kepemimpinan sektor publik/ dinamika leadership...

51
DINAMIKA LEADERSHIP DALAM PUBLIC SERVICE Mata Kuliah : Kepemimpinan Sektor Publik SKS : 3 SKS Jurusan : Administrasi Publik Tujuan Pembelajaran : Penguasaan materi dalam modul ini, dirancang sebagai landasan dasar, akan dapat menjelaskan pemahaman dan pengertian tentang dinamika kepemimpinan dalam public service. 1. Pendahuluan 2. Tipe Leadership 3. Sejarah :Literatur tentang Leadership dalam Mainstream dan Sektor Publik 4. Debat Perenial dalam Teori Leadership 5. Diskusi Beberapa Istilah dan Konsep Penting 6. Sebuah Definisi Operasional tentang Leadership bagi Individu 7. Kesimpulan 1. PENDAHULUAN Pihak yang ingin mempelajari leadership untuk meningkatkan efektivitasnya perlu menyadari tiga fakta berikut: leadership adalah sebuah fenomena kompleks; pihak yang melakukan sebuah studi harus mau mempertimbangkan model intelektual dan model terapan yang lebih maju jika ingin mendapat wawasan lebih; dan leadership adalah subyek luas sehingga orang harus menfokuskan ke domain leadership tertentu (misal, leadership organisasi versus gerakan sosial) yang dianggap bisa memberikan wawasan konkrit (Bass, 1990). Kompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan fokus atau perspektif leadership. Contoh, apakah ini hanya membicarakan leader politik, sosial dan bisnis yang bisa merubah dunia, ataukah orang yang hanya bertanggungjawab untuk mengerjakan sesuatu? Apakah ini tentang orang yang merubah dunia untuk keinginan leader DINAMIKA LEADERSHIP DALAM PUBLIC SERVICE DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS PROF. DR. ABD. YULI ANDI GANI, MS MODUL

Upload: nguyendiep

Post on 11-Apr-2018

256 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

DIN

AM

IKA

LEA

DE

RS

HIP

DA

LAM

PU

BLIC

SE

RV

ICE

[1]

Mata Kuliah : Kepemimpinan Sektor Publik SKS : 3 SKS Jurusan : Administrasi Publik Tujuan Pembelajaran : Penguasaan materi dalam modul ini, dirancang

sebagai landasan dasar, akan dapat menjelaskan pemahaman dan pengertian tentang dinamika kepemimpinan dalam public service.

1. Pendahuluan 2. Tipe Leadership3. Sejarah :Literatur tentang Leadership

dalam Mainstream dan Sektor Publik4. Debat Perenial dalam Teori

Leadership5. Diskusi Beberapa Istilah dan Konsep

Penting6. Sebuah Definisi Operasional

tentang Leadership bagi Individu

7. Kesimpulan

1. PENDAHULUANPihak yang ingin mempelajari leadership untuk meningkatkan

efektivitasnya perlu menyadari tiga fakta berikut: leadership adalah sebuah fenomena kompleks; pihak yang melakukan sebuah studi harus mau

mempertimbangkan model intelektual dan model terapan yang lebih maju jika ingin mendapat wawasan lebih; dan

leadership adalah subyek luas sehingga orang harus menfokuskan ke domain leadership tertentu (misal, leadership organisasi versus gerakan sosial) yang dianggap bisa memberikan wawasan konkrit (Bass, 1990).

Kompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan fokus atau perspektif leadership. Contoh, apakah ini hanya membicarakan leader politik, sosial dan bisnis yang bisa merubah dunia, ataukah orang yang hanya bertanggungjawab untuk mengerjakan sesuatu? Apakah ini tentang orang yang merubah dunia untuk keinginan leader buruk? Apakah ini tentang eksekutif saja, atau bisakah ini meliputi manajer, supervisor, pekerja frontline, tentara, atau volunteer? Kapan kita bisa sepakat tentang definisi operasional dari leadership, apakah kita ingin teori kita menjelaskan gaya dan perilaku terbaik di situasi “rata-rata”? Ataukah dalam menyiapkan perubahan kontroversial atau merespon krisis? Apakah kita ingin menjelaskan cara leader dalam menyelesaikan sesuatu dengan

DINAMIKA LEADERSHIP DALAM PUBLIC SERVICE

DR. TJAHJANULIN DOMAI, MSPROF. DR. ABD. YULI ANDI GANI, MS

MODUL

Page 2: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

menggunakan karismanya, sedangkan lainnya menggunakan ketenangannya? Apakah kita menjelaskan totalitas leadership atau membahas sifat tertentu, seperti ketegasan, hanya saat ini menghasilkan perbedaan?

Karena kompleksitas leadership, maka model simplistik kurang bisa memberikan wawasan intelektual atau praktikal. Model teoritis leadership yang sederhana memiliki elegansi sendiri. Meski begitu, ini rawan tiga masalah. Pertama, ini bisa over-general, yang berarti bahwa advis yang baik bisa salah dalam situasi tertentu. Kedua, ini bisa tidak lengkap, yang berarti bahwa advis bisa detail dan cukup akurat di area tertentu tapi banyak elemen penting leadership terabaikan. Terakhir, ini bisa kurang terapan, yang berarti bahwa meski jika prinsip ini cukup luas untuk dinyatakan benar, tapi kurang bisa dijelaskan cara menggunakannya. Ulasan pikiran tentang leadership akan diberikan dengan beberapa perspektif teori.

Di level terapan, leadership cenderung kompleks. Ini berisi beragam skill, karakteristik (sifat dan skill) yang harus digunakan leader di sebuah setting tertentu, dan beragam kompetensi perilaku. Skill leadership yang dibutuhkan di posisi sama bisa berbeda di setiap waktu saat lingkungan organisasi dan gaya hidup menjadi berubah. Sebuah model terapan dari literatur teoritis dan terapan ditunjukkan. Sebuah instrumen penilaian leadership dalam naskah ini mendukung model terapan ini.

Terakhir, tipe leadership bisa berbeda meski elemen leadership memiliki kesamaan di level paling global. Contoh, follower dari seorang jenderal bisa berbeda dari follower seorang tokoh agama. Kepala perusahaan akuntansi yang sukses membutuhkan skill yang jelas berbeda dari skill yang dibutuhkan kepala perusahaan manufaktur yang bermasalah yang bottom-line-nya dikalahkan oleh kompetisi internasional.

Naskah ini menjelaskan tahapan bagi analisa teoritis, praktikal dan developmental dari leadership. Ini pertama kali mendefinisikan skop studi dengan review ke tipe leadership. Selanjutnya, ini mereview literatur leadership dengan memberikan fokus ke tema tradisional dan kontemporer, dan melakukan follow-up dengan membedakan literatur mainstream dan sektor publik. Bab ini berkonsentrasi pada debat yang ada di literatur leadership mainstream, dan membedakannya dari debat di literatur sektor publik. Terakhir, beberapa nomenklatur (istilah) penting yang digunakan di studi leadership akan didefinisikan dan didiskusikan lebih jauh. Dari diskusi inilah, definisi leadership yang operasinal akan diberikan.

2. TIPE LEADERSHIP Perbedaan penting yang harus diperhatikan saat mendiskusikan leadership adalah

memutuskan tipe leadership. Meski tipe leadership memiliki banyak persamaan, ini juga memiliki perbedaan. Perhatikan leader organisasi, eksekutif politik, legislatur, leader masyarakat, dan beragam leader opini. Leader organisasi memiliki banyak follower (yang umumnya diupah) dan layanan atau produk konkrit yang akan diberikan. Follower dari seorang eksekutif politik adalah cenderung elektorat, bukan pegawai. Elektorat bisa menghasilkan kebijakan publik dan memastikan kepatuhan implementasi. Legislator adalah leader, tapi followernya adalah selalu elektorat, dan produk utamanya adalah legislasi. Leader masyarakat level lokal (misal ketua dari asosiasi orang tua-guru, ketua sukarelawan pemadam kebakaran, dewan penasehat non-profit kecil), tergantung perannya, sering memiliki karakteristik yang sama seperti leader politik dan leader organisasi. Mereka bisa mempengaruhi kebijakan, tapi juga menjadi bagian dari sistem pelaksanaan layanan, khususnya dalam kasus sukarelawan. Leader opini (misal, leader agama, inventor, dan leader ideologi tanpa posisi formal) umumnya berbeda. Mereka

[2]

Page 3: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

memimpin orang lain yang tidak bertanggungjawab ke mereka, dan mereka mempengaruhi trend kebijakan atau sosial yang tidak menjadi tanggungjawab mereka.

Topik utama adalah leadership organisasi. Perhatian akan diberikan ke setting sektor publik dan sektor non-profit. Umumnya, leader organisasi diberi otoritas untuk menilai masalah yang harus dipecahkan. Ini terjadi di sektor publik. Pertimbangannya adalah bagaimana memberikan layanan atau produk lewat organisasi. Karena itu, leader organisasi menghabiskan banyak waktu untuk menilai kapasitas internalnya seperti skill tugas, kejelasan peran, dan atribut lain yang penting bagi leader politik. Karena orientasi misi yang disuntikkan ke leadership publik dan leadership non-profit, maka buku ini harus membicarakan leadership perubahan-masyarakat. Meski leadership perubahan-masyarakat bisa memiliki ramifikasi politik, maka ini menjadi realita bagi leader organisasi sektor publik di level senior dan level tengah.

Bahkan mempersempit fokus leadership organisasi bisa menyisakan beberapa perspektif yang harus dipertimbangkan. Beberapa perbedaan penting berisi leadership yang dijalankan di berbagai level organisasi (eksekutif, manajemen, supervisor, atau pegawai frontline), leadership lini versus leadership staff, leader di organisasi kecil atau besar, leader di organisasi lama atau baru, leader di lingkungan kaya sumberdaya versus leader di lingkungan miskin, dan leader di lingkungan organisasi statis versus leader di lingkungan dinamis.

3. SEJARAH LITERATUR TENTANG LEADERSHIP DALAM MAINSTREAM DAN SEKTOR PUBLIK

Ulasan historis singkat dari literatur leadership menjadi sebuah perkenalan awal ke subyek. Ini diawali dengan tema dominan, dan diikuti dengan tema kontemporer sejak tahun 1990-an. Selanjutnya, diskusi membedakan nada berbeda, dan emphasisnya diberikan ke literatur leadership sektor publik versus sektor privat.

3.1 Tema Dominan Dalam Mainstream Leadership Modern Sampai Tahun 1990-an Tidak mungkin memasukkan semua literatur leadership mainstream ke era tertentu

dengan demarkasi yang jelas. Meski begitu, masih mungkin untuk memahami tema lewat ulasan heuristik. Sebuah review yang baik tentang ini ditemukan di The Bass Handbook of Leadership (Bass, 2008) bagi pihak yang tertarik ke sejarah detail dan analisis yang lebih kompleks.

Abad ke-19 didominasi oleh prinsip thesis “great man” (Pria Besar). Pria besar (wanita diabaikan meski ada leader wanita besar di sejarah seperti Joan of Arch, Elizabeth I, dan Clara Barton) bisa menghasilkan sejarah karena karakteristik uniknya sebagai leader. Versi lebih kuat dari teori ini menyatakan bahwa sejarah dibuat oleh pria. Intinya, pria besar merubah bentuk dan arah sejarah. Filsuf seperti Friedrich Nietzsche dan William James menilai bahwa sejarah bisa berbeda jika pria besar mendadak tidak mampu. Essay 1841 dari Thomas Carlyle tentang hero dan pemujaan hero adalah versi popular dari ini, begitu juga dengan studi Galton di tahun 1869 tentang jenius karena keturunan (Bass, 1990). Teori ini hanya saja memiliki kecondongan kelas. Versi lebih lunak dari teori ini adalah bahwa ketika sejarah berjalan dalam jalur yang tidak bisa dibalik, beberapa pria menghasilkan sejarah karena kebesarannya, khususnya di momen krisis atau kebutuhan sosial. Sentimen ini diekspresikan oleh Hegel, yang berpikir bahwa pria besar adalah sebuah ekspresi jaman dimana dia berada, seperti yang dikatakan Herbert Spencer. Determinist ekonomi seperti Karl Marx dan Friedrich Engels, meski tidak berteori tentang leadership, mengatakan bahwa pria besar bisa mengatasi hambatan

[3]

Page 4: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

sejarah secara lebih efektif dan lebih cepat dibanding individu dibawahnya. Meski pikiran ini berkembang di waktu kemudian dalam periode leadership sifat dan leadership situasional, “hero worship” tetap hidup dan berkembang di budaya populer, dan di dalam biografi dan autobiografi. Di bagian intinya, terdapat keyakinan bahwa hanya ada beberapa individu di masyarakat yang memiliki karakteristik unik untuk membentuk atau mengekspresikan sejarah. Meski thesis ini cukup cocok untuk studi kasus (misal, biografi), ini tidak bisa disangkal dan karena itu, tidak bisa berguna untuk teori ilmiah, dan tidak memuaskan sebagai alat pengajaran leadership primer.

Mood ilmiah di awal abad 21 menguatkan usaha pencarian basis leadership secara lebih terfokus. Sifat dan karakteristik leader apa yang dianggap sama? Peneliti membuat tes kepribadian dan membandingkan hasil individu rata-rata dengan individu yang dipersepsikan sebagai leader. Di tahun 1940-an, peneliti terkagum dengan daftar sifat yang panjang dari studi psikologis (Bird, 1940; Jenkins, 1947). Taktik ini, meski begitu, memiliki dua masalah. Pertama, daftar semakin panjang ketika penelitian dilanjutkan. Kedua, dan yang lebih penting, sifat dan karakteristik yang diidentifikasi bukanlah prediktor kuat di dalam situasi. Contoh, leader harus tegas tapi mereka juga harus fleksibel dan inklusif. Tanpa spesifisitas situasional, daftar sifat memberikan sedikit bantuan preskriptif dan ini tidak lebih menjadi daftar cucian yang panjang. Di tahun 1948, Ralph Stogdill menerbitkan sebuah kritik terhadap teori sifat murni, tapi kritik ini pun dibenci karena dianggap terlalu unidimensi dalam memahami kompleksitas leadership (Stogdill, 1948).

Paham selanjutnya mencermati konteks situasional yang mempengaruhi leader, dan berusaha menemukan pola pembentukan teori dan advis yang berarti. Satu contoh awal dari ini adalah penelitian dari Ohio State Leadership Studies (Shartle, 1950; Hempill, 1950; Hempill dan Coons, 1957). Studi ini dijalankan dengan menguji 1800 pernyataan yang terkait dengan perilaku leadership. Dengan menyuling perilaku yang ada, peneliti melihat dua faktor, yaitu pertimbangan dan inisiasi struktur. Pertimbangan mendeskripsikan berbagai perilaku yang berkaitan dengan pengembangan, inklusi dan perasaan bawahan. Inisiasi struktur mendeskripsikan beragam perilaku yang terkait dengan mendefinisikan peran, mekanisme kontrol, fokus tugas, dan koordinasi kerja baik di dalam dan di luar unit. Disertai oleh revolusi humanist/hubungan manusia yang terjadi di tahun 1950-an dan 1960-an, ini menelurkan berbagai teori yang berguna, tapi seringkali simplistik dan bimodal. Teori maturitas Argyris (1957), pendekatan motivasional dari Likert (1959), dan Teori X dan Teori Y dari McGregor (1960) semuanya memunculkan pertimbangan besar dalam semua perilaku leadership. Manajemen eupsychian dari Maslow (1967) menyatakan bahwa leadership harusnya didasarkan pada kebutuhan situasi sehingga kecenderungan otoritarian (struktur eksesif) bisa dikurangi. Garis pikiran ini dikemukakan lebih jauh dan diuji empiris oleh Fiedler (1967), yang membuat sebuah teori kontingensi dan teori kecocokan leader (Fiedler, Chemers, dan Mahar, 1976). Grid manajerial dari Blake dan Mouton (1964, 1965) menyarankan perlunya leader berskill tinggi dalam perilaku tugas (inisiasi struktur) dan perilaku yang berorientasi-orang (pertimbangan). Teori siklus hidup dari Hersey dan Blanchard (1969, 1972) menghubungkan maturitas follower (dalam keahlian dan sikap) dengan perilaku leader ideal – memberitahu (mengarahkan), menjual (konsultasi), partisipasi dan delegasi.

Teori situasional sebelumnya dikatakan berguna karena beberapa alasan. Pertama, ini berguna sebagai antidot bagi gaya otoritarian yang sangat hirarkis, yang sangat berkembang di paruh awal abad 20 seiring munculnya dan dominannya organisasi besar di sektor privat dan publik. Kedua, ini berguna sebagai alat ajar untuk manajer baru dan

[4]

Page 5: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

manajer praktek yang sering menggunakan konstruk elegan tapi simplistik deskripsinya. Sebagai sebuah bahan ajar kelas, meski begitu, teori ini tidak bisa memenuhi standar ilmiah karena ini mencoba menjelaskan terlalu banyak tapi dengan terlalu sedikit variabel. Dari sekian teori besar, hanya model keputusan normatif Vroom yang keluar dari pola ini karena ini difokuskan ke satu dimensi gaya leadership – yaitu peran partisipasi – dan mengidentifikasi tujuh atribut masalah dan dua kelas kasus (kelompok dan individu) (Vroom dan Yetton, 1973; Vroom dan Jago, 1988). Meski perspektif situasional membentuk basis teori leadership sekarang ini, ini dilakukan dalam konteks manajerial ketat (yaitu dalam level analisis sempit) dengan basis faktor-per-faktor, atau dijadikan bagian dari pendekatan komprehensif ke leadership di level makro.

Meski dimensi etika kadang disebut dalam literatur mainstream, coverage-nya bisa peripheral karena penghindaran isu normatif (sarat nilai) oleh ilmuwan sosial. Teks penting pertama untuk isu etika adalah buku Robert Greenleaf, berjudul Servant Leadership (1977). Dia diabaikan oleh pakar teori mainstream yang didominasi para positivist, meski dia berafiliasi dengan Massachusetts Institute of Technology, Harvard, Dartmouth, dan University of Virginia, dan dia kemudian membentuk Center of Applied Ethics. Sebaliknya, buku leadership dari James Macgregor Burns muncul ke permukaan di tahun 1978, dan memberikan penjelasan etika. Meski begitu, bukan dimensi etika yang ditekankan, tapi tema transformasional-nya. Baik Greenleaf (bekas eksekutif bisnis) dan Burns (ilmuwan politik) berada di luar lingkaran akademis leadership yang anggotanya sering berasal dari latarbelakang bisnis dan psikologi. Sejumlah pakar teori leadership mainstream, yang populer dan akademis, seperti DePree (1989), Gardner (1989), Rost (1990), Block (1993), Bennis, Parikh, dan Lessem (1994), dan Zand (1997), tetap melanjutkan tradisi ini.

Sampai tahun 1978, fokus utama dari literatur mainstream adalah pada leadership di level bawah, yang jelasnya berisi metode kelompok kecil dan metode eksperimen dengan model variabel simpel, sedangkan leadership eksekutif (dengan kebutuhan eksternal) dan kemampuan untuk menghasilkan perubahan skala besar sering diabaikan. Buku Burns tentang leadership merubah arah itu dengan memperkenalkan prinsip bahwa leadership transaksional adalah apa yang telah dipelajari dan bahwa arena lain yang penting – leadership transformasional – banyak diabaikan. Ini ditegaskan kubu non-eksperimental yang berpendapat bahwa sudah terlalu banyak manajer (yang menggunakan mode “transaksional”) tapi terlalu sedikit leader (yang menggunakan mode ”transformasional”) (Zaleznik, 1977). Secara keseluruhan, pikiran ini sepakat bahwa leader memiliki tanggungjawab untuk memahami sebuah lingkungan yang berubah, bahwa mereka memfasilitasi perubahan yang lebih dramatis, dan bahwa mereka sering mendukung follower jauh di luar bayangan teori pertukaran tradisional.

Tiga sub-pikiran muncul dan menunjukkan aspek berbeda dari leader ”yang lebih besar dari hidup”. Pikiran transformasional memberikan emphasis ke visi dan perubahan organisasi (Burns, 1978; Bass, 1985; Bennis dan Nanus, 1985). Pikiran karismatik difokuskan ke proses pengaruh individu dan perilaku yang dijalankan untuk membangkitkan aspirasi dan level aksi lebih tinggi di pihak follower (House, 1977; Meindl, 1990; Conger dan Kanungo, 1998). Yang kurang dibicarakan di teori leadership adalah sebuah pikiran entrepreneurial yang mendorong leader membuat proses praktikal dan perubahan kultural yang meningkatkan kualitas atau produktivitas. Emphasisnya ke perubahan sama seperti paham transformasional dan fokus internalnya sama seperti paham karismatik (Peters dan Austin, 1985; Hammer dan Champy, 1993).

[5]

Page 6: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

Suntikan paham leadership transformasional memunculkan perubahan dalam studi leadership akademis dan non-akademis, atau menimbulkan kebingungan awal dan perkembangan pendekatan multifacet di tahun 1990-an. Apakah leadership transaksional yang diteliti para situasionalist hanyalah manajemen biasa? Ataukah leadership transformasional baru adalah ekstensi skill dasar yang jarang ada di metodologi ilmiah konvensional ? Bahkan sebelum 1980-an, beberapa penelitian dilakukan untuk menciptakan model yang lebih integratif untuk menjelaskan banyak aspek leadership (Yukl, 1971; Winter, 1979). Tidak sampai tahun 1980-an, penelitian diawali dengan model terkuat dan konvensional yang menggunakan elemen transaksional dan transformasional. Penelitian Bass adalah contoh yang pantas. Penelitian awalnya tentang leadership transformasional (1985) memiliki elemen transaksional yang kuat (leader transformasional adalah leader yang bukan hanya menguasai skill transaksional, tapi juga memiliki skill transformasional), dan ini dikuatkan di penelitian selanjutnya (Bass dan Avolio, 1990; Bass, 1996). Dalam edisi ketiga, Bass & Stogdill’s Handbook of Leadership. Bass mampu menyatakan bahwa bidang ini “keluar dari batas normal studi perilaku [kelompok leader]” dan masuk ke studi tentang eksekutif, dengan semakin banyak inklusi perspektif dari ilmu politik, dan lebih banyak persilangan antar pikiran (Bass, 1990).

Dari tahun 1990-an, ada tiga tema di sini. Pertama, ada arahan untuk mendukung perkembangan perspektif. Kedua, ada apresiasi lebih baik terhadap leadership horisontal, contohnya, ke aspek leadership tim. Ketiga, ada berbagai perspektif postmodern yang melawan dominansi perspektif leadership leader-sentris dan organisasi-sentris.

Tema Kontemporer 1: Model Leadership Integratif atau Komprehensif Tuntutan perlunya teori integratif di literatur popular telah relatif konstan, dan

cenderung menghasilkan model yang preskriptif, normatif, universalistik, dan relatif simplistik. Meski, ini memberikan inspirasi dan memberikan banyak tip yang berguna, ini bukanlah yang kuat, khususnya dari sebuah perspektif kontekstual. Model integratif yang paling kuat dan relatif elegan dari komunitas ilmiah adalah model leadership “full range” dari Bass (1985), yang memadukan pendekatan transaksional dan transformasional. Ini mendapat dukungan luas, dan berisi 70 persen variansi faktor leadership di beberapa studi. Dikatakan bahwa orang berawal dari manajemen yang baik dimana pegawai diawasi dan diinsentif di level transaksional. Kinerja melebihi harapan, meski begitu, di level transformasional dengan pertimbangan personal/kelompok, kemampuan menginspirasi self-interest, leadership yang memiliki visi dan membangun kreativitas, dan leader yang dikatakan karismatik. Ini juga kuat di level makro, dan ini bisa sangat universalistik dan simplistik.

Di beberapa waktu terakhir, ada tuntutan dari perspektif empirikis tradisional untuk menghasilkan teori yang lebih baik dan tepat, dan ada tuntutan dari pakar teori postmodern untuk mencari teori yang kompleks dan relasional. Avolio (2007) berpendapat bahwa teori integratif harus berisi lima elemen, yaitu elemen kognitif leader dan follower, perilaku individu dan kelompok, konteks historis, konteks proksimal atau internal, dan konteks distal atau lingkungan. Ini adalah sebuah tatanan tinggi karena ini berisi banyak ranah, yang masing-masing memiliki banyak faktor, yang sulit direpresentasikan meski di lebih dari satu kerangka deskriptif. Beberapa contoh model tersebut dari mainstream adalah model teori leadership fleksibel Yukl (2008), model level organisasi multipel ekstensi Hunt (1996), model leadership strategis integratif Boal dan Hooijberg (2001), model leadership bersama Pearce dan Conger (2003a dan b; Pearce, Conger dan Locke,

[6]

Page 7: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

2008), model integratif Chemer (1997), dan teori sistem adaptif kompleksitas Uhl-Bien, Marion dan McKelvey (2007).

Salahsatu tantangan besar dalam menata penelitian leadership atau mengajarkannya ke praktisi adalah jenis situasional yang berkaitan dengan sektor berbeda, struktur organisasi, level analisis, dan fokus analisis. Penyempitan fokus ke leadership organisasional adalah cara mengatasi sektor privat atau sektor publik dengan emphasis berbeda ke maksimisasi profit dan kompetisi versus public good dan governance, mempelajari organisasi hirarkis atau basis-tim, membedakan kompetensi bagi supervisor frontline atau kepala agensi, atau menfokuskan diri ke managing-for-result versus efek gender, power, atau etika terhadap leadership? Meski ilmu normal dan pemahaman mendalam sudah diterapkan ke setiap kasusnya, kelas kasus dibagi lagi menjadi kategori dan tipe, atau teori level tengah, yang kemudian diagregasi menjadi teori level makro. Bila penelitian leadership mainstream cenderung kuat di level empiris dan level tengah, penelitian leadership sulit sepakat perihal kerangka yang menampung beberapa teori referensi terpisah (yaitu transaksional, transformasional, distributif, servant, dst). Seperti yang disebut, pendekatan luas yang paling sukses adalah teori full-range dari Bass, yang sukses dalam memadukan teori leadership transaksional dan transformasional (Bass, 1985, 1996).

Berawal dari basis leadership komunitas, Crosby dan lainnya memberikan banyak publikasi tentang leadership integratif (Crosby dan Bryson, 2005; Crosby dan Kiedrowski, 2008). Leadership integratif difokuskan ke penyelesaian masalah lintas-batas yang menonjolkan komunitas dalam tradisi leadership “transforming” dari Burns (1978) (yang meningkatkan kesadaran follower untuk menyelesaikan masalah lewat pencerahan atau self-interest) bukan leadership transformasional (yaitu berorientasi perubahan). Ini cenderung berorientasi eksekutif, kebijakan dan ideologis.

Van Wart (2004) menggambarkan leadership dari perspektif individu dan organisasi dengan menggunakan “siklus aksi leadership” untuk memadukan pendekatan transaksional, transformasional dan distributif di dalam setting sektor publik. Model ini berisi lima domain leader – penilaian, karakteristik, gaya, perilaku dan evaluasi/ pengembangan – yang menggunakan 70 faktor. Kerangka ini bertujuan sebagai alat untuk menghubungkan studi penelitian ke sebuah konteks luas dan sebagai sebuah matrik ajar tentang leadership konkrit dan mekanika manajemen.

Matthew Fairholm (2004; Fairholm dan Fairholm, 2009) mengikuti tradisi Gilbert Fairholm (1991) dalam menjelaskan leadership lebih luas dari perspektif nilai publik. Dia mengemukakan “lima perspektif leadership (yang beragam dari leadership sebagai ekuivalen dari manajemen ilmiah, hingga leadership sebagai usaha sepenuh jiwa atau semangat) yang dimiliki manajer publik dan mendiskusikan implikasinya bagi administrasi publik” (Fairholm, 2004). Saat melakukan itu, dia memberikan apologi klasik bagi leadership administratif. Fernandez (2005) mengamati faktor penting yang membantu kesuksesan superintendent (kinerja pendidikan) dalam menggunakan kerangka integratif dan set data besar di distrik sekolah Texas. Dia menemukan bahwa separuh variansi di kinerja organisasi bisa dijelaskan oleh enam variabel, yaitu dukungan komunitas, kesulitan tugas, pengalaman, perkenalan perubahan, pilihan gaya, dan manajemen internal. Meski dukungan komunitas memiliki hubungan langsung positif dengan kinerja, di kasus lain, variabelnya memiliki efek non-linear seperti kesulitan tugas, yang memoderasi pilihan gaya dan emphasis manajemen internal, dan perkenalan perubahan, yang memiliki efek negatif jangka pendek karena kerusakan. Fernandez dan Pitts (2007)

[7]

Page 8: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

menindaklanjuti ini dengan studi perubahan leadership dengan menggunakan set data sama.

Tema Kontemporer 2: Leadership Distributif Ketika fokus ke peran “gambaran besar” dan leadership perubahan ditonjolkan oleh

leadership transformasional setelah 1980-an, trend kontemporer memaksa banyak organisasi memikirkan lagi ketergantungan besarnya ke leader kuat. Tentu saja, pengetahuan tentang follower menjadi sebuah tema leadership sejak itu dikemukakan, dengan pendekatan seperti teori atribusi awal, yang mempelajari power dan efektivitas leader yang dipengaruhi oleh persepsi follower, dan teori kredit idiosinkratik Hollander (1958), yang menunjukkan bahwa leader bisa mendapat dan kehilangan dukungan psikologi yang digunakan dalam inisiatifnya. Meski begitu, sifat leader, praktek harian (transaksi), dan kemampuan menginspirasi perubahan yang menjadi tahap pusat.

Trend kontemporer menempatkan follower di berbagai selubung dalam sebuah cahaya sama, dan memberikan perhatian penelitian lebih banyak. Penelitian penting dari Pearce dan Conger (2003a), yang berjudul Shared Leadership: Reframing the Hows and Whys of Leadership, memunculkan pemikiran baru tentang bentuk leadership non-leader-sentris karena memadukan elemen leadership vertikal dengan leadership horisontal (yaitu, self, tim self-managed, dan berbagai tipe leadership empowering). Leadership horisontal sering disebut leadership distributif. Leadership Quarterly memberikan satu isu khusus tentang itu di tahun 2006, dan ini membicarakan follower di tahun 2001. Contoh tentang distribusi follower sudah ada banyak. Beberapa yang terkenal adalah buku Kellerman tentang followership (2008), penjelasan Drath dkk tentang kerangka “mirip rekan dan kolaboratif” (2008), dan analisis evolusi-historis dari Van Vugt, Hogan, dan Kaiser (2008) tentang mengapa penelitian leadership “cenderung mengabaikan peran sentral dari follower”. Tuntutan ke emphasis follower dan aksi kolektif di setting sektor publik mulai terasa wajar di dunia (Dunoon, 2002; Alimo-Metcalfe dan Alban-Metcalfe, 2005).

Beberapa tim mulai menjadi penting di tahun 1980-an (Scholtes, 1988), tapi penelitian mulai meredup sampai 1990-an begitu juga dengan fungsi leadership (Burke dkk, 2006). Tipe tim berbeda (manajemen senior, fungsional, lintas fungsi, self-managed, dst) dengan emphasis berbeda ke produksi, komunikasi dan inovasi reguler, atau modalitas vertikal versus horisontal (distributif) membuat penelitian ini terasa kompleks. Saat ini, dengan semakin pentingnya leadership distributif, maka leadership di dalam tim menjadi sebuah topik penting (Day, Gronn, dan Salas, 2006). Efek leadership transformasional mulai dipelajari secara formal (Schaubroeck, Lam dan Cha, 2007; Purvanova dan Bono, 2009), dan pendekatan transformasional kemudian dikembangkan lebih jauh di literatur populer (Logan, King dan Fischer-Wright, 2008). Penelitian signifikan telah dilakukan di beberapa tipe tim seperti tim manajemen senior (Wageman dkk, 2008), dengan membandingkan pentingnya elemen leadership vertikal dan leadership bersama (shared) (Ensley, Hmieleski, dan Pearce, 2006; Pearce, Conger, dan Locke, 2008), peran pemberdayaan (Chin dkk, 2007), tim representatif dan demokrasi organisasi (Clarke, 2006), dan efek peran leadership formal terhadap kinerja individu (Day, Sin dan Chen, 2004).

Tema Kontemporer 3: Perspektif Postmodern tentang Leadership Trend ketiga adalah upaya menciptakan sebuah perubahan paradigma terhadap

pendekatan modernist yang dianggap cenderung tidak kritis terhadap leader, sistem

[8]

Page 9: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

power, dan metode ilmu sosial dalam proses “menemukan pengetahuan”. Dengan mengkritik atau menyangkal asumsi modernist, maka ditawarkan perspektif segar. Ini sebenarnya telah didiskusikan jauh karena efeknya telah dibicarakan di beberapa bab.

Beberapa karakteristik ini cenderung mendominasi mainstream. Pertama, sampai sekarang, penelitian leadership mengikuti trend “modern” seputar emphasis ke empirikisme, rasionalisme, positivisme, dan reduksionisme. Empirikisme berpendapat bahwa semua pengetahuan berasal dari indera, dan bahwa metafisika bukanlah minat sains. Rasionalisme menyatakan bahwa pikiran mengorganisir pengetahuan dunia luar lewat observasi dan kontemplasi. Positivisme (yang didasarkan pada empirikisme dan rasionalisme) menegaskan bahwa sains bisa diuji, kumulatif, dan netral, dan bahwa segala hal bisa diukur. Reduksionisme berusaha mengurangi kompleksitas sampai elemen atau variabel terkecil, dan mencoba menjelaskan sains di level paling dasar (misal, mengurangi genetika klasik hingga biologi molekular, Sarkar, 1992).

Kedua, dan berasal dari yang pertma, studi leadership cenderung obyektivist, leader-sentris, dan berorientasi status quo. Trend obyektivist terlihat dalam upaya memecah leadership menjadi beberapa bagian konstituen (sifat, skill, perilaku, sikap, dst), dan menganalisa hubungan empiris di antaranya, dengan harapan bahwa aturan umum abstrak bisa diinterpolasikan dari beberapa studi level mikro. Penelitian cenderung menjadi leader-sentris karena leader di proses leadership cenderung menjadi obyek utama dari studi. Bagaimana leader berhubungan dengan follower? Bagaimana leader menjaga tatanan, kontrol dan produktivitas? Bagaimana leader menggunakan gaya berbeda dalam situasi berbeda dan untuk meraih hasil apa? Bagaimana leader menggunakan nilainya, atau merubah nilai organisasi? Terakhir, studi leadership berasumsi bahwa bentuk leadership adalah inheren ,dan bahwa individu dan organisasi perlu menemukan dan menguasai bentuk ini (kadang, disebut realisme).

Tantangan ke penelitian modernist telah terjadi di akhir 1970-an lewat penelitian orang dari Burns (1978) dengan penjelasan nilai sosial dan Greenleaf (1977) yang membahas nilai individu dan penolakan instrumentalisme. Dua jurnal paling awal tentang leadership, Journal of Leadership and Organizational Studies (yang berawal di tahun 1980) dan Leadership Quarterly (berawal di tahun 1990), menjadi pijakan penelitian positivist (dan karena itu, juga modernist), meski ini juga menggunakan pendekatan eklektik. Sejak tahun 2000, studi leadership dipengaruhi oleh tuntutan pendekatan yang mencerminkan trend penelitian postmodern. Jurnal terbaru dari Integral Leadership (2000) dan Leadership (2005) memberikan emphasis modernist lewat tampilan pendekatan eklektik, relasional dan holistik.

Meski dalih yang mendasari penelitian modern tidak ditelantarkan, ini cenderung dikalahkan oleh perspektif berbeda dari banyak peneliti dalam jangka waktu panjang. Pikiran postmodern mengatakan bahwa sains bukanlah netral, sains bukanlah kumulatif, pengetahuan indera hanyalah satu bentuk pengetahuan dan pengetahuan non-indera bisa dipelajari, dan bahwa struktur pengetahuan adalah sebuah bentuk power, dan karena itu, setuju bahwa struktur berarti menguatkan status quo. Cara alternatif dalam mengetahui dan mempersepsikan adalah konstruksionisme (atau konstruktivisme), yang melawan supremasi empirikisme, rasionalisme, positivisme, dan reduksionisme. Ini berarti bahwa semua pengetahuan adalah dikonsturksi, kebenaran dihubungkan dengan tujuan (yaitu didasarkan pada intersubyektivitas), prinsip “kemajuan” adalah sebuah mitos, dan bahwa bukan sebagai pengamat netral dari “fakta”, ilmuwan adalah partisipan aktif dalam menciptakan realita atau malah merubahnya (tanpa sengaja) untuk hasil tertentu. Perbedaan sering dianggap lebih penting dibanding persamaan.

[9]

Page 10: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

Postmodernist berpendapat bahwa mitos netralitas membuat asumsi personal tidak ditentang. Akan lebih baik bila nilai seseorang digunakan dalam usaha penelitian. Teori ilmiah yang mendasari postmodernism adalah teori sistem kompleksitas dan teori sistme chaos karena ini menunjukkan pentingnya pemahaman akan keseluruhan, bukan pemahaman per bagian, prospek akan gangguan eksternal, dan efek tidak terduga dari insidensi kecil (misal, ujung lancip dan efek kupu-kupu). Contoh penelitian yang menggunakan elemen postmodernism di dalam penelitian leadership adalah penelitian yang menggunakan teori wacana (atau diskursif), studi gender dan etnis, teori kompleksitas dan relasional, studi leadership integral, dan pembelajaran organisasi. Beberapa contoh sektor publik juga memperlihatkan trend ini.

Teori wacana berakar pada Foucault (1970 ,1972) yang mempelajari perkembangan struktur sosial lewat bahasa dan penggunaan ekstensifnya. Contoh, dengan menyebut aktivis militer gerilya di negara lain dengan sebutan “pejuang kebebasan” atau “teroris” telah merubah arah debat. Dalam studi leadership, minat ke teori wacana “diawali dengan ketidakpuasan ke hasil dan ke kurangnya koherensi antara penelitian psikologi basis sifat dan gaya” (Kelly, 2008). Pihak dengan perspektif teori wacana cenderung mempertanyakan definisi tradisional dari leadership (Barker, 1997, 2001), mempertanyakan dan menantang studi leadership tradisional dalam bidang psikologi leader (Fairhurst, 2007), menitikberatkan ke pentingnya studi follower di dalam konteks (Gronn, 2002; Alvesson dan Sveningsson, 2003), dan menuntut studi etnografi yang lebih panjang (Kelly, 2008). L. Chen (2008) mengatakan bahwa tradisi penelitian positivist yang lebih tradisional dalam psikologi leadership dan leadership diskursif yang lebih konstruksionis “memiliki sedikit kesamaan”. Ada ruang untuk koeksistensi khususnya bila mempertimbangkan kompleksitas subject matter dan beragam perspektif yang harus digunakan (L. Chen, 2008).

Teori gender dalam leadership kurang berhubungan erat dengan teori wacana. Teori gender menggunakan banyak kritik untuk memahami atap kaca, tapi teori wacana cenderung kuat dalam mendeskripsikan dan mempelajari struktur power yang tidak menghambat wanita dari mendapatkan power dalam dunia kompleksitas, tapi cenderung menciptakan tantangan kultural amorfous bagi wanita agar bisa meraih level tertinggi (Eagly dan Carli, 2007). Kritikus lain yang menjelaskan kesulitan wanita sebagai leader adalah Chin dkk (2007), Heilman (2001), Heilman dan Okimoto (2007), Powell, Butterfield dan Parent (2002), dan Powell dan Graves (2003). Hogue dan Lord menggunakan teori kompleksitas (2007) untuk memahami kecondongan gender.

Uhl-Bien, Marion dan McKelvey (2007) berpendapat bahwa “model leadership di satu abad terakhir adalah produk dari paradigma top-down birokratik. Model ini efektif bagi ekonomi yang didasarkan pada produksi fisik tapi ini tidak cocok bagi ekonomi berorientasi-pengetahuan. Ilmu kompleksitas memberikan paradigma berbeda untuk leadership – yaitu yang menggambarkan leadership sebagai dinamika interaktif kompleks yang dari situ hasil adaptif muncul (misal, pembelajaran, inovasi, dan adaptabilitas). Tidak seperti teori sistem general monolitik yang mendasari banyak ilmu sosial modern, maka teori kompleksitas adalah tipe teori sistem general yang mendukung kompleksitas luas dan keterkaitan semua fenomena, khususnya dalam proses sosial manusia seperti leadership. Karena kompleksitas inilah, bisa dikatakan bahwa organisasi yang paling sukses adalah yang memiliki struktur berkembang, yaitu yang naik dari bawah dan masuk ke lingkungan – sering disebut sistem adaptif kompleks (Schneider dan Somers, 2006; Osborn dan Hunt, 2007). Teori kompleksitas jelas sangat baik dalam mempelajari sifat relasional multidireksional leadership (Uhl-Bien, 2006), dan munculnya bentuk organisasi

[10]

Page 11: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

dan leadership baru (Lichtenstein dan Plowman, 2009). Pendekatan ini digunakan di literatur populer dalam banyak cara. Contoh, dalam mendefinisikan leadership, Goffee dan Jones (2009) mengatakan bahwa bagi audiens awam, leadership bisa terlihat relasional, non-hirarkis dan kontekstual. Ini jauh dari definisi sebelumnya yang menfokuskan pada pengaruh leader, power merubah sesuatu menjadi lebih baik atau lebih buruk, sifat leader, dan sebagainya.

Leadership integral cenderung menfokuskan diri ke leadership sebagai sebuah proses komunitas, yang mendemokratiskan dan mendesentraliskan leadership. Ini adalah fokus dari Integral Leadership Review. Satu contoh dari ini adalah McCrimmon (2007), yang menyatakan bahwa “leadership perlu direframe agar terlihat di jaman postmodern yang digital. Dunia telah kehilangan karakter stabil dan hirarkisnya. Hidup menjadi lebih dinamis, atau tepatnya, chaotic. Tidak ada otoritas akhir”. Edwards (2009) adalah contoh lain dari emphasis ini, yang mana ini ditunjukkan dalam essaynya “Seeing Integral Leadership Through Three Important Lenses: Developmental, Ecological and Governance”, yang menggunakan sebuah fokus ke follower, lingkungan, dan komunitas. Tema leadership integral bisa terlihat di literatur popular karena pertimbangan tanggungjawab sosial korporat antar leader dan organisasi privat, atau di dalam literatur administrasi publik karena ada fokus untuk melayani komunitas dan untuk berbuat baik.

Seperti yang dikatakan Gary Yukl (2009), “pembelajaran organisasi adalah sebuah determinan kinerja untuk jangka panjang dan survival, tapi banyak perusahaan tidak mampu menguasai proses pembelajaran”. Seperti yang dikatakan Waldman, Berson dan Keller (2009), “tidak banyak penelitian yang menghubungkan leadership dan fenomena pembelajaran organisasi”. Penelitian seminal yang menghubungkan beberapa literatur ini adalah Vera dan Crossan (2004), yang mempelajari hubungan pembelajaran organisasi baik dalam gaya transaksional dan transformasional. Dikatakan bahwa sebuah gaya leadership transformasional bisa penting dalam menciptakan lingkungan yang benar untuk menciptakan dan menyebarkan pengetahuan yang berguna. Yukl (2009) cenderung berpikir bahwa pembelajaran organisasi bisa ditingkatkan lewat beragam gaya, termasuk yang transaksional.

Semua tema ini dijelaskan di literatur tentang organisasi sektor publik, tapi di banyak kasus, spesifikasi teoritis atau ideologis cenderung lebih lunak, dan trend terkaitnya bisa dihubungkan dengan lebih bebas. Contoh dari teori wacana (dan kecondongan gender) adalah Ford (2006), “yang mempelajari wacana leadership dan hubungan kompleksnya dengan gender dan identitas di sektor publik UK. Artikel ini mempertanyakan prinsip hegemoni dan stereotipikal dominan dari subyektivitas yang menciptakan sebuah identitas unitary dan mengulangi gambaran andosentris dari kehidupan organisasi”. Crosby dan Kiedrowski (2008) mengemukakan empat level leadership integral yang berisi individu, kelompok, organisasi dan masyarakat. Schweigert (2007) memberikan contoh konkrit dalam setting komunitas dimana “leadership berakar di otoritas follower”, dan menunjukkan bahwa “perkembangan leadership kurang memberikan fokus ke kualitas leader individu dan lebih berfokus ke setting sosial, proses dan kebutuhan yang pastinya membutuhkan dan memfasilitasi aksi otoritatif”. Kritikus ke batas dan pengukuran hirarki menghasilkan model leadership sektor publik yang lebih integratif dan berorientasi nilai (Loveday, 2008). Beberapa analis yang mempelajari model leadership dengan sebuah konteks sektor publik menemukan bahwa model tersebut adalah manajerial, dan kurang memperhatikan nilai yang tepat (Fairholm, 2004), dan minim agenda yang mendefinisikan keunikan sektor publik (Van Slyke dan Alexander,

[11]

Page 12: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

2006). Beberapa penelitian dilakukan untuk memberikan model yang lebih spesifik (Fernandez, 2005; Thach dan Thompson, 2007).

Keterkaitan masalah, regionalisasai dan globalisasi solusi, dan penurunan sumberdaya pemerintah bisa menguatkan perlunya berpindah dari pemerintah ke governance, dan dari hirarki ke network (Maak dan Pless, 2006). Ini mengharuskan leader untuk memiliki sebuah pandangan dunia baru, kompetensi berbeda, dan alat tambahan. Beberapa set literatur terkesan overlap dengan leadership organisasi, yang memang menjadi fokus primer di sini. Satu contoh pentingnya berhubungan dengan isu khusus tentang manajemen kolaboratif dalam Public Administration Review di tahun 2006. Editor simposium memberikan dua definisi. “Manajemen publik kolaboratif adalah sebuah konsep yang mendeskripsikan proses untuk memfasilitasi dan operasi dalam tatanan multi-organisasi untuk masalah yang tidak bisa dipecahkan satu organisasi. Kolaboratif berarti berkolaborasi, bekerjasama untuk meraih tujuan umum, dan bekerja lintas batas di hubungan multi-sektor. Kerjasama didasarkan pada nilai resiprokitas” (O’Leary, Gerard dan Bingham, 2006). Selain itu, dikatakan bahwa “governance partisipasi adalah keterlibatan aktif rakyat di dalam pembuatan keputusan pemerintah. Governance berarti mengendalikan proses yang mempengaruhi keputusan dan aksi dalam sektor privat, publik dan sipil”. Don Kettl (2006) mendiskusikan kepentingan historis dari batasan dan seberapa imperatif proses kolaborasi. Dia menegaskan bahwa “bekerja efektif pada batasan ini membutuhkan strategi baru untuk kolaborasi, dan skill baru bagi manajer publik. Kegagalan mengembangkan strategi ini – atau insting untuk mendekati batasan sebagai simbolisme politik – bisa memperburuk kinerja sistem administratif”. Thompson dan Perry (2006) memecah kolaborasi menjadi lima dimensi variabel yang harus dipahami leader untuk menghasilkan efektivitas maksimum, yaitu governance, administrasi, otonomi organisasi, mutualitas, dan norma kepercayaan dan resiprokitas. Peneliti bahkan bisa menunjukkan kapan kolaborasi menjadi kurang ideal (McGuire, 2006). Kadang, isu ini dilihat lewat lensa network, seperti yang dianalisa di simposium Public Performance and Management Review yang mencermati “berbagai network lintas-agensi, partnership, konsorsia, aliansi, joint venture, kontrak dan ventura kolaboratif lain” (Agranoff, 2008b). Apa aspek paling penting di network agar berfungsi dengan baik? Dalam studi empirisnya, B. Chen (2008) menyatakan bahwa jawabannya adalah sharing sumberdaya dan kepercayaan. Studi kasus tentang kolaborasi dan keterlibatan rakyat telah dilakukan (Callahan, 2007), begitu juga potongan teori yang melihat dan menentang batas kolaborasi (Bevir, 2006).

Hanya saja, review sejauh ini belum mengkover berbagai perspektif tentang topik leadership spesifik seperti tipe leader, gaya leader, tipe dan efek follower, dan relevansi budaya masyarakat dan organisasi terhadap leadership.

3.2 Literatur Sektor Publik Tentang Teori Leadership Dan Penelitian Meski literatur tentang leadership dengan fokus sektor publik adalah sebuah fraksi

dengan fokus sektor privat, ini tetap penting. Satu cara untuk melakukan review singkat adalah dengan melihat track record di Public Administrative Review (PAR). Lewat analisis konten informal terhadap jurnal, dan dengan menggunakan definisi leadership yang agak longgar di beberapa topik manajemen, topik eksekutif, beberapa literatur diskresi eksplisit, dan sejumlah literatur perubahan organisasi, maka ditemukan 110 artikel yang berkaitan dengan topik leadership yang diterbitkan selama 71 tahun. Meski begitu, bila menggunakan satu kriteria lebih ketat, maka bisa dikatakan bahwa leadership adalah

[12]

Page 13: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

sebuah fokus eksplisit dari artikel, yaitu dengan 25 artikel yang terkait dengan itu, atau empat artikel per dekade (Van Wart, 2003).

Di tahun 1940-an, artikel Finer (1941) dan Leys (1943) mendefinisikan debat diskresi administratif – berapa banyak diskresi yang harus dimiliki administrator publik, dan dalam kondisi apa ? – dan ini muncul kembali di tahun 1990-an. Tulisan Donald Stone tahun 1945 yang berjudul “Notes on The Government Executive: His Role and His Methods” adalah sebuah ekuivalen yang baik bagi “The Essentials of Leadership” dari Follett (1933/1996) atau The Functions of The Executive dari Barnard (1938/1987).

Ada beberapa bagian berkualitas tinggi di pendekatan generalist dan non-ilmiah di tahun 1950-an (Lawton, 1954; Dimock, 1958). Sebuah potongan yang didasarkan pada bukti empiris diterbitkan di periode ini, dan ini melahirkan literatur tentang kelompok kecil dalam setting sektor publik (Golembiewski, 1959).

Di tahun 1960-an, satu studi empiris mempelajari variasi dalam motivasi leader publik dan leader privat (Guyot, 1962). Satu komentator berpendapat bahwa manajer federal kurang memiliki pelatihan manajemen (Fisher, 1962). Editor kepala dari PAR, James Fesler (1960), memberikan sebuah komentar super tentang pentingnya mempelajari leadership dan konteks terkaitnya. Topik lain yang dibicarakan adalah pengaruh dan power sosial (Altshular, 1965; Lundstedt, 1965).

Tidak ada artikel kuat di tahun 1970-an, dan ini mencerminkan rendahnya profil publikasi leadership di dalam literatur popular. Minat ke topik leadership menguat di tahun 1980-an. DiIulio (1989) menjelaskan pentingnya komponen leadership dan komponen manajemen. Ada tiga artikel terbaik tentang pelatihan dan pengembangan leader yang ditulis di waktu itu (Likert, 1981; Flanders dan Utterback, 1985; dan Faerman, Quinn dan Thompson, 1987). Stone (1981) dan Dimock (1986) menulis essay tentang seberapa penting leader memperbaiki inovasi dan kreativitas di organisasi. Beberapa penelitian empiris mempelajari followership (Gilbert dan Hyde, 1988) dan rencana aksi leader (Young dan Norris, 1988).

Karena leadership berhubungan erat dengan reformasi, dan karena debat seputar reformasi telah terjadi di sepanjang dekade, maka leadership didiskusikan secara tidak langsung di setiap edisi PAR setelah 1992. Ini terjadi dalam debat diskresi administratif, yang menimbulkan perselisihan antara kubu “entrepreneurial” dan kubu “stewardship”. Meski ulasan integratif tentang dua perspektif ideal ini jarang ditemukan, masih ada penelitian penting yang mempelajari keduanya, seperti “Reconciling Public Entrepreneurship and Democracy” dari Bellone dan Goerl (1992) dan “Administrative Leadership, Neo-Managerialism, and the Public Management Movement” dari Terry (1998). Beberapa studi terbaik dan empiris di PAR mulai terlihat sejak tahun 1990-an (Hennessey, 1998; Moon, 1999; Considine dan Lewis, 1999).

Dengan menggunakan generalisasi tentang literatur leadership di PAR sebagai satu barometer lapangan, maka observasi berikut didapat. Pertama, sampai satu dekade terakhir, leadership dianggap sebagai sebuah fenomena eksekutif, dan karena itu, ketika leadership kelompok kecil dan level-bawah adalah fokus dari literatur leadership mainstream di tahun 1960-an dan 1970-an, topik leadership baru sedikit dibicarakan. Kedua, ada banyak penelitian empiris leadership di 50 tahun pertama sejak jurnal dibuat. Terakhir, berdasarkan tradisi “essay yang bijak”, banyak karya terbaik muncul di review, yang beberapa kontributornya adalah Donald Stone, John Corson, dan Paul Appleby. Meski penting, PAR adalah satu sumber. Lalu, kontribusi lain apa yang diberikan ke literatur leadership sektor publik?

[13]

Page 14: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

Di paruh pertama abad selama periode sifat, situs sektor publik sering diteliti, meski tidak ada perspektif sektor publik yang unik yang didapat (Jenkins, 1947). Bagian pertama dari genre studi eksekutif adalah dari Macmahon dan Millett, yang mempelajari administrator federal (1939). Tradisi biografi dan autobiografi tentang leader administratif penting juga muncul (Pinchot, 1947). Di tahun 1950-an, beberapa studi leadership yang baik di dalam ranah administratif juga dihasilkan, khususnya Bernstein (1958). Meski begitu, karya klasik Selznick (1957), Leadership in Administration, adalah satu-satunya perlakuan terbaik terhadap subyek leader tanpa mengenal batas waktu. Tradisi memeriksa leader administratif berlanjut sampai 1960-an (Graubard dan Holton, 1962; Corson dan Shale, 1966). Buku terkenal Downs (1967) tentang birokrasi menjadi tipologi popular leader, meski nuansanya negatif. Tahun 1970-an menghasilkan beberapa catatan khusus tentang peran administratif di dalam politik iron-triangle (Heclo, 1977) dan ada juga beberapa studi leadership militer dan kuasi-militer (Winter, 1979; Jermier dan Berkes, 1979).

Munculnya minat besar di leadership seiring diperkenalkannya literatur transformasional dan karismatik di tahun 1980-an tercermin dalam literatur leadership administratif. Konsep leader administratif sebagai entrepreneur diperkenalkan oleh Eugene Lewis (1980) dan diperluas oleh Doig dan Hargrove (1987). Kaufman memberikan sebuah studi eksekutif (1981). Cleveland (1985) dan Gardner (1989) memberikan essay yang kuat dalam tradisi Selznick. Studi khusus tentang leadership sektor publik mulai dianjutkan ke ranah militer (Taylor dan Rosenback, 1984).

Volume materi yang dihasilkan sejak 1990-an membutuhkan selektivitas lebih banyak untuk disesuaikan dengan tujuan sekarang. Banyak buku leadership sektor publik memiliki elemen yang bisa diterapkan ke leader administratif, tapi fokusnya diberikan kepada pembuat kebijakan lokal dan nasional (seperti council, walikota, legislatur negara bagian, dst) dan leader sipil (Chrislip dan Larson, 1994; Heifetz, 1994). Beberapa orang memberikan emphasis ke elemen leadership seperti perencanaan (Bryson dan Crosby, 1992), kompleksitas (Kiel, 1994), fokus masalah (Terry, 1993), nilai public service (Rost, 1990; Fairholm, 1991), dan leader frontline (Vinzant dan Crothers, 1998). Larry Terry (1995) memberikan argumen penuh yang mendukung leadership sebagai stewardship (yang disebut “conservatorship”). Banyak literatur leadership yang fokusnya sempit masih mengulas leadership militer (Hunt, Dodge, dan Wong, 1999). International Journal of Public Administration mendukung simposium tentang leadership transformasional di tahun 1960, yang saat itu editornya adalah seorang pakar leadership ternama, Bernard Bass. Di tahun 2001, Rusaw memberikan buku pertama yang menjadi buku diktat untuk mereview literatur, yang sejak itu, dilanjutkan oleh Van Wart (dengan Suino, 2008; Van Wart dan Dicke, 2007) ,dan Fairholm dengan perspektif organisasi yang universal (Fairholm dan Fairholm, 2009). Morse dkk memberikan buku tentang teori leadership dengan konteks sektor publik (Morse, Buss dan Kinghorn, 2007) dan pengembangan (Morse dan Buss, 2008).

4. DEBAT PERENIAL DALAM TEORI LEADERSHIP Cara lain menganalisa literatur leadership adalah mempelajari debat yang

membentuk agenda paradigma leadership dan agenda penelitian. Untuk mudahnya, hanya empat pernyataan yang didiskusikan di sini, yaitu: Kemana harusnya fokus leader? Apakah leadership menghasilkan perbedaan? Apakah leader dilahirkan atau diciptakan? Gaya leadership apa yang terbaik?

[14]

Page 15: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

4.1 Kemana Harusnya Fokus Leader? Kinerja Teknis, Pengembangan Orang, Atau Penyesuaian Organisasi?

Leader selalu diharap “menyelesaikan sesuatu” agar bisa menjaga sistem yang baik, memberikan sumberdaya dan pelatihan bagi produksi, menjaga efisiensi dan efektivitas lewat berbagai kontrol, memastikan bahwa masalah teknis bisa ditangani dengan tepat, dan mengkoordinasi operasi fungsional. Aspek ini dan aspek teknis lain dari produksi adalah satu level dimana leadership difokuskan. Satu fokus ini banyak dibicarakan di literatur manajemen yang mendiskusikan manajemen ilmiah dan manajemen klasik, di literatur produktivitas, dan di literatur pengukuran dan benchmark kontemporer. Ini menjadi salahsatu dari dua elemen eksplisit literatur situasional yang fokusnya adalah ke tugas (inisiasi struktur) dan orang (pertimbangan). Ini relevan bagi leadership di level bawah organisasi yang paling dekat dengan produksi.

Perspektif lain adalah bahwa leader tidak melakukan kerja. Mereka bergantung pada follower untuk melakukan kerja tersebut. Karena itu, pelatihan, motivasi, maturasi dan pengembangan berkelanjutan, dan kepuasan dari follower, adalah penting untuk produksi dan efektivitas organisasi. Wawasan ini bukanlah baru. Seperti yang dikatakan Lao Tzu di 2500 tahun yang lalu, “Seorang leader yang baik, yang bicara sedikit dan banyak mendengar, adalah yang ketika kerjanya selesai dan tujuannya terpenuhi, dia mengatakan Kita melakukannya dengan cara kita sendiri”. Penulis terkenal di jaman sekarang mengulang pikiran ini, dengan menyatakan “Tanda leadership yang luar biasa bisa terlihat di antara followernya” (DePree, 1989). Seperti yang dikatakan oleh para peneliti yang mempelajari batu sandungan leader, “Banyak studi tentang kinerja manajerial menemukan bahwa skill paling penting bagi manajer pemula, dan manajer yang masih kurang mampu, adalah kompetensi interpersonal, atau kemampuan mengatasi masalah orang” (McCall, Lombardo dan Morrison, 1988). Meski pikiran ini muncul (meski kurang representatif) di paruh pertama abad di antara komentator seperti Follett (1933/1996) dan Barnard (1938/1987), ini berkembang pesat selama era humanist, yang berawal dengan Maslow di tahun 1940-an dan memuncak selama 1960-an lewat peneliti seperti Argyris, McGregor, dan Likert. Dalam penelitian leadership situasional di tahun 1970-an dan 1980-an, bagian lain dari dualisme tugas-orang dipelajari (khususnya lewat pikiran yang direview di bawah ini). Meski begitu, ini sangat populer sampai sekarang, khususnya di literatur leadership tim (Katzenbach dan Smith, 1993), literatur ekselensi (Peters, 1994), dan elemen karismatik di literatur leadership transformasional.

Munculnya paradigma leadership transformasional di tahun 1980-an memberikan ide bahwa “fungsi esensial dari leadership adalah memberikan perubahan yang adaptif atau berguna” (Kotter, 1990). Prinsip ini dikuatkan oleh teori great man di ilmu politik, dan teori karismatik Weber di sosiologi. Edgar Schein mengatakan bahwa “satu-satunya hal penting yang dilakukan leader adalah menciptakan dan menjalankan budaya” (1985). Leader “sebenarnya” akan mendelegasikan isu manajemen, dan lebih fokus ke “gambaran besar” dan perubahan besar. Di akhir milenium, perspektif paling ekstrim yang menyatakan bahwa manajemen bukanlah elemen penting dari leadership mulai turun kekuatannya, tapi ini tidak hilang sebagai perspektif.

Yang juga tidak hilang, tapi bukan tema besar di mainstream, adalah prinsip bahwa leadership melayani rakyat, konsumen akhir, masyarakat, dan kepentingan publik (bukan melayani follower). Meski biografi tentang leader agama dan leader sosial mulai banyak bermunculan, teladan di public service juga merasakan demikian (Cooper dan Wright, 1992; Riccucci, 1995). Prinsip ini tidak mengganti kinerja teknis, pengembangan follower, atau penyesuaian organisasi, tapi hanya membuat dimensi ini turun derajat sebagai

[15]

Page 16: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

“bawaan”. Meski ini jarang ditemukan di mainstream sampai munculnya perspektif postmodern, ini adalah elemen diskusi penting di dalam literatur administrasi publik.

Leadership bisa dianggap sebagai komposit dari beberapa prinsip. Ketika kita berpikir tentang leader besar, kita berpikir tentang orang yang memberikan kontribusi di semua domain. Alexander the Great bukan hanya merubah cara perang dan mengatur dunia, tapi para bawahannya masih senang mengikutinya saat dia masuk kawasan yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Napoleon, yang kerajaannya tidak sukses meski dia populer di antara orang Perancis, tetap dikatakan orang besar yang berhasil menciptakan negara administratif modern. George Washington, seorang jenderal yang berbakat dalam teknis dan seorang presiden yang cakap, dipercaya dan dicintai tentara dan sesama negarawan, dan dia dikenal sebagai pelayan bagi masyarakatnya. Perspektif komposit ini memiliki makna logis dan emosional. Leader diminta melakukan semua hal – melakukan kinerja, mengembangkan follower, menyesuaikan organisasi, dan menguatkan kebaikan umum. Leader juga dituntut menyelesaikan masalah. Banyak leader membuat pilihan sulit tentang apa yang harus difokuskan dan apa yang harus didapat dari tindakan leadershipnya. Bagaimana keseimbangan yang tepat bisa didapat dan siapa yang menentukan itu? Pertanyaan normatif ini sering muncul saat harus mempertimbangkan sejarah leader administratif seperti Robert Moses (Caro, 1974), J. Edgar Hoover (Powers, 1987), dan Robert Citrone (bendahara publik yang tidak bijak di Orange County, California).

Ada beberapa definisi yang terkait dengan leadership administratif:

Definisi Leadership Dalam Konteks Administratif Leadership bisa menfokuskan diri ke hasil, contohnya, dengan menyelesaikan sesuatu (kinerja teknis), atau ke sarana untuk menyelesaikan sesuatu tersebut, contohnya, follower (motivasi dan pengembangan), atau ke penyesuaian organisasi menurut kebutuhan dan peluang eksternal (nantinya melahirkan perubahan substantif). Sebuah definisi leadership bisa dititikberatkan ke semangat leadership. Dalam sektor publik, ini adalah sebuah komitmen public service. Tentu saja, definisi adalah campuran beberapa elemen tapi, dengan emphasis berbeda. Definisi cenderung berbeda berdasarkan preferensi normatif, dan situasi dan pengalaman konkritnya.

Leadership administratif adalah proses memberikan hasil yang dibutuhkan sistem otoritas dalam cara efisien, efektif, dan legal.Definisi yang lebih sempit bisa diterapkan supervisor frontline dan cenderung disukai oleh orang yang memiliki akuntabilitas politik tegas.

Leadership administratif adalah proses pengembangan/dukungan follower yang bisa memberikan hasil.Karena semua leader memiliki follower, dan karena follower-lah yang melaksanakan kerja dan memberikan kualitasnya, maka akan lebih baik fokus diberikan ke mereka, bukan ke layanan/produk langsung. Ini bisa dilihat di dalam industri layanan yang bermoto “Pegawai adalah Prioritas Nomor Satu”.

Leadership administratif adalah proses menyesuaikan organisasi dengan [16]

Page 17: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

lingkungannya, khususnya perubahan level-makro, dan menyesuaikan budaya bila tepat.Definisi cenderung cocok bagi leadership eksekutif, dan menitikberatkan pada “gambaran besar”. Banyak analis sektor publik khawatir dengan definisi ini karena ini memecah akuntabilitas demokratik.

Elemen kunci leadership administratif adalah fokus layanannya.Meski fungsi leadership dan fokusnya bisa beragam, leader administratif perlu responsif, terbuka, sadar dengan kepentingan lain, berdedikasi untuk kebaikan umum, dan sebagainya, sehingga mereka menciptakan nalar kepercayaan publik bagi peran stewardship.

Leadership adalah sebuah komposit yang memberikan kinerja teknis, arah internal bagi follower, dan arah organisasi eksternal – yang semuanya berisi orientasi public service.Definisi ini menjelaskan tantangan kompleks dan mendesak yang harus dijawab leader. Meski begitu, ini minim keputusan tegas tentang cara mendefinisikan emphasis atau fokus yang dibutuhkan atau ditindaklanjuti leader.

4.2 Kapan Leadership Menghasilkan Perbedaan? Burns (1978) memberikan cerita sinis tentang orang Perancis yang duduk di sebuah

café yang kemudian mendengar suara gaduh, lalu dia berlari ke jendela, dan berteriak: “Ada banyak orang. Saya leadernya. Saya harus mengikuti mereka!” Cerita ini bisa diartikan bahwa, dalam skala minimum, ada emphasis terlalu besar ke efek dari leader. Pertanyaannya adalah “Apakah leader menghasilkan perbedaan?” Ini berbau filosofi dalam level yang paling tinggi karena kita tidak mampu memberikan kontrol yang tepat untuk mendefinisikan apa maksud leadership selain aspek operasionalnya. Tidak peduli apakah itu pakar teori great man atau pakat teori transformasional membandingkan Hitler dengan Chamberlains, atau pakar teori situasional yang meneliti kelompok kecil untuk membandingkan hasil solusi ke masalah, jawaban dari pertanyaan di atas adalah ya, karena leader memang membuat sebuah perbedaan (Kaiser, Hogan, dan Craig, 2008; Trottier, Van Wart dan Wang, 2008). Penting untuk diingat bahwa leader tidak bertindak dalam vakum. Mereka adalah bagian dari aliran sejarah dan menciptakan sebuah budaya dalam sebuah lingkungan yang terisi krisis, peluang, dan keberuntungan. Dalam prakteknya, meski begitu, pertanyaan tentang apakah leader membuat perbedaan bisa diterjemahkan menjadi pertanyaan tentang seberapa besar perbedaan tersebut dan kapan.

Pertanyaan seberapa besar perbedaan yang dibuat leader mendapat proporsi terbesar dalam ulasan literatur, khususnya ketika pertanyaan berhubungan dengan efek perilaku, sifat dan skill. Di level yang lebih global, pendukung prinsip transformasional dan “great man” berpendapat bahwa leader besar bisa menghasilkan perbedaan besar. Beberapa penulis praktikal terbaik, meski begitu, berpendapat bahwa efek leader hanya kecil karena batasan besar dan inersia yang dirasakannya (Barnard, 1938/1987; Gardner, 1989). Cerita tentang bagaimana Truman kasihan dengan Eisenhower adalah cerita bagaimana perintah Eisenhower tidak lalu diikuti seperti ketika dia berada di tentara. Contoh lainnya adalah perintah Kennedy untuk melarang instalasi misil di Turki selama krisis Kuba ternyata diabaikan, karena misil tersebut tetap di sana. Kearifan selalu saja

[17]

Page 18: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

terlalu bergantung pada otoritas formal dan pikiran rasionalistik, karena inilah yang sering digunakan oleh leader yang kurang pengalaman atau lemah.

Di level efek diskrit dari perilaku individu atau kelompok, perbandingannya terlihat lebih mudah bagi ilmuwan sosial. Contoh, berapa banyak perbedaan yang dihasilkan dalam hal pengawasan follower, versus mengamati lingkungan, dan dalam konteks situasi apa perbedaan tersebut terjadi? Satu varian penting dari penelitian mempelajari substitusi leadership (Kerr dan Jermier, 1978). Beberapa organisasi mendapat fitur positif yang menghapus kebutuhan leadership di beberapa tugas dan situasi interpersonal. Ketika seorang leader mewarisi atau menciptakan sebuah organisasi dengan pelatihan yang baik, angkatan kerja yang sangat kompeten, struktur tugas yang jelas dengan feedback yang mengalir langsung dari tugas, kerja memuaskan, kohesivitas kelompok, dan aturan yang berfungsi baik, maka kebutuhan akan leadership yang kuat menjadi minim, setidaknya dalam jangka pendek.

Dimensi penting lainnya untuk pertanyaan tentang efek leadership berhubungan dengan level dimana leadership terjadi. Di kisaran ekstrim, beberapa pakar teori berpendapat bahwa leadership adalah setara dengan perubahan besar (Zaleznik, 1977), dan di kisaran lainnya, beberapa pakar teori mengurangi dan membuang prinsip bahwa leadership bisa terbentuk di seluruh organisasi. Sebaliknya, penelitian kelompok kecil di tahun 1950-an sampai 1970-an menyatakan bahwa leadership adalah sama di level mana pun. Beberapa penelitian, khususnya literatur customer service dan ekselensi, menitikberatkan pentingnya supervisor frontline (Peters, 1994; Buckingham dan Coffman, 1999). Model yang lebih komprehensif cenderung menitikberatkan ide bahwa ada beberapa tipe leadership berbeda yang dibutuhkan di level berbeda, khususnya karena peningkatan level diskresi jelas dibutuhkan ketika orang bisa bergerak lebih tinggi di dalam organisasi (Hunt, 1996). Level berbeda membutuhkan tipe skill berbeda (Katz, 1955).

4.3 Apakah Leader Dilahirkan Atau Diciptakan? Asumsi teori great man adalah bahwa leader (seperti kepala negara dan pimpinan

bisnis besar seperti bank dan rumah dagang) adalah dilahirkan, meski mungkin pada awalnya harus dilatih dulu. Intinya, orang dikatakan sebagai leader karena punya “bahan” untuk disebut leader, dan jika tidak, maka bukan leader. Sayangnya, kebanyakan orang tidak memiliki ini. Di sebuah jaman ketika leadership membutuhkan keanggotaan di kelas tertentu (yang membutuhkan “bahan yang benar”, seperti pendidikan, kekayaan, koneksi dan senioritas), atau di situasi langka, seperti kepintaran yang luar biasa (seperti Napoleon) di sebuah krisis, maka dibutuhkan lebih dari sekadar “lahir”. Dalam era demokratik, faktor ini memang kurang kuat, karena leadership dipahami dalam hal posisi.

Pakar genetik perilaku mempelajari ini dengan data empiris di beberapa tahun terakhir. Di beberapa studi dalam populasi berbeda, Arvey dkk menemukan bahwa 30-32 persen variansi dalam peran leadership ditentukan oleh faktor genetik (Arvey dkk, 2006). Inilah peran penting dari genetik, tapi peran pengembangannya adalah lebih besar dari peran genetik.

Pertanyaannya bukan dikotomi (Bennis, 2007), tapi kapan leader bisa “dibuat” dan bagaimana caranya? Porsi pengembangan ini memiliki dua komponen, satu menurut peneliti dan satu menurut praktisi. Meski sebagian leadership adalah hasil dari pelatihan formal, ini adalah komponen kecil. Pengalaman adalah guru yang paling penting. Dalam situasi ekstrim, posisi ini menyatakan bahwa meski leadership tidak bisa diajarkan, ini bisa dipelajari. Seperti yang dikatakan Nietzsche, “manusia ibaratnya tidak memiliki

[18]

Page 19: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

telinga bila dia tidak punya akses ke pengalaman”. Tentu saja, jalur karir random mungkin bisa atau tidak bisa memberikan pengalaman tertentu, dan seorang mentor mungkin bisa atau tidak bisa memberikan bantuan ke pembelajar dalam mengambil pelajaran dari tantangan dan kegagalan yang dialami. Idealnya, leader yang berpotensi tinggi bisa “dibuat” dengan tugas rotasi yang tepat. Ini adalah strategi yang dijalankan di angkatan bersenjata dan bisnis besar. Ini berarti bahwa keputusan pembuatan leader adalah dengan memilih individu mana yang pantas karena potensinya. Pemberian tugas harus bisa memperluas protégé (yang terdidik) dengan memasukkan pengalaman baru (pengalaman horisontal sebelum perkembangan vertikal), memberikan tantangan moderat, dan berisi model peran dan peluang interaksi (Kotter, 1990).

Pelatihan yang lebih formal bukannya tanpa kearifan, karena ini memberikan skill dan kredibilitas teknis, pengetahuan manajemen, kesadaran eksternal, bimbingan, dan dorongan ke arah refleksi. Leader harus memiliki pengetahuan teknis dasar organisasi, karena ini dibutuhkan untuk kredibilitas dibanding untuk fungsi eksekutif. Pelatihan formal memberikan bantuan besar dalam hal ini. Manajemen adalah sebuah profesi yang berbeda dari pekerjaan lini. Pelatihan bisa membantu proses pembelajaran, khususnya manajer baru. Pelatihan leadership formal, ketika dilakukan dengan tepat, bisa baik dalam menciptakan kesadaran akan model berbeda dalam mengatur dan memimpin situasi berbeda, sering ketika di luar industri. Karena mentor sulit didapat, dan mentor yang baik sering langka, maka pelatihan formal sering memainkan peran ini, dan memberikan peluang bagi attendee untuk memproses pengalamannya bersama instruktur dan partisipan lain. Terakhir, leader yang baik adalah orang dengan aksi, yang berarti bahwa peluang refleksi sering lebih penting bagi peningkatan leadership. Pelatihan formal memberikan peluang untuk refleksi, dan membuat pelakunya untuk lebih banyak aksi daripada banyak berpikir. Meski tidak seorang pun menyangkal bahwa pelatihan formal adalah berguna, data tentang kegunaannya masih kecil. Karena itu, meski debat tentang apakah leader dilahirkan atau dibuat adalah sebuah debat penting, ini masih kalah penting dengan debat tentang kepentingan kemampuan bawaan, pengalaman (tidak terencana atau rotasi), dan pelatihan formal.

4.4 Gaya Terbaik Apa Yang Harus Digunakan? Meski gaya leader bukanlah agregasi pola sifat, skill dan perilaku, ini adalah topik

penelitian dan debat yang populer. Salahsatu isu paling signifikan adalah “Apa yang dimaksud dengan gaya leader?” Meski gaya leader dianggap sebagai efek kumulatif dari sifat, skill dan perilaku, ini umumnya digunakan untuk mendeskripsikan apa yang dianggap sebagai aspek penting dari set universal karakteristik leader. Contoh dari ini adalah: partisipasi follower, seperti dalam gaya command, consign, consult dan concur (Zan, 1997); gaya perubahan, seperti menghindari atau menerima resiko; dan gaya kepribadian, seperti yang didasarkan pada Myers-Briggs Type Indicator. Definisi gaya leader lainnya berisi pendekatan komunikasi, individu versus kelompok ke leadership, orientasi nilai – khususnya yang melibatkan integritas – dan tipologi power dan pengaruh.

Pendekatan yang sedikit berbeda ke isu gaya adalah yang dihubungkan dengan fungsi. Banyak literatur situasional membicarakan isu gaya dalam cara ini. Leader h arus menyelesaikan kerjanya (“inisiasi struktur”) dan bekerja lewat orang (“pertimbangan”). Cara mereka menyeimbangkan faktor ini bisa mendefinisikan gayanya. Perbedaan wawasan tentang preferensi gaya fungsional dihubungkan dengan tipe situasi yang disukai atau yang ingin dibentuk leader, seperti situasi perawatan, situasi proyek atau

[19]

Page 20: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

gugus tugas, situasi lini versus fungsi, startup, atau turnaround bisnis (McCall, Lombardo dan Morrison, 1988).

Set penting lain dari isu gaya berkaitan dengan apakah, dan kapan, gaya bisa berubah di umur dewasa. Perubahan gaya dianggap tidak mungkin. Fiedler (1967; Fiedler, Chemers dan Mahar, 1976) lebih menonjol di sini karena mengatakan bahwa akan lebih baik bila memahami situasinya dulu, dan kemudian menemukan leader yang tepat di situasi tersebut. Dengan berasumsi bahwa perubahan gaya adalah mungkin terjadi, peneliti ingin memperingatkan adanya perubahan dramatis, meski anekdot perubahan gaya radikal hanyalah bumbu di literatur populer. Jika gaya bisa dirubah, maka cara gaya digunakan adalah isu penting yang harus dipertimbangkan selanjutnya. Hersey dan Blanchard (1969, 1972) adalah yang paling populer di isu ini karena mereka mengajar orang untuk membandingkan preferensi gayanya (didefinisikan sebagai penciptaan partisipasi pekerja di dalam pembuatan keputusan) dengan kebutuhan gaya di berbagai situasi (maturitas follower). Selain kebutuhan gaya (kebutuhan situasional), preferensi gaya dan range gaya (repertoir gaya berbeda dari seorang leader) adalah isu tentang kualitas gaya. Contoh, karena sebuah situasi membutuhkan konsultasi (consult), dan ini adalah salahsatu gaya dari leader, bukan bearrti bahwa dia akan melakukan itu dengan baik. Setiap gaya membutuhkan skill yang harus disesuaikan dengan situasinya, tapi ini jelas di luar kemampuan seorang manajer neophyte (baru) atau manajer inept (canggung) (Lynn, 1996).

4.5 Debat Dan Diskusi Dalam Teori Leadership Administratif Meski debat ini sering dikemukakan di literatur sektor publik, perbedaan dalam

struktur debat adalah sama pentingnya dengan persamaan. Dari empat pertanyaan yang ada, hanya pertanyaan pertama tentang fokus yang sering didiskusikan di literatur sektor publik atau literatur mainstream. Dari basis filosofi normatif, literatur leadership administratif menjelaskan isu ini lebih menyeluruh. Meski begitu, pertanyaan tentang fokus mana yang tepat menciptakan debat diskresi, yang berwujud di beberapa bentuk tapi bisa mempengaruhi peran leader administratif. Untuk mudahnya, era pertama (1883 sampai 1940-an) bisa dikonsepkan sebagai waktu ketika dikotomi antara dunia politik keputusan kebijakan dan dunia implementasi teknis dan netral adalah sebuah ideal yang jauh. Bisa dikatakan bahwa leader administratif yang baik membuat banyak keputusan teknis, tapi juga menunggun keputusan kebijakan dari atasan politiknya. Peran diskresi ini, sayangnya, sering diabaikan atau disepelekan. Era kedua (1940-an sampai 1980-an), yang menggunakan model yang kurang idealistik, menunjukkan bahwa keterkaitan dunia politik dan administratif adalah jauh lebih saling terkait dibanding yang digambarkan dikotomi sederhana. Model dominan selama periode ini adalah model tanggungjawab administratif, yaitu, penggunaan diskresi signifikan secara tepat dan sederhana. Era terbaru (dari 1990-an), yang dibentuk oleh agenda reformasi pemerintah dunia, memunculkan penggunaan diskresi administrator publik secara entrepreneurial. Debat tentang apa yang harus direformasi di pemerintah (misal, ukuran, biaya, proses, struktur, mekanisme akuntabilitas) dan cara reformasi dilakukan, memicu kontroversi besar dalam komunitas. Model terbaru mendorong penggunaan diskresi secara kreatif dan kuat, dan menyebar otoritas di antara stakeholder dan mekanisme kontrol.

Debat diskresi membentuk debat fokus yang diarahkan ke orientasi manajemen (transaksional) versus orientasi perubahan (transformasional). Jika leader tidak menggunakan diskresinya, atau menjadi terlalu aktivis, maka mereka tidak seharusnya mengecilkan peran perubahan, tapi memberikan fokus lebih besar ke isu manajemen.

[20]

Page 21: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

Dalam posisi kontras, banyak penganut paham New Public Management mengemukakan pikiran mainstream di tahun 1980-an, dengan mengatakan bahwa administrator publik perlu memainkan peran besar. Elemen lain di dalam diskusi “fokus yang tepat” di literatur sektor publik bisa memberikan tambahan, atau menjadi substitusi, dari isu inklusi konsumen/klien/rakyat dan kebaikan publik. Meski pikiran berbeda tidak saling sepakat tentang cara memframe prinsip dan istilah yang tepat untuk menggambarkannya, ada kesepakatan bahwa konstituensi eksternal dan kebaikan umum adalah fokus dasar dari administrator sektor publik yang tidak bisa taken-for-granted.

Debat tentang pentingnya leadership malah kurang ramai dan jarang menonjol. Meski beberapa orang yang menggunakan perspektif teori demokratik mengatakan bahwa leader administratif tidaklah penting menurut perspektif politik tegas, kebanyakan pakar administrasi publik dan semua praktisinya menegaskan pentingnya administrator publik. Sayangnya, ada kecenderungan besar untuk melihat semua situasi yang membuat leadership menjadi penting sebagai sebuah monolith, bukan sebagai proses pemahaman tipe leadership berbeda di konteks berbeda dengan beragam misi, struktur organisasi, mekanisme akuntabilitas, batasan lingkungan, dan sebagainya. Ini berarti bahwa isu teknologi leadership kurang terartikulasi di sektor publik dibanding di sektor privat. Beberapa sinthesis yang mencerminkan model multi-fungsi, multi-level dan multi-situasi di mainstream tahun 1990-an (Hunt, 1996; Chemers, 1997; Yukl, 1998) ternyata jarang ditemukan di monograf atau literatur jurnal untuk sektor publik (Van Wart, 2004; Fairholm dan Fairholm, 2009).

Kelemahan literatur adalah di karakternya yang non-integrasi, tapi beberapa babnya mengulas leadership di konteks administrasi publik general dan manajemen publik. Debat serius tentang gaya terbaik dipisahkan menjadi beberapa bagian, dan jarang didiskusikan secara eksplisit seperti di literatur leadership mainstream. Fragmen pisahan literatur ini bisa ditemukan di topik manajemen seperti total quality management, motivasi dan penyelesaian masalah rutin di publikasi seperti Public Productivity and Management Review, dan sebagian literatur ditemukan dalam topik eksekutif seperti perencanaan strategis dan perubahan dan pengembangan organisasi di dalam jurnal seperti Public Administration Quarterly. Literatur nilai-etika, dengan semua kekuatan normatifnya, memberikan beberapa rekomendasi seperti sikap responsif, terpercaya, jujur, bijak dan sebagainya.

Debat apakah leader dilahirkan atau dibuat tidak terbentuk dari perspektif teoritis. Di tahun 1960-an, model situasional menggunakan matrik tugas-orang. Skill tugas dan skill orang bisa diajarkan, dan pendekatan humanistik yang melibatkan gaya direktif lebih sering digunakan. Ini digunakan di literatur sektor publik. Di tahun 1980-an, ketika bidang mainstream mencari model yang lebih komprehensif dan kompleks, beberapa contoh model pelatihan muncul di sektor publik (Flanders dan Utterback, 1985; Faerman, Quinn, dan Thompson, 1987), dan ini muncul lagi di tahun 2000-an (Parks, 2005; Morse dan Buss, 2008). Argumen “lahir” mengutamakan pentingnya rekrutmen dan seleksi individu yang luar biasa. Diskusi ini sering dibicarakan di konteks sumberdaya manusia, khususnya di laporan yang menunjukkan cara-cara menguatkan sektor publik (“Volcker” Commission, 1990, dan “Winter” Commission, 1993), tapi ini tidak diintegrasikan dalam diskusi leadership eksplisit.

5. DISKUSI BEBERAPA ISTILAH DAN KONSEP PENTING Tantangan besar dalam studi leadership adalah bahasa khusus yang digunakan

untuk menunjukkan konsep yang jarang digunakan atau digunakan tapi dalam cara

[21]

Page 22: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

kontradiktif oleh peneliti berbeda. Beberapa istilah dan konsep tersebut akan didefinisikan atau dideskripsikan di bawah ini.

5.1 Level Aksi Leadership Satu perbedaan paling penting adalah seputar level analisis yang digunakan untuk

aksi leadership, dan ini berbeda dari aktivitas spesifik hingga klasifikasi luas yang digunakan untuk menyederhanakan tanggungjawab leader. Level analisis tersempit adalah tugas, yang fungsi diskritnya bisa sama di banyak kerja. Contoh tugas yang dimaksud adalah “briefing tugas atau pertemuan lain”, atau “menjadi wakil agensi di pertemuan atau aktivitas luar”. Studi yang mendefinisikan tugas kerja bagi leader dan manajer bisa membuat daftar lebih dari 100 tugas, dan studi lain bahkan bisa membuat lebih dari 1000 tugas tapi yang disebut tugas mikro.

Perilaku, sifat, dan skill berada di level analisis selanjutnya. Perilaku adalah pola aktivitas leader, yang utamanya digunakan untuk menghubungkan beberapa tugas. Semua perilaku leader dipecah menjadi 10 sampai 30 perilaku, yang, bila didasarkan pada teori tertentu, menjadi kerangka bangun elemental. Contoh, Howard dan Bray (1988) mengidentifikasi organisasi dan perencanaan sebagai perilaku sedangkan Yukl, Wall, dan Lepsinger (1990) memecah area ini menjadi perencanaan dan pengorganisasian, operasi pengawasan dan lingkungan, dan mengklarifikasi peran dan target. Cara lain dalam melihat level analisis ini adalah dengan sifat dan skill. Sifat dan skill adalah bakat bawaan, dan kemampuan belajar yang mempengaruhi kualitas perilaku. Ini diobservasi secara tidak langsung lewat kualitas pelaksanaan perilaku. Contoh dari ini adalah energi, fleksibilitas, skill komunikasi, dan kemampuan analitik. Orang bisa melakukan sebuah perilaku seperti perencanaan (operasi), tapi kemampuan analitik digunakan untuk meningkatkan kualitas perencanaan. Pengamatan lingkungan adalah sebuah perilaku, tapi fleksibilitas adalah sebuah sifat/skill yang meningkatkan pengamatan dengan memperkaya sarana untuk melakukan itu. Seringkali, taksonomi “perilaku” adalah kombinasi antara perilaku, dan sifat dan skill. Dalam hal ini, istilah kompetensi sering digunakan untuk menggambarkan keduanya.

Level analisis selanjutnya adalah gaya. Sebuah gaya adalah kluster berukuran moderat dari perilaku leader, yang utamanya digunakan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan pola leader aktual atau ideal. Contoh, Vroom dan Yetton (1973) mendiskusikan gaya leadership delegatif dalam konteks pembuatan keputusan yang menitikberatkan ke perilaku delegasi (memberikan tanggungjawab ke orang lain, dan memberikan pengawasan minimal), menyelesaikan masalah (memeriksa masalah operasional), dan mengolah inovasi dan kreativitas. Di lain pihak, Hersey dan Blanchard (1969, 1972) mendiskusikan delegasi dikonteks maturitas follower, dan karena itu, menghubungkan itu dengan perilaku mendelegasikan, mengklarifikasi peran dan target, memberikan informasi, dan mengembangkan staff. Dua definisi operasional di atas bisa dikatakan serupa, tapi analisis perilaku menunjukkan bahwa keduanya tidak identik. Penggunaan gaya sebagai unit analisis primer telah sangat populer di kalangan peneliti, trainer dan praktisi awam. Perhatikan bahwa beberapa teori leadership difokuskan hanya ke porsi perilaku leader dalam analisis gaya.

Level analisis tertinggi adalah kategori meta. Sebuah kategori meta adalah kluster perilaku yang sangat besar dalam menganalisa dunia fungsi leader. Tipikalnya, taksonomi tersebut berisi dua sampai lima elemen. Contoh terkenal tentang ini adalah dari studi leadership Ohio State University di tahun 1950an. Setelah menganalisa lebih dari 1500 tugas, peneliti menyuling dua kategori meta leadership, yaitu pertimbangan dan inisiasi

[22]

Page 23: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

struktur. Taksonomi lain adalah pemecahan fungsi leader menjadi kategori teknis, impersonal dan konseptual (Katz, 1955). Tujuan kategori meta adalah elegansi konseptual, tepatnya menjelaskan berapa banyak tugas atau perilaku berbeda yang masuk ke tujuan kesederhanaan dan kejelasan konsep. Gaya, di lain pihak, memiliki fokus terapan lebih banyak, tapi kurang elegansi.

5.2 Level Konseptualisasi Organisasi Cara lain dalam memikirkan leadership adalah menfokuskan ke tempat dimana

leadership terjadi (Yammarino dkk, 2005; Yammarino dan Dansereau, 2008). Jika fokusnya adalah antara leader spesifik dan follower, maka ini disebut diadik. Tepatnya, leadership terjadi di antara dua orang – sebuah diadik – yang mana ada efek leader ke follower, atau atribusi follower ke leader. Seringkali, semua follower dari seorang leader dikonsepkan sebagai satu entitas. Fokus lainnya adalah level analisis kelompok. Bagaimana leadership muncul dari sebuah kelompok yang tidak terstruktur? Bagaimana dinamika leadership yang memiliki tipe follower berbeda di kelompok yang sama? Bagaimana leader merubah kelompok berkinerja rendah menjadi tim berkinerja tinggi atau yang self-managed? Level analisis yang lebih tinggi adalah organisasi. Tipe leadership apa yang dibutuhkan sebuah organisasi di saat krisis? Perbedaan kompetensi apa yang terlihat antara supervisor frontline dan chief executive officer?

5.3 Leadership Versus Manajemen Debat panas tentang makna hubungan antara leadership dan manajemen muncul di

akhir 1970-an (Zaleznik, 1977), dan ini jarang dipadukan. Pertama, apa makna dari istilah ini? Apakah leadership adalah tentang interaksi dengan follower saja (Mintzberg, 1973), ataukah tentang apapun yang dilakukan leader (Bass, 1985), atau apakah ini mencerminkan kewajiban untuk merubah arah atau budaya organisasi ? Apakah manajemen adalah tentang tugas dasar dan fungsi manajemen (sumberdaya manusia, keuangan, dst), apapun yang dilakukan eksekutif, ataukah ini tentang pelaksanaan aktivitas operasional yang ada? Zaleznik dkk (Bennis dan Nanus, 1985; Kotter, 1990) berpendapat bahwa leadership adalah menghasilkan perubahan dan gerakan, dan karena itu, menfokuskan diri ke visi, strategi, penyesuaian orang dan penginspirasian, dan bahwa manajer adalah tentang tatanan dan konsistensi, dan karena itu, menitikberatkan planning, organizing, controlling, staffing, dan budgeting. Mereka mengatakan bahwa leader adalah lebih penting tapi suplainya sedikit. Mintzberg, di lain pihak, mengatakan bahwa mengelola banyak hal adalah yang dilakukan eksekutif, dan salahsatu diantaranya adalah memimpin follower. Teks ini mencoba menggambarkan konvensi yang ada di studi leadership, yaitu bahwa leader melakukan banyak hal, termasuk memimpin orang, memimpin produksi dan memimpin perubahan. Istilah “leader” dan “manajer” digunakan secara bergantian, dalam artian bahwa manajer (di level mana pun) jarang memberikan fokus hanya ke pelestarian atau perubahan, atau fokus hanya ke follower, atau tugas, atau penyesuaian organisasi. Semua manajer yang baik bisa menjadi leader (dalam makna yang lebih sempit), dan semua leader yang baik bisa menjadi manajer yang baik setidaknya di beberapa waktu jika mereka tidak terhambat oleh persoalan teknis atau kerumitan organisasi. Salahsatu tantangan bagi leadership besar adalah percampuran tanpa putus antara berbagai dimensi manajerial-operasional dengan fungsi leadership visioner.

[23]

Page 24: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

5.4 Deskriptif Versus Preskriptif Studi deskriptif berusaha mendefinisikan dan mendeskripsikan proses leadership,

perilaku tipikal dan faktor kontingensi. Studi deskriptif berisi studi kasus, studi eksperimen di setting laboratorium, studi eksperimen di lapangan, analisis faktor ke instrumen feedback survey, observasi leader, wawancara dan sebagainya. Ini membentuk ilmu dasar bagi studi leadership yang nantinya menunjukkan bukti ada atau tidaknya hubungan. Studi preskriptif berusaha memberikan rekomendasi dari temuan deskriptif: Apa yang harus dilakukan leader agar lebih efektif dan dalam kondisi apa? Contoh, hal berikut harus dipertimbangkan. “Penelitian menunjukkan bahwa sulit menjalankan banyak aktivitas supportif lain kecuali konsultasi dilakukan terlebih dulu. Karena itu, lakukan konsultasi dengan pegawai sejak awal dan rutin”. Preskripsi bisa berguna ketika perilaku rata-rata bisa sangat berbeda dari perilaku yang paling efektif. Karena preskripsi bukan hanya berisi banyak asumsi teoritis, tapi sering berisi preferensi nilai (asumsi normatif), maka akan lebih bijak bila memeriksanya secara kritis. Banyak studi berisi elemen deskriptif dan preskriptif, dan garis yang ada tidak selalu jelas. Perbedaan ini perlu dipertimbangkan lebih jauh.

5.5 Pendekatan Universal Versus Kontingensi Pendekatan universal ke leadership berasumsi bahwa di beberapa level, ada pola

ideal perilaku leadership yang cocok bagi semua situasi. Sebuah pendekatan kontingensi ke leadership berasumsi bahwa situasi dimana leader menyadari keberadaannya adalah penitng untuk menentukan perilaku dan gaya yang tepat. Teori sifat sebelumnya mencari sebuah pendekatan universal, tapi gagal, dan karena itu, pendekatan universal diabaikan. Meski begitu, di level abstraksi yang tinggi, pendekatan universal masih menarik. Contoh, grid leadership dari Blake dan Mouton (1965, 1985) masih populer, meski ini hanya merekomendasikan satu gaya di berbagai situasi (pendekatan “tim”), dan teori leadership transformasional kebanyakan universalist dalam pendekatannya. Meski begitu, pendekatan kontingensi bisa lebih kuat untuk mendefinisikan hubungan konkrit antara tugas dan perilaku dengan efektivitas.

5.6 Leadership Formal Versus Informal Leadership formal berasal dari posisi tertentu (legitimasi). Dengan otoritas dan

sumberdaya, leader formal memiliki kemampuan mereward dan memaksa anggotanya. Mereka menguatkan power formal atau posisinya dengan power personal yang berasal dari keahlian, kearifan, kepercayaan dan kesukaan. Leader informal, di lain pihak, memiliki sedikit atau tidak memiliki power posisi, dan karena itu, sangat bergantung ke power personal. Contoh leadership informal ini terjadi ketika sebuah kelompok melakukan rapat, tapi belum ada ketuanya, sehingga satu orang muncul sebagai leader. Leadership informal disebut leadership emergent. Ketika leader muncul dari gerakan sosial yang tidak jelas, mereka disebut leader informal. Meski begitu, seiring waktu, mereka mendapat posisi formal. Kadang, seorang follower bisa sangat disukai dan penting bagi operasi, sehingga dia bisa memiliki power lebih banyak dibanding leader formal.

5.7 Leadership Vertikal Versus Horisontal Leadership vertikal diekspresikan dalam hubungan hirarkis ketika beberapa power

berada di tangan leader formal. Leader bisa mengekspresikan leadership vertikal bukan hanya dengan bersikap direktif tapi juga lewat pembatasan ke partisipasi input saja. Leadership horisontal terjadi ketika hirarki berkurang atau dihapus. Ini menitikberatkan

[24]

Page 25: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

pemberdayaan dan delegasi pegawai/fol ataupun hubungan partnership. Leadership vertikal cenderung memberikan rantai akuntabilitas dan efisiensi lebih ketat. Sayangnya, ini rawan mengkorupsi proses leadership untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi leader. Leadership horisontal cenderung memberikan input, partisipasi, adaptabilitas dan kreativitas lebih besar. Mereka juga rawan kehilangan akuntabilitas dan cenderung tidak efisien. Organisasi kontemporer cenderung menggunakan dua bentuk leadership ini, dan banyak desain organisasi dibuat sedemikian rupa agar meraih keseimbangan optimum dari dua bentuk ini.

5.8 Leader Versus Leadership Karena pentingnya individualisme di dalam budaya Barat, maka mudah memperluas

peran leader (Graen, 2007; Kort, 2008) dan menyamakan leader dengan leadership. Budaya Timur cenderung lebih sensitif ke peran budaya, tradisi dan kelompok. Meski penelitian leadership difokuskan ke perspektif leader individu, maka leadership adalah proses yang berisi bukan hanya leader, tapi juga follower dan lingkungan. Contoh, di konteks dimana leader berada di network, maka pola pikir kolaboratif bisa jauh lebih optimal dibanding konteks leader sentris (Weber dan Khademain, 2008).

6. SEBUAH DEFINISI OPERASIONAL TENTANG LEADERSHIP BAGI INDIVIDU Definisi leadership bisa dikatakan banyak. Ini bisa diarahkan ke sistem keseluruhan,

organisasi atau individu. Definisi di bawah ini bisa disebut sebagai definisi operasional dari leadership, yang orientasinya pada individu atau praktisi.

Leadership adalah proses kompleks yang berisi beberapa tindakan. Leadership adalah kompetensi teknis dan meraih hasil. Ini bekerja dengan orang dan lewat orang. Ini memastikan bahwa organisasi harus sesuai dengan lingkungan baik dalam sumberdaya, layanan dan produk, struktur dan proses, dan sebagai. Selain itu, leadership memastikan bahwa norma organisasi adalah tepat dan dipatuhi, dan bahwa budaya organisasi yang dinamis dan sehat tetap terjaga.

Leadership berisi penilaian lingkungan dan batasan leadership. Leader tidak bisa ke mana pun (meraih tujuan) jika tidak tahu dimana mereka berdiri. Proses penilaian ini membutuhkan pengamatan proses efektivitas organisasi lewat mata yang kritis. Ini juga membutuhkan penilaian realistik ke batasan orang, sehingga frustasi, salah tindakan, dan pencapaian rendah bisa diminimalkan.

Leadership berisi pengembangan banyak sifat dan skill leadership. Sebelum leader bertindak, dia perlu menggunakan dan mengembangkan bakat alam, dan memperbaiki skill menjadi set karakteristik leadership. Sifat tersebut berisi konfidensi diri, energi, fleksibilitas, kebutuhan akan pencapaian, integritas dan maturitas emosional. Skill berisi kemampuan untuk belajar, mempengaruhi dan bernegosiasi, dan berkomunikasi.

Leader harus memperbaiki dan merubah gaya situasi berbeda. Apakah harus memperbaiki gaya preferen untuk set faktor situasional yang lebih sempit atau merubahnya untuk mengatasi situasi yang beragam, leader harus tetap menjaga gayanya. Dengan kata lain, meski jika leader tidak memilih secara personal untuk merubah gayanya di sebuah situasi baru, leader efektif perlu sadar dengan gaya ideal di situasi tertentu, dan mampu membuat penilaian praktikal apakah harus merubah gaya atau memberikan gaya alternatif (seperti menunjuk orang yang memiliki gaya paling tepat untuk menangani situasi). Menguasai satu gaya saja adalah tantangan berat yang butuh studi dan praktek.

[25]

Page 26: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

Leader meraih tujuan yang ditetapkan. Penilaian, karakteristik dan gaya dari leader adalah alat atau sarana untuk bertindak. Aksi leader efektif melahirkan pencapaian tujuan. Aksi adalah aktivitas aktual yang mengisi hari-hari leader, dan berisi mengawasi proses tugas, memberikan informasi, memotivasi, membangun dan mengelola tim, mengamati lingkungan, networking dan partnering, dan pembuatan keputusan. Aksi sendiri menjadi sarana untuk hasil, yaitu pencapaian tujuan.

Leader melakukan evaluasi diri terhadap kinerjanya. Penilaian organisasi dan lingkungan yang efektif dibutuhkan untuk leadership efekif, dan evaluasi diri yang berkelanjutan juga penting. Ini perlu dilakukan karena kesuksesan dengan cara lama bisa rawan menyebabkan cepat puas, atau buruknya, ketidakkompetnsian dan disfungsionalitas. Memadukan semua faktor ini adalah sebuah pertimbangan penting, tapi menjelaskan mengapa kinerja leadership bisa tinggi adalah lebih penting, dan ini jarang dilakukan.

7. KESIMPULAN Proses leadership sering dianggap sebagai satu fenomena sederhana, tapi

realitanya tidak demikian. Inilah mengapa sedikit orang yang peduli dengan itu, khususnya dalam konteks yang membutuhkannya. Penjelasan leadership yang simplistik adalah elegan, dan bisa digunakan untuk tujuan tertentu seperti memberikan pidato inspirasional, atau mengidentifikasi sebuah prinsip penting. Meski begitu, penjelasan simplistik juga rawan menyebabkan over-generalisasi, kurang lengkap, dan kurang terapan. Karena itu, studi tentang leadership membutuhkan pemahaman tentang kerumitan (kompleksitas) proses leadership, membutuhkan model untuk menjelaskan cara leadership dijalankan di berabgai kondisi, dan mempertimbangkan fakta bahwa ada banyak tipe leadership yang berbeda.

Penjelasan leadership adalah sama tuanya dengan bahasa. Studi yang serius tentang leadership adalah pada abad 19 lewat thesis “great man”. Leader diberi kemampuan leadership lewat kombinasi bakat bawaan, dan pelatihan dan pendidikan sejak dini. Paruh pertama abad 20 didominasi oleh perspektif sifat, yaitu sebuah keyakinan bahwa sifat dan skill terpilih bisa menyebabkan leadership. Perspektif kontingensi menjelaskan bahwa tanpa konteks situasional, sifat dan skill menjadi rapuh. Teori kontingensi awal cenderung menjadi model simplistik yang menyeimbangkan perspektif tugas dan perspektif orang. Pikiran karismatik dan transformasional menegaskan pentingnya karakter dan kemampuan leader dalam menghasilkan perubahan. Leadership servant menguatkan dimensi etika dari leadership, yang menyatakan bahwa memimpin adalah tanggungjawab untuk melayani. Emphasis kontemporer di penelitian leadership berisi usaha menemukan model integratif, ulasan kembali tentang leadership horisontal atau distributif, dan pikiran dan kritik postmodern tentang makna leadership itu sendiri. Literatur tentang leadership sektor publik dicampur dengan mainstream, dan tidak menjadi sub-bidang sendiri.

Meski beberapa debat perenial tentang leadership tidak bisa dijawab secara otoritatif, ini menciptakan dialek yang memberikan informasi ke pembaca subyek dinamis ini. Satu debat yang muncul adalah tentang apakah leader harus menfokuskan diri ke pencapaian, orang, atau perubahan. Debat lainnya adalah seberapa penting leader sebenarnya, dan debat ini masuk di konteks leader administratif di sistem politik. Debat ketiga adalah apakah leader dilahirkan atau dibuat – debat tentang sifat versus asuhan di ilmu sosial lainnya. Debat ini telah berubah menjadi sebuah diskusi pentingnya bakat versus pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Terakhir, ada debat tentang gaya terbaik

[26]

Page 27: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

yang harus digunakan, tanpa mempersoalkan apakah itu adalah inklusivitas seperti gaya direktif versus partisipatif, atau fokus ke kebutuhan individu (yaitu gaya berorientasi pencapaian) versus kebutuhan kelompok (yaitu gaya inspirasional).

Berbagai istilah dan konsep juga diterangkan. Leadership bisa dianalisa dengan level aksi berbeda, dari tugas kecil sampai kategori meta yang luas. Leadership terjadi di level organisasi berbeda, dari supervisor sampai eksekutif. Leadership dan manajemen bisa didefinisikan secara fungsional sebagai yang beroverlap atau bersinonim, atau didefinisikan dengan manajemen sebagai fungsi perawatan, dan leadership sebagai fungsi perubahan. Studi deskriptif difokuskan ke fakta empiris dan teori teruji, dan studi preskriptif difokuskan ke isu normatif dan etika. Pendekatan universal memberikan emphasis ke generalisabilitas teori di semua situasi, dan pendekatan kontingensi memberikan emphasis ke variabel konteks yang mempengaruhi kesuksesan leadership. Leadership formal berasal dari posisi dan otoritas dimana leadership informal muncul dari power dan keahlian personal. Terakhir, meski leadership sering diteliti dengan fokus ke peran leader individu dan skill yang harus digunakan agar sukses, leader tetap berada di kelompok, dan menjadi bagian dari sebuah proses.

Bab ini disimpulkan dengan definisi operasional dari leadership di level individu. Leadership adalah proses kompleks yang melibatkan tipe aksi berbeda. Ini berisi penilaian lingkungan dan batsan, pengembangan sifat dan skill leadership, modifikasi gaya menurut situasi berbed , pencapaian tujuan yang ditetapkan, dan evaluasi kinerja. Setiap individu, apakah itu peneliti atau siswa, harus mendefinisikan leadership menurut tujuan individu tersebut. Individu bisa mendefinisikan leadership untuk tujuan berbeda, selama alasannya di balik itu adalah eksplisit dan asumsinya transparan. Buku ini membantu pembaca dalam memahami tujuan spesifik dari leadership, dan karena itu, juga definisi personal dari leadership.

TUGAS DAN DISKUSIKAN KELAS

1. Pembuatan makalah secara individu yang akan didiskusikan dalam kelas2. Pembuatan makalah secara kelompok yang akan didiskusikan dalam kelas3. Makalah individu dan kelompok menjadi tugas akhir mahasiswa

REFERENSI

Argyris (1957); Likert (1959); Mc Gregor (1960); Moslow (1967); Fiedler (19670; Fiedler, Chamers dan Mahar (1976); Blake dan Mouton (1964 – 1965); Hersey dan Blanchard (1962-1972). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Arvey et al., (2006); Bennis (2007); Kotter (1990); Zan (1997); Myers-Briggs (1997); Fiedler (1967); Hersey dan Blanchard (1969-1972); Lynn (1996). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

[27]

Page 28: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

Avolio (2007). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Bass (1985). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

________ (1990). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

________ (2008). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Bass dan Avolio (1990); Bass (1996). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Bellone dan Goerl (1992); Movement dan Terry (1998); Hennessey (1998); Moon (1999); Considine dan Lewis (1999). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Bird (1940); Jenkins (1947). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Blake dan Mouton (1965-1985). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Boal dan Hooijberg (2001). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Burke et al., (2006). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Burns (1978). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Burns (1978); Bass (1985); Bennis dan Nanus (1985). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

[28]

Page 29: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

Burns (1978); Greenleaf (1977). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Burns Mc Gregor J. (1978). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Chamer (1997). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Chin et al., (2007). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Clarke (2006). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Crosby dan Bryson, Crosby dan Kiedrowski (2008). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Crosby dan Kiedrowski (2008); Schweigert (2007); Loveday (2008); Fairholm (2004); Vanslyke dan Alexander (2006); Fernandez (2005); Thach dan Thompson (2007). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Day, Groon dan Salas (2006). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Day, Sin dan Chen (2004). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

De Pree (1989); Gardner (1989); Rost (1990); Block (1993); Bennis, Parikh, dan Lassem (1994); Zand (1997). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Dilulio (1989); Likert (1981; Flanders dan Utterback (1985); Faerman, Quinn dan Thompson (1987); Stone (1981); Dimock (1986); Gilbert dan Hyde (1988); Young dan Norris (1988). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

[29]

Page 30: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

Drath et al., (2008). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Dunoon (2002); Alimo-Metcalfe dan Albon- Metcalfe (2005). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Eagly dan Carli (2007); Chin et al., (2007); Heilman (2001); Heilman dan Okimoto (2007); Powell, Butterflied dan Parent (2002); Powell dan Graves (2003); Hogne dan Lord (2007). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Enslay, Hmieleski dan Pearce (2006); Conger dan Locke (2008). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Fairholm (2004). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Fairholm dan Fairholm (2009). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Fairholm Gilbert (1991). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Fernandez (2005). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Fernandez dan Pitts (2007). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Finer (1941); Leys (1943); D. Stone (1945); Follett (1933-1996); Barnard(1938 – 1987). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Foucoult (1970, 1972). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

[30]

Page 31: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

Graen (2007); Kort (2008); Weber dan Khademain (2008). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Greenleaf R. (1997). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Hegel, Herbert S, Karl Marx, Frederich E. (Bass, 1990). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Heifetz (1994); Keil (1994); Vinzent dan Crothers (1998). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Hollander (1958). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

House (1977); Meindl (1990); Conger dan Kanungo (1998). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Howard dan Bray (1988); Yulk, Wall dan Lepsinger (1900); Vroom dan Yetton (1973). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Hunt (1996). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Hunt, Dogde dan Wong (1994); Bernard Bass (1960); Rusow (2001); Van Wart-Suino (2008); Van Wart-Dicke (2007); Morse et al., (2008). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Jenkins (1947); Macmahon dan Millett (1939); Pinchot (1947); Bernstein (1958); Selznick (1957); Graurbard dan Holton (1962); Carson dan Shale (1966); Down (1967; Helco (1971); Winter (1979); Jemier dan Barkes (1979). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Kaiser, Hogan dan Craig (2008); Trottier, Van Wart dan Wang (2008); Kerr dan Jermier (1978); Peters (1994); Buckingham dan Coffman (1999); Katz (1955). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of

[31]

Page 32: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Katzenbach dan Smith (1993); Piters (1994); Kotter (1990; Edgar Schein (1985); Cooper dan Wright (1992); Riccucci (1995). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Kellerman (2008). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Kelly (2008); Barker (1997-2001); Fairhurst (2007); Gronn (2002); Elvesson dan Sveningsson (2003); L. Chen (2008). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Lawton, dimock (1958); Golembiewski (1959); Guyot (1962); Fisher (1962); James Fesler (1960); Altshular (1965); Lundstedt (1965). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Lewis E. (1980); Doig dan Hargrove (1987); Kautman (1981); Cleveland (1985); Gardner(1989); Taylor dan Rosenback (1948). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Logan, King dan Fischer – Wright (2008). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Loo Tzu (De Pree, 1989); Mc Call, Lombardo, Morrison (1988); Follett (1933-1996); Barnard (1938-1987). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Mark dan Pless (2006); O’Leary, Gerard dan Bingham (2006); Donkettl (2006); Thompson dan Perry (2006). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Mc Crimmon (2007); Edwards (2009); Yukl Gary (2009); Waldman, Berson dan Keller (2009); Croossan (2004); Ford (2006). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Mc Guire (2006); Agronoff (2008b); B Chen (2008); Cullahan (2007); Bevir (2006). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of

[32]

Page 33: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Pearce dan Conger (2003a). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Pearce dan Conger (2003a); Pearce, Conger dan Locke (2008). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Peters dan Austin (1985); Hammer dan Champy (1993). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Robert Moses (1974); J. Edgar Hoover (1987); Robert Citrom. Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Sarker (1992). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Schaubroeck, Lam dan Cha (2007); Purvanova dan Bono (2009). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Schneider dan Somers (2006); Osborn dan Hunt (2007); Uhl-Bien (2006); Lichtenstein dan Plowman (2009); Goffec dan Jones (2009). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Shartle (1950); Hempill (1950); Hampil dan Coons (1957). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Stogdill R. (1948). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Stom D., Carson J., Appley P. (1960 – 1970). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Uhlbien, Marion dan Mc Kelvey (2007). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

[33]

Page 34: Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership …tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/08/Modul-5.docx · Web viewKompleksitas subyek menjadi nyata saat kita menspesifikasikan

Kepemimpinan Sektor Publik/ Dinamika Leadership Dalam Public Service 2012

Uhl-Bien, Marion dan Mc Kelvy (2007). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Van Vugt, Hogen, Kaiser (2008). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Vroom dan Yetton, 1973; Vroom dan Jogo (1988). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Wageman et al., (2008). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Wart Van (2004). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Yammarino et al., (2005); Yammar dan Danserevau (2008). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Yukl (1971); Winter (1979). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Yulk (2008). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

Zalez Nik (1977). Dinamika Leadership Dalam Public Service. Dalam Van W. Montgomery (2011). Dyamics of Leadership in Public Service. Second Edition M.E. Sharpa. Armonh, New York, London, English.

[34]