kasus poag, presbiop
DESCRIPTION
POAG dan KatarakTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
“ODS GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA”
“ODS PRESBIOPIA”
“ODS KATARAK IMATUR”
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata
RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang
Pembimbing :
dr. Dwidjo Pratiknjo, SpMdr. Hari Trilunggono, SpM
Disusun Oleh :
Hudza Rabbani 141.0211.034
Mentari 141.0211.012
Melinda Veronica 141.0211.017
Maulana Wasis 141.0211.036
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2015
LAPORAN KASUS
“ODS GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA”
“ODS PRESBIOPIA”
“ODS KATARAK IMATUR”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan melengkapi Salah Satu SyaratDalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit MataRumah Sakit Tentara Dr. Soedjono Magelang
Disusun Oleh :
Hudza Rabbani 141.0211.034
Mentari 141.0211.012
Melinda Veronica 141.0211.017
Maulana Wasis 141.0211.036
Mengetahui dan Menyetujui,
Pembimbing,
( dr. Dwijo Pratiknjo, Sp.M) (dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M)
2
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, dan tidak lupa sholawat dan salam yang senantiasa tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW dan kelurganya serta sahabat-sahabatnya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan refleksi kasus dengan judul “OD GLAUKOMA PRIMER
SUDUT TERBUKA ET ODS PRESBIOPIA ET KATARAK IMATUR”
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu
Penyakit Mata Rumah Sakit Tk. II Dr. Soedjono periode 26 November – 26 Desember
2015. Secara umum makalah ini menjelaskan mengenai perjalanan penyakit seorang
pasien sejak awal masuk rumah sakit hingga akhir masa perawatan di rumah sakit,
dijelaskan pula proses penegakkan diagnosis hingga terapi yang diberikan kepada
pasien tersebut.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Sebagai
penghargaan, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Tn.R., atas kesediaannya menjadi pasien yang saya angkat menjadi
laporan kasus, kepada dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M dan dr. Hari Trilunggono, Sp.M
selaku pembimbing dalam penyusunan makalah ini, paramedik serta seluruh staf di
SMF Ilmu Penyakit Mata dan semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan
makalah ini, serta kepada teman – teman yang selalu ada untuk berbagi dalam berbagai
hal.
Kami sebagai penulis menyadari sepenuhnya berbagai kekurangan yang masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bertujuan untuk
membangun dan mengembangkan makalah ini kami terima dengan lapang dada dan
senang hati.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta, Desember 2015
Penulis
3
BAB I
TUTORIAL KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Umur : 73 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan TNI
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Alamat : Bandongan
Tanggal Datang : 3 Desember 2015
Jam Datang : 11.00 WIB
No. RM : 03.11.88
2. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada Selasa, 3 Desember 2015 jam 11.10 WIB.
2.1. Keluhan Utama
Pandangan mata kanan dan kiri kabur
2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RST Magelang dengan keluhan penglihatan
mata kanan dan kiri terasa kabur. Awalnya keluhan mulai terjadi pada mata
kanan terlebih dahulu sekitar 3 tahun lalu. Kemudian sekitar 1 tahun lalu timbul
pandangan kabur pada mata kiri. Pandangan kabur ini terjadi secara perlahan-
lahan dan semakin lama semakin memburuk
Pasien mengeluhkan sering tersandung, sering menabrak kursi dan meja
saat berjalan. Disertai melihat pelangi saat melihat cahaya lampu sejak 3 tahun
lalu Nyeri hebat pada mata disangkal, nyeri hingga membuat mual dan muntah
disangkal, mata merah disangkal.Pasien juga mengaku lebih nyaman jika
melihat pada malam hari dibandingkan siang hari. Pasien mengaku sudah
menggunakan kaca mata baca sejak usia 45 tahun dikarenakan sulit untuk
4
membaca koran, namun kurang lebih 1 tahun belakangan ini pasien lebih
nyaman membaca tanpa kaca mata.
2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit kencing manis, trauma pada mata seperti terbentur
benda tumpul atau benda tajam, mata merah, nyeri kepala mendadak, darah
tinggi disangkal
2.4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga dengan keluhan serupa, penyakit kencing manis, darah
tinggi disangkal
2.5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan pensiunan TNI, dan datang menggunakan BPJS. Kesan
ekonomi pasien adalah cukup.
2.6. Riwayat Pengobatan
Pasien melakukan kontrol rutin ke Poli Mata RST dr.Soedjono ±1 bulan sekali,
atau setiap obat habis. Obat yang digunakan oleh pasien antara lain : Timolol,
Azetazolamid tab, Catarlens (CaCl2 anhidrat, kalium iodida, natrium tiosulfat, fenil
merkuri nitrat) dan Pilocarpine.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada Kamis, 3 Desember 2015, jam 11.10 WIB.
3.1. KEADAAN UMUM DAN TANDA VITAL
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 62x/menit
RR : 21x/menit
Suhu : 36,5oC
5
3.2. STATUS OPHTHALMICUS
No Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister1 Visus 1/300 NC 6/15 NC
2 Bulbus okuli• Gerak bola mata• Enoftalmus• Eksoftalmus• Strabismus
Baik ke segala arah---
Baik ke segala arah---
3 Suprasilia Normal Normal
4 Palpebra Superior :• Vulnus laceratum• Edema• Hematom• Hiperemia• Entropion• Ektropion• Silia• Ptosis
------
Trikiasis ( - )-
------
Trikiasis ( - )-
5 Palpebra Inferior :• Massa• Hematom• Hiperemia• Entropion• Ektropion• Silia
-----
Trikiasis ( - )
-----
Trikiasis ( - )6 Konjungtiva :
• Hiperemi• Injeksi konjungtiva• Injeksi siliar• Sekret
----
----
7 Kornea :• Kejernihan• Infiltrat• Keratik presipitat• Ulkus• Sikatrik• Flouresin Test• Fistel Test
Jernih----
Tidak dilakukanPemeriksaan
Tidak dilakukanPemeriksaan
Jernih ----
Tidak dilakukanPemeriksaan
Tidak dilakukanPemeriksaan
8 COA :• Kedalaman• Hifema• Hipopion• Efek tyndall
Dalam---
Dalam ---
6
Add S+ 3,00 tidak terbaca
9 Iris :• Kripta• Edema• Sinekia• Atrofi
+---
+---
10 Pupil :• Bentuk• Diameter• Reflek pupil• Sinekia
Bulat±3mm
+ (melambat)Tidak ditemukan
Bulat±3mm
+(melambat)Tidak ditemukan
11 Lensa:• Kejernihan• Iris shadow
Keruh +
Keruh+
12
13
Fundus Refleks
Funduskopi- Papil N.II
Bentuk Batas Warna CD RatioMyopic cresent
- Vasa Warna Ratio AVCrossing sign Medialisasi Ekskavasasi
- Macula luteaRefleks Edeme Perdarahan
- Retina Robekan Neovaskularisasi Fundus tigroid Cotton Wool Patch
Agak Suram
Bulat Tegas
Kuning kemerahan 0,8
Tidak ditemukan
Merah2:3-++
+--
----
Agak SUram
Bulat Tegas
Kuning kemerahan 0,6
Tidak ditemukan
Merah 2:3-++
+--
----
14 TIO Meningkat Meningkat
7
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Tonometri Schiotz
- Tonometri Non Kontak
- Gonioskopi
- Kampimetri
5. DIAGNOSIS BANDING
ODS POAG
Ditegakan karena dari anamnesis didapatkan keluhan pandangan mata kanan dan kiri kabur. Terdapat lapang pandang menyempit pada mata kanan terjadi secara perlahan-lahan, disertai hanya bisa melihat arah datang cahayanya saja. Pasien mengeluhkan saat melihat cahaya lampu terdapat pelangi, selain itu terdapat refleks pupil yang melambat, ditemukan peningkatan CD Ratio (0,8), medialisasi, ekskavasasi, dan TIO meningkat.
ODS KATARAK IMATUR Ditegakan karena dari anamnesis pasien mengeluh penglihatan mata kanan dan kiri kabur, pada pemeriksaan visus terdapat penurunan, dan tampak pada lensa mata kanan dan kiri agak keruh dengan iris shadow (+). Pasien merasa lebih nyaman melihat dimalam hari dibandingkan siang hari. Fundus refleks agak suram
OD KATARAK MATUR Disingkirkan karena dari pemeriksaan, karena tampak lensa mata kanan dan kiri keruh dengan iris shadow (+) sedangkan pada katarak matur iris shadow ( - ), dan lensa keruh sepenuhnya.
ODS KATARAK AKIBAT TRAUMA
Disingkirkan karena dari hasil anamnesis tidak ditemukan riwayat adanya trauma pada mata
ODS KATARAK KOMPLIKATA
8
Disingkirkan karena dari hasil anamnesis pasien tidak ada keturunan penyakit gula diabetes melitus (DM) atau sedang mengalami diabetes melitus, tidak ada riwayat trauma atau penggunaan obat dalam jangka waktu lama
ODS PRESBIOPIADipertahankan karena dari anamnesa, dipertahankan karena usia pasien lebih dari 40 tahun. Pasien sudah menggunakan kacamata baca sejak berusia 45 tahun.
ODS HIPERMETROPIA
Disingkirkan karena hanya mengeluh kabur bila melihat jauh. Dari pemeriksaan
tidak didapatkan perbaikan bila menggunakan sferis positif untuk melihat jauh.
6. DIAGNOSIS KERJA
ODS POAG
ODS KATARAK IMATUR
ODS PRESBIOPIA
7. TERAPI
Terapi POAG
Terapi Medikamentosa
Topikal = Timolol maleat 0,5% 2 x 1 tetes / hari ODS,
Oral = Azetazolamid 250 mg 1 x 1 tablet / hari
Parenteral = Tidak diberikan
Operatif = Tidak dilakukan
(Usulan) Iridektomi, Trabekulektomi, Trabekulotomi.
Terapi Non Medikamentosa
-
Terapi Presbiopia
Terapi Medikamentosa
Topikal = Tidak diberikan
Oral = Tidak diberikan
Parenteral = Tidak diberikan
Operatif = Tidak diberikan
Terapi Non Medikamentosa
9
Pemberian kacamata untuk pasien presbiopia sesuai dengan usia (dilakukan
koreksi dengan lensa Add S+3.00).
Terapi Katarak Imatur
Terapi Medikamentosa
Topikal = Catarlens ( CaCl2 anhidrat, kalium iodida, natrium tiosulfat, fenil
merkuri nitrat ) 3 x 1 tetes sehari atau
Pirenoxine 0,005% 3 x 1 tetes sehari
Oral = -
Parenteral = Tidak diberikan
Operatif = Tidak dilakukan
(Usulan) EKEK + IOL, Phacoemulsifikasi, dan SICS.
Terapi Non Medikamentosa
Tidak diberikan
8. EDUKASI
POAG
- Menjelaskan kepada pasien bahwa penglihatan sudah tidak bisa kembali seperti
sedia kala
- Pengobatan yang diberikan hanya untuk mengurangi tekanan bola mata yang
tinggi dan mencegah kerusakan lebih lanjut
- Menjaga kesehatan mata kiri, dengan cara kontrol rutin agar mencegah
perburukan gejala
- Penyakit ini tidak nyata di pengaruhi oleh emosi
- Olahraga dapat merendahkan tekanan bola mata sedikit
- Minum tidak boleh sekaligus banyak, karena dapat menaikan tekanan bola mata
- Tekanan darah naik cepat akan menaikan tekanan bola mata
- Tekanan darah tinggi lama bila diturunkan dengan cepat akan mengakibatkan
bertambah terancamnya saraf mata oleh tekanan bola mata
10
Katarak Imatur
- Menjelaskan bahwa visusnya berkurang disebabkan karena daya akomodasi
mata yang melemah dan adanya kekeruhan pada lensa mata pasien
- Memberi penjelasan bahwa kekeruhan yang ada pada lensa semakin lama akan
semakin berat seiring berjalannya waktu, sehingga penurunan visus dapat terus
terjadi
- Menjelaskan bahwa obat-obatan yang diberikan hanya untuk mengurangi gejala-
gejala yang ada tanpa membantu dalam perbaikan penglihatan kembali, untuk
membantu dalam perbaikan penglihatan, cara yang dapat dilakukan adalah
dengan operasi
- Karena kekeruhan masih tipis sehingga operasi belum diperlukan, lakukan
motivasi terhadap pasien untuk observasi dan kontrol kembali ke dokter mata 1
bulan mendatang
- Mengingatkan pasien untuk memperhatikan sumber pencahayaan saat membaca,
terutama pada malam hari
- Kontrol visus secara berkala setiap tahun
- Pada pasien dengan katarak imatur dapat dilakukan operasi dengan
phacoemulsifikasi namun bila pasien menolak, dapat disarankan untuk
menunggu hingga katarak ‘matang’ dan dilakukan operasi EKEK
- Pasien harus waspada dan segera berobat bila melihat pelangi saat memandang
lampu atau cahaya karena hal tersebut merupakan salah satu tanda bahwa
penyakit katarak yang diderita bertambah buruk.
Presbiopia
- Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang dialami salah satunya
disebabkan oleh melemahnya otot mata karena usia tua
- Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang terjadi dapat diperbaiki
dengan kaca mata baca
- Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang terjadi dapat terjadi
perubahan terus sehingga pasien harus sering kontrol dan menyesuaikan ukuran
kaca mata baca pasien dengan pertambahan usia.
- Mengingatkan pasien untuk memperhatikan sumber pencahayaan saat membaca,
terutama pada malam hari
11
9. RUJUKAN
• Tidak dilakukan rujukan ke displin ilmu kedokteran lainnya
10. PROGNOSA
Prognosis Oculus Dexter Oculus sinister
Quo ad visam Ad Malam Ad Malam
Quo ad sanam Ad Malam Ad Malam
Quo ad functionam Ad Bonam Ad Bonam
Quo ad kosmetikam Dubia Ad Bonam Dubia Ad Bonam
Quo ad vitam Ad Bonam Ad Bonam
11. KOMPLIKASI Komplikasi dari POAG dapat terjadi Glaukoma absolut.
Komplikasi dari katarak imatur dalah terjadinya glaukoma sekunder yang
disebabkan oleh proses miopisasi saat hidrasi lensa meningkat,dan SCAG
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. ANATOMI PENGLIHATAN
II. 1. 1. KORNEA
Kornea adalah lapisan luar mata yang transparan, tidak berwarna dan tidak
mengandung pembuluh darah. Kornea terdiri atas 5 lapisan, yaitu lapisan epitel,
membran Bowman, stroma, membran Descemet, dan endotel.epitel kornea terdiri atas
5-6 lapisan sel yang dapat melakukan regenerasi.
Di bawah epitel terdapat lapisan homogen setebal 7-12 µm, yaitu membran
Bowman yang terdiri dari serat-serat kolagen yang tersusun menyilang secara acak
untuk membantu stabilitas dan kekuatan kornea.
Stroma dibentuk oleh banyak lapisan berkas kolagen paralel yang saling
menyilang secara tegak lurus. Membran Descemet merupakan struktur homogen tebal
5-10 µm yang terdiri atas susunan filamen kolagen halus yang membentuk jalinan 3
dimensi. Endotel kornea merupakan epitel selapis gepeng. Endotel kornea
bertanggung jawab mempertahankan kejernihan kornea.
II. 1. 2. SUDUT FILTRASI
Sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang
dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran Descemet dan membran
Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm kemudian ke dalam mengelilingi kanal Schlemn
dantrabekula sampai ke COA.
Akhir dari membran Descemet disebut garis Scwhalbe. Limbus terdiri dari 2
lapisan epitel dan stroma. Epitelnya dua kali setebal epitel kornea. Di dalam
stromanya terdapat saraf-saraf dan cabang akhir arteri siliaris posterior. Bagian
terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula yang terdiri dari :
1. Trabekula korneoskleral
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea dan menuju ke
belakang mengelilingi kanal Schlemn untuk berinsersi pada sklera.
2. Trabekula uveal
Serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea menuju ke sklera spur
(insersi dari muskulus siliaris) dan sebagian ke muskulus siliaris meridional.
3. Serabut berasal dari akhir membran Descemet (garis Schwalbe)
Serabut menuju ke jaringan pengikat muskulus siliaris radialis dan
sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter
13
Berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekua. Trabekula terdiri
dari jaringan kolagen, jaringan hmogen elastis dan seluruhnya diliputi
endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga
bila ada darah di dalam kanal Schlemn dapat terlihat dari luar.
II. 1. 3. LENSA
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna, lensa juga tidak memiliki inervasi persarafan. Tebalnya sekitar 4
mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula zinni, yang
terdiri dari serabut yang lembut tetapi kuat, yang menghubungkannya dengankorpus
siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat aqeuoushumour, di sebelah posteriornya
vitreus humour. Lensa disusun oleh kapsul, epitel lensa, korteks, dan nukleus (Zorab
dkk., 2009).
a. Kapsul
Kapsul lensa adalah membran transparan yang elastis yang terdiri dari
kolagen tipe IV. Kapsul mengandung substansi lensa dan mampu untuk
membentuknya pada saat perubahan akomodatif. Lapisan paling luar dari
kapsul lensa, zonullar lamella, juga berperan sebagai titik perlekatan untuk
serabut zonular. Kapsul lensa yang paling tebal ada pada bagian
perquatorial anterior dan posterior dan paling tipis pada bagian kutub
posterior sentral. Kapsul lensa bagian anterior lebih tebal daripada kapsl
bagian posterior pada saat lahir dan meningkat ketebalannya seiring dengan
berjalannya waktu.
b. Epitel Lensa
Di belakang kapsul lensa anterior adalah sebuah lapisan tunggal sel epitel.
Sel-sel ini aktif secara metabolis dan melakukan semua aktivitas sel yang
normal, yang mencakup biosintesis DNA, RNA, protein dan lemak, jug
amenghasilkan adenoid trifosfat untuk memenuhi kebutuhan energi lensa.
c. Nukleus dan Korteks
Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan
bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga
lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastis. Nukleus dan
korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis
persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamella ini ujung ke
ujung berbentuk [Y] bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk [Y] ini tegak di
anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar
mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas
14
di bagian perifer lensa di dekat ekuator dan bersambung dengan lapisan
epitel subkapsul.
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan tubuh yang lain), dan sedikit sekali mineral yang
biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kaliub lebih tinggi di lensa daripada di
sebagian besar jaringan yang lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi.
II. 1. 4. BADAN KACA
Badan vitreus menempati daerah mata di belakang lensa. Struktur ini merupakan
gel transparan yang terdiri atas air, sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang
sangat terhidrasi. Badan vitreus mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis
kolagen dan asam hialuronat.
II. 1. 5. RETINA
Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus
pandang. Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan
penyokong yang terdiri dari serat-serat Mueller, membran limitans interna dan
eksterna dan sel-sel glia.
Lapisan retina dari dalam keluar terdiri dari
1. Membran limitans interna
2. Lapisan serabut saraf
3. Lapisan sel-sel ganglion
4. Lapisan plexiform dalam
5. Lapisan nuklear dalam
6. Lapisan plexiform luar
7. Lapisan nuklear luar
8. Membrana limitans eksterna
9. Lapisan batang dan kerucut
10. Lapisan epitel pigmen
Membran limitans interna letaknya berdekatan dengan membrana hyaloidea dari
badan kaca. Retina menjalar ke depan dan makin ke depan lapisannya berubah
semakin tipis dan berakhir di ora serata, dimana hanya didapatkan satu lapisan
nuklear. Di tengah retina terdapat lekukan dari fovea sentralis. Daerah ini memiliki
daya penglihatan yang paling tajam. Fovea sentralis terdapat di tengah makula lutea.
15
Struktur makula lutea yaitu, tidak terdapat serat saraf, sel ganglion banya terdapat di
pinggir makula, di makula terdapat lebih banyak sel kerucut daripada sel batang. Di
fovea sentralis hanya terdapat sel kerucut.
Pada daerah nasal makula lutea kira-kira 2 diameter papil terdapat papila nervi
optisi, yaitu tempat dimana nervus opticus menembus sklera. Papil ini hanya terdiri
dari serabut saraf fan tidak mengandung sel batang atau kerucut sama sekali. Oleh
karena itu tak dapat melihat sema sekali dan disebut titik buta (blindspot). Bentuk
papil lonjong, batas tegas pinggir agak lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian
tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat, besarnya 1/3 diameter papil, yang
disebut ekskavasi fisiologis. Dari tempat ini keluarlah arteri dan vena retina sentral
yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan nasal, juga ke atas dan ke bawah.
Diameter arteri dan vena adalah 2:3. Warna arteri lebih merah dan berbentuk lebih
lurus, di tengahnya didapatkan refleks cahaya. Vena berwarna lebih tua, ukura lebih
besar dan lebih berkelok-kelok.
II. 2. FISIOLOGI
II.2. 1. FISIOLOGI PENGLIHATAN
Cahaya adalah sebuah bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri atas paket-
paket individual seperti partikel yang disebut foton yang berjalan menurut cara-cara
gelombang. Jarak antara dua puncak gelombang dikenal sebagai panjang gelombang.
Fotoreseptor di mata peka hanya pada panjang gelombang antara 400 dan 700
nanometer. Cahaya tampak ini hanya merupakan sebagian kecil dari spektrum
elektromagnetik total. Cahaya dari berbagai panjang gelombang pada pita tampak
dipersepsikan sebagai sensasi warna yang berbeda-beda. Panjang gelombang yang
pendek dipersepsikan sebagai ungu dan biru, panjang gelombang yang panjang
dipersepsikan sebagai jingga dan merah.
Pembelokan suatu berkas cahay (refraksi) terjadi ketika suatu berkas cahaya
berpindah dari satu medium dengan tingkat kepadatan tertentu ke medium dengan
tingkat kepadatan yang berbeda. Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara dari pada
melalui media transparan lainnya seperti kaca dan air. Ketika suatu berkas cahaya
masuk ke sebuah medium yang lebih tinggi densitasnya, cahaya tersebut melambat,
begitu pula selanjutnya. Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya ketika melalui
permukaan medium baru pada setiap sudut kecuali sudut tegak lurus.
Cahaya masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan lubang
bundar anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke
mata. Pupil membesar bila intensitas cahaya kecil (berada ditempat gelap), dan pupil
membesar jika intesitas cahaya besar (berada di tempat terang). Yang mengatur
16
perubahan pupil adalah iris. Iris merupakan cincin otot yang berpigmen tampak di
dalam aqueous humor dan juga berperan dalam menentukan warna mata.
Setelah melalui pupil dan iris, cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada diantara
aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke otot siliar melalui ligamentum
suspensorium. fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi
selama berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokyuskan cahaya ke retina. Apabila
mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot siliaris akan berkontraksi,
sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Dan apabila mata memfokuskan
objek yang jauh, maka otot siliar akan mengendur dan lensa menjadi tipis dan lebih
lemah.
Bila cahaya sampai ke retina, maka sel-sel batang dan sel-sel kerucut yang
merupakan sel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyal cahaya ke otak
melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkapo oleh retina adalah terbalik,
nyata , diperkecil tetapi persepsi pada otak terhadap benda tetap tegak. Karena otak
sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.
Kemampuan menyesuaikan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun
jauh dapat di fokuskan di retina dikenal dengan akomodasi. Kekuatan lensa bergantung
pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris.
Otot siliaris adalah bagian korpus siliar, suatu spesialisasi lapisan koroidd di
sebelah anterior. Korpus siliaris memiliki 2 komponen utama yaitu otot siliaris dan
jaringan kapiler. Otot siliaris adalah otot polos melingkar yang melekat ke lensa melalui
ligamentum suspensorium.
Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium tegang dan mnarik lensa
sehingga lensa berbentuk gepeng dengan kekuatan refraksi minimal. Ketika
berkontraksi, garis tengah otot ini berkurang dan tegangan ligamentum suspensorium
mengendur. Sewaktu lensa kurang mendapat tarikan dari ligamentum suspensorium,
lensa mengambil bentuk yang lebih sferis (bulat) karena elastisitas inherennya semakin
besar kelengkungan lensa, semakin besar kekuatannya, sehingga berkas cahaya lebih
dibelokkan.
Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan
jauh. Tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih
cembung dan lebih dekat untuk penglihatan dekat. Otot siliaris dikontrol oleh sistem
syaraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk
penglihatan jauh, sementara sistem syaraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot
untuk penglihatan dekat.
Lensa adalah suatu struktur elastuis yang terdiri dari serat transparan. Kadang
serat ini menjadi keruh, sehingga berkas cahaya tidak dapat menembusnya, suatu
17
keadaan yang dikenal dengan katarak. Seumur hidup hanya sel-sel ditepi laur lensa
yang diganti. Sel dibagian tengah lensa mengalami kesulitan ganda. Sel tersebut tidak
hanya merupakan sel tertua, tetapi juga terletak paling jauh dari aqueous humor, sumber
nutrisi bagi lensa. Seiring dengan pertambahan usia, sel-sel dibagian tengah yang tidak
dapat diganti ini mati dan kaku. Dengan berkurangnya kelenturan, lensa tidak bisa lagi
berakomodasi.
Tidak semua serat di jalur pengliahatan berakhir di korteks penglihatan. Sebagian
diproyeksikan ke daerah otak lain untuk tujuan selain persepsi penglihatan langsung,
seperti: mengontrol pyupil, sinkronisasi jam biologis ke variasi siklis dalam intensitas
cahaya, kontribusi terhadap kewaspadaan pada perhatian korteks, kontrol gerakan mata.
II.2. 2. FISIOLOGI AQUEOUS HUMOUR
Aquous humor diproduksi dengan kecepatan 2-3 µL/mnt dan mengisi bilik
anterior sebanyak 250µL serta bilik posterior sebanyak 60µL. Aquous humor berfungsi
memberikan nutrisi (berupa glukosa dan asam amino) kepada jaringan jaringan mata di
segmen anterior, seperti lensa, kornea dan trabecular meshwork. Selain, zat sisa
metabolisme (seperti asam piruvat dan asam laktat) juga dibuang dari jaringan-jaringan
tersebut. Fungsi yang tidak kalah penting adalah menjaga kestabilan tekanan intraokuli,
yang penting untuk menjaga integritas struktur mata. Aquous humor juga menjadi
media transmisi cahaya ke jaras penglihatan.
Produksi Aquous humor melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif,
ultrafiltrasi dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak berpigmen
memegang peranan penting dalam produksi Aquous humor dan melibatkan Na+/K+-
ATPase. Proses ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat larut air ke dalam
membran sel akibat perbedaan tekanan osmotik. Proses ini berkaitan dengan
pembentukan gradien tekanan di prosesus siliaris. Sedangkan proses difusi adalah
proses yag menyebabkan pertukaran ion melewati membran melalui perbedaan gradien
elektron.
Sistem pengaliran Aquous humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran utama,
yaitu aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran nonkonvensional/ uveoscleral
outflow. trabecular outflow merupakan aliran utama dari aquous humor, sekitar 90%
dari total. Aquous humor mengalir dari bilik anterior ke kanalis schlemm di trabecula
meshwork dan menuju ke vena episklera, yang selanjutnya bermuara pada sinus
kavernosus. Sistem pengaliran ini memerlukan perbedaan tekanan, terutama dijaringan
trabekula. Uveoscleral, merupakan sistem pengaliran utama yang kedua, sekitar 5-10%
dari total. Aquous humor mengalir dari bilik anterior ke muskus ailiaris dan rongga
18
suprakoroidal lalu ke vena-vena di korpus siliaris, koroid, dan sklera. Sistem aliran ini
relatif tidak bergantung kepada perbedaan tekanan.
Tekanan intraokuli
Tekanan intraokuli merupakan kesatuan biologis yang menunjukkan fluktuasi
harian. Tekanan yang tepat adalah syarat untuk kelangsungan penglihatan yang normal
yang menjamin kebeningan media mata dan jarak yang konstan antara kornea dengan
lensa dan lensa dengan retina. Homeostasis tekanan intraokular terpelihara oleh
mekanisme regulasi setempat atau sentral yang berlangsung dengan sendirinya.
Tekanan mata yang normal berkisar antara 10-22 mmHg. Tekanan intraokuli
kedua mata biasanya sama dan menunjukkan variasi diurnal. Pada malam hari, karena
perubahan posisi dari berdiri menjadi berbaring, terjadi peningkatan resistensi vena
episklera sehingga tekanan intraokuli meningkat. Kemudian kondisi ini kembali normal
pada siang hari sehingga tekanan intraokuli kembali turun. Variasi normal antara 2-6
mmHg dan mencapai tekanan tertinggi saat pagi hari, sekitar pukul 5-6 pagi.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tekanan intraokuli, antara lain
keseimbangan dinamis produksi dan ekskresi Aquous humor, resistensi permeabilitas
kapiler, keseimbangan tekanan osmotik, posisi tubuh, irama sirkardian tubuh, denyut
jantung, frekuensi pernafasan, jumlah asupan air, dan obat-obatan.
II. 3. KATARAK
II. 3. 1. DEFINISI
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut Bular, dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh, kekeruhan lensa ini terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein, atau keduanya. Kekeruhan biasanya mengenai satu atau
kedua mata dan dapat berjalan progresif. Kekeruhan tersebut menyebabkan
terganggunya fungsi penglihatan sampai kebutaan (Ilyas, 2009).
II. 3. 2. ETIOLOGI
Ada beberapa penyebab katarak, yaitu :
a. Katarak terkati usia
Hampir 90% kasus katarak disebabkan karena proses degenerasi/penuaan. Lima
puluh persen individu berusia 65-74 tahun, 70 % individu berusia lebih dari 75
tahun.
19
b. Katarak traumatik
Katarak traumatik sering disebabkan karena trauma benda asing pada lensa atau
trauma tumpul pada bola mata. Lesa akan menjadi puth segera setelah masuknya
benda asing karena gangguan (lubang) dari kapsul lensa menyebabkan aqueous
humour dan vitreus humour menembus ke dalam struktur lensa (Harper, 2008).
c. Katarak yang berkaitan dengan penyakit sistemik
Diabetes melitus dapat mempengaruhi kejerinahan lensa dan indeks refraksi.
Seiring dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar
glukosa dalam aqueous humour. Glukosa dari aqueous humour masuk ke dalam
lensa dengan cara difusi, sehingga kadar glukosa dalam lensa juga meningkat.
Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol
yang dapat menyebabkan pembengkakan serabut lensa. Timbunan sorbitol lensa
akan meningkatkan tekanan osmotik yang menyebabkan masuknya air ke dalam
lensa sehingga terjadi pembengkakan serabut lensa.
d. Katarak yang diinduksi obat
Kortikosteroid yang diberikan dalam jangka panjang baik sistemik atau topikal
seperti prednison, prednisolon, deksametason, dan lain-lain dapat menyebabkan
kekeruhan lensa. Patofisiologi ikatan kovalen antara kortikosteroid antara lain
melalui penurunan kadar anti-oksidan asam askorbat dalam aqueous humour.
Ikatan kovalen tersebut mengakibatkan terjadinya kekeruhan lensa pada katarak.
Selain itu, kortikosteroid menghambat pompa Na-K pada lensa sehingga terjadi
akumulasi dan koagulasi protein lensa yang menyebabkan kekeruhan lensa.
e. Katarak komplikata
Katarak ini dapat berkembang sebagai efek langsung dari penyakit intraokuler
yang mempengaruhi fisiologi lensa. Penyakit intraokuler yang terkait dengan
pembentukan katarak adalah uveitis kronis dan glaukoma.
Perubahan lensa sering terjadi sebagai akibat sekunder dari uveitis kronis.
Biasanya muncul katarak subkapsular posterior. Pembentukan sinekia posterior
sering berhubungan dengan penebalan kapsul lensa anterior dan perkembangan
fibrovaskular. Kekeruhan juga dapat terjadi pada tempat iris melekat dengan lensa
(sinekia posterior) yang dapat berkembang mengenai seluruh lensa. Perubahan
lensa pada katarak komplikata karena uveitis dapat berkembang menjadi katarak
matur.
20
f. Katarak akibat paparan sina ultraviolet
Lensa manusia dapat terkena radiasi sinar matahari yang mengandung sinar
ultraviolte A (320-400 nm) dan sinar ultraviolet B (295-320 nm). Kerusakan lensa
pada manusia diproteksi oleh sistem antioksidan dan pigmen kinurenin kuning
lensa. Semakin bertambahnya usia akan terjadi produksi antioksidan tersebut.
Sinar ultraviolet juga dapat meningkatkan fotooksidasi dan polimerasi protein
lensa.
Sinar ultraviolet dari matahari dapat mempercepat kekeruhan lensa. Sinar
ultraviolet akan diserap oleh protein lensa terutama asam amino aromatik yaitu
triptofan, fenil alanin, dan tirosin sehingga menimbulkan reaksi foto kimia dan
menghasilkan fragmen molekul yang disebut dengan radikal bebas, seperti anion
superoksida, hidroksil dan spesies oksigen reaktif seperti hidrogen peroksida yang
semuanya bersifat toksik. Radikal bebas ini akan menimbulkan reaksi oksidatif
pada gugs sulfhidril protein. Reaksi oksidatif akan mengganggu struktur protein
lensa sehingga terjadi cross link anatar dan intra protein dan menambah jumlah
high molecular weight protein sehingga terjadi agregasi protein dan menimbulkan
kekeruhan lensa.
II. 3. 3. PATOGENESIS
Stres oksidatif adalah patogenesis utama pada sebagian besar katarak. Kadar
oksigen (O2) yang rendah sangat penting untuk menjaga kejernihan lensa. Terdapat
perbedaan gradien oksigen dari bagian luar lensa sampai ke bagian tengah.
Mitokondria pada korteks lensa akan membuang sebagian besar oksigen, dan menjaga
kadar O2 di nukleus tetap rendah, namun pada usia lanjut fungsi mitokondria
berkurang dan produksi superoksida oleh mitokondria meningkat. Peningkatan
superoksida akan meningkatkan kadar oksigen dan superoksida (H2O2) di nukleus.
Molekul nukleus H2O2 tersebut dapat menembus barrier, menyebabkan terjadinya
peningkatan oksidasi protein (Wevill, 2008).
Mekanisme denaturasi protein berperan penting dalam timbulnya katarak terkait
usia. Kehilangan protein pada katarak kortikal terjadi akibat proses proteolitik oleh
protease. Fenomena proteolitik menjadi meningkat ketika terjadi kelebihan kadar
kalsium. Contohnya pada katarak Mogagnian, terjadi proteolitik secara keseluruhan
pada korteks dan terdapat deposit kalsium ortofosfat, sedangkan pada katarak nuklear,
kehilangan protein terjadi lebih sedikit. Proses utama yang terjadi adalah agregasi dan
perubahan warna pada molekul protein (Calabria, 1985).
21
Kristalisasi protein lensa adalah perubahan yang terjadi akibat modifikasi
protein dan agregasi protein menjadi highi molecular weight protein. Modifikasi
protein menyebabkan perubahan formasi (unfolding) berupa pembukaan lipatan yang
menampakkan kelompok thiol yang biasanya tertutup oleh lipatan protein. Kelompok
ini teroksidasi dan membentuk ikatan disulfida seperti oxidized glutathione(GSSG)
yang menyebabkan agregasi protein. Perubahan formasi dan agregasi lebih lanjut akan
menyebabkan penghamburan dan penyerapan cahaya dimana dalam kondisi normal
cahaya akan diteruskan melewati lensa (Truscott, 2009).
II. 3. 4. KLASIFIKASI
Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan dalam :
a. Katarak Kongenital
Katarak ini terjadi pada bayi dibawah umur 1 tahun. Penyebab katara ini dapat
berupa gangguan metabolik, infeksi intraurin, dan herediter. Infeksi intraurin yang
sering menyebabkan katarak kongenital adalah TORCH (Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes) saat kehamilan. Infeksi yang paling sering di antaranya
adalah rubela. Trias sindrom rubela adalah pada mata berupa katarak,
mikroftalmus, retinopati pigmentosa; pada telinga berupa ketulian; dan pada
jantung yaitu defek septum ventrikel (VSD). Pada pupil mata bayi akan terlihat
bercak putih atau leukokoria (Ilyas, 2009).
b. Katarak Juvenil
Katarak ini terjadi sesudah usia 1 tahun, biasanya merupakan kelanjutan dari
katarak kongenital.
c. Katarak Senilis
Katarak ini adalah katarak yang terjadi akibat proses penuaan/degeneratif, dimana
didapatkan pada usia diatas 50 tahun.
Selain itu, katarak juga dapat diklasifikasikan berdasarakan stadium. Klasifikasi
berdasarkan stadium dibagi menjadi stadium insipien, stadium imatur, stadium matur,
dan stadium hipermatur.
a. Katarak Insipien
Kekeruhan ringan pada lensa. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk gerigi
menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal).
b. Katarak Intumesen
22
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif
menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi
cembung yang akan mendorong iris sehingga bilik mata depan menjadi dangkal.
c. Katarak Imatur
Sebagian lensa keruh, belum mengenai seluruh lapisan lensa. Volume lensa dapat
bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik lensa yang degeneratif. Pada
keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terjadi glaukoma sekunder. Ciri-ciri katarak imatur berupa sebagian lensa keruh,
visus 1/60, iris shadow test positif, dan fundus reflek suram/gelap.
d. Katarak Matur
Kekeruhan sudah mengenai seluruh bagian lensa. Visus biasanya 1/300 atau 1/~,
iris shadow test negatif, fundus refleks keruh.
e. Katarak Hipermatur
Katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras, lembek
dan mencair. Masa lensa yang berdegernerasi keluar dari kapsul lensa, sehingga
lensa mengecil, berwarna kuning dan kering. Bila proses katarak berlanjut
disertai dengan penebalan kapsul, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu
disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat,
keadaan tersebut dinamakan katarak Morgagni (Ilyas, 2009).
Tabel 1. Klasifikasi Katarak berdasarkan stadium (Ilmu Penyakit Mata FKUI,
2011
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah
(air masuk)
Normal Berkurang (air
+ massa lensa
keluar
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata
Depan
Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut Bilik
Mata
Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Normal Positif Normal Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma
23
Sementara itu, berdasarkan letak kekeruhan lensa, katarak dibagi menjadi :
a. Katarak Nuklear
Sering terjadi pada katarak senilis. Sel-sel di bagian tengah lensa terletak jauh
dari aqueous humour, sebagai sumber nutrisi bagi lensa. Seiring dengan
bertambahnya usia, sel-sel di bagian tenga menjadi lebih padat dan kaku,
mengalami hidrasi (penambahan cairan) dan penimbunan ion kalsium dan
sklerosis. Kemudian nukleus mengalami penimbunan pigmen, dan lensa menjadi
lebih hipermetrop. Lama kelamaan nukleus lensa yang mulanya berwarna putih,
menjadi kekuningan, lalu menjadi coklat dan kemudian menjadi kehitaman,
disebut juga katarak Brunesen atau katarak nigra.
b. Katarak Kortikal
Visus masih 1.0 karena daerah sentral masih bening. Kekeruhan dimulai dari
pinggir makin ke tengah, berwarna putih. Cahaya tidak bisa tembus. Pada malam
hari, penglihatan buram dan lebih jelas pada pagi atau siang hari.
c. Katarak Subcapsular Posterior
Kekeruhan lensa terletak di polus posterior. Katarak bersifat stasioner dan tidak
menimbulkan banyak gangguan visus, sehingga tidak memerlukan tindakan
operasi.
d. Katarak Subcapsular Anterior
Fundus refleks positif suram dengan bercak kesuraman di daerah perifer,
bergerak sesuai dengan arah lrikan mata.
II. 3. 5. DIAGNOSIS
Diagnosis katarak dapat dilakukan dengan :
a. Anamnesis
Biasanya pasien datang dengan keluhan penurunan tajam penglihatan atau
penglihatan kabur. Pada umumnya perlahan-lahan seperti ada yang menghalangi
(kabut, air terjun). Bila katarak terjadi pada bagian tepi lensa, maka tajam
penglihatan tidak akan mengalami perubahan, tetapi apabila kekeruhan di tengah
lensa maka penglihatan tidak akan menjadi jernih. Selain itu pasien juga akan
mengeluhkan silau, silau dirasakan karena adanya kekeruhan pada lensa sehingga
saat melihat sinar melalui bagian yang keruh akan diteruskan tidak beraturan.
Pasien jug mengeluhkan tidak bisa melihat objek yang letaknya jauh. Hal ini
24
karena terjadinya proses miopisaasi akibat hidrasi (penarikan cairan) ke dalam
lensa. Lensa akan menyerap aqueous humour sehingga lensa menjadi cembung,
daya refraksi lensa meningkat dan menyebabkan bayangan akan jatuh di depan
retina.
b. Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan mata untuk mendiagnosis katarak, yaitu :
- Pemeriksaan Visus
- Iris Shadow Test
Pada katarak imatur iris shadow positif, sementara pada katarak matur iris
shadow negatif.
- Fundus Refleks
Normalnya fundus refleks media refrakta jerni, berwarna merah jingga
cemerlang. Bila ada kekeruhan pada lensa karena katarak, maka fundus
refleks menjadi negatif atau tidak dapat dilihat.
- Slit Lamp
Pada pemeriksaan slit lamp dilakukan dengan midriatikum.
II. 3. 6. PENATALAKSANAAN
Pengobatan katarak yang dapat dilakukan adalah tindakan operatif untuk
mengangkat lensa. Adapun beberapa metode operasi ekstraksi katarak yang dapat
dilakukan adalah :
a. Operasi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaranisi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa
lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Kemudian
dikeluarkan melalui insisi 9-10 mm, lensa intraokular diletakkan pada
kapsul posterios
b. Operasi katarak Intrakapsular (EKIK)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat
dilakukan pada zonula Zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah
diputus. Pada ekstraksi katarak ini katarak sekunder tidak akan terjadi,
karena tidak ada sisa lensa yang tertinggal, tetapi operasi ini
dikontraindikasikan pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamen hialoidea kapsuler.
25
c. Fakoemulsifikasi
Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonik untuk
menghancurkan nukleus yang kemudian diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm,
dan kemudian dimasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat. Operasi ini
cukup dilakukan dengan insisi yang kecil sehingga pemulihan visus lebih
cepat dan induksi astigmatis akibat operasi minimal.
d. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Ekstraksi lensa dengan irisan yang kecil.Kondisi ideal untuk dilakukan
SICS adalah kondisi kornea jernih, ketebalan normal, endotelium sehat,
COA cukup dalam, dilatasi pupil cukup, zonula utuh, tipe katarak kortikal,
atau sklerosis nuklear derajat II dan III. Keuntungan metode ini:
penyembuhan lebih cepat dan resiko astigmatisme minimal. Dibanding
fakoemulsifikasi: instrumentasi lebih sederhana, alternatif utama jika
operasi fakoemulsifikasi gagal, resiko komplikasi rendah, waktu bedah
singkat, lebih murah.
Tindakan operasi hanya dapat dilakukan pada katarak matur, pada katarak
imatur atau intumesen terapi yang dapat dilakukan adalah pencegah untuk
menghambat perkembangan ke stadium selanjutnya, katarak matur. Pengobatan yang
dapat dilakukan seperti konsumsi vitamin C. Vitamin C berkerja menghambat
perkembangan katarak dengan mencegah terbentuknya radikal bebas sebagai anti
oksidan.
II. 4. GLAUKOMA
II. 4. 1. DEFINISI
Glaukoma adalah penyakit kronis yang ditandai oleh tekanan intra okuler (TIO)
bola mata yang lebih tingi dari normal, sehingga menyebabkan atrofi serabut sarah
dan defek atau menciutnya lapang pandang. Angka kejadian glaukoma terdapat pada
orang dewasa terutama pada umur lebih dari 40 tahun (1-2%), diduga merupakan
penyakit herediter sehingga apabila ada keluarga yang menderita glaukoma harus
waspada akan penyakit itu dengan memeriksa mata secara rutin setiap 6 bulan atau
satu tahun sekali. Glauoma lebih banyak menenai wanita dibandingkan dengan pria.
Glaukoma merupakan penyakit bilateral, walaupun onset penyakit ini tidak
bersamaan sehingga penderita sudah buta satu mata, sedangkan mata lainnya masih
baik. Glaukoma dapat juga kongenital, baik primer maupun menyertai kelainan
kongenital lainnya yang manifestasinya dapat sejak bayi, anak-anak maupun baru
26
timbul gejala setelah dewasa. Glaukoma dapat juga menyertai penyakit mata lain,
misalnya pata iritis yang disebut dengan glaukoma sekunder.
II. 4. 2. PATOFISIOLOGI
Terjadinya tekanan tinggi bola mata disebabkan karena adanya gangguan
pengaliran aqueous humour, sehingga terdapat pengumpulan aqueous humour yang
berlebihan di bilik mata depan (camera oculi anterior). Penyakit yang ditandai dengan
peningkatan tekanan intraokuler ini, disebabkan :
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di
celah pupil
- Hambatan pengeluaran cairan intra okuler
II. 4. 3. KLASIFIKASI
Menurut Vaughan, glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Glaukoma Primer
Glaukoma terjadi tanpa adanya penyakit mata yang lain, etiologi glaukoma primer
tidak dapat dipastikan, tetapi diduga beberapa faktor dapat mempengaruhi
terjadinya glaukoma primer, yaitu :
1. Gangguan pengeluaran cairan mata yang disebabkan gangguan susunan
anatomis bilik mata yang menyempit
2. Sudut mata mengalami kelainan berupa goniodisgenesis, trabekulodisgenesis,
iridodisgenesis dan korneodisgenesis.
Glaukoma primer bersifat bilateral yang tidak selalu simetris dengan sudut bilik
mata terbuka atau tertutup. Glaukoma ini dapat dibedakan atas :
- Glaukoma Primer Sudut Terbuka (POAG)
Disebut juga glaukoma simpleks atau glaukoma kronik. Glaukoma ini
merupakan glaukoma yang penyebabnya tidak diketahui, ditandai dengan
sudut mata yang terbuka. Glaukoma simpleks didiagnosis bila ditemukan
glaukoma pada kedua mata pada pemeriksaan pertama tanpa ditemukan
kelainan yang dapat merupakan penyebab. Pada umumnya ditemukan pada
usia 40 tahun keatas tetapi kadang dapat juga ditemukan pada usia muda. Pada
jenis glukoma ini hambatan pengeluaran cairan aqueous humour terletak pada
trabekulum dan kanalis schlemm.
Terdapat faktor resiko pada seseorang menderita glaukoma simpleks
seperti diabetes melitu, hipertensi, kuli berwarna dan Miopikus.
27
Gejala pada glaukoma simpleks sangat minim atau tidak bergejala,
sehingga pasien tidak menyadari sampai akhirnya berlanjut menjadi kebutaan.
Pada keadaan ini glaukoma simpleks tersebut berakhir menjadi glaukoma
absolut. Pada pemeriksaan didapatkan tekanan bola mata diatas 20 mmHg,
kornea tampak edem, lapang pandang menyempit, pada funduskopi
didapatkan penggaungan dan papil atrofi. Tajam penglihatan tidak terganggu
sampai stadium akhir.
Prognosis glaukoma sudut terbuka bila didiagnosis dini dan mendapat
terapi yang adekuat maka prognosis baik. Tetapi bila terapi terlambat
prognosisnya jelek sebab kelainan saraf yang sudah terjadi bersifat menetap
sehingga tidak dapat kembali normal walaupun diobati atau dioperasi. Tujuan
pengobatan pada glaukoma simpleks adalah memperlancar pengeluaran cairan
mata atau untuk mengurangi produksi cairan mata. Penderita glaukoma harus
memakai obat seumur hidup untuk mencegah kebutaan.
Pengobatan glaukoma simpleks untuk mempertahankan tekanan bola mata
dalam batas normal untuk selamanya supaya keadaan diskus optikus dan
lapang pandang tidak mengalami progesifitas. Obat-obatan anti glaukoma
seperti pilokarpil tergantung pada keadaang tekanan intra okuler dan
kenyamanan penderita. Bila tekanan tidak terkontrol dengan obat-obatan,
maka dilakukan tindakan operatif, terapi operatif yang umum dilakukan
adalah trabekulektomi, yang bertujuan membuat jalan keluar untuk cairan
aqueous humour dari camera oculi anterior ke kanalis schlemm atau dibuat
filtrasi ke sub conjungtiva.
Edukasi yang dapat diberitahukan pada pasien glaukoma simpleks yaitu
mengurangi olah raga yang meningkatkan tekanan bola mata atau yang dapat
membuat pasien mengejan, konsumsi air tidak terlalu banyak, dan mengatur
tekanan darah karena tekanan yang tinggi pada pembuluh darah meningkatkan
peningkatan tekanan intra okular yang dapat memperburuk kerusakan saraf
mata.
- Glaukoma Primer Sudut Tertutup (PCAG)
Glaukoma ini disebut juga dengan glaukoma akut. Pada glaukoma ini
trabekula baik, hambatan pengaliran aqueous humour disebabkan karena
sudut bilik mata depan yang sempit. Hal tersebut disebatkan adanya keadaan
tertentu yang menyebabkan sudut bilik depan tertutup sehingga hambatan
menjadi total dan terjadi peningkatan tekanan intra okuler. Bila hambatan total
28
terjadi secara mendadak makan akan terjadi serangan glaukoma akut.
Serangan glaukoma sudut tertutup dibedakan atas 4 stadium, yaitu :
1. Stadium Prodormal
Stadium prodormal terjadi saat terdapat serangan ringan seperti sakit
kepala sentral ringan, penglihatan sedikit kabur, melihat pelangi di
sekitar lampu bila habis membaca lama dan akan hilang setelah
istirahat atau tidur. Pada pemeriksaan didapatkan visus sedikit turun,
injeksi siliar, kornea edem, pupil sedikit melebar, dan tekanan bola
mata sedikit meningkat.
2. Stadium Akut
Stadium akut terjadi saat terdapat serangan lebih hebat sehingga
keluhan lebih nyata. Pasien merasa sakit kepala yang sangat hebat,
mual dan muntah. Pada pemeriksaan didapatkan visus turun hingga
1/300 atau 1/~, konjungtiva bulbi terlihat injeksi dapat terjadi kemosis,
kornea keruh dapat terdapat fistel dan abrasi, iris edem, tekanan bola
mata sampai 50 mmHg. Bila serangan tidak diterapi dengan baik akan
menjadi glaukoma sudut sempit kronik.
3. Stadium Glaukoma Absolut
Pada sadium ini, visus menjadi 0, mata merah, sakit dan keadaanya
seperti pada glaukoma sudut sempit kronik.
4. Stadium Degenerasi
Stadium degenerais adalah stadium dimana terbentuk penebalan kornea
yang disebut band ceratopthy.
Tata laksana yang baik untuk glaukoma sudut sempit adalah operasidengan
didahului terapi medikamentosa untuk menurunkan tekanan intra okuler
sebelum operasi.
b. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder bisa dibedakan atas keadaan sudutnya, sudut terbuka dan
sudut tertutup. Sehingga bila ada glaukoma sekunder kita harus mengetahui
kausanya, dan keadaan sudutnya. Pada terapi pertama kausanya dihilangkan, bila
masih ada tertinggal sekuele setelah penyakit primer hilang, maka terapi seperti
glaukoma primer, tergantung dari keadaan sudutnya.
29
Glaukoma sekunder yang terjadi dapat disebabakan karena adanya kelainan
pada mata penyakit mata pada iris, katarak imatur, katarak hipermatur, post
operasi katarak, perubahan lensa, kelainan uvea dan trauma.
Glaukoma sekunder pasca tramua disebabkan karena adanya kelainan jaringan
dan susunan jaringan mata yang mengganggu pengaliran cairan mata sehingga
menimbulkan glaukoma sekunder. Jenis kelainan yang dapat menimbulkan
glaukoma adalah kontusi sudut.
- Glaukoma kontusi sudut
Trauma dapat mengakibatkan tergesernya pangkal iris ke belakang sehingga
terjadi robekan trabekulum dan gangguan fungsi trabekulum, mengakibatkan
hambatan pengaliran keluar cairan mata. Pengobatan biasanya dilakukan
seperti glaukoma sudut terbuka yaitu dengan obat lokal dan sistemik, bila
tidak terkontrol dengan pengobatan maka dilakukan pembedahan.
- Glaukoma dengan dislokasi lensa
Akibat trauma tumpul dapat mengakibatkan terputusnya zonula Zinn, yang
mengakibatkan kedudukan lensa tidak normal, sehingga akan mendorong iris
ke depan dan terjadi penutupan sudut bilik mata. Penutupan ini akan
menghambat pengaliran keluar cairan mata, sehingga akan mengakibatkan
glaukoma sekunder. Pengobatan yang dilakukan adalah mengangkat penyebab
atau lensa sehingga sudut terbuka kembali.
c. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang didapat sejak bayi, dan
manifestasinya didapat sejak bayi, anak-anak atau sudah dewasa. Glaukoma
kongenital dapat dibagi atas :
- Glaukoma Kongenital Primer
Merupakan glaukoma yang terjadi sejak lahir dan bersifat herediter resesif,
biasanya bilateral, lebih banyak pada bayi laki-laki. Pada glaukoma kongenital
primer hambatan aliran aqueous humour disebabkan karena kelainan
perkembangan sudut bilik depan dimana iris tidak seluruhnya terpisah dari
kornea, sehingga sudut bilik depat tertutup oleh jaringan embrional sebagai
membran yang menutupi trabekel yang disebur membran barkan. Terapi pada
glaukoma jenis ini adalah membuka membran barkan.
- Glaukoma Kongenital Sekunder
Merupakan glaukoma pada bayi yang terjadi karena kongenital mata yang
dapat menyebabkan hambatan aliran aqueous humour misalnya :
30
1. Pembentukan celah yang tidak sempurna
2. Insersi m. Siliar terlalu depan
3. Embriotoxan posterior dengan displasima mesodermal
4. Pembentukan bilik belakang terhambat
Glaukoma kongenital sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat adanya
kelainan kongenital mata misalnya pada aniridia, hipermetropia, hemangioma
pada mata, sindrom marfan. Terapi pada glaukoma kongenital adalah operasi
secepatnya, karena obat tidak bermanfaat. Bila kornea masih jernih, dilakukan
geniotimi. Bila kornea keruh dilakukan trabekulektomi, dan bila tidak berhasil
maka dilakukan trabekulektomi dengan dibantu obat.
d. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (tertutup ataupun
terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata
memberikan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik
mata dangkal, pupil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu
dan dengan rasa sakit terus menerus disertai pusing.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada
badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau
melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan
memberikan rasa sakit. Bisa juga dilakukan cyclo cryo bila sakit, tetapi bila cyclo
cryo tidak berhasil maka dilakukan enukleasi.
II. 4. 4. DIAGNOSTIK
a. Anamnesa
Pada glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut sempit yang tanpa serangan
hampir tidak ada keluhan pada stadium permulaan. Baru pada stadium lanjut kalau
penderita cukp jeli akan terasa ada penyempitan lapang pandang. Pada glaukoma
sudut sempit dengan serangan, keluhan berupa sakit kepala disertai seperti melihat
pelangi sampai kabur yang dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan. Pada
glaukoma kongenital biasanya keluhan terjadi karena air matanya berair dan silau.
b. Visus/Ketajaman Penglihatan
Pada glaukoma simplek visus terganggu sampai stadium akhir. Sedangkan pada
glaukoma sudut sempit pada waktu serangan visus sangat menurun. Bila serangan
teratasi visus kembali baik dengan sisa gangguan akomodasi. Pada glaukoma
kronik visus sentral tidak terganggu tetapi penglihatan perifer yang terganggu
karena adanya skotoma.
31
c. Tonometer
Diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Ada beberapa cara pemeriksaan
dengan tonometer :
- Palpasi
Mata penderita ditutup kemudian mata ditekan dengan kedua telunjuk
kemudai bandingkan dengan fluktuasi mata di sebelahnya.
- Cara Mekanik dengan Tonometer Schiotz
Cara pengukuran indirect yang paling banyak dipakai karena praktis dan
murah, tetapi hasilnya diperngaruhi oleh kekuatan sklera atau kornea. Cara
pemakaian, penderita dengan posisi tidur, dagu dan dahi dalam posisi
horizontal. Kemudian mata diberi tetes anestesi, tonometer ditera pada tes
blok sampai jarum menunjukkan angka nol. Kemudian alat diberi beban
terkecil 5,5 foot plate di disenfeksi dengan alkool 70%. Foot plate diletakkan
tepat pada kornea tanpa membuat tekanan. Angka yang ditunjuka oleh jarum
dibaca dan dicocokkan dengna tabel Fridenwald bila jarum menunjukkan
angka kecil dari 3 maka beban ditambah 7,5, 10, 15. Perubahan tekanan
intraokuler diurnal ini paling tinggi 4 mmHg pada mata normal sedangkan
pada mata glaukoma perubahan ini dapat lebih besar dari 8 mmHg.
d. Tonografi
Bila tonometer tidak menunjang diagnosa maka kita lakukan tonografi untuk
melihat kemampuan aqueous humour meninggalkan bilik mata. Caranya dengan
menghitung perbedaan tekanan intra okuler sebelum dan sesudah penekanan
kemudian dihitung dan didapat dengan jumlah aqueous humour yang dapat
dipindahkan, maka didapatkan angkal out flow facility yang dinyatakan dengan
angka C. Bila kurang dari angka 0,18 berarti aliran aqueous humour terganggu
makan diagnosa glaukoma ditegakkan.
e. Tes Provokasi
Dilakukan bila diagnosa belum dapat ditegakkan, misalnya tekanan intra okuler
meragukan, campus tidak khas, keadaan papil tidak khas, C < 0,18. Terdapat
beberapa cara :
- Tes minum air, penderita disuruh minum air 1 Liter dalam waktu 5-10 menit.
Setelah 15 menit tekanan intra okuler akan naik, dalam keadaan normal
naiknya 3-5 mmHg sedangan pada glaukoma terdapat kenaikan TIO lebih dari
8 mmHg. Tes ini dilakukan pada pagi hari dan belum minum obat
antiglaukoma sebelumnya.
32
- Tes kamar gelap, penderita diuruh diam di kamar gelap selama 1 jam, tidak
boleh tidur, pupil akan midriasis dan TIO akan naik. Pada glaukoma didapat
kenaikan lebih dari 8 mmHg dalam waktu 60-90 menit.
- Tes midriatika, mata ditetesi dengan midriatika jangka pendek setelah lebih
dulu diukur TIO. Bila setelah midriasis TIO naik lebih dari 8 mmHg berarti
glaukoma positif.
- Tes kortikosteroid, diberikan tets mata kortikosteroid 0,1% selama 4-6
minggu atau 4 kali sehari, pada penderita glaukoma akan didapatkan Tio > 8
mmHg
f. Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan cara memakai perimeter, tabir
bjerrum, dan cara konfrontasi
g. Pemeriksaan Gonioskopi
Untuk melihat apakah sudut mata tertutup atau terbuka, dilakukan gonioskopi.
Untuk mengetahui apakah ada kelainan lain di sudut bilik depan seperti
perlengketan iris dengan kornea, dialisis iris, hifema, vaskularisasi baru. Secara
kasar dapat dikira-kira :
- Sudut 20-40 oC dinyatakan sudut terbuka
- Sudut < 20 oC dinyatakan sudut sempit
- Kalau Schwableline tidak tampak berarti sudut tertutup
II. 4. 5. DIAGNOSIS BANDING
a. Glaukoma dengan mata merah dibandingkan dengan konjungtivitis dan
iridosiklitis
b. TIO tinggi dengan mata tenang dibedakan dengan hipertensi okuler
c. Kelainan lapang pandang harus dibedakan dengan kelainan lapang pandang pada
kelainan saraf optik
d. Papil yang pucat juga harus dibedakan dengan atrofi papil
e. Glaukoma kongenital dapat didiagnosis banding dengan obstruksi nasolakrimalis,
megalokornea, Miopikus tinggi dan edema kornea idiopatik.
II. 4. 6. TERAPI
Tujuan terapi pada glaukoma adalah menurunakn tekanan bola mata dan
mempertahankan tekanan tersebut sehingga tidak terjadi kelainan lapang pandang dan
diskus optikus yang progresif, dan mempertahankan keadaan yang tersisia.
a. Medikamentosa
33
- Miotika untuk mengecilkan pupil supaya jalan aqueous humour lancar. Obat
yang dapat digunakan seperti Pilokarpin, karbakol dan fosfolin yodide.
- Obat untuk menurunkan produksi aqueous humour seperti acetazolamide, beta
bloker, simpatomimetik.
- Cairan hipersonik yang dapat menarik air sekitarnya termasuk cairan mata ke
dalam pembuluh darah, misalnya larutan gliserol dan infus manitol.
b. Operasi
- Iridektomi, untuk glaukoma sudut terbuka di mana diduga keadaan trabekula
masih baik
- Trabekulektomi, untuk glaukoma sudut terbuka dan sudut tertutup bila
keadaan trabekula buruk
- Trabekulotomi, untuk glaukoma kongenital membuka membran Barkan bila
kornea keruh
- Goniotomi, untuk glaukoma kongenital membuka membran Barkan bila
keadaan kornea masih jernih
- Cyclo cryo, dilakukan pada glaukoma absolut atau glaukoma dengan
neovaskularisasi di iris
- Enukleasi, pembuangan seluruh bola mata, dilakukan pada glaukoma absolut
yang sakit
- Iridektomi dan trabekuloplastik dengan sinar laser.
-
II. 5. 1. PRESBIOPIA
A. DEFINISI
Presbiopia merukan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan
fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat
Presbiopia adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin
berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya
umur. Presbiopia merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopia ini
bukan merupakan penyakit dan tidak dapat dicegah.
Presbiopia adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin
berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya
umur. Daya akomodasi adalah kemampuan lensa mata mencembung dan
memipih. Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun, dan setelah umur itu umumnya
seseorang akan membutuhkan kaca mata baca untuk mengkoreksi presbiopnya.
34
B. ETIOLOGI
1. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut
2. Kelemahan otot-otot akomodasi
3. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat
kekakuan (sklerosis) lensa.
C. PATOFISIOLOGI
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan
kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa
menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi
cembung. Dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.
D. KLASIFIKASI
1. Prebiopi Insipien, tahap awal perkembangan presbiopi. Dari anamnesa
didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak
tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak
preskripsi kaca mata baca.
2. Presbiopia Fungsional, amplitudo akomodasi yang semakin menurun dan
akan didapatkan kelainan ketika diperiksa.
3. Presbiopi Absolut, peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional,
dimana proses akomodai sudah tidak terjadi sama sekali.
4. Presbiopi Prematur, presbiopi yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan
biasanya berhubungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-
obatan.
5. Presbiopi Nokturnal, kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi
gelap, disebabkan oleh peningkatan diameter pupil.
E. DIAGNOSIS PRESBIOPIA
1. Anamnesis
a. Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus/kecil
b. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih.
Bisa juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu
lama.
c. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca atau menegakkan
punggungnya karena tulisan tampak kabur pada jarak baca yang biasa
(titik dekat mata makin menjauh).
35
d. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam
hari.
e. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca.
f. Sulit membedakan warna.
2. Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visus, pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopi dengan
menggunakan Snellen Chart.
b. Refraksi, periksa mata satu persatu, mulai dengan mata kanan. Pasien
diminta untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat
terkecil yang bisa dibaca pada kartu. Target koreksi adalah J6.
F. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding presbiopia adalah hipermetropia dan lowvision jika
hipermetropi lebih dari 3 dioptri
.
G. PENATALAKSANAAN PRESBIOPIA
1. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopia. Tujan koreksi adalah
untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-
objek yang dekat.
2. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahkan dengan lensa positif yang
sesuai usia, dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu
membaca tulisan pada kartu Jaeger.
3. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3,00 D adalah lensa positif
terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak
melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan yang
dibaca terletak pada titik fokus lenca +3,00 D.
Usai (Tahun)Kekuatan Lensa Positif yang
Dibutuhkan
40 tahun +1,00 D
40-45 tahun +1,25 D
45 tahun +1,50 D
45-50 tahun +1,75 D
50 tahun +2,00D
50-55 tahun +2,25 D
55 tahun +2,50 D
55-60 tahun +2,75 D
36
60 tahun +3,00 D
4. Selain kaca mata untuk kelainan presbiopi, ada beberapa jenis lensa lain
yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada
bersamaan dengan presbiopinya. Ini termasuk :
a. Bifokal, untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif.
b. Trifokal, untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang dan jauh, bisa
yang mempunyai garis horizontal atau yang progresif.
c. Bifokal kontak, untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat, bagian
bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan
hasil koreksinya.
d. Monovisioin kontak, lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan,
dan lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non dominan. Mata yang
dominan umumnya adalah mata yang digunakan untuk fokus pad a
kamera untuk mengambil foto.
e. Monovision modified, lensa kontak bifokal pada mata non dominan, dan
lensa kontak untuk melihat pada mata dominan. Kedua mata digunakan
untuk melihat jauh dan satu mata digunakan untuk membaca.
f. Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK,
dan keratektomi fotorefraktif.
37
DAFTAR PUSTAKA
Asbury, Vaughan. Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2010.
Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1, Section 8,
American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.179-92
Edelhauser HF. The cornea and the sclera, chapter 4 in Adlers Physiology of The eye
Clinical'Aplication. 10 th ed. St.louis, Missouri, Mosby, 2005 : 47-103
Eva PR, Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, eds. General Ophtalmology 17th
ed. USA Appleton Lange; 2008. p. 126-49
Ilyas S. Mata Merah dengan penglihatan Turun Mendadak. In: Ilyas S. Ilmu Penyakit
Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2004. P.147-67
Liesegang TJ,Deutsch TA. External Disease and Cornea. Section 8, AAO, San
Fransisco, 2008-2009: 181 – 9
Watsky MA, Olsen TW., Cornea and Sclera, In: Duane’s Clinical Ophthalmology, (two
volume, chapter four), (CD-ROOM). Lippincott Williams & Wilkins. USA :
2003
Wong, Tien Yin, The Cornea in The Ophthalmology Examination Review. Singapore,
World Scientific 2001 : 89 – 90
38