pemberian aromaterapi lavender … · pemberian aromaterapi lavender terhadap penurunan tingkat...
TRANSCRIPT
PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP
PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. S DENGAN GASTRITIS
DI RUANG MAWAR II RSUD
KARANGANYAR
DISUSUN OLEH :
DIAH KUSUMANINGTYAS
P.12017
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP
PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA ASUHAN
KEPERAWATANNy. S DENGAN GASTRITIS
DI RUANG MAWAR IIRSUD
KARANGANYAR
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
DIAH KUSUMANINGTYAS
P.12017
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
iii
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh:
Nama : Diah Kusumaningtyas
NIM : P.12 017
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap
Penurunan Tingkat Nyeri Pada Asuhan Keperawatan
Ny. S Dengan Gastritis Di Ruang Mawar II RSUD
Karanganyar
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/Tanggal : Kamis, 25 Juni 2015
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : S. Dwi Sulistyawati, S.Kep., Ns., M.Kep ( )
NIK. 200984041
Penguji I : Alfyana Nadya Rachmawati S.Kep.,Ns.,M.Kep ( )
NIK. 201086057
Penguji II : Diyah Ekarini, S.Kep.,Ns ( )
NIK.200179001
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII keperawatan
STIKES Kusuma Husada Surakarta
Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIK. 200680021
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap
Penurunan Tingkat Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan Gastritis Di
Ruang Mawar II RSUD Karanganyar”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S. Kep., Ns., M. Kep, selaku Sekretaris Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. S. Dwi Sulistyawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep,selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Alfyana Nadya Rachmawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen penguji yang
telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
vi
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
5. Diyah Ekarini, S.Kep.,Ns selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya,
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
9. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta, Mei 2015
Penulis
vii
PERSEMBAHAN
Dari hati yang paling dalam, kupersembahkan karya tulis ini untuk
mereka yang selalu mendoakan dan mendukung sepenuh hati,
terimakasih kuucapkan untuk :
v Allah SWT, yang telah memudahkan jalanku selama ini.
v Papa dan Ibu tercinta yang selalu menjadi inspirasi dan
memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. Semoga
suatu saat ananda bisa membahagiakan papa dan ibu, meskipun
jasa-jasamu tidak akan dapat ananda balas dengan apapun.
v Kakakku tersayang Ari Sulistyo yang selalu ada untukku,
terimakasih telah menjadi kakak terbaik saya.
v Yang terkasih Deny Dwi Erfianto, terimakasih atas kasih sayang
dan perhatiannya selama ini, tanpa semangatmu aku tak mampu.
v Sahabat saya Tika, Unet, Silvia, Putri terimakasih untuk
keceriaannya karena kalian aku tak sendiri.
v Teman-teman senasip dan seperjuangan terimakasih kalian telah
membantu hingga ujian ini terlewati, perjuangan ini memang
menyenangkan. SEMANGAT
v AD 2040 WB, terimakasih kau selalu temani langkahku
v Semua teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu
terimakasih atas segalanya.
v Dan para Pembaca yang budiman
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
PERSEMBAHAN ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Tujuan ..................................................................................... 4
C. Manfaat Penelitian .................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ....................................................................... 7
1. Gastritis ........................................................................... 7
2. Nyeri ............................................................................... 22
3. Aromaterapi Lavender ..................................................... 36
B. Kerangka Teori ...................................................................... 40
C. Kerangka Konsep .................................................................. 40
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI
A. Subyek Aplikasi Riset ........................................................... 41
B. Tempat dan Waktu ................................................................ 41
C. Media dan Alat yang Digunakan ........................................... 41
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ..................... 41
E. Alat Ukur Evaluasi Aplikasi Tindakan Riset ......................... 42
ix
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien ....................................................................... 43
B. Pengkajian .............................................................................. 43
C. Pemeriksaan Fisik ................................................................... 49
D. Pemeriksaan Penunjang .......................................................... 50
E. Perumusan Masalah Keperawatan .......................................... 51
F. Intervensi ................................................................................ 52
G. Implementasi Keperawatan .................................................... 54
H. Evaluasi Keperawatan ............................................................ 57
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .............................................................................. 60
B. Perumusan Masalah ................................................................ 67
C. Intervensi ................................................................................ 69
D. Implementasi .......................................................................... 70
E. Evaluasi .................................................................................. 72
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................. 75
B. Saran ....................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pathway ................................................................................. 10
Gambar 2.2 Pengukuran Skala VDS .......................................................... 33
Gambar 2.3 Pengukuran Wong-Baker Faces Pain Rating Scale ............... 34
Gambar 2.4 Pengukuran Numerical Rating Scale (NRS) ........................... 34
Gambar 2.5 Kerangka Teori ....................................................................... 40
Gambar 2.6 Kerangka Konsep .................................................................. 40
Gambar 2.7 Genogram Ny.S ...................................................................... 45
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Usulan Judul
Lampiran 2 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 3 Surat Pernyataan
Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 5 Jurnal Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap
Tingkat Nyeri Pada Pasien Gastritis Diruang Dahlian RSUD
Nganjuk
Lampiran 6 Asuhan Keperawatan
Lampiran 7 Log Book Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 8 Pendelegasian Pasien
Lampiran 9 Lembar Observasi Skala Nyeri
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gastritis merupakan peradangan pada dinding lambung terutama
padamukosa dan submukosa lambung,ditandai dengan nyeri ulu hati setelah
makan dan nyeri tekan pada bagian epigastrium (Bruner, 2006). Gejala
penyakit gastritis diantaranya adalah nyeri pada ulu hati, mual, muntah,
kembung, diare, dan pusing (Smeltzer, 2009). Nyeri perut pada gastritis dapat
disebabkan oleh faktor stress, agen infeksi, makanan,dan obat-obatan NSAID
(Cogle A; saps M, 2009). Ketika terjadi proses gastritis akan terjadi
peningkatan asam hidroklorida dilambung dan ketika mengenai dinding
lambung akan menimbulkan nyeri lambung (perih) kerena dinding lambung
yang inflamasi (Sharif, 2012).
Badan penelitian kesehatan dunia WHO mengadakan tinjauan terhadap
beberapa negara dunia dan mendapatkan hasil persentase dari angka kejadian
gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%,
Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1
juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya gastritis di Asia
Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya.
Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia adalah 40,8% (WHO,
2011).
2
Gastritis merupakan salah satu penyakit didalam 10 penyakit
terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah
30.154 kasus (4,9%) (Profil Kesehatan Indonesia, 2009). Pada tahun 2014
penyakit gastritis menempati urutan ke-4 dari 10 penyakit terbanyak di RSUD
karanganyar dengan jumlah 533 penderita gastritis (Rekam Medis RSUD
Karanganyar, 2014).
Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
(Tamsuri, 2007). Rasa nyeri merupakan masalah yang sering terjadi dan
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Rasa nyeri yang
terjadi pada tubuh manusia sebenarnya merupakan respon pertahanan untuk
memberitahukan adanya kerusakan yang berbahaya pada jaringan tubuh
(Tamsuri, 2007). Penatalaksanaan nyeri yaitu membantu meredakan nyeri
(termasuk pendekatan farmakologis dan non farmalogis) (Bruner, 2006).
Penanganan nyeri bisa dilakukan secara farmakologis yakni dengan
pemberian obat-obatan. Dengan cara non farmakologis melalui distraksi,
relaksasi dan stimulasi kulit kompres hangat atau dingin, latihan nafas dalam,
terapi musik, aromaterapi, imajinasi terbimbing, relaksasi (Rezkiyah,2011).
Salah satu alternatif meredakan nyeri adalah dengan teknik aromaterapi
lavender. Aromaterapi adalah metode yang menggunakan minyak atsiri untuk
meningkatkan kesehatan fisik dan emosi. Minyak atsiri adalah minyak alami
yang di ambil dari tanaman aromatik (Koensoemardiyah, 2009). Berbagai
3
efek minyak atsiri yaitu sebagai antiseptic, antimicroba, antivirus, dan anti
jamur, zat analgesik, antiradang, antitoksin, zat balacing, immunostimulan,
pembunuh dan pengusir serangga, mukolitik dan ekspektoran. Minyak atsiri
yang bersifat analgesik (menghilangkan rasa sakit) adalah chamomile
frankincense, cengkih, wintergreen, lavender dan mint (Koensoemardiyah,
2009).
Mekanisme kerja perawatan aromaterapi dalam tubuh manusia
berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu sistem sirkulasi tubuh dan
sistem penciuman. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis, daya
ingat dan emosi seseorang. Bau merupakan suatu molekul yang mudah
menguap ke udara dan akan masuk ke rongga hidung melalui penghirupan
seingga akan direkam oleh otak sebagai proses penciuman (Yunita, 2010).
Kelebihan minyak lavender dibandingkan minyak essensial lainnya
adalah kandungan racunnya yang relatif sangat rendah, jarang menimbulkan
alergi (Yunita,2010). Aromaterapi lavender memiliki keunggulan
dibandingkan dengan jenis aromaterapi lainnya yaitu ekonomis, mudah
diperoleh, aman dipergunakan, tidak memerlukan waktu lama dan praktis
karena tidak memerlukan peralatan yang rumit. Kombinasi terapi lavender
dengan pengobatan medis akan meningkatkan kondisi klien (Zelner, 2005).
Minyak lavender berbau manis, floral, sangat herbal dan mempunyai
tambahan bau seperti balsam. Minyak lavender merupakan salah satu minyak
yang paling aman. Karenanya sering digunakan untuk mengobati infeksi
4
paru-paru, sinus, vagina, dan kulit, juga meringankan sakit kepala, nyeri otot
dan nyeri lainnya (Koensoemardiyah, 2009).
Hasil studi pendahuluan pada tanggal 12 Maret 2015 di RSUD
Karanganyar didapatkan pasien dengan diagnosa medis gastritis dan
mengeluh nyeri. Pemberian aromaterapi lavender efektif dalam menurunkan
tingkat nyeri pada pasien gastritis, sesuai hasil penelitian yang ditulis dalam
jurnal oleh Sujatmiko dan Eni Triwiyat (2014).Berdasarkan latar belakang
tersebut penulis tertarik untuk mengaplikasikan hasil riset tentang pemberian
aromaterapi lavender terhadap tingkat nyeri pada pasien gastritis di RSUD
Karanganyar.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan keperawatan pemberian aromaterapi lavender
terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien gastritis diruang Mawar II
RSUD Karanganyar.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajianpada Ny. S dengan gastritis.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa pada Ny. S dengan gastritis.
c. Penulis mampu melakukan rencana asuhan keperawatan pada Ny. S
dengan gastritis.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny. S dengan
gastritis.
5
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny. S dengan gastritis.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian aromaterapi lavender
terhadap tingkat nyeri pada Ny. S dengan gastritis.
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai alternatif untuk mengetahui manfaat pemberian aromaterapi
lavender terhadap penurunan tingkat nyeri dandapat sebagai
pedomanbagi perawat untuk menangani penyakit gastritis yang
mengalami nyeri kususnya di ruang Mawar II RSUD Karanganyar.
2. Bagi Intitusi Pendidikan
Diharapkan bagi intitusi pendidikan khususnya pada mata ajar
Keperawatan Dalam, mampu membuat penelitian ilmiah tentang
pemberian aromaterapi lavender terhadap penurunan nyeri dan mampu
memberikan informasi kepada mahasiswa dan mahasiswi keperawatan
baik dengan teori maupun dengan praktek, bahwa pemberian aromaterapi
lavender dapat menurunkan tingkat nyeri pada pasien dengan gastritis.
3. Bagi Penulis
Diharapkan dengan dibuatnya karya tulis ini penulis memperoleh
pengetahuan mengenai pemberian aromaterapi lavender terhadap
penurunan tingkat nyeri pada pasien gastritis dan meningkatkan
pengalaman dalam melakukan intervensi berbasis riset di bidang
keperawatan dalam.
6
4. Bagi Pasien
Diharapkan dengan intervensi pemberian aromaterapi lavender pada
pasien dengan gastritis yang mengalami nyeri dapat membantu pasien
dalam menurunkan nyeri gastritis.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjaun teori
1. Gastritis
a. Pengertian
Suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi. Gastritis ini paling banyak ditemukan.
Gastritis adalah suatu peradangan pada mucosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronik atau lokal (M. Clevo Rendi & Margareth TH,
2012).
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa
lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Sedangkan
gastritis kronik adalah inflamasi lambung yang lama yang
disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung, atau oleh
bakteri H. Pylori (Deden & Tutik, 2010).
b. Etiologi
Etiologi dari gastritis antara lain: Menurut ( M. Clevo Rendi &
Margareth TH, 2012).
1) Obat analgetik-antiinflamasi terutama aspirin. Aspirin dalam
dosis yang rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa
lambung.
8
2) Bahan kimia misalnya lisol
3) Merokok
4) Alkohol
5) Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar sepsis, trauma,
pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal, kerusakan susunan
saraf pusat
6) Refluks usus lambung
7) Endotoksin
c. Patofisiologi
Mukosa barier lambung umumnya melindungi lambung dari
pencernaan terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses auto
digesti acid, prostaglandin yang memberikan perlindungan ini.
Ketika mukosa barier ini rusak maka timbul gastritis. Setelah barier
ini rusak terjadilah perlukaan mukosa dan diperburuk oleh histamin
dan stimulasi saraf colinergic. Kemudian HCL dapat berdifusi balik
kedalam mukosa dan menyebabkan luka pada pembuluh yang kecil,
yang mengakibatkan terjadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada
lambung. Alkohol, aspirin dan refluk isi duodenal diketahui sebagai
penghambat difusi barier.
Perubahan-perubahan patologi yang terjadi pada gastritis
termasuk kongesti vaskuler, edema, peradangan sel supervisial.
Manifestasi patologi awal dari gastritis adalah penebalan, kemerahan
pada membran mukosa dengan adanya tonjolan / terlipat. Sejalan
9
dengan perkembangan penyakit dinding dan saluran lambung
menipis dan mengecil, atropi gastrik progesif karena perlukaan
mukosa kronik menyebabkan fungsi sel utama dan parietal
memburuk.
Ketika fungsi sel sekresi asam memburuk, sumber-sumber
faktor intrisiknya hilang. Vitamin B12 tidak dapat terbentuk lebih
lama, dan penumpukan Vitamin B12 dalam badan menipis secara
merata yang mengakibatkan anemi yang berat. Degenerasi mungkin
ditemukan pada sel utama dan pariental sekresi lambung menurun
secara berangsur, baik jumlah maupun konsentrasi asamnya sampai
hanya tinggal mucus dengan air. Resiko terjadinya kanker gastrik
yang berkembang dikatakan meningkat setelah 10 tahun gastritis
kronik. Perdarahan mungkin terjadi setelah satu epesode gastritis
akut atau dengan luka yang disebabkan oleh gastritis kronik (Deden
& Tutik, 2010).
10
d. Pathway
Gambar 2.1 Pathway
(Deden & Tutik, 2010)
Obat–obatan (aspirin,
solfanomeda steroid) kafein H.phylori
Mengganggu
pembentukan sawar
mukosa lambung
Menurunkan
produksi bikarbonat
Melekat pada
epitel lambung
Menghancurkan
lapisan mukosa sel
lambung
Menurunkan
kemampuan
proteksi terhadap
Menurunkan barrier
lambung terhadap asam
pada pepsin
Menyebabkan difusi
kembali asam lambung
& pepsin
inflamasi Erosi mukosa
lambung
Nyeri
epigastriu
m
Gangguan
rasa nyaman
Menurunkan
sensori makan
Menurunkan
tonus
&paristaltikusus
Mukosa lambung
kehilanganintegritas
jaringan
Anoreksia perdarahan Refluks isi deudenum
ke lambung
Mual
muntah Defisit volume
cairan dan elektrolit
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Dorongan ekspulsi isi
lambung kemulut
11
e. Manifestasi
Tanda dan gejala dari gastritis antara lain(Surjono, 2010):
1) Nyeri seperti terbakar
2) Nyeri ulu hati setelah makan
3) Anoreksia
4) Mual, muntah dan cegukan
5) Sakit kepala
6) Malaise
7) Perut kembung
8) Rasa asam di mulut
9) Hemorhagi
10) Kolik usus dan diare
f. Klasifikasi
Gastritis dibagi menjadi 2 jenis (Charlene J. Reeves, 2001) dalam
Sharif, (2012) yaitu :
1) Gastritis Akut
Gastritis akut adalah proses peradangan jangka pendek
dengan konsumsi agen kimia atau makanan yang menggangu
dan merusak mucosa gastrik. Agen semacam itu mencakup
bumbu, rempah-rempah, alkohol, obat-obatan, radiasi,
khemoterapi, dan mikroorganisme infektif.
12
2) Gastritis Kronis
Gastritis kronis dibagi dalam tipe A dan B. Gastritis tipe A
mampu menghasilkan imun sendiri, tipe ini dikaitkan dengan
atropi dari kelenjar lambung dan penurunan mucosa. Penurunan
pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi antibody. Anemia
Pernisiosa berkembang denganproses ini. Anemia Pernisiosa
berkembang dengan proses ini. Pernisiosa anemia berkembang
dengan proses ini. Sedangkan gastritis tipe B lebih lazim, tipe
ini dikaitkan dengan infeksi bakteri helocobakter pylori, yang
menimbulkan ulkus pada dinding lambung.
g. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapatterjadi pada gastritis menurut
(Deden & Tutik, 2010) adalah:
1) Ulkus peptikum
2) Perdarahan saluran cerna bagian atas
h. Penatalaksanaan
1) Keperawatan
a) Istirahat baring
b) Mengurangi stres
c) Diit lunak dan tidak merangsang, tidak merokok, tidak
minum alkohol
2) Medis
a) Bila pendarahan lambung : antikoagulan
13
b) Pemberian obat-obatan anti kolinergik, anti emetik,
analgetik dan sedative, antasida, antibiotika.
c) Terapi pendukung : intubasi, cairan, intra vena.
d) Pembedahan : untuk mengangkat ganggren dan perforasi.
Gastrojejunuskopi / reseksi lambung sehingga mengatasi
obstruksi pilorus (Deden & Tutik, 2010).
i. Asuhan Keperawatan Gastritis (Sarif, 2012).
1) Pengkajian
a) Aktivitas/ istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : takikardi, takipnea, hiperventilasi (respon teradap
aktivitas)
b) Sirkulasi
Gejala : hipotensi, takiardi, disritmia (hipovolemia/
hipoksemia), nadi perifer lemah, pengisian kapiler terlambat
(capilarirefil time > detik ), warna kulit pucat, sianosis
(bergantung jumlah kehilangan darah).
Kelembaban kulit: berkeringat (munujukkan status syok,
nyeri akut, respon psikologis).
c) Integritas Ego
Gejala : faktor stres akut kronis (keuangan, hubungan,
kerja), perasaan tidak berdaya.
14
Tanda : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit,
gemetar, suara gemetar.
d) Eliminasi
Gejala : riwayat perawatan dirumah sakit sebelumnya
karena perdarahan GI atau masalah yang berhubungan
dengan GI misalnya luka peptik atau Gaster Gastritis,
Iradiasi area gaster.
Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi.
Bunyi usus sering, hiperaktif selama perdarahan, karakter
feses diare, darah warna gelap, kecoklatan, atau kadang-
kadang merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea),
konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan
antasida).
Keluaran urin : menurun, pekat.
e) Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, mual, muntah, kecekukan, nyeri ulu hati,
sendawa bau asam, tidak toleran terhadap makanan,
penurunan berat badan.
Tujuan : muntah : warna kopi, gelap atau mera cerah,
dengan atau tanpa berkuaan darah.
Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa,
turgor kulit buruk, berat jenis urin meningkat.
15
f) Neurosensori
Gejala : rasa berdenyut pusing / sakit kepala, kelemahan.
Status Mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang
dari agak cenderung tidur, disorientasi / bingung, sampai
pingsan, koma (bergantung sirkulasi / oksigen).
g) Nyeri kenyamanan
Gejala : nyeri digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa
terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi.
Rasa ketidaknyamanan / distress samar-samar setelah
makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut).
Nyeri epigastrium kiri sampai tengah / menyebar
kepunggung terjadi 1 sampai 2 jam setelah makan dan
hilang dengan antasida (ulkus gaster).
Nyeri gaster terlokasi dikanan terjadi > 4 jam setelah
makan/ bila kosong dan hilang dengan makanan atau
atasida (ulkus duadenal). Tidak ada nyeri farises esophgus
atau gastritis.
Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan
obat-obat tertentu misalnya salisitas, resepin, anibiotik, ibu
profen, stresor, psikolgis.
Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit,
pucat berkeringat, perhatian menyempit.
16
h) Keamanan
Gejala : alergi terhadap obat / sensitif misal ASA
Tanda : peningkatan suhu, spiderangioma, eritmapalmar
(menunjukan sirosis/ hipertensi portal).
i) Pemeriksaan diagnostik
(1) EGD
(2) Minum barium dengan foto rotgen
(3) Analisa gaster
(4) Angiografi
(5) Tes feses akan aktif
(6) HB/HT : penurunan HB
(7) Jumlah darah lengkap
(8) BUN : 2,5 – 6,4 mmol/L
(9) Kreatinin :0,9 – 1,1 mg%
(10) Amonia
(11) Profil koagulasi
(12) GDA : <200 mg%
(13) Natrium : 136 – 145 mmol/L
(14) Kalium : 3,5 – 5,5 mmol/ L
2) Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cedera Biologis
(perlukaan mukosa gaster).
17
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan masukan makanan tidak adekuat dan
rangsangan muntah.
c) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pada
mukosa lambung.
d) Mual berhubungan dengan iritasi lambung.
e) Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor eksternal:
bising.
3) Intervensi
a) Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
(1) TTV dalam batas normal
(2) Melaporkan nyeri berkurang atau hilang
(3) Frekuensi nyeri berkurang
Intervensi
(1) Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruhmeliputi
lokasi, durasi, kualitas, keparahan nyeri dan faktor
pencetus nyeri.
Rasional : pengkajian yang menyeluruh akan
mendapatkan hasil yang tepat.
(2) Ajarkan untuk teknik nonfarmakologi misal relaksasi,
guide imajeri, terapi musik, distraksi.
18
Rasional : selain teknik farmakologi, teknik non
farmakologi juga dapat menurunkan tingkat nyeri
pasien.
(3) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan misal suhu, lingkungan, cahaya,
kegaduhan.
Rasional : lingkungan yang nyaman sangat diperlukan
pasien.
(4) Kolaborasi : pemberian analgetik.
Rasional : analgesik dapat mengurangi rasa nyeri.
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan masukan makanan tidak adekuat dan
rangsangan muntah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
(1) Mempertahankan berat badan dalam batas normal
Berat badan ideal :
Rumus : 8 + 2n,n (umur)
Rumus status nutrisi = BB x 100%
(2) Toleransi terhadap diet yang dianjurkan pasien mau
makan minimal habis ½ porsi, nafsu makan baik.
(3) Melaporkan tingkat energi keadekuatan
19
(4) Menyatakan keinginan untuk mengikuti diet
(5) Nilai laboratorium misal albumin dan globulin dalam
batas normal.
Albumin normal : 3,5 – 5,3 gr/dl
Globulin normal : 2,7 – 3,2 gr/dl
Intervensi
(1) Tentukan makanan kesukaan klien.
Rasional : makanan yang disukai pasien dapat
menambah nafsu makan.
(2) Dorong pasien untuk memilih makan yang lunak.
Rasional : makanan yang lunak dapat segera dicerna.
(3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
asupan vitamin c.
Rasional : agar nutrisi pasien menjadi adekuat.
(4) Monitor jumlah pemasukan nutrisi kalori.
Rasional : untuk mengetahui jumlah pemasukan nutrisi
kalori.
(5) Kolaborasi (diskusikan dengan ahli gizi dalam
menentukan jumlah kebutuhan kalori dan protein)
Rasional : kebutuhan gizi akan menjadi adekuat
c) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pada
mukosa lambung.
Tujuan : tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
20
Keriteria hasil :
(1) Suhu tubuh dalam rentang normal
(2) Menjelaskan tindakan untuk mengurangi peningkatan
suhu tubuh
(3) Tidak ada perubahan warna kulit
(4) Denyut nadi normal
(5) Respirasi normal
(6) Cairan seimbang (intake dan output) dalam 24jam
Urine output 1-3 tahun = 500-600 ml
3-5 tahun = 600-700 ml
14-18 tahun = 700-1000 ml
14-19 tahun = 800-1400 ml
14-18 tahun = 1500 ml
(7) Tekanan darah dalam batas normal
Intervensi
(1) Observasi tanda- tanda vital
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien.
(2) Berikan minuman peroral
Rasional : agar pasien tidak dehidrasi
(3) Kompres dengan air hangat
Rasional : air hangat dapat menurunkan suhu tubuh.
(4) Kolaborasi pemberian antipiretik
21
Rasional : antipiretik dapat menurunkan standar suhu
tubuh normal.
(5) Monitor masukkan dan keluaran cairan dalam 24 jam
Rasional : untuk mengetahui masukan dan keluaran
cairan pasien.
d) Mual berhubungan dengan iritasi lambung
Tujuan : mual dapat terkontrol
Kriteria hasil :
(1) Selera makan membaik
(2) Tingkat kenyamanan membaik
(3) Dapat mengendalikan mual
(4) Status nutrisi yang adekuat
Intervensi
(1) Pantau gejala mual pada pasien
Rasional : menganalisis penyebab mual
(2) Pantau tanda-tanda vital
Rasional : mengetahui keadaan vital.
(3) Berikan minum hangat
Mengurangi rasa tidak enak saat mual
(4) Tinggikan bagian kepala tempat tidur
Rasional : mengurangi rasa mual.
e) Gangguan pola tidur berhubungan denganfaktor eksternal:
bising.
22
Tujaun : gangguan pola tidur dapat teratasi.
Kriteria hasil :
(1) Dapat istirahat dan tidur secara normal atau biasa
(2) Klien merasa lebih sehat
(3) Tidak keletihan atau lesu
(4) Tampak rileks
Intervensi
(1) Kaji pola tidur pasien.
Rasional : untuk mengetahui kualitas tidur pasien.
(2) Ciptakan lingkungan tenang.
Rasional : mempercepat klien untuk tidur
(3) Batasi pengunjung.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan dan
meningkatkan waktu istirahat.
(4) Anjurkan pasien untuk banyak istirahat.
Rasional : untuk meningkatkan pola istirahat pasien.
(5) Anjurkan pasien untuk mkinum susu hangat.
Rasional : karena susu merupakan nutrisi yang cepat
cerna
23
2. Nyeri
a. Pengertian
Aziz (2009) dalam Tetti(2015) bahwa nyeri merupakan kondisi
berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat sujektif.
Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
Long (1996) dalam Wahit (2007) nyeri adala perasaan yang
tidak nyaman yang sangat sujektif dan hanya orang yang
mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan
tersebut.
b. Etiologi
Nyeri terjadi karena adanya stimulus nyeri:
1) Fisik (termal, mekanik, elektrik)
2) Kimia
Apabila ada kerusakan pada jaringan akibat adanya kontinuintas
jaringan yang terputus, maka histamin, bradikinin, serotonin,
dan prostagladin akan diproduksi oleh tubuh. Zat-zat kimai ini
akan menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini diteruskan ke
Central Nerve System (CNS) untuk kemudian ditansmisikan
pada serabut tipe C yang menghasilkan sensasi seperti terbakar
atau pada serabut tipe A yang menghasilakn nyeri, seperti
24
tertusuk (Hinchliff, Montague, &Watson, 1996) dalam Tetti
(2015).
c. Faktor yang mempengaruhi nyeri
Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi dan reaksi nyeri,
diataranya: faktor lingkungan, keadaan umum, endorfin, faktor
situasional, jenis kelamin, pengalaman masa lalu dan setatus
emosiaonal, anxietas dan kepribadian, budaya dan sosial, arti nyeri,
usia, fungsi kognitif, dan kepercayaan individu (Prihardjo,1996;
Reeder, Martin, & Griffin, 1997); lowdermilk, perry, & Bobak,
2000; Niven, 2002; Aziz, A., 2009) dalam Tetti(2015).
1) Lingkungan
Lingkunagn akan mempengaruhi persepsi nyeri.
Lingkungan yang ribut dan terang dapat meningkatkan intensitas
nyeri (Kozier, Erb, & Oliveri, 1996) dalam Tetti (2015).
2) Keadaan Umum
Kondisi fisik yang menurun, misalnya kelelahan dan
kurangnya asupan nutrisi dapat meningkatkan intensitas nyeri
yang dirasakan klien. Begitu juga rasa haus, dehidrasi, dan lapar
akan meningkatkan persepsi nyeri (Terri, 2002) dalam Tetti
(2015).
3) Endorfin
Tingkatan endorfin berbeda-beda antara satu orang dan
yang lainnya. Hal inilah yang sering menyebabkan rasa nyeri
25
yang dirasakan oleh seseorang berbeda dengan yang lainnya
(Reeder, Martin, & Griffin, 1997) dalam Tetti (2015).
4) Faktor Situasional
Pengalaman nyeri klien pada situasi formal akan tersa
lebih besar dari pada saat sendirian. Persepsi nyeri juga
dipengaruhioleh trauma jaringan (Sikorsi & Barker, 2005)
dalam Tetti (2015).
5) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor penting dalam merespons
adanya nyeri. Dalam suatu studi dilaporkan, bahwa laki-laki
kurang merasakan nyeri dibandingkan dengan wanita
berdasarkan atnis tertentu (Sikorsi & Barker, 2005) dalam Tetti
(2015).
6) Status Emosi
Status emosional sangat memegang peranan penting
dalam persepsi rasa nyeri karena akan meningkatkan persepsi
dan membuat impuls rasa nyeri lebih cepat disampaikan.
Adapun status emosi yang sangat memengaruhi persepsi rasa
nyeri pada individual antara lain; kecemasan, ketakutan, dan
kekhawatiran (Benson & Proctor, 2000) dalam Tetti (2015).
7) Pengalaman yang lalu
Adanya pengalaman nyeri sebelumnya akan
mempengaruhi respons nyeri pada klien. Contohnya, pada
26
wanita yang mengalami kesulitan, kecemasan,dan nyeri pada
persalinan sebelumnya akan meningkatkan respons nyeri
(Lowdermilk, Perry, & Bobok, 2000) dalam Tetti (2015).
8) Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons
seseorang terhadap nyeri, seperti rasa ketakutan, gelisah, cemas,
menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respon
nyeri yang dapat dipengaruhi oleh faktor, seperti arti nyeri,
tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya,
harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas,
usia, dan lain-lain. (Tetti, 2015)
9) Ansietas dan Kepribadian
Ansietas mempunyai efek yang besar, baik pada kualitas
maupun intensitas pengalaman nyeri. Klien yang gelisah lebih
sensitif terhadap nyeri dan mengeluh nyeri lebih sering
dibandingkan dengan klien lain (Lowdermilk, Perry, & Bobak,
2000) dalam Tetti (2015).
Faktor lingkungan, keadaan umum, endorfin,situasional,
jenis kelamin, pengalaman masa lalu dan status emosional,
anxietas dan kepribadian, budaya dan sosial, arti nyeri, usia,
fungsi kogntif, dan kepercayaan individual biasanya terjadi dan
saling mempengaruhi satu sama lain (Tetti, 2015).
27
10) Budaya dan Sosial
Menurut Hinchliff, Montague, clan Watson (1996);
Lowdermilk, Peryy, dan Bobak (2000) dalam Tetti (2015).
Budaya memiliki peran dalam mentoleransi nyeri. Aspek ini
snagat berpengaruh besar terhadap psikolosgis seseorang dalam
mempersiapkannyeri. Dalam penelitian Sloman, Rosen, Rom,
dan Shir (2005) dalam Tetti (2015). Menemukan bahwa faktor
budaya memberikan pengaruh terhadap persepsi nyeri.
11) Usia
Persepsi nyeri dipengaruhi oleh usia, yaitu semakin
bertambah usia maka semakin mentoleransi rasa nyeri yang
timbul, kemampuan untuk memahami dan mengontrol nyeri
kerapkali berkembang dengan bertambahnya usia (Niven, 2002)
dalam Tetti (2015)
12) Arti Nyeri
Nyeri memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang. Nyeri
memiliki fungsi proteksi yang penting dengan memberikan
peringatan, bahwa ada kerusakan yang sedang terjadi. Arti nyeri
meliputi, penyakit fital, meningkatnya ketidakmampuan, dan
kehilangan mobilitas (Monahan, Neighbors, Sands, Marek, &
Green, 2007) dalam Tetti (2015).
28
13) Fungsi Kognitif
Pada penelitian yang dilakukan oleh Lander (1992) dalam
Tetti (2015) ditemukan, bahwa ingatan akan nyeri tidak selalu
akurat. Setiap klien mempunyai strategi koping (penyelesaian
masalah) yang berbeda-beda untuk mengatasi pengalaman yang
menyakitkan.
14) Kepercayaan
Kepercayaan terhadap agama dapat mempengaruhi
individu dalam mengatasi nyeri timbul. Kemungkinan, individu
mempercayai bahwa nyeri sebagai hukumandan dapat
mengurangi kesalahan yang dilakukannya (Hazinski, 1992)
dalam Tetti (2015).
d. Klasifikasi
Wolf (1989) dalam Sulistyo (2013) secara kualitatif membangi
nyeri menjadi dua jenis, yakni nyeri fisiologis dan nyeri
patofisiologis. Perbedaan utama antara kedua jenis nyeri ini adalah
nyeri fisiologis sensor nirmal berfungsi sebagai alat proteksi tubuh.
Sementara nyeri patofisiologis merupakan sensor abnormal yang
dirasakan oleh seseorang yang dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adanya trauma dan infeksi bakteri ataupun virus.
Nyeri patologis merupakan sensasi yang timbul sebagai konsekuensi
dari adanya kerusakan jaringan atau akibat adanya kerusakan saraf.
Jika proses inflamasi mengalami proses penyembuhan normal
29
sehingga menghilang sesuai dengan proses penyembuhan disebut
sebagai adaptif pain yang lazim dikenal sebagai nyeri akut. Di lain
pihak, kerusakan saraf justru berkembang menjadi intractable pain
setelah penyembuhan selesai, disebut sebagai maladaftive pain atau
neuropathy pain lanjut/kronik.
e. Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku.
Cara yang paling baik untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis
berikut, yakni : resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil
nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut
nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari
beberapa rute saraf dan akhirnya sampai dialam massa berwarna
abu-abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi
dengansel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga
tidak mencapai otak atau distransmisi tanpa hambatan ke korteks
serebal, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses
informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta
asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri (McHair,
1990) dalam Tetti (2015).
Seorang klien yang sedang merasakan nyeri, tidak dapat
membedakan komponen-komponen tersebut. Akan tetapi, dengan
memahami setiap komponen, perawat akan terbantu dalam
mengenali setiap komponen, perawat akan terbantu dalam mengenali
30
faktor-faktor yangdapat menimbulakn nyeri, gejala yang menyertai
nyeri, dan rasional serta kerja terapi yang dipilih.
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan nyeri dibagi menjadi dua, yaitu (Potter &
Perry, 2006):
1) Penatalaksanaan Nyeri Secara Farmakologis
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis efektif untuk
nyeri sedang dan berat. Penanganan yang sering digunakan
untuk menurunkan nyeri biasanya menggunakan obat analgesik
yang terbagi menjadi dua golongan yaitu analgesik non narkotik
dan analgesik narkotik. Penalaksanaan nyeri dengan
farmakologis yaitu dengan menggunakan obat-obat analgesik
narkotik baik secara intravena maupun intramuskuler.
Pemberian secara intravena maupun intramuskuler misalnya
dengan meperidin 75-100mg atau dengan morfin sulfat 10-
15mg, namun penggunaan analgesik yang secara terus menerus
dapat mengakibatkan ketagihan obat (Cunningham et al, 2006).
Namun demikian pemberian farmakologis tidak bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan pasien sendiri untuk mengontrol
nyerinya (Van Kooten 1999 dalam Anggorowati dkk, 2007).
2) Penatalaksanaan Nyeri Secara Non-Farmakologis
Kombinasi penatalaksanaan nyeri farmakologis dan
penatalaksanaan nyeri secara non-farmakologis dapat digunakan
31
untuk mengontrol nyeri agar sensasi nyeri dapat berkurang serta
masa pemulihan tidak memanjang (Bobak, 2005). Metode non-
farmakologis bukan merupakan pengganti obat-obatan, tindakan
ini diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang
berlangsung hanya beberapa detik atau menit. Dalam hal ini,
terutama saat nyeri hebat yang berlangsung selama berjam-jam
atau berhari-hari, mengkombinasikan metode non farmakologis
dengan obat-obatan merupakan cara yang paling efektif untuk
mengontrol nyeri. Pengendalian nyeri non-farmakologis menjadi
lebih murah, mudah, efektif dan tanpa efek yang merugikan
(Potter & Perry, 2005).
Penanganan nyeri secara non-farmakologis terdiri dari (Bare
& Smeltzer, 2001):
a) Masase kutaneus
Masase adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum,
sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat
membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat
relaksasi otot.
b) Terapi panas
Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan
aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat
menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.
c) Transecutaneus Elektrical Nerve Stimulaton (TENS)
32
TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi
reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang
sama seperti pada serabut yang menstransmisikan nyeri.
TENS menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai
dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk
menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau
mendengung pada area nyeri.
d) Distraksi
Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang
menyebabkan nyeri, contoh: menyanyi, berdoa,
menceritakan gambar atau foto dengan kertas, mendengar
musik dan bermain satu permainan.
e) Relaksasi
Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan
ketegangan, contoh: nafas dalam dan pelan.
f) Imajinasi
Imajinasi merupakan khayalan atau membayangkan hal
yang lebih baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.
g. Intensitas nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif
dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama
dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran
33
nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan
gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri.
Jenis pengukuran nyeri adalah sebagai berikut: (Smeltzer &
Bare, 2002).
1) Skala Intensitas Nyeri Deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di
sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa
nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat
menunjukkan pasien skala tersebut dan meminta pasien untuk
memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga
menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan
seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS
ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk
mendeskripsikan nyeri.
Gambar 2.2. Pengukuran Skala VDS
34
2) Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang
berbeda, dimulai dari senyuman sampai menangis karena
kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan gangguan
komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang
kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan
bahasa lokalsetempat.
Gambar 2.3. Pengukuran Wong-Baker Faces Pain Rating
Scale
3) Numerical Rating Scale (NRS)
Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan
dengan menunjukkan angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0
menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan
nyeri yang hebat.
Gambar 2.4. Pengukuran Numerical Rating Scale (NRS)
4) Skala nyeri menurut Hayward
35
a) 0 : Tidak nyeri
b) 1-3 : Nyeri ringan
c) 4-6 : Nyeri sedang
d) 7-9 : Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan
aktivitas yang biasa dilakukan
e) 10 : Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol (Mubarak, 2008).
5) Pengkajian nyeri dengan prinsip PQRST
a) Provoking Incident : merupakan hal-hal yang menjadi
faktor presipitasi timbulnya nyeri, biasanya berupa trauma
pada bagian betis dan tungkaibawah.
b) Quality of Pain : merupakan jenis rasa nyeri yang dialami
klien. Frakturtibia biasa menghasilkan sakit yang bersifat
menusuk.
c) Region, Radiation, Relief : Area yang dirasakan nyeri pada
klien terjadi diarea betis atau tungkai bawah yang
mengalami patah tulang. Imobilisasiatau istirahat dapat
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan agar tidakmenjalar
atau menyebar.
d) Severity (Scale) of Pain : Biasanya klien frktur tibia akan
menilai sakityang dialaminya dengan skala 5-7 dari skala
pengukuran 0-10.
e) Time : Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan
muncul dan dalamkondisi seperti apa nyeri bertambah
36
buruk.Klien Fraktur akan merasa lebihnyeri saat bagian
yang mengalami fraktur dilakukan pergerakan. (Muttaqin,
2008).
3. Aromaterapi Lavender
a. Definisi
Aromaterapi adalah suatu metode dalam relaksasi yang
menggunakan minyak essensial dalam pelaksanaannya berguna
untuk meningkatkan kesehatan fisik, emosi dan spirit seseorang
(Monahan, Sand, Neighbors, Green, 2007; Koensoemardiyah, 2009)
dalam Tetti, (2015).
Berbagai efek minyak essensial, salah satunya adalah
menurunkan intensitas nyeri dan tingkat kecemasan. Minyak
essensial atau minyak astriti yang bersifat menurunkan/
menghilangkan rasa nyeri, antara lain: nankincense, cengkih,
wintergreen, lavender, peppermint, dan eucalypyus (Monahan,
Sands, Neighbors, Marek, Green, 2007; Koesoemardiyah, 2009)
dalam Tetti, (2015). Aromaterapi yang menggunakan minyak
lavender merupakan aromaterapi yang paling seringdilakukan dalam
penelitian.
Aromaterapi adalah metode yang menggunakan minyak atsiri
untuk mengingatkan kesehatan fisik dan emosi. Lavender memiliki
zat aktif berupa linalool dan linalylacetate yang dapat berefek
sebagai analgesik (Wolfgang & Michaela, 2008).
37
b. Tujuan
Minyak lavender adalah salah satu aromaterapi yang terkenal
memiliki efek sedatif, hypnotic, dan anti-neurodepresive baik pada
hewan maupun pada manusia. Karena minyak lavender dapat
memberikan rasa tenang, sehingga dapat digunakan sebagai
manajemen stress. Kandungan utama dalam minyak lavender adalah
linalool asetat yang mampu mengendorkan dan melemaskan sistem
kerja urat-urat syaraf dan otot-otot yang tegang. Linalool juga
menujukkan efek hipnotic dan anticonvulsive, karena khasiat inilah
bunga lavender sangat baik digunakan sebagai aromaterapi. Selain
itu beberapa tetes minyak lavender dapat membantu menanggulangi
insomnia, memperbaiki mood seseorang, menurunkan tingkat
kecemasan, meningkatkan tingkat kewaspadaan, dan tentunya dapat
memberikan efek relaksasi (Yumada, 2005).
Aromaterapi lavender berasal dari bagian bunga dan kelopak
bunga yang berkasiat untuk mengharmoniskan, meredakan,
menyeimbangkan, menyegarkan, merilekskan dan menenangkan.
Minyak lavender digunakan untuk membantu dalam meringankan
rasa mudah marah, gelisah, nyeri, stres, meringankan otot pegal,
gigitan, sengatan, sebagai antiseptik, menyembuhkan insomnia, sakit
kepala dan dapat digunakan secara langsung pada rasa sakit dari luka
bakar atau melepuh ringan (Saharma, 2011).
c. Mekanisme
38
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Universitas
Warwick, Inggris, menetukan bahwa bau yang dihasilkan dari
aromaterapi berikatan dengan gugus steroid di dalam kelenjar
keringat yang disebut osmon yang mempunyai potensi sebagai
penenang kimia alami yang akan merangsang neurokimia otak. Bau
yang menyenangkan akan mentimulasi thalamus untuk
mengeluarkan enkefalin. Enkefalin memiliki fungsi sebagai
penghilang rasa sakit alami. Enkefalin juga memiliki fungsi dalam
menghasilkan perasaan sejahtera (Primadiati, 2002) dalam Tetti,
(2015). Enkefalin seperti halnya endorfin merupakan zat kimiawi
endogen (zat yang diproduksi oleh tubuh) yang berstruktur serupa
dengan opioid (Smeltzer & Bare, 2002) dalam Tetti, (2015).
Beberapa penelitian telah membuktikan, bahwa aromaterapi
efektif dalam menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan pasien.
Kim, Nam, & Paik (2005) menunjukkan bahwa aromaterapi efektif
menurunkan nyeri pada pasien yang mengalami arthritis.
Hasil penelitian Sasannejad, Saeedi, Shoeibi, Gorji, Abbasi, &
Foroughipour (2012) membuktikan, bahwa lavender dapat
menurunkan nyeri kepala. Penelitian lain, Hadi & Hanid
membuktikan, bahwa efektif menurunkan nyeri paska operasi seksio
sesarea (2011). Kim, Kim, Kim, Yeo, Hong, Lee, & Jeon (2011),
hasil penelitian membuktikan lavender efektif menurunkan nyeri
insersi jarum (nyeri karena tusukan jarum). Sulistyowati,
39
Nurachmah, & Gayatri (2011) menunjukkan, bahwa lavender efektif
menurunkan nyeri pada pasien kanker.
d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan teknik relaksasi aromaterapi pada prinsipnya
adalah pasien direlaksasikan melalui bau-bauan yang menenangkan
pikiran dan perasaannya. Pasien dianjurkan untuk memilihjenis
aromaterapi mana yang akan digunakan dalam pelaksanaan teknik
aromaterapi. Pasien dianjurkan untuk mencium beberapa
aromaterapi sebelum memilih salah satu di antara aromaterapi
tersebut (Tetti, 2015).
40
B. Kerangka Teori
Gambar 2.5 Kerangka Teori
(Sukowati, 2007)
C. Kerangka Konsep
Gambar 2.6 Kerangka Konsep
(Sukowati, 2007)
Aromaterapi
Lavender
Penurunan Nyeri Pada
Pasien Gastritis
Gastritis adalah suatu
peradangan pada mucosa
lambung yang dapat
bersifat akut, kronik atau
lokal.
Mengakibatkan
nyeri abdomen
Penatalaksanaa
1. Relaksasi
2. Nyaman
3. Tenang
4. Analgesik
5. Aromaterapi
Penurunan Skala Nyeri
41
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI
A. Subjek aplikasi riset ( berdasarkan jurnal yang dipakai)
Subjek dari aplikasi riset ini adalah Ny. S dengan gastritis
B. Tempat dan waktu
Di Ruang Mawar II RSUD Karanganyar, pada Tanggal 12-14 Maret 2015.
C. Media dan alat yang digunakan
1. Aromaterapi lavender yang berkemasan botol
2. Lembar observasi yang digunakan untuk mencatat hasil pengukuran atau
pemeriksaan terhadap skala nyeri pasien
3. Alat ukur skala nyeri verbal
4. Jam tangan
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset
1. Mengobservasi skala nyeri pasien
2. Memberikan aromaterapi lavender selama 45 menit
3. Mengukur kembali skala nyeri pasien
42
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi riset
Skala nyeri verbal:
43
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Pasien bernama Ny. S, berjenis kelamin perempuan dengan umur 37
tahun, berstatus kawin, Ny. S bertempat tinggal di Pule 3/11 Popangan,
Karanganyar, beragama islam, pekerjaan sabagai pegawai swasta, Ny. S
diagnosa gastritis, No registrasi 00187749, dokter Dr. YM Agung
Priatiyanto.sp.Pd. Saat Ny. S dirawat di RSUD Karanganyar yang
bertanggung jawab adalah Tn. S, Tn. S merupakan suami dari Ny. S. Tn. S
berumur 41 tahun dan bekerja sebagai pegawai swasta, Tn. S bertempat
tinggal di Pule 3/11 Popangan, Karanganyar.
B. Pengkajian
Pengkajian di lakukan pada tanggal 12 Maret 2015 pukul 14:50 WIB,
pengkajian dilakukan dengan metode autoanamnesadan alloanamnesa,
mengadakan pengamatan atau observasi secara langsung, pemeriksaan fisik,
serta dengan melihat catatan medis dan catatan keperawatan sebelumnya.
Keluhan utama yang di rasakan pasien adalah nyeri perut di ulu hati.
Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan nyeri perut sudah sejak 3 hari
yang lalu dan merasa mual. Sebelum dibawa ke RSUD Karanganyar pasien
sempat berobat dipuskesmas tetapi belum ada perubahan. Pihak keluarga
membawa Ny. S ke IGD RSUD Kranganyar pada tanggal 10 Maret 2015,
44
pukul 16.30 WIB. Di IGD dilakukan tindakan pemasangan infus RL 20 tpm,
diberi terapi Omeprazoldan Antrain. TD: 130/90 mmHg, Nadi: 82x/menit, S:
36,00C, RR: 20x/menit dan kemudian pukul 17:47 WIB di pindahkan ke
Ruang Mawar II.
Riwayat penyakit dahulu : pasien mengatakan pada waktu kanak-kanak
tidak pernah memiliki penyakit yang berat, tidak pernah kecelakaan, pasien
mengatakan belum pernah dirawatdi rumah sakit, tidak pernah operasi, tidak
punya alergi, tidak pernah imunisasi, dan tidak memiliki kebiasan buruk.
Riwayat kesehatan kelurga pasien mengatakan kalau keluarganya tidak
memiliki penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi, asma, dan penyakit
menular seperti TBC, hepatitis, dsb.
Genogram pasien adalah pasien merupakan anak ke dua dari tiga
bersaudara, sedangkan suaminya juga anak ke dua dari tiga bersaudara, kedua
orang tua Ny. S dan suami masih hidup. Pasien memiliki dua anak yaitu dua
anak perempuan. Saat ini pasien tinggal bersama suami dan kedua anaknya.
45
Genogram :
Gambar 2.7 Genogram Ny. S
Keterangan :
: Laki – laki
: Perempuan
: Tinggal Satu Rumah
: Garis Pernikahan
: Garis Keturunan
: Pasien
Ny. S
46
Riwayat kesehatan keluarga pasien mengatakan lingkunganya termasuk
lingkungan yang bersih, lingkungannya juga bebas dari polusi udara dan
merupakan lingkungan yang tenang.
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan bahwa
sehat itu penting, pasien juga mengatakan jika ada anggota keluarganya yang
sakit maka di bawa ke dokter desa atau ke puskesmas.
Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit pasien mengatakan biasa
makan 3 kali sehari, dengan komposisi nasi, sayur, lauk, air putih, teh, 1 porsi
habis dan tidak ada keluhan. Saat sakit dan di rawat di bangsal Mawar 2
pasien di berikan nasi, sayur, lauk, buah, air putih dan teh habis ½ porsi dan
keluhan merasa mual.
Analisa nutrisi, Antropometri : BB: 50 kg, TB: 160 cm, IMT:
BB/TB(M)Xtb= 50/(1,60)2m = 19,52 (normal) nilai normal: 18,5-25,0.
Biochemical: Hemoglobin : 13, 5 g/dl nilai rujukan: 12.00-16.00 g/dl,
Leukosit : 8, 66 10^3/ul nilai rujukan: 37.00-47.00 %. Clinical Data :
konjungtiva anemis, mukosa bibir kering. Dietery Data : pasien hanya
menghabiskan ½ porsi makan yang diberikan dari rumah sakit 3x/ sehari.
Pola eliminasi pasien mengatakan tidak ada masalah dengan pola BAB
dan BAK nya. Pasien mengatakan sebelum sakit ia selalu buang air 1 kali
dalam sehari, selama sakit pasien mengatakan buang air besar 2 hari sekali.
Pasien mengatakan sebelum sakit tidak ada masalah dengan buang air
kecilnya, biasanya 6-7 kali dalam sehari. Saat di rawat di rumah sakit pasien
47
mengatakan buang air kecil 5-6 kali dalam sehari berwarna jernih dan tidak
ada keluhan.
Pola aktivitas dan latihan pasien mengatakan sebelum sakit pemenuhan
kebutuhan aktivitas latihan dilakukan secara mandiri. Namun saat sakit
aktivitas berpakaian, toileting, dibantu orang lain, saat makan/minum,
mobilitas ditempat tidur, berpindah, dan ambulasi/ROM dilakukan secara
mandiri.
Pola istirahat tidur sebelum sakit pasien mengatakan jarang tidur siang,
dan tidur malam kurang lebih 8 jam. Saat dirawat di rumah sakit pasien
mengatakan dapat tidur siang selama 1 jam, namun saat malam pasien
mengatkan tidur kurang lebih selama 7 jam dan kadang terbangun karena
tidak nyaman dengan kondisi ruangan.
Pola kognitif perseptual sebelum sakit, pasien mampu berbicara dengan
baik, mampu berbicara dengan lancar dengan menyampaikan pendapat dan
mampu mendengar dengan baik, pasien mampu mengidentifikasi bau minyak
kayu putih, merasakan teh dan serta dapat merasakan sentuhan. Selama sakit
pasien mampu berbicara dengan baik, mampu berbicara dengan lancar
dengan menyampaikan pendapat dan mampu mendengar dengan baik, pasien
mampu mengidentifikasi bau minyak kayu putih, merasakan teh dan serta
dapat merasakan sentuhan. Pasien mengatakan terasa nyeri di perut, (P)nyeri
timbul saat bergerak, (Q) nyeri terasa ditusuk-tusuk, (R) nyeri terasa diulu
hati, (S) skala nyeri 7, (T) nyeri hilang timbul kurang lebih 15 menit sekali.
48
Pola persepsi konsep diri, gambaran citra diri: pasien mengatakan
menerima keadaanya dirinya, ideal diri : pasien mengatakan ingin cepat
sembuh dan kembali beraktivitas serta berkumpul dengan keluarga, arga diri :
paien mengatakan dihargai dan disayangi keluarga, peran diri : saat sakit
pasien mengatakan tidak bisa bekerja seperti biasa di pabrik, identitas diri :
apapunyang terjadi sekarang pasien mengatkan itu sudah kehendak Tuhan
Yang Maha Esa.
Pola hubungan peran sebelum sakit hubungan Ny. S dengan keluarga
cukup baik, dengan masyarakat lingkungan juga baik, selama sakit pun
hubungan Ny. S dengan keluarga masih harmonis ditandai dengan adanya
keluarga yang menunggu dan menjenguk.
Pola seksualitas reproduksi sebelum sakit, Ny. S berjenis kelamin
perempuan sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak perempuan. Selama
sakit Ny. S berjenis kelamin perempuan sudah menikah dan mempunyai 2
orang anak perempuan.
Pola mekanisme koping sebelum sakit pasien mengatakan tidak
mempunyai masalah dengan siapapun dan apabila ada masalah pasien selalu
menceritakan dengan suami, selama sakit pasien mengatkan mampu
menerima sakitnya dengan ikhlas dan menganggap ini hanya cobaan.
Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit pasien mengatakan beragama
islam dan menjalankan sholat 5 waktu, selama sakit pasien tetap menjalankan
sholat dan berdoa untuk kesembuhannya.
49
C. Pemeriksaan Fisik
Hasil pengkajian yang didapatkan pada Ny. S antara lain Ny. S dalam
keadaan sadar penuh/ coposmentis, keadaan/ penampilan baik, namun pasien
terlihat lesu. Saat dilakukan pengukuran tanda-tanda vital didapati hasil
120/80 mmHg, nadi 82x/menit teraba kuat dengan irama teratur, pernafasan
24x/menit irama teratur, suhu tubuh pasien normal 36,5oC.
Bentuk kepala pasien mesochepal, kulit kepala bersih dan rambut
pasien berwarna hitam, pada mata tidak ditemukan edema dan sclera tidak
ikterik, konjungtiva anemis, pupil isokor, pasien tidak menggunakan alat
bantu penglihatan, bentuk hidungpasien simetris, bersih tidak ada sekret, dan
tidak ada polib. Kebersihan mulut pasien terjaga, mukosabibir kering, tidak
ada stomatitis. Gigi pasien bersih berwarna putih dan tidak berlubang.
Telingga pasien kakan dan kiri simetris, tidak ada kelainan pendengaran.
Pada leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tyroid teraba.
Daerah dada, paru inspeksi bentuk simetris, palpasitidak terjadi
peradangan, perkusi sonor pada seluruh lapang dada, auskultasi terdapat suara
vaskuler disemua lapang dada. Pemeriksaan abdomen didapati inspeksitidak
ada jejas,auskultasi bising usus pasien terdengar 12x/menit, perkusi terdengar
suara timpani, palpasi terjadi nyeri tekan pada perut epigastrik. Area
genetalia pasien terjaga kebersihannya dan tidak terpasang DC. Pada area
rektum kebersihan terjaga dan tidak ada penumpukan feses.
Daerah ektermitas atas kekuatan otot kanan/kiri : tangan kanan
terpasang infus RL 20 tpm, ROM kanan/kiri : tangan kiri ekstensi, capilary
50
reflek : kurang dari 2 detik, perubahan bentuk tulang : tidak terjadi perubahan
bentuk tulang, dan perabaan akral hangat, sedangkan ekstermitas bawah
kekuatan otot kanan/kiri : otot kana/kiri bisa digerakkan, ROM kanan/kiri:
kaki kanan dan kiri posisi ekstensi, capilary reflek kurang dari 2 detik,
perubahan bentuk tulang : tidak terjadi perubahan bentuk tulang dan
perabaan akral hangant.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium,didapati hasil yang abnormal MCV 78,5
fl (rendah dengan rentan normal 82.0 fl -92.0 fl), sedangkan hasil jenis
yang abnormal Gran% 44.4% (rendah dengan rentan normal 50.0%-
70.0%) Eosinofil 16.7 %(tinggi dengan rentan normal 0.5%-5.0%). Hasil
pemeriksaan yang mendapatkan hasil normal dengan nilai Hemoglobin
13.5 g/dl, Hematrosit 38.8%, Leukosit 8.66 10^3/ul, Trombosit 279
10^3/ul, Eritrosit 4.94 10^6/ul, MPV 9.4 fl, PDW 16.3, MCH 27.3 pg,
MCHC 34.8 g/dl, Limfosit 34.5 %, Monosit 4.0 %, Basofil 0.4 %, GDS
90 mg/100ml.
2. Terapi Medis
Cairan IV infus RL 20 tpm berfungsi untuk mengembalikan
keseimbangan elektrolit, obat parentral Omeprazol melalui injeksi
intravena 40 mg/ 12jam golongan atisida untuk saluran cerna berfungsi
untuk pengobatan jangka pendek tukak usus dan tukak lambung, Obat
51
Antrain melalui injeksi intravena 1000 mg golongan analgesik non
narkotik berfungsi untuk meredakan nyeri. Obat peroral Antasida (sirup)
3x1 (1 sendok makan) golongan antasida untuk saluran cerna berfungsi
untuk sakit maag untuk mengurangi nyeri lambung yang disebabkan oleh
kelebihan asam lambung dengan gejala seperti mual dan perih.
E. Perumusan Masalah Keperawatan
Berdasarkan pengkajian pada pasien ditemukan 3 masalah keperawatan.
Masalah keperawatan yang pertama dengan data subyektif Ny. S
mengatakan nyeri di ulu hati. Data obyektif yang di dapat penulis pada Ny. S,
(P) pasien mengatakan nyeri timbul saat bergerak, (Q) pasien mengatkan
nyerinya seperti ditusuk-tusuk, (R) nyeri terasa diulu hati, (S) skala nyeri 7,
(T) nyeri hilang timbul kurang lebih 15 menit sekali.Data objektif yang
mendukung diagnosa ini antara lain pasien meringis kesakitan, tampak
memegangi perut, ada nyeri tekan diabdomen, TD: 120/80 mmHg, S: 36,5oC,
Nadi: 82x/menit, RR: 24x/menit.Dari hasil analisa data yang didapatkan
maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan “ Nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera biologis”.
Masalah keperawatan yang kedua dengan data subyektif yang di dapat
penulis pada Ny. S, pasien mengatakan merasa mual. Data objektif yang
didapatkan pasien tampak pucat dan menahan mual, mukosa bibir kering.Dari
hasil analisa data yang didapatkan maka penulis menegakkan diagnosa
keperawatan “Mual berhubungan dengan iritasi lambung”.
52
Masalah keperawatan yang ketiga dengan data subyektif yang
didapatkan penulis pada Ny. S, pasien mengatakan sulit untuk tidur karena
suasana yang ramai dan merasa nyeri, tidur kurang lebih 7 jam kadang suka
terbangun. Sedangkan data objektif yang didapatkan adalah pasien tampak
lesu, mata cekung dan kehitaman.Dari hasil analisa data yang didapatkan
maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan “gangguan pola tidur
berhubungan dengan faktor ekternal:bising”.
Berdasarkan perumusan masalah yang didapatkan penulis maka
penulis menyusun perioritas diagnosa keperawatan yang pertama nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera biologis. Perioritas ke dua yaitu mual
berhubungan dengan iritasi lambung. Perioritas ketiga yaitu gangguan pola
tidur berhubungan denganfaktor ekternal: bising.
F. Intervensi
Intervensi pada diagnosa yang pertama yaitu nyeri berhubungan dengan
agen cidera biologis, tujuan tindakan yang akan dilakukan adalah setelah
dilakukan tindakan selama 3x 24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan
kriteria hasil nyeri klien berkurang atau hilang, skala nyeri 1, klien dapat
rileks, keadaan umum klien baik (TTV normal).Intervensi yang di susun
penulis adalah observasi TTV untuk mengetahui perkembangan klien, kaji
karateristik nyeri klien untuk mengetahui skala nyeri pasien, berikan posisi
yang nyaman pada klien karena posisi yang tepat dan dirasa nyaman oleh
klien dapat mengurangi resiko klien terhadap nyeri, berikan aromaterapi
53
lavender untuk membantu mengurangi nyeri pasien, kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian analgetik untuk memblok reseptornya nyeri pada susunan
saraf pusat.
Intervensi yang di susun penulis untuk diagnosa kedua yaitu mual
berhubungan dengan iritasi lambung, tujuan tindakan yang akan dilakukan
adalah setelah dilakukan tindakan selama 3x 24jam diarapkan mual dapat
terkontrol dengan kriteria hasil selera makan membaik, tingkat kenyamanan
membaik, dapat mengendalikan mual, status nutrisi yang adekuat. Intervensi
yang di susun penulis adalah pantau gejala mual pada pasien untuk
menganalisis penyebab mual, pantau tanda tanda vital untuk mengetahui
keadaan tanda-tanda vital pasien, berikan minum hangat untuk mengurangi
rasa tidak enak saat mual, tinggikan bagian kepala tempat tidur untuk
mengurangi rasa mual.
Intervensi yang di susun penulis untuk diagnosa ketiga yaitu gangguan
pola tidur berhubungan dengan faktor eksternal: bising, tujuan tindakan yang
akan dilakukan adalah setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam
diharapkan gangguan pola tidur pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil
dapat istirahat tidur secara normal atau biasa, klien merasa lebih sehat, tidak
kelihatan lesu, pasien tampak rileks. Intervensi yang disusun penulis adalah
kaji pola tidur pasien untuk mengetahui kualitas tidur pasien, ciptakan
lingkungan tenang untuk mempercepat klien untuk tidur, batasi pengunjung
untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan waktu istirahat, anjurkan
pasien untuk minum susu hangat karena susu merupakan nutrisi cepat cerna.
54
G. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa yang pertama nyeri akut
pada hari Kamis, tanggal 12 Maret 2015 pada pukul 14.20 WIB adalah
mengobervasi tanda-tanda vital, pasien mengatakan bersedia dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital, didapati tekanan darah 120x/menit, nadi :
36,50 C, respirasi : 24x/menit. Mengkaji kareateristik nyeri dilakukan pada
pukul 14.35 WIB, nyeri diulu hati, P: pasien mengatkan nyeri saat bergerak,
Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri tersa di ulu hati, S: skala nyeri 7,
T:nyeri hilang timbul kurang lebih 15 menit sekali dan pasien tampak
meringis kesakitan.
Memberikan aromaterapi lavender dengan cara pasien mencium
aromaterapi lavender saat pasien merasa nyeri dilakukan selama 45 menit saat
diberikan aromaterapi lavender pasien tampak kooperatif dan tindakan ini
dilakukan pada pukul 14.45 WIB.
Pukul 15.30 WIB mengkaji karateristik nyeri kembali. Pasien
mengatakan nyeri berkurang dari skala nyeri 7 menjadi skala nyeri 6 pasien
tampak kooperatif. Memantau gejala mual pukul 16.15 WIB pasien
mengatakan mual setelah makan pasien tampak lemas. Pukul 16.15 WIB
meninggikan kepala bagian tempat tidur, pasien mengatkan bersedia
ditinggikan pada bagian kepala tempat tidur dan pasien tampak nyaman.
Menganjurkan keluarga untuk membatasi pengunjung pada pukul 17.00 WIB,
keluarga pasien menngatkan bersedia untuk membatasi pengunjung pasien
tampak tenang.Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
55
dilakukan pada pukul 18.30 WIB, pasien bersedia diberikan obat lewat infus,
omeprazol 40 mg, antrain 1000 mg masuk melalui intravena.
Pada hari Jumat, tanggal 13 Maret 2015 untuk implementasi diagnosa
kedua dilakukan pada pukul 08.00 WIB yaitu memberikan injeksi, pasien
bersedia diberikan obat lewat infus, omeprazol 40 mg, antrain 1000 mg
masuk melalui intravena. Mengkaji karateristik nyeri (P, Q, R, S, T)
dilakukan pada pukul 10.00 WIB.P: pasien mengatakan nyeri timbul saat
bergerak, Q: nyeri seperti ditusuk – tusuk, R: nyeri terasa di ulu hati, S: skala
nyeri 6, T: nyeri hilang timbul 15 menit sekali, pasien tampak meringis
kesakitan.
Pada pukul 10.10 WIB memberikan aromaterapi lavender pasien
bersedia menghirup aromaterapi lavender terapi dilakukan selama 45 menit.
Mengobservasi karateristik nyeri kembali pada pukul 10.55 WIB pasien
mengatakan nyeri dari skala 6 menjadi skala nyeri 4 pasien tampak lebih
nyaman. Memberikan posisi nyaman pada pukul 11.05 WIB dengan cara
memposisikan bantal sesuai kenyamanan pasien, pasien bersedia diberikan
posisi nyaman, pasien terlihat lebih nyaman.
Mengobservasi tanda- tanda vital pada pukul 11.30 WIB dengan cara
mengukur tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi, pasien mengtakan bersedia
dilakukan tindakan tanda- tanda vital dan didapatkan hasil TD: 130/80
mmHg, Nadi : 82x/ menit, Suhu: 36, 50C, Respirasi : 20 x/menit.
Pada pukul 12.10 WIB memberikan minum hangat pasien bersedia
minum hangat pasien tampak minum air hangat. Mengobservasi pola tidur
56
pasien pada pukul 13 WIB pasien memengatakan sudah bisa tidur kurang
lebih 7 jam dan sudah tidak terbangun pasien tampak lebih segar.
Pada hari Sabtu, tanggal 14 Maret 2015 untuk implementasi diagnosa
ketiga dilakukan pada pukul 08.05 WIB yaitu memberikan injeksi omeprazol
40 mg, antrain 1000 mg pasien mengatkan bersedia disuntik obat masuk
melalui intra vena. Pukul 10.30 WIB mengobservasi karateristik nyeri (P, Q,
R, S, T) P: pasien mengtakan nyeri saat bergerak, Q: pasien mengatakan nyeri
seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri terasa di ulu hati, S: skala nyeri 4, T: nyeri
hilang timbul, pasien terlihat memegangi perut. Memberikan aromaterapi
lavender pada pukul 10.40 WIB pasien bersedia menghirup aromaterapi
lavender terapi dilakukan selama 45 menit pasien tampak kooperatif. Pada
pukul 11.35 WIB mengobservasi karateristik nyeri kembali pasien
mengatakan nyeri dari sekala 4 menjadi skala nyeri 2. Pada pukul 11.50 WIB
memberikan injeksi omeperazol 40 mg, antrain 1000 mg pasien mengatakan
bersedia disuntik obat masuk melalui selang infus. Mengobservasi tanda-
tnada vital dilakukan pada pukul 12.15 WIB paisen mengatakan bersedia
dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan didapatkan hasil TD: 120/80
mmHg, N: 82x/menit, S: 37.0oC, R: 20x/menit. Meningikan kepala bagian
tempat tidur pada pukul 12.20 WIB pasien mengatakan bersedia ditinggikan
bangian kepala tempat tidur pasien terlihat tampak nyaman. Pukul 12.30 WIB
menganjurkan pasien untuk banyak istirahat pasien mengatakan bersedia
untuk banyak istirahat pasien tampak istirahatdan tidur dengan nyaman.
57
H. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi untuk diagnosa pertama yaitu pada hari pertama Kamis,
tanggal 12 Maret 2015 dilakukan pada pukul 19.00 WIB. Subjektif: pasien
mengatakan nyeri di ulu hati. (P) pasien mengatkan nyeri saat bergerak, (Q)
nyeri seperti ditusuk-tusuk, (R) nyeri terasa di ulu hati, (S) skala nyeri 6, (T)
Objektif: nyeri hilang timbul kurang lebih 15 menit sekali. Pasien tampak
meringis kesakitan TD: 120/80 mmHg, N :82x/menit, R: 24x/menit, S:
36.5oC. Analisis: Masalah belum teratasi. Planning: Lanjutkan intervensi.
Anjurkan relaksasi nafas dalam, berikan oromaterapi lavender.
Evaluasi untuk diagnosa kedua yaitu pada hari Kamis, tanggal 12 Maret
2015 dilakukan pada pukul 19.15 WIB.Subjektif: Pasien mengatakan lebih
nyaman setelah ditinggikan pada bagian kepala tempat tidur, Objektif: Pasien
tampak nyaman. Analisis: Masalah teratasi sebagian. Planning: Lanjutkan
intervensi memantau gejala mual, anjurkan minum hangat.
Evaluasi untuk diagnosa tiga yaitu pada hari Kamis, tanggal 12 Maret
2015 dilakukan pada pukul 19.30 WIB. Subjektif: Pasien mengatakan sulit
tidur pada malam hari. Objektif: Pasien tampak lesu. Analisis: Masalah belum
teratasi. Planning: Lanjutkan intervensi batasi pengunjung, ciptakan suasana
yang tenang.
Evaluasi untuk diagnosa pertama yaitu pada hari kedua Jumat, tanggal
13 Maret 2015 dilakukan pada pukul 13.30 WIB. Subjektif: Pasien
mengatakan nyeri sudah berkurang dari skala 6 menjadi 4. O: Pasien lebih
58
tampak rileks. Analisis: Masalah belum teratasi. Planning: Lanjutkan
intervensi anjurkan relaksasi nafas dalam, berikan aroma terapi lavender.
Evaluasi untuk diagnosa kedua yaitu pada hari Jumat, tanggal 13 Maret
2015 dilakukan pada pukul 13.40 WIB. Subjektif: Pasien mengatakan sudah
minum air hangat. Objektif: Pasien tampak nyaman. Analisis: Masalah
teratasi sebagian. Planning: Lanjutkan intervensi tinggikan bagian kepala
tempat tidur, pantau gejala mual.
Evaluasi untuk diagnosa ketiga yaitu pada hari Jumat, tanggal 13 Maret
2015 dilakukan pada pukul 13.45 WIB. Subjektif: Pasien mengatakan sudah
bisa tidur. Objektif: Pasien tampak lebih segar. Analisis: Masalah teratasi
sebagian. Planning: Lanjutkan intervensi anjurkan pasien untuk banyak
istirahat.
Evaluasi untuk diagnosa pertama yaitu pada hari Sabtu, tanggal 14
Maret 2015 dilakukan pada pukul 13.30 WIB. Subjektif: Pasien mengatakan
nyeri dari skala berat terkontrol menjadi ringan (4 menjadi skala 2). (P) Nyeri
saat bergerak, (Q) nyeri seperti ditusuk-tusuk,(R) nyeri di ulu hati, (S) skala
nyeri 2, (T) nyeri hilang timbul. Objektif: pasien tampak rileks. Analisis:
Masalah teratasi sebagian. Planning: Lanjutkan intervensi berikan posisi yang
nyaman.
Evaluasi untuk diagnosa kedua yaitu pada hari Jumat, tanggal 14 Maret
2015 dilakukan pada pukul 13.40 WIB. Subjektif: Pasien mengatakan sudah
minum air hangat. Objektif: Pasien tampak nyaman. Analisis: Masalah
59
teratasi sebagian. Planning: Lanjutkan intervensi tinggikan bagian kepala
tempat tidur, pantau gejala mual.
Evaluasi untuk diagnosa ketiga yaitu pada hari Jumat, tanggal 14 Maret
2015 dilakukan pada pukul 13.45 WIB. Subjektif: Pasien mengatakan sudah
bisa tidur. Objektif: Pasien tampak lebih segar. Analisis: Masalah teratasi
sebagian. Planning: Lanjutkan intervensi anjurkan pasien untuk banyak
istirahat.
60
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas tentang pemberian aromaterapi
lavender terhadap penurunan nyeri pada asuhan keperawatan Ny. S dengan
gastritis di ruang Mawar II RSUD Karanganyar. Disamping itu penulis juga akan
membahas tentang kesesuain dan kesenjangan antara teori dan kenyataan yang
meliputi pengkajian, analisa data, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Menurut Effendy (1995) dalam Dermawan (2012) mengatakan
pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
Ny. S masuk rumah sakit pada hari Selasa, tanggal 10 Maret 2015
pada pukul 17.00 WIB. Penulis melakukan pengkajian pada hari kamis,
tanggal 12 Maret 2015 di Ruang Mawar II pukul 14.00 WIB. Ny. S usia 37
tahun di diagnosa medis gastritis.
Keluhan utama saat dikaji adalah nyeri akut.Provoking (P): pasien
mengatakan nyeri saat bergerak, Quality (Q): pasien mengatkan nyerinya
seperti ditusuk- tusuk, Region (R): nyeri terasa di ulu hati, Severity (S):
skala nyeri 7 (nyeri berat terkontrol), Time (T): nyeri hilang timbul kurang
lebih 15 menit sekali. Gastritis adalah suatu peradangan pada mucosa
61
lambung yang dapat bersifat akut, kronik atau lokal (M. Clevo Rendi &
Margareth TH, 2012). Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama,
yaitu: (a) riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien dan (b) observasi
langsung pada respon perilaku dan fisiologis klien. Tujuan mengkajian
adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman
subjektif, dengan mengunakan (P,Q,R,S,T). P: Provoking atau pemicu, yaitu
faktor pemicu yang menimbulkan nyeri, Q: Quality atau kualitas nyeri
(misal, tumpul atau tajam), R: Regionatau daerah, yaitu daerah perjalanan
kedaerah lain, S: Severity atau keganasan, yaitu intensitasnya, T: Time atau
waktu, yaitu serangan, lamanya, kekerapan, dan sebab (Mubarak, 2008).
Data tersebut telah sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa
ketika terjadi proses gastritis akan terjadi peningkatan asam hidroklorida
dilambung dan ketika mengenai dinding lambung akan menimbulkan nyeri
lambung (perih) karena dinding lambung yang inflamasi tersebut, masalah
keperawatan yang muncul adalah nyeri akut (Sharif, 2012).
Saat dirawat dirumah sakit pasien juga mengatakan mengeluh mual,
hanya makan setenggah porsi karena merasa mual. Data tersebut telah
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa menurut (M. Clevo, 2012)
penyebab erosi mukosa lambung akan timbul infark kecil/ perdarahan
tergantung sekresi asam lambung, keadaan asam pada mucosa lambung
dapat mempercepat kerusakan mukosa sehingga akan merasakan mual.
Pada pengkajian nutrisi dan metabolisme sebelum sakit Ny. S makan
sehari 3x, jenis yang dimakan nasi, sayur, lauk air putih dan teh, tidak ada
62
keluhan. Selama sakit Ny. S makan tetap 3x sehari tetapi hanya habis ½
porsi, jenis yang dimakan Ny. S nasi, sayur, lauk, buah, air putih, dan teh,
keluhan merasa mual. Gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak
teratur, kebiasaan makan yang buruk dan mengkomsumsi makanan yang
tidak hygine merupakan faktor resiko terjadinya gastritis (Wahyu, 2011).
Analisa nutrisi, Antropometri : BB: 50 kg, TB: 160 cm, IMT:
BB/TB(M)Xtb= 50/(1,60)2m = 19,52 (normal) nilai normal: 18,5-25,0.
Biochemical: Hemoglobin : 13, 5 g/dl nilai rujukan: 12.00-16.00 g/dl,
Leukosit : 8, 66 10^3/ul nilai rujukan: 37.00-47.00 %. Clinical Data :
konjungtiva anemis, mukosa bibir kering. Dietery Data : pasien hanya
menghabiskan ½ porsi makan yang diberikan dari rumah sakit 3x/ sehari.
Penulis tidak mengangkat diagnosa ketidak seimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh karena sudah sesuai dengan kriteria hasil : IMT dalam
batas noramal, toleransi terhadap diet yang dianjurkan pasien mau makan
minimal habis ½ porsi, melaporkan tingkat energi keadekuatan, nilai
laboratorium dalam batas normal (Sarif. 2012).
Pada pengkajian mulut, menunjukkan mukosa bibir pasien kering.
Data yang di dapat telah sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa
menurut (Sarif, 2012). Tanda pada pasien gastritis yaitu mokosa bibir
kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk, dan berat jenis urin
meningkat.
Terapi yang diberikan. Intra vena infus RL 20 tetes per menitcairan
parenteral berfungsi untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit, obat
63
parentral Omeprazol melalui injeksi intravena 40 mg/ 12jam golongan
atisida untuk saluran cerna berfungsi untuk pengobatan jangka pendek tukak
usus dan tukak lambung, Obat Antrain melalui injeksi intravena 1000 mg
golongan analgesik non narkotik berfungsi untuk meredakan nyeri. Obat
peroral Antasida (sirup) 3x1 (1 sendok makan) golongan antasida untuk
saluran cerna berfungsi untuk sakit maag untuk mengurangi nyeri lambung
yang disebabkan oleh kelebihan asam lambung dengan gejala seperti mual
dan perih (Iso, 2012).
Kelebihan minyak lavender dibandingkan minyak essensial lainnya
adalah kandungan racunnya yang cukup rendah, jarang menimbulkan alergi
ekonomis, mudah diperoleh, aman digunakan, tidak memerlukan waktu
lama dan praktis tidak memerlukan peralatan yang rumit (Zelner, 2005).
B. Perumusan Masalah
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual dan
potensial, di mana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat
secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencagah, dan
merubah status kesehatan klien (Dermawan,2012).
Pada pasien gastritis diagnosa yang mungkin bisa munculadalah
nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (perlukaan mucosa
gaster), ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
64
berhubungan dengan masukan makanan tidak adekuat dan rangsangan
muntah, hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pada mukosa
lambung, mual berhubungan dengan iritasi lambung, gangguan pola tidur
berhubungan dengan faktor eksternal: bising (Sarif, 2012).
Berdasarkan analisa data pada Ny. S, penulis merumuskan diagnosa
keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis,
mual berhubungan dengan iritasi lambung dan gangguan pola tidur
berhubungandengan faktor eksternal:bising. Diagnosa pertama yang
diangkat adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
Penulis mengakat diagnosa nyeri akut dengan mengacu dari hasil analisa
data dimana data subyektif, P: pasien mengatakan nyeri timbul saat
bergerak, Q: pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri terasa
di ulu hati, S: skala nyeri 7, T: nyeri hilang timbul kurang lebih 15 menit
sekali. Sedangkan data obyektif yang didapat adalah pasien meringis
kesakitan, tampak memegangi perut, ada nyeri tekan diperut, TD : 120/80
mmHg, S: 36,5 oC, N: 82x/menit, R: 24x/menit. Diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera biologis di dapatkan data dari yang
dirasakan klien.
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau di gambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa, awitan
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan
65
(Nanda, 2012). Nyeri menurut Hayward dalam Mubarak (2008) membagi
skala nyeri menjadi 5 yaitu skala 0: tidak nyeri, 1-3 : nyeri ringan, 4-6 nyeri
sedang, 7-9: sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang
biasa dilakukan, 10: sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol. Batasan
karakteristik nyeri akut yaitu perubahan selera makan, perubahan tekanan
darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernapasan,
laporan isyarat, perilaku distraksi (berjalan mondar-mandir)
mengekspresikan perilaku (gelisah, merengek, menangis), perilaku berjaga-
jaga melindungi area nyeri, indikasi nyeri yang dapat mematikan, perubahan
posisi untuk menghindari nyeri, sikap tubuh melindungi, melaporkan nyeri
secara verbal (Nanda, 2012). Berdasarkan batasan karakteristik maka
etiologi yang dapat di ambil penulis adalah agen cedera biologis. Agen
cedera biologis yang di alami pasien yaitu adanyaperlukaan mukosa gaster.
Perlukaan mukosa gaster adalah penyakit yang disebabkan dengan luka
yang terjadi di lambung (Nanda, 2012). Sehingga sesuai dengan batasan
karakteristik menurut teori.
Diagnosa yang kedua yang diangkat oleh penulis adalah mual
berhubungan dengan iritasi lambung. Mual dapat didefinisikan sebagai
sensasi seperti gelombang di belakang tenggorok, epigastrium, atau
abdomen yang bersifat subjektif dan tidak menyenangkan yang dapat
menyebabkan dorongan atau keinginan untuk muntah (Nanda, 2009).
Penulis mengangkat diagnosa mual dengan mengacu dari hasil
analisa data dimana data subyektif pasien mengatakan merasa mual.
66
Sedangkan data obyektif yang didapatkan adalah pasien tampak pucat dan
menahan mual, mukosa bibir kering. Data tersebut telah sesuai dengan teori
yaitu batasan karateristik untuk mual antara lain keinganan terhadap
makanan, peningkatan sensasi menelan,melaporkan mual dan rasa asam
didalam mulut (Nanda, 2009). Berdasarkan batasan karakteristik maka
etiologi yang dapat diambil penulis adalah iritasi lambung. Iritasi lambung
adalahsuatu iritasi atau peradangan pada dinding mukosa lambung sehingga
dinding lambung menjadi merah,bengkak,berdarah dan berparut atau
luka(Deden, 2010). Sehingga sesuai dengan batasan karakteristik menurut
teori.
Diagnosa ketiga yang diangkat oleh penulis adalah gangguan pola
tidur berhubungan dengan faktor esternal: bising. Gangguan pola tidur
didefinisikan sebagai gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat
faktor eksternal (Nanda, 2009).
Penulis mengangkat diagnosa gangguan pola tidur dengan mengacu
dari hasil analisa data dimana data subyektif pasien mengatakan sulit untuk
tidur karena tidak nyaman dengan kondisi ruangan, tidur kurang lebih 7 jam
kadang terbangun. Sedangkan data obyektif yang didapatkan adalah
konjungtiva pasien anemis, mata cekung dan kehitaman, tampak lesu. Data
yang diperoleh telah sesuai dengan batasan karateristik untuk gangguan pola
tidur menurut (Nanda, 2009) antara lain perubahan pola tidur normal,
keluhan verbal merasa kurang tidur, melaporkan susah untuk jatuh tidur,
melaporkan sering terbangun. Pada diagnosa yang muncul di atas di ambil
67
berdasarkan keluhan yang dirasakan oleh klien. Sehingga sesuai dengan
batasan karakteristik menurut teori.
Penulis memprioritaskan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera biologis sebagai prioritas pertama didasarkan pada teori Hieraki
Maslow (fisiologi, rasa aman nyaman, mencintai dan memiliki, harga diri
dan aktualisasi diri) dan menurut Griffith-Kenney Christense (ancaman
kehidupan dan kesehatan, sumberdaya dan dana yang tersedia, peran serta
klien, dan prinsip ilmiah dan praktik keperawatan) (Dermawan, 2012).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan
bersifat sangat subjektif dan akan menyebabkan gangguan rasa aman dan
nyaman. Maka penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan nyeri akut
berubungan dengan agen cedera biologis sebagai diagnosa yang pertama.
C. Intervensi
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua
tindakan perawat (Dermawan,2012).
Penulis menyusun rencana tindakan dalam diagnosa keperawatan
nyeri akut, mual dan ganggan pola tidur berdasarkan NIC (Nursing
Intervention Classification) dengan menggunakan metode ONEC
(Observasi, Nursing Intervetion, Education, Collaboration). Tujuan dan
kriteria hasil ini di susun berdasarkan NOC ( Nursing Outcomes
68
Classification) dengan menggunakan metode SMART (Specific,
Meausrable, Achievable, Realistic, Time) (Dermawan, 2012)
Tujuan yang dilakukan Ny. S adalah setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri akut Ny. S dapat teratasi, batas waktu
pencapaian tujuan ini adalah suatu tujuan yang diharapkan dapat dicapai
dalam waktu singkat, biasanya kurang dari satu minggu. Kriteria waktu ini
didasarkan pada unsur etologi dalam diagnosis keperawatan yang ada
(Nursalam, 2011). Kriteria hasilpasien mengatakan nyeri berkurang atau
hilang, skala nyeri 1-3, tidak memegang perut, tekanan darah 120/70 mmHg
– 130/80mmHg, nadi 60-100 x/menit. Intervensi atau rencana keperawatan
yang dilakukan yaitu observasi tanda-tanda vital dengan rasional untuk
mengetahui perkembangan tanda-tanda vital klien, kaji karateristik nyeri
klien dengan rasional untuk mengetahui karateristik nyeri yang dialami
klien, berikan posisi yang nyaman pada klien dengan rasional posisi yang
tepat dan dirasa nyaman oleh klien dapat mengurangi resiko terhadap nyeri
klien, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk membantu
mengurangi rasa nyeri klien, berikan aromaterapi lavender dengan rasional
untuk membantu mengurangi nyeri, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgesik dengan rasional analgesik dapat memblok reseptornya
nyeri pada susunan saraf pusat (Doengoes, 2000).
Pada diagnosa kedua yaitu mual, penulis mempunyai tujuan
diharapkan mual dapat terkontrol dengan kriteria hasilyaitu setelah
dilakukan tindakan selama 3x 24 jam diharapkan selera makan klien
69
membaik (1 porsi habis), tingkat kenyamanan membaik tentang
kenyamanan fisik dan psikologis, dapat mengendalikan mual, status nutrisi
yang adekuat. Intervensinya pantau gejala mual pada klien dengan rasional
untuk mengetahui penyebab mual yang dirasakan klien. Pantau keadaan
umum klien dengan rasional untuk mengetahui status kesehatan klien,
berikan minum hangat dengan rasional minum hangat dapat mengurangi
rasa tidak enak saat merasa mual, tinggikan bagian kepala tempat tidur
dengan rasional dapat mengurangi rasa mual(Nanda, 2009).
Pada Ny. S tujuan dan kriteria hasil yang dilakukan adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, diharapkan tidak ada
gangguan pola tidur kriteria hasil klien dapat istirahat dan tidur secara
normal atau biasa, klien merasa lebih sehat, klien tidak kelihatan lesu,
pasien tampak segar, mata tidak cekung dan kehitaman. Intervensi yang
dilakukan kaji pola tidur pasien dengan rasional untuk mengetahui kualitas
tidur pasien, ciptakan lingkungan yang nyaman mengurangi kebisingan
dengan rasional suasana yang nyaman dapat mempercepat klien untuk tidur,
batasi pengunjung dengan rasional untuk mengurangi kecemasan dan
meningkatkan waktu istirahat, anjurkan klien untuk banyak istirahat dengan
rasional untuk meningkatkan pola istirahat klien, anjurkan klien untuk
minum susu hangat dengan rasional karena susu merupakan nutrisi yang
cepat cerna (Nursalam, 2009).
70
D. Implementasi
Implementasi adalah penatalaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat dan klien (Dermawan, 2012).
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah implementasi dari
yang sudah direncanakan pada rencana keperawatan. Pada tanggal 12 Maret
2015 tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan yang pertama yaitu
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, implementasi yang
dilakukan penulis adalah mengkaji kualitas nyeri (P, Q, R, S, T) untuk
mengetahui status perkembangan nyeri. Mengajarkan teknik distraksi pasien
tampak tenang dan menghirup aromaterapi lavender. Teknik distraksi yang
diajarkan penulis adalah memberikan aromaterapi lavender dengan rasional
untuk menurunkan tingkat skala nyeri, teknik distraksi diberikan saat pasien
merasa nyeri dan tindakan pemberian aromaterapi lavender dilakukan
selama 45 menit. Teknik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian
terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Teknik distraksi dapat mengatasi nyeri
berdasarkan teori bahwa aktivitas retikuler menghambat stimulus nyeri, jika
seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan
terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan
oleh klien) (Tamsuri, 2007). Aromaterapi adalah metode yang
menggunakan minyak atsiri untuk meningkatkan kesehatan fisik dan emosi.
Lavender memiliki zat aktif berupa linalool dan linalyl acetate yang dapat
berefek sebagai analgesik (Wolfgang & Michaela, 2008). Pemberian
aromaterapi lavender terbukti efektif setelah diberikan pada pasien selama
71
45 menit, sesuai hasil penelitian yang ditulis dalam jurnal oleh Sujatmiko
dan Eni Triwiyat (2014). Memberikan edukasi pada pasien tentang tindakan
apa yang dapat diambil saat nyeri terasa, penulis menganjurkan untuk
menghentikan seluruh aktivitas dan jangan panik agar nyeri tidak terasa
bertambah parah. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik
guna mengurangi atau menghilangkan nyeri (Judith, 2007).
Diagnosa yang kedua yaitu mual berhubungan dengan
iritasilambung, implementasi yang dilakukan penulis adalah memantau
gejala mual pasien dengan rasional untuk mengetahui penyebab mual yang
dirasakan klien, memantau keadaan umum pasien dengan rasional untuk
mengetahui status kesehatan klien, memberikan minum hangat dengan
rasionaluntuk mengurangi rasa tidak enak saat mual (Nursalam, 2009).
Diagnosa yang ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan
dengan faktor ekternal: bising, implementasi yang dilakukan penulis adalah
mengkaji kebiasaan tidur pasien denganrasional untuk mengetahui
kebiasaan tidur pasien, menciptakan lingkunagn tenang dengan rasional
untuk mempercepat klien untuk tidur, menganjurkan pasien untuk banyak
istirahat dengan untuk rasional meningkatkan pola istirahat pasien, anjurkan
pasien untuk minum susu hangat dengan rasional karena susu merupakan
nutrisi yang cepat cerna (Nursalam, 2009).Dari setiap implementasi kepada
pasien, pasien sangat kooperatif sehingga implementasi berjalan dengan
lancar.
72
E. Evaluasi
Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil / perbuatan dengan
standar untuk tujuan penambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan
tecapai (Dermawan, 2012). Evaluasi keperawatan adalah membandingkan
efek / hasil suatu tindakan keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan
yang sudah di buat (Dermawan, 2012).
Evaluasi dari tindakan yang dilakukan pada tanggal 14 April 2015
dengan metode SOAP (Subjektif, Obyektif, Analisis, Planning). Diagnosa
nyeri akut yaitu dengan hasil Subjektif (S): Pasien mengatakan nyeri dari
skala berat terkontrol menjadi ringan (skala 4 menjadi skala 2) Provoking(P)
nyeri saat bergerak, Quality (Q) nyeri sperti ditusuk-tusuk, Region (R) nyeri
diulu hati, Severity (S) skala nyeri 2, Time (T) nyeri hilang timbul. Objektif
(O): pasien tampak rileks TD: 120/80 mmHg. Analisis (A): Masalah teratasi
sebagian dengan kriteria hasil: nyeri berkurang atau hilang, skala nyeri 1,
keadaan umum klien baik, tanda-tanda vital dalam batas normal (120/70
mmHg-130/80 mmHg), masalah yang sudah teratasi, nyeri berkurang (skala
nyeri 2), keadaan umum klien baik tampak rileks, tanda-tanda vital dalam
batas normal 120/80 mmHg, masalah yang belum teratasi: nyeri belum
hilang (skala nyeri pasien 2).Planning (P): lanjutkan intervensi : observasi
tanda-tanda vital, kaji karateristik nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas
dalam berikan posisi yang nyaman, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgetik.
73
Evaluasi untuk diagnosa mual yaitu dengan hasil Subjektik (S):
Pasien mengatakan sudah minum air hangat. Objektif (O): Pasien tampak
nyaman. Analisis (A): Masalah teratasi sebagian dengan kriteria hasil :
selera makan membaik (1 porsi habis), tingkat kenyamanan membaik
kenyamanan fisik dan psikologis, dapat mengendalikan mual, status nutrisi
yang adekuat, masalah yang sudah teratasi: selera makan membaik (1 porsi
habis), tingkat kenyamanan membaik tentang kenyamanan fisik dan
psikologis, dapat mengendalikan mual, masalah yang belum teratasi: status
nutrisi yang adekuat. Planning (P): Lanjutkan intervensi: pantau keadaan
umum klien, berikan minum hangat, tinggikan bagian kepala tempat tidur,
pantau gejala mual.
Evaluasi untuk diagnosa gangguan pola tidur yaitu dengan hasil
Subjektif (S): Pasien mengatakan sudah bisa tidur. Objektif (O): Pasien
tampak rileks. Analisis (A): Masalah teratasi sebagian dengan kriteria hasil:
klien dapat istirahat dan tidur secara normal atau biasa, klien merasa lebih
segar, klien tidak kelihatan lesu, mata tidak cekung dan kehitaman, masalah
yang sudah teratasi: klien dapat istirahat dan tidur secara normal atau biasa,
klien merasa lebih segar, mata tidak cekung dan kehitaman, masalah yang
belum teratasi: klien tidak kelihatan lesu. Planning (P): Lanjutkan
intervensi: kaji pola tidur pasien, ciptakan lingkungan tenang, anjurkan
pasien untuk banyak istirahat, anjurkan pasien untuk minum susu hangat.
Didalam pengaplikasian tindakan selama 3 hari penulis tidak
mengalami kendala karena pasien sangat koopertif dan terjadi penurunan
74
skala nyeri pada saat dilakukan pemberian aromaterapi lavender hasil ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sujatmiko dan
Eni Triwiyat (2014) bahwa terjadi penurunan skala nyeri. Hasil daritindakan
yang dilakukan penulis terjadi penurunan skala nyeri dari skala7 nyeri berat
terkontrol menjadi skala 2 yang menandakan nyeri ringan.
75
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan yang meliputi
pengkajian, menentukan diagnosa, intervensi, melakukan implementasi, dan
evaluasi serta mengaplikasikan pemberian aromaterapi lavender terhadap
penurunan tingkat nyeri pada asuhan keperawatan Ny. S dengan gastritis di
Ruang Mawar II RSUD Karanganyar maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Pengkajian
Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah nyeri perut di ulu
hati.Nyeri perut pasien dikaji dengan menggunakan P, Q, R, S, T. Saat
dikaji pasien dalam keadaan tiduran dan memegangi perut, (P) pasien
mengatakan nyeri timbul saat bergerak, (Q): pasien mengatakan nyerinya
seperti di tusuk-tusuk, (R): nyeri terasa di ulu hati, (S): skala nyeri 7, (T):
nyeri hilang timbul kurang lebih 15 menit sekali. Didapatkan skala nyeri
pasien 7 yang berarti skala nyeri pasien berat terkontrol.
Pola frekuensi makan sebelum dan sesudah sakit tidak berubah
yaitu 3x sehari, pola porsi makan pasien berubah dibandingkan dengan
pola porsi sebelum sakit. Dimana sebelum sakit 1 porsi habis dan saat
sakit 3/4 porsi, pasien juga mengatakan sebelum sakit saat makan tidak
ada keluhan, sedangkan saat sakit merasa mual.
Pola istirahat tidur sebelum sakit, pasien mengatakn tidur malam
pukul 21.00 WIB bangun pukul 05.00 WIB, sedangkan selama sakit
76
pasien mengatakan tidur pukul 22.00 WIB bangun pukul 05.00 WIB,
pasien mengeluh kadang terbangun karena tidak nyaman dengan kondisi
ruangan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny. S adalah nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis, mual berhubungan dengan
iritasi lambung, gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor
eksternal: bising.
3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan yang dapat disusun untuk menyelesaikan
masalah keperawatan nyeri akut pada Ny. S adalah observasi tanda-tanda
vital, kaji karateristik nyeri, berikan posisi yang nyaman pada klien,
ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, berikan aromaterapi lavender,
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
Intervensi keperawatan yang dapat disusun untuk menyelesaikan
masalah keperawatan mual pada Ny. S adalah pantau gejala mual, pantau
keadaan umum klien, berikan minum hangat, tinggikan bagian kepala
tempat tidur.
Intervensi keperawatan yang dapat disusun untuk menyelesaikan
masalah keperawatan gangguan pola tidur pada Ny. S adalah kaji pola
tidur pasien, ciptakan lingkungan tenang, batasi pengunjung, anjurkan
pasien untuk banyak istirahat, anjurkan pasien untuk minum susu hangat.
77
4. Implementasi
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada Ny. S adalah
mengobservasi tanda-tanda vital, mengkaji karateristik nyeri,
memberikan posisi yang nyaman pada klien, mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam, memberikan aromaterapi lavender, berkolaborasi
dengan dokter dalam pemberian analgetik.
Implementasi keperawatan yang dapat disusun untuk
menyelesaikan masalah keperawatan mual pada Ny. S adalah memantau
gejala mual, memantau keadaan umum klien, memberikan minum
hangat, meninggikan bagian kepala tempat tidur.
Implementasi keperawatan yang dapat disusun untuk
menyelesaikan masalah keperawatan gangguan pola tidur pada Ny. S
adalah mengkaji pola tidur pasien, menciptakan lingkungan tenang,
membatasi pengunjung, menganjurkan pasien untuk banyak istirahat,
menganjurkan pasien untuk minum susu hangat.
5. Evaluasi
Subjektif (S): Pasien mengatakan nyeri dari skala berat terkontrol
menjadi ringan (skala 4 menjadi skala 2) Provoking (P) nyeri saat
bergerak, Quality (Q) nyeri sperti ditusuk-tusuk, Region (R) nyeri diulu
hati, Severity (S) skala nyeri 2, Time (T) nyeri hilang timbul. Objektif
(O): pasien tampak rileks TD: 120/80 mmHg. Analisis (A): Masalah
teratasi sebagian dengan kriteria hasil: nyeri berkurang atau hilang, skala
nyeri 1, keadaan umum klien baik tanda-tanda vital dalam batas normal.
78
Planning (P): lanjutkan intervensi : observasi tanda-tanda vital, kaji
karateristik nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam berikan posisi
yang nyaman, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
Evaluasi untuk diagnosa mual yaitu dengan hasil Subjektik (S):
Pasien mengatakan sudah minum air hangat. Objektif (O): Pasien tampak
nyaman. Analisis (A): Masalah tertasi sebagian dengan kriteria hasil :
selera makan membaik, tingkat kenyamanan membaik, dapat
mengendalikan mual, status nutrisi yang adekuat. Planning (P):
Lanjutkan intervensi: pantau keadaan umum klien, berikan minum
hangat, tinggikan bagian kepala tempat tidur, pantau gejala mual.
Evaluasi untuk diagnosa gangguan pola tidur yaitu dengan hasil
Subjektif (S): Pasien mengatakan sudah bisa tidur. Objektif (O): Pasien
tampak rileks. Analisis (A): Masalah teratasi sebagian dengan kriteria
hasil: klien dapat istirahat dan tidur secara normal atau biasa, klien
merasa lebih segar, klien tidak kelihatan lesu, mata tidak cekung dan
kehitaman. Planning (P): Lanjutkan intervensi: kaji pola tidur pasien,
ciptakan lingkungan tenang, anjurkan pasien untuk banyak istirahat,
anjurkan pasien untuk minum susu hangat.
6. Aplikasi pemberian aromaterapi lavender
Didalam pengaplikasian pemberian aromaterapi lavender selama 3
hari pasien mengatakan nyeri perut berkurang dari skala7 nyeri berat
terkontrol menjadi skala 2 yang menandakan nyeri ringan. Sehingga
pemberian aromaterapi lavender efektif dalam menurunkan tingkat nyeri
79
pada pasien gastritis, sesuai hasil penelitian yang ditulis dalam jurnal
oleh Sujatmiko dan Eni Triwiyat (2014).
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan
gastritis, penulis akan memberikan usulan dan masukan positif, khususnya
dibidang keperawatan antara lain:
1. Bagi institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit)
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan
dan mempertahankan hubungan kerjasama yang baik antara tim
kesehatan maupun pasien, diharapkan rumah sakit juga dapat
memberikan informasi lebih tentang pemberian aromaterapi lavender
kepada para perawat sehingga dapat menigkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan pada umumnya dan pasien gastritis kususnya.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab untuk selalu
memperbaruhi pengetahuan serta ketrampilannya, tak lupa selalu
berkoordinasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian asuhan
keperawatan. Pemeberian aromaterapi lavender yang benar juga perlu
diterapkan dalam asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami nyeri
khusunya pada pasien gastritis.
80
3. Pada institusi pendidikan
Diharapkan ada penelitian untuk menyusun artikel ilmiah tentang
pemberian aromaterapi lavender dan diadakan praktek untuk pemeberian
aromaterapi lavender dengan benar sehingga dapat membantu
meningkatkan mutu dalam pembelajaran untuk menghasilkan perawat-
perawat yang lebih profesional, inovatif, terampil dan bermutu dalam
pemberian asuhan keperawatan terutama dalam pemebrian implementasi
pemberian aromaterapi lavender untuk pasien gastritis secara
komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan.
4. Bagi penulis
Setelah melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan
gastritis diharapkan penulis dapat lebih mengetahui cara pemberian
aromaterapi lavender yang baik dan benar terutama pada penyakit
gastritis terutama yang mengalami nyeri dan diharapkan dapat
menambah wawasan dalam menangani masalah keperawatan gastritis.
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo S. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri: Ar-Ruzz Media.
Jogjakarta.
Brunner & Suddart, 2006. Buku Ajar Keperawatan. Medikal Beda. Jakarta: EGC.
Choge A; Saps M, 2009. Envinromental Factors of Abdominal Pain. Pediatric Annals
(Pediatr Ann) 2009. Jul; Vol (7). PP. 398-404.
Dermawan D. 2010. Keperawatan Medikal Bedah: Gosyen Publishing. Yogjakarta.
Iso Indonesia. 2010. Informasi Spesialite Obat. PTISFI. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2009 ( on line )
http:/www.depkes.go.id/ (15 Maret 2015).
Mubarak W. Iqbal. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi
dalam Praktik: Buku kedokteran EGC. Jakarta.
Nanda.2011. Diagnosa Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC
Nanda. 2012. Nanda Nic-Noc. Jakarta : EGC
Ode S. La. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik: Nuha Medika. Yogjakarta.
Potter dan perry. 2005. Fundamental of Nursing, Mosby USA.
Rendi M. Clevo. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam: Nuha
Medika.Yogjakarta.
Sharma, S. (2009). Aroma Terapi. Tangerang: Karisma
Smelzer, s & Bare B. 2002. Buku Ajar Keperawatan. Medikal Bedah Brunner Suddart.
Volume 2 Edisi 8 Jakarta : EGC.
Sholehati T. (2015). Konsep dan Aplikasi relaksasi dalam keperawatan maternitas. PT
Refika Aditama. Bandung.
Sujatmiko. 2014. Pengaruh pemeberian aroma terapai lavender terhadap tingkat nyeri
pada pasien gastritis di ruang dahlia RSUD Nganjuk. Stikes Satriya Bhakti
Nganjuk. (63-64).
Tamsuri (2007, dalam yudistira, 2011. Efektifitas relakasasi terhadap penurunan nyeri.
Cimani : Stikes Jendral Achmad Yani Cimahi.
Tortora GJ, Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12thed.
Hoboken: John Wiley and Sons inc. USA.
Wahyu, A (2011). Maag dan Gangguan Pencernaan. Jakarta : PT Sunda Kepala Pustaka
WHO. 2011. Word health statistits 2011. France. Who library cata logoing-in-
publikation data.
Wolfgang, Steflitsch & Michaela. 2008. Aromatherapie. Springer. Vinna.
Yamada K, Mimakai Y, Sashida Y. Effect Inhaling of the Vapor of Lavandula burnatii
super-Derrived Esensial Oil and Linalool on Plasma Adrenocorticotropin
Hormone (ACTH), Catecholamine and Gonadrotopin Level in Experimental
Menopausal Female Rast. Parmaceutical Societyof Japan 2005: 28(2);378-379.
Yunita, R. (2010) Hubungan Antara Karateristik Responden, Kebiasaan&Makan dan
Minum Serta Pemakaian NSAID dengan Terjadinya Gastritis