kbm warna
DESCRIPTION
bahan pewarnaTRANSCRIPT
MAKALAHKIMIA BAHAN MAKANAN
ZAT PEWARNA
OLEH KELOMPOK 7
DWI NICHE H311 12 264
NURHARDIANTI H311 12 265
EGI HEURY P R H311 12 266
RACHMA SURYA M H311 12 267
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2014
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Makanan, tentunya setiap orang yang mendengarnya pun akan tergugah untuk
mencobanya apalagi jika penampilan serta warnanya yang menarik. Warna penting
bagi banyak makanan, baik bagi makanan yang diproses maupun tidak. Warna
memegang peran penting dalam keterterimaan makanan. Selain itu, warna dapat
memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan. Penambahan zat
pewarna pada makanan bertujuan agar makanan lebih menarik. Zat pewarna sendiri
sudah sejak lama dikenal dan digunakan di seluruh dunia.
Di Indonesia, sejak dahulu orang banyak menggunakan pewarna makanan
tradisional yang berasal dari bahan alami, misalnya kunyit untuk warna kuning, daun
suji untuk warna hijau dan daun jambu untuk warna merah. Penggunaan zat pewarna
untuk makanan (baik yang diizinkan maupun dilarang) diatur dalam SK Menteri
Kesehatan RI No. 235/MenKes/Per/VI/79 dan direvisi melalui SK Menteri
Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/VI/88 mengenai bahan tambahan makanan. Zat
pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam industri makanan untuk
meningkatkan daya tarik produk makanan tersebut, sehingga konsumen tergugah
untuk membelinya.
Kemajuan teknologi pangan memungkinkan zat pewarna dibuat secara
sintetis. Dalam jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberi warna yang stabil
pada produk pangan. Dengan demikian produsen bisa menggunakan lebih banyak
pilihan warna untuk menarik perhatian konsumen. Namun biasanya para produsen
lebih memilih untuk menggunakan bahan pewarna sintetis yang bisa menguntungkan
untuk produksi makanannya tanpa memperhatikan bahaya yang ditimbulkan bagi
konsumen jika menggunakan bahan pewarna sintetis. Mungkin bahaya yang
ditimbulkan tidak terasa dalam jangka pendek, tapi jika dikonsumsi terus-menerus
maka efeknya pun akan terasa dalam jangka panjang.
Kenyataannya, kita sebagai konsumen akan sulit membedakan makanan yang
mengandung pewarna alami ataupun pewarna sintetis. Sehingga diperlukan adanya
perhatian lebih mengenai hal tersebut. Bagaimana cara membedakannya, bahayanya
serta cara penggunaan yang tepat dalam makanan. Untuk itulah didalam makalah
tersebut dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan zat pewarna makanan baik
alami ataupun sintetis.
1.2 Tujuan Penulisan
a. Untuk menambah pengetahuan tentang zat pewarna pada makanan.
b. Untuk mengetahui cara identifikasi zat pewarna pada bahan makanan.
c. Untuk mengetahui bahaya zat pewarna pada makanan.
d. Untuk mengetahui kadar takaran penggunaan zat pewarna pada makanan.
1.3 Rumusan Masalah
a. Apa saja jenis-jenis dari zat pewarna ?
b. Apa-apa saja bahaya dari zat pewarna ?
c. Bagaimana cara menganalisa zat warna dalam makanan ?
BAB II
Isi
2.1 Pengertian Zat Pewarna
Zat pewarana makanan adalah zat yang sering digunakan untuk memberikan
efek warna pada makanan sehingga makanan terlihat lebih menarik sehingga
menimbulkan selera orang untuk mencicipinya. Zat pewarna adalah bahan tambahan
makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat
selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak
berwarna agar kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES RI
No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang
dapat memperbaiki atau member warna pada makanan. Warna pada makanan
merupakan indikator kesegaran atau kematangan.
Bahan pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok besar yakni pewarna
alami dan pewarna buatan. Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat
pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri
Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan.
Akan tetapi seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk
sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk
mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena
adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan
tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna
untuk pangan, dan disamping itu harga zat pewarna untuk industry jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan.
2.2 Zat Pewarna Alami
Pewarna alami makanan adalah zat pewarna alami (pigmen) yang diperoleh
dari tumbuhan,hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Biasanya zat pewarna ini
telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat pewarna
sintesis, seperti kunyit sebagai pewarna kuning alami bagi berbagai jenis makanan.
Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, diantaranya
adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, anthosianin, flavonoid, tannin, betalain,
quinon dan xanthon, serta karotenoid.
Tabel 2.1 Sifat-Sifat Bahan AlamiKelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas
Karamel Cokelat Gula
dipanaskan
Air Stabil
Anthosianin Jingga
Merah
Biru
Tanaman Air Peka terhadap
panas dan pH
Flavonoid Tanpa kuning Tanaman Air Stabil terhadap
panas
Leucoantho
sianin
Tidak
berwana
Tanaman Air Stabil terhadap
panas
Tannin Tidak
berwarna
Tanaman Air Stabil terhadap
panas
Batalain Kuning,
merah
Tanaman Air Sensitif
terhadap panas
Quinon Kuning-hitam Tanaman
Bakteria lumut
Air Stabil terhadap
panas
Xanthon Kuning Tanaman Air Stabil terhadap
panas
Karotenoid Tanpa
kuning-merah
Tanama/hewan Lipida Stabil terhadap
panas
Klorofil Hijau, cokelat Tanaman Lipida dan Sensitif
air terhadap panas
Heme Merah,
cokelat
Hewan Air Sensitif
terhadap panas
Sumber: Tranggono, dkk., (1989)
2. 3 Zat Pewarna Sintetis
Pewarna buatan adalah pewarna yang dihasilkan dari proses sintesis melalui
rekayasa kimiawi. Pewarna buatan terbuat dari bahan kimia seperti tartazin untuk
warna kuning, bliliant blue untuk warna biru, alurared untuk warna merah. Pewarna
buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang
mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami
melalui ekstraksi secara kimiawi.
Pewarna sintetis adalah zat warna yang mengandung bahan kimia yang
biasanya digunakan didalam makanan untuk mewarnai makanan.Pewarna sintetis ini
mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai
kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil, dan biasanya lebih
murah.
Dineraga maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui prosedur pengujian
sebelum dapat digunakan sebagai pewarna pangan. Zat pewarna yang diizinkan
penggunaannya dalam pangan disebut permitted color atau certified color. Zat warna
yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya, yang
disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi penguji kimia, biokimia,
toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut.
Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen
tidak boleh lebih dari 0,0004 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001,
sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada. Di Indonesia, peraturan mengenai
penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diluar melaui SK
Mentweri Kesehatan RI Nomor 722/MenKes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan
pangan.
Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk
sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk
pewarna bahan pangan. Hal ini jelas snagat berbahaya bagi kesehatan karena adanya
residu logam berat pada zat pewarna tesebut. Timbul penyalahgunaan tersebut antara
lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan,
dan di samping itu harga zat pewarna untuk pangan.
Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintesis yang Diizikan di Indonesia
PewarnaNomor Indeks
Warna (C.I.No)
Batas Maksimum
Penggunaan
Amaran
Biru berlian
Eritrosin
Hijau FCF
Hijau S.
Indigotin
Ponceau 4R
Kuning
Kuinelin
Kuning FCF
Amaranth: CI
Food Red 9
Briliant blue
FCF : CI
Food red 2
Erithrosin : CI
Food red 14
Fast green
FCF : CI
Food green 3
Green S : CI.
Food
Green 4
Indigotin : CI.
Food
Blue I
Ponceau 4R :
CI
16185
42090
45430
42053
44090
73015
16255
74005
15980
-
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
Riboflavina
Tratrazine
Food red 7
Quinelin yellow
CI. Food
yellow 13
Sunset yellow
FCF CI. Food
yellow 3
Riboflavina
Tratrazine
19140 Secukupnya
Sumber: Peraturan MenKes RI, Nomor 722/MenKes/Per/IX/88
Beberapa pedagang karena ketidaktahuannya telah menggunakan beberapa
bahan pewarna yang dilarang digunakan untuk pangan seperti Rhodamin B, Methanyl
Yellow, dan Amaranth.
Tabel 2.3 Bahan Pewarna Sintesis yang Dilarang di Indonesia
Bahan PewarnaNomor Indeks
Warna (C.I.No)
Citrus red No.2
Ponceau 3 R
Ponceau SX
Rhodamine B
Guinea Green B
Magenta
Chrysoidine
Butter Yellow
Sudan I
Methanil Yellow
Auramine
(Red G)
(Food Red No.1)
(Food Red No.5)
(Acid Green No.3)
(Basic Violet No.14)
(Basic Orange No.2)
(Solveent yellow No.2)
(Food yellow No.2)
(Food yellow No.14)
(Ext. D & C Yellow No.1)
12156
16155
14700
45170
42085
42510
11270
11020
12055
13065
41000
Oil Oranges SS
Oil Oranges XO
Oil Yellow AB
Oil Yellow OB
(Basic Yellow No.2)
(Solveent Orange No. 7)
(Solveent Orange No. 5)
(Solveent Orange No. 6)
12100
12140
11380
11390
Sumber: Peraturan MenKes RI, No. 722/Menkes/Per/IX/88
Menurut Joint FAC/WHO Expert Committe on Food Additives (JECFA) zat
pewarna buatan dapat digolongkan dalam beberapa kelas berdasarkan rumus
kimianya, yaitu azo, triarilmetana, quinolin, xanten, dan indigoid. Sedangkan
berdasarkan kelarutannya dikenal dua macam pewarna buatan, yaitu dyes dan lakes.
Kelas azo merupakan zat warna sintesis yang paling banyak jeniasnya dan
mencakup warna kuning, merah, ungu, dan cokealt, sedangkan kelas triarilmetana
yang mencakup warna biru dan hijau.
Kelas azo terdiri dari:
- Mono azo R – N=N – R1
- Biazo R – N=N – R1 – N=N – R2
R1 dan R2 adalah gugus aromatik (untuk tartazim ringpirazoion).
Sedangkan kelas triarilmentana mengandung gugs M dan M1 berupa gugus
aliftik atau benzil dan R adalah ring aromatis yang mengandung muatan negatif yang
dapat memungkinkan pembentukan garamnya. Kelarutan dalam air dihasilkan
dengan masuknya gugus –SO3 (atau gugus –COONa untuk eritrosin) pada saat proses
sinpengujianya.
Zat warna yang termasuk golongan dyes telah melalui prosedur sertifikasi
yang ditetapkan oleh US-FDA. Sedangkan zat pewarna lakes yang hanya terdiri dari
satu warna, tidak merupakan warna campuran, juga harus mendapatkan sertifikat.
2.4 Efek Terhadap Kesehatan
Bahan pewarna sintesis yang telah dihasilkan oleh para ahli kimia berasal dari
coal-tar yang jumlahnya ratusan. Pewarna buatan sangat disenangi oleh para ahli
teknologi utuk perawatan barang-barang industri, baik untuk industri pangan maupu
untuk industri nonpangan. Meskipun sebenarnya beberapa pewarna tersebut bersifat
toksik.
Bahan pewarna sintesis coal-tar dyes dibagi menjadi dua golongan, yaitu
a. Diizikan penggunaannya dalam pembuatan pangan acid dyes (bahan pewarna
sintesis asam), larut dalam air bahan pewarna pangan sintesis yang larut dalam
minyak.
b. Tidak diizinkan penggunaannya dalam pembuatan bahan pangan:
- Acid dyes (bahan pewarna pangan sintesis asam) yang larut dalam air.
- Bacis dyes (bahan pewarna pangan sintesis basa) yang larut dalam air.
- Bahan pewarna pangan sintesis yang larut dalam minyak.
Pemakaian bahan pewarna pangan sintesis dalam pangan walaupun
mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dalam
membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan mengembalikan
warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat
pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberi
dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Beberapa hal yang mungkin memberi
dampak negatif tersebut terjadi bila:
a. Bahan pewarna sintesis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang.
b. Bahan pewarna sintsis dimakan dalm jangka waktu lama.
c. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, mutu pangan
sehari-hari dan keadaan fisik.
d. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna sintesis
secara berlebihan.
e. Penyimpanan bahan pewarna sintesis oleh pedagang bahan kimia yang tidak
memenuhi persyaratan.
2.5 Analisis Bahan Pewarna
2.5.1 Uji kualitatif
A. Metode kromatografi kertas menggunakan benang wol
a. Prinsip
Penyerapan zat contoh benang wol dalam suasana asam dengan pemanasan,
dilanjutkan dengan pelarutan benang wol yang telah berwarna. Larutan zat warna
dalam amonia yang telah dipekatkan di identifikasi secara kromatografi kertas
dengan zat warna makanan sebagai standar.
b. Peralatan
Gelas piala 10 ml, 100 ml, 250 ml.
Pengaduk kaca
Kertas saring
Bejana kromatografi
Penangas air
Benang wol bebas lemak
Kertas saring biasa
Kertas saring Whatman no. 1
c. Pereaksi
Asam asetat glasial p.a
Larutan asam asetat 6 %
Amonia NH4OH2, B.j : 0.88
Larutan standar zat pewarna makanan
Larutan elusi (pilih salah satu) :
a) campuran perbandingan volume n-butanol: asam asetat glasial: air = 4:5:1
b) larutan NaCl 2% dalam alkohol 50%
c) campuran perbandinfan volume iso butanol: etajol: air 3:2:2
d) etil metil keton: asetat: air = 7:3:3
e) n-butanol:asam asetat glasial: air= 4:2:2,4
f) fenol: air = 4:1
g) etil metil keton : asetat: piridin: air= 11:5:4
d. Cara kerja
1. Persiapan benang wol bebas lemak
ekstrak atau rendam benang wol dengan eter atau petroleum
2. Penarikan warna dengan benang wol
a) Minuman tak beralkohol (misalnya mimuman ringan)
Minuman tak beralkohol umumnya sudah bereaksi asam, hingga dapat
langsung dilakukan penarikan zat warna dengan benang wol. jika reaksinya tidak
asam, harus di asamkan sedikit dengan penambahan asam asetat atau kalium
hidrogen sulfat (KHSO4). Contoh yang diperiksa 30-50 mL.
b) Minuman beralkohol (misalnya anggur)
Didihkan dahulu untuk menghilangkan alkoholnya. Lalu periksa
keasamannya. jika perlu asamkan dengan asam asetat atau kalium hidrogen sulfat
dahulu, sebelum zat warnanya ditarik dengam benang wol. Contoh yang diperiksa
30-50 mL.
c) Makanan yang larut (misalnya selai, kembang gula, gula serbuk)
Larutkan dalam air, lalu periksa keasamannya. Jika perlu, asamkan dengan
asam asetat atau kalium hidrogen sulfat contoh yang di periksa 30-50 gram.
d) Makanan dengan komponen utama pati (misalnya roti, biskuit, kue kue"custard
powder", golden rising powder).
Geruslah 10 g contoh hingga rata dengan penambahan 50 mL larutan
amonia 2% di dalan etanol 70%. Biarkan untuk beberapa lama, lalu aduk. Uapkan
diatas pemanas. Larutkan residu dalam air yang telah ditambah sedikit asam asetat.
Tarik zat warna dengam benang wol.
e) Manisan buah-buahan
Lakukan seperti petunjuk dengan komponen utama pati
f) Makanan yang mengandung banyak lemak (misal sosis, daging, terasi ikan)
1) Sossis
Campurkan baik-baik 20 gram contoh yang telah dihaluskan dengan 14 mL
air, 25 mL etanol dan 1 mL amonia Bj 0,88. biarkan selama 30 menit, saring lalu
pekatkan cairannya.
2) Terasi ikan
Campur baik-baik 20 gram contoh dengan 6 mL air, 20 mL aseton dan 1 tetes
amonia Bj 0,88 aduk, dan uapkan asetonnya di atas penangas air hilangkan lemak
dengan petroleum benzen.
g) Masukkan benang wol secukupnya ke dalam contoh yang telah di persiapkan tadi.
Panaskan di atas api sambil diaduk-aduk selama 10 menit . ambil benang wol cuci
berulang-ulang dengan air hingga bersih.
h) Masukkan benang wol ke dalam gelas piala 100 mL. Tambahkan larutan amonia
encer. Panaskan diatas pebangas air hingga zat warna pada benang wol luntur.
Ambil benang wolnya, saring larutan berwarna tersebut dan pekatkan di atas
penangas air.
i) Pekatan ditotolkan pada kertas kromatografi, juga totolkan zat warna pembanding
yang cocok (maksudnya : jika larutan pekatan berwarna merah gunakan zat warna
pembanding merah).
j) Masukkan kertas tersebut ke dalam bejana kromatografi yang terlebih dahulu di
jenuhkan dengan uap elusi.
k) Bandingkan Rf bercak contoh dengan Rf bercak standar.
Catatan:
1) Zat warna yang larut dalam minyak akan memberi warna pada pelarut organik.
Kalau ada kesukaran maka gunakan larutan 50-90% aseton atau alkohol yang
mengandung 2% amonia yang sedikit dihangatkan (dalam hal ini pati akan
mengendap). Pelarut organik harus dihilangkan dahulu sebelum diasamkan.
2) Jarak rambat elusi =12 cm, penotolan 2 cm dari tepi bawah kertas
3) Untuk warna merah yang sukar dibebaskan dari benang wol dengan larutan
amonia, gunakan pelarut alkohol 50% sebagai pengganti amonia. Totolkan contoh
dengan eluen c. Bila Rf = 1 berarti bahwa zat warna tersebut adalah rhomadin b.
B. Metode menggunakan kolom poliamida
1. Metode I
a. Prinsip
Penyerapan zat warna contoh oleh poliamida dilanjutkan dnegan pelarutan zat
warna yang telah bebas dari pengotor dalam NaOH metanolat. Pada pH tertentu dan
setelah pekatan, pembandingan zat warna contoh dengan zat warna standar dilakukan
secara kromatografi kertas.
b. Peralatan
Kolom Kromatografi
Gelas ukur
Buchi rotavapor atau yang
sejenisnya
Bejana kromatografi
Pemanas listrik
Batang pengaduk
Kertas saring
Kertas saring Whatman no.1
c. Pereaksi
Aseton
NaOH meranolat
Larutan standar zat warna
Larutan elusi
Larutan asam asetat metanolat
d. Cara kerja
a) Contoh cairan
Ambil 25 ml contoh, masukkan ke dalam kolom poliamida sepanjang 2 cm.
Cuci zat pewarna yang terserap dengan 5 ml aseton sebanyak 5 kali dan kemudian
tuangkan air panas 5 ml sebanyak 5 kali umtuk menghilangkan pengotor, yaitu gula,
asam dan sebagainya. Elusi dengan 20 ml NaOH metanolat untuk melepas zat
pewarna. Atur pH larutan yang diperoleh menjadi 5-6 dengan cara menanambahkan
larutan asam asetat metanolat. Uapkan larutan metanolat dengan alat Buchi rotavapor
menjadi 1 ml. Selanjutnya lakukan cara seperti cara kerja metode kromatografi
dengan benang wol 2 butir i dan seterusnya.
b) Contoh padatan atau pasta
Timbang 10 gram contoh, larutkan dalam 25 mL air panas lalu lakukan
seperti cara a).
2. Metode II
a. Prinsip
Penyerapan zat warna oleh poliamida, dilanjutkan dengan pelarutan zat warna
denfan NaOH metanol. pada pH tertentu dan setelah pekatan, pembandingan zat
warna cotoh dengan zat warna standar dilakukan secara kromatografi.
b. Pereaksi
Serbuk poliamida
Metanol NaOH: Larutkan 1 g NaOH dalam metanol 70 % encerkan sampai 1 L
Metanol- asam asetat : campurkan 100mL metanol dengan 100 mL asam asetat
glasial.
Karboksi metil CM selulosa
Whatman ion exchange cellulosa CM 22
Metanol amonia : campurkan 95 mL metanol denfan 5 mL amonia (Bj 0.88)
Cellite 545
c. Cara kerja
a) Makanan yang larut atau sedikit larut dengan air
1) Hangatkan sejumlah contoh lebih kurang 5 gram dengan air. Asamkan dengan
beberapa tetes asam asetat, kemudian saring dengan glass wool.
2) Kocok saringan beberapa kali dengan 1 g poliamida bila supernatan masih
berwarna tambahkan lagi 0,5 g poliamida.
3) Masukkan poliamida ke dalam tahung mikro 15 x 150 mm, dengan ukuran
bagian bawah 3 x 100 mm.
4) Tutup bagian bawah tabung dengan glass wool dan biarkan cairan menetes.
5) Elusi poliamida dengan 10 mL air panas sebanyak 6 kali dan 5 mL aseton
sebanyak 3 kali sekali-sekali, agitasi poliamida dengan pengaduk. Aseton akan
menghilangkan warna yang bersifat basa sedangkan warna sintetik yang
bersifat asam akan tertinggal dan terserap poliamida bersama zat warna alam
tertentu.
6) Elusi poliamida dengan 5 mL metanol NaOH sebanyak 2 kali. Eluen
ditampung dan diatur pHnya menjadi 5-6 dengan penambahan metanol-asam
asetat. Tambahkan 10 mL air dan 0,5 g poliamida dan masukkan ke dalam
tabung mikro yang lain. Poliamida di cuci dengan air panas sampai air yang
keluar dari tabung mempunyai pH sama dengan air .
7) elusi dengan 10 mL larutan metanol NaOH dan eluen diasamkan dengan asam
asetat, kemudian uapkan dan kerjakan seperti pada cara kerja metode
kromatografi dengan benang wol 2 butir i dan seterusnya.
8) Untuk zat yang bersifat basa, pindahkan ke dalam tabung mikro yang
mengandung 1 g Cation exchange resin, biarkan beberapa menit dan elusi
dengan 5 mL air panas sebanyak 5 kali. Kemudian elusi dengan 3 bagian
metanol asam asetat sebanyak 2 kali, eluen dipekatkan dan dikerjakan seperti
pada cara kerja metode kromatografi dengan benang wol 2 butir i dan
seterusnya.
b) Makanan berpati
1) Aduk 10 g contoh dengan 50 mL metanol amonia, biarkan pati mengendap dan
saring demgan wol gelas
2) saringan diatur pH-nya menjadi 5-6 dengan asam asetat, encerkan dengan air
dan tambahkan 1 g poliamida.
3) selanjutnya kerjakan pada bagian cara kerja metode kromatografi dengan
benang wol 2 butir i dan seterusnya dan cara kerja metode kolom poliamida
metode II a.5.
c) Makanan berlemak
1) haluskan 10 g dengan 3 g pasir yang telah dicuci dengan asam, 7 g celite dan
20 mL aseton dalam lumpang.
2) tuangkan cairannya dan ekstrak lemak dengan aseton beberapa kali bila perlu
gunakan aseton ini sepertu pada cara kerja metode kolom poliamida metode II
a.5.
3) sisa cintoh dalam lumpang dimasukkan ke dalam tabung mikro kromatografi,
elusi dengan 5 mL metanol amonia sebanyak 2 kali untuk membebaskan zat
sebanyak warna .
4) encerkan eluen dengan 40 mL air dan atur pH menjadi 5-6 dengan asam asetat,
kemudian tambahkan 1g poliamida.
5) kerjakan selanjutnaya seperti pada cara kerja metode kolom poliamida metode
II a.5 dan cara kerja metode kromatografi dengan benang wol 2 butir i.
C. Metode TLC scanner
a. Prinsip
Sinar yang melalui bercak pada panjang gelombang tertentu akan diubah oleh
detektor mrnjadi sinyal listrik dan dicatat oleh rekorder sebagai puncak-puncak
tertentu. Dengan bantuan kalibrasi standar kandungan zat warna dapat ditetapkan.
b. Peralatan
TLC scanner
c. Pereaksi
Asam asetat glasial p.a
Larutan asam asetat 6 %
Amonia NH4OH2, B.j : 0.88
Larutan standar zat pewarna makanan
Larutan elusi (pilih salah satu) :
h) campuran perbandingan volume n-butanol: asam asetat glasial: air = 4:5:1
i) larutan NaCl 2% dalam alkohol 50%
j) campuran perbandinfan volume iso butanol: etajol: air 3:2:2
k) etil metil keton: asetat: air = 7:3:3
l) n-butanol:asam asetat glasial: air= 4:2:2,4
m) fenol: air = 4:1
n) etil metil keton : asetat: piridin: air= 11:5:4
d. Cara kerja
a) Scan bercak yang terjadi pada kertas kromatografi dengan menggunakan TLC
scanner dalam kondisi tertentu.
b) Luas puncak yang diperoleh diubah menjadi konsentrasi dengan kalibrasi
standar.
Catatan:
Untuk tujuan kuantitaif penimbangan/pengukuran contoh harus teliti dan penotolan
contoh pada kertas harus tepat jumlahnya. Banyaknya penotolan umumnya 2 ml.
2.5.2 Uji Kuantitatif
A. Penetapan Kadar Zat Pewarna
a. Prinsip
Prinsip pemeriksaan ini adalah melihat kadar zat pewarna yang terdapat pada
sampel. Kadar pewarna yang digunakan dapat diketahui melalui metode gravimetri
dengan melakukan penimbangan terhadap benang wool sebelum dan sesudah
perlakuan.
b. Alat dan Bahan
Oven
Gelas ukur
Beaker glass 250 ml
Timbangan listrik
Glass plate
Benang wool
n-Hexana
Selai roti
KHSO 10%
Air bersih
c. Cara Kerja
1. Pada selai roti.
a. Benang wool ( + 20 cm) dicuci dengan n-Hexana, lalu dikeringkan dalam oven
dan didinginkan dalam desikator dan timbang (berat a).
b. 10 gr sampel selai roti dimasukkan kedalam gelas ukur dan ditambah 10 mL
larutan KHSO 10% dan air bersih 200 cc.
c. Dimasukkan benang wool yang sudah ditimbang ke dalam larutan sampel lalu
dididihkan selama 30 menit.
d. Benang wool diangkat dan dicuci dengan air yang mengalir.
e. Benang wool dikeringkan selama 60 menit dan di oven dan ditimbang kembali
(berat b).
f. Hitung selisih berat benang wool sebelum dan sesudah perlakuan, itulah
sebagai kadar zat warna.
d. Perhitungan Kadar Zat Warna
Kadar zat pewarna =
b - aberat sampel
Ket : a = berat benang wool sebelum perlakuan
b = berat benang wool sesudah perlakuan
DAFTAR PUSTAKA
Azimah, N., 2014, Analisis Pewarna Sintesis pada Bahan Makanan (online), http://naynutrisi.blogspot.com/2014/01/analisis-pewarna-sintetis-pada-bahan.html, diakses pada tanggal 05 November 2014 pukul 22.09 WITA.
Azizahwati, Kurniadi, M., dan Hidayati, H., 2007, Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang untuk Makanan yang Beredar di Pasaran, Majalah Ilmu Kefarmasian, 4(1): 7-25.
Virtayanti, I.A, 2012, Zat Warna(online), http://irmachemistry.blogspot.com/ 2012/12/kimia-bahan-makanan.html, diakses pada tanggal 05 November 2014 pukul 22.18 WITA.