kementerian kesehatan republik indonesia poltekkes ... afdal.pdf · lembar pengesahan asuhan...
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GASTRITIS NY “W” DALAM
PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN (BEBAS NYERI)
DI RUANGAN LAIKA MENDIDOHA RSUD BAHTERAMAS
KOTA KENDARI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Melaksanakan Penelitian Pendidikan Program
Diploma III Keperawatan
Oleh:
MUH. AFDAL JAYADI
NIM. P00320015033
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLTEKKES KEMENKES KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
iv
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GASTRITIS NY “W” DALAM
PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN (BEBAS NYERI)
DI RUANGAN LAIKA MENDIDOHA RSUD BAHTERAMAS
KOTA KENDARI
Yang disusun dan diajukan Oleh :
MUH. AFDAL JAYADI
NIM. P00320015033
Telah dipertahankan pada Seminar Karya Tulis Ilmia di depan TIM Penguji
Pada Hari/Tanggal : Senin, 23 / Juli / 2018
Dan Telah Dinyatakan Memenuhi Syarat
Tim Penguji:
1. H. Taamu, A.Kep., S.Pd., M.Kes ( )
2. Indriono Hadi, S.Kep., Ns., M.Kep ( )
3. Hj. Siti. Rachmi Misbah, SKp., M.Kes ( )
4. Dali, SKM., M.Kes ( )
5. Hj. Nurjannah, B.Sc., S.Pd., M.Kes ( )
Mengetahui :
Ketua Jurusan Keperawatan
Indriono Hadi S.Kep. Ns. M.Kep
NIP.19700330 199503 1 001
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada program
studi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Gastritis Ny “W” Dalam Pemenuhan Kebutuhan
Rasa Nyaman (Bebas Nyeri) Di Ruangan Laika Mendidoha RSUD
Bahteramas Kota Kendari ”. Penghargaan dan cinta setinggi-tingginya serta
sembah sujud kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta atas jaza, pengorbanan dan
doa serta cinta yang tiada putus-putusnya diberikan semenjak penulis dilahirkan
dan entah sampai kapan penulis dapat membalasnya.
Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan ucapan terima kasih dan
hormat setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pelaksanaan sampai mendapatkan gelar pendidikan Ahli Madya Keperawatan,
yaitu kepada :
1. Ibu Askrening. SKM.,M.Kes. Selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara
telah memberi izin untuk melaksanakan penelitian Di Rumah Sakit RSUD
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.
3. Kepada Direktur Rumah Sakit Umum Batheramas Provinsi Sulawesi
Tenggara yang telah memberikan izin Penelitian.
4. Bapak Indriono Hadi S.Kep., Ns., M.Kes Selaku Ketua Jurusan DIII
Keperawatan dan pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dalam
memberikan bimbingan, arahan dan motivasi selama penulis menyusun Karya
Tulis Ilmiah ini.
5. Ibu Reni Devianti Usman M.Kep., Sp.,KMB Selaku Sekertaris Jurusan DIII
Keperawatan.
6. Ibu Hj. Nurjannah. BSc. SPd. M.Kes sebagai pembimbing II yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan selama penulis menyusun Proposal
ini.
vi
7. Kepada Bapak dan Ibu penguji yang telah memberikan nasehat yang berharga
bagi penulis (H .Taamu. A.Kep., SPd., M.Kes., Hj. Siti Rachmi Misbah.
SKp., M.Kes., Dali SKM., M.Kes).
8. Kepada Ibu Dian Yuniar SR. SKM., M.Kep. Selaku Penasehat Akademik
yang telah memberikan nasehat dan bimbingan yang berharga bagi penulis.
9. Segenap Dosen dan seluruh Civitas Akademika Poltekkes Kemenkes Kendari.
yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan yang tak ternilai
harganya.
10. Kepada kedua orang tuaku tercinta Jayadi dan Rohana yang senantiasa
memberikan dukungan materi maupun moril serta lantunan doa yang terucap
di sepanjang hidup buat penulis.
11. Serta spesial buat sahabat dan teman-teman seperjuanganku yang selalu setia
menemani hari-hariku dalam suka maupun duka dan selalu memberikan
motivasi dan masukan yang positif.
Akhirnya semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada
penulis akan diberikan balasan-Nya yang berlimpah dari Allah SWT. Amin.
Kendari, 23 Juli 2018
Penulis
vii
MOTTO
Hidup Tak Berarti Tanpa Perjuangan
Perjuangan Akan Sia-Sia Tanpa Kebenaran
Perjuangan Dinilai dari Pengorbanan
Pengorbanan Ditentukan dari Keiklasan
“Segala Kegiatan dan Aktifitas Memerlukan Kerja Keras
Untuk Menggapai Kesuksesan dalam Menggapai Itu Hendaklah
Meminta Doa dan Restu Kepada Kedua Orang Tua, Sebaik-Baiknya
Doa Adalah Doa Kedua Orang Tua”
Karya Ini Kupersembahkan Untuk Ayah, Ibu dan Saudara-
Saudaraku Serta Keluarga Besarku Yang Tercinta.
Perjuangan Ini Tak Akan Sia-Sia dan Terimalah Tetesan
Keringan Serta Titisan Ilmu Meski Terangkai Sederhana Namun
Bukti Baktiku Kepada Agama, Almamater dan Bangsaku.
viii
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS
1. Nama Lengkap : Muh. Afdal Jayadi
2. Tempat/Tanggal Lahir : Kendari, 19 September 1997
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Agama : Islam
5. Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
6. Alamat : Jl. Rajawali No.165
7. No Telp/Hp : 085242005030
8. Email : [email protected]
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SDN Benua Indah : Tamat Tahun 2009
2. SMP N 2 Angata : Tamat Tahun 2012
3. SMKs Kesehatan Almunawarah Ladongi : Tamat Tahun 2015
4. Terdaftar sebagai Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
Jurusan Keperawatan Periode 2015-2018
ix
ABSTRAK
Muh. Afdal Jayadi, NIM. P00320015033 “Asuhan keperawatan pada Pasien
Gastritis Ny “W” dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman (Bebas Nyeri) di
Ruangan Laika Mendidoha RSUD Bahteramas Kota Kendari”. Pembimbing bapak
Indriono Hadi dan Ibu Hj. Nurjannah. Gastritis adalah peradangan pada mukosa
lambung dan submukosa lambung yang bersifat secara akut, kronis, difus atau lokal.
Tujuan studi kasus ini adalah peneliti menerapkan terapi relaksasi nafas dalam pada
Pasien Gastritis Ny “W” memenuhi Kebutuhan Rasa Nyaman (Bebas Nyeri) pasien.
Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Yang
menjadi pasien pada penelitian studi kasus ini adalah Ny “W” dengan diagnosa medis
Gastritis Akut dirawat di ruangan Laika Mendidoha RSUD Bahteramas. Studi kasus
ini dilaksanakan pada tanggal 22 Juni s/d 13 Juli 2018 dengan diagnosa keperawatan
Nyeri Akut. Intervensi keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan dan
sesuai kebutuhan pasien. Implementasi dilaksanakan selama 4 hari sesuai intervensi
yang telah di rencanakan. Evaluasi nyeri yang digunakan yaitu pengukuran skala nyeri
dengan menggunakan skala Numerik dengan hasil skala nyeri 2 dari skala nyeri 6
(Nyeri akut teratasi). Saran peneliti dalam melaksanakan penelitian hendaknya
maksimalkan pemberian suhan keperawatan dan mepertanggung jawabkan segala
kemungkinan yang terjadi.
Kata Kunci : Nyeri Akut, Gastritis dan Rasa Nyaman.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...................................................... iv
HALAMAN KATA PENGANTAR .............................................................. v
HALAMAN MOTTO .................................................................................... vii
HALAMAN RIWAYAT HIDUP .................................................................. viii
HALAMAN ABSTRAK................................................................................ ix
HALAMAN DAFTAR ISI ............................................................................ x
HALAMAN DAFTAR TABEL .................................................................... xii
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ................................................................ xiii
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ xiv
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Gastritis
1. Definisi Gastritis ........................................................................ 6
2. Anataomi Fisiologi ..................................................................... 8
3. Patofisiologi ............................................................................... 13
4. Klasifikasi Gastritis .................................................................... 13
5. Etiologi Gastritis ........................................................................ 16
6. Komplikasi Gastritis .................................................................. 19
7. Pemeriksaan Diagnostik ............................................................. 20
8. Penatalaksanaan ......................................................................... 21
B. Konsep Nyeri
1. Definisi Nyeri ............................................................................. 23
2. Proses Fisiologi Nyeri ................................................................ 24
3. Klasifikasi Nyeri ........................................................................ 27
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri .................... 34
5. Penilaian Respon Intensitas Nyeri ............................................. 37
6. Penatalaksanaan Nyeri ............................................................... 42
7. Teknik Relaxasi Nafas Dalam .................................................... 46
C. AsuhanKeperawatanMasalahNyeri 1. PengkajianKeperawatan ............................................................. 48
2. Diagnosa Keperawatan............................................................... 48
3. Intervensi (Perencanaan) Keperawatan ...................................... 48
4. Implementasi (Pelaksanaan) Keperawatan ................................ 49
5. Evaluasi ...................................................................................... 51
xi
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Rancangan Studi Kasus .................................................................... 52
B. Subyek Studi Kasus .......................................................................... 52
C. Fokus Studi ....................................................................................... 53
D. Definisi Operasional ......................................................................... 53
E. Tempat dan Waktu ........................................................................... 55
F. Pengumpulan Data ........................................................................... 55
G. Penyajian Data ................................................................................. 56
H. Etika Studi Kasus ............................................................................. 56
BAB IV HASIL STUDY KASUS DAN PEMBAHAASAN
A. Hasil studi kasus ............................................................................... 59
B. Pembahasan ...................................................................................... 78
C. Keterbatasan studi kasus .................................................................. 86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................................... 87
B. Saran ................................................................................................. 89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Perbedaan Nyeri Akut Dan Nyeri Kronis ................................. 30
Tabel 2.2. Perbedaan Nyeri Somatis Dan Viseral ..................................... 32
Tabel 4.1. Identitas Rekam Medis ............................................................. 61
Tabel 4.2. Aktivitas Daily Living .............................................................. 63
Tabel 4.3. Hasil pemeriksaan laboratorium ............................................... 67
Tabel 4.4. Klasifikasi Data ........................................................................ 68
Tabel 4.5. Analisa Data ............................................................................. 69
Tabel 4.6. Intervensi Keperawatan ............................................................ 70
Tabel 4.7. Implementasi Keperawatan hari 1 ............................................ 71
Tabel 4.8. Implementasi Keperawatan hari 2 ............................................ 72
Tabel 4.9. Implementasi Keperawatan hari 3 ............................................ 73
Tabel 4.10. Implementasi Keperawatan hari 4 .......................................... 74
Tabel 4.11. Evaluasi keperawatan hari 1 ................................................... 75
Tabel 4.12. Evaluasi keperawatan hari 2 ................................................... 76
Tabel 4.13. Evaluasi keperawatan hari 3 ................................................... 77
Tabel 4.14. Evaluasi keperawatan hari 4 ................................................... 78
Tabel 4.15. Hasil penerapan teknik relaksasi nafas dalam ........................ 79
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Anatomi Gaster .................................................................. 8
Gambar 2.2. Patway ............................................................................... 13
Gambar 2.4. Skala Deskritif ................................................................... 39
Gambar 2.5. Skala Numarik ................................................................... 40
Gambar 2.6. Skala Analok Visual .......................................................... 41
Gambar 2.7. Skala Wajah ....................................................................... 41
Gambar 4.1. Tabulasi data penelitian ..................................................... 85
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Permintaan Data Awal
Lampiran 2 : Surat Pengambilan Data Awal
Lampiran 3 : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 5 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 6 : Surat Keterangan Keaslian KTI
Lampiran 7 : Surat Pernyataan Persetujuan Responden (Informed Consent)
Lampiran 8 : Dokumentasi Gambar
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag atau tukak lambung berasal dari
bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti perut atau lambung dan itis yang berarti
inflamasi atau peradangan. Hasil penelitian para pakar, didapatkan jumlah
penderita Gastritis antara pria dan wanita, ternyata Gastritis lebih banyak pada
wanita dan dapat menyerang sejak usia dewasa muda hingga lanjut usia.
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag erasal dari bahasa yunani yaitu
gastro, yang berarti perut atau lambung dan itis yang berarti inflamasi atau
peradangan. Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau peradangan mukosa
lambung yang bersifat akut, kronis, difus dan lokal. Ada dua jenis gastritis yang
terjadi yaitu gastritis akut dan kronik (Brunner Dan Suddart, 2002).
Salah satu organ terpenting dalam tubuh manusia yang digunakan bagi
makhluk hidup sebagai penyimpan makanan yaitu lambung. Yang mana fungi
lambung bagi tubuh yang paling utama adalah sebagai menerima makanan dan
bekerja sebagai penampung untuk jangka waktu pendek, semua makanan
dicairkan dan dicampurkan dengan asam hirokiorida dan dengan cara ini
disiapkan untuk dicerna oleh usus. Selama kadar asam lambung dalam tubuh
sesuai kadar normal tidak akan menyebabkan suatu gangguan atau penyakit,
tetapi jika kadar asam lambung dalam tubuh berlebih akan menyebabkan nyeri
perut atau gastritis. Gastritis merupakan peradangan pada lambung dan
2
merupakan gangguan yang sering terjadi dengan karakteristik adanya anoreksia,
rasa penuh dan tidak enak pada epigastrium, mual dan muntah (Efandi 2009).
Gastritis merupakan peradangan (pembengkakan) pada mukosa lambung
ditandai dengan tidak nyaman pada perut bagian atas, rasa mual, muntah karena
adanya masalah pada asam lambung yang meningkat disebabkan karena
keterlambatan makan, makan makanan pedas, asam, minum minuman bersoda
dan kopi.
Badan penelitian kesehatan dunia (World Health Organization) WHO
2013, mengadakan tinjauan terhadap beberapa Negara di dunia dan mendapatkan
hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%,
China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden
gastriti sekitar 1,821 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya
gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya.
Prevalensi gastritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada populasi di
Shanghai sekitar 17,2% yang secara substantial lebih tinggi dari pada populasi di
barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik. Pada tahun 2013 panyakit
gastritis menempati urutan ke-4 dari 50 peringkat utama penyakit dirumah sakit
seluruh indonesia dengan jumlah kasus 218.500 kasus(Depkes RI, 2013).
Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah
40,8%, dan angka kejadian gastritis di beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi
dengan prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk (Kurnia,2011).
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2011, gastritis merupakan salah
satu penyakit dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di Rumah Sakit
di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%) (Depkes, 2012).
3
Berdasarkan data dari profil Kementerian Kesehatan Kota Kendari pada
tahun 2013 gastritis merupakan 10 besar penyakit dengan posisi peringkat ke 5
pasien rawat inap dan posisi ke 6 rawat jalan di rumah sakit. Rata-rata pasien
yang datang di unit pelayanan kesehatan baik di Puskesmas maupun Rumah
Sakit mengalami keluhan yang berhubungan dengan nyeri ulu hati faktor
penyebab gastritis akut dan gastritis kronis ini karena pola makan yang tidak
teratur, konsumsi obat penghilang nyeri jangka panjang, konsumsi kopi, alkohol,
merokok, stres fisik, stres psikologis, usia tua, kelainan autoimun, chrone disease,
penyakit bile reflux, infeksi bakteri, dan penyakit lain seperti HIV/AIDS, infeksi
parasit dan gagal hati atau ginjal (Brunner & Suddarth, 2004; Jackson, 2006).
Teknik relaksasi merupakan latihan kontraksi dan relaksasi pada setiap
kelompok secara Stematis dan dapat digunakan untuk menurunkan nyeri gastritis.
Nyeri yang dialami dapat terus menerus mengalami kekambuhan. ini bertujuan
mengetahui efektifitas teknik relaksasi dalam menurunkan nyeri dan frekuensi
respon nyeri pada pasien dengan Gastritis. Relaksasi Nafas Dalam adalah satu
teknik dalam terapi perilaku untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan
(Depkes, 2013).
Hasil pengambilan data awal rekam medik di RSUD Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara. Survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 18 Maret
2018 di RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. Data dari jumlah pasien
Gastritis dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2015 berjumlah
127 jiwa, 151 jiwa pada tahun 2016, dan 212 jiwa pada tahun 2017 (Rekam
Medik RSUD Bahteramas Prov.Sultra, 2018).
4
B. Rumusan Masalah
Pengalaman dan data yang didapatkan diatas maka penulis tertarik untuk
mengambil kasus Gastritis untuk dijadikan sebuah Karya Tulis Ilmiah (KTI)
dengan judul ”Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gastritis Ny “W” Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman (Bebas Nyeri) di Ruangan Laika
Mendidoha RSUD Bahteramas Kota Kendar)“.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melakukan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gastritis Ny “W” dalam
Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman (Bebas nyeri) di Ruangan Laika
Mendidoha RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukakan pengkajian keperawatan pada pasien gastritis Ny “W”
b. Menetapkan diangnosa keperawatan pada pasien gastritis Ny “W” .
c. Merumuskan intervensi keperawatan sesuai dengan masalah yang di
butuhkan pada pasien gastritis Ny “W”dengan pemenuhan rasa nyaman
(bebas nyeri).
d. Mengimplementasikan intervensi asuhan keperawatan pada pasien
gastritis Ny “W” dengan pemenuhan rasa nyaman (bebas nyeri).
e. Melakukakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien gastritis Ny
“W” dengan pemenuhan rasa nyaman (bebas nyeri).
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien gastritis Ny “W”
dalam pemenuhan rasa nyaman (bebas nyeri).
5
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah :
1. Bagi Peneliti
Dapat memperoleh pengetahuan, wawasan dan pengalaman nyata
dalam memberi asuhan keperawatan pada pasien Gastritis dengan pemenuhan
rasa nyaman (bebas nyeri) serta menerapkan ilmu yang di peroleh dalam
mengikuti pendidikan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
a. Sebagai bahan informasi dan bahan bacaan bagi mahasiswa Politeknik
Kesehatan Kendari Khusus Jurusan Keperawatan.
b. Untuk pengembangan ilmu keperawatan selanjutnya dan sebagai bahan
atau sumber data untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi Institusi Rumah Sakit
Dapat memberikan masukan bagi Rumah Sakit untuk mengambil
langkah-langkah kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan dan penerapan proses keperawatan pada klien Gastritis dengan
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri).
4. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan informasi dan bahan bacaan bagi masyarakat sehingga
masyarakat mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit gastritis dan
bgaimana penanganan serta untuk peningkatan status keseahatan
masyarakat.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Gastritis
1. Definisi Gastritis
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa
lambung. Secara histology dapat dibuktikan dengan inflamasi sel-sel radang
pada daerah tersebut di dasarkan pada menifestasi klinis dapat dibagi menjadi
akut dan kronik.
Gastritis adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
bersifat akut, kronik difus atau lokal dengan karakteristik anoreksia, rasa
penuh, tidak enak pada epigastrim, mual dan muntah (Suratun & Lusianah,
2010).
Gastritis adalah suatu peradangan lokal atau menyebar pada mukosa
lambung yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan
bakteri atau bahan iritan. Gastritis adalah peradangan mukosa lambung yang
bersifat akut, kronik dan lokal yang disebabkan oleh makanan, obat-obatan, zat
kimia, stress, dan bakteri (Nian Afrian Nuari, 2015).
Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung.
Peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung sampai
terlepasnya epitel mukosa superficial yang menjadi penyebab terpenting dalam
gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel akan merangsang timbulnya
proses inflamasi pada lambung (Sukarmin, 2013).
7
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung.
Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di
klinik karena diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan
pemeriksaan hispatologi (Hirlan, 2006 dalam Agus Priyanto dan Sri Lestari,
2009).
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani
yaitu gastro, yang berarti perut atau lambung dan itis yang berarti inflamasi
atau peradangan. Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau peradangan
mukosa lambung yang bersifat akut, kronis, difus dan lokal. Ada dua jenis
gastritis yang terjadi yaitu gastritis akut dan kronik (Brunner Dan Suddart,
2002).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah
peradangan pada mukosa lambung dan submukosa lambung yang bersifat
secara akut, kronis, difus atau lokal akibat infeksi dari bakteri, obat-obatan
dan bahan iritan lain, sehingga menyebabkan kerusakan-kerusakan atau
perlukaan yang menyebabkan erosi pada lapisan-lapisan tersebut dengan
gambaran klinis yang ditemukan berupa anoreksia, rasa penuh, tidak enak pada
epigastrium, mual dan muntah.
8
2. Anatomi Fisiologi
Gambar 2.1. Anatomi Lambung manusia (Moore et al, 2010)
Sumber: Muttaqin (2011), Price dan Wilson (2000)
Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar
paling banyak terutama didaerah epigaster dan sebagian di sebelah kiri daerah
hipokondriak dan umbilikal. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri
berhubungan dengan osofagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah
diapragma di depan pankreas dan limpa, menempel disebelah kiri fundus
uteri.
Secara anatomis lambung terdiri dari :
a. Fundus Fentrikuli, bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri
osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.
b. Korpus Ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada
bagian bawah kurvantura minor.
c. Antrum Pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot
yang tebal membentuk spinter pilorus.
9
d. Kurvatura Minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari
osteum lkardiak sampai ke pilorus.
e. Kurvatura Mayor, lebih panjang dari pada kurvantura minor
terbentang dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus fentrikuli
menuju ke kanan sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lienalis
terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
f. Osteum Kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus bagian
abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium
pilorik (Setiadi,2007).
Lambung terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan limfa
menempel pada sebelah kiri fundus. Kedua ujung lambung dilindungi oleh
sfingter yang mengatur pemasukan dan pengeluaran. Sfingter kardia atau
sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk kedalam lambung
dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah
lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah
kardia. Di saat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk ke dalam
duodenum dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya
aliran balik isi usus halus ke dalam lambung. Sfingter pilorus memiliki
arti klinis yang penting karena dapat mengalami stenosis (penyempitan
pilorus yang menyumbat) sebagai komplikasi dari penyakit tukak lambung.
Stenosis pilorus atau pilorospasme terjadi bila serat-serat otot disekelilingnya
mengalami hipertropi atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk
mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum.
10
Lambung terdiri atas empat bagian yaitu :
a. Tunika serosa atau lapisan luar
Merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan
peritonium viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan
duodenum dan terus memanjang kearah hati, membentuk omentum
minus. Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju ke organ
lain disebut sebagai ligamentum. Omentu minor terdiri atas ligamentum
hepatogastrikum dan hepatoduodenalis, menyokong lambung sepanjang
kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura mayor, peritonium terus
ke bawah membentuk omentum mayus, yang menutup usus halus dari
depan seperti apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang
sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat
komplikasi pankreatitis akut.
b. Lapisan berotot ( Muskularis )
Tersusun dari tiga lapis otot polos yaitu :
1) Lapisan longitudinal, yang paling luar terbentang dari esofagus ke
bawah dan terutama melewati kurvatura minor dan mayor.
2) Lapisan otot sirkuler, yang ditengah merupakan lapisan yang
paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot
sfingter dan berada dibawah lapisan pertama.
3) Lapisan oblik, lapisan yang paling dalam merupakan lanjutan
lapisan otot sirkuler esofagus dan paling tebal pada daerah fundus
dan terbentang sampai pilorus.
11
c. Lapisan submukosa
Terdiri dari jaringan areolar jarang yang menghubungkan lapisan
mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa
bergerak bersama gerakan peristaltik. Lapisan ini mengandung pleksus
saraf dan saluran limfe.
d. Lapisan mukosa
Lapisan dalam lambung tersusun dari lipatan-lipatan longitudinal
yang disebut rugae. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini yaitu :
1) Kelenjar kardia, berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini
mensekresikan mukus.
2) Kelenjar fundus atau gastrik, terletak di fundus dan pada hampir
seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe utama
sel yaitu :
a) Sel-sel zimogenik atau chief cell, mensekresikan pepsinogen
diubah menjadi pepsin dalam suasana asam.
b) Sel-sel parietal, mensekresikan asam hidroklorida dan faktor
instrinsik. Faktor instrinsik diperlukan untuk absorbsi vitamin
B12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor instrinsik akan
mengakibatkan anemia pernisiosa.
c) Sel-sel mukus (leher), di temukan di leher fundus atau
kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus.
Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada
daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik
untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen.
12
Substansi lain yang di sekresikan oleh lambung enzim dan
berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium dan
klorida (Price, 2005).
Struktur syaraf penyokong lambung: Persyarafan lambung
sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan
duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalu saraf vagus.
Trunkus vagus mencabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan
seliaka.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splangnikus major dan
ganglia seliakum. Serabut-serabut eferen menghantarkan impuls nyeri
yang di rangsang oleh peregangan, kontraksi otot dan peradangan dan
di rasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut eferen simpatis
menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf
mesentenikus (auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk
persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas
motorik dan sekresi mukosa lambung.Komponen vaskularisasi pada
lambung : Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati,
empedu dan limfa) terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus
seliaka, yang mempercabangkan cabang-cabang yang ensuplai
kurvatura minor dan mayor.
Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria
gastroduodenalis dan arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis)
yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding
posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan
13
perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang
berasal dari pankreas, limpa dan bagian lain saluran cerna berjalan ke
hati melalui vena porta(Price, 2005).
3. Patofisiologi
Gambar. 2.2. Patway Sumber: Muttaqin (2011), Price dan Wilson (2000), Smeltzer dan Bare, (2001)
4. Klasifikasi Gastritis
Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai
berikut :
a. Gastritis Akut
Gastritis Akut merupakan peradangan pada mukosa pada lambung
yang mengakibatkan erosi dan perdararahan mukosa lambung dan setelah
terpapar oleh zat iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot lambung
(Suratun & Lusianah, 2010).
14
Gastritis (inflamasi mukosa lambung) paling sering diakibatkan
oleh pola diet misalnya makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan-
makanan yang terlalu banyak bumbu atau makanan yang terinfeksi.
Penyebab lain termasuk alcohol, aspirin, refluks empedu dan terapi radiasi.
Gastritis dapt juga menjadi tanda pertama infeksi sistemik akut. Bentuk
gastritis akut yang lebih parah disebabkan oleh asam kuat atau alkali,
yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangrene atau perforasi.
(Menurut Nian Afrian Nuari.2015)
Gastritis akut merupakan peradangan mukosa lambung yang
disebabkan oleh iritan lokal seperti NSAID, kafein, alkohol, endotoksin
bakteri. Bahan-bahan tersebut melekat pada epitel lambung dan
menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel
yang gundul(Price & Wilson, 2006).
b. Gastritis Kronik
Gastritis Kronik merupakan gastritis yang terkait dengan atropi
mukosa gastrik sehingga produksi HCI menurun dan menimbulkan kondisi
achlorhidria dan ulserasi peptic. Gastritis kronis dapat diklasifikasikan
pada Tipe A dan Tipe B.
1) Tipe A merupakan gastritis autoimun. Ada antibody terhadp sel
parietal menimbulkan reaksi peradangan yang pada akhirnya dapat
menimbulkan atropi mukosa lambung. Pada 95% pasien dengan
anemia pernisiosa dan 60% pasien dengan gastritis atropi kronik
memiliki antibody terhadap sel parietal. Biasanya kondisi ini
15
merupakan ntendensi terjadinya CA lambung Pada fundus atau
korpus.
2) Tipe B merupakan gastritis yang terjadi akibat infeksi oleh
helicobacter pylori. Terdapat inflamasi yang difuse pada lapisan
mukosa sampai muskularis, sehingga sering menyebabkan perdarahan
dan erosi. Sering mengenai atrum(Suratun & Lusianah, 2010).
Inflamasi yang berkepanjangan yang disebabakan baik oleh ulkus
lambung jinak maupun ganas, oleh bakteri H. Pylory. Gastritis kronis
mungkin diklasifikasikan sebagai Tipe A atau Tipe B. Tipe A ini terjadi
pada fundus atau korpus lambung. Tipe B (H. Pylory) mengenai antrum
dan pulorus. Mungkin berkaitan dengan bakteri H. Pylori. Faktor seperti
minuman panas, bumbu penyedap, penggunaan obat, alkohol, merokok
atau refluks isi usus ke dalam lambung(Nian Afrian Nuari 2015).
Gastritis kronis adalah suatu peradangan permukaan mukosa
lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan
tiga perbedaan sebagai berikut :
1) Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan: edema, serta
perdarahan dan erosi mukosa.
2) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan mukosa
pada perkembanganya dihubungkan dengan ulkus dan kanker
lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari
penurunan jumlah sel parietal dan sel chief.
16
3) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul
pada mukosa lambung yang bersifat iregular, tipis, dan hemoragik
(Muttaqin, 2011).
5. Etiologi Gastritis
Menurut Suratun dan Lusianah (2010) penyebab gastritis adalah
konsumsi obat-obatan kimia (asetaminofen (aspirin), steroid kortikosteroid),
digitalis. Asetaminofen dan kortikoteroid dapat mengakibatkan iritasi pada
mukosa lambung. NSAIDS (non steroid anti inflamasi drugs) dan
kortikosteroid menghambat sistesis prostaglandin sehingga sekresi HCL
meningkat dan menyebabkan suasan lambung menjadi sangat asam
sehingga menimbulkan iritasi mukosa lambung. Konsumsi alkohol. Alkohol
dapt menyebabkan kerusakan mukosa lambung. Terapi radiasi, refluk empedu,
zat-zat korosif (cuka, lada) menyebabkan kerusakan mukosa lambung dan
menimbulkan edema dan perdarahan. Kondisi yang stressful (trauma, luka
bakar, kemoterapi dan kerusakan susunan saraf pusat) merangsang
peningkatan produksi HCL lambung. Infeksi oleh bakteri seperti helicobacteri
pilori, eschericial coli, salmonella dan lain-lain.
Menurut Madyowratsongko et al (2006) faktor penyebab gastritis
adalah karena sering terlamabat makan, mengkonsumsi makanan pedas,
minum alkohol dan kopi, minum minuman yang bersoda dan faktor stress
yang dapat meningkatkan asam lambung
17
Nian Afrian Nuari (2015) & Muttaqin(2011) Penyebab dari gastritis
antara lain :
a. Penggunaan Kokain. Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan
perdarahan dan gastritis.
b. Kelainan Autoimmune. Autoimmune atrophic gastriti terjadi ketika
sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam
dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap
menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil
asam lambung dan mengganggu produksi faktor intrinsik (yaitu sebuah
zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-12). Kekurangan B-12,
akhirnya, dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah konsisi serius
yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh.
Autoimmune atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.
c. Crohn’s Disease. Walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan
peradangan kronis pada dinding saluran cerna, namun kadang-kadang
dapat juga menyebabkan peradangan pada dinding lambung. Ketika
lambung terkena penyakit ini, gejala-gejala dari crohn’s disease(yaitu sakit
perut dan diare dalam bentuk cairan) tampak lebih menyolok dari pada
gejala-gejala gastritis.
d. Radiasi dan Kemoterapi. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi
dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang
selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika
tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya
sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut
18
menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak
kelenjar-kelenjar panghasi asam lambung.
e. Penyakit Bile Reflux. Bile (empedu) adalah cairan yang membantu
mencerna lemak- lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati.
Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan
menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang
berbentuk cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke
dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka
empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan
dan gastritis.
f. Faktor-Faktor Lain. Gastritis sering juga dikaitkan dengan kondisi
kesehatan lainnya seperti HIV/AIDS, infeksi oleh parasit, dan gagal hati
atau ginjal.
g. Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid / OAINS (indometasin,
ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agen
kemoterapi (mitomisin, 5-fluora-2-deoxyuriine), salisilat, dan digitalis
bersifat mengiritasi mukosa lambung.
h. Minuman beralkohol ; seperti : whisky,vodka, dan gin.
i. Infeksi bakteri ; seperti H. pylor (paling sering), H. heilmanii, streptococci,
staphylococci, proteus spesies, clostridium spesies, E. coli, tuberculosis,
dan secondary syphilis.
j. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus
k. Infeksi jamur ; candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis
19
l. Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,
gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan refluks usus-
lambung.
m. Makanan dan minuman yang bersifat iritan . makanan berbumbu dan
minuman dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan agen-agen
iritasi mukosa lambung.
n. Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu ( komponen
penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil
ke mukosa lambungsehingga menimbulkan respon peradangan mukosa.
o. Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke
lambung.
p. Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara
agresi dan mekanisme pertahanan umtuk menjaga integritas mukosa, yang
dapat menimbulkan respon peradangan pada mukosa lambung.
6. Komplikasi Gastritis
Komplikasi gastritis akut dan kronis yang muncul berbeda sesuai
dengan jenis gastritis:
a. Gastritis Akut
Komplikasi yang dapat timbul pada gastritis akut adalah
hematemesis atau melena(Suratun dan Lusianah 2010).
Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna
bagian atas berupa hematemesis dan melena. Komplikasi ini dapat
berakhir syok hemoragik (Mansjoer, 2001).
20
b. Gastritis Kronis
Komplikasi yang dapat timbul pada gastritis kronis adalah
perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia karena
gangguan absorpsi vitamin B-12 (anemia pernisiosa) (Suratun dan
Lusianah 2010).
Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna
bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia (Mansjoer, 2001)
7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Nian Afrian Nuari 2015) ada beberapa pemeriksaan
diagnostik diantaranya:
a. Pemeriksaan darah.
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibody H. Pylori
dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah
kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak
menunjukan bahwa pasien tersebut terkana infeksi. Tes darah dapat juga
dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat perdarahan
lambung akibat gastritis.
b. Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam feces atau
tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya perdarahan pada lambung.
c. Endoskopi saluran cerna bagian atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidak normalan pada saluran
cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X. Tes ini
21
dilakukan dengan cara memasukan sebuah selang kecil yang fleksibel
(endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan
bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimati rasakan
(anestesi) sebelum endoskop dimasukan untuk memastikan pasien merasa
nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang
terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sample (biopsy)
dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium
untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit.
Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi
harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu
atau dua jam. Hampir tidak ada risiko akibat tes ini. Komplikasi yang
sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan
endoskop.
d. Rontgen saluran cerna bagian atas
Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit
pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium
terlebih dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi
saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen.
8. Penatalaksanaan
Orientasi utama pengobatan gastritis berpaku pada obat-obatan. Obat-
obatan yang mengurangi jumlah asam di lambung dapat mengurangi gejala
yang mungkin menyertai gastritis dan memajukan penyembuhan lapisan
perut. Pengobatan ini meliputi:
22
a. Antasida yang berisi aluminium dan magnesium dan karbonat kalsium dan
magnesium.
Antasida meredakan mulas ringan atau dyspepsia dengan cara
menetralisasi asam di perut. Ion H+ merupakan struktur utama asam
lambung. Dengan pemberian aluminium hidroksida atau magnesium
hidroksida maka suasana asam dalam lambung dapat dikurangi. Obat-
obatan ini dapat menghasilkan efek samping seperti diare atau sembelit
karena dampak penurunan H+ adalah penurunan rangsangan reristaltik
usus.
b. Histamin (H2) blocker, seperti famotidine dan ranitidine.
H2 blocker mempunyai dampak penurunan produksi asam dengan
mempengaruhi langsung pada lapisan epitel lambung dengan cara
menghambat rangsangan sekresi oleh saraf otonom pada nervus vagus.
c. Inhibitor pompa proton (PPI), seperti omeprazole, lansoprazole,
pantoprazole, rabeprazole, esomeprazole dan dexlansoprazole. Obat ini
bekerja menghambat produksi asam melalui penghambatan terhadap
electron yang menimbulkan potensial aksi pada saraf otonom vagus. PPI
diyakini lebih efektif menurunkan produksi asam lambung daripada H2
blocker.
Tergantung penyebab dari gastritis, langkah-lang kah tambahan atau
pengobatan mungkin diperlukan.
a. Misalnya, jika gastritis disebabkan oleh penggunaan jangka panjang
NSAID (Nonsteroid Antiinflamsi Drug) seperti aspirin, aspilet maka
penderita disarankan untuk berhenti minum NSAID, mengurangi dosis
23
NSAID, atau beralih ke kelas lain obat untuk nyeri. Walaupun PPI
dapat digunakan untuk mencegah stress gastritis saat pasien sakit kritis.
b. Apabila penyebabnya adalah Helicobakter pylori maka perlu
penggabungan obat antasida, PPI dan antibiotik seperti amoksisilin dan
klaritromisin untuk membunuh bakteri. Infeksi ini sangat berbahaya
karena dapat menyebabkan kanker atau ulkus di usus.
c. Pemberian makanan yang tidak merangsang. Walaupun tidak
memengaruhi langsung pada peningkatan asam lambung tetapi makanan
yang merangsang seperti pedas, kecut dapat meningkatkan suasana asam
pada lambung sehingga dapat manikkan resiko inflamsi pada lambung.
Selain tidak merangsang makanan juga dianjurkan yang tidak
memperberat kerja lambung seperti makanan yang keras seperti nasi keras.
d. Penderita juga dilatih untuk manajemen stress sebab stress dapat
mempengaruhi sekresi asam lambung melalui nervus vagus. Latihan
mengendalikan stress bisa juga di ikuti dengan peningkatan spiritual
sehingga penderita dapat lebih ketika menghadapi stress(Sukarmin,2013).
B. Konsep Nyeri
1. Definisi Nyeri
International Association for Study of Pain (1979), mendefinisikan
nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual atau
potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi
kerusakan(Prasetyo, 2010).
24
Sedangkan Melzack dan Wall (1998) dalam Judha dkk (2012)
mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman pribadi, subjektif, yang dipengaruhi
oleh budaya, persepsi seseorang, perhatian, dan variable- variabel psikologis
lain, yang mengganggu perilaku berkelanjutan dan memotivasi setiap orang
untuk menghentikan rasa tersebut (Andarmoyo,2013).
Aziz Alimul (2006) Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak
menyenangkan bersifat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap
orang dalam hal skala atau tingkatanya dan hanya orang tersebutlah yang
dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang di alaminya.
2. Proses Fisiologi Nyeri
Andarmoyo (2013) menjelaskan proses terjadinya nyeri merupakan
suatu rangkaian yang rumit. Dalam hal ini dibutuhkan pengetahuan mengenai
struktur dan fisiologi sistem persarafan karena sistem inilah yang memegang
kendali dalam terciptanya nyeri. Proses atau mekanisme ini akan melewati
beberapa tahapan, yaitu diawali dengan adanya stimulus, transduksi, transmisi,
persepsi, dan modulasi.
Sel saraf atau neuron tardiri dari badan sel dan dua set tonjolan yang
terutama bertanggung jawab untuk transmisi implus saraf, termasuk implus
nyeri. Menonjol dari badan sel adalah tonjolan pendek bercabang yang
dinamakan dendrite yang menerima rangsang sensorik dari lingkungan luar sel
dan mentransmisikan menuju badan sel. Tonjolan ini disebut neuron atau serat
aferen (sensorik), yaitu serat saraf yang memantau masukan sensori dan
membawa informasi ini dari perifer ke SSP (Susunan Saraf Pusat), dan
merupakan reseptor untuk stimuli termasuk implus yang tidak menyenangkan
25
(nyeri). Pada setiap sel juga memiliki tonjolan tunggal yang disebut akson
dengan panjang bervariasi. Pada sepanjang akson itulah implus saraf
dikonduksikan menjauhi badan sel neuron menuju dendrite neuron lain atau
struktur eferen, misalnya otot atau kelenjar. Serat saraf ini disebut neuron
eferen (motorik), yaitu saraf yang mebawa implus saraf dari SSP (Susunan
Saraf Pusat) ke dalam tubuh (Bresnick, 2003 dalam Andarmoyo, 2013).
Respon tubuh dalam hal tekanan darah dan penderitaan serta respon
autonom dan motorik terhadap nyeri tergantung pada kualitas nyeri. Nyeri
ikutan dan nyeri dalam disertai perasaan tidak menyenangkan dan sering
menimbulkan refleks autonom seperti nausea (mual), berkeringat banyak dan
penurunan tekanan darah. Sebaliknya, nyeri awal memberikan refleks
protektif, yaitu refleks gerakan menarik tangan dengan fleksi. Nyeri visceral
(nyeri dari organ dalam seperti ginjal, lambung, dan kandung empedu)
cenderung bersifat tumpul dan difusi dan menyerupai nyeri dalam.
a. Stimulasi
Seperti halnya berbagai stimulus yang disadari lainnya, persepsi
nyeri diantarkan oleh neuron khusus yang bertindak sebagai reseptor,
pendeteksi stimulus, penguat, dan penghantar menuju system saraf pusat.
Reseptor khusus tersebut dinamakan nociceptor. Mereka tersebar luas
dalam lapisan superficial kulit dan juga dalam jaringan dalam tertentu,
seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi serta falks dan
tentorium serebri. Terdapat tiga kategori reseptor nyeri, yaitu nosiseptor
mekanis yang berespons terhadap kerusakan mekanis, misalnya tusukan,
benturan atau cubitan, nosiseptor termal yang berespon terhadap suhu
26
yang berlebih terutama panas; nosiseptor polimodal yang berespons setara
terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk iritasi zat
kimia yang dikeluarkan dari jaringan yang cedera.
b. Transduksi
Transduksi merupakan proses ketika suatu stimuli nyeri diubah
menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf.
Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas), atau kimia
(substansi nyeri). Terjadi perubahan patofisiologi karena mediator-
mediator kimia seperti prostaglandin dari sel rusak, bradikinin dari
plasma, histamine dari sel mast, serotonin dari trombosit dan substansi P
dari ujung saraf nyeri memengaruhi juga nosiseptor di luar daerah trauma
sehingga lingkungan nyeri meluas.
c. Transmisi
Transmisi merupakan proses penerusan implus nyeri dari
nociceptor saraf perifer melewati cornu dorsalis dan corda spinalis menuju
koerteks serebri. Cornu dorsalis dari medulla spinalis dapat dianggap
sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer (missal reseptor
nyeri)berakhir di sini dan serabut traktus sensori asenden berawal di sini.
Juga terdapat interkoneksi antara system neuronal desenden dan traktus
sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada otak bagian bawah dan
bagian tengan dan impuls-implus dipancarkan ke korteks serebri. Agar
nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system asenden harus
diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor yang terletak
dalam kulit dan organ internal.
27
d. Modulasi
Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh system saraf,
dapat meningkatkan atau mengurangi penerusan implus nyeri. Hambatan
terjadi melalui sitem analgesia endogen yang melibatkan bermacam-
macam neurotrasnsmitter antara lain endorphin yang dikeluarkan oleh sel
otak dan neuron di spinalis. Impluls ini bermula dari area
periaquaductuagrey (PAG) dan menghambat transmisi impuls pre maupun
pascasinaps di tingkat spinalis. Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor
perifer medulla spinalis atau supraspinalis.
e. Persepsi
Persepsi adalah hasil rekontruksi susunan saraf pusat tengan
impuls nyeri yang diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi
system saraf sensoris, informasi kognitif (korteks serebri) dan pengalaman
emosional. Persepsi menentuka berat ringannya nyeri yang dirasakan.
Setelah sampai ke otak, nyeri dirasakan secara sadar dan menimbulkan
respons berupa perilaku dan ucapan yang merespon adanya nyeri. Perilaku
yang ditunjukan seperti menghindari stimulus nyeri, atau ucapan akibat
respons seperti aduh, auw, ah. (Andarmoyo,2013).
3. Klasifikasi Nyeri
a. Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi menurut Andarmoyo (2013)
1) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut,
penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat,
dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan
28
berlangsung untuk waktu singkat (Meinhart dan McCaffery, 1983:
NIH, 1986 dalam smeltzer, 2002). Untuk tujuan definisi, nyeri akut
dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik
hingga enam bulan. Fungsi nyeri akut iyalah member peringatan akan
suatu cedera atau penyakit yang akan datang. Nyeri akut akan berhenti
dengan sendirinya (self-limiting) dan akhirnya menghilang dengan
atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang terjadi
kerusakan. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari 6 bulan),
memiliki omset yang tiba-tiba, dan terlokalisasi. Nyeri ini biasanya
disebabkan trauma bedah atau inflamasi. Kebanyakan orang pernah
mengalami nyeri jenis ini, seperti pada saat gastritis, sakit kepala,
sakit gigi, terbakar, tertusuk duri, pasca persalinan, pasca
pembedahan, dan sebagainya. Nyeri akut terkadang disertai oleh
aktivasi system saraf simpatis yang akan memperlihatkan gejala-
gejala seperti peningkatan respirasi, peningkatan tekanan darah,
peningkatan denyut jantung, diaphoresis, dan dilatasi pupil. Secara
verbal klien yang mengalami nyeri akut biasanya juga akan
memperlihatkan respons emosi dan perilaku seperti menangis,
mengerang kesakitan, mengerutkan wajah, atau menyeringai.
2) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang
menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung
lama, intensitas yang bervariasi, biasanya berlangsung lebih dari enam
bulan (McCaffery, 1986 dalam Potter & Perry, 2005). Nyeri kronik
29
dapat tidak mepunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering
sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebab. Nyeri kronis
dibagi menjadi dua, yaitu nyeri kronik nonmalignant dan malignan
(Potter & Perry, 2005). Nyeri kronik nonmalignant merupakan nyeri
yang timbul akibat cedera jaringan yang tidak progresif atau yang
menyembuh (Shceman, 2009 dalam Potter & Perry, 2005), biasa
timbul tanpa penyebab yang jelas misalnya nyeri pinggang bawah,
dan nyeri yang didasari atas kondisi kronis, misalnya osteoarthritis
(Tanra, 2005 dalam Potter & Perry, 2005). Semantara nyeri kronik
malignan yang disebut juga nyeri kanker memiliki penyebab nyeri
yang dapat diidentifikasi yaitu terjadi akibat perubahan pada saraf.
Perubahan ini terjadi bisa karena penekanan pada saraf akibat
metastasis sel-sel kanker maupun pengaruh zat-zat kimia yang
dihasilkan oleh kanker itu sendiri (Portenoy, 2007 dalam Potter &
Perry, 2005).
Manifestasi klinis yang tampak pada nyeri kronis sangat
berbeda dengan yang diperlihatkan oleh nyeri akut. Dalam
pemeriksaan tanda-tanda vital, sering kali didapatkan masih dalam
bats normal dan tidak disertai dilatasi pupil. Manifestasi yang
biasanya muncul berhubungan dengan respons psikososial seperti
rasa keputusasaan, kelesuan, penurunan libido, penurunan berat
badan, perilaku menarik diri, iritabel, mudah tersinggung, marah dan
30
tidak tertarik pada aktivitas fisik. Secara verbal klien mungkin akan
melaporkan adanya ketidaknyamanan, kelemahan, dan kelelahan.
Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Pengalaman Satu kejadian Satu situasi, status ekstensi
Sumber Sebab eksternal atau
penyakit dari dalam
Tidak diketahui atau
pengobatan terlalu lama
Serangan Mendadak
Bisa mendadak,
berkembang dan
terselubung
Waktu Sampai 6 bulan Lebih dari enam bulan
sampai bertahun tahun
Pernyataan
nyeri
Daerah nyeri tidak
diketahui dengan
pasti
Daerah nyeri sulit
dibedakan intensitasnya,
sehingga sulit dievaluasi
(perubahan perasaan)
Gejala-gejala
klinis
Pola respons yang
khas dengan gejala
yang jelas
Pola respons yang bervariasi
dengan sedikit gejala
(adaptassi) Sumber. Barbara C. long,1989 dalam Hidayat,A.Aziz Alimul. (2009)
b. Klasifikasi nyeri berdasarkan asal menurut Andarmoyo (2013)
1) Nyeri nosiseptif
Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang diakibatkan oleh
aktivasi atau sensitisasi nosiseptor perifer yang merupakan reseptor
khusus yang mengantarkan stimulus noxious. Nyeri nosiseptif perifer
dapat terjadi karena adanya stimulus yang mengenai kulit, tulang,
sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-lain. Hal ini dapat terjadi pada nyeri
post operatif dan nyeri kanker. Dilihat dari sifat nyerinya maka nyeri
nosiseptif merupakan nyeri akut. Nyeri akut merupakan nyeri
nosiseptif yang mengenai daerah perifer dan letaknya lebih
terlokalisasi.
31
2) Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau
abnormalitas yang didapat pada struktus saraf perifer maupun sentral.
Berbeda dengan nyeri nosiseptif, nyeri neuropatik bertahan lebih lama
dan merupakan proses input saraf sensorik yang abnormal oleh system
saraf perifer. Nyeri ini lebih sulit diobati. Pasien akan mengalami
nyeri seperti rasa terbakar, tingling, shooting, shock like, hypergesia,
atau allodynia. Nyeri neuropatik dari sifat nyerinya merupakan nyeri
kronis.
c. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi menurut Andarmoyo (2013)
1) Superficial atau kutaneus
Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan stimulasi kulit.
Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri
biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam. Contoh tertusuk jarum
suntik dan luka potong kecil atau laserasi.
2) Viseral dalam
Nyeri visceral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi
organ-organ internal. Karakteristik nyeri bersifat difusi dan dapat
menyebar ke beberapa arah. Durasinya bervariasi tetapi biasanya
berlangsung lebih lama dari pada nyeri superficial. Pada nyeri ini
juga menimbulkan rasa tidak menyenangkan dan berkaitan
dengan mual dan gejal-gejal atonom. Nyeri dapat terasa tajam,
tumpul, atau unik tergantung organ yang terlibat. Contoh sensasi
32
pukul seperti angina pectoris dan sensasi nyeri tertusuk-tusuk
seperti gastritis.
Tabel 2.2
Perbedaan nyeri somatis dan viseral
Karakteristik Nyeri Somatik
Nyeri Viseral Superfisial Dalam
Kualitas
Tajam,
menusuk,
membakar
Tajam,
tumpul,
nyeri terus
Tajam, tumpul,
nyeri terus,
kejang
Menjalar Tidak Tidak Ya
Stimulasi
Torehan, abrasi
terlalu panas
dan dingin
Torehan
panas,
iskemia
pergeseran
Distensi,
iskemia,
spasmus,iritasi
kimiawi
Reaksi otonom Tidak Ya Ya
Refleks
kontraksi otot Tidak Ya Ya
Sumber. Barbara C. long,1989 dalam Hidayat,A.Aziz Alimul. (2009)
Pada pasien gastritis biasanya tanda gejala yang sering
muncul, nyeri epigastrium yaitu :
a) Definisi
Nyeri epigastrium adalah perasaan nyeri atau sakit di
daerah perut bagian atas dan tengah. Beberapa penyakit atau
kondisi medis yang menyebabkan nyeri epigastrium yaitu gastritis,
gangguan pencernaan, ulkus peptikum, kanker lambung, kanker
pankreas, iskemia miokard, dan lain-lain(Suratun dan Lusianah,
2010).
b) Tanda dan gejala
Biasanya nyeri dirasakan di daerah tengah perut, nyeri yang
tajam dan terlokalisasi dan nyeri akan bertambah dengan
33
pergerakan, ini adalah gejala yang paling sering di keluhkan oleh
pasien.
c) Penatalaksanaan
Penanganan keperawatan yang bisa dilakukan pada pasien
gastritis yang mengeluh nyeri epigastrium bisa dilakukan tirah
baring dalam jangka waktu tertentu, karena salah satu dari tujuan
tirah baring yaitu untuk mengurangi nyeri (Potter & perry, 2006).
3) Nyeri alih
Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral
karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Jalan masuk
neuron sensori dari organ yang terkena ke dalam segmen medulla
spinalis sebagai neuron dari tempat asal nyeri dirasakan, persepsi
nyeri pada daerah yang tidak terkena. Karakteristik nyeri dapat terasa
di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa
dengan berbagai karakteristik. Contoh nyeri yang terjadi pada infark
miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri; batu
empedu, yang dapat mengalihkan nyeri ke selangkangan
4) Radiasi
Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari
tempat awal cedera ke bagian tubuh yang lain. Karakteristiknya nyeri
terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang bagian
tubuh. Nyeri dapat menjadi intermiten atau konstan. Contoh nyeri
punggung bagian bawah akibat diskus intravertebral yang rupture
34
disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf
skiatik.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri
Menurut McCaffery dan Pasetyo (1999) dalam Prasetyo (2010)
Terdapat berbagai faktor yang dapat memengaruhi persepsi dan reaksi masing-
masing individu terhadap nyeri:
a. Usia
Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri
pada individu. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam
memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri.
Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga
mengalami kesulitan dalam mengungkapkan secara verbal dan
mengekspresikan nyeri kepada kedua orang tuanya ataupun pada perawat.
Sebagian anak-anak terkadang segan untuk mengungkapkan keberadaan
nyeri yang ia alami, mereka takut akan tindakan perawatan yang harus
mereka terima nantinya.
Pada pasien lansia seorang perawat harus melakukan pengkajian
lebih rinci ketika seorang lansi melaporkan adanya nyeri. Seringkali
lansia memiliki sumber nyeri lebih dari satu. Terkadang penyakit yang
berbeda-beda yang diderita lansia menimbulkan gejala yang sama, sebagai
contoh nyeri dada tidak selalu mengindikasiakan serangan jantung, nyeri
dada dapat timbul karena gejala arthritis pada spinal dan gejala gangguan
abdomen. Sebagian lansia terkadang pasrah terhadap apa yang mereka
35
rasakan, mereka menganggap bahwa hal tersebut merupakan konsekuensi
penuaan yang tidak bisa dihindari.
b. Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan
dalam berespon terhadap nyeri. Hanya beberapa budaya yang menganggap
bahwa seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis
dibandingkan anak perempuan dalam situasi yang sama ketika merasakan
nyeri. Akan tetapi dari penelitian terakhir memperlihatkan hormone seks
pada mamalia berpengaruh terhadap tingkat toleransi terhadap nyeri.
Hormon seks testosterone menaikkan ambang nyeri pada percobaan
binatang, sedangkan estrogen meningkatkan pengenalan/sensitivitas
terhadap nyeri. Bagaimanapun, pada manusia lebih kompleks, dipengaruhi
oleh personal, sosial, budaya dan lain-lain.
c. Kebudayaan
Perawat sering kali berasumsi bahwa cara berespon pada setiap
individu dalam masalah nyeri adalah sama, sehingga mereka mencoba
mengira bagaimana pasien berespon terhadap nyeri. Sebagai contoh,
apabila seorang perawat yakin bahwa menangis dan merintih
mengindikasikan suatu ketidakmampuan dalam mengontrol nyeri,
akibatnya pemberian therapy bisa jadi tidak cocok untuk klien
berkebangsaan meksiko-Amerika yang menangis keras tidak selalu
mempersepsikan pengalaman nyeri sebagai sesuatu yang berat atau
mengharapkan perawat melakukan intervensi.
36
d. Makna Nyeri
Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri
dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Seorang wanita yang
merasakan nyeri saat bersalin akan mempersepsikan nyeri secara berbeda
dengan wanita lainnya yang nyeri karena dipukul oleh suaminya.
e. Lokasi dan tingkat keparahan nyeri
Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat
keparahan pada masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan mungkin
terasa ringan, sedang atau biasa jadi merupakan nyeri yang berat. Dalam
kaitannya dengan kualitas nyeri, masing- masing individu juga bervariasi,
ada yang melaporkan nyeri seperti tertusuk, nyeri tumpul, berdenyut,
terbakar dan lain-lain, sebagai contoh individu yang tertusuk jarum akan
melaporkan nyeri yang berbeda dengan individu yang terkena luka bakar.
f. Perhatian
Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan
meningkatkan respon nyeri sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan penurunan respon nyeri. Konsep inilah yang
mendasari berbagai terapi untuk menghilangakn nyeri, seperti relaksasi,
teknik imajinasi terbimbing dan masase.
g. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas
yang dirasakan seseorang seringkali meningkatkan persepsi nyeri, akan
tetapi nyeri juga dapat menimbulkan perasaan ansietas. Sebagai contoh
37
seseorang yang menderita kanker kronis dan merasa takut akan kondisi
penyakitnya akan semakin meningkatkan persepsi nyerinya.
h. Keletihan
Keletihan atau kelelahan yang dirasakann seseorang akan
meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu.
i. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi
pengalaman yang telah dirasakan individu tersebut tidak berarti bahwa
individu tersebut akan mudah dalam menghadapi nyeri pada masa yang
mendatang. Seseorang yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan
mudah mengantisifasi nyeri dari pada individu yang mempunyai
pengalaman sedikit tentang nyeri.
j. Dukungan keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan
dukungan, bantuan, perlindungan dari anggota keluarga lain, atau
teman terdekat. Walaupun nyeri masih dirasakan oleh klien, kehadiran
orang terdekat akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.
5. Penilaian Respon Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respons
fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan teknik
38
ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri
(Tamsuri,2007).
Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan
skala sebagai berikut :
a. Skala Deskritif
Skala deskritif merupakan alat pengukur tingkat keparahan nyeri
yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale,
VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.
Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang
tidak tertahankan”. Perawat menunjukan klien skala tersebut dan meminta
klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga
menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa
jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling
tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah
kategori untuk mendeskripsikan nyeri (Potter & Perry, 2006).
Gambar 2.3 Skala Deskritif
Sumber: Konsep dasar asuhan keperawatan Nyeri
Keterangan :
0 : Tidak Nyeri
1-3 :Nyeri Ringan : Secara obyektif pasien dapat berkomunikasi
dengan baik dan memilih gejala yang tidak dapat
terdeteksi.
39
4-6 : Nyeri Sedang: Secara obyektif pasien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikanya, dapat mengikuti peritah
dengan baik. Memiliki karakteristik adanya
peningkatan frekwensi pernafasan, tekanan darah,
kekuatan otot dan dilatasi pupil.
7-9 :Nyeri Berat : Secara obyektif pasien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih merespon terhadap
tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapat mendeskripsikanya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
Memiliki karakteristik muka pasien pucat,
kekakuan otot, kelemahan dan keletihan.
10 : Nyeri Sangat Berat: Pasien memukul dan sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi. (Potter & Perry, 2005).
b. Skala Numerik
Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih
digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini,
klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
terapeutik. (AHCPR, 1992 dalam Potter & Perry, 2006)
40
Gambar 2.4 Skala Numerik
Sumber: Konsep dasar asuhan keperawatan Nyeri
Keterangan :
0 : Tidak Nyeri( Nyaman)
1-3: Nyeri Ringan : Secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan
baik dan memilih gejala yang tidak dapat terdeteksi.
4-6 : Nyeri Sedang: Secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikanya,
dapat mengikuti peritah dengan baik. Memiliki
karakteristik adanya peningkatan frekwensi
pernafasan, tekanan darah, kekuatan otot dan dilatasi
pupil.
7-10 :Nyeri Berat: Secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih merespon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikanya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi. Memiliki
karakteristik muka pasien pucat, kekakuan otot,
kelemahan dan keletihan (Potter & Perry, 2005).
c. Skala Analog Visual
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) adalah suatu garis
lurus atau horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri
yang terus-menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Pasien
41
diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri
terjadi sepanjang garis tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan “tidak
ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan biasanya menandakan
“berat” atau “nyeri yang paling buruk”. Untuk menilai hasil, sebuah
penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien
pada garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam centimeter
(Smeltzer, 2002). Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran
keparahan nyeri yang lebih sensitive karena klien dapat mengidentifikasi
setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu
angka (McGuire, 1884 dalam Potter & Perry, 2006)
Gambar 2.5 Skala Analog Visual
Sumber: Konsep dasar asuhan keperawatan Nyeri
d. Skala Wajah
Skala wajah (Face Pain Scale, FPS) merupakan pengukuran nyeri
dengan menggunakan 6 macam gambar ekspresi wajah. Nilai berkisar
antara 0 sampai dengan 6. Nilai 0 mengindikasikan tidak nyeri, 6
mengindikasikan sangat nyeri (nyeri yang buruk). FPS biasa digunakan
untuk mengkaji intensitas nyeri pada anak- anak.(Wong, 1998).
Gambar 2.6 Skala Wajah
Sumber: Konsep dasar asuhan keperawatan Nyeri
42
6. Penatalaksanaan Nyeri
Menurut Andarmoyo (2013), ada dua metode untuk terapi nyeri
antara lain :
a. Strategi penatalaksanaan nyeri farmakologis
Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi
nyeri. Walaupun analgesic dapat menghilangkan nyeri dengan efektif,
perawat dan dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgesic
dalam penanganan nyeri karena informasi obat yang tidak benar, karena
adanya kekhawatiran klien akan mengalami ketagihan obat, cemas akan
melakukan kesalahan dalam menggunakan analgesik narkotik dan
pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan.
b. Strategi Penatalaksanaan Nyeri Nonfarmakologis
Manajemen nyeri nonfarmakologi merupakan tindakan menurunkan
respons nyeri tanpa menggunakan agen farmokologi. Manajeman nyeri
nonfarmakologi sangan beragam, yaitu:
1) Bimbingan antisifasi
Bimbingan antisifasi adalah memberikan pemahaman kepada
klien mengenai nyeri yang dirasakan. Pemahaman yang diberikan
oleh perawat ini bertujuan untuk memberi informasi kepada klien,
dan mencegah salah interpretasi tentang peristiwa nyeri.
2) Terapi es dan panas/kompres panas dan dingin
Pilihan alternative lain dalam meredakan nyeri adalah terapi es
(dingin) dan panas. Namun begitu, perlu adanya studi lebih lanjut
untuk melihat keefektifannya dan bagaimana mekanisme kerjanya.
Terapi es dan panas diduga bekerja dengan menstimulasi reseptor
43
tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama pada
cedera. Pemakaian kompres panas biasanya dilakukan hanya setempat
saja pada bagian tubuh tertentu. Dengan pemberian panas, pembuluh-
pembuluh darah akan melebar sehingga memperbaiki peredaran darah
di dalam jaringan tersebut.
3) Stimulasi saraf elektris transkutan/TENS
Merupakan suatu alat yang menggunakan aliran listrik, baik
dengan frekuensi rendah maupun tinggi, yang dihubungkan dengan
beberapa elektroda pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan,
menggetar, atau mendengung pada area nyeri. TENS adalah prosedur
non-invasif dan merupakan metode yang aman untuk mengurangi
nyeri, baik akut maupun kronis.
4) Distraksi
Merupakan suatu tindakan pengalihan perhatian klien ke hal-
hal lain di luar nyeri, yang dengan demikian diharapkan dapat
menurunkan kewaspadaan klien terhadap nyeri bahkan meningkatkan
toleransi terhadap nyeri.
5) Relaksasi
Merupakan suatu tindakan untuk membebaskan mental dan
fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan
toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas
napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat
memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman.
44
6) Imajinasi terbimbing
Adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara
yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu
(Smeltzer & Bare, 2002). Tindakan ini membutuhkan konsentrasi
yang cukup. Upayakan kondisi lingkungan klien mendukung untuk
tindakan ini. Kegaduhan, kebisingan, bau menyengat, atau cahaya
yang sangat terang perlu dipertimbangkan agar tidak mengganggu
klien untuk berkonsentrasi. Beberapa klien lebih rileks dengan cara
menutup mata (prasetyo, 2010). Berikut ini merupakan contoh
bagaimana melakukan latihan imajinasi terbimbing kepada klien yang
mengalami nyeri dengan menggabungkan napas berirama lambat
dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan,
“Bayangkan bahwa setiap desah napas yang anda hirup saat ini
adalah energi penyembuh yang sedang mengalir pelan melalui urat
nadi ke bagian sakit yang sedang anda alami. Lalu, bayangkan bahwa
setiap hembusan napas yang anda keluarkan telah membawa pergi
jauh rasa sakit atau nyeri yang anda rasakan”. Lakukan kegiatan ini
secara berulang dan teratur dalam beberapa menit (10-15 menit)
untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
7) Hipnosis
Merupakan sebuah teknik yang menghasilkan suatu keadaan
yang tidak sadarkan diri, yang dicapai melalui gagasan- gagasan yang
disampaikan oleh orang yang menghipnotisnya(Depkes, 1987).
Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh
45
sugesti positif. Suatu pendekatan kesehatan holistic, hipnosis diri
menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dan
damai.
8) Akupuntur
Teknik akupuntur ini adalah suatu teknik tusuk jarum yang
mempergunakan jarum-jarum kecil panjang (ukuran bervariasi dari
1,7 cm hingga 10 cm) untutk menusuk bagian-bagian tertentu di badan
(area yang paling digunakan adalah kaki, tungkai bawah, tangan, dan
lengan bawah (Basford & Slevin, 2006), guna menghasilkan ketidak
pekaan terhadap rasa sakit atau nyeri.
9) Umpan balik biologi
Prinsip kerja metode ini adalah mengukur respons fisiologis,
seperti gelombang pada otak, kontraksi otot atau temperatur kulit
kemudian “mengembalikan” memberikan informasi tersebut kepada
klien. Kebanyakan alat umpan balik biologis/ biofeedback terdiri
dari beberapa elektroda yang ditempatkan pada kulit dan sebuah
amplifier yang mentransformasikan data berupa tanda visual seperti
lampu yang bewarna. Klien kemudian mengenali tanda tersebut
sebagai respons stress dan menggantikannya dengan respons relaksasi
(Prasetyo, 2010).
10) Masase
Merupakan melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak,
biasanya otot, tendon, atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan
atau perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan
46
relaksasi, dan atau memperbaiki sirkulasi (Mander, 2004 yang
mengombinasikan definisi nyeri dari Haldeman, 1994:1252;
Mobily,dkk.m 1994: 39-40).
7. Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Relaksasi adalah sebuah keadaan dimana seseorang terbebas dari
tekanan dan kecemasan atau kembalinya keseimbangan (equilibrium) setelah
terjadinya gangguan. Tujuan dari teknik relaksasi adalah mencapai keadaan
relaksasi menyeluruh, mencakup keadaan relaksasi secara fisiologis, secara
kognitif dan secara behavioral (Patasik dkk, 2013).
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu keadan yang
mampu merangsang tubuh untuk mengeluarkan opoid endogen sehingga
terbentuk system penekan nyeri yang akhirnya akan menyebabkan penurunan
intensitas nyeri. Hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan penurunan
intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam,
dimana setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam terjadi penurunan
intensitas nyeri (Rahayuningrum, 2016).
Tujuan relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi
alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, merilekskan
tegangan otot, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stress baik stress
fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri (mengontrol atau
mengurangi nyeri) dan menurunkan kecemasan (Trullyen, 2013).
Prosedur teknik relaksasi nafas dalam yaitu ciptakan lingkungan yang
tenang, pikiran beristirahat, posisikan pasien dengan tepat. Usahakan tangan
dan kaki pasien dalam keadaan rileks, instruksikan pasien untuk bernafas
47
dengan irama normal beberapa saat (1-2 menit), minta pasien untuk
memejamkan mata dan usahakan agar pasien berkonsentrasi, minta pasien
menarik nafas melalui hidung secara perlahan-lahan sambil menghitung dalam
hati “hirup, dua, tiga”, minta pasien untuk menghembuskan udara melalui
mulut dan membuka mata secara perlahan-lahan sambil menghitung dalam
hati “hembuskan, dua, tiga”, minta pasien untuk mengulangi lagi sama seperti
prosedur sebelumnya sebanyak tiga kali selama lima menit (Patasik dkk,
2013). Jika teknik relaksasi nafas dalam dilakukan secara benar maka akan
menimbulkan penurunan nyeri yang dirasakan sangat berkurang atau optimal
dan pasien sudah merasa nyaman dibanding sebelumnya, sebaliknya jika
teknik relaksasi nafas dalam dilakukan dengan tidak benar, maka nyeri yang
dirasakan sedikit berkurang namun masih terasa nyeri dan pasien merasa tidak
nyaman dengan keadaannya. Hal ini dapat mempengaruhi intensitas nyeri,
karena jika teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan secara berulang akan
dapat menimbulkan rasa nyaman yang pada akhirnya akan meningkatkan
toleransi Persepsi dalam menurunkan rasa nyeri yang dialami (Rampengan
dkk, 2013).
Teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan secara berulang akan
menimbulkan rasa nyaman. Adanya rasa nyaman inilah yang akhirnya akan
meningkatkan toleransi seseorang terhadap nyeri. Orang yang memiliki
toleransi nyeri yang baik akan mampu beradaptasi terhadap nyeri dan akan
memilki mekanisme koping yang baik pula (Rahayuningrum, 2016).
48
C. Asuhan Keperawatan Masalah Nyeri
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya
riwayat nyeri, keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas dan
waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST:
a. P : Paliatif : Faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri
b. Q : Qualitatif : Seperti apa, tajam, tumpul, atau tersayat
c. R : Regio : Daerah perjalan nyeri
d. S : Severe : Keparahan atau intensitas nyeri
e. T : Time : Lama waktu serangan atau frequensi nyeri
Intensitas nyeri dapat diketahui dengan bertanya kepada pasien.
2. Diagnosa Keperawatan
Terdapat beberapa diagnosis yang berhubungan dengan masalah
Gastritis, namun hanya 1 diagnosa yang di utama yaitu:
a. Nyeri Akut b/d Mukosa Lambung Teriritasi (NANDA, NIC, NOC,
2015).
3. Intervensi (Perencanaan) Keperawatan
a. Mengurangi dan membatasi faktor-faktor yang menambah nyeri dengan
relasasi nafas dalam.
b. Menggunakan berbagai teknik non infasif untuk modifikasi nyeri yang
dialami yaitu teknik relasasi nafas dalam.
c. Menggunakan cara-cara untuk mengurangi nyeri yang optimal, seperti
memberikan analgesik, sesuai dengan program yang ditentukan.
49
4. Implementasi (Pelaksanaan) Keperawatan
a. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya
ketidakpercayaan, kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan dan kebosanan.
1) Ketidakpercayaan. Pengakuan perawat akan rasa nyeri yang
diderita pasien dapat mengurangi nyeri. Hal ini dapat diketahui
melalui pernyataan verbal, mendengarkan dengan penuh perhatian
mengenai keluhan nyeri pasien bahwa perawat mengkaji rasa nyeri
pasien agar dapat lebih memahami tentang nyerinya.
2) Kesalahpahaman. Mengurangi kesalahpahaman mengenai nyerinya
akan dapat mengurangi rasa nyeri. Hal ini dilakukan dengan
memberi tahukan pasien bahwa nyeri yang dialami sangat
individual dan hanya pasien yang tau secara pasti nyerinya.
3) Kelelahan. Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk
mengatasinya kembangkan pola aktifitas yang dapat memberikan
istirahat yang cukup.
4) Ketakutan. Memberi informasi yang tepat dapat mengurangi
ketakutan dengan menganjurkan pasien untuk mengespresikan
bagaimana mereka menangani nyeri.
5) Kebosanan. Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk
mengurangi rasa nyeri dapat digunakan pengalih perhatian bersifat
terapeutik. Beberapa teknik pengalih perhatian adalah bernafas
pelan dan berirama memijat secara perlahan, menyanyi berirama,
aktif mendengarkan musik, membayangkan hal-hal yang
menyenangkan dan sebagainya.
50
b. Modifikasi stimulasi nyeri dengan menggunakan Teknik Relaksasi
dengan menganjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan mengisi
paru paru dengan udara, menghembuskan secara perlahan, melemaskan
otot-otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang
sama sambil terus berkonsentrasi hingga didapat rasa nyaman, tenang
dan rileks.
c. Pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna mengganggu atau
memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara
mengurangi kortikal terhadap nyeri. Jenis analgesik adalah narkotika dan
bukan narkotika. Jenis narkotika digunakan untuk menurunkan tekanan
darah dan menimbulkan depresi pada fungsi fital seperti respirasi. Jenis
bukan narkotika yang paling banyak di kenal masyarakat adalah aspirin,
asetaminofen, dan bahan antiinflamasi nonsteroid. Golongan aspirin
(asetysalicylic acid) digunakan untuk memblok rangsangan pada sentral
dan perifer, kemungkinan menghambat sintesis prostaglandin yang
memiliki khasiat setelah 15- 20 menit dengan efek puncak obat sekitar 1-
2 jam. Aspirin juga menghambat agregasi trombosit dan antagonis lemah
terhadap vitamin K, sehingga dapat meningkatkan waktu perdarahan dan
protrombin bila diberikan dalam dosis yang tinggi. Golongan
asetaminofen sama seperti aspirin akan tetapi tidak menimbulkan
perubahan kadar protrombin dan jenis nonseroid anti inflamatory drug
(NSAID) juga dapat menghambat prostaglandin dan dosis rendah dapat
berfungsi sebagai analgesik. Kelompok obat ini meliputi ibuprofen,
mefenamic acid, fenoproven, naprofen, zomepirac dan lain-lain.
51
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai dalam
kemampuan mersepons rangsangan nyeri, diantaranya hilangnya:
a. Hilangnya perasaan nyeri.
Penggunaan Skala penilaian numerik (Numerical rating scales,
NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata.
Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.
Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum
dan setelah intervensi terapeutik.
b. Menurunnya intensitas nyeri.
Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala
verbal (misalnya tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat atau sangat hebat:
atau 0 sampai 10: 0 = tidak ada nyeri, 10 nyeri sangat hebat). Untuk
kepentingan penelitian ini maka peneliti menggunakan skala intensitas
nyeri numerik yaitu 0-10.
c. Adanya respon fisiologis yang baik.
d. Pasien mampu melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri.
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rencana Studi Kasus
Penelitian adalah suatu rencana, struktur dan strategi yang dipilih oleh
peneliti dalam upaya menjawab masalah penelitian. Jenis penelitian ini adalah
laporan studi kasus dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode yang dilakukan
dengan tujuan untuk memaparkan atau untuk menggambarkan keadaan
sebenarnya (objektif). Deskriptif ini mengenai kemampuan peneliti melakukan
Asuhan Keperawatan pada Pasien Gastritis Ny “W” dengen Pemenuhan
Kebutuhan Rasa Nyaman(Bebas Nyeri) meliputi pengkajian, diagnosa,
perencanaa, implementasi, dan evaluasi (Supardi S & Rustika, 2013).
B. Subyek Studi Kasus
Subyek Studi dalam Penelitian ini adalah satu pasien atau individu yang
mengalami masalah kebutuhan rasa nyaman pada pasien ganstritis dengan kriteria
sebagai berikut:
1. Keriteria Inklusi
a. Pasien yang bersedia menjadi subyek penelitian sampai selesai yang
berada pada ruang rawat inap.
b. Pasien yang mengalami gangguan rasa nyaman nyeri pada kasus gastritis
yang berada pada ruang rawat inap.
2. Keriteria Ekslusi
a. Pasien yang bersedia menjadi subyek peneliti namun mengundurkan diri
karena alasan tertentu.
53
b. Pasien yang tidak mengalami gangguan rasa nyaman nyeri pada kasus
gastritis.
C. Fokus Studi
Fokus studi pada penelitian ini adalah kebutuhan rasa nyaman (bebas
Nyeri) pada pasien gastritis.
D. Definisi Operasional
1. Studi Asuhan keperawatan pada pasien gastritis adalah asuhan keperawatan
pada pasien gastritis dalam pemenuhan rasa nyaman (bebas nyeri) terdiri dari :
a. Pengkajian Keperawatan dalam pengkajian nyeri
Pengkajian pada masalah nyeri dapat dilakukan dengan melihat
adanya riwayat nyeri, keluhan nyeri seperti lokasi, intensitas, kualitas dan
waktu serangan terjadinya nyeri. Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik PQRST:
1) P: Paliatif : Faktor yang mempengaruhi gawat ringannya nyeri
2) Q:Qualitatif : Seperti apa, tajam, tumpul, atau tersayat
3) R: Regio : Daerah perjalan nyeri
4) S: Severe : Keparahan atau intensitas nyeri
5) T: Time : Lama waktu serangan atau frequensi nyeri
Intensitas nyeri dapat diketahui dengan bertanya kepada pasien.
b. Diagnosa keperawatan yaitu diagnosa adanya nyeri akibat peradangan atau
infeksi pada lambung baik yang akut maupun kronis.
c. Intervensi keperawatan yaitu upaya untuk mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien dengan penerapan teknik relaksasi nafas dalam.
54
d. Implementasi keperawaan yaitu penerapan teknik relaksasi nafas dalam
untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dengan cara sebagai berikut:
Terapi relaksasi nafas dalam adalah sebuah keadaan dimana
seseorang terbebas dari tekanan dan kecemasan atau kembalinya
keseimbangan (equilibrium) setelah terjadinya gangguan. Prosedur teknik
relaksasi nafas dalam yaitu ciptakan lingkungan yang tenang, pikiran
beristirahat, posisikan pasien dengan tepat sesuai kondisi dan kemampuan
pasien bisa posisi berbaring, duduk dan berdiri. Usahakan tangan dan kaki
pasien dalam keadaan rileks, instruksikan pasien untuk bernafas dengan
irama normal beberapa saat (1-2 menit), minta pasien untuk memejamkan
mata dan usahakan agar pasien berkonsentrasi, minta pasien menarik nafas
melalui hidung secara perlahan-lahan sambil menghitung dalam hati
“hirup, dua, tiga”, minta pasien untuk menghembuskan udara melalui
mulut dan membuka mata secara perlahan-lahan sambil menghitung dalam
hati “hembuskan, dua, tiga”, minta pasien untuk mengulangi lagi sama
seperti prosedur sebelumnya sebanyak tiga kali selama lima menit hingga
pasien merasa nyaman.
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dinilai melalui Mampu mengontrol nyeri melaporkan
bahwa nyeri berkurang mampu mengenali nyeri menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang. Evaluasi keperawatan dapat dilakukan
menggunakan alat ukur nyeri, yaitu dengan skala nyeri Numerik.
55
Kriteria obyektif menggunakan skala verbal dengan kriteria:
1) 0 : Tidak Nyeri (Nyaman)
2) 1-3 : Nyeri Ringan
3) 4-6 : Nyeri Sedang
4) 7-10 : Nyeri Berat
2. Pasien gastritis yang dimaksud adalah pasien yang diagnosa gastritis akut
oleh dokter.
3. Nyeri adalah sensori yang bersifat emosional dan subjektif berupa perasaan
yang tidak menyenangkan yang dirasakan pasien pada perut bagian atas.
4. Kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri) adalah keadaan dimana terpenuhinya
kenyamanan atau ketentraman yang terjadi karena perasaan rasa nyeri.
E. Waktu dan Tempat
1. Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 22 Juni s/d 13 Juli 2018.
2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Ruangan Laika Mendidoha RSUD
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.
F. Pengumpulan Data
1. Data perimer yaitu data yang diperoleh dari pasien atau keluarga dengan
permohonan dan persetujuan menjadi responden yang melalui proses
wawancara, observasi menggunkan format asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian-evaluasi dan didokumentasi.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti dari hasil survay awal
melalui pusat informasi rekam medik dan status pasien di RSUD Bahteramas
Prov. Sultra.
56
C. Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian studi kasus disajikan secara narasi atau
tekstular disertai dengana cuplikan ungkapan verbal dari subyek studi sebagai data
pendukungnya.
D. Etika Studi Kasus
Pertimbagan etik ini dilaksanakan dengan memenuhu perinsip-perinsip
the five right of human subjects in reseaechl (Macne, 2004).
1. Hak untuk self determinaton klien memiliki otonomi dan hak untuk membuat
keputusan secara sadar dan dipahami dengan baik, bebas dari paksaan untuk
berpartisipasi atau tidak dalam penelitian ini atau mengundurkan diri dari
penelitian ini.
2. Hak terhadaap privacy dan dignity bahwa klien memiliki hak untuk dihargai
tentang apa yang mereka lakukan dan apa yang dilakukan terhadap mereka
serta untuk mengontrol kapan dan bagaimana informasi tentang mereka dibagi
dengan orang lain. Dalam proses pengumpulan data klien beresiko
mengungkap pengalaman yang bersifat rahasia bagi pribadinya, peneliti
menginfirmasikan bahwa klien berhak tidak menjawab pertanyaan yang
menimbulkan rasa malu atau tidak ingin diketahui orang lain dan jika kliemn
merasa tidak nyaman untuk berpartisipasi maka klien diperkenankan untuk
mngundurkan diri dari proses penelitian. Semua ini dilakukan peneliti untuk
menghormati privacy dan digniti.
3. Hak anonymity dan cobfidentiality, maka semua informasi yang didapat dari
klien harus dijaga dengan sedemikian rupa sehingga informasi individu
tersebut tidak langsung dikaitkan dengan klien, dan klien juga harus dijaka
57
kerahasian atas keterlibatanya dalam penelitian ini. Menjamin kerahasian
(cobfidentiality) dengan menyimpan dokumen dengan aman seperti lembar
persetujuan mengikuti penelitian, biodata, kaset rekaman dan transkip
wawancar dalam tempat khusus yang dapat diakses peneliti. Dalam menyusun
laporan penelitian, peneliti menguraikan data tanpa mengungkap identitas
klien (anonymity).
4. Hak terhadap penanganan yang adil memberikan individu hak yang sama
untuk dipilih atau terlibat dalam penelitian tanpa deskriminasi dan diberi
penanganan yang sama dengan menghormati seluruh persetujuan yang
disepakati dan untuk memberi penanganan terhadap masalah yang muncul
selama partisipasi dalam penelitian. Semua klien mempunyai kesmpatan yang
sama untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dan mendapatkan perlakuan
yang sama dari peneliti.
5. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari ketidaknyamanan dan kerugian
mengharuskan agar klien dilindungi dan eksploitasi dan peneliti harus
menjamin bahwa semua usaha dilakukan untuk meminimalkan bahaya atau
kerugian dari suatu penelitian,serta memaksimalkan manfaat dari penelitian
(macnee, 2004).
Penelitian dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri, tetapi saling
berkaitan dan saling mendukung. Dalam melaksanakan penelitian khususnya jika
yang menjadi subjek penelitian adalah Manusia maka peneliti harus memahami
hak dasar Manusia, Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya,
sehingga peneliti yang akan dilaksanakan benar-benar menjungjung tinggi
kebebasan Manusia.
58
Dalam melakukan penelitian, peneliti mendapat rekomendasi izin dari
institusi pendidikan Poltekkes Kemenkes Kendari. Setelah mendapatkan
persetujuan kemudian melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika.
1. Informed Concent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti
yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat
penelitian, bila responden menolak maka peneliti tidak akan memaksakan
kehendak dan tetap menghormati hak-hak responden.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan
nama responden pada format pengkajian, tetapi format pengkajian tersebut
diberikan kode.
3. Confidentiality (Kerahasian Informasi)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti hanya
kelompok-kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil
penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. (Suyanto, 2011).
59
BAB IV
HASIL STUDY KASUS DAN PEMBAHAASAN
A. Hasil Study Kasus
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
1) Nama : Ny W
2) Usia : 53 Tahun
3) Jenis Kelamin : Perempuan
4) Alamat : Jl. Palapa
5) Suku/Bangsa : Flores
6) Status Perkawinan : Menikah
7) Agama : Kristen
8) Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
9) Diagnosa Medik : Gastritis Akut
10) No. Rekam Medik : 47 28 64
11) Tanggal Masuk : 03 Juli 2018
12) Tanggal Pengkajian : 04 Juli 2018
b. Penanggung Jawab
1) Nama : Tn. D
2) Usia : 53 tahun
3) Jenis Kelamin : Laki - laki
4) Pekerjaan : Pensiunan PNS
5) Hubungan Dengan Klien : suami
60
c. Riwayat Keluarga
1) Genogram
2) Keterangan genogram
: Laki-laki
: Perempuan
................... : Tinggal Serumah
: Hubungan Keluarga
? : Umur Tidak Diketahui
: Anggota Keluarga yang Meninggal
d. Status Kesehatan
1) Status kesehatan saat ini
a) Alasan masuk rumah sakit
Pada tanggal 03 Juli 2018 pasien masuk Rumah Sakit
RSUD Bahteramas Prov Sultra melalui UGD pada jam 11.30
dengan keluhan nyeri ulu hati dan nyerinya sampai seluruh bagian
abdomen tembus pinggang, berkisar antara 10 menit. Nyeri
bertambah bila pasien banyak bergerak dan nyeri berkurang bila
pasien istirahat.
? ? ? ? ? ? ?
53 53
? ? ?
61
b) Keluhan Utama
Pada pengkajian tanggal 04 juli 2018 pasien mengatakan
Nyeri Ulu Hati.
c) Upaya yang dilakukan untuk mengatasi nyeri
Pasien mengatakan untuk mengatasi nyerinya pasien
minum air hangan dan mengkonsumsi obat ranitidin 3x1tablet atau
dengan menonton televisi.
2) Riwayat kesehatan yang lalu
a) Riwayat kesehatan sekarang
Pada saat pengkajian tanggal 04 juli 2018 pasien
mengatakan pasien mengeluh nyeri ulu hati dan nyerinya sampai
seluruh bagian perut tembus pinggang.
P (Paliatif) : Nyeri dirasakan ketika mengkonsumsi makanan
yang pedas dan telat makan.
Q (Qualitatif) : Seperti tertusuk-tusuk
R (Regio) : Hipokondria Kiri
S (Severe) : Skala sedang (6)
T (Time) : Hilang timbul
b) Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan pernah dirawat di rumah Sakit beberapa
tahun yang lalu di RSUD Bahteramas dengan penyakit gastritis.
c) Riwayat alergi dan transfusi
Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi dan tidak
pernah di transfusi darah sebelumnya.
62
d) Kebiasaan
Pasien mengatakaan memiliki kebiasaan minum kopi dan
teh namun pasien tidak mengkonsumsi minuman yang beralkohol
dan tidak merokok, pasien sering terlambat makan akibat
pekerjaan, pasien mengatakan sering mengkonsumsi makanan
pedas.
e. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang pernah
mengalami penyakit yang sama.
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pemeliharaan dan persepsi tentang kesehatan
Pasien mengatakan sebelum masuk Rumah Sakit pasien sibuk
dengan pekerjaannya sehingga terlambat makan yang mengakibatkan
nyeri Ulu Hati. Setelah masuk Rumah Sakit pasien mengatakan
ternyata kesehatan sangatlah penting dan saat sakit sangatlah tidak
nyaman.
2) Nutrisi/metabolik
Pasien mengatakan pada saat makan pasien merasa cepat kenyang,
kadang mual. Pasien mengatakan sebelum sakit berat badanya 50 kg
dan saat sakit 48 kg, tinggi badan 152 cm, IMT 20,8 kg/m2.
63
3) Aktivitas Daily Living
Tabel. 4.2. Aktivitas Daily Living
No Jenis Aktuvitas Saat Sehat / Di
Rumah Saat Sakit / Di RS
1.
Nutrisi
1. Frekuensi
2. Jenis makanan
3. Porsi makanan
4. Kesulitan
3 x 1 sehari
Nasi + sayur + lauk
pauk
Dihabiskan
Tidak ada kesulitan
3 x 1 sehari
Bubur
Tidak dihabiskan
Mudah kenyang
2.
Minum
1. Jenis air minum
2. Frekuensi
3. Kesulitan
Air yang sudah
dimasak
5-9 kali sehari
Tidak ada kesulitan
Air aqua
Saat nyeri ulu hati
dan saat haus
Nyeri saat bergerak
3.
Personal hygiene
1. Frekuensi
mandi
2. Sikat gigi
3. Frekuensi
keramas
2 x sehari
2 x sehari
1 x sehari
1 x sehari (di
waslap)
1 x sehari ( di bad)
Tidak pernah
4.
Eliminasi
A. Eliminasi fecal
1. Warna
2. Konsistensi
3. Kelainan
B. Euminasi urine
1. Warna urine
2. konsistensi
3. Kelainan
Kuning
Lembek
Tidak ada kelainan
Bening
Cair
Tidak ada kelainan
Kuning kehitaman
Lembek
Tidak ada kelainan
Kuning
Cair
Tidak ada kelainan
5.
Istirahat / tidur
1. Mulai tidur
2. Lamanya tidur
3. Mudah
terbangun
Jam 22.00 malam
7 jam
Tidak mudah
terbangun
Tidak teratur
Tidak teratur
Mudah terbangun
Sumber: Data Primer, 2018
4) Oksigenasi dan Pola kognitif –perceptual
Pasien tidak terpasang oksigen, pasien nampak gelisah,
pernafasan dalam batas normal. Pasien mengatakan penyakit yang
dideritanya pasti akan bisa disembuhkan dan pasien yakin akan
64
menjalani pengobatan sesuai apa yang diberikan dan disampaikan oleh
tenaga kesehatan.
5) Pola manajemen koping stress dan pola keyakinan-nilai
Pasien mengatakan tidak nyaman dengan kondisinya sekarang
tetapi pasien percaya sepenuhnya kepada tim medis untuk bisa
membantu menyembuhkan penyakitnya yang sedang dialaminya dan
pasien selama sakit tidak pernah lagi menjalankan ibadah dan
ibadahnya terganggu karena peanyakit yang dialaminya.
g. Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum pasien lemah dengan tingkat kesadaran sadar
sepenuhnya (composmentis). Nilai GCS (glasglow coma scale) 15:
E ( Mata) : 4 (Respon membuka mata)
V (Verbal) : 5 (Berorientasi baik)
M (Motorik) : 6 (Mengikuti perintah)
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Suhu : 36 oC
Nadi : 76 kali/menit
Pernapasan : 18 kali/menit
3) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan kulit : Tidak terdapat lesi, warna kulit sawo matang,
Turgor kulit kurang elastis/kulit kering.
65
b) Kepala :Rambut tidak beruban, rambut keriting dan tidak
terdapat luka pada kepala, tidak teraba adanya massa, rambut tidak
mudah dicabut.
c) Mata : Sclera warna putih, konjungtifa merah muda, bola
mata bergerak kesegala arah, tidak teraba adanya benjolan pada
bola mata.
d) Telinga :Telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada tanda
peradangan dan tidak memakai alat bantu, tidak teraba adanya
massa
e) Hidung dan Sinus :Hidung kiri dan kanan simetris, tidak ada
obstruksi peradangan dan pperdarahan, tidak terpasang oksigen dan
pernafasan cuping hidung, tidak ada nyeri tekan
f) Mulut dan tenggorokan :Tidak terlihat peradangan pada gusi,
gigi pasien tidak lengkap, gigi bagian bawah menggunakan gigi
tambal, tidak terdapat nyeri tekan dan massa.
g) Leher :Tidak nampak pembesaran tiroid, tidak terdapat
adanya massa, tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid dan
tidak teraba adanya massa.
h) Payudara
Pasien mengatakan tidak ada masalah pada bagian
payudara dan tidak ada kelainan.
i) Dada dan paru-paru :Simertis kiri dan kanan, frekwensi nafas 18
kali/menit, tidak teraba adanya massa, tidak terdapat bunyi
tambahan saat respirasi.
66
j) Jantung :Ictuscordis terlihat pada ICS 5, Apeks teraba pada
ICS 5 midklavikularis kiri, Suara perkusi Redup (Dulrus), Bunyi
jantung satu: Murni (penutup katup mitralis dan trihuspidalis),
bunyi jantung dua: Murni (Terbukanya katub mitralis dan
trihuspidalis.
k) Abdumen : Tidak nampak pembesaran pada abdomen dan
tidak tampak lesi, Nyeri tekan pada hipokondriak kiri dengan skala
nyeri 6, Suara perkusi timpani, Peristaltik 5 kali/menit.
l) Genitalia dan anus
Pasien mengatakan tidak ada masalah mengenai genitalia
dan anus.
m) Ekstermitas : Tidak terdapat atropi ataupun hipertropi, kuku
pasien tumbuh dengan baik, tidak terdapat edema dan ekstermitas
dapat bergerak bebas
n) Status Neurologis
Kondisi neurologis dalam kondisi baik, klien dapat
merespon dengan baik.
67
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium tanggal 03 juli 2018
Nama pasien : Ny “W”
Umur : 53 tahun
No. RM : 47 28 64
Tabel.4.3. Hasil pemeriksaan laboratorium
No Kimia Darah Nilai Rujukan Satuan
1.
Glukosa
1. Sewaktu
2. Puasa
3. 2 jam PP
130
70-180
70-110
<140
mg/dl
mg/dl
mg/dl
2. Ureum 23 L= 19-44
P= 15-40
mg/dl
mg/dl
3. Creatinine 0,3 L=0,7-1,2
P= 0,5-1,0 mg/dl
4. Cholesterol total 182 ≤ 200 mg/dl
5. SGOT/AST 24 L= <45
P= <31 u/l
6. SGPT/ALT 24 L= <41
P= <31 gr/dl
Sumber: Data Primer, 2018
68
2. Diagnosa Keperawatan
a. Klasifikasi Data
Nama pasien : Ny “W”
Umur : 53 tahun
No. RM : 47 28 64
Tabel.4.4 Klasifikasi Data
No Data Masalah
1. DS:
- Pasien mengeluh nyeri ulu hati
- Nyeri perut melilit tembus pinggang
DO:
- KU. Lemah
- Pasien terlihat gelisah
- Wajah pasien nampak meringis
menahan sakitnya
- P (Paliatif) : nyeri dirasakan ketika
mengkonsumsi makanan yang pedas
dan telat makan.
- Q (Qualitatif) : Seperti tertusuk-tusuk
- R (Regio) : Hipokondria kiri
- S (Severe) : Skala sedang (6)
- T (Time) : Hilang timbul
Nyeri akut
Sumber: Data Primer, 2018
69
b. Analisa Data
Nama pasien : Ny “W”
Umur : 53 tah un
No. RM : 47 28 64
Tabel.4.5. Analisa Data
Symptom Etiologi Problem
DS:
- Pasien mengeluh nyeri ulu
hati
- Nyeri perut melilit tembus
pinggang
DO:
- KU. Lemah
- Pasien terlihat gelisah
- Wajah pasien nampak
meringis menahan
sakitnya
- P (Paliatif): nyeri
dirasakan ketika
mengkonsumsi makanan
yang pedas dan telat
makan.
- Q (Qualitatif) : Seperti
tertusuk-tusuk
- R (Regio) : Hipokondria
kiri
- S (Severe) : Skala sedang
(6)
- T (Time): Hilang timbul
Peningkatan produksi
HCL
Erosi dan ulserasi
mukosa lambung
Peningkatan mediator
kimia (bradikidin,
histamin) neciceptor
Saraf afferent
Thalamus
Korteks cerebri
Nyeri akut
Nyeri
Akut
Sumber: Data Primer, 2018
70
3. Intervensi Keperawatan
Nama pasien : Ny “W”
Umur : 53 tahun
No. RM : 47 28 64
Tabel.4.6. Intervensi Keperawatan pada Ny “W”
di Ruangan Laika Mendidoha
No Tujuan Diagnosa
keperawatan
Tindakan
Keperawatan
1. NOC
Pain level
Pain control
Comfort level
Kriteria Hasil:
1. Mampu mengontrol
nyeri(Tahu penyebab
nyeri, mampu
menggunakan teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri menggunakan
teknik relaksasi
nafas dalam, mencari
bantuan).
2. Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
menggunakan
managemen nyeri.
3. Mampu mengenali
nyeri (skala,
intensitas, frekwensi,
dan tanda nyeri).
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang.
Nyeri Akut ditandai
dengan:
DS:
- Pasien mengeluh
nyeri ulu hati
- Nyeri perut melilit
tembus pinggang
DO:
- KU. Lemah
- Pasien terlihat
gelisah
- Wajah pasien
nampak meringis
menahan sakitnya
- P (Paliatif): nyeri
dirasakan ketika
mengkonsumsi
makanan yang
pedas dan telat
makan.
- Q (Qualitatif) :
Seperti tertusuk-
tusuk
- R (Regio):
Hipokondria kiri
- S(Severe):Skala
sedang (6)
- T (Time): Hilang
timbul
NIC
Pain Management
a. Lakukan
pengkajian nyeri
secara
komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik,
durasi, frekwensi,
kualitas dan faktor
presipitasi.
b. Ajarkan teknik non
farmakologi yaitu
teknik relaksasi
nafas dalam.
c. Atur posisi pasien
yang membuat
nyaman.
d. Kolaborasi dengan
tim medis untuk
mengatasi keluhan
nyeri pasien.
e. Berikan Health
Education.
Sumber: Data Primer, 2018 dan NANDA NIC-NOC, 2015
71
4. Implementasi
Hari/tanggal : Rabu, 04 juli 2018
Tabel.4.7. Implementasi Keperawatan hari 1
No Jam Implementasi Paraf
1.
7.00
7.30
8.30
9.00
10.00
1. Melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekwensi, kualitas dan faktor presipitasi.
Hasil:
P : Nyeri dirasakan ketika mengkonsumsi
Makanan yang pedas dan telat makan.
Q : Seperti tertusuk-tusuk
R : Hipokondria kiri
S : Skala sedang (6)
T : Hilang timbul
2. Mengajarkan teknik non farmakologi yaitu
teknik relaksasi nafas dalam.
Hasil:
Pasien antusias untuk memperaktekkan teknik
relaksasi nafas dalam bersama keluarga namun
pasien belum megerti tentang apa yanng
diajarkan mengenai teknik relaksasi nafas dalam
unruk mengurangi nyeri.
3. Mengkolaborasi dengan tim medis untuk
mengatasi keluhan nyeri pasien.
Hasil:
Terpasang Ringer laktat 20 tetes/menit.
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian
makanan yang tidak merangsang peningkatan
asam lambung.
4. Mengatur posisi pasien yang membuat nyaman.
Hasil: Pasien diberi posisi semi fowler.
5. Memberikan Health Education
Hasil:
Pasien dan keluarga belum dapat penjelasan
mengenai makanan yang boleh dan yang tidak
boleh dikonsumsi serta penjelasan mengenai
cara makan yang baik untuk peningkatan
kesehatan pada pasien Gastritis.
Muh.
Afdal
jayadi
72
Hari/tanggal : Kamis, 05 juli 2018
Tabel.4.8. implementasi keperawatan hari 2
No Jam Implementasi Paraf
1.
7.00
7.20
8.00
8.30
10.00
1. Melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekwensi, kualitas dan faktor presipitasi.
Hasil:
P : Nyeri dirasakan ketika mengkonsumsi
Makanan yang pedas, keras, stres dan telat
makan.
Q : Seperti tertusuk-tusuk
R : Hipokondria Kiri
S : Skala sedang (4)
T : Hilang timbul
2. Mengajarkan teknik non farmakologi yaitu
teknik relaksasi nafas dalam.
Hasil:
Pasien dapat dapat memperaktikan terapi
relaksasi nafas dalam dengan bimbingan
perawat dan pasien dapat menyebutkan
pengertian, manfaat namun belum sempurna
dalam menyampaikanya
3. Mengkolaborasi dengan tim medis untuk
mengatasi keluhan nyeri pasien.
Hasil:
Terpasang Ringer laktat 20 tetes/menit
pemberian cairan ke 5 sebanyak 500 ml.
Pemberian Ketorolac 30 mg / IV / 12 jam.
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian
makanan bubur.
4. Mengatur posisi pasien yang membuat nyaman.
Hasil: Pasien dan keluarga mencari dan
mengatur posisi yang membuat pasien merasa
nyaman.
5. Memberikan Health Education
Hasil:
Pasien dan keluarga dapat menyebutkan
sebagian makanan yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi.
Pasien dapat menyebutkan sebagian akibat bila
makan tidak teratur.
Muh.
Afdal
jayadi
73
Hari/tanggal : Jum’at, 06 juli 2018
Tabel.4.9. Implementasi keperawatan hari 3
No Jam Implementasi Paraf
1.
7.20
7.50
8.20
9.45
10.20
1. Melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekwensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
Hasil:
P : Nyeri dirasakan ketika stres mengkonsumsi
Makanan yang pedas, keras dan telat
makan.
Q : Seperti tertusuk-tusuk
R : Hipokondria Kiri
S : Skala Nyeri 2 (Nyeri Ringan)
T : Hilang timbul
2. Mengajarkan teknik non farmakologi yaitu
teknik relaksasi nafas dalam.
Hasil:
Pasien mengerti apa yang diajarkan oleh
perawat dan pasien antusias untuk menerapkan
teknik relaksasi nafas dalam bersama keluarga.
3. Mengkolaborasi dengan tim medis untuk
mengatasi keluhan nyeri pasien.
Hasil:
Terpasang Ringer laktat 20 tetes/menit.
pemberian cairan ke 8 sebanyak 500 ml.
Ketorolac 30 mg / IV / 12 jam
4. Mengatur posisi pasien yang membuat
nyaman.
Hasil: Pasien diberi posisi semi fowler pasien
merasa nyaman.
5. Memberikan Health Education
Hasil:
Pasien dan keluarga dapat menjelaskan dengan
benar makanakan yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi dan tentang penjelasan mengenai
cara makan yang teratur.
Muh.
Afdal
jayadi
74
Hari/tanggal : Sabtu, 06 juli 2018
Tabel.4.10. Implementasi keperawatan hari 4
No Jam Implementasi Paraf
1.
7.00
7.20
8.00
8.35
09.00
1. Melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekwensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
Hasil:
Pasien mengatakan nyeri ulu hati berkurang.
Skala Nyeri 2 (Nyeri Ringan).
2. Mengajarkan teknik non farmakologi yaitu
teknik nafas dalam.
Hasil:
Pasien mengerti apa yang diajarkan oleh
perawat atau peneliti dan pasien tetap
memperaktekkan teknik relaksasi nafas dalam
setiap saat merasakan nyeri.
2. Mengkolaborasi dengan tim medis untuk
mengatasi keluhan nyeri pasien.
Hasil:
Terpasang Ringer laktat 20 tetes/menit
pemberian cairan ke 11 sebanyak 500 ml.
Ketorolac 30 mg / IV / 12 jam
3. Mengatur posisi pasien yang membuat
nyaman.
Hasil: Pasin dan keluarga dapat mencari posisi
yang mampu membuat pasien merasa nyaman
sehingga pasien terlihat rileks.
4. Memberikan Health Education
Hasil:
Pasien dan keluarga mengerti tentang
penjelasan mengenai makanakan yang boleh
dan tidak boleh dikonsumsi.
Pasien dan keluarga mengerti tentang
penjelasan mengenai cara makan yang teratur
atau pola makan yang teratur.
Pasien mengerti apa pengertian, penyebab,
tanda dan gejala dan penatalaksanaan bila
terjadinya penyakit gastritis yang
menimbulkan rasa tidak nyaman yaitu nyeri.
Muh.
Afdal
jayadi
Sumber: Data Primer, 2018
75
5. Evaluasi
Hari/Tanggal : Rabu, 04 juli 2018
Tabel.4.11. Evaluasi keperawatan hari 1
Jam Diagnosa Evaluasi Paraf
09.00 Nyeri
akut
S :
- Pasien mengeluh nyeri ulu hati
- Nadi Pasien mengeluh perut melilit
tembus pinggang
O :
- KU. Lemah
- Pasien terlihat gelisah
- Wajah nampak meringis menahan
sakit
- P : Nyeri dirasakan ketika
mengkonsumsi
Makanan yang pedas dan telat
makan.
- Q : Seperti tertusuk-tusuk
- R : Ulu hati
- S : Skala sedang (6)
- T : Hilang timbul
- Tekanan darah : 140/80 mmHg
- Nad : 76 kali/menit
- Pernafasan : 18 kali/menit
- Suhu : 36 oC
A :
- Nyeri akut belum teratasi
P :
- Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5.
Muh.
Afdal
jayadi
Sumber: Data Primer, 2018
76
Hari/Tanggal : Kamis, 05 juli 2018
Tabel.4.12. Evaluasi keperawatan hari 2
Jam Diagnosa Evaluasi Paraf
09.00
Nyeri
akut
S :
- Pasien mengeluh nyeri ulu hati
- Pasien mengeluh perut melilit
tembus pinggang mulai berkurang
O :
- KU. Lemah
- Pasien terlihat gelisah
- Wajah nampak meringis menahan
sakit
- P : nyeri dirasakan ketika
mengkonsumsi makanan yang
pedas dan telat makan.
- Q : Seperti tertusuk-tusuk
- R : Ulu hati
- S : Skala sedang (4)
- T : Hilang timbul
- Tekanan darah : 160/80 mmHg
- Nadi : 78 kali/menit
- Pernafasan : 20 kali/menit
- Suhu : 36 oC
A :
- Nyeri akut belum teratasi
P :
- Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5.
Muh.
Afdal
jayadi
Sumber: Data Primer, 2018
Hari/Tanggal : Jum’at, 06 juli 2018
77
Tabel.4.13. Evaluasi keperawatan hari 3
Jam Diagnosa Evaluasi Paraf
09.00 Nyeri
akut
S :
- Pasien mengeluh nyeri ulu hati
O :
- KU. Lemah
- Wajah nampak tileks
- P : nyeri dirasakan ketika
mengkonsumsi Makanan yang
pedas dan telat makan.
- Q : Seperti tertusuk-tusuk
- R : Ulu hati
- S : Skala Nyeri 2 (Nyeri Ringan)
- T : Hilang timbul
- Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Nadi : 80 kali/menit
- Pernafasan : 20 kali/menit
- Suhu : 37 oC
A :
- Nyeri akut belum teratasi
P :
- Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5.
Muh.
Afdal
jayadi
Sumber: Data Primer, 2018
Hari/Tanggal : Sabtu, 07 juli 2018
78
Tabel.4.14. Evaluasi keperawatan hari 4
Jam Diagnosa Evaluasi Paraf
09.00 Nyeri
akut
S :
- Pasien mengatakan tidak nyeri ulu
hati lagi
O :
- KU. Baik
- Ekspresi wajah pasien nampak
rileks
- Skala Nyeri 2 (Nyeri Ringan)
- Tekanan darah : 140/80 mmHg
- Nadi : 80 kali/menit
- Pernafasan : 20 kali/menit
- Suhu : 36 oC
A :
- Nyeri akut teratasi
P :
- Hentikan intervensi 1,2,3,4 dan 5.
(Pasien boleh pulang).
Muh.
Afdal
jayadi
Sumber: Data Primer, 2018
B. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan pada responden Ny “W” dengan kasus Gastritis
akut yang dilakukan pada tanggal 04 Juli 2018 s/d 07 Juli 2018. Penulis akan
membandingkan kesenjangan antara teori dan fakta yang didapatkan pada pasien
Gastritis dalam penerapan terapi relaksasi nafas dalam yang di rawat di Ruang
Rawat Inap Laika Mendidoha di RSUD Bahterasmas Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2018. Asuhan keperawatan pada Ny “W” dengan dengan penerapan terapi
relaksasi nafas dalam pada gangguan sistem pencernaan (Gastritis). Telah
diupayakan dengan memberikan asuhan kepererawatan yang komprehensif namun
belum maksimal yang disebabkan oleh faktor keterbatasan penulis dalam hal
waktu, kemampuan dan banyak faktor lainya.
1. Pengkajian
79
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan,
verifikasi dan komunikasi tentang data pasien. Fase keperawatan ini
mencakup dua langkah yaitu data dari sumber primer (pasien), sumber
sekunder (keluarga , tenaga kesehatan dan rekam medis) dan analisis data
sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 2005).
Gastritis adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
bersifat akut, kronik difus atau lokal dengan karakteristik anoreksia, rasa
penuh, tidak enak pada epigastrim, mual dan muntah (Suratun & Lusianah,
2010).
Pengkajian pada masalah nyeri dapat dilakukan dengan melihat adanya
riwayat nyeri, keluhan nyeri seperti lokasi, intensitas, kualitas dan waktu
serangan terjadinya nyeri. Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik PQRST.
Pengkajian yang dilakukan pada pasien tersebut, yaitu penulis melakukan
pengkajian dengan menggabungkan format pengkajian rasa nyaman (nyeri)
dengan pengkajian per sistem, yaitu tentang biodata pasien (nama, umur, suku,
alamat, pendidikan, agama, pekerjaan), menanyakan keluhan utama, riwayat
terjadinya penyakit Gastriti sehingga menyebabkan nyeri Uluh Hati,
melakukan pengukuran tanda-tanda vital dan melakukan pengukuran skala
nyeri dengan menggunakan skala nyeri Numerik. Berdasarkan hasil pengkajian
tanggal 04 Juli 2018 pada Ny “W” didapatkan data subjektif pasien mengeluh
nyeri ulu hati, nyeri perut tembus ke pinggang, seperti tertusuk-tusuk, hilang
timbul, nyeri dirasakan ketika mengkonsumsi makanan yang pedas dan telat
makan, pasien mengatakan pernah masuk Rumah Sakit satu tahun yang lalu
80
dengan penyakit gastritis, pasien mengatakan sering terlambat makan dan
sering mengkonsumsi makanan pedas. Pemeriksaan fisik ketika dipalpasi
bagian abdomen terdapat nyeri tekan bagian regio hipokondria kiri.
Data yang ditemukan pada Ny “W” sebagian sesuai dengan manifestasi
klinis gastritis dalam teori, namun ada beberapa data dalam teori tetapi tidak
terjadi pada pasien yaitu nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida.
Faktor pendukung yang ditemukan saat melakukan pengkajian adalah
sikap koperatif dari pasien dan keluarga pasien, selain itu perawat pelaksana
rumah sakit sangat mendukung proses penelitian sehingga memudahkan
peneliti melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien Ny “W” dan format
pengkajian keperawatan juga sangat membantu sehingga dalam proses
keperawatan berjalan dengan lebih mudah.
Beberapa yang perlu diperhatikan dalam pengkajian Gastritis yaitu
pemeriksaan penunjang diantaranya pemeriksaan laboratorium, radiologi,
endoscopy, USG (Ultrasonografy).
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar
pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi
tanggung gugat perawat. Berdasarkan pengkajian dan analisa data pada kasus
yang dilakukan pada Ny “W” diagnosa utama yang diangkat penulis yaitu
Nyeri Akut pada pasien Gastritis Akut.
81
Peneliti menegakkan diagnosa utama karena pada saat pengkajian
ditemukan data pasien mengatakan nyeri ulu hati, nyeri perut tembus ke
pinggang, seperti tertusuk-tusuk, hilang timbul, nyeri dirasakan ketika
mengkonsumsi makanan yang pedas dan telat makan, pasien mengatakan
pernah masuk Rumah Sakit satu tahun yang lalu dengan penyakit gastritis,
pasien mengatakan sering terlambat makan dan sering mengkonsumsi
makanan pedas. Pemeriksaan fisik ketika dipalpasi bagian abdomen terdapat
nyeri tekan bagian regio hipokondria kiri, setelah pengkajian didapatkan
hasil:
a. Wajah nampak meringis menahan sakit
b. Pasien terlihat gelisah
c. P : Nyeri dirasakan ketika mengkonsumsi Makanan yang pedas dan
telat makan.
d. Q : Seperti tertusuk-tusuk
e. R : Ulu hati
f. S : Skala sedang (6)
g. T : Hilang timbul
h. Tekanan darah : 160/80 mmHg
i. Nadi : 78 kali/menit
j. Pernafasan : 20 kali/menit
k. Suhu : 36 oC
Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan iritasi lambung
(Gastritis) sehingga menyebebkan nyeri pada ulu hati dan perut terasa melilit
tembus ke pinggang.
82
3. Intervensi keperawatan
Intervensi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan
yang berpusat pada pasien dan hasil yang diperkirakan dari intervensi
keperawatan yaang dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry,
2005).
Diagnosa keperawatan yang diangkat selanjutnya dibuat rencana
asuhan keperawatan sebagai tindakan pemecah masalah keperawatan dimana
penulis membuat rencana keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan
kemudian menetapkan tujuan dan kriteria hasil, selanjutnya menetapkan
tindakan yang tepat.
Perencanaan disusun berdasarkan konsep teori yang telah didapatkan
untuk diterapkan secara aktual pada pasien Ny “W” dengan Gastritis masalah
kebutuhan dan respon keluarganya mendasari penyusunan rencana
keperawatan berdasarkan diagnosis keperawatan pada Gastritis disesuaikan
dengan kondisi aktual yang ditemukan.
Tindakan yang direncanakan yaitu NIC: Pain Management :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas dan faktor presipitasi.
b. Ajarkan teknik non farmakologi yaitu teknik relaksasi nafas dalam.
c. Berikan posisi yang membuat nyaman
d. Kolaborasi dengan tim medis jika ada keluhan dan tindakan mengatasi
nyeri tidak berhasil.
e. Memberikan Health Education
83
Adapun intervensi yang dilakukan pada hasil pengkajian yaitu hanya
memfokuskan pada tindakan keperawatan, melakukan penanganan nyeri
secara non farmakologi, yaitu teknik relaksasi nafas dalam. Dimana tujuan
dari teknik ini untuk menghilangkan atau menurunkan nyeri yang dirasakan
pasien, Tujuan ini juga sesuai dengan tujuan yang ditetapkan oleh teori yaitu
melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan teknik relaksasi
nafas dalam
4. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang penulis lakukan
kepada pasien sesuai dengan intervensi, sehingga kebutuhan pasien dapat
terpenuhi (wilkinson, 2011).
Pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan berdasarkan teori NIC (Pain management) yaitu:
a. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas dan faktor presipitasi.
b. Mengajarkan teknik non farmakologi yaitu teknik relaksasi nafas dalam.
c. Memberikan posisi yang membuat nyaman
d. Mengkolaborasi dengan tim medis jika ada keluhan dan tindakan
mengatasi nyeri tidak berhasil.
e. Memberikan Health Education
Pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan yang dilakukan yaitu
melakukan pengajaran menggunakan teknik relaksasi nafas dalam yang
dilakukan selama 4 hari, dimana hasil pengkajian tersebut memperlihatkan
84
bahwa skala nyeri pasien yaitu skala nyeri 6, yang termasuk dalam kategori
sedang. Sedangkan penyebab nyeri, yaitu mengenai Gastritis yang diderita
pasien, juga harus diberikan tindakan farmakologi guna untuk mencegah
adanya peningkatan nyeri yang terjadi, tindakan farmakologi yang diberikan
yaitu injeksi pantoprazol 1 gr/IV/12 jam, ketorolac 30 mg/IV/ 12 jam dan
pemberian cairan infus Ringer Laktat 20 tpm.
Implementasi yang direncanakan telah di laksanakan, pasien dapan
memperaktekkan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri sesuai
dengan tujuan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh peneliti.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk memperbaiki proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi perawat
untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan keperawatan (Nursalam, 2010).
Evaluasi yang dilakukan berdasarkan diagnosis yang ditegakkan yaitu
Nyeri Akut dan di evaluasi pada hari sabtu tanggal 7 Juni 2018 dengan hasil
masalah nyeri akut teratasi dimana pada data subyektif pasien mengatakan
tidak nyeri ulu hati dan data obyektif keadaan umum pasien baik, Ekspresi
wajah pasien nampak rileks, Skala Nyeri 2 (Nyeri sedang) skala 0-10,
Tekanan darah: 140/80 mmHg, Nadi : 80 kali/menit, Pernafasan: 20
kali/menit, Suhu: 36 oC.
85
Tabel.4.15. Hasil penerapan teknik relaksasi nafas dalam
No
.
Hari
penerapan
terapi
Skala intensitas nyeri numerik
Skala
sesi 1
Kriteria
sebelum
intervensi
Skala
sesi 2
Kriteria sesudah
intervensi
1. Hari ke-1 6 NS 6 NS
2. Hari ke-2 6 NS 4 NS
3. Hari ke-3 4 NS 2 NR
4. Hari ke-4 2 NR 2 NR
Sumber: Data Primer, 2018
Keterangan:
NB : Nyeri Berat
NS : Nyeri Sedang
NR : Nyeri Ringan
TN : Tidak Nyeri
Hasil penerapan terapi relaksasi nafas dalam pada tabel diatas
menunjukkan pada hari pertama penerapan terapi nyeri pasien tetap, tidak ada
perubahan dengan skal nyeri 6, pada hari kedua mengalami penurunan nyeri
dengan skala 4, pada hari ke tiga penerapan mengalami penuruan ke angka 2,
dan pada hari ke 4 nyeri bertahan pada angka 2.
Gambar. 4.1. Tabulasi data penelitian
0
2
4
6
Hari ke 1Hari ke 2
Hari ke 3Hari ke 4
Tabulasi Data PenelitianIntensitas Nyeri sesi 1Sebelum
Tabulasi Data PenelitianIntensitas Nyeri sesi 1Sebelum
Tabulasi Data PenelitianIntensitas Nyeri sesi 2Sesudah
86
C. Keterbatasan Studi Kasus
1. Keterbatasan Studi kasus yang dilakukan empat hari di Ruang Laika
Mendidoha, diantaranya dari segi sumber referensi atau informasi yang
diperoleh dari buku, dimana buku yang tersedia mengenai penyakit Gastritis
dan nyeri ini memiliki tahun terbit yang sudah hampir tidak dapat digunakan
lagi dalam pustaka KTI, sehingga teori-teori yang dijelaskan dalam studi kasus
ini pun masih sangat terbatas.
2. Tingkat pengetahuan penulis yang masih sangat terbatas mengenai
metodologis penatalaksanaan studi kasus.
3. Pasien kasus Gastritis yang tidak setiap hari di rawat di Ruangan Laika
Mendidoha sehingga menyulitkan peneliti dalam melaksanakan studi kasus.
4. Tingkat keberhasilan penerapan terapi relaksasi nafas dalam belum maksimal
dikarenakan kolaborasi tim medis dalam pemberian antibiotik selama pasien
berada di rumah sakit sehingga mampu mempengaruhi keefektifan Terapi
relaksasi nafas dalam untuk mengurangi atau menghilangkan ketidak
nyamanan akibat nyeri yang dirasakan pasien.
5. Keterbatasan waktu penelitian dan keterlambatan penerbitan izin penelitian.
87
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan penjelasan pada BAB sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian
Berdasarkan pengkajian pada Ny ”W” dengan Gastritis di Ruangan
Laika Mendidoha RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tanggal 04
sampai 07 Juli 2018 data yang ditemukan pada Ny “W” sebagian sesuai
dengan manifestasi klinis Gastritis dalam teori, namun ada beberapa dalam
teori tetapi tidak terjadi pada pasien yaitu adanya regurgitasi (keluarnya cairan
dari lambung secara tiba-tiba).
Berdasarkan hasil pengkajian penerapan terapi relaksani nafas dalam
untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri pada Ny ”W” Pengkajian
dilakukan dengan menggunakan format gangguan rasa nyaman (nyeri)
sehingga ditemukan data tentang keluhan nyeri pada pasien Gastritis sesuai
dengan pengkajian PQRST di Ruangan Laika Mendidoha RSUD Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang diangkat berdasarkan data yang diperoleh dari hasil
pengkajian yang berkaitan pada pasien Gastritis Ny “W” yaitu nyeri akut.
88
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan pada pasien Ny “W” dibuat berdasarkan
diagnosis yang ditegakkan dan rencana yang disusun berdasarkan aplikasi dari
teori NANDA NIC-NOC yang sesuai kondisi pasien.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan rencana tindakan asuhan
keperawatan pada Ny “W” yang dibuat berdasarkan teori NANDA NIC-NOC
sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan pada pasien Ny “W”
selama empat hari (4 hari) da
n kemudian dievaluasi akhir pada tanggal 07 Juli 2018 dengan hasil
Nyeri Akut Teratasi.
89
B. Saran
1. Bagi Peneliti
Laporan kasus ini dapat dijadikan sebagai referensi pembelajaran
untuk menambah pengalaman dan wawasan peneliti dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien Gastritis sehingga dapat membandingkan
kesenjangan antara teori dan kasus nyata tentang penerapan terapi nafas dalam
untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri yang dirasakan oleh pasien
Gastritis.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Waktu proses pendidikan DIII Keperawatan dalam pembuatan hasil
penelitian studi kasus ini perlu ditingkatkan, sehingga mahasiswa dalam
menghadapi studi kasus ini sempurna secara softskill dan hardskill. Oleh
karena itu, diharapkan pihak pengelolah prodi DIII Keperawatan untuk
kedepanya sudah diprogramkan atau dijadwalkan waktu pembuatan hasil
penelitian beserta konsultasi kepada pembimbing dan mempresentasikan kasus
minimal waktu ditetapkan selama satu bulan (1 bulan).
3. Bagi Institusi Rumah Sakit
Rumah Sakit RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
hendaknya mengizinkan peneliti maupun mahasiswa yang melaksanakan
praktek lapangan untuk menggunakan alat pelindung diri yang ada diruangan
rawat inap.
Rumah Sakit RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
hendaknya sarana dan prasana khususnya bidang keperawatan guna
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan yang profesional kepada pasien
90
Gastritis dengan pemenuhan kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri), serta
aturan yang telah ada dilaksanakan dan diterapkan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku guna meningkatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan
meningkatkan kenyamanan pasien.
Proses keperawatan untuk pasien yang dirawat di ruang Laika
Mendidoha harus ditangani dengan baik dan profesional maka dari itu peneliti
sarankan agar peralataan diruangan segera dilengkapi untuk mningkatkan
kualitas pelayanan di Rumah Sakit khususnya di Ruangan Laika Mendidoha.
4. Bagi Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan fasilitas, sarana dan
informasi tentang kesehatan sehingga masyarakat mengetahui bahwa
kesehatan itu penting dan mahal.
Masyarakat harus ikut berpartisipasi dan bekerja sama dalam
meningkatkan status kesehatan masyarakat khususnya masyarakat Provinsi
Sulawesi Tenggara.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul. (2009). Kebutuhan Dasar Manusia (Jilid I). Jakarta: Salemba Medika.
Andarmoyo,S. (2013). Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Jogjakarta: Ar-
Ruzz.
Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Carpenito Linda Jual. (2000). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hidayat,A.Aziz Smeltzer Suzzane C dan Brenda G. (2002). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth:Jakarta. EGC.
NANDA NIC NOC. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Nanda Nic Noc(Jilid II). Mediaction.
POLTEKKES. (2018). Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah. Poltekkes
Kemenkes Kendari.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Kererawatan; Konsep, Proses
Dan Praktik. Jakarta: EGC.
Prasetyo. S. N. (2010). Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Price. A. S Dan Wilson. L. M. (2006). Pathophysiologi Clinikal Concepts Of
Disease Procecing. (Brahm. U. Pendit. Penerjemah). Jakarta:EGC.
Suratun & Lusiana. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.
Depkes RI. 2012. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Diakses 20 maret
2018. Dari Http://Www.Depkes.Go.Id/Index. Php?Lg=Ln01.
Depkes. (2013). Jumlah Penderita gastritis di sultra . Diakses 20 maret 2018.
Dari Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/184565-Id-Analisis-
Faktor-Kejadian-Penyakit-Gastri.Pdf(Data Penyakit Gastritis Di Sultra)
Sani,w., Jufri,N,N., Tina., L (2016). Jumlah Penderita Penyakit Gastritis Di
Sulawesi Tenggara Pdf Jimkesmas. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat Vol. 1/No.4 21 Maret 2018. Dari Https://Search.
Yahoo.Com/Search;_Ylt=Awr9dtiszljao2gaqipxnyoajumlah+Penderita+Pe
nyakit+Gastritis+Di+Sulawesi+Tenggara+Pdf+Jimkesmas&Fr2=Sb-
Top&Fr=Tightropetb&Type=58419_022217)
Wilkinson. (2011). Diagnosis Keperawatan Edisi 9 (Diagnosis NANDA,
Intervensi NIC, Kriteria NOC). EGC. Jakarta.
WHO. ( 2013). Jumlah gastritis. Diperoleh tanggal 20 maret 2018. Dari Http:/
Scholar.Unand.Ac.Id/12966/2/Bab%201.pdf
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Muh. Afdal Jayadi
Nim : P00320015033
Institusi Pendidikan : Poltekkes Kendari Jurusan Keperawatan
Judul KTI : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
GASTRITIS NY “W” DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN RASA NYAMAN (BEBAS
NYERI) DI RUANG LAIKA MENDIDOHA
RSUD BAHTERAMAS KOTA KENDARI.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini benar benar
hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran
orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Kendari, 23 Juli 2018
Yang Membuat Pernyataan
Muh. Afdal Jayadi
NIM. P00320015033
Lampiran
Gambar 1: Melakukan Pengkajian Nyeri
Gambar 2: Melakukan Pelepasan Gelang Identitas
Gambar : Pengkajian Evaluasi Akhir