universitas indonesia analisis praktik residensi …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-ta-puji...

184
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN DENGAN PENERAPAN TEORI ADAPTASI ROY DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA KARYA ILMIAH AKHIR PUJI ASTUTI 0906504921 PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JULI, 2012 Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Upload: others

Post on 07-Nov-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN

DENGAN PENERAPAN TEORI ADAPTASI ROY

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

PUJI ASTUTI

0906504921

PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN

PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

JULI, 2012

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

i

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN

MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM PERSARAFAN DENGAN PENERAPAN TEORI

ADAPTASI ROY DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

FATMAWATI JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah

Oleh:

PUJI ASTUTI

0906504921

PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN

KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

JULI, 2012

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

ii

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : PUJI ASTUTI

NPM : 0906504921

Tanda Tangan :

Tanggal : 09 Juli 2012

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karuniahNya

sehingga penulisan dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini dengan judul

“Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan

Gangguan Sistem Persarafan dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy di Rumah

Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta”. Penulisan karya ilmiah ini merupakan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal

Bedah pada Program Ners Spesialis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia.

Selama penyusunan laporan, penulis mendapatkan bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dra. Elly Nurachmah, M.App. Sc., DNSc., selaku supervisor utama atas

arahan, bimbingan dan masukan yang telah diberikan.

2. I Made Kariasa, S.Kp., MM., M.Kep. Sp.KMB., selaku supervisor yang telah

banyak memberikan arahan dan masukan dalam proses penyusunan laporan

ini.

3. Ns. Winda Yuniarsih, S.Kp., M.Kep. Sp.KMB., selaku asisten supervisor dan

kepala ruangan di Ruang Teratai Lantai 6 Selatan RSUP. Fatmawati yang

telah memberikan bimbingan selama praktik residensi di Rumah Sakit Umum

Pusat Fatmawati Jakarta.

4. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta yang telah memberikan

izin melaksanakan praktik residensi.

5. Rekan-rekan Program Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, yang telah

saling mendukung dan membantu selama proses pendidikan, terutama teman

terbaikku ardi dan dwi .

6. Suamiku, orang tuaku, mertuaku, putra-putra kami Faiz, Zidny dan Baihaqi

tercinta, saudara- saudariku dan keluarga besar yang senantiasa memberikan

dukungan doa, dan motivasi kepada penulis selama mengikuti pendidikan.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

vi

Penulis meyakini bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu

kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga Allah SWT, melimpahkan

rahmatNya. Amin.

Depok, Juli 2012

Penulis

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan

dibawah ini:

Nama : Puji Astuti

NPM : 0906504921

Program Studi : Program Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah

Fakultas : Ilmu Keperawatan

Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikankepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-Exclusive Royalty

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan

Gangguan Sistem Persarafan dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy di Rumah

Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non

Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/

formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan

mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 11 Juli 2011

Yang Menyatakan

Puji Astuti

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

viii

PRAKTIK KLINIK LANJUT KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan

Gangguan Sistem Persarafan dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy di Rumah

Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta

Puji Astuti

Juli 2012

ABSTRAK

Karya Ilmiah ini mengambarkan kegiatan praktik ners spesialis dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system

persarafan dengan kasus utama pada pasien dengan stroke hemoragik. Pada

praktik ini residen juga menerapkan evidence based nursing practice berupa

masase abdomen pada klien stroke dengan konstipasi sehingga memperbaiki

kondisi konstipasi dan frekuensi buang air besar serta menerapkan inovasi

pengkajian menggunakan indek barthel untuk mengukur kemampuan fungsional

paisen dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari- hari.

Kata kunci: Stroke hemoragik, masase abdomen, indek barthel.

ADVANCE CLINICAL PRACTICE OF MEDICAL SURGICAL NURSING

FACULTY OF NURSING

UNIVERSITY OF INDONESIA

Analysis of Advance Clinical Practice Medical Surgical Nursing on Patient with

Neurological System Disorder using Roy’s Adaptation Theory in Fatmawati

Hospital Jakarta.

Puji Astuti

Juli 2012

ABSTRACT

The purpose of this final scientific report is to describe advance clinical practice

activities in providing nursing care on patient with neurological system disorder

with haemoragic stroke as the majority case. In this residency clinical practice, we

tried to implement evidence based nursing practice on abdominal massage of

stroke client who experience constipation. This intervention can decrease

constipation and improve defecation, and the innovation activity was on the use of

Barthel index assessment to assess patient’s functional status in performing their

daily activities.

Keywords: Haemoragic stroke, abdominal massage, Barthel Index

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

ix

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................... v

PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................................... vii

ABSTRAK ...................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi

DAFTAR SKEMA .......................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii

BAB 1: PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2 Tujuan Penulisan ......................................................................... 6

1.3 Manfaat Penulisan ........................................................................ 6

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8

2.1 Stroke ....................................................................................... 8

2.1.1 Definisi .......................................................................... 8

2.1.2 Faktor risiko dan etiologi stroke .................................... 9

2.1.3 Patofisiologi stroke hemoragik ...................................... 12

2.1.4 Manifestasi Klinis .......................................................... 14

2.1.5 Penatalaksanaan ............................................................. 22

2.2 Asuhan Keperawatan Menggunakan Pendekatan Model

Adaptasi Roy ............................................................................. 22

2.2.1 Model Adaptasi Roy ...................................................... 22

2.2.2 Proses Keperawatan Berkaitan dengan Model Adaptasi

Roy ................................................................................ 26

2.2.2.1 Pengkajian Perilaku ......................................... 26

2.2.2.2 Pengkajian Stimuli .......................................... 29

2.2.2.3 Diagnosa Keperawatan .................................... 29

2.2.2.4 Penetapan Tujuan ............................................ 30

2.2.2.5 Intervensi Keperawatan ................................... 30

2.2.2.6 Evaluasi ........................................................... 30

2.3 Penerapan Model Adaptasi Roy dalam Asuhan Keperawatan

Pasien Stroke Hemoragik ........................................................... 30

BAB 3: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN STROKE HEMORAGIK ..... 49

3.1 Deskripsi Kasus Kelolaan Utama .............................................. 49

3.2 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Stroke Hemoragik

dengan Pendekatan RAM ........................................................... 50

3.2.1 Pengkajian Perilaku dan Stimulus ................................. 50

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

x

3.2.1.1 Mode Adaptasi Fisiologis ................................. 50

3.2.1.2 Mode Adaptasi Fungsi Peran ........................... 55

3.2.1.3 Mode Adaptasi Konsep Diri ............................ 56

3.2.1.4 Mode Adaptasi Interdependensi ...................... 56

3.3 Pembahasan Berdasarkan Teori Keperawatan Model

Adaptasi Roy .............................................................................. 71

3.3.1 Mode Adaptasi Fisiologis .............................................. 71

3.3.2 Mode Adaptasi Fungsi Peran ......................................... 79

3.4 Analisis Penerapan RAM pada 33 Kasus Kelolaan ................ 80

3.4.1 Mode Adaptasi Fisiologi .............................................. 80

3.4.2 Mode Adaptasi Konsep Diri ......................................... 87

3.4.3 Mode Adaptasi Fungsi Peran ........................................ 87

3.4.4 Mode Adaptasi Fungsi interdependensi ........................ 88

BAB 4: PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PADA

GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN ......................................... 89

4.1 Hasil Journal Reading (Critical Review) .................................. 93

4.2 Prosedur Penerapan Massage Abdomen ................................... 96

4.3 Penerapan EBN ......................................................................... 100

4.3 Hasil penerapan EBN dan Pembahasan .................................... 102

BAB 5: KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM

PERSARAFAN ................................................................................. 107

5.1 Analisis Situasi .......................................................................... 107

5.2 Kegiatan Inovasi ....................................................................... 109

5.2.1 Persiapan ....................................................................... 110

5.2.2 Pelaksanaan .................................................................. 110

5.2.3 Evaluasi ........................................................................ 111

5.3 Pembahasan ............................................................................... 112

BAB 6: SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 114

6.1 Simpulan ................................................................................... 114

6.2 Saran ......................................................................................... 115

DAFTAR REFERENSI .................................................................................. 117

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

xi

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 Skala Hunt ..................................................................................... 19

Tabel 2.2 Asumsi yang mendasari teori adaptasi Sister Calista Roy ............ 23

Tabel 2.3 Rencana Keperawatan Stroke hemoragik dengan Pendekatan Model

Adaptasi Roy ................................................................................. 38

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

xii

DAFTAR SKEMA

Hal

Skema 2.1 Model Sistem Adaptasi Manusia berdasar Roy Adaptation

Model ............................................................................................ 25

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Format pengkajian Roy

Lampiran 2. Resume Keperawatan pada Gangguan Sistem Persarafan

Lampiran 3. Evaluasi Keperawatan

Lampiran 4. SOP melakukan masase abdomen swedia

Lampiran 5. Constipation Scoring System

Lampiran 6 Pengkajian Barthel Index

Lampiran 7 Leaflet masase Abdomen

Lampiran 8. Evaluasi Diri Menggunakan Barthel Index

Lampiran 9. Evaluasi Dokumentasi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keperawatan adalah suatu ilmu pengetahuan dan seni. Keperawatan sebagai ilmu

pengetahuan adalah selalu terjadi perubahan selaras dengan penemuan baru dan

inovasi. Sebagai seni adalah seorang perawat merawat klien dengan kasih sayang,

perhatian dan menghormati harga diri klien. Kualitas keperawatan akan bermutu baik

ketika seorang perawat mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan seni dalam

melakukan praktik keperawatan, sehingga menguntungkan bagi klien dan keluarga

(Perry & Potter, 2009).

Perawatan dapat diberikan kepada klien menggunakan pelayanan yang sesuai dengan

kriteria dalam standar keperawatan dan mengikuti kode etik (American Nurse

Association, ANA, 2004). ANA mendefinisikan keperawatan sebagai “Perlindungan,

promosi, optimalisasi kesehatan dan kemampuan, pencegahan penyakit dan cedera,

pengentasan penderitaan melalui diagnosis dan pengobatan respon manusia, dan

advokasi dalam perawatan individu, keluarga, masyarakat, dan populasi” (ANA,

2003). Definisi tersebut menegaskan bahwa perawat sangat berperan dalam

memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di dunia.

Pelayanan kesehatan pada pasien diberikan perawat melalui penerapan asuhan

keperawatan professional. Profesional dalam hal ini mengacu pada praktik

keperawatan yang menggunakan basis ilmu pengetahuan, bertanggung jawab terhadap

diri dan orang lain (Perry & Potter, 2009). Khasanah ilmu pengetahuan diperkaya dari

hasil riset dan teori-teori yang dikembangkan dalam bidang keperawatan. Oleh karena

itu penting bagi perawat memahami teori keperawatan, sehingga dalam menerapkan

asuhan keperawatan lebih professional dan pada akhirnya dapat mengurangi

penderitaan klien. Beberapa teori keperawatan di kembangkan di Indonesia, salah

satunya adalah teori adaptasi Roy oleh Sister Callista Roy. Teori adaptasi Sister

Callista Roy (Roy, 1980, 1989, Roy dan Obloy, 1979) menerangkan klien sebagai

suatu system adaptasi. Tujuan keperawatan menurut Roy adalah membantu individu

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

2

Universitas Indonesia

beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan psikologis, konsep diri, aturan- aturan yang

berlaku dan hubungan bebas pada saat sehat dan sakit (Tomey & Alligood, 2006).

Roy juga menyatakan pelayanan keperawatan dibutuhkan saat klien tidak dapat

beradaptasi dengan tekanan dari lingkungan internal dan eksternal. Setiap perubahan

lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan respon system adaptasi

merupakan suatu stimulus (Tomey & Alligood, 2006). Konsep model adaptasi Roy

merupakan proses keperawatan yang meliputi 6 langkah yang dilakukan secara

serentak, terus menerus dan dinamis yang terdiri dari pengkajian perilaku, pengkajian

stimulus, diagnose keperawatan, tujuan, intervensi dan evaluasi (Roy & Andrews,

1999). Tujuan keperawatan dalam model adaptasi Roy adalah untuk mempromosikan

adaptasi melalui tiap tahap tersebut dengan 4 macam mode adaptasi yaitu mode

adaptasi: fisiologik, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.

Adapun klien yang mendapatkan perawatan dirumah sakit dengan berbagai kondisi

kesakitan, salah satunya adalah klien dengan gangguan system neurologi. angka

kesakitan pada system ini menunjukkan peningkatan tiap tahun seiring bertambahnya

usia harapan hidup. Salah satu penyakit neurologi yang menjadi perhatian adalah

stroke. Penyakit Stroke di Amerika menduduki peringkat nomor tiga sebagai penyebab

kematian pasien. Prevalensi stroke pada usia diatas 20 tahun diperkirakan mencapai

6.5 juta pasien pertahun (Lloyd et al, 2009).

Angka kejadian stroke di Indonesia juga menunjukkan peningkatan tiap tahun.

Berdasarkan pada riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007, stroke merupakan penyebab

kematian dan kecacatan utama di hampir seluruh RS di Indonesia yaitu sebesar 15.4%.

Sementara data di ruang teratai lantai 6 RSUP Fatmawati menunjukkan peningkatan

penderita stroke di tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 terutama penderita stroke

hemoragik, dimana mulai bulan Juli sampai dengan bulan September 2011 terdapat

158 penderita stroke, yang meliputi stroke infark sejumlah 116 dan stroke hemoragik

sejumlah 42, mulai bulan oktober sampai Desember 2011 terdapat 160 penderita

stroke, yang meliputi stroke infark sejumlah 106 dan stroke hemoragik sejumlah 54,

dan pada Januari sampai dengan Maret 2012 terdapat 165 penderita stroke, yang

meliputi stroke infark sejumlah 99 dan stroke hemoragik sejumlah 65 orang.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

3

Universitas Indonesia

Dari keseluruhan kasus stroke jenis iskemia diperkirakan mencapai 80%, sedangkan

jenis hemoragik hanya 20 %, namun beberapa referensi menunjukkan perbandingan ini

berbeda pada tiap ras. Kejadian stroke hemoragik pada populasi orang asia dan orang

kulit hitam mencapai 30%- 40 % dari seluruh kasus stroke dari angka tersebut

diperkirakan 75 % adalah perdarahan intraserebral (PIS) dan 25 % adalah perdarahan

subarachnoid (SAH). Dalam beberapa riset kejadian PIS adalah 12 – 15 kasus tiap

100.000 populasi tiap tahun. Sementara data di Amerika menunjukkan kejadian PSA

sekitar 10 kasus per 100.000 populasi (Wahjoepramono, 2005).

Sementara data dari Riskesdas 2007 juga menunjukkan tren peningkatan penyakit

neuro-degeneratif dan metabolik seperti demensia, gangguan fungsi eksekutif,

keseimbangan, koordinasi, rasa tidak nyaman fungsi sensorik pada ektrimitas. Masalah

neurologi lain yang juga cukup memprihatinkan adalah semakin tingginya angka

kejadian trauma kepala dan tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas. Angka

kejadian cidera kepala dan tulang belakang mencapai 7,5% dari total populasi.

Demikian juga kasus neuro-infeksi pada otak dan persarafannya seperti

meningitis/meningoensefalitis tuberculosis, bakteri non spesifik, jamur dan juga

bertambahnya insiden ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dengan manifestasi awal dan

lanjut pada otak dan saraf. Selain itu tumor otak dan medula spinalis juga

memperlihatkan kecenderungan peningkatan (Pusat Komunikasi Publik Sekretariat

Jenderal Kementerian Kesehatan RI, 2011). Seiring dengan meningkatnya angka

kejadian tersebut, maka dampak penyakit tersebut juga mengikutinya terutama kasus

yang menduduki peringkat utama yaitu stroke.

Dampak penderita stroke dapat berupa disabilitas atau kecacatan, Disabilitas pada

penderita stroke di Amerika terjadi berkepanjangan : diperkirakan 50 juta penderita

diseluruh dunia mengalami deficit fisik, kognitif dan emosional yang bermakna. Dan

terdapat 25% sampai dengan 74% penderita tersebut mengalami ketergantungan total

dan membutuhkan beberapa bantuan perawat untuk aktivitas sehari-hari (activities of

daily living, ADL) (Gladstone, Danells, & Black, 2002). Dengan bertambah

meningkatnya angka kejadian stroke beserta dampak disabilitas, hal ini menjadi

tantangan perawat dalam menerapkan managemen stroke dengan baik melalui

pemberian pelayanan keperawatan yang berkualitas.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

4

Universitas Indonesia

Managemen stroke hemoragik pada prinsipnya ditujukan mengurangi efek massa dan

mencegah penambahan volume perdarahan atau perdarahan ulang (Wahjoepramono,

2005). Pada fase akut akibat perdarahan intraserebral beberapa hal yang menjadi

perhatian adalah terjaganya jalan nafas, pengendalian tekanan darah, dan adekwatnya

perfusi serebral, beberapa pengobatan dilakukan pada fase ini. Berikutnya pada

beberapa kasus adalah penatalaksanaan pada peningkatan tekanan intracranial dan

tindakan operasi untuk mengurangi efek massa serta efek bekuan darah. Selanjutnya

pada fase pemulihan dan rehabilitasi dapat dimulai beberapa minggu setelah serangan

sampai beberapa bulan setelah serangan. Rehabilitasi harus mencakup pendidikan bagi

pasien dan pengasuhnya tentang pencegahan stroke sekunder dan sarana untuk

mencapai tujuan rehabilitasi. Program rehabilitasi harus mempertimbangkan

perubahan gaya hidup, depresi, dan beban pengasuh sebagai isu penting untuk bekerja

dengan pasien dan pengasuhnya (Morgenstern et al, 2010).

Sementara itu kualitas perawatan dapat ditingkatkan salah satunya melalui peran

perawat spesialis demikian juga pengembangan staf dan praktek profesional yang

evidenced-based outcomes pada pasien, unit perawatan, dan tingkat organisasi. Pada

saat ini peran perawat spesialis sangat penting untuk menjamin penyediaan kualitas

perawatan pasien. Sebagai anggota dari tim kepemimpinan, perawat spesialis dapat

secara langsung mempengaruhi perawatan pasien dengan merespon setiap kebutuhan

pasien, dokter pemula, dan praktisioner ahli (LaSala et al, 2007).

Pada praktik pendidikan spesialis ini, penulis adalah peserta didik dalam program

pendidikan perawat spesialis. Penulis berperan sebagai perawat spesialis dimana

penulis memiliki kesempatan yang unik untuk mempengaruhi hasil perawatan pasien

secara positif, kontinuitas perawatan, dan pengembangan profesional staf melalui

perannya sebagai model, educator, inovator, pelatih, dan pemberi perawatan secara

langsung. Penulis juga meningkatkan perasaan untuk melaksanakan penyelidikan

klinis dan pemikiran kritis melalui penelitian dengan menerapkan praktik berbasis

bukti (evidence base nursing practice).

Penerapan evidence base nursing practice (EBN) yang dilakukan oleh penulis adalah

masase abdomen untuk mengatasi konstipasi pada pasien stroke. Pada beberapa

penelitian metode ini dapat diterima karena beberapa alasan yaitu tidak membutuhkan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

5

Universitas Indonesia

perawatan lama, dan kemungkinan merupakan terapi yang diinginkan karena tidak

mahal, non invasive, bebas dari efek samping yang membahayakan, dan dapat

dilakukan oleh pasien sendiri (Sinclair, 2010). Efek masase abdomen menurut Liu et

al (2005), yaitu dapat mendorong pemuatan rektum, dengan meningkatkan tekanan

intra abdomen. Dalam beberapa kasus neurologis, masase abdomen dapat

memproduksi gelombang rektum yang menstimulasi reflek somato-autonomic dan

sensasi buang air besar. Penerapan EBN dilakukan oleh penulis selama 7 minggu pada

12 orang klien dengan stroke menunjukkan hasil masase abdomen secara signifikan

memperbaiki kondisi konstipasi dan frekuensi buang air besar.

Penulis berperan sebagai pemberi keperawatan langsung yaitu penulis telah melakukan

praktek keperawatan selama 1 tahun dan pada periode tersebut penulis telah

melaksanakan asuhan keperawatan pada 33 pasien dengan gangguan neurologis, dan

lebih memfokuskan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan stroke

hemoragik. Peran penulis yang lain dalam praktek perawat spesialis adalah sebagai

inovator. Inovasi yang dilakukan adalah pelaksanaan pengkajian ADL menggunakan

Barthel Index. Barthel Index merupakan salah satu alat ukur untuk menilai

kemampuan fungsional pasien. Barthel Index ini juga merupakan instrumen untuk

mendapatkan data ADL pasien yang terdiri dari kemampuan buang air besar, buang air

kecil, merawat diri, penggunaan toilet, makan, berpindah, mobilitas, berpakaian,

menggunakan tangga dan mandi. Data dari kemampuan pasien akan kegiatan tersebut

menjadi dasar dalam menegakkan diagnosa keperawatan. Berdasarkan data tersebut

juga dapat digunakan untuk mengevaluasi status fungsional pasien setelah melalui

proses asuhan keperawatan diruang neurologi lantaiVI ruang teratai RSUP Fatmawati

Jakarta.

Laporan analisis praktik ini merupakan tugas akhir dalam melaksanakan pendidikan

perawat spesialis. Laporan analisis praktek keperawatan ini menggambarkan

pengalaman praktek perawat spesialis selama 1 tahun praktik dengan menerapkan

model konsep dan teori adaptasi Roy dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada

pasien dengan gangguan neurologi khususnya pasien stroke hemoragik, serta

menjalankan peran sebagai pendidik, peneliti dan inovator.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

6

Universitas Indonesia

1.1.Tujuan Penulisan

1.1.1. Tujuan Umum

Memberikan gambaran yang menyeluruh terhadap pengalaman praktek pendidikan ners

spesialis dan penerapan model konsep dan teori adaptasi Roy dalam memberikan asuhan

keperawatan pada klien dengan gangguan neurologi terutama klien stroke hemoragik di

ruang perawatan neurologi lantaiVI teratai RSUP Fatmawati Jakarta.

1.1.2. Tujuan Khusus

a. Memberikan analisis pelaksanaan penerapan model konsep dan teori adaptasi

menurut Roy dalam rangka memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan neurologis terutama pada klien stroke hemoragik di ruang perawatan

neurologi lantaiVI teratai RSUP Fatmawati Jakarta

b. Memberikan analisis pelaksanaan peran perawat sebagai researcher dalam

penerapan eviden base nursing practice pada klien dengan gangguan neurologis

terutama pada klien stroke hemoragik di ruang perawatan neurologi lantai VI teratai

RSUP Fatmawati Jakarta

c. Memberikan analisis pelaksanaan peran perawat sebagai praktisi keperawatan yaitu

sebagai inovator dalam memberikan asuhan pada klien dengan gangguan neurologis

di ruang perawatan neurologi lantaiVI teratai RSUP Fatmawati Jakarta

1.2.Manfaat

Laporan analisis praktek ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada beberapa pihak

terkait antara lain :

1.2.1. Manfaat bagi instansi pelayanan keperawatan

Laporan ini dapat memberikan gambaran model pelaksanaan asuhan keperawatan

menggunakan pendekatan RAM pada klien dengan gangguan neurologi khususnya klien

stroke hemoragik dalam tatanan klinik di ruang perawatan neurologi lantai VI teratai

RSUP Fatmawati Jakarta, selanjutnya dapat menjadi pertimbangan untuk pelaksanaannya

sesuai kondisi ruangan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

7

Universitas Indonesia

1.2.2. Manfaat bagi pengetahuan keperawatan

a. Laporan analisis praktek keperawatan ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu

keperawatan, khususnya keperawatan medikal bedah terkait penerapan RAM dalam

asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persarafan terutama klien stroke

hemoragik.

b. Laporan analisis ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengalaman

peran perawat spesialis dalam melakukan perannya sebagai pemberi asuhan, peneliti,

pendidik dan innovator, sehingga menciptakan iklim positif untuk peningkatan

pengetahuan perawat.

c. Laporan analisis praktek keperawatan diharapkan dapat memberikan informasi yang

bersumber dari pengalaman penulis dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien

gangguan neurologi terutama klien dengan stroke hemoragik, sehingga dapat

meningkatkan pemahaman teori keperawatan dalam hal ini RAM dalam kaitannya

dengan peningkatan proses belajar mengajar.

d. Laporan analisis praktek keperawatan diharapkan menjadi rujukan bagi profesi

perawat yang mempunyai perhatian dan peminatan terhadap pengembangan

keperawatan medikal bedah khususnya peminatan keperawatan neurologi, dalam

melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan neurologi terutama klien

stroke hemoragik.

1.2.3. Manfaat bagi mahasiswa keperawatan

Laporan analisis praktek keperawatan ini merupakan salah satu sumber pengetahuan

dan juga dapat digunakan sebagai data dalam melakukan penelitian lanjut serta kajian

teori keperawatan terkait penerapan teori keperawatan dan model adaptasi dari Sister

Callista Roy pada klien gangguan neurologi terutama klien dengan stroke hemoragik.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

8

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN TEORI

Tinjauan teori dalam bab 2 ini akan menjabarkan konsep stroke khususnya stroke

hemoragik, asuhan keperawatan dengan pendekatan model adaptasi Roy dan

aplikasi asuhan keperawatan pasien menggunakan model adaptasi Roy pada klien

stroke hemoragik.

2.1. Stroke

2.1.1. Definisi

Stroke atau penyakit serebrovaskuler yang mengacu pada gangguan neurologic

yang mendadak dan terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah yang

melalui system suplai arteri otak (Price & Wilson, 2006). Sedangkan Warlow et al,

(2007) mendefinisikan stroke adalah sindrom yang memberikan tanda dengan

gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat berupa gangguan

fungsional otak fokal maupun global yang terjadi lebih dari 24 jam (kecuali ada

tindakan bedah atau kematian) yang disebabkan oleh vaskuler dan bukan penyebab

lain. Definisi ini meliputi stroke akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan

intraserebral (PIS) non traumatic, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus

perdarahan subarachnoid (PSA). Wahjoepramono (2005) menjelaskan bahwa

stroke adalah terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi darah non traumatic yang

terjadi secara tiba-tiba pada suatu area fokal di otak, sehingga mengakibatkan

keadaan iskemia dan gangguan fungsi neurologic fokal maupun global yang

berlangsung lebih dari 24 jam, dan atau langsung menyebabkan kematian.

Data dari GCNKSS (Greater Cincinnati/Northern Kentucky Stroke Study), FHS

(Framingham Heart Study), ARIC (Atherosclerosis Risk in Communities study),

NHLBI (National Heart, Lung, and Blood Institute), tiap tahun sekitar 700.000

orang mengalami serangan stroke baru atau berulang, sekitar 500.000 dari angka

tersebut adalah serangan pertama stroke dan 200.000 adalah serangan berulang.

Insiden stroke pada laki- laki lebih tinggi dari wanita pada usia muda tetapi tidak

pada usia tua. Insiden pada laki-laki/wanita tersebut adalah 1.25 pada usia 55 tahun

8

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

9

Universitas Indonesia

sampai 64 tahun, dan 1.50 pada usia 65 tahun sampai dengan 74 tahun, serta 1.07

pada usia 75 sampai 84 tahun, serta 0.76 pada usia 85 tahun (Lloyd, 2009). Dari

keseluruhan stroke tersebut 87% adalah stroke ischemic dan sisanya adalah PIS dan

PSA.

2.1.1 Faktor resiko dan etiologi stroke

a. Faktor usia

Dalam beberapa studi usia yang meningkat memiliki hubungan dengan risiko

stroke. Sebagaimana penelitian Hajat et al (2001, dalam Gofir, 2009) usia yang

meningkat memiliki hubungan yang independen dengan stroke infark

dibandingkan dibandingkan dengan stroke hemoragik. Harmsen (2006, dalam

Gofir, 2009) usia memiliki hubungan yang independen dengan peningkatan

risiko stroke. Stroke menyerang kebanyakan pada klien usia diatas 40 tahun

(Wahjoepramono, 2005)

b. Ras

Data dari NHLBI pada ras kulit hitam mengalami resiko serangan stroke

pertama dua kali lipat dibandingkan ras kulit putih. Insiden stroke yang

disesuaikan dengan usia didapatkan pada usia antara 45 sampai dengan 84

tahun pada laki-laki ras kulit hitam sejumlah 6.6 per 1000 populasi, pada laki-

laki kulit putih sejumlah 3.6, pada wanita kulit hitam 4.9, dan pada wanita kulit

putih 2.3.

c. Faktor penyakit serebrovaskuler sebelumnya

Menurut Harmsen (2006, dalam Gofir, 2009) Riwatat TIA (transient ischaemik

attack) memiliki hubungan yang independen dengan risiko stroke

d. Penyakit diabetes mellitus

klien stroke iskemik dengan diabetes pada usia lebih muda, lebih mungkin

Afrika Amerika, dan lebih cenderung memiliki hipertensi, MI (myocard

infark), dan kolesterol tinggi daripada klien nondiabetes, menurut data dari

studi GCNKSS. Tingkat insiden yang spesifik umur dan rasio tingkat

menunjukkan bahwa diabetes meningkatkan kejadian stroke iskemik pada

semua umur, tetapi risiko ini adalah yang paling menonjol sebelum usia 55 di

Afrika Amerika dan sebelum usia 65 tahun pada kulitputih. Satu tahun kasus

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

10

Universitas Indonesia

tingkat fatalitas setelah stroke iskemik tidak berbeda antara klien dengan dan

tanpa diabetes (Kissela et al, 2005)

e. Penyakit Atrial Fibrilasi (AF)

Menurut Hajat et al (2001) dalam penelitiannya AF berhubungan dengan semua

infark non lakunar, sirkulasi anterior posterior, dan sirkulasi anterior parsial.

Sementara Gage et al (2004, dalam Gofir, 2009) dalam penelitiannya

mengungkapkan AF adalah gangguan irama jantung yang menyerang pada

kebanyakan pria dewasa, AF ditemukan 1-1,5% populasi dinegara-negara barat.

Kejadian AF meningkat dengan bertambahnya umur, ditemukan 1% pada usia

< 60 tahun, tetapi kurang lebih 10% pada usia > 80 tahun. Risiko stroke atau

emboli meningkat 5 kali lipat pada klien AF dibandingkan non AF.

f. Merokok

Resiko relatif (RR) stroke pada perokok berat (lebih dari 40 batang sehari)

adalah dua kali lipat dari perokok ringan (kurang dari 10 batang per hari).

Risiko stroke menurun secara signifikan 2 tahun setelah berhenti merokok dan

pada tingkat bukan perokok sebesar 5 tahun ( Wolf et al,1988). Faktor resiko

stroke meningkat menjadi 22 kali lebih besar daripada rata- rata adalah pada

wanita perokok berusia lebih dari 30 tahun dengan kontrasepsi oral dengan

kandungan estrogen tinggi (http://www.stroke.org dalam Price & Wilson, 2006)

g. Hipertensi

Menurut Harmsen (2006, dalam Gofir, 2009) tekanan darah tinggi memiliki

hubungan yang independen dengan risiko stroke

h. Obesitas

Menurut Harmsen (2006, dalam Gofir, 2009) peningkatan BMI (body mass

index) memprediksi stroke. Pada penelitian United States Physician Health

Study mendapatkan subject dengan BMI lebih dari 27.8 kg/m2 secara

signifikan memiliki risiko stroke iskemik dan hemoragik yang lebih besar

(Kurth et al, 2001)

i. Aktivitas fisik

Hubungan antara jenis kegiatan fisik dan risiko stroke telah diteliti dalam

beberapa penelitian. Sebuah kohort study aktivitas berjalan dan partisipasi

olahraga pada 73265 pria dan wanita di Jepang, risiko kematian stroke di

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

11

Universitas Indonesia

kategori tertinggi pada aktivitas jalan dan partisipasi olahraga adalah berkurang

29% dan 20% untuk masing-masing (Noda, 2005).

2.1.2 Klasifikasi stroke

Beberapa literature menjelaskan klasifikasi stroke secara berbeda, namun dalam hal

ini penulis menjelaskan menurut beberapa ahli yang memiliki beberapa kesamaan.

Menurut Price dan Wilson (2006) klasifikasi stroke berdasarkan patologi anatomi

dan penyebabnya terbagi atas 2 bagian yaitu: (1) stroke iskemia-infark serebrum;

(2) stroke hemoragik intrakranium. Pada bab ini akan langsung dijelaskan tentang

stroke hemoragik. Stroke hemoragik non traumatic (Wahjoepramono, 2005 : Price

& Wilson, 2006; Mumenthaler & Mattle, 2006) terbagi menjadi: PIS dan PSA.

Menurut Wahjoepramono (2005) perdarahan karena efek trauma tidak

dikategorikan sebagai stroke hemoragik.

Prosentase kejadian stroke hemoragik adalah 15 – 20% dari semua kasus stroke.

Pada keadaan non traumatic stroke hemoragik terbagi dalam 2 katagori (Price &

Wilson, 2006; Wahjoepramono, 2005; Mumenthaler & Mattle, 2006).

a. Perdarahan intraserebrum (PIS) adalah adanya ekstravasai darah kedalam

jaringan parenkim yang disebabkan rupture arteri perforantes dalam

(Wahjoepramono, 2005). PIS sebagian besar disebabkan oleh hipertensi, selain

itu PIS juga bisa disebabkan oleh diskrasia darah, malformasi vaskuler serebral,

tumor otak, kebiasaan merokok, penyalahgunaan obat, dan konsumsi alkohol

(Price & Wilson, 2006; Wahjoepramono, 2005). Menurut Hankey & Less

(2001) faktor penyebab stroke dapat dibagi dalam tiga katagori yaitu faktor

anatomik, faktor hemostatik, dan faktor hemodinamik.(1) Faktor anatomik

berhubungan dengan penyakit arterial, sebagai contoh : malformasi arteriovena,

aneurisma, amiloid angiopati, diseksi arteri, dan lain-lain. (2) Faktor hemostatik

berhubungan dengan diatesa perdarahan, seperti: pemakaian antikoagulan

(terutama pada pasien berusia lanjut), leukimia, pengobatan trombolitik, DIC

(disseminated intravascular coagulation), dan sebagainya. (3) Faktor

hemodinamik berhubungan dengan kenaikan tekanan darah seperti : Hipertensi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

12

Universitas Indonesia

arterial akut, hipertensi kronik, penyalahgunaan obat, penggunaan obat

stimulan dan lain- lain.

b. Perdarahan subarachnoid (PSA), adalah terjadinya ekstravasasi darah kedalam

ruang subarachnoid dalam susunan saraf pusat (Wahjoepramono, 2005). PSA

sering diakibatkan oleh aneurisma sakular (Berry), beberapa penelitian

mengungkapkan hal ini, bahkan prosentasinya mencapai 70%-80%. Penyebab

lain yang lebih jarang adalah karena malformasi arteriovena (MAV), kelainan

darah, vaskulitis, penyalahgunaan obat stimulant, infeksi, thrombosis sinus

serebralis dan sekunder dari PIS. Mekanisme PSA pada dasarnya hampir sama

dengan PIS, hanya lokasi ekstravasasi darah terjadi pada ruang subaraknoid

(Price & Wilson, 2006; Wahjoepramono, 2005).

2.1.3 Patofisiologi stroke hemoragik

Teori mikroaneurisma untuk stroke perdarahan baru- baru ini telah disangkal dan

dipostulasikan bahwa nekrosis fibrinoid pada arteri kecil dan arteriola yang

disebabkan oleh hipertensi mungkin menjadi penyebab langsung hemoragik

serebral. Hipertensi adalah menjadi factor penentu pada PIS dan infark serebral

dimana telah berakibat pada artherosklerosis, dengan predileksi pada arteri

preserebral dan serebral besar (Gofir, 2009). Pada mekanisme nekrosis fibrinoid

terjadi kerusakan pada dinding pembuluh darah dimana terjadi deposisi material

fibrinoid, ekspansi fokal aneurisma dan ekstravasasi sel darah merah.

Dari studi Hebstein dan Scamburg menyimpulkan perdarahan yang terjadi

umumnya adalah perdarahan monofasik dengan durasi 2 jam atau kurang,

selanjutnya akan terjadi penurunan aliran darah ke hemisfer yang terkait.

Perburukan klinis akan terjadi karena perbesaran hematom yang terus berjalan.

Secara umum PIS berada di putamen disudut posterior dari nucleus, dan tersebar

secara terpusat dengan arah anterior posterior bukan secara tranversal. Perdarahan

ini menimbulkan massa ovoid dengan diameter anteroposterior yang berkumpul di

putamen dan struktur- struktur dibagian lateral putamen, kapsula interna dan

claustrum. Korteks insular akan terdorong kearah lateral, sedangkan kapsula

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

13

Universitas Indonesia

interna akan terdorong kearah medial ataupun berada dilokasi hematom tersebut.

Secara umum perdarahan cabang arteri striata ini menimbulkan PIS di putamen

lateral posterior, karena arteri ini mengalirkan darah ke putamen, kapsula interna,

dan bagian proksimal nucleus kaudatus.

Perdarahan pada putamen dan claustra akan meluas ke area sekitarnya, meluas ke

medial yaitu kedalam kapsula interna dan ventrikel lateral, ke area superior yaitu

corona radiata, dan ke lateral inferior yaitu substansia alba lobus temporal.

Perdarahan akan menimbulkan gejala yang berbeda tergantung dari lokasi awal

perdarahan, daerah perluasan dan ada tidaknya peningkatan tekanan intracranial

(PTIK).

Akumulasi local darah ini akan merusak parenkim secara lokal, menempati dan

memotong struktur nervus disekitarnya. Setelah perdarahan berhenti dan hematom

membentuk suatu bekuan maka tidak tampak perubahan secara histopatologis,

sampai proses perbaikan kurang lebih 3 minggu setelah onset. Makrofag yang

mengandung hemosiderin akan tampak yang menjadi penanda mulainya proses

penghilangan bekuan, dimana proses ini berjalan perlahan dari perifer ke sentral

hematom. Proses fagositosis ini terjadi beberapa bulan lalu sisa area hematom

menjadi kavitas yang kolaps, mendatar, dan mempunyai garis merah jingga yang

berasal dari akumulasi makrofag yang mengandung hemosiderin (Wahjoepramono,

2005).

Perdarahan bisa juga disebabkan oleh infark serebrum (akibat embolus), alasannya

apabila embolus dibersihkan dari arteri maka dinding pembuluh darah setelah

tempat oklusi akan mengalami perlemahan dalam beberapa hari pertama setelah

oklusi, sehingga dapat terjadi kebocoran dari dinding pembuluh darah tersebut.

Terkait dengan hal ini pengendalian hipertensi diperlukan pada minggu- minggu

pertama setelah stroke emboli, guna mencegah kerusakan lebih lanjut, namun perlu

diingat bahwa penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan

berkurangnya perfusi dan meluasnya iskemik (Price & Wilson, 2006).

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

14

Universitas Indonesia

Pada kasus pemakaian kokain yang menjadi kausa PIS pada stroke hemoragik,

hubungan pasti antara kokain dengan PIS masih kontroversial, walaupun diketahui

peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat dipicu oleh penggunaan kokain.

Peningkatan aktivitas saraf simpatis ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan

darah secara mendadak. Perdarahan dapat terjadi pada pembuluh darah

intraserebrum atau subarachnoid pada kasus terakhir biasanya terdapat aneurisma

(Price & Wilson, 2006).

Mekanisme PSA tidak berbeda dengan PIS, hanya lokasi ekstravasasi perdarahan

meliputi ruang subaraknoid. Karena rupture aneurisma menjadi penyebab tersering

maka dapat dijelaskan sebagai berikut. Mayoritas aneurisma intracranial yang

ditemukan sekitar 80 – 85% berada di sirkulasi anterior, dengan lokasi paling

sering pada persambungan arteri karotis interna dengan arteri komunikan posterior,

kompleks arteri komunikan anterior atau di trifurkasio arteri serebralis medialis.

Sedangkan pada sirkulasi posterior, aneurisma sering terdapat pada bifurkasio

arteri basilaris atau dipersambungan antara arteri vertebralis dan arteri serebral

posterior inferior ipsilateral (Wahjoepramono, 2005)

Hukum Laplace dapat memprediksi rupturnya aneurisma, dimana tegangan dinding

aneurisma berbanding lurus dengan tekanan intra aneurisma dan radius kantong

aneurisma; dan berbanding terbalik dengan ketebalan dinding aneurisma. Ruptur

dapat terjadi jika tekanan arterial meningkat, ukuran aneurisma yang membesar dan

ketebalan dinding yang menipis sehingga melewati batas kemampuan aneurisma

(Wahjoepramono, 2005)

2.1.2. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis stroke hemoragik dapat dibedakan berdasarkan perdarahan

intraserebral dan perdarahan subaraknoid.

2.1.2.1 Manifestasi klinis perdarahan intraserebral

Mumenthaler dan Mattle (2006) menyebutkan bahwa stroke hemoragik

memberikan manifestasi yang hampir sama dengan stroke infark (tiba- tiba

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

15

Universitas Indonesia

mengalami deficit neurologic fokal), namun ada tanda yang spesifik pada

perdarahan intracranial yaitu :

a. Nyeri kepala tiba- tiba yang sering disertai muntah- muntah.

b. Secara cepat terjadi deficit neurologic (dimana tipenya tergantung lokasi

perdarahan)

c. Penurunan kesadaran progresif yang mungkin menuju koma.

d. Terjadi serangan epilepsy pada beberapa pasien.

Menurut Wahjoepramono (2005) mayoritas PIS terdapat pada kompartemen

supratentorial, dan sebagian besar melibatkan struktur yang lebih dalam dari

hemisfer serebral, ganglia basalis, dan thalamus. Manifestasi klinis menurut

Wahjoepramono (2005) yang paling utama pada PIS adalah berkaitan dengan

PTIK, dengan gejala yang paling umum adalah penurunan kesadaran, mual

muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi (91% kasus), hipertrofi

ventrikel kiri, retinopati hipertensif, perdarahan subhyaloid yaitu kumpulan darah

preretinal (cenderung pada PSA). Sedangkan menurut area perdarahan dapat

dijelaskan sebagai berikut

a. Perdarahan lobaris yaitu perdarahan pada tingkat subkortikal substansia

alba pada lobus serebral menunjukkan manifestasi: sakit kepala, kejang,

tidak ada deficit motorik (karena hematom lobaris umumnya tidak

mengenai jaras motorik)

b. Perdarahan putamen: kelemahan motorik unilateral, yang diikuti

abnormalitas sensorik, visual dan perilaku. Beberapa jam setelah onset akan

timbul sakit kepala dan muntah. Jika manifestasi klinis sudah muncul secara

lengkap akan timbul hemiplegia flaksid dengan sindroma hemisensorik dan

hemianopia homonimus. Bila lesi mengenai hemisfer sisi dominan akan

didapatkan afasia global, namun bila pada hemisfer non dominan akan

didapatkan hemi-inattention. Selanjutnya dapat ditemukan kelumpuhan

pandangan horizontal konjugat dengan deviasi kesisi lesi.Ukuran pupil

bereaksi normal kecuali sudah terdapat herniasi unkal, dimana akan disertai

kelumpuhan ipsilateral nervus kranialis III.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

16

Universitas Indonesia

c. Perdarahan kaudatus lebih sering dimasukkan dalam perdarahan putaminal

sebagai hematom ganglia basalis. Prosentase perdarahan kaudatus adalah 5-

7 % setara dengan perdarahan serebelar. Manifestasinya: sakit kepala dan

muntah yang diikuti penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan kaku leher, gangguan perilaku (disorientasi dan konfusi) sering

diikuti dengan gangguan ingatan jangka pendek. Manifestasi ini bersifat

temporer. Selain itu terdapat 50% kasus mengalami kelumpuhan pandangan

transien dan hemiparesis kontralateral. Gangguannya berupa kelumpuhan

pandangan horizontal, dengan deviasi konjugat mengarah pada sisi

perdarahan, sedangkan kelumpuhan pandangan vertikal jarang terjadi.

Kadang- kadang deficit motorik terjadi disertai syndrome hemisensorik

transien.

d. Perdarahan talamik terjadi 10-15% dari PIS. Perdarahan ini jika meluas ke

lateral akan mengenai kapsula interna, kearah medial mengenai ventrikel

tiga, kearah inferior mengenai subtalamus dan kearah dorsal mengenai otak

tengah, bila massa sangat besar bisa mencapai daerah parietal.

Manifestasinya berupa deficit sensorimotorik unilateral yang terjadi secara

cepat, sering muntah, namun jarang sakit kepala, gejala tersebut timbul 1-2

jam setelah onset. Gejala lain adanya hemiparesis atau hemiplegik (pada

100%) kasus, disertai syndrome hemisensorik, berupa penurunan modalitas

system sensorik pada tungkai, wajah dan punggung kontralateral. Gejala

utama adalah kelainan pada Nervus III. Kombinasi gejala ini adalah

kelumpuhan pandangan atas dengan miosis pupil non reaktif. Gejala ini

timbul karena hematom membesar keatas otak tengah.selain itu gejala yang

sering terjadi retraksi nistagmus, paralisis konvergen, dan deviasi yang

tidak simetris.hematom yang ukurannya lebih dari 3,3 mm biasanya bersifat

fatal, namun yang berukuran kurang dari 2,7 mm masih memiliki prognosa

baik.

e. Perdarahan serebelar terjadi sekitar 5-15% dari seluruh stroke hemoragik.

Gejala awal berupa rasa pening (dizziness), mati rasa pada wajah,

selanjutnya pasien tiba-tiba tidak mampu jalan bahkan berdiri. Gejala yang

sering adalah muntah segera setelah onset.beberapa pasien menunjukkan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

17

Universitas Indonesia

kaku pada leher dan bahu, tinnitus serta hiccup. Kehilangan kesadaran

secara total saat onset jarang terjadi, namun perburukan segera terjadi

dalam 1-3 jam seperti halnya PIS jenis lain. Beberapa analisa menunjukkan

trias karakteristik perdarahan ini adalah ataksia apendikular, ipsilateral gaze

palsy dan kelumpuhan nervus fasialis perifer. Gejala lain adalah adalah

deviasi asimetris ocular, hemiplegic kontralateral, pupil mata biasanya kecil

dan reaktif terhadap cahaya, serta terjadinya disartria pada 2/3 kasus.

f. Perdarahan pada mesenfalon menunjukkan gejala ataksia dan oftamoplegia,

hidrosefalus dapat terjadi akibat blockade atau distensi pada akuaduktus

atau ventrikel 3. Diatesa perdarahan juga dapat menimbulkan perdarahan

pada otak tengah yang terisolir, seperti yang dilaporkan pada pasien

leukemia yang tiba- tiba mengalami kelumpuhan nervus okulomotorius dan

tremor kontralateral. Beberapa kasus melaporkan gejala berupa

kelumpuhan nervus III, kelemahan bulbar, reflex ekstensor plantar, sakit

kepala yang menyeluruh, muntah, hemiparese, ataxia serebral,

hemihipostesia kontralateral, diplopia, kelumpuhan nervus VI dan pupil

pinpoint.

g. Perdarahan pada pons biasanya fatal walaupun kematian tidak terjadi

mendadak saat kejadian, kematian biasanya terjadi 24 – 48 jam pertama.

Evaluasi oleh Steegman (1951) didapatkan hasil bahwa pasien tidak

mengalami kematian secara cepat dan tidak ada yang meninggal kurang

dari 22 jam. Gejalanya adalah pupil pinpoint, paralisis bulbar, terdapat

aktivitas irregular motorik pada ekstremitas yang diistilahkan “shaking,

twisting dan trembling” yang bukan cerminan konvulsi epileptiform.

Selain itu terjadi abnormalitas pola pernafasan, berupa pernafasan berat,

lambat, gasping dengan frekuensi yang irregular. Gejala lain adalah sakit

kepala hebat, beberapa menit sebelum koma, vomitus prominen dan kejang.

Episode spasmodic deserebrasi dan terkadang disertai menggigil hebat

dengan hipertermi (yang sebagian mencapai 39°C, namun dapat pula 42°-

43° C pada fase terminal).

h. Perdarahan pada medulla oblongata menunjukkan gejala rasa pening,

muntah, sakit kepala, diplopia, dan parestesia tungkai atas kanan. Pada

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

18

Universitas Indonesia

umumnya menjadi somnolen dalam waktu singkat dan ataksik disertai kaku

kuduk, hemiparesis kiri, nistagmus, disfonia dan disfagia.

2.1.1.2 Manifestasi klinis perdarahan subaraknoid

Menurut Mumenthaler dan Mattle (2006) pada PSA dapat menunjukkan

manifestasi sebagai berikut :

a. Nyeri kepala yang berat secara tiba- tiba, sangat intens dan sering

digambarkan “nyeri kepala terburuk selama saya hidup”. Nyeri kepala bisa

diawali episode nyeri kepala sementara atau gejala minor lain ( nyeri kepala

premonitory, peringatan kebocoran), hal ini paling sering menyebar atau

bioccipital.

b. Sering pada awalnya terjadi penurunan kesadaran sementara beberapa jam

atau hari dengan diikuti penurunan kesadaran sampai koma berulang

c. Sering mengalami mual muntah

d. Jarang disertai kelemahan nervus kranialis (penyebabnya aneurisma di

lokasi khusus) atau deficit neurologi fokal contoh disebabkan oleh

perdarahan pada parenkim otak.

Menurut Wahjoepramono (2005) manifestasi klinis pada PSA pada dasarnya

adalah gejala akibat PTIK, gejala iritasi meningeal dan gejala fokal akibat efek

kompresi pada nervus kranialis

a. Gejala akibat PTIK: sakit kepala hebat secara mendadak (thunderclap

headache), fotofobia, mual dan muntah, serta penurunan kesadaran yang

persisten.

b. Gejala iritasi meningeal : kaku kuduk, kernig dan brudzinski positif, namun

adakalanya gejala ini pada 4-8 jam pertama belum muncul.

c. Gejala neurologic lain : papil edema, perdarahan pada retina atau

intraokuler, penurunan reflek tendon dan reflek abdominal.

d. Gejala neurologis fokal: contoh gejala fokal akibat aneurisma yang rupture

adalah:

(a) Perdarahan kortikal di bagian tengah serebrum: dapat menyebabkan

konvulsi epiletform, hemiparesis, hemiplegic ataupun monoplegi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

19

Universitas Indonesia

(b) Perdarahan pada jaras nervus optikus: gejala defek visual

(c) Perdarahan di persambungan arteri serebri anterior dan arteri

komunikan anterior dapat menyebabkan gangguan ke lobus frontalis

sehingga terjadi gangguan kognitif dan mental, retensi urine,

inkontinensia, hemiparesis atau bahkan afasia ekspresif.

(d) Perdarahan di area arteria basilaris dapat menyebabkan quadriplegia,

paralisis menyilang atau kekakuan pada leher.

(e) Alat yang dapat digunakan untuk klasifikasi derajat keparahan PSA

adalah skala Hunt dan Hess.

Tabel 2.1. Skala Hunt dan Hess untuk penentuan derajat PSA

Derajat Status neurologik

I Asimptomatik, atau nyeri kepala minimal dan kaku kuduk ringan

II Nyeri kepala sedang sampai parah, kaku kuduk, tidak ada deficit neurologic,

kecuali kelumpuhan nervus kranialis

III Mengantuk, deficit neurologic minimal

IV Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, mungkin rigiditas, deseberasi dini

dan gangguan vegetative.

V Koma dalam, rigiditas deseberasi, penampakan parah

Sumber : Hunt WE,Hess RM (1968, dalam Price & Wilson, 2006).

2.1.3. Diagnosis Stroke

Diagnosis stroke hemoragik ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

klinis neurologis termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke

(Mumenthaler & Mattle, 2006; Price & Wilson, 2006; Wahjoepramono, 2005)

antara lain : pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk PIS adalah pemeriksaan

LCS, CT scan kepala atau MRI. Pada fase akut pemeriksaan ini bisa gagal

mendeteksi MAV karena dikaburkan oleh perdarahan, angiografi bisa diperlukan,

dan pada beberapa pasien diperlukan profil pembekuan darah. Adapun

pemeriksaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan jumlah leukosit, eritrosit, trombosit,

hitung jenis, hemoglobin, hematocrit, dan laju endap darah. Pemeriksaan ini

dapat mendeteksi trombositosis, trombositopenia, anemia (termasuk penyakit

sickle sel), leukositosis dan kelainan viskositas darah dapat terdeteksi pada

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

20

Universitas Indonesia

pemeriksaan ini. Pemeriksaan Gula darah penting untuk mendeteksi penyebab

gangguan neurologis dan berhubungan dengan tatalaksana stroke. Pemeriksaan

prohtrombine time (PT) dan activated partial thromboplastine time (APPT)

penting khususnya pada pasien pengguna terapi antikoagulan. Pemeriksaan

kadar kolesterol dan profil lipid mengingat hiperlipidemia merupakan salah

satu factor risiko stroke.

b. Computed Tomography (CT) Scan tanpa kontras; adalah pemeriksaan yang

sangat penting dan mampu membedakan transient ischemic attack (TIA),

stroke iskemik dan stroke hemoragik. Pada awal perdarahan didapatkan

gambaran yang homogen, area hiperdens dan berbatas jelas.daerah yang

hiperdens akan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu selanjutnya akan

menjadi hipodens seluruhnya, namun berkurangnya hiperdensitas tergantung

dari besar kecilnya hematom. CT scan juga dapat membedakan perdarahan

intraserebral akut dan subakut. Lokasi perdarahan dapat membantu dalam

menntukan patofisiologi yang mendasarinya. Hipertensi kronis memberikan

gambaran perdarahan pada lokasi putamen, thalamus, pons, serebelum,

caudatus dan area subcortikal pada peralihan dari substansia alba ke substansia

grisea. Amiloid angiopati perdarahan biasanya besar, superficial, lobar dan

cenderung berulang. Pada pemakaian antikoagulan, trombolitik atau

koagulopati sistemik, perdarahan umumnya menunjukkan gambaran multiple,

besar, dan terdapat air-fluid level.

Pada PSA, perdarahan dapat terdeteksi pada 24 jam pertama, sensitivitas akan

menurun 80% setelah 3 hari, dan 50 % setelah 3 minggu. Ini terjadi karena

darah segera dibersihkan dari ruang subarachnoid. AVM pada CT scan agak

hiperdens, lesi berbatas jelas terkadang tidak beraturan dan multi lobus.

CT scan dengan kontras pada perdarahan intracranial tidak terlalu diperlukan

pada fase awal, namun jika hasil CT scan polos menunjukkan adanya edema

massa putih disekitar hematom akut atau densitas yang abnormal yang

bersebelahan atau mengelilingi hematom tersebut maka CT scan kontras

diperlukan karena kemungkinan perdarahan akibat tumor atau AVM.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI); dasar pemeriksaan ini adalah interaksi

gelombang radiofrekuensi dan nucleus- nucleus tertentu dalam jaringan tubuh

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

21

Universitas Indonesia

(inti atom H) di dalam lapangan magnet yang kuat. Teknik MRI yang terbaru

mampu menggambarkan anatomi secara rinci, membedakan iskemik dan infark

serebral, menyingkirkan perdarahan intracranial, dan menginformasikan

angiografi, spektroskopi, dan perfusi dari pembuluh darah serebral. Kekurangan

alat ini : memakan waktu lebih lama sehingga tidak sesuai untuk kasus akut,

tidak dapat dilakukan pada pasien dengan pace maker, atau yang memakai

implant berbahan metal dan prothese.

d. Cerebral Angiography; merupakan baku emas pemeriksaan serebrovaskuler.

berguna untuk mengevaluasi aneurisma dan malformasi arteriovenosa.

Visualisasi arteri pada sirkulasi serebral didapatkan dengan menyuntikan

kontras langsung kedalam arkus aorta atau secara selektif kedalam arteri

karotid dan vertebra. Namun dengan berkembangnya CTA (CT Angiografi)

dan MRA, pemeriksaan ini jarang digunakan untuk tujuan diagnostic tetapi

untuk intervensi. Magnetic Resonance Angiografy (MRA) dapat membuat

pemetaan struktur anatomis berdasarkan rekaman radiofrekuensi dari proton

yang ada pada aliran darah (jaringan yang bergerak) dan proton pada jaringan

sekitarnya yang bersifat statis. MRA telah menggantikan peran angiografy

kontras pada beberapa situasi. Saat ini dikenal DSA (digitalsubtraction

angiography) keuntungan alat ini dapat menggunakan kontras dengan dosis

yang lebih kecil, karena dapat menggunakan kateter yang lebih kecil.

e. Transcranial Doppler (TCD); TCD adalah pemeriksaan standar untuk stroke,

terutama jika dipertimbangkan untuk dilakukan Carotidendarterectomy (CEE).

TCD digunakan untuk mendeteksi stenosis intrakranial, evaluasi pembuluh

darah karotis dan vertebrobasilar, mengkaji pola dan luasnya sirkulasi kolateral

pada pasien yang diketahui mengalami stenosis atau oklusi arteri, dan

mendeteksi adanya mikroemboli.

f. Ultrasonography (USG) dapat mengevaluasi arteri karotis pars servikalis dan

arteri vertebralis; pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya stenosis karotis.

g. Electrocardiogram (ECG); digunakan untuk mendeteksi adanya infark miokard

atau aritmia yaitu atrial fibrilasi yang sering mengakibatkan stroke iskemik

akibat emboli yang ditimbulkannya

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

22

Universitas Indonesia

h. Pungsi lumbal pada stroke hemoragik karena PIS dan PSA akan diperoleh

gambaran cairan serebro spinalis berwarna xantrochrom dan mengandung sel

darah merah.

2.1.4. Penatalaksanaan

Managemen stroke hemoragik pada prinsipnya ditujukan mengurangi efek massa

dan mencegah penambahan volume perdarahan atau perdarahan ulang

(Wahjoepramono, 2005). Pada fase akut akibat perdarahan intraserebral beberapa

hal yang menjadi perhatian adalah terjaganya jalan nafas, pengendalian tekanan

darah, dan adekwatnya perfusi serebral, beberapa pengobatan dilakukan pada fase

ini. Menurut Mumenthaler dan Mattle (2006) pengobatan dan prognosis pasien

penderita perdarahan intraserebral akut memerlukan pengamatan klinis ketat;

khususnya tanda-tanda hipertensi intrakranial (Muntah, gangguan kesadaran

progresif dan kadang-kadang anisokor dan papil edema) harus waspada mengamati

hipertensi intrakranial karena dapat disebabkan oleh perdarahan berulang, progresif

edema otak, dalam kedua kasus, harus segera terdeteksi dan diobati. Selain itu,

stabilisasi fungsi vital dan pengobatan serangan epilepsi, jika ada. Berikutnya pada

beberapa kasus adalah dibutuhkan tindakan operasi untuk mengurangi efek massa

serta efek bekuan darah.

Selanjutnya pada fase pemulihan dan rehabilitasi dapat dimulai beberapa minggu

setelah serangan sampai beberapa bulan setelah serangan. Rehabilitasi harus

mencakup pendidikan bagi pasien dan pengasuhnya tentang pencegahan stroke

sekunder dan sarana untuk mencapai tujuan rehabilitasi. Program rehabilitasi harus

mempertimbangkan perubahan gaya hidup, depresi, dan beban pengasuh sebagai

isu penting untuk bekerja dengan pasien dan pengasuhnya (Morgenstern LB,

2010).

2.2.Asuhan Keperawatan Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi Roy

2.2.1. Model Adaptasi Roy

Model keperawatan adalah suatu konsep yang dideskripsikan oleh perawat yang

didasari oleh asumsi filosofi dan prinsip ilmiah. Salah satu model dalam

keperawatan adalah Roy adaptation model yang dicetuskan oleh Sister Calissta

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

23

Universitas Indonesia

Roy. Beliau lahir di Los Angeles pada tanggal 14 Oktober 1939, beliau adalah

seorang profesor keperawatan dari Saint Josept of Corondelet, dan mulai

memperkenalkan teori adaptasi keperawatan pada tahun 1960, saat beliau

menempuh pendidikan master di universitas California Los Angeles (Clarke,

2011). Roy mengembangkan ilmu dan filosofisnya melalui tiga pendekatan

(pendekatan system, adaptasi dan humanism). Asumsi ilmiahnya diawali dengan

merefleksikan teori Von Bertalanffy (1968) tentang teori system secara umum.

Dalam rangka membangun pengertian konsepnya Roy mengkombinasikan dengan

teori tingkat adaptasi Helson (1964) dan kemudian termasuk kesatuan dan

kebermaknaan dari penciptaan alam semesta. Asumsi filosofi pada model tersebut

adalah berdasarkan identitas aslinya yang dikaitkan dengan humanism veritivity.

Menurut Helson (1964) manusia adalah system adaptasi yang mempunyai

kemampuan untuk beradaptasi dan membuat suatu perubahan pada lingkungannya.

Teori adaptasi Sister Callista Roy (Roy, 1980, 1989, Roy dan Obloy, 1979)

menerangkan klien sebagai suatu system adaptasi. Roy menggambarkan manusia

dalam istilah system adaptasi holistic. Dari perspektif disiplin keperawatan

manusia adalah focus dari aktivitas perawat (Roy & Andrews, 1999). Tujuan

keperawatan menurut Roy adalah membantu individu beradaptasi terhadap

perubahan kebutuhan psikologis, konsep diri, aturan- aturan yang berlaku dan

hubungan bebas pada saat sehat dan sakit (Tomey & Alligood, 2006)

Tabel 2.2 Asumsi yang mendasari Teori adaptasi Sister Callista Roy Asumsi ilmiah

Teori system teori tingkat adaptasi

Holistime perilaku adaptif

Interdependensi adaptasi sebagai fungsi stimuli dan tingkat adaptasi

Proses control individual, tingkat adaptasi yang dinamis

Umpan balik informasi proses respon positif dan aktif

Kompleksitas system kehidupan

Filosofi

Humanism Veritivity

Kreativitas tujuan utama dari keberadaan manusia

Tujuan utama kesatuan dari tujuan

Holism aktivitas, kreativitas

Proses interpersonal nilai dan arti kehidupan

Sumber : Roy & Andrews (1999)

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

24

Universitas Indonesia

Roy mengidentifikasikan asumsi ilmiah dari RAM adalah teori system dan teori

tingkat adaptasi. Lima hal utama dari teori sistem yang menjadi asumsi ilmiah

adalah : 1) satu kesatuan (holism); 2) saling tergantung (interdependence); 3)

proses control (control processes), 4) umpan balik informasi (information

feedback), dan 5) kompleksitas dari sistem kehidupan (complexity of living

systems). Sedangkan 4 hal yang menjadi asumsi ilmiah pada teori adaptation-level

adalah bahwa 1) perilaku (behavior) merupakan kemampuan beradaptasi; 2)

adaptasi dipandang sebagai fungsi stimulasi dan tingkat adaptasi; 3) individu

memiliki tingkat adaptasi yang dinamis; serta 4) adanya proses merespon yang

bersifat positif dan aktif dari manusia (Roy & Andrews, 1999).

Sedangkan asumsi filosofi yang menjadi prinsip terdiri dari humanism dan

veritivity yang berhubungan dengan delapan asumsi khusus. Humanism

didefinisikan sebagai gerakan yang luas dalam filsafat dan psikologi yang

mengakui dimensi pribadi dan subyektif dari pengalaman manusia sebagai pusat

untuk mengetahui dan menilai. Sementara veritivity adalah istilah yang diciptakan

Roy yang berkaitan dengan prinsip sifat manusia untuk menegaskan tujuan utama

secara umum dari keberadaan manusia (Roy & Andrews, 1999).

Kontibusi teori system pada dasar ilmiah RAM adalah menjelaskan deskripsi dari

manusia sebagai system adaptif. Roy melihat manusia sebagai system adaptif

sebagai suatu fungsi dari beberapa bagian yang saling tergantung dalam satu

kesatuan untuk mencapai beberapa tujuan. Mekanisme control merupakan pusat

untuk fungsi dari system manusia. Konsep teori system berhubungan dengan input

(stimulus) dan output (perilaku) yang juga menjadi konsep penting dalam RAM.

Suatu proses tidak pernah menunjukkan stimulus tunggal yang menginisiasi respon

(Roy & Andrews, 1999). Pada awalnya Roy mendeskripsikan bagian dalam dari

adaptasi adalah regulator dan kognator yang mempunyai control subsistem, dari

waktu ke waktu, meningkatkan pemahaman dari pusat system adaptasi dan tingkat

adaptasi.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

25

Universitas Indonesia

Roy juga menyatakan pelayanan keperawatan dibutuhkan saat klien tidak dapat

beradaptasi dengan tekanan dari lingkungan internal dan eksternal. Setiap

perubahan lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan respon system

adaptasi merupakan suatu stimulus (Tomey & Alligood, 2006). Roy adaptation

Model (RAM) bisa digunakan untuk pasien dengan penyakit akut, kronis dan

terminal. RAM menunjukkan bahwa seseorang adalah suatu system adaptasi

dimana didalamnya terjadi interaksi yang konstan antara lingkungan internal dan

eksternal.

Broadly mendefinisikan system adalah satu set dari beberapa bagian yang saling

berhubungan dan bergantung satu sama lain yang berfungsi untuk mencapai tujuan

tertentu (Roy & Andrews, 1999). System digambarkan sebagai input pengalaman,

control,output dan proses feedback. Roy mengaplikasikan teori system secara

umum adalah manusia sebagai system adaptif. Input berupa stimulus. Stimulus

didefinisikan sebagai sesuatu yang mencetuskan respon.

Skema 2.1 Model Sistem Adaptasi Manusia berdasar ”Roy Adaptation Model”

/

Umpan Balik

Sumber : Tomey dan Alligood, 2006

Input Proses control Efektor Out put

Tingkat adaptasi

(stimulus fokal,

konstektual dan

residual

Mekanisme

koping :

Regulator

Kognator

Fungsi fisiologi

Konsep diri

Fungsi Peran

Interdependensi

Respon

o Adaptif

o Inefektif

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

26

Universitas Indonesia

2.2.2. Proses keperawatan berkaitan dengan model adaptasi Roy

Konsep model adaptasi Roy merupakan proses keperawatan yang meliputi 6

langkah yang dilakukan secara serentak, terus menerus dan dinamis yang terdiri

dari pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnose keperawatan, tujuan,

intervensi dan evaluasi (Roy & Andrews, 1999). Tujuan keperawatan dalam model

adaptasi Roy adalah untuk mempromosikan adaptasi pada tiap tahap tersebut

dengan 4 macam mode adaptasi yaitu mode adaptasi: fisiologik, konsep diri, fungsi

peran dan interdependensi ( Roy & Andrews, 1999): (1) Pengkajian perilaku; (2)

Pengkajian stimuli; (3) Diagnose keperawatan; (4) Tujuan; (5) Intervensi; dan (6)

Evaluasi. Tiap fase dalam proses keperawatan didiskusikan dengan RAM. Tujuan

keperawatan dalam RAM adalah untuk mempromosikan adaptasi pada tiap tahap

tersebut dengan 4 macam mode adaptasi. Adapaun proses keperawatan dapat

dijelaskan sebagai berikut:

2.2.2.1 Pengkajian Perilaku : dalam perspektif Roy perilaku adalah aksi atau reaksi

terhadap stimulus. Pada level pengkajian perawat manganalisis perilaku secara

subyektif maupun obyektif. Perilaku dapat diobservasi atau bahkan tersembunyi.

Contoh perilaku yang dapat diobservasi seperti jumlah nadi. Yang tidak dapat

diobservasi/ tersembunyi seperti perasaan yang dirasakan oleh seseorang dan

dilaporkan ke perawat. Eksplorasi dari perilaku dimanifestasikan dalam 4 mode

adaptasi yaitu

1. Mode adaptasi fisiologis adalah yang berhubungan dengan proses fisik dan

kimia yang termasuk dalam fungsi dan aktivitas kehidupan organisme. Adapun

mode adaptasi fisiologis meliputi pengkajian kebutuhan:

1) Oksigenasi: melibatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen, dan proses

dasar hidup dari ventilasi, perubahan gas dan proses dari transport gas (Roy

& Andrews, 1999; Vairo, 1984). Ventilasi merupakan pergerakan udara

masuk dan keluar dari paru (terutama perpindahan oksigen dari paru).

Menurut Black dan Hawks (2005) ventilasi melibatkan 3 kekuatan yaitu

dari beberapa alat pengembangan paru dan thorak, tekanan permukaan, dan

upaya otot-otot inspirasi. Pertukaran gas terjadi antara udara dan darah

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

27

Universitas Indonesia

dalam membrane respirasi. Respirasi adalah pertukaran oksigen dan CO2

pada alveolar tingkat kapiler (respirasi eksternal) dan pada jaringan tingkat

seluler (internal respirasi).

2) Nutrisi: kebutuhan ini meliputi serangkaian proses yang terintegrasi

dimana berhubungan dengan pencernaan (ingesti dan asimilasi makanan)

dan metabolisme (ketentuan dari energi, pertumbuhan jaringan, dan

regulasi proses metabolik) (Roy & Andrews, 1999; Servonsky, 1984a)

3) Eliminasi: kebutuhan eliminasi termasuk proses fisiologi ekskresi dari

sampah metabolik, utamanya yang melalui usus dan ginjal (Roy &

Andrews, 1999; Servonsky, 1984b).

4) Aktivitas dan istirahat: kebutuhan untuk keseimbangan dalam proses hidup

dasar pada mobilitas dan penyediaan tidur yang optimal untuk fungsi

fisiologik pada semua komponen pada periode restorasi dan perbaikan

(Roy & Andrews, 1999; Cho,1984).

5) Proteksi: kebutuhan perlindungan termasuk dua proses hidup dasar yaitu

proses pertahanan yang spesifik dan proses pertahanan non spesifik (Roy &

Andrews, 1999).

6) Sensori/ pengindraan: adalah proses pengindraan yang meliputi melihat,

mendengar, rasa, sentuhan, dan pembauan yang memungkinkan seseorang

berinteraksi dengan lingkungan. Sensasi nyeri adalah sesuatu yang penting

terkait membuat pertimbangan dalam keperawatan (Driscoll, 1984; Roy &

Andrews, 1999)

7) Cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa: proses komplek yang

berhubungan dengan cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa yang

dibutuhkan oleh selular, ekstra seluler dan fungsi sistemik ( Perley, 1984;

Roy & Andrews, 1999)

8) Fungsi neurologis. Sistem neurologik adalah bagian yang tak terpisahkan

dari regulator seseorang sebagai mekanisme koping. Fungsinya untuk

mengontrol dan koordinasi gerak tubuh, kesadaran, kognitif, proses

emosional serta untuk mengatur aktivitas organ tubuh (Robertson, 1984;

Roy & Andrews, 1999)

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

28

Universitas Indonesia

9) Fungsi endokrin. Proses endokrin melayani melalui sekresi hormon,

bersama dengan fungsi neurologi untuk mengintegrasikan dan koordinasi

fungsi tubuh. Aktivitas endokrin bekerja secara bermakna pada respon stres

dan juga merupakan bagian dari koping regulator (Howard & Valentine,

1984; Roy & Andrews, 1999).

2. Mode adaptasi konsep diri. Konsep diri didefinisikan komponen dari

kepercayaan dan perasaan tentang dirinya pada waktu tertentu dan terbentuk

dari persepsi internal dan reaksi persepsi orang lain. Kebutuhan dasar yang

mendasari mode konsep diri individu adalah fisik dan integritas spiritual.

Komponen dalam konsep diri meliputi fisik diri dan pribadi diri. Fisik diri

termasuk sensasi tubuh dan gambaran tubuh. Sementara pribadi diri terdiri

dari konsistensi diri, ideal diri, moral - etik dan spiritual diri Sebagai contoh

komponen ini termasuk ungkapan “ saya terlihat seperti”, “Saya tidak dapat

tidur dalam seminggu” ini merupakan statemen perilaku yang berhubungan

dengan gambaran diri. Kemudian ungkapan “ saya tahu bahwa saya akan bisa

menunjukkan menginstal program baru computer” merupakan statemen

perilaku yang berhubungan dengan ideal diri (Roy & Andrews, 1999).

3. Fungsi peran. Pada perspektif individu, fokus mode fungsi peran adalah peran

individu dalam masyarakat di definisikan sebagai seperangkat harapan tentang

bagaimana seseorang yang menduduki suatu posisi berperilaku terhadap

seseorang yang menduduki posisi lain. Fungsi peran ini termasuk proses

transisi peran, perilaku peran, integrasi peran, pola penguasaan peran, dan

proses koping (Roy & Andrews, 1999).

4. Interdependen. Hubungan interdepenten termasuk kemauan dan kemampuan

untuk memberi kepada yang lain dan menerima beberapa aspek dari mereka

dari semua yang ditawarkan seperti cinta, perhatian, nilai, asuhan, ilmu,

ketrampilan, komitmen, kepemilikan materi, waktu dan bakat. Orang menjadi

sangat nyaman dalam keseimbangan hubungan interdependen merasakan nilai

dan dukungan dari orang lain serta dapat mengekspresikan hal yang sama

kepada yang lain. Hubungan yang spesifik dari mode interdependen adalah

dengan orang lain yang bermakna, orang yang menurut individu penting dan

dengan support sistem (Roy & Andrews, 1999).

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

29

Universitas Indonesia

2.2.2.2 Pengkajian stimuli

Aspek kedua dari pengkajian dalam keperawatan adalah pengkajian stimulus

internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku individu. Stimulus adalah

setiap perubahan lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan respon

system adaptasi. Stimulus yang relevan pada suatu situasi bisa berasal dari kultur

(contoh: ethnic, budaya), keluarga (contoh: tanggung jawab menjalankan tugas,

kemauan, sosioekonomi) dan pertimbangan lingkungan (Roy & Andrews, 1999).

Stimulus ini terbagi atas :

- Fokal : stimuli internal dan eksternal yang dihadapi langsung pada system

adaptasi manusia

- Kontekstual : seluruh stimuli internal dan eksternal berdasarkan pada situasi

selain dari stimuli fokal

- Residual : stimuli yang mempunyai pengaruh yang belum dapat ditentukan

pada perilaku dari system adaptasi manusia

2.2.2.3 Diagnosa keperawatan.

Dalam RAM diagnosis diartikan suatu proses penilaian yang dapat menunjukkan

status adaptasi dari manusia sebagai suatu system adaptasi ( Roy & Andrews,

1999). Pendidikan dan pengalaman perawat membuat perawat lebih mampu dalam

mengambil keputusan yang tepat tentang kesehatan dan kebutuhan adaptasi klien.

Keputusan ini mengekspresikan pernyataan diagnose baik masalah actual maupun

potensial yang berhubungan dengan adaptasi. Pernyataan diagnose dalam RAM

meliputi menghubungkan antara perilaku yang di observasi dengan stimuli yang

relevan

Adaptasi yang positif dapat diidentifikasi dengan tiga indicator yaitu: adekwatnya

sumber keuangan, kemampuan anggota dan ketersediaan fasilitas fisik. Hal ini juga

merupakan problem adaptasi secara umum yaitu tidak adekwatnya sumber

keuangan, deficit kemampuan dan tidak adekwatnya fasilitas fisik (Roy &

Andrews, 1999).

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

30

Universitas Indonesia

2.2.2.4 Penetapan tujuan

Penetapan tujuan berfokus pada promosi perilaku adaptive. Klien dan perawat

bersama- sama menyepakati tujuan keperawatan dalam statemen yang jelas

tentang perilaku yang diinginkan. Tujuan dapat merefleksikan adaptasi

perseorangan yang realistic dan dapat diukur. Tujuan meliputi perilaku yang dapat

diubah, perubahan yang diinginkan, dan target waktu yang dibutuhkan untuk

terjadinya perubahan perilaku (Roy & Andrews, 1999).

2.2.2.5 Intervensi

Intervensi berfokus pada cara untuk mencapai tujuan. Intervensi keperawatan

adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat profesional yaitu yang mereka

percayai dapat mempromosikan perilaku adaptasi klien. Intervensi keperawatan

adalah pendekatan yang dilakukan perawat yang dimaksudkan untuk

mempromosikan adaptasi dengan merubah stimuli atau memperkuat proses

adaptasi (Roy & Andrews, 1999).

2.2.2.6 Evaluasi

Proses keperawatan diakhiri dengan evaluasi, dimana dilakukan pengkajian respon

perilaku dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai (Roy & Andrews, 1999).

Evaluasi RAM berfokus pada satu pertanyaan „apakah seseorang mengalami

kemajuan menuju adaptasi. Pada fase evaluasi perawat mempertimbangkan

keefektivan intervensi keperawatan yang telah dilaksanakan dan menentukan

tingkatan pencapaian berdasarkan tujuan yang disepakati (Tomey & Alligood,

2006). Apabila tujuan tercapai maka intervensi adalah efektif, namun jika tujuan

tidak tercapai maka dibutuhkan pengkajian lagi, dan pertimbangan ulang untuk

penetapan tujuan maupun intervensi yang diperlukan (Roy & Andrews, 1999).

2.3 Penerapan model adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan pasien stroke

hemoragik

Asuhan keperawatan pada pasien stroke hemoragik dengan menggunakan RAM

dilakukan dengan melalui 6 langkah, sebagaimana dalam RAM proses tersebut

dilakukan secara serentak, terus menerus dan dinamis. Proses pengkajian termasuk

dalam dua langkah pengkajian. langkah pertama mengumpulkan data subyektif

maupun obyektif tentang perilaku manusia, dalam tiap empat mode adaptasi. Dari

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

31

Universitas Indonesia

data tersebut perawat membuat keputusan sementara tentang apakah perilaku

efektif atau inefektif. Langkah kedua pengkajian adalah mengumpulkan data

tentang stimulus yang terdiri dari stimulus fokal, konstektual dan residual. Pada

pengkajian pada tingkat ini perawat mengidentifikasi faktor-faktor yang relevan

mempengaruhi perilaku yang didapatkan saat pengkajian langkah pertama.

2.3.1 Pengkajian perilaku (behavior) ; hal yang harus dikaji dalam pengkajian

perilaku meliputi empat mode adaptif yaitu:

2.3.1.1 Fisiologis, yang terdiri dari 9 jenis kebutuhan ;

1) Oksigenasi; Otak memiliki berat 2% dari keseluruhan berat tubuh dan

merupakan jaringan dengan tingkat metabolisme yang tinggi karena

menggunakan 20 % dari total curah jantung. Metabolisme otak

menggunakan suplai glukosa dan oksigen dari curah jantung ini. Perdarahan

pada otak dapat memyebabkan fungsi serebral terganggu yaitu melalui

beberapa mekanisme destruksi dan kompresi jaringan otak serta kompresi

struktur vaskuler (Wahjoepramono, 2005). Adanya interupsi aliran darah

tersebut dapat menimbulkan hipoksia sehingga mengganggu metabolisme

otak dan menurunkan perfusi pada jaringan otak yang pada akhirnya

berdampak pada iskemia sekunder dan edema. Menurut Black dan Hawkss

(2009) kematian jaringan otak yang bersifat irreversible dapat terjadi

karena kekurangan oksigen selama lebih dari 5 menit. Beberapa klien di

departemen emergency membutuhkan kepatenan jalan nafas dan suplay

oksigen, apabila klien menunjukkan ketidakmampuan ventilasi maka

intubasi dan ventilasi mekanik bisa diperlukan untuk mencegah hipoksia

dan penurunan ischemia serebral (Black & Hawkss, 2009). Selain itu klien

dengan stroke memiliki risiko tinggi aspirasi pneumonia, yang dapat

menyebabkan kematian langsung sejumlah 6%. Aspirasi merupakan

masalah umum pada periode awal stroke, yang berhubungan dengan

kehilangan sensasi faring, kehilangan control motor orofaring dan

penurunan kesadaran (Black & Hawks, 2009). Sementara itu pola

pernafasan juga dapat berubah karena perdarahan pada posn. Perdarahan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

32

Universitas Indonesia

pada pons terjadi abnormalitas pola pernafasan, berupa pernafasan berat,

lambat, gasping dengan frekuensi yang irregular (Wahjoepramono, 2005).

2) Nutrisi ; pasien dengan perdarahan di otak baik PIS maupun PSA dapat

mengalami mual muntah yang berat, demikian juga jika terdapat tanda-

tanda peningkatan TIK dapat memperburuk keadaan terutama intake

nutrisinya. Selain itu masalah nutrisi juga akan terjadi bila ditemukannya

kerusakan mengunyah dan menelan (disfagia) akibat deficit neurologic

fokal. Stroke pada area system vertebrobasilar dapat menyebabkan disfagia

(Black & Hawks, 2009). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan didukung

oleh data intake dan output makanan, kemampuan menelan, intake kalori,

dan perubahan berat setelah 3 hari, dan perubahan hemoglobin, hematocrit,

albumin, prealbumin dan limfosit hitung setelah 3 hari juga (Black &

Hawks, 2009). Pengukuran indek masa tubuh (BMI) juga diperlukan untuk

mengkaji factor risiko dan pengaturan diet. Menurut Gofir, A.(2009)

peningkatan BMI dapat memprediksi stroke dan demikian juga aktivitas

fisik yang rendah selama waktu luang, bersama dengan pengobatan anti

hipertensi.

3) Eliminasi: Menurut Mumenthaler dan Mattle (2006) perdarahan di

persambungan arteri serebri anterior dan arteri komunikan anterior dapat

menyebabkan gangguan ke lobus frontalis sehingga terjadi gangguan

kognitif dan mental, retensi urine, dan inkontinensia. Larabee dan June,H.

(2010) menyatakan bahwa 32 – 79 % pasien yang dirawat dengan stroke

mengalami inkontinensia urine, diperlukan dukungan yang kuat untuk

mengatasi hal ini terutama ketika kita berhadapan dengan pasien yang

mengalami deficit kognitif dan fisik. Selain itu penderita stroke juga dapat

mengalami inkontinensia fekal (FI) dan konstipasi. Menurut Harari et al

(2004) FI menimpa 56% pada masa akut individu setelah stroke, 11% pada

3 bulan pertama dan < 22% pada 12 bulan pertama. Sementara kejadian

konstipasi pada penderita stroke mencapai 30% sampai 60% (Harari et al,

2004). Pada pasien stroke, konstipasi berhubungan dengan gangguan pada

system saraf pusat, yakni terjadi kelemahan pada otot abdomen dan pelvic

serta hipomotilitas yang tergantung pada lokasi lesi. Lesi mempengaruhi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

33

Universitas Indonesia

pusat defekasi pontine menganggu urutan komponen buang air besar

simpatis dan parasimpatis dan merusak koordinasi gerakan peristaltic dan

relaksasi dari otot dasar pelvic dan spinkter eksterna (Thompson, 2006).

4) Aktivitas dan Istirahat; Pada stroke klien dapat mengalami kelemahan otot

satu sisi maupun kelumpuhan akibat hilangnya control gerakan volunter

oleh otak. Perdarahan di area arteria basilaris dapat menyebabkan

quadriplegia, paralisis menyilang atau kekakuan pada leher (Mumenthaler

& Mattle, 2006). Menurut Wahjoepramono (2005) kelemahan motorik

unilateral diikuti abnormalitas sensorik dapat terjadi jika ada perdarahan

pada area putamen, talamik, serebelar, mesenfalon dan medulla oblongata.

Keadaan ini dapat mengakibatkan kerusakan mobilitas fisik dan juga pasien

mengalami ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas sehari- hari

(ADL), maupun perawatan diri

5) Perlindungan/proteksi; Pada pasien stroke kehilangan perlindungan dapat

berupa perlindungan kulit dan pengaturan suhu. Penurunan pergerakan

maupun kehilangan sensasi dapat menyebabkan risiko gangguan integritas

kulit. Faktor lain penyebab kerusakan kulit yaitu karena gesekan kulit dan

kerapuhan kulit akibat nutrisi yang tidak adekwat dan edema (Black &

Hawks, 2009). Sementara itu pasien stroke dapat juga kehilangan

pengaturan suhu. Menurut Wahjoepramono (2005) stroke hemoragik pada

pons dapat menunjukkan manifestasi episode spasmodic deserebrasi dan

terkadang disertai menggigil hebat dengan hipertermi (yang sebagian

mencapai 39°C, namun dapat pula 42°- 43° C pada fase terminal).

Demikian juga jika perdarahan mengenai hypothalamus maka pasien juga

dapat menunjukkan ketidak mampuan mempertahankan suhu.

6) Indera/sensori ; Perubahan persepsi sensori pada pasien stroke hemoragik

berupa defisit sensori, beberapa tipe perubahan sensori dapat merupakan

hasil dari stroke yang hilang sensori pada lobus parietal. Defisit sensori ini

juga dapat terjadi mengikuti hemiplegi atau hemiparese (Black & Hawks,

2005). Gangguan sensasi karena stroke hemoragik dapat berupa

hemisensorik, perdarahan pada retina atau intraokuler yang berakibat

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

34

Universitas Indonesia

kehilangan penglihatan, defek visual, afasia, fotofobia, nyeri kepala

(Wahjoepramono, 2005).

7) Cairan dan elektrolit ; Pada stroke hemoragik masalah cairan berupa deficit

volume cairan terjadi karena muntah-muntah, disfagia, gangguan kognitif

dan hipertermia. Black dan Hawks (2009) menyatakan bahwa kerusakan

kognitif dan fisik mengurangi intake cairan, demikian juga pada klien

disfagia atau yang berisiko aspirasi dalam keadaan tidak aman untuk

minum sering terpasang NGT namun tidak diberikan cairan bebas secara

adekwat. Gejala muntah secara umum terjadi pada perdarahan PIS maupun

PSA. Sedangkan Hipertermia akibat perdarahan pada pons atau

hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu di otak (Wahjoepramono,2005;

Mumenthaler & Mattle, 2006)

8) Fungsi neurologis ; pada stroke hemoragik dapat terjadi proses kerusakan

parenkim otak dan nervus sekitarnya, perdarahan yang meluas, rebleeding,

PTIK, edema otak, dan herniasi otak (Wahjoepramono, 2005; Mumenthaler

& Mattle, 2006). Hal- hal tersebut dapat menyebabkan kondisi neurologic

maladaptive yaitu pasien kehilangan kesadaran maupun deficit neurologic

lainnya. Selain itu adanya riwayat pemakaian obat kokain, hipertensi yang

tidak terkontrol, perokok, dapat dikaji sebagai factor resiko yang

menyebabkan stroke.

9) Fungsi endokrin; Fungsi endokrin dijalankan oleh banyak kelenjar atau

organ penting, salah satu kelenjar yang dijuluki “master of the gland”

adalah pituitary karena kemampuannya dalam mempengaruhi atau

mengontrol langsung aktivitas kelenjar Endokrin lain dengan sekresi

hormon. Hormon mengatur fungsi organ agar bekerja secara terkoordinasi

dengan sistem syaraf. Pituitary adalah kelenjar kecil dengan berat 1 gram

terletak pada area permukaan dorsal hypothalamus dan terhubung dengan

hypothalamus melalui pembuluh darah kecil yaitu hypothalamus-

hipophyseal portal system (Black & Hawks,2009). Kelenjar penting lainnya

tyang terhubung dengan hypothalamus adalah pancreas yang memproduksi

Somatostatin, insulin dan glucagon, dimana insulin dan glukagon yang

berperan pada pengaturan kadar glukosa tubuh. Pada psien stroke control

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

35

Universitas Indonesia

gula darah sangat penting karena hiperglikemia yang berat dapat

meningkatkan outcome yang yang buruk dan mengurangi perfusi serebral

(Black & Hawks,2009).

2.3.1.2 Konsep diri

Roy dan Andrews (1999) membagi konsep diri menjadi 2 bagian yaitu fisik diri

dan pribadi diri. Perubahan fisik pada klien dengan stroke hemoragik yang dapat

menyebabkan gangguan konsep diri berupa hemiparesi, kehilangan fungsi

pengindraan, penurunan kekuatan otot, kehilangan kesehatan. Sementara

perubahan pribadi diri (konsistensi diri, ideal diri, moral - etik dan spiritual diri)

klien dengan stroke yang juga dapat menyebabkan masalah konsep diri antara lain

gangguan kognitif dan mental, situasi krisis, dan kondisi emosional. Menurut

Sunaryo (2004) terdapat lima komponen konsep diri, yakni gambaran diri/citra

tubuh (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self

role), dan identitas diri (self identity) (Sunaryo, 2004). Masalah konsep diri yang

umum adalah gangguan body image. Menurut Ackley dan Ladwig (2011) body

image adalah pandangan individu tentang tubuhnya yang dapat ditunjukkan dengan

perilaku tertentu baik verbal maupun nonverbal. Pada klien stroke hemoragik body

image berhubungan dengan paralise dan penyakit kronis.

2.3.1.3 Fungsi peran

Pada klien stroke hemoragik mengalami kondisi berikut ini yang dapat

menyebabkan gangguan peran yaitu sakit yang tiba- tiba, ketidakmampuan kognitif

pengobatan yang kompleks, ketidak tahuan individu dan keluarga tentang penyakit

dan regimen terapi. Perubahan peran tersebut dapat meliputi peran individu

maupun keluarga (Roy & Andrews, 1999). Timbulnya ketidak mampuan kognitif

individu dan keluarga menimbulkan ketegangan/ stressor yang menimbulkan

masalah peran keluarga sebagai pengasuh (Ackley & Ladwig, 2011)

2.3.1.4 Interdependensi

Hubungan interdependen termasuk kemauan dan kemampuan untuk memberi

kepada yang lain dan menerima beberapa aspek dari mereka dari semua yang

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

36

Universitas Indonesia

ditawarkan seperti cinta, perhatian, nilai, asuhan, ilmu, ketrampilan, komitmen,

kepemilikan materi, waktu dan bakat. Pada pasien stroke terjadi perubahan berupa

deficit neurologic, ketidak mampuan kognitif, kecacatan, afasia, peningkatan

kebutuhan materi untuk pengobatan. Hal-hal tersebut dapat menimbulkan perilaku

menyendiri, minta perhatian dan frustasi sehingga menjadi hambatan klien dalam

melakukan interaksi social.

2.3.2 Pengkajian stimulus

Pengkajian stimulus pada klien stroke antara lain dapat diperoleh dari faktor risiko

yang menyertai klien. Faktor risiko terjadinya stroke yang tidak dapat dikontrol

adalah usia dan ras, sedangkan yang dapat dikontrol antara lain hipertensi, kadar

kolesterol dan lemak darah, diabetes mellitus, kebiasaan merokok, aktivitas fisik,

riwayat stroke sebelumnya dan obesitas serta kelainan jantung (fibrilasi atrium)

(AHA, 2006). Stimulus fokal didefinisikan stimuli internal dan eksternal yang

dihadapi langsung pada system adaptasi manusia. stimulus kontekstual adalah

seluruh stimuli internal dan eksternal berdasarkan pada situasi selain dari stimuli

fokal. Sedangkan stimulus residual adalah stimuli yang mempunyai pengaruh yang

belum dapat ditentukan pada perilaku dari system adaptasi manusia. Pada

pengkajian stimulus perawat mengidentifikasi penyebab perilaku maladaptif

muncul. Misalkan pada klien stroke hemoragik menunjukkan perilaku tanda- tanda

perfusi cerebral tidak efektif, stimulus yang dapat teridentifikasi adanya perdarahan

yang meluas atau terjadi herniasi. Sementara stimulus kontekstualnya adalah

riwayat hipertensi tang tidak terkontrol, dan stimulus residual adalah kebiasaan

merokok.

Pada langkah ketiga menentukan diagnose keperawatan. Pada pernyataan diagnose

tersebut perawat menghubungkan antara perilaku pasien stroke hemoragik yang di

observasi dengan stimuli yang relevan. Adapun pernyataan diagnose keperawatan

dapat berupa masalah actual maupun potensial yang berhubungan dengan adaptasi.

Pada langkah keempat dilakukan penentuan tujuan yang merefleksikan adaptasi

pasien. Komponen penetapan tujuan pada pasien stroke hemoragik meliputi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

37

Universitas Indonesia

perilaku yang dapat diubah, perubahan yang diinginkan, dan target waktu yang

dibutuhkan untuk terjadinya perubahan perilaku.

Sementara pada langkah kelima memutuskan intervensi yang sesuai. Intervensi ini

diharapkan dapat merubah stimulus sehingga pasien stroke hemoragik dapat

menujukkan respon adaptif. Selanjutnya pada langkah keenam dilakukan evaluasi,

perawat mengkaji respon perilaku pasien stroke hemoragik dan menghubungkan

dengan tujuan yang telah disepakati. Adapun Proses keperawatan pada pasien

stroke hemoragik dengan menggunakan RAM dapat dilihat dalam tabel 2.3

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

38

Universitas Indonesia

Tabel 2.3 Rencana keperawatan stroke hemoragik dengan pendekatan RAM

Mode

adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan

NOC Intervensi (NIC)

Fisiologis Oksigenasi Penurunan kesadaran (F),

Penurunan gag reflek (F),

NGT(K), kerusakan

menelan (F), kurang

pengetahuan (R), usia (R)

- Risiko aspirasi (Roy &

Andrews, 1999;Ackley &

Ladwig, 2011; NANDA, 2012;

Black &Hawk, 2009)

- Pencegahan aspirasi (1918)

- Status respirasi : ventilasi (0402)

- Status menelan (1010)

- Pencegahan aspirasi (3200)

- Monitor neurologi (2620)

- Monitor respiratori (3350)

- Terapi menelan (1860)

Obstruksi jalan nafas

(spasme jalan nafas, lendir

yang berlebihan, sekresi

bronkus)(F), adanya endo

tracheal tube (K), penyakit

alergi (K), kurang

pengetahuan (R)

- Ketidak efektifan bersihan jalan

nafas (Roy & Andrews, 1999;

NANDA, 2012)

- Pencegahan aspirasi (1918)

- Status respirasi : kepatenan jalan

nafas (0410)

- Status respirasi : ventilasi (0402)

- Status respirasi : pertukaran gas

(0402)

- Manajemen jalan nafas (3148)

- Suctioning jalan nafas (3460)

- Peningkatan batuk (3250)

Cemas (F), kerusakan

kognitif (K), kerusakan

musculoskeletal (F),

disfungsi neuromuscular (F)

- Ketidakefektifan pola nafas

(Roy & Andrews, 1999;

NANDA, 2012)

- Status respirasi : kepatenan jalan

nafas (0410)

- Status respirasi : ventilasi (0402

- Tanda-tanda vital (0802)

- Membantu ventilasi (3390)

- Terapi oksigen (3320)

- Monitor respirator (3350)

- Manajemen jalan nafas (3148)

Ketidak seimbangan

ventilasi perfusi (F),

perubahan membrane

alveoli-kapiler(F),

pneumonia (K), usia (R)

- Kerusakan pertukaran gas (Roy

& Andrews, 1999; NANDA,

2012)

- Status respirasi : ventilasi (0402)

- Status respirasi : pertukaran gas

(0402)

- Manajemen jalan nafas (3148)

- Manajemen asam-basa (1910)

Adanya klot, emboli, atau

perdarahan dari pembuluh

darah otak (F), abnormal PT

- Risiko perubahan perfusi

jaringan serebral (Ackley &

Ladwig, 2011; NANDA, 2012)

- kognitif (0900)

- status neurologi (0909)

- status neurologi: kesadaran

- Manajemen medikasi (2380)

- Monitor neurologi (2620)

- Posisi : neurologi (0844)

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

39

Universitas Indonesia

Mode

adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan

NOC Intervensi (NIC)

(F), APPT (F), AF (F),

aneurisma (K), tumor otak

(K), koagulopathy (F), DIC

(F), trauma kepala(K),

hypercholesterolemia (K),

hipertensi (K),

penyalahgunaan obat (R),

terapi trombolitik(F)

- Perfusi jaringan serebral tidak

efektif (Black & Hawks, 2009

(0912)

- status neurologi: control sentral

motor (0911)

- control kejang (1620)

- perfusi jaringan serebral (0406)

- Promosi perfusi serebral (2550)

- Pencegahan jatuh (6490)

- Stimulasi kognitif (4720)

- Manajemen

lingkungan:keamanan (6486)

Nutrisi Keterlibatan nervus cranial

(F), trauma kepala (K),

disfungsi neurologic (F)

- Kerusakan menelan (Roy &

Andrews, 1999; Ackley &

Ladwig, 2011; NANDA, 2012)

- Status menelan (1010)

- Status menelan fase: oral,faring,

esofagal (1011-1013)

- Status nutrisi (1004)

- Pencegahan aspirasi (3200)

- Terapi menelan (1860)

Ketidak mampuan absorbsi

nutrisi (F), ketidak

mampuan untuk mencerna

makanan (F),

ketidakmampuan untuk

mengunyah makanan (F),

factor psikologi (K), kurang

pengetahuan (R)

- Perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan (Roy & Andrews,

1999; NANDA, 2012; Black

&Hawk, 2009

- Status nutrisi: intake makanan

dan cairan (1008)

- Intake nutrient (1009)

- Control berat badan (1612)

- Managemen berat badan (1260)

- Manajemen nutrisi (1100)

Kelemahan fisik (F),

Gangguan kognitif (F),

penurunan motivasi (K),

ketidak nyamanan,

hambatan lingkungan (R),

kerusakan neuromuscular

(F), nyeri (F), kerusakan

persepsi (K), ansietas berat

(F)

- Defisit perawatan diri makan

(Roy & Andrews, 1999;

NANDA, 2012)

Perawatan diri aktivitas kehidupan

sehari-hari (ADL) makan (0303)

Membantu perawatan diri untuk

makan (1803)

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

40

Universitas Indonesia

Mode

adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan

NOC Intervensi (NIC)

Eliminasi Diare kronis (F), kerusakan

kognitif (F), factor

lingkungan (R), impaksi (F),

immobilitas (K), BAB tidak

tuntas (F),obat-obatan (K),

stress (K), kerusakan UMN

(F)

- Inkontinensia fecal (Roy &

Andrews, 1999; NANDA,

2012)

- Kontinensia bowel (0500)

- Eliminasi bowel (0501)

- Perawatan inkontinensia fecal

(0410)

Kelemahan otot abdomen

(F), factor kebiasaan (K),

ketidakadekwatan toileting

(R),konsumsi obat-obat

tertentu (K), kerusakan

neurologi (F), perubahan

pola makan (R), kurang

serat (F), kurang cairan (K)

- Konstipasi (Roy & Andrews,

1999; Ackley & Ladwig, 2011;

NANDA, 2012)

- Eliminasi bowel (0501)

- Hidrasi (0602)

- Manajemen bowel (0430)

- Konstipasi/ manajemen impaksi

(0450)

Obstruksi bladder (F),

defisiensi kekuatan

kontraksi detrusor (F), efek

obat (K), impaksi feses (K),

injuri (F), hambatan

lingkungan (R)

- Retensi urine (Roy & Andrews,

1999; NANDA, 2012)

- Eliminasi urine (0503)

- Perawatan retensi urine (0620)

- Catheter urine (0580)

- Manajemen eliminasi urine (0590)

Disfungsi neurologi (F),

gangguan kognitif (F),

keterbatasan neuromuscular

(F), kerusakan mobilitas

(K), hambatan lingkungan

(R)

- Inkontinensia urine fungsional

(Roy & Andrews, 1999; Ackley

& Ladwig, 2011; NANDA,

2012)

- Kontinensia urin (0502)

- Eliminasi urine (0503)

- Perawatan inkontinensia urine

(0610)

- Training kebiasaan berkemih

(0600)

Kehilangan rasa untuk

menahan (K), kerusakan

neurologic (F), kerusakan

- Inkontinensia urine reflek (Roy

& Andrews, 1999; Ackley &

Ladwig, 2011; NANDA, 2012)

- Kontinensia urin (0502)

- Eliminasi urine (0503)

- Manajemen eliminasi urine (0590)

- Perawatan inkontinensia urine

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

41

Universitas Indonesia

Mode

adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan

NOC Intervensi (NIC)

jaringan, usia (R) (0610)

- Catheter urine intermitten (0582)

Gangguan kognitif (F),

penurunan motivasi (K),

ketidak nyamanan (R),

hambatan lingkungan (R),

kerusakan neuromuscular

(F), nyeri (F), kerusakan

persepsi (F), ansietas berat

(F)

Defisit perawatan diri toileting

(Roy & Andrews, 1999;

NANDA, 2012)

- Perawatan diri tolileting (0310)

- Perawatan diri aktivitas sehari-

hari (0306)

Asistensi perawatan diri tolileting

(1804)

Manajemen lingkungan (6480)

Aktivitas/

istirahat

Toleransi aktivitas (F),

perubahan metabolism (F),

cemas (F), usia diatas 75

tahun (R), kerusakan

kognitif (F), kontraktur (F),

budaya (R), depresi (F),

penurunan kontrol otot (F),

penurunan pengetahuan

tentang aktivitas fisik (R),

penurunan massa otot (K),

penurunan kekuatan otot

(F), kerusakan

neuromuscular (F), nyeri

(F).

Kerusakan mobilitas fisik (Roy

& Andrews, 1999; Ackley &

Ladwig, 2011; NANDA, 2012;

Black &Hawk, 2009)

- Ambulasi (0200)

- Ambulasi dengan kursi roda

(0201)

- Menampilkan berpindah (0210)

- Instrumen perawatan diri

aktivitas sehari- hari (0306)

- Terapi latihan: gerakan sendi

(0224)

- Terapi latihan ambulasi (0221)

- Promosi latihan (0200)

- Memposisikan (0840)

Kerusakan kognitif (F) ,

hambatan peregangan otot

(K), kerusakan

musculoskeletal (F), kurang

pengetahuan (R)

Kerusakan berpindah (Ackley

& Ladwig, 2011; NANDA,

2012)

- Menampilkan berpindah (0210)

- Keseimbangan (0202)

- Memposisikan tubuh :inisiasi

sendiri (0203)

- Promosi latihan: training

peregangan (0201)

- Promosi latihan : control otot

(0226)

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

42

Universitas Indonesia

Mode

adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan

NOC Intervensi (NIC)

Kerusakan kognitif (F),

depresi (F), hambatan

lingkungan (R), takut jatuh

(R), kerusakan

keseimbangan (F)

Kerusakan berjalan (Ackley &

Ladwig, 2011; NANDA, 2012)

- Ambulasi (0200)

- Mobilitas (0208)

- Terapi latihan ambulasi (0221)

Gangguan kognitif (F),

penurunan motivasi (K),

ketidak nyamanan (K),

hambatan lingkungan (R),

kerusakan neuromuscular

(F), nyeri (F), kerusakan

persepsi (F), ansietas berat

(F)

Defisit perawatan diri mandi,

hygiene, berpakaian (Roy &

Andrews, 1999; Ackley &

Ladwig, 2011; NANDA, 2012;

Black &Hawk, 2009)

- Perawatan dri ADL (0300)

- Instrument ADL (0306)

- Perawatan diri mandi (0301),

hygiene (0305), berpakaian

(0302

- Asistensi perawatan diri (1800)

- Asistensi perawatan diri

berpindah (1806)

- Asistensi perawatan diri mandi/

hygiene (1801)

Asistensi perawatan diri

berpakaian (1802

Perubahan kesadaran,

immobilisasi, paralisis,

nyeri berat.

Risiko disuse sindrom (Roy &

Andrews, 1999; Ackley &

Ladwig, 2011; NANDA, 2012)

- Daya tahan (0001)

- Konsekuensi fisiologik

imobilitas (0204)

- Mobilitas (0208)

- Status neurologi: kesadaran

(0912)

- Tingkat nyeri (2102)

- Manajemen energy (0180)

- Terapi latihan: gerak sendi

(0224)

- Control otot (0226)

Penuaan (F), demensia (K),

lingkungan (R)

Gangguan pola tidur (Roy &

Andrews, 1999; NANDA, 2012 - Istirahat (0003)

- Tidur (0004)

- Tingkat gejala (2103)

- Peningkatan istirahat/ tidur

(1850)

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

43

Universitas Indonesia

Mode

adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan

NOC Intervensi (NIC)

Proteksi Hipertermi (K), hipotermi

(K), factor mekanik,

(gesekan, tekanan, ikatan)

(F), obat-obatan (F),

kelembaban, immobilisasi

fisik (F), perubahan status

cairan(F), perubahan turgor

(R), perubahan sensasi (K)

Kerusakan integritas kulit (Roy

& Andrews, 1999; Ackley &

Ladwig, 2011; NANDA, 2012)

- integritas jaringan kulit dan

membrane (1101)

- penyembuhan luka : intensitas

primer dan sekunder (1102-

1103)

- konsekuensi fisiologik imobilitas

(0204)

- Perawatan luka tekan (3520)

- Perawatan kulit; pengobatan

topical (3584)

- Identifikasi risiko (6610)

- Manajemen nyeri (1400)

- Identifikasi risiko (6610)

- Pencegahan luka tekan (3540)

- Surveilans kulit (3590)

Dehidrasi (F), peningkatan

laju metabolism (F),

penyakit (K), pengobatan

(K), trauma (K), lingkungan

(R).

Hipertermi (Roy & Andrews,

1999; NANDA, 2012; Black

&Hawk, 2009

Termoregulasi (0800) - Penatalaksanaan demam (3740)

- Pencegahan hipertermi malignan

(3840)

Sensori/

pengindraan

Deficit neurologi (F),

perdarahan pada retina atau

intraokuler (F), defek visual

(K), afasia (F), fotofobia

(K), nyeri kepala (R).

- Perubahan persepsi sensori

(Roy & Andrews, 1999; Ackley

& Ladwig, 2011; NANDA,

2012)

- Gambaran diri (1200)

- Orientasi kognitif (0901)

- Fungsi sensori penglihatan

(2404)

- Perilaku kompensasi pada

penglihatan (1611)

- Stimulasi kognitif (4720)

- Peningkatan komunikasi: deficit

pendengaran (4974)

- Peningkatan komunikasi: deficit

bicara (4976)

- Peningkatan komunikasi: deficit

visual (4978)

- Manajemen lingkungan (6480)

Kerusakan akibat tekanan

dari perdarahan otak (F),

edema otak (F), herniasi

otak (F). penurunan

sirkulasi pada pusat bicara

(F), sumber informasi di

- Kerusakan komunikasi verbal

(Roy & Andrews, 1999; Ackley

& Ladwig, 2011; NANDA,

2012; Black &Hawk, 2009)

- Komunikasi (0902)

- Komunikasi ekspresi dan reseptif

(0903-0904)

- Aktiv mendengarkan

mendengarkanPeningkatan

komunikasi: deficit pendengaran

(4974)

- Peningkatan komunikasi: deficit

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

44

Universitas Indonesia

Mode

adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan

NOC Intervensi (NIC)

otak (K), hambatan

lingkungan (R)

bicara (4976)

Agent injuri (biologis,

kimia, fisik, psikologi) (F)

- Nyeri (Roy & Andrews, 1999;

NANDA, 2012)

- Tingkat kenyamanan (2100)

- Control nyeri (1605)

- Tingkat nyeri (2102)

- Manajemen nyeri (1400)

- Pemberian analgesic (2210)

- Analgesic control oleh pasien

(2400)

Lekopenia (F), leukositosis

(F), perubahan factor

pembekuan (F),

trombositopenia (F),

penurunan hemoglobin (K),

disfungsi sensori (F),

hipoksia jaringan (F),

lingkungan (R)

- Risiko injuri (Black & Hawks,

2009)

- Perilaku personal aman(1911)

- Control risiko (1902)

- Lingkungan aman (1910)

- Pengetahuan: pencegahan jatuh

(1828)

- Pencegahan jatuh (6490)

- Manajemen lingkungan:keamanan

(6486)

- Pendidikan kesehatan (5510)

Fisiologis Cairan dan

elektrolit

Penurunan kesadaran (K),

disfagia (F), intake cairan

tidak adekwat (F), muntah-

muntah (F), hipertermia (F),

kurang pengetahuan (R)

Deficit volume cairan (Roy &

Andrews, 1999; NANDA,

2012)

- Keseimbangan cairan (0601)

- Hidrasi (0602)

- Status nutrisi : intake makannan

dan minuman (1008)

- Manajemen cairan (4120)

- Manajemen hipovolemik (4180)

Penyimpangan intake cairan

(F), kehilangan cairan

berlebihan (F), kurang

pengetahuan (R),

pengobatan (K)

Risiko deficit volume cairan

(Roy & Andrews, 1999;

NANDA, 2012)

- Keseimbangan cairan (0601)

- Hidrasi (0602)

- Status nutrisi : intake makannan

dan minuman (1008)

- Manajemen cairan (4120)

- Manajemen hipovolemik (4180)

Fungsi

neurologi

Hipoksia (F), Perdarahan

intracerebral kerusakan

parenkim otak dan nervus

sekitarnya (F), perdarahan

meluas (F), rebleeding (F),

PTIK (F), edema otak (K),

- Kerusakan memori (Ackley &

Ladwig, 2011; NANDA, 2012)

- Orientasi kognitif (0901)

- Memori (0908)

- Status neurologi : kesadaran

(0912)

- Kognisi (0900)

- Memori training (4760)

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

45

Universitas Indonesia

Mode

adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan

NOC Intervensi (NIC)

herniasi otak (F), kurang

pengetahuan (R).

Delirium (F), demensia (F)

pemakaian obat kokain (F),

usia (R), fluktuasi bangun

dan tidur (K).

- Konfusi akut (Roy & Andrews,

1999; Ackley & Ladwig, 2011;

NANDA, 2012)

- Control diri terhadap distorsi

pikiran (1403)

- Proses informasi (0907)

- Memori (0908)

- Manajemen delirium (6440)

- Manajemen delusi (6450)

- Manajemen lingkungan (6480)

- Surveilans: keamanan (6654)

Fungsi

endokrin

Diabetes melitus yang tidak

terkontrol (F), ketidak

patuhan diit (K),

ketidaktahuan (R)

- Risiko tidak stabil kadar

glukosa darah (NANDA, 2012)

- Kadar gula darah (2300) - Manajemen hiperglikemi (2120)

- Manajemen hipoglikemi (2130)

Konsep diri Fisik diri Hemiparese (F), kehilangan

fungsi pengindraan (K), usia

(R)

- Gangguan gambaran diri (Roy

& Andrews, 1999; Ackley &

Ladwig, 2011; NANDA, 2012)

- Gambaran diri (1200)

- Harga diri (1205)

- Koping (1302)

- penerimaan terhadap status

kesehatan (1300)

- Identitas (1202)

- Peningkatan gambaran diri

(5220)

- Kesadaran diri (5390)

Kehilangan kesehatan (F),

Kehilangan antisipasi

terhadap obyek yang

penting (F) (seperti

pekerjaan, status, tubuh) dan

orang yang penting (K),

serta kehilangan obyek

penting (K) (kehilangan

penglihatan, kemampuan

bicara), budaya (R)

- Berduka antisipatori,

disfungsional (Roy & Andrews,

1999; Ackley & Ladwig, 2011;

NANDA, 2012)

- Ketahanan keluarga (2608)

- Mendekati kehidupan yang

bermartabat (1307)

- Solusi berduka (1304)

- Harapan (1201)

- Penyesuaian

psikososial:Perubahan hidup

(1305)

- Promosi integritas keluarga

(7100)

- Perawatan menjelang kematian

(5260)

- Dukungan emosi(5270)

- Instalasi harapan (5310)

- Peningkatan support system

(5440)

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

46

Universitas Indonesia

Mode

adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan

NOC Intervensi (NIC)

Pribadi diri

(konsistensi

diri, ideal

diri, moral -

etik dan

spiritual diri)

Gangguan kognitif dan

mental (F)

- Gangguan harga diri (Roy &

Andrews, 1999; NANDA,

2012)

- Harga diri (1205) - Peningkatan harga diri (5400)

Cemas (F), penyakit kronis

(F), nyeri (K), kematian (F),

perubahan hidup (F),

kesepian (R).

- Distress spiritual (Roy &

Andrews, 1999; NANDA,

2012)

- Kesehatan spiritual (2001)

- Kestabilan suasana hati (1204)

- Otonomi personal (1614)

- Support spiritual (5420)

- Peningkatan koping (5230)

- Support emosi (5230)

situasi krisis (F), perubahan

fisik (K), kondisi emosional

(K)

- Cemas (Roy & Andrews, 1999;

Ackley & Ladwig, 2011;

NANDA, 2012)

- Tingkat kecemasan (1211)

- Control diri terhadap cemas

(1402)

- Pengurangan cemas (5820)

Fungsi

peran

Ketidakmampuan (F),

kehilangan kesehatan (K),

perubahan neurofisiologik

(F), usia (R)

- Perubahan penampilan peran

(Roy & Andrews, 1999;

NANDA, 2012)

- Koping (1302)

- Penyesuaian psikososial:

perubahan hidup (1305)

- Penampilan peran (1501)

- Peningkatan peran (5370)

Kebutuhan homecare yang

bermakna (K), problem

kognitif untuk penerima

perawatan(F), keluarga kecil

(R)

- Ketegangan peran pengasuh

(Roy & Andrews, 1999; Ackley

& Ladwig, 2011; NANDA,

2012)

- Adaptasi pengasuh (2200)

- Kesehatan emosional pengasuh

(2506)

- Hubungan pengasuh dan

pasien(2204)

- Kesiapan pengasuh dirumah

(2202)

- Penampilan pengasuh (2205-

2206)

- Stressor pengasuh (2208)

- Kesejahteraan pengasuh (2508)

- Support pengasuh (7040)

- Support keluarga (7140)

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

47

Universitas Indonesia

Mode

adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan

NOC Intervensi (NIC)

Ketidakmampuan (F)

pengobatan yang kompleks

(K), ketidak tahuan individu

dan keluarga tentang

penyakit dan regimen terapi

(F), social ekonomi (R)

Ketidak efektifan managemen

kesehatan individu (Roy &

Andrews, 1999; Ackley &

Ladwig, 2011; NANDA, 2012)

- Kepercayaan terhadap kesehatan:

sumber persepsi (1703)

- Promosi perilaku sehat (1602)

- Pencarian perilaku sehat (1603)

- Pendidikan kesehatan (5510)

- Pedoman system kesehatan

(7400)

- Peningkatan support system

(5440)

Kondisi social ekonomi (R),

pengobatan yang kompleks

(K), ketidak tahuan individu

dan keluarga tentang

penyakit dan regimen terapi

(F)

Ketidak efektifan managemen

terapi keluarga (Roy &

Andrews, 1999; NANDA,

2012)

- Koping keluarga (2600)

- Fungsi keluarga (2602)

- Pengetahuan tentang regimen

terapi (1813)

- Ketahanan keluarga (2608)

- Partisipasi keluarga

- Promosi integritas keluarga

(7100)

- Proses pemeliharaan keluarga

(7130)

- Terapi keluarga (7150)

Interde-

pendensi

Keterbatasan mobilitas fisik

(F), keterbatasan untuk

komunikasi (F), kecacatan

(K), afasia (F), pekerjaan

(R)

- Kerusakan interaksi social (Roy

& Andrews, 1999; Ackley &

Ladwig, 2011; NANDA, 2012)

- Penampilan peran (1501)

- Ketrampilan interaksi social

(1502)

- Keterlibatan social (1503)

- Peningkatan sosialisasi (5100)

Deficit neurologic (F),

Ketidak mampuan (K),

stress (R)

- Koping individu tidak efektif

(Roy & Andrews, 1999; Ackley

& Ladwig, 2011; NANDA,

2012; Black &Hawk, 2009)

- Koping (1302)

- Membuat keputusan (0906)

- Control diri terhadap impuls

(1405)

- Memproses informasi (0907)

- Peningkatan koping (5230)

- Support membuat keputusan

(5250)

kondisi sosioekonomi

keluarga (F), penyakit (K),

ketidakmampuan (F),

budaya (R)

- Perubahan proses dalam

keluarga (Roy & Andrews,

1999; Ackley & Ladwig, 2011;

NANDA, 2012)

- Koping keluarga (2600)

- Fungsi keluarga (2602)

- Penampilan peran (1501)

- Penyesuaian psikososial:

perubahan hidup (1305)

- Promosi integritas keluarga

(7100)

- Proses pemeliharaan keluarga

(7130)

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

48

Universitas Indonesia

Mode

adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan

NOC Intervensi (NIC)

- Promosi kenormalan (7200)

Penyakit neurologi yang

menyebabkan

ketidakmampuan untuk

melakukan ADL (F), usia

(R), tidak ada partner (K)

- Kerusakan pemeliharaan rumah

(Roy & Andrews, 1999; Ackley

& Ladwig, 2011; NANDA,

2012)

- Lingkungan rumah aman (1910)

- Asistensi perawatan diri

instrument aktivitas sehari-hari

(0306)

Asistensi pemeliharaan rumah

(7180)

Sumber: “Telah diolah kembali” (Roy & Andrews, 1999; Dotchterman & Bulechek, 2004;Ackley & Ladwig, 2011; NANDA, 2012)

Catatan “F”= stimulus fokal; “K”= stimulus kontekstual; “R”=stimulus residual.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

49

Universitas Indonesia

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN STROKE HEMORAGIK

Bab 3 menggambarkan penerapan teori adaptasi Roy pada asuhan keperawatan Ny.

H dengan stroke hemoragik. Stroke hemoragik yang dialami oleh Ny H berdampak

pada perilaku adaptasi klien yaitu terjadi respon pada mode-mode kognator dan

regulator sebagai mekanisme koping klien. Asuhan keperawatan yang diberikan

bertujuan untuk promosi proses koping klien menjadi bersifat adaptif. Asuhan

keperawatan yang penulis lakukan pada Ny. H menggunakan pendekatan RAM (Roy

Adaptation Model) dengan enam langkah yang dimulai dengan melakukan

pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus, perumusan diagnosa keperawatan,

perumusan tujuan dan intervensi, pelaksanaan dan evaluasi.

3.1. Deskripsi Kasus Kelolaan Utama

Nama klien Ny H usia 32 tahun, pendidikan tamat SMA, pekerjaan ibu rumah

tangga, menikah, agama Katolik, alamat jl.Siliwangi no 4, Rt 02/RW 02. No RM:

01126842. Klien mrs tgl 17/2/ 2012 melalui IGD RSUP Fatmawati. Masuk keruang

HCU sampai tanggal 28/02/2012 (12 hari), lalu pindah keruang perawatan kelas III.

Pengkajian tanggal 02/03/2012 jam 09.00 di ruang kelas III. Klien Ny.H (hari

perawatan ke-15), 2 minggu sebelum MRS di RSUP Fatmawati menjalani opname di

RS. Sari Asih dengan diagnosa DHF. Selama dirawat di RS Sari Asih klien

mengalami gusi berdarah dan mimisan lalu terjadi penurunan kesadaran dan

dilakukan CT Scan tanggal 03/02/2012 (perdarahan subdural kanan ec. kemungkinan

ITP dengan tekanan intrakranial otak kanan meningkat dibandingkan otak kiri,

mastoiditis kronis bilateral. Klien dirawat selama 1 minggu di RS. Sari Asih, lalu

dibawa pulang paksa, selama 4 hari dirumah klien tidak sadar, tidak makan dengan

baik, kemudian klien dibawa ke RS.Bakti Husada lalu pindah ke RSUP Fatmawati.

Di RSUP fatmawati klien dirawat bersama oleh dokter neuro dan penyakit dalam,

dalam bidang neuro diagnosa dokter CVD SH (cerebro vasculer desease stroke

49 Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

50

Universitas Indonesia

haemoragic) sedangkan penyakit dalam diagnosa dokter adalah MDS

(Myelodisplasia syndrome). Saat dikaji klien sudah terpasang DC (dower catheter),

dan NGT (nasogastric tube) klien mengalami kesulitan menelan karena terjadi

penurunan kesadaran disebabkan stroke hemorargik saat MRS dan mendapat diet

cair. tekanan darah 130/80 mmHg, N= 128x/mt, RR 28 X/mt pupil isokor ɸ

4mm/4mm, suhu 39,5°C, kesadaran somnolen GCS E3M6V4. kejang (-), riwayat

HT (hipertensi), tidak didapatkan, riwayat DM (diabetes melitus) tidak diketahui.

Hasil CT Scan tgl 17/02/2012= perdarahan intraparenkimal dibasal ganglia sinistra

ukuran 1.86x2.2x2cm, ruang oksipital sinistra 2x2.2x2 cm vol: +4.5 cc dan ruang

parietal sinistra (1x1x1 cm/ Vol=+ 0.52 cm), subdural hygroma (chronic subdural

hematom) di ruang fronto- temporo, parietal dekstra, edema cerebri, pneumatisasi air

cells mastoid bilateral sangat minimal DD/Mastoiditis. Dibandingkan dengan CT

scan sebelumnya 03/02 tidak tampak perdarahan intraparenkimal, edema serebri

relative status quo.

Selama dirawat dirumah sakit, klien mndapatkan terapi sistenol 3x1, Ambroxol 3x1,

curcuma 3x1, sucralfat 4xCI, Ozid 1x 40 mg, simvastatin 1x10 mg, Cefotaxim 3 x 1

gram (hari ke-7 stop) intra vena, mikrolag/ rectal. Riwayat pengobatan sebelumnya

(di ruang HCU): Manitol terakhir tanggal 21/2/2012, Ceftriaxon 2x 1 gram

intravena terakhir tanggal 25/2/2012, levofloxaxin 1x 500 mg terakhir tanggal

19/2/2012, amboxol syrup 3x II C, curcuma 3 x1, sistenol 3 x 500 mg (kalau perlu),

tranfusi TC 10 kantong, tranfusi PRC 500 cc.

3.2.Asuhan keperawatan pada klien dengan stroke hemoragik dengan

pendekatan RAM

Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dilakukan pengkajian perilaku dan

pengkajian stimulus sebagai berikut :

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

51

Universitas Indonesia

3.2.1. Pengkajian Perilaku dan Pengkajian Stimulus

3.2.1.1.Fisiologi

1) Oksigenasi

a. Pengkajian perilaku

Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 128x/mt, suhu 39,5°C, bunyi jantung S1 dan S2

tunggal, murmur (-), gallop (-), Capillary Refill < 2 detik, akral hangat, Respiratory

Rate 28x/menit, reguler dalam, wheezing(Wh)-/-, ronchi (Rh)-/-, batuk (-), vocal

fremitus tidak teridentifikasi, gerakan paru simetris, retraksi suprasternal tidak ada,

perkusi resonan, terpasang O2 Nasal 3 liter per menit, klien muntah-muntah,

terpasang NGT, keluarga tidak tahu mempertahankan penempatan NGT yang benar.

Hasil laboratorium tanggal 02/03/2012 adalah hemoglobin 12,2 g/dL (11.7 – 15.5

mg/dL); eritrosit 4.40 Juta/ul (3.80 – 5,20 Juta/ul). Hasil AGD 24/02/2012

PH=7,488, PCO2=27,2 PO2=193.9,sat O2 99.Hasil CT Scan tgl 17/02/2012=

perdarahan intraparenkimal dibasal ganglia sinistra uk.1.86x2.2x2cm, ruang oksipital

sinistra 2x2.2x2 cm vol: +4.5 cc dan ruang parietal sinistra (1x1x1 cm/ Vol=+ 0.52

cm), subdural hygroma (chronic subdural hematom) di ruang fronto- temporo,

parietal dekstra, edema cerebri, pneumatisasi air cells mastoid bilateral sangat

minimal DD/Mastoiditis. Dibandingkan dengan CT scan sebelumnya 03/02 tidak

tampak perdarahan intraparenkimal, edema serebri relative status quo. Hasil foto

thorak saat di IGD menunjukkan kesan normal Hasil laboratorium tanggal 17/2/12

trombosit 9000 ribu/UL, APPT= 27 detik (27,4 – 39,3 detik), control= 39,2, yang

berarti APPT klien 0.7 kontrol. PT=16.7 (11,3 -14,7), control 13.2, INR = 1,37,

fibrinogen= 352 (200 – 400), control fibrinogen 282, D-Dimer=400 (<300). Hasil

BMP tanggal 15 Januari 2012 kesimpulan: kepadatan sel normoseluler, aktivitas

trombopoesis, erithropoesis, dan granulopoesis tertekan, tampak peningkatan

neutropil dan batang (anomalipoesis) erithropoesis didapatkan bentuk dysplasia

kesan : disentropoesis, disgranulopoesis dan distrombopoesis sesuai dengan MDS.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

52

Universitas Indonesia

b. Pengkajian stimulus

Stimulus fokal adalah perdarahan intraparenkimal, penurunan kesadaran,

pemasangan NGT, stimulus kontekstual adalah penyakit MDS stimulus residual

kurang pengetahuan.

2) Nutrisi

a. Pengkajian perilaku

Terpasang NGT, diit cair 6 x 200 cc. bising usus 10 x/menit, perkusi timpani, palpasi

supel. Hasil laboratorium: hemoglobin adalah 12.2 g/dL (11.7 – 15.5 g/dL),

Hematocrit 36% (33%- 45%), albumin 3.40 g/dL (3,40- 4,80 g/dL), gula darah

sewaktu 208 mg/dl (90-120mg/dl) laboratorium tgl 17/2/12 kolesterol total 130

mg/dL (120 – 200 mg/dL), trigliserida 105 mg/dL (50 – 150 mg/dL), HDL 32 mg/dL

(40 – 55 mg/dL), LDL 110 mg/dL (50- 130mg/L). Tinggi badan 158 cm, LILA

27cm, perkiraan BB 52 kg.

BB ideal 52,2 ; BMI klien berdasarkan taksiran BB

52 = 20.8(N 18,5 – 24,9)

(1,58)²

b. Pengkajian stimulus

Stimulus fokal adalah penurunan kesadaran, stimulus kontekstual adalah perdarahan

intraparenkimal, edema cerebri, penyakit MDS, stimulus residual tidak ditemukan..

3) Eliminasi

a. Pengkajian perilaku

Eliminasi urin: Terpasang foley catheter sejak tanggal 17/2/12 (saat klien terjadi

penurunan kesadaran). Produksi urin kuning, kejernihan: jernih produksi 4500 cc/ 24

jam. Eliminasi fekal: belum BAB 3 hari. Klien ingin mengedan karena seperti ada

rasa tekanan dianus tapi tidak dapat keluar, aktivitas klien kurang, klien tampak

jarang miring kanan dan kiri.. Hasil laboratorium ureum: 13 (urine lengkap: leukosit

3+ /LPB, eritrosit 0 – 1 /LPB, berat jenis 1.020 (1.005 – 1.030), pH 7,0 (4,5 – 8,0),

protein (-), urobilinogen 0,2, bilirubin (-), nitrit (+).

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

53

Universitas Indonesia

b. Pengkajian stimulus

Stimulus fokal adalah penurunan aktivitas, stimulus kontekstual adalah penurunan

kesadaran, perdarahan intraparenkimal, edema cerebri, penyakit MDS, stimulus

residual belum ditemukan.

4) Aktifitas dan Istirahat

a. Pengkajian perilaku

Klien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan. Pengukuran kekuatan

otot 1111

1111

5555

5555 Aktifitas klien dilakukan di atas tempat tidur,klien jarang bergerak,

aktifitas sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan keluarga. Kesadaran somnolen,

GCS (E3 M6V4).. klien tidak mampu menggunakan anggota tubuhnya yang kuat

untuk merawat diri atau memenuhi kebutuhannya. Pengukuran dengan Barthel

indeks= 0 (ketergantungan total)

b. Pengkajian stimulus

Pengkajian stimulus fokal pada aktivitas didapatkan klien mengalami hemiparese

dekstra dengan kekuatan otot 1111

1111

5555

5555 stimulus kontekstualnya adalah penurunan

kesadaran, perdarahan intraparenkimal, edema cerebri, penyakit MDS, stimulus

residual kurang pengetahuan.

5) Proteksi

a. Pengkajian perilaku

Kulit bersih, terdapat lecet pada paha atas kanan (luka tekan derajat 1), ruam- ruam

merah pada punggung dan ketiak terasa gatal, edema (-), suhu 39,5°C. Rambut

bersih, tebal dan tidak mudah rontok.keluarga tidak tahu bagaimana merawat kulit.

Tidak terjadi penurunan imun. Klien banyak berkeringat, baju klien belum diganti 1

hari karena persediaan yang dibawa habis. Suami klien mengatakan 3 hari ini belum

pulang karena menunggu klien sehingga belum sempat mengambil baju. Hasil

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

54

Universitas Indonesia

penghitungan skala braden skore= 10 yang berarti klien berisiko tinggi. Hasil

pemeriksaan laboratorium lekosit hasilnya 9.8 x 10^3/ul (5,0 – 10,0 10^3/ul).

b. Pengkajian stimulus

Pengkajian stimulus fokal pada proteksi yaitu klien mengalami hemiparese dekstra,

febris suhu 39,5°C, dan keringat berlebihan, hygiene kurang, stimulus

kontekstualnya adalah penurunan kesadaran, perdarahan intraparenkimal, edema

cerebri, penyakit MDS, stimulus residual kurangnya baju bersih..

6) Sensori/Penginderaan

a. Pengkajian perilaku

Nervus I, klien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan kopi. Nervus II

fungsi peglihatan klien mengalami perdarahan retina pada mata kanan dan kiri

sehingga klien tidak dapat melihat, hanya dapat membedakan gelap dan terang.

Sedangkan nervus VIII fungsi pendengaran klien tidak mampu mendengar detik

arloji pada telinga kanan dan kiri, tapi masih mampu mendengar jika diajak bicara

dengan jarak dekat dan suara agak keras. Terjadi parese pada nervus VII, sementara

N IX, X, dan XII belum dapat dikaji.

b. Pengkajian stimulus

Stimulus Fokal adanya kebutaan akibat perdarahan retina, dan gangguan

pendengaran, stimulus kontekstualnya adalah penurunan kesadaran stimulus residual

perdarahan intraparenkimal, edema cerebri, penyakit MDS.

7) Cairan dan Elektrolit

a. Pengkajian perilaku

Turgor kulit baik, tidak ada edema, bibir dan mukosa lembab. Klien muntah-

muntah + 300 cc, masukan cairan per NGT=2250 cc/24 jam dan IVFD Nacl 0.9 500

cc/6 jam, suhu 39,5°C. Hasil laboratorium: natrium 140 mEq/L (132-147 mEq/L);

kalium 2.36 mEq/L (3.30 - 5.40 mEq/L); clorida 103 mEq/L (94,0 – 111,0 mEq/L).

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

55

Universitas Indonesia

kreatinin darah 0,3 mg/dL (0,5 - 1.3 mg/dL); ureum darah 13 mg/dL (10 – 50

mg/dL); hematokrit 36 % (40,0 – 48,0 %), trombosit 135 ribu/UL (150- 140

ribu/UL). gambaran darah tepi kesan trombositopenia

b. Pengkajian stimulus

Stimulus fokal adanya penurunan kesadaran, muntah- muntah, febris, stimulus

kontekstualnya adalah perdarahan intraparenkimal, edema cerebri, penyakit MDS,

stimulus residual adalah fungsi sensori menurun (kebutaan dan penurunan

pendengaran)

8) Neurologi

a. Pengkajian perilaku

Kesadaran somnolen, GCS: E3V4M6 kekuatan otot1111

1111

5555

5555; reflek fisiologi : bisep

+1/+1, trisep +1/+1, patella +1/+1, tendon achiles +1/+1. reflek patologi : Babinski,

Chaddock, Gordon, Oppenheim, Schaefer, (-/-). Fungsi serebelum: test koordinasi

belum dapat dikaji. Fungsi otonom : inkontinensia uri, terpasang kateter

menetap.Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala (+), muntah (+),

papiledema tidak dilakukan. Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk(-), brudzinski

(-), kernig <135//<135, laseg <70/<70 mengeluh nyeri pada ujung persendian kaki

saat digerakkan. Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut : Nervus I tidak

ada gangguan,N II hanya bisa kelihatan gelap dan terang, N IVdan VI belum dapat

dikaji; Nervus III pupil bulat isokor Ø 4 mm/4 mm, reflek cahaya langsung dan

tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+, Nervus V (trigeminus), tidak ada

parese pada mandibularis dan maksilaris, tidak ada gangguan sensasi pada ramus

oftalmik, ramus maksilaris dan ramus mandibularis; Nervus VII (fasialis), asimetri,

otot wajah kanan mengalami kelemahan, N VII parese sentral, Nervus VIII

(vestibulo kokhlearis), N VIII pendengaran kanan dan kiri tidak dapat mendengar

detik arloji dan gesekan jari.namun dapat mendengar perkataan yang agak keras;

Nervus IX, X dan XII belum dapat dikaji, Nervus XI (aksesorius) kelemahan pada

sisi tubuh sebelah kanan. Hasil CT Scan tgl 17/02/2012= perdarahan intraparenkimal

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

56

Universitas Indonesia

dibasal ganglia sinistra ukuran 1.86x2.2x2cm, ruang oksipital sinistra 2x2.2x2 cm

vol: +4.5 cc dan ruang parietal sinistra (1x1x1 cm/ Vol=+ 0.52 cm), subdural

hygroma (chronic subdural hematom) di ruang fronto- temporo, parietal dekstra,

edema cerebri, pneumatisasi air cells mastoid bilateral sangat minimal

DD/Mastoiditis. Dibandingkan dengan CT scan sebelumnya 03/02 tidak tampak

perdarahan intraparenkimal, edema serebri relative status quo.

b. Pengkajian stimulus

Stimulus fokal adalah perdarahan intraparenkimal, edema cerebri, stimulus

kontekstualnya adalah penyakit MDS, stimulus residual belum diketahui.

9) Endokrin

a. Pengkajian perilaku

Klien tidak memiliki riwayat penyakit diabetes melitus (DM). Hasil gula darah tgl

17/02/2012 adalah 122 mg/dl, sedangkan saat ini 208 mg/dl

b. Pengkajian stimulus

Tidak ditemukan stimulus fokal, kontekstual,maupun residual

3.2.1.2 Adaptasi Fungsi Peran

a. Pengkajian perilaku

Menurut suami klien, klien adalah ibu rumah tangga sehari- harinya mengerjakan

tugas rumah tangga seperti menyapu halaman, mencuci dan memasak dan merawat

3 orang anaknya yang masih kecil. Klien mendapatkan penghasilan dari suaminya.

Suami klien menanyakan apakah penglihatan klien bisa pulih, suami juga belum

mengetahui apa yang akan dilakukan jika klien sembuh dan pulang kerumah. Suami

klien mengatakan dia tinggal dengan klien dan 3 orang anaknya, serta dirumah ada

pembantu laki-laki. Suami klien bekerja dirumah dengan menjalankan bengkel

motor. Saat ini demi menjaga klien dirumah sakit. usahanya dipercayakan ke orang

lain. Suami klien mengatakan untuk membiayai pengobatan istrinya dia sudah habis-

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

57

Universitas Indonesia

habisan, dan barang- barangnya sudah banyak yang dijual. Sedangkan untuk

pengobatan klien keluarga klien melakukan pembayaran langsung tanpa fasilitas

jaminan dari pemerintah. keluarga klien mengeluh penyakit klien sudah lama tidak

sembuh-sembuh, dan menanyakan apa sebenarnya obat yang tepat dan kesembuhan

seperti apa yang bisa diharapkan disini.

b. Pengkajian stimulus

Stimulus fokal pengobatan yang kompleks, stimulus kontekstual kehilangan fungsi

penglihatan, hemiparese dekstra pada klien, masalah keuangan,stimulus residual

kurang informasi pada keluarga tentang jaminan kesehatan, kondisi penyakit.

3.2.1.3 Adaptasi Konsep Diri

Sulit dikaji, klien mengalami penurunan kesadaran.

belum ditemukan stimulus fokal, kontekstual,maupun residual

3.2.1.4 Adaptasi interdependensi

a. Pengkajian perilaku

Kesadaran klien somnolen GCS 13 (E3M6V4). Klien mendapatkan dukungan penuh

dari suaminya. Orang tua klien tinggal di Medan sehingga tidak dapat menunggu

klien. Suami klien sangat sabar dan memperhatikan klien, suami klien terlibat secara

aktif dalam proses perawatan klien.

b. Pengkajian stimulus

stimulus fokal, kontekstual,maupun residual

3.2.2 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian mode adaptif terdapat perilaku klien maka dapat

dirumuskan diagnosa, tujuan dan intervensi sebagaimana dalam tabel 3.1 berikut:

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

57

Universitas Indonesia

3.1 Tabel Diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensi

Mode

adaptasi Perilaku Stimulus

Diagnosa

keperawatan NOC NIC Aktivitas

Fisiologis Perilaku adaptif:

tekanan darah: 130/ 80

mmHg, , pupil bulat isokor

Ø 4 mm/4 mm, reflek

cahaya langsung dan tidak

langsung pada mata kanan

dan kiri +/+. Hasil

laboratorium tanggal

02/03/12 hemoglobin

12,2 g/dL (11.7 – 15.5

mg/dL); eritrosit 4.40

Juta/ul (3.80 – 5,20

Juta/ul)hematokrit 36 %

(40,0 – 48,0 %)

Perilaku inefektif:

Kesadaran somnolen, GCS

13 (E3M6V4), klien

muntah-muntah, dan kepala

pusing. Suhu: 39,5°C,

Nadi: 128x/mt, RR:

28x/mt, hasil CT Scan

menunjukkan adanya

perdarahan intraparenkimal

dibasal ganglia sinistra

uk.1.86x2.2x2cm,

ruang.oksipital sinistra

Stimulus

fokal adalah

perdarahan

intraparenki

mal,

stimulus

kontekstual

adalah

penyakit

MDS,

peningktan

suhu ,

Stimulus

residual

tidak

ditemukan

Ketidakefektifan

perfusi jaringan

serebral

- kognitif (0900)

- status neurologi

(0909)

- status neurologi:

kesadaran (0912)

- status neurologi:

control sentral motor

(0911)

- perfusi jaringan

serebral (0406)

- Manajemen

medikasi (2380)

- Monitor neurologi

(2620)

- Posisi : neurologi

(0844)

- Promosi perfusi

serebral (2550)

- Pencegahan jatuh

(6490)

- Stimulasi kognitif

(4720)

- Manajemen

lingkungan:keama

nan (6486)

Regulator

1. Menanyakan pada klien atau

keluarga riwayat medis

sebelumnya dan riwayat

pembedahan yang

berhubungan dengan perfusi

serebral

2. Membantu klien mendapatkan

posisi istirahat, mengatur

posisi kepala 30° dan

mengevaluasi pemberian

posisi, menghindari fleksi

kepala dengan memberi bantal

sampai ke bawah bahu klien,

3. Menyediakan cairan resusitasi

dengan hati-hati sesuai order,

secara umum menggunakan

cairan NaCl 0,9%

4. Menghindarkan klien dari

stress fisiologik karena dapat

memicu hypoxemia dan

meminimalisasi stress dari

lingkungan,

5. Memberikan oksigen sesuai

order 3 lpm dan memonitor

saturasi oksigen sesuai

kebutuhan,

6. Mencegah hipovolemik dan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

58

Universitas Indonesia

2x2.2x2 cm vol: +4.5 cc

dan ruang parietal sinistra

(1x1x1 cm/ Vol=+ 0.52

cm), subdural hygroma

(chronic subdural

hematom) di ruang fronto-

temporo, parietal dekstra,

edema cerebri,

pneumatisasi air cells

mastoid bilateral sangat

minimal DD/Mastoiditis.

BMP tanggal 15 Januari

2012 kesan hasil:

disentropoesis,

disgranulopoesis dan

distrombopoesis sesuai

dengan MDS. Hasil

laoratorium tanggal

17/2/12 trombosit 9000

ribu/UL, APPT= 27 detik

(27,4 – 39,3 detik),

control= 39,2, yang berarti

APPT klien 0.7 kontrol.

PT=16.7 (11,3 -14,7),

control 13.2, INR = 1,37,

fibrinogen= 352 (200 –

400), control fibrinogen

282, D-Dimer=400 (<300).

Hasil laboratorium tanggal

02/03/12 trombosit 135

ribu/UL (150- 140

ribu/UL). gambaran darah

tepi kesan trombositopenia

hipotensi

7. Monitor intake, output cairan

dan perdarahan,

8. Mengkaji status neurologi

setiap jam atau 4 jam

9. Mengkaji GCS klien,

10. Memonitor perubahan status

mental dan perilaku

11. Pertahankan hemodinamik

normal atau sesuai parameter

medis, monitor MAP

12. Memonitor vital sign kurang

lebih tiga kali sehari atau 1

jam sekali bila diperlukan,

13. Memonitor ukuran pupil dan

reflek cahaya,

14. Memonitor hasil laboratorium

darah sesuai order

15. Memberikan pengobatan

sesuai order.

kognator

1. Memberikan edukasi dan

penjelasan kepada klien/

keluarga untuk menghindari

valsava manuver seperi

mengedan, hindari leher

menekuk dan hindari lutut serta

paha yang menekuk ekstrim.

2. Memberikan edukasi dan

penjelasan kepada klien dan

keluarga untuk tetap

menggunakan terapi oksigen

sesuai perintah.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

59

Universitas Indonesia

Fisiologis Perilaku adaptif:

tekanan darah: 130/ 80

mmHg. Rh-/- Wh -/-,

perkusi resonan, nafas

reguler dan dalam,

batuk (-), tersedak (-)

Perilaku inefektif:

kesadaran somnolen GCS

13(E3M6V4), terpasang

NGT sejak MRS karena

gangguan menelan akibat

penurunan kesadaran

waktu MRS, keluarga tidak

tahu bagaimana

mempertahankan posisi

NGT yang benar, klien

muntah- muntah, tekanan

darah: 130/ 80 mmHg.

Suhu: 39,5°C, Nadi:

128x/mt, RR: 28x/mt,

Terpasang oksigen 3 lpm.

Stimulus

fokal adalah

penurunan

kesadaran,

pemasangan

NGT

stimulus

kontekstual

perdarahan

intraparenki

m, penyakit

MDS,

stimulus

residual

kurang

pengetahuan

keluarga

Risiko aspirasi - Pencegahan aspirasi

(1918)

- Status neurologi

(0909)

- Status menelan

(1010)

- Status respirasi:

ventilasi (0402)

- Membantu

ventilasi (3390)

- Terapi oksigen

(3320)

- Manajemen jalan

nafas (3148)

- Pencegahan

aspirasi (3200)

- Monitor respirasi

(3350)

regulator

1. Posisikan klien untuk

ventilasi maksimal

2. Berikan terapi fisik dada

sesuai kebutuhan

3. Dorong untuk nafas dalam,

turning dan batuk efektif

4. Instruksikan bagaimana batuk

efektif

5. Auskultasi bunyi nafas, catat

area dimana ada penurunan

dan absennya ventilasi dan

adanya suara-suara tambahan

6. Berikan udara humidifi atau

oksigen, sesuai kebutuhan

7. Atur asupan cairan untuk

mengoptimalkan

keseimbangan cairan

8. Monitor status respirasi dan

oksigenasi

Kognator

1. Jelaskan pada keluarga risiko

yang mungkin terjadi pada

jalan nafas jika klien

mengalami penurunan

kesadaran

2. Jelaskan pada klien dan

keluarganya untuk tidak

memberi makan lewat mulut

selama klien belum sadar

penuh. Atau sampai dijinkan

oeh dokter atau perawat.

3. Jelaskan pada klien dan

keluarga tentang selang NGT,

posisi NGT yang benar dan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

60

Universitas Indonesia

cara pemberian makanan

melalui selang serta jumlah

yang dapat ditoleransi klien.

4. Anjurkan keluarga melapor

ke perawat atau dokter jika

terjadi perubahan posisi

selang atau jika klien muntah-

muntah.

Fisiologis Perilaku adaptif :

- Nyeri sendi (-)

Perilaku inefektif:

klien jarang bergerak,

aktifitas sehari-hari dibantu

penuh oleh perawat dan

keluarga , RR 28x/mt

terpasang O2 3 lpm, N: 128

x/mt. Kesadaran somnolen

GCS (E3M6V4), keringat

banyak, klien tampak lelah

jika bergerak, hemiparese

dekstra, kekuatan otot 1111

1111

5555

5555

Stimulus

fokal adalah

penurunan

kekuatan

otot,

stimulus

kontekstual

adanya

perdarahan

intraparenki

m, penyakit

MDS,

stimulus

residual

kurang

pengetahuan

Kerusakan

mobilisasi fisik

- Ambulasi (0200)

- Ambulasi dengan

kursi roda (0201)

- Menampilkan

berpindah (0210)

- Terapi aktivitas

(4310)

- Terapi latihan

ambulasi (0221)

- Promosi latihan

(0200)

- Memposisikan

(0840)

- Asistensi

perawatan diri

berpindah (1806)

Regulator

1. Mengkaji kemampuan

fungsional masing-masing

anggota gerak

2. Ubah posisi minimal setiap 2

jam sekali

3. Lakukan latihan ROM pasif

dan aktif pada anggota gerak

4. Ajarkan dan dorong klien

untuk melatih anggota

geraknya yang lumpuh denga

Latihan aktivitas sehari – hari

Seperti menyisir rambut,

mengambil sesuatu yang

tinggi, mengambil dompet,

memutar lengan dan

mengangkat beban yang kecil

– kecil.

5. Baringkan klien dengan tepat

menggunakan ganjalan bantal

di TT,

6. Berikan perlindungan tumit

dan siku saat tidur

7. Kaji ekstremitas bawah secara

teratur terhadap kemerahan,

nyeri tekan dan suhu

8. Pasang stoking elastik sambil

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

61

Universitas Indonesia

melakukan mobilisasi.

9. Kolaborasi dengan tim

rehabilitasi

Kognator

10. Ajarkan keluarga untuk

melakukan ROM pada klien

untuk mencegah kontraktur

pada sendi.

11. Anjurkan keluarga untuk

melatih ROM

Fisiologis Perilaku inefektif:

Kesadaran somnolen GCS

(E3M6V4), RR 28x/mt

terpasang O2 3 lpm, N: 128

x/mt.Terpasang NGT, klien

jarang bergerak, aktifitas

sehari-hari dibantu penuh

oleh perawat dan keluarga ,

Keringat banyak, klien

tampak lelah jika bergerak,

Baju sehari belum diganti,

hemiparese dekstra,

kekuatan otot 1111

1111

5555

5555,

skor BI=0

Stimulus

fokal

penurunan

kesadaran,

kelemahan

tubuh,

Stimulus

kontekstual

adanya

perdarahan

intraparenki

m, penyakit

MDS,

stimulus

residual

kurang

pengetahuan

Defisit

perawatan diri

- Perawatan dri ADL

(0300)

- Instrument ADL

(0306)

- Perawatan diri:

mandi (0301),

hygiene (0305),

berpakaian (0302).

- Asistensi

perawatan diri

(1800)

- Asistensi

perawatan diri

mandi/ hygiene

(1801)

- Asistensi

perawatan diri

berpakaian (1802

Regulator

1. Monitor kemampuan klien

dalam perawatan diri

2. Monitor kebutuhan alat untuk

klien dalam melakukan

perawatan diri personal higiene,

berpakaian, berhias, toileting

dan makan.

3. Sediakan alat pribadi sesuai

keinginan (deodoran, sikat gigi,

sabun mandi)

4. Sediakan bantuan sampai

dengan klien mampu

melakukan perawatan diri

5. Gunakan pengulangan rutinitas

kesehatan secara konsisten

sebagai cara untuk menetapkan

klien

6. Tetapkan rutinitas untuk

aktivitas perawatan diri

7. Pertimbangkan usia klien jika

mempromosikan aktivitas

peratan diri

Kognator

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

62

Universitas Indonesia

8. Dorong klien untuk

menunjukkan penampilan

normal dalam melakukan

aktivitas kehidupan sehari- hari

sesuai tingkat kemampuannya.

9. Dorong kemandirian namun

intervensi jika klien tidak

mampu untuk menampilkannya

10. Ajarkan klient dan keluarga

untuk mandiri

Fisiologis Perilaku adaptif

laboratorium lekosit

hasilnya 9.8 x 10^3/ul (5,0

– 10,0 10^3/ul).

Perilaku inefektif:

Kesadaran somnolen GCS

(E3M6V4), suhu : 39,5° C,

gatal dan ruam-ruam merah

dipunggung dan ketiak,

lecet pada paha, keringat

banyak, keluarga tidak

tahu bagaimana merawat

kulit, klien tampak lelah

jika bergerak, baju sehari

belum diganti, hemiparese

dekstra, kekuatan otot 1111

1111

5555

5555, Hasil

penghitungan skala braden

skore= 10.

Pengkajian

stimulus

fokal klien

mengalami

hemiparese

dekstra, ,

dan

kelembaban

yang

berlebihan,

hygiene

kurang,

stimulus

kontekstual

adalah

penurunan

kesadaran,

perdarahan

intraparenki

mal, edema

cerebri,

penyakit

MDS,

stimulus

residual

Kerusakan

integritas kulit

- integritas jaringan

kulit dan membrane

(1101)

- penyembuhan luka :

intensitas primer dan

sekunder (1102-1103)

- konsekuensi

fisiologik imobilitas

(0204)

- Termoregulasi (0800)

- Pencegahan luka

tekan (3540)

- Surveilans kulit

(3590)

- Perawatan luka

tekan (3520)

- Perawatan kulit;

pengobatan topical

(3584)

- Identifikasi risiko

(6610)

- Manajemen nyeri

(1400)

Regulator

1. Monitor kondisi kulit paling

tidak sekali sehari

2. Identifikasi klien dari risiko

gangguan integritas kulit seperti

imobilitas, usia, malnutisi,

inkontinensia, status imun.

3. lakukan latihan ROM (range of

motion) dan mobilisasi jika

mungkin

4. Rubah posisi tiap 2 jam

5. Gunakan bantal air atau

pengganjal yang lunak di bawah

daerah-daerah yang menonjol

6. Lakukan masase pada daerah

yang menonjol yang baru

mengalami tekanan pada waktu

berubah posisi

7. Observasi terhadap eritema dan

kepucatan dan palpasi area

sekitar terhadap kehangatan dan

pelunakan jaringan tiap

merubah posisi

8. Jaga kebersihan kulit dan

seminimal mungkin hindari

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

63

Universitas Indonesia

kurangnya

baju bersih.

trauma, panas terhadap kulit,

pergesekan dan terlalu sering

membersihkan.

9. Lakukan kolaburasi dengan

dokter kulit jika perlu

10. Berikan medikasi kulit sesuai

order

11. Anjurkan memakai sabun

ringan untuk memandikan klien

Kognator

1. edukasi klien dan keluarga

untuk pemberian nutrisi yang

baik, serta mengajarkan pada

klien dan keluarga bagaimana

merubah posisi setiap 2 jam

2. Anjurkan keluarga klien

mengganti baju klien jika

basah kena keringat

3. Anjurkan keluarga

menyiapkan baju ganti klien

beberapa pasang setiap hari

4. Anjurkan keluarga klien

menjaga linen klien tetap

kering dan bersih

Fisiologis Perilaku inefektif

Klien mengedan berusaha

mengeluarkan BAB, belum

BAB 3 hari, Klien jarang

bergerak miring kanan dan

kiri, hemiparese dekstra,

kekuatan otot 1111

1111

5555

5555

Stimulus

fokal adalah

penurunan

aktivitas,

stimulus

kontekstual

adalah

penurunan

kesadaran,

perdarahan

Konstipasi - Eliminasi bowel

(0501)

- Hidrasi (0602)

- Manajemen bowel

(0430)

- Konstipasi/

manajemen

impaksi (0450)

Regulator

1. Kaji pola kebiasaan BAB,

termasuk waktu dalam sehari,

frekuensi,konsistensi tinja,

penggunaan pencahar, diet,

latihan, intake serat dan cairan.

2. Gunakan bristol stool card

untuk mengidentifikasi

konsistensi tinja

3. Review beberapa pengobatan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

64

Universitas Indonesia

intraparenki

mal, edema

cerebri,

penyakit

MDS,

stimulus

residual

belum

ditemukan.

klien saat ini

4. Kolaburasikan untuk

pengobatan konstipasi

5. Palpasi adanya distensi

abdomen, dullnes dan suara

bising usus

6. Lakukan cek terhadap impaksi

tinja

7. Anjurkan konsumsi cukup

serat, cairan dan makanan

8. Lakukan masase abdomen 1

kali tiap hari

9. Jika terjadi impaksi fecal bantu

dengan stimulasi digital atau

pengeluaran secara manual.

Kognator

1. Anjurkan klien untuk tidak

mengedan

2. Anjurkan klien minum cukup,

sehari minimal 2 liter, makan

sayuran/buah

3. Anjurkan pada klien untuk

tidak mengabaikan dorongan

untuk BAB yang biasa timbul

2 x/hari

4. Jelaskan pada klien bahwa

klien cukup terjamin

privacinya selama melakukan

BAB di rumah sakit

Mode

fungsi

peran

Perilaku adaptif

Suami klien sabar dan

perhatian pada klien

Perilaku inefektif

Stimulus

fokal

pengobatan

yang

kompleks,

stimulus

Ketidak

efektifan

manajemen

terapi keluarga

- Koping keluarga

(2600)

- Fungsi keluarga

(2602)

- Pengetahuan tentang

regimen terapi (1813)

- Peningkatan

support system

(5440)

- Promosi integritas

keluarga (7100)

- Proses

Kognator

1. Dasari intervensi keluarga pada

pengetahuan tentang keluarga,

konteks keluarga dan fungsi

keluarga. pada pengetahuan

2. Gunakan pendekatan keluarga

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

65

Universitas Indonesia

Suami menanyakan apa

sebenarnya obat yang tepat,

apakah penglihatan istrinya

bisa pulih. Suami klien

menanyakan kesembuhan

seperti apa yang bisa

diharapkan disini.

keluarga klien mengatakan

tidak mengetahui

bagaimana perawatan klien

dirumah, telah 3 kali

pindah rumah sakit untuk

pengobatan.

keluarga klien mengeluh

penyakit klien sudah lama

tidak sembuh-sembuh, dan

sudah kehabisan biaya

kontekstual

kehilangan

fungsi

penglihatan,

hemiparese

dekstra pada

klien,

masalah

keuangan,sti

mulus

residual

kurang

informasi

pada

keluarga

tentang

jaminan

kesehatan,

kondisi

penyakit

- Ketahanan keluarga

(2608)

- Partisipasi keluarga

pemeliharaan

keluarga (7130)

- Terapi keluarga

(7150)

ketika membantu individu

dengan problem kesehatah

dimana diperlukan untuk

manajemen terapi

3. Review dengan anggota

keluarga mana perilaku yang

selaras dan mana yang tidak.

4. Berikan tantangan integrasi

regimen terapi dalam perilaku

keluarga.

5. review gejala pada penyakit

yang khusus dan kembangkan

self-efficaccy keluarga yang

bagus dalam kaitannya dengan

gejala tersebut.

6. dukung keputusan keluarga

untuk menyesuaikan regimen

terapi sesuai indikasi

7. damping keluarga untuk

negosiasi regimen terapi dengan

pemberi layanan kesehatan

8. Bantu keluarga bergerak ke

pendukung soasial

9. Bantu keluarga memodifikasi

persepsi sesuai indikasi

10. Promosi dan dukung puskesmas

untuk dukungan keluarga

11. Metode latihan dapat digunakan

keluarga untuk meningkatkan

kesehatan klien.

12. Rujuk ke terapi keluarga sesuai

indikasi

13. Identifikasi kekuatan dan

sumber dalam keluarga dan

sistem dukungan mereka dan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

66

Universitas Indonesia

masyarakat

14. Berikan informasi dengan

sering pada keluarga dan bantu

mereka untuk mengidentifikasi

keterbatasan, perkembangan

dan implikasi untuk dirawat

15. Kolaborasikan dengan keluarga

tentang perencanaan dan

pelaksanaan terapi klien dan

perubahan gaya hidup

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

67

Universitas Indonesia

3.2.2 Evaluasi

Pada evaluasi penulis mengkaji respon perilaku klien Ny H setelah dilakukan

intervensi dengan indicator tujuan yang telah disepakati. Selanjutnya evaluasi

catatan perkembangan dapat dilihat pada lampiran 2. Adapun hasil ringkasan

evaluasi adalah sebagai berikut

3.2.2.1 Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan

intraparenkim, penyakit MDS Masalah keperawatan gangguan perfusi jaringan

serebral muncul sejak tanggal 17 Februari 2012, sejak klien di IGD dan berlanjut ke

HCU, namun klien baru menempati ruang perawatan kelas 3 pada tanggal

28/02/2012 (hari perawatan ke 12), dan pengkajian dilakukan 02/03/2012 (hari

perawatan ke-14) jam 09.00. Evaluasi dilakukan dengan mengkaji respon perilaku

sub sistem kognator dan regulator klien dalam bentuk catatan perkembangan klien

(lampiran 2). Penulisan catatan perkembangan dilakukan setiap hari hingga masalah

teratasi atau hingga klien pulang. Penulisan catatan perkembangan ini dimulai

tanggal 02 Maret 2012. Hasil evaluasi menunjukkan perilaku regulator berupa

adanya perbaikan tingkat kesadaran klien dari somnolen menjadi komposmentis,

setelah intervensi oleh penulis selama 3 hari (pada hari ke-17 perawatan diruangan).

Tekanan darah klien menunjukan kestabilan dari saat awal klien masuk ke IGD

yaitu berkisar antara 130/80 mmHg sampai 110/60 mmHg, nadi sekitar 88-100 kali

per menit, suhu tubuh pada hari ke 15 mulai turun menjadi 37,4°C (namun setiap

hari masih berfluktuasi dalam kisaran 36,6°C- 37,7°C, sampai dengan hari ke 19

perawatan baru stabil 36,2°C, pernapasan 20-28 kali per menit, oksigen mulai hari

perawatan ke 19 dilepas sama sekali; pemeriksaan laboratorium elektrolit normal

yaitu natrium 138 mEq/L, kalium 3,59 mEq/L, clorida 106,0 mEq/L, Hb 12 Hct 35,

trombosit 352, APPT 32,3, PT 13,2, GDP= 81 mg/dl, GD 2jpp = 90 mg/dl. CT Scan

ulang tanggal 13/03/2012 lesi hipodens dibasal ganglia dan perventrikel kiri, suspek

encephalomalasia ec perdarahan intraparenkim lama, dibandingkan dengan CT Scan

lama tgl 03/02/12 tak tampak lagi higroma di fronto-temporo parietal kanan,

perdarahan intraparenkimal sudah diresorpsi, edema serebri tak tampak lagi, tak

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

68

Universitas Indonesia

tampak perdarahan baru. Selain itu hasil evaluasi menunjukkan klien dapat

menjalankan perintah sederhana seperti miring kanan-kiri, dan latihan duduk dan

perilaku kognator yang diperlihatkan klien dengan mematuhi kegiatan menghindari

valsava manuever dan terapi oksigen yang diberikan. Klien pulang pada perawatan

hari ke-32. Dari data-data tersebut dapat disimpulkan, bahwa pada hari ke-19 klien

adaptif (terintegrasi) terhadap masalah gangguan perfusi jaringan serebral.

3.2.2.2 Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, pemasangan

NGT sekunder dari perdarahan intraparenkim otak. Masalah keperawatan Risiko

aspirasi muncul sejak tanggal 17 Februari 2012, sama dengan perfusi serebral. Hasil

evaluasi oleh penulis menunjukkan setelah hari ke 3 intervensi atau pada hari ke 17

dilakukan screening disfagia pada klien hasilnya klien tidak mengalami batuk (-),

kesedak (-), klien mampu menelan selanjutnya makanan diberikan peroral dan

sisanya diberikan melalui NGT secara bertahap sampai dengan klien optimal

menghabiskan makanannya sehingga NGT dilepas setelah intervensi hari ke-6 (hari

perawatan ke 21), wajah sedikit tidak simetris, batuk (-), muntah (-), GCS

15(E4M6V5). Dari data-data tersebut dapat disimpulkan, bahwa pada hari perawatan

ke-20 klien adaptif terintegrasi terhadap masalah risiko aspirasi.

3.2.2.3 Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan kekuatan otot/

hemiparese dekstra sekunder perdarahan intraparenkim Masalah keperawatan

kerusakan mobilitas fisik muncul sejak tanggal 17 Februari 2012, sama dengan

perfusi serebral. Hasil evaluasi yang diperoleh setelah dilakukan intervensi

keperawatan oleh penulis selama selama 17 hari (hari perawatan ke-29)

menunjukkan tujuan umum dari masalah kerusakan mobilitas fisik tercapai, yang

ditunjukkan perilaku kognator klien yaitu klien mau dan mampu melakukan gerakan

yang bisa dikompensasi selama bed rest diatas tempat tidur, ROM pasif dan

mobilisasi dengan bantuan penuh sampai dengan hari ketiga intervensi oleh penulis,

Setelah penulis melakukan intervensi hari ke 3 kemudian mobilisasi aktif miring

kanan dilakukan sendiri oleh klien sedangkan jika miring kiri dibantu penulis

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

69

Universitas Indonesia

ataupun keluarga, demikian juga ROM pada ekstremitas kiri dilakukan aktif

sedangkan pada ekstremitas kanan dibantu penulis atau keluarga klien. Klien

melakukan latihan dengan perawat dan/atau keluarga 3 kali sehari. Latihan duduk

dilakukan oleh klien mulai hari ketujuh intervensi penulis (hari perawatan ke-20)

pada awalnya klien hanya tahan ½ jam duduk sehari 3 kali dalam posisi 45˚- 60˚

kemudian mengalami kemajuan 1 jam duduk 4 kali sehari dalam posisi 90˚ ( namun

belum dapat seimbang) pada hari ke 15 intervensi penulis. Sampai dengan intervensi

hari ke 17 oleh penulis, klien sudah mampu duduk uncang-uncang walaupun belum

seimbang dengan dibantu penulis. Pada pengukuran kekuatan otot tidak

menunjukkan perubahan yang berarti 2222

2222

5555

5555sehingga disimpulkan klien mengalami

adaptasi compromise.

3.2.2.4 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan kesadaran,

kelembaban, keterbatasan aktivitas, hygiene kurang hasil evaluasi setelah intervensi

oleh penulis selama 12 hari adalah menunjukkan perilaku regulator keutuhan kulit

klien di area lain tidak mengalami kerusakan, sementara area yang lecet pada paha

kanan atas (luka tekan derajat 1) menunjukkan penyembuhan pada hari ke-12,

penulis melakukan kolaburasi dengan dokter neuro pada intervensi hari ke-3 dan

selanjutnya dikonsulkan ke dokter kulit pada intervensi hari ke-5 untuk keluhan

gatal-gatal dan ruam-ruam di punggung dan ketiak (diagnose medic candidiasis

kutis), ruam-ruam mengering pada hari ke 12 intervensi dan menunjukan pemulihan

integritas kulit. Perilaku kognator: klien mau secara aktiv bergerak miring kanan dan

kiri dibantu keluarga, dan menjaga linen tetap kering, hygiene personal (mandi/seka

2 kali sehari dengan ganti pakaian bersih setiap selesai mandi atau jika pakaian klien

basah terkena keringat).

3.2.2.5 Konstipasi berhubungan dengan aktivitas kurang sekunder penurunan

kesadaran, hemiparese dekstra. Setelah dilakukan intervensi selama 3 hari oleh

penulis, hasil evaluasi menunjukkan klien sudah mampu BAB dengan bantuan

laksatif dan pengeluaran manual, jumlah + 200 gram konsistensi keras (type 2 pada

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

70

Universitas Indonesia

kartu bristol stool), warna kuning tanpa ada darah. Pada 3 hari berikutnya klien dapat

BAB sendiri hanya dengan stimulasi digital jumlah + 200 gram konsistensi lunak

(type 4 pada kartu bristol stool), warna kuning kecoklatan tanpa ada darah.

Selanjutnya eliminasi bowel stabil, klien mampu BAB sendiri tanpa bantuan

stimulasi setiap hari dengan jumlah + 200 gram konsistensi lunak (type 4-5 pada

kartu bristol stool), warna kuning kecoklatan.klien juga menunjukkan mobilisasi

miring kiri aktif dan adekwat.

3.2.2.6 Defist perawatan diri total berhubungan dengan penurunan kesadaran,

kelemahan tubuh, kehilangan fungsi penglihatan sekunder stroke hemoragik dan

perdarahan retina. Setelah dilakukan intervensi oleh penulis selama 12 hari klien

menunjukkan perilaku regulator melakukan aktivitas perawatan diri yang dapat

dikompensasi secara adekwat selama inaktiv, dengan kemampuan makan sendiri

dengan tangan kiri, mampu meminta/mengambil makanan dan minuman sendiri

(minuman dan makanan ringan diletakkan di dekat klien), mengganti pakaian sendiri

dengan bantuan minimal, menyisir rambut, menggosok giginya sendiri dan menyeka

badannya sendiri pada tempat yang terjangkau oleh tangan kirinya. Pada pengukuran

barthel indeks (BI) terdapat kemajuan pada hari ke-3 perawatan skor BI= 3, pada

hari ke-6 perawatan skor BI=8, pada hari ke-12 skor BI= 11 yang berarti

kemandirian sedang (pada awal perawatan skor BI=0). Sementara kognator klien

mengikuti anjuran penulis untuk menjaga hygiene badan termasuk memakai pakaian

yang bersih, mandi 2 kali sehari, dan gosok gigi setelah makan, serta merapikan

rambutnya, bahkan meminta suaminya untuk membawakan baju bersih lagi.

Sehingga dapat disimpulkan klien adaptasi terhadap kondisi yang dialami

3.2.2.7 Ketidak efektifan manajemen terapi keluarga berhubungan dengan defisit

neurologik klien, pengobatan yang kompleks, ketidaktahuan individu dan keluarga

tentang penyakit, regimen terapi, dan pembiayaan pengobatan klien di rumah sakit.

Setelah dilakukan intervensi selama 7 hari oleh penulis keluarga (suami klien)

menunjukkan penampilan pola peran yang efektif, efektif untuk koping perubahan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

71

Universitas Indonesia

peran dan peran integrasi yang efektif. Adapun perilaku kognator yang ditunjukkan

adalah: Suami klien telah mendapatkan konsultasi pribadi dengan dokter mata,

dokter neurologi dan dokter hematologi serta dokter rehabilitasi medic terkait

penyakit klien dengan didampingi penulis. Suami klien mengungkapkan walaupun

mata klien tidak mampu disembuhkan dari kebutaan, dia ingin klien bisa duduk

secara mandiri. Suami klien mengatakan akan menyiapkan pembantu lagi yang

perempuan untuk menemani klien selama dia bekerja. Suami klien mengatakan

selama klien sakit sudah membiasakan anak- anaknya untuk mandiri. Suami klien

menunjukkan ketrampilan merawat klien sesuai yang diajarkan oleh penulis dengan

baik. Suami klien sudah tidak mengeluh dalam merawat istrinya. Suami klien

mengatakan untuk pengobatan rumah sakit sudah mengurus surat keterangan tidak

mampu dirumahnya dan mengajukan permohonan dirumah sakit.

3.3 Pembahasan berdasarkan RAM

3.3.1 Mode adaptasi fisiologi

3.3.1.1 Permasalahan pertama pada mode fisiologis klien ketidakefektifan perfusi

jaringan serebral berhubungan interupsi aliran darah. Perumusan diagnose ini telah

disepakati oleh Black dan Hawks (2009), Sementara secara khusus Roy tidak

menyebutkan katagori dalam semua mode adaptasinya. Namun menurut analisis

penulis masuk dalam katagori diagnose untuk mode adaptasi fisiologi untuk

oksigenasi karena terkait hipoksia di otak. Pada Ny. H disebabkan oleh stimulus

perdarahan intraparenkim dibeberapa bagian di otak (PIS) yang ditunjukkan data

hasil CT Scan perdarahan intraparenkimal dibasal ganglia sinistra uk.1.86x2.2x2cm,

ruang oksipital sinistra 2x2.2x2 cm vol: +4.5 cc dan ruang parietal sinistra (1x1x1

cm/ Vol=+ 0.52 cm), subdural hygroma (chronic subdural hematom) di ruang fronto-

temporo, parietal dekstra. Perdarahan pada otak dapat memyebabkan fungsi serebral

terganggu yaitu melalui beberapa mekanisme destruksi dan kompresi jaringan otak

serta kompresi struktur vaskuler (Wahjoepramono, 2005). Adanya dekstrusi dan

kompresi pada jaringan otak dan vaskuler akan menimbulkan penurunan aliran darah

keotak (yang mensuplay nutrisi maupun oksigen di otak) sehingga menurunkan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

72

Universitas Indonesia

perfusi jaringan otak. Kejadian stroke hemoragik pada klien Ny. H diawali dengan

penyakit MDS.

Penyakit MDS klien Ny. H ditunjang oleh hasil BMP tanggal 15 Januari 2012 kesan

hasil: disentropoesis, disgranulopoesis dan distrombopoesis sesuai dengan MDS.

Pada Ny H. terjadi perdarahan intraserebral dan organ- organ lain disebabkan oleh

trombocitopenia (trombosit klien menurun pada tanggal 17/2/12 sampai 9000/L).

Mekanisme ini diikuti oleh peningkatan D- Dimer dan Fibrinogen sebagai respon

karena perdarahan (“disampaikan Dr. Martin Batubara, 12/03/12”). Klien selama di

HCU telah mendapat tranfusi TC sebanyak 10 kolf, namun masuk keruang

perawatan kelas III kadar trombosit masih rendah yaitu 135 ribu/L, hal ini karena

trombosit hanya berumur 10- 12 hari, dan pada saat ini klien masih terganggu proses

pematangan sel darahnya.

MDS yaitu sekelompok gejala heterogen akibat gangguan pembelahan hematopoetik

yang saling berkaitan. MDS merupakan penyakit pada darah dan sumsum tulang

belakang. Normalnya sumsum tulang membuat stem sel (sel immature) yang akan

berkembang menjadi sel darah yang mature, selanjutnya sel darah yang matur ini

akan berkembang menjadi stem sel lymphoid dan stem sel myeloid. Stem sel

myeloid akan berkembang menjadi tiga tipe sel darah mature yaitu sel darah merah

(yang bertugas membawa oksigen), sel darah putih (berfungsi melawan infeksi dan

penyakit) dan trombosit (yang berfungsi mencegah perdarahan). Sementara stem sel

lymphoid akan berkembang menjadi sel darah putih. MDS dianggap sebagai kondisi

pra-keganasan pada sekelompok klien yang seringkali berkembang menjadi

leukemia mieloid akut (acute myeloid leukemia, AML) ketika terjadi kelainan

genetik tambahan (Medifocus Guidebook, 2012).

Data lain yang juga menganggu adaptasi klien pada perfusi serebral adalah febris

39,5°C. Peningkatan suhu bisa menimbulkan potensiasi iskemi (Wahjoepramono,

2005). Pada klien dengan stroke fase akut suhu tubuh akan naik pada kurang lebih

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

73

Universitas Indonesia

50% (Corbett & Thornhill, 2000). Peningkatan suhu tubuh pada klien stroke pada

fase akut adalah mempunyai penyebab utama kejadian stroke itu sendiri, khususnya

pada serangan stroke yang parah (Boysen & Christensen, 2001) dan infeksi

sebelumnya atau setelah serangan stroke (Grau et al, 1995). Pada klien stroke akut

dilakukan pengukuran suhu tubuh dengan lebih sering, jika terjadi demam maka

harus dicari secara teliti kemungkinan infeksi misalnya pneumonia, infeksi saluran

kemih, plebitis, dan lain-lain.

Adapun intervensi yang penting dapat merubah stimulus adalah menyediakan cairan

resusitasi dengan hati-hati sesuai order, secara umum gunakan cairan isotonic

termasuk normal salin 0,9%, pemberian cairan yang kurang pada klien berhubungan

dengan kejadian kecacatan dan kematian (Cottingham & Bridges, 2006). Hindarkan

klien dari stress fisiologik karena dapat memicu hypoxemia. Minimalisasi stress dari

lingkungan, berikan oksigen sesuai order, dan monitor saturasi oksigen. Ambil

langkah mencegah hipovolemik dan hipotensi. Stress fisiologi sering berhubungan

dengan kondisi kritis penyakit yang disebabkan oleh mekanisme proteksi awal yang

mencurahkan darah pada organ-organ vital untuk perfusi otak dan jantung. Dan

menurunkan perfusi pada gastrointestinal serta organ non vital lainnya (Singh et al,

2008). Kaji status neurologi setiap jam atau 4 jam sekali. Tanda klinis dari serebral

vasospasme termasuk fluktuasi kesadaran, kelemahan motorik dan aphasia

(Sakowitz & Unterberg, 2006). Selanjutnya monitor perubahan status dan perilaku.

Perubahan status mental menunjukkan penurunan perfusi serebral (Goodrich &

bridges, 2006)

3.1.1.2 Diagnosa kedua adalah risiko aspirasi. Perumusan diagnose ini telah

disepakati oleh NANDA (2012), Ackley dan ladwig (2011), Black dan Hawks

(2009), serta termasuk dalam katagori diagnose untuk mode adaptasi fisiologi untuk

perilaku oksigenasi (Roy dan Andrews, 1999). Diagnosis aspirasi timbul karena

pentingnya mempertahankan jalan nafas untuk oksigenasi. Black dan Hawks (2009)

menjelaskan bahwa diagnosis ini dapat dipertimbangkan muncul jika ada penyebab

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

74

Universitas Indonesia

yang mengikuti aspirasi antara lain: kerusakan menelan, penekanan batuk dan reflek

muntah, serta penurunan kesadaran. Sedangkan Roy menyebutkan diagnose

keperawatan haruslah mengilustrasikan adaptasi dan ringkasan perilaku dari

pengkajian perilaku dan stimulus misalnya oksigenasi yang adekwat pada ujung jari

kaki kiri karena sirkulasi yang bagus pada kaki dengan jantung. Ringkasan penyebab

aspirasi tersebut terdapat pada Ny. H, dari hasil pengkajian perilaku fisiologis dan

stimulus didapatkan: stimulus penurunan kesadaran maka data perilakunya adalah

GCS 13(E3M6V4); selain itu data muntah- muntah memungkinkan aspirasi karena

adanya cairan isi perut yang masuk ke jalan nafas dalam kondisi klien yang

mengalami penurunan kesadaran sehingga kemungkinan reflek muntah tidak

adekwat. Data lain yang juga menganggu adaptasi klien pada oksigenasi adalah

febris 39,5°C yang dikuti peningkatan RR 28 x/mt sebagai mekanisme pertahanan

diri klien. Pada stroke hemoragik, demam dapat merupakan manifestasi gangguan

center thermoregulator di hipotalamus (Wahjoepramono, 2005). Namun pada klien

tidak dijumpai perdarahan pada hipotalamus sebagaimana hasil CT scan (17/2/12)

sehingga dimungkinkan peningkatan suhu adalah karena factor metabolic atau

infeksi yang belum diketahui.

adapun intervensi yang mampu merubah stimulus diagnose ini yang penting adalah

melakukan monitor pernafasan; respirasi rate, kedalaman dan usahanya. Saat itu

penulis mencatat beberapa tanda aspirasi termasuk dispnoe, batuk, sianosis,

wheezing dan demam. Menurut pendapat Ramsay et al (2005), Guy dan Smith

(2009) bahwa tanda aspirasi sebaiknya dideteksi lebih cepat lebih baik guna

mencegah aspirasi lebih lanjut dan untuk pengobatan lebih awal, hal ini bisa

mempertahankan hidup klien. Karena laryngeal pooling dan sisa pada klien dengan

disfagia, silent aspirasi (tidak menimbulkan manifestasi tersedak atau batuk) dapat

terjadi.

Kemudian ketika kesadaran sudah composmentis dan klien sudah menunjukkan

atensi penuh maka dilakukan tindakan cek menelan dan reflek muntah dengan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

75

Universitas Indonesia

merasakan tonjolan laring saat klien menelan dan hasilnya klien tidak mengalami

gangguan menelan sehingga diit peroral dapat dimulai. Cek menelan penting

dilakukan karena klien dapat mengalami aspirasi walaupun dengan reflek muntah

utuh (Wieseke & Siktberg, 2008).

3.1.1.3 Diagnosa ketiga pada Ny H adalah kerusakan mobilisasi fisik berhubungan

dengan defisit neurologi. Perumusan diagnose ini telah disepakati oleh NANDA

(2012), Ackley dan Ladwig (2011), Black dan Hawks (2009), serta termasuk dalam

katagori diagnose untuk mode adaptasi fisiologi pada perilaku aktivitas dan istirahat

(Roy dan Andrews, 1999). Menurut Black dan Hawks (2009) bahwa sebagian besar

klien mengalami kerusakan mobilitas fisik dengan beberapa tingkatan. Pada fase

awal pemulihan stroke, klien bisa menunjukkan imobilitas penuh, dan membutuhkan

bantuan, pada pemulihan berikutnya mobilitas bisa terhambat oleh satu ekstremitas

saja. Adapun penyebabnya antara lain: (1) kehilangan kekuatan otot, paralisis atau

spastic; (2) keenganan untuk bergerak karena takut cedera atau lama tidak

digunakan. Hal ini sesuai dengan kondisi pada Ny. H yang mengalami deficit

neurologi berupa kehilangan kekuatan otot pada ekstremitas kanan dan kemungkinan

klien takut jatuh karena kebutaan. Stimulus kehilangan kekuatan otot ditunjukkan

dengan perilaku klien tidak mampu ambulasi mandiri, kekuatan otot 1111

1111

5555

5555 , klien

mengatakan lengan kanan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan.

Adapun intervensi regulator yang bisa dilakukan pada klien yang immobile adalah

melakukan ROM aktif pada alat gerak yang sehat dan ROM pasif pada alat gerak

yang lemah lebih kurang 2 kali sehari kecuali ada kontraindikasi, ulang tiap gerakan

3 kali. Kondisi inaktif dapat mempercepat pengecilan otot dan merubah periarticular

dan kartilaginosa struktur sendi. Sedangkan terbentuknya kontraktur mulai setelah 8

jam kondisi immobile (Fletcher, 2005). Bantu klien mencapai mobilitas dan mulai

berjalan lebih cepat lebih baik jika tidak ada kontraindikasi. Ambulasi awal dapat

mencegah komplikasi dan lebih meningkatkan tingkat kemandirian (Radawiec et al,

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

76

Universitas Indonesia

2009). Sementara intervensi Kognator adalah mengajarkan keluarga untuk

melakukan ROM pada klien untuk mencegah kontraktur pada sendi dan

menganjurkan keluarga untuk melatih ROM.

3.1.1.4 Diagnosa keempat adalah kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

penurunan kesadaran, kelembaban, keterbatasan aktivitas, hygiene kurang.

Perumusan diagnose ini telah disepakati oleh NANDA (2012), Ackley dan Ladwig

(2011), serta termasuk dalam katagori diagnose untuk mode adaptasi fisiologi

khususnya perilaku proteksi (Roy dan Andrews, 1999). Menurut Black dan Hawks

(2009) kehilangan sensasi sebagai proteksi dan penurunan kemampuan untuk

bergerak merupakan factor resiko untuk gangguan integritas kulit. Pada Ny. H

menderita sakit sejak 2 bulan yang lalu (bulan Januari) dengan keadaan kehilangan

kesadaran dan penurunan kemampuan gerak, selain itu kondisi badannya selalu

basah oleh keringat dan higene kurang sehingga menjadi stimulus terjadinya masalah

tersebut. Adapun stimulus penurunan kesadaran ditunjukkan dengan perilaku GCS

13(E3M6V4), stimulus kondisi lembab ditunjukksn dengan klien banyak berkeringat,

stimulus keterbatan aktivitas ditunjukkan dengan kekuatan otot 1111

1111

5555

5555 , sedangkan

stimulus hygiene kurang ditunjukkan klien belum ganti baju selama 1 hari.

Adapun intervensi regulator yang dapat dilakukan untuk merubah stimulus

diantaranya adalah tidak memposisikan klien menekan area kulit yang rusak,

lakukan perubahan posisi tiap 2 jam. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin

hindari trauma, panas terhadap kulit, pergesekan dan terlalu sering membersihkan.

Intervensi ini didukung oleh evidence base bahwa jangan memposisikan klien yang

secara langsung menekan luka, lanjutkan reposisi individu terlepas dari area support

yang digunakan dan tetapkan frekuensi berdasarkan karakteristik area yang di

support dan respon individu (NPUAP,2009). Selanjutnya untuk mendukung

penyembuhan ruam- ruam yang diduga penyakit kulit, penulis melakukan kolaburasi

dengan dokter untuk pemberian terapi topical kulit.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

77

Universitas Indonesia

Sedangkan intervensi kognator yang penulis lakukan adalah edukasi klien dan

keluarga untuk pemberian nutrisi yang baik, serta mengajarkan pada klien dan

keluarga bagaimana merubah posisi setiap 2 jam. Optimalisasi intake nutrisi

termasuk kalori, lemak, protein, vitamin dibutuhkan untuk promosi penyembuhan

luka (NPUAP, 2009)

3.1.1.5 Diagnosa kelima adalah konstipasi berhubungan dengan aktivitas kurang

sekunder penurunan kesadaran, hemiparese dekstra. Perumusan diagnose ini telah

disepakati oleh NANDA (2012), Ackley dan Ladwig (2011),dan termasuk dalam

katagori diagnose untuk mode adaptasi fisiologi (Roy dan Andrews, 1999). Ackley

dan Ladwig (2011) mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang

air besar disertai dengan kesulitan atau tidak tuntas dalam mengeluarkan feses dan

atau feses terlalu keras, feses kering. Kejadian konstipasi pada penderita stroke

mencapai 30% sampai 60% (Scivoletto et al, 1997; Robain et al, 2002; Harari et al,

2004). Hasil penelitian Su, et al (2009) menyebutkan dari 154 responden stroke

yang diteliti di departemen neurologi rumah sakit dan stroke center di Guang zhou

China terdapat 55,2% klien mengalami onset baru konstipasi dalam 4 minggu setelah

awal stroke. Tiga kasus terjadi pada hari ketiga post stroke, dan insiden kumulatif

meningkat tajam pada hari ke-4 hingga ke-9 poststroke. Ackley dan Ladwig (2011)

juga menyebutkan konstipasi dapat berhubungan dengan beberapa factor, salah

satunya adalah factor disfungsional yang terdiri dari kelemahan otot abdomen,

kebiasaan mengabaikan keinginan untuk buang air besar, tidak adekwatnya toileting,

kebiasaan buang air besar tidak teratur, kurangnya aktivitas fisik, perubahan

lingkungan. Leung (2007) menyatakan konstipasi dapat disebabkan oleh penyakit

neurologi, komunikasi dan atau masalah mobilitas (contoh:. demensia, post CVA),

multiple sclerosis, parkinson’s disease, spinal cord injury, cauda equina injury,

diabetic neuropathy. Pada klien Ny H didapatkan stimulus aktivitas kurang yang

ditunjukkan dengan perilaku klien tidak mampu miring kanan-kiri secara mandiri

mobilisasi tidak adekwat.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

78

Universitas Indonesia

Intervensi regulator untuk merubah stimulus adalah mengkaji pola kebiasaan BAB

termasuk waktu dalam sehari, frekuensi, konsistensi tinja, penggunaan pencahar,

diet, latihan, intake serat dan cairan. Langkah ini penting dilakukan menurut Bleser

et al (2005) bahwa konstipasi dapat terjadi karena beberapa alasan, langkah pertama

adalah melakukan pengkajian pola buang air besar klien. Gunakan kartu bristol stool

untuk mengidentifikasi konsistensi tinja, menurut Bleser et al (2005) kartu bristol

stool sangat obyektif dalam mendeskripsikan konsistensi tinja. Lakukan cek terhadap

impaksi tinja, hal ini didukung oleh pendapat Hinrich et al (2001) bahwa pada

impaksi feses konsistensinya sangat keras dan terlalu besar untuk melewati spinchter

sehingga perlu bantuan manual untuk mengeluarkannya sebelum klien memperoleh

BAB rutin. Lakukan masase abdomen 1 kali sehari. Hal ini sesuai dengan pendapat

Liu et al (2005), masase abdomen dapat mendorong pemuatan rektum, dengan

meningkatkan tekanan intra abdomen. Dalam beberapa kasus neurologis, masase

abdomen dapat memproduksi gelombang rektum yang menstimulasi reflek somato-

autonomic dan sensasi buang air besar.

3.1.1.6 Diagnosa ke-6 adalah defist perawatan diri total berhubungan dengan

kelemahan tubuh, kehilangan fungsi penglihatan sekunder stroke hemoragik dan

perdarahan retina. Perumusan diagnose ini telah disepakati oleh NANDA (2012),

Ackley dan Ladwig (2011), Black dan Hawks (2009), serta termasuk dalam katagori

diagnose untuk mode adaptasi fisiologi (Roy dan Andrews, 1999). Menurut Black

dan Hawks (2009) deficit perawatan diri bisa seputar ketidakmampuan mencapai

kemandirian dengan ekstremitas yang lemah. Diagnose ini berlaku jika pencapaian

hasil bisa diperoleh. Oleh karena itu klien dengan paralisis lengkap dan deficit

kognitif tidak dapat menunjukkan deficit perawatan diri. Pada klien Ny H

didapatkan stimulus kelemahan tubuh yang ditunjukkan dengan perilaku klien tidak

mampu menggunakan anggota tubuhnya yang kuat untuk merawat diri atau

memenuhi kebutuhannya, aktifitas klien dilakukan di atas tempat tidur, aktifitas

sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan keluarga.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

79

Universitas Indonesia

Intervensi yang dilakukan untuk merubah stimulus adalah menyediakan bantuan

sampai dengan klien mampu melakukan perawatan diri. Menurut Black dan Hawks

(2009) pada awal klien terkena stroke dibutuhkan pertimbangan bantuan terhadap

seluruh aktivitas perawatan diri termasuk mandi, makan, dan berhias, Gunakan

pengulangan rutinitas kesehatan secara konsisten sebagai cara untuk menetapkan

klien. Ajarkan klien dan keluarga untuk mandiri. Sementara intervensi kognator

antara lain Dorong kemandirian namun intervensi jika klien tidak mampu untuk

menampilkannya. Dorong klien untuk menunjukkan penampilan normal dalam

melakukan aktivitas kehidupan sehari- hari sesuai tingkat kemampuannya. Menurut

Black dan Hawks (2009) aktivitas ini membantu memelihara kemandirian perawatan

diri, mencegah komplikasi dari immobilitas dan meningkatkan harga diri klien..

3.1.2 Mode adaptasi fungsi peran

Diagnosa keperawatan ke-7 adalah ketidak efektifan manajemen terapi keluarga

berhubungan dengan defisit neurologik klien, pengobatan yang kompleks,

ketidaktahuan individu dan keluarga tentang penyakit, regimen terapi, dan

pembiayaan pengobatan klien di rumah sakit. Perumusan diagnose ini telah

disepakati oleh NANDA (2012), Ackley dan Ladwig (2011), dan termasuk dalam

katagori diagnose untuk mode adaptasi fungsi peran (Roy dan Andrews, 1999).

NANDA merevisi diagnose ini terakhir tahun 1992, definisi diagnose ini adalah

pola proses keluarga dalam meregulasi dan mengintegrasi pengobatan penyakit dan

kecacatan serta dalam menemukan tujuan kesehatan utama yang tidak memuaskan

(NANDA, 2012). Stimulus yang ditunjukkan keluarga atau suami Ny H adalah

defisit neurologik klien, pengobatan yang kompleks, ketidaktahuan individu dan

keluarga tentang penyakit, regimen terapi, dan pembiayaan pengobatan klien di

rumah saki dengan bentuk perilaku keluarga mempertanyakan proses pengobatan

yang kompleks dan lama, bagaimana harapan kesembuhan mata klien, telah 3 kali

pindah rumah sakit untuk pengobatan klien, suami klien menanyakan kesembuhan

seperti apa yang bisa diharapkan disini.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

80

Universitas Indonesia

Intervensi kognator yang dilakukan mampu merubah stimulus menjadi adaptif

adalah review dengan anggota keluarga mana perilaku yang selaras dan mana yang

tidak. Untuk mencapai motivasi yang dibutuhkan dalam perubahan kebiasaan sehat,

anggota keluarga haruslah mengerti hubungan antara kebiasaan sehari-hari dengan

tujuan kesehatan terkait (Wright & Leahey (2005). Intervensi berikutnya adalah

review gejala pada penyakit yang khusus dan kembangkan self-efficaccy keluarga

yang bagus dalam kaitannya dengan gejala tersebut. Pengetahuan tentang gejala

dapat mengembangkan anggota keluarga untuk menyesuaikan perilaku dalam

mencegah dan memanajemen gejala ( Lubkin & Larsen, 2006)

3.4 Analisis Penerapan RAM pada 33 kasus neurologi

Penerapan model adaptasi Roy pada 33 kasus dengan masalah neurologis telah

penulis laksanakan di ruang perawatan teratai lantai VI dan IGD RSUP Fatmawati

Jakarta. Ketiga puluh tiga kasus tersebut terdiri dari 11 kasus stroke hemorragik, 9

kasus stroke iskemia, 5 kasus trauma kepala, 5 kasus infeksi, dan 3 kasus tumor .

Penulis melaksanakan asuhan keperawatan dengan pendekatan RAM yaitu mengkaji

perubahan mode adaptif (fisiologis, peran, konsep diri dan interdependensi),

pengkajian stimulus, menetapkan diagnosa keperawatan, merencanakan intervensi,

melakukan implementasi dan dilanjutkan dengan mengevaluasi klien.

3.4.1 Mode adaptasi fisiologis

3.4.1.1 oksigenasi

Oksigenasi melibatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen, dan proses dasar hidup

dari ventilasi, perubahan gas dan proses dari transport gas. Diagnosa pada area

oksigenasi penderita stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan Ladwig (2011) dan

sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 2 diagnosa yaitu risiko aspirasi dan risiko

perubahan perfusi jaringan serebral. Menurut Black dan Hawks (2009) hanya ada 2

diagnosa yaitu Risiko aspirasi dan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. Namun

Roy (Roy & Andrews, 1999) dalam RAM menetapkan 5 diagnosa untuk oksigenasi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

81

Universitas Indonesia

yaitu risiko aspirasi, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidak efektifan pola

nafas, kerusakan pertukaran gas. Sedangkan diagnosa risiko perubahan perfusi

serebral dan ketidak efektifan perfusi serebral tidak tertera dalam semua mode RAM.

Diagnosa keperawatan secara umum timbul pada 11 orang klien dengan stroke

hemoragik dan 9 orang dengan stroke infark adalah risiko aspirasi, ketidakefektifan

bersihan jalan nafas, ketidak efektifan pola nafas, kerusakan pertukaran gas, risiko

perubahan perfusi serebral dan ketidak efektifan perfusi serebral, namun yang

tersering adalah risiko aspirasi, ketidakefektifan perfusi serebral dan risiko

perubahan perfusi serebral. Sedangkan diagnosa ketidak efektifan bersihan jalan

nafas ketidak efektifan pola nafas, dan kerusakan pertukaran gas lebih sering pada

klien stroke perdarahan yang sudah mengalami herniasi otak, dan stroke infark yang

luas. Adapun stimulus dan perilaku terkait diagnosa tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut.

1. Diagnosa risiko perubahan perfusi serebral dan ketidakefektifan perfusi serebral.

Perfusi serebral adalah hal yang paling kritis dalam mempertahankan hidup dan

outcome jangka panjang, dan hal ini seharusnya menjadi prioritas nomor 1 dalam

merawat klien stroke akut (Black & Hawks, 2009). Pada 11 orang klien dengan

stroke hemoragik rata- rata memiliki stimulus memiliki stimulus fokal yang hampir

sama yaitu interupsi aliran darah di otak, dengan menunjukkan perilaku yang sesuai

dengan area yang mengalami perdarahan dan luasnya perdarahan, serta volume

perdarahan, stimulus fokal yang berat adalah adanya PTIK akibat herniasi otak

sebagai dampak meluasnya perdarahan. Sedangkan stimulus kontekstual terdiri dari

penyakit penyerta lain yang mempunyai faktor risiko pada stroke hemoragik seperti

Hipertensi, DM ataupun gangguan darah. Stimulus residual biasanya disebabkan

oleh resiko timbulnya masalah dalam hal ini penulis lebih memahami penyebab

stimulus kontekstual seperti gaya hidup yg tidak sehat seperti perokok, kebiasaan

makanan berlemak dan konsumsi narkoba.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

82

Universitas Indonesia

Sedangkan pada 9 orang klien dengan stroke infark stimulus fokal yang hampir sama

yaitu interupsi aliran darah di otak, dengan menunjukkan perilaku yang sesuai

dengan area yang mengalami infark dan luasnya infark, stimulus fokal yang berat

adalah adanya PTIK akibat herniasi otak sebagai dampak edem otak yang luas.

Sedangkan stimulus kontekstual terdiri dari penyakit penyerta lain yang mempunyai

faktor risiko pada stroke infark seperti hipertensi, DM, atrial fibrilasi, obesitas,

hiperkolesterolimia. Stimulus residual perokok, kebiasaan makanan berlemak dan

konsumsi narkoba.

Pada 5 orang klien dengan trauma kepala stimulus fokal adalah PTIK akibat EDH

atau SDH, herniasi otak sebagai dampak penekanan volume darah pada otak.

Sedangkan stimulus kontekstual terdiri dari penyakit penyerta lain yang mempunyai

faktor risiko pada trauma kepala seperti hipertensi, DM, riwayat stroke. Stimulus

residual kebiasaan minum alkohol dan konsumsi narkoba.

Pada 5 kasus infeksi otak hampir seluruhnya mengalami masalah risiko perubahan

perfusi serebral dengan stimulus fokal berkaitan PTIK akibat peningkatan cairan

serebrospinal yang menekan struktur otak sehingga menyebabkan aliran darah diotak

terganggu stimulus kontekstual terdiri dari penyakit penyerta lain yang mempunyai

faktor risiko pada infeksi otak seperti riwayat tuberculose paru (pada 3 kasus), HIV

(pada 1 kasus), riwayat cedera (pada 1 kasus). Stimulus residual perokok, kebiasaan

minum alkohol, dan konsumsi narkoba suntik dan oral.

2. Risiko aspirasi terjadi pada 7 orang stroke hemoragik (dari total 11 orang), 6

orang klien stroke infark (dari total 9 orang), 3 orang klien dengan infeksi otak (dari

5 klien infeksi otak/ meningo ensefalitis), 4 orang klien dengan trauma kepala (dari 5

orang klien cedera kepala) dan 4 orang dengan SOL. stimulus fokalnya lebih sering

kerusakan menelan, penurunan kesadaran dan reflek muntah tidak utuh. Hal ini

sesuai dengan pendapat Black dan Hawks (2009) menjelaskan bahwa diagnosis ini

dapat dipertimbangkan muncul jika ada penyebab yang mengikuti aspirasi antara

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

83

Universitas Indonesia

lain: kerusakan menelan, penekanan batuk dan reflek muntah, serta penurunan

kesadaran. Adapun perilaku yang bisa ditunjukkan adalah pengukuran GCS turun,

parese pada N V,VII,IX,X,XII.

3.4.1.2 Nutrisi

Meliputi serangkaian proses yang terintegrasi dimana berhubungan dengan

pencernaan (ingesti dan asimilasi makanan) dan metabolisme (ketentuan dari energi,

pertumbuhan jaringan, dan regulasi proses metabolik) (Roy & Andrews, 1999;

Servonsky, 1984a). Diagnosa pada area nutrisi penderita stroke yang dirumuskan

oleh Ackley dan Ladwig (2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 1

diagnosa yaitu kerusakan menelan. Sedangkan menurut Black dan Hawks (2009) dan

sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 1 diagnosa yaitu perubahan nutrisi kurang

dari kebutuhan. Sementara dirumuskan oleh Roy dan Andrews (1999) sesuai dengan

NANDA (2012) ada 3 diagnosa yaitu kerusakan menelan, perubahan nutrisi kurang

dari kebutuhan dan perawatan diri makan.yang paling umum adalah kerusakan

menelan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan sementara untuk perawatan diri

makan biasanya kompleks dengan perawatan diri mandi/ higiene, berpakaian dan

berhias.

Pada aplikasi di ruangan ke-2 diagnosa tersebut terjadi kasus stroke, infeksi otak,

SOL dan cedera kepala dengan penjelasan sebagai berikut: .

1. Diagnosa kerusakan menelan dari 11 orang klien dengan stroke hemoragik

terdapat 3 orang, pada 9 orang dengan stroke infark terdapat 4 orang, pada

penderita SOL, cedera kepala dan Infeksi otak tidak dijumpai.

2. Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan. Pada 11 orang klien dengan

stroke hemoragik terdapat 2 orang, pada 9 orang dengan stroke infark terdapat 3

orang, pada 3 orang penderita SOL seluruhnya mengalami masalah nutrisi, pada

klien cedera kepala tidak dijumpai, dan Pada 5 orang klien infeksi otak terdapat

3 orang.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

84

Universitas Indonesia

3.4.1.3 Eliminasi

Diagnosa pada area eliminasi penderita stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan

Ladwig (2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 3 diagnosa yaitu

konstipasi, incontinensia urine reflek dan inkontinensia urine fungsional. Sedangkan

menurut Roy dan Andrews (1999) sesuai dengan NANDA (2012) ada 6 diagnosa

yaitu diagnosa tersebut ditambah inkontinensia fokal, retensi urine, dan defisit

perawatan diri toileting. Diagnosa yang umum terjadi pada 33 klien gangguan

neurologi adalah konstipasi, inkontinensia fecal, dan inkontinensia urine fungsional,

sementara incontinensia urine reflek ditemukan hanya pada 1 kasus dengan

kecurigaan keganasan pada medula spinalis. Adapun penjelasannya adalah sebagai

berikut:

1. Diagnosa konstipasi terjadi pada klien dengan stroke hemoragik sejumlah 3

orang, pada klien stroke infark sejumlah 4 orang, pada klien SOL, penderita infeksi

serta cedera kepala tidak didapatkan. Pada penderita stroke dapat terjadi konstipasi

hingga mencapai 30% sampai 60% (Scivoletto et al, 1997; Robain et al, 2002;

Harari et al, 2004). Sementara Su, et al (2009) melakukan penelitian di departemen

neurologi rumah sakit dan stroke center di Guang zhou China mendapatkan hasil

dari 154 responden stroke terdapat 55,2% klien mengalami onset baru konstipasi

dalam 4 minggu setelah awal stroke. Pada hari ketiga poststroke terdapat 3 kasus,

dan insiden kumulatif meningkat tajam pada hari ke-4 hingga ke-9 poststroke.

2. Diagnosa inkontinensia fecal terjadi pada klien dengan stroke hemoragik

sejumlah 1 orang, pada klien stroke infark sejumlah 1 orang, pada klien cedera

kepala sejumlah 1 orang, pada klien SOL dan pada penderita infeksi serta tidak

didapatkan. Menurut Ayers T, Wells M (2007) penderita stroke dapat mengalami

inkontinensia fekal yaitu 56% pada masa akut individu setelah stroke, 11% pada 3

bulan pertama dan < 22% pada 12 bulan pertama

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

85

Universitas Indonesia

3.4.1.4 Aktivitas/ istirahat

Diagnosa pada area aktivitas dan istirahat penderita stroke yang dirumuskan oleh

Ackley dan Ladwig (2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) ada 5 diagnosa yaitu

kerusakan mobilitas fisik, kerusakan berpindah, kerusakan berjalan, defisit

perawatan diri mandi/ higiene dan berpakaian dan risiko disuse simdrome.

Sedangkan menurut Black dan Hawks (2009) dan sesuai dengan NANDA (2012)

hanya ada 1 diagnosa yaitu kerusakan mobilitas fisik. Sementara dirumuskan oleh

Roy dan Andrews (1999) sesuai dengan NANDA (2012) ada 4 yaitu kerusakan

mobilitas fisik, defisit perawatan diri mandi/ higiene, berpakaian dan risiko disuse

simdrome, serta gangguan pola tidur.

Diagnosa yang umum terjadi pada pada klien dengan gangguan persarafan adalah

adalah kerusakan mobilitas fisik yang dapat didefinisikan sebagai keterbatasan pada

kemandirian dan untuk secara sengaja menggerakkan ekstremitas satu atau lebih

(Ackley & Ladwig, 2011). Dari total 9 orang klien dengan stroke hemoragik yang

mendapat diagnosa ini 7 orang, dimana 1 orang mengalami disuse sindroma (klien

mengalami vegetatif state) dan 2 orang meninggal. Pada stroke infark terdapat 8

orang dan pada SOL terjadi pada seluruh klien. Pada klien cedera kepala hanya 1

orang yang mengalaminya, dan pada klien dengan infeksi hanya ada 1 yang

mengalaminya.

3.4.1.5 Proteksi

Diagnosa pada proteksi penderita stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan Ladwig

(2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 1 diagnosa yaitu kerusakan

integritas kulit. Sedangkan menurut Black dan Hawks (2009) dan sesuai dengan

NANDA (2012) hanya ada 2 diagnosa yaitu risiko kerusakan integritas kulit dan

hipertemia. Sementara dirumuskan oleh Roy dan Andrews (1999) yang sesuai

dengan NANDA (2012) adalah 3 diagnosa tersebut. Pada klien dengan gangguan

persarafan ketiga diagnosa tersebut muncul. Diagnosa yang paling sering adalah

risiko kerusakan integritas kulit. Diagnosa ini terjadi pada 7 orang klien dengan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

86

Universitas Indonesia

stroke hemoragik, 5 orang pada klien stroke infark, 2 orang pada klien SOL, dan 1

orang dengan infeksi otak, namun tidak terjadi pada klien cedera kepala

3.4.1.6 Sensori/pengindraan

Diagnosa pada proteksi penderita stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan Ladwig

(2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 2 diagnosa yaitu perubahan

persepsi sensori dan kerusakan komunikasi verbal. Menurut Black dan Hawks,

(2009) ada 2 diagnosa komunikasi verbal dan risiko injuri. Sedangkan dirumuskan

oleh Roy dan Andrews (1999) dan sesuai dengan NANDA (2012) ada 3 diagnosa

yaitu perubahan persepsi sensori dan kerusakan komunikasi verbal dan nyeri. Pada

klien dengan stroke diagnose yang paling sering terjadi adalah kerusakan

komunikasi karena mengalami afasia. Diagnosa kerusakan komunikasi verbal terjadi

pada 4 orang dengan stroke hemoragik, 2 orang stroke infark, 1 orang pada SOL, dan

tidak terjadi pada klien dengan cedera kepala dan infeksi.

Sementara diagnose Nyeri terjadi pada seluruh klien dengan infeksi otak dan cedera

kepala. Risiko injuri terjadi pada seluruh klien dengan cedera kepala.

3.4.1.7 Cairan dan elektrolit

Diagnosa pada cairan dan elektrolit pada klien stroke yang dirumuskan oleh Roy dan

Andrews (1999) adalah 2 diagnosa sesuai dengan NANDA (2012) adalah defisit

volume cairan dan risiko defisit volume cairan. Diagnosa defisit volume cairan

hanya dijumpai pada 1 kasus stroke infark karena sudah lama sakit dirumah dan

sehari tidak mendapat intake cairan dan makanan yang adekwat.

3.4.1.8 Fungsi neurologi

Diagnosa pada fungsi neurologi adalah kerusakan memori (Ackley & Ladwig, 2011;

NANDA, 2012) dan konfusi akut (Roy & Andrews, 1999; Ackley & Ladwig, 2011;

NANDA, 2012). Diagnosa yang umum adalah konfusi akut penulis temui pada 4

orang klien dengan cedera kepala, dari total 5 orang. Diagnose ini timbul karena

stimulus penggunaan alcohol, delirium dan penyalah gunaan obat.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

87

Universitas Indonesia

3.4.1.9 Fungsi endokrin

Diagnosa pada fungsi endokrin risiko tidak stabil kadar glukosa darah (NANDA,

2012). Diagnose ini tidak terjadi pada klien yang dirawat oleh penulis.

3.4.2 Mode adaptasi konsep diri

Diagnosa mode ini pada klien stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan Ladwig

(2011) dan sesuai dengan NANDA (2012), Roy dan Andrews (1999) adalah

Gangguan gambaran diri, berduka antisipatori (disfungsional) serta cemas.

Sedangkan yang dirumuskan oleh Roy dan Andrews (1999) serta disepakati

NANDA (2012) adalah gangguan harga diri dan distress spiritual. Pada mode ini

masalah umumnya adalah berduka, antisipatori pada 1 orang klien dengan SOL.

Diagnose lainnya adalah Cemas yang terjadi pada 2 orang klien stroke hemoragik,

dan 2 orang klien stroke hemoragik.sementara pada klien dengan infeksi otak

seluruhnya mengalami cemas distimulus oleh akan dilakukan tindakan lumbal

pungsi. Sementara diagnose lainnya tidak dijumpai oleh penulis.

3.4.3 Mode adaptasi fungsi peran

Diagnosa mode fungsi peran pada klien stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan

Ladwig (2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 2 diagnosa yaitu

ketegangan peran pengasuh dan ketidak efektifan managemen kesehatan individu.

Sementara dirumuskan oleh Roy dan Andrews (1999) ada 4 diagnosa sesuai dengan

NANDA (2012) adalah 2 diagnosa tersebut dan perubahan penampilan peran serta

ketidak efektifan managemen keluarga. Pada mode ini hanya ada 2 diagnosa yang

penulis temukan yaitu ketidakefektifan managemen kesehatan individu dan ketidak

efektifan managemen keluarga. Pada diagnosa ketidakefektifan managemen

kesehatan individu terjadi pada 1 orang klien dengan stroke hemoragik dan 1 orang

pada klien infeksi otak. Diagnosa ketidakefektifan managemen keluarga terjadi pada

1 orang klien dengan SOL dan 1 orang pada klien CKS.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

88

Universitas Indonesia

3.4.3 Mode adaptasi interdependen

Diagnosa pada mode ini yang dirumuskan oleh Ackley dan Ladwig (2011) dan

sesuai dengan NANDA (2012), Roy dan Andrews (1999) adalah kerusakan interaksi

social, koping individu tidak efektif, perubahan proses dalam keluarga dan

kerusakan pemeliharaan rumah (Roy & Andrews, 1999; Ackley & Ladwig, 2011;

NANDA, 2012). Pada mode ini penulis tidak menemukan diagnose terkait.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa dari 45 diagnosa yang

dapat terjadi pada klien dengan gangguan neurologis terutama pada kasus stroke

hemoragik menurut mode diatas, yang penulis temui terjadi pada klien yang dirawat

penulis hanya 25 diagnosa, yaitu risiko aspirasi, kerusakan pertukaran gas, risiko

perubahan perfusi jaringan serebral, perfusi jaringan serebral tidak efektif,

inkontinensia fecal, konstipasi, inkontinensia urine disfungsional, inkontinensia

urine reflek, deficit perawatan diri toileting, deficit perawatan diri total, kerusakan

mobilitas fisik, risiko disuse syndrome, kerusakan integritas kulit, kerusakan

komunikasi verbal, Nyeri, risiko injury, deficit volume cairan, konfusi akut, berduka,

cemas, ketidak efektifan manajemen kesehatan individu dan ketidak efektifan

manajemen keluarga.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

89 Universitas Indonesia

BAB 4

PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PADA GANGGUAN

SISTEM PERSARAFAN

Bab ini akan menggambarkan penerapan evidence based nursing pada gangguan persarafan

khususnya pasien stroke. Evidence based nursing yang akan diterapkan pada pasien stroke

adalah masase abdomen dalam mengatasi konstipasi. Stroke bisa memberikan berbagai

dampak ketidak mampuan tubuh menjalankan beberapa fungsinya karena gangguan pada

pusat kendali di otak. Salah satunya adalah penderita stroke mengalami konstipasi.

Konstipasi adalah gangguan motilitas pada saluran pencernaan dengan karakteristik

kesulitan atau penurunan frekuensi buang air besar ( kurang dari tiga kali setiap minggu).

(Liu et al, 2005; Southwell et al, 2009). Konstipasi bisa disebabkan oleh perubahan diet,

pengobatan, perubahan rutinitas, operasi abdomen atau stress emosional akut. Konstipasi

yang berlangsung lama secara umum terjadi karena penyakit, spastisitas otot, obstruksi

fisik, kontraksi lambat atau factor lain yang yang menyebabkan feses yang melalui kolon

bergerak lebih lambat dari normal sampai saat tiba pada akhir usus besar menjadi

kehilangan banyak air sehingga menjadi keras, kering dan sulit untuk dikeluarkan (Leung,

2007).

Kejadian konstipasi pada penderita stroke mencapai 30% sampai 60% (Scivoletto et al,

1997; Robain et al, 2002; Harari et al, 2004). Hasil penelitian Su et al (2009) menyebutkan

dari 154 responden stroke yang diteliti di departemen neurologi rumah sakit dan stroke

center di Guang zhou China terdapat 55,2% pasien mengalami onset baru konstipasi dalam

4 minggu setelah awal stroke. Tiga kasus terjadi pada hari ketiga poststroke, dan insiden

kumulatif meningkat tajam pada hari ke-4 hingga ke-9 poststroke.

Konstipasi pada pasien stroke terkait dengan gangguan pada system saraf pusat. Pada

stroke dapat terjadi kelemahan pada otot abdomen dan pelvic serta hipomotilitas yang

tergantung pada lokasi lesi. Rektum bilateral diinervasi pada kortex motor dengan

representasi asimetrik dan dominasi unilateral. Tidak pasti apakah asimetris ini

menyumbang kesulitan defekasi setelah cedera kepala, atau apabila terdapat injuri nervus

pudendal unilateral menyebabkan gangguan pada otot dasar pelvis (Thompson, 2006). Lesi

mempengaruhi pusat defekasi pontine menganggu urutan komponen buang air besar

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

90

Universitas Indonesia

simpatis dan parasimpatis dan merusak koordinasi gerakan peristaltic dan relaksasi dari

otot dasar pelvic dan spinkter eksterna.

Pada pasien stroke ischemic disfungsi kolorektal bisa disebabkan kombinasi lesi saraf pusat

atau perifer, immobilitas, atau perubahan kebiasaan diet. Konstipasi pada pasien stroke

merupakan gangguan modulasi saraf pada motilitas kolon. Waktu transit kolon memanjang

terutama pada kolon sebelah kanan. Mekanisme dari pseudo obstruksi intestinal merusak

neuron enteric, otot halus atau keduanya. Dapat disimpulkan pada stroke iskemik terjadi

gangguan control neural pada motilitas GI melalui interupsi atau perubahan arus informasi

diantara kortek dan system GI (Schaller et al, 2004).

Selain terkait lokasi lesi, konstipasi pada penderita stroke dapat disebabkan oleh pemakaian

obat. Ada beberapa factor yang menjadi resiko konstipasi pada pasien stroke yaitu usia tua,

menggunakan beberapa obat-obatan, dehidrasi, dan inaktivitas fisik (Winge et al, 2003).

Obat yang berkontribusi timbulnya konstipasi pada pasien stroke antara lain diuretik, zat

besi, antihypertensi, antipsikotik, antikolinergik, antikonvulsi, opioids and ganglionic

blockers (Winge et al, 2003). Tricyclic antidepressant dapat menginduksi konstipasi dengan

memblokade reuptake norepinephrine atau serotonin. Antidepresan lain termasuk

amitriptyline, serta selective serotonin reuptake inhibitors, mempengaruhi sensitivitas

visceral dan motilitas (Quander et al, 2005). Sembilan puluh lima persen pasien yang

mendapatkan opioid mengalami konstipasi. Verapamil, merupakan calcium channel

blocker, menyebabkan konstipasi dengan memperlambat waktu transit gastro intestinal (GI).

Antasida yang mengandung aluminum menyebabkan konstipasi karena agen konstriksi.

Diuretik menyebabkan konstipasi karena kehilangan cairan yang menyebabkan konstipasi.

Pada penelitian yang lain konstipasi pada penderita stroke berhubungan dengan barthel

indek. Barthel indek merupakan alat standar yang digunakan untuk mengukur status

fungsional pada aktivitas kehidupan sehari- hari. Individu mendapatkan skor dari

penampilan yang ditampakkan pada beberapa area mulai dari skor 0 (tergantung) sampai

100 (mandiri). Studi prospektif yang dilakukan oleh Robain et al (2002) melaporkan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

91

Universitas Indonesia

konstipasi pada pasien stroke di pusat rehabilitasi sangat kuat berhubungan dengan barthel

index, dimana semakin turun angka konstipasi sejalan dengan semakin tinggi angka barthel

indek.

Dampak konstipasi dapat secara fisik maupun psikologis menimpa pasien dan keluarganya.

konstipasi memberikan dampak negative pada kualitas hidup dan dan akan membatasi

aktivitas social pasien (Wiesel et al, 2001).

Penanganan konstipasi di upayakan dengan beberapa cara, penanganan secara umum

menggunakan laksativ, namun penggunaan laksativ jangka panjang dapat menimbulkan

efek samping yang berbahaya yaitu konstipasi dan impaksi feses. Sementara intervensi

keperwatan dilakukan dengan meningkatkan intake serat, cairan yang cukup, meningkatkan

asupan diet sesuai kebutuhan, serta mobilisasi Metode lain untuk mengatasi konstipasi

yang sampai saat ini belum pernah dilakukan di ruang neurologi lantai 6 rumah sakit

fatmawati adalah masase abdomen. Pada beberapa penelitian metode ini dapat diterima

karena beberapa alasan yaitu tidak membutuhkan perawatan lama, dan kemungkinan

merupakan terapi yang diinginkan karena tidak mahal, non invasive, bebas dari efek

samping yang membahayakan, dapat dilakukan oleh pasien sendiri (Sinclair, 2010).

Artikel yang ditulis oleh Sinclair (2010) berdasarkan sains review sejak tahun 1999

hingga saat ditampilkan menunjukkan bahwa masase abdomen dapat menstimulasi

peristaltic, menurunkan waktu transit kolon, meningkatkan frekuensi buang air besar, dan

menurunkan rasa tidak nyaman serta nyeri pada pasien konstipasi. Dari hasil laporan

individual menunjukkan bahwa masase abdomen efektif untuk pasien konstipasi dengan

berbagai diagnosis fisiologik abnormal serta konstipasi fungsional jangka panjang.

Sementara menurut Liu et al (2005), masase abdomen dalam beberapa kasus neurologis

dapat memproduksi gelombang rektum yang menstimulasi reflek somato-autonomic dan

sensasi buang air besar.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

92

Universitas Indonesia

Sistem saraf otonom mempersarafi usus besar kecuali sfingkter eksterna yang berada dalam

pengendalian voluntary. Serabut parasimpatis berjalan melewati saraf vagus kebagian

tengah kolon tranversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral menyuplai

bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf splangnikus.

Sinaps serabut ini ada dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, lalu serabut pascaganglionik

menuju kolon (Price & Wilson,2006).

Kontrol neurologis (refleks). saluran pencernaan adalah unik daripada sistem organ lain,

karena fungsi usus dipengaruhi dan diubah oleh lingkungan luar. Sebagian besar fungsinya

tidak di bawah kontrol langsung dari otak namun fungsi saluran pencernaan dengan

komponen saraf intrinsik dan ekstrinsik. Saraf intrinsik mengontrol aktivitas usus yang

paling dasar, sementara saraf ekstrinsik memodulasi aktivitas visceral melalui fungsi

simpatis dan parasimpatis (Winge et al, 2003). Reflek GI (gastro intestinal) dimediasi oleh

ekstrinsik jalur saraf vagus atau splanchic. Sumbu otak-usus mengubah fungsi di area tidak

berada di bawah peraturan sukarela. Stres yang disebabkan oleh kekuatan eksternal dapat

mengubah motilitas GI serta fungsi kekebalan usus (Thompson, 2006).

Sistem saraf enterik dan hubungannya dengan sistem simpatis dan parasimpatis mendukung

tiga jenis refleks pencernaan penting untuk kontrol bowel dan buang air besar. Kelompok

pertama refleks terjadi dalam sistem saraf enterik dan kontrol GI. Sekresi, gerak peristaltik,

dan pencampuran kontraksi kelompok kedua refleks perjalanan dari usus ke ganglia

simpatik prevertebral dan kembali ke saluran pencernaan. Refleks gastrocolic mengirimkan

sinyal dari perut menyebabkan evakuasi dari usus besar. Refleks enterogastric dari usus

besar dan usus kecil menghambat motilitas lambung dan sekresi. Reflek colonoileal

mencegah pengosongan isi ileum ke dalam kolon. Kelompok ketiga refleks berjalan dari

usus ke batang otak dan kemudian kembali ke saluran pencernaan. Ini termasuk reflek pada

lambung dan duodenum yang mengontrol motorik lambung dan aktivitas sekretori. Reflek

defekasi menghasilkan kontraksi usus, dubur dan perut yang diperlukan untuk buang air

besar. Kontrol saraf intrinsik diubah oleh sinyal dari otak ke sistem saraf otonom yang

innervates saluran pencernaan (Guyton & Hall, 1997).

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

93

Universitas Indonesia

Kontrol motor otomatis system saraf enterik saluran pencernaan mengatur fungsi sekresi,

dan memungkinkan usus untuk terus berfungsi secara terpisah dari suplai saraf ekstrinsik

nya. Aktivitas usus bergantung pada tindakan terkoordinasi dari berbagai bagian dari sistem

saraf, termasuk pleksus intramural pada dinding usus, sistem saraf otonom, dan sistem saraf

sukarela. Otak manusia dapat menghambat pusat tulang belakang sacral untuk menurunkan

aktivitas peristaltik dengan sukarela meningkatkan nada sfingter anal dan relaksasi usus

besar, menyebabkan dorongan untuk buang air besar menghilang (Folden, 2003)

Peregangan rektum oleh feses akan mencetuskan kontraksi reflex otot-otot rectum dan

keinginan buang air besar. Pada manusia, persarafan simpatis ke sfingkter ani internus

bersifat eksitatorik, sedangkan persarafan parasimpatis bersifat inhibitorik. Sfingkter

melemas sewaktu rectum teregang. Persarafan ke sfingkter ani eksternus datang dari nervus

pudendus. Sfingkter dipertahankan dalam keadaan kontraksi tonik, dan peregangan sedang

rectum meningkatkan kekuatan kontraksinya. Keinginan berdefekasi pertama kali muncul

saat tekanan rectum meningkat sampai sekitar 18 mmHg, apabila tekanan sudah mencapai

55 mmHg maka sfingkter internus dan eksternus melemas dan isi rectum terdorong keluar

(Winge et al, 2003).

4.1 Hasil journal reading

Penerapan masase abdomen pada pasien stroke berdasarkan jurnal “The effects of

abdominal meridian massage on constipation among CVA patients” yang dilakukan oleh

Jeon & Jung (2005). Adapun tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi efek masase

abdomen untuk meringankan kondisi konstipasi pada pasien stroke. Jurnal pendukung

lainnya adalah “Effects of abdominal massage in management of constipation- A

randomized controlled trial” yang dilakukan oleh Lamas et al tahun 2009. Adapun tujuan

dari penelitian tersebut diatas adalah untuk mengidentifikasi efek dari masase abdomen

pada fungsi gastrointestinal dan intake laksative pada pasien dengan konstipasi.

Penelusuran literatur melalui google dengan kata kunci abdominal massage kemudian

melalui pubmed http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15778565. Selanjutnya dapat

mengunduh jurnal The effects of abdominal meridian massage on constipation among CVA

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 109: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

94

Universitas Indonesia

patients” yang dilakukan oleh Jeon & Jung (2005), namun masih dalam bahasa asli korea.

Sedangkan melalui federated search http://ui.deepwebaccess.com/ui/ data bases; Science

direct. Kata kunci yang digunakan yaitu: abdominal massage and stroke. Salah satu hasil

penelusuran yang ditemukan adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh Lamas et al tahun

2009 tentang “Effects of abdominal massage in management of constipation- A randomized

controlled trial”. Selanjutnya hasil penelitian tersebut akan diterapkan pada pasien Stroke

yang menjalani perawatan di rumah sakit.

Abdominal massage dengan swedia massage merupakan salah satu tehnik massage

abdomen yang efektif untuk meringankan konstipasi. Keefektifan masase Swedia didukung

oleh beberapa penelitian RCT antara lain Lamas et al (2009), Emly (2001, 2006), Preece

(2002). Teknik yang digunakan dalam studi yang berbeda bervariasi sampai batas tertentu:

misalnya, Lamas et al (2009) menggunakan terutama tekanan ringan, Effleurage dari

abdomen untuk total 7 menit, sementara Emly (2001, 2006) menggunakan tekanan moderat

Effleurage, menguleni dan getaran, dengan total 15 sampai 20 menit, sementara Preece

(2002) menggunakan masase pendorong, dengan total 10 menit. Sementara itu efektifitas

dan efek masase abdomen dapat dijelaskan berdasarkan artikel yang ditulis Sinclair (2010),

beliau telah melakukan sains review sejak tahun 1999 hingga saat ditampilkan menunjukkan

bahwa masase swedia adalah efektif. Menurut beliau masase abdomen dapat menstimulasi

peristaltic, menurunkan waktu transit kolon, meningkatkan frekuensi buang air besar, dan

menurunkan rasa tidak nyaman serta nyeri pada pasien konstipasi. Dari hasil laporan

individual menunjukkan bahwa masase abdomen efektif untuk pasien konstipasi dengan

berbagai diagnosis fisiologik abnormal serta konstipasi fungsional jangka panjang.

Penelitian masase abdomen pada penderita stroke dilakukan oleh Jeon & Jung (2005) studi

ini mempelajari efek meridian masase abdomen terhadap konstipasi pada penderita stroke.

Penelitian ini menggunakan 31 penderita stroke yang terbagi 16 orang pada grup intervensi

dan 15 orang grup control. Dimana pada grup intervensi mendapatkan meridian masase

abdomen dan grup control tidak. Dari 31 partisipan tersebut tercapai homogenitasnya

berdasarkan gender, onset CVD, area paralisis, penyakit (CVD SI dan CVD SH), tingkat

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 110: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

95

Universitas Indonesia

aktivitas, usia, dan tekanan darah. Demikian juga homogenitas konstipasinya juga tercapai

yakni meliputi onset konstipasi, keteraturan defekasi frekuensi dari makanan, tipe makanan,

dan pemakaian laksativ. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang bermakna antara

grup intervensi dan grup control. Grup intervensi mengalami peningkatan frekuensi buang

air besar, mean frekuensi sebelum dilakukan masase abdomen adalah 2.8, meningkat

menjadi 4.4 pada minggu pertama, 4.69 pada minggu kedua, dan 4.5 pada minggu ketiga.

Sementara pada grup control tidak terdapat perbedaan, dimana mean frekuensi buang air

besar awal adalah 3, menjadi 2.6 pada minggu pertama, 3 pada minggu kedua, dan 2.8 pada

minggu ketiga. Masase abdomen meridian secara signifikan berpengaruh terhadap frekuensi

BAB (p=0.000) dan gejala konstipasi (P= 0.000) pada kelompok intervensi dibandingkan

pada kelompok kontrol. Sehingga dapat disimpulkan masase abdomen meridian secara

significan memperbaiki gejala konstipasi dan frekuensi BAB.

Beberapa penelitian lain yang dilakukan untuk melihat efektifitas masase abdomen dengan

desain RCT (randomized Clinical Trial) antara lain adalah oleh Lamas et al (2009) studi ini

menggunakan masase abdomen pada 60 orang lanjut usia, baik yang mengalami konstipasi

maupun yang tergantung obat laksativ. Partisipan dibagi menjadi 2 grup yakni grup control

dan grup intervensi, selama 8 minggu penelitian partisipan boleh tetap menggunakan

laksativ. Grup intervensi menerima masase abdomen selama 7 menit, 5 hari tiap minggu

untuk 8 minggu. Partisipan mendapatkan masase pada tangan untuk membantu relaksasi

dan tekanan ringan pada masase abdomen. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan

masase abdomen secara significan menurunkan gejala memberatnya gastrointestinal yaitu

sindroma konstipasi (p=0.013), dan nyeri perut (0.019). Pada kelompok intervensi

mengalami peningkatan BAB dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0.016). kemudian

untuk intake laksative tidak ada perubahan selama 8 minggu antara kelompok intervensi dan

kelompok kontrol. Walaupun tidak ada pengurangan penggunaan laksativ, namun peneliti

menyimpulkan masase abdomen dapat dilakukan bersama penggunaan laksativ dan

intervensi masase abdomen jangka panjang dapat menunjukkan hasil setelah 4 minggu

Pada laporan berikutnya pada analisis biaya masase abdomen berdasarkan hasil temuan

Lamas et al (2009) bahwa pada pembiayaan masase abdomen terbukti lebih efektif untuk

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 111: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

96

Universitas Indonesia

jangka panjang dan patut dipertimbangkan dalam pengelolaan konstipasi (Lamas et al,

2010).

Penelitian terkini dengan RCT dilakukan oleh McClurg et al (2011), penelitian ini

menggunakan 2 grup yang terdiri dari 30 orang penderita multiple sclerosis. Pada grup

intervensi mendapatkan nasehat dan masase abdomen, sedangkan grup control hanya

mendapatkan nasehat. Masase abdomen diajarkan kepada peserta atau wali mereka dan

dilakukan setiap hari selama empat minggu, dengan kedua grup menerima kunjungan

mingguan untuk memperkuat teknik masase dan saran pada manajemen buang air besar.

Ukuran Hasil utama adalah system scoring konstipasi yang menunjukkan manfaat yang

signifikan secara statistik dengan grup masase abdomen. Alat ini menggunakan delapan

variabel: frekuensi; ketidaknyamanan, sakit pada evakuasi, penggunaan stimulasi; waktu

yang dihabiskan; perasaan evakuasi lengkap, riwayat, dan kegagalan untuk evakuasi. Ini

dinilai dari 0-4 tergantung pada beratnya, sebuah skor global diperoleh dengan

menjumlahkan skor item individual, dengan skor 15 atau lebih didefinisikan sebagai

konstipasi. Peserta penelitian melaporkan peningkatan frekuensi dan kemudahan buang air

besar, dan perubahan konsistensi gerakan.

4.2 Prosedur penerapan masase abdomen pada pasien konstipasi

Keadaan defekasi yang lancar diperlukan pada pasien stroke guna mencegah pasien

mengedan yang merupakan valsava maneuver, sebagaimana diketahui valsava manuever

dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Maka dalam kondisi konstipasi pasien stroke

hampir selalu mendapat terapi dari dokter berupa pemberian laksative, namun pemakaian

laksative jangka lama dapat menambah konstipasi dan menimbulkan impaksi feses.Selain

itu berkaitan dengan penyakit stroke beberapa obat yang diterima pasien mempunyai efek

samping konstipasi. Obat yang berkontribusi timbulnya konstipasi pada pasien stroke antara

lain diuretik, zat besi, antihypertensi, antipsikotik, antikolinergik, antikonvulsi, opioid dan

ganglionic blockers (Winge et al, 2003). Dibawah ini akan dijelaskan tentang beberapa

prosedur masase menurut beberapa peneliti, namun dalam evidence based nursing ini

penulis menerapkan masase abdomen swedia.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 112: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

97

Universitas Indonesia

4.2.1 Prosedur masase menurut beberapa peneliti

Berapa lama masase abdomen harus diberikan adalah merupakan pertanyaan penting. Satu

studi yang dilakukan dengan pasien lanjut usia ditemukan konstipasi menurun setelah hanya

sepuluh hari dilakukan masase abdomen dan bahwa efek berlangsung selama berhari-hari

setelah masase yaitu 7 sampai 10 hari setelah dihentikan, sementara masase Lamas

ditemukan tidak berpengaruh sampai 8 minggu pengobatan (Kim et al, 2005;. Lamas et

al,.2009). Sebuah studi yang menyelidiki teknik tekanan yang berbeda bisa juga

mencerahkan. Jumlah yang bervariasi telah digunakan, dari teknik tekanan ringan (tekanan

Lamas) ke sedang-tekanan teknik yang digunakan oleh Preece (Kim et al, 2005;. Jeon dan

Jung, 2005; Emly, 2001; Preece,2002). Suatu pertanyaan lain yang menarik adalah teknik

yang yang paling efektif dalam mengobati konstipasi. beberapa peneliti menemukan bahwa

masase Swedia adalah efektif (Sinclair M, 2010). Berikut ini beberapa prosedur masase

abdomen menurut beberapa peneliti

4.2.1.1 Tipe masase Swedia dari masase abdomen untuk konstipasi (Sinclair M, 2010).

Kontraindikasi meliputi obstruksi abdomen, massa abdomen, perdarahan usus, terapi radiasi

abdomen, strangulasi hernia dan kurang dari 6 minggu pasca operasi abdomen.

1. Effleurage dari abdomen-10 kali secara keseluruhan.

2. Effleurage dari rektus abdominis, obliques eksternal dan internal dan otot tranversa

abdominis- masing - masing10 kali

3. Menguleni dari abdomen-3 kali.

4. Searah jarum jam Effleurage diatas jalur dari usus besar-10 kali.

5. Getaran dari usus kecil dan besar, satu menit atau lebih.

6. Ulangi langkah 4.

7. Menguleni di atas jalur usus besar, dengan tumit tangan, tangan atau jempol satu

menit atau lebih.

8. Petrissage diatas jalur usus besar-satu kali

9. Getaran diatas jalur yang diduga usus besar.

10. Ulangi Langkah 4.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 113: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

98

Universitas Indonesia

Teknik yang digunakan dalam studi yang berbeda bervariasi sampai batas tertentu:

misalnya, Lamas et al (2009) menggunakan terutama tekanan ringan, Effleurage dari

abdomen untuk total 7 menit, sementara Emly (2001, 2006) menggunakan moderat tekanan

Effleurage, menguleni dan getaran, dengan total 15 sampai 20 menit, sementara Preece

(2002) menggunakan masase pendorong, dengan total 10 menit.

4.2.1.2 Masase abdomen menurut McClurg et al (2011)

Peserta dalam posisi telentang, dengan kepala dan bahu didukung. Abdomen dikaji adanya

kembung, nyeri, dan feses di dalam usus. Masase dimulai dengan tekanan santai lembut

sampai dinding abdomen, diikuti oleh empat tekanan dasar: stroking/ membelai, Effleurage,

meremas dan getaran. Pasien dan keluarga diajarkan teknik-teknik, dan disiapkan untuk

berlatih dan dapat mengajukan pertanyaan selama kunjungan.

1. Stroking / membelai: Ini dimulai pada punggung dan mengikuti dermatom dari saraf

vagus, atas puncak iliaka, dan ke bawah kedua sisi panggul ke arah pangkal paha. Ini

diulang beberapa kali.

2. Effleurage: tekanan mengikuti arah kolon asendens, melintang di kolon tranverse dan

kebawah kolon desenden. Ini diulangi beberapa kali dengan tekanan yang meningkat

untuk merangsang kontraksi austral dan segmental usus besar. Tujuannya adalah untuk

mendorong kotoran di sepanjang usus;

3. Palmar kneading/ menguleni: Ini adalah hal penting dari masase dan trek menuruni

kolon desendens, sampai kolon asenden, dan kebawah kolon desenden lagi. Menguleni

membantu untuk mendorong kotoran di sepanjang usus untuk pemuatan rektum.

Menguleni dengan jari mungkin diperlukan untuk memecah massa tinja. Ini bagian dari

masase mungkin tidak nyaman karena kompresi yang mendalam diperlukan. Effleurage

diulang dan dilanjutkan dengan tekanan melintang santai diatas abdomen;

4. Getaran: diatas dinding abdomen untuk meredakan abdomen kembung. Ini

menyelesaikan sesi masase.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 114: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

99

Universitas Indonesia

4.2.1.3 Masase abdomen meridian dalam penelitian Jeon dan Jung (2005). Penelitian ini

melakukan masase abdomen meridian berdasarkan teknik dasar masase meridian TAICO.

Adapun bagian-bagian yang diberi stimulasi masase adalah sebagai berikut:

1. Gosok dengan arah jarum jam yang dilakukan dengan telapak tangan pada bagian titik di

antara tengah perut bawah pusar dan perut bawah (gwanwon), titik tengah perut atas pusar

(junggwan), dan titik samping pusar (cheonchu) sebanyak 16 kali putaran. Gerakan ini

disebut rounding.

2. Lakukan ketukan ringan pada bagian pinggang perut samping (gyeongmun) dan rongga

perut (jangmun) selama 7 hitungan. Gerakan ini disebut kneading

3. Gunakan telapak tangan untuk menekan bagian pinggang perut samping (gyeongmun)

dan juga rongga perut (jangmun) bagian kiri, kemudian tekan-tekan dan gosok-gosok

sebanyak 2 kali selama 1 hitungan sampai 7 hitungan.

4. Ketuk dengan ringan pada bagian pinggang perut samping (gyeongmun) dan juga rongga

perut (jangmun) bagian kiri selama 7 hitungan, kemudian remas-remas dan pijat-pijat

sambil menggosoknya.

5. Periksalah dengan teliti dengan menggunakan hydrosphere pada bagian abdomen,

kemudian gerakan ke arah titik pinggang perut samping (gyeongmun) dan rongga perut

(jangmun).

6. Ulangi gerakan ke-2 dan ke-4 masing-masing 1 kali saja

7. Ulangi gerakan ke-2, kemudian tekan dan gosok pada titik perut bawah (di atas kelamin)

(junggeuk) selama 1 hitungan sampai 7 hitungan masing-masing sebanyak 2 kali.

8. Gunakan hydrosphere untuk meremas-remas dan memijat-mijat, kemudian gosok-gosok

pada titik perut bawah (di atas kelamin) (junggeuk ) selama 7 hitungan..

9. Gerakan jari dari titik perut bawah atas kelamin (junggeuk ) ke arah titik pinggang perut

samping (gyeongmun) dan titik rongga perut (jangmun) kemudian gosok-gosok selama 1

hitungan sampai 7 hitungan sebanyak 2 kali. Setelah itu remas-remas dan pijat-pijat juga

gosok selama 7 hitungan pada titik pinggang perut samping (gyeongmun) dan titik rongga

perut (jangmun) bagian kiri. Setelah itu remasan, pijatan dan gosokan dilakukan pada titik

pinggang perut samping (gyeongmun) dan titik rongga perut (jangmun) bagian kanan.

10. Ulangi gerakan ke-7 dan ke-8 masing-masing 1 kali saja.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 115: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

100

Universitas Indonesia

11. Periksa titik pinggang perut samping (gyeongmun) bagian kanan dan juga titik rongga

perut (jangmun), kemudian tekan bagian titik-titik tersebut dengan tiga jari tangan (telunjuk,

jari tengah, dan jari manis) sebanyak 3 kali. Gerakkan jari ke titik di antara tengah perut

bawah pusar dan perut bawah (gwanwon) dengan arah garis lurus, dan pada saat yang sama

dan juga cara yang sama tekan bagian tersebut sebanyak 3 kali. Setelah itu gerakan tiga jari

ke arah berlawanan yaitu ke kiri dengan arah garis lurus dan lakukan hal yang sama, yaitu

menekannya sebanyak 3 kali. Tekan daerah titik yang sama dengan satu jari kemudian

dengan ibu jari sebanyak 3 kali.

12. Gerakan ke-11 diulang dan dimulai dari bagian kanan

13. Ulangi gerakan ke-11 dan ke-12 sebanyak satu kali saja.

4.4 Penerapan EBN

Intervensi yang akan dilakukan adalah dengan menerapkan salah satu teknik masase

abdomen dengan swedia masase pada pasien stroke yang menjalani rawat inap. Bila dalam

jurnal asli adalah menerapkan meridian massage namun dalam langkah-langkahnya

membutuhkan penekanan pada titik-titik meridian yang bagi penulis belum mempunyai

kemahiran untuk melaksanakannya, sehingga penulis menerapkan swedia masase karena

disamping mampu laksana, intervensi masase tersebut didukung oleh beberapa penelitian

dengan desain RCT.

Pada penelitian ini intervensi dilakukan dengan teknik masase abdomen dengan swedia

masase dan edukasi tentang aktivitas, intake cairan dan serat yang cukup sedangkan pada

kelompok kontrol hanya diberikan edukasi. Output pada kegiatan ini adalah menurunkan

episode konstipasi dan frekwensi BAB menjadi lebih baik pada pasien stroke yang ditandai

dengan pasien dapat BAB rutin 1-2 kali dalam 1-2 hari, tidak merasakan nyeri diperut, tidak

mengalami kesulitan BAB, perasaan tuntas dalam BAB, tidak menggunakan bantuan untuk

BAB seperti pemakaian laksative ataupun bantuan digital/ enema. Pertanyaan klinis adalah

apakah penerapan masase abdomen dapat menurunkan kondisi konstipasi pada pasien

stroke dibandingkan dengan kelompok yang diberikan edukasi.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 116: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

101

Universitas Indonesia

Rencana penerapan EBN terkait dengan pelaksanaan masase abdomen di Ruang Teratai

IRNA B Lantai VI Selatan RSUP Fatmawati Jakarta sebelumnya telah disampaikan secara

singkat kepada kepala ruangan, dan perawat primer yang ada diruangan dan pada

prinsipnya disetujui dan dapat dilaksanakan. Namun masih yang menjadi kendala

diantaranya adalah rata-rata hari rawat pasien 7-10 hari sehingga masase dilanjutkan setelah

pasien pulang. Sementara itu untuk proses masase setelah penulis mendapatkan ijin dari

pasien dan keluarganya pelaksanaan masase abdomen selalu didampingi oleh suami atau

istri pasien untuk memberikan ketenangan berkaitan area yang dimasase adalah dekat

dengan area intim.

Pada penerapan EBN ini melibatkan pasien stroke yang dirawat di lantai VI RSUP

Fatmawati Jakarta, sejumlah 12 orang yang terbagi atas 8 orang dalam kelompok intervensi

dan 4 orang dalam kelompok kontrol. Adapun kriteria pasien tersebut adalah: bersedia

menjadi responden, bisa membaca dan menulis, tanda-tanda vital stabil, kesadaran

composmentis dan mengalami konstipasi, minimal 3 hari belum BAB. Sedangkan kriteria

pasien yang dieksklusi adalah: pasien mengalami obstruksi abdomen, massa abdomen,

perdarahan usus, terapi radiasi abdomen, strangulasi hernia dan kurang dari 6 minggu pasca

operasi abdomen EBN ini dilakukan di Ruang teratai lantai 6 RSUP Fatmawati Jakarta.

EBN ini dilaksanakan pada minggu III Maret – mgg I Mei 2012 (7 minggu)

Pelaksanaan EBN ini, adalah sebagai berikut: (1) Prosedur administrasi : proposal EBN dan

ijin ruangan; (2) Menentukan pasien stroke yang akan diberikan masase abdomen; (3)

Meminta persetujuan pasien yang dipilih; (4) Prosedur intervensi keperawatan : mengukur

tanda- tanda vital pasien, mengukur CSS (Constipation Scoring System) pasien pada awal

sebelum tindakan,pelaksanaan intervensi keperawatan memberikan masase abdomen.

Waktu masase abdomen 7 menit, satu kali sehari selama 5 hari dalam seminggu; (5)

Evaluasi konstipasi dengan system scoring konstipasi (CSS) setelah 1 minggu tindakan.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 117: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

102

Universitas Indonesia

4.5 Hasil penerapan EBN dan pembahasan

4.5.1 Hasil penerapan EBN berdasarkan karakteristik responden

Hasil penerapan EBN menunjukkan umur, jenis kelamin, jenis stroke, penggunaan laksative

dan pengukuran pretest CSS antara kelompok control dan intervensi adalah homogen. Hal

ini menunjukkan bahwa sebelum penerapan EBN kedua kelompok dalam kondisi setara.

Hasil penerapan EBN menunjukkan bahwa rata- rata umur responden stroke yang

mengalami konstipasi adalah 51.58. Umur ini dapat dikatagorikan dalam masa dewasa

menengah. Masa dewasa menengah adalah umur diantara 30an sampai akhir 60an ( Perry &

Potter, 2009). Pada periode ini individu telah merasakan pengalaman dan penghargaan

dalam kehidupan personalnya. Sebagian besar pada individu dewasa menengah telah

mencapai kestabilan sosio ekonomi dan juga mereka banyak menggunakan energinya untuk

beradaptasi dengan konsep diri, bentuk tubuh, kenyataan fisiologis dan perubahan dalam

penampilan fisik (Perry & Potter, 2009). Perubahan fisiologis yang terjadi pada usia ini

meliputi memutihnya rambut, kulit keriput, penebalan pinggang, penurunan penglihatan dan

pendengaran. Serangan stroke pada masa ini makin memberikan dampak yang berarti pada

konsep diri, bentuk tubuh dan kualitas hidup mereka.

Berbeda dengan hasil yang diperoleh penulis pada katagori umur, pada penelitian Jeon &

Jung (2005) rata-rata responden stroke yang mengalami konstipasi adalah umur 63 tahun,

dimana umur tersebut adalah sudah dalam masa lanjut usia. Demikian juga pada penelitian

Su et al (2009) dari 154 responden stroke terdapat 85 responden stroke yang mengalami

konstipasi dan dari angka tersebut terbanyak 50 orang (58,8%) yang mempunyai umur

diatas 65 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa konstipasi pada pasien stroke dapat terjadi

pada semua umur.

Berkaitan dengan umur, walaupun stroke dapat terjadi pada semua umur, namun kejadian

stroke meningkat seiring dengan bertambahnya umur, hal ini terkait dengan pathofisologi

yang mendasarinya yaitu sebagian besar berhubungan dengan proses atherosclerosis dan

hipertensi (Wahjoepramono,2005). Setelah serangan stroke maka beberapa ketidak

mampuan maupun kecacatan mengikutinya, dan ini berdampak pada mobilitas pasien stroke

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 118: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

103

Universitas Indonesia

demikian juga pemberian obat-obatan, selanjutnya hal ini akan berkontribusi pada kejadian

konstipasi pada pasien stroke.

Karakteristik lainnya yang penulis dapatkan dari 12 orang responden sebagian besar adalah

laki-laki yaitu 9 orang (75%), hal ini selaras dengan hasil penelitian Su et al (2009) bahwa

dari 85 responden stroke yang mengalami konstipasi sebagian besar adalah laki-laki yaitu

57 orang (67,1%).

Berkaitan dengan type stroke dari 12 orang responden sebagian adalah type stroke infark 8

orang (66.7%). Hal ini juga selaras dengan hasil penelitian Su et al (2009) bahwa dari 85

responden stroke yang mengalami konstipasi sebagian besar adalah type stroke ischemic

yaitu 63 orang (74.1%), demikian juga Jeon & Jung (2005) dari 32 responden stroke yang

mengalami konstipasi terdapat 27 orang (84,4%) adalah type stroke infark. Menurut

Wahjoepramono (2005) Dari keseluruhan stroke, type stroke iskemia diperkirakan terjadi

pada 80% dan stroke hemorragik 20%, akan tetapi beberapa literature menyatakan bahwa

perbandingan ini tidaklah sama pada setiap ras.

Demikian juga penggunaan laksative atau bantuan stimulasi BAB terdapat pada 6 orang

(50%), namun pada penelitian Jeon & Jung (2005) dari 32 responden stroke yang

mengalami konstipasi terdapat 30 orang (94,%) adalah menggunakan laksative. Pada pasien

stroke keadaan defekasi yang lancar diperlukan, stroke guna mencegah pasien mengedan

yang merupakan valsava maneuver, sebagaimana diketahui valsava manuever dapat

meningkatkan tekanan intrakranial. Maka dalam kondisi konstipasi pasien stroke hampir

selalu mendapat terapi dari dokter berupa pemberian laksative.

4.5.2 Pengaruh masase abdomen pada kondisi konstipasi

Untuk mengetahui perbaikan konstipasi pasien dilakukan pengukuran CSS (Constipation

Scoring System) pasien pada pre tindakan dan post tindakan. Alat ini menggunakan delapan

variabel yaitu frekuensi; ketidaknyamanan, sakit pada evakuasi, penggunaan stimulasi;

waktu yang dihabiskan; perasaan evakuasi lengkap, riwayat, dan kegagalan untuk evakuasi.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 119: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

104

Universitas Indonesia

Ini dinilai dari 0-4 tergantung pada beratnya, sebuah skor global diperoleh dengan

menjumlahkan skor item individual. Skor total 0 -30 semakin tinggi menunjukkan semakin

berat konstipasi,

Pada responden control terdapat penurunan rata-rata hasil CSS dari pretest ke post test

namun pada hasil analisis tidak ada perbedaan kondisi konstipasi yang bermakna pada

pengukuran pre dan post massage abdomen yaitu p > 0,05 (p= 0,391 pada α= 0,05). Hal ini

terjadi karena pada responden control menerima edukasi untuk meningkatkan intake serat

dan cairan serta melakukan aktivitas sesuai yang diperbolehkan, beberapa responden

menunjukkan perubahan dalam intake cairan dan serat karena dukungan perawat,

keluarganya dan juga tim gizi yang membantu perubahan tersebut, namun untuk aktivitas

masih sulit dilakukan terkait beberapa keluhan seperti disabilitas dan rasa nyeri kepala yang

dirasakan pasien.

Pada responden intervensi terdapat penurunan rata-rata hasil CSS dari pretest ke post test

dan pada hasil analisis ada perbedaan kondisi konstipasi yang bermakna pada pengukuran

pre dan post massage abdomen yaitu p > 0,05 (p= 0,00 pada α= 0,05). Hal ini terjadi karena

pada responden intervensi menerima masase abdomen selain menerima edukasi untuk

meningkatkan intake serat dan cairan serta melakukan aktivitas sesuai yang diperbolehkan,

beberapa responden menunjukkan perbaikan fungsi gastrointestinal diantaranya rasa mual

dan muntah, 2 orang responden yang mengeluhkan mual dan muntah setelah mendapatkan

masase 2 kali (selama 2 hari) menyatakan perut terasa nyaman dan tidak muntah lagi, serta

menunjukkan intake makanan yang adekwat. Selain itu 6 dari 8 orang responden intervensi

menyatakan merasa senang bisa BAB normal lagi dan perutnya juga tidak sakit lagi.

Disamping itu juga rata- rata responden intervensi memiliki penyakit penyerta selain stroke

seperti hipertensi dan diabetes mellitus. Hal ini selaras dengan pendapat Sinclair (2010),

bahwa masase abdomen dapat menstimulasi peristaltic, menurunkan waktu transit kolon,

meningkatkan frekuensi buang air besar, dan menurunkan rasa tidak nyaman serta nyeri

pada pasien konstipasi. Dari hasil laporan individual menunjukkan bahwa masase abdomen

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 120: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

105

Universitas Indonesia

efektif untuk pasien konstipasi dengan berbagai diagnosis fisiologik abnormal serta

konstipasi fungsional jangka panjang.

Pada hasil CT Scan kepala rata- rata pasien stroke yang mengalami konstipasi untuk stroke

infark adalah dari 8 orang responden, terdapat 6 orang pada hasil CT Scannya mengalami

infark luas atau multiple infark pada daerah fronto-temporo dan parietal dan merupakan

infark baru, dan hanya 2 orang yang mengalami infark pada kapsula interna dan basal

ganglia. Sedangkan pada 4 orang responden stroke hemoragik seluruhnya terdapat

perdarahan pada basal ganglia. Namun dari 12 responden tersebut baik stroke infark

maupun hemoragik 8 orang responden terdapat infark ataupun perdarahan di basal ganglia.

Basal ganglia adalah accessory motor system yang tidak bisa bekerja sendiri, berasosiasi

dengan cerebral cortex dan corticospinal motor control system. Basal ganglia mendapat

sebagian besar input signal dari cerebral cortex dan dan juga mengembalikan output signal

ke cerebral cortex. Ganglia terdiri dari caudate nucleus, putamen, globus pallidus,

substantia nigra, subthalamic nucleus. Hubungan antara basal ganglia dengan elemen otak

lainnya untuk kontrol motor sangat kompleks. Basal ganglia berasosiasi dengan

corticospinal system untuk mengontrol pola kompleks aktivitas motor. Contoh: menulis,

menggunting kertas, memasang paku, melempar bola basket ke ranjang, vocalization,

kontrol pergerakan mata dan gerakan terlatih lainnya. Sehingga lesi atau kerusakan pada

bagian ini menyebabkan gangguan pada gerakan motorik.

4.5.3 Pengaruh masase abdomen terhadap frekuensi BAB

Berdasarkan hasil EBN menunjukkan bahwa pada responden control pada hari ke-4 dan ke-

5 baru terdapat 1 orang (25%) yang BAB itupun orang yang sama dan pengeluaran dengan

bantuan stimulasi fecal. Sementara itu pada responden intervensi pada hari ke-2 terdapat 4

orang (50%) yang BAB, hari ke-3 terdapat 2 orang (25%) yang BAB, pada hari ke-4

terdapat 7 orang (87.5%) dan ke-5 terdapat 8 orang(100%) yang BAB, sehingga dapat

dikatakan responden intervensi menunjukkan respon yang bagus pada hari ke-4 dan ke-5

setelah masase abdomen.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 121: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

106

Universitas Indonesia

Selanjutnya hasil analisis frekuensi BAB rata-rata pada pengukuran selama 1 minggu

pertama setelah masase abdomen pada responden control adalah 0.5 kali/minggu, sementara

rata-rata pada responden intervensi adalah 2.5 kali/minggu. Pada tahap analisis lebih lanjut

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan frekuensi BAB yang bermakna pada pengukuran

minggu pertama post massage abdomen antara responden control dan intervensi p < 0,05

(p= 0,006 pada α= 0,05). Hasil EBN ini selaras dengan hasil penelitian Jeon & Jung (2005)

bahwa masase abdomen meridian secara signifikan berpengaruh terhadap frekuensi BAB

(p=0.000). Demikian juga pada penelitian Lamas et al (2009) didapatkan perbedaan

frekuensi BAB yang signifikan pada minggu ke-8, antara kelompok intervensi dengan

kelompok kontrol (p=0.016) setelah dilakukan masase.

Keterbatasan pada pelaksanaan EBN yang idealnya dilakukan selama 8 minggu namun

karena waktu rawat penderita yang jarang mencapai 2 minggu sehingga massage tidak dapat

dilakukan selama 8 minggu, namun karena massage dapat dilakukan oleh penderita atau

keluarga sehingga dapat dilanjutkan secara mandiri oleh penderita dan keluarganya di

rumah maka penulis selalu menganjurkan untuk melakukannya secara mandiri dirumah.

Pengisian CSS kadang- kadang mengalami kesulitan pada pasien yang mempunyai

gangguan kognitif sehingga pengisiannya sering dibantu keluarga untuk mengingatnya.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 122: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

107 Universitas Indonesia

BAB 5

KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN

Bab 5 menggambarkan kegiatan inovasi keperawatan tentang penggunaan Barthel

Index sebagai instrument untuk mengkaji kemampuan fungsional pasien yang

dirawat di Ruang Teratai Lantai 6 Selatan Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Jakarta. Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok oleh PUJI ASTUTI,

MUHAMMAD ARDI dan DWI KARTIKA RUKMI.

5.1 Analisis Situasi

Gangguan neurologi merupakan gangguan sistem saraf baik sensorik, motorik

maupun otonom yang disebabkan oleh berbagai penyebab seperti kelainan genetik,

tumor, trauma, perdarahan dan iskemia yang menyebabkan penurunan fungsional

(Silbernagl & Lang, 2000). Gangguan neurologi seperti stroke, cedera kepala, tumor

dan abses otak dapat menimbulkan berbagai komplikasi termasuk ketidakmampuan

fisik yang membutuhkan penanganan dari tim kesehatan interdisiplin (Ignatavicius &

Workman, 2006). Salah satu tim interdisiplin kesehatan adalah keperawatan.

Keperawatan merupakan salah satu disiplin profesional yang menerapkan

pengetahuan serta keterampilan berfikir kritis dalam menerapkan proses keperawatan

(Christensen & Kenney, 2009). Proses keperawatan digunakan untuk

mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah keperawatan baik masalah

keperawatan aktual maupun potensial untuk meningkatkan kesehatan (Dillon, 2007).

Salah satu masalah keperawatan yang sering dialami pasien gangguan neurologi

adalah defisit perawatan diri.

Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi seseorang mengalami gangguan

kemampuan dalam perawatan diri yang meliputi mandi, berganti pakaian, makan dan

toileting (Wilkinson, 2007). Pasien gangguan neurologi sering membutuhkan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 123: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

108

Universitas Indonesia

bantuan dalam ADL seperti mandi, merawat diri, ambulasi, makan dan eliminasi

(DeLaune & Ladner, 2002). Di ruang teratai lantai 6 rumah sakit Fatmawati Jakarta,

penetapan diagnosa keperawatan menggunakan diagnosa keperawatan yang sudah

terkomputerisasi. Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan

ketidakmampuan fungsional yang digunakan adalah gangguan mobilitas fisik,

intoleransi aktivitas, gangguan pemenuhan kebersihan diri, gangguan pemenuhan

kebutuhan berpakaian dan berhias serta gangguan pemenuhan eliminasi.

Penetapan diagnosa keperawatan yang berhubungan ketidakmampuan fungsional

pasien membutuhkan pengkajian yang lengkap. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi ADL yang meliputi eliminasi,

merawat diri, penggunaan toilet, makan, berpindah, mobilitas, berpakaian dan

mandi. Salah satu pengkajian ADL yang dapat digunakan adalah Barthel Index.

Barthel Index pertama kali dikeluarkan pada tahun 1965 yang mengandung 10 item

yaitu personal hygiene, mandi, makan, penggunaan toilet, menggunakan tangga,

berpakaian, eliminasi buang air besar, eliminasi buang air kecil, ambulasi atau

berpindah. Barthel Index mudah digunakan, sederhana dan membutuhkan waktu

sekitar 30 detik sampai 1 menit. Penggunaan indeks ini dapat diulang dengan

interval yang teratur untuk menilai perubahan kemampuan fungsional yang dialami

pasien.

Pengkajian dengan menggunakan skala sangat akurat untuk menilai

ketidakmampuan dan keterbatasan yang dialami pasien dan berkontribusi terhadap

rencana asuhan keperawatan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian dan

menetapkan diagnosa keperawatan sesuai dengan masalah yang dialami.

Hasil identifikasi awal yang dilakukan terhadap 15 pasien dan 15 perawat di gedung

teratai lantai 6 RSU. Fatmawati Jakarta pada bulan Desember 2011 untuk mengkaji

pelaksanaan asuhan keperawatan dan pelaksanaan intervensi neurologi, diperoleh

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 124: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

109

Universitas Indonesia

hasil bahwa pelaksanaan asuhan keperawatan sudah cukup (60%) dan pelaksanaan

intervensi neurologi (60%), namun dalam melakukan pengkajian terkait dengan

ADL belum menggunakan format pengkajian menggunakan skala sehingga dalam

menetapkan diagnosa dan mengevaluasi pencapaian tujuan tidak memiliki dasar

yang jelas. Berikut ini dijelaskan analisis situasi berdasarkan analisis SWOT.

a. Strenght

Ruang Teratai lantai 6 Selatan RSUP. Fatmawati Jakarta sudah spesifik merawat

pasien dengan penyakit neurologi dan kardiologi. Kepala ruangan sudah

berpendidikan S2 keperawatan dengan system pelayanan MPKP, mempunyai 4

orang PN dengan 2 orang berpendidikan S1 dan 2 orang berpendidikan D3

dengan pengalaman lebih dari 10 tahun. Jumlah tenaga perawat 35 orang dengan

pendidikan SPK, D3 dan S1 Keperawatan. Sistem pendokumentasian dengan

computer untuk diagnosa dan intervensi keperawatan. Sudah mempunyai tenaga

administrasi dan 2 orang pekarya sehingga perawat dapat melaksanakan asuhan

keperawatan yang optimal.

b. Weakness

Sistem pelayanan MPKP belum optimal. Sistem pendokumentasian dilakukan

oleh PN dan PA dan belum mencerminkan seluruh kondisi pasien yang menjadi

data dalam asuhan keperawatan sesuai diagnosis keperawatan.

c. Opportunity

Merupakan rumah sakit tipe A dan merupakan rumah sakit rujukan. Selain itu,

RSUP. Fatmawati merupakan rumah sakit pendidikan.

d. Treath

Banyaknya rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan dengan kasus

spesifik.

5.2 Kegiatan Inovasi

Kegiatan inovasi keperawatan meliputi persiapan, pelaksanaan dan evaluasi yang

dilaksanakan selama 5 minggu.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 125: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

110

Universitas Indonesia

5.2.1 Persiapan

Persiapan inovasi dimulai dengan melakukan identifikasi kebutuhan inovasi ruangan.

Persiapan meliputi:

a. Menyiapkan proposal kegiatan penggunaan Barthel Indeks untuk menilai

kemampuan fungsional pasien.

b. Menentukan time schedule

c. Melakukan konsultasi dan perbaikan proposal

d. Menentukan fasilitas pendukung dan sumber daya termasuk team work dalam

pelaksanaan inovasi.

e. Menyiapkan format pengkajian Barthel Index.

5.2.2 Pelaksanaan

Pelaksanaan inovasi dimulai dengan sosialisasi program dilanjutkan sosialisasi

penggunaan Barthel Index. Sosialisasi penggunaan Barthel Index dilaksanakan pada

tanggal 09 April 2012 yang dihadiri oleh oleh supervisor, kepala ruangan, wakil

kepala ruangan, 2 orang PN dan 6 orang perawat pelaksana serta 4 orang mahasiswa.

Materi sosialisasi meliputi latar belakang perlunya penggunaan Barthel Index,

pengertian Barthel Index, tujuan penggunaan Barthel Index, cara penggunaan

Barthel Index dengan contoh kasus dan interprestasi hasil pengkajian serta

pendokumentasian dalam asuhan keperawatan.

Selama sosialisasi, dilakukan diskusi untuk menyamakan persepsi antara mahasiswa

residensi, PN dan perawat pelaksana tentang materi inovasi. Keesokan harinya

mahasiswa melakukan bedside teaching tentang pengkajian ADL pasien

menggunakan Barthel Index pada perawat yang dinas pagi dan malam. Sosialisasi

selanjutnya dilakukan secara personal pada PN dan perawat pelaksana yang tidak

hadir pada saat sosialisasi awal.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 126: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

111

Universitas Indonesia

Proses pelaksanaan dokumentasi dilakukan oleh PN dan perawat pelaksana sesuai

jadwal yaitu selama 2 minggu (minggu ke-3 dan ke-4 April 2012). Pada awal

pelaksanaan pengkajian ADL dengan Barthel Index, hanya beberapa orang PN dan

perawat pelaksana yang menggunakan Barthel Index, sehingga mahasiswa

memberikan stimulus dengan memberikan contoh dan mendampingi perawat jika

mengalami kesulitan, sehingga hambatan pengisian karena kurangnya pemahaman

dapat diminimalisasi.

5.2.3 Evaluasi

Penilaian barthel index paling baik dilakukan pada 24 – 48 jam pertama pada saat

pasien masuk. Untuk evaluasi dilakukan sesuai dengan kriteria waktu yang

ditetapkan oleh perawat untuk mencapai keberhasilan dari masalah keperawtan.

Evaluasi bisa diakukan pada hari ke 3,7,10 dst atau sewaktu waktu bila kondisi

pasien memerlukan pengkajian barthel index. Evaluasi merupakan tahap akhir dari

kegiatan inovasi. Evaluasi meliputi evaluasi diri penggunaan barthel index terdiri

dari 10 item pertanyaan yang terdiri dari jawaban “ya” dan “tidak” yang meliputi

pengetahuan, penggunaan , kecocokan dari format Barthel Index di ruangan.

Penggunaan format dievaluasi dengan melakukan observasi terhadap pengisian

Berthel Index dengan menggunakan format evaluasi dokumentasi pada pertanyaan

nomor 1 dan 2 . Penilaian dokumentasi dievaluasi dengan melakukan observasi

terhadap dokumentasi Berthel Index dengan menggunakan format evaluasi

dokumentasi pada pertanyaan nomor 3,4 dan 5 (format evaluasi terlampir).

Berdasarkan hasil evaluasi diri menggunakan format Barthel Index terhadap 20

orang perawat pada tanggal 30 April s.d 03 Mei 2012, 18 orang (90%) perawat dapat

menggunakan format Barthel Index. 100% perawat mengetahui cara penggunaan

Barthel Index dan setuju bahwa Barthel Index sangat cocok digunakan di ruang

Teratai Lantai 6 Selatan yang merawat pasien pemyakit kardiovaskuler dan kasus

neurologi. Meskipun seluruh perawat mengetahui cara penggunaan Barthel Index,

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 127: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

112

Universitas Indonesia

hanya 18 orang (90%) perawat yang menganggap bahwa Barthel Index mudah

diaplikasikan dan 9 orang (45%) yang selalu menggunakan Barthel Index.

Evaluasi dokumentasi dilakukan pada minggu pertama Mei terhadap 20 pasien yang

akan melanjutkan perawatan di rumah. Berdasarkan hasil evaluasi dokumentasi, 15

format Barthel Index (75%) sudah diisi dengan benar, namun hanya 3 format (15%)

yang diisi secara berkala. Pengkajian Barthel Index yang ditulis sebagai data

penunjang diagnosa keperawatan sebanyak 7 kasus (35%), menjadi kriteria evaluasi

teratasinya masalah keperawatan sebanyak 3 kasus (15%) dan Barthel Index ditulis

dalam catatan perkembangan sebanyak 4 kasus (20%). Data tersebut menunjukkan

bahwa, masih dibutuhkan pemahaman, kesadaran dan pembiasaan dari perawat

untuk menggunakan Barthel Index dan menjadi bagian dari dokumentasi asuhan

keperawatan.

5.3 Pembahasan

Sebagian besar perawat memiliki pengetahuan tentang pengkajian menggunakan

Barthel Indeks. Hal ini dikarenakan pemberian sosialisasi yang dilakukan dengan

metode diskusi disertai bedside teaching. Disamping itu, residensi siap sedia

memberikan masukan dan penguatan pada perawat di ruangan dalam menggunakan

format. Disamping itu barthel Index merupakan instrumen yang mudah digunakan,

serta pengisiannya hanya membutuhkan waktu sekitar 3 menit (Dewing, 1992).

Meskipun perawat mengetahui penggunaan Bartel indeks, namun dokumentasi

belum optimal. Penggunaan Barthel Index merupakan hal yang baru bagi perawat,

sehingga dibutuhkan pemahaman, kesadaran dan kebiasaan untuk mengisi format

dan menjadikan bagian dari dokumentasi asuhan keperawatan. Pengisian format dan

dokumentasi asuhan keperawatan membutuhkan kesadaran terhadap kewajiban

dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas, disertai dengan adanya

sistem yang baik diruangan. Hal yang baru dilaksanakan tentunya membutuhkan

pembiasaan, sehingga hal tersebut dapat menjadi kegiatan rutin.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 128: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

113

Universitas Indonesia

Kesibukan ruangan dan tingginya tingkat ketergantungan pasien kardiologi dan

neurologi menyebabkan perawat sering lupa untuk mengisi format dan menjadikan

Barthel Index sebagai bagian dari dokumentasi. Penggunaan Barthel Index belum

menjadi bagian dari sistem dokumentasi asuhan keperawatan di ruangan, sehingga

perawat tidak memiliki kewajiban untuk mengisi format.

Mengerjakan sesuatu yang baru yang belum menjadi bagian dari system dibutuhkan

kesadaran dan kemauan dari perawat untuk meningkatkan kualitas pelayanan

keperawatan sehingga menjadi lebih baik. Hal ini akan menjadi suatu rutinitas jika

didukung oleh role model dari PN dan ditetapkan menjadi standar keperawatan di

ruangan dan menjadi bagian dari system pelayanan keperawatan.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 129: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

114

Universitas Indonesia

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini disampaikan simpulan dan saran yang disusun berdasarkan uraian pada

bab 1 sampai 5 sebagai berikut

6.1. Simpulan

6.1.1. Penerapan RAM dapat digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan

pada pasien dengan gangguan persarafan terutama pasien stroke hemoragik dimana

model adaptasi ini bertujuan untuk mengelola perilaku individu dari inefektif menjadi

adaptif. Pencapaian tingkah laku adaptif dilakukan dengan cara memberikan

intervensi sehingga dapat merubah stimulus fokal, kontekstual dan residual yang

inefektif. Hasil akhir dari asuhan keperawatan pada kasus kelolaan utama dan 33

kasus kelolaan secara umum dapat membantu individu beradaptasi terhadap

perubahan kebutuhan fisiologis, fungsi peran, konsep diri dan interaksi social.

6.1.2. Penerapan EBN masase abdomen yang dilakukan pada 12 orang pasien stroke

dengan konstipasi yang terdiri dari 7 orang kelompok intervensi dan 4 orang

kelompok control selama 5 kali intervensi ( dalam 1 minggu), menunjukkan pengaruh

yang signifikan pada kondisi konstipasi dan frekuensi buang air besar.

6.1.3. Pengkajian dengan skala sangat akurat yaitu indek barthel dapat digunakan

untuk menilai ketidakmampuan fungsional pasien dalam melakukan ADL. Pada

pengkajian ini dapat diperoleh data yang mendukung untuk menegakkan diagnose

keperawatan dan menentukan intervensi terkait, selanjutnya juga sebagai evaluasi

untuk menilai kemandirian pasien. Selain itu pengkajian menggunakan format indek

barthel mudah dilakukan hanya butuh waktu 3 menit namun membawa manfaat pada

proses keperawatan klien sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

Pada hasil pelaksanaan inovasi seluruh perawat di ruang teratai lantai VI selatan

114

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 130: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

115

Universitas Indonesia

mengetahui cara penggunaan indek barthel, hampir seluruhnya menganggap indek

barhel mudah diaplikasikan dan hampir setengahnya yang menerapkan secara rutin.

6.2. Saran

Berdasarkan simpulan di atas dapat disarankan kepada :

6.2.1 Instansi pelayanan keperawatan

6.2.1.1 Perawat pelaksana dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan neurologis menggunakan RAM dengan beberapa persiapan antara lain

mendapatkan penyegaran teori RAM dan aplikasinya melalui pelatihan atau

mengikuti pendidikan pada strata sarjana atau pasca sarjana. Selanjutnya persiapan

lain yang berhubungan dengan sarana pendokumentasian seperti ketersediaan format

pengkajian berdasarkan teori RAM (yang berisi pengkajian perilaku dan stimulus

berdasarkan mode adaptasi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi),

format rencana keperawatan (berisi diagnose, tujuan dan intervensi), serta evaluasi

keperawatan (yang berisi data perilaku adaptif dan inefektif klien serta hasil analisis

perilaku adaptasinya (yang meliputi adaptif terintegrasi, kompensasi dan kompromi))

6.2.1.2 Perawat pelaksana dapat menerapkan masase abdomen dalam implikasi

keperawatan dapat dijadikan SOP dalam managemen bowel pada pasien stroke yang

mengalami konstipasi yang hanya butuh waktu 7 menit dengan tahap- tahap

pelaksanaan sesuai dalam lampiran 4. Hal ini merupakan tindakan mandiri perawat

dalam mengatasi masalah pasien, disamping manfaat lainnya menghindari efek

samping penggunaan laksativ dan efektif cost.

6.2.1.3 Perawat pelaksana di ruang teratai lantai 6 RSUP Fatmawati dapat

melanjutkan melakukan pengkajian barthel indeks dengan beberapa persiapan terkait

sarana dokumentasi yaitu penyediaan format indek barthel. Bagi kepala ruangan dan

perawat primer hendaknya mengupayakan pengkajian dengan indek barthel dijadikan

SOP di ruangan. Sementara perawat pelaksana pada tatanan klinis rumah sakit lain

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 131: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

116

Universitas Indonesia

terutama pada departemen neurologi dapat melaksanakannya dengan terlebih dahulu

mempelajari petunjuk pelaksanaannya dan persiapan sarana dokumentasi berupa

format sebagaimana terlampir pada lampiran 7.

6.2.1.4 Bagi pihak manajemen diharapkan dapat menjadi masukan untuk

dipertimbangkan menetapkan pengkajian barthel indeks menjadi SOP di ruangan

neurologi, dengan penyediaan sarana dokumentasi berupa format indek barthel,

sehingga perawat pelaksana dapat lebih rutin melakukan pengkajian kemapuan

fungsional pasien dalam melakukan ADL.

6.2.2 Ilmu keperawatan

Evidence base nursing practice ini dapat dilanjutkan menjadi suatu penelitian RCT

pada pasien stroke atau gangguan neurologis lain dengan populasi menurut wilayah

tertentu dan memperbanyak sampel, dan memperpanjang waktu tindakan sehingga

dapat diketahui waktu efektifitasnya untuk masase abdomen pada populasi tertentu,

namun mengingat banyaknya keterbatasan kognitif maupun kemampuan pasien

stroke, maka pertimbangan menggunakan alat ukur yang lebih sederhana perlu

diperhatikan.

6.2.3 Institusi pendidikan keperawatan

Aplikasi RAM dapat dimulai dengan menerapkan modeling yang jelas dalam proses

pembelajaran dalam bentuk role play sehingga dapat diaplikasikan oleh mahasiswa,

selanjutnya mahasiswa dapat mengembangkan lebih lanjut menurut bidang yang

diminati.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 132: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

117

UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA

Ackley, B. J., & Ladwig G. B.(2011), Nursing diagnosis handbook: an evidence

based guide to planning care, Mosby.Elsevier

Agachan F, Chen T, Pfiefer J., Reissman, P., & Wexner, D.S.(1996). A constipation

scoring system to simplify evaluation and management of constipated patients.

Journal disease colon rectum, 39, 681–685.

Alligood, M. R., & Tomey, M. A. (2006). Nursing Theory Utilization &

Application. Third Edition. Mosby : St. Louis. Missouri.

Ayers, T., Wells, M. (2007). Incontinence after stroke: guidance to overcome

shortcomings in management. British Journal of Neuroscience Nursing, 3(10),

468–471

Barthel index. (n.d.). Februari 22, 2011. http://www.radcliffeoxford.com/books/

samplechapter/2668/Gupta_Section%2002B 4af08800rdz.pdf

Black, M. J., & Hawks, H.J. (2005) Medical Surgical Nursing Clinical Management

for Contiunity of Care, 5 th

ed. WB Saunders Company, Philadelphia.

Bleser, S., Brunton, S., Carnichael, B., Olden, K.,Rasch, R.,& Stage, J.(2005)

managemen of cronic constipation recommendations from a concesus

panel.J.fam pract, 54 (8) 692-698

Bliss, D. Z., Jung, H. Z., Savik, K., & Lowry, A,C.(2001) Supplementation with

dietary fiber improves fecal incontinence, nurs,Res 50 (4): 203

Blissitt. (2006). Hemodinamic monitoring in the care of the critically ill,

neuroscience patient. AACN adv critical 17 (3) 327-340

Boysen, G., & Christensen, H.(2001). Stroke severity determines body temperature

in acute stroke. Stroke 32: 413–417.

Burrel & Barlack, (1997) Nursing Management of Adult with Neurologic Problem, 2 nd

ed, Appleton & Lange, USA

Christensen, P. J., & Kenney, J. W. (2009). Proses keperawatan aplikasi model

konseptual. (Yuyun Yuningsih & Yasmin Asih, Penerjemah). Jakarta: EGC.

Clarke, N. P., Barone, H. S., Hanna, H. D., Senesac, M. P.(2011). Roy’s Adaptation

Model Nursing Science Quarterly.24(4). 337–344.sagepub.com/journals

Permissions. nav DOI: 10.1177/08943 18411419223http://nsq.sagepub.com

Corbett, D., & Thornhill, J. (2000). Temperature modulation (hypothermic and

hyperthermic conditions) and its influence on histological and behavioral

outcomes following cerebral ischaemia. Brain Pathol 10: 145–152.

117

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 133: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

118

UNIVERSITAS INDONESIA

Cottingham & Bridges, (2006), Resucitation of traumatic shock: a hemodynamic

review.AACN adv critical.17 (3). 317-326

DeLaune, S. C., & Ladner, P. K. (2002). Fundamentals of nursing: Standards &

practice. 2th edition. USA: Delmar/Thomson Learning, Inc.

Dewing, J. (1992). Clinical review a critique of the barthel index. British. Journal of

Nursing, 1 (7), 325-329.

Dillon, P. M. (2007). Nursing health assessment: a critical thinking, case studies

approach. 2th

edition. Philadelphia: F. A. Davis Company.

Dochterman M.J., & Bulechek, (2004). Nursing interventions classification.

(NIC).4th

edition.St.Louis, Missouri: Mosby Elsevier.

Fletcher (2005). Immobility: Geriatric self learning module, Med.surg.Nurs.14

(1):35.

Folden, S. L., Backer, J. H., Maynard, F., Steven, K.,Gilbride, J.A., & Pires, M., et

al (2002) RNF practice guidelines for the management of constipation in adults.

Rehabilitation Nursing Foundation. Available at: http://www.rehabnurse.org.

Fuller G. (2006), Panduan Praktis pemeriksaan Neurologi, EGC, Jakarta

Ginsberg, L.(2008), Lecture Notes Neurologi, edisi kedelapan, Erlangga Jakarta

Gladstone, D. J., Danells, C. J., Black, S. E. The Fugl-Meyer. (2002), Assessment of

motor recovery after stroke: a critical review of its measurement properties.

Neurorehabilitation Neural Repair.Vol;16:232–240.

Goodrich & Bridges. (2006). Endpoint of resuscitation: what should will be

monitoring. AACN,adv critically care. 17 (3) 306-316

Grau, A.J., Buggle, F., Becher, Zimmermann, M., Spiel, T.,& Fent, M., et al.,

(1995). Recent infection as a risk factor for cerebrovascular ischemia. Stroke 26:

373

Grau, A. J., Buggle, F., Schnitzler, P., Spiel, M.,Lichy, C.,Hacke, W. (1999). Fever

and infection early after ischemic stroke. Journal Neurologi Science. 171: 115–

120.

Guyton, C.A., & Hall, J.E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Hankey GJ, Less KR, (2001), Stroke management in Practice, Harcot Health

Communication. Mosby International Ltd.

Harari, D.,Norton, C.,Lockwood,L.,Swift, C.,(2004). Treatment of constipation and

fecal incontinence in stroke patient: Randomize controlled trial. Journal of the

Ameican Heart Association.http://stroke.ahajournal.org/content/35/11/2549.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 134: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

119

UNIVERSITAS INDONESIA

Herdman, T. H. (2012). NANDA international nursing diagnoses: definitions and

classification 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.

Hinrich, M., Huseboe, J., & Tang, J.H., & Tittler, M.G. (2001) Research based

protocol. Managemen of constipation. Journal Gerontologi nurse 27 (2):17

Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical-surgical nursing critical

thinking for collaborative care. Philadelphia: Saunders Elseviers.

Jeon, S.Y., Jung, H.M., (2005) The effects of abdominal meridian massage on

constipation among CVA patients. Daehan Ganho Haghoeju; 35: 1, 135-142.

Kissela, B.M., Khoury, J., Kleindorfer, D., Woo, D., Schneider, A., Alwell, K.,et al

(2005) Epidemiology of ischemic stroke in patients with diabetes: the greater

Cincinnati/Northern Kentucky Stroke Study. Diabetes Care.28:355–359.

Lamas, K., Lindholm, L., Stenlund, H., Engstro, B., & Jacobsson, C.(2009) Effects

of abdominal massage in management of constipation: a randomised controlled

trial. International.Journal of Nursing Studies; 46: 759-767.

Lamas, K., Lindholm, L., Engstro, B., & Jacobsson, C. (2010) Abdominal massage

for people with constipation: a cost utility analysis. Journal of Advanced

Nursing; 66: 8, 1719-1729.

LaSala, A. C,. Connors, M. P., Pedro, T. J., & Phipps, M. (2007). The Role of the

Clinical Nurse Specialist in Promoting Evidence-Based Practice and Effecting

Positive Patient Outcomes. The Journal of Continuing in Nursing, 38(6), 262 –

270.

Liu, Z., , Sakakibara, R., Odaka, T.,Uchiyama, T.,Yamamoto,T., & Ito, T., et al

(2005) Mechanism of abdominal massage for difficult defecation in a patient with

myelopathy (HAM/TSP). Journal of Neurology, 252: 10, 1280–1282.

Lloyd-Jones D, Adams R, Carnethon M, De Simone G, Ferguson TB, Flegal K, et

al,(2009) Heart disease and stroke statistics–2009: a report from the American

Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee

published correction appears in Circulation. 119:e21– e18

Loretz, L. (2005). Primary care tools for clinicians a compendium of forms,

questionnaires, and rating scales for everyday practice. St. Louis, Missouri:

Mosby, Inc.

Lubkin & Larsen, (2006) Cronic illness impact and intervention, ed 6, Boston, Jones

and Barlett

Martino, R., Foley, N., Bhogal, S.,Diamant, N.,Speechley, M., & Teasell, R.(2005).

Dysphagia after stroke: incidence, diagnosis, and pulmonary complications.

Stroke 36: 2756–2763.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 135: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

120

UNIVERSITAS INDONESIA

McClurg, D.,Hagen, S., Hawkin, S., & Lowe-Strong, A.(2011) Abdominal massage

for the alleviation of constipation symptoms in people with multiple sclerosis: a

randomized controlled feasibility study. Journal Multiple Sclerosis; 17: 2, 223-

233.

Morgenstern, L. B., Hemphill, J. C., Anderson, C., Becker, K., Joseph, P., &

Broderick, E. (2010) Guidelines for the Management of Spontaneous

Intracerebral Hemorrhage : A Guideline for Healthcare Professionals From the

American Heart Association/American Stroke Stroke. ;41:2108-2129; originally

published online

Mumenthaler & Mattle, (2006), Fundamental of neurologi an illustrated

guide.thieme. Stuttgart.

Moorhead, S.,Johnson, M., & Maas, M. (2004). Nursing outcomes classification

(NOC).3th

edition.St.Louis, Missouri: Mosby Elsevier.

Ness, W.(2008) Faecal incontinence: what influences care and management options?

British Journal of Nursing. 17, 18, 1148-1152.

Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI (2011).

Sambutan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. Ph pada

Pemancangan Tiang Pertama Pembangunan Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

(National Brain Centre Hospital) di Jakarta. Mei. 17 2012. .http://www.depkes.

go.id/index.php/berita/press-release/1705-indonesia-bangun-rumah-sakit-pusat-

otak-nasional-national-brain-centre-hospital-.html

Price S.A., dan Wilson, (2006), Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit,

EGC, Jakarta

Quander, C.R., Morris, M.C., Melson, J., Bienias, J.L., & Evans, D.A. (2005),

Prevalence of and factors associated with fecal incontinence in a large

community study of older individuals. Am Journal Gastroenterologi; 100:905-

909

Radawiec, & Gonzalez, C.,M. (2009). Safe ambulation an orthopaedic patient,

Journal Orthop Nurse.28 (2): 24-27

Roy, C.S.,& Andrews, A.H.(1999). The Roy adaptation models, 2th

edition, Appleton

& Lange,USA

Sakakibara, R., Hattori, T., Yasuda, K., Yamanishi,T. (1996), Micturitional

disturbance after acute hemispheric stroke: Analysis of the lesion site by CT and

MRI. Journal of the NeurologicalSciences ; 137:47–56.

Schaller, B.J., Graf, R., Jacobs, A.H.(2006), Pathophysiological changes of the

gastrointestinal tract in ischemic stroke. American Journal of Gastroenterology;

101:1655–1665.60.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 136: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

121

UNIVERSITAS INDONESIA

Silbernagl, S., & Lang, F. (2006). Teks & atlas berwarna patofisiologi. (Iwan

Setiawan & Iqbal Mochtar, Penerjemah). Jakarta: EGC.

Sinclair M (2010), The use of abdominal massage to treat chronic constipation,

Journal of bodywork and movement therapies, XX, 1-10 Science direct

Sunaryo (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

The Medifocus Guidebook on Myelodysplastic Syndromes.163 pages; last updated

June 7, 2012

Thompson, D.G.(2006), Neurogastroenterology: Imaging of the sensory and motor

control of the GI tract. Journal of Psychosomatic Research; 61:301–304.

Thompson, W.G., Long, Longstreth, G.F., Drossman, D.A, Heaton, K.W.,& Irvine

E.J., et al (1999), Functional bowel disorders and functional abdominal pain. Gut

;45(suppl 2):43– 47.

Warlow, C.P., Dennis, M.S., Gijn, V.J., Hankey, G.J., Sandercock, P. A., &

Bamford, J.M. (2007), Stroke, In: apractical guide to management. Ist

ed.London : Blackwell Science.

Weisbrodt, N. W. (2001). Motility of the large intestine. In: Johnson LR, ed (2001).

Gastroinestinal Physiology.6th ed, St. Louis, Mo: Mosby, Inc.,p:57–63.

Wilkinson, J. M. (2007). Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC

dan kriteria hasil NOC. (Widyawati, Syahirul Alimi, Elsi Dwihapsari & Intan

Sari Nurjannah, Penerjemah).

Winge K, Rasmussen D, & Werdelin, L.M. (2003), Constipation in neurological

diseases. Journal Neurosurgery Psychiatry; 74:13–19.

Wolf, P.A., D’Agostino, R.B., Kannel, W.B., Bonita, R., & Belanger, A.J. (1988).

Cigarette smoking as a risk factor for stroke: the Framingham study. JAMA.

259:1025–1029.

Wright & Leahey ,(2005). Nurses and families: a guide to family assessment and

intervention, ed.4, Philadelphia, FA Davis

Su, Y., Zhang, X., Zeng, J., Pei, Z., Cheung, F. T. R., & Zhou, Q.. et al. (2009), New

onset Constipation at Acute Stage After First Stroke Incidence, risk Factors, and

Impact on the Stroke Outcome, journal American heart Association. 40:1304-

1309

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 137: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

lampiran 1

PENGKAJIAN KEPERAWATAN DENGAN PEDEKATAN TEORI ADAPTASI ROY

INFORMASI UMUM

Nama: .................................................................................... Status: TM/M/D/J No. RM : ...................................................

Umur: ........................................................tahun Pendidikan: ........................ ........................... Tgl. MRS: ..................................................

Jenis Kelamin: L P Pekerjaan : ............................................. ...... Tgl. Pengkajian: .........................................

Agama: .................................................................................. Suku : ................................................... Dx. Medis: .................................................

Informan: .............................................................................. Alamat : ......................................................................................... ...............................

Keluhan utama: ....................................................................................................................................................................................................................

Riwayat Keluhan Utama: ................................................................................................................................................. ...................................................

............................................................................... ............................................................................................................................. ...................................

................................................................................................ ............................................................................................................................. ..................

................................................................................................................. ............................................................................................................................. .

............................................................................................................................. ..................................................................................................................

1. ADAPTASI FISIOLOGI

OK

SIG

EN

AS

I

PENGKAJIAN PERILAKU

Subjektif:

Kesulitan bernapas: Tidak, Ya: .................................................................................... .....................................................................................

Aktivitas mempengaruhi pernapasan: Tidak, Ya: ................................................................................................................ ..............................

Batuk: Tidak, Ya:........................................................................ ........................................................................................................................

Objektif:

Tekanan darah: ..................mmHg, Nadi: ......... x/menit, Suhu: ..........oC, Pernapasan:..........x/menit, CRT: ..........detik

Irama napas: ........................Penggunaan otot aksesori pernapasan: Tidak Ya Bunyi napas: Vesikuler Ronchi Wheezing

Bunyi jantung: ...................................................................................................................

Analisa Gas Darah: Tanggal: ........................................

pH: ......................... PaO2: .........................mmHg PaCO2: ............................mmHg HCO3: ...................mmol/L

Saturasi O2: ............% BE: .............................mmol/L Total CO2 ........................mmol/L

Radiologi: ................................................................................................................................... .................................................................................

CT Scan: ..................................................................................................................................................................... .................................................

................................................................................. ............................................................................................................................. ........................

Therapy: ................................................................................................. ......................................................................................................................

PENGKAJIAN STIMULUS

Stimulus Fokal:

Stimulus Kontekstual:

Stimulus Residual:

NU

TR

ISI

PENGKAJIAN PERILAKU

Subjektif:

Apakah mengalami: Anoreksia Mual Muntah Kesulitan mengunyah Kesulitan menelan

Frekuensi makan:......../hari, jenis makanan: .............................................................Diet khusus: Ya:...................... Tidak

Alergi terhadap makanan? Ya ............................ Tidak

Objektif:

Kulit: Ruam Edema Kering Lembab Kuku: Warna .................... Kebersihan: ...........................................................................

Mukosa Oral/Bibir: Lembab Lesi Pucat Gigi: Jumlah Gigi............Buah Kebersihan: .....................................................................

Gusi: Perdarahan Inflamasi Lidah: Warna....................... Edema Lesi

BB: .................. Kg IMT: .................Kg/M2

TB: ...................Cm LLA: ................. Cm

Laboratorium:

Hb...................g/dl Hematokrit: ..................% Trombosit: ...............ribu/µl Eritrosit: .............. .... juta/µl Albumin: ..................g/dl

SGOT: ...................U/l SGPT: ......................... U/l GDS: ........................mg/dl

Therapy: .................................................................................................................... ..................................................................................................

PENGKAJIAN STIMULUS

Stimulus Fokal:

Stimulus Kontekstual:

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 138: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

lampiran 1

Stimulus Residual:

EL

IMIN

AS

I

PENGKAJIAN PERILAKU

Subjektif:

BAK: Tidak ada masalah Retensi Inkontinensia Frekuensi Disuria Perasaan terbakar Nokturia Lain-lain ......................

BAB: Tidak ada masalah Konstipasi Diare Inkontinensia Nyeri Melena Lain-lain ..................................................................

Apakah membutuhkan obat-obatan untuk BAB/BAK?

Objektif:

Urine: Bau ....................... Warna: .................... Jumlah: .....................Feses: Bau: ..................... Warna: ....................... Konsistensi: .................

Distensi bladder Ya Tidak Teraba scibala Ya Tidak Bising usus: .........x/menit

Laboratorium:Urine: ...............................................................................................Feses: ......................................................................................

PENGKAJIAN STIMULUS

Stimulus Fokal:

Stimulus Kontekstual:

Stimulus Residual:

AK

TIV

ITA

S/I

ST

IRA

HA

T

PENGKAJIAN PERILAKU

Subjektif:

Jenis aktivitas yang dilakukan: ......................................... Frekuensi .......................... Intensitas ..........................Durasi......................

Adakah sesuatu yang membatasi aktivitas bapak/ibu? .......................................................................... .....................................................................

Kualitas tidur: ................................. Kuantitas tidur: ..................jam/hari Gangguan tidur: Tidak Ya: ..............................................

Objektif:

Keterbatasan: Tidak ada Kelemahan Kelelahan Lain-lain......................................................................................................................... .

Tonus otot: Normal Menurun Meningkat Massa otot: Normal Atropi Hipertropi

ROM terbatas: Ya Tidak, Hemiplegia: Ya Tidak, Hemiparese: Ya Tidak, Kekuatan otot: ....................................................

Kemampuan perawatan diri: Derajat ADLs 0: Mandiri 1: Memerlukan alat bantu 2: Memerlukan bantuan orang lain

3: Memerlukan alat bantu dan bantuan orang lain 4: Tergantung

[ ]Makan [ ]Mandi [ ]Merawat diri [ ]Berpakaian [ ]Penggunaan toilet [ ]Berpindah/Ambulasi

Kesimpulan: ................................................................................................................. ................................................................................................

Perubahan gaya berjalan: Pelan Sulit melangkah Kaki diseret, Kordinasi dan keseimbangan: ...................................................................

Bahasa non verbal: Menguap Bayangan hitam di bawah mata Tidak dapat berkonsentrasi

PENGKAJIAN STIMULUS

Stimulus Fokal:

Stimulus Kontekstual:

Stimulus Residual:

PR

OT

EK

SI

PENGKAJIAN PERILAKU

Subjektif:

Riwayat: Trauma Alergi, Jelaskan..................................................................................................................... .................................................

Objektif:

Kulit: Intak Dekubitus Lesi Luka Lembab Lain-lain................................................................................................................

Temperatur kulit: Panas Hangat Dingin Turgor: baik Menurun Jelek

Rambut: Distribusi:...............teksture:....................Kondisi kulit kepala: ............ Kuku: .............. Perspirasi: ............ Membran mukosa:.............

Respon peradangan: panas merah bengkak nyeri

Laboratorium: ..................................................................................................................................................... .........................................................

Therapy: ................................................................ ............................................................................................................................. ..........................

PENGKAJIAN STIMULUS

Stimulus Fokal:

Stimulus Kontekstual:

Stimulus Residual:

SE

NS

AS

I

PENGKAJIAN PERILAKU

Subjektif:

Apakah ada gangguan penglihatan? Tidak Kacamata

Apakah ada gangguan pendengaran? Tidak Tuli [D/S] Alat bantu dengar [D/S]

Kesulitan pengecapan dan penghidu: Ya Tidak, jelaskan ............................................................................................................................. .....

Nyeri/ketidaknyamanan:

Jelaskan: ............................................................................................ ...........................................................................................................................

Objektif:

Gangguan fisik pada: Mata Telinga Hidung Lidah Kulit, Lama mengalami gangguan: ........................ Visus OD/OS: .................

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 139: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

lampiran 1

Sensasi: Nyeri [ ] Suhu [ ] Taktil [ ] Posisi [ ] Vibrasi [ ], Skala nyeri (1-10):............Ekspresi wajah................ Perilaku: ......................

Therapy: ........................................................................................................................................................ .............................................................

PENGKAJIAN STIMULUS

Stimulus Fokal:

Stimulus Kontekstual:

Stimulus Residual:

CA

IRA

N,

EL

EK

TR

OL

IT

DA

N A

SA

M B

AS

A

PENGKAJIAN PERILAKU

Subjektif:

Jenis minuman yang dikonsumsi: ............................Jumlah: ..................., Apakah mengkonsumsi suplemen? Ya: .............................. Tidak

Objektif:

EKG:......................................................................................................................... ..................................................................... ...............................

Laboratorium: Tanggal:.................. Natrium:........... mmol/l Kalium: ........mmol/l Chlorida: ...........mmol/l

Therapy: .................................................................................................................... ...................................................................................................

PENGKAJIAN STIMULUS

Stimulus Fokal:

Stimulus Kontekstual:

Stimulus Residual:

FU

NG

SI

NE

UR

OL

OG

IS

PENGKAJIAN PERILAKU

Subjektif:

Apakah merasa ada perubahan dalam rentang perhatian? kewaspadaan? ingatan? Jelaskan:........................................................................... ..........

Apakah mengalami kesulitan menelan? Makan? Berjalan? Jelaskan: ......................................................... ...............................................................

Apakah pernah mengalami kejang? Kapan? Berapa kali? Berapa lama? Jelaskan: .................................................. ..................................................

Apakah mengalami tremor? Dimana? Berapa lama? Jelaskan: ...................................................................................... ............................................

Objektif:

Status Mental

Tingkat kesadaran: Compos mentis Apatis Somnolen Sopor Soporo-comatous Coma Skor GCS: E....M....V..........

Orientasi: Waktu Ya Tidak Tempat Ya Tidak Orang Ya Tidak

Memori: Segera Ya Tidak Jangka pendek Ya Tidak Jangka panjang Ya Tidak

Bahasa: Disartria Afasia Disfonia Aleksia

6CIT (6-item Cognitive Impairtment Test):

Tahun berapa sekarang? Benar [0] Salah [4]

Bulan apa sekarang? Benar [0] Salah [3]

Tanyakan pada pasien untuk mengingat alamat (Fase Memori)

Mis: John/Brown/42/West Street/Chicago

Tanyakan waktu sekarang (dalam sebuah jam) Benar [0] Salah [3]

Hitung mundur dari 20 – 1 Benar [0] 1 salah [2] >1 salah [4]

Sebutkan 12 bulan dalam tahun dari belakang Benar [0] 1 salah [2] >1 salah [4]

Ulangi Fase Memori Benar [0] 1 salah [2] 2 salah [4] 3 salah [6] 4 salah [8] semua salah [10]

Skor > 8 : Gangguan kognitif

Nervus cranial: Normal Tidak normal, Gambarkan penyimpangan: .......................................................................... ...................................

Refleks Fisiologis: Biseps:......./....... Triseps: ......../....... Patella: ......../......... Achilles: ........../.......... Refleks Patologis: Babinsky........./...........

Iritasi Meningen: Kaku kuduk: ........ Brudzinsky I: ........./........ Brudzinsky II: ......../........ Kernig sign:........./..........Laseque sign: ........./.........

Tes Diagnostik: ..........................................................................................................................................................................................................

Therapy: ........................................................................................................................... ............................................................................. ..............

PENGKAJIAN STIMULUS

Stimulus Fokal:

Stimulus Kontekstual:

Stimulus Residual:

FU

NG

SI

EN

DO

KR

IN PENGKAJIAN PERILAKU

Subjektif:

Apakah ada riwayat diabetes melitus?

Objektif:

Pembesaran tiroid: Ya Tidak Eksoftalmus: Ya Tidak Kretinisme: Ya Tidak Gigantisme: Ya Tidak

Laboratorium: ..........................................................................................................................................................................................................

Therapy: .................................................................................................................... ...................................................................................................

PENGKAJIAN STIMULI

Stimulus Fokal:

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 140: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

lampiran 1

Stimulus Kontekstual:

Stimulus Residual:

2. KONSEP DIRI

FIS

IK-D

IRI/

PE

RS

ON

AL

DIR

I

PE

RS

ON

AL

DIR

I

PENGKAJIAN PERILAKU

Subjektif:

Sensasi tubuh:

Bagaimana perasaan bapak/ibu dengan penyakit yang dialami? .................................................................. ..............................................................

Citra tubuh:

Apakah pernah mengalami perubahan fisik pada tubuh bapak/ibu? Ya Tidak

Perubahan fisik yang dialami:................................................................................................ ......................................................................................

Apakah bapak/ibu sulit menerima perubahan kondisi yang dialami? ........................................................................ .................................................

Bagaimana perasaan bapak/ibu terhadap penampilannya? .........................................................................................................................................

Konsistensi diri:

Bagaimana bapak/ibu menggambarkan diri sebagai manusia? Karakter pribadi? ................................................... ...................................................

Ideal diri:

Apa harapan bapak/ibu terhadap diri?............................................................................................................................ ..............................................

Moral-etik-spiritual diri:

Keyakinan spiritual: ........................................................ Jenis aktivitas keagamaan yang diikuti: ............................ .........................................

Objektif:

Komunikasi non verbal: Tidak mau melihat bagian tubuh ............................ Tidak mau menyentuh bagian tubuh .....................................

Penampilan: ................................................................................................................. ................................................................................................

Ekspresi perasaan: Menyalahkan diri Tidak berdaya Kesendirian Perasaan sedih yang sangat hebat

Nilai dan praktik keagamaan sejak sakit: ....................................................................................................................................................................

PENGKAJIAN STIMULUS

Stimulus Fokal:

Stimulus Kontekstual:

Stimulus Residual:

3. FUNGSI PERAN

PENGKAJIAN PERILAKU

Peran primer: ............................................................................................................................. ..................................................................................

Peran sekunder: ............................................................................................................................................................. ..............................................

Peran tertier: ..................................................................... ............................................................................................................................. ..............

Pengharapan keluarga/orang terdekat: ............................................................................... ..........................................................................................

Pendapat bapak/ibu tentang pengharapan orang lain? .......................................................................... .......................................................................

Harapan terhadap diri sendiri: .............................................................................................. .......................................................................................

Objektif:

Peran selama sakit: ......................................................................................................... .............................................................................. ...............

PENGKAJIAN STIMULUS

Stimulus Fokal:

Stimulus Kontekstual:

Stimulus Residual:

4. INTERDEPENDENSI

PENGKAJIAN PERILAKU

Anggota keluarga: ........................................................................................................................................................................................................

Orang yang paling dekat: ........................................................... alasan: ....................................................................................... ..............................

Selain keluarga, sosialisasi dengan ................................................................ ..............................................................................................................

Objektif:

Respon non verbal saat berinteraksi dengan orang lain: ............................................................................................................................. ...............

Observasi perilaku memelihara kasih sayang, perhatian, bantuan: ................................................... ..........................................................................

PENGKAJIAN STIMULI

Stimulus Fokal:

Stimulus Kontekstual:

Stimulus Residual:

(Oleh Residen Neuro: Puji, Ardi, Dwi)

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 141: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

RESUME KASUS RESIDENSI

N

O

RIWAYAT SINGKAT PERILAKU STIMULUS DIAGNOSA EVALUASI

STROKE HEMORAGIK

1 SH+DM +on CKD

Tn P usia 46 tahun,

pendidikan tidak sekolah (

klien buta huruf),

pekerjaan Satpam,

menikah, agama

islam,suku jawa, alamat

jl.gelatik atas kelurahan

rengas, No RM: 01143964.

Klien MRS hari sabtu

tanggal 28/04/12 di IGD

RSUP Fatmawati, lalu

masuk ruang teratai LVI

tanggal 29/04/12. Klien

mengatakan 1 hr sebelum

mrs merasakan sakit kepala

mulai bangun tidur pagi

hari, lalu minta diantar istri

kekamar mandi, setelah

dari kamar mandi tiba-tiba

badan sudah lemes sisi

kanan. Riwayat pingsan (-

), kejang (-), muntah (-),

tanggal 29 malam klien

mengeluh sakit kepala

sampai teriak- teriak.

Riwayat HT (+) sejak 2 th

tidak terkontrol baik,

riwayat DM sejak 2 th

juga tanpa pengawasan

dari dokter secara teratur

(klien membeli obat

metformin sendiri di

apotik), klien baru

mengetahui sakit DM dan

Tanggal pengkajian 30 Mei 2012, Tekanan darah saat di

IGD adalah 200/120 mmHg, saat ini tensi 220/120 mmHg,

MAP 153,3, N= 96x/mt, RR 20 X/mt pupil isokor ɸ

2mm/2mm, suhu 37,1°C, kesadaran camposmentis GCS

E4M6V5. Hasil CT Scan tgl 28 April 2012= perdarahan

pada basal ganglia + 3 cc, infark parietal kiri,

intraventrikuler lateralis, basal ganglia bilateral, capsula

interna kanan. Sinusitis maksilaris kanan. Riwayat merokok

sejak muda 2 bungkus sehari, dalam 5 tahun ini sudah

berhenti, menurut istri klien punya riwayat penyakit asam

urat, dan jika dirumah sudah berusaha tidak makan manis-

manis tetapi menurut tetangga klien sering tidak patuh

terhadap makanan pantangan. Klien belum bab sejak mrs +

3 hari, BU 12x/mt, perkusi abdomen timpani Klien

mengatakan malas makan karena kepalanya sakit, nyeri

kepala skala 8 dan juga badan terasa sakit semua. Hasil

laboratorium : 28/4/12 hemoglobin adalah 17 g/dL (13 –

17,3 mg/dL), Hematocrit 49%, ureum 73 (20-40), creatinin

3,0 (0,6 – 1.5 tgl 30/4/12 kadar Albumin 3,5 (3,4-4,8),

Asam urat 11,2 (<7), GDP 107 (80-100), GD 2jpp 125 (80-

145), trigliseride 249 (<150), cholesterol total 226 (<200).

Tinggi badan 160 cm, LILA 31 cm, perkiraan BB 67,45kg.

BB ideal 56 kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah

26.34 (N 18,5 – 24,9). Kesadaran composmentis, GCS 15

(E4M6V5), kekuatan otot 4444

4433|

5555

5555; reflek fisiologi : bisep,

trisep, patella, tendon achiles +2

+2|

+2

+2 dalam batas normal;

Fungsi serebelum: dengan test telunjuk-hidung , tumit-lutut,

dan tangan yang dijulurkan didapatkan hasil normal atau

koordinasi baik. Fungsi otonom : inkontinensia uri tidak

didapatkan. Inkontinensia alvi; tidak didapatkan.

Sensibilitas tidak terganggu. Tanda peningkatan tekanan

intrakranial : nyeri kepala (+), muntah (-), papiledema (-).

Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig

>135/>135, Laseque >70/>70. Babinski (+/-), brudinski I &

Stimulus fokal adalah

perdarahan

intraserebral dan

infark serebral

stimulus kontekstual

adalah Hipertensi,

asam urat tinggi dan

DM, stimulus residual

adalah kebiasaan

merokok dan ketidak

patuhan diet.

- Ketidakefekt

ifan perfusi

jaringan

serebral

- Kerusakan

mobilitas

fisik

- Nyeri akut

- Gangguan

eliminasi

Alvi

konstipasi

- Kecemasan

- Ketidak

efektifan

Managemen

terapiutik

individu

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 12 hari

didapatkan hasil perfusi jaringan

serebral adekuat, nyeri kepala

pada hari ke tiga sudah menurun

skala 3 dan pada hari ke- 10

sudah skala 1, pola BAB sudah

stabil mulai hari ke 5, klien

mengungkapkan akan menjalani

program pengobatan sesuai yang

disarankan perawat atau dokter,

klien mengungkapkan terjadi

perkembangan meningkat pada

kesehatannya, istri klien

mengungkapkan sudah berhasil

mengurus jaminan kesehatan

suaminya sehingga mempunyai

harapan suaminya bisa

mendaptkan pengobatan sampai

tuntas. Klien tampak lebih

tenang bahwa biaya rumah sakit

tidak membebani fikirannya lagi.

Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa Tn P adaptif

terhadap kondisi yang dialami

saat ini.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 142: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

HT ketika opname di RS

suyoto th 2010 akibat

serangan stroke, pada saat

itu klien juga mengalami

kelemahan pada tangan

dan kaki kanan dan MRS

selama 1 minggu.

II (-). Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut :

Nervus I-XII tidak ada gangguan, hanya pada Nervus VII

parese dekstra sentral, wajah sedikit asimetris lemah pada

sisi dekstra.

2 SH + HT

Ny. S, usia 62 th, agama

Islam, Status janda 2 anak,

pekerjaan ibu rumah

tangga, suku betawi,

alamat jl. Jurang mangun

barat no 17 Pare, suku

betawi. Klien MRS tgl 26

Februari 2012,. Diagnosa

medis waktu masuk IRD :

CVD SH saat ini CVD SH,

HT grade II, pneumonia.

Tensi darah waktu masuk

200/110 mmHg, mulai

tanggal 27/2/2012 –

29/2/2012 tensi turun

180/100 mmHg, mulai tgl

13/3/2012 sampai saat ini

tensi rata-rata 130/80

mmHg. Keluarga

mengatakan 1 hari

sebelum MRS malam

setelah sholat isya klien

tiba-tiba mengalami

kelemahan pada kanan dan

tangan kanan, mulut

mencong kekiri, klien tidak

mampu bicara, tersedak

saat minum, mual, muntah

(-), pingsan(-), Kejang (-),

riwayat HT (+) sejak 10 th

tidak terkontrol

Pengkajian tgl 3/April/2012 sehingga saat dikaji klien

sudah memasuki hari ke 37, klien mengalami kesulitan

menelan disebabkan stroke hemoragik, saat dikaji klien

masih terpasang NGT dan mendapat diet blender 1200

kalori personde. tensi 130/80 mmHg, suhu 37°C, Nadi:

88x/mt, RR: 20 x/mt pupil isokor 3mm/3mm, kesadaran

komposmentis, E4M6Vafasia klien mengalami disfagia derajat

I (drooling, wajah tidak simetris, gerakan lidah

terganggu/mengalami kelemahan, tidak bisa menutup bibir)

batuk(-),. keadaan kulit agak bersih, terdapat bekas lecet,

edema pada tangan kanan, skor Braden Scale 11 (risiko

tinggi untuk terjadi luka tekan), Eliminasi urin : terpasang

kateter, produksi urine dalam sehari 2000 cc/hari. Warna

urin jernih, Eliminasi fekal : BAB (+) mulai tanggal

26/3/2012 klien diare, warna kecoklatan frekwensi sering,

cair + ampas.BU 12x/mt, perkusi abdomen timpani, Suhu

37° C hasil CT Scan menunjukkan perdarahan

intraventrikuler. Tanda peningkatan tekanan intrakranial:

nyeri kepala (-), muntah (-), papiledema tidak dilakukan.

Tanda rangsang meningeal : Kernig >1350/>135

0, Laseque

>700/>70

0 kaki kanan nyeri, Brudinski I & II -/-.

Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut : Nervus I

(olfaktorius), II sulit dinilaii; pupil bulat isokor Ø 3 mm/3

mm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata

kanan dan kiri +/+, Nervus III, IV,V dan VI tidak ada

parese;parese nerves VII dextra dan XII dextra : disfagia;

Nervus VIII tidak mengalami gangguan pendengaran;

Nervus IX, dan X klien mengalami afasia, disfagia

(gangguan menelan); Nervus XI parese dextra. Kekuatan

otot 1111

1111

5555

5555

Stimulus fokal adalah

penurunan kekuatan

otot, stimulus

kontekstual adalah

perdarahan

intraventrikuler,

pneumonia. stimulus

residual adalah

hipertensi sejak 10 th

yang lalu.

- Risiko

aspirasi

- Kerusakan

menelan

- Nutrisi

kurang dari

kebutuhan

- Inkontinensi

a fecal

- Kerusakan

integritas

kulit

- Kerusakan

komunikasi

verbal

- Risiko

disuse

syndrome

- Incontinensi

a urine

Klien KRS tgl 10/04/12

Pada hari ke-44 NGT masih

belum dilepas, Klien mendapat

peningkatan diit untuk koreksi

berat badan dan infeksi, secara

berangsur diet klien ditingkatkan

dengan penambahan putih telur

(3 butir putih telur dengan 3 kali

pemberian, dengan perincian 3 x

120 kcal= 360 kcal) sehingga

kalori yang diterima klien

menjadi 1632 kcal. Klien

diperbolehkan pulang dengan

evaluasi tidak terjadi aspirasi,

komunikasi sudah mampu

menyebutkan namanya,

mobilisasi meningkat sudah

mampu duduk dengan disanggah

selama 2 jam 4 kali sehari,

buang air besar perubahan

konsistensi feses dari type 6

dalam kartu bristol menjadi type

5, frekwensi BAB berkurang

menjadi 3 kali sehari. Integritas

kulit utuh lecet- lecet sudah

membaik, foley catheter masih

terpasang. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa Ny.S

adaptif dengan kondisi yang

dialami saat ini, hanya saja

masih terjadi disfagia dan afasia

yang dibutuhkan latihan oral

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 143: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

exercise lebih lanjut. sehingga

untuk kerusakan menelan, dan

komunikasi masih belum

adaptif. Perawatan klien

dilanjutkan oleh perawat

homecare.

3 SH+ HT

klien Ny J usia 55 tahun,

pendidikan SD, suku jawa

pekerjaan ibu rumah

tangga, menikah, agama

islam, alamat jl.pamulang

barat tangerang No RM:

010955951. Klien mrs tgl

5 oktober 2011 di HCU,

melalui IGD RSUP

Fatmawati.. Klien Ny.J

ditemukan keluarga

pingsan dirumah

kontrakan, tidak sadar 6

jam sebelum mrs, muntah

(-), Kejang (-), riwayat HT

(+) sejak 6 th tidak

terkontrol baik, riwayat

DM tidak diketahui,

Tanggal pengkajian, 5 Oktober 2011 jam 13.00 tekanan

darah 200/110 mmHg, MAP klien adalah 140 (N=70-130),

kesadaran sopor-coma, pupil bulat anisokor Ø 2 mm/4 mm,

reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata kanan

dan kiri +/+, hasil CT Scan menunjukkan adanya

perdarahan intraparenkimal dengan edema perifokal di

lobus temporal kanan dengan estimasi volume perdarahan

+21.6 ml disertai herniasi subfalcin kekiri perdarahan

subdural regiofronto temporo parietal kanan, kesadaran

sopor-coma, terpasang NGT, diit cair 3 x 250 cc. bising

usus 10 x/menit, perkusi timpani, palpasi supel. Tinggi

badan 155 cm, LILA 24 cm, perkiraan BB 46.8kg. BB ideal

49.5; BMI klien berdasarkan taksiran BB 1.95 (N 18,5 –

24,9). kekuatan otot sulit dikaji; reflek fisiologi : bisep

+1/+1, trisep +1/+1, patella +1/+1, tendon achiles +1/+1.

reflek patologi : Babinski, Chaddock, Gordon, Oppenheim,

Schaefer, (-/-). Fungsi serebelum: test koordinasi belum

dapat dikaji. Fungsi otonom: inkontinensia uri, terpasang

kateter menetap.Tanda peningkatan tekanan intrakranial :

nyeri kepala (-), muntah (-), papiledema tidak dilakukan.

Tanda rangsang meningeal : belum dapat dikaji.

Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut : Nervus

I,II, IV,VI,VII,VIII,IX,X,XI,XII belum dapat dikaji; Nervus

III pupil bulat anisokor Ø 2 mm/4 mm, reflek cahaya

langsung dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+

Stimulus fokal adalah

penurunan kesadaran ,

stimulus kontekstual

perdarahan

intraparenkimal

dengan edema

perifokal di lobus

temporal kanan

dengan estimasi

volume perdarahan

+21.6 ml disertai

herniasi subfalcin

kekiri perdarahan

subdural regiofronto

temporo parietal

kanan, perdarahan

subarakhnoid stimulus

residual adalah

hipertensi sejak 6 th

yang lalu.

- Risiko

aspirasi

- Ketidakefe

ktifan

perfusi

jaringan

serebral

- Nutrisi

kurang dari

kebutuhan

- Risiko

gangguan

integritas

kulit

- Defisit

perawatan

diri total

.

Pada hari kedua perawatan

kondisi klien menurun:NGT

produksi warna hitam, terjadi

stress ulcer, peningkatan suhu

40° C, RR 38x/mt, T=140/80 N

76x/mt kaku kuduk (+),

Brudzinski I/II= (-) GCS=1-1-1

Memasuki hari ke 3 tanggal

6/10/12 pukul 02.10 klien apnoe

dan meninggal, dengan demikian

dapat disimpulkan klien

maladaptif terhadap kondisi

yang dialami.

4 SH+ HT

Tn As/55 th, agama Islam,

pendidikan SD, tidak

bekerja (mantan satpam),

suku Betawi, RM

01141364,alamat: Jl Jati

RT 05/RW04 sawangan

baru, Tanggal MRS

Tanggal pengkajian 23/04/2012, tensi 170/90 mmHg, MAP

116 (N=70-130), N= 76x/mt, RR 20 X/mt pupil isokor ɸ

3mm/3mm, suhu 36,6°C, kesadaran camposmentis GCS

E4M6V5. Hasil CT Scan tgl 20 April 2012= perdarahan

Thalamus kanan, periventrikel lateralis kanan,

intraventrikel lateralis kanan, tampak infark pada basal

ganglia kanan dan parietalis kanan. Klien belum bab + 5

hari, BU 10x/mt, perkusi abdomen timpani Klien

Stimulus fokal adalah

perdarahan

intraserebral stimulus

kontekstual adalah

Hipertensi, stimulus

residual adalah

kebiasaan merokok,

riwayat stroke

- Risiko

perubahan

perfusi

jaringan

serebral

- Kerusakan

mobilitas

fisik

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 10 hari

didapatkan hasil perfusi

jaringan serebral adekuat, nyeri

kepala pada hari ke-4 sudah

menurun skala 3 dan pada hari

ke-8 sudah skala 1, pola BAB

sudah stabil mulai hari ke-2,

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 144: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

20/04/12, klien 3 hari di

IGD, Riwayat keluhan

masuk klien sedang

mengangkat serpihan

bahan bangunan waktu

merenovasi rumah, tiba-

tiba tubuh terasa lemas,

duduk tidak kuat, dan

jatuh- jatuh terus. riwayat

HT (+) sejak tahun 1996

berobat tidak teratur, tahun

1996 pernah MRS

seminggu kena stroke,

riwayat DM (-). Riwayat

merokok sejak usia 20

tahun, 12 batang sehari.

mengatakan muntah- muntah terus mulai di IGD, hari ini

belum mau makan pagi tadi hanya makan sereal, nyeri

kepala skala 7. Hasil laboratorium : 18/4/12 hemoglobin

adalah 13 g/dL (13 – 17,3 mg/dL), Hematocrit 39.2%,

ureum 22 (20-40), creatinin 1.1 (0,6 – 1.5 tgl 30/4/12 kadar

GDS 119 (79-140),SGOT 20 mg/dl (N: <31), SGPT 25 (N:

<31). Tinggi badan 160 cm, LILA 30 cm, perkiraan BB

64.85 kg. BB ideal 56 kg; BMI klien berdasarkan taksiran

BB adalah 25.3 (N 18,5 – 24,9) Kesadaran composmentis,

GCS 15 (E4M6V5), kekuatan otot 5555

5555|

3344

4444; reflek

fisiologi: bisep, trisep, patella, tendon achiles +2

+2|

+2

+2 dalam

batas normal; Fungsi serebelum: dengan test telunjuk-

hidung , tumit-lutut, dan tangan yang dijulurkan didapatkan

hasil normal atau koordinasi baik. Fungsi otonom :

inkontinensia uri tidak didapatkan. Inkontinensia alvi; tidak

didapatkan. sensibilitas tidak terganggu.Tanda peningkatan

tekanan intrakranial : nyeri kepala (+), muntah (+) 3X mulai

pagi, papiledema (-). Tanda rangsang meningeal: Kaku

kuduk (-) Kernig >135/>135, Laseque >70/>70. Babinski (-

/+), brudinski I & II (-). Pemeriksaan saraf kranial adalah

sebagai berikut : Nervus I-XII tidak ada gangguan, hanya

pada Nervus VII parese dekstra sentral, wajah asimetris

lemah pada sisi kiri.

- Nyeri akut

- Gangguan

eliminasi

Alvi

konstipasi

- Ketidakefekt

ifan

Managemen

terapiutik

individu

kemuduan pada hari ke 10 klien

sudah mampu jalan ke kamar

mandi dan BAB di toilet.

Kekuatan otot. 5555

5555|

5555

5555 klien

mengungkapkan tidak ingin

sakit lagi seperti ini dan akan

rajin kontrol kesehatan di

puskesmas untuk mengatasi

darah tingginya. Dengan

demikian dapat disimpulkan

bahwa Tn AS adaptif terhadap

kondisi yang dialami saat ini.

5 SH+ HT

Ny KI/40 th, agama Islam,

pendidikan SMA, tidak

bekerja, suku Betawi,

kawin, anak 2 orang,

alamat: Jl Pariksit W3/70

Jakarta, Tanggal MRS

14/03/12 jam 18.30 WIB,

Riwayat keluhan masuk

IGD klien mengalami

penurunan kesadaran tiba-

tiba 2 jam sebelum MRS,

sebelumnya klien tidur dan

ketika bangun anggota

gerak bagian kanan tidak

Tanggal pengkajian 19/03/2012, tensi 200/100 mmHg,

MAP 133,3 (N=70-130), N= 75x/mt, RR 20 X/mt pupil

isokor ɸ 3mm/3mm, suhu 36°C, kesadaran camposmentis

GCS E4M6Vafasia. Hasil CT Scan tgl 14/03/12=

perdarahan di basal ganglia kiri, volume + 13,3 cc dengan

ferifokal edema disekitarnya. Klien belum bab + 7 hari, BU

12x/mt, perkusi abdomen timpani Klien mengatakan kepala

terasa sakit, nyeri kepala skala 8dibantu dengan bahasa

nonverbal. Mual (-), muntah (-), Hasil laboratorium :

15/3/12 hemoglobin adalah 14 g/dL (11.7 – 15.5 mg/dL),

Hematocrit 38% (33-45), Albumin 3,5 (3,4 -4,8), Asam urat

5,3 (<7), GDP 84 (80-100), GD 2jpp 112 (80-145),

trigliseride 75 (<150), cholesterol total 187 (<200). Tinggi

badan 155 cm, LILA 26 cm, perkiraan BB 51 kg.

BB ideal 50 kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah

Stimulus fokal adalah

penurunan kekuatan

otot, stimulus

kontekstual adalah

perdarahan

intraserebral, stimulus

residual adalah

hipertensi

- Ketidak

efektifan

perfusi

jaringan

serebral

- Kerusakan

mobilitas

fisik

- Gangguan

eliminasi

Alvi

konstipasi

- Kerusakan

komunikasi

Klien KRS tanggal 28/03/2012

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 10 hari (hari

perawatan ke-15) didapatkan hasil

perfusi jaringan serebral adekuat,

nyeri kepala pada hari ke-5 sudah

menurun skala 3 dan pada hari ke-

8 sudah skala 1, pola BAB sudah

stabil mulai hari ke-4 dengan

konsistensi type 5 pada kartu

bristo stooll, kemudian pada hari

ke 10 klien sudah mampu duduk

uncang- uncang kaki. Kekuatan

otot. 2222

2222|

5555

5555 klien sudah bisa

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 145: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

bisa digerakkan, bicara

pelo, nyeri kepala (-), sesak

(-), diplopia (-), kejang (-

riwayat HT (+) 3 tahun

berobat tidak teratur,

riwayat DM (-). Riwayat

merokok (-)

21,2 (N 18,5 – 24,9)Kesadaran composmentis, GCS

E4M6Vafasia, kekuatan otot 1111

1111|

5555

5555;. reflek fisiologi:

bisep, trisep, patella, tendon achiles +2

+2|

+2

+2 dalam batas

normal; Fungsi serebelum: dengan test telunjuk-hidung ,

tumit-lutut, dan tangan yang dijulurkan didapatkan hasil

normal atau koordinasi baik. Fungsi otonom : inkontinensia

uri tidak didapatkan. Inkontinensia alvi; tidak didapatkan.

sensibilitas tidak terganggu. Tanda peningkatan tekanan

intrakranial : nyeri kepala (+), muntah (-), papiledema (-).

Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig

>135/>135, Laseque >70/>70. Babinski (+/-), brudinski I &

II (-). Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut:

Nervus I-IV, IX-X tidak ada gangguan, hanya pada Nervus

VII parese dekstra sentral, wajah asimetris lemah pada sisi

kanan, N XI lemah pada sisi kanan, Nervus XII kekuatan

lidah menurun

menyebutkan namanya pada hari

ke-4, dan pada hari ke-10 sudah

mampu membuat kalimat agak

panjang meskipun pelo. Kontrol

CT Scan dengan kontras 26/03/12

tak tampak lesi patologis, SOL

intraserebri, tak tampak

penyangatan pasca kontras,

dibanding CT Scan lama status

quo. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa Ny KI adaptif

terhadap kondisi yang dialami saat

ini.

6 SH + HT+DM

Ny SK, usia 63 th, agama

Islam, Status kawin,

mempunyai 3 orang anak,

pekerjaan ibu rumah

tangga, suku Jawa, RM

01099957 alamat jl.

Pandan no 29, kebayoran,

Jaksel. Klien MRS tgl

25/10/11. Kesadaran sopor,

tensi darah waktu masuk

140/90 mmHg, S: 36, N:

106x/mt, RR:20x/mt,

Keluarga mengatakan + 1

minggu sebelum klien tiba-

tiba jatuh karena lemas sisi

tubuh sebelah kiri saat itu

masih bisa berkomunikasi

seperti biasa, sakit kepala

(+), mual (-), muntah (-)

Klien sudah dibawa ke

RSIA Yadika dirawat

Klien dirawat di HCU, selama 4 hari ( sampai dengan

tanggal 29/10/11 klien pindah ke ruang perawatan)

Pengkajian tgl 29/10/11 sehingga saat dikaji klien sudah

memasuki hari ke-5 perawatan, saat dikaji klien masih

terpasang NGT dan mendapat diet blender 1200 kalori

personde. tensi 160/100 mmHg (MAP=120), suhu 37°C,

Nadi: 100x/mt, RR: 20 x/mt pupil isokor 3mm/3mm,

kesadaran komposmentis, E4M6V5, batuk(-), keadaan kulit

bersih, skor Braden Scale 11 (risiko tinggi untuk terjadi

luka tekan), Eliminasi urin : terpasang kateter, produksi

urine dalam sehari 2200 cc/hari. Warna urin jernih,

Eliminasi fekal : BAB (+), BU 14 x/mt, perkusi abdomen

timpani, hasil CT Scan 18/10/11 menunjukkan perdarahan

thalamus kanan dan intraventrikuler lateralis kanan dan kiri.

hasil CT Scan 25/10/11 menunjukkan perdarahan

intraparenkim di thalamus kanan volume +9,36 cc. dan

intraventrikuler lateralis kanan, infark basal ganglia

bilateral..Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri

kepala (+), muntah (-), papiledema tidak dilakukan. Tanda

rangsang meningeal : Kernig >1350/>135

0, Laseque

>700/>70

0, Brudinski I & II -/-. Pemeriksaan saraf kranial

adalah sebagai berikut : Nervus I,II, IV,VI tidak ada parese;

Stimulus fokal adalah

penurunan kekuatan

otot, stimulus

kontekstual adalah

perdarahan

intraparenkim,

stimulus residual

adalah hipertensi dan

DM sejak 10 th yang

lalu.

- Risiko

perfusi

jaringan

serebral

- Risiko

aspirasi

- Kerusakan

menelan

- Risiko

Kerusakan

integritas

kulit

- Kerusakan

mobilitas

fisik

Klien KRS tgl 08/11/12

Pada intervensi hari ke-5 (hari

perawatan ke- 10) NGT sudah

dapat dilepas demikian juga

foley catheter, diet klien sudah

optimal. Klien diperbolehkan

pulang dengan evaluasi perfusi

jaringan adekwat, tidak terjadi

aspirasi, mobilisasi meningkat

sudah mampu duduk sendiri

dengan uncang- uncang kaki,

Integritas kulit utuh, Dengan

demikian dapat disimpulkan

bahwa Ny.SK adaptif dengan

kondisi yang dialami saat ini,

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 146: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

selama 4 hari namun

dibawa pulang keluarga,

selanjutnya tadi pagi klien

tidak bisa bicara,

cenderung tidur. Dan sulit

dibangunkan riwayat HT

(+) sejak 10 th tidak

terkontrol, DM 10 tahun

juga tidak terkontrol

pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya langsung

dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri+/+, nerves VII

parese sinistra sentral, Nervus IX,X dan XII parese:

disfagia; Nervus VIII tidak mengalami gangguan

pendengaran; Nervus XI parese sinistra. Kekuatan otot 5555

5555

1111

1111

7 SH + HT

klien Tn D/ usia 58 tahun,

pendidikan Sarjana, suku

Jawa, pekerjaan pegawai

negeri, menikah, agama

islam, alamat jl. Bermis

serpong asri B7/16

tangerang. No RM:

00989040. Klien mrs tgl

29/09/11 di HCU, melalui

IGD RSUP Fatmawati.

Klien Tn D, mengalami

penurunan kesadaran sejak

tadi pagi, keluarga

mengatakan klien akan

pergi kekamar mandi tetapi

tiba- tiba jatuh dan pingsan

muntah (+), Kejang (-),

riwayat HT (+) sejak 8 th

tidak terkontrol baik,

riwayat DM tidak

diketahui, klien terkena

stroke perdarahan 1 tahun

yang lalu.

Tanggal pengkajian, 30 September 2011 jam 09.00 tekanan

darah 200/100 mmHg, MAP klien adalah 133.3 (N=70-

130), N: 116x/mt, S: 39.8°C, kesadaran sopor-coma,

batuk(-), Rh +/+, Wh -/-, nadi 120 x/menit, RR: 32 x/mt,

NRM 10 lpm, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, murmur (-

), gallop (-).Hasil laboratorium tgl 29/09/11; hemoglobin

adalah 15,6 g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL);. Analisa gas darah

menunjukkan hasil pH 7,423. pCO2 33.5, pO2 78,0 mmHg,

HCO3 21.4 mmol/liter, BE -2/-2 mmol/liter dan O2 saturasi

96%.hasil CT Scan menunjukkan adanya perdarahan

intraparenkimal di ruang temporo-parietal dekstra ukuran

5.4x4x7 cm= 78 cc, perdarahan intraparenkimal di pons,

perdarahan sub arakhnoid di intraventrikel 3 lateralis,

edema serebri di kedua hemisfer, herniasi subfalk sinistra,

infark basal ganglia sinistra dan thalamus sinistra, terpasang

VP shunt di proyeksi ventrikel lateral dekstra. Terpasang

NGT, Produksi warna hitan, klien sementara puasa. bising

usus 12 x/menit, perkusi timpani, palpasi supel. Tinggi

badan 160 cm, LILA 29 cm, perkiraan BB 56,8 kg. BB

ideal 54 kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB 22.18 (N

18,5 – 24,9). Hasil laboratorium tanggal 29/09/11

hemoglobin adalah 13,7 g/dL (13 – 17,3 mg/dL),

Hematocrit 43%, ureum 32 (20-40), creatinin 0.8 (0,6 – 1.5

GDS 132 (70-140), kekuatan otot sulit dikaji; reflek

fisiologi : bisep +1/+1, trisep +1/+1, patella +1/+1, tendon

achiles +1/+1. reflek patologi : Babinski, Chaddock,

Gordon, Oppenheim, Schaefer, (-/-). Fungsi serebelum: test

koordinasi belum dapat dikaji. Fungsi otonom:

inkontinensia uri, terpasang kateter menetap.Tanda

peningkatan tekanan intrakranial : nyeri kepala (-), muntah

Stimulus fokal adalah

penurunan kesadaran ,

stimulus kontekstual

perdarahan

intraparenkimal,

perdarahan sub

arakhnoid, disertai

herniasi subfalcin

kekiri stimulus

residual adalah

hipertensi sejak 8 th

yang lalu, riwayat

stroke perdarahan 1 th

yang lalu

- Ketidak

efektifan

perfusi

jaringan

serebral

- Risiko

aspirasi

- Gangguan

pertukaran

gas

- Risiko

gangguan

integritas

kulit

- Risiko

disuse

sindrome

Pada hari kedua perawatan

kondisi klien menurun: NGT

produksi tetap warna hitam, ,

peningkatan suhu 41°C, RR

36x/mt, T=80/40 N 91 x/mt

kaku kuduk (+), Brudzinski I/II=

(-) GCS=1-1-1, tanggal 1/11/11

pukul 23.30 klien apnoe dan

meninggal, dengan demikian

dapat disimpulkan klien

maladaptif terhadap kondisi

yang dialami.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 147: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

(-), papiledema tidak dilakukan. Tanda rangsang meningeal

belum dapat dikaji. Pemeriksaan saraf kranial: Nervus I,II,

IV,VI,V,VII,VIII,IX,X,XI,XII belum dapat dikaji; Nervus

III pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya

langsung dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+.

8 SH+Aritmia+Hipotensi

Tn MA/55 th, agama

Islam, pendidikan sarjana,

pensiunan(mantan pegawai

bank), suku jawa, RM

979054 ,alamat: Jl Melati

no.3 Jaksel, Tanggal MRS

10/10/11, klien 4 hari di

Ruang anggrek, lalu di

HCU sampai dengan

27/10/11 selanjutnya

pindah di ruang perawatan

, Riwayat keluhan masuk

klien tanggal 09/10/11 sore

sedang mengobrol lalu

sholat jam 20.00 setelah itu

istirahat, pagi pergi ke

kamar mandi, selanjutnya

tidur lagi dan sudah tidak

dapat dibangunkan, kejang

(-), muntah (-). riwayat HT

(+) sejak 4 tahun kontrol di

puskesmas. Riwayat

merokok sejak usia 17

tahun, 12 batang sehari.

Tanggal pengkajian 31/10/2011, tensi 160/90 mmHg, MAP

113,3 (N=70-130), N= 90x/mt, RR 26 X/mt, Suhu: 37.5°C

pupil isokor ɸ 3mm/3mm, kesadaran camposmentis

vegetatif state. Rh +/+, pH 7,416. pCO2 32.2, pO2 106,0

mmHg, HCO3 20.2 mmol/liter, BE 3.2 mmol/liter dan O2

saturasi 98%, terpasang O2 3 lpm. Hasil CT Scan tgl

18/10/11 April 2012= perdarahan di temporal kanan + 16

cc meliputi basal ganglia kanan, thalamus kanan dan

ventricular kornu posterior kanan dibanding CT scan

sebelumnya volume perdarahan sedikit berkurang

(perdarahan sebelumya 18 cc), edema masih agak luas.

Klien dapat bab setiap hari, BU 16x/mt, perkusi abdomen

timpani. Terpasang NGT diet blender 1200 kalori. Hasil

laboratorium : 26/10/11 hemoglobin adalah 11,5 g/dL (13-

17,3 mg/dL), Hematocrit 36%, eritrosit 3.73 (4.40-5.9)

ureum 150 (20-40), creatinin 1.9 (0,6 – 1.5). Tinggi badan

160 cm, LILA 30 cm, perkiraan BB 64.85 kg. BB ideal 56

kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah 25.3 (N 18,5

– 24,9); Hemiparese duplek, reflek fisiologi: bisep, trisep,

patella, tendon achiles +2

+2|

+2

+2 dalam batas normal. Fungsi

otonom : inkontinensia uri tidak didapatkan. Inkontinensia

alvi; tidak didapatkan. Tanda peningkatan tekanan

intrakranial : nyeri kepala (-) belum dapat dikaji, muntah (-

), papiledema (-) tidak dikaji. Tanda rangsang meningeal:

Kaku kuduk (-) Kernig >135/>135, Laseque >70/>70.

Babinski (-/-), brudinski I & II (-). Pemeriksaan saraf

kranial: Nervus I, II,belum dapat dikaji, Nervus III pupil

bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, deviasi konjugated ke bawah,

tidak ada gangguan, hanya pada Nervus V,VII kesan parese

sinistra sentral, wajah asimetris lemah pada sisi kiri.VIII

belum dapat dikaji, N IX-X,XII kesan disfagia.

Stimulus fokal adalah

perdarahan

intraserebral stimulus

kontekstual adalah

Hipertensi, stimulus

residual adalah

kebiasaan merokok,

- Risiko

aspirasi

- Gangguan

pertukaran

gas

- Kerusakan

menelan

- Risiko

gangguan

integritas

kulit

- Risiko

disuse

sindrome

- Kerusakan

komunikasi

Klien KRS tanggal 5/10/11

(hari perawatan ke-26) Setelah

dilakukan tindakan keperawatan

selama 6 hari didapatkan hasil

tidak terjadi aspirasi, pertukaran

gas adekwat, kulit utuh,

komunikasi sudah mampu

mengucapkan kata ”pulang”

pada hari ke-2, selanjutnya pada

hari ke-6 kalimat dengan 3

suku kata, mobilisasi sudah

mapu duduk dengan disanggah

2 jam 4 kali sehari, kerusakan

menelan masih terjadi, klien

masih terpasang foley catheter

dan NGT. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa Tn

MA adaptif terhadap kondisi

yang dialami saat ini.

9 Tn T/70 th, agama Islam,

pendidikan SD, tidak

Tanggal pengkajian 28/11/2011, tensi 185/88 mmHg, MAP

120,3 (N=70-130), N= 68 x/mt, RR 20 X/mt pupil isokor ɸ

Stimulus fokal adalah

perdarahan capsula - Ketidak

efektifan

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 12 hari

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 148: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

bekerja, suku Betawi, RM

01106423,alamat: Jl

Kampung baru no 29

Tanggal MRS 26/11/11

jam 12.00, klien sejak

kemarin pagi pukul 10.00

saat kekamar mandi

218/116, S: 37 N; 53 GCS

E3M6V4. Riwayat kejang

(-), Asam urat (-), DM(-),

HT (+) sudah 10 tahun

berobat ke dokter sekitar

rumah, stroke 2 ½ tahun

yang lalu, Riwayat

merokok sejak muda 2

bungkus sehari.

3mm/3mm, suhu 36,6°C, kesadaran somnolen GCS 13

(E3M6V4). Hasil CT Scan tgl 26 11/11= perdarahan capsula

interna dekstra. Klien sudah bab 1x/hr, BU 12x/mt, perkusi

abdomen timpani, nyeri kepala(+). Hasil laboratorium

26/11/11 hemoglobin adalah 11.9 g/dL (13 – 17,3 mg/dL),

Hematocrit 38%, ureum 43 (20-40), creatinin 1.0 (0,6 – 1.5

kadar GDS 126 (79-140),SGOT 21 mg/dl (N: <31), SGPT 6

mg/dl (N: <31). Tinggi badan 155 cm, LILA 26 cm,

perkiraan BB 54.49 kg. BB ideal 49.5 kg; BMI klien

berdasarkan taksiran BB adalah 22.7 (N 18,5 – 24,9),

kekuatan otot 5555

5555|

3333

2222; reflek fisiologi: bisep, trisep,

patella, tendon achiles +2

+2|

+2

+2 dalam batas normal; Fungsi

serebelum: belum dapat dikaji. Fungsi otonom:

inkontinensia uri, inkontinensia alvi tidak didapatkan.

sensibilitas tidak terganggu.Tanda peningkatan tekanan

intrakranial : nyeri kepala (+), terpasang NGT produksi

coklat jumlah 200 cc mulai kemarin, papiledema (-). Tanda

rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig >135/>135,

Laseque >70/>70. Babinski (-/+), brudinski I & II (-).

Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut: Nervus I-

II belum dapat dikaji, pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm,

Nervus V,VII kesan parese sinistra sentral, wajah asimetris

lemah pada sisi kiri.VIII belum dapat dikaji, N IX-X,XII

kesan disfagia.

interna dekstra

stimulus kontekstual

adalah Hipertensi,

stimulus residual

adalah kebiasaan

merokok, riwayat

stroke

perfusi

jaringan

serebral

- Risiko

aspirasi

- Kerusakan

mobilitas

fisik

- Risiko

gangguan

integritas

kulit

- Incontinensi

a urine

- Deficit

perawatan

diri total.

didapatkan hasil perfusi

jaringan serebral adekuat, tidak

terjadi aspirasi, suara nafas

bersih, kesadaran

composmentis, tensi 150/90,

suhu: 36.3°C, N: 64x/mt, RR

16x/mt, suara nafas bersih,

Rh -/-, Wh-/-, nyeri kepala pada

hari ke-4 sudah menurun dan

pada hari ke-10 sudah tidak

nyeri, pola BAK masih terjadi

incontinensia urine, Foley

Catheter sudah dilepas, NGT

dilepas pada hari ke-10, diet

sudah adekwat, aktivitas klien

pada hari ke 18 mampu gosok

gigi dan memakai baju dengan

bantuan,duduk uncang- uncang,

Kekuatan otot. 5555

5555|

3333

3333

Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa Tn T

adaptif terhadap kondisi yang

dialami saat ini.

10 SH+HT

Tn S/60 th, agama Islam,

pendidikan SMP, bekerja

(berdagang), suku Jawai,

RM 1133704, alamat: Jl

Marcilia Fondation Blok

E5 Jakarta, Tanggal MRS

16/03/12, klien pada

tengah malam pukul 01.00

terbangun kekamar mandi,

setelah itu mendadak tidak

bisa bicara serta terasa

lemas pada kaki dan

tangan. riwayat HT (+).

Tanggal pengkajian 04/04/2012, tensi 120/80 mmHg, MAP

93 (N=70-130), N= 78x/mt, RR 20 X, /mt pupil isokor ɸ

3mm/3mm, suhu 36,6°C, kesadaran komposmentis GCS

(E4M6Vafasia). Hasil CT Scan tgl 16/03/ 2012= perdarahan di

capsula interna minimal 2.5x5x4 cc=25 cc, perdarahan akut

pada basal ganglia kiri, herniasi ringan subfalcin kekanan,

edemafocal serebri, terdapat hidrosefalus. Klien belum bab

+ 5 hari, BU 10x/mt, perkusi abdomen timpani terpasang

NGT diit cair 6 x 250 cc (klien tanggal 17/03/12 mengalami

perdarahan lambung 2hari), foley catheter produksi urine

3000cc/ hari, warna kuning jernih. Hasil laboratorium :

04/4/12 hemoglobin adalah 13,2 g/dL (13 – 17,3 mg/dL),

Hematocrit 39%. Albumin 3,4 g/dl (3.4-4.8). Tinggi badan

160 cm, LILA 27 cm, perkiraan BB 57.1 kg. BB ideal 56

Stimulus fokal adalah

penurunan kekuatan

otot, deficit neurologi,

stimulus kontekstual

adalah perdarahan

intraserebral, stimulus

residual adalah

kebiasaan merokok,

Hipertensi.

- Risiko

perubahan

perfusi

jaringan

serebral

- Risiko

aspirasi

- Kerusakan

mobilitas

fisik

- Risiko

gangguan

integritas

kulit

Klien KRS tanggal 17/04/12

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 12 hari

didapatkan hasil perfusi

jaringan serebral adekuat, pola

BAB sudah stabil mulai hari ke-

6, kemudian pada hari ke 12

klien sudah duduk dikursi roda.

Kekuatan otot.3333

2222|

5555

5555 ,

komunikasi Tn S sudah mampu

menyebutkan namanya, kulit

tidak terdapat lecet. Dapat

disimpulkan Tn S adaptif

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 149: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

Riwayat merokok sejak

usia 20 tahun, bungkus

sehari

kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah 22.29 (N

18,5 – 24,9), kekuatan otot 2222

2222|

5555

5555; reflek fisiologi:

bisep, trisep, patella, tendon achiles +2

+2|

+2

+2 dalam batas

normal;Tanda peningkatan tekanan intrakranial : nyeri

kepala (+), muntah (-), papiledema tidak dikaji. Tanda

rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig >135/>135,

Laseque >70/>70. Babinski (-/+), brudinski I & II (-).

Pemeriksaan saraf kranial adalah Nervus I-IV, IX-X tidak

ada gangguan, hanya pada Nervus VII parese dekstra

sentral, wajah asimetris lemah pada sisi kanan, N XI lemah

pada sisi kanan, Nervus XII kekuatan lidah menurun

- Incontinensi

a urine

- Deficit

perawatan

diri total

- Kerusakan

komunikasi

terhadap kondisi yang dialami

saat ini.

11 SI + HT

Ny SN/ 44 th, agama

Islam,suku jawa/indonesia,

ibu rumah tangga, alamat jl

wiru serad parung-

Tangerang. RM 01105818.

Tanggal MRS : 24/11/11.

Riwayat keluhan sakit

kepala tiba- tiba tadi pagi

disertai mual muntah dan

kelemahan anggota gerak

kiri, setelah itu klien

terlihat gelisah dan

kesakitan. kesadaran

somnolen , Tensi 180/110

N;88 s; 36.4 RR: 20x/mt.

Riwayat HT 2 tahun yang

lalu tidak ter kontrol

Tanggal pengkajian 25/11/11, tensi 180/110 mmHg, MAP

140 (N=70-130), N= 88x/mt, RR 20 X, /mt pupil isokor ɸ

3mm/3mm, suhu 36,5°C, kesadaran somnolen GCS 13

(E3M6V4). Hasil CT Scan tgl 22/11/ 2012= perdarahan

pada basal ganglia kanan dan korona radiata dengan

perifokal edema intraventrikel kanan kiri, III dan IV,

volume 24.18 cc, infark lakunar pada korona radiate kiri.

Klien belum bab + 4 hari, BU 16x/mt, perkusi abdomen

timpani terpasang NGT diit blender 3 x 250 cc, foley

catheter produksi urine 2000cc/ hari, warna kuning jernih.

Hasil laboratorium : 24/11/11 hemoglobin adalah 12,8 g/dL

(11,7 – 15,5 mg/dL), Hematocrit 39%). Tinggi badan 160

cm, LILA 29 cm, perkiraan BB 56.8 kg. BB ideal 56 kg;

BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah 22.2 (N 18,5 –

24,9) (E4M6V5), kekuatan otot 5555

5555|

3333

3333; reflek fisiologi:

bisep, trisep, patella, tendon achiles +2

+2|

+2

+2 dalam batas

normal;Tanda peningkatan tekanan intrakranial : nyeri

kepala (+), muntah (+), papiledema tidak dikaji. Tanda

rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig >135/>135,

Laseque >70/>70. Babinski (-/+), brudinski I & II (-).

Pemeriksaan saraf kranial adalah Nervus I-IV, IX, X, XII

tidak ada gangguan, hanya pada Nervus VII parese sinistra

sentral, wajah asimetris lemah pada sisi kiri, N XI lemah

pada sisi kiri

Stimulus fokal adalah

penurunan kesadaran,

kelemahan

ekstremitas, stimulus

kontekstual adalah

perdarahan

intraserebral, stimulus

residual adalah

Hipertensi

- Ketidak

efektifan

perfusi

jaringan

serebral

- Risiko

aspirasi

- Kerusakan

mobilitas

fisik

- Risiko

gangguan

integritas

kulit

- Deficit

perawatan

diri total

Klien KRS tanggal 14/12/11

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 12 hari

didapatkan hasil perfusi

jaringan serebral adekuat, kulit

utuh tidak terdapat lecet, NGT

dan Foley catheter dilepas pada

hari ke-8, nyeri kepala sudah

menurun, pola BAB sudah

stabil mulai hari ke-3, kemudian

pada hari ke 14 klien sudah

mampu jalan ke kamar mandi

dan BAB di toilet dengan

bantuan minimal. Kekuatan

otot. 5555

5555|

4444

4444 Klien sudah

mampu memakai pakaian

sendiri, makan sendiri, dan

mandi dengan bantuan minimal.

Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa Ny. SN

daptif terhadap kondisi yang

dialami saat ini.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 150: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

STROKE INFARK

12 Tn AH/69 th, agama islam,

Jawa/Indonesia, pedagang,

alamat jl Wr Supratman

no 18 Jakarta, sudah

menikah. Klien masuk RSF

Jakarta melalui IGD pada

tanggal 16/04/12 masuk di

ruang perawatan neurologi

lantai VI Irna B tanggal

17/04/12. Riwayat keluhan

sakit kepala sehari sebelum

MRS, tangan dan kaki

kanan tidak bisa

digerakkan, mual(+), dada

terasa panas, leher kaku,

kesadaran composmentis,

Tensi 230/130 N;80 s; 36.4

RR: 20x/mt. Riwayat HT 5

tahun yang lalu kontrol di

puskesmas, merokok mulai

muda 12 batang/hari

Pengkajian tanggal 19/04/12 Kesadaran compos mentis.

tekanan darah 180/90mmHg, hasil CT Scan tanggal

16/04/12 menunjukkan adanya Infark kecil pada kapsula

interna dan basal ganglia kiri dan periventrikel lateralis kiri,

periventrikuler leuco encephalopathy ec.atherosclerosis.

BAB (-) 5 hari. Klien terpasang Foley kateter sejak tgl

17/04/12 karena incontinensia urine, produksi urine 2500

cc/ 24 jam, warna kuning jernih, BAK masih belum bisa

mengontrol. Klien mengeluh nyeri kepala pada bagian

belakang kepala skala 8 ( 1-10) nyeri terutama pada pagi

hari. Pemeriksaan N I-XII dalam batas normal, hanya pada

N II: Pandangan double jika kedua mata melihat, lapang

pandang tidak ada gangguan pupil bulat isokor Ø 3 mm/3

mm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata

kanan dan kiri +/+, dan pada N XI kelemahan pada sisi

kanan,. Kaku kuduk -, brudzinski I dan II -, laseq >70/>70,

kernig > 135/>135. Hemiparese dekstra, reflek fisiologi:

bisep, trisep, patella, tendon achiles +2

+2|

+2

+2 Kekuatan otot

4433

4433|

5555

5555, skala braden skor 17 (risiko sedang)

Stimulus fokal adalah

kelemahan anggota

gerak, gangguan

koordinasi stimulus

kontekstual adalah

Infark adanya Infark

kecil pada kapsula

interna dan basal

ganglia kiri dan

periventrikel lateralis

kiri,, stimulus residual

adalah hipertensi, dan

kebiasaan merokok

- Risiko

perubahan

perfusi

jaringan

serebral.

- Kerusakan

mobilitas

fisik

- Risiko

Cidera

- inkontinens

ia urine

- gangguan

eliminasi

alvi:

konstipasi

- Klien KRS tanggal 1 Mei

2012. Setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama

12 hari perawatan klien tidak

menunjukkan penurunan

perfusi serebral dan cedera

fisik. Klien sudah mampu

duduk seimbang/ duduk

dikursi roda dan berjalan

kekamar mandi dengan

dibantu 1 orang. Kekuatan otot 4455

4433|

5555

5555. Nyeri sudah hilang

T: 160/100 mmHg, S:36,1°C,

RR: 20x/mt, N: 80x/mt, klien

mengungkapkan merasa lega

sudah bisa BAB, badan terasa

lebih segar. Bladder training

dilakukan 5 hari baru klien

dapat mengontrol BAK, Foley

catheter sudah dilepas pada

hari ke-11 perawatan, klien

sudah dapat mengontrol BAK,

klien sudah mampu makan

sendiri, menyeka tubuhnya

pada area yang terjangkau

klien, memakai pakaian sendiri

dan buang air besar dikamar

mandi dengan dibantu. Dengan

demikian dapat disimpulkan

klien adaptif terhadap kondisi

saat ini.

13 SI+Parkinson+anemia

gravis+ulkus decubitus

Ny RY/60 th, agama Islam,

status kawin, suku betawi,

pendidikan tidak sekolah,,

pekerjaan ibu rumah

Pengkajian tgl 05 Maret /2012 sehingga saat dikaji klien

sudah memasuki hari ke 29, tensi 130/90 mmHg, suhu

37,1°C, Nadi: 88x/mt, RR: 20 x/mt pupil isokor 3mm/3mm,

kesadaran komposmentis, E4M4Vafasia klien mengalami

disfagia derajat I (drooling, wajah tidak simetris, gerakan

lidah terganggu/mengalami kelemahan, tidak bisa menutup

Stimulus fokal adalah

penurunan kekuatan

otot, stimulus

kontekstual adalah

infark serebral,

anemia, stimulus

- Risiko

aspirasi

- Kerusakan

menelan

- Nutrisi

kurang dari

Klien KRS tgl 12/03/12

Pada hari ke-36 NGT masih

belum dilepas, Klien mendapat

peningkatan diit untuk koreksi

berat badan dan infeksi, secara

berangsur diet klien ditingkatkan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 151: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

tangga, alamat jl tanah

kusir-Jakarta, RM

01110740. Klien MRS tgl

06/02/2012, klien

mengalami penurunan

kesadaran 2 hr sebelum

mrs. Kejang (-0, sakit

kepala (-), demam (-),

Tidak bisa bicara dan

makan. Riwayat Parkinson

10 th, stroke 1 ½ th yang

lalu,.Keadaan waktu masuk

tensi : 117/75, S: 83

x/menit, RR: 17x/menit,

GCS E2M5Vdisfasia, klien

mrs di ruang GPS selama

28 hari,

bibir batuk(+)Rh +/+, Wh -/-, klien mengalami kesulitan

menelan disebabkan stroke infark, saat dikaji klien masih

terpasang NGT dan mendapat diet blender 1200 kalori

personde. Hemoglobin tanggal 01/03/12 adalah 10,2 g/dL

(11,7 – 15,5 mg/dL), Hematocrit 32% (33-45), ureum 22

(20-40), creatinin 1.1 (0,6 – 1.), albumin 3 (3.4 -4.8), tgl

04/03/12 kadar GDS 100 (79-140), eritrosit 3.6 (3.8- 5,2),

SGOT 78 mg/dl (N: <31), SGPT 39 (N: <31). Tinggi badan

150 cm, LILA 23 cm, perkiraan BB 44.8kg. BB ideal 47.5;

BMI klien berdasarkan taksiran BB 1.91 (N 18,5 – 24,9).

Keadaan kulit agak bersih, terdapat ulkus decubitus pada

sacrum ɸ 7 cm, grade 2, granulasi +, sedikit nekrosis pada

sisi luka dan pada bagian dalam. warna merah kekuningan,

pus (-), bekas lecet, edema pada tangan kanan, skor Braden

Scale 10 (risiko tinggi untuk terjadi luka tekan), Eliminasi

urin: terpasang kateter, produksi urine dalam sehari 2500

cc/hari. Warna urin jernih, Eliminasi fekal : BAB (+)

terutama setelah makan, klien mengalami inkontinensia

fecal, konsistensi feses type 5, warna kecoklatan. BU

10x/mt, perkusi abdomen timpani, Tanggal 06/02/12 hasil

CT Scan menunjukkan Infark lacunar di basal ganglia, dan

periventrikel lateralis kanan, relative status quo.

Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut : Nervus I

(olfaktorius), II sulit dinilaii; pupil bulat isokor Ø 3 mm/3

mm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata

kanan dan kiri +/+, Nervus III, IV,V dan VI tidak ada

parese; kesan parese nerves VII dan XII sinistra, serta kesan

parese IX,X: disfagia; Nervus VIII tidak mengalami

gangguan pendengaran; mengalami afasia, Nervus XI

parese sinistra. Hemiparese dupleks, kesan kekuatan otot 4444

4444

3333

3333

residual adalah

riwayat parkinson, dan

stroke.

kebutuhan

- Risiko

disuse

sindrome

- Inkontinens

ia fecal

- Incontinens

ia urine

- Kerusakan

integritas

kulit

- Kerusakan

komunikasi

verbal

dengan penambahan proten 2

sachet perhari sehingga kalori

yang diterima klien menjadi

1624 kcal. Ditambah fujimin 3

kali sehari Klien diperbolehkan

pulang dengan evaluasi tidak

terjadi aspirasi, Rh -/-, wh -/-

komunikasi belum mampu

mengucapkan kata, mobilisasi

meningkat sudah mampu duduk

dengan uncang- uncang kaki.

buang air besar perubahan

konsistensi feses dari type 5

dalam kartu bristol menjadi type

4, frekwensi BAB berkurang

menjadi 3 kali sehari. Integritas

kulit bagian ulcus decubitus

menjadi grade II, luka sudah

terdapat granulasi, mulai tumbuh

jaringan keatas, nekrosis (-), pus

(-), BAK masih incontinensia

urine terpasang foley catheter.

Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa Ny.RY

adaptif dengan kondisi yang

dialami saat ini, hanya saja

masalah kerusakan menelan,

kerusakan integritas kulit,

komunikas dan incontinensia

urine masih belum adaptif, untuk

perawatan selanjutnya klien

diikuti oleh perawat homecare.

14 SI+ DM

Ny.M, usia 47 th, status

menikah, beragama Islam,

alamat jl. Timbul no.31

Jakarta, suku Jawa, MRS

14/02/2012. Klien masuk

Tanggal pengkajian 17/02/2012, Kesadaran composmentis,

kekuatan otot 5555

5555

1111

2211, Tensi= 150/90 mmHg, N= 95x/mt,

RR 16 x/mt, Suhu= 36,5. Fungsi otonom : inkontinensia uri,

terpasang kateter menetap, kesulitan mengeluarkan feses.

Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk(-), brudzinski (-),

kernig >135//>135, laseg >70/>70. Nervus I tidak ada

Stimulus fokal adalah

penurunan kekuatan

otot, stimulus

kontekstual adalah

infark serebral,

residual adalah DM

- Risiko

aspirasi

- Ketidak

efektifan

perfusi

jaringan

Pada hari ke-5 NGT sudah dapat

dilepas, klien mulai diit

peroral.Setelah hari ke16

(02/03/2012) perawatan klien

diperbolehkan pulang dengan

evaluasi perfusi jaringan serebral

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 152: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

dengan keluhan 3 hari

sebelum MRS saat bangun

tidur mengalami

kelemahan pada kaki dan

tangan kiri, mulut mencong

kekanan, rasa baal, tebal

dan kesemutan pada kaki

kiri, nyeri kepala, bicara

pelo, tersedak saat minum,

mual, muntah(-), pingsan (-

), Kejang (-)

gangguan, NII Visus OD/OS: -2/-4, N IVdan VI tidak ada

gangguan, Nervus III pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm,

reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata kanan

dan kiri +/+, Nervus V (trigeminus), tidak ada gangguan;

Nervus VII (fasialis), asimetri, otot wajah kiri mengalami

kelemahan, N VII parese sentral,; Nervus VIII (vestibulo

kokhlearis), N VIII pendengaran kanan dan kiri dapat

mendengar detik arloji dan gesekan jari.; Nervus IX, dan X

(glosofaringeus dan vagus), klien mengalami disfagia

(gangguan menelan), Nervus XI (aksesorius), kelemahan

pada sisi tubuh sebelah kiri; Nervus XII (hipoglosus)

terdapat gangguan gerakan dan kekuatan lidah

serebral

- Kerusakan

menelan

- Gangguan

eliminasi

konstipasi

- Gangguan

mobilitas

fisik

adekuat, bicara lancar sedikit

pelo, dan kemampuan mobilisasi

meningkat yaitu klien sudah

dapat duduk uncang- uncang

disisi ditempat tidur dibantu

keluarga. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa Ny.M

adaptif terhadap kondisi yang

dialami saat ini.

15 SI + HT

Tn PS/56 th agama Islam,

suku papua/ Indonesia,

sudah tidak bekerja

(mantan pegusaha) dan

menikah dengan 2 orang

anak, tinggal di jl. Lebak

bulus Jakarta. Pasien

masuk RSF Jakarta melalui

IGD pada tanggal 15/04/12

pukul 11.00 wib, Keluhan

klien mengalami

kelemahan tubuh sudah 2

minggu yang lalu dirawat

dirumah, 1 hari sebelum

MRS klien tidak bisa

makan dan minum, demam

lalu dibawa RSF. Riwayat

HT 5 tahun tidak

terkontrol, merokok 3

bungkus/hari.

Tanggal pengkajian 17/04/12, Kesadaran composmentis,

kekuatan otot 4444

4444

2222

2222, Tensi= 180/100 mmHg, MAP 127

(N=70-130) N= 92x/mt, RR 28 x/mt, Suhu= 39°C pupil

isokor ɸ 3mm/3mm, kesadaran somnolen GCS

(E3M6Vafasia). Hasil CT Scan tgl 15/04/12= Infark luas

relative baru, lobus fronto-temporo-parietalis kanan disertai

edema hemisfer cerebral kanan& herniasi subfalcin, infark

kortikal lobus parietalis kiri. Klien belum bab + 5 hari, BU

12x/mt, perkusi abdomen timpani terpasang NGT diit cair 6

x 250 cc, foley catheter produksi urine 2000cc/ hari, warna

kuning agak jernih. Hasil laboratorium : 15/4/12

hemoglobin adalah 13,8 g/dL (13 – 17,3 mg/dL),

Hematocrit 38%. Albumin 3,1 g/dl (3.4-4.8). Tinggi badan

160 cm, LILA 27 cm, perkiraan BB 57.1 kg. BB ideal 56

kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah 22.3 (N 18,5

– 24,9), reflek fisiologi: bisep, trisep, patella, tendon achiles +2

+2|

+2

+2 dalam batas normal;Tanda peningkatan tekanan

intrakranial : muntah (-), papiledema tidak dikaji. Tanda

rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig >135/>135,

Laseque >70/>70. Babinski (-/+), brudinski I & II (-).

Pemeriksaan saraf kranial I-XII belum dapat dikaji

Stimulus fokal adalah

penurunan kekuatan

otot, stimulus

kontekstual adalah

infark serebral,

stimulus residual

adalah riwayat stroke,

perokok, kurang

pengetahuan.

- Risiko

perubahan

perfusi

jaringan

serebral

- Risiko

aspirasi

- Kerusakan

menelan

- Perubahan

nutrisi

kurang dari

kebutuhan

- Kerusakan

komunikasi

- Gangguan

eliminasi

konstipasi

- Gangguan

mobilitas

fisik

Klien KRS tanggal 04/05/12

Setelah dilakukan tindakan

selama 14 hari ( hari perawatan

ke-16) klien diperbolehkan

pulang dengan evaluasi tidak

terjadi perubahan perfusi

jaringan serebral. kerusakan

menelan klien membaik, NGT

dilepas pada hari ke-10 diit

peroral dapat direspon dengan

baik, dan klien tidak batuk/

tersedak, klien tidak mengalami

aspirasi. Foley catheter dilepas

pada hari ke 9, BAK masih

kadang- kadang ngompol, BAB

sudah mulai rutin tiap hari

setelah hari ke 5, bicara kalimat

masih belum jelas namun kata-

kata bisa dan kemampuan

mobilisasi meningkat yaitu klien

sudah dapat duduk uncang-

uncang disisi ditempat tidur dan

kursi roda dibantu keluarga.

kekuatan otot meningkat 5555

5555

3333

2222 T:150/90, S;36,7°C,

N; 88x/mt, RR:20x/mt, Rh-/-,wh

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 153: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

-/-. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa Tn TS

adaptif terhadap kondisi yang

dialami saat ini.

16 SI recurrent

Tn TS/56 th agama kristen,

suku batak/ Indonesia,

sudah tidak bekerja

(mantan pegusaha) dan

menikah dengan 3 orang

anak, RM 00580602,

tinggal di jl. Tanah Kusir II

kebayoran lama Jaksel.

Pasien masuk RSUPF

Jakarta melalui IGD pada

tanggal 01/12/2011 pukul

11.00 wib, Keluhan utama,

kemarin setelah magrib

klien tiba- tiba tubuhnya

lemas sebelah kiri, tidak

kuat jalan dan bicara pelo.

Riwayat HT 10 tahun tidak

terkontrol, merokok 1

bungkus/hari, tahun 2004

pernah stroke sehingga

muka lemas separuh, dan

mata sulit menutup.

Tanggal pengkajian 05/12/11, Kesadaran composmentis,

kekuatan otot 5555

5555

2222

2222, Tensi= 140/90 mmHg, N= 92x/mt,

RR 20 x/mt, Suhu= 36,5. Fungsi otonom : tidak terdapat

inkontinensia uri, belum BAB 4 hari. Tanda rangsang

meningeal: kaku kuduk(-), brudzinski (-), kernig

>135//>135, laseg >70/>70. Nervus I tidak ada gangguan,

NII eksoftalmus pada mata, N IVdan VI tidak ada

gangguan, Nervus III pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm,

reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata kanan

dan kiri +/+, Nervus V (trigeminus), tidak ada gangguan;

Nervus VII (fasialis), asimetri, otot wajah kiri mengalami

kelemahan, N VII parese sentral,; N VIII pendengaran

kanan dan kiri dapat mendengar detik arloji dan gesekan

jari.; Nervus IX, dan X klien mengalami disfagia

(gangguan menelan), Nervus XI (aksesorius), kelemahan

pada sisi tubuh sebelah kiri; Nervus XII (hipoglosus)

terdapat gangguan gerakan dan kekuatan lidah, klien

menolak dipasang NGT karena merasa tidak nyaman dan

dulu pada stroke yang pertama dia tidak pakai selang masih

bisa makan sendiri. Hasil CT Scan tanggal 1/12/11 focal

atrofi serebri, tampak infark kecil pada thalamus kiri dan

region parietalis kiri.

Stimulus fokal adalah

penurunan kekuatan

otot, stimulus

kontekstual adalah

infark serebral,

stimulus residual

adalah riwayat stroke,

perokok, kurang

pengetahuan.

- Risiko

perubahan

perfusi

jaringan

serebral

- Risiko

aspirasi

- Kerusakan

menelan

- Gangguan

eliminasi

konstipasi

- Gangguan

mobilitas

fisik

Klien KRS tanggal 14/12/11

Setelah dilakukan tindakan

selama 10 hari ( hari perawatan

ke-15) klien diperbolehkan

pulang dengan evaluasi perfusi

jaringan serebral efektif,

kerusakan menelan klien

membaik, diit peroral dapat

direspon dengan baik, dan klien

tidak batuk/ tersedak, klien

tidak mengalami aspirasi. BAB

sudah mulai rutin tiap hari

setelah hari ke 6, bicara lancar

sedikit pelo, dan kemampuan

mobilisasi meningkat yaitu klien

sudah dapat duduk uncang-

uncang disisi ditempat tidur dan

kursi roda dibantu keluarga.

kekuatan otot meningkat 5555

5555

3333

2222 T:140/90, S;36°C,

N; 80x/mt, RR:20x/mt, Rh-/-,wh

-/-. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa Tn TS

adaptif terhadap kondisi yang

dialami saat ini.

17 SI + Parkinson disease +

observasi febris ec CAP

Tn RC (57 tahun) agama

kristen, suku batak/

Indonesia, pensiunan

pegawai negeri sipil, dan

juga seorang duda dengan

3 orang anak, tinggal di jl.

Aggrek Ciganjur Jaksel.

Tanggal pengkajian tanggal 10/11/11 jam 08.00, data

rekam medis tgl 9-11-11 tertulis Tn. RC mengalami kejang

pada pukul 01.55 lalu mendapat diazepam 5 mg bolus IV,

lalu kejang teratasi. Saat dikaji px syok dan masuk ke ruang

Resusitasi, Tensi 60 mmHg/palp, RR: 48x/mt, suhu:

36,6°C, N=140x/mt, per menit, reguler, dangkal, wheezing

(-), ronchi (+/+) basah kasar, batuk (+), bentuk dada

simetris, pengembangan dada kiri dan kanan sama, retraksi

intercosta ada, perkusi paru resonan, terpasang O2 nasal

stimulus fokal pada

pengkajian oksigenasi

didapatkan adanya

penurunan kesadaran,

alkalosis metabolic,

CAP(community

acquired pneumonia),

thorak foto terdapat

bilateral infiltrat;

- Ketidakefe

ktifan

perfusi

jaringan

serebral

- Risiko

aspirasi

- Kerusakan

pertukaran

Evaluasi tanggal 11/11/11

Nafas spontan dibantu NRM 10

lpm, kesadaran composmentis

GCS E4M6Vsulit dikaji, pupil

bulat isokor Ø3 mm/3 mm

reaksi cahaya tidak langsung

+/+, reaksi cahaya langsung

+/+,t erapi oral melalui NGT

madopar,THP,PCT,sifrol sudah

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 154: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

Pasien dirawat dengan

diagnosa medis parkinson

disease dan. Pasien masuk

RSUPF Jakarta melalui

IGD pada tanggal 9

November 2011 pukul

20.48 wib, lalu tgl

10/11/11 jam 08.00 masuk

di ruang RES Keluhan

utama, sejak 1 mgg yang

lalu, sulit makan, demam,

kesemutan sesisi, kejang (-

), bicara susah (Tn. RC

bicara pelo sudah sejak 1

tahun yang lalu), 2 hari

sebelum masuk rumah

sakit Tn. RC sama sekali

tidak dapat makan, demam,

muntah, sering tersedak. 1

hari sebelum masuk rumah

sakit Tn RC kesadaran

menurun.Riwayat DM (-),

HT (-), stroke (-). Th 2007

Tn. RC menderita

parkinson, th. 2009 Tn. RC

operasi tempurung lutut

kanan, sejak operasi

tersebut Tn, RC aktivitas

menggunakan kursi roda

kanul 3 liter per menit. ekstremitas teraba dingin, nadi

perifer lemah,dan cepat, nadi 140 x/menit, tekanan darah 60

mmHg/ palpasi, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, murmur

(-), gallop (-).Hasil laboratorium tgl 9/11/11; hemoglobin

adalah 15,6 g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL);. Analisa gas darah

menunjukkan hasil pH 7,45. pCO2 14,3 mmHg. pO2 176,0

mmHg, HCO3 9,9 mmol/liter, BE -10,4 mmol/liter dan O2

saturasi 99,3%. Pemeriksaan rontgen thorak tanggal

9/11/11 menunjukkan bilateral infiltrat. Pasien 2hr ini sama

sekali tidak mendapat makan dan minum, terpasang NGT,

bising usus 8x/menit, perkusi timpani, palpasi supel, pasien

mengalami disfagia derajat I (dooling, gerakan lidah

terganggu/mengalami kelemahan, tidak bisa menutup bibir

dan batuk), muntah (-). Hasil laboratorium: gula darah

sewaktu 132 mg/dl (90-120 mg/dl), Tinggi badan 165 cm,

dengan lingkar lengan 25 cm perkiraan BB 63.5 kgTurgor

kulit turun, tidak ada edema, bibir dan mukosa kering.

masukan cairan per NGT=(-) dan IVFD 1500 cc/hari.Cairan

infuse Na cl 0.9% mulai tgl 9/11/11 jam 21.00 sampai tgl

10/11/11 jam 08.00 masuk 700 cc Hasil laboratorium :

natrium 134 mEq/L (132-147 mEq/L); kalium 5.24 mEq/L

(3.30 - 5.40 mEq/L); clorida 78 mEq/L (94,0 – 111,0

mEq/L); kreatinin darah 0,80 mg/dL (0,5 - 1.3 mg/dL);

ureum darah 36 mg/dL (10 – 50 mg/dL); hematokrit 45%

(40,0-48,0 %). Kesadaran apatis, kekuatan otot sulit

dikaji; reflek fisiologi : bisep, trisep, patella, tendon achiles

dalam batas normal; reflek patologi : Babinski, Chaddock,

Gordon, Oppenheim, Schaefer (-/-). Test koordinasi belum

dapat dikaji. Fungsi otonom: inkontinensia uri, terpasang

kateter menetap. Tanda peningkatan tekanan intrakranial :

nyeri kepala (-), muntah (-), papiledema tidak dilakukan.

Tanda rangsang meningeal : belum dapat dikaji.

Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut : Nervus

I,II, IV,VI,VII,VIII,IX,X,XI,XII belum dapat dikaji; Nervus

III pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya

langsung dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+,

hasil CT Scan tgl 10/11/2011 didapatkan adanya infark di

thalamus kanan dan kiri, kapsula interna kiri, crus anterior

dan posterior paraventrikel lateralis

stimulus

kontekstualnya

parkinson sejak th

2007; dan stimulus

residualnya operasi

tempurung lutut

kanan th.2009

sehingga pasien hanya

beraktivitas diatas

kursi roda.

gas

- Risiko

gangguan

integritas

kulit

- Defisit

volume

cairan

- Perubahan

nutrisi

kurang dari

kebutuhan

diberikan jam 08.30

Terapi ceftriaxon 2 gram dan

citicholin 500mg/ IV sudah

diberikan jam 10.00

Jam 10.00 tensi 130/70

mmHg,S=37.3°C, N=100x mt,

RR= 36x/mt, MAP=90

produksi urine 200 cc warna

kuning jernih (mulai jam 08.00 –

10.00)

masalah belum teratasi,

sementara klien masih adaptif

terhadap perfusi jaringan

serebral, dan cairan rencana

perawatan dilanjutkan ke ruang

perawatan.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 155: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

18 SI

Tn M/ 56 tahun

No RM 00771299

Klien mrs tgl 15 Oktober

2011 di ruang HCU dan

pindah diruang perawatan

mulai tanggal 22 Oktober

2011. Seminggu sebelum

MRS klien mengeluh

pusing- pusing dan sering

istirahat, sebelum MRS

klien berangkat kerja naik

sepeda motor dan tiba- tiba

jatuh CAP dalam proses

pengobatan

Riwayat Hipertensi 9 bl

yang lalu, Riwayat DM -,

Penyakit jantung -, asma-,

alergi-

Pengkajian tanggal 22 Oktober 2011 Kesadaran compos

mentis. tekanan darah 120/80mmHg, hasil CT Scan

menunjukkan adanya Infark pada cerebellum, Oedema

cerebri,Ventriculomegali ringan, perdarahan subarachnoid

BAB (+) lembek. Klien terpasang Dower kateter sejak tgl

15/10/11 waktu itu mengalami penurunan kesadaran,

sebelum sakit buang air kecil 4-5 x sehari,buang air besar 1

x.Selama di rumah sakit, klien buang air besar 1 x sehari,

terpasang pampers, sehari 2 x ganti pampers. Produksi urine

400 cc/ 4 jam, warna kuning jernih melalui foley catheter

(Kateter sudah diganti tgl 22/10/2011), BAK masih belum

bisa mengontrol. Klien mengeluh nyeri kepala cekot –

cekot pada belakang kepala skala 6 ( 1-10) nyeri terutama

pada siang hari. Klien juga mengeluh memiliki masalah

dengan keluarganya dan pekerjaannya. Pemeriksaan N I-

XII dalam batas normal, hanya pada N II: Pandangan

double jika kedua mata melihat, lapang pandang tidak ada

gangguan pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya

langsung dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+,

Kaku kuduk -, brudzinski I dan II -, laseq >70/>70, kernig

> 135/>135. Klien belum mampu duduk seimbang maupun

jalan, klien mengalami gangguan koordinasi terutama pada

ekstremitas kanan BPR +2/+2, TPR +2/+2, KPR +2/+2

APR +2/+2 Kekuatan otot 4444

5555|

5555

5555

Stimulus fokal adalah

kelemahan anggota

gerak, gangguan

koordinasi stimulus

kontekstual adalah

Infark pada

cerebellum, Oedema

cerebri,Ventriculomeg

ali ringan, perdarahan

subarachnoid, stimulus

residual adalah

hipertensi sejak 9

bulan yang lalu tidak

terkontrol.

- Risiko

perubahan

perfusi

jaringan

serebral.

- Nyeri akut

- Kerusakan

mobilitas

fisik

- Cemas

- Risiko

Cidera

- inkontinens

ia urine

- Defisit

perawatan

diri

- Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 12 hari

perawatan klien tidak

menunjukkan penurunan

perfusi serebral dan cedera

fisik. Klien sudah mampu

duduk seimbang dan duduk

dikursi roda. Nyeri berkurang

pada skala 1, T: 130/80

mmHg, S:36°C, RR: 16x/mt,

N:88x/mt, klien mengatakan

perasaannya lebih tenang, dan

berharap segera sembuh dan

menata hidupnya. Foley

catheter sudah dilepas pada

hari ke-11 perawatan, klien

sudah dapat mengontrol BAK,

klien sudah mampu makan

sendiri, menyeka tubuhnya

pada area yang terjangkau

klien, memakai pakaian sendiri

dan buang air besar dikamar

mandi dengan dibantu.

19 SI+ HT

Ny. SS/59 th

No. RM: 00771289 mrs

sejak tanggal 10/10/2011

beragama Islam, suku

Jawa, pekerjaan pedagang.

Klien dibawa kerumah

sakit dengan keluhan 2 hr

sebelum MRS pada malam

hari klien tidur dan pada

pgi hari ketika bangun

sudah tidak mampu

Pengkajian tanggal 11/10/11 Kesadaran compos mentis.

tekanan darah 150/9 0mmHg, hasil CT Scan menunjukkan

adanya lacunar infark dan infark diparaventrikel lateral

sinistra, tak tampak perdarahan, perselubungan ringan dari

sinus ethmoidalis dekstrasinusitis. BAB (+) lembek.

Klien tidak didapatkan inkontinensia urine dan

inkontinensia alvi.BAK 4-5 kali sehari warna kuning jernih,

mual(-), muntah (-), makan masih sedikit malas, nyeri

kepala skala 6 (1-10) pada area belakang. Pemeriksaan N I-

XII dalam batas normal, hanya pada N XI: lemah pada sisi

kanan tubuh dan N VII parese sentral dekstra. Pupil bulat

isokor Ø 2 mm/2 mm, reflek cahaya langsung dan tidak

Stimulus fokal adalah

kelemahan anggota

gerak, stimulus

kontekstual adalah

Infark serebral,

stimulus residual

adalah hipertensi,

kurang pengetahuan

- Risiko

perubahan

perfusi

jaringan

serebral.

- Kerusakan

mobilitas

fisik

- Defisit

perawatan

diri

Klien KRS tanggal 18/10/11.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 8 hari klien

tidak menunjukkan penurunan

perfusi serebral. Klien sudah

mampu duduk seimbang dan

duduk dikursi roda serta mampu

berjalan kekamar mandi. Nyeri

berkurang pada skala 1, T:

130/80 mmHg, S:36°C, RR:

20x/mt, N: 80x/mt, klien

mengungkapkan sudah mengerti

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 156: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

menggerakkan tangan dan

kaki kanannya, lalu klien

dibawa kerumah sakit.

riwayat hipertensi (+) 5

tahun yang lalu tidak

terkontrol baik.

langsung pada mata kanan dan kiri +/+, Kaku kuduk -,

brudzinski I dan II -, laseq >70/>70, kernig > 135/>135.

Klien belum mampu duduk seimbang BPR +2/+2, TPR

+2/+2, KPR +2/+2 APR +2/+2 Kekuatan otot 2222

3333|

5555

5555.

Klien mengatakan tidak tahu bagaimana mengatur

makannya supaya tekanan darahnya tidak tinggi. Hasil

laboratorium Hb 14.1 g/dL (11,7 – 15,5 mg/dL), Hematocrit

42% (33-45).

cara mengatur makanannya dan

akan rajin kontrol. Klien sudah

mampu memakai bajunya

sendiri, makan sendiri serta

mandi dan gosok gigi sendiri di

kamar mandi dengan bantuan

minimal. Sehingga dapat

disimpulkan klien adaptif

terhadap kondisinya

20 SI+ CAD+ CHF

Ny. A, Usia 91 tahun

No. RM: 00875581 mrs

sejak tanggal 22 September

2011 beragama Islam,

Klien dibawa kerumah

sakit dengan keluhan tidak

sadarkan diri sejak tadi

pagi.Keluarga klien

mengatakan klien sudah

sakit dan terbaring di

tempat tidur sejak 2 hari

sebelum mrs, dan sejak

tadi pagi klien tidak

bangun- bangun. Keluhan

muntah proyektil (-),

pandangan kabur (+).

riwayat hipertensi (+)

sudah + 20 th yang lalu

dan klien rajin kontrol ke

dokter praktek, DM (-),

sakit jantung CAD, CHF

(+), terpasang pace maker.

Riwayat sosial: klien

seorang ibu rumah tangga

dengan 7 orang anak.

Riwayat merokok,

pengguna alkohol

disangkal.riwayat stroke (-)

Pengkajian tanggal 26/09/2011. Klien mengalami

penurunan kesadaran sejak mrs akibat adanya infark di

paraventrikel lateral dekstra- sinistra dan infark kecil

didaerah thalamus dan basal ganglia sinistra, lesi hiperden

pada para falk cerebri parietal dekstra 3x1,5x2 cm (hasil CT

Scan tgl 22 september 2011). Klien terpasang NGT sejak

masuk, tekanan darah 150/90 mmHg, suhu : 37.4 N:70

x/mt RR= 20 x/mt. Kesadaran apatis, kekuatan otot sulit

dikaji; reflek fisiologi : bisep +2/+2, trisep +2/+2, patella

+2/+2, tendon achiles +2/+2. reflek patologi : Babinski,

Chaddock, Gordon, Oppenheim, Schaefer, (-/-). Fungsi

serebelum: test koordinasi belum dapat dikaji . Fungsi

otonom : inkontinensia uri, terpasang kateter

menetap.Tanda peningkatan tekanan intrakranial : nyeri

kepala (-), muntah (-), papiledema tidak dilakukan. Tanda

rangsang meningeal : belum dapat dikaji. Pemeriksaan saraf

kranial adalah nervus I,II, IV,VI,VII,VIII,IX,X,XI,XII

belum dapat dikaji; Nervus III pupil bulat isokor Ø 3 mm/3

mm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata

kanan dan kiri +/+, Terdapat luka tekan grade I, Terpasang

NGT, diit cair 6 x 200 cc. bising usus 18x/menit, perkusi

timpani, palpasi supel. Hasil laboratorium : albumin 3,9

g/dL (3,40 – 4,80 g/dL), kolesterol total 214 mg/dL (120 –

200 mg/dL), trigliserida 145 mg/dL (50 – 150 mg/dL),

HDL 60 mg/dL (40 – 55 mg/dL), LDL 115 mg/dL (50 –

130mg/L). Tinggi badan 158 cm, LILA 25 cm, perkiraan

BB 48.8kg, BB ideal 53 kg.

Stimulus fokal yaitu

klien mengalami

penurunan kesadaran,

stimulus kontekstual

adalah infark di

paraventrikel lateral

dekstra- sinistra dan

infark kecil didaerah

thalamus dan basal

ganglia sinistra;

stimulus residual

adalah hipertensi

sejak 20 th yang lalu,

CAD, dan CHF.

- Risiko

aspirasi

- Ketidakefe

ktifan

perfusi

jaringan

serebral

- Risiko

nutrisi

kurang dari

kebutuhan

- Gangguan

integritas

kulit

- Defisit

perawatan

diri total

Pada hari ke-8 perawatan

kondisi klien menurun:

peningkatan suhu 39.9°C,

RR32x/mt, T=160/90 mmHg N

70x

Memasuki hari ke 9 tanggal

pukul 22.00 klien apnoe dan

meninggal, dengan demikian

dapat disimpulkan klien

maladaptif terhadap kondisi

yang dialami.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 157: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

- CEDERA KEPALA

21 EDH + fracture linear +

SAH traumatic

Tn.A (49tahun), agama

Islam, Jawa/Indonesia,

pedagang, dan sudah

menikah. Klien masuk RSF

Jakarta melalui IGD pada

tanggal 15/10/11 jam 11.20

wib, masuk di ruang

perawatan 16/10/11 pukul

10.00 Keluhan utama Klien

masuk RS adalah

mengalami kecelakaan,

pagi pukul 6.00 klien

mengendarai sepeda motor

lalu tiba- tiba klien pingsan

dijalan dan ditolong tukang

ojek dibawa kerumah sakit,

klien tidak ingat

kejadiannya. Di IGD: mual

(+), nyeri kepala (+),

muntah (+), hematom

dikepala (+). riwayat DM

(-), HTi sejak 2 tahun

tidak terkontrol. riwayat

stroke (-), tgl 15 oktober

2011 hasil konsul bedah

saraf volume perdarahan 7

cc, rawat dr. Neuro dan

CT scan control 3 hari lagi.

Pengkajian pada tanggal 17 Oktober 2011 pukul 09.00

WIB. kesadaran composmentis, mual (+), Klien tiduran

dan mengeluh kesakitan pada daerah kepalanya skala 9

(skala 0-10), muntah (-), mencret 3X, tekanan darah

170/100 mmHg, suhu : 37,8, N:60 x/mt, RR 20 kali per

menit, reguler, kedalaman cukup, wheezing (-), ronchi (-),

batuk (-), terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, tidak

ada sianosis. Hasil laboratorium adalah hemoglobin 13,9

g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL); eritrosit 5.08 Juta/ul (4,40 – 5,90

Juta/ul). Cholesterol: 214 (N=<200) Hasil CT- scan tgl 15

oktober 2011: Epidural hematom di region parietooccipital

kanan, perdarahan subarachnoid di fossa posterior, edema

cerebella, fraktur linear di os. parietooccipital kanan,

subgaleal hematom di regio parietooccipital kanan kiri,

sinusitis ethmoidalis kanan kiri, Klien tidak mengalami

kelemahan anggota gerak. Kekuatan otot 5555

5555|

5555

5555.

Aktifitas Klien dilakukan di atas tempat tidur, aktifitas

sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan keluarga.

Kesadaran composmentis, GCS 15 (E4M6V5). Nervus I,

Klien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan

balsem. Nervus II, tidak ada gangguan lapang pandang,

visus belum dapat dinilai. Nervus VIII, Klien dapat

mendengar, Klien dapat merasakan sentuhan. Nervus V dan

VII Klien dapat merasakan sentuhan diwajah, kekuatan

otot mengunyah baik, otot wajah simetris.

stimulus fokal adanya

epidural hematom,

perdarahan

subarachnoid, edema

cerebri, fraktur linear

di os. parietooccipital

kanan, subgaleal

hematom, stimulus

kontekstualnya

hipertensi yang tidak

terkontrol sejak 2

tahun yang lalu;

hiperkholesterolemia

dan stimulus

residualnya adalah

kebiasaan merokok (1

bungkus per hari)

- Risiko

perubahan

perfusi

jaringan

serebral.

- Nyeri akut

- Incontinens

ia fecal

evaluasi menunjukkan tekanan

darah Klien mulai hari ke-6 sudah

sama seperti sebelum Klien sakit

yaitu 140/90 mmHg, pada hari ke-

5 nyeri kepala terjadi penurunan

skala 5-6 dan pada hari ke delapan

nyeri kepala turun pada skala 3

dan lebih terasa hanya pagi hari

dan pada hari ke 10 nyeri kepala

sudah pada skala 1-2 , nadi 88 kali

per menit, suhu 36,4° C, RR: 20

x/menit;kesadaran komposmentis,

MAP sejak hari pertama berkisar

antara 98 – 122,75 mmHg (N= 70

– 130 mmHg). Untuk eliminasi

fecal klien pada tgl 18/10/2011

mencret 8 kali sehari dan pada

malam hari lebih sering, hari

ketiga diare sudah berkurang

3x/hr dengan konsistensi feses

lembek dan pada hari keempat

sudah tidak mencret pada hari ke-

11 Klien dilakukan CT Scan ulang

(CT scan tgl 26 Oktober 2011)

hasilnya: dibandingkan CT Scan

tgl 15 oktober 2011 epidural

hematom di fossa posterior

oksipital kanan mulai terabsorbsi

dan menipis. Sehingga

disimpulkan pada hari ke-11 klien

adaptif terhadap kondisi yang

dialami saat ini. Klien KRS

setelah perawatan hari ke-12

22 CKS + Suspect fr. Basis

cranii

Ny SI/ 48 th, agama Islam,

suku Jawa, status janda

dengan 3 anak, pekerjaan

Pengkajian tanggal 22/11/12 jam 09.00, kesadaran

somnolen GCS 11-12 (E2-3M6V4). Klien tiduran dan

mengeluh kesakitan pada daerah kepalanya skala 9 (skala 0-

10), muntah (+), tekanan darah 110/80 mmHg, suhu : 37°C,

N:70 x/mt, RR 20 kali per menit, reguler, kedalaman cukup,

stimulus fokal adanya

penurunan kesadaran,

stimulus kontekstual

adanya SAH, EDH

stimulus residualnya

- Ketidak

efektifan

perfusi

jaringan

serebral.

evaluasi menunjukkan pada hari

ke-10: perfusi jaringan serebral

adekwat ditunjukkan tensi 120/80

nadi 76 kali per menit, suhu 36,4°

C, RR:20x/menit; kesadaran

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 158: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

ibu rumah tangga, alamat

jl. Bangka raya-prapatan

Jakarta. RM 01105533.

MRS 21/11/12 jam 19.42

Riwayat penyakit 5 jam

sebelum mrs klien pingsan

setelah tertabrak motor,

kejang (+) muntah (+)

perdarahan THT (+), klien

sempat dibawa keklinik

terdekat selanjutnya

dirujuk ke RSF /

wheezing (-), ronchi (-), batuk (-), terpasang O2 nasal kanul

3 liter per menit, tidak ada sianosis. Hasil laboratorium

adalah hemoglobin 11,1 g/dL (11,7 – 15.5 mg/dL); Hct

36%, eritrosit 3.97Juta/ul (4,40 – 5,90 Juta/ul). Cholesterol:

214 (N=<200) Hasil CT- scan tgl 21/11/12:SAH di sulsi

fronto temporo parietal kanan, edema serebri hemisfer

kanan, curiga EDH tipis di temporal kanan, fraktur os

temporal kiri dengan perselubungan ringan mastoid kiri.

Klien tidak mengalami kelemahan anggota gerak. Kekuatan

otot 5555

5555|

5555

5555. Aktifitas Klien dilakukan di atas tempat

tidur, aktifitas sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan

keluarga. Nervus I, Klien dapat membedakan bau minyak

kayu putih dan balsem. Nervus II, tidak ada gangguan

lapang pandang, visus belum dapat dinilai. Nervus VIII,

Klien dapat mendengar, Klien dapat merasakan sentuhan.

Nervus V dan VII Klien dapat merasakan sentuhan

diwajah, kekuatan otot mengunyah baik, otot wajah

simetris. N IX-XII tidak ada kelainan.

adalah anemia - Risiko

aspirasi

- Nyeri akut

- Risiko

injuri

- konfusi

akut

komposmentis mulai hari ke-4,

Nyeri kepala terjadi penurunan

skala 5-6 dan pada hari ke 12

nyeri kepala turun pada skala 2

dan lebih terasa hanya pagi. CT

Scan ulang tidak dilakukan

karena keluarga tidak mampu

biaya. Sehingga disimpulkan pada

hari ke-10 klien adaptif terhadap

kondisi yang dialami saat ini.

Klien KRS setelah perawatan hari

ke-12

23 EDH +SDH

FE/ 13 th, agama Islam,

pelajar SLTA, RM

1104373.klien MRS di

RSF tanggal 16/11/11 jam

01.01. riwayat sakit: klien

mengalami kecelakaan lalu

lintas ditabrak mobil

kemarin, lalu dibawa ke

RS terdekat Bina Husada

lalu di rujuk ke RSF

Pengkajian tanggal 16/11/11 pada pukul 10.00, kesadaran

apatis GCS 10 (E2M6V2). Klien gelisah, mengeluh

kesakitan pada daerah kepalanya, muntah (+), tekanan

darah 120/70 mmHg, suhu : 37°C, N:84 x/mt, RR 24 kali

per menit, reguler, kedalaman cukup, wheezing (-), ronchi

(-), batuk (-), terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit,

tidak ada sianosis. Pupil bulat isokor ɸ 6 mm/ 6 mm, Hasil

laboratorium dan CT scan sedang dikirim ke kamar operasi

untuk persiapan operasi, Klien tidak mengalami kelemahan

anggota gerak. Kekuatan otot 5555

5555|

5555

5555. Terpasang foley

catheter. N I-XII tidak bisa dikaji. Klien sementara puasa

persiapan operasi.

stimulus fokal adanya

penurunan kesadaran,

stimulus kontekstual

adanya SDH, EDH

stimulus residualnya

adalah lamanya

menunggu operasi.

- Ketidak

efektifan

perfusi

jaringan

serebral.

- Risiko

aspirasi

- Nyeri akut

- Risiko

injuri

- konfusi

akut

evaluasi menunjukkan pada pukul

12.00 keadaan klien makin

menurun kesadaran apatis

GCS 10 (E2M6V2). Klien gelisah,

mengeluh kesakitan pada daerah

kepalanya, muntah (+), tekanan

darah 120/70 mmHg, suhu :

37,3°C, N:84 x/mt, RR 24 kali per

menit, reguler, kedalaman cukup,

wheezing (-), ronchi (-), batuk (-),

terpasang O2 nasal kanul 3 liter

per menit, tidak ada sianosis.

Pupil bulat anisokor ɸ 3 mm/ 6

mm. Pukul 13.30 klien di kirim

kekamar operasi. Sehingga

disimpulkan tidak terjadi aspirasi

maupun injuri, namun perfusi

jaringan serebral klien masih

dalam tahap kompensasi sampai

tahap penanganan selanjutnya.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 159: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

24 Contosio serebri+ SAH

Tn RI/ 20 th, agama Islam,

status belum kawin,

pekerjaan di perusahaan

swasta, RM 01104079,

alamat Kp Cihideung ilir

Bogor. Klien MRS tanggal

14/11/11 jam 03.00.

Riwayat sakit : + 18 jam

sebelum MRS jatuh dari

kereta pingsan + 6jam,

muntah (+), kejang (-),

perdarahan THT (+),

sempat dibawa ke RSF tapi

tempat penuh klien pulang,

tapi balik lagi malam

harinya. Riwayat DM (-),

HT (-), alkohol (-),

merokok 1 bungkus/hari

Tanggal pengkajian 14/11/11 jam 09.00. kesadaran apatis

GCS 11 (E2M6V3). Klien gelisah, mengeluh kesakitan pada

daerah kepalanya, muntah (-), tekanan darah 120/70 mmHg,

suhu : 37,3°C, N:70 x/mt, RR 18 kali per menit, reguler,

kedalaman cukup, wheezing (-), ronchi (-), batuk (-),

terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, tidak ada

sianosis. Pupil bulat isokor ɸ 3 mm/ 3 mm, reflek cahaya

langsung dan tidak langsung +/+, brain hematom (-),

terpasang NGT dan foley catheter produksi urine 400 cc/5

jam. Hasil laboratorium DL, SGOT/SgPT dan serum

elektrolit dalam batas normal dan CT scan edema serebri

ruang frontoparieto dekstra, SAH di falk serebri, ruang

parietal dekstra, suspect perdarahan intraparenkimal di

ruang frontal dekstra. Terdapat kelemahan ekstremitas kiri,

kesan Kekuatan otot 5555

5555|

3333

2222. N I-XII belum dapat dikaji.

stimulus fokal adanya

penurunan kesadaran,

stimulus kontekstual

adanya SAH, edema

serebri stimulus

residualnya adalah

kondisi ekonomi

keluarga.

- Ketidak

efektifan

perfusi

jaringan

serebral.

- Risiko

aspirasi

- Nyeri akut

- Risiko

injuri

- konfusi

akut

- Risiko

manajemen

terapi

keluarga

tidak efektif

evaluasi menunjukkan pada pukul

12.00 keadaan klien statis

kesadaran apatis GCS 11

(E2M6V3). Klien gelisah,

mengeluh kesakitan pada daerah

kepalanya, muntah (+), tekanan

darah 120/80 mmHg, suhu :

36.4°C, N:64 x/mt, RR 20 kali per

menit, reguler, kedalaman cukup,

wheezing (-), ronchi (-), batuk (-),

terpasang O2 nasal kanul 3 liter

per menit, tidak ada sianosis.

Pupil bulat isokor ɸ 3 mm/ 3 mm.

Pukul 14.00 klien di kirim

kekamar ruang HCU.. Sehingga

disimpulkan tidak terjadi aspirasi

maupun injuri, keluarga akan

mengurus jaminan kesehatan

masyarakat untuk pengobatan

klien, namun perfusi jaringan

serebral klien masih dalam tahap

kompensasi sampai tahap

penanganan selanjutnya.

25 CKB + SDH

FA/ 12 th, agama Islam,

pelajar SMP, RM 1104612

.klien MRS di RSF tanggal

17/11/11 jam 03.00.

riwayat sakit: klien

mengalami kecelakaan lalu

lintas kemarin jam 20,00

berboncengan dengan

temannya ditabrak mobil.

Klien sempat dirawat di RS

karya bakti semalam lalu

di rujuk ke RSF

Pengkajian tanggal 17/11/11 pada pukul 09.00, kesadaran

somnolen GCS 14 (E4M5V5). Klien gelisah menjerit-jerit

nyeri pada daerah kepalanya, perdarahan telinga (-),

raccoon eyes mata kiri, muntah (-), tekanan darah 110/70

mmHg, suhu : 36.5°C, N:80 x/mt, RR 20 kali per menit,

reguler, kedalaman cukup, wheezing (-), ronchi (-), batuk

(-), akral hangat, terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit,

tidak ada sianosis. Pupil bulat isokor ɸ 5 mm/ 5 mm, Hasil

laboratorium dan CT scan sedang dikirim ke kamar operasi

untuk persiapan operasi, Klien tidak mengalami kelemahan

anggota gerak. Kekuatan otot 5555

5555|

5555

5555. Terpasang foley

catheter. N I-XII tidak bisa dikaji. Klien sementara puasa

persiapan operasi.

stimulus fokal adanya

penurunan kesadaran,

stimulus kontekstual

adanya SDH stimulus

residualnya adalah

lamanya menunggu

operasi.

- Ketidak

efektifan

perfusi

jaringan

serebral.

- Risiko

aspirasi

- konfusi

akut

- Nyeri akut

- Risiko

injuri

evaluasi menunjukkan pada pukul

14.00 keadaan klien makin

menurun kesadaran apatis

GCS 12 (E3M5V4). Klien gelisah,

mengeluh kesakitan pada daerah

kepalanya, muntah (+), tekanan

darah 120/80 mmHg, suhu : 37°C,

N:90 x/mt, RR 20 kali per menit,

reguler, kedalaman cukup,

wheezing (-), ronchi (-), batuk (-),

terpasang O2 nasal kanul 3 liter

per menit, tidak ada sianosis.

Pupil bulat isokor ɸ 5 mm/ 5 mm.

Pukul 14.30 klien di kirim

kekamar operasi. Sehingga

disimpulkan tidak terjadi aspirasi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 160: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

maupun injuri, namun perfusi

jaringan serebral klien masih

dalam tahap kompensasi sampai

tahap penanganan selanjutnya.

- INFEKSI OTAK

26 ME +HIV

Tn.APM/25 th, agama

protestan, suku batak, RM

01095323, alamat SMP

mabad Jakarta, status

belum menikah,

mahasiswa, tanggal MRS

28/03/12 jam

09.00.Riwayat sakit : 3

mgg sebelum MRS radang

tenggorokan, lalu klien

merasakan nyeri kepala

mulai kemarin sampai

teriak- teriak, lalu dibawa

ke RSF. Riwayat pengguna

narkoba oral, narkoba

suntik dan permiskuitas di

sangkal klien, alkohol (-),

merokok (+)

Tanggal pengkajian 29/03/12 jam 09.00. kesadaran

composmentis GCS 15 (E4M6V5). Klien tiduran dan

mengeluh kesakitan pada daerah kepalanya skala 9 (skala 0-

10), muntah (-), tekanan darah 110/70 mmHg, suhu : 36°C,

N:80 x/mt, RR 20 kali per menit, reguler, kedalaman cukup,

wheezing (-), ronchi (-), batuk (-), terpasang O2 nasal kanul

3 liter per menit, tidak ada sianosis. Hasil laboratorium

adalah hemoglobin 12.6 g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL); Hct

37%, eritrosit 4.18 Juta/ul (4,40 – 5,90 Juta/ul). LED:59

(N=0-10) Hasil CT- scan tgl 29/03/12 lesi hipodens bentuk

lacunar di kapsula interna kanan, sinusitis sfenoidalis

kronis. BB:65kg, TB:167cm. minum baik sehari 5 liter,

Klien tidak mengalami kelemahan anggota gerak. Kekuatan

otot 5555

5555|

5555

5555. Aktifitas klien dilakukan di atas tempat

tidur, aktifitas sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan

keluarga. Nervus I, Klien dapat membedakan bau minyak

kayu putih dan balsem. Nervus II, tidak ada gangguan

lapang pandang, visus belum dapat dinilai. Nervus VIII,

Klien dapat mendengar, Klien dapat merasakan sentuhan.

Nervus V dan VII Klien dapat merasakan sentuhan

diwajah, kekuatan otot mengunyah baik, otot wajah

simetris. N IX-XII tidak ada kelainan.BAK spontan 5x/hari

kuning jernih. Klien dan keluarga mengatakan takut jika

akan dilakukan LP (rencana dilakukan 04/04/12) . Pupil

bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya langsung dan

tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+, Kaku kuduk -,

brudzinski I dan II -, laseq >70/>70, kernig > 135/>135.

BPR +2/+2, TPR +2/+2, KPR +2/+2 APR +2/+2

stimulus fokal adanya

infeksi bakteri di otak

stimulus kontekstual

adanya HIV,

penurunan imun

stimulus residualnya

adalah pengguna

narkoba, prosedur LP

- Risiko

perubahan

perfusi

jaringan

serebral.

- Nyeri akut

- Cemas

- Risiko

infeksi

evaluasi menunjukkan pada

tanggal 04/04/12 jam 13.00

dilakukan LP pukul 14.00

keadaan klien makin menurun

120/70 mmHg, suhu : 36,7°C,

N:80 x/mt, RR 20 kali per menit,

reguler, kedalaman cukup,

wheezing (-), ronchi (-), batuk (-),

terpasang O2 nasal kanul 3 liter

per menit, tidak ada sianosis.

Pupil bulat isokor ɸ 5 mm/ 5 mm.

pukul 03.00 kesadaran apatis

GCS 12 (E3M5V4). Klien

berteriak- teriak kesakitan

analgesic sudah diberilan

(tramadol drip). Pukul 03.30.

Klien gelisah, mengeluh kesakitan

pada daerah kepalanya, muntah

(+), tekanan darah 60/palpasi nadi

tidak teraba , klien dinyatakan

meninggal. Sehingga disimpulan

klien tidak menunjukkan perilaku

adaptif

27 ME TB

Tn.V/26 th, agama islam,

suku sunda, alamat jakarta

status menikah, bekerja di

rekam medik RSB YKK,

Tanggal pengkajian 16/03/12 jam 09.00. kesadaran

composmentis cenderung mengantuk GCS 14 (E3M6V5).

Klien tiduran dan mengeluh kesakitan pada daerah

kepalanya skala 8 (skala 0-10), mual muntah (+), tekanan

darah 130/80 mmHg, suhu : 37,3°C, N:100 x/mt, RR 24

stimulus fokal adanya

lesi pada otak/infeksi

bakteri di otak

stimulus kontekstual

adanya TB paru

- Risiko

perubahan

perfusi

jaringan

serebral.

evaluasi setelah intervensi selama

7 hari menunjukkan, pada hari

ke-2 klien mengalami perdarahan

lambung + 100 cc, kemudian

dilakuan bilas lambung, dan diit

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 161: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

tanggal MRS 15/03/12 jam

23.00 Riwayat sakit: klien

sudah sakit demam dalam

2 hari kemudian dikantor

saat sedang kerja tiba-tiba

pingsan, dirawat di

pelayanan kesehatan rumah

sakit tempat bekerja lalu

dirujuk ke RSF. Riwayat

pengguna narkoba (-),

merokok (+), klien pernah

opname 2 kali di RSF: Nov

2011 1 minggu lalu

pulang paksa; Desember

20111 bulan dengan TB

paru + Stroke ringan juga

pulang paksa

kali per menit, reguler, kedalaman cukup, wheezing (-),

ronchi (-), batuk (-), terpasang O2 nasal kanul 3 liter per

menit, tidak ada sianosis. Hasil laboratorium adalah

hemoglobin 14,7 g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL); Hct 46%,

eritrosit 4.87 Juta/ul (4,40 – 5,90 Juta/ul). SGOT 125 mg/dl

(N: <31), SGPT66 mg/dl (N: <31), Hasil CT- scan tgl

10/01/12 Tak tampak infark, perdarahan, SOL maupun

penyangatan pathologis pada kedua hemisfer serebri, posn

maupun cerebeli. BB:60kg, TB:160cm. terpasang NGT diit

blender 3x250 cc.klien mengeluh nyeri perut dan sering

muntah (pagi + 200 cc) Klien mengalami kelemahan

anggota gerak sisi kiri. Kekuatan otot 5555

5555|

4444

4444. Aktifitas

klien dilakukan di atas tempat tidur, aktifitas sehari-hari

dibantu penuh oleh perawat dan keluarga. Nervus I, Klien

dapat membedakan bau minyak kayu putih dan balsem.

Nervus II, tidak ada gangguan lapang pandang, visus

OD/OS: 3/ 1½, Nervus VIII Klien dapat mendengar, Klien

dapat merasakan sentuhan. Nervus V dan VII Klien dapat

merasakan sentuhan diwajah, kekuatan otot mengunyah

baik, otot wajah simetris. N IX-XII tidak ada kelainan.

BAK spontan 6x/hari kuning jernih. Klien dan keluarga

mengatakan kuatir jika akan dilakukan LP meskipun dulu

sudah pernah (rencana dilakukan 21/03/12). Pupil bulat

isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya langsung dan tidak

langsung pada mata kanan dan kiri +/+, Kaku kuduk +,

brudzinski I dan II -, laseq >70/>70, kernig > 135/>135

nyeri pada sebelah kiri. BPR +2/+2, TPR +2/+2, KPR

+2/+2 APR +2/+2, brudzinski +/-.

stimulus residualnya

adalah opname 3 kali,

prosedur LP

- Risiko

aspirasi

- Kerusakan

mobilitas

fisik

- Nyeri akut

- Cemas

- Manajemen

kesehatan

individu

tidak efektif

bertahap, pada hari ke-4 NGT

klien dilepas, kesadaran klien

komposmentis penuh diit mulai

peroral, muntah (-),Mual(-), nyeri

perut (-), nyeri kepala skala3, LP

sudah dilakukan kesan tidak

ditemukan kelainan. Pada hari

ke-7 didapatkan hasil perfusi

jaringan serebral adekwat, klien

tidak mengalami aspirasi, klien

sudah lega hasil pemeriksaan LP

tidak ada kelainan, klien

mengatakan jika berobat akan

sampai tuntas. Sehingga dapat

disimpulkan klien menunjukkan

perilaku adaptif.

28 Cephalgia + suspect ME

Tn.AW/34 th, agama

Islam, suku sunda, RM

01143881, alamat Jl.

Kedung II/3 Beji depok,

status menikah,

pendidikan SLTA, tanggal

MRS 27/04/12 jam 14.38.

Riwayat klien sakit kepala

sejak 5 hari yang lalu,

Tanggal pengkajian 30/04/12 jam 09.00. kesadaran

composmentis GCS 15 (E4M6V5). Klien tiduran dan

mengeluh kesakitan pada daerah kepalanya skala 9 (skala 0-

10) sampai berteriak, mual muntah (+), tekanan darah

150/90 mmHg, suhu : 37,1°C, N:64 x/mt, RR 20 kali per

menit, reguler, kedalaman cukup, wheezing (-), ronchi (-),

batuk (-), terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, tidak

ada sianosis. Hasil laboratorium adalah hemoglobin 14,3

g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL); Hct 43%, eritrosit 5,9 Juta/ul

(4,40 – 5,90 Juta/ul). Ureum 214, creatinin 0,8, Hasil CT-

stimulus fokal adanya

infeksi bakteri di

selaput otak & otak,

edema serebri

stimulus kontekstual

Hipertensi stimulus

residualnya adalah

riwayat cedera kepala

10 th yang lalu,

prosedur LP, kurang

- Risiko

perubahan

perfusi

jaringan

serebral.

- Nyeri akut

- Cemas

-

evaluasi setelah intervensi selama

8 hari menunjukkan, pada hari

kesadaran klien komposmentis

nyeri kepala skala hilang, LP

sudah dilakukan warna LCS

merah kesan suspect meningitis

purulenta. Pada hari ke-8

didapatkan hasil perfusi jaringan

serebral adekwat, klien

menunjukkan ketenangan, tensi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 162: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

muntah-muntah terus

kesadaran somnolen GCS

E3M6V4.. Riwayat

pengguna narkoba suntik(-)

10 tahun yang lalu pernah

cedera kepala sampai koma

5 hari.

scan tgl 27/04/12 edema serebri suspect meningitis Thorak :

corakan bronkovaskuler kasar, perselubungan pada kanan

dan kiri. BB:62 kg, TB:164 cm. Klien tidak mengalami

kelemahan anggota geraki. Kekuatan otot 5555

5555|

5555

5555.

Aktifitas klien dilakukan di atas tempat tidur, aktifitas

sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan keluarga.

Nervus I, Klien dapat membedakan bau minyak kayu putih

dan balsem. Nervus II, tidak ada gangguan lapang pandang,

visus OD/OS: 1/ 1½, Nervus VIII Klien dapat mendengar,

Klien dapat merasakan sentuhan. Nervus V dan VII Klien

dapat merasakan sentuhan diwajah, kekuatan otot

mengunyah baik, otot wajah simetris. N IX-XII tidak ada

kelainan. BAK spontan 5- 6x/hari kuning jernih. Klien

sering bertanya tentang LP dan menyatakan kekuatirannya.

Pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya langsung

dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+, Kaku

kuduk +, laseq <70/<70, kernig < 135/<135. BPR +2/+2,

TPR +2/+2, KPR +2/+2 APR +2/+2.

pengetahuan 130/80,S; 36C, N: 76x/mt,

RR:20x/mt, kaku kuduk (-).

Sehingga dapat disimpulkan klien

menunjukkan perilaku adaptif.

29 ME TB

Ny A/57 th, agama Islam,

pekerjaan ibu rumah

tangga, alamat Jl Lurah

desalegoso no 76,

pendidikan tidak tamat SD,

RM 00450459, tanggal

MRS 03/10/11, Riwayat

sakit klien sejak 1 minggu

sakit dan mulai kemarin

tidak sadar, kejang (-),

mual muntah (+), demam

(+), sakit paru-paru sudah

2 tahun berobat tidak

teratur, DM (-),HT(-)

Pengkajian 03/10/11 kesadaran sopor GCS 7 (E2M2V3),

tensi 110/70 mmHg, suhu: 34,7°C, N: 90x/mt, Nafas dalam,

RR 30x/mt, dibantu NRM 8 lpm, Rh +/_, Wh +/_, sianosis

(-), PH:7,34, PCO2: 54,9, PO2: 75,1, HCO3: 29,6, sat

O2:94.2 BE:2.6. klien sementara puasa, perdarahan

lambung, NGT: 100 cc warna hitam+ stolsel, TB; 150 cm,

LILA 18 cm, perkiraan BB 35 kg, BB ideal 45 kg, BMI:

15,5 (N 18,5 – 24,9) klien tampak kurus, skor braden : 10

terpasang DC produksi 680 cc/8 jam warna kuning pekat,

belum BAB 2 hr, kekuatan otot3333

3333|

3333

3333 Pupil bulat

anisokor Ø 3 mm/6 mm, reflek cahaya langsung dan tidak

langsung pada mata kanan dan kiri +/+, BPR +2/+1, TPR

+2/+1, KPR +2/+1 APR +2/+1, N I-XII belum dapat dikaji.

Hasil CT scan : dapat sesuai dengan meningitis,

ventrikulomegali, kesuraman pada mastoid bilateral suspect

inflamasi.

stimulus fokal adanya

penurunan kesadaran

stimulus kontekstual

infeksi bakteri di

selaput otak & otak,

TB paru stimulus

residualnya adalah

status gizi buruk,

perdarahan lambung.

- Ketidak

efektifan

perfusi

jaringan

serebral.

- Risiko

aspirasi

- Kerusakan

pertukaran

gas

- Deficit

perawatan

diri total

- Nutrisi

kurang dari

kebutuhan

- Risiko

gangguan

integritas

kulit

evaluasi setelah intervensi selama

2 hari menunjukkan, klien

mengalami demam suhu: 39.8°C,

kesadaran sopor coma, RR:

32x/mt, pada tanggal 05/11/12

pukul 23.00 klien mengalami

gagal nafas dan meninggal.

disimpulkan klien menunjukkan

perilaku maladaptif.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 163: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

30 Tn K/ 68th, agama Islam,

status menikah, pekerjaan

satpam, suku sunda, alamat

Jl. Nursaid Jakarta klien

MRS tanggal 14/11/2011

klien mengalami kejang-

kejang lalu dibawa ke

klinik dekat rumah, pasien

tidak sadar lalu dirujuk ke

RSF. Fatmawati. Pasien

sebelumnya punya

penyakit batuk lama dan

berobat ke puskesmas

tetapi tidak teratur

Pengkajian 23/11/11 kesadaran apatis , GCS E3M5V3,

tensi 90/50 mmHg, S:37,5°C, N: 110x/mt, klien terpasang

NGTdiet cair 6 x 250 cc. TB = 160 cm. BB= 45 kg, BB

Ideal 54 kg, BMI = 17,5,bising usus 16 X/menit Status

neurologis; pupil isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek terhadap

cahaya langsung +/+, cahaya tidak langsung +/+. Tanda

rangsang meningeal; kaku kuduk (+), tanda laseg

>70°/>70°, tanda kerning > 135°/ > 135°. Nervus kranial I-

XII belum dapat dikaji, kekuatan otot 3333

3333|

3333

3333, reflek

fisiologis BPR +2/+2, TPR+2/+2, reflek babinski +/+.

Fungsi syaraf otonom; inkontinensia urine (+), terpasang

kateter. CT-Scan; tanpa kontras : tak tampak lesi patologis

pada pemeriksaan CT scan : tak tampak SOL, tak tampak

perdarahan intraserebral

stimulus fokal adanya

penurunan kesadaran

stimulus kontekstual

infeksi bakteri di

selaput otak & otak,

TB paru stimulus

residualnya adalah

berobat tidak teratur,

status gizi buruk.

- Ketidak

efektifan

perfusi

jaringan

serebral.

- Risiko

aspirasi

- Deficit

perawatan

diri total

- Nutrisi

kurang dari

kebutuhan

- Risiko

gangguan

integritas

kulit

evaluasi setelah intervensi selama

4 hari menunjukkan, klien

mengalami perbaikan perfusi

serebral ditunjukkan kesadaran

komposmentis GCS 15 (E4M6V5)

suhu: 37°C, tensi; 120/89,

N:80x/mt, RR: 20x/mt, pada hari

ke-6 NGT di lepas klien sudah

menunjukkan kemampuan

menelan, diiet sudah adekwat,

tidak terjadi aspirasi, kulit utuh,

disimpulkan klien menunjukkan

perilaku adaptif.

- KEGANASAN

31 SOL

Tn HK/ 70 th, agama

Islam, status kawin, suku

Jawa, alamat kampung

nengah Bogor, pendidikan

SMP, pekerjaan petani.

Tanggal MRS 14/4/12

riwayat sakit klien

mengeluh sakit kepala 1

minggu yang lalu,

kemudian mulai kemarin

klien tidak dapat makan,

badan panas, tidak mampu

jalan, lemas pada sisi kiri

tubuh. Klien mulai MRS

sampai dengan tanggal

25/04/12 dirawat di ruang

perawatan kelas II

selanjutnya pindah ke

HCU,. Riwayat HT (-),

merokok sehari 2

Pengkajian tanggal 26/04/12 kesadaran somnolen E3M5V4

tensi 130/78, S;39°C, N:100x/mt, RR: 24x/mt dibantu O2

nasal 3 lpm, klien terpasang NGTdiet cair 6 x 250 cc. TB =

160 cm. LILA 25 cm perkiraan BB= 52 kg, BB Ideal 54 kg,

BMI = 20, bising usus 12x/ menit Status neurologis; pupil

isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek terhadap cahaya langsung +/+,

cahaya tidak langsung +/+. Tanda rangsang meningeal;

kaku kuduk (+), tanda laseg >70°/>70°, tanda kerning >

135°/ > 135°. Nervus kranial I-XII belum dapat dikaji

kesan parese NVII sentral, kekuatan otot 5555

5555|

3333

3333, reflek

fisiologis BPR +3/+4, TPR+3/+4, reflek babinski +/+.

Fungsi syaraf otonom; inkontinensia urine (+), terpasang

kateter. CT-Scan; edema serebri hemisfer kanan, tampak

lesi hiperdens multiple bulat –oval berbatas tegas,

ditemporal kanan, occipital kanan kiri, temporo parietal

kiri, perimidline parietal dengan perifokal oedema sugestic

lesi metastase.

stimulus fokal adanya

penurunan kesadaran

SOL metastase, edema

otak, stimulus

kontekstual adanya Ca

paru stimulus

residualnya adalah

kebiasaan merokok

- Ketidak

efektifan

perfusi

jaringan

serebral.

- Risiko

aspirasi

- Deficit

perawatan

diri total

- Nutrisi

kurang dari

kebutuhan

- Risiko

gangguan

integritas

kulit

evaluasi setelah intervensi

pada tanggal 02/04/12 klien

coma,tensi 70/50/RR: 40x/me

N:120, NGT produksi bleeding

150 cc, pupil bulat isokor Ø 2

mm/2 mm, reflek terhadap cahaya

langsung dan tidak langsung

menurun. Selanjutnya pada

tanggal 3/04/11 pukul 17.27 GCS

1-1-1, tensi 60/30 S: 38°C N;

120x/mt, nafas klien apnoe, pukul

1730 klien dinyatakan meninggal.

Sehingga disimpulkan klien tidak

dapat beradaptiftasi pada

kondisinya.

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 164: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

bungkus.dikeluarga tidak

ada yang sakit seperti ini.

32 SOL + DM

Ny.SKR/46th, agama

Islam, pendidikan SMA,

alamat jl nangka no41

Jakarta, status kawin, RM

00011511, tanggal MRS

02/12/11. riwayat sakit

penurunan kesadaran sejak

14 jam sebelum MRS, 1

bulan sebelum MRS klien

sakit kepala, banyak tidur,

muntah(-), 2 minggu

sebelum MRS bicara

kacau, sakit kepala

bertambah sering, dan

tampak berat, berjalan

menyeret kaki kanan, DM

(+) 2 tahun tidak

terkontrol.

Tanggal pengkajian 05/12/11 jam 09.00 kesadaran

somnolen E3M5V2 tensi 130/80, S;37°C, N:188x/mt, RR:

20x/mt dibantu O2 nasal 3 lpm, klien terpasang NGT diet

cair 6 x 250 cc. TB = 160 cm. LILA 27 cm perkiraan BB=

54 kg, BB Ideal 54 kg, BMI = 22, bising usus 10x/ menit,

Status neurologis; pupil isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek

terhadap cahaya langsung +/+, cahaya tidak langsung +/+.

Tanda rangsang meningeal; kaku kuduk (-), tanda laseg

>70°/>70°, tanda kerning > 135°/ > 135°. Nervus kranial I-

XII belum dapat dikaji kesan parese NVII sentral, kekuatan

otot 4444

3333|

4444

4444, reflek fisiologis BPR +1/+1, TPR+1/+1,

reflek babinski +/+. Fungsi syaraf otonom; inkontinensia

urine (+), terpasang kateter. CT-Scan; SOL occipital kiri

dengan perifokal oedema, edema serebri terutama hemisfer

kiri, herniasi subfalk ringan kekanan. GDP 269, GD2jpp:

256. N I-XII belum dapat dikaji.

stimulus fokal adanya

penurunan kesadaran

SOL, edema otak,

stimulus kontekstual

adanya DM, stimulus

residualnya adalah

kurang pengetahuan

- Ketidak

efektifan

perfusi

jaringan

serebral.

- Risiko

aspirasi

- Deficit

perawatan

diri total

- Risiko

gangguan

integritas

kulit

- Hasil evaluasi setelah 7 hari

perawatan klien mengalami

perbaikan perfusi otak dengan

ditunjukan kesadaran

composmentis namun masih

sering mengantuk GCS

E4M6V5, tidak terjadi

aspirasi,nyeri kepala

berkurang, tidak terjadi

aspirasi, diet melalui NGT

adekwat, klien sudah mampu

duduk, miring kanan dan kiri

sendiri, gosok gigi sendiri.

kekuatan otot meningkat 5555

4444|

5555

5555 klien dipindahkan ke

ruang endokrin. Sehingga

dapat disimpulkan klien

adaptif dengan kondisi saat ini,

namun masih diperlukan

perawatan lebih lanjut.

33 Neuropatic pain,

paraparese UMN ec

Metastase

Tn. A.SW., 21 tahun,

Islam, suku betawi

/Indonesia, alamat

pamulang barat 03/02

pamulang tangerang

selatan, status belum

menikah, dan bekerja

sebagai juru masak

restoran masuk RSF ruang

teratai lt 6 melalui IGD

tanggal 9 September 2011.

Riwayat sakit sejak 2

minggu sebelum masuk

Pengkajian 11/10/11 2011,Klien sudah 1 bulan di RS dan

masih merasakan nyeri di bokong kanan, klien tiduran

ditempat tidur, kaki kanan ditekuk menahan sakit, posisi

dipertahankan oleh klien dan tidak ada seorangpun yang

boleh merubah atau menggeser bantal untuk memperbaiki

posisinya, klien hampir tidak pernah mau meluruskan kaki

kanannya, klien mengatakan nyeri pada skala 9 ( skala 0-

10). Klien juga mengalami kesukaran untuk berkemih

sehingga harus dipasang kateter produksi rata- rata 1200/ 24

jam, warna kuning jernih, tetapi BAB normal 1 x sehari

konsistensi lembek, warna kecoklatan (dirumah biasanya 2

x sehari, konsistensi padat. sesak ringan (+), pernapasan

28x/ menit, irama teratur dan ada penggunaan otot dada,

Tensi : 140/ 100, suhu 37 C, nadi 132x/ menit, ronchi (+/+),

wheezing (-). Nutrisi, klien mengalami kesulitan dalam

pemenuhan kebutuhan nutrisinya sehari hanya

stimulus fokal

penurunan kekuatan

otot, nyeri ca

metastase medulla

spinalis, stimulus

kontekstual adanya Ca

paru stimulus

residualnya adalah

karakter individu yang

keras, kurang

pengetahuan

- Nyeri akut

- Nutrisi

kurang dari

kebutuhan

- Deficit

perawatan

diri total

- Risiko

gangguan

integritas

kulit

- Kerusakan

pertukaran

gas

- Perubahan

peran

- Hasil evaluasi setelah 7 harii

perawatan klien mengalami

perbaikan nutrisi, diit sudah

habis 1 porsi, kulit utuh,

namun terjadi penyulit

timbulnya efusi pleura masive

akibat ca metastase, sehingga

pertukaran gas klien

terganggu, klien sudah

terpasang WSD mulai tanggal

20/10/11, namun tidak

menolong. Nyeri tidak

berkurang, support dari

berbagai pihak keluarga dan

tim kesehatan untuk

memberikan dukungan dapat

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 165: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

rumah sakit, klien

merasakan kedua kakinya

lemah dan membutuhkan

bantuan bila akan berjalan.

Lama kelamaan klien

merasa tidak menopang

berat badannya sendiri dan

cenderung untuk tiduran

saja.Klienjuga merasakan

kesulitan kencing lalu

berobat di puskesmas dan

dipasang kateter lalu klien

pulang, 4 hari sebelum mrs

klien merasakan nyeri di

bokong lalu mrs. Riwayat

truma (-), minum jamu (+),

penggunaan alcohol (-),

merokok mulai SMP ( 1

bungkus/ hr

menghabiskan ½ porsi makanannya, TB 171, BB smrs 65

kg sekarang 58 kg, BMI : 19,8.lab : Hb: 10,2 (13,2-17,3),

HCt; 29 (33-45), leukosit; 21,2 (5-10), eryt 3.43 jt/UL (4,4

– 5,9). RDW:16. Sensasi baal pada kedua estremitas bawah

(-)kaki kanan oedem ++, Fungsi neurologis, kekuatan otot 5555

2222|

5555

5444, reflek BPR +2/+2, TPR+2/+2, KPR +1/+2, APR

+1/+2 Cairan dan elektrolit, intake cairan 2500 - 3000 cc

per hari, haluaran urin sekitar 1200 cc per hari, nilai

elektrolit Na :132 ( N; 135-147) . kesadaran komposmentis,

GCS 15 (E4M6V5), reflek babinski (-/+), Kien

mengungkapkan ketidakberdayaan bahwa mau marah

marah pada siapa, mau kecewa, kecewa sama siapa,

perasaannya terasa kalut ( klien mendapat informasi dari

dokter bahwa penyakitnya ada tumor yang sudah

berkembang di kandung kemih, tulang belakang dan paru-

paru) dengan kondisi nyeri yang tidak hilang- hilang..klien

tidak dapat melaksanakan peran utamanya sebagai aorang

dewasa yang mandiri dan bekerja membantu ekonomi

keluarga

- Berduka

antisipatori

membantu klien menerima

keadaannya. Tanggal 25/10/11

sesak meningkat, produksi

WSD 2500 cc, pukul 15.00

kesadaran somnolen Tensi

140/80, S;36,N:128, RR:

36x/mt, pada pukul 20.25 klien

meninggal dunia.

-

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 166: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

lampiran 3

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. H No RM: 01126842

Usia : 32 tahun

Diagnosa keperawatan: Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral

Hari/ tanggal Catatan perkembangan Nama

paraf

Jum’at,

2 Maret 2012

Perilaku adaptif :

- Tanda peningkatan TIK (-)

- Pupil bulat isokor 4 mm / 4 mm

- Urine 1000 cc/7 jam

- Klien menjaga posisi kepala elevasi 30°

- Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg, Suhu : 37,4 °C

- Rh-/- wh-/-

- Obat oral dan injeksi dilakukan sesuai program

Perilaku inefektif:

- Kepala masih pusing

- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)

- Nafas 24 x permenit terpasang O2 3 lpm

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan gangguan perfusi serebral

Intervensi: pertahankan intervensi, hindarkan klien dari stressor fisik.

Senin,

05 Maret

2012

Perilaku adaptif :

- Tanda peningkatan TIK (-)

- Obat oral dan injeksi dilakukan sesuai program

- Pupil bulat isokor 4 mm /4 mm

- Urine 3500 cc/24 jam

- Klien menjaga posisi kepala elevasi 30°

- Tanda Vital : Tekanan darah 130/80 mmHg, Suhu : 36 °C, N= 88 x/mt

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5)

Perilaku inefektif:

- Kepala masih pusing

- Nafas 24 x permenit terpasang O2 3 lpm

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan gangguan perfusi serebral

Intervensi: lanjutkan intervensi

Rabu,

07 Maret

2012

Perilaku adaptif :

- Badan agak enakan

- Tanda peningkatan TIK (-)

- Pupil bulat isokor 4 mm /4 mm

- Urine 3000 cc/24 jam

- Klien menjaga posisi kepala elevasi 30°

- Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg, Suhu : 37,3 °C, N= 96 x/mt

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5)

- Obat oral dan injeksi dilakukan sesuai program

Perilaku inefektif:

- Nafas 24 x permenit. terpasang O2 3 lpm lepas-pasang

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan gangguan perfusi serebral

Intervensi: lanjutkan intervensi

Jumat,

9 Maret 2012

Perilaku adaptif :

- Tanda peningkatan TIK (-)

- Pupil bulat isokor 4 mm /4 mm

- Urine 3000 cc/24 jam

- Klien menjaga posisi kepala elevasi 30°

- Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg, Suhu : 36,8 °C, N= 88 x/mt

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5)

- Nafas 20 x permenit. O2 dilepas

- Obat oral dan injeksi dilakukan sesuai program

Analisis: Klien sudah beradaptasi dengan gangguan perfusi serebral

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 167: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

lampiran 3

Selasa, 13

Maret 2012

Perilaku adaptif :

- Tanda peningkatan TIK (-)

- Pupil bulat isokor 4 mm /4 mm

- Urine 3000 cc/24 jam

- Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg, Suhu : 36,5 °C, N= 80 x/mt

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5)

- Obat oral dan injeksi dilakukan sesuai program

- pemeriksaan laboratorium elektrolit normal yaitu natrium 138 mEq/L,

kalium 3,59 mEq/L, clorida 106,0 mEq/L, Hb 12 Hct 35, trombosit 352,

APPT 32,3, PT 13,2, GDP= 81 mg/dl, GD 2jpp = 90 mg/dl. CT Scan

ulang tanggal 13/03/2012 lesi hipodens dibasal ganglia dan perventrikel

kiri, suspek encephalomalasia ec perdarahan intraparenkim lama,

dibandingkan dengan CT Scan lama tgl 03/02/12 tak tampak lagi higroma

di fronto-temporo parietal kanan, perdarahan intraparenkimal sudah

diresorpsi, edema serebri tak tampak lagi, tak tampak perdarahan baru.

Analisis: Klien sudah beradaptasi dengan gangguan perfusi serebral

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 168: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

lampiran 3

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. H No RM: 01126842

Usia : 32 tahun

Diagnosa keperawatan: Risiko aspirasi

Hari/ tanggal Catatan perkembangan Nama

paraf

Jum’at,

2 Maret 2012

Perilaku adaptif :

- Rh -/-, Wh -/-

- Batuk (-), tersedak (-)

Perilaku inefektif:

- Kepala masih pusing

- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)

- Terpasang NGT diit cair 6x200cc

- RR 24x/mt terpasang O2 3 lpm

Analisis: Klien beradaptasi dengan risiko aspirasi

Intervensi: pertahankan , lakukan screening disfagia bila kesadaran

composmentis

Senin,

5 Maret 2012

Perilaku adaptif :

- Rh -/-, Wh -/-

- Batuk (-), tersedak (-)

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )

- Klien dicoba makan bubur setelah screening disfagia, mampu

menghabiskan 4 sendok.

Perilaku inefektif:

- Kepala masih pusing

- Terpasang NGT diit cair 6x200cc

- RR 24x/mt terpasang O2 3 lpm

Analisis: Klien beradaptasi dengan risiko aspirasi

Intervensi: melakukan screening disfagia klien tidak batuk dan tidak

tersedak , N V,VII,IX,X,XII tidak ada kelainan

- Lepas NGT jika makan sudah adekwat.

Jumat,

8 maret 2012

Perilaku adaptif :

- Rh -/-, Wh -/-

- Batuk (-), tersedak (-)

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )

- Klien menghabiskan ¾ diitnya peroral

- NGT dilepas

Analisis: Klien beradaptasi dengan risiko aspirasi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 169: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

lampiran 3

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. H No RM: 01126842

Usia : 32 tahun

Diagnosa keperawatan: kerusakan mobilitas fisik

Hari/ tanggal Catatan perkembangan Nama

paraf

Jum’at,

2 Maret 2012

Perilaku adaptif :

- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan

- Nyeri sendi (-)

Perilaku inefektif:

- RR 24x/mt terpasang O2 3 lpm, N: 112 x/mt

- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)

- Keringat banyak, klien tampak lelah jika bergerak

- hemiparese dekstra, kekuatan otot 1111

1111

5555

5555

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan mobilitas fisik

Intervensi: pertahankan , lakukan pengaturan energy jika latihan, dan

berikan asupan nutrisi yang cukup untuk tenaga

Senin,

8 Maret 2012

Perilaku adaptif :

- Klien mau miring kanan dan kiri sudah mulai menggunakan tangannya

yang kuat, klien tampak sering latihan mengerakkan tangannya yang

lemah dengan tangan kirinyasendiri

- Nyeri sendi (-)

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )

Perilaku inefektif:

- RR 24x/mt terpasang O2 3 lpm, N: 112 x/mt

- Keringat banyak, klien tampak lelah jika bergerak

- hemiparese dekstra, kekuatan otot 2222

2222

5555

5555

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan mobilitas fisik

Intervensi: pertahankan , lakukan pengaturan energy jika latihan, dan

berikan asupan nutrisi yang cukup untuk tenaga

Rabu,

10 Maret

2012

Perilaku adaptif :

- Klien latihan ½ duduk dibantu suaminya dan perawat. Tahan 1 jam 3 kali

sehari.

- Klien mengeluh capek jika lama duduk

- Nyeri sendi (-)

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 ), RR: 20 x/mt

Perilaku inefektif:

- Keringat banyak, klien tampak lelah jika bergerak

- hemiparese dekstra, kekuatan otot 2222

2222

5555

5555

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan mobilitas fisik

Intervensi: pertahankan

Jumat,

12 Maret

2012

Perilaku adaptif :

- Klien latihan duduk dalam posisi 90°dibantu suaminya dan perawat .

Tahan 1 jam 3 kali sehari.

- Klien mengeluh capek jika lama duduk

- Nyeri sendi (-), ROM aktif pada ekstremitas kiri, ROM pasif pada

ekstremitas kanan

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 ), RR: 20 x/mt

Perilaku inefektif:

- Latihan duduk klien belum mampu menjaga keseimbangan, duduk masih

disanggah

- hemiparese dekstra, kekuatan otot 2222

2222

5555

5555

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan mobilitas fisik

Intervensi: pertahankan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 170: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

lampiran 3

Senin,

15 Maret

2012

Perilaku adaptif :

- Klien latihan duduk dalam posisi 90°dibantu suaminya dan perawat.

Tahan 1 jam 4 kali sehari.

- Klien di coba duduk uncang- uncang

- Nyeri sendi (-)

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 ), RR: 20 x/mt

Perilaku inefektif:

- Latihan duduk uncang- uncang disanggah

- hemiparese dekstra, kekuatan otot 2222

2222

5555

5555

Analisis: Klien dapat beradaptasi dengan kerusakan mobilitas fisik

Intervensi: pertahankan , berikan pendisikan kesehatan untuk di rumah

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 171: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

lampiran 3

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. H No RM: 01126842

Usia : 32 tahun

Diagnosa keperawatan: kerusakan integritas kulit

Hari/

tanggal

Catatan perkembangan Nama/

paraf

Jum’at,

2 Maret

2012

Perilaku adaptif :

- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan

- Baju sudah diganti

Perilaku inefektif:

- Gatal dan ruam-ruam merah dipunggung dan ketiak, lecet pada paha

- Kulit selalu basah karena keringat

- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan integritas kulit

Intervensi: pertahankan , anjurkan keluarga untuk menyediakan baju bersih dan

gunakan antiseptic untuk mandi.

Senin,

5 Maret

2012

Perilaku adaptif :

- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan

- Baju sudah ganti, keluarga bisa menyediakan baju bersih

- Tadi pagi sudah mandi

Perilaku inefektif:

- Gatal masih terasa dan ruam-ruam merah dipunggung dan ketiak, lecet pada

paha

- Kulit selalu basah karena keringat

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan integritas kulit

Intervensi: pertahankan , lakukan kolaburasi dengan dokter kulit

Rabu,

8 Maret

2012

Perilaku adaptif :

- Baju sudah ganti, keluarga bisa menyediakan baju bersih

- Kulit diberi bedak salicyl

- Luka sudah dirawat, pada paha kanan sudah mengering

- Tadi pagi sudah mandi

- Klien mampu bergerak aktif miring kanan-kiri

Perilaku inefektif:

- Gatal masih terasa dan ruam-ruam merah dipunggung dan ketiak, lecet pada

paha

- Kulit selalu basah karena keringat

- Kulit didiagnosa Candidiasis cutis

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan integritas kulit

Intervensi: pertahankan , berikan terapi topical sesuai anjuran dokter kulit

Jumat,

10 Maret

2012

Perilaku adaptif :

- Kulit diberi bedak meconazol, dan krim secara bergantian, bedak pada pagi

dan crem mezonazol pada siang hari

- Luka sudah dirawat, pada paha kanan sudah mengering

- Tadi pagi sudah mandi

- Klien mampu bergerak aktif miring kanan-kiri

- Kulit selalu di lap dengan handuk bersih jika berkeringat

Perilaku inefektif:

- Gatal sudah berkurang dan ruam-ruam merah dipunggung dan ketiak masih

ada

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan integritas kulit

Intervensi: pertahankan , lakukan kolaburasi dengan dokter kulit

Selasa,

14 Maret

2012

Perilaku adaptif :

- Luka sudah dirawat, pada paha kanan sudah sembuh

- Tadi pagi sudah mandi

- Klien mampu bergerak aktif miring kanan-kiri

- Kulit selalu di lap dengan handuk bersih jika berkeringat

- Ruam-ruam merah mengering

Analisis: Klien beradaptasi dengan kerusakan integritas kulit

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 172: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

lampiran 3

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. H No RM: 01126842

Usia : 32 tahun

Diagnosa keperawatan: konstipasi

Hari/ tanggal Catatan perkembangan Nama/paraf

Jum’at, 2 Maret 2012 Perilaku adaptif :

- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan

Perilaku inefektif:

- Klien belum BAB

- Klien mengedan-ngedan sendiri karena terasa ada tekanan

dianus

- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan konstipasi

Intervensi: lakukan kolaburasi dengan dokter untuk pemberian

laksatif, anjurkan klien menghindari valsava maneuver

Senin , 5 Maret 2012 Perilaku adaptif :

- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )

Perilaku inefektif:

- Klien belum BAB

- Dilakukan pengeluaran manual jumlah jumlah + 200 gram

konsistensi keras (type 2 pada kartu bristol stool), warna

kuning tanpa ada darah

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan konstipasi

Intervensi: pertahankan , jika masih kesulitan lakukan stimulasi

anus.

Kamis, 8 Maret 2012 Perilaku adaptif :

- Klien mau miring kanan dan kiri dengan aktif

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )

- Minum 3 l perhari, klien makan ekstra papaya 2 potong sehari

Perilaku inefektif:

- Klien belum BAB 3 hari lagi

- Dilakukan bantuan stimulasi anus, klien dapat BAB jumlah

jumlah + 200 gram konsistensi lunak (type 4 pada kartu

bristol stool), warna kuning tanpa ada darah

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan konstipasi

Jumat, 9 Maret 2012 Perilaku adaptif :

- Klien mau miring kanan dan kiri dengan baktif

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )

- Klien sudah dapat BAB sendiri

- klien dapat BAB jumlah jumlah + 200 gram konsistensi lunak

(type 4-5 pada kartu bristol stool), warna kuning tanpa ada

darah

Analisis: dapat beradaptasi dengan konstipasi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 173: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

lampiran 3

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. H No RM: 01126842

Usia : 32 tahun

Diagnosa keperawatan: perawatan diri total

Hari/

tanggal

Catatan perkembangan Nama/

paraf

Jum’at, 2

Maret 2012

Perilaku adaptif :

- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan

Perilaku inefektif:

- Terpasang NGT

- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)

- Seluruh kebutuhan klien dibantu

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan perawatan diri

Intervensi: pertahankan

senin, 5

Maret 2012

Perilaku adaptif :

- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )

Perilaku inefektif:

- Terpasang NGT

- Mudah capek kalau gerak, keringat banyak

- Seluruh kebutuhan klien dibantu, skor BI=3

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan perawatan diri

Intervensi: pertahankan

kamis, 8

Maret 2012

Perilaku adaptif :

- Klien mau miring kanan dan kiri dengan aktif

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )

- Klien makan melalui mulut dengan tangan kirinya

- Klien minta tolong untuk mengambilkan minum atau makanannya dan

selanjutnya makan/minum sendiri

- NGT dilepas

Perilaku inefektif:

- Mudah capek kalau gerak, keringat banyak

- Seluruh kebutuhan klien masih dibantu, skor BI=8

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan perawatan diri

Intervensi: pertahankan

Senin, 12

Maret 2012

Perilaku adaptif :

- Klien mau miring kanan dan kiri dengan aktif serta duduk disanggah

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )

- Klien minta tolong untuk mengambilkan minum atau makanannya dan

selanjutnya makan/minum sendiri

- Klien dapat memakai baju sendiri dengan bantuan minimal, dan menyisir

rambut sendiri

- Klien minta ganti baju jika terasa agak basah

Perilaku inefektif:

- Seluruh kebutuhan klien masih dibantu, skor BI=9

Analisis: Klien belum beradaptasi dengan perawatan diri

Intervensi: pertahankan

Rabu, 14

Maret 2012

Perilaku adaptif :

- Klien mau miring kanan dan kiri dengan aktif, dan duduk

- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )

- Klien makan melalui mulut dengan tangan kirinya

- Klien minta tolong untuk mengambilkan minum atau makanannya dan

selanjutnya makan/minum sendiri

- Klien dapat memakai baju sendiri dengan bantuan minimal, dan menyisir

rambut sendiri

- Klien mampu menggosok gigi dan seka sendiri dengan tangan kiri pada

tempat yang terjangkau

- Klien minta ganti baju jika terasa agak basah

- skor BI=11 (ketergantungan sedang)

Analisis: Klien dapat beradaptasi dengan perawatan diri

Intervensi: pertahankan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 174: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

lampiran 3

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. H No RM: 01126842

Usia : 32 tahun

Diagnosa keperawatan: ketidak efektifan manajemen terapi keluarga

Hari/ tanggal Catatan perkembangan Nama/paraf

Jum’at, 2 Maret 2012 Perilaku adaptif :

- Suami klien akan mengatur waktu untuk mengambilkan

baju bersih buat Klien

- Suami klien akan membelikan obat-obat yang diresepkan

- Suami klien merasa jelas dijelaskan fungsi obat dan

peenyakit klien

Perilaku inefektif:

- Keluarga mengeluh kesulitan biaya berobat klie

Analisis: Keluarga mulai beradaptasi dengan manajemen

terapi klien

Intervensi: lakukan kolaburasi dengan dokter neuro dan mata

untuk memberikan keterangan lebih jelas tentang program

pengobatan.

Selasa, 6 Maret 2012 Perilaku adaptif :

- Suami klien akan sudah bertemu dengan dokter neuro dan

dokter mata, dia sudah diberikan penjelasan tentang

penglihatan klien yang tidak bisa sembuh

- Suami klien berharap agar istrinya dapat duduk saja dan

dirumah dapat melakukan perawatan diri sebisanya.

- Suami klien akan membelikan obat-obat yang diresepkan

- Suami klien akan mengurus surat keterangan , untuk

keringanan biaya rumah sakit

Perilaku inefektif:

- Keluarga mengeluh kesulitan biaya berobat klien

Analisis: Keluarga mulai beradaptasi dengan manajemen

terapi klien

Intervensi: lakukan kolaburasi dengan dokter hematologi

untuk memberikan keterangan lebih jelas tentang program

pengobatan.

Jumat, 9 Maret 2012, Perilaku adaptif :

- Suami klien akan sudah bertemu dengan dokter

hematologi dan dia merasa jelas untuk pengobatan MDS

klien yang memang menurut medis tidak ada obatnya,

hanya mengatasi jika ada gangguan perdarahannya seperti

tranfusi jika kurang darah

- Suami klien sudah mendapatkan surat keterangan tidak

mampu sebagai dokumen untuk mengurus keringanan di

rumah sakit

Analisis: suami beradaptasi dengan manajemen terapi klien

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 175: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

Lampiran 4

SOP MELAKUKAN MASASE ABDOMEN SWEDIA

Topik : Melakukan masase abdomen swedia

Penngertian : Memberikan penekanan pada jaringan lunak

Tujuan :

dapat menstimulasi peristaltic, menurunkan waktu transit kolon,

meningkatkan frekuensi buang air besar, dan menurunkan rasa tidak

nyaman serta nyeri pada pasien konstipasi

Waktu :

7 menit satu kali sehari

Syarat :

1. Tanda-tanda vital stabi.

2. Kesadaran composmentis.

3. Belum BAB selama minimal 3 hari

Kontra indikasi :

1. Pasien mengalami obstruksi perut

2. Pasien mempunyai massa perut

3. Pasien mengalami perdarahan usus

4. Pasien sedang menjalani terapi radiasi perut

5. Pasien mengalami strangulasi hernia

6. Pasien dalam keadaan pasca operasi perut kurang dari 6 minggu

Pelaksana : Perawat

Peralatan :

1. Babby oil

2. Selimut

3. Sketsel

4. Waslap

5. Spigmomanometer

6. Stetoskope

7. Termometer

8. Arloji

9. Buku catatan

Prosedur

pelaksanaan :

A. Tahap Pra Interaksi 1. Melihat data BAB yang lalu

2. Melihat intervensi keperawatan yang telah diberikan oleh

perawat

3. Mengkaji program terapi yang diberikan oleh dokter

B. Tahap Orientasi 1. Menyapa dan menyebut nama pasien

2. Menanyakan makanan yang dimakan, jumlah minum,

haluaran, dan aktivitas yang dikerjakan, pola BAB.

3. Menjelaskan tujuan dan prosedur

4. Menayakan persetujuan dan kesiapan pasien untuk

dilakukan masase

C. Tahap Interaksi 1. Melakukan cuci tangan

2. Memasang Sketsel

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 176: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

Lampiran 4

3. Mengatur posisi yang nyaman menurut pasien sesuai

kondisi pasien (/berbaring)

4. Mengatur lingkungan yang tenang dan nyaman

5. Mengukur tanda-tanda vital pasien,

6. Mengukur CSS pada awal kegiatan dan setelah satu minggu

7. Meminta pasien untuk membuka baju dibagian perutnya,

lalu pasang selimut pada area simfisis pubis kebawah.

8. Lakukan pemeriksaan abdomen pasien, kaji/ validasi jika

ada kontra indikasi masase

9. Meminta pasien untuk merilekskan dan mengendorkan

seluruh otot-otot kaki, tangan dan perut

10. Bersihkan area perut dengan waslap

11. Basahi tangan pemijat dengan babby oil, dan gosok tangan

agar hangat.

12. Effleurage dari abdomen-10 kali secara keseluruhan.

13. Effleurage dari rektus abdominis, obliques eksternal dan

internal dan otot tranversa abdominis- masing - masing10

kali

14. Kneading/ Menguleni dari abdomen-3 kali.

15. Searah jarum jam Effleurage diatas jalur dari usus besar-10

kali.

16. Getaran dari usus kecil dan besar, satu menit atau lebih.

17. Ulangi langkah 4.

18. Kneading/Menguleni di atas jalur usus besar, dengan tumit

tangan, tangan atau jempol satu menit atau lebih.

19. Petrissage diatas jalur usus besar-satu kali

20. Getaran diatas jalur yang diduga usus besar.

21. Ulangi Langkah 4.

22. Pertahankan komunikasi selama tindakan

23. Bersihkan area perut dengan waslap

24. Bereskan alat dan cuci tangan

D. Tahap Terminasi 1. Mengevaluasi hasil masase abdomen (rasa nyaman, hasrat

untuk BAB, keluhan lain, ekspresi)

2. Menganjurkan pasien atau keluarga untuk melaksanakn

masase setiap hari selama 8 minggu, baik dibantu perawat,

atau keluarga.

3. Berpamitan pada pasien

4. Mendokumentasikan tindakan dan respon pasien dalam

catatan perawatan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 177: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

Lampiran 5

Constipation Scoring System (Agachan et al., 1996) Nama: ______________________umur:_______ Jenis kelamin: L/P Tanggal: _____

Frekuensi buang air besar

0 1-2 kali per 1-2 hari

1 2 kali perminggu

2 satu kali tiap minggu

3 kurang dari satu kali tiap minggu

4 kurang dari satu kali tiap bulan

Kesulitan : nyeri saat berusaha mengeluarkan feses

0 tidak pernah

1 jarang

2 kadang- kadang

3 biasanya

4 selalu

ketuntasan: perasaan pengeluaran tidak tuntas

0 tidak pernah

1 jarang

2 kadang- kadang

3 biasanya

4 selalu

Nyeri: nyeri perut

0 tidak pernah

1 jarang

2 kadang- kadang

3 biasanya

4 selalu

Waktu:menit yang diperlukan tiap buang air besar

0 kurang dari 5

1 5-10

2 10-20

3 20-30

4 lebih dari 30

Bantuan: jenis bantuan

0 tanpa bantuan

1 Stimulasi dengan laxatif

2 bantuan digital atau enema

Kegagalan : ketidak berhasilan untuk mengeluarkan feses dalam 24 jam

0 tidak pernah

1 1-3

2 3-6

3 6-9

4 lebih dari 9

Riwayat: lama konstipasi (th)

1 0

2 1-5

3 5-10

4 10-20

5 lebih dari 20

TOTAL SCORE: ____________________

(Minimum Score, 0; Maximum Score, 30)

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 178: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

Lampiran 5

Lembar Observasi Frekuensi BAB

Nama : umur:

No Tanggal BAB

Berapa kali/hari

Type/jumlah/warna/bau

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 179: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

MASASE ABDOMEN

UNTUK MENGATASI KONSTIPASI

DISUSUN OLEH :

MAHASISWA RESIDENSI

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PEMINATAN NEUROLOGI

Program Magister Ilmu Keperawatan

Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah

Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia

Tahun 2012

Kelebihan masase perut:

tidak membutuhkan perawatan lama, tidak mahal,

non invasive, bebas dari efek samping yang

membahayakan, dan dapat dilakukan oleh pasien

sendiri.

Tujuan :

dapat menstimulasi peristaltic, menurunkan waktu

transit kolon, meningkatkan frekuensi buang air

besar, dan menurunkan rasa tidak nyaman serta nyeri

pada pasien konstipasi

Waktu : 7 menit satu kali sehari

Syarat:

Tanda-tanda vital stabil, kesadaran composmentis.

Kontra indikasi :

Pasien mengalami obstruksi perut, massa perut,

perdarahan usus, terapi radiasi perut, strangulasi

hernia dan kurang dari 6 minggu pasca operasi perut

Langkah-langkah:

1. Effleurage /sentuh ringan dari perut-10 kali

secara keseluruhan.

2. Effleurage dari otot dinding perut (rektus

abdominis, obliques eksternal dan internal

dan otot tranversa abdominis) masing -

masing10 kali

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 180: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

3. Kneading/ Menguleni dari perut-3 kali.

4. Searah jarum jam Effleurage diatas jalur dari

usus besar-10 kali.

5. Getaran dari usus kecil dan besar, satu menit

atau lebih.

6. Ulangi langkah 4.

7. Kneading/Menguleni di atas jalur usus besar,

dengan tumit tangan, tangan atau jempol satu

menit atau lebih.

8. Petrissage atau gosok dengan kekuatan

diatas jalur usus besar-satu kali

9. Getaran diatas jalur yang diduga usus

besar.

10. Ulangi Langkah 4.

SELAMAT MENGERJAKAN

SEMOGA LEKAS SEMBUH…

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 181: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

lampiran 7

Format Barthel Index

Tanggal

Perawatan Hari Ke

BAB

0 = Tidak dapat mengontrol

1 = Kadang-kadang mengalami kesulitan

2 = Dapat mengontrol buang air besar

BAK

0 = Tidak dapat mengontrol

1 = Kadang-kadang mengalami kesulitan

2 = Dapat mengontrol

Merawat diri

0 = Memerlukan bantuan

1 = Mandiri gosok gigi, basuh wajah,

menyisir dan bercukur

Penggunaan Toilet

0 = Memerlukan bantuan

1 = Butuh bantuan, tapi dapat melakukan

sesuatu

2 = Mandiri

Makan

0 = Tidak dapat makan

1 = Butuh beberapa bantuan

2 = Mandiri

Berpindah

0 = Tidak mampu

1 = Butuh banyak bantuan (1 atau 2 orang)

2 = Butuh bantuan minimal (hanya

diarahkan)

3 = Mandiri

Mobilitas

0 = Immobilitas

1 = Mandiri dengan kursi roda

2 = Berjalan dengan bantuan 1 orang

3 = Mandiri (dengan alat bantu seperti

tongkat)

Berpakaian

0 = Tidak mampu mandiri

1 = Butuh bantuan tapi dapat melakukan

sebagian

2 = Mandiri

Menggunakan tangga

0 = Tidak dapat menggunakan tangga

1 = Butuh bantuan (verbal, fisik, alat bantu)

2 = Mandiri

Mandi

0 = Tidak mampu mandiri

1 = Mandiri

TOTAL

PARAF

Skor ≤4 = Kemandirian sangat rendah (ketergantungan total) Skor 9-11 = Kemandirian sedang

Skor 5-8 = Kemandirian rendah Skor ≥12 = Kemandirian tinggi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 182: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

lampiran 7

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 183: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

Lampiran 8

EVALUASI DIRI

MENGGUNAKAN BARTHEL INDEX

NO PERNYATAAN YA TIDAK

1. Saya mengetahui tentang pengkajian

kemampuan fungsional menurut Barthel Index

2. Saya mengetahui cara penggunaan Barthel

Index

3. Penggunaan Barthel Index mudah diaplikasikan

4. Saya mengetahui kapan harus menggunakan

Barthel Index

5. Barthel Index membantu dalam menilai

kemampuan fungsional pasien

6. Barthel Index membantu dalam merumuskan

diagnosa yang berhubungan dengan

ketidakmampuan fungsional (misalnya defisit

perawatan diri)

7. Saya selalu menggunakan Barthel Index untuk

menegakkan diagnosa keperawatan yang

berhubungan dengan ketidakmampuan

fungsional

8. Barthel Index sangat membantu dalam

mengevaluasi keberhasilan diagnosa

keperawatan

9. Saya tidak mengalami kesulitan dalam

menginterpretasikan hasil pengkajian Barthel

Index

10. Barthel Index sangat cocok digunakan di ruang

kardiologi dan neurologi

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012

Page 184: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-TA-Puji Astuti.pdf · 3.1 . Deskripsi . Kasus Kelolaan Utama ..... 49. 3.2 . Asuhan Keperawatan

Lampiran 9

EVALUASI DOKUMENTASI

NO PERNYATAAN Ruang...... Ruang........... Ruang .......

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

1. Format diisi dengan benar

2. Format diisi secara berkala

3. Data hasil pengkajian BI dituliskan

sebagai data penunjang diagnosa

keperawatan

4. Data hasil pengkajian BI menjadi

kriteria evaluasi teratasinya

masalah keperawatan

5. Data BI dituliskan dalam

evaluasi/catatan perkembangan

NO PERNYATAAN Ruang...... Ruang........... Ruang .......

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

1. Format diisi dengan benar

2. Format diisi secara berkala

3. Data hasil pengkajian BI dituliskan

sebagai data penunjang diagnosa

keperawatan

4. Data hasil pengkajian BI menjadi

kriteria evaluasi teratasinya

masalah keperawatan

5. Data BI dituliskan dalam

evaluasi/catatan perkembangan

NO PERNYATAAN Ruang...... Ruang........... Ruang .......

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

1. Format diisi dengan benar

2. Format diisi secara berkala

3. Data hasil pengkajian BI dituliskan

sebagai data penunjang diagnosa

keperawatan

4. Data hasil pengkajian BI menjadi

kriteria evaluasi teratasinya

masalah keperawatan

5. Data BI dituliskan dalam

evaluasi/catatan perkembangan

Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012