kasus kelolaan picu

24
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.D DENGAN TETRALOGY OF FALLOT DI RUANG PEDIATRIC INTENSIVE CARE UNIT RSUP DR.HASAN SADIKIN BANDUNG Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Aplikasi Keperawatan Anak II Salis Miftahul Khoeriyah NPM. 215114018

Upload: miftakhul-khoery

Post on 31-Jan-2016

44 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kasus kelolaan PICU

TRANSCRIPT

Page 1: KASUS KELOLAAN PICU

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.DDENGAN TETRALOGY OF FALLOT

DI RUANG PEDIATRIC INTENSIVE CARE UNIT RSUP DR.HASAN SADIKIN BANDUNG

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Tugas

Aplikasi Keperawatan Anak II

Salis Miftahul Khoeriyah

NPM. 215114018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S2)

STIKES JENDRAL ACHMAD YANI CIMAHI

2015

Page 2: KASUS KELOLAAN PICU

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.DDENGAN TETRALOGY OF FALLOT

DI RUANG PEDIATRIC INTENSIVE CARE UNIT RSUP DR.HASAN SADIKIN BANDUNG

A. Riwayat Singkat Klien

1. Identitas Klien

Nama : An. D

Jenis Kelamin : Laki - Laki

Tanggal lahir : 28 – 12 - 2007

Alamat : Panumbangan

No RM : 0004664735

Tanggal Masuk : 17 September 2015

Tanggal Pengkajian : 27 Oktober 2015

2. Resume Singkat Klien

Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit klien mengeluh sesak napas. Sesak

napas yang dirasakan semakin lama semakin bertambah. Keluhan disertai

adanya kebiruan di sekitar mulut dan ujung – ujung jari tangan serta kaki. Saat

beraktivitas klien cepat lelah dan sesak berkurang bila klien jongkok. Keluhan

sesak tidak disertai dengan adanya bengkak pada kedua tungkai dan panas

badan.

Pada saat pengkajian tanggal 26 Oktober 2015 pukul 15.00, klien tampak

kesulitan bernapas, seperti tersengal-sengal. Bunyi napas stridor dan suara paru

ronchi, retraksi dinding dada ke dalam, napas cuping hidung. Klien terpasang

ETT dan disambungkan ke ventilator. Ukuran ETT 6/20, Ventilator dalam

mode SimV-PS. Selain itu klien mengalami Akrosianosis, clubbing finger,

mukosa mulut kebiruan, produksi sputum/slem banyak di jalan napas, paru dan

rongga mulut. Klien juga terpasang NGT dengan retensi berwarna kuning

sebanyak 5 cc. Kesadaran: CM

TTV: TD: 96/62 mmHg, N: 119x/mnt, HR: 121x/mnt, S: 38,70C, RR: 28x/mnt

Page 3: KASUS KELOLAAN PICU

BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat kejang di bulan juni sebanyak 2x.

Klien terdiagnosis TOF saat usia 3 bulan, akan tetapi keluarga klien menolak di

operasi karena tidak ada biaya.

Hasil Rontgen thorax tanggal 17 September 2015, jantung membesar ke lateral

kiri dengan apeks tertanam pada diafragma, pinggang jantung normal

(CTR=61%), Sinuses dan diafragma normal. Pada Pulmo: hili normal, corakan

bronkovaskuler normal. Kesan: kardiomegali, tidak tampak

bronkopneumonia/pneumonia

Hasil laboratorium tanggal 28 Oktober 2015

Jenis pemeriksaan Nilai Nilai Rujukan SatuanHematologiHemoglobin 19,7 11,5 – 15,5 gr/dlHematokrit 62 35 – 45 %Eritrosit 7,40 4,19 – 5, 96 Juta/ulLeukosit 13400 4500 – 13500 Mm3

Trombosit 93000 150000 – 450000 Mm3

Index eritrositMCV 84,1 77 – 95 FlMCH 26,6 25 – 33 PgMCHC 31,7 31 – 37 %Kimia KlinikCRP Kuantitatif 6,23 < 5 %Natrium 129 135 – 145 %Kalium 4,5 3,6 – 5,5 %AGDPH 7,304 7,34 – 7,44PCO2 41,7 35 – 45 PO2 37,0 69 – 116 HCO3 19,5 22 – 26 TCO2 39,1 22 – 29 Base Excess 5,4 (-2) – (-3) Saturasi Oksigen 57,6 95 – 98

Hasil laboratorium UPF Patologi Klinik

Pemeriksaan

Jenis sample: darah

Hasil: tidak ditemukan bakteri

BB klien: 19 kg, PB: 113,5 cm Status Gizi: BB = 19000 = 14,75 (Normal)

PB2 1,289

Page 4: KASUS KELOLAAN PICU

Terapi Enteral dan Parenteral yang diberikan:

Kebutuhan Cairan: 1460 – 1700 cc/hari

Enteral NGT: makanan cair: 8 x 125 cc

Par enteral:

- Morfin 1cc/jam

- Miloz 5 cc/jam

- Infus D5% (1:4) 20 cc/jam

- Dobutamin 0,5 cc/jam

Terapi Obat:

Propanolol 4x 10 mg (per sonde)

Merompenen 3 x 800 mg iv

Omeprazole 2x10 mg

Fluconazole 1 x 230 mg iv

Paracetamol 20 mg bila panas

3. Pengkajian (terlampir)

4. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN

1 2 3 4

1 - Ds: -- DO:- - suara napas stridor- - suara paru ronchi- - Tampak banyak secret/slem di

selang ventilator dan mulut- - sianosis- - mata terbelalak-

Akumulasi secret di jalan napas

Bersihan Jalan Napas tidak efektif

2 - Ds: - Perubahan Gangguan pertukaran gas

Page 5: KASUS KELOLAAN PICU

- Do: - - retraksi dinding dada ke dalam- - retraksi dinding epigastrium- - dispnea- - nafas irreguler- - warna kulit cyanosis- - gelisah- - klien terlihat tersengal – sengal,

saturasi O2 57,6%- - sianosis

membrane kapiler-alveolar

3 - Ds: ibu klien mengatakan badan anaknya teraba panas

- Do: - - Akral teraba hangat- - Suhu: 38,70C- - RR: 28 x/mnt- - takikardi

Pengobatan, proses inflamasi

Hipertermi

4 - Ds : -- Do : sianosis pada telapak tangan,

kaki dan bibir, penggunaan otot bantu napas

- Ronchi, mur-mur jantung

Anomaly jantung (TOF)

Penurunan Curah Jantung

Page 6: KASUS KELOLAAN PICU

Mempengaruhi/ mengenai pada pembentukan jantung pada 2 bulan kehamilan

Defek Septum Vertikel Stenosis Pulmonal Overiding Aorta Hipertrofi Vertikel

Faktor Ibu

Rubella, Taldomi

Lingkungan

Radiasi

Hereditas

Darah mengalir dari venrtikel kiri ke

kanan atau sebaliknya

Obstruksi vertikel

Hipertropi akan terus menerus pada vertikel

Penyempitan eksterm jalan keluar vertikel kanan

Kontraktivitas kerja jantung menjadi berat untuk mengembangkan kebutuhan

Respirasi

Pada saat menangis

Valsava meningkat

Pengurangan darah ke paru

Asidosis respiratorik

Gangguan Pertukaran Gas

Kerja ginjal

Gangguan Keseimbangan Cairan

Ginjal

Penurunan GFR

Gagal ginjal

Asidosis Metabolik

Sianosis pada daerah perifer

Bibir kebiruan, clubbing finger

Kaki dan jari tangan sianosis/ biru

Penurunan curah jantung

hematologi

Trombosit & fibrinogen

Perdarahan lama

KP: infeksi

Gigi geligi

Sianotik

Perkembangan

Email buruk

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan

Reaksi tubuh terhadap benda asing

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

Dipasang ventilator

sekresi sputum di jalan napas

Akumulasi secret di jalan napas

Page 7: KASUS KELOLAAN PICU

B. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan (terlampir)

C. Catatan Perkembangan

Hari /tanggal Evaluasi ParafRabu, 28 Oktober 2015Dinas pagi

S:-O:- klien tampak tersengal – sengal- retraksi dinding dada ke dalam- gambaran EKG sinus takikardi- Hasil Lab : Hb: 19,7 g/dl, Ht: 62%, Eritrosit: 7,40 jt/ul, trombosit: 93.000/mm3, Na: 129 mEq/L, PH: 7,30, PO2: 37mmHg, HCO3: 19,5 mEq/l, Sat Oksigen: 57,6%A: masalah belum teratasiP: intervensi tetap dilanjutkanI:- Mengobservasi KU dan TTV- Memberikan terapi- Memberikan kompres- Melakukan mika miki setiap 3 jam sekali- Memposisikan kaki/lutut menekuk ke dada- Melakukan suctioning- Melakukan oral hygiene- Memberikan makanan cair- Mengganti pampers

Salis MK

Kamis, 29/10/2015Dinas sore

S:-O:- klien tampak tersengal – sengal- retraksi dinding dada ke dalam- gambaran EKG sinus ritmia- Hasil Lab : Hb: 19,7 g/dl, Ht: 62%, Eritrosit: 7,40 jt/ul, trombosit: 93.000/mm3, Na: 129 mEq/L, PH: 7,30, PO2: 37mmHg, HCO3: 19,5 mEq/l, Sat Oksigen: 57,6%- Observasi pukul 17.00: HR: 121, RR: 28x/mnt, Sat O2:58%, T: 37,70C.- mode ventilator: PC, IPL: 20, PEEP: 8, F1O2: 60%A: masalah belum teratasiP: intervensi tetap dilanjutkanI:- Mengobservasi KU dan TTV- Mengganti balutan luka dekubitus di kepala- Memberikan terapi obat, koreksi natrium, terapi

parenteral- Memberikan kompres- Melakukan mika miki setiap 3 jam sekali

Salis MK

Page 8: KASUS KELOLAAN PICU

- Memposisikan kaki/lutut menekuk ke dada- Mengganti ETT- Melakukan suctioning- Melakukan oral hygiene- Memberikan makanan cair

Mengganti pampersJumat, 30/10/2015Dinas malam

S:-O:- klien tampak tersengal – sengal- retraksi dinding dada ke dalam- gambaran EKG sinus ritmia- Hasil Lab : GDS: 133 mg/dl, Na: 138 mEq/L, K: 4,4 mEq/L. AGD: PH: 7,29, PO2: 38,9 mmHg, HCO3 18,8 mEq/L, Sat O2: 67%- Observasi pukul 23.00: HR: 104, RR: 22x/mnt, Sat O2:97%, T: 37,30C.- mode ventilator: PC, IPL: 20, PEEP: 8, F1O2: 50%, I: E: 1:2A: masalah belum teratasiP: intervensi tetap dilanjutkanI:- Mengobservasi KU dan TTV- Memberikan terapi obat, koreksi natrium, terapi

parenteral- Memberikan kompres- Melakukan mika miki setiap 3 jam sekali- Memposisikan kaki/lutut menekuk ke dada- Melakukan suctioning- Melakukan oral hygiene- Memberikan makanan cair- Memandikan dan mengganti pampers serta linen

Salis MK

D. Analisis masalah keperawatan dengan solusinya

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

Adanya pemasangan ETT mengakibatkan reaksi fisiologis di mana selang ETT dianggap

sebagai benda asing oleh tubuh. Rekasi fisiologis dari tubuh berupa peningkatan

produksi sputum di jalan napas, kemudian adanya pemberian napas dengan bantuan

ventilator mengakibatkan kurangnya kelembaban jalan napas sehingga kompensasi

tubuh adalah meningkatkan produksi secret. Penumpukan secret yang berlebihan di jalan

napas dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas. Hal ini dapat mengganggu proses

inspirasi dan ekspirasi sehingga beresiko pada gagal napas.

Page 9: KASUS KELOLAAN PICU

Suctioning atau penghisapan lendir merupakan prosedur yang rutin dilakukan untuk

membebaskan jalan nafas. Frekuensi yang terlalu sering dapat mengakibatkan produksi

lendir menjadi bertambah atau resiko infeksi menjadi tinggi. Tindakan ini dilakukan jika

memang dianggap perlu sekali karena pertimbangan jalan nafas yang buruk atau jika

saturasi oksigen monitor mengalami penurunan atau jika lendir mengakibatkan

penumpukan CO2 dalam darah yang ditunjukkan dengan AGD. Untuk menghindari

hipoksemia saat tindakan, dapat diberikan FiO2 dengan konsentrasi tinggi (100%) dalam

3-5 siklus pernafasan atau sampai nilai saturasi oksigen diatas 95%. Untuk menghindari

atelektasis akibat penghisapan lendir, perawat harus menggunakan teknik yang tepat

misalnya diameter suction tidak kurang dari 0,5 diameter ETT. Menarik ujung suction 1-

2 cm dari karina (setelah ada rangsangan batuk) dan tekanan suction tidak melebihi 100

cmH2O. untuk menghindari infeksi nosokomial kanula suction digunakan tipe system

tertutup atau prosedur 1 kali pakai buang kanula suction tipe terbuka. Aspirasi tidak

melebihi 10 detik dan berikan FiO2 konsentrasi tinggi selama 5-6 siklus nafas untuk

menghindari hipoksemia paska penghisapan lendir. pasien ARDS, resiko kolaps tidak

saja akibat suctioning namun lepasnya tubing saat akan melakukan tindakan suctioning

mengakibatkan PEEP yang sudah diset menjadi nol dan seketika itu paru-paru menjadi

kolaps. Selain suction pasien juga dapat diberikan mobilisasi miring kanan dan kiri

setiap 3 jam sekali untuk meningkatkan pernapasan dan mencegah penumpukan secret.

2. Gangguan pertukaran gas

Gangguan pertukaran gas pada klien karena terjadi ketidakseimbangan perfusi ventrikel .

Jika hal ini tidak diatasi, maka biru-biru pada tubuh klien akan semakin banyak dan suplai oksigen ke jaringan akan terganggu

Pada awalnya masalah ini disebabkan karena penurunan aliran darah ke pulmonal. Pada klien dengan tetralogi of fallot akan mengalami stenosis arteri pulmonal sehingga aliran darah ke pulmonal tidak bisa mengalir sepenuhnya sehingga hanya sedikit darah yang mengalir ke paru-paru dan mengalami pertukaran gas.

Untuk mengatasi masalah ini maka peningkatan jumlah oksigen yang masuk yaitu dengan pemberian ventilasi mekanik

3. Penurunan curah jantung

Masalah penurunan cardiac output pada klien disebabkan adanya sirkulasi yang tidak

efektif karena malformasi jantung. Hal ini dibuktikan dengan klien mengalami sianosis

Page 10: KASUS KELOLAAN PICU

pada tubuhnya, klien terlihat pucat dan klien terlihat lemah oleh karena kebutuhan

metabolism tubuh tidak terpenuhi. Adanya ketidsempurnaan dari jantung (terjadi defeks

septum ventrikel), maka sirkulasi darah dalam jantung tidak efektif, yang mana saat

ventrikel memompa darah ke paru – paru, tidak sepenuhnya darah masuk ke paru – paru

tetapi ada yang masuk ke aorta. Sehingga cardiac output menuju paru – paru menjadi

berkurang.

Untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan pemberian oksigen yang adekuat, pemberian

posisi knee chest dan pengaturan mobilisasi setiap 3 jam

4. Hipertermi

Hipertermi pada kasus tetralogy of fallot bisa dikarenakan adanya inflamasi. Inflamasi

dapat diakibatkan karena proses sepsis ataupun disebabkan oleh perlukaan saat dipasang

ventilator. Pada klien ini, peningkatan suhu tubuh juga bisa dikarenakan adanya luka

dekubitus. Untuk mengatasi masalah ini adalah bisa dilakukan pencegahan infeksi,

perbaikan sepsis dan perawatan luka dekubitus

Page 11: KASUS KELOLAAN PICU

E. Analisa Praktik Berdasarkan Pembuktian Ilmiah

1. EBP 1

Peneliti:

Edita Hlinková1, Jana Nemcová1, Katarína Bielená2

Judul :

Closed Versus Open Suction System Of The Airways In The Prevention Of Infection In

Ventilated Patients

Sumber:

Central European Journal of Nursing and Midwifery 2014;5(2):63-71 ISSN 2336-3517Analisis:

Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan pengaruh jenis sistem suction tertutup

denan sistem suction terbuka dalam meminimalisasi risiko infeksi pernapasan pada pasien

berventilasi mekanik (Ventilator Associated Pneumonia - VAP). Jenis penelitian ini

menggunakan studi retrospektif dengan Sampling disengaja. Kriteria inklusi untuk

pasien: setidaknya tiga hari tinggal di rumah sakit dan dipasang endotrakeal atau

trakeostomi intubasi. Sedangkan pasien dengan penyakit pernapasan akut atau kronis dan

sepsis dikeluarkan dari penelitian. Dari total (n = 100) sampel, sebanyak 49 pasien telah

ditutup dan 51 memiliki sistem hisap terbuka. Untuk mengumpulkan data empiris, maka

penelitian ini menggunakan analisis isi dari temuan dalam catatan medis. Sebuah protokol

penelitian termasuk VAP tanda-tanda diagnostik: perubahan suhu tubuh (BT> 38 ° C; BT

<36 ° C), leukositosis, leukopenia, PaO2 di bawah 10kPa, sebuah temuan positif pada

dada X-ray, sifat sekresi dihapus, kolonisasi mikroba, faktor risiko VAP tak terkendali

(usia, jenis kelamin, penyakit primer, tingkat kematian pada pasien berventilasi di Klinik

dari Anestesiologi dan Intensive Kedokteran - Caim). Hasilnya adalah Tidak ada

perbedaan dalam kejadian perubahan BT dalam hal nilai-nilai fisiologis, leukosit nilai,

atau PaO2 pada pasien dengan ventilasi paru-paru buatan dalam kaitannya dengan jenis

sistem suction. Demikian pula, tanda-tanda diagnostik infeksi lain secara statistik tidak

signifikan. Namun hasil yang signifikan adalah dalam hubungan antara kolonisasi

mikroba (Acinetobacter spp, Proteus mirabilis) dan jenis sistem suction (Pearson's Chi-

square = 4,060; p = 0,044 dan Pearson's Chi-square = 4,273; p = 0,039) . Sistem hisap

tertutup menyebabkan lebih cepat kolonisasi oleh mikroorganisme multi-resisten.

Page 12: KASUS KELOLAAN PICU

Kesimpulan: jenis sistem hisap tidak mempengaruhi kejadian infeksi saluran pernapasan

nosokomial pada pasien berventilasi.

2. EBP 2

Peneliti : A Taksande, V. Gautami, S Padhi, K Bakshi

Judul :

Hypercyanotic Spells

Sumber : J MGIMS, September 2009, Vol 14, No (ii), 7 - 9

Analisis

Manajemen pada pasien dengan hipersianotic antara lain knee-to-chest: Menempatkan

anak dalam posisi lutut-dada baik berbaring telentang atau di atas bahu orang tua. Posisi

tersebut ternyata dapat menenangkan anak, mengurangi aliran balik vena sistemik dan

meningkatkan resistensi vaskuler sistemik. Postur knee to chest dapat diasumsikan untuk

menghilangkan sesak. Ada manfaat yang sangat terbatas untuk mengelola oksigen, karena

masalah berkurang pada aliran darah paru, bukan kemampuan untuk memberikan oksigen

ke paru-paru. Mengelola morfin sulfat 0,1 mg / kg IV atau IM. Ini menekan pusat

pernafasan dan menyebabkan penurunan aliran balik vena sistemik. Asidosis:

Mendapatkan pH, memberikan Inj. Soda bikarbonat (1-2 meq / kg IV). Ini mengurangi

stimulasi pernapasan oleh asidosis metabolik, dan mungkin mengurangi peningkatan paru

resistensi pembuluh darah yang disebabkan oleh hipoksia dan asidosis. Obat Propranolol,

0,1 mg / kg dorongan IV lambat. Mungkin diulang dalam 15 menit. Dengan menurunkan

jantung kontraktilitas, propranolol dapat menurunkan obstruksi infundibular ventrikel

kanan outflow. Diberikan secara oral pada 2-4 mg / kg / hari PO untuk mencegah mantra.

Ketika digunakan kronis, memiliki efek menguntungkan dari menstabilkan pembuluh

darah perifer reaktivitas. atau inj Esmolol (0.5mg / kg lebih 1 menit kemudian 50 mcg /

kg / min lebih dari 4 min. atau inj Metoprolol- 0.1mg / kg lebih dari 5 menit, ulangi setiap

5 min ke max 3 dosis, kemudian mulai infus 1-5 mcg / kg / min. Fenilefrin 5-20 mcg / kg

IV setiap 10-15 menit. Meningkatkan SVR, memaksa lebih aliran darah ke paru-paru.

fenilefrin terus menerus infus untuk mempertahankan paru yang memadai aliran darah

untuk menjaga saturasi oksigen dalam 90. Sebuah tetes fenilefrin dapat dijalankan pada

0,1-0,5 mcg /kg / menit, dititrasi untuk efek yang diinginkan. Ini sangat baik sebagai

vasokonstriktor yang akan mengakibatkan berkurangnya ginjal dan perfusi mesenterika

Page 13: KASUS KELOLAAN PICU

juga. Ketamine- 0.25 - 1,0 mg / kg. IV atau IM? memiliki penyebab manfaat ganda sedasi

dan peningkatan SVR. Methoxamine - 0.10mg / Cairan infus - sebaiknya awalnya sebagai

bolus dari 10-20cc / kg à 60cc / kg. Kristaloid atau koloid bolus cairan: ini

memaksimalkan preload dan harus diberikan sebelum obat berikut yang mungkin

menginduksi hipotensi. Anemia yang benar dan mempertimbangkan operation kg IV

lebih 5-10 menit. Memimpin untuk meningkatkan SVR.

3. EBP 3

Peneliti :

Arlette Suzy Puspa Pertiwi, Inne Suherna Sasmita and Yetty Herdiati Nonong

Judul :

Oral And Dental Management In Children With Tetralogy Of Fallot

Sumber :

Department of Pediatric Dentistry, Faculty of Dentistry, Padjadjaran University, Bandung

- Indonesia

Tetralogi Fallot adalah salah satu penyakit jantung sianotik kongenital yang sering

ditemukan pada anak-anak. Kelainan ini memiliki empat fitur, sebuah defek septum

ventrikel, overriding aorta, stenosis pulmonalis, dan hipertrofi ventrikel kanan. Seperti

penyakit jantung bawaan lainnya. Tetralogi Fallot kadang-kadang berhubungan dengan

komplikasi yang fatal, seperti endokarditis bakteri yang berhubungan dengan infeksi gigi.

Manajemen yang benar dari kondisi gigi dan mulut penting untuk mencegah endokarditis

bakteri. Makalah ini membahas lisan dan kondisi gigi dan manajemen dalam dua kasus

tetralogi Fallot anak. Perawatan gigi dan mulut pada anak dengan bawaan penyakit

jantung sangat penting. Titik utama yang harus diperhatikan adalah bahwa pasien dengan

gangguan ini sangat rentan Endokarditis bakteri yang menyebabkan dari bakteri mulut

telah dicegah dengan pemberian profilaksis antibiotik. Antibiotik dapat mencegah

endokarditis dengan membunuh bakteri atau kerusakan itu sehingga dapat dihancurkan

oleh pertahanan tubuh. Efeknya dapat terjadi di rongga mulut, aliran darah, atau di

jantung. Poin penting untuk diingat dalam administrasi antibiotik profilaksis harus

dilakukan pada setiap perlakuan di setiap kunjungan, mengingat state.6 emosional pasien

Dalam setiap kunjungan, pasien pertama diekstraksi 1-2 gigi bergantung pada negara

pasien kesehatan. Selain antibiotik profilaksis, risiko mengembangkan endokarditis

Page 14: KASUS KELOLAAN PICU

bakteri dapat diminimalkan dengan pencegahan prosedur gigi. Ini mengandung dari

pemeriksaan gigi rutin, fluoridasi, modifikasi diet untuk meminimalkan risiko karies gigi

dan penyakit periodontal, dan pemeliharaan kebersihan mulut (menyikat gigi) . Aplikasi

fluoride topikal ditujukan sebagai pengobatan pencegahan sementara pengobatan kuratif

adalah di bentuk ekstraksi gigi dengan karies pulpa yang terlibat dan mengisi karies

dentin gigi didiagnosis. Pada pasien normal, gigi bubur yang terlibat dapat diobati dengan

terapi pulp, tapi pada pasien dengan ToF tidak dapat dilakukan karena risiko dari

endocarditis. Selama Prosedur, status Pasien dipantau dengan pulsa oksimetri. Saturasi

Oksigen Pasien di Bawah 70 persen, sehingga Pasien diberikan inhalasi Oksigen selama

Perawatan. Perawatan gigi dan mulut penting untuk dilakukan pada anak dengan risiko

endokarditis bakteri. pasien pada kondisi umum yang baik dapat menerima setiap

perawatan gigi selama ditutupi oleh antibiotik profilaksis. aspek penting perawatan gigi

adalah pendidikan kesehatan gigi, perawatan gigi preventif, dan pemeliharaan gigi setelah

pengobatan. Pendidikan kesehatan gigi dapat disampaikan karena anak menunjukkan

gangguan jantung bawaan mempertimbangkan penyakit jantung sebagian besar

menunjukkan tanda-tanda klinis pada masa bayi. Pendidikan kesehatan gigi dini dapat

meminimalkan lisan dan penyakit gigi yang mungkin risiko adanya bakteri endokarditis.

F. Analisa aspek etik dan legal

1. Autonomy

Klien diberikan perawatan di ruang picu, orang tua klien diberikan penjelasan mengenai

tujuan perawatan, orang tua klien diminta pendapat apakah menyetujui atau tidak, dalam

hal ini perawat sudah memberikan hak otonomi kepada keluarga klien untuk menyetujui

2. Kebebasan (freedom)

Dalam hal ini pun sudah dilakukan perawat dengan baik, keluarga diberikan kebebasan

untuk menyetujui atau menolak tindakan yang diberikan.

3. Kebenaran (Veracity) truth

Page 15: KASUS KELOLAAN PICU

Dalam prinsip ini perawat sudah melakukan dengan baik.

4. Tidak Membahayakan (Nonmaleficence)

Pada prinsip ini perawat sudah melakukan dengan baik

5. Keadilan (Justice)

Pada prinsip ini perawat sudah memberlakukan klien dengan baik, memberikan tindakan

kepada pasien sesuai dengan masalah klien, dan tidak membeda-bedakan tindakan

dengan pasien lainnya.

6. Kesetiaan (fidelity)

Memenuhi kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan dan tanggung jawab,

memenuhi janji-janji.. Tanggung jawab dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi

tanggung jawab menjaga janji, mempertahankan konfidensi dan memberikan

perhatian/kepedulian.hal ini pun sudah dilakukan perawat dengan baik.

7. Kerahasiaan (Confidentiality)

Melindungi informasi yang bersifat pribadi, prinsip bahwa perawat menghargai semua

informsi tentang pasien dan perawat menyadari bahwa pasien mempunyai hak istimewa

dan semua yang berhubungan dengan informasi pasien tidak untuk disebarluaskan secara

tidak tepat (Aiken, 2003)..

8. Hak (Right)

Keluarga Klien berhak untuk mengetahui informasi tentang penyakit dan segala sesuatu

yang perlu diketahuinya.maka dalam hal ini keluarga sudah diberikan. Pada prinsip ini

perawat sudah melakukan dengan baik

Page 16: KASUS KELOLAAN PICU

DAFTAR PUSTAKA

Engel Joyce (2008), Pengkajian pediatric, editor Esty Wahyuningsih,edisi 4, Jakarta:EGC

Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essential of pediactric nursing (8 th ed). St. Louis: Mosby Elseivier.

Virginia Bonsal Cooper, et al., (2013), preventing ventilator associated: An Evidence Based Protocol, American Association of critical care nurses doi.

Wilkinson, Judith M (2011) Buku saku diagnosis keperawatan: diagnosis NANDA, intervensi NIC, Kriteria hasil NOC/ editor Esty Wahyuningsih,edisi 9, Jakarta:EGC