ketikan bab 5 geosultra bag. 1

8
Penyelidikan geologi pertama di Lengan Tenggara Sulawesi dilakukan oleh Koolhoven pada tahun 1923, dalam rangka pencarian biji nikel sepanjang Sungai Lasolo. Kemudian Bothe (1927) yang melakukan beberapa lintasan geologi dan melakukan pengambilan contoh batuan. Contoh batuan malihannya kemudian dianalisis de Rover (1956). Penelitian lebih rinci dilakukan oleh Bothe dan Hetzel (1936), yang meneliti geologi di daerah Poleang dan Rumbia (sekarang termasuk Kabupaten Bombana) serta sekitar kolaka. Kundig (1956) meneliti ofiolit di Sulawesi bagian timur, termasuk Lengan Tenggaranya. Hasil penelitiannya ditindak lanjuti PT. Internasional Nickel Indonesia, yang melakukan eksplorasi nikel disepanjang Lajur Ofiolit Sulawesi Timur mulai dari Lengan Timur sampai Lengan Tenggara Sulawesi. Dengan menggunakan foto udara, yang meliputi kedua lengan tersebut, dan lintasan geologi, perusahaan tersebut membuat peta geologi berskala 1:500.000. Beberapa daerah dikedua lengan itu juga dipetakan secara terperinci. Soeria- Atmadja dkk. (1972) mempelajari petrologi batuan mafik dan ultramafik kompleks ofiolit tersebut Pertamina, dalam rangka eksplorasi minyak dan gas bumi, melakukan penyelidikan batuan Tersier di ujung Selatan Lengan Tenggara, sekitar daerah Poleang, Kabupaten Bombana. Laporan eksplorasinya dipublikasikan oleh Kartdipoetra & Sudiro (1973). Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi telah selesai memetakan geologi Lengan Tenggara dengan skala 1:1.000.000 dan 1:250.000, dan penulisan terlibat langsung dalam proyek pemetaan geologi itu. Pemetaan geologi yang meliputi Lengan Tenggara dan Timur yang berskala 1:1.000.000 lembar Ujungpandang, disusun oleh Sukamto (1975a). Sedangkan peta geologi berskala

Upload: dodi-lahaku

Post on 11-Nov-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Ketikan Bab 5 Geosultra Bag. 1

TRANSCRIPT

Penyelidikan geologi pertama di Lengan Tenggara Sulawesi dilakukan oleh Koolhoven pada tahun 1923, dalam rangka pencarian biji nikel sepanjang Sungai Lasolo. Kemudian Bothe (1927) yang melakukan beberapa lintasan geologi dan melakukan pengambilan contoh batuan. Contoh batuan malihannya kemudian dianalisis de Rover (1956). Penelitian lebih rinci dilakukan oleh Bothe dan Hetzel (1936), yang meneliti geologi di daerah Poleang dan Rumbia (sekarang termasuk Kabupaten Bombana) serta sekitar kolaka. Kundig (1956) meneliti ofiolit di Sulawesi bagian timur, termasuk Lengan Tenggaranya. Hasil penelitiannya ditindak lanjuti PT. Internasional Nickel Indonesia, yang melakukan eksplorasi nikel disepanjang Lajur Ofiolit Sulawesi Timur mulai dari Lengan Timur sampai Lengan Tenggara Sulawesi. Dengan menggunakan foto udara, yang meliputi kedua lengan tersebut, dan lintasan geologi, perusahaan tersebut membuat peta geologi berskala 1:500.000. Beberapa daerah dikedua lengan itu juga dipetakan secara terperinci. Soeria-Atmadja dkk. (1972) mempelajari petrologi batuan mafik dan ultramafik kompleks ofiolit tersebutPertamina, dalam rangka eksplorasi minyak dan gas bumi, melakukan penyelidikan batuan Tersier di ujung Selatan Lengan Tenggara, sekitar daerah Poleang, Kabupaten Bombana. Laporan eksplorasinya dipublikasikan oleh Kartdipoetra & Sudiro (1973).Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi telah selesai memetakan geologi Lengan Tenggara dengan skala 1:1.000.000 dan 1:250.000, dan penulisan terlibat langsung dalam proyek pemetaan geologi itu. Pemetaan geologi yang meliputi Lengan Tenggara dan Timur yang berskala 1:1.000.000 lembar Ujungpandang, disusun oleh Sukamto (1975a). Sedangkan peta geologi berskala 1:250.000 dengan para penyusunnya yang meliputi lengan tenggara adalah (gambar 2.1; dari selatan ke utara): 1. Lembar Kolaka (Simandjuntak dkk., 1993c)2. Lembar Kendari dan Lasusua (Rusmana dkk., 1993)3. Lembar Malili (Simandjuntak dkk., 1993b) dan4. Lembar Bungku (Simandjuntak dkk., 1993a).Helmers dkk. (1989) meneliti batuan melihan di Pegunungan Rumbia, Kabupaten Bombana. Belakangan penulis meneliti batuan sedimen Mesozoikum dan Tersier di Lengan Tenggara dan hasilnya dipublikasikan diberbagai jurnal ilmiah, diantaranya Surono (1994, 1995a, 1995b, 1996, 1997, 1998, 1999) dan Surono dan Bachri (2002). Sebagian besar isi buku ini diambil dari publikasi itu. 2.1 StratigrafiKepingan Benua di Lengan Tenggara Sulawesi dinamai Mintakat Benua Sulawesi Tenggara (Southeast Sulawesi Continental Terrane) dan Mintakat Matarombeo oleh Surono (1994). Kedua lempeng dari jenis yang berbeda ini bertabrakan dan kemudian ditindih oleh endapan Molasa Sulawesi. Bahasan selanjutnya mengikuti pola sebelumnya tabrakan dan setelah tabakan tersebut (gambar 5.1), yakni: 1. Kepingan Benua 2. Kompleks Ofiolit 3. Molasa Sulawesi.Sebagai akibat subduksi dan tumbukan lempeng pada Oligosen Akhir-Meosen Awal, kompleks ofiolit tersesar-ternaikan keatas mintakat benua. Molasa Sulawesi, yang terdiri atas batuan sedimen klastik dan karbonat, terendapka selama akhir dan sesudah tumbukan, sehingga, molasa ini menindih tak selaras Mintakat Benua Sulawesi Tenggara dan Kompleks Ofiolit tersebut. Pada akhir Konozoikum lengan ini dikoyak oleh Sesar Lawanopo dan beberap pasangannya, termasuk Sesar Kolaka.2.2 Kepingan BenuaDua kepingan benua yang ada di Lengan Tenggara Sulawesi, yakni Mintakat Benua Sulawesi Tenggara dan Mintakat Benua Matarombeo (gambar 2.8). Kepingan benua pertama ukurannya jauh lebih besar daripada kepingan benua kedua. Penamaan Mintakat Benua Sulawesi Tenggara didasarkan pada keberadaannya yang menempati lebih setenga luas Lengan Tenggara Sulawesi, sedangkan Mintakat Benua Matarombeo karena mintakat ini membentuk Pegunungan Matarombeo.Kepingan benua terbesar di Lengan Tenggara Sulawesi dinamai Lajur Tinondo oleh Rusmana & Sukarna (1985), Benua Renik Sulawesi Tenggara/Muna oleh Davidson (1991), dan Mintakat Benua Sulawesi Tenggara oleh Surono (1994). Batuan tertua Mintakat Benua Sulawesi Tenggara adalah Kompleks Batuan Melihan yang tersingkap luas di Pegunugnan Rumbia dan Mendoke (gambar 5.2). Batuan melihan ini diterobos batuan granitan dan dibeberapa tempat. Keduanya satuan batuan itu menjadi batua alas sedimen Mesozoikum yang terendapkan kemudian. Kompleks batuan melihan menempati bagian tengah Lengan Tenggara Sulawesi membentuk Pegunugan Mendoke dan ujung selatannya membentuk Pegunungan Rumbia (gambar 5.2), kompleks ini didominasi batuan melihan yang terdiri atas sekis, kuarsit, sabak, da Sejumlah percontoh batuan malihan dari kompleks batuan malihan di Lengan Tenggara Sulawesi itu diambil oleh Bothe (1927) dan sebagian percontohnya dianalisis oleh de Rover (1956). Ia menggenali dua periode pemilihan batuan, tua dan muda. Pemilihan tua menghasilkan fasies epidot-ampibol dan yang mudah menghasilkan fasies sekis glau kofan. Pemilihan tua berhubungan dengan penimbunan, sedangkan yang muda diakibatkan sesar naik. Sangat mungkin sesar naik tersebut terjadi pada oligosen-awal miosen, sewaktu kompleks ofiolit tersesar-naikkan ke atas kepingan benua.Helmers dkk. (1989) meneliti evolusi sekis hijau di Lengan Tenggara Sulawesi, terutama dari pegunungan mendoke, pegunungan rumbia dan pulau kabaena. Menurutnya peristiwa pemilihan pertama adalah rekristalisasi sekis hijau pada akhir penimbunan cepat (fast burial). Percontoh yang diambil dari sekitar kolaka menunjukkan bahwa seluruh kompleks pernah mengalami subduksi. Apabila benar, sekis hijau merupakan hasil penunjaman, yang mungkin terjadi sebelum pengendapan formasi meluhu pada trias akhir.Pada awal pengendapannya, batuan sedimen berumur Mesozoikum umumnya berupa sedimen plastik disusul batuan karbonat. Pada Mintakat Benua Sulawesi Tenggara, batuan sedimen Mesozoikum diwakili oleh formasi meluhu yang dapat dibagi menjadi (dari bawah ke atas):1. Anggota Toronipa, yang didominasi batu pasir dengan sisipan batuan pasir konglomeratan, batu lumpur, dan serpih;2. Anggota Watutaluboto didominasi batu lumpur dan batu lanua dengan sisipan batu pasir dan konglomerat;3. Anggota Tuetue terdiri atas batu lumpur, batu lanua, dan napal serta batugamping di bagian atas.Umur formasi meluhu, berdasarkan fosil Amonit dan Belemnit yang dijumpai, adalah Terias Akhir. Formasi meluhu ini ditindih tak sekaras oleh satuan karbonat formasi tampaakura. Satuan batuan karbonat ini berupa batugamping jenis oolit, mudstone, wackestone, dan packstone. Kumpulan foraminifera kecil dan besar yang menunjukkan umur Eosen-Oligosen, di jumpai melipah di beberapa formasi iniSatuan batuan malihan tidak tersingkap di mintakat Benua Mataremboe. Batuan tertuannya berupa batuan plastic Mesozoikum formasi Tinala dan formasi Masiku. Kedua satuan batuan tersebut ditindih batuan karbonat formasi Tetambahu, yang awalnya batugamping laut dangkal berangsur menjadi batugamping dalam (Surono, 1994) seperti di Mentikat Sulawesi Tenggara, pada mintakat ini sedimen Mosizoikum ditindih tak selaras oleh satuan batuan yang didominasi karbonat berumur paleogen (gamabar 5.1)5.3 Kompleks OfiolitKompleks ofiolit di Lengan Tenggara Sulawesi merupakan bagian lajur ofiolit Sulawesi Timur (lihat Bab. II). Batuan pembentuk lajur ini didominasi oleh batuan ultramafic dan mafic serta sedimen pelagic, batuan ultramavic terdiri atas harzburgit, dunit, werlit, lerzolit, websterit, serpentinit (Kundig,1956 ; Simanjuntak dkk., 1993 a,b,c ; Rusmana dkk., 1993 a,b). sementara batuan mafic terdiri atas gabro, basalt, dolerite, mikrogabro, dan amfibolit. Sedimen pelagiknya tersusun dari batu gamping laut dalam dan rijang radiolarian. Radiolarian yang dijumpai di Lengan Timur menunjukan umur Senomanian (Hamilton, 1979 ; Silver dkk., 1983 b; Simanjuntak, 1986). Pentarikan umur mutlak K/Ar dari 19 percontoh yang diambil dari Lengan Timur menunjukan umur Senomanian Eosen (Simanjuntak, 1986).Kompleks ofiolit dipisahkan dengan kepingan bahan Benua Sulawesi Tenggara dipegunungan Tangkelamboke oleh system sesar Lawanopo (Gambar 5.2). Disekitar pulau Lambeke (Gambar 5.2) kompleks ini dengan formasi tampakkura dipisahkan oleh sesar naik Labengke yang mempunyai kemiringan kecil kearah timur (Silver, dkk., 1983 a,b). Di beberap tempat, kompleks ofiolit tersesar naikkan keatas batuan malihan dan/atau lapisan sedimen tepi batuan. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum dikoyak Sesar Lawanopo, kompleks ini telah tersesar naikan keatas kepingan benua.5.4. Molasa SulawesiMolasa Sulawesi menyebar luas di Lengan Tenggara Sulawesi, dan terdiri atas batuan sedimen klastik dan karbonat. Batuan sedimen klastik terdiri atas konglomerat, batupasir, dan batulanau (Formasi Langkowala), batulampung napal pasiran (Formasi Boepinang) dan batupasir setempat yang berasosiasi dengan terumbu koral (Formasi Eemoiko). Kemudian Simanjuntak dkk. (1993c) membagi Formasi Langkowala menjadi dua bagian, yaitu : anggota batupasir dan anggota konglomerat. Semua satuan batuan dalam Molasa Sulawesi ini berhubungan saling menjamari.Runtunan batuan Kuarter yang terhimpun dalam Formasi Buara dan Formasi Alangga (Simanjuntak dll, 1993c), menindih takselaras Molasa Sulawesi. Formasi Buara terdiri atas batugamping terumbu koral, sementara Formasi Alangga didominasi oleh konglomerat dan batupasir. Akan tetapi berdasarkan penelitian penulis, kedua formasi terakhir ini berumur Neogen.Disekitar Kendari Molasa Sulawesi dapat dibagi menjadi empat anggota, yakni : anggota Konglomerat Matarape, anggota Konglomerat Tolitoli, anggota Batupasir dan anggota Batugamping Pohara (Surono & Sukarna, 1995).n marmer (Simandjuntak dkk., 1993c; Rusmana dkk., 1993b) dan diterobos aplit dan diabas (Surono, 1986).