kelompok-manpro

Upload: nur-anesi

Post on 14-Apr-2018

220 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    1/21

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    2/21

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    3/21

    UNDANG-UNDANG TENTANG PERTAMBANGAN

    MINERAL DAN BATUBARA

    Diatur dalam

    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    4/21

    POKOK PIKIRAN UNDANG-UNDANG

    NOMOR 4 TAHUN 2009

    1. Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak terbarukan

    dikuasai oleh negara dan pengembangan serta

    pendayagunaannya dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah

    daerah bersama dengan pelaku usaha;

    2. Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan

    usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan,

    maupun masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaanmineral dan batubara berdasarkan izin, yang sejalan dengan

    otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah

    daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing;

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    5/21

    3. Dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan

    otonomi daerah, pengelolaan pertambangan mineral dan

    batubara dilaksanakan berdasarkan prinsip eksternalitas,

    akuntabilitas, dan efisiensi yang melibatkan pemerintahdan pemerintah daerah;

    4. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomidan sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat

    Indonesia;

    LANJUTAN . . . (UU No 4 Th 2009)

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    6/21

    PERBEDAAN DENGAN UNDANG-UNDANG

    NOMOR 11 TAHUN 1967

    No. UU No. 11 tahun 1967 UU No. 4 tahun 2009

    1. Penguasaan bahan galian

    Diselenggarakan olehpemerintah Diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

    Menetapkan Wilayah Pencadangan Negara (WPN) untuk mineral

    dan batubara.

    Mengutamakan kebutuhan mineral dan batubara dalam negeri.

    Data dan informasi adalah milik Pemerintah daerah sertapengelolaan dilaksanakan oleh Pemerintah dan daerah.

    2. Kewenangan Pengelolaan

    Kebijakan dan kepentingan

    pengelolaan bersifat nasional.

    Pemerintah Pusat memegang kewenangan kebijakan dan

    pengelolaan nasional, Pemerintah Provinsi memegang

    kewenangan kebijakan dan pengelolaan regional Kabupaten/Kota

    memegang kewenangan kebijakan dan pengelolaan lokal.

    3. Pengusahaan dan Penggolongan

    Usaha Pertambangan Mineral dan

    Batubara

    Digolongkan ke dalam :bahan galian

    strategis, vital, non strategis dan non

    vital.

    Digolongkan menjadi mineral radioaktif, mineral logam, mineral

    bukan logam dan batuan, dan batubara,

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    7/21

    No. UU No.11 tahun 1967 UU No.4 tahun 2009

    4. Perizinan

    Perizinan dan perjanjian berupa penugasan, Kuasa

    Pertambangan, Surat Ijin Pertambangan Daerah,Surat Izin Pertambangan Rakyat, Kontrak Karya

    (KK)/ Perjanjian Karya Pengusahaan

    Pertambangan Batubara (PKP2B).

    Perijinan terdiri dari Izin Usaha pertambangan (IUP),

    Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Izin UsahaPertambangan Khusus (IUPK)

    5. Tata cara Perizinan

    Tata cara perizinan dilakukan dengan

    permohonan.

    Perizinan dilakukan dengan lelang untuk mineral

    logam dan batubara, sedangkan untuk mineral bukan

    logam dan batuan perijinan dilakukan denganpermohonan wilayah.

    6. Kewajiban Pelaku Usaha

    Kewajiban pelaku usaha perizinan terkait dengan

    keuangan dimana untuk Kuasa Pertambangan

    (KP) sesuai dengan ketentuan peraturan

    perundang-undangan dan KK/PKP2B tetap pada

    saat kontrak ditandatangani, lingkungan,kemitraan, nilai, tambah, data dan pelaporan.

    Pelaku usaha memiliki kewajiban dalam bidang

    keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan

    perundang-udangan, pajak, PNBP, dan bagi hasil dari

    keuntungan bersih sejak berproduksi untuk IUPK,

    dari sisi lingkungan harus memiliki syaratreklamasi/pasca tambang, kewajiban pengembangan

    masyarakat, kewajiban penggunaan teknik

    pertambangan, kewajiban untuk memberikan nilai

    tambah, kewajiban untuk membuat data dan

    pelaporan, dan kewajiban untuk melaksanakan

    kemitraan dan bagi hasil.

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    8/21

    No. UU No.11 tahun 1967 UU No.4 tahun 2009

    7. Penggunaan Lahan

    Dalam penggunaan lahan dilakukan

    pembatasan tanah yang dapat diusahakan.

    Memberikan pembatasan tanah yang dapat diusahakan dan

    sebelum memasuki tahap operasi produksi, pemegang

    IUP/IUPK wajib menyelesaikan hak atas tanah denganpemegang hak.

    8. Pelaku Usaha

    Pelaku usaha merupakan investor

    domestik (KP, Surat Izin Pertambangan

    daerah (SIPD), PKP2B) dan investor asing

    (KK, PKP2B).

    Pelaku usaha pertambangan mineral dan batubara adalah

    pemerintah (untuk bahan radioaktif), badan usaha, koperasi,

    dan perorangan.

    9. Jangka Waktu

    Sedangkan dalam Undang-Undang

    sebelumnya, KP/KK/PKP2B Penyelidikan

    Umum (1+1Tahun), KP/KK/PKP2B

    Eksplorasi (3Tahun + 2 x 1 Tahun),

    KK/PKP2B Studi Kelayakan (1 +

    1Tahun), KK/PKP2B Konstruksi (3

    Tahun), KP/KK/PKP2B Operasi

    Produksi/Eksplotasi termasuk pengolahan

    dan pemurnian serta pemasaran (30 Tahun

    + 2 x 10 tahun).

    Jangka waktu eksplorasi dan eksploitasi :

    a. IUP Eksplorasi mineral logam (8tahun) : Penyelidikan

    umum (1 tahun), Eksplorasi (3 tahun + 2x1 tahun) dan studi

    kelayakan (1+1 tahun)

    b. IUP Eksplorasi Batubara (7 tahun) : Penyelidikan Umum (1

    tahun), Eksplorasi (2 tahun + 2x1 tahun) dan Studi Kelayakam

    (2 tahun)

    c. IUP Operasi Produksi mineral dan Batubara (20 tahun + 2 x

    10 tahun) : konstruksi (3 tahun) dan kegiatan penambangan,

    pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan (20

    tahun).

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    9/21

    No. UU No.11 tahun 1967 UU No.4 tahun 2009

    10. Pengembangan Wilayah dan

    Masyarakat

    Tidak diatur Pengembangan wilayah dan masyarakat merupakan kewajibankeharusan yang dipenuhi oleh pemegang IUP

    11. Pembinaan dan pengawasan

    Pembinaan dan pengawasan sifatnya

    terpusat.

    Pembinaan dan pengawasan terhadap pemegang IUP dan

    IUPK dilakukan oleh menteri, gubernur, bupati/walikota

    sesuai dengan kewenangannya, sedangkan untuk IPRmerupakan tugas Bupati/walikota.

    12. Penyidikan

    Tidak diatur Penyidikan dilakukan dengan menggunakan penyidik polri

    dan PPNS.

    13. Ketentuan Pidana

    Ketentuan pidana diatur tetapi aturan

    tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan

    situsi dan kondisi saat ini, sedangkan

    sanksi pidana /kurungan sangat lunak.

    Ketentuan pidana diatur sesuai dengan situasi dan kondisi

    dengan sanksi yang cukup keras. Apabila pidana dilakukan

    oleh badan Hukum maka sanksi dan denda ditambah 1/3.

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    10/21

    KELEMAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009

    TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    11/21

    1. BATASAN LUASAN MINIMAL WILAYAH EKSPLORASI

    Pembatasan luasan wilayah minimal untuk eksplorasi yang terdapat dalam Pasal 52 ayat(1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 58 ayat (1) dan pasal 61 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2009

    berpotensi menghambat persaingan usaha yang sehat dengan menciptakan hambatan

    masuk ke dalam industri pertambangan mineral dan batubara.

    Pasal-pasal tersebut mengatur tentang batasan minimal dan maksimal untuk IUP Eksplorasi

    yang dibedakan antara mineral logam, mineral non logam, batuan dan batubara. Di

    lapangan tim menemukan bahwa ketentuan untuk luas wilayah minimal tidak

    memperhatikan kondisi geologis dan potensi cadangan mineral di tiap-tiap daerah di seluruh

    wilayah Indonesia dengan cermat.

    Pasal 52 ayat (1) : Pemegang IUP Eksplorasi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit

    5.000 (lima ribu) hektare dan paling banyak 100.000 (seratus ribu) hektare.

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    12/21

    2. KEWAJIBAN DIVESTASI SETELAH 5 (LIMA) TAHUN OPERASI PRODUKSI

    Kewajiban divestasi setelah 5 (lima) tahun operasi produksi sebagaimana tercantum pada

    pasal 112 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2009 juga termasuk kebijakan yang berpotensi

    memberikan hambatan persaingan.

    ketidakjelasan dalam ketentuan divestasi akan mengakibatkan ketidakpastian mereka

    dalam membuat keputusan melakukan investasi oleh asing sesuai UUseharusnyamemperhatikan jenis usaha tambang karena memiliki waktu berbeda-beda untuk

    mencapai Break Event Point (BEP) terkait dengan keuntungan

    Pasal 112 ayat (1) : Setelah 5 (lima) tahun berproduksi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya

    dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham pada Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik

    negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta nasional.

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    13/21

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    14/21

    4. KEWENANGAN PEMERINTAH UNTUK MENETAPKAN JUMLAH PRODUKSI TIAP-

    TIAP KOMODITAS PER TAHUN SETIAP PROVINSI

    Bagi pelaku usaha, kebijakan penetapan besaran produksi tersebut dapatberakibat pada pembatasan terhadap pelaku usaha dalam berproduksi,

    terkait dengan strategi perusahaan untuk melakukan produksi dan

    kontrak-kontrak yang telah dibuat oleh perusahaan tersebut sebelum

    dikeluarkannya kebijakan tersebut.

    Akan tetapi kebijakan ini menjadi bersifat netral terhadap persaingan

    karena mempunyai tujuan untuk menjamin tersedianya mineral dan

    batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber energi untuk

    kebutuhan dalam negeri.

    Pasal 5 ayat (3) : Dalam melaksanakan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

    Pemerintah mempunyai kewenangan untuk menetapkan jumlah produksi tiap-tiap komoditas per tahun

    setiap provinsi

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    15/21

    KELEBIHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

    PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

    1 U d U d N 4 T h 2009 P b Mi l d B b

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    16/21

    1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

    berkembang, seperti demokratisasi, HAM dan lingkungan hidup sehingga sudah tidak

    bertentangan dengan Undang-Undang yang ada, antara lain dengan Undang-Undang

    Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah;

    2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

    telah mengatur distribusi kewenangan yang jelas antara penyelenggaraan kebijakan

    pertambangan umum. Di samping itu juga terdapat mekanisme pemberian sanksi

    terhadap pelaku pelanggaran;

    3. Pemerintah juga dapat menetapkan prioritas nasional seperti Domestic Market

    Obligation (DMO), nilai tambah hasil tambang, Pemerintah divestasi, dan lain-lain;

    4. Bagi pengusaha telah diatur secara mekanisme pengusahaan mulai dari sistem

    pelelangan, luas wilayah, jangka waktu, dan lain-lain;

    5. Masyarakat di sekitar tambang juga dilindungi hak-haknya mulai dari kewajiban

    pengembangan masyarakat dan perlindungan lingkungan.

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    17/21

    METODE EKSPLORASI BERDASARKAN UU NO. 4

    TAHUN 2009

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    18/21

    1. EKSPLORASI, MELIPUTI :

    a. Penyelidikan umum

    Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi

    geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.

    b. Eksplorasi

    Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi

    secara terperinci dan teliti tentang lokasi,bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumberdaya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan

    lingkungan hidup.

    c. Studi kelayakan (pasal 36)

    Studi Kelayakan

    adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperolehinformasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan

    ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak

    lingkungan serta perencanaan pasca tambang.

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    19/21

    2. OPERASI PRODUKSI

    konstruksi

    Penambangan

    pengolahan dan pemurnian

    pengangkutan dan penjualan (pasal 36)

  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    20/21

    3. REKLAMASI LAHAN PASCA PENAMBANGAN.

    Kebijakan reklamasi ditujukan agar pembukaan

    lahan untuk pertambangan seoptimal mungkin, dansetelah digunakan segera dipulihkan fungsilahannya.

    Reklamasi harus dilaksanakan secepatnya sesuaidengan kemajuan tambang. Reklamasi merupakanbagian dari skenario pemanfaatan lahan pascatambang.

    Untuk itu perlu adanya Pengawasan secara

    rutin

    http://e/Data/Marutoklopo/Makalah%20Dirjen/Mklh%20Dirjen%20di%20UGM/Pengawasan%20Tamb.ppthttp://e/Data/Marutoklopo/Makalah%20Dirjen/Mklh%20Dirjen%20di%20UGM/Pengawasan%20Tamb.ppt
  • 7/30/2019 kelompok-manpro

    21/21

    KESIMPULAN UU Tentang Pertambangan mineral dan batubara yang berlaku di Indonesia

    adalah UU No.4 Tahun 2009.

    UU No.4 Tahun 2009 merupakan penyempurnaan dari UU No. 11 Tahun

    1967

    Walaupun merupakan hasil penyempurnaan dari UU sebelumnya UU No.4ini masih memiliki banyak kelemahan seperti batasan luasan explorasi,

    diventasi, regulasi yang tidak netral, dan penetapan jumlah produksi tiap-tiap

    komoditas per tahun.

    Metode explorasi menurut UU No 4 tahun 2009 meliputi : Penyelidikan

    umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.