konjungtivitis virus akut
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
Konjungtivitis Virus Akut
Gabriel Enrico Pangarian
102010208
B7
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl.Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
Email: [email protected]
Definisi
Konjungtivitis adalah proses inflamasi akibat infeksi atau non-infeksi pada
konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi.1,2
Berdasarkan waktu, konjungtivitis dibedakan menjadi:
1. Konjungtivitis akut: awitan terpisah yang diawali dengan inflamasi unilateral,
kemudian diikuti dengan inflamasi mata kedua seminggu kemudian. Lama sakit
adalah kurang dari empat minggu.
2. Konjungtivitis kronik: lama sakit lebih dari tiga sampai empat minggu.2
Anamnesis
Anamnesis adalah komunikasi antara dokter dengan pasien atau keluarga pasien atau
orang terdekat dari pasien tersebut. Yang perlu kita tanyakan secara umum dan terarah pada
kasus diatas yaitu :2
1. Identitas pasien yang terdiri dari : nama, umur, alamat, pekerjaan, status, agama,
pendidikan terakhir.
2. Keluhan utama :
Sudah berapa lama? Frekunsi keluhan bagimana (hilang timbul) ?
Lokasinya dimana?
Apakah masalah ini ada di salah satu mata atau keduanya?
Apakah merasa tidak nyaman berasa seperti berpasir?
Terasa gatal atau tidak?
Apakah ada demam?
1
Disertai radang tenggorokan?
Adakah cairan yg keluar?
Apakah air mata banyak keluar?
Ada gangguan penglihatan?
Apakah mengalami fotofobia?
Ada riwayat alergi?
Riwayat medis sebelumnya :
Apakah ada hipertensi yang dapat terkait dengan beberapa penyakit vaskular
mata seperti oklusi vena retina sentral; diabetes yang dapat menyebabkan
retinopati, dan penyakit peradangan sistemik seperti sarkoid yang juga dapat
menyebabkan peradangan ocular?
Riwayat pengobatan, karena beberapa obat seperti isoniazid dan klorokuin dapat
toksik terhadap mata.
Riwayat keluarga yang berhubungan dengan sejumlah gangguan mata seperti retinitis
pigmentosa penyakit ocular yang diturunkan, strabismus, ambliopia, glaucoma, atau
katarak, ablasio retina atau degenari makula.
Riwayat sosial :
Apakah mengkomsusmsi alkohol?
Apakah merokok?
Lingkungan tempat tinggal dan pekerjaan seperti apa?
Etiologi
Sama halnya dengan kornea, konjungtiva terpajan dengan lingkungan luar seperti
mikroorganisme dan faktor stress.1 Permukaan konjungtiva tidak steril karena dihuni oleh
flora normal. Untuk itu, terdapat mekanisme defensi alamiah seperti komponen aqueous yang
melarutkan agen infeksius, mukus yang menangkap debris, kedipan mata, perfusi yang baik,
dan aliran air mata yang membilas konjungtiva. Air mata sendiri mengandung antibodi dan
antibakterial yaitu immunoglobulin (IgA dan IgG), lisozim, dan interferon.1,3 Inflamasi dapat
terjadi dengan kontak langsung dengan patogen melalui tangan yang terkontaminasi, handuk,
atau kolam renang. Secara garis besar, penyebab konjungtivitis adalah endogen (non-
infeksius) atau eksogen (infeksius).
Infeksius
2
Bakterial
Klamidia
Viral (Adenovirus)
Riketsia
Parasitik
Non-infeksius
Alergi
Autoimun
Toksik (kimia atau iritan)
Penyakit sistemik seperti sindrom Steven-Johnson
Iritasi persisten akibat produksi air mata yang kurang.2
Gejala Klinis
Presentasi klinis yang muncul berbeda-beda tergantung agen penyebabnya. Namun
pada umumnya konjungtivitis viral, mata akan sangat berair dengan eksudat minimal,
disertai adenopati preaurikular atau radang tenggorokan dan demam.
Konjungtivitis folikuler viral akut 1
a) Pharyngoconjunctival fever. Disebabkan oleh adenovirus tipe 3, 4, dan 7. Ditandai
dengan demam 38 – 40 o C, nyeri tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada
satu atau kedua mata. Tanda lain dapat berupa injeksi, mata berair, limfadenopati
preaurikular, atau keratitis epitelial superfisial.
b) Epidemic keratoconjunctivitis. Disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, dan 29.
Sering hanya muncul pada satu mata, atau bilateral dengan lesi salah satu mata
akan lebih berat. Ditandai dengan injeksi, nyeri, mata berair, kemudian dalam 5 –
14 hari diikuit dengan fotofobia, keratitis epitelial, dan opasitas subepitelial.
Tanda lain berupa nodul preaurikular, edema kelopak mata, kemosis,
subkonjungtiva hiperemis, dan kadang pseudomembran dan symblepharon. Pada
dewasa, infeksi ini hanya terbatas pada mata, sedangkan pada anak-anak gejala
nyeri tenggorokan dan demam akan terlihat nyata.
c) Herpes simplex virus conjungtivitis. Biasanya ditemukan pada anak-anak, ditandai
dengan infeksi unilateral, iritasi, keluar sekret mukoid, nyeri, dan fotofobia ringan.
Muncul pada infeksi primer HSV atau pada episode rekuren herpes okuler.
3
Kadang disertai pula dengan keratitis herpes simplex. Bentuk konjungtivitis
berupa folikuler atau pseudomembran (jarang). Dapat pula muncul vesikel
herpetik pada kelopak mata dan nyeri pada nodul preaurikuler.
d) Acute hemorrhagic conjunctivitis. Disebabkan oleh enterovirus tipe 70 atau
coxsackievirus tipe A24 (jarang). Penyakit ini memiliki masa inkubasi yang
pendek 8 – 48 jam, dan perjalanan penyakit yang ringkas 5 – 7 hari. Tanda klinis
berupa nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, mata berair, mata merah, kelopak
mata bengkak, perdarahan subkonjungtiva, kemosis. Disertai dengan
limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis epitelial.
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi mata3
Adakah kelainan yang terlihat jelas (misal: proptosis, mata merah, asimetris,
nistagmus yang jelas atau ptosis)?
Lihat konjungtiva, kornea, iris, pupil, dan kelopak mata.
Apakah pupil simetris? Bagaimana ukurannya? Apakah keduanya merespon
normal atau seimbang pada cahaya dan akomodasi?
2. Tajam penglihatan atau visus
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Biasanya
pemeriksaam tajam penglihatan ditentukan dengan melihat kemampuan mata
membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu. Untuk
mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan
bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan melihat jumlah jari
(hitung jari), ataupun proyeksi sinar.Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi
antara 6/4 hingga 6/6 (atau 20/15 atau 20/20 kaki). Dengan kartu Snellen standar ini
dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat seseorang
4
Gambar 1. Snellen Chart
3. FunduskopiFunduskopi merupakan tes untuk melihat dan menilai kelainan dan keadaan
pada fundus okuli. Cahaya yang dimasukkan kedalam fundus akan memberikan
refleks fundus dan gambaran fundus mata akan terlihat bila fundus diberi sinar.
Alat yang diperlukan adalah oftalmoskop dan obat melebarkan pupil
(tropicamide 0.5%-1% (mydriacyl) / fenilefrin hidroklorida 2.5% (kerja lebih cepat))
Tehnik
Oftalmoskopi direk
Mata kanan pasien dengan mata kanan pemeriksa, mata kiri pasien dengan
mata kiri pemeriksa kecuali bila pasien dalam keadaan tidur dapat dilakukan
dari atas.
Mula-mula diputar roda lensa oftalmoskop sehingga menunjukkan angka +12
D
Oftalmoskop diletakkan 10 cm dari mata pasien. Pada saat ini fokus terletak
pada kornea atau pada lensa mata.
Bila ada kekeruhan pada kornea atau lensa mata akan terlihat bayangan yang
hitam pada dasar yang jingga.( oftalmoskop jarak jauh)
Selanjutnya oftalmoskop lebih didekatkan pada mata pasien dan roda lensa
oftalmoskop diputar, sehingga roda lensa menunjukkan angka mendekati nol.
Sinar difokuskan pada papil saraf optik.
5
Diperhatikan warna, tepi, dan pembuluh darah yang keluar dari papil saraf
optik.
Mata pasien diminta melihat sumber cahaya oftalmoskop yang dipegang
pemeriksa, dan pemeriksa dapat melihat keadaan makula lutea pasien
Dilakukan pemeriksaan pada seluruh bagian retina
Oftalmoskopi indirek
Pemeriksa menggunakan kedua mata
Alat diletakkan tepat didepan kedua mata dengan bantuan pengikat di
sekeliling kepala
Pada celah oftalmoskop dipasang lensa konveks +4D yang menghasilkan
bayangan jernih bila akomodasi diistirahatkan
Jarak dengan penderita kurang lebih 40cm
Pemeriksaan juga membutuhkan suatu lensa tambahan , disebut lensa objektif
yang berkekuatan S +13 D, ditempatkan 7-10 cm didepan mata penderita
Bila belum memproleh bayangan yang baik, lensa objektif ini digeser
mendekat dan menjauh.
Gambar 3. Prosedur Oftalmoskopi
6
Gambar 4. Fundus Normal. Pembuluh darah retina tidak menyebrangi fovea.
Dapat dilihat keadaan normal dan patologik pada fundus mata kelainan yang
dapat dilihat :
a. Pada papil saraf optik
Papiledema (normal C/D ratio 0,3-0,5)
Hilangnya pulsasi vena saraf optik
Ekskavasi papil saraf optik pada glaukoma
Atrofi saraf optik
b. Pada retina
Perdarahan subhialoid
Perdarahan intra retina, lidah api, dots, blots
Edema retina
Edema makula
c. Pembuluh darah retina
Perbandingan atau rasio arteri vena (normal=2:3)
Perdarahan dari arteri atau vena
Adanya mikroaneurisma dari vena
Pemeriksaan Penunjang
Pada prinsipnya, diagnosis konjungtivitis viral ini dapat ditegakkan melalui
anamnesa dan pemeriksaan oftalmologi, tanpa harus menggunakan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesa, penting ditanyakan riwayat kontak dengan penderita konjungtivitis akut.
7
Namun, bila meragukan etiologinya, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dengan
scrap konjungtiva dilanjutkan dengan pewarnaan giemsa. Pada infeksi adenovirus akan
banyak ditemukan sel mononuklear. Sementara pada infeksi herpes akan ditemukan sel
raksasa multinuklear. Badan inklusi intranuklear dari HSV dapat ditemukan pada sel
konjungtiva dan kornea menggunakan metode fiksasi Bouin dan pewarnaan Papanicolau.
Adapaun pemeriksaan yang lebih spesifik lagi antara lain amplifikasi DNA menggunakan
PCR, kultur virus, serta imunokromatografi.1,5
Diagnosis Kerja
Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus. Adenovirus adalah
penyebab tersering, sementara Herpes Simplex Virus merupakan etiologi yang paling
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster,
Picornavirus, Poxvirus, dan Human Immunodeficiency Virus. Transmisi terjadi melalui
kontak dengan sekret respiratori, sekret okular, serta benda-benda yang menyebarkan virus
(fomites) seperti handuk. Infeksi dapat muncul sporadik atau epidemik pada tempat ramai
seperti sekolah, RS, atau kolam renang.1
Komplikasi
Konjungtivitis viral bisa berkembang menjadi kronis hingga menimbulkan
blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya dapat berupa timbulnya pseudomembran, jaringan
parut, keterlibatan kornea, serta muncul vesikel pada kulit.
Terapi
Steroid topikal
o Prednisolone 0,5% 4xsehari pada konjungtivitis psuedomembranosa atau
membranosa
o Keratitis simtomatik steroid topikal lemah, hati-hati dalam penggunaan,
gejala dapat muncul kembali karena steroid hanya menekan proses inflamasi.
o Steroid dapat membantu replikasi virus dan memperlama periode infeksius
pasien.
o Harus monitoring tekanan intraokular jika penggunaan steroid diperpanjang
8
o Kompres hangat atau dingin
o Antibiotik topikal jika diduga ada infeksi bakteri sekunder
o Jika sudah ada ulkus kornea, lakukan debridemant
Edukasi
o Menjaga kebersihan tangan, mencegah menggaruk mata.
o Tidak menggunakan handuk bersamaan.
o Disinfeksi alat-alat kedokteran setelah digunakan pada pasien yang terinfeksi.
Diagnosis Banding4
1. Konjungtivitis Alergi
Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sensitivitas terhadap
serbuk, protein hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan serangga dan/atau
obat ( atropin dan antibiotik golongan Mycin). Infeksi ini terjadi setelah terpapar zat
kimia seperti hair spray, tata rias, asap rokok. Asma, demam kering dan ekzema juga
berhubungan dengan konjungtivitis alergi. Disebabkan oleh alergen yang terdapat di
udara, yang menyebabkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamin.
Pasien dengan konjungtivitis alergi sering memiliki riwayat atopi, alergi
musiman, atau alergi spesifik (misal terhadap kucing). Dapat juga terjadi karena
reaksi hipersensitivitas tipe cepat atau lambat, atau reaksi antibodi humoral terhadap
alergen. Pada keadaan yang berat mempakan bagian dari sindrom Steven Johnson,
suatu penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang dengan
predisposisi alergi obat-obatan. Pada pemakaian mata palsu atau lensa kontak juga
dapat terjadi reaksi alergi.
Tanda : mata merah, sakit, bengkak, panas, berair, gatal, dan silau. Sering
berulang dan menahun, bersamaan dengan rinitis alergi. Biasanya terdapat riwayat
atopi sendiri atau dalam keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada
konjungtiva palpebra dan bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat
menimbulkan komplikasi pada konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis
berat.
Dikenal beberapa macam bentuk konjungtivitis alergi seperti konjuntivitis
flikten, konjungtivitis vermal, konjungtivitis atopi, konjungtivitis alergi bakteri,
9
konjungtivitis alergi akut, konjungtivitis alergi kronik, sindrom Steven-Johnson,
pemfigoid okuli, dan sindrom Syogren.
Prinsip terapi : yang dapat diberikan adalah tetes mata anti histamin, Na
chromoglycat, pemirolast, dsb. Bila sudah sangat berat gejalanya yaitu saat korena
terkena imbas misalnya terjadi keratitis atau ulkus berikan tetes mata steroid, tetapi
harus diingat akan efek samping pemakaian steroid jangka panjang.
2. Konjungtivitis Bakteri
Terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis bakteri sangat
menular, menyebar melalui kontak langsung dengan pasien dan sekresinya atau
dengan objek yang terkontaminasi. Terdapat 2 bentuk konjungtivitis akut (dapat
sembuh ± 14 hari) dan biasanya sekunder terhadap penyakit palpebra/obstruksi
duktus nasolakrimalis.
Gejala umumnya : mata merah , konjungtiva hiperemis, injeksi konjungtiva,
visus normal, sekret purulent (putih,kuning,hijau), gatal bisa ada bisa juga miniml,
terasa seperti berpasir.
Bila sudah terasa silau, sakit, fotofobia (sakit bila melihat cahaya) artinya
sudah terdapat komplikasi keratitis (radang kornea) atau terjadi peradangan
konjungtiva dan kornea sekaligus (keratokonjungtivitis).
Pengobatan dapat diberikan antibiotika tetes mata dan atau salep mata. Dosis
pemberian : bila ringan berikan 4 kali 2 tetes per hari, bila berat 6 kali 2 tetes perhari
atau lebih / bisa 2 jam sekali diluar waktu tidur. Contohnya : kloramfenikol,
tetrasiklin, gentamisin, tobramisin, ciprofloksasin, ofloxasin, sdb.
Kesimpulan
Wanita usia 28 tahun dengan keluhan mata merah visus normal mengalami konjungtivitis
virus akut.
10
Daftar Pustaka
1. Ferrer FJG, Schwab IR, Shetlar DJ. Conjunctiva. In Vaughan and Asbury’s General
Ophthalmology.16th ed. USA: Mc.Graw-Hill companies; 2007.
2. Lang GK. Conjunctiva. In Lang ophthalmology. New York: Thieme; 2000.
3. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of ophthalmology. New
York: Thieme; 2006.
4. Khurana AK. Comprehensive ophtalmology. 4th edition. New Delhi: New Age
Publishers; 2007
5. Nischal, Pearson. Kanski Clinical Ophtalmology. 7th ed. [ebook]. Elsevier. 2011
11