Download - urolitiasis 2
BAB Il
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Umur : 71 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu RT
Alamat : Kembaran Wetan
Datang di RS : Tanggal 14 Februari 2013
Tanggal periksa : Tanggal 16 Februari 2013
No.CM : 544489
II. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 Februari 2013
A. Keluhan Utama : Nyeri di pinggang kanan
B. Keluhan Tambahan : Mual
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Prof. dr. Margono Soekarjo pada tanggal
14 Januari 2013 pukul 22.30 WIB dengan keluhan nyeri pinggang
kanan. Nyeri pinggang kanan dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar ke bagian
perut kanan depan hingga ke ulu hati. Nyeri pinggang dirasakan
semakin memberat pada posisi berbaring dan terasa membaik bila
pasien membungkuk.
Selain nyeri pada pinggang kanan, pasien juga mengeluh mual –
mual. Pasien tidak kembung, muntah, diare, atau sulit BAB. Keluhan
BAK (nyeri saat berkemih, kencing menetes, anyang-anyangan)
disangkal, air kencing berwarna kuning jernih dan tidak pernah terdapat
pasir atau batu.
1
Sebelum pasien masuk rumah sakit, pasien hanya mengkonsumsi
obat penghilang rasa sakit. Namun, karena rasa sakitnya tidak kunjung
membaik, pasien memutuskan untuk pergi ke rumah sakit.
D. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya pada
tahun 2008. Saat itu pasien memeriksakan dirinya ke RSU Purbalingga
dan didiagnosis batu ginjal. Pasien hanya diberikan obat dan belum ada
indikasi operasi.
Riwayat minum obat-obatan tertentu sebelumnya disangkal, riwayat
penyakit seperti diabetes, hipertensi, jantung, asam urat disangkal.
Riwayat operasi sebelumnya juga disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, jantung pada
keluarga disangkal. Riwayat batu ginjal (+) diderita oleh kakak pasien.
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan pasien Jamkesmas di ruang Kenanga.
G. Personal Habit
Pasien menyangkal suka minum jamu-jamuan, mengkonsumsi obat
warung minuman berenergi dan vitamin C dosis tinggi. Pasien tidak
memiliki kebiasaan minum teh dan kopi atau makan makanan yang
asam dan pedas. Pasien mengaku bahwa dirinya jarang minum air putih.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan di Bangsal Seruni RSMS pada tanggal 16 Februari
2013.
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign
a. Tekanan darah : 110/70 mmHg
b. Nadi : 84 ×/menit reguler, isi cukup
c. Pernapasan : 16 ×/menit; IGD: 24x/menit.
d. Suhu : 36,5 °C
4. Tinggi badan : 148 cm
2
5. Berat badan : 47 kg
6. Status gizi (IMT) : 21,5 (normoweight)
7. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk dan kulit kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-), hematom (-),
laserasi (-)
2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi
merata.
3) Mata
Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-), mata kering (+), refleks cahaya (+/+),
pupil isokor diameter 3 mm.
4) Telinga
Discharge (-), ukk (-/-).
5) Hidung
Discharge (-), napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah sianosis (-).
7) Kulit Wajah
Dalam batas normal
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (+), JVP R+2 cm.
c. Pemeriksaan thorax
Paru
Inspeksi :Dinding dada simetris dan tidak tampak
ketertinggalan gerak antara hemithorax kanan dan
kiri, retraksi intercostalis (-).
Palpasi : Vokal fremitus apeks dextra = sinistra
Vokal fremitus basal dextra = sinistra
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.
3
Batas paru-hepar SIC V LMCD.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, RBH -/-, RBK -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tampak di SIV V 2 jari medial LMCS,
pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrium (-)
Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS,
kuat angkat (-).
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2, reguler, Gallop (-); Murmur (-).
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok
costo vertebrae (+) dextra.
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kanan atas, undulasi (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
e. Ekstremitas
Superior : Edema (-/-)
Inferior : Edema (-/-)
Turgor kulit : cukup
Akral : hangat
Vertebrae : Tidak ada kelainan
f. Status vegetative
BAK : warna kuning,darah (-), keruh (-), kristal / pasir (-)
BAB : BAB (+)
Flatus : (+)
4
8. Status Urologi
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-) , sikatrik (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok
costo vertebrae (+) dextra.
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kanan atas, undulasi (-)
9. Status genitalia externa
Tidak diperiksa karena pasien menolak diperiksa
IV. RESUME
A. Anamnesis
Pasien, wanita, usia 71 tahun, datang ke IGD RS Prof. dr. Margono
Soekarjo dengan keluhan nyeri pinggang kanan. Nyeri pinggang kanan
dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
hilang timbul dan menjalar ke bagian perut kanan depan hingga ke ulu
hati. Nyeri pinggang dirasakan semakin memberat pada posisi berbaring
dan terasa membaik bila pasien membungkuk. Selain nyeri pinggang,
pasien mengeluh mual. Kembung, muntah, gangguan BAB dan BAK
disangkal.
Pasien didiagnosis batu ginjal pada tahun 2008 namun tidak
dioperasi. Riwayat penyakit diabetes, hipertensi, jantung, asam urat
disangkal. Riwayat kebiasaan minum minuman berenergi dan vitamin C
dosis tinggi disangkal, namun pasien mengaku tidak suka mengkonsumsi
air putih.
B. Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : Tekanan darah = 110/70 mmHg
Respirasi = 16 kali/menit
Nadi = 84 kali/menit, isi dan tekanan penuh
Suhu = 36,5 oC
5
Status lokalis: Regio abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok
costo vertebrae (+) dextra.
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kanan atas, undulasi (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Status vegetative
BAK : warna kuning, darah (-), keruh (-), kristal / pasir (-)
BAB : BAB (+)
Flatus : (+)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium tgl 15/12/2013:
Pemeriksaan Darah Lengkap:
Hemoglobin : 14,8 g/dl
Leukosit : 7040 /uL
Hematokrit : 43 %
Eritrosit : 5,2 x 106/uL
Trombosit : 214.000/ uL
MCV : 83,1 %
MCH : 28,7 pg
MCHC : 34,5 %
RDW : 13,6 %
MPV : 9,8 fL
Hitung jenis leukosit
Basofil : 0,0
Eosinofil : 1,1 (L)
Batang : 0,00 (L)
Segmen : 60,1 (H)
6
Kimia Klinik
SGOT : 39 (H)
SGPT : 39
Ureum Darah : 33,5
Kreatinin Darah : 0,89
Glukosa sewaktu : 85
Limfosit : 26,4 (L)
Pemeriksaan urinalisis:
Kimia
pH : 6,8
Leukosit : 75 (H)
Eritrosit : 50 (H)
b. Foto BNO AP
Kesan:
Tampak opasitas batas tegas ukuran sekitar 1,5 x 2 cm pada paravertebra
kanan setinggi L II
Kesimpulan: Nefrolithiasis ginjal kanan
c. Pemeriksaan USG
Pada ginjal kanan tampak lesi hiperekoik disertai accoustic shadow dengan
ukuran sekitar 1,09 cm. Kesan: nefrolithiasis ginjal kanan.
7
Sedimen
Eritrosit : 2 – 5 (H)
Leukosit : 1 – 5 (H)
Epitel : 1 – 3 (H)
Bakteri : +2 (H)
Monosit : 12,1 (H)
PT : 12,3
APTT : 28,3
VI. DIAGNOSIS KERJA
Nefrolithiasis dextra
VII. PENATALAKSANAAN
a. Medika mentosa
IVFD D5% 20 TPM
Omeprazole 2 x 1 tab
Kaltrofen supp (ekstra)
b. Operatif : pyelolitectomy dextra
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia Ad bonam
Ad sanam : dubia Ad bonam
Ad fungsionam : dubia Ad bonam
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi) adalah massa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam
kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut
urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis).
B. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi,
dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
1. Faktor Intrinsik
a. Heriditer/ Keturunan
Salah satu penyebab batu ginjal adalah faktor keturunan
misalnya Asidosis tubulus ginjal (ATG). ATG menunjukkan suatu
gangguan ekskresi H+ dari tubulus ginjal atau kehilangan HCO3
dalam air kemih, akibatnya timbul asidosis metabolik. Riwayat
BSK bersifat keturunan, menyerang beberapa orang dalam satu
keluarga. Penyakit-penyakit heriditer yang menyebabkan BSK
antara lain:
i. Dent’s disease yaitu terjadinya peningkatan 1,25 dehidroksi
vitamin D sehingga penyerapan kalsium di usus meningkat,
akibat hiperkalsiuria, proteinuria, glikosuria, aminoasiduria
9
dan fosfaturia yang akhirnya mengakibatkan batu kalsium
oksalat dan gagal ginjal.
ii. Sindroma Barter, pada keadaan ini terjadi poliuria, berat jenis
air kemih rendah, hiperkalsiuria dan nefrokalsinosis.
b. Umur
BSK banyak terdapat pada golongan umur 30-60 tahun.
Berdasarkan data yang diperoleh oleh RS. Kariadi Semarang,
frekuensi terbanyak pada dekade empat sampai dengan enam.
c. Jenis kelamin
Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Pada laki-
laki lebih sering terjadi dibanding wanita 3:1. Serum testosteron
menghasilkan peningkatan produksi oksalat endogen oleh hati.
Rendahnya serum testosteron pada wanita dan anak-anak
menyebabkan rendahnya kejadan batu saluran kemih pada wanita
dan anak-anak.
2. Faktor Ekstrinsik
a. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga
dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah
Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu
saluran kemih.
b. Iklim dan temperatur
Orang yang tinggal di daerah dengan iklim hangat dan
banyak mengeluarkan keringat diduga lebih memiliki risiko untuk
menderita BSK karena perbandingan antara substansi dalam urin
dibandingkan berat jenis air lebih dominan sehingga dapat
mempermudah pembentukan batu.
c. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu
saluran kemih.
10
d. Diet
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kemih.
e. Pekerjaan
Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
dan kurang aktifitas atau sedentary life style.
C. Patogenesis
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis
urin), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Banyak teori yang
menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih; tetapi hingga
kini masih belum jelas teori mana yang paling benar. Beberapa teori
pembentukan batu adalah:
1. Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu
(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang terlalu
jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga
akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda
asing di saluran kemih. Sebagai contoh, saat terjadi suatu keadaan
hiperurikosuria (kadar asam urat di dalam urine yang melebihi 850
mg/24jam), maka kadar asam urat yang berlebih dalam urin ini dapat
bertindak sebagai inti untuk terbentuknya batu kalsium oksalat
2. Teori Matriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi
organik sebagai kerangka yang terdiri dari mukopolisakarida dan
mukoprotein A yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi
substansi pembentuk batu. Matriks organik terdiri atas serum/protein
urine sebagai kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
3. Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk
kristal, antara lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan
11
beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang,
akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Ion
magnesium (Mg2+) dikenal dapat menghambat pembentukan batu
karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium
oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium
(Ca2+) untuk membentuk kalsium oksalat menurun. Beberapa protein
atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai inhibitor dengan
cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal,
maupun menghambat retensi kristal. Senyawa itu antara lain:
1. Glikosaminoglikan (GAG)
2. Protein Tamm Horsfall (THP) / uromukoid
3. Nefrokalsin
4. Osteopostin.
D. Klasifikasi Batu
I. Berdasarkan Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium
oksalat atau kalsium fosfat (75%), asam urat (8%), magnesium-amonium-
fosfat (MAP) (15%), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lain (1%).
a. Batu Kalsium
Banyak dijumpai pada laki-laki. Batu jenis ini dijumpai lebih dari
80% batu saluran kemih, baik yang berikatan dengan oksalat maupun
fosfat.
Gambar 1. Gambaran bentuk batu kalsium oksalat.
12
Etiologi :
1. Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium dalam urin lebih besar dari 250-
300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab
terjadinya hiperkalsiuri, antara lain :
a. Hiperkalsiuri absorptif, terjadi karena peningkatan absorpsi
kalsium melalui usus.
b. Hiperkalsiuri renal, terjadi karena adanya gangguan kemampuan
reabsorpsi kalsium melalui tubulus ginjal.
c. Hiperkalsiuri resorptif, terjadi karena adanya peningkatan resorpsi
kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme
primer atau pada tumor paratiroid.
2. Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urin melebihi 45 gram per hari.
Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan
usus pasca operatif usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi
makanan yang kaya akan oksalat, seperti : teh, kopi instan, minuman
soft drink, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran hijau terutama bayam.
3. Hiperorikosuria, yaitu kadar asam urat dalam urin melebihi 850
mg/24 jam.
4. Hipositraturia. Di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium
membentuk kalsium sitrat yang bersifat lebih mudah larut, sehingga
menghalangi kalsium berikatan dengan oksalat atau fosfat.
Hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubulus ginjal,
sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazid dalam
waktu lama.
5. Hipomagnesuria. Sama seperi sitrat, magnesium bertindak sebagai
inhibitor timbulnya batu kalsium, karena di dalam urin magnesium
bereaksi dengan oksalat membentuk magnesium oksalat, sehingga
mencegah ikatan kalsium oksalat.
13
2. Batu Struvit
Dijumpai sekitar 10-15%. Batu ini disebut juga batu infeksi
karena pembentukannya disebabkan oleh adanya infeksi saluran
kemih. Sering pada wanita akibat ISK oleh bakteri yang menghasilkan
urease. Kuman penyebab adalah kuman golongan pemecah urea atau
urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah pH
urin menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperi pada
reaksi :
CO(NH2)2 + H2O → 2NH3 + CO2
Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium,
amonium, fosfat dan karbonat untuk membentuk batu magnesium
amonium fosfat (MAP).
Gambar 2. Gambaran bentuk batu struvit.
Bersifat radioopak. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea
diantaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas , Yersinea, Haemophilus dan Stafilokokus. E.coli bukan
termasuk pemecah urea.
3. Batu asam urat
14
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran
kemih. Di antara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni
dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat.
Gambar 3. Gambaran bentuk batu asam urat.
Penyakit ini banyak diderita oleh pasien dengan penyakit gout,
penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker,
dan yang banyak menggunakan obat urikosurik, seperti sulfinpirazone,
thiazide, dan salisilat. Obesitas, peminum alkohol, dan diet tinggi
protein mempunyai peluang besar untuk mendapatkan penyakit ini.
Asam urat relatif tidak larut dalam urin, sehingga pada keadaan
tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya
membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya
batu asam urat adalah :
1. urin yang terlalu asam (pH urin < 6),
2. volume urin yang jumlahnya sedikit (< 2 liter/hari) atau dehidrasi,
3. hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi (biasanya 25% pada
penderita gout).
Batu asam urat bentuknya halus dan bulat, sehingga seringkali
keluar spontan. Bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV
tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga
harus dibedakan dengan bekuan darah.
4. Batu jenis lain
15
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat
jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme
sistin, yaitu kelainan absorpsi sistin di mukosa usus. Batu xantin
terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin
oksidase.
Gambar 4. Gambaran bentuk bati sistin.
II. Berdasarkan Lokasi
a. Batu Ginjal (Nefrolithiasis)
Batu terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta
seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua
kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa,
sehingga disebut batu staghorn. Kelainan dan obstruksi pada sistem
pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis
uteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih.
Gambar 5. Batu ginjal
Gejala klinis:
16
Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada : posisi
atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Batu di
dalam ginjal atau saluran kemih yang berukuran kecil biasanya
tidak menimbulkan gejala dan dapat keluar sendiri bersama air
seni. Tetapi batu yang lebih besar dapat menimbulkan hambatan
atau bahkan sumbatan aliran air seni. Jika hal ini terjadi maka akan
timbul berbagai macam gejala, yang antara lain :
o Rasa nyeri yang berat dan tiba-tiba di daerah pinggang yang
menjalar sampai pangkal paha. Rasa nyeri tidak berkurang
walaupun penderita mencoba posisi posisi tertentu, misalnya
berbaring, membungkuk, dll. Penderita biasanya harus
menggeliat menahan sakit. Bahkan karena rasa sakit yang
amat sangat, seringkali penderita basah kuyup oleh keringat.
o Biasanya ada keluhan mual dan muntah.
o Walaupun tidak selalu, kadang kala dijumpai darah pada air
seni. Hal ini terjadi karena batu mengiritasi saluran kemih
sehingga menimbulkan luka.
o Perasaan terbakar di saluran kemih saat kencing.
o Rasa sangat ingin kecing.
o Demam.
b. Batu Ureter (Ureterolithiasis)
Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di
dalam sistim kalik ginjal, yang turun ke ureter. Terdapat tiga
penyempitan sepanjang ureter yang biasanya menjadi tempat
berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu ureteropelvic junction
(UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muara ureter di
dinding buli. Komposisi batu ureter sama dengan komposisi batu
saluran kencing pada umumnya yaitu sebagian besar terdiri dari
garam kalsium, seperti kalsium oksalat monohidrat dan kalsium
oksalat dihidrat. Sedang sebagian kecil terdiri dari batu asam urat,
batu struvit dan batu sistin.
17
Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan batu ureter
antara lain letak batu, ukuran batu, adanya komplikasi (obstruksi,
infeksi, gangguan fungsi ginjal) dan komposisi batu. Hal ini yang
akan menentukan macam penanganan yang diputuskan. Misalnya
cukup di lakukan observasi, menunggu batu keluar spontan, atau
melakukan intervensi aktif.
Batu ureter dengan ukuran < 4 mm, biasanya cukup kecil
untuk bisa keluar spontan. Karena itu ukuran batu juga menentukan
alternatif terapi yang akan kita pilih. Komposisi batu menentukan
pilihan terapi karena batu dengan komposisi tertentu mempunyai
derajat kekerasaan tertentu pula, misalnya batu kalsium oksolat
monohidrat dan sistin adalah batu yang keras, sedang batu kalsium
oksolat dihidrat biasanya kurang keras dan mudah pecah.
Adanya komplikasi obstruksi dan atau infeksi juga menjadi
pertimbangan dalam penentuan alternatif terapi batu ureter. Tidak
saja mengenai waktu kapan melakukan tindakan aktif, tapi juga
menjadi pertimbangan dalam memilih jenis tindakan yang akan
dilakukan.
Gejala:
o Nyeri mendadak di perut kanan dan kiri tergantung letak
batu. Nyeri dapat bersifat kolik hebat sehingga penderita
berteriak atau berguling. Kadang-kadang nyeri perut terus-
menerus karena peregangan kapsul ginjal. Biasanya nyeri
dimulai di daerah pinggang kemudian menjalar ke arah
testis, disertai mual dan muntah, berkeringat dingin, pucat
dan dapat terjdai renjatan.
o Hematuria
o Nyeri ketok costovertebral
18
c. Batu Kandung Kemih (Vesikolithiasis)
Batu vesika urinaria adalah suatu keadaan ditemukannya batu
di dalam vesika urinaria. Pada anak 75% ditemukan di bawah usia
12 tahun dan 57% pada usia 1-6 tahun.
Gambar 6. Gambaran bentuk batu vesika urinaria
Etiologi
Berasal dari batu ginjal atau ureter yang turun, akibat statis
pada striktur uretra, kontraksi leher buli-buli, sistokel, buli-
neurogenik dan divertikel, infeksi traktus urinarius, hiperparatiroid
atau adenoma paratiroid, diet yang banyak mengandung kalsium
dan oksalat.
Gejala
o Rasa nyeri waktu miksi (disuria, stranguria), dirasakan
refered pain pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang,
sampai kaki.
o Hematuria diserta urine yang keruh
o Pancaran urine tiba-tiba berhenti dan keluar lagi pada
perubahan posisi
o Polakisuria (sering miksi)
o Pada anak nyeri miksi ditandai oleh kesakitan, menangis,
menarik-narik penis, miksi mengedan sering diikuti defekasi
atau prolapsus ani.
d. Batu Uretra
Pada umumnya batu uretra berasal dari batu kandung kemih
yang turun ke uretra. Sangat jarang batu uretra primer kecuali pada
19
keadaan stasis urin yang kronis dan infeksi seperti pada striktur
uretra atau divertikel uretra. Insidensi terjadinya batu uretra hanya
1% dari keseluruhan kasus batu saluran kemih. Komposisi batu
uretra tidak berbeda dengan batu kandung kemih. Dua pertiga batu
uretra terletak di uretra posterior dan sisanya di uretra anterior.
Keluhan bervariasi dari tidak bergejala, disuria, aliran
mengecil atau retensi urin. Jika batu berasal dari ureter yang turun
ke buli-buli kemudian ke uretra, biasanya pasien mengeluh nyeri
pinggang sebelum mengeluh kesulitan miksi. Nyeri dirasakan pada
glands penis atau pada tempat batu berada. Batu yang berada pada
uretra posterior, nyeri dirasakan di perineum atau rectum.
E. Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang.
Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang
signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter,
trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau
pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang
signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi
luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak
hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi
dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan
lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan
sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca
operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat
menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan
atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang
terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan.
Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat
terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL.
Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada
20
beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan
obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar,
kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat
dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang hati-hati,
irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya
komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,
demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur
lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan
dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan
atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan
kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat
rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi
pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang,
namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau
mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat
urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%),
urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat
trauma parietal dan viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan
adanya kelainan lanjut yang berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada
anak pasca ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang
bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data
mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8%
kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi
urin. Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL.
Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka
(6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman
21
penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL monoterapi,
PNL, atau operasi terbuka.
F. Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak
batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu,
makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi
dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan
dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang
karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien
yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil
yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.
G. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih
berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran
kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus
diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih
yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang
sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti
diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan
batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko
tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang
bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus
dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
22
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :
- Minum banyak 2.5 - 3.5 liter
- Hiperkalsuria : pemberian diuretikatiazid seperti hidrokortiazid
perhari 25-50mg, dan diit rendah kalsium.
- Batu infeksi: antibiotika
- Hiperurisemia : pemberian allopurinol 100 sampai dengan 300
mg/hariAllopurinol merupakan obat yang menghambat enzim
xantin oksidase, suatu enzim yang mengubah hipoxantin menjadi
asam urat.
- Analgesik berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri.
- Obat antiinflamasi non-steroid, bekerja dengan menghambat
aktivitas COX yang bertanggung jawab dalam sintesis
prostaglandin (PGD) sebagai mediator nyeri. Bermanfaat dalam
mengatasi kolik ginjal, contoh obat yang diberikan Ketorolac dan
Ibuprofen.
- Kortikosteroid, merupakan agen antiinflamatorik yang dapat
menekan peradangan di ureter. Juga memiliki efek imunosupresif.
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran
batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien,
ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK
menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan
adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal
tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada
toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan
intervensi.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau
prinsip kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara
mesin generasi lama dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi
baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi dengan
flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi
23
tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin
generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter
sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga
punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama,
sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.
Gambar 7. Extracorporeal Shockwave Lithotripsy
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius,
hanya diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat
dan akan dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya
Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari
ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter
hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak.
Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.
Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis.
Pada Tahun 1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara in-
vitro penghancuran batu ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun
1974, secara resmi pemerintah Jerman memulai proyek penelitian dan
aplikasi ESWL. Kemudian pada awal tahun 1980, pasien pertama batu
ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich menggunakan mesin
Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian lanjutan
dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah
mulai tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di
24
Jerman. Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh
Prof.Djoko Raharjo di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat
generasi terbaru Perancis ini sudah dimiliki beberapa rumah sakit besar
di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent Bandung dan Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada
tiga jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik.
Masing-masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi
sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk
merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat
akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan
menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun
hampir semua jenis dan ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh
ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan efisiensi dari alat ini.
ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran
kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang
panggul). Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah
bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya
kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali
tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi,
kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita
hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada
wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius.
Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun
belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya
diinformasikan sejelas-jelasnya.
25
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.10
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan
batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara
memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi
pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih
dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara
teoritis dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi
dalam prakteknya sebagian besar telah diambil alih oleh URS
dan ESWL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal
yang besar dan melekat masih ada tempat untuk PNL. Prinsip
dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara
perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan
nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk
selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu.
Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir
pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil
semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya
berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil
atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan
khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan lebih
banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.
26
b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra
dengan memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam
buli-buli), dan pecahan batu dikeluarkan mengunakan evaltor.
c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Pada prosuder ini suatu
endoskopi semirigid atau fleksibel dimasukkan kedalam ureter
lewat buli-buli dibawah anastesi umum atau regional.
Dilakukan bila>4mm sampai ≤ 15 mm - Ukuran batu ≤4mm
dilakukan bila gagal dengan terapi konservatif, intractable pain
dan pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi bila terjadi kolik.
Dan seringkali diperlukan pemasangan stent ureter setelah
prosedur ini, untuk mencegah spasme dan udem pada ureter.
d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan
menjaringnya melalui alat keranjang Dormia).
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang
memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun
ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan
terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu
saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun.
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin
masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu,
27
ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau
anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu
ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-
penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent
ureter terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan
tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita
sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat
perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan
selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari
timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-
rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
H. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan
unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.
Pada umumnya pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi
urin 2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan
adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine
dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya
hiperkalsiuri.
4. Rendah purin.
28
KESIMPULAN
1. Kasus berupa wanita 71 tahun, keluhan nyeri pinggang kanan dirasakan sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan
menjalar ke bagian perut kanan depan hingga ke ulu hati, melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis kerja
nefrolithiasis dextra.
2. Terapi yang diberikan pada pasien yaitu medikamentosa IVFD D5% 20 tpm,
Omeprazole 2 x 1 tab , Kaltrofen supp (ekstra), serta terapi Operatif
pyelolitectomy dextra
3. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di
sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi, disebabkan oleh faktor intrinsik dan
ektrinsik, dapat berbahan dasar oksalat, fosfat, sistin, xantin serta urat.
4. Pembentukan batu didasarkan pada teori nukleasi, teori matrix,
penghambatan kristalisasi, teori supersaturasi, Teori Presipitasi-kristalisasi,
teori epitaksi.
5. Batu staghorn merupakan batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks
ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa, terjadi pada keadaan
infeksi saluran kemih berdasarkan teori matriks calculi dan teori nano bakteri.
6. Komplikasi urolitiasis dibagi dua, komplikasi akut dan komplikasi jangka
panjang. Komplikasi akut misalnya avulsi ureter, trauma organ pencernaan,
sepsis, trauma vaskuler, urinoma, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi,
ISK dan migrasi stent. Komplikasi jangka panjang misalnya striktur ureter.
Serta obstruksi yang dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan
kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis.
29
DAFTAR PUSTAKA
Alon, U.S. 2008. Medical treatment of pediatric urolithiasis. Pediatr Nephrol 2009 November; 24 (11): 2129-2135
Alrecht, H. Tiselius, G., Hans, Andre, J. 2002. Urinary Stone Diagnosis, Treatment and Prevention of Recurrence : 2nd edition.
Anonim. Batu Saluran Kemih. USU digital library . Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Bahdarsyam . 2003. Spektrum Bakteriologik Pada Berbagai Jenis Batu Saluran Kemih Bagian Atas. USU digital library . Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Benninghoff, A. 1993. Makroskopische anatomie, embryologie und histology des Menschen (Translated by dr. med. Dirk Manski) . Munchen; Wien; Baltimore : Urban und Schwarzenberg.
Emedicine. 2011. Staghorn and Struvit stone. Retrieved at www.emedicine.com. Diakses tanggal 8 Desember 2012.
Kim,S.C, Coe, F.L, Tinmouth W et al. 2005. Stone Formation Proportion To Papier Surface Coverage By Randall’s Plaque. J. Urol 2005, 173(1).
Lina,N. 2008. Faktor – Faktor Risiko Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Laki – Laki (Studi Kasus di RS Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung Semarang). Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang 2008.
Maragela, M., Vitale,C., Petrulo,M. et al. 2008. Renal Stone from Metavolic to Phsycochemical Abnormalisies, How Useful are Inhibitor. J. Nephrol. 2009; 13: S51-S60
Menon,M., Resnick, Martin,I. 2002. Urinary lithiasis : etiology and endourology, in Chambell’s urology, 8th ed, Vol 14. W.B. Saunder Company, Philadelphia, 2002 : 3230-3292.
Pahira,J.J., Razack,A.A. 2001. Nephrolithiasis ; Clinical Manual of Urology. Mc Graw – Hill
Purnomo, B.B. 2003. Anatomi Sistem Urogenitalia. Dalam Dasar – Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto
Purnomo, B.B. 2003. Batu Saluran Kemih. Dalam Dasar – Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto
30
Silbernagl, S. and Lang,F. 2007. Ginjal, Keseimbangan Garam dan Air. Dalam Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.
Sjamsuhidajat,R., de Jong,W. 2008. Bab 32 : Saluran Kemih Dan Alat Kelamin Laki. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Stoler,M; Maxwell VM; Harrison, AM; Kane, J.P. 2004. The Primary Stone Event : A New Hypothesis Involving A Vascular Ethiology. J. Urol 2004. 171 (5)
William,D.M. 1990. Clinical and Laboratory Evaluation of Renal Stone Patients. Dalam Endocrinology and Metabolism Clinic of North America. W.B. Saunders : Philadelphian.
31