagai Jenis Batu Saluran Kemih Bagian Atas. USU digital library . Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Benninghoff, A. 1993. Makroskopische anatomie, embryologie und histology des Menschen (Translated by dr. med. Dirk Manski) . Munchen; Wien; Baltimore : Urban und Schwarzenberg.

Emedicine. 2011. Staghorn and Struvit stone. Retrieved at www.emedicine.com. Diakses tanggal 8 Desember 2012.

Kim,S.C, Coe, F.L, Tinmouth W et al. 2005. Stone Formation Proportion To Papier Surface Coverage By Randall’s Plaque. J. Urol 2005, 173(1).

Lina,N. 2008. Faktor – Faktor Risiko Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Laki – Laki (Studi Kasus di RS Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung Semarang). Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang 2008.

Maragela, M., Vitale,C., Petrulo,M. et al. 2008. Renal Stone from Metavolic to Phsycochemical Abnormalisies, How Useful are Inhibitor. J. Nephrol. 2009; 13: S51-S60

Menon,M., Resnick, Martin,I. 2002. Urinary lithiasis : etiology and endourology, in Chambell’s urology, 8th ed, Vol 14. W.B. Saunder Company, Philadelphia, 2002 : 3230-3292.

Pahira,J.J., Razack,A.A. 2001. Nephrolithiasis ; Clinical Manual of Urology. Mc Graw – Hill

Purnomo, B.B. 2003. Anatomi Sistem Urogenitalia. Dalam Dasar – Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto

Purnomo, B.B. 2003. Batu Saluran Kemih. Dalam Dasar – Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto

30

Page 31: urolitiasis 2

Silbernagl, S. and Lang,F. 2007. Ginjal, Keseimbangan Garam dan Air. Dalam Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.

Sjamsuhidajat,R., de Jong,W. 2008. Bab 32 : Saluran Kemih Dan Alat Kelamin Laki. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

Stoler,M; Maxwell VM; Harrison, AM; Kane, J.P. 2004. The Primary Stone Event : A New Hypothesis Involving A Vascular Ethiology. J. Urol 2004. 171 (5)

William,D.M. 1990. Clinical and Laboratory Evaluation of Renal Stone Patients. Dalam Endocrinology and Metabolism Clinic of North America. W.B. Saunders : Philadelphian.

31