universitas indonesia analisis praktik residensi …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358737-ta-puji...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN
DENGAN PENERAPAN TEORI ADAPTASI ROY
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
PUJI ASTUTI
0906504921
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI, 2012
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
i
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERSARAFAN DENGAN PENERAPAN TEORI
ADAPTASI ROY DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
FATMAWATI JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Oleh:
PUJI ASTUTI
0906504921
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI, 2012
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
ii
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : PUJI ASTUTI
NPM : 0906504921
Tanda Tangan :
Tanggal : 09 Juli 2012
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karuniahNya
sehingga penulisan dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini dengan judul
“Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Persarafan dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy di Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta”. Penulisan karya ilmiah ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal
Bedah pada Program Ners Spesialis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
Selama penyusunan laporan, penulis mendapatkan bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dra. Elly Nurachmah, M.App. Sc., DNSc., selaku supervisor utama atas
arahan, bimbingan dan masukan yang telah diberikan.
2. I Made Kariasa, S.Kp., MM., M.Kep. Sp.KMB., selaku supervisor yang telah
banyak memberikan arahan dan masukan dalam proses penyusunan laporan
ini.
3. Ns. Winda Yuniarsih, S.Kp., M.Kep. Sp.KMB., selaku asisten supervisor dan
kepala ruangan di Ruang Teratai Lantai 6 Selatan RSUP. Fatmawati yang
telah memberikan bimbingan selama praktik residensi di Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta.
4. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta yang telah memberikan
izin melaksanakan praktik residensi.
5. Rekan-rekan Program Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, yang telah
saling mendukung dan membantu selama proses pendidikan, terutama teman
terbaikku ardi dan dwi .
6. Suamiku, orang tuaku, mertuaku, putra-putra kami Faiz, Zidny dan Baihaqi
tercinta, saudara- saudariku dan keluarga besar yang senantiasa memberikan
dukungan doa, dan motivasi kepada penulis selama mengikuti pendidikan.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
vi
Penulis meyakini bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga Allah SWT, melimpahkan
rahmatNya. Amin.
Depok, Juli 2012
Penulis
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
dibawah ini:
Nama : Puji Astuti
NPM : 0906504921
Program Studi : Program Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikankepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-Exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Persarafan dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy di Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 11 Juli 2011
Yang Menyatakan
Puji Astuti
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
viii
PRAKTIK KLINIK LANJUT KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Persarafan dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy di Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta
Puji Astuti
Juli 2012
ABSTRAK
Karya Ilmiah ini mengambarkan kegiatan praktik ners spesialis dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
persarafan dengan kasus utama pada pasien dengan stroke hemoragik. Pada
praktik ini residen juga menerapkan evidence based nursing practice berupa
masase abdomen pada klien stroke dengan konstipasi sehingga memperbaiki
kondisi konstipasi dan frekuensi buang air besar serta menerapkan inovasi
pengkajian menggunakan indek barthel untuk mengukur kemampuan fungsional
paisen dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari- hari.
Kata kunci: Stroke hemoragik, masase abdomen, indek barthel.
ADVANCE CLINICAL PRACTICE OF MEDICAL SURGICAL NURSING
FACULTY OF NURSING
UNIVERSITY OF INDONESIA
Analysis of Advance Clinical Practice Medical Surgical Nursing on Patient with
Neurological System Disorder using Roy’s Adaptation Theory in Fatmawati
Hospital Jakarta.
Puji Astuti
Juli 2012
ABSTRACT
The purpose of this final scientific report is to describe advance clinical practice
activities in providing nursing care on patient with neurological system disorder
with haemoragic stroke as the majority case. In this residency clinical practice, we
tried to implement evidence based nursing practice on abdominal massage of
stroke client who experience constipation. This intervention can decrease
constipation and improve defecation, and the innovation activity was on the use of
Barthel index assessment to assess patient’s functional status in performing their
daily activities.
Keywords: Haemoragic stroke, abdominal massage, Barthel Index
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
ix
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR SKEMA .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
BAB 1: PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ......................................................................... 6
1.3 Manfaat Penulisan ........................................................................ 6
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8
2.1 Stroke ....................................................................................... 8
2.1.1 Definisi .......................................................................... 8
2.1.2 Faktor risiko dan etiologi stroke .................................... 9
2.1.3 Patofisiologi stroke hemoragik ...................................... 12
2.1.4 Manifestasi Klinis .......................................................... 14
2.1.5 Penatalaksanaan ............................................................. 22
2.2 Asuhan Keperawatan Menggunakan Pendekatan Model
Adaptasi Roy ............................................................................. 22
2.2.1 Model Adaptasi Roy ...................................................... 22
2.2.2 Proses Keperawatan Berkaitan dengan Model Adaptasi
Roy ................................................................................ 26
2.2.2.1 Pengkajian Perilaku ......................................... 26
2.2.2.2 Pengkajian Stimuli .......................................... 29
2.2.2.3 Diagnosa Keperawatan .................................... 29
2.2.2.4 Penetapan Tujuan ............................................ 30
2.2.2.5 Intervensi Keperawatan ................................... 30
2.2.2.6 Evaluasi ........................................................... 30
2.3 Penerapan Model Adaptasi Roy dalam Asuhan Keperawatan
Pasien Stroke Hemoragik ........................................................... 30
BAB 3: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN STROKE HEMORAGIK ..... 49
3.1 Deskripsi Kasus Kelolaan Utama .............................................. 49
3.2 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Stroke Hemoragik
dengan Pendekatan RAM ........................................................... 50
3.2.1 Pengkajian Perilaku dan Stimulus ................................. 50
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
x
3.2.1.1 Mode Adaptasi Fisiologis ................................. 50
3.2.1.2 Mode Adaptasi Fungsi Peran ........................... 55
3.2.1.3 Mode Adaptasi Konsep Diri ............................ 56
3.2.1.4 Mode Adaptasi Interdependensi ...................... 56
3.3 Pembahasan Berdasarkan Teori Keperawatan Model
Adaptasi Roy .............................................................................. 71
3.3.1 Mode Adaptasi Fisiologis .............................................. 71
3.3.2 Mode Adaptasi Fungsi Peran ......................................... 79
3.4 Analisis Penerapan RAM pada 33 Kasus Kelolaan ................ 80
3.4.1 Mode Adaptasi Fisiologi .............................................. 80
3.4.2 Mode Adaptasi Konsep Diri ......................................... 87
3.4.3 Mode Adaptasi Fungsi Peran ........................................ 87
3.4.4 Mode Adaptasi Fungsi interdependensi ........................ 88
BAB 4: PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PADA
GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN ......................................... 89
4.1 Hasil Journal Reading (Critical Review) .................................. 93
4.2 Prosedur Penerapan Massage Abdomen ................................... 96
4.3 Penerapan EBN ......................................................................... 100
4.3 Hasil penerapan EBN dan Pembahasan .................................... 102
BAB 5: KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM
PERSARAFAN ................................................................................. 107
5.1 Analisis Situasi .......................................................................... 107
5.2 Kegiatan Inovasi ....................................................................... 109
5.2.1 Persiapan ....................................................................... 110
5.2.2 Pelaksanaan .................................................................. 110
5.2.3 Evaluasi ........................................................................ 111
5.3 Pembahasan ............................................................................... 112
BAB 6: SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 114
6.1 Simpulan ................................................................................... 114
6.2 Saran ......................................................................................... 115
DAFTAR REFERENSI .................................................................................. 117
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
xi
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Skala Hunt ..................................................................................... 19
Tabel 2.2 Asumsi yang mendasari teori adaptasi Sister Calista Roy ............ 23
Tabel 2.3 Rencana Keperawatan Stroke hemoragik dengan Pendekatan Model
Adaptasi Roy ................................................................................. 38
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
xii
DAFTAR SKEMA
Hal
Skema 2.1 Model Sistem Adaptasi Manusia berdasar Roy Adaptation
Model ............................................................................................ 25
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Format pengkajian Roy
Lampiran 2. Resume Keperawatan pada Gangguan Sistem Persarafan
Lampiran 3. Evaluasi Keperawatan
Lampiran 4. SOP melakukan masase abdomen swedia
Lampiran 5. Constipation Scoring System
Lampiran 6 Pengkajian Barthel Index
Lampiran 7 Leaflet masase Abdomen
Lampiran 8. Evaluasi Diri Menggunakan Barthel Index
Lampiran 9. Evaluasi Dokumentasi
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keperawatan adalah suatu ilmu pengetahuan dan seni. Keperawatan sebagai ilmu
pengetahuan adalah selalu terjadi perubahan selaras dengan penemuan baru dan
inovasi. Sebagai seni adalah seorang perawat merawat klien dengan kasih sayang,
perhatian dan menghormati harga diri klien. Kualitas keperawatan akan bermutu baik
ketika seorang perawat mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan seni dalam
melakukan praktik keperawatan, sehingga menguntungkan bagi klien dan keluarga
(Perry & Potter, 2009).
Perawatan dapat diberikan kepada klien menggunakan pelayanan yang sesuai dengan
kriteria dalam standar keperawatan dan mengikuti kode etik (American Nurse
Association, ANA, 2004). ANA mendefinisikan keperawatan sebagai “Perlindungan,
promosi, optimalisasi kesehatan dan kemampuan, pencegahan penyakit dan cedera,
pengentasan penderitaan melalui diagnosis dan pengobatan respon manusia, dan
advokasi dalam perawatan individu, keluarga, masyarakat, dan populasi” (ANA,
2003). Definisi tersebut menegaskan bahwa perawat sangat berperan dalam
memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di dunia.
Pelayanan kesehatan pada pasien diberikan perawat melalui penerapan asuhan
keperawatan professional. Profesional dalam hal ini mengacu pada praktik
keperawatan yang menggunakan basis ilmu pengetahuan, bertanggung jawab terhadap
diri dan orang lain (Perry & Potter, 2009). Khasanah ilmu pengetahuan diperkaya dari
hasil riset dan teori-teori yang dikembangkan dalam bidang keperawatan. Oleh karena
itu penting bagi perawat memahami teori keperawatan, sehingga dalam menerapkan
asuhan keperawatan lebih professional dan pada akhirnya dapat mengurangi
penderitaan klien. Beberapa teori keperawatan di kembangkan di Indonesia, salah
satunya adalah teori adaptasi Roy oleh Sister Callista Roy. Teori adaptasi Sister
Callista Roy (Roy, 1980, 1989, Roy dan Obloy, 1979) menerangkan klien sebagai
suatu system adaptasi. Tujuan keperawatan menurut Roy adalah membantu individu
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
2
Universitas Indonesia
beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan psikologis, konsep diri, aturan- aturan yang
berlaku dan hubungan bebas pada saat sehat dan sakit (Tomey & Alligood, 2006).
Roy juga menyatakan pelayanan keperawatan dibutuhkan saat klien tidak dapat
beradaptasi dengan tekanan dari lingkungan internal dan eksternal. Setiap perubahan
lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan respon system adaptasi
merupakan suatu stimulus (Tomey & Alligood, 2006). Konsep model adaptasi Roy
merupakan proses keperawatan yang meliputi 6 langkah yang dilakukan secara
serentak, terus menerus dan dinamis yang terdiri dari pengkajian perilaku, pengkajian
stimulus, diagnose keperawatan, tujuan, intervensi dan evaluasi (Roy & Andrews,
1999). Tujuan keperawatan dalam model adaptasi Roy adalah untuk mempromosikan
adaptasi melalui tiap tahap tersebut dengan 4 macam mode adaptasi yaitu mode
adaptasi: fisiologik, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
Adapun klien yang mendapatkan perawatan dirumah sakit dengan berbagai kondisi
kesakitan, salah satunya adalah klien dengan gangguan system neurologi. angka
kesakitan pada system ini menunjukkan peningkatan tiap tahun seiring bertambahnya
usia harapan hidup. Salah satu penyakit neurologi yang menjadi perhatian adalah
stroke. Penyakit Stroke di Amerika menduduki peringkat nomor tiga sebagai penyebab
kematian pasien. Prevalensi stroke pada usia diatas 20 tahun diperkirakan mencapai
6.5 juta pasien pertahun (Lloyd et al, 2009).
Angka kejadian stroke di Indonesia juga menunjukkan peningkatan tiap tahun.
Berdasarkan pada riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007, stroke merupakan penyebab
kematian dan kecacatan utama di hampir seluruh RS di Indonesia yaitu sebesar 15.4%.
Sementara data di ruang teratai lantai 6 RSUP Fatmawati menunjukkan peningkatan
penderita stroke di tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 terutama penderita stroke
hemoragik, dimana mulai bulan Juli sampai dengan bulan September 2011 terdapat
158 penderita stroke, yang meliputi stroke infark sejumlah 116 dan stroke hemoragik
sejumlah 42, mulai bulan oktober sampai Desember 2011 terdapat 160 penderita
stroke, yang meliputi stroke infark sejumlah 106 dan stroke hemoragik sejumlah 54,
dan pada Januari sampai dengan Maret 2012 terdapat 165 penderita stroke, yang
meliputi stroke infark sejumlah 99 dan stroke hemoragik sejumlah 65 orang.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
3
Universitas Indonesia
Dari keseluruhan kasus stroke jenis iskemia diperkirakan mencapai 80%, sedangkan
jenis hemoragik hanya 20 %, namun beberapa referensi menunjukkan perbandingan ini
berbeda pada tiap ras. Kejadian stroke hemoragik pada populasi orang asia dan orang
kulit hitam mencapai 30%- 40 % dari seluruh kasus stroke dari angka tersebut
diperkirakan 75 % adalah perdarahan intraserebral (PIS) dan 25 % adalah perdarahan
subarachnoid (SAH). Dalam beberapa riset kejadian PIS adalah 12 – 15 kasus tiap
100.000 populasi tiap tahun. Sementara data di Amerika menunjukkan kejadian PSA
sekitar 10 kasus per 100.000 populasi (Wahjoepramono, 2005).
Sementara data dari Riskesdas 2007 juga menunjukkan tren peningkatan penyakit
neuro-degeneratif dan metabolik seperti demensia, gangguan fungsi eksekutif,
keseimbangan, koordinasi, rasa tidak nyaman fungsi sensorik pada ektrimitas. Masalah
neurologi lain yang juga cukup memprihatinkan adalah semakin tingginya angka
kejadian trauma kepala dan tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas. Angka
kejadian cidera kepala dan tulang belakang mencapai 7,5% dari total populasi.
Demikian juga kasus neuro-infeksi pada otak dan persarafannya seperti
meningitis/meningoensefalitis tuberculosis, bakteri non spesifik, jamur dan juga
bertambahnya insiden ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dengan manifestasi awal dan
lanjut pada otak dan saraf. Selain itu tumor otak dan medula spinalis juga
memperlihatkan kecenderungan peningkatan (Pusat Komunikasi Publik Sekretariat
Jenderal Kementerian Kesehatan RI, 2011). Seiring dengan meningkatnya angka
kejadian tersebut, maka dampak penyakit tersebut juga mengikutinya terutama kasus
yang menduduki peringkat utama yaitu stroke.
Dampak penderita stroke dapat berupa disabilitas atau kecacatan, Disabilitas pada
penderita stroke di Amerika terjadi berkepanjangan : diperkirakan 50 juta penderita
diseluruh dunia mengalami deficit fisik, kognitif dan emosional yang bermakna. Dan
terdapat 25% sampai dengan 74% penderita tersebut mengalami ketergantungan total
dan membutuhkan beberapa bantuan perawat untuk aktivitas sehari-hari (activities of
daily living, ADL) (Gladstone, Danells, & Black, 2002). Dengan bertambah
meningkatnya angka kejadian stroke beserta dampak disabilitas, hal ini menjadi
tantangan perawat dalam menerapkan managemen stroke dengan baik melalui
pemberian pelayanan keperawatan yang berkualitas.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
4
Universitas Indonesia
Managemen stroke hemoragik pada prinsipnya ditujukan mengurangi efek massa dan
mencegah penambahan volume perdarahan atau perdarahan ulang (Wahjoepramono,
2005). Pada fase akut akibat perdarahan intraserebral beberapa hal yang menjadi
perhatian adalah terjaganya jalan nafas, pengendalian tekanan darah, dan adekwatnya
perfusi serebral, beberapa pengobatan dilakukan pada fase ini. Berikutnya pada
beberapa kasus adalah penatalaksanaan pada peningkatan tekanan intracranial dan
tindakan operasi untuk mengurangi efek massa serta efek bekuan darah. Selanjutnya
pada fase pemulihan dan rehabilitasi dapat dimulai beberapa minggu setelah serangan
sampai beberapa bulan setelah serangan. Rehabilitasi harus mencakup pendidikan bagi
pasien dan pengasuhnya tentang pencegahan stroke sekunder dan sarana untuk
mencapai tujuan rehabilitasi. Program rehabilitasi harus mempertimbangkan
perubahan gaya hidup, depresi, dan beban pengasuh sebagai isu penting untuk bekerja
dengan pasien dan pengasuhnya (Morgenstern et al, 2010).
Sementara itu kualitas perawatan dapat ditingkatkan salah satunya melalui peran
perawat spesialis demikian juga pengembangan staf dan praktek profesional yang
evidenced-based outcomes pada pasien, unit perawatan, dan tingkat organisasi. Pada
saat ini peran perawat spesialis sangat penting untuk menjamin penyediaan kualitas
perawatan pasien. Sebagai anggota dari tim kepemimpinan, perawat spesialis dapat
secara langsung mempengaruhi perawatan pasien dengan merespon setiap kebutuhan
pasien, dokter pemula, dan praktisioner ahli (LaSala et al, 2007).
Pada praktik pendidikan spesialis ini, penulis adalah peserta didik dalam program
pendidikan perawat spesialis. Penulis berperan sebagai perawat spesialis dimana
penulis memiliki kesempatan yang unik untuk mempengaruhi hasil perawatan pasien
secara positif, kontinuitas perawatan, dan pengembangan profesional staf melalui
perannya sebagai model, educator, inovator, pelatih, dan pemberi perawatan secara
langsung. Penulis juga meningkatkan perasaan untuk melaksanakan penyelidikan
klinis dan pemikiran kritis melalui penelitian dengan menerapkan praktik berbasis
bukti (evidence base nursing practice).
Penerapan evidence base nursing practice (EBN) yang dilakukan oleh penulis adalah
masase abdomen untuk mengatasi konstipasi pada pasien stroke. Pada beberapa
penelitian metode ini dapat diterima karena beberapa alasan yaitu tidak membutuhkan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
5
Universitas Indonesia
perawatan lama, dan kemungkinan merupakan terapi yang diinginkan karena tidak
mahal, non invasive, bebas dari efek samping yang membahayakan, dan dapat
dilakukan oleh pasien sendiri (Sinclair, 2010). Efek masase abdomen menurut Liu et
al (2005), yaitu dapat mendorong pemuatan rektum, dengan meningkatkan tekanan
intra abdomen. Dalam beberapa kasus neurologis, masase abdomen dapat
memproduksi gelombang rektum yang menstimulasi reflek somato-autonomic dan
sensasi buang air besar. Penerapan EBN dilakukan oleh penulis selama 7 minggu pada
12 orang klien dengan stroke menunjukkan hasil masase abdomen secara signifikan
memperbaiki kondisi konstipasi dan frekuensi buang air besar.
Penulis berperan sebagai pemberi keperawatan langsung yaitu penulis telah melakukan
praktek keperawatan selama 1 tahun dan pada periode tersebut penulis telah
melaksanakan asuhan keperawatan pada 33 pasien dengan gangguan neurologis, dan
lebih memfokuskan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan stroke
hemoragik. Peran penulis yang lain dalam praktek perawat spesialis adalah sebagai
inovator. Inovasi yang dilakukan adalah pelaksanaan pengkajian ADL menggunakan
Barthel Index. Barthel Index merupakan salah satu alat ukur untuk menilai
kemampuan fungsional pasien. Barthel Index ini juga merupakan instrumen untuk
mendapatkan data ADL pasien yang terdiri dari kemampuan buang air besar, buang air
kecil, merawat diri, penggunaan toilet, makan, berpindah, mobilitas, berpakaian,
menggunakan tangga dan mandi. Data dari kemampuan pasien akan kegiatan tersebut
menjadi dasar dalam menegakkan diagnosa keperawatan. Berdasarkan data tersebut
juga dapat digunakan untuk mengevaluasi status fungsional pasien setelah melalui
proses asuhan keperawatan diruang neurologi lantaiVI ruang teratai RSUP Fatmawati
Jakarta.
Laporan analisis praktik ini merupakan tugas akhir dalam melaksanakan pendidikan
perawat spesialis. Laporan analisis praktek keperawatan ini menggambarkan
pengalaman praktek perawat spesialis selama 1 tahun praktik dengan menerapkan
model konsep dan teori adaptasi Roy dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan neurologi khususnya pasien stroke hemoragik, serta
menjalankan peran sebagai pendidik, peneliti dan inovator.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
6
Universitas Indonesia
1.1.Tujuan Penulisan
1.1.1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran yang menyeluruh terhadap pengalaman praktek pendidikan ners
spesialis dan penerapan model konsep dan teori adaptasi Roy dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan neurologi terutama klien stroke hemoragik di
ruang perawatan neurologi lantaiVI teratai RSUP Fatmawati Jakarta.
1.1.2. Tujuan Khusus
a. Memberikan analisis pelaksanaan penerapan model konsep dan teori adaptasi
menurut Roy dalam rangka memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan neurologis terutama pada klien stroke hemoragik di ruang perawatan
neurologi lantaiVI teratai RSUP Fatmawati Jakarta
b. Memberikan analisis pelaksanaan peran perawat sebagai researcher dalam
penerapan eviden base nursing practice pada klien dengan gangguan neurologis
terutama pada klien stroke hemoragik di ruang perawatan neurologi lantai VI teratai
RSUP Fatmawati Jakarta
c. Memberikan analisis pelaksanaan peran perawat sebagai praktisi keperawatan yaitu
sebagai inovator dalam memberikan asuhan pada klien dengan gangguan neurologis
di ruang perawatan neurologi lantaiVI teratai RSUP Fatmawati Jakarta
1.2.Manfaat
Laporan analisis praktek ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada beberapa pihak
terkait antara lain :
1.2.1. Manfaat bagi instansi pelayanan keperawatan
Laporan ini dapat memberikan gambaran model pelaksanaan asuhan keperawatan
menggunakan pendekatan RAM pada klien dengan gangguan neurologi khususnya klien
stroke hemoragik dalam tatanan klinik di ruang perawatan neurologi lantai VI teratai
RSUP Fatmawati Jakarta, selanjutnya dapat menjadi pertimbangan untuk pelaksanaannya
sesuai kondisi ruangan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
7
Universitas Indonesia
1.2.2. Manfaat bagi pengetahuan keperawatan
a. Laporan analisis praktek keperawatan ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu
keperawatan, khususnya keperawatan medikal bedah terkait penerapan RAM dalam
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persarafan terutama klien stroke
hemoragik.
b. Laporan analisis ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengalaman
peran perawat spesialis dalam melakukan perannya sebagai pemberi asuhan, peneliti,
pendidik dan innovator, sehingga menciptakan iklim positif untuk peningkatan
pengetahuan perawat.
c. Laporan analisis praktek keperawatan diharapkan dapat memberikan informasi yang
bersumber dari pengalaman penulis dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien
gangguan neurologi terutama klien dengan stroke hemoragik, sehingga dapat
meningkatkan pemahaman teori keperawatan dalam hal ini RAM dalam kaitannya
dengan peningkatan proses belajar mengajar.
d. Laporan analisis praktek keperawatan diharapkan menjadi rujukan bagi profesi
perawat yang mempunyai perhatian dan peminatan terhadap pengembangan
keperawatan medikal bedah khususnya peminatan keperawatan neurologi, dalam
melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan neurologi terutama klien
stroke hemoragik.
1.2.3. Manfaat bagi mahasiswa keperawatan
Laporan analisis praktek keperawatan ini merupakan salah satu sumber pengetahuan
dan juga dapat digunakan sebagai data dalam melakukan penelitian lanjut serta kajian
teori keperawatan terkait penerapan teori keperawatan dan model adaptasi dari Sister
Callista Roy pada klien gangguan neurologi terutama klien dengan stroke hemoragik.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
8
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Tinjauan teori dalam bab 2 ini akan menjabarkan konsep stroke khususnya stroke
hemoragik, asuhan keperawatan dengan pendekatan model adaptasi Roy dan
aplikasi asuhan keperawatan pasien menggunakan model adaptasi Roy pada klien
stroke hemoragik.
2.1. Stroke
2.1.1. Definisi
Stroke atau penyakit serebrovaskuler yang mengacu pada gangguan neurologic
yang mendadak dan terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah yang
melalui system suplai arteri otak (Price & Wilson, 2006). Sedangkan Warlow et al,
(2007) mendefinisikan stroke adalah sindrom yang memberikan tanda dengan
gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat berupa gangguan
fungsional otak fokal maupun global yang terjadi lebih dari 24 jam (kecuali ada
tindakan bedah atau kematian) yang disebabkan oleh vaskuler dan bukan penyebab
lain. Definisi ini meliputi stroke akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan
intraserebral (PIS) non traumatic, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus
perdarahan subarachnoid (PSA). Wahjoepramono (2005) menjelaskan bahwa
stroke adalah terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi darah non traumatic yang
terjadi secara tiba-tiba pada suatu area fokal di otak, sehingga mengakibatkan
keadaan iskemia dan gangguan fungsi neurologic fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam, dan atau langsung menyebabkan kematian.
Data dari GCNKSS (Greater Cincinnati/Northern Kentucky Stroke Study), FHS
(Framingham Heart Study), ARIC (Atherosclerosis Risk in Communities study),
NHLBI (National Heart, Lung, and Blood Institute), tiap tahun sekitar 700.000
orang mengalami serangan stroke baru atau berulang, sekitar 500.000 dari angka
tersebut adalah serangan pertama stroke dan 200.000 adalah serangan berulang.
Insiden stroke pada laki- laki lebih tinggi dari wanita pada usia muda tetapi tidak
pada usia tua. Insiden pada laki-laki/wanita tersebut adalah 1.25 pada usia 55 tahun
8
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
9
Universitas Indonesia
sampai 64 tahun, dan 1.50 pada usia 65 tahun sampai dengan 74 tahun, serta 1.07
pada usia 75 sampai 84 tahun, serta 0.76 pada usia 85 tahun (Lloyd, 2009). Dari
keseluruhan stroke tersebut 87% adalah stroke ischemic dan sisanya adalah PIS dan
PSA.
2.1.1 Faktor resiko dan etiologi stroke
a. Faktor usia
Dalam beberapa studi usia yang meningkat memiliki hubungan dengan risiko
stroke. Sebagaimana penelitian Hajat et al (2001, dalam Gofir, 2009) usia yang
meningkat memiliki hubungan yang independen dengan stroke infark
dibandingkan dibandingkan dengan stroke hemoragik. Harmsen (2006, dalam
Gofir, 2009) usia memiliki hubungan yang independen dengan peningkatan
risiko stroke. Stroke menyerang kebanyakan pada klien usia diatas 40 tahun
(Wahjoepramono, 2005)
b. Ras
Data dari NHLBI pada ras kulit hitam mengalami resiko serangan stroke
pertama dua kali lipat dibandingkan ras kulit putih. Insiden stroke yang
disesuaikan dengan usia didapatkan pada usia antara 45 sampai dengan 84
tahun pada laki-laki ras kulit hitam sejumlah 6.6 per 1000 populasi, pada laki-
laki kulit putih sejumlah 3.6, pada wanita kulit hitam 4.9, dan pada wanita kulit
putih 2.3.
c. Faktor penyakit serebrovaskuler sebelumnya
Menurut Harmsen (2006, dalam Gofir, 2009) Riwatat TIA (transient ischaemik
attack) memiliki hubungan yang independen dengan risiko stroke
d. Penyakit diabetes mellitus
klien stroke iskemik dengan diabetes pada usia lebih muda, lebih mungkin
Afrika Amerika, dan lebih cenderung memiliki hipertensi, MI (myocard
infark), dan kolesterol tinggi daripada klien nondiabetes, menurut data dari
studi GCNKSS. Tingkat insiden yang spesifik umur dan rasio tingkat
menunjukkan bahwa diabetes meningkatkan kejadian stroke iskemik pada
semua umur, tetapi risiko ini adalah yang paling menonjol sebelum usia 55 di
Afrika Amerika dan sebelum usia 65 tahun pada kulitputih. Satu tahun kasus
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
10
Universitas Indonesia
tingkat fatalitas setelah stroke iskemik tidak berbeda antara klien dengan dan
tanpa diabetes (Kissela et al, 2005)
e. Penyakit Atrial Fibrilasi (AF)
Menurut Hajat et al (2001) dalam penelitiannya AF berhubungan dengan semua
infark non lakunar, sirkulasi anterior posterior, dan sirkulasi anterior parsial.
Sementara Gage et al (2004, dalam Gofir, 2009) dalam penelitiannya
mengungkapkan AF adalah gangguan irama jantung yang menyerang pada
kebanyakan pria dewasa, AF ditemukan 1-1,5% populasi dinegara-negara barat.
Kejadian AF meningkat dengan bertambahnya umur, ditemukan 1% pada usia
< 60 tahun, tetapi kurang lebih 10% pada usia > 80 tahun. Risiko stroke atau
emboli meningkat 5 kali lipat pada klien AF dibandingkan non AF.
f. Merokok
Resiko relatif (RR) stroke pada perokok berat (lebih dari 40 batang sehari)
adalah dua kali lipat dari perokok ringan (kurang dari 10 batang per hari).
Risiko stroke menurun secara signifikan 2 tahun setelah berhenti merokok dan
pada tingkat bukan perokok sebesar 5 tahun ( Wolf et al,1988). Faktor resiko
stroke meningkat menjadi 22 kali lebih besar daripada rata- rata adalah pada
wanita perokok berusia lebih dari 30 tahun dengan kontrasepsi oral dengan
kandungan estrogen tinggi (http://www.stroke.org dalam Price & Wilson, 2006)
g. Hipertensi
Menurut Harmsen (2006, dalam Gofir, 2009) tekanan darah tinggi memiliki
hubungan yang independen dengan risiko stroke
h. Obesitas
Menurut Harmsen (2006, dalam Gofir, 2009) peningkatan BMI (body mass
index) memprediksi stroke. Pada penelitian United States Physician Health
Study mendapatkan subject dengan BMI lebih dari 27.8 kg/m2 secara
signifikan memiliki risiko stroke iskemik dan hemoragik yang lebih besar
(Kurth et al, 2001)
i. Aktivitas fisik
Hubungan antara jenis kegiatan fisik dan risiko stroke telah diteliti dalam
beberapa penelitian. Sebuah kohort study aktivitas berjalan dan partisipasi
olahraga pada 73265 pria dan wanita di Jepang, risiko kematian stroke di
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
11
Universitas Indonesia
kategori tertinggi pada aktivitas jalan dan partisipasi olahraga adalah berkurang
29% dan 20% untuk masing-masing (Noda, 2005).
2.1.2 Klasifikasi stroke
Beberapa literature menjelaskan klasifikasi stroke secara berbeda, namun dalam hal
ini penulis menjelaskan menurut beberapa ahli yang memiliki beberapa kesamaan.
Menurut Price dan Wilson (2006) klasifikasi stroke berdasarkan patologi anatomi
dan penyebabnya terbagi atas 2 bagian yaitu: (1) stroke iskemia-infark serebrum;
(2) stroke hemoragik intrakranium. Pada bab ini akan langsung dijelaskan tentang
stroke hemoragik. Stroke hemoragik non traumatic (Wahjoepramono, 2005 : Price
& Wilson, 2006; Mumenthaler & Mattle, 2006) terbagi menjadi: PIS dan PSA.
Menurut Wahjoepramono (2005) perdarahan karena efek trauma tidak
dikategorikan sebagai stroke hemoragik.
Prosentase kejadian stroke hemoragik adalah 15 – 20% dari semua kasus stroke.
Pada keadaan non traumatic stroke hemoragik terbagi dalam 2 katagori (Price &
Wilson, 2006; Wahjoepramono, 2005; Mumenthaler & Mattle, 2006).
a. Perdarahan intraserebrum (PIS) adalah adanya ekstravasai darah kedalam
jaringan parenkim yang disebabkan rupture arteri perforantes dalam
(Wahjoepramono, 2005). PIS sebagian besar disebabkan oleh hipertensi, selain
itu PIS juga bisa disebabkan oleh diskrasia darah, malformasi vaskuler serebral,
tumor otak, kebiasaan merokok, penyalahgunaan obat, dan konsumsi alkohol
(Price & Wilson, 2006; Wahjoepramono, 2005). Menurut Hankey & Less
(2001) faktor penyebab stroke dapat dibagi dalam tiga katagori yaitu faktor
anatomik, faktor hemostatik, dan faktor hemodinamik.(1) Faktor anatomik
berhubungan dengan penyakit arterial, sebagai contoh : malformasi arteriovena,
aneurisma, amiloid angiopati, diseksi arteri, dan lain-lain. (2) Faktor hemostatik
berhubungan dengan diatesa perdarahan, seperti: pemakaian antikoagulan
(terutama pada pasien berusia lanjut), leukimia, pengobatan trombolitik, DIC
(disseminated intravascular coagulation), dan sebagainya. (3) Faktor
hemodinamik berhubungan dengan kenaikan tekanan darah seperti : Hipertensi
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
12
Universitas Indonesia
arterial akut, hipertensi kronik, penyalahgunaan obat, penggunaan obat
stimulan dan lain- lain.
b. Perdarahan subarachnoid (PSA), adalah terjadinya ekstravasasi darah kedalam
ruang subarachnoid dalam susunan saraf pusat (Wahjoepramono, 2005). PSA
sering diakibatkan oleh aneurisma sakular (Berry), beberapa penelitian
mengungkapkan hal ini, bahkan prosentasinya mencapai 70%-80%. Penyebab
lain yang lebih jarang adalah karena malformasi arteriovena (MAV), kelainan
darah, vaskulitis, penyalahgunaan obat stimulant, infeksi, thrombosis sinus
serebralis dan sekunder dari PIS. Mekanisme PSA pada dasarnya hampir sama
dengan PIS, hanya lokasi ekstravasasi darah terjadi pada ruang subaraknoid
(Price & Wilson, 2006; Wahjoepramono, 2005).
2.1.3 Patofisiologi stroke hemoragik
Teori mikroaneurisma untuk stroke perdarahan baru- baru ini telah disangkal dan
dipostulasikan bahwa nekrosis fibrinoid pada arteri kecil dan arteriola yang
disebabkan oleh hipertensi mungkin menjadi penyebab langsung hemoragik
serebral. Hipertensi adalah menjadi factor penentu pada PIS dan infark serebral
dimana telah berakibat pada artherosklerosis, dengan predileksi pada arteri
preserebral dan serebral besar (Gofir, 2009). Pada mekanisme nekrosis fibrinoid
terjadi kerusakan pada dinding pembuluh darah dimana terjadi deposisi material
fibrinoid, ekspansi fokal aneurisma dan ekstravasasi sel darah merah.
Dari studi Hebstein dan Scamburg menyimpulkan perdarahan yang terjadi
umumnya adalah perdarahan monofasik dengan durasi 2 jam atau kurang,
selanjutnya akan terjadi penurunan aliran darah ke hemisfer yang terkait.
Perburukan klinis akan terjadi karena perbesaran hematom yang terus berjalan.
Secara umum PIS berada di putamen disudut posterior dari nucleus, dan tersebar
secara terpusat dengan arah anterior posterior bukan secara tranversal. Perdarahan
ini menimbulkan massa ovoid dengan diameter anteroposterior yang berkumpul di
putamen dan struktur- struktur dibagian lateral putamen, kapsula interna dan
claustrum. Korteks insular akan terdorong kearah lateral, sedangkan kapsula
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
13
Universitas Indonesia
interna akan terdorong kearah medial ataupun berada dilokasi hematom tersebut.
Secara umum perdarahan cabang arteri striata ini menimbulkan PIS di putamen
lateral posterior, karena arteri ini mengalirkan darah ke putamen, kapsula interna,
dan bagian proksimal nucleus kaudatus.
Perdarahan pada putamen dan claustra akan meluas ke area sekitarnya, meluas ke
medial yaitu kedalam kapsula interna dan ventrikel lateral, ke area superior yaitu
corona radiata, dan ke lateral inferior yaitu substansia alba lobus temporal.
Perdarahan akan menimbulkan gejala yang berbeda tergantung dari lokasi awal
perdarahan, daerah perluasan dan ada tidaknya peningkatan tekanan intracranial
(PTIK).
Akumulasi local darah ini akan merusak parenkim secara lokal, menempati dan
memotong struktur nervus disekitarnya. Setelah perdarahan berhenti dan hematom
membentuk suatu bekuan maka tidak tampak perubahan secara histopatologis,
sampai proses perbaikan kurang lebih 3 minggu setelah onset. Makrofag yang
mengandung hemosiderin akan tampak yang menjadi penanda mulainya proses
penghilangan bekuan, dimana proses ini berjalan perlahan dari perifer ke sentral
hematom. Proses fagositosis ini terjadi beberapa bulan lalu sisa area hematom
menjadi kavitas yang kolaps, mendatar, dan mempunyai garis merah jingga yang
berasal dari akumulasi makrofag yang mengandung hemosiderin (Wahjoepramono,
2005).
Perdarahan bisa juga disebabkan oleh infark serebrum (akibat embolus), alasannya
apabila embolus dibersihkan dari arteri maka dinding pembuluh darah setelah
tempat oklusi akan mengalami perlemahan dalam beberapa hari pertama setelah
oklusi, sehingga dapat terjadi kebocoran dari dinding pembuluh darah tersebut.
Terkait dengan hal ini pengendalian hipertensi diperlukan pada minggu- minggu
pertama setelah stroke emboli, guna mencegah kerusakan lebih lanjut, namun perlu
diingat bahwa penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan
berkurangnya perfusi dan meluasnya iskemik (Price & Wilson, 2006).
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
14
Universitas Indonesia
Pada kasus pemakaian kokain yang menjadi kausa PIS pada stroke hemoragik,
hubungan pasti antara kokain dengan PIS masih kontroversial, walaupun diketahui
peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat dipicu oleh penggunaan kokain.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah secara mendadak. Perdarahan dapat terjadi pada pembuluh darah
intraserebrum atau subarachnoid pada kasus terakhir biasanya terdapat aneurisma
(Price & Wilson, 2006).
Mekanisme PSA tidak berbeda dengan PIS, hanya lokasi ekstravasasi perdarahan
meliputi ruang subaraknoid. Karena rupture aneurisma menjadi penyebab tersering
maka dapat dijelaskan sebagai berikut. Mayoritas aneurisma intracranial yang
ditemukan sekitar 80 – 85% berada di sirkulasi anterior, dengan lokasi paling
sering pada persambungan arteri karotis interna dengan arteri komunikan posterior,
kompleks arteri komunikan anterior atau di trifurkasio arteri serebralis medialis.
Sedangkan pada sirkulasi posterior, aneurisma sering terdapat pada bifurkasio
arteri basilaris atau dipersambungan antara arteri vertebralis dan arteri serebral
posterior inferior ipsilateral (Wahjoepramono, 2005)
Hukum Laplace dapat memprediksi rupturnya aneurisma, dimana tegangan dinding
aneurisma berbanding lurus dengan tekanan intra aneurisma dan radius kantong
aneurisma; dan berbanding terbalik dengan ketebalan dinding aneurisma. Ruptur
dapat terjadi jika tekanan arterial meningkat, ukuran aneurisma yang membesar dan
ketebalan dinding yang menipis sehingga melewati batas kemampuan aneurisma
(Wahjoepramono, 2005)
2.1.2. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke hemoragik dapat dibedakan berdasarkan perdarahan
intraserebral dan perdarahan subaraknoid.
2.1.2.1 Manifestasi klinis perdarahan intraserebral
Mumenthaler dan Mattle (2006) menyebutkan bahwa stroke hemoragik
memberikan manifestasi yang hampir sama dengan stroke infark (tiba- tiba
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
15
Universitas Indonesia
mengalami deficit neurologic fokal), namun ada tanda yang spesifik pada
perdarahan intracranial yaitu :
a. Nyeri kepala tiba- tiba yang sering disertai muntah- muntah.
b. Secara cepat terjadi deficit neurologic (dimana tipenya tergantung lokasi
perdarahan)
c. Penurunan kesadaran progresif yang mungkin menuju koma.
d. Terjadi serangan epilepsy pada beberapa pasien.
Menurut Wahjoepramono (2005) mayoritas PIS terdapat pada kompartemen
supratentorial, dan sebagian besar melibatkan struktur yang lebih dalam dari
hemisfer serebral, ganglia basalis, dan thalamus. Manifestasi klinis menurut
Wahjoepramono (2005) yang paling utama pada PIS adalah berkaitan dengan
PTIK, dengan gejala yang paling umum adalah penurunan kesadaran, mual
muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi (91% kasus), hipertrofi
ventrikel kiri, retinopati hipertensif, perdarahan subhyaloid yaitu kumpulan darah
preretinal (cenderung pada PSA). Sedangkan menurut area perdarahan dapat
dijelaskan sebagai berikut
a. Perdarahan lobaris yaitu perdarahan pada tingkat subkortikal substansia
alba pada lobus serebral menunjukkan manifestasi: sakit kepala, kejang,
tidak ada deficit motorik (karena hematom lobaris umumnya tidak
mengenai jaras motorik)
b. Perdarahan putamen: kelemahan motorik unilateral, yang diikuti
abnormalitas sensorik, visual dan perilaku. Beberapa jam setelah onset akan
timbul sakit kepala dan muntah. Jika manifestasi klinis sudah muncul secara
lengkap akan timbul hemiplegia flaksid dengan sindroma hemisensorik dan
hemianopia homonimus. Bila lesi mengenai hemisfer sisi dominan akan
didapatkan afasia global, namun bila pada hemisfer non dominan akan
didapatkan hemi-inattention. Selanjutnya dapat ditemukan kelumpuhan
pandangan horizontal konjugat dengan deviasi kesisi lesi.Ukuran pupil
bereaksi normal kecuali sudah terdapat herniasi unkal, dimana akan disertai
kelumpuhan ipsilateral nervus kranialis III.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
16
Universitas Indonesia
c. Perdarahan kaudatus lebih sering dimasukkan dalam perdarahan putaminal
sebagai hematom ganglia basalis. Prosentase perdarahan kaudatus adalah 5-
7 % setara dengan perdarahan serebelar. Manifestasinya: sakit kepala dan
muntah yang diikuti penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan kaku leher, gangguan perilaku (disorientasi dan konfusi) sering
diikuti dengan gangguan ingatan jangka pendek. Manifestasi ini bersifat
temporer. Selain itu terdapat 50% kasus mengalami kelumpuhan pandangan
transien dan hemiparesis kontralateral. Gangguannya berupa kelumpuhan
pandangan horizontal, dengan deviasi konjugat mengarah pada sisi
perdarahan, sedangkan kelumpuhan pandangan vertikal jarang terjadi.
Kadang- kadang deficit motorik terjadi disertai syndrome hemisensorik
transien.
d. Perdarahan talamik terjadi 10-15% dari PIS. Perdarahan ini jika meluas ke
lateral akan mengenai kapsula interna, kearah medial mengenai ventrikel
tiga, kearah inferior mengenai subtalamus dan kearah dorsal mengenai otak
tengah, bila massa sangat besar bisa mencapai daerah parietal.
Manifestasinya berupa deficit sensorimotorik unilateral yang terjadi secara
cepat, sering muntah, namun jarang sakit kepala, gejala tersebut timbul 1-2
jam setelah onset. Gejala lain adanya hemiparesis atau hemiplegik (pada
100%) kasus, disertai syndrome hemisensorik, berupa penurunan modalitas
system sensorik pada tungkai, wajah dan punggung kontralateral. Gejala
utama adalah kelainan pada Nervus III. Kombinasi gejala ini adalah
kelumpuhan pandangan atas dengan miosis pupil non reaktif. Gejala ini
timbul karena hematom membesar keatas otak tengah.selain itu gejala yang
sering terjadi retraksi nistagmus, paralisis konvergen, dan deviasi yang
tidak simetris.hematom yang ukurannya lebih dari 3,3 mm biasanya bersifat
fatal, namun yang berukuran kurang dari 2,7 mm masih memiliki prognosa
baik.
e. Perdarahan serebelar terjadi sekitar 5-15% dari seluruh stroke hemoragik.
Gejala awal berupa rasa pening (dizziness), mati rasa pada wajah,
selanjutnya pasien tiba-tiba tidak mampu jalan bahkan berdiri. Gejala yang
sering adalah muntah segera setelah onset.beberapa pasien menunjukkan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
17
Universitas Indonesia
kaku pada leher dan bahu, tinnitus serta hiccup. Kehilangan kesadaran
secara total saat onset jarang terjadi, namun perburukan segera terjadi
dalam 1-3 jam seperti halnya PIS jenis lain. Beberapa analisa menunjukkan
trias karakteristik perdarahan ini adalah ataksia apendikular, ipsilateral gaze
palsy dan kelumpuhan nervus fasialis perifer. Gejala lain adalah adalah
deviasi asimetris ocular, hemiplegic kontralateral, pupil mata biasanya kecil
dan reaktif terhadap cahaya, serta terjadinya disartria pada 2/3 kasus.
f. Perdarahan pada mesenfalon menunjukkan gejala ataksia dan oftamoplegia,
hidrosefalus dapat terjadi akibat blockade atau distensi pada akuaduktus
atau ventrikel 3. Diatesa perdarahan juga dapat menimbulkan perdarahan
pada otak tengah yang terisolir, seperti yang dilaporkan pada pasien
leukemia yang tiba- tiba mengalami kelumpuhan nervus okulomotorius dan
tremor kontralateral. Beberapa kasus melaporkan gejala berupa
kelumpuhan nervus III, kelemahan bulbar, reflex ekstensor plantar, sakit
kepala yang menyeluruh, muntah, hemiparese, ataxia serebral,
hemihipostesia kontralateral, diplopia, kelumpuhan nervus VI dan pupil
pinpoint.
g. Perdarahan pada pons biasanya fatal walaupun kematian tidak terjadi
mendadak saat kejadian, kematian biasanya terjadi 24 – 48 jam pertama.
Evaluasi oleh Steegman (1951) didapatkan hasil bahwa pasien tidak
mengalami kematian secara cepat dan tidak ada yang meninggal kurang
dari 22 jam. Gejalanya adalah pupil pinpoint, paralisis bulbar, terdapat
aktivitas irregular motorik pada ekstremitas yang diistilahkan “shaking,
twisting dan trembling” yang bukan cerminan konvulsi epileptiform.
Selain itu terjadi abnormalitas pola pernafasan, berupa pernafasan berat,
lambat, gasping dengan frekuensi yang irregular. Gejala lain adalah sakit
kepala hebat, beberapa menit sebelum koma, vomitus prominen dan kejang.
Episode spasmodic deserebrasi dan terkadang disertai menggigil hebat
dengan hipertermi (yang sebagian mencapai 39°C, namun dapat pula 42°-
43° C pada fase terminal).
h. Perdarahan pada medulla oblongata menunjukkan gejala rasa pening,
muntah, sakit kepala, diplopia, dan parestesia tungkai atas kanan. Pada
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
18
Universitas Indonesia
umumnya menjadi somnolen dalam waktu singkat dan ataksik disertai kaku
kuduk, hemiparesis kiri, nistagmus, disfonia dan disfagia.
2.1.1.2 Manifestasi klinis perdarahan subaraknoid
Menurut Mumenthaler dan Mattle (2006) pada PSA dapat menunjukkan
manifestasi sebagai berikut :
a. Nyeri kepala yang berat secara tiba- tiba, sangat intens dan sering
digambarkan “nyeri kepala terburuk selama saya hidup”. Nyeri kepala bisa
diawali episode nyeri kepala sementara atau gejala minor lain ( nyeri kepala
premonitory, peringatan kebocoran), hal ini paling sering menyebar atau
bioccipital.
b. Sering pada awalnya terjadi penurunan kesadaran sementara beberapa jam
atau hari dengan diikuti penurunan kesadaran sampai koma berulang
c. Sering mengalami mual muntah
d. Jarang disertai kelemahan nervus kranialis (penyebabnya aneurisma di
lokasi khusus) atau deficit neurologi fokal contoh disebabkan oleh
perdarahan pada parenkim otak.
Menurut Wahjoepramono (2005) manifestasi klinis pada PSA pada dasarnya
adalah gejala akibat PTIK, gejala iritasi meningeal dan gejala fokal akibat efek
kompresi pada nervus kranialis
a. Gejala akibat PTIK: sakit kepala hebat secara mendadak (thunderclap
headache), fotofobia, mual dan muntah, serta penurunan kesadaran yang
persisten.
b. Gejala iritasi meningeal : kaku kuduk, kernig dan brudzinski positif, namun
adakalanya gejala ini pada 4-8 jam pertama belum muncul.
c. Gejala neurologic lain : papil edema, perdarahan pada retina atau
intraokuler, penurunan reflek tendon dan reflek abdominal.
d. Gejala neurologis fokal: contoh gejala fokal akibat aneurisma yang rupture
adalah:
(a) Perdarahan kortikal di bagian tengah serebrum: dapat menyebabkan
konvulsi epiletform, hemiparesis, hemiplegic ataupun monoplegi
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
19
Universitas Indonesia
(b) Perdarahan pada jaras nervus optikus: gejala defek visual
(c) Perdarahan di persambungan arteri serebri anterior dan arteri
komunikan anterior dapat menyebabkan gangguan ke lobus frontalis
sehingga terjadi gangguan kognitif dan mental, retensi urine,
inkontinensia, hemiparesis atau bahkan afasia ekspresif.
(d) Perdarahan di area arteria basilaris dapat menyebabkan quadriplegia,
paralisis menyilang atau kekakuan pada leher.
(e) Alat yang dapat digunakan untuk klasifikasi derajat keparahan PSA
adalah skala Hunt dan Hess.
Tabel 2.1. Skala Hunt dan Hess untuk penentuan derajat PSA
Derajat Status neurologik
I Asimptomatik, atau nyeri kepala minimal dan kaku kuduk ringan
II Nyeri kepala sedang sampai parah, kaku kuduk, tidak ada deficit neurologic,
kecuali kelumpuhan nervus kranialis
III Mengantuk, deficit neurologic minimal
IV Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, mungkin rigiditas, deseberasi dini
dan gangguan vegetative.
V Koma dalam, rigiditas deseberasi, penampakan parah
Sumber : Hunt WE,Hess RM (1968, dalam Price & Wilson, 2006).
2.1.3. Diagnosis Stroke
Diagnosis stroke hemoragik ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis neurologis termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke
(Mumenthaler & Mattle, 2006; Price & Wilson, 2006; Wahjoepramono, 2005)
antara lain : pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk PIS adalah pemeriksaan
LCS, CT scan kepala atau MRI. Pada fase akut pemeriksaan ini bisa gagal
mendeteksi MAV karena dikaburkan oleh perdarahan, angiografi bisa diperlukan,
dan pada beberapa pasien diperlukan profil pembekuan darah. Adapun
pemeriksaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan jumlah leukosit, eritrosit, trombosit,
hitung jenis, hemoglobin, hematocrit, dan laju endap darah. Pemeriksaan ini
dapat mendeteksi trombositosis, trombositopenia, anemia (termasuk penyakit
sickle sel), leukositosis dan kelainan viskositas darah dapat terdeteksi pada
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
20
Universitas Indonesia
pemeriksaan ini. Pemeriksaan Gula darah penting untuk mendeteksi penyebab
gangguan neurologis dan berhubungan dengan tatalaksana stroke. Pemeriksaan
prohtrombine time (PT) dan activated partial thromboplastine time (APPT)
penting khususnya pada pasien pengguna terapi antikoagulan. Pemeriksaan
kadar kolesterol dan profil lipid mengingat hiperlipidemia merupakan salah
satu factor risiko stroke.
b. Computed Tomography (CT) Scan tanpa kontras; adalah pemeriksaan yang
sangat penting dan mampu membedakan transient ischemic attack (TIA),
stroke iskemik dan stroke hemoragik. Pada awal perdarahan didapatkan
gambaran yang homogen, area hiperdens dan berbatas jelas.daerah yang
hiperdens akan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu selanjutnya akan
menjadi hipodens seluruhnya, namun berkurangnya hiperdensitas tergantung
dari besar kecilnya hematom. CT scan juga dapat membedakan perdarahan
intraserebral akut dan subakut. Lokasi perdarahan dapat membantu dalam
menntukan patofisiologi yang mendasarinya. Hipertensi kronis memberikan
gambaran perdarahan pada lokasi putamen, thalamus, pons, serebelum,
caudatus dan area subcortikal pada peralihan dari substansia alba ke substansia
grisea. Amiloid angiopati perdarahan biasanya besar, superficial, lobar dan
cenderung berulang. Pada pemakaian antikoagulan, trombolitik atau
koagulopati sistemik, perdarahan umumnya menunjukkan gambaran multiple,
besar, dan terdapat air-fluid level.
Pada PSA, perdarahan dapat terdeteksi pada 24 jam pertama, sensitivitas akan
menurun 80% setelah 3 hari, dan 50 % setelah 3 minggu. Ini terjadi karena
darah segera dibersihkan dari ruang subarachnoid. AVM pada CT scan agak
hiperdens, lesi berbatas jelas terkadang tidak beraturan dan multi lobus.
CT scan dengan kontras pada perdarahan intracranial tidak terlalu diperlukan
pada fase awal, namun jika hasil CT scan polos menunjukkan adanya edema
massa putih disekitar hematom akut atau densitas yang abnormal yang
bersebelahan atau mengelilingi hematom tersebut maka CT scan kontras
diperlukan karena kemungkinan perdarahan akibat tumor atau AVM.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI); dasar pemeriksaan ini adalah interaksi
gelombang radiofrekuensi dan nucleus- nucleus tertentu dalam jaringan tubuh
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
21
Universitas Indonesia
(inti atom H) di dalam lapangan magnet yang kuat. Teknik MRI yang terbaru
mampu menggambarkan anatomi secara rinci, membedakan iskemik dan infark
serebral, menyingkirkan perdarahan intracranial, dan menginformasikan
angiografi, spektroskopi, dan perfusi dari pembuluh darah serebral. Kekurangan
alat ini : memakan waktu lebih lama sehingga tidak sesuai untuk kasus akut,
tidak dapat dilakukan pada pasien dengan pace maker, atau yang memakai
implant berbahan metal dan prothese.
d. Cerebral Angiography; merupakan baku emas pemeriksaan serebrovaskuler.
berguna untuk mengevaluasi aneurisma dan malformasi arteriovenosa.
Visualisasi arteri pada sirkulasi serebral didapatkan dengan menyuntikan
kontras langsung kedalam arkus aorta atau secara selektif kedalam arteri
karotid dan vertebra. Namun dengan berkembangnya CTA (CT Angiografi)
dan MRA, pemeriksaan ini jarang digunakan untuk tujuan diagnostic tetapi
untuk intervensi. Magnetic Resonance Angiografy (MRA) dapat membuat
pemetaan struktur anatomis berdasarkan rekaman radiofrekuensi dari proton
yang ada pada aliran darah (jaringan yang bergerak) dan proton pada jaringan
sekitarnya yang bersifat statis. MRA telah menggantikan peran angiografy
kontras pada beberapa situasi. Saat ini dikenal DSA (digitalsubtraction
angiography) keuntungan alat ini dapat menggunakan kontras dengan dosis
yang lebih kecil, karena dapat menggunakan kateter yang lebih kecil.
e. Transcranial Doppler (TCD); TCD adalah pemeriksaan standar untuk stroke,
terutama jika dipertimbangkan untuk dilakukan Carotidendarterectomy (CEE).
TCD digunakan untuk mendeteksi stenosis intrakranial, evaluasi pembuluh
darah karotis dan vertebrobasilar, mengkaji pola dan luasnya sirkulasi kolateral
pada pasien yang diketahui mengalami stenosis atau oklusi arteri, dan
mendeteksi adanya mikroemboli.
f. Ultrasonography (USG) dapat mengevaluasi arteri karotis pars servikalis dan
arteri vertebralis; pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya stenosis karotis.
g. Electrocardiogram (ECG); digunakan untuk mendeteksi adanya infark miokard
atau aritmia yaitu atrial fibrilasi yang sering mengakibatkan stroke iskemik
akibat emboli yang ditimbulkannya
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
22
Universitas Indonesia
h. Pungsi lumbal pada stroke hemoragik karena PIS dan PSA akan diperoleh
gambaran cairan serebro spinalis berwarna xantrochrom dan mengandung sel
darah merah.
2.1.4. Penatalaksanaan
Managemen stroke hemoragik pada prinsipnya ditujukan mengurangi efek massa
dan mencegah penambahan volume perdarahan atau perdarahan ulang
(Wahjoepramono, 2005). Pada fase akut akibat perdarahan intraserebral beberapa
hal yang menjadi perhatian adalah terjaganya jalan nafas, pengendalian tekanan
darah, dan adekwatnya perfusi serebral, beberapa pengobatan dilakukan pada fase
ini. Menurut Mumenthaler dan Mattle (2006) pengobatan dan prognosis pasien
penderita perdarahan intraserebral akut memerlukan pengamatan klinis ketat;
khususnya tanda-tanda hipertensi intrakranial (Muntah, gangguan kesadaran
progresif dan kadang-kadang anisokor dan papil edema) harus waspada mengamati
hipertensi intrakranial karena dapat disebabkan oleh perdarahan berulang, progresif
edema otak, dalam kedua kasus, harus segera terdeteksi dan diobati. Selain itu,
stabilisasi fungsi vital dan pengobatan serangan epilepsi, jika ada. Berikutnya pada
beberapa kasus adalah dibutuhkan tindakan operasi untuk mengurangi efek massa
serta efek bekuan darah.
Selanjutnya pada fase pemulihan dan rehabilitasi dapat dimulai beberapa minggu
setelah serangan sampai beberapa bulan setelah serangan. Rehabilitasi harus
mencakup pendidikan bagi pasien dan pengasuhnya tentang pencegahan stroke
sekunder dan sarana untuk mencapai tujuan rehabilitasi. Program rehabilitasi harus
mempertimbangkan perubahan gaya hidup, depresi, dan beban pengasuh sebagai
isu penting untuk bekerja dengan pasien dan pengasuhnya (Morgenstern LB,
2010).
2.2.Asuhan Keperawatan Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi Roy
2.2.1. Model Adaptasi Roy
Model keperawatan adalah suatu konsep yang dideskripsikan oleh perawat yang
didasari oleh asumsi filosofi dan prinsip ilmiah. Salah satu model dalam
keperawatan adalah Roy adaptation model yang dicetuskan oleh Sister Calissta
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
23
Universitas Indonesia
Roy. Beliau lahir di Los Angeles pada tanggal 14 Oktober 1939, beliau adalah
seorang profesor keperawatan dari Saint Josept of Corondelet, dan mulai
memperkenalkan teori adaptasi keperawatan pada tahun 1960, saat beliau
menempuh pendidikan master di universitas California Los Angeles (Clarke,
2011). Roy mengembangkan ilmu dan filosofisnya melalui tiga pendekatan
(pendekatan system, adaptasi dan humanism). Asumsi ilmiahnya diawali dengan
merefleksikan teori Von Bertalanffy (1968) tentang teori system secara umum.
Dalam rangka membangun pengertian konsepnya Roy mengkombinasikan dengan
teori tingkat adaptasi Helson (1964) dan kemudian termasuk kesatuan dan
kebermaknaan dari penciptaan alam semesta. Asumsi filosofi pada model tersebut
adalah berdasarkan identitas aslinya yang dikaitkan dengan humanism veritivity.
Menurut Helson (1964) manusia adalah system adaptasi yang mempunyai
kemampuan untuk beradaptasi dan membuat suatu perubahan pada lingkungannya.
Teori adaptasi Sister Callista Roy (Roy, 1980, 1989, Roy dan Obloy, 1979)
menerangkan klien sebagai suatu system adaptasi. Roy menggambarkan manusia
dalam istilah system adaptasi holistic. Dari perspektif disiplin keperawatan
manusia adalah focus dari aktivitas perawat (Roy & Andrews, 1999). Tujuan
keperawatan menurut Roy adalah membantu individu beradaptasi terhadap
perubahan kebutuhan psikologis, konsep diri, aturan- aturan yang berlaku dan
hubungan bebas pada saat sehat dan sakit (Tomey & Alligood, 2006)
Tabel 2.2 Asumsi yang mendasari Teori adaptasi Sister Callista Roy Asumsi ilmiah
Teori system teori tingkat adaptasi
Holistime perilaku adaptif
Interdependensi adaptasi sebagai fungsi stimuli dan tingkat adaptasi
Proses control individual, tingkat adaptasi yang dinamis
Umpan balik informasi proses respon positif dan aktif
Kompleksitas system kehidupan
Filosofi
Humanism Veritivity
Kreativitas tujuan utama dari keberadaan manusia
Tujuan utama kesatuan dari tujuan
Holism aktivitas, kreativitas
Proses interpersonal nilai dan arti kehidupan
Sumber : Roy & Andrews (1999)
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
24
Universitas Indonesia
Roy mengidentifikasikan asumsi ilmiah dari RAM adalah teori system dan teori
tingkat adaptasi. Lima hal utama dari teori sistem yang menjadi asumsi ilmiah
adalah : 1) satu kesatuan (holism); 2) saling tergantung (interdependence); 3)
proses control (control processes), 4) umpan balik informasi (information
feedback), dan 5) kompleksitas dari sistem kehidupan (complexity of living
systems). Sedangkan 4 hal yang menjadi asumsi ilmiah pada teori adaptation-level
adalah bahwa 1) perilaku (behavior) merupakan kemampuan beradaptasi; 2)
adaptasi dipandang sebagai fungsi stimulasi dan tingkat adaptasi; 3) individu
memiliki tingkat adaptasi yang dinamis; serta 4) adanya proses merespon yang
bersifat positif dan aktif dari manusia (Roy & Andrews, 1999).
Sedangkan asumsi filosofi yang menjadi prinsip terdiri dari humanism dan
veritivity yang berhubungan dengan delapan asumsi khusus. Humanism
didefinisikan sebagai gerakan yang luas dalam filsafat dan psikologi yang
mengakui dimensi pribadi dan subyektif dari pengalaman manusia sebagai pusat
untuk mengetahui dan menilai. Sementara veritivity adalah istilah yang diciptakan
Roy yang berkaitan dengan prinsip sifat manusia untuk menegaskan tujuan utama
secara umum dari keberadaan manusia (Roy & Andrews, 1999).
Kontibusi teori system pada dasar ilmiah RAM adalah menjelaskan deskripsi dari
manusia sebagai system adaptif. Roy melihat manusia sebagai system adaptif
sebagai suatu fungsi dari beberapa bagian yang saling tergantung dalam satu
kesatuan untuk mencapai beberapa tujuan. Mekanisme control merupakan pusat
untuk fungsi dari system manusia. Konsep teori system berhubungan dengan input
(stimulus) dan output (perilaku) yang juga menjadi konsep penting dalam RAM.
Suatu proses tidak pernah menunjukkan stimulus tunggal yang menginisiasi respon
(Roy & Andrews, 1999). Pada awalnya Roy mendeskripsikan bagian dalam dari
adaptasi adalah regulator dan kognator yang mempunyai control subsistem, dari
waktu ke waktu, meningkatkan pemahaman dari pusat system adaptasi dan tingkat
adaptasi.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
25
Universitas Indonesia
Roy juga menyatakan pelayanan keperawatan dibutuhkan saat klien tidak dapat
beradaptasi dengan tekanan dari lingkungan internal dan eksternal. Setiap
perubahan lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan respon system
adaptasi merupakan suatu stimulus (Tomey & Alligood, 2006). Roy adaptation
Model (RAM) bisa digunakan untuk pasien dengan penyakit akut, kronis dan
terminal. RAM menunjukkan bahwa seseorang adalah suatu system adaptasi
dimana didalamnya terjadi interaksi yang konstan antara lingkungan internal dan
eksternal.
Broadly mendefinisikan system adalah satu set dari beberapa bagian yang saling
berhubungan dan bergantung satu sama lain yang berfungsi untuk mencapai tujuan
tertentu (Roy & Andrews, 1999). System digambarkan sebagai input pengalaman,
control,output dan proses feedback. Roy mengaplikasikan teori system secara
umum adalah manusia sebagai system adaptif. Input berupa stimulus. Stimulus
didefinisikan sebagai sesuatu yang mencetuskan respon.
Skema 2.1 Model Sistem Adaptasi Manusia berdasar ”Roy Adaptation Model”
/
Umpan Balik
Sumber : Tomey dan Alligood, 2006
Input Proses control Efektor Out put
Tingkat adaptasi
(stimulus fokal,
konstektual dan
residual
Mekanisme
koping :
Regulator
Kognator
Fungsi fisiologi
Konsep diri
Fungsi Peran
Interdependensi
Respon
o Adaptif
o Inefektif
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
26
Universitas Indonesia
2.2.2. Proses keperawatan berkaitan dengan model adaptasi Roy
Konsep model adaptasi Roy merupakan proses keperawatan yang meliputi 6
langkah yang dilakukan secara serentak, terus menerus dan dinamis yang terdiri
dari pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnose keperawatan, tujuan,
intervensi dan evaluasi (Roy & Andrews, 1999). Tujuan keperawatan dalam model
adaptasi Roy adalah untuk mempromosikan adaptasi pada tiap tahap tersebut
dengan 4 macam mode adaptasi yaitu mode adaptasi: fisiologik, konsep diri, fungsi
peran dan interdependensi ( Roy & Andrews, 1999): (1) Pengkajian perilaku; (2)
Pengkajian stimuli; (3) Diagnose keperawatan; (4) Tujuan; (5) Intervensi; dan (6)
Evaluasi. Tiap fase dalam proses keperawatan didiskusikan dengan RAM. Tujuan
keperawatan dalam RAM adalah untuk mempromosikan adaptasi pada tiap tahap
tersebut dengan 4 macam mode adaptasi. Adapaun proses keperawatan dapat
dijelaskan sebagai berikut:
2.2.2.1 Pengkajian Perilaku : dalam perspektif Roy perilaku adalah aksi atau reaksi
terhadap stimulus. Pada level pengkajian perawat manganalisis perilaku secara
subyektif maupun obyektif. Perilaku dapat diobservasi atau bahkan tersembunyi.
Contoh perilaku yang dapat diobservasi seperti jumlah nadi. Yang tidak dapat
diobservasi/ tersembunyi seperti perasaan yang dirasakan oleh seseorang dan
dilaporkan ke perawat. Eksplorasi dari perilaku dimanifestasikan dalam 4 mode
adaptasi yaitu
1. Mode adaptasi fisiologis adalah yang berhubungan dengan proses fisik dan
kimia yang termasuk dalam fungsi dan aktivitas kehidupan organisme. Adapun
mode adaptasi fisiologis meliputi pengkajian kebutuhan:
1) Oksigenasi: melibatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen, dan proses
dasar hidup dari ventilasi, perubahan gas dan proses dari transport gas (Roy
& Andrews, 1999; Vairo, 1984). Ventilasi merupakan pergerakan udara
masuk dan keluar dari paru (terutama perpindahan oksigen dari paru).
Menurut Black dan Hawks (2005) ventilasi melibatkan 3 kekuatan yaitu
dari beberapa alat pengembangan paru dan thorak, tekanan permukaan, dan
upaya otot-otot inspirasi. Pertukaran gas terjadi antara udara dan darah
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
27
Universitas Indonesia
dalam membrane respirasi. Respirasi adalah pertukaran oksigen dan CO2
pada alveolar tingkat kapiler (respirasi eksternal) dan pada jaringan tingkat
seluler (internal respirasi).
2) Nutrisi: kebutuhan ini meliputi serangkaian proses yang terintegrasi
dimana berhubungan dengan pencernaan (ingesti dan asimilasi makanan)
dan metabolisme (ketentuan dari energi, pertumbuhan jaringan, dan
regulasi proses metabolik) (Roy & Andrews, 1999; Servonsky, 1984a)
3) Eliminasi: kebutuhan eliminasi termasuk proses fisiologi ekskresi dari
sampah metabolik, utamanya yang melalui usus dan ginjal (Roy &
Andrews, 1999; Servonsky, 1984b).
4) Aktivitas dan istirahat: kebutuhan untuk keseimbangan dalam proses hidup
dasar pada mobilitas dan penyediaan tidur yang optimal untuk fungsi
fisiologik pada semua komponen pada periode restorasi dan perbaikan
(Roy & Andrews, 1999; Cho,1984).
5) Proteksi: kebutuhan perlindungan termasuk dua proses hidup dasar yaitu
proses pertahanan yang spesifik dan proses pertahanan non spesifik (Roy &
Andrews, 1999).
6) Sensori/ pengindraan: adalah proses pengindraan yang meliputi melihat,
mendengar, rasa, sentuhan, dan pembauan yang memungkinkan seseorang
berinteraksi dengan lingkungan. Sensasi nyeri adalah sesuatu yang penting
terkait membuat pertimbangan dalam keperawatan (Driscoll, 1984; Roy &
Andrews, 1999)
7) Cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa: proses komplek yang
berhubungan dengan cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa yang
dibutuhkan oleh selular, ekstra seluler dan fungsi sistemik ( Perley, 1984;
Roy & Andrews, 1999)
8) Fungsi neurologis. Sistem neurologik adalah bagian yang tak terpisahkan
dari regulator seseorang sebagai mekanisme koping. Fungsinya untuk
mengontrol dan koordinasi gerak tubuh, kesadaran, kognitif, proses
emosional serta untuk mengatur aktivitas organ tubuh (Robertson, 1984;
Roy & Andrews, 1999)
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
28
Universitas Indonesia
9) Fungsi endokrin. Proses endokrin melayani melalui sekresi hormon,
bersama dengan fungsi neurologi untuk mengintegrasikan dan koordinasi
fungsi tubuh. Aktivitas endokrin bekerja secara bermakna pada respon stres
dan juga merupakan bagian dari koping regulator (Howard & Valentine,
1984; Roy & Andrews, 1999).
2. Mode adaptasi konsep diri. Konsep diri didefinisikan komponen dari
kepercayaan dan perasaan tentang dirinya pada waktu tertentu dan terbentuk
dari persepsi internal dan reaksi persepsi orang lain. Kebutuhan dasar yang
mendasari mode konsep diri individu adalah fisik dan integritas spiritual.
Komponen dalam konsep diri meliputi fisik diri dan pribadi diri. Fisik diri
termasuk sensasi tubuh dan gambaran tubuh. Sementara pribadi diri terdiri
dari konsistensi diri, ideal diri, moral - etik dan spiritual diri Sebagai contoh
komponen ini termasuk ungkapan “ saya terlihat seperti”, “Saya tidak dapat
tidur dalam seminggu” ini merupakan statemen perilaku yang berhubungan
dengan gambaran diri. Kemudian ungkapan “ saya tahu bahwa saya akan bisa
menunjukkan menginstal program baru computer” merupakan statemen
perilaku yang berhubungan dengan ideal diri (Roy & Andrews, 1999).
3. Fungsi peran. Pada perspektif individu, fokus mode fungsi peran adalah peran
individu dalam masyarakat di definisikan sebagai seperangkat harapan tentang
bagaimana seseorang yang menduduki suatu posisi berperilaku terhadap
seseorang yang menduduki posisi lain. Fungsi peran ini termasuk proses
transisi peran, perilaku peran, integrasi peran, pola penguasaan peran, dan
proses koping (Roy & Andrews, 1999).
4. Interdependen. Hubungan interdepenten termasuk kemauan dan kemampuan
untuk memberi kepada yang lain dan menerima beberapa aspek dari mereka
dari semua yang ditawarkan seperti cinta, perhatian, nilai, asuhan, ilmu,
ketrampilan, komitmen, kepemilikan materi, waktu dan bakat. Orang menjadi
sangat nyaman dalam keseimbangan hubungan interdependen merasakan nilai
dan dukungan dari orang lain serta dapat mengekspresikan hal yang sama
kepada yang lain. Hubungan yang spesifik dari mode interdependen adalah
dengan orang lain yang bermakna, orang yang menurut individu penting dan
dengan support sistem (Roy & Andrews, 1999).
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
29
Universitas Indonesia
2.2.2.2 Pengkajian stimuli
Aspek kedua dari pengkajian dalam keperawatan adalah pengkajian stimulus
internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku individu. Stimulus adalah
setiap perubahan lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan respon
system adaptasi. Stimulus yang relevan pada suatu situasi bisa berasal dari kultur
(contoh: ethnic, budaya), keluarga (contoh: tanggung jawab menjalankan tugas,
kemauan, sosioekonomi) dan pertimbangan lingkungan (Roy & Andrews, 1999).
Stimulus ini terbagi atas :
- Fokal : stimuli internal dan eksternal yang dihadapi langsung pada system
adaptasi manusia
- Kontekstual : seluruh stimuli internal dan eksternal berdasarkan pada situasi
selain dari stimuli fokal
- Residual : stimuli yang mempunyai pengaruh yang belum dapat ditentukan
pada perilaku dari system adaptasi manusia
2.2.2.3 Diagnosa keperawatan.
Dalam RAM diagnosis diartikan suatu proses penilaian yang dapat menunjukkan
status adaptasi dari manusia sebagai suatu system adaptasi ( Roy & Andrews,
1999). Pendidikan dan pengalaman perawat membuat perawat lebih mampu dalam
mengambil keputusan yang tepat tentang kesehatan dan kebutuhan adaptasi klien.
Keputusan ini mengekspresikan pernyataan diagnose baik masalah actual maupun
potensial yang berhubungan dengan adaptasi. Pernyataan diagnose dalam RAM
meliputi menghubungkan antara perilaku yang di observasi dengan stimuli yang
relevan
Adaptasi yang positif dapat diidentifikasi dengan tiga indicator yaitu: adekwatnya
sumber keuangan, kemampuan anggota dan ketersediaan fasilitas fisik. Hal ini juga
merupakan problem adaptasi secara umum yaitu tidak adekwatnya sumber
keuangan, deficit kemampuan dan tidak adekwatnya fasilitas fisik (Roy &
Andrews, 1999).
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
30
Universitas Indonesia
2.2.2.4 Penetapan tujuan
Penetapan tujuan berfokus pada promosi perilaku adaptive. Klien dan perawat
bersama- sama menyepakati tujuan keperawatan dalam statemen yang jelas
tentang perilaku yang diinginkan. Tujuan dapat merefleksikan adaptasi
perseorangan yang realistic dan dapat diukur. Tujuan meliputi perilaku yang dapat
diubah, perubahan yang diinginkan, dan target waktu yang dibutuhkan untuk
terjadinya perubahan perilaku (Roy & Andrews, 1999).
2.2.2.5 Intervensi
Intervensi berfokus pada cara untuk mencapai tujuan. Intervensi keperawatan
adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat profesional yaitu yang mereka
percayai dapat mempromosikan perilaku adaptasi klien. Intervensi keperawatan
adalah pendekatan yang dilakukan perawat yang dimaksudkan untuk
mempromosikan adaptasi dengan merubah stimuli atau memperkuat proses
adaptasi (Roy & Andrews, 1999).
2.2.2.6 Evaluasi
Proses keperawatan diakhiri dengan evaluasi, dimana dilakukan pengkajian respon
perilaku dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai (Roy & Andrews, 1999).
Evaluasi RAM berfokus pada satu pertanyaan „apakah seseorang mengalami
kemajuan menuju adaptasi. Pada fase evaluasi perawat mempertimbangkan
keefektivan intervensi keperawatan yang telah dilaksanakan dan menentukan
tingkatan pencapaian berdasarkan tujuan yang disepakati (Tomey & Alligood,
2006). Apabila tujuan tercapai maka intervensi adalah efektif, namun jika tujuan
tidak tercapai maka dibutuhkan pengkajian lagi, dan pertimbangan ulang untuk
penetapan tujuan maupun intervensi yang diperlukan (Roy & Andrews, 1999).
2.3 Penerapan model adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan pasien stroke
hemoragik
Asuhan keperawatan pada pasien stroke hemoragik dengan menggunakan RAM
dilakukan dengan melalui 6 langkah, sebagaimana dalam RAM proses tersebut
dilakukan secara serentak, terus menerus dan dinamis. Proses pengkajian termasuk
dalam dua langkah pengkajian. langkah pertama mengumpulkan data subyektif
maupun obyektif tentang perilaku manusia, dalam tiap empat mode adaptasi. Dari
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
31
Universitas Indonesia
data tersebut perawat membuat keputusan sementara tentang apakah perilaku
efektif atau inefektif. Langkah kedua pengkajian adalah mengumpulkan data
tentang stimulus yang terdiri dari stimulus fokal, konstektual dan residual. Pada
pengkajian pada tingkat ini perawat mengidentifikasi faktor-faktor yang relevan
mempengaruhi perilaku yang didapatkan saat pengkajian langkah pertama.
2.3.1 Pengkajian perilaku (behavior) ; hal yang harus dikaji dalam pengkajian
perilaku meliputi empat mode adaptif yaitu:
2.3.1.1 Fisiologis, yang terdiri dari 9 jenis kebutuhan ;
1) Oksigenasi; Otak memiliki berat 2% dari keseluruhan berat tubuh dan
merupakan jaringan dengan tingkat metabolisme yang tinggi karena
menggunakan 20 % dari total curah jantung. Metabolisme otak
menggunakan suplai glukosa dan oksigen dari curah jantung ini. Perdarahan
pada otak dapat memyebabkan fungsi serebral terganggu yaitu melalui
beberapa mekanisme destruksi dan kompresi jaringan otak serta kompresi
struktur vaskuler (Wahjoepramono, 2005). Adanya interupsi aliran darah
tersebut dapat menimbulkan hipoksia sehingga mengganggu metabolisme
otak dan menurunkan perfusi pada jaringan otak yang pada akhirnya
berdampak pada iskemia sekunder dan edema. Menurut Black dan Hawkss
(2009) kematian jaringan otak yang bersifat irreversible dapat terjadi
karena kekurangan oksigen selama lebih dari 5 menit. Beberapa klien di
departemen emergency membutuhkan kepatenan jalan nafas dan suplay
oksigen, apabila klien menunjukkan ketidakmampuan ventilasi maka
intubasi dan ventilasi mekanik bisa diperlukan untuk mencegah hipoksia
dan penurunan ischemia serebral (Black & Hawkss, 2009). Selain itu klien
dengan stroke memiliki risiko tinggi aspirasi pneumonia, yang dapat
menyebabkan kematian langsung sejumlah 6%. Aspirasi merupakan
masalah umum pada periode awal stroke, yang berhubungan dengan
kehilangan sensasi faring, kehilangan control motor orofaring dan
penurunan kesadaran (Black & Hawks, 2009). Sementara itu pola
pernafasan juga dapat berubah karena perdarahan pada posn. Perdarahan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
32
Universitas Indonesia
pada pons terjadi abnormalitas pola pernafasan, berupa pernafasan berat,
lambat, gasping dengan frekuensi yang irregular (Wahjoepramono, 2005).
2) Nutrisi ; pasien dengan perdarahan di otak baik PIS maupun PSA dapat
mengalami mual muntah yang berat, demikian juga jika terdapat tanda-
tanda peningkatan TIK dapat memperburuk keadaan terutama intake
nutrisinya. Selain itu masalah nutrisi juga akan terjadi bila ditemukannya
kerusakan mengunyah dan menelan (disfagia) akibat deficit neurologic
fokal. Stroke pada area system vertebrobasilar dapat menyebabkan disfagia
(Black & Hawks, 2009). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan didukung
oleh data intake dan output makanan, kemampuan menelan, intake kalori,
dan perubahan berat setelah 3 hari, dan perubahan hemoglobin, hematocrit,
albumin, prealbumin dan limfosit hitung setelah 3 hari juga (Black &
Hawks, 2009). Pengukuran indek masa tubuh (BMI) juga diperlukan untuk
mengkaji factor risiko dan pengaturan diet. Menurut Gofir, A.(2009)
peningkatan BMI dapat memprediksi stroke dan demikian juga aktivitas
fisik yang rendah selama waktu luang, bersama dengan pengobatan anti
hipertensi.
3) Eliminasi: Menurut Mumenthaler dan Mattle (2006) perdarahan di
persambungan arteri serebri anterior dan arteri komunikan anterior dapat
menyebabkan gangguan ke lobus frontalis sehingga terjadi gangguan
kognitif dan mental, retensi urine, dan inkontinensia. Larabee dan June,H.
(2010) menyatakan bahwa 32 – 79 % pasien yang dirawat dengan stroke
mengalami inkontinensia urine, diperlukan dukungan yang kuat untuk
mengatasi hal ini terutama ketika kita berhadapan dengan pasien yang
mengalami deficit kognitif dan fisik. Selain itu penderita stroke juga dapat
mengalami inkontinensia fekal (FI) dan konstipasi. Menurut Harari et al
(2004) FI menimpa 56% pada masa akut individu setelah stroke, 11% pada
3 bulan pertama dan < 22% pada 12 bulan pertama. Sementara kejadian
konstipasi pada penderita stroke mencapai 30% sampai 60% (Harari et al,
2004). Pada pasien stroke, konstipasi berhubungan dengan gangguan pada
system saraf pusat, yakni terjadi kelemahan pada otot abdomen dan pelvic
serta hipomotilitas yang tergantung pada lokasi lesi. Lesi mempengaruhi
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
33
Universitas Indonesia
pusat defekasi pontine menganggu urutan komponen buang air besar
simpatis dan parasimpatis dan merusak koordinasi gerakan peristaltic dan
relaksasi dari otot dasar pelvic dan spinkter eksterna (Thompson, 2006).
4) Aktivitas dan Istirahat; Pada stroke klien dapat mengalami kelemahan otot
satu sisi maupun kelumpuhan akibat hilangnya control gerakan volunter
oleh otak. Perdarahan di area arteria basilaris dapat menyebabkan
quadriplegia, paralisis menyilang atau kekakuan pada leher (Mumenthaler
& Mattle, 2006). Menurut Wahjoepramono (2005) kelemahan motorik
unilateral diikuti abnormalitas sensorik dapat terjadi jika ada perdarahan
pada area putamen, talamik, serebelar, mesenfalon dan medulla oblongata.
Keadaan ini dapat mengakibatkan kerusakan mobilitas fisik dan juga pasien
mengalami ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas sehari- hari
(ADL), maupun perawatan diri
5) Perlindungan/proteksi; Pada pasien stroke kehilangan perlindungan dapat
berupa perlindungan kulit dan pengaturan suhu. Penurunan pergerakan
maupun kehilangan sensasi dapat menyebabkan risiko gangguan integritas
kulit. Faktor lain penyebab kerusakan kulit yaitu karena gesekan kulit dan
kerapuhan kulit akibat nutrisi yang tidak adekwat dan edema (Black &
Hawks, 2009). Sementara itu pasien stroke dapat juga kehilangan
pengaturan suhu. Menurut Wahjoepramono (2005) stroke hemoragik pada
pons dapat menunjukkan manifestasi episode spasmodic deserebrasi dan
terkadang disertai menggigil hebat dengan hipertermi (yang sebagian
mencapai 39°C, namun dapat pula 42°- 43° C pada fase terminal).
Demikian juga jika perdarahan mengenai hypothalamus maka pasien juga
dapat menunjukkan ketidak mampuan mempertahankan suhu.
6) Indera/sensori ; Perubahan persepsi sensori pada pasien stroke hemoragik
berupa defisit sensori, beberapa tipe perubahan sensori dapat merupakan
hasil dari stroke yang hilang sensori pada lobus parietal. Defisit sensori ini
juga dapat terjadi mengikuti hemiplegi atau hemiparese (Black & Hawks,
2005). Gangguan sensasi karena stroke hemoragik dapat berupa
hemisensorik, perdarahan pada retina atau intraokuler yang berakibat
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
34
Universitas Indonesia
kehilangan penglihatan, defek visual, afasia, fotofobia, nyeri kepala
(Wahjoepramono, 2005).
7) Cairan dan elektrolit ; Pada stroke hemoragik masalah cairan berupa deficit
volume cairan terjadi karena muntah-muntah, disfagia, gangguan kognitif
dan hipertermia. Black dan Hawks (2009) menyatakan bahwa kerusakan
kognitif dan fisik mengurangi intake cairan, demikian juga pada klien
disfagia atau yang berisiko aspirasi dalam keadaan tidak aman untuk
minum sering terpasang NGT namun tidak diberikan cairan bebas secara
adekwat. Gejala muntah secara umum terjadi pada perdarahan PIS maupun
PSA. Sedangkan Hipertermia akibat perdarahan pada pons atau
hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu di otak (Wahjoepramono,2005;
Mumenthaler & Mattle, 2006)
8) Fungsi neurologis ; pada stroke hemoragik dapat terjadi proses kerusakan
parenkim otak dan nervus sekitarnya, perdarahan yang meluas, rebleeding,
PTIK, edema otak, dan herniasi otak (Wahjoepramono, 2005; Mumenthaler
& Mattle, 2006). Hal- hal tersebut dapat menyebabkan kondisi neurologic
maladaptive yaitu pasien kehilangan kesadaran maupun deficit neurologic
lainnya. Selain itu adanya riwayat pemakaian obat kokain, hipertensi yang
tidak terkontrol, perokok, dapat dikaji sebagai factor resiko yang
menyebabkan stroke.
9) Fungsi endokrin; Fungsi endokrin dijalankan oleh banyak kelenjar atau
organ penting, salah satu kelenjar yang dijuluki “master of the gland”
adalah pituitary karena kemampuannya dalam mempengaruhi atau
mengontrol langsung aktivitas kelenjar Endokrin lain dengan sekresi
hormon. Hormon mengatur fungsi organ agar bekerja secara terkoordinasi
dengan sistem syaraf. Pituitary adalah kelenjar kecil dengan berat 1 gram
terletak pada area permukaan dorsal hypothalamus dan terhubung dengan
hypothalamus melalui pembuluh darah kecil yaitu hypothalamus-
hipophyseal portal system (Black & Hawks,2009). Kelenjar penting lainnya
tyang terhubung dengan hypothalamus adalah pancreas yang memproduksi
Somatostatin, insulin dan glucagon, dimana insulin dan glukagon yang
berperan pada pengaturan kadar glukosa tubuh. Pada psien stroke control
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
35
Universitas Indonesia
gula darah sangat penting karena hiperglikemia yang berat dapat
meningkatkan outcome yang yang buruk dan mengurangi perfusi serebral
(Black & Hawks,2009).
2.3.1.2 Konsep diri
Roy dan Andrews (1999) membagi konsep diri menjadi 2 bagian yaitu fisik diri
dan pribadi diri. Perubahan fisik pada klien dengan stroke hemoragik yang dapat
menyebabkan gangguan konsep diri berupa hemiparesi, kehilangan fungsi
pengindraan, penurunan kekuatan otot, kehilangan kesehatan. Sementara
perubahan pribadi diri (konsistensi diri, ideal diri, moral - etik dan spiritual diri)
klien dengan stroke yang juga dapat menyebabkan masalah konsep diri antara lain
gangguan kognitif dan mental, situasi krisis, dan kondisi emosional. Menurut
Sunaryo (2004) terdapat lima komponen konsep diri, yakni gambaran diri/citra
tubuh (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self
role), dan identitas diri (self identity) (Sunaryo, 2004). Masalah konsep diri yang
umum adalah gangguan body image. Menurut Ackley dan Ladwig (2011) body
image adalah pandangan individu tentang tubuhnya yang dapat ditunjukkan dengan
perilaku tertentu baik verbal maupun nonverbal. Pada klien stroke hemoragik body
image berhubungan dengan paralise dan penyakit kronis.
2.3.1.3 Fungsi peran
Pada klien stroke hemoragik mengalami kondisi berikut ini yang dapat
menyebabkan gangguan peran yaitu sakit yang tiba- tiba, ketidakmampuan kognitif
pengobatan yang kompleks, ketidak tahuan individu dan keluarga tentang penyakit
dan regimen terapi. Perubahan peran tersebut dapat meliputi peran individu
maupun keluarga (Roy & Andrews, 1999). Timbulnya ketidak mampuan kognitif
individu dan keluarga menimbulkan ketegangan/ stressor yang menimbulkan
masalah peran keluarga sebagai pengasuh (Ackley & Ladwig, 2011)
2.3.1.4 Interdependensi
Hubungan interdependen termasuk kemauan dan kemampuan untuk memberi
kepada yang lain dan menerima beberapa aspek dari mereka dari semua yang
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
36
Universitas Indonesia
ditawarkan seperti cinta, perhatian, nilai, asuhan, ilmu, ketrampilan, komitmen,
kepemilikan materi, waktu dan bakat. Pada pasien stroke terjadi perubahan berupa
deficit neurologic, ketidak mampuan kognitif, kecacatan, afasia, peningkatan
kebutuhan materi untuk pengobatan. Hal-hal tersebut dapat menimbulkan perilaku
menyendiri, minta perhatian dan frustasi sehingga menjadi hambatan klien dalam
melakukan interaksi social.
2.3.2 Pengkajian stimulus
Pengkajian stimulus pada klien stroke antara lain dapat diperoleh dari faktor risiko
yang menyertai klien. Faktor risiko terjadinya stroke yang tidak dapat dikontrol
adalah usia dan ras, sedangkan yang dapat dikontrol antara lain hipertensi, kadar
kolesterol dan lemak darah, diabetes mellitus, kebiasaan merokok, aktivitas fisik,
riwayat stroke sebelumnya dan obesitas serta kelainan jantung (fibrilasi atrium)
(AHA, 2006). Stimulus fokal didefinisikan stimuli internal dan eksternal yang
dihadapi langsung pada system adaptasi manusia. stimulus kontekstual adalah
seluruh stimuli internal dan eksternal berdasarkan pada situasi selain dari stimuli
fokal. Sedangkan stimulus residual adalah stimuli yang mempunyai pengaruh yang
belum dapat ditentukan pada perilaku dari system adaptasi manusia. Pada
pengkajian stimulus perawat mengidentifikasi penyebab perilaku maladaptif
muncul. Misalkan pada klien stroke hemoragik menunjukkan perilaku tanda- tanda
perfusi cerebral tidak efektif, stimulus yang dapat teridentifikasi adanya perdarahan
yang meluas atau terjadi herniasi. Sementara stimulus kontekstualnya adalah
riwayat hipertensi tang tidak terkontrol, dan stimulus residual adalah kebiasaan
merokok.
Pada langkah ketiga menentukan diagnose keperawatan. Pada pernyataan diagnose
tersebut perawat menghubungkan antara perilaku pasien stroke hemoragik yang di
observasi dengan stimuli yang relevan. Adapun pernyataan diagnose keperawatan
dapat berupa masalah actual maupun potensial yang berhubungan dengan adaptasi.
Pada langkah keempat dilakukan penentuan tujuan yang merefleksikan adaptasi
pasien. Komponen penetapan tujuan pada pasien stroke hemoragik meliputi
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
37
Universitas Indonesia
perilaku yang dapat diubah, perubahan yang diinginkan, dan target waktu yang
dibutuhkan untuk terjadinya perubahan perilaku.
Sementara pada langkah kelima memutuskan intervensi yang sesuai. Intervensi ini
diharapkan dapat merubah stimulus sehingga pasien stroke hemoragik dapat
menujukkan respon adaptif. Selanjutnya pada langkah keenam dilakukan evaluasi,
perawat mengkaji respon perilaku pasien stroke hemoragik dan menghubungkan
dengan tujuan yang telah disepakati. Adapun Proses keperawatan pada pasien
stroke hemoragik dengan menggunakan RAM dapat dilihat dalam tabel 2.3
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
38
Universitas Indonesia
Tabel 2.3 Rencana keperawatan stroke hemoragik dengan pendekatan RAM
Mode
adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
NOC Intervensi (NIC)
Fisiologis Oksigenasi Penurunan kesadaran (F),
Penurunan gag reflek (F),
NGT(K), kerusakan
menelan (F), kurang
pengetahuan (R), usia (R)
- Risiko aspirasi (Roy &
Andrews, 1999;Ackley &
Ladwig, 2011; NANDA, 2012;
Black &Hawk, 2009)
- Pencegahan aspirasi (1918)
- Status respirasi : ventilasi (0402)
- Status menelan (1010)
- Pencegahan aspirasi (3200)
- Monitor neurologi (2620)
- Monitor respiratori (3350)
- Terapi menelan (1860)
Obstruksi jalan nafas
(spasme jalan nafas, lendir
yang berlebihan, sekresi
bronkus)(F), adanya endo
tracheal tube (K), penyakit
alergi (K), kurang
pengetahuan (R)
- Ketidak efektifan bersihan jalan
nafas (Roy & Andrews, 1999;
NANDA, 2012)
- Pencegahan aspirasi (1918)
- Status respirasi : kepatenan jalan
nafas (0410)
- Status respirasi : ventilasi (0402)
- Status respirasi : pertukaran gas
(0402)
- Manajemen jalan nafas (3148)
- Suctioning jalan nafas (3460)
- Peningkatan batuk (3250)
Cemas (F), kerusakan
kognitif (K), kerusakan
musculoskeletal (F),
disfungsi neuromuscular (F)
- Ketidakefektifan pola nafas
(Roy & Andrews, 1999;
NANDA, 2012)
- Status respirasi : kepatenan jalan
nafas (0410)
- Status respirasi : ventilasi (0402
- Tanda-tanda vital (0802)
- Membantu ventilasi (3390)
- Terapi oksigen (3320)
- Monitor respirator (3350)
- Manajemen jalan nafas (3148)
Ketidak seimbangan
ventilasi perfusi (F),
perubahan membrane
alveoli-kapiler(F),
pneumonia (K), usia (R)
- Kerusakan pertukaran gas (Roy
& Andrews, 1999; NANDA,
2012)
- Status respirasi : ventilasi (0402)
- Status respirasi : pertukaran gas
(0402)
- Manajemen jalan nafas (3148)
- Manajemen asam-basa (1910)
Adanya klot, emboli, atau
perdarahan dari pembuluh
darah otak (F), abnormal PT
- Risiko perubahan perfusi
jaringan serebral (Ackley &
Ladwig, 2011; NANDA, 2012)
- kognitif (0900)
- status neurologi (0909)
- status neurologi: kesadaran
- Manajemen medikasi (2380)
- Monitor neurologi (2620)
- Posisi : neurologi (0844)
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
39
Universitas Indonesia
Mode
adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
NOC Intervensi (NIC)
(F), APPT (F), AF (F),
aneurisma (K), tumor otak
(K), koagulopathy (F), DIC
(F), trauma kepala(K),
hypercholesterolemia (K),
hipertensi (K),
penyalahgunaan obat (R),
terapi trombolitik(F)
- Perfusi jaringan serebral tidak
efektif (Black & Hawks, 2009
(0912)
- status neurologi: control sentral
motor (0911)
- control kejang (1620)
- perfusi jaringan serebral (0406)
- Promosi perfusi serebral (2550)
- Pencegahan jatuh (6490)
- Stimulasi kognitif (4720)
- Manajemen
lingkungan:keamanan (6486)
Nutrisi Keterlibatan nervus cranial
(F), trauma kepala (K),
disfungsi neurologic (F)
- Kerusakan menelan (Roy &
Andrews, 1999; Ackley &
Ladwig, 2011; NANDA, 2012)
- Status menelan (1010)
- Status menelan fase: oral,faring,
esofagal (1011-1013)
- Status nutrisi (1004)
- Pencegahan aspirasi (3200)
- Terapi menelan (1860)
Ketidak mampuan absorbsi
nutrisi (F), ketidak
mampuan untuk mencerna
makanan (F),
ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan (F),
factor psikologi (K), kurang
pengetahuan (R)
- Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan (Roy & Andrews,
1999; NANDA, 2012; Black
&Hawk, 2009
- Status nutrisi: intake makanan
dan cairan (1008)
- Intake nutrient (1009)
- Control berat badan (1612)
- Managemen berat badan (1260)
- Manajemen nutrisi (1100)
Kelemahan fisik (F),
Gangguan kognitif (F),
penurunan motivasi (K),
ketidak nyamanan,
hambatan lingkungan (R),
kerusakan neuromuscular
(F), nyeri (F), kerusakan
persepsi (K), ansietas berat
(F)
- Defisit perawatan diri makan
(Roy & Andrews, 1999;
NANDA, 2012)
Perawatan diri aktivitas kehidupan
sehari-hari (ADL) makan (0303)
Membantu perawatan diri untuk
makan (1803)
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
40
Universitas Indonesia
Mode
adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
NOC Intervensi (NIC)
Eliminasi Diare kronis (F), kerusakan
kognitif (F), factor
lingkungan (R), impaksi (F),
immobilitas (K), BAB tidak
tuntas (F),obat-obatan (K),
stress (K), kerusakan UMN
(F)
- Inkontinensia fecal (Roy &
Andrews, 1999; NANDA,
2012)
- Kontinensia bowel (0500)
- Eliminasi bowel (0501)
- Perawatan inkontinensia fecal
(0410)
Kelemahan otot abdomen
(F), factor kebiasaan (K),
ketidakadekwatan toileting
(R),konsumsi obat-obat
tertentu (K), kerusakan
neurologi (F), perubahan
pola makan (R), kurang
serat (F), kurang cairan (K)
- Konstipasi (Roy & Andrews,
1999; Ackley & Ladwig, 2011;
NANDA, 2012)
- Eliminasi bowel (0501)
- Hidrasi (0602)
- Manajemen bowel (0430)
- Konstipasi/ manajemen impaksi
(0450)
Obstruksi bladder (F),
defisiensi kekuatan
kontraksi detrusor (F), efek
obat (K), impaksi feses (K),
injuri (F), hambatan
lingkungan (R)
- Retensi urine (Roy & Andrews,
1999; NANDA, 2012)
- Eliminasi urine (0503)
- Perawatan retensi urine (0620)
- Catheter urine (0580)
- Manajemen eliminasi urine (0590)
Disfungsi neurologi (F),
gangguan kognitif (F),
keterbatasan neuromuscular
(F), kerusakan mobilitas
(K), hambatan lingkungan
(R)
- Inkontinensia urine fungsional
(Roy & Andrews, 1999; Ackley
& Ladwig, 2011; NANDA,
2012)
- Kontinensia urin (0502)
- Eliminasi urine (0503)
- Perawatan inkontinensia urine
(0610)
- Training kebiasaan berkemih
(0600)
Kehilangan rasa untuk
menahan (K), kerusakan
neurologic (F), kerusakan
- Inkontinensia urine reflek (Roy
& Andrews, 1999; Ackley &
Ladwig, 2011; NANDA, 2012)
- Kontinensia urin (0502)
- Eliminasi urine (0503)
- Manajemen eliminasi urine (0590)
- Perawatan inkontinensia urine
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
41
Universitas Indonesia
Mode
adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
NOC Intervensi (NIC)
jaringan, usia (R) (0610)
- Catheter urine intermitten (0582)
Gangguan kognitif (F),
penurunan motivasi (K),
ketidak nyamanan (R),
hambatan lingkungan (R),
kerusakan neuromuscular
(F), nyeri (F), kerusakan
persepsi (F), ansietas berat
(F)
Defisit perawatan diri toileting
(Roy & Andrews, 1999;
NANDA, 2012)
- Perawatan diri tolileting (0310)
- Perawatan diri aktivitas sehari-
hari (0306)
Asistensi perawatan diri tolileting
(1804)
Manajemen lingkungan (6480)
Aktivitas/
istirahat
Toleransi aktivitas (F),
perubahan metabolism (F),
cemas (F), usia diatas 75
tahun (R), kerusakan
kognitif (F), kontraktur (F),
budaya (R), depresi (F),
penurunan kontrol otot (F),
penurunan pengetahuan
tentang aktivitas fisik (R),
penurunan massa otot (K),
penurunan kekuatan otot
(F), kerusakan
neuromuscular (F), nyeri
(F).
Kerusakan mobilitas fisik (Roy
& Andrews, 1999; Ackley &
Ladwig, 2011; NANDA, 2012;
Black &Hawk, 2009)
- Ambulasi (0200)
- Ambulasi dengan kursi roda
(0201)
- Menampilkan berpindah (0210)
- Instrumen perawatan diri
aktivitas sehari- hari (0306)
- Terapi latihan: gerakan sendi
(0224)
- Terapi latihan ambulasi (0221)
- Promosi latihan (0200)
- Memposisikan (0840)
Kerusakan kognitif (F) ,
hambatan peregangan otot
(K), kerusakan
musculoskeletal (F), kurang
pengetahuan (R)
Kerusakan berpindah (Ackley
& Ladwig, 2011; NANDA,
2012)
- Menampilkan berpindah (0210)
- Keseimbangan (0202)
- Memposisikan tubuh :inisiasi
sendiri (0203)
- Promosi latihan: training
peregangan (0201)
- Promosi latihan : control otot
(0226)
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
42
Universitas Indonesia
Mode
adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
NOC Intervensi (NIC)
Kerusakan kognitif (F),
depresi (F), hambatan
lingkungan (R), takut jatuh
(R), kerusakan
keseimbangan (F)
Kerusakan berjalan (Ackley &
Ladwig, 2011; NANDA, 2012)
- Ambulasi (0200)
- Mobilitas (0208)
- Terapi latihan ambulasi (0221)
Gangguan kognitif (F),
penurunan motivasi (K),
ketidak nyamanan (K),
hambatan lingkungan (R),
kerusakan neuromuscular
(F), nyeri (F), kerusakan
persepsi (F), ansietas berat
(F)
Defisit perawatan diri mandi,
hygiene, berpakaian (Roy &
Andrews, 1999; Ackley &
Ladwig, 2011; NANDA, 2012;
Black &Hawk, 2009)
- Perawatan dri ADL (0300)
- Instrument ADL (0306)
- Perawatan diri mandi (0301),
hygiene (0305), berpakaian
(0302
- Asistensi perawatan diri (1800)
- Asistensi perawatan diri
berpindah (1806)
- Asistensi perawatan diri mandi/
hygiene (1801)
Asistensi perawatan diri
berpakaian (1802
Perubahan kesadaran,
immobilisasi, paralisis,
nyeri berat.
Risiko disuse sindrom (Roy &
Andrews, 1999; Ackley &
Ladwig, 2011; NANDA, 2012)
- Daya tahan (0001)
- Konsekuensi fisiologik
imobilitas (0204)
- Mobilitas (0208)
- Status neurologi: kesadaran
(0912)
- Tingkat nyeri (2102)
- Manajemen energy (0180)
- Terapi latihan: gerak sendi
(0224)
- Control otot (0226)
Penuaan (F), demensia (K),
lingkungan (R)
Gangguan pola tidur (Roy &
Andrews, 1999; NANDA, 2012 - Istirahat (0003)
- Tidur (0004)
- Tingkat gejala (2103)
- Peningkatan istirahat/ tidur
(1850)
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
43
Universitas Indonesia
Mode
adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
NOC Intervensi (NIC)
Proteksi Hipertermi (K), hipotermi
(K), factor mekanik,
(gesekan, tekanan, ikatan)
(F), obat-obatan (F),
kelembaban, immobilisasi
fisik (F), perubahan status
cairan(F), perubahan turgor
(R), perubahan sensasi (K)
Kerusakan integritas kulit (Roy
& Andrews, 1999; Ackley &
Ladwig, 2011; NANDA, 2012)
- integritas jaringan kulit dan
membrane (1101)
- penyembuhan luka : intensitas
primer dan sekunder (1102-
1103)
- konsekuensi fisiologik imobilitas
(0204)
- Perawatan luka tekan (3520)
- Perawatan kulit; pengobatan
topical (3584)
- Identifikasi risiko (6610)
- Manajemen nyeri (1400)
- Identifikasi risiko (6610)
- Pencegahan luka tekan (3540)
- Surveilans kulit (3590)
Dehidrasi (F), peningkatan
laju metabolism (F),
penyakit (K), pengobatan
(K), trauma (K), lingkungan
(R).
Hipertermi (Roy & Andrews,
1999; NANDA, 2012; Black
&Hawk, 2009
Termoregulasi (0800) - Penatalaksanaan demam (3740)
- Pencegahan hipertermi malignan
(3840)
Sensori/
pengindraan
Deficit neurologi (F),
perdarahan pada retina atau
intraokuler (F), defek visual
(K), afasia (F), fotofobia
(K), nyeri kepala (R).
- Perubahan persepsi sensori
(Roy & Andrews, 1999; Ackley
& Ladwig, 2011; NANDA,
2012)
- Gambaran diri (1200)
- Orientasi kognitif (0901)
- Fungsi sensori penglihatan
(2404)
- Perilaku kompensasi pada
penglihatan (1611)
- Stimulasi kognitif (4720)
- Peningkatan komunikasi: deficit
pendengaran (4974)
- Peningkatan komunikasi: deficit
bicara (4976)
- Peningkatan komunikasi: deficit
visual (4978)
- Manajemen lingkungan (6480)
Kerusakan akibat tekanan
dari perdarahan otak (F),
edema otak (F), herniasi
otak (F). penurunan
sirkulasi pada pusat bicara
(F), sumber informasi di
- Kerusakan komunikasi verbal
(Roy & Andrews, 1999; Ackley
& Ladwig, 2011; NANDA,
2012; Black &Hawk, 2009)
- Komunikasi (0902)
- Komunikasi ekspresi dan reseptif
(0903-0904)
- Aktiv mendengarkan
mendengarkanPeningkatan
komunikasi: deficit pendengaran
(4974)
- Peningkatan komunikasi: deficit
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
44
Universitas Indonesia
Mode
adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
NOC Intervensi (NIC)
otak (K), hambatan
lingkungan (R)
bicara (4976)
Agent injuri (biologis,
kimia, fisik, psikologi) (F)
- Nyeri (Roy & Andrews, 1999;
NANDA, 2012)
- Tingkat kenyamanan (2100)
- Control nyeri (1605)
- Tingkat nyeri (2102)
- Manajemen nyeri (1400)
- Pemberian analgesic (2210)
- Analgesic control oleh pasien
(2400)
Lekopenia (F), leukositosis
(F), perubahan factor
pembekuan (F),
trombositopenia (F),
penurunan hemoglobin (K),
disfungsi sensori (F),
hipoksia jaringan (F),
lingkungan (R)
- Risiko injuri (Black & Hawks,
2009)
- Perilaku personal aman(1911)
- Control risiko (1902)
- Lingkungan aman (1910)
- Pengetahuan: pencegahan jatuh
(1828)
- Pencegahan jatuh (6490)
- Manajemen lingkungan:keamanan
(6486)
- Pendidikan kesehatan (5510)
Fisiologis Cairan dan
elektrolit
Penurunan kesadaran (K),
disfagia (F), intake cairan
tidak adekwat (F), muntah-
muntah (F), hipertermia (F),
kurang pengetahuan (R)
Deficit volume cairan (Roy &
Andrews, 1999; NANDA,
2012)
- Keseimbangan cairan (0601)
- Hidrasi (0602)
- Status nutrisi : intake makannan
dan minuman (1008)
- Manajemen cairan (4120)
- Manajemen hipovolemik (4180)
Penyimpangan intake cairan
(F), kehilangan cairan
berlebihan (F), kurang
pengetahuan (R),
pengobatan (K)
Risiko deficit volume cairan
(Roy & Andrews, 1999;
NANDA, 2012)
- Keseimbangan cairan (0601)
- Hidrasi (0602)
- Status nutrisi : intake makannan
dan minuman (1008)
- Manajemen cairan (4120)
- Manajemen hipovolemik (4180)
Fungsi
neurologi
Hipoksia (F), Perdarahan
intracerebral kerusakan
parenkim otak dan nervus
sekitarnya (F), perdarahan
meluas (F), rebleeding (F),
PTIK (F), edema otak (K),
- Kerusakan memori (Ackley &
Ladwig, 2011; NANDA, 2012)
- Orientasi kognitif (0901)
- Memori (0908)
- Status neurologi : kesadaran
(0912)
- Kognisi (0900)
- Memori training (4760)
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
45
Universitas Indonesia
Mode
adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
NOC Intervensi (NIC)
herniasi otak (F), kurang
pengetahuan (R).
Delirium (F), demensia (F)
pemakaian obat kokain (F),
usia (R), fluktuasi bangun
dan tidur (K).
- Konfusi akut (Roy & Andrews,
1999; Ackley & Ladwig, 2011;
NANDA, 2012)
- Control diri terhadap distorsi
pikiran (1403)
- Proses informasi (0907)
- Memori (0908)
- Manajemen delirium (6440)
- Manajemen delusi (6450)
- Manajemen lingkungan (6480)
- Surveilans: keamanan (6654)
Fungsi
endokrin
Diabetes melitus yang tidak
terkontrol (F), ketidak
patuhan diit (K),
ketidaktahuan (R)
- Risiko tidak stabil kadar
glukosa darah (NANDA, 2012)
- Kadar gula darah (2300) - Manajemen hiperglikemi (2120)
- Manajemen hipoglikemi (2130)
Konsep diri Fisik diri Hemiparese (F), kehilangan
fungsi pengindraan (K), usia
(R)
- Gangguan gambaran diri (Roy
& Andrews, 1999; Ackley &
Ladwig, 2011; NANDA, 2012)
- Gambaran diri (1200)
- Harga diri (1205)
- Koping (1302)
- penerimaan terhadap status
kesehatan (1300)
- Identitas (1202)
- Peningkatan gambaran diri
(5220)
- Kesadaran diri (5390)
Kehilangan kesehatan (F),
Kehilangan antisipasi
terhadap obyek yang
penting (F) (seperti
pekerjaan, status, tubuh) dan
orang yang penting (K),
serta kehilangan obyek
penting (K) (kehilangan
penglihatan, kemampuan
bicara), budaya (R)
- Berduka antisipatori,
disfungsional (Roy & Andrews,
1999; Ackley & Ladwig, 2011;
NANDA, 2012)
- Ketahanan keluarga (2608)
- Mendekati kehidupan yang
bermartabat (1307)
- Solusi berduka (1304)
- Harapan (1201)
- Penyesuaian
psikososial:Perubahan hidup
(1305)
- Promosi integritas keluarga
(7100)
- Perawatan menjelang kematian
(5260)
- Dukungan emosi(5270)
- Instalasi harapan (5310)
- Peningkatan support system
(5440)
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
46
Universitas Indonesia
Mode
adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
NOC Intervensi (NIC)
Pribadi diri
(konsistensi
diri, ideal
diri, moral -
etik dan
spiritual diri)
Gangguan kognitif dan
mental (F)
- Gangguan harga diri (Roy &
Andrews, 1999; NANDA,
2012)
- Harga diri (1205) - Peningkatan harga diri (5400)
Cemas (F), penyakit kronis
(F), nyeri (K), kematian (F),
perubahan hidup (F),
kesepian (R).
- Distress spiritual (Roy &
Andrews, 1999; NANDA,
2012)
- Kesehatan spiritual (2001)
- Kestabilan suasana hati (1204)
- Otonomi personal (1614)
- Support spiritual (5420)
- Peningkatan koping (5230)
- Support emosi (5230)
situasi krisis (F), perubahan
fisik (K), kondisi emosional
(K)
- Cemas (Roy & Andrews, 1999;
Ackley & Ladwig, 2011;
NANDA, 2012)
- Tingkat kecemasan (1211)
- Control diri terhadap cemas
(1402)
- Pengurangan cemas (5820)
Fungsi
peran
Ketidakmampuan (F),
kehilangan kesehatan (K),
perubahan neurofisiologik
(F), usia (R)
- Perubahan penampilan peran
(Roy & Andrews, 1999;
NANDA, 2012)
- Koping (1302)
- Penyesuaian psikososial:
perubahan hidup (1305)
- Penampilan peran (1501)
- Peningkatan peran (5370)
Kebutuhan homecare yang
bermakna (K), problem
kognitif untuk penerima
perawatan(F), keluarga kecil
(R)
- Ketegangan peran pengasuh
(Roy & Andrews, 1999; Ackley
& Ladwig, 2011; NANDA,
2012)
- Adaptasi pengasuh (2200)
- Kesehatan emosional pengasuh
(2506)
- Hubungan pengasuh dan
pasien(2204)
- Kesiapan pengasuh dirumah
(2202)
- Penampilan pengasuh (2205-
2206)
- Stressor pengasuh (2208)
- Kesejahteraan pengasuh (2508)
- Support pengasuh (7040)
- Support keluarga (7140)
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
47
Universitas Indonesia
Mode
adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
NOC Intervensi (NIC)
Ketidakmampuan (F)
pengobatan yang kompleks
(K), ketidak tahuan individu
dan keluarga tentang
penyakit dan regimen terapi
(F), social ekonomi (R)
Ketidak efektifan managemen
kesehatan individu (Roy &
Andrews, 1999; Ackley &
Ladwig, 2011; NANDA, 2012)
- Kepercayaan terhadap kesehatan:
sumber persepsi (1703)
- Promosi perilaku sehat (1602)
- Pencarian perilaku sehat (1603)
- Pendidikan kesehatan (5510)
- Pedoman system kesehatan
(7400)
- Peningkatan support system
(5440)
Kondisi social ekonomi (R),
pengobatan yang kompleks
(K), ketidak tahuan individu
dan keluarga tentang
penyakit dan regimen terapi
(F)
Ketidak efektifan managemen
terapi keluarga (Roy &
Andrews, 1999; NANDA,
2012)
- Koping keluarga (2600)
- Fungsi keluarga (2602)
- Pengetahuan tentang regimen
terapi (1813)
- Ketahanan keluarga (2608)
- Partisipasi keluarga
- Promosi integritas keluarga
(7100)
- Proses pemeliharaan keluarga
(7130)
- Terapi keluarga (7150)
Interde-
pendensi
Keterbatasan mobilitas fisik
(F), keterbatasan untuk
komunikasi (F), kecacatan
(K), afasia (F), pekerjaan
(R)
- Kerusakan interaksi social (Roy
& Andrews, 1999; Ackley &
Ladwig, 2011; NANDA, 2012)
- Penampilan peran (1501)
- Ketrampilan interaksi social
(1502)
- Keterlibatan social (1503)
- Peningkatan sosialisasi (5100)
Deficit neurologic (F),
Ketidak mampuan (K),
stress (R)
- Koping individu tidak efektif
(Roy & Andrews, 1999; Ackley
& Ladwig, 2011; NANDA,
2012; Black &Hawk, 2009)
- Koping (1302)
- Membuat keputusan (0906)
- Control diri terhadap impuls
(1405)
- Memproses informasi (0907)
- Peningkatan koping (5230)
- Support membuat keputusan
(5250)
kondisi sosioekonomi
keluarga (F), penyakit (K),
ketidakmampuan (F),
budaya (R)
- Perubahan proses dalam
keluarga (Roy & Andrews,
1999; Ackley & Ladwig, 2011;
NANDA, 2012)
- Koping keluarga (2600)
- Fungsi keluarga (2602)
- Penampilan peran (1501)
- Penyesuaian psikososial:
perubahan hidup (1305)
- Promosi integritas keluarga
(7100)
- Proses pemeliharaan keluarga
(7130)
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
48
Universitas Indonesia
Mode
adaptasi Perilaku Stimulus Diagnose keperawatan
NOC Intervensi (NIC)
- Promosi kenormalan (7200)
Penyakit neurologi yang
menyebabkan
ketidakmampuan untuk
melakukan ADL (F), usia
(R), tidak ada partner (K)
- Kerusakan pemeliharaan rumah
(Roy & Andrews, 1999; Ackley
& Ladwig, 2011; NANDA,
2012)
- Lingkungan rumah aman (1910)
- Asistensi perawatan diri
instrument aktivitas sehari-hari
(0306)
Asistensi pemeliharaan rumah
(7180)
Sumber: “Telah diolah kembali” (Roy & Andrews, 1999; Dotchterman & Bulechek, 2004;Ackley & Ladwig, 2011; NANDA, 2012)
Catatan “F”= stimulus fokal; “K”= stimulus kontekstual; “R”=stimulus residual.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
49
Universitas Indonesia
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN STROKE HEMORAGIK
Bab 3 menggambarkan penerapan teori adaptasi Roy pada asuhan keperawatan Ny.
H dengan stroke hemoragik. Stroke hemoragik yang dialami oleh Ny H berdampak
pada perilaku adaptasi klien yaitu terjadi respon pada mode-mode kognator dan
regulator sebagai mekanisme koping klien. Asuhan keperawatan yang diberikan
bertujuan untuk promosi proses koping klien menjadi bersifat adaptif. Asuhan
keperawatan yang penulis lakukan pada Ny. H menggunakan pendekatan RAM (Roy
Adaptation Model) dengan enam langkah yang dimulai dengan melakukan
pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus, perumusan diagnosa keperawatan,
perumusan tujuan dan intervensi, pelaksanaan dan evaluasi.
3.1. Deskripsi Kasus Kelolaan Utama
Nama klien Ny H usia 32 tahun, pendidikan tamat SMA, pekerjaan ibu rumah
tangga, menikah, agama Katolik, alamat jl.Siliwangi no 4, Rt 02/RW 02. No RM:
01126842. Klien mrs tgl 17/2/ 2012 melalui IGD RSUP Fatmawati. Masuk keruang
HCU sampai tanggal 28/02/2012 (12 hari), lalu pindah keruang perawatan kelas III.
Pengkajian tanggal 02/03/2012 jam 09.00 di ruang kelas III. Klien Ny.H (hari
perawatan ke-15), 2 minggu sebelum MRS di RSUP Fatmawati menjalani opname di
RS. Sari Asih dengan diagnosa DHF. Selama dirawat di RS Sari Asih klien
mengalami gusi berdarah dan mimisan lalu terjadi penurunan kesadaran dan
dilakukan CT Scan tanggal 03/02/2012 (perdarahan subdural kanan ec. kemungkinan
ITP dengan tekanan intrakranial otak kanan meningkat dibandingkan otak kiri,
mastoiditis kronis bilateral. Klien dirawat selama 1 minggu di RS. Sari Asih, lalu
dibawa pulang paksa, selama 4 hari dirumah klien tidak sadar, tidak makan dengan
baik, kemudian klien dibawa ke RS.Bakti Husada lalu pindah ke RSUP Fatmawati.
Di RSUP fatmawati klien dirawat bersama oleh dokter neuro dan penyakit dalam,
dalam bidang neuro diagnosa dokter CVD SH (cerebro vasculer desease stroke
49 Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
50
Universitas Indonesia
haemoragic) sedangkan penyakit dalam diagnosa dokter adalah MDS
(Myelodisplasia syndrome). Saat dikaji klien sudah terpasang DC (dower catheter),
dan NGT (nasogastric tube) klien mengalami kesulitan menelan karena terjadi
penurunan kesadaran disebabkan stroke hemorargik saat MRS dan mendapat diet
cair. tekanan darah 130/80 mmHg, N= 128x/mt, RR 28 X/mt pupil isokor ɸ
4mm/4mm, suhu 39,5°C, kesadaran somnolen GCS E3M6V4. kejang (-), riwayat
HT (hipertensi), tidak didapatkan, riwayat DM (diabetes melitus) tidak diketahui.
Hasil CT Scan tgl 17/02/2012= perdarahan intraparenkimal dibasal ganglia sinistra
ukuran 1.86x2.2x2cm, ruang oksipital sinistra 2x2.2x2 cm vol: +4.5 cc dan ruang
parietal sinistra (1x1x1 cm/ Vol=+ 0.52 cm), subdural hygroma (chronic subdural
hematom) di ruang fronto- temporo, parietal dekstra, edema cerebri, pneumatisasi air
cells mastoid bilateral sangat minimal DD/Mastoiditis. Dibandingkan dengan CT
scan sebelumnya 03/02 tidak tampak perdarahan intraparenkimal, edema serebri
relative status quo.
Selama dirawat dirumah sakit, klien mndapatkan terapi sistenol 3x1, Ambroxol 3x1,
curcuma 3x1, sucralfat 4xCI, Ozid 1x 40 mg, simvastatin 1x10 mg, Cefotaxim 3 x 1
gram (hari ke-7 stop) intra vena, mikrolag/ rectal. Riwayat pengobatan sebelumnya
(di ruang HCU): Manitol terakhir tanggal 21/2/2012, Ceftriaxon 2x 1 gram
intravena terakhir tanggal 25/2/2012, levofloxaxin 1x 500 mg terakhir tanggal
19/2/2012, amboxol syrup 3x II C, curcuma 3 x1, sistenol 3 x 500 mg (kalau perlu),
tranfusi TC 10 kantong, tranfusi PRC 500 cc.
3.2.Asuhan keperawatan pada klien dengan stroke hemoragik dengan
pendekatan RAM
Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dilakukan pengkajian perilaku dan
pengkajian stimulus sebagai berikut :
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
51
Universitas Indonesia
3.2.1. Pengkajian Perilaku dan Pengkajian Stimulus
3.2.1.1.Fisiologi
1) Oksigenasi
a. Pengkajian perilaku
Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 128x/mt, suhu 39,5°C, bunyi jantung S1 dan S2
tunggal, murmur (-), gallop (-), Capillary Refill < 2 detik, akral hangat, Respiratory
Rate 28x/menit, reguler dalam, wheezing(Wh)-/-, ronchi (Rh)-/-, batuk (-), vocal
fremitus tidak teridentifikasi, gerakan paru simetris, retraksi suprasternal tidak ada,
perkusi resonan, terpasang O2 Nasal 3 liter per menit, klien muntah-muntah,
terpasang NGT, keluarga tidak tahu mempertahankan penempatan NGT yang benar.
Hasil laboratorium tanggal 02/03/2012 adalah hemoglobin 12,2 g/dL (11.7 – 15.5
mg/dL); eritrosit 4.40 Juta/ul (3.80 – 5,20 Juta/ul). Hasil AGD 24/02/2012
PH=7,488, PCO2=27,2 PO2=193.9,sat O2 99.Hasil CT Scan tgl 17/02/2012=
perdarahan intraparenkimal dibasal ganglia sinistra uk.1.86x2.2x2cm, ruang oksipital
sinistra 2x2.2x2 cm vol: +4.5 cc dan ruang parietal sinistra (1x1x1 cm/ Vol=+ 0.52
cm), subdural hygroma (chronic subdural hematom) di ruang fronto- temporo,
parietal dekstra, edema cerebri, pneumatisasi air cells mastoid bilateral sangat
minimal DD/Mastoiditis. Dibandingkan dengan CT scan sebelumnya 03/02 tidak
tampak perdarahan intraparenkimal, edema serebri relative status quo. Hasil foto
thorak saat di IGD menunjukkan kesan normal Hasil laboratorium tanggal 17/2/12
trombosit 9000 ribu/UL, APPT= 27 detik (27,4 – 39,3 detik), control= 39,2, yang
berarti APPT klien 0.7 kontrol. PT=16.7 (11,3 -14,7), control 13.2, INR = 1,37,
fibrinogen= 352 (200 – 400), control fibrinogen 282, D-Dimer=400 (<300). Hasil
BMP tanggal 15 Januari 2012 kesimpulan: kepadatan sel normoseluler, aktivitas
trombopoesis, erithropoesis, dan granulopoesis tertekan, tampak peningkatan
neutropil dan batang (anomalipoesis) erithropoesis didapatkan bentuk dysplasia
kesan : disentropoesis, disgranulopoesis dan distrombopoesis sesuai dengan MDS.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
52
Universitas Indonesia
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal adalah perdarahan intraparenkimal, penurunan kesadaran,
pemasangan NGT, stimulus kontekstual adalah penyakit MDS stimulus residual
kurang pengetahuan.
2) Nutrisi
a. Pengkajian perilaku
Terpasang NGT, diit cair 6 x 200 cc. bising usus 10 x/menit, perkusi timpani, palpasi
supel. Hasil laboratorium: hemoglobin adalah 12.2 g/dL (11.7 – 15.5 g/dL),
Hematocrit 36% (33%- 45%), albumin 3.40 g/dL (3,40- 4,80 g/dL), gula darah
sewaktu 208 mg/dl (90-120mg/dl) laboratorium tgl 17/2/12 kolesterol total 130
mg/dL (120 – 200 mg/dL), trigliserida 105 mg/dL (50 – 150 mg/dL), HDL 32 mg/dL
(40 – 55 mg/dL), LDL 110 mg/dL (50- 130mg/L). Tinggi badan 158 cm, LILA
27cm, perkiraan BB 52 kg.
BB ideal 52,2 ; BMI klien berdasarkan taksiran BB
52 = 20.8(N 18,5 – 24,9)
(1,58)²
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal adalah penurunan kesadaran, stimulus kontekstual adalah perdarahan
intraparenkimal, edema cerebri, penyakit MDS, stimulus residual tidak ditemukan..
3) Eliminasi
a. Pengkajian perilaku
Eliminasi urin: Terpasang foley catheter sejak tanggal 17/2/12 (saat klien terjadi
penurunan kesadaran). Produksi urin kuning, kejernihan: jernih produksi 4500 cc/ 24
jam. Eliminasi fekal: belum BAB 3 hari. Klien ingin mengedan karena seperti ada
rasa tekanan dianus tapi tidak dapat keluar, aktivitas klien kurang, klien tampak
jarang miring kanan dan kiri.. Hasil laboratorium ureum: 13 (urine lengkap: leukosit
3+ /LPB, eritrosit 0 – 1 /LPB, berat jenis 1.020 (1.005 – 1.030), pH 7,0 (4,5 – 8,0),
protein (-), urobilinogen 0,2, bilirubin (-), nitrit (+).
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
53
Universitas Indonesia
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal adalah penurunan aktivitas, stimulus kontekstual adalah penurunan
kesadaran, perdarahan intraparenkimal, edema cerebri, penyakit MDS, stimulus
residual belum ditemukan.
4) Aktifitas dan Istirahat
a. Pengkajian perilaku
Klien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan. Pengukuran kekuatan
otot 1111
1111
5555
5555 Aktifitas klien dilakukan di atas tempat tidur,klien jarang bergerak,
aktifitas sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan keluarga. Kesadaran somnolen,
GCS (E3 M6V4).. klien tidak mampu menggunakan anggota tubuhnya yang kuat
untuk merawat diri atau memenuhi kebutuhannya. Pengukuran dengan Barthel
indeks= 0 (ketergantungan total)
b. Pengkajian stimulus
Pengkajian stimulus fokal pada aktivitas didapatkan klien mengalami hemiparese
dekstra dengan kekuatan otot 1111
1111
5555
5555 stimulus kontekstualnya adalah penurunan
kesadaran, perdarahan intraparenkimal, edema cerebri, penyakit MDS, stimulus
residual kurang pengetahuan.
5) Proteksi
a. Pengkajian perilaku
Kulit bersih, terdapat lecet pada paha atas kanan (luka tekan derajat 1), ruam- ruam
merah pada punggung dan ketiak terasa gatal, edema (-), suhu 39,5°C. Rambut
bersih, tebal dan tidak mudah rontok.keluarga tidak tahu bagaimana merawat kulit.
Tidak terjadi penurunan imun. Klien banyak berkeringat, baju klien belum diganti 1
hari karena persediaan yang dibawa habis. Suami klien mengatakan 3 hari ini belum
pulang karena menunggu klien sehingga belum sempat mengambil baju. Hasil
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
54
Universitas Indonesia
penghitungan skala braden skore= 10 yang berarti klien berisiko tinggi. Hasil
pemeriksaan laboratorium lekosit hasilnya 9.8 x 10^3/ul (5,0 – 10,0 10^3/ul).
b. Pengkajian stimulus
Pengkajian stimulus fokal pada proteksi yaitu klien mengalami hemiparese dekstra,
febris suhu 39,5°C, dan keringat berlebihan, hygiene kurang, stimulus
kontekstualnya adalah penurunan kesadaran, perdarahan intraparenkimal, edema
cerebri, penyakit MDS, stimulus residual kurangnya baju bersih..
6) Sensori/Penginderaan
a. Pengkajian perilaku
Nervus I, klien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan kopi. Nervus II
fungsi peglihatan klien mengalami perdarahan retina pada mata kanan dan kiri
sehingga klien tidak dapat melihat, hanya dapat membedakan gelap dan terang.
Sedangkan nervus VIII fungsi pendengaran klien tidak mampu mendengar detik
arloji pada telinga kanan dan kiri, tapi masih mampu mendengar jika diajak bicara
dengan jarak dekat dan suara agak keras. Terjadi parese pada nervus VII, sementara
N IX, X, dan XII belum dapat dikaji.
b. Pengkajian stimulus
Stimulus Fokal adanya kebutaan akibat perdarahan retina, dan gangguan
pendengaran, stimulus kontekstualnya adalah penurunan kesadaran stimulus residual
perdarahan intraparenkimal, edema cerebri, penyakit MDS.
7) Cairan dan Elektrolit
a. Pengkajian perilaku
Turgor kulit baik, tidak ada edema, bibir dan mukosa lembab. Klien muntah-
muntah + 300 cc, masukan cairan per NGT=2250 cc/24 jam dan IVFD Nacl 0.9 500
cc/6 jam, suhu 39,5°C. Hasil laboratorium: natrium 140 mEq/L (132-147 mEq/L);
kalium 2.36 mEq/L (3.30 - 5.40 mEq/L); clorida 103 mEq/L (94,0 – 111,0 mEq/L).
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
55
Universitas Indonesia
kreatinin darah 0,3 mg/dL (0,5 - 1.3 mg/dL); ureum darah 13 mg/dL (10 – 50
mg/dL); hematokrit 36 % (40,0 – 48,0 %), trombosit 135 ribu/UL (150- 140
ribu/UL). gambaran darah tepi kesan trombositopenia
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal adanya penurunan kesadaran, muntah- muntah, febris, stimulus
kontekstualnya adalah perdarahan intraparenkimal, edema cerebri, penyakit MDS,
stimulus residual adalah fungsi sensori menurun (kebutaan dan penurunan
pendengaran)
8) Neurologi
a. Pengkajian perilaku
Kesadaran somnolen, GCS: E3V4M6 kekuatan otot1111
1111
5555
5555; reflek fisiologi : bisep
+1/+1, trisep +1/+1, patella +1/+1, tendon achiles +1/+1. reflek patologi : Babinski,
Chaddock, Gordon, Oppenheim, Schaefer, (-/-). Fungsi serebelum: test koordinasi
belum dapat dikaji. Fungsi otonom : inkontinensia uri, terpasang kateter
menetap.Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala (+), muntah (+),
papiledema tidak dilakukan. Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk(-), brudzinski
(-), kernig <135//<135, laseg <70/<70 mengeluh nyeri pada ujung persendian kaki
saat digerakkan. Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut : Nervus I tidak
ada gangguan,N II hanya bisa kelihatan gelap dan terang, N IVdan VI belum dapat
dikaji; Nervus III pupil bulat isokor Ø 4 mm/4 mm, reflek cahaya langsung dan
tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+, Nervus V (trigeminus), tidak ada
parese pada mandibularis dan maksilaris, tidak ada gangguan sensasi pada ramus
oftalmik, ramus maksilaris dan ramus mandibularis; Nervus VII (fasialis), asimetri,
otot wajah kanan mengalami kelemahan, N VII parese sentral, Nervus VIII
(vestibulo kokhlearis), N VIII pendengaran kanan dan kiri tidak dapat mendengar
detik arloji dan gesekan jari.namun dapat mendengar perkataan yang agak keras;
Nervus IX, X dan XII belum dapat dikaji, Nervus XI (aksesorius) kelemahan pada
sisi tubuh sebelah kanan. Hasil CT Scan tgl 17/02/2012= perdarahan intraparenkimal
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
56
Universitas Indonesia
dibasal ganglia sinistra ukuran 1.86x2.2x2cm, ruang oksipital sinistra 2x2.2x2 cm
vol: +4.5 cc dan ruang parietal sinistra (1x1x1 cm/ Vol=+ 0.52 cm), subdural
hygroma (chronic subdural hematom) di ruang fronto- temporo, parietal dekstra,
edema cerebri, pneumatisasi air cells mastoid bilateral sangat minimal
DD/Mastoiditis. Dibandingkan dengan CT scan sebelumnya 03/02 tidak tampak
perdarahan intraparenkimal, edema serebri relative status quo.
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal adalah perdarahan intraparenkimal, edema cerebri, stimulus
kontekstualnya adalah penyakit MDS, stimulus residual belum diketahui.
9) Endokrin
a. Pengkajian perilaku
Klien tidak memiliki riwayat penyakit diabetes melitus (DM). Hasil gula darah tgl
17/02/2012 adalah 122 mg/dl, sedangkan saat ini 208 mg/dl
b. Pengkajian stimulus
Tidak ditemukan stimulus fokal, kontekstual,maupun residual
3.2.1.2 Adaptasi Fungsi Peran
a. Pengkajian perilaku
Menurut suami klien, klien adalah ibu rumah tangga sehari- harinya mengerjakan
tugas rumah tangga seperti menyapu halaman, mencuci dan memasak dan merawat
3 orang anaknya yang masih kecil. Klien mendapatkan penghasilan dari suaminya.
Suami klien menanyakan apakah penglihatan klien bisa pulih, suami juga belum
mengetahui apa yang akan dilakukan jika klien sembuh dan pulang kerumah. Suami
klien mengatakan dia tinggal dengan klien dan 3 orang anaknya, serta dirumah ada
pembantu laki-laki. Suami klien bekerja dirumah dengan menjalankan bengkel
motor. Saat ini demi menjaga klien dirumah sakit. usahanya dipercayakan ke orang
lain. Suami klien mengatakan untuk membiayai pengobatan istrinya dia sudah habis-
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
57
Universitas Indonesia
habisan, dan barang- barangnya sudah banyak yang dijual. Sedangkan untuk
pengobatan klien keluarga klien melakukan pembayaran langsung tanpa fasilitas
jaminan dari pemerintah. keluarga klien mengeluh penyakit klien sudah lama tidak
sembuh-sembuh, dan menanyakan apa sebenarnya obat yang tepat dan kesembuhan
seperti apa yang bisa diharapkan disini.
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal pengobatan yang kompleks, stimulus kontekstual kehilangan fungsi
penglihatan, hemiparese dekstra pada klien, masalah keuangan,stimulus residual
kurang informasi pada keluarga tentang jaminan kesehatan, kondisi penyakit.
3.2.1.3 Adaptasi Konsep Diri
Sulit dikaji, klien mengalami penurunan kesadaran.
belum ditemukan stimulus fokal, kontekstual,maupun residual
3.2.1.4 Adaptasi interdependensi
a. Pengkajian perilaku
Kesadaran klien somnolen GCS 13 (E3M6V4). Klien mendapatkan dukungan penuh
dari suaminya. Orang tua klien tinggal di Medan sehingga tidak dapat menunggu
klien. Suami klien sangat sabar dan memperhatikan klien, suami klien terlibat secara
aktif dalam proses perawatan klien.
b. Pengkajian stimulus
stimulus fokal, kontekstual,maupun residual
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian mode adaptif terdapat perilaku klien maka dapat
dirumuskan diagnosa, tujuan dan intervensi sebagaimana dalam tabel 3.1 berikut:
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
57
Universitas Indonesia
3.1 Tabel Diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensi
Mode
adaptasi Perilaku Stimulus
Diagnosa
keperawatan NOC NIC Aktivitas
Fisiologis Perilaku adaptif:
tekanan darah: 130/ 80
mmHg, , pupil bulat isokor
Ø 4 mm/4 mm, reflek
cahaya langsung dan tidak
langsung pada mata kanan
dan kiri +/+. Hasil
laboratorium tanggal
02/03/12 hemoglobin
12,2 g/dL (11.7 – 15.5
mg/dL); eritrosit 4.40
Juta/ul (3.80 – 5,20
Juta/ul)hematokrit 36 %
(40,0 – 48,0 %)
Perilaku inefektif:
Kesadaran somnolen, GCS
13 (E3M6V4), klien
muntah-muntah, dan kepala
pusing. Suhu: 39,5°C,
Nadi: 128x/mt, RR:
28x/mt, hasil CT Scan
menunjukkan adanya
perdarahan intraparenkimal
dibasal ganglia sinistra
uk.1.86x2.2x2cm,
ruang.oksipital sinistra
Stimulus
fokal adalah
perdarahan
intraparenki
mal,
stimulus
kontekstual
adalah
penyakit
MDS,
peningktan
suhu ,
Stimulus
residual
tidak
ditemukan
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral
- kognitif (0900)
- status neurologi
(0909)
- status neurologi:
kesadaran (0912)
- status neurologi:
control sentral motor
(0911)
- perfusi jaringan
serebral (0406)
- Manajemen
medikasi (2380)
- Monitor neurologi
(2620)
- Posisi : neurologi
(0844)
- Promosi perfusi
serebral (2550)
- Pencegahan jatuh
(6490)
- Stimulasi kognitif
(4720)
- Manajemen
lingkungan:keama
nan (6486)
Regulator
1. Menanyakan pada klien atau
keluarga riwayat medis
sebelumnya dan riwayat
pembedahan yang
berhubungan dengan perfusi
serebral
2. Membantu klien mendapatkan
posisi istirahat, mengatur
posisi kepala 30° dan
mengevaluasi pemberian
posisi, menghindari fleksi
kepala dengan memberi bantal
sampai ke bawah bahu klien,
3. Menyediakan cairan resusitasi
dengan hati-hati sesuai order,
secara umum menggunakan
cairan NaCl 0,9%
4. Menghindarkan klien dari
stress fisiologik karena dapat
memicu hypoxemia dan
meminimalisasi stress dari
lingkungan,
5. Memberikan oksigen sesuai
order 3 lpm dan memonitor
saturasi oksigen sesuai
kebutuhan,
6. Mencegah hipovolemik dan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
58
Universitas Indonesia
2x2.2x2 cm vol: +4.5 cc
dan ruang parietal sinistra
(1x1x1 cm/ Vol=+ 0.52
cm), subdural hygroma
(chronic subdural
hematom) di ruang fronto-
temporo, parietal dekstra,
edema cerebri,
pneumatisasi air cells
mastoid bilateral sangat
minimal DD/Mastoiditis.
BMP tanggal 15 Januari
2012 kesan hasil:
disentropoesis,
disgranulopoesis dan
distrombopoesis sesuai
dengan MDS. Hasil
laoratorium tanggal
17/2/12 trombosit 9000
ribu/UL, APPT= 27 detik
(27,4 – 39,3 detik),
control= 39,2, yang berarti
APPT klien 0.7 kontrol.
PT=16.7 (11,3 -14,7),
control 13.2, INR = 1,37,
fibrinogen= 352 (200 –
400), control fibrinogen
282, D-Dimer=400 (<300).
Hasil laboratorium tanggal
02/03/12 trombosit 135
ribu/UL (150- 140
ribu/UL). gambaran darah
tepi kesan trombositopenia
hipotensi
7. Monitor intake, output cairan
dan perdarahan,
8. Mengkaji status neurologi
setiap jam atau 4 jam
9. Mengkaji GCS klien,
10. Memonitor perubahan status
mental dan perilaku
11. Pertahankan hemodinamik
normal atau sesuai parameter
medis, monitor MAP
12. Memonitor vital sign kurang
lebih tiga kali sehari atau 1
jam sekali bila diperlukan,
13. Memonitor ukuran pupil dan
reflek cahaya,
14. Memonitor hasil laboratorium
darah sesuai order
15. Memberikan pengobatan
sesuai order.
kognator
1. Memberikan edukasi dan
penjelasan kepada klien/
keluarga untuk menghindari
valsava manuver seperi
mengedan, hindari leher
menekuk dan hindari lutut serta
paha yang menekuk ekstrim.
2. Memberikan edukasi dan
penjelasan kepada klien dan
keluarga untuk tetap
menggunakan terapi oksigen
sesuai perintah.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
59
Universitas Indonesia
Fisiologis Perilaku adaptif:
tekanan darah: 130/ 80
mmHg. Rh-/- Wh -/-,
perkusi resonan, nafas
reguler dan dalam,
batuk (-), tersedak (-)
Perilaku inefektif:
kesadaran somnolen GCS
13(E3M6V4), terpasang
NGT sejak MRS karena
gangguan menelan akibat
penurunan kesadaran
waktu MRS, keluarga tidak
tahu bagaimana
mempertahankan posisi
NGT yang benar, klien
muntah- muntah, tekanan
darah: 130/ 80 mmHg.
Suhu: 39,5°C, Nadi:
128x/mt, RR: 28x/mt,
Terpasang oksigen 3 lpm.
Stimulus
fokal adalah
penurunan
kesadaran,
pemasangan
NGT
stimulus
kontekstual
perdarahan
intraparenki
m, penyakit
MDS,
stimulus
residual
kurang
pengetahuan
keluarga
Risiko aspirasi - Pencegahan aspirasi
(1918)
- Status neurologi
(0909)
- Status menelan
(1010)
- Status respirasi:
ventilasi (0402)
- Membantu
ventilasi (3390)
- Terapi oksigen
(3320)
- Manajemen jalan
nafas (3148)
- Pencegahan
aspirasi (3200)
- Monitor respirasi
(3350)
regulator
1. Posisikan klien untuk
ventilasi maksimal
2. Berikan terapi fisik dada
sesuai kebutuhan
3. Dorong untuk nafas dalam,
turning dan batuk efektif
4. Instruksikan bagaimana batuk
efektif
5. Auskultasi bunyi nafas, catat
area dimana ada penurunan
dan absennya ventilasi dan
adanya suara-suara tambahan
6. Berikan udara humidifi atau
oksigen, sesuai kebutuhan
7. Atur asupan cairan untuk
mengoptimalkan
keseimbangan cairan
8. Monitor status respirasi dan
oksigenasi
Kognator
1. Jelaskan pada keluarga risiko
yang mungkin terjadi pada
jalan nafas jika klien
mengalami penurunan
kesadaran
2. Jelaskan pada klien dan
keluarganya untuk tidak
memberi makan lewat mulut
selama klien belum sadar
penuh. Atau sampai dijinkan
oeh dokter atau perawat.
3. Jelaskan pada klien dan
keluarga tentang selang NGT,
posisi NGT yang benar dan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
60
Universitas Indonesia
cara pemberian makanan
melalui selang serta jumlah
yang dapat ditoleransi klien.
4. Anjurkan keluarga melapor
ke perawat atau dokter jika
terjadi perubahan posisi
selang atau jika klien muntah-
muntah.
Fisiologis Perilaku adaptif :
- Nyeri sendi (-)
Perilaku inefektif:
klien jarang bergerak,
aktifitas sehari-hari dibantu
penuh oleh perawat dan
keluarga , RR 28x/mt
terpasang O2 3 lpm, N: 128
x/mt. Kesadaran somnolen
GCS (E3M6V4), keringat
banyak, klien tampak lelah
jika bergerak, hemiparese
dekstra, kekuatan otot 1111
1111
5555
5555
Stimulus
fokal adalah
penurunan
kekuatan
otot,
stimulus
kontekstual
adanya
perdarahan
intraparenki
m, penyakit
MDS,
stimulus
residual
kurang
pengetahuan
Kerusakan
mobilisasi fisik
- Ambulasi (0200)
- Ambulasi dengan
kursi roda (0201)
- Menampilkan
berpindah (0210)
- Terapi aktivitas
(4310)
- Terapi latihan
ambulasi (0221)
- Promosi latihan
(0200)
- Memposisikan
(0840)
- Asistensi
perawatan diri
berpindah (1806)
Regulator
1. Mengkaji kemampuan
fungsional masing-masing
anggota gerak
2. Ubah posisi minimal setiap 2
jam sekali
3. Lakukan latihan ROM pasif
dan aktif pada anggota gerak
4. Ajarkan dan dorong klien
untuk melatih anggota
geraknya yang lumpuh denga
Latihan aktivitas sehari – hari
Seperti menyisir rambut,
mengambil sesuatu yang
tinggi, mengambil dompet,
memutar lengan dan
mengangkat beban yang kecil
– kecil.
5. Baringkan klien dengan tepat
menggunakan ganjalan bantal
di TT,
6. Berikan perlindungan tumit
dan siku saat tidur
7. Kaji ekstremitas bawah secara
teratur terhadap kemerahan,
nyeri tekan dan suhu
8. Pasang stoking elastik sambil
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
61
Universitas Indonesia
melakukan mobilisasi.
9. Kolaborasi dengan tim
rehabilitasi
Kognator
10. Ajarkan keluarga untuk
melakukan ROM pada klien
untuk mencegah kontraktur
pada sendi.
11. Anjurkan keluarga untuk
melatih ROM
Fisiologis Perilaku inefektif:
Kesadaran somnolen GCS
(E3M6V4), RR 28x/mt
terpasang O2 3 lpm, N: 128
x/mt.Terpasang NGT, klien
jarang bergerak, aktifitas
sehari-hari dibantu penuh
oleh perawat dan keluarga ,
Keringat banyak, klien
tampak lelah jika bergerak,
Baju sehari belum diganti,
hemiparese dekstra,
kekuatan otot 1111
1111
5555
5555,
skor BI=0
Stimulus
fokal
penurunan
kesadaran,
kelemahan
tubuh,
Stimulus
kontekstual
adanya
perdarahan
intraparenki
m, penyakit
MDS,
stimulus
residual
kurang
pengetahuan
Defisit
perawatan diri
- Perawatan dri ADL
(0300)
- Instrument ADL
(0306)
- Perawatan diri:
mandi (0301),
hygiene (0305),
berpakaian (0302).
- Asistensi
perawatan diri
(1800)
- Asistensi
perawatan diri
mandi/ hygiene
(1801)
- Asistensi
perawatan diri
berpakaian (1802
Regulator
1. Monitor kemampuan klien
dalam perawatan diri
2. Monitor kebutuhan alat untuk
klien dalam melakukan
perawatan diri personal higiene,
berpakaian, berhias, toileting
dan makan.
3. Sediakan alat pribadi sesuai
keinginan (deodoran, sikat gigi,
sabun mandi)
4. Sediakan bantuan sampai
dengan klien mampu
melakukan perawatan diri
5. Gunakan pengulangan rutinitas
kesehatan secara konsisten
sebagai cara untuk menetapkan
klien
6. Tetapkan rutinitas untuk
aktivitas perawatan diri
7. Pertimbangkan usia klien jika
mempromosikan aktivitas
peratan diri
Kognator
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
62
Universitas Indonesia
8. Dorong klien untuk
menunjukkan penampilan
normal dalam melakukan
aktivitas kehidupan sehari- hari
sesuai tingkat kemampuannya.
9. Dorong kemandirian namun
intervensi jika klien tidak
mampu untuk menampilkannya
10. Ajarkan klient dan keluarga
untuk mandiri
Fisiologis Perilaku adaptif
laboratorium lekosit
hasilnya 9.8 x 10^3/ul (5,0
– 10,0 10^3/ul).
Perilaku inefektif:
Kesadaran somnolen GCS
(E3M6V4), suhu : 39,5° C,
gatal dan ruam-ruam merah
dipunggung dan ketiak,
lecet pada paha, keringat
banyak, keluarga tidak
tahu bagaimana merawat
kulit, klien tampak lelah
jika bergerak, baju sehari
belum diganti, hemiparese
dekstra, kekuatan otot 1111
1111
5555
5555, Hasil
penghitungan skala braden
skore= 10.
Pengkajian
stimulus
fokal klien
mengalami
hemiparese
dekstra, ,
dan
kelembaban
yang
berlebihan,
hygiene
kurang,
stimulus
kontekstual
adalah
penurunan
kesadaran,
perdarahan
intraparenki
mal, edema
cerebri,
penyakit
MDS,
stimulus
residual
Kerusakan
integritas kulit
- integritas jaringan
kulit dan membrane
(1101)
- penyembuhan luka :
intensitas primer dan
sekunder (1102-1103)
- konsekuensi
fisiologik imobilitas
(0204)
- Termoregulasi (0800)
- Pencegahan luka
tekan (3540)
- Surveilans kulit
(3590)
- Perawatan luka
tekan (3520)
- Perawatan kulit;
pengobatan topical
(3584)
- Identifikasi risiko
(6610)
- Manajemen nyeri
(1400)
Regulator
1. Monitor kondisi kulit paling
tidak sekali sehari
2. Identifikasi klien dari risiko
gangguan integritas kulit seperti
imobilitas, usia, malnutisi,
inkontinensia, status imun.
3. lakukan latihan ROM (range of
motion) dan mobilisasi jika
mungkin
4. Rubah posisi tiap 2 jam
5. Gunakan bantal air atau
pengganjal yang lunak di bawah
daerah-daerah yang menonjol
6. Lakukan masase pada daerah
yang menonjol yang baru
mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi
7. Observasi terhadap eritema dan
kepucatan dan palpasi area
sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap
merubah posisi
8. Jaga kebersihan kulit dan
seminimal mungkin hindari
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
63
Universitas Indonesia
kurangnya
baju bersih.
trauma, panas terhadap kulit,
pergesekan dan terlalu sering
membersihkan.
9. Lakukan kolaburasi dengan
dokter kulit jika perlu
10. Berikan medikasi kulit sesuai
order
11. Anjurkan memakai sabun
ringan untuk memandikan klien
Kognator
1. edukasi klien dan keluarga
untuk pemberian nutrisi yang
baik, serta mengajarkan pada
klien dan keluarga bagaimana
merubah posisi setiap 2 jam
2. Anjurkan keluarga klien
mengganti baju klien jika
basah kena keringat
3. Anjurkan keluarga
menyiapkan baju ganti klien
beberapa pasang setiap hari
4. Anjurkan keluarga klien
menjaga linen klien tetap
kering dan bersih
Fisiologis Perilaku inefektif
Klien mengedan berusaha
mengeluarkan BAB, belum
BAB 3 hari, Klien jarang
bergerak miring kanan dan
kiri, hemiparese dekstra,
kekuatan otot 1111
1111
5555
5555
Stimulus
fokal adalah
penurunan
aktivitas,
stimulus
kontekstual
adalah
penurunan
kesadaran,
perdarahan
Konstipasi - Eliminasi bowel
(0501)
- Hidrasi (0602)
- Manajemen bowel
(0430)
- Konstipasi/
manajemen
impaksi (0450)
Regulator
1. Kaji pola kebiasaan BAB,
termasuk waktu dalam sehari,
frekuensi,konsistensi tinja,
penggunaan pencahar, diet,
latihan, intake serat dan cairan.
2. Gunakan bristol stool card
untuk mengidentifikasi
konsistensi tinja
3. Review beberapa pengobatan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
64
Universitas Indonesia
intraparenki
mal, edema
cerebri,
penyakit
MDS,
stimulus
residual
belum
ditemukan.
klien saat ini
4. Kolaburasikan untuk
pengobatan konstipasi
5. Palpasi adanya distensi
abdomen, dullnes dan suara
bising usus
6. Lakukan cek terhadap impaksi
tinja
7. Anjurkan konsumsi cukup
serat, cairan dan makanan
8. Lakukan masase abdomen 1
kali tiap hari
9. Jika terjadi impaksi fecal bantu
dengan stimulasi digital atau
pengeluaran secara manual.
Kognator
1. Anjurkan klien untuk tidak
mengedan
2. Anjurkan klien minum cukup,
sehari minimal 2 liter, makan
sayuran/buah
3. Anjurkan pada klien untuk
tidak mengabaikan dorongan
untuk BAB yang biasa timbul
2 x/hari
4. Jelaskan pada klien bahwa
klien cukup terjamin
privacinya selama melakukan
BAB di rumah sakit
Mode
fungsi
peran
Perilaku adaptif
Suami klien sabar dan
perhatian pada klien
Perilaku inefektif
Stimulus
fokal
pengobatan
yang
kompleks,
stimulus
Ketidak
efektifan
manajemen
terapi keluarga
- Koping keluarga
(2600)
- Fungsi keluarga
(2602)
- Pengetahuan tentang
regimen terapi (1813)
- Peningkatan
support system
(5440)
- Promosi integritas
keluarga (7100)
- Proses
Kognator
1. Dasari intervensi keluarga pada
pengetahuan tentang keluarga,
konteks keluarga dan fungsi
keluarga. pada pengetahuan
2. Gunakan pendekatan keluarga
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
65
Universitas Indonesia
Suami menanyakan apa
sebenarnya obat yang tepat,
apakah penglihatan istrinya
bisa pulih. Suami klien
menanyakan kesembuhan
seperti apa yang bisa
diharapkan disini.
keluarga klien mengatakan
tidak mengetahui
bagaimana perawatan klien
dirumah, telah 3 kali
pindah rumah sakit untuk
pengobatan.
keluarga klien mengeluh
penyakit klien sudah lama
tidak sembuh-sembuh, dan
sudah kehabisan biaya
kontekstual
kehilangan
fungsi
penglihatan,
hemiparese
dekstra pada
klien,
masalah
keuangan,sti
mulus
residual
kurang
informasi
pada
keluarga
tentang
jaminan
kesehatan,
kondisi
penyakit
- Ketahanan keluarga
(2608)
- Partisipasi keluarga
pemeliharaan
keluarga (7130)
- Terapi keluarga
(7150)
ketika membantu individu
dengan problem kesehatah
dimana diperlukan untuk
manajemen terapi
3. Review dengan anggota
keluarga mana perilaku yang
selaras dan mana yang tidak.
4. Berikan tantangan integrasi
regimen terapi dalam perilaku
keluarga.
5. review gejala pada penyakit
yang khusus dan kembangkan
self-efficaccy keluarga yang
bagus dalam kaitannya dengan
gejala tersebut.
6. dukung keputusan keluarga
untuk menyesuaikan regimen
terapi sesuai indikasi
7. damping keluarga untuk
negosiasi regimen terapi dengan
pemberi layanan kesehatan
8. Bantu keluarga bergerak ke
pendukung soasial
9. Bantu keluarga memodifikasi
persepsi sesuai indikasi
10. Promosi dan dukung puskesmas
untuk dukungan keluarga
11. Metode latihan dapat digunakan
keluarga untuk meningkatkan
kesehatan klien.
12. Rujuk ke terapi keluarga sesuai
indikasi
13. Identifikasi kekuatan dan
sumber dalam keluarga dan
sistem dukungan mereka dan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
66
Universitas Indonesia
masyarakat
14. Berikan informasi dengan
sering pada keluarga dan bantu
mereka untuk mengidentifikasi
keterbatasan, perkembangan
dan implikasi untuk dirawat
15. Kolaborasikan dengan keluarga
tentang perencanaan dan
pelaksanaan terapi klien dan
perubahan gaya hidup
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
67
Universitas Indonesia
3.2.2 Evaluasi
Pada evaluasi penulis mengkaji respon perilaku klien Ny H setelah dilakukan
intervensi dengan indicator tujuan yang telah disepakati. Selanjutnya evaluasi
catatan perkembangan dapat dilihat pada lampiran 2. Adapun hasil ringkasan
evaluasi adalah sebagai berikut
3.2.2.1 Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan
intraparenkim, penyakit MDS Masalah keperawatan gangguan perfusi jaringan
serebral muncul sejak tanggal 17 Februari 2012, sejak klien di IGD dan berlanjut ke
HCU, namun klien baru menempati ruang perawatan kelas 3 pada tanggal
28/02/2012 (hari perawatan ke 12), dan pengkajian dilakukan 02/03/2012 (hari
perawatan ke-14) jam 09.00. Evaluasi dilakukan dengan mengkaji respon perilaku
sub sistem kognator dan regulator klien dalam bentuk catatan perkembangan klien
(lampiran 2). Penulisan catatan perkembangan dilakukan setiap hari hingga masalah
teratasi atau hingga klien pulang. Penulisan catatan perkembangan ini dimulai
tanggal 02 Maret 2012. Hasil evaluasi menunjukkan perilaku regulator berupa
adanya perbaikan tingkat kesadaran klien dari somnolen menjadi komposmentis,
setelah intervensi oleh penulis selama 3 hari (pada hari ke-17 perawatan diruangan).
Tekanan darah klien menunjukan kestabilan dari saat awal klien masuk ke IGD
yaitu berkisar antara 130/80 mmHg sampai 110/60 mmHg, nadi sekitar 88-100 kali
per menit, suhu tubuh pada hari ke 15 mulai turun menjadi 37,4°C (namun setiap
hari masih berfluktuasi dalam kisaran 36,6°C- 37,7°C, sampai dengan hari ke 19
perawatan baru stabil 36,2°C, pernapasan 20-28 kali per menit, oksigen mulai hari
perawatan ke 19 dilepas sama sekali; pemeriksaan laboratorium elektrolit normal
yaitu natrium 138 mEq/L, kalium 3,59 mEq/L, clorida 106,0 mEq/L, Hb 12 Hct 35,
trombosit 352, APPT 32,3, PT 13,2, GDP= 81 mg/dl, GD 2jpp = 90 mg/dl. CT Scan
ulang tanggal 13/03/2012 lesi hipodens dibasal ganglia dan perventrikel kiri, suspek
encephalomalasia ec perdarahan intraparenkim lama, dibandingkan dengan CT Scan
lama tgl 03/02/12 tak tampak lagi higroma di fronto-temporo parietal kanan,
perdarahan intraparenkimal sudah diresorpsi, edema serebri tak tampak lagi, tak
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
68
Universitas Indonesia
tampak perdarahan baru. Selain itu hasil evaluasi menunjukkan klien dapat
menjalankan perintah sederhana seperti miring kanan-kiri, dan latihan duduk dan
perilaku kognator yang diperlihatkan klien dengan mematuhi kegiatan menghindari
valsava manuever dan terapi oksigen yang diberikan. Klien pulang pada perawatan
hari ke-32. Dari data-data tersebut dapat disimpulkan, bahwa pada hari ke-19 klien
adaptif (terintegrasi) terhadap masalah gangguan perfusi jaringan serebral.
3.2.2.2 Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, pemasangan
NGT sekunder dari perdarahan intraparenkim otak. Masalah keperawatan Risiko
aspirasi muncul sejak tanggal 17 Februari 2012, sama dengan perfusi serebral. Hasil
evaluasi oleh penulis menunjukkan setelah hari ke 3 intervensi atau pada hari ke 17
dilakukan screening disfagia pada klien hasilnya klien tidak mengalami batuk (-),
kesedak (-), klien mampu menelan selanjutnya makanan diberikan peroral dan
sisanya diberikan melalui NGT secara bertahap sampai dengan klien optimal
menghabiskan makanannya sehingga NGT dilepas setelah intervensi hari ke-6 (hari
perawatan ke 21), wajah sedikit tidak simetris, batuk (-), muntah (-), GCS
15(E4M6V5). Dari data-data tersebut dapat disimpulkan, bahwa pada hari perawatan
ke-20 klien adaptif terintegrasi terhadap masalah risiko aspirasi.
3.2.2.3 Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan kekuatan otot/
hemiparese dekstra sekunder perdarahan intraparenkim Masalah keperawatan
kerusakan mobilitas fisik muncul sejak tanggal 17 Februari 2012, sama dengan
perfusi serebral. Hasil evaluasi yang diperoleh setelah dilakukan intervensi
keperawatan oleh penulis selama selama 17 hari (hari perawatan ke-29)
menunjukkan tujuan umum dari masalah kerusakan mobilitas fisik tercapai, yang
ditunjukkan perilaku kognator klien yaitu klien mau dan mampu melakukan gerakan
yang bisa dikompensasi selama bed rest diatas tempat tidur, ROM pasif dan
mobilisasi dengan bantuan penuh sampai dengan hari ketiga intervensi oleh penulis,
Setelah penulis melakukan intervensi hari ke 3 kemudian mobilisasi aktif miring
kanan dilakukan sendiri oleh klien sedangkan jika miring kiri dibantu penulis
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
69
Universitas Indonesia
ataupun keluarga, demikian juga ROM pada ekstremitas kiri dilakukan aktif
sedangkan pada ekstremitas kanan dibantu penulis atau keluarga klien. Klien
melakukan latihan dengan perawat dan/atau keluarga 3 kali sehari. Latihan duduk
dilakukan oleh klien mulai hari ketujuh intervensi penulis (hari perawatan ke-20)
pada awalnya klien hanya tahan ½ jam duduk sehari 3 kali dalam posisi 45˚- 60˚
kemudian mengalami kemajuan 1 jam duduk 4 kali sehari dalam posisi 90˚ ( namun
belum dapat seimbang) pada hari ke 15 intervensi penulis. Sampai dengan intervensi
hari ke 17 oleh penulis, klien sudah mampu duduk uncang-uncang walaupun belum
seimbang dengan dibantu penulis. Pada pengukuran kekuatan otot tidak
menunjukkan perubahan yang berarti 2222
2222
5555
5555sehingga disimpulkan klien mengalami
adaptasi compromise.
3.2.2.4 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan kesadaran,
kelembaban, keterbatasan aktivitas, hygiene kurang hasil evaluasi setelah intervensi
oleh penulis selama 12 hari adalah menunjukkan perilaku regulator keutuhan kulit
klien di area lain tidak mengalami kerusakan, sementara area yang lecet pada paha
kanan atas (luka tekan derajat 1) menunjukkan penyembuhan pada hari ke-12,
penulis melakukan kolaburasi dengan dokter neuro pada intervensi hari ke-3 dan
selanjutnya dikonsulkan ke dokter kulit pada intervensi hari ke-5 untuk keluhan
gatal-gatal dan ruam-ruam di punggung dan ketiak (diagnose medic candidiasis
kutis), ruam-ruam mengering pada hari ke 12 intervensi dan menunjukan pemulihan
integritas kulit. Perilaku kognator: klien mau secara aktiv bergerak miring kanan dan
kiri dibantu keluarga, dan menjaga linen tetap kering, hygiene personal (mandi/seka
2 kali sehari dengan ganti pakaian bersih setiap selesai mandi atau jika pakaian klien
basah terkena keringat).
3.2.2.5 Konstipasi berhubungan dengan aktivitas kurang sekunder penurunan
kesadaran, hemiparese dekstra. Setelah dilakukan intervensi selama 3 hari oleh
penulis, hasil evaluasi menunjukkan klien sudah mampu BAB dengan bantuan
laksatif dan pengeluaran manual, jumlah + 200 gram konsistensi keras (type 2 pada
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
70
Universitas Indonesia
kartu bristol stool), warna kuning tanpa ada darah. Pada 3 hari berikutnya klien dapat
BAB sendiri hanya dengan stimulasi digital jumlah + 200 gram konsistensi lunak
(type 4 pada kartu bristol stool), warna kuning kecoklatan tanpa ada darah.
Selanjutnya eliminasi bowel stabil, klien mampu BAB sendiri tanpa bantuan
stimulasi setiap hari dengan jumlah + 200 gram konsistensi lunak (type 4-5 pada
kartu bristol stool), warna kuning kecoklatan.klien juga menunjukkan mobilisasi
miring kiri aktif dan adekwat.
3.2.2.6 Defist perawatan diri total berhubungan dengan penurunan kesadaran,
kelemahan tubuh, kehilangan fungsi penglihatan sekunder stroke hemoragik dan
perdarahan retina. Setelah dilakukan intervensi oleh penulis selama 12 hari klien
menunjukkan perilaku regulator melakukan aktivitas perawatan diri yang dapat
dikompensasi secara adekwat selama inaktiv, dengan kemampuan makan sendiri
dengan tangan kiri, mampu meminta/mengambil makanan dan minuman sendiri
(minuman dan makanan ringan diletakkan di dekat klien), mengganti pakaian sendiri
dengan bantuan minimal, menyisir rambut, menggosok giginya sendiri dan menyeka
badannya sendiri pada tempat yang terjangkau oleh tangan kirinya. Pada pengukuran
barthel indeks (BI) terdapat kemajuan pada hari ke-3 perawatan skor BI= 3, pada
hari ke-6 perawatan skor BI=8, pada hari ke-12 skor BI= 11 yang berarti
kemandirian sedang (pada awal perawatan skor BI=0). Sementara kognator klien
mengikuti anjuran penulis untuk menjaga hygiene badan termasuk memakai pakaian
yang bersih, mandi 2 kali sehari, dan gosok gigi setelah makan, serta merapikan
rambutnya, bahkan meminta suaminya untuk membawakan baju bersih lagi.
Sehingga dapat disimpulkan klien adaptasi terhadap kondisi yang dialami
3.2.2.7 Ketidak efektifan manajemen terapi keluarga berhubungan dengan defisit
neurologik klien, pengobatan yang kompleks, ketidaktahuan individu dan keluarga
tentang penyakit, regimen terapi, dan pembiayaan pengobatan klien di rumah sakit.
Setelah dilakukan intervensi selama 7 hari oleh penulis keluarga (suami klien)
menunjukkan penampilan pola peran yang efektif, efektif untuk koping perubahan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
71
Universitas Indonesia
peran dan peran integrasi yang efektif. Adapun perilaku kognator yang ditunjukkan
adalah: Suami klien telah mendapatkan konsultasi pribadi dengan dokter mata,
dokter neurologi dan dokter hematologi serta dokter rehabilitasi medic terkait
penyakit klien dengan didampingi penulis. Suami klien mengungkapkan walaupun
mata klien tidak mampu disembuhkan dari kebutaan, dia ingin klien bisa duduk
secara mandiri. Suami klien mengatakan akan menyiapkan pembantu lagi yang
perempuan untuk menemani klien selama dia bekerja. Suami klien mengatakan
selama klien sakit sudah membiasakan anak- anaknya untuk mandiri. Suami klien
menunjukkan ketrampilan merawat klien sesuai yang diajarkan oleh penulis dengan
baik. Suami klien sudah tidak mengeluh dalam merawat istrinya. Suami klien
mengatakan untuk pengobatan rumah sakit sudah mengurus surat keterangan tidak
mampu dirumahnya dan mengajukan permohonan dirumah sakit.
3.3 Pembahasan berdasarkan RAM
3.3.1 Mode adaptasi fisiologi
3.3.1.1 Permasalahan pertama pada mode fisiologis klien ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan interupsi aliran darah. Perumusan diagnose ini telah
disepakati oleh Black dan Hawks (2009), Sementara secara khusus Roy tidak
menyebutkan katagori dalam semua mode adaptasinya. Namun menurut analisis
penulis masuk dalam katagori diagnose untuk mode adaptasi fisiologi untuk
oksigenasi karena terkait hipoksia di otak. Pada Ny. H disebabkan oleh stimulus
perdarahan intraparenkim dibeberapa bagian di otak (PIS) yang ditunjukkan data
hasil CT Scan perdarahan intraparenkimal dibasal ganglia sinistra uk.1.86x2.2x2cm,
ruang oksipital sinistra 2x2.2x2 cm vol: +4.5 cc dan ruang parietal sinistra (1x1x1
cm/ Vol=+ 0.52 cm), subdural hygroma (chronic subdural hematom) di ruang fronto-
temporo, parietal dekstra. Perdarahan pada otak dapat memyebabkan fungsi serebral
terganggu yaitu melalui beberapa mekanisme destruksi dan kompresi jaringan otak
serta kompresi struktur vaskuler (Wahjoepramono, 2005). Adanya dekstrusi dan
kompresi pada jaringan otak dan vaskuler akan menimbulkan penurunan aliran darah
keotak (yang mensuplay nutrisi maupun oksigen di otak) sehingga menurunkan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
72
Universitas Indonesia
perfusi jaringan otak. Kejadian stroke hemoragik pada klien Ny. H diawali dengan
penyakit MDS.
Penyakit MDS klien Ny. H ditunjang oleh hasil BMP tanggal 15 Januari 2012 kesan
hasil: disentropoesis, disgranulopoesis dan distrombopoesis sesuai dengan MDS.
Pada Ny H. terjadi perdarahan intraserebral dan organ- organ lain disebabkan oleh
trombocitopenia (trombosit klien menurun pada tanggal 17/2/12 sampai 9000/L).
Mekanisme ini diikuti oleh peningkatan D- Dimer dan Fibrinogen sebagai respon
karena perdarahan (“disampaikan Dr. Martin Batubara, 12/03/12”). Klien selama di
HCU telah mendapat tranfusi TC sebanyak 10 kolf, namun masuk keruang
perawatan kelas III kadar trombosit masih rendah yaitu 135 ribu/L, hal ini karena
trombosit hanya berumur 10- 12 hari, dan pada saat ini klien masih terganggu proses
pematangan sel darahnya.
MDS yaitu sekelompok gejala heterogen akibat gangguan pembelahan hematopoetik
yang saling berkaitan. MDS merupakan penyakit pada darah dan sumsum tulang
belakang. Normalnya sumsum tulang membuat stem sel (sel immature) yang akan
berkembang menjadi sel darah yang mature, selanjutnya sel darah yang matur ini
akan berkembang menjadi stem sel lymphoid dan stem sel myeloid. Stem sel
myeloid akan berkembang menjadi tiga tipe sel darah mature yaitu sel darah merah
(yang bertugas membawa oksigen), sel darah putih (berfungsi melawan infeksi dan
penyakit) dan trombosit (yang berfungsi mencegah perdarahan). Sementara stem sel
lymphoid akan berkembang menjadi sel darah putih. MDS dianggap sebagai kondisi
pra-keganasan pada sekelompok klien yang seringkali berkembang menjadi
leukemia mieloid akut (acute myeloid leukemia, AML) ketika terjadi kelainan
genetik tambahan (Medifocus Guidebook, 2012).
Data lain yang juga menganggu adaptasi klien pada perfusi serebral adalah febris
39,5°C. Peningkatan suhu bisa menimbulkan potensiasi iskemi (Wahjoepramono,
2005). Pada klien dengan stroke fase akut suhu tubuh akan naik pada kurang lebih
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
73
Universitas Indonesia
50% (Corbett & Thornhill, 2000). Peningkatan suhu tubuh pada klien stroke pada
fase akut adalah mempunyai penyebab utama kejadian stroke itu sendiri, khususnya
pada serangan stroke yang parah (Boysen & Christensen, 2001) dan infeksi
sebelumnya atau setelah serangan stroke (Grau et al, 1995). Pada klien stroke akut
dilakukan pengukuran suhu tubuh dengan lebih sering, jika terjadi demam maka
harus dicari secara teliti kemungkinan infeksi misalnya pneumonia, infeksi saluran
kemih, plebitis, dan lain-lain.
Adapun intervensi yang penting dapat merubah stimulus adalah menyediakan cairan
resusitasi dengan hati-hati sesuai order, secara umum gunakan cairan isotonic
termasuk normal salin 0,9%, pemberian cairan yang kurang pada klien berhubungan
dengan kejadian kecacatan dan kematian (Cottingham & Bridges, 2006). Hindarkan
klien dari stress fisiologik karena dapat memicu hypoxemia. Minimalisasi stress dari
lingkungan, berikan oksigen sesuai order, dan monitor saturasi oksigen. Ambil
langkah mencegah hipovolemik dan hipotensi. Stress fisiologi sering berhubungan
dengan kondisi kritis penyakit yang disebabkan oleh mekanisme proteksi awal yang
mencurahkan darah pada organ-organ vital untuk perfusi otak dan jantung. Dan
menurunkan perfusi pada gastrointestinal serta organ non vital lainnya (Singh et al,
2008). Kaji status neurologi setiap jam atau 4 jam sekali. Tanda klinis dari serebral
vasospasme termasuk fluktuasi kesadaran, kelemahan motorik dan aphasia
(Sakowitz & Unterberg, 2006). Selanjutnya monitor perubahan status dan perilaku.
Perubahan status mental menunjukkan penurunan perfusi serebral (Goodrich &
bridges, 2006)
3.1.1.2 Diagnosa kedua adalah risiko aspirasi. Perumusan diagnose ini telah
disepakati oleh NANDA (2012), Ackley dan ladwig (2011), Black dan Hawks
(2009), serta termasuk dalam katagori diagnose untuk mode adaptasi fisiologi untuk
perilaku oksigenasi (Roy dan Andrews, 1999). Diagnosis aspirasi timbul karena
pentingnya mempertahankan jalan nafas untuk oksigenasi. Black dan Hawks (2009)
menjelaskan bahwa diagnosis ini dapat dipertimbangkan muncul jika ada penyebab
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
74
Universitas Indonesia
yang mengikuti aspirasi antara lain: kerusakan menelan, penekanan batuk dan reflek
muntah, serta penurunan kesadaran. Sedangkan Roy menyebutkan diagnose
keperawatan haruslah mengilustrasikan adaptasi dan ringkasan perilaku dari
pengkajian perilaku dan stimulus misalnya oksigenasi yang adekwat pada ujung jari
kaki kiri karena sirkulasi yang bagus pada kaki dengan jantung. Ringkasan penyebab
aspirasi tersebut terdapat pada Ny. H, dari hasil pengkajian perilaku fisiologis dan
stimulus didapatkan: stimulus penurunan kesadaran maka data perilakunya adalah
GCS 13(E3M6V4); selain itu data muntah- muntah memungkinkan aspirasi karena
adanya cairan isi perut yang masuk ke jalan nafas dalam kondisi klien yang
mengalami penurunan kesadaran sehingga kemungkinan reflek muntah tidak
adekwat. Data lain yang juga menganggu adaptasi klien pada oksigenasi adalah
febris 39,5°C yang dikuti peningkatan RR 28 x/mt sebagai mekanisme pertahanan
diri klien. Pada stroke hemoragik, demam dapat merupakan manifestasi gangguan
center thermoregulator di hipotalamus (Wahjoepramono, 2005). Namun pada klien
tidak dijumpai perdarahan pada hipotalamus sebagaimana hasil CT scan (17/2/12)
sehingga dimungkinkan peningkatan suhu adalah karena factor metabolic atau
infeksi yang belum diketahui.
adapun intervensi yang mampu merubah stimulus diagnose ini yang penting adalah
melakukan monitor pernafasan; respirasi rate, kedalaman dan usahanya. Saat itu
penulis mencatat beberapa tanda aspirasi termasuk dispnoe, batuk, sianosis,
wheezing dan demam. Menurut pendapat Ramsay et al (2005), Guy dan Smith
(2009) bahwa tanda aspirasi sebaiknya dideteksi lebih cepat lebih baik guna
mencegah aspirasi lebih lanjut dan untuk pengobatan lebih awal, hal ini bisa
mempertahankan hidup klien. Karena laryngeal pooling dan sisa pada klien dengan
disfagia, silent aspirasi (tidak menimbulkan manifestasi tersedak atau batuk) dapat
terjadi.
Kemudian ketika kesadaran sudah composmentis dan klien sudah menunjukkan
atensi penuh maka dilakukan tindakan cek menelan dan reflek muntah dengan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
75
Universitas Indonesia
merasakan tonjolan laring saat klien menelan dan hasilnya klien tidak mengalami
gangguan menelan sehingga diit peroral dapat dimulai. Cek menelan penting
dilakukan karena klien dapat mengalami aspirasi walaupun dengan reflek muntah
utuh (Wieseke & Siktberg, 2008).
3.1.1.3 Diagnosa ketiga pada Ny H adalah kerusakan mobilisasi fisik berhubungan
dengan defisit neurologi. Perumusan diagnose ini telah disepakati oleh NANDA
(2012), Ackley dan Ladwig (2011), Black dan Hawks (2009), serta termasuk dalam
katagori diagnose untuk mode adaptasi fisiologi pada perilaku aktivitas dan istirahat
(Roy dan Andrews, 1999). Menurut Black dan Hawks (2009) bahwa sebagian besar
klien mengalami kerusakan mobilitas fisik dengan beberapa tingkatan. Pada fase
awal pemulihan stroke, klien bisa menunjukkan imobilitas penuh, dan membutuhkan
bantuan, pada pemulihan berikutnya mobilitas bisa terhambat oleh satu ekstremitas
saja. Adapun penyebabnya antara lain: (1) kehilangan kekuatan otot, paralisis atau
spastic; (2) keenganan untuk bergerak karena takut cedera atau lama tidak
digunakan. Hal ini sesuai dengan kondisi pada Ny. H yang mengalami deficit
neurologi berupa kehilangan kekuatan otot pada ekstremitas kanan dan kemungkinan
klien takut jatuh karena kebutaan. Stimulus kehilangan kekuatan otot ditunjukkan
dengan perilaku klien tidak mampu ambulasi mandiri, kekuatan otot 1111
1111
5555
5555 , klien
mengatakan lengan kanan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan.
Adapun intervensi regulator yang bisa dilakukan pada klien yang immobile adalah
melakukan ROM aktif pada alat gerak yang sehat dan ROM pasif pada alat gerak
yang lemah lebih kurang 2 kali sehari kecuali ada kontraindikasi, ulang tiap gerakan
3 kali. Kondisi inaktif dapat mempercepat pengecilan otot dan merubah periarticular
dan kartilaginosa struktur sendi. Sedangkan terbentuknya kontraktur mulai setelah 8
jam kondisi immobile (Fletcher, 2005). Bantu klien mencapai mobilitas dan mulai
berjalan lebih cepat lebih baik jika tidak ada kontraindikasi. Ambulasi awal dapat
mencegah komplikasi dan lebih meningkatkan tingkat kemandirian (Radawiec et al,
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
76
Universitas Indonesia
2009). Sementara intervensi Kognator adalah mengajarkan keluarga untuk
melakukan ROM pada klien untuk mencegah kontraktur pada sendi dan
menganjurkan keluarga untuk melatih ROM.
3.1.1.4 Diagnosa keempat adalah kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
penurunan kesadaran, kelembaban, keterbatasan aktivitas, hygiene kurang.
Perumusan diagnose ini telah disepakati oleh NANDA (2012), Ackley dan Ladwig
(2011), serta termasuk dalam katagori diagnose untuk mode adaptasi fisiologi
khususnya perilaku proteksi (Roy dan Andrews, 1999). Menurut Black dan Hawks
(2009) kehilangan sensasi sebagai proteksi dan penurunan kemampuan untuk
bergerak merupakan factor resiko untuk gangguan integritas kulit. Pada Ny. H
menderita sakit sejak 2 bulan yang lalu (bulan Januari) dengan keadaan kehilangan
kesadaran dan penurunan kemampuan gerak, selain itu kondisi badannya selalu
basah oleh keringat dan higene kurang sehingga menjadi stimulus terjadinya masalah
tersebut. Adapun stimulus penurunan kesadaran ditunjukkan dengan perilaku GCS
13(E3M6V4), stimulus kondisi lembab ditunjukksn dengan klien banyak berkeringat,
stimulus keterbatan aktivitas ditunjukkan dengan kekuatan otot 1111
1111
5555
5555 , sedangkan
stimulus hygiene kurang ditunjukkan klien belum ganti baju selama 1 hari.
Adapun intervensi regulator yang dapat dilakukan untuk merubah stimulus
diantaranya adalah tidak memposisikan klien menekan area kulit yang rusak,
lakukan perubahan posisi tiap 2 jam. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin
hindari trauma, panas terhadap kulit, pergesekan dan terlalu sering membersihkan.
Intervensi ini didukung oleh evidence base bahwa jangan memposisikan klien yang
secara langsung menekan luka, lanjutkan reposisi individu terlepas dari area support
yang digunakan dan tetapkan frekuensi berdasarkan karakteristik area yang di
support dan respon individu (NPUAP,2009). Selanjutnya untuk mendukung
penyembuhan ruam- ruam yang diduga penyakit kulit, penulis melakukan kolaburasi
dengan dokter untuk pemberian terapi topical kulit.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
77
Universitas Indonesia
Sedangkan intervensi kognator yang penulis lakukan adalah edukasi klien dan
keluarga untuk pemberian nutrisi yang baik, serta mengajarkan pada klien dan
keluarga bagaimana merubah posisi setiap 2 jam. Optimalisasi intake nutrisi
termasuk kalori, lemak, protein, vitamin dibutuhkan untuk promosi penyembuhan
luka (NPUAP, 2009)
3.1.1.5 Diagnosa kelima adalah konstipasi berhubungan dengan aktivitas kurang
sekunder penurunan kesadaran, hemiparese dekstra. Perumusan diagnose ini telah
disepakati oleh NANDA (2012), Ackley dan Ladwig (2011),dan termasuk dalam
katagori diagnose untuk mode adaptasi fisiologi (Roy dan Andrews, 1999). Ackley
dan Ladwig (2011) mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang
air besar disertai dengan kesulitan atau tidak tuntas dalam mengeluarkan feses dan
atau feses terlalu keras, feses kering. Kejadian konstipasi pada penderita stroke
mencapai 30% sampai 60% (Scivoletto et al, 1997; Robain et al, 2002; Harari et al,
2004). Hasil penelitian Su, et al (2009) menyebutkan dari 154 responden stroke
yang diteliti di departemen neurologi rumah sakit dan stroke center di Guang zhou
China terdapat 55,2% klien mengalami onset baru konstipasi dalam 4 minggu setelah
awal stroke. Tiga kasus terjadi pada hari ketiga post stroke, dan insiden kumulatif
meningkat tajam pada hari ke-4 hingga ke-9 poststroke. Ackley dan Ladwig (2011)
juga menyebutkan konstipasi dapat berhubungan dengan beberapa factor, salah
satunya adalah factor disfungsional yang terdiri dari kelemahan otot abdomen,
kebiasaan mengabaikan keinginan untuk buang air besar, tidak adekwatnya toileting,
kebiasaan buang air besar tidak teratur, kurangnya aktivitas fisik, perubahan
lingkungan. Leung (2007) menyatakan konstipasi dapat disebabkan oleh penyakit
neurologi, komunikasi dan atau masalah mobilitas (contoh:. demensia, post CVA),
multiple sclerosis, parkinson’s disease, spinal cord injury, cauda equina injury,
diabetic neuropathy. Pada klien Ny H didapatkan stimulus aktivitas kurang yang
ditunjukkan dengan perilaku klien tidak mampu miring kanan-kiri secara mandiri
mobilisasi tidak adekwat.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
78
Universitas Indonesia
Intervensi regulator untuk merubah stimulus adalah mengkaji pola kebiasaan BAB
termasuk waktu dalam sehari, frekuensi, konsistensi tinja, penggunaan pencahar,
diet, latihan, intake serat dan cairan. Langkah ini penting dilakukan menurut Bleser
et al (2005) bahwa konstipasi dapat terjadi karena beberapa alasan, langkah pertama
adalah melakukan pengkajian pola buang air besar klien. Gunakan kartu bristol stool
untuk mengidentifikasi konsistensi tinja, menurut Bleser et al (2005) kartu bristol
stool sangat obyektif dalam mendeskripsikan konsistensi tinja. Lakukan cek terhadap
impaksi tinja, hal ini didukung oleh pendapat Hinrich et al (2001) bahwa pada
impaksi feses konsistensinya sangat keras dan terlalu besar untuk melewati spinchter
sehingga perlu bantuan manual untuk mengeluarkannya sebelum klien memperoleh
BAB rutin. Lakukan masase abdomen 1 kali sehari. Hal ini sesuai dengan pendapat
Liu et al (2005), masase abdomen dapat mendorong pemuatan rektum, dengan
meningkatkan tekanan intra abdomen. Dalam beberapa kasus neurologis, masase
abdomen dapat memproduksi gelombang rektum yang menstimulasi reflek somato-
autonomic dan sensasi buang air besar.
3.1.1.6 Diagnosa ke-6 adalah defist perawatan diri total berhubungan dengan
kelemahan tubuh, kehilangan fungsi penglihatan sekunder stroke hemoragik dan
perdarahan retina. Perumusan diagnose ini telah disepakati oleh NANDA (2012),
Ackley dan Ladwig (2011), Black dan Hawks (2009), serta termasuk dalam katagori
diagnose untuk mode adaptasi fisiologi (Roy dan Andrews, 1999). Menurut Black
dan Hawks (2009) deficit perawatan diri bisa seputar ketidakmampuan mencapai
kemandirian dengan ekstremitas yang lemah. Diagnose ini berlaku jika pencapaian
hasil bisa diperoleh. Oleh karena itu klien dengan paralisis lengkap dan deficit
kognitif tidak dapat menunjukkan deficit perawatan diri. Pada klien Ny H
didapatkan stimulus kelemahan tubuh yang ditunjukkan dengan perilaku klien tidak
mampu menggunakan anggota tubuhnya yang kuat untuk merawat diri atau
memenuhi kebutuhannya, aktifitas klien dilakukan di atas tempat tidur, aktifitas
sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan keluarga.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
79
Universitas Indonesia
Intervensi yang dilakukan untuk merubah stimulus adalah menyediakan bantuan
sampai dengan klien mampu melakukan perawatan diri. Menurut Black dan Hawks
(2009) pada awal klien terkena stroke dibutuhkan pertimbangan bantuan terhadap
seluruh aktivitas perawatan diri termasuk mandi, makan, dan berhias, Gunakan
pengulangan rutinitas kesehatan secara konsisten sebagai cara untuk menetapkan
klien. Ajarkan klien dan keluarga untuk mandiri. Sementara intervensi kognator
antara lain Dorong kemandirian namun intervensi jika klien tidak mampu untuk
menampilkannya. Dorong klien untuk menunjukkan penampilan normal dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari- hari sesuai tingkat kemampuannya. Menurut
Black dan Hawks (2009) aktivitas ini membantu memelihara kemandirian perawatan
diri, mencegah komplikasi dari immobilitas dan meningkatkan harga diri klien..
3.1.2 Mode adaptasi fungsi peran
Diagnosa keperawatan ke-7 adalah ketidak efektifan manajemen terapi keluarga
berhubungan dengan defisit neurologik klien, pengobatan yang kompleks,
ketidaktahuan individu dan keluarga tentang penyakit, regimen terapi, dan
pembiayaan pengobatan klien di rumah sakit. Perumusan diagnose ini telah
disepakati oleh NANDA (2012), Ackley dan Ladwig (2011), dan termasuk dalam
katagori diagnose untuk mode adaptasi fungsi peran (Roy dan Andrews, 1999).
NANDA merevisi diagnose ini terakhir tahun 1992, definisi diagnose ini adalah
pola proses keluarga dalam meregulasi dan mengintegrasi pengobatan penyakit dan
kecacatan serta dalam menemukan tujuan kesehatan utama yang tidak memuaskan
(NANDA, 2012). Stimulus yang ditunjukkan keluarga atau suami Ny H adalah
defisit neurologik klien, pengobatan yang kompleks, ketidaktahuan individu dan
keluarga tentang penyakit, regimen terapi, dan pembiayaan pengobatan klien di
rumah saki dengan bentuk perilaku keluarga mempertanyakan proses pengobatan
yang kompleks dan lama, bagaimana harapan kesembuhan mata klien, telah 3 kali
pindah rumah sakit untuk pengobatan klien, suami klien menanyakan kesembuhan
seperti apa yang bisa diharapkan disini.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
80
Universitas Indonesia
Intervensi kognator yang dilakukan mampu merubah stimulus menjadi adaptif
adalah review dengan anggota keluarga mana perilaku yang selaras dan mana yang
tidak. Untuk mencapai motivasi yang dibutuhkan dalam perubahan kebiasaan sehat,
anggota keluarga haruslah mengerti hubungan antara kebiasaan sehari-hari dengan
tujuan kesehatan terkait (Wright & Leahey (2005). Intervensi berikutnya adalah
review gejala pada penyakit yang khusus dan kembangkan self-efficaccy keluarga
yang bagus dalam kaitannya dengan gejala tersebut. Pengetahuan tentang gejala
dapat mengembangkan anggota keluarga untuk menyesuaikan perilaku dalam
mencegah dan memanajemen gejala ( Lubkin & Larsen, 2006)
3.4 Analisis Penerapan RAM pada 33 kasus neurologi
Penerapan model adaptasi Roy pada 33 kasus dengan masalah neurologis telah
penulis laksanakan di ruang perawatan teratai lantai VI dan IGD RSUP Fatmawati
Jakarta. Ketiga puluh tiga kasus tersebut terdiri dari 11 kasus stroke hemorragik, 9
kasus stroke iskemia, 5 kasus trauma kepala, 5 kasus infeksi, dan 3 kasus tumor .
Penulis melaksanakan asuhan keperawatan dengan pendekatan RAM yaitu mengkaji
perubahan mode adaptif (fisiologis, peran, konsep diri dan interdependensi),
pengkajian stimulus, menetapkan diagnosa keperawatan, merencanakan intervensi,
melakukan implementasi dan dilanjutkan dengan mengevaluasi klien.
3.4.1 Mode adaptasi fisiologis
3.4.1.1 oksigenasi
Oksigenasi melibatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen, dan proses dasar hidup
dari ventilasi, perubahan gas dan proses dari transport gas. Diagnosa pada area
oksigenasi penderita stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan Ladwig (2011) dan
sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 2 diagnosa yaitu risiko aspirasi dan risiko
perubahan perfusi jaringan serebral. Menurut Black dan Hawks (2009) hanya ada 2
diagnosa yaitu Risiko aspirasi dan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. Namun
Roy (Roy & Andrews, 1999) dalam RAM menetapkan 5 diagnosa untuk oksigenasi
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
81
Universitas Indonesia
yaitu risiko aspirasi, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidak efektifan pola
nafas, kerusakan pertukaran gas. Sedangkan diagnosa risiko perubahan perfusi
serebral dan ketidak efektifan perfusi serebral tidak tertera dalam semua mode RAM.
Diagnosa keperawatan secara umum timbul pada 11 orang klien dengan stroke
hemoragik dan 9 orang dengan stroke infark adalah risiko aspirasi, ketidakefektifan
bersihan jalan nafas, ketidak efektifan pola nafas, kerusakan pertukaran gas, risiko
perubahan perfusi serebral dan ketidak efektifan perfusi serebral, namun yang
tersering adalah risiko aspirasi, ketidakefektifan perfusi serebral dan risiko
perubahan perfusi serebral. Sedangkan diagnosa ketidak efektifan bersihan jalan
nafas ketidak efektifan pola nafas, dan kerusakan pertukaran gas lebih sering pada
klien stroke perdarahan yang sudah mengalami herniasi otak, dan stroke infark yang
luas. Adapun stimulus dan perilaku terkait diagnosa tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. Diagnosa risiko perubahan perfusi serebral dan ketidakefektifan perfusi serebral.
Perfusi serebral adalah hal yang paling kritis dalam mempertahankan hidup dan
outcome jangka panjang, dan hal ini seharusnya menjadi prioritas nomor 1 dalam
merawat klien stroke akut (Black & Hawks, 2009). Pada 11 orang klien dengan
stroke hemoragik rata- rata memiliki stimulus memiliki stimulus fokal yang hampir
sama yaitu interupsi aliran darah di otak, dengan menunjukkan perilaku yang sesuai
dengan area yang mengalami perdarahan dan luasnya perdarahan, serta volume
perdarahan, stimulus fokal yang berat adalah adanya PTIK akibat herniasi otak
sebagai dampak meluasnya perdarahan. Sedangkan stimulus kontekstual terdiri dari
penyakit penyerta lain yang mempunyai faktor risiko pada stroke hemoragik seperti
Hipertensi, DM ataupun gangguan darah. Stimulus residual biasanya disebabkan
oleh resiko timbulnya masalah dalam hal ini penulis lebih memahami penyebab
stimulus kontekstual seperti gaya hidup yg tidak sehat seperti perokok, kebiasaan
makanan berlemak dan konsumsi narkoba.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
82
Universitas Indonesia
Sedangkan pada 9 orang klien dengan stroke infark stimulus fokal yang hampir sama
yaitu interupsi aliran darah di otak, dengan menunjukkan perilaku yang sesuai
dengan area yang mengalami infark dan luasnya infark, stimulus fokal yang berat
adalah adanya PTIK akibat herniasi otak sebagai dampak edem otak yang luas.
Sedangkan stimulus kontekstual terdiri dari penyakit penyerta lain yang mempunyai
faktor risiko pada stroke infark seperti hipertensi, DM, atrial fibrilasi, obesitas,
hiperkolesterolimia. Stimulus residual perokok, kebiasaan makanan berlemak dan
konsumsi narkoba.
Pada 5 orang klien dengan trauma kepala stimulus fokal adalah PTIK akibat EDH
atau SDH, herniasi otak sebagai dampak penekanan volume darah pada otak.
Sedangkan stimulus kontekstual terdiri dari penyakit penyerta lain yang mempunyai
faktor risiko pada trauma kepala seperti hipertensi, DM, riwayat stroke. Stimulus
residual kebiasaan minum alkohol dan konsumsi narkoba.
Pada 5 kasus infeksi otak hampir seluruhnya mengalami masalah risiko perubahan
perfusi serebral dengan stimulus fokal berkaitan PTIK akibat peningkatan cairan
serebrospinal yang menekan struktur otak sehingga menyebabkan aliran darah diotak
terganggu stimulus kontekstual terdiri dari penyakit penyerta lain yang mempunyai
faktor risiko pada infeksi otak seperti riwayat tuberculose paru (pada 3 kasus), HIV
(pada 1 kasus), riwayat cedera (pada 1 kasus). Stimulus residual perokok, kebiasaan
minum alkohol, dan konsumsi narkoba suntik dan oral.
2. Risiko aspirasi terjadi pada 7 orang stroke hemoragik (dari total 11 orang), 6
orang klien stroke infark (dari total 9 orang), 3 orang klien dengan infeksi otak (dari
5 klien infeksi otak/ meningo ensefalitis), 4 orang klien dengan trauma kepala (dari 5
orang klien cedera kepala) dan 4 orang dengan SOL. stimulus fokalnya lebih sering
kerusakan menelan, penurunan kesadaran dan reflek muntah tidak utuh. Hal ini
sesuai dengan pendapat Black dan Hawks (2009) menjelaskan bahwa diagnosis ini
dapat dipertimbangkan muncul jika ada penyebab yang mengikuti aspirasi antara
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
83
Universitas Indonesia
lain: kerusakan menelan, penekanan batuk dan reflek muntah, serta penurunan
kesadaran. Adapun perilaku yang bisa ditunjukkan adalah pengukuran GCS turun,
parese pada N V,VII,IX,X,XII.
3.4.1.2 Nutrisi
Meliputi serangkaian proses yang terintegrasi dimana berhubungan dengan
pencernaan (ingesti dan asimilasi makanan) dan metabolisme (ketentuan dari energi,
pertumbuhan jaringan, dan regulasi proses metabolik) (Roy & Andrews, 1999;
Servonsky, 1984a). Diagnosa pada area nutrisi penderita stroke yang dirumuskan
oleh Ackley dan Ladwig (2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 1
diagnosa yaitu kerusakan menelan. Sedangkan menurut Black dan Hawks (2009) dan
sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 1 diagnosa yaitu perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan. Sementara dirumuskan oleh Roy dan Andrews (1999) sesuai dengan
NANDA (2012) ada 3 diagnosa yaitu kerusakan menelan, perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan dan perawatan diri makan.yang paling umum adalah kerusakan
menelan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan sementara untuk perawatan diri
makan biasanya kompleks dengan perawatan diri mandi/ higiene, berpakaian dan
berhias.
Pada aplikasi di ruangan ke-2 diagnosa tersebut terjadi kasus stroke, infeksi otak,
SOL dan cedera kepala dengan penjelasan sebagai berikut: .
1. Diagnosa kerusakan menelan dari 11 orang klien dengan stroke hemoragik
terdapat 3 orang, pada 9 orang dengan stroke infark terdapat 4 orang, pada
penderita SOL, cedera kepala dan Infeksi otak tidak dijumpai.
2. Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan. Pada 11 orang klien dengan
stroke hemoragik terdapat 2 orang, pada 9 orang dengan stroke infark terdapat 3
orang, pada 3 orang penderita SOL seluruhnya mengalami masalah nutrisi, pada
klien cedera kepala tidak dijumpai, dan Pada 5 orang klien infeksi otak terdapat
3 orang.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
84
Universitas Indonesia
3.4.1.3 Eliminasi
Diagnosa pada area eliminasi penderita stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan
Ladwig (2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 3 diagnosa yaitu
konstipasi, incontinensia urine reflek dan inkontinensia urine fungsional. Sedangkan
menurut Roy dan Andrews (1999) sesuai dengan NANDA (2012) ada 6 diagnosa
yaitu diagnosa tersebut ditambah inkontinensia fokal, retensi urine, dan defisit
perawatan diri toileting. Diagnosa yang umum terjadi pada 33 klien gangguan
neurologi adalah konstipasi, inkontinensia fecal, dan inkontinensia urine fungsional,
sementara incontinensia urine reflek ditemukan hanya pada 1 kasus dengan
kecurigaan keganasan pada medula spinalis. Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut:
1. Diagnosa konstipasi terjadi pada klien dengan stroke hemoragik sejumlah 3
orang, pada klien stroke infark sejumlah 4 orang, pada klien SOL, penderita infeksi
serta cedera kepala tidak didapatkan. Pada penderita stroke dapat terjadi konstipasi
hingga mencapai 30% sampai 60% (Scivoletto et al, 1997; Robain et al, 2002;
Harari et al, 2004). Sementara Su, et al (2009) melakukan penelitian di departemen
neurologi rumah sakit dan stroke center di Guang zhou China mendapatkan hasil
dari 154 responden stroke terdapat 55,2% klien mengalami onset baru konstipasi
dalam 4 minggu setelah awal stroke. Pada hari ketiga poststroke terdapat 3 kasus,
dan insiden kumulatif meningkat tajam pada hari ke-4 hingga ke-9 poststroke.
2. Diagnosa inkontinensia fecal terjadi pada klien dengan stroke hemoragik
sejumlah 1 orang, pada klien stroke infark sejumlah 1 orang, pada klien cedera
kepala sejumlah 1 orang, pada klien SOL dan pada penderita infeksi serta tidak
didapatkan. Menurut Ayers T, Wells M (2007) penderita stroke dapat mengalami
inkontinensia fekal yaitu 56% pada masa akut individu setelah stroke, 11% pada 3
bulan pertama dan < 22% pada 12 bulan pertama
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
85
Universitas Indonesia
3.4.1.4 Aktivitas/ istirahat
Diagnosa pada area aktivitas dan istirahat penderita stroke yang dirumuskan oleh
Ackley dan Ladwig (2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) ada 5 diagnosa yaitu
kerusakan mobilitas fisik, kerusakan berpindah, kerusakan berjalan, defisit
perawatan diri mandi/ higiene dan berpakaian dan risiko disuse simdrome.
Sedangkan menurut Black dan Hawks (2009) dan sesuai dengan NANDA (2012)
hanya ada 1 diagnosa yaitu kerusakan mobilitas fisik. Sementara dirumuskan oleh
Roy dan Andrews (1999) sesuai dengan NANDA (2012) ada 4 yaitu kerusakan
mobilitas fisik, defisit perawatan diri mandi/ higiene, berpakaian dan risiko disuse
simdrome, serta gangguan pola tidur.
Diagnosa yang umum terjadi pada pada klien dengan gangguan persarafan adalah
adalah kerusakan mobilitas fisik yang dapat didefinisikan sebagai keterbatasan pada
kemandirian dan untuk secara sengaja menggerakkan ekstremitas satu atau lebih
(Ackley & Ladwig, 2011). Dari total 9 orang klien dengan stroke hemoragik yang
mendapat diagnosa ini 7 orang, dimana 1 orang mengalami disuse sindroma (klien
mengalami vegetatif state) dan 2 orang meninggal. Pada stroke infark terdapat 8
orang dan pada SOL terjadi pada seluruh klien. Pada klien cedera kepala hanya 1
orang yang mengalaminya, dan pada klien dengan infeksi hanya ada 1 yang
mengalaminya.
3.4.1.5 Proteksi
Diagnosa pada proteksi penderita stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan Ladwig
(2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 1 diagnosa yaitu kerusakan
integritas kulit. Sedangkan menurut Black dan Hawks (2009) dan sesuai dengan
NANDA (2012) hanya ada 2 diagnosa yaitu risiko kerusakan integritas kulit dan
hipertemia. Sementara dirumuskan oleh Roy dan Andrews (1999) yang sesuai
dengan NANDA (2012) adalah 3 diagnosa tersebut. Pada klien dengan gangguan
persarafan ketiga diagnosa tersebut muncul. Diagnosa yang paling sering adalah
risiko kerusakan integritas kulit. Diagnosa ini terjadi pada 7 orang klien dengan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
86
Universitas Indonesia
stroke hemoragik, 5 orang pada klien stroke infark, 2 orang pada klien SOL, dan 1
orang dengan infeksi otak, namun tidak terjadi pada klien cedera kepala
3.4.1.6 Sensori/pengindraan
Diagnosa pada proteksi penderita stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan Ladwig
(2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 2 diagnosa yaitu perubahan
persepsi sensori dan kerusakan komunikasi verbal. Menurut Black dan Hawks,
(2009) ada 2 diagnosa komunikasi verbal dan risiko injuri. Sedangkan dirumuskan
oleh Roy dan Andrews (1999) dan sesuai dengan NANDA (2012) ada 3 diagnosa
yaitu perubahan persepsi sensori dan kerusakan komunikasi verbal dan nyeri. Pada
klien dengan stroke diagnose yang paling sering terjadi adalah kerusakan
komunikasi karena mengalami afasia. Diagnosa kerusakan komunikasi verbal terjadi
pada 4 orang dengan stroke hemoragik, 2 orang stroke infark, 1 orang pada SOL, dan
tidak terjadi pada klien dengan cedera kepala dan infeksi.
Sementara diagnose Nyeri terjadi pada seluruh klien dengan infeksi otak dan cedera
kepala. Risiko injuri terjadi pada seluruh klien dengan cedera kepala.
3.4.1.7 Cairan dan elektrolit
Diagnosa pada cairan dan elektrolit pada klien stroke yang dirumuskan oleh Roy dan
Andrews (1999) adalah 2 diagnosa sesuai dengan NANDA (2012) adalah defisit
volume cairan dan risiko defisit volume cairan. Diagnosa defisit volume cairan
hanya dijumpai pada 1 kasus stroke infark karena sudah lama sakit dirumah dan
sehari tidak mendapat intake cairan dan makanan yang adekwat.
3.4.1.8 Fungsi neurologi
Diagnosa pada fungsi neurologi adalah kerusakan memori (Ackley & Ladwig, 2011;
NANDA, 2012) dan konfusi akut (Roy & Andrews, 1999; Ackley & Ladwig, 2011;
NANDA, 2012). Diagnosa yang umum adalah konfusi akut penulis temui pada 4
orang klien dengan cedera kepala, dari total 5 orang. Diagnose ini timbul karena
stimulus penggunaan alcohol, delirium dan penyalah gunaan obat.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
87
Universitas Indonesia
3.4.1.9 Fungsi endokrin
Diagnosa pada fungsi endokrin risiko tidak stabil kadar glukosa darah (NANDA,
2012). Diagnose ini tidak terjadi pada klien yang dirawat oleh penulis.
3.4.2 Mode adaptasi konsep diri
Diagnosa mode ini pada klien stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan Ladwig
(2011) dan sesuai dengan NANDA (2012), Roy dan Andrews (1999) adalah
Gangguan gambaran diri, berduka antisipatori (disfungsional) serta cemas.
Sedangkan yang dirumuskan oleh Roy dan Andrews (1999) serta disepakati
NANDA (2012) adalah gangguan harga diri dan distress spiritual. Pada mode ini
masalah umumnya adalah berduka, antisipatori pada 1 orang klien dengan SOL.
Diagnose lainnya adalah Cemas yang terjadi pada 2 orang klien stroke hemoragik,
dan 2 orang klien stroke hemoragik.sementara pada klien dengan infeksi otak
seluruhnya mengalami cemas distimulus oleh akan dilakukan tindakan lumbal
pungsi. Sementara diagnose lainnya tidak dijumpai oleh penulis.
3.4.3 Mode adaptasi fungsi peran
Diagnosa mode fungsi peran pada klien stroke yang dirumuskan oleh Ackley dan
Ladwig (2011) dan sesuai dengan NANDA (2012) hanya ada 2 diagnosa yaitu
ketegangan peran pengasuh dan ketidak efektifan managemen kesehatan individu.
Sementara dirumuskan oleh Roy dan Andrews (1999) ada 4 diagnosa sesuai dengan
NANDA (2012) adalah 2 diagnosa tersebut dan perubahan penampilan peran serta
ketidak efektifan managemen keluarga. Pada mode ini hanya ada 2 diagnosa yang
penulis temukan yaitu ketidakefektifan managemen kesehatan individu dan ketidak
efektifan managemen keluarga. Pada diagnosa ketidakefektifan managemen
kesehatan individu terjadi pada 1 orang klien dengan stroke hemoragik dan 1 orang
pada klien infeksi otak. Diagnosa ketidakefektifan managemen keluarga terjadi pada
1 orang klien dengan SOL dan 1 orang pada klien CKS.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
88
Universitas Indonesia
3.4.3 Mode adaptasi interdependen
Diagnosa pada mode ini yang dirumuskan oleh Ackley dan Ladwig (2011) dan
sesuai dengan NANDA (2012), Roy dan Andrews (1999) adalah kerusakan interaksi
social, koping individu tidak efektif, perubahan proses dalam keluarga dan
kerusakan pemeliharaan rumah (Roy & Andrews, 1999; Ackley & Ladwig, 2011;
NANDA, 2012). Pada mode ini penulis tidak menemukan diagnose terkait.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa dari 45 diagnosa yang
dapat terjadi pada klien dengan gangguan neurologis terutama pada kasus stroke
hemoragik menurut mode diatas, yang penulis temui terjadi pada klien yang dirawat
penulis hanya 25 diagnosa, yaitu risiko aspirasi, kerusakan pertukaran gas, risiko
perubahan perfusi jaringan serebral, perfusi jaringan serebral tidak efektif,
inkontinensia fecal, konstipasi, inkontinensia urine disfungsional, inkontinensia
urine reflek, deficit perawatan diri toileting, deficit perawatan diri total, kerusakan
mobilitas fisik, risiko disuse syndrome, kerusakan integritas kulit, kerusakan
komunikasi verbal, Nyeri, risiko injury, deficit volume cairan, konfusi akut, berduka,
cemas, ketidak efektifan manajemen kesehatan individu dan ketidak efektifan
manajemen keluarga.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
89 Universitas Indonesia
BAB 4
PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PADA GANGGUAN
SISTEM PERSARAFAN
Bab ini akan menggambarkan penerapan evidence based nursing pada gangguan persarafan
khususnya pasien stroke. Evidence based nursing yang akan diterapkan pada pasien stroke
adalah masase abdomen dalam mengatasi konstipasi. Stroke bisa memberikan berbagai
dampak ketidak mampuan tubuh menjalankan beberapa fungsinya karena gangguan pada
pusat kendali di otak. Salah satunya adalah penderita stroke mengalami konstipasi.
Konstipasi adalah gangguan motilitas pada saluran pencernaan dengan karakteristik
kesulitan atau penurunan frekuensi buang air besar ( kurang dari tiga kali setiap minggu).
(Liu et al, 2005; Southwell et al, 2009). Konstipasi bisa disebabkan oleh perubahan diet,
pengobatan, perubahan rutinitas, operasi abdomen atau stress emosional akut. Konstipasi
yang berlangsung lama secara umum terjadi karena penyakit, spastisitas otot, obstruksi
fisik, kontraksi lambat atau factor lain yang yang menyebabkan feses yang melalui kolon
bergerak lebih lambat dari normal sampai saat tiba pada akhir usus besar menjadi
kehilangan banyak air sehingga menjadi keras, kering dan sulit untuk dikeluarkan (Leung,
2007).
Kejadian konstipasi pada penderita stroke mencapai 30% sampai 60% (Scivoletto et al,
1997; Robain et al, 2002; Harari et al, 2004). Hasil penelitian Su et al (2009) menyebutkan
dari 154 responden stroke yang diteliti di departemen neurologi rumah sakit dan stroke
center di Guang zhou China terdapat 55,2% pasien mengalami onset baru konstipasi dalam
4 minggu setelah awal stroke. Tiga kasus terjadi pada hari ketiga poststroke, dan insiden
kumulatif meningkat tajam pada hari ke-4 hingga ke-9 poststroke.
Konstipasi pada pasien stroke terkait dengan gangguan pada system saraf pusat. Pada
stroke dapat terjadi kelemahan pada otot abdomen dan pelvic serta hipomotilitas yang
tergantung pada lokasi lesi. Rektum bilateral diinervasi pada kortex motor dengan
representasi asimetrik dan dominasi unilateral. Tidak pasti apakah asimetris ini
menyumbang kesulitan defekasi setelah cedera kepala, atau apabila terdapat injuri nervus
pudendal unilateral menyebabkan gangguan pada otot dasar pelvis (Thompson, 2006). Lesi
mempengaruhi pusat defekasi pontine menganggu urutan komponen buang air besar
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
90
Universitas Indonesia
simpatis dan parasimpatis dan merusak koordinasi gerakan peristaltic dan relaksasi dari
otot dasar pelvic dan spinkter eksterna.
Pada pasien stroke ischemic disfungsi kolorektal bisa disebabkan kombinasi lesi saraf pusat
atau perifer, immobilitas, atau perubahan kebiasaan diet. Konstipasi pada pasien stroke
merupakan gangguan modulasi saraf pada motilitas kolon. Waktu transit kolon memanjang
terutama pada kolon sebelah kanan. Mekanisme dari pseudo obstruksi intestinal merusak
neuron enteric, otot halus atau keduanya. Dapat disimpulkan pada stroke iskemik terjadi
gangguan control neural pada motilitas GI melalui interupsi atau perubahan arus informasi
diantara kortek dan system GI (Schaller et al, 2004).
Selain terkait lokasi lesi, konstipasi pada penderita stroke dapat disebabkan oleh pemakaian
obat. Ada beberapa factor yang menjadi resiko konstipasi pada pasien stroke yaitu usia tua,
menggunakan beberapa obat-obatan, dehidrasi, dan inaktivitas fisik (Winge et al, 2003).
Obat yang berkontribusi timbulnya konstipasi pada pasien stroke antara lain diuretik, zat
besi, antihypertensi, antipsikotik, antikolinergik, antikonvulsi, opioids and ganglionic
blockers (Winge et al, 2003). Tricyclic antidepressant dapat menginduksi konstipasi dengan
memblokade reuptake norepinephrine atau serotonin. Antidepresan lain termasuk
amitriptyline, serta selective serotonin reuptake inhibitors, mempengaruhi sensitivitas
visceral dan motilitas (Quander et al, 2005). Sembilan puluh lima persen pasien yang
mendapatkan opioid mengalami konstipasi. Verapamil, merupakan calcium channel
blocker, menyebabkan konstipasi dengan memperlambat waktu transit gastro intestinal (GI).
Antasida yang mengandung aluminum menyebabkan konstipasi karena agen konstriksi.
Diuretik menyebabkan konstipasi karena kehilangan cairan yang menyebabkan konstipasi.
Pada penelitian yang lain konstipasi pada penderita stroke berhubungan dengan barthel
indek. Barthel indek merupakan alat standar yang digunakan untuk mengukur status
fungsional pada aktivitas kehidupan sehari- hari. Individu mendapatkan skor dari
penampilan yang ditampakkan pada beberapa area mulai dari skor 0 (tergantung) sampai
100 (mandiri). Studi prospektif yang dilakukan oleh Robain et al (2002) melaporkan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
91
Universitas Indonesia
konstipasi pada pasien stroke di pusat rehabilitasi sangat kuat berhubungan dengan barthel
index, dimana semakin turun angka konstipasi sejalan dengan semakin tinggi angka barthel
indek.
Dampak konstipasi dapat secara fisik maupun psikologis menimpa pasien dan keluarganya.
konstipasi memberikan dampak negative pada kualitas hidup dan dan akan membatasi
aktivitas social pasien (Wiesel et al, 2001).
Penanganan konstipasi di upayakan dengan beberapa cara, penanganan secara umum
menggunakan laksativ, namun penggunaan laksativ jangka panjang dapat menimbulkan
efek samping yang berbahaya yaitu konstipasi dan impaksi feses. Sementara intervensi
keperwatan dilakukan dengan meningkatkan intake serat, cairan yang cukup, meningkatkan
asupan diet sesuai kebutuhan, serta mobilisasi Metode lain untuk mengatasi konstipasi
yang sampai saat ini belum pernah dilakukan di ruang neurologi lantai 6 rumah sakit
fatmawati adalah masase abdomen. Pada beberapa penelitian metode ini dapat diterima
karena beberapa alasan yaitu tidak membutuhkan perawatan lama, dan kemungkinan
merupakan terapi yang diinginkan karena tidak mahal, non invasive, bebas dari efek
samping yang membahayakan, dapat dilakukan oleh pasien sendiri (Sinclair, 2010).
Artikel yang ditulis oleh Sinclair (2010) berdasarkan sains review sejak tahun 1999
hingga saat ditampilkan menunjukkan bahwa masase abdomen dapat menstimulasi
peristaltic, menurunkan waktu transit kolon, meningkatkan frekuensi buang air besar, dan
menurunkan rasa tidak nyaman serta nyeri pada pasien konstipasi. Dari hasil laporan
individual menunjukkan bahwa masase abdomen efektif untuk pasien konstipasi dengan
berbagai diagnosis fisiologik abnormal serta konstipasi fungsional jangka panjang.
Sementara menurut Liu et al (2005), masase abdomen dalam beberapa kasus neurologis
dapat memproduksi gelombang rektum yang menstimulasi reflek somato-autonomic dan
sensasi buang air besar.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
92
Universitas Indonesia
Sistem saraf otonom mempersarafi usus besar kecuali sfingkter eksterna yang berada dalam
pengendalian voluntary. Serabut parasimpatis berjalan melewati saraf vagus kebagian
tengah kolon tranversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral menyuplai
bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf splangnikus.
Sinaps serabut ini ada dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, lalu serabut pascaganglionik
menuju kolon (Price & Wilson,2006).
Kontrol neurologis (refleks). saluran pencernaan adalah unik daripada sistem organ lain,
karena fungsi usus dipengaruhi dan diubah oleh lingkungan luar. Sebagian besar fungsinya
tidak di bawah kontrol langsung dari otak namun fungsi saluran pencernaan dengan
komponen saraf intrinsik dan ekstrinsik. Saraf intrinsik mengontrol aktivitas usus yang
paling dasar, sementara saraf ekstrinsik memodulasi aktivitas visceral melalui fungsi
simpatis dan parasimpatis (Winge et al, 2003). Reflek GI (gastro intestinal) dimediasi oleh
ekstrinsik jalur saraf vagus atau splanchic. Sumbu otak-usus mengubah fungsi di area tidak
berada di bawah peraturan sukarela. Stres yang disebabkan oleh kekuatan eksternal dapat
mengubah motilitas GI serta fungsi kekebalan usus (Thompson, 2006).
Sistem saraf enterik dan hubungannya dengan sistem simpatis dan parasimpatis mendukung
tiga jenis refleks pencernaan penting untuk kontrol bowel dan buang air besar. Kelompok
pertama refleks terjadi dalam sistem saraf enterik dan kontrol GI. Sekresi, gerak peristaltik,
dan pencampuran kontraksi kelompok kedua refleks perjalanan dari usus ke ganglia
simpatik prevertebral dan kembali ke saluran pencernaan. Refleks gastrocolic mengirimkan
sinyal dari perut menyebabkan evakuasi dari usus besar. Refleks enterogastric dari usus
besar dan usus kecil menghambat motilitas lambung dan sekresi. Reflek colonoileal
mencegah pengosongan isi ileum ke dalam kolon. Kelompok ketiga refleks berjalan dari
usus ke batang otak dan kemudian kembali ke saluran pencernaan. Ini termasuk reflek pada
lambung dan duodenum yang mengontrol motorik lambung dan aktivitas sekretori. Reflek
defekasi menghasilkan kontraksi usus, dubur dan perut yang diperlukan untuk buang air
besar. Kontrol saraf intrinsik diubah oleh sinyal dari otak ke sistem saraf otonom yang
innervates saluran pencernaan (Guyton & Hall, 1997).
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
93
Universitas Indonesia
Kontrol motor otomatis system saraf enterik saluran pencernaan mengatur fungsi sekresi,
dan memungkinkan usus untuk terus berfungsi secara terpisah dari suplai saraf ekstrinsik
nya. Aktivitas usus bergantung pada tindakan terkoordinasi dari berbagai bagian dari sistem
saraf, termasuk pleksus intramural pada dinding usus, sistem saraf otonom, dan sistem saraf
sukarela. Otak manusia dapat menghambat pusat tulang belakang sacral untuk menurunkan
aktivitas peristaltik dengan sukarela meningkatkan nada sfingter anal dan relaksasi usus
besar, menyebabkan dorongan untuk buang air besar menghilang (Folden, 2003)
Peregangan rektum oleh feses akan mencetuskan kontraksi reflex otot-otot rectum dan
keinginan buang air besar. Pada manusia, persarafan simpatis ke sfingkter ani internus
bersifat eksitatorik, sedangkan persarafan parasimpatis bersifat inhibitorik. Sfingkter
melemas sewaktu rectum teregang. Persarafan ke sfingkter ani eksternus datang dari nervus
pudendus. Sfingkter dipertahankan dalam keadaan kontraksi tonik, dan peregangan sedang
rectum meningkatkan kekuatan kontraksinya. Keinginan berdefekasi pertama kali muncul
saat tekanan rectum meningkat sampai sekitar 18 mmHg, apabila tekanan sudah mencapai
55 mmHg maka sfingkter internus dan eksternus melemas dan isi rectum terdorong keluar
(Winge et al, 2003).
4.1 Hasil journal reading
Penerapan masase abdomen pada pasien stroke berdasarkan jurnal “The effects of
abdominal meridian massage on constipation among CVA patients” yang dilakukan oleh
Jeon & Jung (2005). Adapun tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi efek masase
abdomen untuk meringankan kondisi konstipasi pada pasien stroke. Jurnal pendukung
lainnya adalah “Effects of abdominal massage in management of constipation- A
randomized controlled trial” yang dilakukan oleh Lamas et al tahun 2009. Adapun tujuan
dari penelitian tersebut diatas adalah untuk mengidentifikasi efek dari masase abdomen
pada fungsi gastrointestinal dan intake laksative pada pasien dengan konstipasi.
Penelusuran literatur melalui google dengan kata kunci abdominal massage kemudian
melalui pubmed http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15778565. Selanjutnya dapat
mengunduh jurnal The effects of abdominal meridian massage on constipation among CVA
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
94
Universitas Indonesia
patients” yang dilakukan oleh Jeon & Jung (2005), namun masih dalam bahasa asli korea.
Sedangkan melalui federated search http://ui.deepwebaccess.com/ui/ data bases; Science
direct. Kata kunci yang digunakan yaitu: abdominal massage and stroke. Salah satu hasil
penelusuran yang ditemukan adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh Lamas et al tahun
2009 tentang “Effects of abdominal massage in management of constipation- A randomized
controlled trial”. Selanjutnya hasil penelitian tersebut akan diterapkan pada pasien Stroke
yang menjalani perawatan di rumah sakit.
Abdominal massage dengan swedia massage merupakan salah satu tehnik massage
abdomen yang efektif untuk meringankan konstipasi. Keefektifan masase Swedia didukung
oleh beberapa penelitian RCT antara lain Lamas et al (2009), Emly (2001, 2006), Preece
(2002). Teknik yang digunakan dalam studi yang berbeda bervariasi sampai batas tertentu:
misalnya, Lamas et al (2009) menggunakan terutama tekanan ringan, Effleurage dari
abdomen untuk total 7 menit, sementara Emly (2001, 2006) menggunakan tekanan moderat
Effleurage, menguleni dan getaran, dengan total 15 sampai 20 menit, sementara Preece
(2002) menggunakan masase pendorong, dengan total 10 menit. Sementara itu efektifitas
dan efek masase abdomen dapat dijelaskan berdasarkan artikel yang ditulis Sinclair (2010),
beliau telah melakukan sains review sejak tahun 1999 hingga saat ditampilkan menunjukkan
bahwa masase swedia adalah efektif. Menurut beliau masase abdomen dapat menstimulasi
peristaltic, menurunkan waktu transit kolon, meningkatkan frekuensi buang air besar, dan
menurunkan rasa tidak nyaman serta nyeri pada pasien konstipasi. Dari hasil laporan
individual menunjukkan bahwa masase abdomen efektif untuk pasien konstipasi dengan
berbagai diagnosis fisiologik abnormal serta konstipasi fungsional jangka panjang.
Penelitian masase abdomen pada penderita stroke dilakukan oleh Jeon & Jung (2005) studi
ini mempelajari efek meridian masase abdomen terhadap konstipasi pada penderita stroke.
Penelitian ini menggunakan 31 penderita stroke yang terbagi 16 orang pada grup intervensi
dan 15 orang grup control. Dimana pada grup intervensi mendapatkan meridian masase
abdomen dan grup control tidak. Dari 31 partisipan tersebut tercapai homogenitasnya
berdasarkan gender, onset CVD, area paralisis, penyakit (CVD SI dan CVD SH), tingkat
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
95
Universitas Indonesia
aktivitas, usia, dan tekanan darah. Demikian juga homogenitas konstipasinya juga tercapai
yakni meliputi onset konstipasi, keteraturan defekasi frekuensi dari makanan, tipe makanan,
dan pemakaian laksativ. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang bermakna antara
grup intervensi dan grup control. Grup intervensi mengalami peningkatan frekuensi buang
air besar, mean frekuensi sebelum dilakukan masase abdomen adalah 2.8, meningkat
menjadi 4.4 pada minggu pertama, 4.69 pada minggu kedua, dan 4.5 pada minggu ketiga.
Sementara pada grup control tidak terdapat perbedaan, dimana mean frekuensi buang air
besar awal adalah 3, menjadi 2.6 pada minggu pertama, 3 pada minggu kedua, dan 2.8 pada
minggu ketiga. Masase abdomen meridian secara signifikan berpengaruh terhadap frekuensi
BAB (p=0.000) dan gejala konstipasi (P= 0.000) pada kelompok intervensi dibandingkan
pada kelompok kontrol. Sehingga dapat disimpulkan masase abdomen meridian secara
significan memperbaiki gejala konstipasi dan frekuensi BAB.
Beberapa penelitian lain yang dilakukan untuk melihat efektifitas masase abdomen dengan
desain RCT (randomized Clinical Trial) antara lain adalah oleh Lamas et al (2009) studi ini
menggunakan masase abdomen pada 60 orang lanjut usia, baik yang mengalami konstipasi
maupun yang tergantung obat laksativ. Partisipan dibagi menjadi 2 grup yakni grup control
dan grup intervensi, selama 8 minggu penelitian partisipan boleh tetap menggunakan
laksativ. Grup intervensi menerima masase abdomen selama 7 menit, 5 hari tiap minggu
untuk 8 minggu. Partisipan mendapatkan masase pada tangan untuk membantu relaksasi
dan tekanan ringan pada masase abdomen. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
masase abdomen secara significan menurunkan gejala memberatnya gastrointestinal yaitu
sindroma konstipasi (p=0.013), dan nyeri perut (0.019). Pada kelompok intervensi
mengalami peningkatan BAB dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0.016). kemudian
untuk intake laksative tidak ada perubahan selama 8 minggu antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Walaupun tidak ada pengurangan penggunaan laksativ, namun peneliti
menyimpulkan masase abdomen dapat dilakukan bersama penggunaan laksativ dan
intervensi masase abdomen jangka panjang dapat menunjukkan hasil setelah 4 minggu
Pada laporan berikutnya pada analisis biaya masase abdomen berdasarkan hasil temuan
Lamas et al (2009) bahwa pada pembiayaan masase abdomen terbukti lebih efektif untuk
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
96
Universitas Indonesia
jangka panjang dan patut dipertimbangkan dalam pengelolaan konstipasi (Lamas et al,
2010).
Penelitian terkini dengan RCT dilakukan oleh McClurg et al (2011), penelitian ini
menggunakan 2 grup yang terdiri dari 30 orang penderita multiple sclerosis. Pada grup
intervensi mendapatkan nasehat dan masase abdomen, sedangkan grup control hanya
mendapatkan nasehat. Masase abdomen diajarkan kepada peserta atau wali mereka dan
dilakukan setiap hari selama empat minggu, dengan kedua grup menerima kunjungan
mingguan untuk memperkuat teknik masase dan saran pada manajemen buang air besar.
Ukuran Hasil utama adalah system scoring konstipasi yang menunjukkan manfaat yang
signifikan secara statistik dengan grup masase abdomen. Alat ini menggunakan delapan
variabel: frekuensi; ketidaknyamanan, sakit pada evakuasi, penggunaan stimulasi; waktu
yang dihabiskan; perasaan evakuasi lengkap, riwayat, dan kegagalan untuk evakuasi. Ini
dinilai dari 0-4 tergantung pada beratnya, sebuah skor global diperoleh dengan
menjumlahkan skor item individual, dengan skor 15 atau lebih didefinisikan sebagai
konstipasi. Peserta penelitian melaporkan peningkatan frekuensi dan kemudahan buang air
besar, dan perubahan konsistensi gerakan.
4.2 Prosedur penerapan masase abdomen pada pasien konstipasi
Keadaan defekasi yang lancar diperlukan pada pasien stroke guna mencegah pasien
mengedan yang merupakan valsava maneuver, sebagaimana diketahui valsava manuever
dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Maka dalam kondisi konstipasi pasien stroke
hampir selalu mendapat terapi dari dokter berupa pemberian laksative, namun pemakaian
laksative jangka lama dapat menambah konstipasi dan menimbulkan impaksi feses.Selain
itu berkaitan dengan penyakit stroke beberapa obat yang diterima pasien mempunyai efek
samping konstipasi. Obat yang berkontribusi timbulnya konstipasi pada pasien stroke antara
lain diuretik, zat besi, antihypertensi, antipsikotik, antikolinergik, antikonvulsi, opioid dan
ganglionic blockers (Winge et al, 2003). Dibawah ini akan dijelaskan tentang beberapa
prosedur masase menurut beberapa peneliti, namun dalam evidence based nursing ini
penulis menerapkan masase abdomen swedia.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
97
Universitas Indonesia
4.2.1 Prosedur masase menurut beberapa peneliti
Berapa lama masase abdomen harus diberikan adalah merupakan pertanyaan penting. Satu
studi yang dilakukan dengan pasien lanjut usia ditemukan konstipasi menurun setelah hanya
sepuluh hari dilakukan masase abdomen dan bahwa efek berlangsung selama berhari-hari
setelah masase yaitu 7 sampai 10 hari setelah dihentikan, sementara masase Lamas
ditemukan tidak berpengaruh sampai 8 minggu pengobatan (Kim et al, 2005;. Lamas et
al,.2009). Sebuah studi yang menyelidiki teknik tekanan yang berbeda bisa juga
mencerahkan. Jumlah yang bervariasi telah digunakan, dari teknik tekanan ringan (tekanan
Lamas) ke sedang-tekanan teknik yang digunakan oleh Preece (Kim et al, 2005;. Jeon dan
Jung, 2005; Emly, 2001; Preece,2002). Suatu pertanyaan lain yang menarik adalah teknik
yang yang paling efektif dalam mengobati konstipasi. beberapa peneliti menemukan bahwa
masase Swedia adalah efektif (Sinclair M, 2010). Berikut ini beberapa prosedur masase
abdomen menurut beberapa peneliti
4.2.1.1 Tipe masase Swedia dari masase abdomen untuk konstipasi (Sinclair M, 2010).
Kontraindikasi meliputi obstruksi abdomen, massa abdomen, perdarahan usus, terapi radiasi
abdomen, strangulasi hernia dan kurang dari 6 minggu pasca operasi abdomen.
1. Effleurage dari abdomen-10 kali secara keseluruhan.
2. Effleurage dari rektus abdominis, obliques eksternal dan internal dan otot tranversa
abdominis- masing - masing10 kali
3. Menguleni dari abdomen-3 kali.
4. Searah jarum jam Effleurage diatas jalur dari usus besar-10 kali.
5. Getaran dari usus kecil dan besar, satu menit atau lebih.
6. Ulangi langkah 4.
7. Menguleni di atas jalur usus besar, dengan tumit tangan, tangan atau jempol satu
menit atau lebih.
8. Petrissage diatas jalur usus besar-satu kali
9. Getaran diatas jalur yang diduga usus besar.
10. Ulangi Langkah 4.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
98
Universitas Indonesia
Teknik yang digunakan dalam studi yang berbeda bervariasi sampai batas tertentu:
misalnya, Lamas et al (2009) menggunakan terutama tekanan ringan, Effleurage dari
abdomen untuk total 7 menit, sementara Emly (2001, 2006) menggunakan moderat tekanan
Effleurage, menguleni dan getaran, dengan total 15 sampai 20 menit, sementara Preece
(2002) menggunakan masase pendorong, dengan total 10 menit.
4.2.1.2 Masase abdomen menurut McClurg et al (2011)
Peserta dalam posisi telentang, dengan kepala dan bahu didukung. Abdomen dikaji adanya
kembung, nyeri, dan feses di dalam usus. Masase dimulai dengan tekanan santai lembut
sampai dinding abdomen, diikuti oleh empat tekanan dasar: stroking/ membelai, Effleurage,
meremas dan getaran. Pasien dan keluarga diajarkan teknik-teknik, dan disiapkan untuk
berlatih dan dapat mengajukan pertanyaan selama kunjungan.
1. Stroking / membelai: Ini dimulai pada punggung dan mengikuti dermatom dari saraf
vagus, atas puncak iliaka, dan ke bawah kedua sisi panggul ke arah pangkal paha. Ini
diulang beberapa kali.
2. Effleurage: tekanan mengikuti arah kolon asendens, melintang di kolon tranverse dan
kebawah kolon desenden. Ini diulangi beberapa kali dengan tekanan yang meningkat
untuk merangsang kontraksi austral dan segmental usus besar. Tujuannya adalah untuk
mendorong kotoran di sepanjang usus;
3. Palmar kneading/ menguleni: Ini adalah hal penting dari masase dan trek menuruni
kolon desendens, sampai kolon asenden, dan kebawah kolon desenden lagi. Menguleni
membantu untuk mendorong kotoran di sepanjang usus untuk pemuatan rektum.
Menguleni dengan jari mungkin diperlukan untuk memecah massa tinja. Ini bagian dari
masase mungkin tidak nyaman karena kompresi yang mendalam diperlukan. Effleurage
diulang dan dilanjutkan dengan tekanan melintang santai diatas abdomen;
4. Getaran: diatas dinding abdomen untuk meredakan abdomen kembung. Ini
menyelesaikan sesi masase.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
99
Universitas Indonesia
4.2.1.3 Masase abdomen meridian dalam penelitian Jeon dan Jung (2005). Penelitian ini
melakukan masase abdomen meridian berdasarkan teknik dasar masase meridian TAICO.
Adapun bagian-bagian yang diberi stimulasi masase adalah sebagai berikut:
1. Gosok dengan arah jarum jam yang dilakukan dengan telapak tangan pada bagian titik di
antara tengah perut bawah pusar dan perut bawah (gwanwon), titik tengah perut atas pusar
(junggwan), dan titik samping pusar (cheonchu) sebanyak 16 kali putaran. Gerakan ini
disebut rounding.
2. Lakukan ketukan ringan pada bagian pinggang perut samping (gyeongmun) dan rongga
perut (jangmun) selama 7 hitungan. Gerakan ini disebut kneading
3. Gunakan telapak tangan untuk menekan bagian pinggang perut samping (gyeongmun)
dan juga rongga perut (jangmun) bagian kiri, kemudian tekan-tekan dan gosok-gosok
sebanyak 2 kali selama 1 hitungan sampai 7 hitungan.
4. Ketuk dengan ringan pada bagian pinggang perut samping (gyeongmun) dan juga rongga
perut (jangmun) bagian kiri selama 7 hitungan, kemudian remas-remas dan pijat-pijat
sambil menggosoknya.
5. Periksalah dengan teliti dengan menggunakan hydrosphere pada bagian abdomen,
kemudian gerakan ke arah titik pinggang perut samping (gyeongmun) dan rongga perut
(jangmun).
6. Ulangi gerakan ke-2 dan ke-4 masing-masing 1 kali saja
7. Ulangi gerakan ke-2, kemudian tekan dan gosok pada titik perut bawah (di atas kelamin)
(junggeuk) selama 1 hitungan sampai 7 hitungan masing-masing sebanyak 2 kali.
8. Gunakan hydrosphere untuk meremas-remas dan memijat-mijat, kemudian gosok-gosok
pada titik perut bawah (di atas kelamin) (junggeuk ) selama 7 hitungan..
9. Gerakan jari dari titik perut bawah atas kelamin (junggeuk ) ke arah titik pinggang perut
samping (gyeongmun) dan titik rongga perut (jangmun) kemudian gosok-gosok selama 1
hitungan sampai 7 hitungan sebanyak 2 kali. Setelah itu remas-remas dan pijat-pijat juga
gosok selama 7 hitungan pada titik pinggang perut samping (gyeongmun) dan titik rongga
perut (jangmun) bagian kiri. Setelah itu remasan, pijatan dan gosokan dilakukan pada titik
pinggang perut samping (gyeongmun) dan titik rongga perut (jangmun) bagian kanan.
10. Ulangi gerakan ke-7 dan ke-8 masing-masing 1 kali saja.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
100
Universitas Indonesia
11. Periksa titik pinggang perut samping (gyeongmun) bagian kanan dan juga titik rongga
perut (jangmun), kemudian tekan bagian titik-titik tersebut dengan tiga jari tangan (telunjuk,
jari tengah, dan jari manis) sebanyak 3 kali. Gerakkan jari ke titik di antara tengah perut
bawah pusar dan perut bawah (gwanwon) dengan arah garis lurus, dan pada saat yang sama
dan juga cara yang sama tekan bagian tersebut sebanyak 3 kali. Setelah itu gerakan tiga jari
ke arah berlawanan yaitu ke kiri dengan arah garis lurus dan lakukan hal yang sama, yaitu
menekannya sebanyak 3 kali. Tekan daerah titik yang sama dengan satu jari kemudian
dengan ibu jari sebanyak 3 kali.
12. Gerakan ke-11 diulang dan dimulai dari bagian kanan
13. Ulangi gerakan ke-11 dan ke-12 sebanyak satu kali saja.
4.4 Penerapan EBN
Intervensi yang akan dilakukan adalah dengan menerapkan salah satu teknik masase
abdomen dengan swedia masase pada pasien stroke yang menjalani rawat inap. Bila dalam
jurnal asli adalah menerapkan meridian massage namun dalam langkah-langkahnya
membutuhkan penekanan pada titik-titik meridian yang bagi penulis belum mempunyai
kemahiran untuk melaksanakannya, sehingga penulis menerapkan swedia masase karena
disamping mampu laksana, intervensi masase tersebut didukung oleh beberapa penelitian
dengan desain RCT.
Pada penelitian ini intervensi dilakukan dengan teknik masase abdomen dengan swedia
masase dan edukasi tentang aktivitas, intake cairan dan serat yang cukup sedangkan pada
kelompok kontrol hanya diberikan edukasi. Output pada kegiatan ini adalah menurunkan
episode konstipasi dan frekwensi BAB menjadi lebih baik pada pasien stroke yang ditandai
dengan pasien dapat BAB rutin 1-2 kali dalam 1-2 hari, tidak merasakan nyeri diperut, tidak
mengalami kesulitan BAB, perasaan tuntas dalam BAB, tidak menggunakan bantuan untuk
BAB seperti pemakaian laksative ataupun bantuan digital/ enema. Pertanyaan klinis adalah
apakah penerapan masase abdomen dapat menurunkan kondisi konstipasi pada pasien
stroke dibandingkan dengan kelompok yang diberikan edukasi.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
101
Universitas Indonesia
Rencana penerapan EBN terkait dengan pelaksanaan masase abdomen di Ruang Teratai
IRNA B Lantai VI Selatan RSUP Fatmawati Jakarta sebelumnya telah disampaikan secara
singkat kepada kepala ruangan, dan perawat primer yang ada diruangan dan pada
prinsipnya disetujui dan dapat dilaksanakan. Namun masih yang menjadi kendala
diantaranya adalah rata-rata hari rawat pasien 7-10 hari sehingga masase dilanjutkan setelah
pasien pulang. Sementara itu untuk proses masase setelah penulis mendapatkan ijin dari
pasien dan keluarganya pelaksanaan masase abdomen selalu didampingi oleh suami atau
istri pasien untuk memberikan ketenangan berkaitan area yang dimasase adalah dekat
dengan area intim.
Pada penerapan EBN ini melibatkan pasien stroke yang dirawat di lantai VI RSUP
Fatmawati Jakarta, sejumlah 12 orang yang terbagi atas 8 orang dalam kelompok intervensi
dan 4 orang dalam kelompok kontrol. Adapun kriteria pasien tersebut adalah: bersedia
menjadi responden, bisa membaca dan menulis, tanda-tanda vital stabil, kesadaran
composmentis dan mengalami konstipasi, minimal 3 hari belum BAB. Sedangkan kriteria
pasien yang dieksklusi adalah: pasien mengalami obstruksi abdomen, massa abdomen,
perdarahan usus, terapi radiasi abdomen, strangulasi hernia dan kurang dari 6 minggu pasca
operasi abdomen EBN ini dilakukan di Ruang teratai lantai 6 RSUP Fatmawati Jakarta.
EBN ini dilaksanakan pada minggu III Maret – mgg I Mei 2012 (7 minggu)
Pelaksanaan EBN ini, adalah sebagai berikut: (1) Prosedur administrasi : proposal EBN dan
ijin ruangan; (2) Menentukan pasien stroke yang akan diberikan masase abdomen; (3)
Meminta persetujuan pasien yang dipilih; (4) Prosedur intervensi keperawatan : mengukur
tanda- tanda vital pasien, mengukur CSS (Constipation Scoring System) pasien pada awal
sebelum tindakan,pelaksanaan intervensi keperawatan memberikan masase abdomen.
Waktu masase abdomen 7 menit, satu kali sehari selama 5 hari dalam seminggu; (5)
Evaluasi konstipasi dengan system scoring konstipasi (CSS) setelah 1 minggu tindakan.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
102
Universitas Indonesia
4.5 Hasil penerapan EBN dan pembahasan
4.5.1 Hasil penerapan EBN berdasarkan karakteristik responden
Hasil penerapan EBN menunjukkan umur, jenis kelamin, jenis stroke, penggunaan laksative
dan pengukuran pretest CSS antara kelompok control dan intervensi adalah homogen. Hal
ini menunjukkan bahwa sebelum penerapan EBN kedua kelompok dalam kondisi setara.
Hasil penerapan EBN menunjukkan bahwa rata- rata umur responden stroke yang
mengalami konstipasi adalah 51.58. Umur ini dapat dikatagorikan dalam masa dewasa
menengah. Masa dewasa menengah adalah umur diantara 30an sampai akhir 60an ( Perry &
Potter, 2009). Pada periode ini individu telah merasakan pengalaman dan penghargaan
dalam kehidupan personalnya. Sebagian besar pada individu dewasa menengah telah
mencapai kestabilan sosio ekonomi dan juga mereka banyak menggunakan energinya untuk
beradaptasi dengan konsep diri, bentuk tubuh, kenyataan fisiologis dan perubahan dalam
penampilan fisik (Perry & Potter, 2009). Perubahan fisiologis yang terjadi pada usia ini
meliputi memutihnya rambut, kulit keriput, penebalan pinggang, penurunan penglihatan dan
pendengaran. Serangan stroke pada masa ini makin memberikan dampak yang berarti pada
konsep diri, bentuk tubuh dan kualitas hidup mereka.
Berbeda dengan hasil yang diperoleh penulis pada katagori umur, pada penelitian Jeon &
Jung (2005) rata-rata responden stroke yang mengalami konstipasi adalah umur 63 tahun,
dimana umur tersebut adalah sudah dalam masa lanjut usia. Demikian juga pada penelitian
Su et al (2009) dari 154 responden stroke terdapat 85 responden stroke yang mengalami
konstipasi dan dari angka tersebut terbanyak 50 orang (58,8%) yang mempunyai umur
diatas 65 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa konstipasi pada pasien stroke dapat terjadi
pada semua umur.
Berkaitan dengan umur, walaupun stroke dapat terjadi pada semua umur, namun kejadian
stroke meningkat seiring dengan bertambahnya umur, hal ini terkait dengan pathofisologi
yang mendasarinya yaitu sebagian besar berhubungan dengan proses atherosclerosis dan
hipertensi (Wahjoepramono,2005). Setelah serangan stroke maka beberapa ketidak
mampuan maupun kecacatan mengikutinya, dan ini berdampak pada mobilitas pasien stroke
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
103
Universitas Indonesia
demikian juga pemberian obat-obatan, selanjutnya hal ini akan berkontribusi pada kejadian
konstipasi pada pasien stroke.
Karakteristik lainnya yang penulis dapatkan dari 12 orang responden sebagian besar adalah
laki-laki yaitu 9 orang (75%), hal ini selaras dengan hasil penelitian Su et al (2009) bahwa
dari 85 responden stroke yang mengalami konstipasi sebagian besar adalah laki-laki yaitu
57 orang (67,1%).
Berkaitan dengan type stroke dari 12 orang responden sebagian adalah type stroke infark 8
orang (66.7%). Hal ini juga selaras dengan hasil penelitian Su et al (2009) bahwa dari 85
responden stroke yang mengalami konstipasi sebagian besar adalah type stroke ischemic
yaitu 63 orang (74.1%), demikian juga Jeon & Jung (2005) dari 32 responden stroke yang
mengalami konstipasi terdapat 27 orang (84,4%) adalah type stroke infark. Menurut
Wahjoepramono (2005) Dari keseluruhan stroke, type stroke iskemia diperkirakan terjadi
pada 80% dan stroke hemorragik 20%, akan tetapi beberapa literature menyatakan bahwa
perbandingan ini tidaklah sama pada setiap ras.
Demikian juga penggunaan laksative atau bantuan stimulasi BAB terdapat pada 6 orang
(50%), namun pada penelitian Jeon & Jung (2005) dari 32 responden stroke yang
mengalami konstipasi terdapat 30 orang (94,%) adalah menggunakan laksative. Pada pasien
stroke keadaan defekasi yang lancar diperlukan, stroke guna mencegah pasien mengedan
yang merupakan valsava maneuver, sebagaimana diketahui valsava manuever dapat
meningkatkan tekanan intrakranial. Maka dalam kondisi konstipasi pasien stroke hampir
selalu mendapat terapi dari dokter berupa pemberian laksative.
4.5.2 Pengaruh masase abdomen pada kondisi konstipasi
Untuk mengetahui perbaikan konstipasi pasien dilakukan pengukuran CSS (Constipation
Scoring System) pasien pada pre tindakan dan post tindakan. Alat ini menggunakan delapan
variabel yaitu frekuensi; ketidaknyamanan, sakit pada evakuasi, penggunaan stimulasi;
waktu yang dihabiskan; perasaan evakuasi lengkap, riwayat, dan kegagalan untuk evakuasi.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
104
Universitas Indonesia
Ini dinilai dari 0-4 tergantung pada beratnya, sebuah skor global diperoleh dengan
menjumlahkan skor item individual. Skor total 0 -30 semakin tinggi menunjukkan semakin
berat konstipasi,
Pada responden control terdapat penurunan rata-rata hasil CSS dari pretest ke post test
namun pada hasil analisis tidak ada perbedaan kondisi konstipasi yang bermakna pada
pengukuran pre dan post massage abdomen yaitu p > 0,05 (p= 0,391 pada α= 0,05). Hal ini
terjadi karena pada responden control menerima edukasi untuk meningkatkan intake serat
dan cairan serta melakukan aktivitas sesuai yang diperbolehkan, beberapa responden
menunjukkan perubahan dalam intake cairan dan serat karena dukungan perawat,
keluarganya dan juga tim gizi yang membantu perubahan tersebut, namun untuk aktivitas
masih sulit dilakukan terkait beberapa keluhan seperti disabilitas dan rasa nyeri kepala yang
dirasakan pasien.
Pada responden intervensi terdapat penurunan rata-rata hasil CSS dari pretest ke post test
dan pada hasil analisis ada perbedaan kondisi konstipasi yang bermakna pada pengukuran
pre dan post massage abdomen yaitu p > 0,05 (p= 0,00 pada α= 0,05). Hal ini terjadi karena
pada responden intervensi menerima masase abdomen selain menerima edukasi untuk
meningkatkan intake serat dan cairan serta melakukan aktivitas sesuai yang diperbolehkan,
beberapa responden menunjukkan perbaikan fungsi gastrointestinal diantaranya rasa mual
dan muntah, 2 orang responden yang mengeluhkan mual dan muntah setelah mendapatkan
masase 2 kali (selama 2 hari) menyatakan perut terasa nyaman dan tidak muntah lagi, serta
menunjukkan intake makanan yang adekwat. Selain itu 6 dari 8 orang responden intervensi
menyatakan merasa senang bisa BAB normal lagi dan perutnya juga tidak sakit lagi.
Disamping itu juga rata- rata responden intervensi memiliki penyakit penyerta selain stroke
seperti hipertensi dan diabetes mellitus. Hal ini selaras dengan pendapat Sinclair (2010),
bahwa masase abdomen dapat menstimulasi peristaltic, menurunkan waktu transit kolon,
meningkatkan frekuensi buang air besar, dan menurunkan rasa tidak nyaman serta nyeri
pada pasien konstipasi. Dari hasil laporan individual menunjukkan bahwa masase abdomen
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
105
Universitas Indonesia
efektif untuk pasien konstipasi dengan berbagai diagnosis fisiologik abnormal serta
konstipasi fungsional jangka panjang.
Pada hasil CT Scan kepala rata- rata pasien stroke yang mengalami konstipasi untuk stroke
infark adalah dari 8 orang responden, terdapat 6 orang pada hasil CT Scannya mengalami
infark luas atau multiple infark pada daerah fronto-temporo dan parietal dan merupakan
infark baru, dan hanya 2 orang yang mengalami infark pada kapsula interna dan basal
ganglia. Sedangkan pada 4 orang responden stroke hemoragik seluruhnya terdapat
perdarahan pada basal ganglia. Namun dari 12 responden tersebut baik stroke infark
maupun hemoragik 8 orang responden terdapat infark ataupun perdarahan di basal ganglia.
Basal ganglia adalah accessory motor system yang tidak bisa bekerja sendiri, berasosiasi
dengan cerebral cortex dan corticospinal motor control system. Basal ganglia mendapat
sebagian besar input signal dari cerebral cortex dan dan juga mengembalikan output signal
ke cerebral cortex. Ganglia terdiri dari caudate nucleus, putamen, globus pallidus,
substantia nigra, subthalamic nucleus. Hubungan antara basal ganglia dengan elemen otak
lainnya untuk kontrol motor sangat kompleks. Basal ganglia berasosiasi dengan
corticospinal system untuk mengontrol pola kompleks aktivitas motor. Contoh: menulis,
menggunting kertas, memasang paku, melempar bola basket ke ranjang, vocalization,
kontrol pergerakan mata dan gerakan terlatih lainnya. Sehingga lesi atau kerusakan pada
bagian ini menyebabkan gangguan pada gerakan motorik.
4.5.3 Pengaruh masase abdomen terhadap frekuensi BAB
Berdasarkan hasil EBN menunjukkan bahwa pada responden control pada hari ke-4 dan ke-
5 baru terdapat 1 orang (25%) yang BAB itupun orang yang sama dan pengeluaran dengan
bantuan stimulasi fecal. Sementara itu pada responden intervensi pada hari ke-2 terdapat 4
orang (50%) yang BAB, hari ke-3 terdapat 2 orang (25%) yang BAB, pada hari ke-4
terdapat 7 orang (87.5%) dan ke-5 terdapat 8 orang(100%) yang BAB, sehingga dapat
dikatakan responden intervensi menunjukkan respon yang bagus pada hari ke-4 dan ke-5
setelah masase abdomen.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
106
Universitas Indonesia
Selanjutnya hasil analisis frekuensi BAB rata-rata pada pengukuran selama 1 minggu
pertama setelah masase abdomen pada responden control adalah 0.5 kali/minggu, sementara
rata-rata pada responden intervensi adalah 2.5 kali/minggu. Pada tahap analisis lebih lanjut
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan frekuensi BAB yang bermakna pada pengukuran
minggu pertama post massage abdomen antara responden control dan intervensi p < 0,05
(p= 0,006 pada α= 0,05). Hasil EBN ini selaras dengan hasil penelitian Jeon & Jung (2005)
bahwa masase abdomen meridian secara signifikan berpengaruh terhadap frekuensi BAB
(p=0.000). Demikian juga pada penelitian Lamas et al (2009) didapatkan perbedaan
frekuensi BAB yang signifikan pada minggu ke-8, antara kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol (p=0.016) setelah dilakukan masase.
Keterbatasan pada pelaksanaan EBN yang idealnya dilakukan selama 8 minggu namun
karena waktu rawat penderita yang jarang mencapai 2 minggu sehingga massage tidak dapat
dilakukan selama 8 minggu, namun karena massage dapat dilakukan oleh penderita atau
keluarga sehingga dapat dilanjutkan secara mandiri oleh penderita dan keluarganya di
rumah maka penulis selalu menganjurkan untuk melakukannya secara mandiri dirumah.
Pengisian CSS kadang- kadang mengalami kesulitan pada pasien yang mempunyai
gangguan kognitif sehingga pengisiannya sering dibantu keluarga untuk mengingatnya.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
107 Universitas Indonesia
BAB 5
KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN
Bab 5 menggambarkan kegiatan inovasi keperawatan tentang penggunaan Barthel
Index sebagai instrument untuk mengkaji kemampuan fungsional pasien yang
dirawat di Ruang Teratai Lantai 6 Selatan Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta. Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok oleh PUJI ASTUTI,
MUHAMMAD ARDI dan DWI KARTIKA RUKMI.
5.1 Analisis Situasi
Gangguan neurologi merupakan gangguan sistem saraf baik sensorik, motorik
maupun otonom yang disebabkan oleh berbagai penyebab seperti kelainan genetik,
tumor, trauma, perdarahan dan iskemia yang menyebabkan penurunan fungsional
(Silbernagl & Lang, 2000). Gangguan neurologi seperti stroke, cedera kepala, tumor
dan abses otak dapat menimbulkan berbagai komplikasi termasuk ketidakmampuan
fisik yang membutuhkan penanganan dari tim kesehatan interdisiplin (Ignatavicius &
Workman, 2006). Salah satu tim interdisiplin kesehatan adalah keperawatan.
Keperawatan merupakan salah satu disiplin profesional yang menerapkan
pengetahuan serta keterampilan berfikir kritis dalam menerapkan proses keperawatan
(Christensen & Kenney, 2009). Proses keperawatan digunakan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah keperawatan baik masalah
keperawatan aktual maupun potensial untuk meningkatkan kesehatan (Dillon, 2007).
Salah satu masalah keperawatan yang sering dialami pasien gangguan neurologi
adalah defisit perawatan diri.
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi seseorang mengalami gangguan
kemampuan dalam perawatan diri yang meliputi mandi, berganti pakaian, makan dan
toileting (Wilkinson, 2007). Pasien gangguan neurologi sering membutuhkan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
108
Universitas Indonesia
bantuan dalam ADL seperti mandi, merawat diri, ambulasi, makan dan eliminasi
(DeLaune & Ladner, 2002). Di ruang teratai lantai 6 rumah sakit Fatmawati Jakarta,
penetapan diagnosa keperawatan menggunakan diagnosa keperawatan yang sudah
terkomputerisasi. Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan
ketidakmampuan fungsional yang digunakan adalah gangguan mobilitas fisik,
intoleransi aktivitas, gangguan pemenuhan kebersihan diri, gangguan pemenuhan
kebutuhan berpakaian dan berhias serta gangguan pemenuhan eliminasi.
Penetapan diagnosa keperawatan yang berhubungan ketidakmampuan fungsional
pasien membutuhkan pengkajian yang lengkap. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi ADL yang meliputi eliminasi,
merawat diri, penggunaan toilet, makan, berpindah, mobilitas, berpakaian dan
mandi. Salah satu pengkajian ADL yang dapat digunakan adalah Barthel Index.
Barthel Index pertama kali dikeluarkan pada tahun 1965 yang mengandung 10 item
yaitu personal hygiene, mandi, makan, penggunaan toilet, menggunakan tangga,
berpakaian, eliminasi buang air besar, eliminasi buang air kecil, ambulasi atau
berpindah. Barthel Index mudah digunakan, sederhana dan membutuhkan waktu
sekitar 30 detik sampai 1 menit. Penggunaan indeks ini dapat diulang dengan
interval yang teratur untuk menilai perubahan kemampuan fungsional yang dialami
pasien.
Pengkajian dengan menggunakan skala sangat akurat untuk menilai
ketidakmampuan dan keterbatasan yang dialami pasien dan berkontribusi terhadap
rencana asuhan keperawatan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian dan
menetapkan diagnosa keperawatan sesuai dengan masalah yang dialami.
Hasil identifikasi awal yang dilakukan terhadap 15 pasien dan 15 perawat di gedung
teratai lantai 6 RSU. Fatmawati Jakarta pada bulan Desember 2011 untuk mengkaji
pelaksanaan asuhan keperawatan dan pelaksanaan intervensi neurologi, diperoleh
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
109
Universitas Indonesia
hasil bahwa pelaksanaan asuhan keperawatan sudah cukup (60%) dan pelaksanaan
intervensi neurologi (60%), namun dalam melakukan pengkajian terkait dengan
ADL belum menggunakan format pengkajian menggunakan skala sehingga dalam
menetapkan diagnosa dan mengevaluasi pencapaian tujuan tidak memiliki dasar
yang jelas. Berikut ini dijelaskan analisis situasi berdasarkan analisis SWOT.
a. Strenght
Ruang Teratai lantai 6 Selatan RSUP. Fatmawati Jakarta sudah spesifik merawat
pasien dengan penyakit neurologi dan kardiologi. Kepala ruangan sudah
berpendidikan S2 keperawatan dengan system pelayanan MPKP, mempunyai 4
orang PN dengan 2 orang berpendidikan S1 dan 2 orang berpendidikan D3
dengan pengalaman lebih dari 10 tahun. Jumlah tenaga perawat 35 orang dengan
pendidikan SPK, D3 dan S1 Keperawatan. Sistem pendokumentasian dengan
computer untuk diagnosa dan intervensi keperawatan. Sudah mempunyai tenaga
administrasi dan 2 orang pekarya sehingga perawat dapat melaksanakan asuhan
keperawatan yang optimal.
b. Weakness
Sistem pelayanan MPKP belum optimal. Sistem pendokumentasian dilakukan
oleh PN dan PA dan belum mencerminkan seluruh kondisi pasien yang menjadi
data dalam asuhan keperawatan sesuai diagnosis keperawatan.
c. Opportunity
Merupakan rumah sakit tipe A dan merupakan rumah sakit rujukan. Selain itu,
RSUP. Fatmawati merupakan rumah sakit pendidikan.
d. Treath
Banyaknya rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan dengan kasus
spesifik.
5.2 Kegiatan Inovasi
Kegiatan inovasi keperawatan meliputi persiapan, pelaksanaan dan evaluasi yang
dilaksanakan selama 5 minggu.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
110
Universitas Indonesia
5.2.1 Persiapan
Persiapan inovasi dimulai dengan melakukan identifikasi kebutuhan inovasi ruangan.
Persiapan meliputi:
a. Menyiapkan proposal kegiatan penggunaan Barthel Indeks untuk menilai
kemampuan fungsional pasien.
b. Menentukan time schedule
c. Melakukan konsultasi dan perbaikan proposal
d. Menentukan fasilitas pendukung dan sumber daya termasuk team work dalam
pelaksanaan inovasi.
e. Menyiapkan format pengkajian Barthel Index.
5.2.2 Pelaksanaan
Pelaksanaan inovasi dimulai dengan sosialisasi program dilanjutkan sosialisasi
penggunaan Barthel Index. Sosialisasi penggunaan Barthel Index dilaksanakan pada
tanggal 09 April 2012 yang dihadiri oleh oleh supervisor, kepala ruangan, wakil
kepala ruangan, 2 orang PN dan 6 orang perawat pelaksana serta 4 orang mahasiswa.
Materi sosialisasi meliputi latar belakang perlunya penggunaan Barthel Index,
pengertian Barthel Index, tujuan penggunaan Barthel Index, cara penggunaan
Barthel Index dengan contoh kasus dan interprestasi hasil pengkajian serta
pendokumentasian dalam asuhan keperawatan.
Selama sosialisasi, dilakukan diskusi untuk menyamakan persepsi antara mahasiswa
residensi, PN dan perawat pelaksana tentang materi inovasi. Keesokan harinya
mahasiswa melakukan bedside teaching tentang pengkajian ADL pasien
menggunakan Barthel Index pada perawat yang dinas pagi dan malam. Sosialisasi
selanjutnya dilakukan secara personal pada PN dan perawat pelaksana yang tidak
hadir pada saat sosialisasi awal.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
111
Universitas Indonesia
Proses pelaksanaan dokumentasi dilakukan oleh PN dan perawat pelaksana sesuai
jadwal yaitu selama 2 minggu (minggu ke-3 dan ke-4 April 2012). Pada awal
pelaksanaan pengkajian ADL dengan Barthel Index, hanya beberapa orang PN dan
perawat pelaksana yang menggunakan Barthel Index, sehingga mahasiswa
memberikan stimulus dengan memberikan contoh dan mendampingi perawat jika
mengalami kesulitan, sehingga hambatan pengisian karena kurangnya pemahaman
dapat diminimalisasi.
5.2.3 Evaluasi
Penilaian barthel index paling baik dilakukan pada 24 – 48 jam pertama pada saat
pasien masuk. Untuk evaluasi dilakukan sesuai dengan kriteria waktu yang
ditetapkan oleh perawat untuk mencapai keberhasilan dari masalah keperawtan.
Evaluasi bisa diakukan pada hari ke 3,7,10 dst atau sewaktu waktu bila kondisi
pasien memerlukan pengkajian barthel index. Evaluasi merupakan tahap akhir dari
kegiatan inovasi. Evaluasi meliputi evaluasi diri penggunaan barthel index terdiri
dari 10 item pertanyaan yang terdiri dari jawaban “ya” dan “tidak” yang meliputi
pengetahuan, penggunaan , kecocokan dari format Barthel Index di ruangan.
Penggunaan format dievaluasi dengan melakukan observasi terhadap pengisian
Berthel Index dengan menggunakan format evaluasi dokumentasi pada pertanyaan
nomor 1 dan 2 . Penilaian dokumentasi dievaluasi dengan melakukan observasi
terhadap dokumentasi Berthel Index dengan menggunakan format evaluasi
dokumentasi pada pertanyaan nomor 3,4 dan 5 (format evaluasi terlampir).
Berdasarkan hasil evaluasi diri menggunakan format Barthel Index terhadap 20
orang perawat pada tanggal 30 April s.d 03 Mei 2012, 18 orang (90%) perawat dapat
menggunakan format Barthel Index. 100% perawat mengetahui cara penggunaan
Barthel Index dan setuju bahwa Barthel Index sangat cocok digunakan di ruang
Teratai Lantai 6 Selatan yang merawat pasien pemyakit kardiovaskuler dan kasus
neurologi. Meskipun seluruh perawat mengetahui cara penggunaan Barthel Index,
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
112
Universitas Indonesia
hanya 18 orang (90%) perawat yang menganggap bahwa Barthel Index mudah
diaplikasikan dan 9 orang (45%) yang selalu menggunakan Barthel Index.
Evaluasi dokumentasi dilakukan pada minggu pertama Mei terhadap 20 pasien yang
akan melanjutkan perawatan di rumah. Berdasarkan hasil evaluasi dokumentasi, 15
format Barthel Index (75%) sudah diisi dengan benar, namun hanya 3 format (15%)
yang diisi secara berkala. Pengkajian Barthel Index yang ditulis sebagai data
penunjang diagnosa keperawatan sebanyak 7 kasus (35%), menjadi kriteria evaluasi
teratasinya masalah keperawatan sebanyak 3 kasus (15%) dan Barthel Index ditulis
dalam catatan perkembangan sebanyak 4 kasus (20%). Data tersebut menunjukkan
bahwa, masih dibutuhkan pemahaman, kesadaran dan pembiasaan dari perawat
untuk menggunakan Barthel Index dan menjadi bagian dari dokumentasi asuhan
keperawatan.
5.3 Pembahasan
Sebagian besar perawat memiliki pengetahuan tentang pengkajian menggunakan
Barthel Indeks. Hal ini dikarenakan pemberian sosialisasi yang dilakukan dengan
metode diskusi disertai bedside teaching. Disamping itu, residensi siap sedia
memberikan masukan dan penguatan pada perawat di ruangan dalam menggunakan
format. Disamping itu barthel Index merupakan instrumen yang mudah digunakan,
serta pengisiannya hanya membutuhkan waktu sekitar 3 menit (Dewing, 1992).
Meskipun perawat mengetahui penggunaan Bartel indeks, namun dokumentasi
belum optimal. Penggunaan Barthel Index merupakan hal yang baru bagi perawat,
sehingga dibutuhkan pemahaman, kesadaran dan kebiasaan untuk mengisi format
dan menjadikan bagian dari dokumentasi asuhan keperawatan. Pengisian format dan
dokumentasi asuhan keperawatan membutuhkan kesadaran terhadap kewajiban
dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas, disertai dengan adanya
sistem yang baik diruangan. Hal yang baru dilaksanakan tentunya membutuhkan
pembiasaan, sehingga hal tersebut dapat menjadi kegiatan rutin.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
113
Universitas Indonesia
Kesibukan ruangan dan tingginya tingkat ketergantungan pasien kardiologi dan
neurologi menyebabkan perawat sering lupa untuk mengisi format dan menjadikan
Barthel Index sebagai bagian dari dokumentasi. Penggunaan Barthel Index belum
menjadi bagian dari sistem dokumentasi asuhan keperawatan di ruangan, sehingga
perawat tidak memiliki kewajiban untuk mengisi format.
Mengerjakan sesuatu yang baru yang belum menjadi bagian dari system dibutuhkan
kesadaran dan kemauan dari perawat untuk meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan sehingga menjadi lebih baik. Hal ini akan menjadi suatu rutinitas jika
didukung oleh role model dari PN dan ditetapkan menjadi standar keperawatan di
ruangan dan menjadi bagian dari system pelayanan keperawatan.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
114
Universitas Indonesia
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini disampaikan simpulan dan saran yang disusun berdasarkan uraian pada
bab 1 sampai 5 sebagai berikut
6.1. Simpulan
6.1.1. Penerapan RAM dapat digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan persarafan terutama pasien stroke hemoragik dimana
model adaptasi ini bertujuan untuk mengelola perilaku individu dari inefektif menjadi
adaptif. Pencapaian tingkah laku adaptif dilakukan dengan cara memberikan
intervensi sehingga dapat merubah stimulus fokal, kontekstual dan residual yang
inefektif. Hasil akhir dari asuhan keperawatan pada kasus kelolaan utama dan 33
kasus kelolaan secara umum dapat membantu individu beradaptasi terhadap
perubahan kebutuhan fisiologis, fungsi peran, konsep diri dan interaksi social.
6.1.2. Penerapan EBN masase abdomen yang dilakukan pada 12 orang pasien stroke
dengan konstipasi yang terdiri dari 7 orang kelompok intervensi dan 4 orang
kelompok control selama 5 kali intervensi ( dalam 1 minggu), menunjukkan pengaruh
yang signifikan pada kondisi konstipasi dan frekuensi buang air besar.
6.1.3. Pengkajian dengan skala sangat akurat yaitu indek barthel dapat digunakan
untuk menilai ketidakmampuan fungsional pasien dalam melakukan ADL. Pada
pengkajian ini dapat diperoleh data yang mendukung untuk menegakkan diagnose
keperawatan dan menentukan intervensi terkait, selanjutnya juga sebagai evaluasi
untuk menilai kemandirian pasien. Selain itu pengkajian menggunakan format indek
barthel mudah dilakukan hanya butuh waktu 3 menit namun membawa manfaat pada
proses keperawatan klien sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
Pada hasil pelaksanaan inovasi seluruh perawat di ruang teratai lantai VI selatan
114
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
115
Universitas Indonesia
mengetahui cara penggunaan indek barthel, hampir seluruhnya menganggap indek
barhel mudah diaplikasikan dan hampir setengahnya yang menerapkan secara rutin.
6.2. Saran
Berdasarkan simpulan di atas dapat disarankan kepada :
6.2.1 Instansi pelayanan keperawatan
6.2.1.1 Perawat pelaksana dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan neurologis menggunakan RAM dengan beberapa persiapan antara lain
mendapatkan penyegaran teori RAM dan aplikasinya melalui pelatihan atau
mengikuti pendidikan pada strata sarjana atau pasca sarjana. Selanjutnya persiapan
lain yang berhubungan dengan sarana pendokumentasian seperti ketersediaan format
pengkajian berdasarkan teori RAM (yang berisi pengkajian perilaku dan stimulus
berdasarkan mode adaptasi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi),
format rencana keperawatan (berisi diagnose, tujuan dan intervensi), serta evaluasi
keperawatan (yang berisi data perilaku adaptif dan inefektif klien serta hasil analisis
perilaku adaptasinya (yang meliputi adaptif terintegrasi, kompensasi dan kompromi))
6.2.1.2 Perawat pelaksana dapat menerapkan masase abdomen dalam implikasi
keperawatan dapat dijadikan SOP dalam managemen bowel pada pasien stroke yang
mengalami konstipasi yang hanya butuh waktu 7 menit dengan tahap- tahap
pelaksanaan sesuai dalam lampiran 4. Hal ini merupakan tindakan mandiri perawat
dalam mengatasi masalah pasien, disamping manfaat lainnya menghindari efek
samping penggunaan laksativ dan efektif cost.
6.2.1.3 Perawat pelaksana di ruang teratai lantai 6 RSUP Fatmawati dapat
melanjutkan melakukan pengkajian barthel indeks dengan beberapa persiapan terkait
sarana dokumentasi yaitu penyediaan format indek barthel. Bagi kepala ruangan dan
perawat primer hendaknya mengupayakan pengkajian dengan indek barthel dijadikan
SOP di ruangan. Sementara perawat pelaksana pada tatanan klinis rumah sakit lain
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
116
Universitas Indonesia
terutama pada departemen neurologi dapat melaksanakannya dengan terlebih dahulu
mempelajari petunjuk pelaksanaannya dan persiapan sarana dokumentasi berupa
format sebagaimana terlampir pada lampiran 7.
6.2.1.4 Bagi pihak manajemen diharapkan dapat menjadi masukan untuk
dipertimbangkan menetapkan pengkajian barthel indeks menjadi SOP di ruangan
neurologi, dengan penyediaan sarana dokumentasi berupa format indek barthel,
sehingga perawat pelaksana dapat lebih rutin melakukan pengkajian kemapuan
fungsional pasien dalam melakukan ADL.
6.2.2 Ilmu keperawatan
Evidence base nursing practice ini dapat dilanjutkan menjadi suatu penelitian RCT
pada pasien stroke atau gangguan neurologis lain dengan populasi menurut wilayah
tertentu dan memperbanyak sampel, dan memperpanjang waktu tindakan sehingga
dapat diketahui waktu efektifitasnya untuk masase abdomen pada populasi tertentu,
namun mengingat banyaknya keterbatasan kognitif maupun kemampuan pasien
stroke, maka pertimbangan menggunakan alat ukur yang lebih sederhana perlu
diperhatikan.
6.2.3 Institusi pendidikan keperawatan
Aplikasi RAM dapat dimulai dengan menerapkan modeling yang jelas dalam proses
pembelajaran dalam bentuk role play sehingga dapat diaplikasikan oleh mahasiswa,
selanjutnya mahasiswa dapat mengembangkan lebih lanjut menurut bidang yang
diminati.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
117
UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR PUSTAKA
Ackley, B. J., & Ladwig G. B.(2011), Nursing diagnosis handbook: an evidence
based guide to planning care, Mosby.Elsevier
Agachan F, Chen T, Pfiefer J., Reissman, P., & Wexner, D.S.(1996). A constipation
scoring system to simplify evaluation and management of constipated patients.
Journal disease colon rectum, 39, 681–685.
Alligood, M. R., & Tomey, M. A. (2006). Nursing Theory Utilization &
Application. Third Edition. Mosby : St. Louis. Missouri.
Ayers, T., Wells, M. (2007). Incontinence after stroke: guidance to overcome
shortcomings in management. British Journal of Neuroscience Nursing, 3(10),
468–471
Barthel index. (n.d.). Februari 22, 2011. http://www.radcliffeoxford.com/books/
samplechapter/2668/Gupta_Section%2002B 4af08800rdz.pdf
Black, M. J., & Hawks, H.J. (2005) Medical Surgical Nursing Clinical Management
for Contiunity of Care, 5 th
ed. WB Saunders Company, Philadelphia.
Bleser, S., Brunton, S., Carnichael, B., Olden, K.,Rasch, R.,& Stage, J.(2005)
managemen of cronic constipation recommendations from a concesus
panel.J.fam pract, 54 (8) 692-698
Bliss, D. Z., Jung, H. Z., Savik, K., & Lowry, A,C.(2001) Supplementation with
dietary fiber improves fecal incontinence, nurs,Res 50 (4): 203
Blissitt. (2006). Hemodinamic monitoring in the care of the critically ill,
neuroscience patient. AACN adv critical 17 (3) 327-340
Boysen, G., & Christensen, H.(2001). Stroke severity determines body temperature
in acute stroke. Stroke 32: 413–417.
Burrel & Barlack, (1997) Nursing Management of Adult with Neurologic Problem, 2 nd
ed, Appleton & Lange, USA
Christensen, P. J., & Kenney, J. W. (2009). Proses keperawatan aplikasi model
konseptual. (Yuyun Yuningsih & Yasmin Asih, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Clarke, N. P., Barone, H. S., Hanna, H. D., Senesac, M. P.(2011). Roy’s Adaptation
Model Nursing Science Quarterly.24(4). 337–344.sagepub.com/journals
Permissions. nav DOI: 10.1177/08943 18411419223http://nsq.sagepub.com
Corbett, D., & Thornhill, J. (2000). Temperature modulation (hypothermic and
hyperthermic conditions) and its influence on histological and behavioral
outcomes following cerebral ischaemia. Brain Pathol 10: 145–152.
117
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
118
UNIVERSITAS INDONESIA
Cottingham & Bridges, (2006), Resucitation of traumatic shock: a hemodynamic
review.AACN adv critical.17 (3). 317-326
DeLaune, S. C., & Ladner, P. K. (2002). Fundamentals of nursing: Standards &
practice. 2th edition. USA: Delmar/Thomson Learning, Inc.
Dewing, J. (1992). Clinical review a critique of the barthel index. British. Journal of
Nursing, 1 (7), 325-329.
Dillon, P. M. (2007). Nursing health assessment: a critical thinking, case studies
approach. 2th
edition. Philadelphia: F. A. Davis Company.
Dochterman M.J., & Bulechek, (2004). Nursing interventions classification.
(NIC).4th
edition.St.Louis, Missouri: Mosby Elsevier.
Fletcher (2005). Immobility: Geriatric self learning module, Med.surg.Nurs.14
(1):35.
Folden, S. L., Backer, J. H., Maynard, F., Steven, K.,Gilbride, J.A., & Pires, M., et
al (2002) RNF practice guidelines for the management of constipation in adults.
Rehabilitation Nursing Foundation. Available at: http://www.rehabnurse.org.
Fuller G. (2006), Panduan Praktis pemeriksaan Neurologi, EGC, Jakarta
Ginsberg, L.(2008), Lecture Notes Neurologi, edisi kedelapan, Erlangga Jakarta
Gladstone, D. J., Danells, C. J., Black, S. E. The Fugl-Meyer. (2002), Assessment of
motor recovery after stroke: a critical review of its measurement properties.
Neurorehabilitation Neural Repair.Vol;16:232–240.
Goodrich & Bridges. (2006). Endpoint of resuscitation: what should will be
monitoring. AACN,adv critically care. 17 (3) 306-316
Grau, A.J., Buggle, F., Becher, Zimmermann, M., Spiel, T.,& Fent, M., et al.,
(1995). Recent infection as a risk factor for cerebrovascular ischemia. Stroke 26:
373
Grau, A. J., Buggle, F., Schnitzler, P., Spiel, M.,Lichy, C.,Hacke, W. (1999). Fever
and infection early after ischemic stroke. Journal Neurologi Science. 171: 115–
120.
Guyton, C.A., & Hall, J.E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Hankey GJ, Less KR, (2001), Stroke management in Practice, Harcot Health
Communication. Mosby International Ltd.
Harari, D.,Norton, C.,Lockwood,L.,Swift, C.,(2004). Treatment of constipation and
fecal incontinence in stroke patient: Randomize controlled trial. Journal of the
Ameican Heart Association.http://stroke.ahajournal.org/content/35/11/2549.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
119
UNIVERSITAS INDONESIA
Herdman, T. H. (2012). NANDA international nursing diagnoses: definitions and
classification 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.
Hinrich, M., Huseboe, J., & Tang, J.H., & Tittler, M.G. (2001) Research based
protocol. Managemen of constipation. Journal Gerontologi nurse 27 (2):17
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical-surgical nursing critical
thinking for collaborative care. Philadelphia: Saunders Elseviers.
Jeon, S.Y., Jung, H.M., (2005) The effects of abdominal meridian massage on
constipation among CVA patients. Daehan Ganho Haghoeju; 35: 1, 135-142.
Kissela, B.M., Khoury, J., Kleindorfer, D., Woo, D., Schneider, A., Alwell, K.,et al
(2005) Epidemiology of ischemic stroke in patients with diabetes: the greater
Cincinnati/Northern Kentucky Stroke Study. Diabetes Care.28:355–359.
Lamas, K., Lindholm, L., Stenlund, H., Engstro, B., & Jacobsson, C.(2009) Effects
of abdominal massage in management of constipation: a randomised controlled
trial. International.Journal of Nursing Studies; 46: 759-767.
Lamas, K., Lindholm, L., Engstro, B., & Jacobsson, C. (2010) Abdominal massage
for people with constipation: a cost utility analysis. Journal of Advanced
Nursing; 66: 8, 1719-1729.
LaSala, A. C,. Connors, M. P., Pedro, T. J., & Phipps, M. (2007). The Role of the
Clinical Nurse Specialist in Promoting Evidence-Based Practice and Effecting
Positive Patient Outcomes. The Journal of Continuing in Nursing, 38(6), 262 –
270.
Liu, Z., , Sakakibara, R., Odaka, T.,Uchiyama, T.,Yamamoto,T., & Ito, T., et al
(2005) Mechanism of abdominal massage for difficult defecation in a patient with
myelopathy (HAM/TSP). Journal of Neurology, 252: 10, 1280–1282.
Lloyd-Jones D, Adams R, Carnethon M, De Simone G, Ferguson TB, Flegal K, et
al,(2009) Heart disease and stroke statistics–2009: a report from the American
Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee
published correction appears in Circulation. 119:e21– e18
Loretz, L. (2005). Primary care tools for clinicians a compendium of forms,
questionnaires, and rating scales for everyday practice. St. Louis, Missouri:
Mosby, Inc.
Lubkin & Larsen, (2006) Cronic illness impact and intervention, ed 6, Boston, Jones
and Barlett
Martino, R., Foley, N., Bhogal, S.,Diamant, N.,Speechley, M., & Teasell, R.(2005).
Dysphagia after stroke: incidence, diagnosis, and pulmonary complications.
Stroke 36: 2756–2763.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
120
UNIVERSITAS INDONESIA
McClurg, D.,Hagen, S., Hawkin, S., & Lowe-Strong, A.(2011) Abdominal massage
for the alleviation of constipation symptoms in people with multiple sclerosis: a
randomized controlled feasibility study. Journal Multiple Sclerosis; 17: 2, 223-
233.
Morgenstern, L. B., Hemphill, J. C., Anderson, C., Becker, K., Joseph, P., &
Broderick, E. (2010) Guidelines for the Management of Spontaneous
Intracerebral Hemorrhage : A Guideline for Healthcare Professionals From the
American Heart Association/American Stroke Stroke. ;41:2108-2129; originally
published online
Mumenthaler & Mattle, (2006), Fundamental of neurologi an illustrated
guide.thieme. Stuttgart.
Moorhead, S.,Johnson, M., & Maas, M. (2004). Nursing outcomes classification
(NOC).3th
edition.St.Louis, Missouri: Mosby Elsevier.
Ness, W.(2008) Faecal incontinence: what influences care and management options?
British Journal of Nursing. 17, 18, 1148-1152.
Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI (2011).
Sambutan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. Ph pada
Pemancangan Tiang Pertama Pembangunan Rumah Sakit Pusat Otak Nasional
(National Brain Centre Hospital) di Jakarta. Mei. 17 2012. .http://www.depkes.
go.id/index.php/berita/press-release/1705-indonesia-bangun-rumah-sakit-pusat-
otak-nasional-national-brain-centre-hospital-.html
Price S.A., dan Wilson, (2006), Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit,
EGC, Jakarta
Quander, C.R., Morris, M.C., Melson, J., Bienias, J.L., & Evans, D.A. (2005),
Prevalence of and factors associated with fecal incontinence in a large
community study of older individuals. Am Journal Gastroenterologi; 100:905-
909
Radawiec, & Gonzalez, C.,M. (2009). Safe ambulation an orthopaedic patient,
Journal Orthop Nurse.28 (2): 24-27
Roy, C.S.,& Andrews, A.H.(1999). The Roy adaptation models, 2th
edition, Appleton
& Lange,USA
Sakakibara, R., Hattori, T., Yasuda, K., Yamanishi,T. (1996), Micturitional
disturbance after acute hemispheric stroke: Analysis of the lesion site by CT and
MRI. Journal of the NeurologicalSciences ; 137:47–56.
Schaller, B.J., Graf, R., Jacobs, A.H.(2006), Pathophysiological changes of the
gastrointestinal tract in ischemic stroke. American Journal of Gastroenterology;
101:1655–1665.60.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
121
UNIVERSITAS INDONESIA
Silbernagl, S., & Lang, F. (2006). Teks & atlas berwarna patofisiologi. (Iwan
Setiawan & Iqbal Mochtar, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Sinclair M (2010), The use of abdominal massage to treat chronic constipation,
Journal of bodywork and movement therapies, XX, 1-10 Science direct
Sunaryo (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
The Medifocus Guidebook on Myelodysplastic Syndromes.163 pages; last updated
June 7, 2012
Thompson, D.G.(2006), Neurogastroenterology: Imaging of the sensory and motor
control of the GI tract. Journal of Psychosomatic Research; 61:301–304.
Thompson, W.G., Long, Longstreth, G.F., Drossman, D.A, Heaton, K.W.,& Irvine
E.J., et al (1999), Functional bowel disorders and functional abdominal pain. Gut
;45(suppl 2):43– 47.
Warlow, C.P., Dennis, M.S., Gijn, V.J., Hankey, G.J., Sandercock, P. A., &
Bamford, J.M. (2007), Stroke, In: apractical guide to management. Ist
ed.London : Blackwell Science.
Weisbrodt, N. W. (2001). Motility of the large intestine. In: Johnson LR, ed (2001).
Gastroinestinal Physiology.6th ed, St. Louis, Mo: Mosby, Inc.,p:57–63.
Wilkinson, J. M. (2007). Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC
dan kriteria hasil NOC. (Widyawati, Syahirul Alimi, Elsi Dwihapsari & Intan
Sari Nurjannah, Penerjemah).
Winge K, Rasmussen D, & Werdelin, L.M. (2003), Constipation in neurological
diseases. Journal Neurosurgery Psychiatry; 74:13–19.
Wolf, P.A., D’Agostino, R.B., Kannel, W.B., Bonita, R., & Belanger, A.J. (1988).
Cigarette smoking as a risk factor for stroke: the Framingham study. JAMA.
259:1025–1029.
Wright & Leahey ,(2005). Nurses and families: a guide to family assessment and
intervention, ed.4, Philadelphia, FA Davis
Su, Y., Zhang, X., Zeng, J., Pei, Z., Cheung, F. T. R., & Zhou, Q.. et al. (2009), New
onset Constipation at Acute Stage After First Stroke Incidence, risk Factors, and
Impact on the Stroke Outcome, journal American heart Association. 40:1304-
1309
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 1
PENGKAJIAN KEPERAWATAN DENGAN PEDEKATAN TEORI ADAPTASI ROY
INFORMASI UMUM
Nama: .................................................................................... Status: TM/M/D/J No. RM : ...................................................
Umur: ........................................................tahun Pendidikan: ........................ ........................... Tgl. MRS: ..................................................
Jenis Kelamin: L P Pekerjaan : ............................................. ...... Tgl. Pengkajian: .........................................
Agama: .................................................................................. Suku : ................................................... Dx. Medis: .................................................
Informan: .............................................................................. Alamat : ......................................................................................... ...............................
Keluhan utama: ....................................................................................................................................................................................................................
Riwayat Keluhan Utama: ................................................................................................................................................. ...................................................
............................................................................... ............................................................................................................................. ...................................
................................................................................................ ............................................................................................................................. ..................
................................................................................................................. ............................................................................................................................. .
............................................................................................................................. ..................................................................................................................
1. ADAPTASI FISIOLOGI
OK
SIG
EN
AS
I
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Kesulitan bernapas: Tidak, Ya: .................................................................................... .....................................................................................
Aktivitas mempengaruhi pernapasan: Tidak, Ya: ................................................................................................................ ..............................
Batuk: Tidak, Ya:........................................................................ ........................................................................................................................
Objektif:
Tekanan darah: ..................mmHg, Nadi: ......... x/menit, Suhu: ..........oC, Pernapasan:..........x/menit, CRT: ..........detik
Irama napas: ........................Penggunaan otot aksesori pernapasan: Tidak Ya Bunyi napas: Vesikuler Ronchi Wheezing
Bunyi jantung: ...................................................................................................................
Analisa Gas Darah: Tanggal: ........................................
pH: ......................... PaO2: .........................mmHg PaCO2: ............................mmHg HCO3: ...................mmol/L
Saturasi O2: ............% BE: .............................mmol/L Total CO2 ........................mmol/L
Radiologi: ................................................................................................................................... .................................................................................
CT Scan: ..................................................................................................................................................................... .................................................
................................................................................. ............................................................................................................................. ........................
Therapy: ................................................................................................. ......................................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
NU
TR
ISI
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Apakah mengalami: Anoreksia Mual Muntah Kesulitan mengunyah Kesulitan menelan
Frekuensi makan:......../hari, jenis makanan: .............................................................Diet khusus: Ya:...................... Tidak
Alergi terhadap makanan? Ya ............................ Tidak
Objektif:
Kulit: Ruam Edema Kering Lembab Kuku: Warna .................... Kebersihan: ...........................................................................
Mukosa Oral/Bibir: Lembab Lesi Pucat Gigi: Jumlah Gigi............Buah Kebersihan: .....................................................................
Gusi: Perdarahan Inflamasi Lidah: Warna....................... Edema Lesi
BB: .................. Kg IMT: .................Kg/M2
TB: ...................Cm LLA: ................. Cm
Laboratorium:
Hb...................g/dl Hematokrit: ..................% Trombosit: ...............ribu/µl Eritrosit: .............. .... juta/µl Albumin: ..................g/dl
SGOT: ...................U/l SGPT: ......................... U/l GDS: ........................mg/dl
Therapy: .................................................................................................................... ..................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 1
Stimulus Residual:
EL
IMIN
AS
I
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
BAK: Tidak ada masalah Retensi Inkontinensia Frekuensi Disuria Perasaan terbakar Nokturia Lain-lain ......................
BAB: Tidak ada masalah Konstipasi Diare Inkontinensia Nyeri Melena Lain-lain ..................................................................
Apakah membutuhkan obat-obatan untuk BAB/BAK?
Objektif:
Urine: Bau ....................... Warna: .................... Jumlah: .....................Feses: Bau: ..................... Warna: ....................... Konsistensi: .................
Distensi bladder Ya Tidak Teraba scibala Ya Tidak Bising usus: .........x/menit
Laboratorium:Urine: ...............................................................................................Feses: ......................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
AK
TIV
ITA
S/I
ST
IRA
HA
T
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Jenis aktivitas yang dilakukan: ......................................... Frekuensi .......................... Intensitas ..........................Durasi......................
Adakah sesuatu yang membatasi aktivitas bapak/ibu? .......................................................................... .....................................................................
Kualitas tidur: ................................. Kuantitas tidur: ..................jam/hari Gangguan tidur: Tidak Ya: ..............................................
Objektif:
Keterbatasan: Tidak ada Kelemahan Kelelahan Lain-lain......................................................................................................................... .
Tonus otot: Normal Menurun Meningkat Massa otot: Normal Atropi Hipertropi
ROM terbatas: Ya Tidak, Hemiplegia: Ya Tidak, Hemiparese: Ya Tidak, Kekuatan otot: ....................................................
Kemampuan perawatan diri: Derajat ADLs 0: Mandiri 1: Memerlukan alat bantu 2: Memerlukan bantuan orang lain
3: Memerlukan alat bantu dan bantuan orang lain 4: Tergantung
[ ]Makan [ ]Mandi [ ]Merawat diri [ ]Berpakaian [ ]Penggunaan toilet [ ]Berpindah/Ambulasi
Kesimpulan: ................................................................................................................. ................................................................................................
Perubahan gaya berjalan: Pelan Sulit melangkah Kaki diseret, Kordinasi dan keseimbangan: ...................................................................
Bahasa non verbal: Menguap Bayangan hitam di bawah mata Tidak dapat berkonsentrasi
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
PR
OT
EK
SI
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Riwayat: Trauma Alergi, Jelaskan..................................................................................................................... .................................................
Objektif:
Kulit: Intak Dekubitus Lesi Luka Lembab Lain-lain................................................................................................................
Temperatur kulit: Panas Hangat Dingin Turgor: baik Menurun Jelek
Rambut: Distribusi:...............teksture:....................Kondisi kulit kepala: ............ Kuku: .............. Perspirasi: ............ Membran mukosa:.............
Respon peradangan: panas merah bengkak nyeri
Laboratorium: ..................................................................................................................................................... .........................................................
Therapy: ................................................................ ............................................................................................................................. ..........................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
SE
NS
AS
I
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Apakah ada gangguan penglihatan? Tidak Kacamata
Apakah ada gangguan pendengaran? Tidak Tuli [D/S] Alat bantu dengar [D/S]
Kesulitan pengecapan dan penghidu: Ya Tidak, jelaskan ............................................................................................................................. .....
Nyeri/ketidaknyamanan:
Jelaskan: ............................................................................................ ...........................................................................................................................
Objektif:
Gangguan fisik pada: Mata Telinga Hidung Lidah Kulit, Lama mengalami gangguan: ........................ Visus OD/OS: .................
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 1
Sensasi: Nyeri [ ] Suhu [ ] Taktil [ ] Posisi [ ] Vibrasi [ ], Skala nyeri (1-10):............Ekspresi wajah................ Perilaku: ......................
Therapy: ........................................................................................................................................................ .............................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
CA
IRA
N,
EL
EK
TR
OL
IT
DA
N A
SA
M B
AS
A
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Jenis minuman yang dikonsumsi: ............................Jumlah: ..................., Apakah mengkonsumsi suplemen? Ya: .............................. Tidak
Objektif:
EKG:......................................................................................................................... ..................................................................... ...............................
Laboratorium: Tanggal:.................. Natrium:........... mmol/l Kalium: ........mmol/l Chlorida: ...........mmol/l
Therapy: .................................................................................................................... ...................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
FU
NG
SI
NE
UR
OL
OG
IS
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Apakah merasa ada perubahan dalam rentang perhatian? kewaspadaan? ingatan? Jelaskan:........................................................................... ..........
Apakah mengalami kesulitan menelan? Makan? Berjalan? Jelaskan: ......................................................... ...............................................................
Apakah pernah mengalami kejang? Kapan? Berapa kali? Berapa lama? Jelaskan: .................................................. ..................................................
Apakah mengalami tremor? Dimana? Berapa lama? Jelaskan: ...................................................................................... ............................................
Objektif:
Status Mental
Tingkat kesadaran: Compos mentis Apatis Somnolen Sopor Soporo-comatous Coma Skor GCS: E....M....V..........
Orientasi: Waktu Ya Tidak Tempat Ya Tidak Orang Ya Tidak
Memori: Segera Ya Tidak Jangka pendek Ya Tidak Jangka panjang Ya Tidak
Bahasa: Disartria Afasia Disfonia Aleksia
6CIT (6-item Cognitive Impairtment Test):
Tahun berapa sekarang? Benar [0] Salah [4]
Bulan apa sekarang? Benar [0] Salah [3]
Tanyakan pada pasien untuk mengingat alamat (Fase Memori)
Mis: John/Brown/42/West Street/Chicago
Tanyakan waktu sekarang (dalam sebuah jam) Benar [0] Salah [3]
Hitung mundur dari 20 – 1 Benar [0] 1 salah [2] >1 salah [4]
Sebutkan 12 bulan dalam tahun dari belakang Benar [0] 1 salah [2] >1 salah [4]
Ulangi Fase Memori Benar [0] 1 salah [2] 2 salah [4] 3 salah [6] 4 salah [8] semua salah [10]
Skor > 8 : Gangguan kognitif
Nervus cranial: Normal Tidak normal, Gambarkan penyimpangan: .......................................................................... ...................................
Refleks Fisiologis: Biseps:......./....... Triseps: ......../....... Patella: ......../......... Achilles: ........../.......... Refleks Patologis: Babinsky........./...........
Iritasi Meningen: Kaku kuduk: ........ Brudzinsky I: ........./........ Brudzinsky II: ......../........ Kernig sign:........./..........Laseque sign: ........./.........
Tes Diagnostik: ..........................................................................................................................................................................................................
Therapy: ........................................................................................................................... ............................................................................. ..............
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
FU
NG
SI
EN
DO
KR
IN PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Apakah ada riwayat diabetes melitus?
Objektif:
Pembesaran tiroid: Ya Tidak Eksoftalmus: Ya Tidak Kretinisme: Ya Tidak Gigantisme: Ya Tidak
Laboratorium: ..........................................................................................................................................................................................................
Therapy: .................................................................................................................... ...................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULI
Stimulus Fokal:
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 1
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
2. KONSEP DIRI
FIS
IK-D
IRI/
PE
RS
ON
AL
DIR
I
PE
RS
ON
AL
DIR
I
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif:
Sensasi tubuh:
Bagaimana perasaan bapak/ibu dengan penyakit yang dialami? .................................................................. ..............................................................
Citra tubuh:
Apakah pernah mengalami perubahan fisik pada tubuh bapak/ibu? Ya Tidak
Perubahan fisik yang dialami:................................................................................................ ......................................................................................
Apakah bapak/ibu sulit menerima perubahan kondisi yang dialami? ........................................................................ .................................................
Bagaimana perasaan bapak/ibu terhadap penampilannya? .........................................................................................................................................
Konsistensi diri:
Bagaimana bapak/ibu menggambarkan diri sebagai manusia? Karakter pribadi? ................................................... ...................................................
Ideal diri:
Apa harapan bapak/ibu terhadap diri?............................................................................................................................ ..............................................
Moral-etik-spiritual diri:
Keyakinan spiritual: ........................................................ Jenis aktivitas keagamaan yang diikuti: ............................ .........................................
Objektif:
Komunikasi non verbal: Tidak mau melihat bagian tubuh ............................ Tidak mau menyentuh bagian tubuh .....................................
Penampilan: ................................................................................................................. ................................................................................................
Ekspresi perasaan: Menyalahkan diri Tidak berdaya Kesendirian Perasaan sedih yang sangat hebat
Nilai dan praktik keagamaan sejak sakit: ....................................................................................................................................................................
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
3. FUNGSI PERAN
PENGKAJIAN PERILAKU
Peran primer: ............................................................................................................................. ..................................................................................
Peran sekunder: ............................................................................................................................................................. ..............................................
Peran tertier: ..................................................................... ............................................................................................................................. ..............
Pengharapan keluarga/orang terdekat: ............................................................................... ..........................................................................................
Pendapat bapak/ibu tentang pengharapan orang lain? .......................................................................... .......................................................................
Harapan terhadap diri sendiri: .............................................................................................. .......................................................................................
Objektif:
Peran selama sakit: ......................................................................................................... .............................................................................. ...............
PENGKAJIAN STIMULUS
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
4. INTERDEPENDENSI
PENGKAJIAN PERILAKU
Anggota keluarga: ........................................................................................................................................................................................................
Orang yang paling dekat: ........................................................... alasan: ....................................................................................... ..............................
Selain keluarga, sosialisasi dengan ................................................................ ..............................................................................................................
Objektif:
Respon non verbal saat berinteraksi dengan orang lain: ............................................................................................................................. ...............
Observasi perilaku memelihara kasih sayang, perhatian, bantuan: ................................................... ..........................................................................
PENGKAJIAN STIMULI
Stimulus Fokal:
Stimulus Kontekstual:
Stimulus Residual:
(Oleh Residen Neuro: Puji, Ardi, Dwi)
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
RESUME KASUS RESIDENSI
N
O
RIWAYAT SINGKAT PERILAKU STIMULUS DIAGNOSA EVALUASI
STROKE HEMORAGIK
1 SH+DM +on CKD
Tn P usia 46 tahun,
pendidikan tidak sekolah (
klien buta huruf),
pekerjaan Satpam,
menikah, agama
islam,suku jawa, alamat
jl.gelatik atas kelurahan
rengas, No RM: 01143964.
Klien MRS hari sabtu
tanggal 28/04/12 di IGD
RSUP Fatmawati, lalu
masuk ruang teratai LVI
tanggal 29/04/12. Klien
mengatakan 1 hr sebelum
mrs merasakan sakit kepala
mulai bangun tidur pagi
hari, lalu minta diantar istri
kekamar mandi, setelah
dari kamar mandi tiba-tiba
badan sudah lemes sisi
kanan. Riwayat pingsan (-
), kejang (-), muntah (-),
tanggal 29 malam klien
mengeluh sakit kepala
sampai teriak- teriak.
Riwayat HT (+) sejak 2 th
tidak terkontrol baik,
riwayat DM sejak 2 th
juga tanpa pengawasan
dari dokter secara teratur
(klien membeli obat
metformin sendiri di
apotik), klien baru
mengetahui sakit DM dan
Tanggal pengkajian 30 Mei 2012, Tekanan darah saat di
IGD adalah 200/120 mmHg, saat ini tensi 220/120 mmHg,
MAP 153,3, N= 96x/mt, RR 20 X/mt pupil isokor ɸ
2mm/2mm, suhu 37,1°C, kesadaran camposmentis GCS
E4M6V5. Hasil CT Scan tgl 28 April 2012= perdarahan
pada basal ganglia + 3 cc, infark parietal kiri,
intraventrikuler lateralis, basal ganglia bilateral, capsula
interna kanan. Sinusitis maksilaris kanan. Riwayat merokok
sejak muda 2 bungkus sehari, dalam 5 tahun ini sudah
berhenti, menurut istri klien punya riwayat penyakit asam
urat, dan jika dirumah sudah berusaha tidak makan manis-
manis tetapi menurut tetangga klien sering tidak patuh
terhadap makanan pantangan. Klien belum bab sejak mrs +
3 hari, BU 12x/mt, perkusi abdomen timpani Klien
mengatakan malas makan karena kepalanya sakit, nyeri
kepala skala 8 dan juga badan terasa sakit semua. Hasil
laboratorium : 28/4/12 hemoglobin adalah 17 g/dL (13 –
17,3 mg/dL), Hematocrit 49%, ureum 73 (20-40), creatinin
3,0 (0,6 – 1.5 tgl 30/4/12 kadar Albumin 3,5 (3,4-4,8),
Asam urat 11,2 (<7), GDP 107 (80-100), GD 2jpp 125 (80-
145), trigliseride 249 (<150), cholesterol total 226 (<200).
Tinggi badan 160 cm, LILA 31 cm, perkiraan BB 67,45kg.
BB ideal 56 kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah
26.34 (N 18,5 – 24,9). Kesadaran composmentis, GCS 15
(E4M6V5), kekuatan otot 4444
4433|
5555
5555; reflek fisiologi : bisep,
trisep, patella, tendon achiles +2
+2|
+2
+2 dalam batas normal;
Fungsi serebelum: dengan test telunjuk-hidung , tumit-lutut,
dan tangan yang dijulurkan didapatkan hasil normal atau
koordinasi baik. Fungsi otonom : inkontinensia uri tidak
didapatkan. Inkontinensia alvi; tidak didapatkan.
Sensibilitas tidak terganggu. Tanda peningkatan tekanan
intrakranial : nyeri kepala (+), muntah (-), papiledema (-).
Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig
>135/>135, Laseque >70/>70. Babinski (+/-), brudinski I &
Stimulus fokal adalah
perdarahan
intraserebral dan
infark serebral
stimulus kontekstual
adalah Hipertensi,
asam urat tinggi dan
DM, stimulus residual
adalah kebiasaan
merokok dan ketidak
patuhan diet.
- Ketidakefekt
ifan perfusi
jaringan
serebral
- Kerusakan
mobilitas
fisik
- Nyeri akut
- Gangguan
eliminasi
Alvi
konstipasi
- Kecemasan
- Ketidak
efektifan
Managemen
terapiutik
individu
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 12 hari
didapatkan hasil perfusi jaringan
serebral adekuat, nyeri kepala
pada hari ke tiga sudah menurun
skala 3 dan pada hari ke- 10
sudah skala 1, pola BAB sudah
stabil mulai hari ke 5, klien
mengungkapkan akan menjalani
program pengobatan sesuai yang
disarankan perawat atau dokter,
klien mengungkapkan terjadi
perkembangan meningkat pada
kesehatannya, istri klien
mengungkapkan sudah berhasil
mengurus jaminan kesehatan
suaminya sehingga mempunyai
harapan suaminya bisa
mendaptkan pengobatan sampai
tuntas. Klien tampak lebih
tenang bahwa biaya rumah sakit
tidak membebani fikirannya lagi.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Tn P adaptif
terhadap kondisi yang dialami
saat ini.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
HT ketika opname di RS
suyoto th 2010 akibat
serangan stroke, pada saat
itu klien juga mengalami
kelemahan pada tangan
dan kaki kanan dan MRS
selama 1 minggu.
II (-). Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut :
Nervus I-XII tidak ada gangguan, hanya pada Nervus VII
parese dekstra sentral, wajah sedikit asimetris lemah pada
sisi dekstra.
2 SH + HT
Ny. S, usia 62 th, agama
Islam, Status janda 2 anak,
pekerjaan ibu rumah
tangga, suku betawi,
alamat jl. Jurang mangun
barat no 17 Pare, suku
betawi. Klien MRS tgl 26
Februari 2012,. Diagnosa
medis waktu masuk IRD :
CVD SH saat ini CVD SH,
HT grade II, pneumonia.
Tensi darah waktu masuk
200/110 mmHg, mulai
tanggal 27/2/2012 –
29/2/2012 tensi turun
180/100 mmHg, mulai tgl
13/3/2012 sampai saat ini
tensi rata-rata 130/80
mmHg. Keluarga
mengatakan 1 hari
sebelum MRS malam
setelah sholat isya klien
tiba-tiba mengalami
kelemahan pada kanan dan
tangan kanan, mulut
mencong kekiri, klien tidak
mampu bicara, tersedak
saat minum, mual, muntah
(-), pingsan(-), Kejang (-),
riwayat HT (+) sejak 10 th
tidak terkontrol
Pengkajian tgl 3/April/2012 sehingga saat dikaji klien
sudah memasuki hari ke 37, klien mengalami kesulitan
menelan disebabkan stroke hemoragik, saat dikaji klien
masih terpasang NGT dan mendapat diet blender 1200
kalori personde. tensi 130/80 mmHg, suhu 37°C, Nadi:
88x/mt, RR: 20 x/mt pupil isokor 3mm/3mm, kesadaran
komposmentis, E4M6Vafasia klien mengalami disfagia derajat
I (drooling, wajah tidak simetris, gerakan lidah
terganggu/mengalami kelemahan, tidak bisa menutup bibir)
batuk(-),. keadaan kulit agak bersih, terdapat bekas lecet,
edema pada tangan kanan, skor Braden Scale 11 (risiko
tinggi untuk terjadi luka tekan), Eliminasi urin : terpasang
kateter, produksi urine dalam sehari 2000 cc/hari. Warna
urin jernih, Eliminasi fekal : BAB (+) mulai tanggal
26/3/2012 klien diare, warna kecoklatan frekwensi sering,
cair + ampas.BU 12x/mt, perkusi abdomen timpani, Suhu
37° C hasil CT Scan menunjukkan perdarahan
intraventrikuler. Tanda peningkatan tekanan intrakranial:
nyeri kepala (-), muntah (-), papiledema tidak dilakukan.
Tanda rangsang meningeal : Kernig >1350/>135
0, Laseque
>700/>70
0 kaki kanan nyeri, Brudinski I & II -/-.
Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut : Nervus I
(olfaktorius), II sulit dinilaii; pupil bulat isokor Ø 3 mm/3
mm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata
kanan dan kiri +/+, Nervus III, IV,V dan VI tidak ada
parese;parese nerves VII dextra dan XII dextra : disfagia;
Nervus VIII tidak mengalami gangguan pendengaran;
Nervus IX, dan X klien mengalami afasia, disfagia
(gangguan menelan); Nervus XI parese dextra. Kekuatan
otot 1111
1111
5555
5555
Stimulus fokal adalah
penurunan kekuatan
otot, stimulus
kontekstual adalah
perdarahan
intraventrikuler,
pneumonia. stimulus
residual adalah
hipertensi sejak 10 th
yang lalu.
- Risiko
aspirasi
- Kerusakan
menelan
- Nutrisi
kurang dari
kebutuhan
- Inkontinensi
a fecal
- Kerusakan
integritas
kulit
- Kerusakan
komunikasi
verbal
- Risiko
disuse
syndrome
- Incontinensi
a urine
Klien KRS tgl 10/04/12
Pada hari ke-44 NGT masih
belum dilepas, Klien mendapat
peningkatan diit untuk koreksi
berat badan dan infeksi, secara
berangsur diet klien ditingkatkan
dengan penambahan putih telur
(3 butir putih telur dengan 3 kali
pemberian, dengan perincian 3 x
120 kcal= 360 kcal) sehingga
kalori yang diterima klien
menjadi 1632 kcal. Klien
diperbolehkan pulang dengan
evaluasi tidak terjadi aspirasi,
komunikasi sudah mampu
menyebutkan namanya,
mobilisasi meningkat sudah
mampu duduk dengan disanggah
selama 2 jam 4 kali sehari,
buang air besar perubahan
konsistensi feses dari type 6
dalam kartu bristol menjadi type
5, frekwensi BAB berkurang
menjadi 3 kali sehari. Integritas
kulit utuh lecet- lecet sudah
membaik, foley catheter masih
terpasang. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa Ny.S
adaptif dengan kondisi yang
dialami saat ini, hanya saja
masih terjadi disfagia dan afasia
yang dibutuhkan latihan oral
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
exercise lebih lanjut. sehingga
untuk kerusakan menelan, dan
komunikasi masih belum
adaptif. Perawatan klien
dilanjutkan oleh perawat
homecare.
3 SH+ HT
klien Ny J usia 55 tahun,
pendidikan SD, suku jawa
pekerjaan ibu rumah
tangga, menikah, agama
islam, alamat jl.pamulang
barat tangerang No RM:
010955951. Klien mrs tgl
5 oktober 2011 di HCU,
melalui IGD RSUP
Fatmawati.. Klien Ny.J
ditemukan keluarga
pingsan dirumah
kontrakan, tidak sadar 6
jam sebelum mrs, muntah
(-), Kejang (-), riwayat HT
(+) sejak 6 th tidak
terkontrol baik, riwayat
DM tidak diketahui,
Tanggal pengkajian, 5 Oktober 2011 jam 13.00 tekanan
darah 200/110 mmHg, MAP klien adalah 140 (N=70-130),
kesadaran sopor-coma, pupil bulat anisokor Ø 2 mm/4 mm,
reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata kanan
dan kiri +/+, hasil CT Scan menunjukkan adanya
perdarahan intraparenkimal dengan edema perifokal di
lobus temporal kanan dengan estimasi volume perdarahan
+21.6 ml disertai herniasi subfalcin kekiri perdarahan
subdural regiofronto temporo parietal kanan, kesadaran
sopor-coma, terpasang NGT, diit cair 3 x 250 cc. bising
usus 10 x/menit, perkusi timpani, palpasi supel. Tinggi
badan 155 cm, LILA 24 cm, perkiraan BB 46.8kg. BB ideal
49.5; BMI klien berdasarkan taksiran BB 1.95 (N 18,5 –
24,9). kekuatan otot sulit dikaji; reflek fisiologi : bisep
+1/+1, trisep +1/+1, patella +1/+1, tendon achiles +1/+1.
reflek patologi : Babinski, Chaddock, Gordon, Oppenheim,
Schaefer, (-/-). Fungsi serebelum: test koordinasi belum
dapat dikaji. Fungsi otonom: inkontinensia uri, terpasang
kateter menetap.Tanda peningkatan tekanan intrakranial :
nyeri kepala (-), muntah (-), papiledema tidak dilakukan.
Tanda rangsang meningeal : belum dapat dikaji.
Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut : Nervus
I,II, IV,VI,VII,VIII,IX,X,XI,XII belum dapat dikaji; Nervus
III pupil bulat anisokor Ø 2 mm/4 mm, reflek cahaya
langsung dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+
Stimulus fokal adalah
penurunan kesadaran ,
stimulus kontekstual
perdarahan
intraparenkimal
dengan edema
perifokal di lobus
temporal kanan
dengan estimasi
volume perdarahan
+21.6 ml disertai
herniasi subfalcin
kekiri perdarahan
subdural regiofronto
temporo parietal
kanan, perdarahan
subarakhnoid stimulus
residual adalah
hipertensi sejak 6 th
yang lalu.
- Risiko
aspirasi
- Ketidakefe
ktifan
perfusi
jaringan
serebral
- Nutrisi
kurang dari
kebutuhan
- Risiko
gangguan
integritas
kulit
- Defisit
perawatan
diri total
.
Pada hari kedua perawatan
kondisi klien menurun:NGT
produksi warna hitam, terjadi
stress ulcer, peningkatan suhu
40° C, RR 38x/mt, T=140/80 N
76x/mt kaku kuduk (+),
Brudzinski I/II= (-) GCS=1-1-1
Memasuki hari ke 3 tanggal
6/10/12 pukul 02.10 klien apnoe
dan meninggal, dengan demikian
dapat disimpulkan klien
maladaptif terhadap kondisi
yang dialami.
4 SH+ HT
Tn As/55 th, agama Islam,
pendidikan SD, tidak
bekerja (mantan satpam),
suku Betawi, RM
01141364,alamat: Jl Jati
RT 05/RW04 sawangan
baru, Tanggal MRS
Tanggal pengkajian 23/04/2012, tensi 170/90 mmHg, MAP
116 (N=70-130), N= 76x/mt, RR 20 X/mt pupil isokor ɸ
3mm/3mm, suhu 36,6°C, kesadaran camposmentis GCS
E4M6V5. Hasil CT Scan tgl 20 April 2012= perdarahan
Thalamus kanan, periventrikel lateralis kanan,
intraventrikel lateralis kanan, tampak infark pada basal
ganglia kanan dan parietalis kanan. Klien belum bab + 5
hari, BU 10x/mt, perkusi abdomen timpani Klien
Stimulus fokal adalah
perdarahan
intraserebral stimulus
kontekstual adalah
Hipertensi, stimulus
residual adalah
kebiasaan merokok,
riwayat stroke
- Risiko
perubahan
perfusi
jaringan
serebral
- Kerusakan
mobilitas
fisik
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 10 hari
didapatkan hasil perfusi
jaringan serebral adekuat, nyeri
kepala pada hari ke-4 sudah
menurun skala 3 dan pada hari
ke-8 sudah skala 1, pola BAB
sudah stabil mulai hari ke-2,
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
20/04/12, klien 3 hari di
IGD, Riwayat keluhan
masuk klien sedang
mengangkat serpihan
bahan bangunan waktu
merenovasi rumah, tiba-
tiba tubuh terasa lemas,
duduk tidak kuat, dan
jatuh- jatuh terus. riwayat
HT (+) sejak tahun 1996
berobat tidak teratur, tahun
1996 pernah MRS
seminggu kena stroke,
riwayat DM (-). Riwayat
merokok sejak usia 20
tahun, 12 batang sehari.
mengatakan muntah- muntah terus mulai di IGD, hari ini
belum mau makan pagi tadi hanya makan sereal, nyeri
kepala skala 7. Hasil laboratorium : 18/4/12 hemoglobin
adalah 13 g/dL (13 – 17,3 mg/dL), Hematocrit 39.2%,
ureum 22 (20-40), creatinin 1.1 (0,6 – 1.5 tgl 30/4/12 kadar
GDS 119 (79-140),SGOT 20 mg/dl (N: <31), SGPT 25 (N:
<31). Tinggi badan 160 cm, LILA 30 cm, perkiraan BB
64.85 kg. BB ideal 56 kg; BMI klien berdasarkan taksiran
BB adalah 25.3 (N 18,5 – 24,9) Kesadaran composmentis,
GCS 15 (E4M6V5), kekuatan otot 5555
5555|
3344
4444; reflek
fisiologi: bisep, trisep, patella, tendon achiles +2
+2|
+2
+2 dalam
batas normal; Fungsi serebelum: dengan test telunjuk-
hidung , tumit-lutut, dan tangan yang dijulurkan didapatkan
hasil normal atau koordinasi baik. Fungsi otonom :
inkontinensia uri tidak didapatkan. Inkontinensia alvi; tidak
didapatkan. sensibilitas tidak terganggu.Tanda peningkatan
tekanan intrakranial : nyeri kepala (+), muntah (+) 3X mulai
pagi, papiledema (-). Tanda rangsang meningeal: Kaku
kuduk (-) Kernig >135/>135, Laseque >70/>70. Babinski (-
/+), brudinski I & II (-). Pemeriksaan saraf kranial adalah
sebagai berikut : Nervus I-XII tidak ada gangguan, hanya
pada Nervus VII parese dekstra sentral, wajah asimetris
lemah pada sisi kiri.
- Nyeri akut
- Gangguan
eliminasi
Alvi
konstipasi
- Ketidakefekt
ifan
Managemen
terapiutik
individu
kemuduan pada hari ke 10 klien
sudah mampu jalan ke kamar
mandi dan BAB di toilet.
Kekuatan otot. 5555
5555|
5555
5555 klien
mengungkapkan tidak ingin
sakit lagi seperti ini dan akan
rajin kontrol kesehatan di
puskesmas untuk mengatasi
darah tingginya. Dengan
demikian dapat disimpulkan
bahwa Tn AS adaptif terhadap
kondisi yang dialami saat ini.
5 SH+ HT
Ny KI/40 th, agama Islam,
pendidikan SMA, tidak
bekerja, suku Betawi,
kawin, anak 2 orang,
alamat: Jl Pariksit W3/70
Jakarta, Tanggal MRS
14/03/12 jam 18.30 WIB,
Riwayat keluhan masuk
IGD klien mengalami
penurunan kesadaran tiba-
tiba 2 jam sebelum MRS,
sebelumnya klien tidur dan
ketika bangun anggota
gerak bagian kanan tidak
Tanggal pengkajian 19/03/2012, tensi 200/100 mmHg,
MAP 133,3 (N=70-130), N= 75x/mt, RR 20 X/mt pupil
isokor ɸ 3mm/3mm, suhu 36°C, kesadaran camposmentis
GCS E4M6Vafasia. Hasil CT Scan tgl 14/03/12=
perdarahan di basal ganglia kiri, volume + 13,3 cc dengan
ferifokal edema disekitarnya. Klien belum bab + 7 hari, BU
12x/mt, perkusi abdomen timpani Klien mengatakan kepala
terasa sakit, nyeri kepala skala 8dibantu dengan bahasa
nonverbal. Mual (-), muntah (-), Hasil laboratorium :
15/3/12 hemoglobin adalah 14 g/dL (11.7 – 15.5 mg/dL),
Hematocrit 38% (33-45), Albumin 3,5 (3,4 -4,8), Asam urat
5,3 (<7), GDP 84 (80-100), GD 2jpp 112 (80-145),
trigliseride 75 (<150), cholesterol total 187 (<200). Tinggi
badan 155 cm, LILA 26 cm, perkiraan BB 51 kg.
BB ideal 50 kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah
Stimulus fokal adalah
penurunan kekuatan
otot, stimulus
kontekstual adalah
perdarahan
intraserebral, stimulus
residual adalah
hipertensi
- Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
serebral
- Kerusakan
mobilitas
fisik
- Gangguan
eliminasi
Alvi
konstipasi
- Kerusakan
komunikasi
Klien KRS tanggal 28/03/2012
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 10 hari (hari
perawatan ke-15) didapatkan hasil
perfusi jaringan serebral adekuat,
nyeri kepala pada hari ke-5 sudah
menurun skala 3 dan pada hari ke-
8 sudah skala 1, pola BAB sudah
stabil mulai hari ke-4 dengan
konsistensi type 5 pada kartu
bristo stooll, kemudian pada hari
ke 10 klien sudah mampu duduk
uncang- uncang kaki. Kekuatan
otot. 2222
2222|
5555
5555 klien sudah bisa
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
bisa digerakkan, bicara
pelo, nyeri kepala (-), sesak
(-), diplopia (-), kejang (-
riwayat HT (+) 3 tahun
berobat tidak teratur,
riwayat DM (-). Riwayat
merokok (-)
21,2 (N 18,5 – 24,9)Kesadaran composmentis, GCS
E4M6Vafasia, kekuatan otot 1111
1111|
5555
5555;. reflek fisiologi:
bisep, trisep, patella, tendon achiles +2
+2|
+2
+2 dalam batas
normal; Fungsi serebelum: dengan test telunjuk-hidung ,
tumit-lutut, dan tangan yang dijulurkan didapatkan hasil
normal atau koordinasi baik. Fungsi otonom : inkontinensia
uri tidak didapatkan. Inkontinensia alvi; tidak didapatkan.
sensibilitas tidak terganggu. Tanda peningkatan tekanan
intrakranial : nyeri kepala (+), muntah (-), papiledema (-).
Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig
>135/>135, Laseque >70/>70. Babinski (+/-), brudinski I &
II (-). Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut:
Nervus I-IV, IX-X tidak ada gangguan, hanya pada Nervus
VII parese dekstra sentral, wajah asimetris lemah pada sisi
kanan, N XI lemah pada sisi kanan, Nervus XII kekuatan
lidah menurun
menyebutkan namanya pada hari
ke-4, dan pada hari ke-10 sudah
mampu membuat kalimat agak
panjang meskipun pelo. Kontrol
CT Scan dengan kontras 26/03/12
tak tampak lesi patologis, SOL
intraserebri, tak tampak
penyangatan pasca kontras,
dibanding CT Scan lama status
quo. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Ny KI adaptif
terhadap kondisi yang dialami saat
ini.
6 SH + HT+DM
Ny SK, usia 63 th, agama
Islam, Status kawin,
mempunyai 3 orang anak,
pekerjaan ibu rumah
tangga, suku Jawa, RM
01099957 alamat jl.
Pandan no 29, kebayoran,
Jaksel. Klien MRS tgl
25/10/11. Kesadaran sopor,
tensi darah waktu masuk
140/90 mmHg, S: 36, N:
106x/mt, RR:20x/mt,
Keluarga mengatakan + 1
minggu sebelum klien tiba-
tiba jatuh karena lemas sisi
tubuh sebelah kiri saat itu
masih bisa berkomunikasi
seperti biasa, sakit kepala
(+), mual (-), muntah (-)
Klien sudah dibawa ke
RSIA Yadika dirawat
Klien dirawat di HCU, selama 4 hari ( sampai dengan
tanggal 29/10/11 klien pindah ke ruang perawatan)
Pengkajian tgl 29/10/11 sehingga saat dikaji klien sudah
memasuki hari ke-5 perawatan, saat dikaji klien masih
terpasang NGT dan mendapat diet blender 1200 kalori
personde. tensi 160/100 mmHg (MAP=120), suhu 37°C,
Nadi: 100x/mt, RR: 20 x/mt pupil isokor 3mm/3mm,
kesadaran komposmentis, E4M6V5, batuk(-), keadaan kulit
bersih, skor Braden Scale 11 (risiko tinggi untuk terjadi
luka tekan), Eliminasi urin : terpasang kateter, produksi
urine dalam sehari 2200 cc/hari. Warna urin jernih,
Eliminasi fekal : BAB (+), BU 14 x/mt, perkusi abdomen
timpani, hasil CT Scan 18/10/11 menunjukkan perdarahan
thalamus kanan dan intraventrikuler lateralis kanan dan kiri.
hasil CT Scan 25/10/11 menunjukkan perdarahan
intraparenkim di thalamus kanan volume +9,36 cc. dan
intraventrikuler lateralis kanan, infark basal ganglia
bilateral..Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri
kepala (+), muntah (-), papiledema tidak dilakukan. Tanda
rangsang meningeal : Kernig >1350/>135
0, Laseque
>700/>70
0, Brudinski I & II -/-. Pemeriksaan saraf kranial
adalah sebagai berikut : Nervus I,II, IV,VI tidak ada parese;
Stimulus fokal adalah
penurunan kekuatan
otot, stimulus
kontekstual adalah
perdarahan
intraparenkim,
stimulus residual
adalah hipertensi dan
DM sejak 10 th yang
lalu.
- Risiko
perfusi
jaringan
serebral
- Risiko
aspirasi
- Kerusakan
menelan
- Risiko
Kerusakan
integritas
kulit
- Kerusakan
mobilitas
fisik
Klien KRS tgl 08/11/12
Pada intervensi hari ke-5 (hari
perawatan ke- 10) NGT sudah
dapat dilepas demikian juga
foley catheter, diet klien sudah
optimal. Klien diperbolehkan
pulang dengan evaluasi perfusi
jaringan adekwat, tidak terjadi
aspirasi, mobilisasi meningkat
sudah mampu duduk sendiri
dengan uncang- uncang kaki,
Integritas kulit utuh, Dengan
demikian dapat disimpulkan
bahwa Ny.SK adaptif dengan
kondisi yang dialami saat ini,
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
selama 4 hari namun
dibawa pulang keluarga,
selanjutnya tadi pagi klien
tidak bisa bicara,
cenderung tidur. Dan sulit
dibangunkan riwayat HT
(+) sejak 10 th tidak
terkontrol, DM 10 tahun
juga tidak terkontrol
pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya langsung
dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri+/+, nerves VII
parese sinistra sentral, Nervus IX,X dan XII parese:
disfagia; Nervus VIII tidak mengalami gangguan
pendengaran; Nervus XI parese sinistra. Kekuatan otot 5555
5555
1111
1111
7 SH + HT
klien Tn D/ usia 58 tahun,
pendidikan Sarjana, suku
Jawa, pekerjaan pegawai
negeri, menikah, agama
islam, alamat jl. Bermis
serpong asri B7/16
tangerang. No RM:
00989040. Klien mrs tgl
29/09/11 di HCU, melalui
IGD RSUP Fatmawati.
Klien Tn D, mengalami
penurunan kesadaran sejak
tadi pagi, keluarga
mengatakan klien akan
pergi kekamar mandi tetapi
tiba- tiba jatuh dan pingsan
muntah (+), Kejang (-),
riwayat HT (+) sejak 8 th
tidak terkontrol baik,
riwayat DM tidak
diketahui, klien terkena
stroke perdarahan 1 tahun
yang lalu.
Tanggal pengkajian, 30 September 2011 jam 09.00 tekanan
darah 200/100 mmHg, MAP klien adalah 133.3 (N=70-
130), N: 116x/mt, S: 39.8°C, kesadaran sopor-coma,
batuk(-), Rh +/+, Wh -/-, nadi 120 x/menit, RR: 32 x/mt,
NRM 10 lpm, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, murmur (-
), gallop (-).Hasil laboratorium tgl 29/09/11; hemoglobin
adalah 15,6 g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL);. Analisa gas darah
menunjukkan hasil pH 7,423. pCO2 33.5, pO2 78,0 mmHg,
HCO3 21.4 mmol/liter, BE -2/-2 mmol/liter dan O2 saturasi
96%.hasil CT Scan menunjukkan adanya perdarahan
intraparenkimal di ruang temporo-parietal dekstra ukuran
5.4x4x7 cm= 78 cc, perdarahan intraparenkimal di pons,
perdarahan sub arakhnoid di intraventrikel 3 lateralis,
edema serebri di kedua hemisfer, herniasi subfalk sinistra,
infark basal ganglia sinistra dan thalamus sinistra, terpasang
VP shunt di proyeksi ventrikel lateral dekstra. Terpasang
NGT, Produksi warna hitan, klien sementara puasa. bising
usus 12 x/menit, perkusi timpani, palpasi supel. Tinggi
badan 160 cm, LILA 29 cm, perkiraan BB 56,8 kg. BB
ideal 54 kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB 22.18 (N
18,5 – 24,9). Hasil laboratorium tanggal 29/09/11
hemoglobin adalah 13,7 g/dL (13 – 17,3 mg/dL),
Hematocrit 43%, ureum 32 (20-40), creatinin 0.8 (0,6 – 1.5
GDS 132 (70-140), kekuatan otot sulit dikaji; reflek
fisiologi : bisep +1/+1, trisep +1/+1, patella +1/+1, tendon
achiles +1/+1. reflek patologi : Babinski, Chaddock,
Gordon, Oppenheim, Schaefer, (-/-). Fungsi serebelum: test
koordinasi belum dapat dikaji. Fungsi otonom:
inkontinensia uri, terpasang kateter menetap.Tanda
peningkatan tekanan intrakranial : nyeri kepala (-), muntah
Stimulus fokal adalah
penurunan kesadaran ,
stimulus kontekstual
perdarahan
intraparenkimal,
perdarahan sub
arakhnoid, disertai
herniasi subfalcin
kekiri stimulus
residual adalah
hipertensi sejak 8 th
yang lalu, riwayat
stroke perdarahan 1 th
yang lalu
- Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
serebral
- Risiko
aspirasi
- Gangguan
pertukaran
gas
- Risiko
gangguan
integritas
kulit
- Risiko
disuse
sindrome
Pada hari kedua perawatan
kondisi klien menurun: NGT
produksi tetap warna hitam, ,
peningkatan suhu 41°C, RR
36x/mt, T=80/40 N 91 x/mt
kaku kuduk (+), Brudzinski I/II=
(-) GCS=1-1-1, tanggal 1/11/11
pukul 23.30 klien apnoe dan
meninggal, dengan demikian
dapat disimpulkan klien
maladaptif terhadap kondisi
yang dialami.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
(-), papiledema tidak dilakukan. Tanda rangsang meningeal
belum dapat dikaji. Pemeriksaan saraf kranial: Nervus I,II,
IV,VI,V,VII,VIII,IX,X,XI,XII belum dapat dikaji; Nervus
III pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya
langsung dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+.
8 SH+Aritmia+Hipotensi
Tn MA/55 th, agama
Islam, pendidikan sarjana,
pensiunan(mantan pegawai
bank), suku jawa, RM
979054 ,alamat: Jl Melati
no.3 Jaksel, Tanggal MRS
10/10/11, klien 4 hari di
Ruang anggrek, lalu di
HCU sampai dengan
27/10/11 selanjutnya
pindah di ruang perawatan
, Riwayat keluhan masuk
klien tanggal 09/10/11 sore
sedang mengobrol lalu
sholat jam 20.00 setelah itu
istirahat, pagi pergi ke
kamar mandi, selanjutnya
tidur lagi dan sudah tidak
dapat dibangunkan, kejang
(-), muntah (-). riwayat HT
(+) sejak 4 tahun kontrol di
puskesmas. Riwayat
merokok sejak usia 17
tahun, 12 batang sehari.
Tanggal pengkajian 31/10/2011, tensi 160/90 mmHg, MAP
113,3 (N=70-130), N= 90x/mt, RR 26 X/mt, Suhu: 37.5°C
pupil isokor ɸ 3mm/3mm, kesadaran camposmentis
vegetatif state. Rh +/+, pH 7,416. pCO2 32.2, pO2 106,0
mmHg, HCO3 20.2 mmol/liter, BE 3.2 mmol/liter dan O2
saturasi 98%, terpasang O2 3 lpm. Hasil CT Scan tgl
18/10/11 April 2012= perdarahan di temporal kanan + 16
cc meliputi basal ganglia kanan, thalamus kanan dan
ventricular kornu posterior kanan dibanding CT scan
sebelumnya volume perdarahan sedikit berkurang
(perdarahan sebelumya 18 cc), edema masih agak luas.
Klien dapat bab setiap hari, BU 16x/mt, perkusi abdomen
timpani. Terpasang NGT diet blender 1200 kalori. Hasil
laboratorium : 26/10/11 hemoglobin adalah 11,5 g/dL (13-
17,3 mg/dL), Hematocrit 36%, eritrosit 3.73 (4.40-5.9)
ureum 150 (20-40), creatinin 1.9 (0,6 – 1.5). Tinggi badan
160 cm, LILA 30 cm, perkiraan BB 64.85 kg. BB ideal 56
kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah 25.3 (N 18,5
– 24,9); Hemiparese duplek, reflek fisiologi: bisep, trisep,
patella, tendon achiles +2
+2|
+2
+2 dalam batas normal. Fungsi
otonom : inkontinensia uri tidak didapatkan. Inkontinensia
alvi; tidak didapatkan. Tanda peningkatan tekanan
intrakranial : nyeri kepala (-) belum dapat dikaji, muntah (-
), papiledema (-) tidak dikaji. Tanda rangsang meningeal:
Kaku kuduk (-) Kernig >135/>135, Laseque >70/>70.
Babinski (-/-), brudinski I & II (-). Pemeriksaan saraf
kranial: Nervus I, II,belum dapat dikaji, Nervus III pupil
bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, deviasi konjugated ke bawah,
tidak ada gangguan, hanya pada Nervus V,VII kesan parese
sinistra sentral, wajah asimetris lemah pada sisi kiri.VIII
belum dapat dikaji, N IX-X,XII kesan disfagia.
Stimulus fokal adalah
perdarahan
intraserebral stimulus
kontekstual adalah
Hipertensi, stimulus
residual adalah
kebiasaan merokok,
- Risiko
aspirasi
- Gangguan
pertukaran
gas
- Kerusakan
menelan
- Risiko
gangguan
integritas
kulit
- Risiko
disuse
sindrome
- Kerusakan
komunikasi
Klien KRS tanggal 5/10/11
(hari perawatan ke-26) Setelah
dilakukan tindakan keperawatan
selama 6 hari didapatkan hasil
tidak terjadi aspirasi, pertukaran
gas adekwat, kulit utuh,
komunikasi sudah mampu
mengucapkan kata ”pulang”
pada hari ke-2, selanjutnya pada
hari ke-6 kalimat dengan 3
suku kata, mobilisasi sudah
mapu duduk dengan disanggah
2 jam 4 kali sehari, kerusakan
menelan masih terjadi, klien
masih terpasang foley catheter
dan NGT. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa Tn
MA adaptif terhadap kondisi
yang dialami saat ini.
9 Tn T/70 th, agama Islam,
pendidikan SD, tidak
Tanggal pengkajian 28/11/2011, tensi 185/88 mmHg, MAP
120,3 (N=70-130), N= 68 x/mt, RR 20 X/mt pupil isokor ɸ
Stimulus fokal adalah
perdarahan capsula - Ketidak
efektifan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 12 hari
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
bekerja, suku Betawi, RM
01106423,alamat: Jl
Kampung baru no 29
Tanggal MRS 26/11/11
jam 12.00, klien sejak
kemarin pagi pukul 10.00
saat kekamar mandi
218/116, S: 37 N; 53 GCS
E3M6V4. Riwayat kejang
(-), Asam urat (-), DM(-),
HT (+) sudah 10 tahun
berobat ke dokter sekitar
rumah, stroke 2 ½ tahun
yang lalu, Riwayat
merokok sejak muda 2
bungkus sehari.
3mm/3mm, suhu 36,6°C, kesadaran somnolen GCS 13
(E3M6V4). Hasil CT Scan tgl 26 11/11= perdarahan capsula
interna dekstra. Klien sudah bab 1x/hr, BU 12x/mt, perkusi
abdomen timpani, nyeri kepala(+). Hasil laboratorium
26/11/11 hemoglobin adalah 11.9 g/dL (13 – 17,3 mg/dL),
Hematocrit 38%, ureum 43 (20-40), creatinin 1.0 (0,6 – 1.5
kadar GDS 126 (79-140),SGOT 21 mg/dl (N: <31), SGPT 6
mg/dl (N: <31). Tinggi badan 155 cm, LILA 26 cm,
perkiraan BB 54.49 kg. BB ideal 49.5 kg; BMI klien
berdasarkan taksiran BB adalah 22.7 (N 18,5 – 24,9),
kekuatan otot 5555
5555|
3333
2222; reflek fisiologi: bisep, trisep,
patella, tendon achiles +2
+2|
+2
+2 dalam batas normal; Fungsi
serebelum: belum dapat dikaji. Fungsi otonom:
inkontinensia uri, inkontinensia alvi tidak didapatkan.
sensibilitas tidak terganggu.Tanda peningkatan tekanan
intrakranial : nyeri kepala (+), terpasang NGT produksi
coklat jumlah 200 cc mulai kemarin, papiledema (-). Tanda
rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig >135/>135,
Laseque >70/>70. Babinski (-/+), brudinski I & II (-).
Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut: Nervus I-
II belum dapat dikaji, pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm,
Nervus V,VII kesan parese sinistra sentral, wajah asimetris
lemah pada sisi kiri.VIII belum dapat dikaji, N IX-X,XII
kesan disfagia.
interna dekstra
stimulus kontekstual
adalah Hipertensi,
stimulus residual
adalah kebiasaan
merokok, riwayat
stroke
perfusi
jaringan
serebral
- Risiko
aspirasi
- Kerusakan
mobilitas
fisik
- Risiko
gangguan
integritas
kulit
- Incontinensi
a urine
- Deficit
perawatan
diri total.
didapatkan hasil perfusi
jaringan serebral adekuat, tidak
terjadi aspirasi, suara nafas
bersih, kesadaran
composmentis, tensi 150/90,
suhu: 36.3°C, N: 64x/mt, RR
16x/mt, suara nafas bersih,
Rh -/-, Wh-/-, nyeri kepala pada
hari ke-4 sudah menurun dan
pada hari ke-10 sudah tidak
nyeri, pola BAK masih terjadi
incontinensia urine, Foley
Catheter sudah dilepas, NGT
dilepas pada hari ke-10, diet
sudah adekwat, aktivitas klien
pada hari ke 18 mampu gosok
gigi dan memakai baju dengan
bantuan,duduk uncang- uncang,
Kekuatan otot. 5555
5555|
3333
3333
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Tn T
adaptif terhadap kondisi yang
dialami saat ini.
10 SH+HT
Tn S/60 th, agama Islam,
pendidikan SMP, bekerja
(berdagang), suku Jawai,
RM 1133704, alamat: Jl
Marcilia Fondation Blok
E5 Jakarta, Tanggal MRS
16/03/12, klien pada
tengah malam pukul 01.00
terbangun kekamar mandi,
setelah itu mendadak tidak
bisa bicara serta terasa
lemas pada kaki dan
tangan. riwayat HT (+).
Tanggal pengkajian 04/04/2012, tensi 120/80 mmHg, MAP
93 (N=70-130), N= 78x/mt, RR 20 X, /mt pupil isokor ɸ
3mm/3mm, suhu 36,6°C, kesadaran komposmentis GCS
(E4M6Vafasia). Hasil CT Scan tgl 16/03/ 2012= perdarahan di
capsula interna minimal 2.5x5x4 cc=25 cc, perdarahan akut
pada basal ganglia kiri, herniasi ringan subfalcin kekanan,
edemafocal serebri, terdapat hidrosefalus. Klien belum bab
+ 5 hari, BU 10x/mt, perkusi abdomen timpani terpasang
NGT diit cair 6 x 250 cc (klien tanggal 17/03/12 mengalami
perdarahan lambung 2hari), foley catheter produksi urine
3000cc/ hari, warna kuning jernih. Hasil laboratorium :
04/4/12 hemoglobin adalah 13,2 g/dL (13 – 17,3 mg/dL),
Hematocrit 39%. Albumin 3,4 g/dl (3.4-4.8). Tinggi badan
160 cm, LILA 27 cm, perkiraan BB 57.1 kg. BB ideal 56
Stimulus fokal adalah
penurunan kekuatan
otot, deficit neurologi,
stimulus kontekstual
adalah perdarahan
intraserebral, stimulus
residual adalah
kebiasaan merokok,
Hipertensi.
- Risiko
perubahan
perfusi
jaringan
serebral
- Risiko
aspirasi
- Kerusakan
mobilitas
fisik
- Risiko
gangguan
integritas
kulit
Klien KRS tanggal 17/04/12
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 12 hari
didapatkan hasil perfusi
jaringan serebral adekuat, pola
BAB sudah stabil mulai hari ke-
6, kemudian pada hari ke 12
klien sudah duduk dikursi roda.
Kekuatan otot.3333
2222|
5555
5555 ,
komunikasi Tn S sudah mampu
menyebutkan namanya, kulit
tidak terdapat lecet. Dapat
disimpulkan Tn S adaptif
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
Riwayat merokok sejak
usia 20 tahun, bungkus
sehari
kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah 22.29 (N
18,5 – 24,9), kekuatan otot 2222
2222|
5555
5555; reflek fisiologi:
bisep, trisep, patella, tendon achiles +2
+2|
+2
+2 dalam batas
normal;Tanda peningkatan tekanan intrakranial : nyeri
kepala (+), muntah (-), papiledema tidak dikaji. Tanda
rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig >135/>135,
Laseque >70/>70. Babinski (-/+), brudinski I & II (-).
Pemeriksaan saraf kranial adalah Nervus I-IV, IX-X tidak
ada gangguan, hanya pada Nervus VII parese dekstra
sentral, wajah asimetris lemah pada sisi kanan, N XI lemah
pada sisi kanan, Nervus XII kekuatan lidah menurun
- Incontinensi
a urine
- Deficit
perawatan
diri total
- Kerusakan
komunikasi
terhadap kondisi yang dialami
saat ini.
11 SI + HT
Ny SN/ 44 th, agama
Islam,suku jawa/indonesia,
ibu rumah tangga, alamat jl
wiru serad parung-
Tangerang. RM 01105818.
Tanggal MRS : 24/11/11.
Riwayat keluhan sakit
kepala tiba- tiba tadi pagi
disertai mual muntah dan
kelemahan anggota gerak
kiri, setelah itu klien
terlihat gelisah dan
kesakitan. kesadaran
somnolen , Tensi 180/110
N;88 s; 36.4 RR: 20x/mt.
Riwayat HT 2 tahun yang
lalu tidak ter kontrol
Tanggal pengkajian 25/11/11, tensi 180/110 mmHg, MAP
140 (N=70-130), N= 88x/mt, RR 20 X, /mt pupil isokor ɸ
3mm/3mm, suhu 36,5°C, kesadaran somnolen GCS 13
(E3M6V4). Hasil CT Scan tgl 22/11/ 2012= perdarahan
pada basal ganglia kanan dan korona radiata dengan
perifokal edema intraventrikel kanan kiri, III dan IV,
volume 24.18 cc, infark lakunar pada korona radiate kiri.
Klien belum bab + 4 hari, BU 16x/mt, perkusi abdomen
timpani terpasang NGT diit blender 3 x 250 cc, foley
catheter produksi urine 2000cc/ hari, warna kuning jernih.
Hasil laboratorium : 24/11/11 hemoglobin adalah 12,8 g/dL
(11,7 – 15,5 mg/dL), Hematocrit 39%). Tinggi badan 160
cm, LILA 29 cm, perkiraan BB 56.8 kg. BB ideal 56 kg;
BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah 22.2 (N 18,5 –
24,9) (E4M6V5), kekuatan otot 5555
5555|
3333
3333; reflek fisiologi:
bisep, trisep, patella, tendon achiles +2
+2|
+2
+2 dalam batas
normal;Tanda peningkatan tekanan intrakranial : nyeri
kepala (+), muntah (+), papiledema tidak dikaji. Tanda
rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig >135/>135,
Laseque >70/>70. Babinski (-/+), brudinski I & II (-).
Pemeriksaan saraf kranial adalah Nervus I-IV, IX, X, XII
tidak ada gangguan, hanya pada Nervus VII parese sinistra
sentral, wajah asimetris lemah pada sisi kiri, N XI lemah
pada sisi kiri
Stimulus fokal adalah
penurunan kesadaran,
kelemahan
ekstremitas, stimulus
kontekstual adalah
perdarahan
intraserebral, stimulus
residual adalah
Hipertensi
- Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
serebral
- Risiko
aspirasi
- Kerusakan
mobilitas
fisik
- Risiko
gangguan
integritas
kulit
- Deficit
perawatan
diri total
Klien KRS tanggal 14/12/11
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 12 hari
didapatkan hasil perfusi
jaringan serebral adekuat, kulit
utuh tidak terdapat lecet, NGT
dan Foley catheter dilepas pada
hari ke-8, nyeri kepala sudah
menurun, pola BAB sudah
stabil mulai hari ke-3, kemudian
pada hari ke 14 klien sudah
mampu jalan ke kamar mandi
dan BAB di toilet dengan
bantuan minimal. Kekuatan
otot. 5555
5555|
4444
4444 Klien sudah
mampu memakai pakaian
sendiri, makan sendiri, dan
mandi dengan bantuan minimal.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Ny. SN
daptif terhadap kondisi yang
dialami saat ini.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
STROKE INFARK
12 Tn AH/69 th, agama islam,
Jawa/Indonesia, pedagang,
alamat jl Wr Supratman
no 18 Jakarta, sudah
menikah. Klien masuk RSF
Jakarta melalui IGD pada
tanggal 16/04/12 masuk di
ruang perawatan neurologi
lantai VI Irna B tanggal
17/04/12. Riwayat keluhan
sakit kepala sehari sebelum
MRS, tangan dan kaki
kanan tidak bisa
digerakkan, mual(+), dada
terasa panas, leher kaku,
kesadaran composmentis,
Tensi 230/130 N;80 s; 36.4
RR: 20x/mt. Riwayat HT 5
tahun yang lalu kontrol di
puskesmas, merokok mulai
muda 12 batang/hari
Pengkajian tanggal 19/04/12 Kesadaran compos mentis.
tekanan darah 180/90mmHg, hasil CT Scan tanggal
16/04/12 menunjukkan adanya Infark kecil pada kapsula
interna dan basal ganglia kiri dan periventrikel lateralis kiri,
periventrikuler leuco encephalopathy ec.atherosclerosis.
BAB (-) 5 hari. Klien terpasang Foley kateter sejak tgl
17/04/12 karena incontinensia urine, produksi urine 2500
cc/ 24 jam, warna kuning jernih, BAK masih belum bisa
mengontrol. Klien mengeluh nyeri kepala pada bagian
belakang kepala skala 8 ( 1-10) nyeri terutama pada pagi
hari. Pemeriksaan N I-XII dalam batas normal, hanya pada
N II: Pandangan double jika kedua mata melihat, lapang
pandang tidak ada gangguan pupil bulat isokor Ø 3 mm/3
mm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata
kanan dan kiri +/+, dan pada N XI kelemahan pada sisi
kanan,. Kaku kuduk -, brudzinski I dan II -, laseq >70/>70,
kernig > 135/>135. Hemiparese dekstra, reflek fisiologi:
bisep, trisep, patella, tendon achiles +2
+2|
+2
+2 Kekuatan otot
4433
4433|
5555
5555, skala braden skor 17 (risiko sedang)
Stimulus fokal adalah
kelemahan anggota
gerak, gangguan
koordinasi stimulus
kontekstual adalah
Infark adanya Infark
kecil pada kapsula
interna dan basal
ganglia kiri dan
periventrikel lateralis
kiri,, stimulus residual
adalah hipertensi, dan
kebiasaan merokok
- Risiko
perubahan
perfusi
jaringan
serebral.
- Kerusakan
mobilitas
fisik
- Risiko
Cidera
- inkontinens
ia urine
- gangguan
eliminasi
alvi:
konstipasi
- Klien KRS tanggal 1 Mei
2012. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama
12 hari perawatan klien tidak
menunjukkan penurunan
perfusi serebral dan cedera
fisik. Klien sudah mampu
duduk seimbang/ duduk
dikursi roda dan berjalan
kekamar mandi dengan
dibantu 1 orang. Kekuatan otot 4455
4433|
5555
5555. Nyeri sudah hilang
T: 160/100 mmHg, S:36,1°C,
RR: 20x/mt, N: 80x/mt, klien
mengungkapkan merasa lega
sudah bisa BAB, badan terasa
lebih segar. Bladder training
dilakukan 5 hari baru klien
dapat mengontrol BAK, Foley
catheter sudah dilepas pada
hari ke-11 perawatan, klien
sudah dapat mengontrol BAK,
klien sudah mampu makan
sendiri, menyeka tubuhnya
pada area yang terjangkau
klien, memakai pakaian sendiri
dan buang air besar dikamar
mandi dengan dibantu. Dengan
demikian dapat disimpulkan
klien adaptif terhadap kondisi
saat ini.
13 SI+Parkinson+anemia
gravis+ulkus decubitus
Ny RY/60 th, agama Islam,
status kawin, suku betawi,
pendidikan tidak sekolah,,
pekerjaan ibu rumah
Pengkajian tgl 05 Maret /2012 sehingga saat dikaji klien
sudah memasuki hari ke 29, tensi 130/90 mmHg, suhu
37,1°C, Nadi: 88x/mt, RR: 20 x/mt pupil isokor 3mm/3mm,
kesadaran komposmentis, E4M4Vafasia klien mengalami
disfagia derajat I (drooling, wajah tidak simetris, gerakan
lidah terganggu/mengalami kelemahan, tidak bisa menutup
Stimulus fokal adalah
penurunan kekuatan
otot, stimulus
kontekstual adalah
infark serebral,
anemia, stimulus
- Risiko
aspirasi
- Kerusakan
menelan
- Nutrisi
kurang dari
Klien KRS tgl 12/03/12
Pada hari ke-36 NGT masih
belum dilepas, Klien mendapat
peningkatan diit untuk koreksi
berat badan dan infeksi, secara
berangsur diet klien ditingkatkan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
tangga, alamat jl tanah
kusir-Jakarta, RM
01110740. Klien MRS tgl
06/02/2012, klien
mengalami penurunan
kesadaran 2 hr sebelum
mrs. Kejang (-0, sakit
kepala (-), demam (-),
Tidak bisa bicara dan
makan. Riwayat Parkinson
10 th, stroke 1 ½ th yang
lalu,.Keadaan waktu masuk
tensi : 117/75, S: 83
x/menit, RR: 17x/menit,
GCS E2M5Vdisfasia, klien
mrs di ruang GPS selama
28 hari,
bibir batuk(+)Rh +/+, Wh -/-, klien mengalami kesulitan
menelan disebabkan stroke infark, saat dikaji klien masih
terpasang NGT dan mendapat diet blender 1200 kalori
personde. Hemoglobin tanggal 01/03/12 adalah 10,2 g/dL
(11,7 – 15,5 mg/dL), Hematocrit 32% (33-45), ureum 22
(20-40), creatinin 1.1 (0,6 – 1.), albumin 3 (3.4 -4.8), tgl
04/03/12 kadar GDS 100 (79-140), eritrosit 3.6 (3.8- 5,2),
SGOT 78 mg/dl (N: <31), SGPT 39 (N: <31). Tinggi badan
150 cm, LILA 23 cm, perkiraan BB 44.8kg. BB ideal 47.5;
BMI klien berdasarkan taksiran BB 1.91 (N 18,5 – 24,9).
Keadaan kulit agak bersih, terdapat ulkus decubitus pada
sacrum ɸ 7 cm, grade 2, granulasi +, sedikit nekrosis pada
sisi luka dan pada bagian dalam. warna merah kekuningan,
pus (-), bekas lecet, edema pada tangan kanan, skor Braden
Scale 10 (risiko tinggi untuk terjadi luka tekan), Eliminasi
urin: terpasang kateter, produksi urine dalam sehari 2500
cc/hari. Warna urin jernih, Eliminasi fekal : BAB (+)
terutama setelah makan, klien mengalami inkontinensia
fecal, konsistensi feses type 5, warna kecoklatan. BU
10x/mt, perkusi abdomen timpani, Tanggal 06/02/12 hasil
CT Scan menunjukkan Infark lacunar di basal ganglia, dan
periventrikel lateralis kanan, relative status quo.
Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut : Nervus I
(olfaktorius), II sulit dinilaii; pupil bulat isokor Ø 3 mm/3
mm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata
kanan dan kiri +/+, Nervus III, IV,V dan VI tidak ada
parese; kesan parese nerves VII dan XII sinistra, serta kesan
parese IX,X: disfagia; Nervus VIII tidak mengalami
gangguan pendengaran; mengalami afasia, Nervus XI
parese sinistra. Hemiparese dupleks, kesan kekuatan otot 4444
4444
3333
3333
residual adalah
riwayat parkinson, dan
stroke.
kebutuhan
- Risiko
disuse
sindrome
- Inkontinens
ia fecal
- Incontinens
ia urine
- Kerusakan
integritas
kulit
- Kerusakan
komunikasi
verbal
dengan penambahan proten 2
sachet perhari sehingga kalori
yang diterima klien menjadi
1624 kcal. Ditambah fujimin 3
kali sehari Klien diperbolehkan
pulang dengan evaluasi tidak
terjadi aspirasi, Rh -/-, wh -/-
komunikasi belum mampu
mengucapkan kata, mobilisasi
meningkat sudah mampu duduk
dengan uncang- uncang kaki.
buang air besar perubahan
konsistensi feses dari type 5
dalam kartu bristol menjadi type
4, frekwensi BAB berkurang
menjadi 3 kali sehari. Integritas
kulit bagian ulcus decubitus
menjadi grade II, luka sudah
terdapat granulasi, mulai tumbuh
jaringan keatas, nekrosis (-), pus
(-), BAK masih incontinensia
urine terpasang foley catheter.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Ny.RY
adaptif dengan kondisi yang
dialami saat ini, hanya saja
masalah kerusakan menelan,
kerusakan integritas kulit,
komunikas dan incontinensia
urine masih belum adaptif, untuk
perawatan selanjutnya klien
diikuti oleh perawat homecare.
14 SI+ DM
Ny.M, usia 47 th, status
menikah, beragama Islam,
alamat jl. Timbul no.31
Jakarta, suku Jawa, MRS
14/02/2012. Klien masuk
Tanggal pengkajian 17/02/2012, Kesadaran composmentis,
kekuatan otot 5555
5555
1111
2211, Tensi= 150/90 mmHg, N= 95x/mt,
RR 16 x/mt, Suhu= 36,5. Fungsi otonom : inkontinensia uri,
terpasang kateter menetap, kesulitan mengeluarkan feses.
Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk(-), brudzinski (-),
kernig >135//>135, laseg >70/>70. Nervus I tidak ada
Stimulus fokal adalah
penurunan kekuatan
otot, stimulus
kontekstual adalah
infark serebral,
residual adalah DM
- Risiko
aspirasi
- Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
Pada hari ke-5 NGT sudah dapat
dilepas, klien mulai diit
peroral.Setelah hari ke16
(02/03/2012) perawatan klien
diperbolehkan pulang dengan
evaluasi perfusi jaringan serebral
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
dengan keluhan 3 hari
sebelum MRS saat bangun
tidur mengalami
kelemahan pada kaki dan
tangan kiri, mulut mencong
kekanan, rasa baal, tebal
dan kesemutan pada kaki
kiri, nyeri kepala, bicara
pelo, tersedak saat minum,
mual, muntah(-), pingsan (-
), Kejang (-)
gangguan, NII Visus OD/OS: -2/-4, N IVdan VI tidak ada
gangguan, Nervus III pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm,
reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata kanan
dan kiri +/+, Nervus V (trigeminus), tidak ada gangguan;
Nervus VII (fasialis), asimetri, otot wajah kiri mengalami
kelemahan, N VII parese sentral,; Nervus VIII (vestibulo
kokhlearis), N VIII pendengaran kanan dan kiri dapat
mendengar detik arloji dan gesekan jari.; Nervus IX, dan X
(glosofaringeus dan vagus), klien mengalami disfagia
(gangguan menelan), Nervus XI (aksesorius), kelemahan
pada sisi tubuh sebelah kiri; Nervus XII (hipoglosus)
terdapat gangguan gerakan dan kekuatan lidah
serebral
- Kerusakan
menelan
- Gangguan
eliminasi
konstipasi
- Gangguan
mobilitas
fisik
adekuat, bicara lancar sedikit
pelo, dan kemampuan mobilisasi
meningkat yaitu klien sudah
dapat duduk uncang- uncang
disisi ditempat tidur dibantu
keluarga. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa Ny.M
adaptif terhadap kondisi yang
dialami saat ini.
15 SI + HT
Tn PS/56 th agama Islam,
suku papua/ Indonesia,
sudah tidak bekerja
(mantan pegusaha) dan
menikah dengan 2 orang
anak, tinggal di jl. Lebak
bulus Jakarta. Pasien
masuk RSF Jakarta melalui
IGD pada tanggal 15/04/12
pukul 11.00 wib, Keluhan
klien mengalami
kelemahan tubuh sudah 2
minggu yang lalu dirawat
dirumah, 1 hari sebelum
MRS klien tidak bisa
makan dan minum, demam
lalu dibawa RSF. Riwayat
HT 5 tahun tidak
terkontrol, merokok 3
bungkus/hari.
Tanggal pengkajian 17/04/12, Kesadaran composmentis,
kekuatan otot 4444
4444
2222
2222, Tensi= 180/100 mmHg, MAP 127
(N=70-130) N= 92x/mt, RR 28 x/mt, Suhu= 39°C pupil
isokor ɸ 3mm/3mm, kesadaran somnolen GCS
(E3M6Vafasia). Hasil CT Scan tgl 15/04/12= Infark luas
relative baru, lobus fronto-temporo-parietalis kanan disertai
edema hemisfer cerebral kanan& herniasi subfalcin, infark
kortikal lobus parietalis kiri. Klien belum bab + 5 hari, BU
12x/mt, perkusi abdomen timpani terpasang NGT diit cair 6
x 250 cc, foley catheter produksi urine 2000cc/ hari, warna
kuning agak jernih. Hasil laboratorium : 15/4/12
hemoglobin adalah 13,8 g/dL (13 – 17,3 mg/dL),
Hematocrit 38%. Albumin 3,1 g/dl (3.4-4.8). Tinggi badan
160 cm, LILA 27 cm, perkiraan BB 57.1 kg. BB ideal 56
kg; BMI klien berdasarkan taksiran BB adalah 22.3 (N 18,5
– 24,9), reflek fisiologi: bisep, trisep, patella, tendon achiles +2
+2|
+2
+2 dalam batas normal;Tanda peningkatan tekanan
intrakranial : muntah (-), papiledema tidak dikaji. Tanda
rangsang meningeal: Kaku kuduk (-) Kernig >135/>135,
Laseque >70/>70. Babinski (-/+), brudinski I & II (-).
Pemeriksaan saraf kranial I-XII belum dapat dikaji
Stimulus fokal adalah
penurunan kekuatan
otot, stimulus
kontekstual adalah
infark serebral,
stimulus residual
adalah riwayat stroke,
perokok, kurang
pengetahuan.
- Risiko
perubahan
perfusi
jaringan
serebral
- Risiko
aspirasi
- Kerusakan
menelan
- Perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
- Kerusakan
komunikasi
- Gangguan
eliminasi
konstipasi
- Gangguan
mobilitas
fisik
Klien KRS tanggal 04/05/12
Setelah dilakukan tindakan
selama 14 hari ( hari perawatan
ke-16) klien diperbolehkan
pulang dengan evaluasi tidak
terjadi perubahan perfusi
jaringan serebral. kerusakan
menelan klien membaik, NGT
dilepas pada hari ke-10 diit
peroral dapat direspon dengan
baik, dan klien tidak batuk/
tersedak, klien tidak mengalami
aspirasi. Foley catheter dilepas
pada hari ke 9, BAK masih
kadang- kadang ngompol, BAB
sudah mulai rutin tiap hari
setelah hari ke 5, bicara kalimat
masih belum jelas namun kata-
kata bisa dan kemampuan
mobilisasi meningkat yaitu klien
sudah dapat duduk uncang-
uncang disisi ditempat tidur dan
kursi roda dibantu keluarga.
kekuatan otot meningkat 5555
5555
3333
2222 T:150/90, S;36,7°C,
N; 88x/mt, RR:20x/mt, Rh-/-,wh
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
-/-. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Tn TS
adaptif terhadap kondisi yang
dialami saat ini.
16 SI recurrent
Tn TS/56 th agama kristen,
suku batak/ Indonesia,
sudah tidak bekerja
(mantan pegusaha) dan
menikah dengan 3 orang
anak, RM 00580602,
tinggal di jl. Tanah Kusir II
kebayoran lama Jaksel.
Pasien masuk RSUPF
Jakarta melalui IGD pada
tanggal 01/12/2011 pukul
11.00 wib, Keluhan utama,
kemarin setelah magrib
klien tiba- tiba tubuhnya
lemas sebelah kiri, tidak
kuat jalan dan bicara pelo.
Riwayat HT 10 tahun tidak
terkontrol, merokok 1
bungkus/hari, tahun 2004
pernah stroke sehingga
muka lemas separuh, dan
mata sulit menutup.
Tanggal pengkajian 05/12/11, Kesadaran composmentis,
kekuatan otot 5555
5555
2222
2222, Tensi= 140/90 mmHg, N= 92x/mt,
RR 20 x/mt, Suhu= 36,5. Fungsi otonom : tidak terdapat
inkontinensia uri, belum BAB 4 hari. Tanda rangsang
meningeal: kaku kuduk(-), brudzinski (-), kernig
>135//>135, laseg >70/>70. Nervus I tidak ada gangguan,
NII eksoftalmus pada mata, N IVdan VI tidak ada
gangguan, Nervus III pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm,
reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata kanan
dan kiri +/+, Nervus V (trigeminus), tidak ada gangguan;
Nervus VII (fasialis), asimetri, otot wajah kiri mengalami
kelemahan, N VII parese sentral,; N VIII pendengaran
kanan dan kiri dapat mendengar detik arloji dan gesekan
jari.; Nervus IX, dan X klien mengalami disfagia
(gangguan menelan), Nervus XI (aksesorius), kelemahan
pada sisi tubuh sebelah kiri; Nervus XII (hipoglosus)
terdapat gangguan gerakan dan kekuatan lidah, klien
menolak dipasang NGT karena merasa tidak nyaman dan
dulu pada stroke yang pertama dia tidak pakai selang masih
bisa makan sendiri. Hasil CT Scan tanggal 1/12/11 focal
atrofi serebri, tampak infark kecil pada thalamus kiri dan
region parietalis kiri.
Stimulus fokal adalah
penurunan kekuatan
otot, stimulus
kontekstual adalah
infark serebral,
stimulus residual
adalah riwayat stroke,
perokok, kurang
pengetahuan.
- Risiko
perubahan
perfusi
jaringan
serebral
- Risiko
aspirasi
- Kerusakan
menelan
- Gangguan
eliminasi
konstipasi
- Gangguan
mobilitas
fisik
Klien KRS tanggal 14/12/11
Setelah dilakukan tindakan
selama 10 hari ( hari perawatan
ke-15) klien diperbolehkan
pulang dengan evaluasi perfusi
jaringan serebral efektif,
kerusakan menelan klien
membaik, diit peroral dapat
direspon dengan baik, dan klien
tidak batuk/ tersedak, klien
tidak mengalami aspirasi. BAB
sudah mulai rutin tiap hari
setelah hari ke 6, bicara lancar
sedikit pelo, dan kemampuan
mobilisasi meningkat yaitu klien
sudah dapat duduk uncang-
uncang disisi ditempat tidur dan
kursi roda dibantu keluarga.
kekuatan otot meningkat 5555
5555
3333
2222 T:140/90, S;36°C,
N; 80x/mt, RR:20x/mt, Rh-/-,wh
-/-. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Tn TS
adaptif terhadap kondisi yang
dialami saat ini.
17 SI + Parkinson disease +
observasi febris ec CAP
Tn RC (57 tahun) agama
kristen, suku batak/
Indonesia, pensiunan
pegawai negeri sipil, dan
juga seorang duda dengan
3 orang anak, tinggal di jl.
Aggrek Ciganjur Jaksel.
Tanggal pengkajian tanggal 10/11/11 jam 08.00, data
rekam medis tgl 9-11-11 tertulis Tn. RC mengalami kejang
pada pukul 01.55 lalu mendapat diazepam 5 mg bolus IV,
lalu kejang teratasi. Saat dikaji px syok dan masuk ke ruang
Resusitasi, Tensi 60 mmHg/palp, RR: 48x/mt, suhu:
36,6°C, N=140x/mt, per menit, reguler, dangkal, wheezing
(-), ronchi (+/+) basah kasar, batuk (+), bentuk dada
simetris, pengembangan dada kiri dan kanan sama, retraksi
intercosta ada, perkusi paru resonan, terpasang O2 nasal
stimulus fokal pada
pengkajian oksigenasi
didapatkan adanya
penurunan kesadaran,
alkalosis metabolic,
CAP(community
acquired pneumonia),
thorak foto terdapat
bilateral infiltrat;
- Ketidakefe
ktifan
perfusi
jaringan
serebral
- Risiko
aspirasi
- Kerusakan
pertukaran
Evaluasi tanggal 11/11/11
Nafas spontan dibantu NRM 10
lpm, kesadaran composmentis
GCS E4M6Vsulit dikaji, pupil
bulat isokor Ø3 mm/3 mm
reaksi cahaya tidak langsung
+/+, reaksi cahaya langsung
+/+,t erapi oral melalui NGT
madopar,THP,PCT,sifrol sudah
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
Pasien dirawat dengan
diagnosa medis parkinson
disease dan. Pasien masuk
RSUPF Jakarta melalui
IGD pada tanggal 9
November 2011 pukul
20.48 wib, lalu tgl
10/11/11 jam 08.00 masuk
di ruang RES Keluhan
utama, sejak 1 mgg yang
lalu, sulit makan, demam,
kesemutan sesisi, kejang (-
), bicara susah (Tn. RC
bicara pelo sudah sejak 1
tahun yang lalu), 2 hari
sebelum masuk rumah
sakit Tn. RC sama sekali
tidak dapat makan, demam,
muntah, sering tersedak. 1
hari sebelum masuk rumah
sakit Tn RC kesadaran
menurun.Riwayat DM (-),
HT (-), stroke (-). Th 2007
Tn. RC menderita
parkinson, th. 2009 Tn. RC
operasi tempurung lutut
kanan, sejak operasi
tersebut Tn, RC aktivitas
menggunakan kursi roda
kanul 3 liter per menit. ekstremitas teraba dingin, nadi
perifer lemah,dan cepat, nadi 140 x/menit, tekanan darah 60
mmHg/ palpasi, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, murmur
(-), gallop (-).Hasil laboratorium tgl 9/11/11; hemoglobin
adalah 15,6 g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL);. Analisa gas darah
menunjukkan hasil pH 7,45. pCO2 14,3 mmHg. pO2 176,0
mmHg, HCO3 9,9 mmol/liter, BE -10,4 mmol/liter dan O2
saturasi 99,3%. Pemeriksaan rontgen thorak tanggal
9/11/11 menunjukkan bilateral infiltrat. Pasien 2hr ini sama
sekali tidak mendapat makan dan minum, terpasang NGT,
bising usus 8x/menit, perkusi timpani, palpasi supel, pasien
mengalami disfagia derajat I (dooling, gerakan lidah
terganggu/mengalami kelemahan, tidak bisa menutup bibir
dan batuk), muntah (-). Hasil laboratorium: gula darah
sewaktu 132 mg/dl (90-120 mg/dl), Tinggi badan 165 cm,
dengan lingkar lengan 25 cm perkiraan BB 63.5 kgTurgor
kulit turun, tidak ada edema, bibir dan mukosa kering.
masukan cairan per NGT=(-) dan IVFD 1500 cc/hari.Cairan
infuse Na cl 0.9% mulai tgl 9/11/11 jam 21.00 sampai tgl
10/11/11 jam 08.00 masuk 700 cc Hasil laboratorium :
natrium 134 mEq/L (132-147 mEq/L); kalium 5.24 mEq/L
(3.30 - 5.40 mEq/L); clorida 78 mEq/L (94,0 – 111,0
mEq/L); kreatinin darah 0,80 mg/dL (0,5 - 1.3 mg/dL);
ureum darah 36 mg/dL (10 – 50 mg/dL); hematokrit 45%
(40,0-48,0 %). Kesadaran apatis, kekuatan otot sulit
dikaji; reflek fisiologi : bisep, trisep, patella, tendon achiles
dalam batas normal; reflek patologi : Babinski, Chaddock,
Gordon, Oppenheim, Schaefer (-/-). Test koordinasi belum
dapat dikaji. Fungsi otonom: inkontinensia uri, terpasang
kateter menetap. Tanda peningkatan tekanan intrakranial :
nyeri kepala (-), muntah (-), papiledema tidak dilakukan.
Tanda rangsang meningeal : belum dapat dikaji.
Pemeriksaan saraf kranial adalah sebagai berikut : Nervus
I,II, IV,VI,VII,VIII,IX,X,XI,XII belum dapat dikaji; Nervus
III pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya
langsung dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+,
hasil CT Scan tgl 10/11/2011 didapatkan adanya infark di
thalamus kanan dan kiri, kapsula interna kiri, crus anterior
dan posterior paraventrikel lateralis
stimulus
kontekstualnya
parkinson sejak th
2007; dan stimulus
residualnya operasi
tempurung lutut
kanan th.2009
sehingga pasien hanya
beraktivitas diatas
kursi roda.
gas
- Risiko
gangguan
integritas
kulit
- Defisit
volume
cairan
- Perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
diberikan jam 08.30
Terapi ceftriaxon 2 gram dan
citicholin 500mg/ IV sudah
diberikan jam 10.00
Jam 10.00 tensi 130/70
mmHg,S=37.3°C, N=100x mt,
RR= 36x/mt, MAP=90
produksi urine 200 cc warna
kuning jernih (mulai jam 08.00 –
10.00)
masalah belum teratasi,
sementara klien masih adaptif
terhadap perfusi jaringan
serebral, dan cairan rencana
perawatan dilanjutkan ke ruang
perawatan.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
18 SI
Tn M/ 56 tahun
No RM 00771299
Klien mrs tgl 15 Oktober
2011 di ruang HCU dan
pindah diruang perawatan
mulai tanggal 22 Oktober
2011. Seminggu sebelum
MRS klien mengeluh
pusing- pusing dan sering
istirahat, sebelum MRS
klien berangkat kerja naik
sepeda motor dan tiba- tiba
jatuh CAP dalam proses
pengobatan
Riwayat Hipertensi 9 bl
yang lalu, Riwayat DM -,
Penyakit jantung -, asma-,
alergi-
Pengkajian tanggal 22 Oktober 2011 Kesadaran compos
mentis. tekanan darah 120/80mmHg, hasil CT Scan
menunjukkan adanya Infark pada cerebellum, Oedema
cerebri,Ventriculomegali ringan, perdarahan subarachnoid
BAB (+) lembek. Klien terpasang Dower kateter sejak tgl
15/10/11 waktu itu mengalami penurunan kesadaran,
sebelum sakit buang air kecil 4-5 x sehari,buang air besar 1
x.Selama di rumah sakit, klien buang air besar 1 x sehari,
terpasang pampers, sehari 2 x ganti pampers. Produksi urine
400 cc/ 4 jam, warna kuning jernih melalui foley catheter
(Kateter sudah diganti tgl 22/10/2011), BAK masih belum
bisa mengontrol. Klien mengeluh nyeri kepala cekot –
cekot pada belakang kepala skala 6 ( 1-10) nyeri terutama
pada siang hari. Klien juga mengeluh memiliki masalah
dengan keluarganya dan pekerjaannya. Pemeriksaan N I-
XII dalam batas normal, hanya pada N II: Pandangan
double jika kedua mata melihat, lapang pandang tidak ada
gangguan pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya
langsung dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+,
Kaku kuduk -, brudzinski I dan II -, laseq >70/>70, kernig
> 135/>135. Klien belum mampu duduk seimbang maupun
jalan, klien mengalami gangguan koordinasi terutama pada
ekstremitas kanan BPR +2/+2, TPR +2/+2, KPR +2/+2
APR +2/+2 Kekuatan otot 4444
5555|
5555
5555
Stimulus fokal adalah
kelemahan anggota
gerak, gangguan
koordinasi stimulus
kontekstual adalah
Infark pada
cerebellum, Oedema
cerebri,Ventriculomeg
ali ringan, perdarahan
subarachnoid, stimulus
residual adalah
hipertensi sejak 9
bulan yang lalu tidak
terkontrol.
- Risiko
perubahan
perfusi
jaringan
serebral.
- Nyeri akut
- Kerusakan
mobilitas
fisik
- Cemas
- Risiko
Cidera
- inkontinens
ia urine
- Defisit
perawatan
diri
- Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 12 hari
perawatan klien tidak
menunjukkan penurunan
perfusi serebral dan cedera
fisik. Klien sudah mampu
duduk seimbang dan duduk
dikursi roda. Nyeri berkurang
pada skala 1, T: 130/80
mmHg, S:36°C, RR: 16x/mt,
N:88x/mt, klien mengatakan
perasaannya lebih tenang, dan
berharap segera sembuh dan
menata hidupnya. Foley
catheter sudah dilepas pada
hari ke-11 perawatan, klien
sudah dapat mengontrol BAK,
klien sudah mampu makan
sendiri, menyeka tubuhnya
pada area yang terjangkau
klien, memakai pakaian sendiri
dan buang air besar dikamar
mandi dengan dibantu.
19 SI+ HT
Ny. SS/59 th
No. RM: 00771289 mrs
sejak tanggal 10/10/2011
beragama Islam, suku
Jawa, pekerjaan pedagang.
Klien dibawa kerumah
sakit dengan keluhan 2 hr
sebelum MRS pada malam
hari klien tidur dan pada
pgi hari ketika bangun
sudah tidak mampu
Pengkajian tanggal 11/10/11 Kesadaran compos mentis.
tekanan darah 150/9 0mmHg, hasil CT Scan menunjukkan
adanya lacunar infark dan infark diparaventrikel lateral
sinistra, tak tampak perdarahan, perselubungan ringan dari
sinus ethmoidalis dekstrasinusitis. BAB (+) lembek.
Klien tidak didapatkan inkontinensia urine dan
inkontinensia alvi.BAK 4-5 kali sehari warna kuning jernih,
mual(-), muntah (-), makan masih sedikit malas, nyeri
kepala skala 6 (1-10) pada area belakang. Pemeriksaan N I-
XII dalam batas normal, hanya pada N XI: lemah pada sisi
kanan tubuh dan N VII parese sentral dekstra. Pupil bulat
isokor Ø 2 mm/2 mm, reflek cahaya langsung dan tidak
Stimulus fokal adalah
kelemahan anggota
gerak, stimulus
kontekstual adalah
Infark serebral,
stimulus residual
adalah hipertensi,
kurang pengetahuan
- Risiko
perubahan
perfusi
jaringan
serebral.
- Kerusakan
mobilitas
fisik
- Defisit
perawatan
diri
Klien KRS tanggal 18/10/11.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 8 hari klien
tidak menunjukkan penurunan
perfusi serebral. Klien sudah
mampu duduk seimbang dan
duduk dikursi roda serta mampu
berjalan kekamar mandi. Nyeri
berkurang pada skala 1, T:
130/80 mmHg, S:36°C, RR:
20x/mt, N: 80x/mt, klien
mengungkapkan sudah mengerti
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
menggerakkan tangan dan
kaki kanannya, lalu klien
dibawa kerumah sakit.
riwayat hipertensi (+) 5
tahun yang lalu tidak
terkontrol baik.
langsung pada mata kanan dan kiri +/+, Kaku kuduk -,
brudzinski I dan II -, laseq >70/>70, kernig > 135/>135.
Klien belum mampu duduk seimbang BPR +2/+2, TPR
+2/+2, KPR +2/+2 APR +2/+2 Kekuatan otot 2222
3333|
5555
5555.
Klien mengatakan tidak tahu bagaimana mengatur
makannya supaya tekanan darahnya tidak tinggi. Hasil
laboratorium Hb 14.1 g/dL (11,7 – 15,5 mg/dL), Hematocrit
42% (33-45).
cara mengatur makanannya dan
akan rajin kontrol. Klien sudah
mampu memakai bajunya
sendiri, makan sendiri serta
mandi dan gosok gigi sendiri di
kamar mandi dengan bantuan
minimal. Sehingga dapat
disimpulkan klien adaptif
terhadap kondisinya
20 SI+ CAD+ CHF
Ny. A, Usia 91 tahun
No. RM: 00875581 mrs
sejak tanggal 22 September
2011 beragama Islam,
Klien dibawa kerumah
sakit dengan keluhan tidak
sadarkan diri sejak tadi
pagi.Keluarga klien
mengatakan klien sudah
sakit dan terbaring di
tempat tidur sejak 2 hari
sebelum mrs, dan sejak
tadi pagi klien tidak
bangun- bangun. Keluhan
muntah proyektil (-),
pandangan kabur (+).
riwayat hipertensi (+)
sudah + 20 th yang lalu
dan klien rajin kontrol ke
dokter praktek, DM (-),
sakit jantung CAD, CHF
(+), terpasang pace maker.
Riwayat sosial: klien
seorang ibu rumah tangga
dengan 7 orang anak.
Riwayat merokok,
pengguna alkohol
disangkal.riwayat stroke (-)
Pengkajian tanggal 26/09/2011. Klien mengalami
penurunan kesadaran sejak mrs akibat adanya infark di
paraventrikel lateral dekstra- sinistra dan infark kecil
didaerah thalamus dan basal ganglia sinistra, lesi hiperden
pada para falk cerebri parietal dekstra 3x1,5x2 cm (hasil CT
Scan tgl 22 september 2011). Klien terpasang NGT sejak
masuk, tekanan darah 150/90 mmHg, suhu : 37.4 N:70
x/mt RR= 20 x/mt. Kesadaran apatis, kekuatan otot sulit
dikaji; reflek fisiologi : bisep +2/+2, trisep +2/+2, patella
+2/+2, tendon achiles +2/+2. reflek patologi : Babinski,
Chaddock, Gordon, Oppenheim, Schaefer, (-/-). Fungsi
serebelum: test koordinasi belum dapat dikaji . Fungsi
otonom : inkontinensia uri, terpasang kateter
menetap.Tanda peningkatan tekanan intrakranial : nyeri
kepala (-), muntah (-), papiledema tidak dilakukan. Tanda
rangsang meningeal : belum dapat dikaji. Pemeriksaan saraf
kranial adalah nervus I,II, IV,VI,VII,VIII,IX,X,XI,XII
belum dapat dikaji; Nervus III pupil bulat isokor Ø 3 mm/3
mm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung pada mata
kanan dan kiri +/+, Terdapat luka tekan grade I, Terpasang
NGT, diit cair 6 x 200 cc. bising usus 18x/menit, perkusi
timpani, palpasi supel. Hasil laboratorium : albumin 3,9
g/dL (3,40 – 4,80 g/dL), kolesterol total 214 mg/dL (120 –
200 mg/dL), trigliserida 145 mg/dL (50 – 150 mg/dL),
HDL 60 mg/dL (40 – 55 mg/dL), LDL 115 mg/dL (50 –
130mg/L). Tinggi badan 158 cm, LILA 25 cm, perkiraan
BB 48.8kg, BB ideal 53 kg.
Stimulus fokal yaitu
klien mengalami
penurunan kesadaran,
stimulus kontekstual
adalah infark di
paraventrikel lateral
dekstra- sinistra dan
infark kecil didaerah
thalamus dan basal
ganglia sinistra;
stimulus residual
adalah hipertensi
sejak 20 th yang lalu,
CAD, dan CHF.
- Risiko
aspirasi
- Ketidakefe
ktifan
perfusi
jaringan
serebral
- Risiko
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
- Gangguan
integritas
kulit
- Defisit
perawatan
diri total
Pada hari ke-8 perawatan
kondisi klien menurun:
peningkatan suhu 39.9°C,
RR32x/mt, T=160/90 mmHg N
70x
Memasuki hari ke 9 tanggal
pukul 22.00 klien apnoe dan
meninggal, dengan demikian
dapat disimpulkan klien
maladaptif terhadap kondisi
yang dialami.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
- CEDERA KEPALA
21 EDH + fracture linear +
SAH traumatic
Tn.A (49tahun), agama
Islam, Jawa/Indonesia,
pedagang, dan sudah
menikah. Klien masuk RSF
Jakarta melalui IGD pada
tanggal 15/10/11 jam 11.20
wib, masuk di ruang
perawatan 16/10/11 pukul
10.00 Keluhan utama Klien
masuk RS adalah
mengalami kecelakaan,
pagi pukul 6.00 klien
mengendarai sepeda motor
lalu tiba- tiba klien pingsan
dijalan dan ditolong tukang
ojek dibawa kerumah sakit,
klien tidak ingat
kejadiannya. Di IGD: mual
(+), nyeri kepala (+),
muntah (+), hematom
dikepala (+). riwayat DM
(-), HTi sejak 2 tahun
tidak terkontrol. riwayat
stroke (-), tgl 15 oktober
2011 hasil konsul bedah
saraf volume perdarahan 7
cc, rawat dr. Neuro dan
CT scan control 3 hari lagi.
Pengkajian pada tanggal 17 Oktober 2011 pukul 09.00
WIB. kesadaran composmentis, mual (+), Klien tiduran
dan mengeluh kesakitan pada daerah kepalanya skala 9
(skala 0-10), muntah (-), mencret 3X, tekanan darah
170/100 mmHg, suhu : 37,8, N:60 x/mt, RR 20 kali per
menit, reguler, kedalaman cukup, wheezing (-), ronchi (-),
batuk (-), terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, tidak
ada sianosis. Hasil laboratorium adalah hemoglobin 13,9
g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL); eritrosit 5.08 Juta/ul (4,40 – 5,90
Juta/ul). Cholesterol: 214 (N=<200) Hasil CT- scan tgl 15
oktober 2011: Epidural hematom di region parietooccipital
kanan, perdarahan subarachnoid di fossa posterior, edema
cerebella, fraktur linear di os. parietooccipital kanan,
subgaleal hematom di regio parietooccipital kanan kiri,
sinusitis ethmoidalis kanan kiri, Klien tidak mengalami
kelemahan anggota gerak. Kekuatan otot 5555
5555|
5555
5555.
Aktifitas Klien dilakukan di atas tempat tidur, aktifitas
sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan keluarga.
Kesadaran composmentis, GCS 15 (E4M6V5). Nervus I,
Klien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan
balsem. Nervus II, tidak ada gangguan lapang pandang,
visus belum dapat dinilai. Nervus VIII, Klien dapat
mendengar, Klien dapat merasakan sentuhan. Nervus V dan
VII Klien dapat merasakan sentuhan diwajah, kekuatan
otot mengunyah baik, otot wajah simetris.
stimulus fokal adanya
epidural hematom,
perdarahan
subarachnoid, edema
cerebri, fraktur linear
di os. parietooccipital
kanan, subgaleal
hematom, stimulus
kontekstualnya
hipertensi yang tidak
terkontrol sejak 2
tahun yang lalu;
hiperkholesterolemia
dan stimulus
residualnya adalah
kebiasaan merokok (1
bungkus per hari)
- Risiko
perubahan
perfusi
jaringan
serebral.
- Nyeri akut
- Incontinens
ia fecal
evaluasi menunjukkan tekanan
darah Klien mulai hari ke-6 sudah
sama seperti sebelum Klien sakit
yaitu 140/90 mmHg, pada hari ke-
5 nyeri kepala terjadi penurunan
skala 5-6 dan pada hari ke delapan
nyeri kepala turun pada skala 3
dan lebih terasa hanya pagi hari
dan pada hari ke 10 nyeri kepala
sudah pada skala 1-2 , nadi 88 kali
per menit, suhu 36,4° C, RR: 20
x/menit;kesadaran komposmentis,
MAP sejak hari pertama berkisar
antara 98 – 122,75 mmHg (N= 70
– 130 mmHg). Untuk eliminasi
fecal klien pada tgl 18/10/2011
mencret 8 kali sehari dan pada
malam hari lebih sering, hari
ketiga diare sudah berkurang
3x/hr dengan konsistensi feses
lembek dan pada hari keempat
sudah tidak mencret pada hari ke-
11 Klien dilakukan CT Scan ulang
(CT scan tgl 26 Oktober 2011)
hasilnya: dibandingkan CT Scan
tgl 15 oktober 2011 epidural
hematom di fossa posterior
oksipital kanan mulai terabsorbsi
dan menipis. Sehingga
disimpulkan pada hari ke-11 klien
adaptif terhadap kondisi yang
dialami saat ini. Klien KRS
setelah perawatan hari ke-12
22 CKS + Suspect fr. Basis
cranii
Ny SI/ 48 th, agama Islam,
suku Jawa, status janda
dengan 3 anak, pekerjaan
Pengkajian tanggal 22/11/12 jam 09.00, kesadaran
somnolen GCS 11-12 (E2-3M6V4). Klien tiduran dan
mengeluh kesakitan pada daerah kepalanya skala 9 (skala 0-
10), muntah (+), tekanan darah 110/80 mmHg, suhu : 37°C,
N:70 x/mt, RR 20 kali per menit, reguler, kedalaman cukup,
stimulus fokal adanya
penurunan kesadaran,
stimulus kontekstual
adanya SAH, EDH
stimulus residualnya
- Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
serebral.
evaluasi menunjukkan pada hari
ke-10: perfusi jaringan serebral
adekwat ditunjukkan tensi 120/80
nadi 76 kali per menit, suhu 36,4°
C, RR:20x/menit; kesadaran
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
ibu rumah tangga, alamat
jl. Bangka raya-prapatan
Jakarta. RM 01105533.
MRS 21/11/12 jam 19.42
Riwayat penyakit 5 jam
sebelum mrs klien pingsan
setelah tertabrak motor,
kejang (+) muntah (+)
perdarahan THT (+), klien
sempat dibawa keklinik
terdekat selanjutnya
dirujuk ke RSF /
wheezing (-), ronchi (-), batuk (-), terpasang O2 nasal kanul
3 liter per menit, tidak ada sianosis. Hasil laboratorium
adalah hemoglobin 11,1 g/dL (11,7 – 15.5 mg/dL); Hct
36%, eritrosit 3.97Juta/ul (4,40 – 5,90 Juta/ul). Cholesterol:
214 (N=<200) Hasil CT- scan tgl 21/11/12:SAH di sulsi
fronto temporo parietal kanan, edema serebri hemisfer
kanan, curiga EDH tipis di temporal kanan, fraktur os
temporal kiri dengan perselubungan ringan mastoid kiri.
Klien tidak mengalami kelemahan anggota gerak. Kekuatan
otot 5555
5555|
5555
5555. Aktifitas Klien dilakukan di atas tempat
tidur, aktifitas sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan
keluarga. Nervus I, Klien dapat membedakan bau minyak
kayu putih dan balsem. Nervus II, tidak ada gangguan
lapang pandang, visus belum dapat dinilai. Nervus VIII,
Klien dapat mendengar, Klien dapat merasakan sentuhan.
Nervus V dan VII Klien dapat merasakan sentuhan
diwajah, kekuatan otot mengunyah baik, otot wajah
simetris. N IX-XII tidak ada kelainan.
adalah anemia - Risiko
aspirasi
- Nyeri akut
- Risiko
injuri
- konfusi
akut
komposmentis mulai hari ke-4,
Nyeri kepala terjadi penurunan
skala 5-6 dan pada hari ke 12
nyeri kepala turun pada skala 2
dan lebih terasa hanya pagi. CT
Scan ulang tidak dilakukan
karena keluarga tidak mampu
biaya. Sehingga disimpulkan pada
hari ke-10 klien adaptif terhadap
kondisi yang dialami saat ini.
Klien KRS setelah perawatan hari
ke-12
23 EDH +SDH
FE/ 13 th, agama Islam,
pelajar SLTA, RM
1104373.klien MRS di
RSF tanggal 16/11/11 jam
01.01. riwayat sakit: klien
mengalami kecelakaan lalu
lintas ditabrak mobil
kemarin, lalu dibawa ke
RS terdekat Bina Husada
lalu di rujuk ke RSF
Pengkajian tanggal 16/11/11 pada pukul 10.00, kesadaran
apatis GCS 10 (E2M6V2). Klien gelisah, mengeluh
kesakitan pada daerah kepalanya, muntah (+), tekanan
darah 120/70 mmHg, suhu : 37°C, N:84 x/mt, RR 24 kali
per menit, reguler, kedalaman cukup, wheezing (-), ronchi
(-), batuk (-), terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit,
tidak ada sianosis. Pupil bulat isokor ɸ 6 mm/ 6 mm, Hasil
laboratorium dan CT scan sedang dikirim ke kamar operasi
untuk persiapan operasi, Klien tidak mengalami kelemahan
anggota gerak. Kekuatan otot 5555
5555|
5555
5555. Terpasang foley
catheter. N I-XII tidak bisa dikaji. Klien sementara puasa
persiapan operasi.
stimulus fokal adanya
penurunan kesadaran,
stimulus kontekstual
adanya SDH, EDH
stimulus residualnya
adalah lamanya
menunggu operasi.
- Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
serebral.
- Risiko
aspirasi
- Nyeri akut
- Risiko
injuri
- konfusi
akut
evaluasi menunjukkan pada pukul
12.00 keadaan klien makin
menurun kesadaran apatis
GCS 10 (E2M6V2). Klien gelisah,
mengeluh kesakitan pada daerah
kepalanya, muntah (+), tekanan
darah 120/70 mmHg, suhu :
37,3°C, N:84 x/mt, RR 24 kali per
menit, reguler, kedalaman cukup,
wheezing (-), ronchi (-), batuk (-),
terpasang O2 nasal kanul 3 liter
per menit, tidak ada sianosis.
Pupil bulat anisokor ɸ 3 mm/ 6
mm. Pukul 13.30 klien di kirim
kekamar operasi. Sehingga
disimpulkan tidak terjadi aspirasi
maupun injuri, namun perfusi
jaringan serebral klien masih
dalam tahap kompensasi sampai
tahap penanganan selanjutnya.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
24 Contosio serebri+ SAH
Tn RI/ 20 th, agama Islam,
status belum kawin,
pekerjaan di perusahaan
swasta, RM 01104079,
alamat Kp Cihideung ilir
Bogor. Klien MRS tanggal
14/11/11 jam 03.00.
Riwayat sakit : + 18 jam
sebelum MRS jatuh dari
kereta pingsan + 6jam,
muntah (+), kejang (-),
perdarahan THT (+),
sempat dibawa ke RSF tapi
tempat penuh klien pulang,
tapi balik lagi malam
harinya. Riwayat DM (-),
HT (-), alkohol (-),
merokok 1 bungkus/hari
Tanggal pengkajian 14/11/11 jam 09.00. kesadaran apatis
GCS 11 (E2M6V3). Klien gelisah, mengeluh kesakitan pada
daerah kepalanya, muntah (-), tekanan darah 120/70 mmHg,
suhu : 37,3°C, N:70 x/mt, RR 18 kali per menit, reguler,
kedalaman cukup, wheezing (-), ronchi (-), batuk (-),
terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, tidak ada
sianosis. Pupil bulat isokor ɸ 3 mm/ 3 mm, reflek cahaya
langsung dan tidak langsung +/+, brain hematom (-),
terpasang NGT dan foley catheter produksi urine 400 cc/5
jam. Hasil laboratorium DL, SGOT/SgPT dan serum
elektrolit dalam batas normal dan CT scan edema serebri
ruang frontoparieto dekstra, SAH di falk serebri, ruang
parietal dekstra, suspect perdarahan intraparenkimal di
ruang frontal dekstra. Terdapat kelemahan ekstremitas kiri,
kesan Kekuatan otot 5555
5555|
3333
2222. N I-XII belum dapat dikaji.
stimulus fokal adanya
penurunan kesadaran,
stimulus kontekstual
adanya SAH, edema
serebri stimulus
residualnya adalah
kondisi ekonomi
keluarga.
- Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
serebral.
- Risiko
aspirasi
- Nyeri akut
- Risiko
injuri
- konfusi
akut
- Risiko
manajemen
terapi
keluarga
tidak efektif
evaluasi menunjukkan pada pukul
12.00 keadaan klien statis
kesadaran apatis GCS 11
(E2M6V3). Klien gelisah,
mengeluh kesakitan pada daerah
kepalanya, muntah (+), tekanan
darah 120/80 mmHg, suhu :
36.4°C, N:64 x/mt, RR 20 kali per
menit, reguler, kedalaman cukup,
wheezing (-), ronchi (-), batuk (-),
terpasang O2 nasal kanul 3 liter
per menit, tidak ada sianosis.
Pupil bulat isokor ɸ 3 mm/ 3 mm.
Pukul 14.00 klien di kirim
kekamar ruang HCU.. Sehingga
disimpulkan tidak terjadi aspirasi
maupun injuri, keluarga akan
mengurus jaminan kesehatan
masyarakat untuk pengobatan
klien, namun perfusi jaringan
serebral klien masih dalam tahap
kompensasi sampai tahap
penanganan selanjutnya.
25 CKB + SDH
FA/ 12 th, agama Islam,
pelajar SMP, RM 1104612
.klien MRS di RSF tanggal
17/11/11 jam 03.00.
riwayat sakit: klien
mengalami kecelakaan lalu
lintas kemarin jam 20,00
berboncengan dengan
temannya ditabrak mobil.
Klien sempat dirawat di RS
karya bakti semalam lalu
di rujuk ke RSF
Pengkajian tanggal 17/11/11 pada pukul 09.00, kesadaran
somnolen GCS 14 (E4M5V5). Klien gelisah menjerit-jerit
nyeri pada daerah kepalanya, perdarahan telinga (-),
raccoon eyes mata kiri, muntah (-), tekanan darah 110/70
mmHg, suhu : 36.5°C, N:80 x/mt, RR 20 kali per menit,
reguler, kedalaman cukup, wheezing (-), ronchi (-), batuk
(-), akral hangat, terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit,
tidak ada sianosis. Pupil bulat isokor ɸ 5 mm/ 5 mm, Hasil
laboratorium dan CT scan sedang dikirim ke kamar operasi
untuk persiapan operasi, Klien tidak mengalami kelemahan
anggota gerak. Kekuatan otot 5555
5555|
5555
5555. Terpasang foley
catheter. N I-XII tidak bisa dikaji. Klien sementara puasa
persiapan operasi.
stimulus fokal adanya
penurunan kesadaran,
stimulus kontekstual
adanya SDH stimulus
residualnya adalah
lamanya menunggu
operasi.
- Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
serebral.
- Risiko
aspirasi
- konfusi
akut
- Nyeri akut
- Risiko
injuri
evaluasi menunjukkan pada pukul
14.00 keadaan klien makin
menurun kesadaran apatis
GCS 12 (E3M5V4). Klien gelisah,
mengeluh kesakitan pada daerah
kepalanya, muntah (+), tekanan
darah 120/80 mmHg, suhu : 37°C,
N:90 x/mt, RR 20 kali per menit,
reguler, kedalaman cukup,
wheezing (-), ronchi (-), batuk (-),
terpasang O2 nasal kanul 3 liter
per menit, tidak ada sianosis.
Pupil bulat isokor ɸ 5 mm/ 5 mm.
Pukul 14.30 klien di kirim
kekamar operasi. Sehingga
disimpulkan tidak terjadi aspirasi
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
maupun injuri, namun perfusi
jaringan serebral klien masih
dalam tahap kompensasi sampai
tahap penanganan selanjutnya.
- INFEKSI OTAK
26 ME +HIV
Tn.APM/25 th, agama
protestan, suku batak, RM
01095323, alamat SMP
mabad Jakarta, status
belum menikah,
mahasiswa, tanggal MRS
28/03/12 jam
09.00.Riwayat sakit : 3
mgg sebelum MRS radang
tenggorokan, lalu klien
merasakan nyeri kepala
mulai kemarin sampai
teriak- teriak, lalu dibawa
ke RSF. Riwayat pengguna
narkoba oral, narkoba
suntik dan permiskuitas di
sangkal klien, alkohol (-),
merokok (+)
Tanggal pengkajian 29/03/12 jam 09.00. kesadaran
composmentis GCS 15 (E4M6V5). Klien tiduran dan
mengeluh kesakitan pada daerah kepalanya skala 9 (skala 0-
10), muntah (-), tekanan darah 110/70 mmHg, suhu : 36°C,
N:80 x/mt, RR 20 kali per menit, reguler, kedalaman cukup,
wheezing (-), ronchi (-), batuk (-), terpasang O2 nasal kanul
3 liter per menit, tidak ada sianosis. Hasil laboratorium
adalah hemoglobin 12.6 g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL); Hct
37%, eritrosit 4.18 Juta/ul (4,40 – 5,90 Juta/ul). LED:59
(N=0-10) Hasil CT- scan tgl 29/03/12 lesi hipodens bentuk
lacunar di kapsula interna kanan, sinusitis sfenoidalis
kronis. BB:65kg, TB:167cm. minum baik sehari 5 liter,
Klien tidak mengalami kelemahan anggota gerak. Kekuatan
otot 5555
5555|
5555
5555. Aktifitas klien dilakukan di atas tempat
tidur, aktifitas sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan
keluarga. Nervus I, Klien dapat membedakan bau minyak
kayu putih dan balsem. Nervus II, tidak ada gangguan
lapang pandang, visus belum dapat dinilai. Nervus VIII,
Klien dapat mendengar, Klien dapat merasakan sentuhan.
Nervus V dan VII Klien dapat merasakan sentuhan
diwajah, kekuatan otot mengunyah baik, otot wajah
simetris. N IX-XII tidak ada kelainan.BAK spontan 5x/hari
kuning jernih. Klien dan keluarga mengatakan takut jika
akan dilakukan LP (rencana dilakukan 04/04/12) . Pupil
bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya langsung dan
tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+, Kaku kuduk -,
brudzinski I dan II -, laseq >70/>70, kernig > 135/>135.
BPR +2/+2, TPR +2/+2, KPR +2/+2 APR +2/+2
stimulus fokal adanya
infeksi bakteri di otak
stimulus kontekstual
adanya HIV,
penurunan imun
stimulus residualnya
adalah pengguna
narkoba, prosedur LP
- Risiko
perubahan
perfusi
jaringan
serebral.
- Nyeri akut
- Cemas
- Risiko
infeksi
evaluasi menunjukkan pada
tanggal 04/04/12 jam 13.00
dilakukan LP pukul 14.00
keadaan klien makin menurun
120/70 mmHg, suhu : 36,7°C,
N:80 x/mt, RR 20 kali per menit,
reguler, kedalaman cukup,
wheezing (-), ronchi (-), batuk (-),
terpasang O2 nasal kanul 3 liter
per menit, tidak ada sianosis.
Pupil bulat isokor ɸ 5 mm/ 5 mm.
pukul 03.00 kesadaran apatis
GCS 12 (E3M5V4). Klien
berteriak- teriak kesakitan
analgesic sudah diberilan
(tramadol drip). Pukul 03.30.
Klien gelisah, mengeluh kesakitan
pada daerah kepalanya, muntah
(+), tekanan darah 60/palpasi nadi
tidak teraba , klien dinyatakan
meninggal. Sehingga disimpulan
klien tidak menunjukkan perilaku
adaptif
27 ME TB
Tn.V/26 th, agama islam,
suku sunda, alamat jakarta
status menikah, bekerja di
rekam medik RSB YKK,
Tanggal pengkajian 16/03/12 jam 09.00. kesadaran
composmentis cenderung mengantuk GCS 14 (E3M6V5).
Klien tiduran dan mengeluh kesakitan pada daerah
kepalanya skala 8 (skala 0-10), mual muntah (+), tekanan
darah 130/80 mmHg, suhu : 37,3°C, N:100 x/mt, RR 24
stimulus fokal adanya
lesi pada otak/infeksi
bakteri di otak
stimulus kontekstual
adanya TB paru
- Risiko
perubahan
perfusi
jaringan
serebral.
evaluasi setelah intervensi selama
7 hari menunjukkan, pada hari
ke-2 klien mengalami perdarahan
lambung + 100 cc, kemudian
dilakuan bilas lambung, dan diit
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
tanggal MRS 15/03/12 jam
23.00 Riwayat sakit: klien
sudah sakit demam dalam
2 hari kemudian dikantor
saat sedang kerja tiba-tiba
pingsan, dirawat di
pelayanan kesehatan rumah
sakit tempat bekerja lalu
dirujuk ke RSF. Riwayat
pengguna narkoba (-),
merokok (+), klien pernah
opname 2 kali di RSF: Nov
2011 1 minggu lalu
pulang paksa; Desember
20111 bulan dengan TB
paru + Stroke ringan juga
pulang paksa
kali per menit, reguler, kedalaman cukup, wheezing (-),
ronchi (-), batuk (-), terpasang O2 nasal kanul 3 liter per
menit, tidak ada sianosis. Hasil laboratorium adalah
hemoglobin 14,7 g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL); Hct 46%,
eritrosit 4.87 Juta/ul (4,40 – 5,90 Juta/ul). SGOT 125 mg/dl
(N: <31), SGPT66 mg/dl (N: <31), Hasil CT- scan tgl
10/01/12 Tak tampak infark, perdarahan, SOL maupun
penyangatan pathologis pada kedua hemisfer serebri, posn
maupun cerebeli. BB:60kg, TB:160cm. terpasang NGT diit
blender 3x250 cc.klien mengeluh nyeri perut dan sering
muntah (pagi + 200 cc) Klien mengalami kelemahan
anggota gerak sisi kiri. Kekuatan otot 5555
5555|
4444
4444. Aktifitas
klien dilakukan di atas tempat tidur, aktifitas sehari-hari
dibantu penuh oleh perawat dan keluarga. Nervus I, Klien
dapat membedakan bau minyak kayu putih dan balsem.
Nervus II, tidak ada gangguan lapang pandang, visus
OD/OS: 3/ 1½, Nervus VIII Klien dapat mendengar, Klien
dapat merasakan sentuhan. Nervus V dan VII Klien dapat
merasakan sentuhan diwajah, kekuatan otot mengunyah
baik, otot wajah simetris. N IX-XII tidak ada kelainan.
BAK spontan 6x/hari kuning jernih. Klien dan keluarga
mengatakan kuatir jika akan dilakukan LP meskipun dulu
sudah pernah (rencana dilakukan 21/03/12). Pupil bulat
isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya langsung dan tidak
langsung pada mata kanan dan kiri +/+, Kaku kuduk +,
brudzinski I dan II -, laseq >70/>70, kernig > 135/>135
nyeri pada sebelah kiri. BPR +2/+2, TPR +2/+2, KPR
+2/+2 APR +2/+2, brudzinski +/-.
stimulus residualnya
adalah opname 3 kali,
prosedur LP
- Risiko
aspirasi
- Kerusakan
mobilitas
fisik
- Nyeri akut
- Cemas
- Manajemen
kesehatan
individu
tidak efektif
bertahap, pada hari ke-4 NGT
klien dilepas, kesadaran klien
komposmentis penuh diit mulai
peroral, muntah (-),Mual(-), nyeri
perut (-), nyeri kepala skala3, LP
sudah dilakukan kesan tidak
ditemukan kelainan. Pada hari
ke-7 didapatkan hasil perfusi
jaringan serebral adekwat, klien
tidak mengalami aspirasi, klien
sudah lega hasil pemeriksaan LP
tidak ada kelainan, klien
mengatakan jika berobat akan
sampai tuntas. Sehingga dapat
disimpulkan klien menunjukkan
perilaku adaptif.
28 Cephalgia + suspect ME
Tn.AW/34 th, agama
Islam, suku sunda, RM
01143881, alamat Jl.
Kedung II/3 Beji depok,
status menikah,
pendidikan SLTA, tanggal
MRS 27/04/12 jam 14.38.
Riwayat klien sakit kepala
sejak 5 hari yang lalu,
Tanggal pengkajian 30/04/12 jam 09.00. kesadaran
composmentis GCS 15 (E4M6V5). Klien tiduran dan
mengeluh kesakitan pada daerah kepalanya skala 9 (skala 0-
10) sampai berteriak, mual muntah (+), tekanan darah
150/90 mmHg, suhu : 37,1°C, N:64 x/mt, RR 20 kali per
menit, reguler, kedalaman cukup, wheezing (-), ronchi (-),
batuk (-), terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, tidak
ada sianosis. Hasil laboratorium adalah hemoglobin 14,3
g/dL (13,2 – 17,3 mg/dL); Hct 43%, eritrosit 5,9 Juta/ul
(4,40 – 5,90 Juta/ul). Ureum 214, creatinin 0,8, Hasil CT-
stimulus fokal adanya
infeksi bakteri di
selaput otak & otak,
edema serebri
stimulus kontekstual
Hipertensi stimulus
residualnya adalah
riwayat cedera kepala
10 th yang lalu,
prosedur LP, kurang
- Risiko
perubahan
perfusi
jaringan
serebral.
- Nyeri akut
- Cemas
-
evaluasi setelah intervensi selama
8 hari menunjukkan, pada hari
kesadaran klien komposmentis
nyeri kepala skala hilang, LP
sudah dilakukan warna LCS
merah kesan suspect meningitis
purulenta. Pada hari ke-8
didapatkan hasil perfusi jaringan
serebral adekwat, klien
menunjukkan ketenangan, tensi
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
muntah-muntah terus
kesadaran somnolen GCS
E3M6V4.. Riwayat
pengguna narkoba suntik(-)
10 tahun yang lalu pernah
cedera kepala sampai koma
5 hari.
scan tgl 27/04/12 edema serebri suspect meningitis Thorak :
corakan bronkovaskuler kasar, perselubungan pada kanan
dan kiri. BB:62 kg, TB:164 cm. Klien tidak mengalami
kelemahan anggota geraki. Kekuatan otot 5555
5555|
5555
5555.
Aktifitas klien dilakukan di atas tempat tidur, aktifitas
sehari-hari dibantu penuh oleh perawat dan keluarga.
Nervus I, Klien dapat membedakan bau minyak kayu putih
dan balsem. Nervus II, tidak ada gangguan lapang pandang,
visus OD/OS: 1/ 1½, Nervus VIII Klien dapat mendengar,
Klien dapat merasakan sentuhan. Nervus V dan VII Klien
dapat merasakan sentuhan diwajah, kekuatan otot
mengunyah baik, otot wajah simetris. N IX-XII tidak ada
kelainan. BAK spontan 5- 6x/hari kuning jernih. Klien
sering bertanya tentang LP dan menyatakan kekuatirannya.
Pupil bulat isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek cahaya langsung
dan tidak langsung pada mata kanan dan kiri +/+, Kaku
kuduk +, laseq <70/<70, kernig < 135/<135. BPR +2/+2,
TPR +2/+2, KPR +2/+2 APR +2/+2.
pengetahuan 130/80,S; 36C, N: 76x/mt,
RR:20x/mt, kaku kuduk (-).
Sehingga dapat disimpulkan klien
menunjukkan perilaku adaptif.
29 ME TB
Ny A/57 th, agama Islam,
pekerjaan ibu rumah
tangga, alamat Jl Lurah
desalegoso no 76,
pendidikan tidak tamat SD,
RM 00450459, tanggal
MRS 03/10/11, Riwayat
sakit klien sejak 1 minggu
sakit dan mulai kemarin
tidak sadar, kejang (-),
mual muntah (+), demam
(+), sakit paru-paru sudah
2 tahun berobat tidak
teratur, DM (-),HT(-)
Pengkajian 03/10/11 kesadaran sopor GCS 7 (E2M2V3),
tensi 110/70 mmHg, suhu: 34,7°C, N: 90x/mt, Nafas dalam,
RR 30x/mt, dibantu NRM 8 lpm, Rh +/_, Wh +/_, sianosis
(-), PH:7,34, PCO2: 54,9, PO2: 75,1, HCO3: 29,6, sat
O2:94.2 BE:2.6. klien sementara puasa, perdarahan
lambung, NGT: 100 cc warna hitam+ stolsel, TB; 150 cm,
LILA 18 cm, perkiraan BB 35 kg, BB ideal 45 kg, BMI:
15,5 (N 18,5 – 24,9) klien tampak kurus, skor braden : 10
terpasang DC produksi 680 cc/8 jam warna kuning pekat,
belum BAB 2 hr, kekuatan otot3333
3333|
3333
3333 Pupil bulat
anisokor Ø 3 mm/6 mm, reflek cahaya langsung dan tidak
langsung pada mata kanan dan kiri +/+, BPR +2/+1, TPR
+2/+1, KPR +2/+1 APR +2/+1, N I-XII belum dapat dikaji.
Hasil CT scan : dapat sesuai dengan meningitis,
ventrikulomegali, kesuraman pada mastoid bilateral suspect
inflamasi.
stimulus fokal adanya
penurunan kesadaran
stimulus kontekstual
infeksi bakteri di
selaput otak & otak,
TB paru stimulus
residualnya adalah
status gizi buruk,
perdarahan lambung.
- Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
serebral.
- Risiko
aspirasi
- Kerusakan
pertukaran
gas
- Deficit
perawatan
diri total
- Nutrisi
kurang dari
kebutuhan
- Risiko
gangguan
integritas
kulit
evaluasi setelah intervensi selama
2 hari menunjukkan, klien
mengalami demam suhu: 39.8°C,
kesadaran sopor coma, RR:
32x/mt, pada tanggal 05/11/12
pukul 23.00 klien mengalami
gagal nafas dan meninggal.
disimpulkan klien menunjukkan
perilaku maladaptif.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
30 Tn K/ 68th, agama Islam,
status menikah, pekerjaan
satpam, suku sunda, alamat
Jl. Nursaid Jakarta klien
MRS tanggal 14/11/2011
klien mengalami kejang-
kejang lalu dibawa ke
klinik dekat rumah, pasien
tidak sadar lalu dirujuk ke
RSF. Fatmawati. Pasien
sebelumnya punya
penyakit batuk lama dan
berobat ke puskesmas
tetapi tidak teratur
Pengkajian 23/11/11 kesadaran apatis , GCS E3M5V3,
tensi 90/50 mmHg, S:37,5°C, N: 110x/mt, klien terpasang
NGTdiet cair 6 x 250 cc. TB = 160 cm. BB= 45 kg, BB
Ideal 54 kg, BMI = 17,5,bising usus 16 X/menit Status
neurologis; pupil isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek terhadap
cahaya langsung +/+, cahaya tidak langsung +/+. Tanda
rangsang meningeal; kaku kuduk (+), tanda laseg
>70°/>70°, tanda kerning > 135°/ > 135°. Nervus kranial I-
XII belum dapat dikaji, kekuatan otot 3333
3333|
3333
3333, reflek
fisiologis BPR +2/+2, TPR+2/+2, reflek babinski +/+.
Fungsi syaraf otonom; inkontinensia urine (+), terpasang
kateter. CT-Scan; tanpa kontras : tak tampak lesi patologis
pada pemeriksaan CT scan : tak tampak SOL, tak tampak
perdarahan intraserebral
stimulus fokal adanya
penurunan kesadaran
stimulus kontekstual
infeksi bakteri di
selaput otak & otak,
TB paru stimulus
residualnya adalah
berobat tidak teratur,
status gizi buruk.
- Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
serebral.
- Risiko
aspirasi
- Deficit
perawatan
diri total
- Nutrisi
kurang dari
kebutuhan
- Risiko
gangguan
integritas
kulit
evaluasi setelah intervensi selama
4 hari menunjukkan, klien
mengalami perbaikan perfusi
serebral ditunjukkan kesadaran
komposmentis GCS 15 (E4M6V5)
suhu: 37°C, tensi; 120/89,
N:80x/mt, RR: 20x/mt, pada hari
ke-6 NGT di lepas klien sudah
menunjukkan kemampuan
menelan, diiet sudah adekwat,
tidak terjadi aspirasi, kulit utuh,
disimpulkan klien menunjukkan
perilaku adaptif.
- KEGANASAN
31 SOL
Tn HK/ 70 th, agama
Islam, status kawin, suku
Jawa, alamat kampung
nengah Bogor, pendidikan
SMP, pekerjaan petani.
Tanggal MRS 14/4/12
riwayat sakit klien
mengeluh sakit kepala 1
minggu yang lalu,
kemudian mulai kemarin
klien tidak dapat makan,
badan panas, tidak mampu
jalan, lemas pada sisi kiri
tubuh. Klien mulai MRS
sampai dengan tanggal
25/04/12 dirawat di ruang
perawatan kelas II
selanjutnya pindah ke
HCU,. Riwayat HT (-),
merokok sehari 2
Pengkajian tanggal 26/04/12 kesadaran somnolen E3M5V4
tensi 130/78, S;39°C, N:100x/mt, RR: 24x/mt dibantu O2
nasal 3 lpm, klien terpasang NGTdiet cair 6 x 250 cc. TB =
160 cm. LILA 25 cm perkiraan BB= 52 kg, BB Ideal 54 kg,
BMI = 20, bising usus 12x/ menit Status neurologis; pupil
isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek terhadap cahaya langsung +/+,
cahaya tidak langsung +/+. Tanda rangsang meningeal;
kaku kuduk (+), tanda laseg >70°/>70°, tanda kerning >
135°/ > 135°. Nervus kranial I-XII belum dapat dikaji
kesan parese NVII sentral, kekuatan otot 5555
5555|
3333
3333, reflek
fisiologis BPR +3/+4, TPR+3/+4, reflek babinski +/+.
Fungsi syaraf otonom; inkontinensia urine (+), terpasang
kateter. CT-Scan; edema serebri hemisfer kanan, tampak
lesi hiperdens multiple bulat –oval berbatas tegas,
ditemporal kanan, occipital kanan kiri, temporo parietal
kiri, perimidline parietal dengan perifokal oedema sugestic
lesi metastase.
stimulus fokal adanya
penurunan kesadaran
SOL metastase, edema
otak, stimulus
kontekstual adanya Ca
paru stimulus
residualnya adalah
kebiasaan merokok
- Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
serebral.
- Risiko
aspirasi
- Deficit
perawatan
diri total
- Nutrisi
kurang dari
kebutuhan
- Risiko
gangguan
integritas
kulit
evaluasi setelah intervensi
pada tanggal 02/04/12 klien
coma,tensi 70/50/RR: 40x/me
N:120, NGT produksi bleeding
150 cc, pupil bulat isokor Ø 2
mm/2 mm, reflek terhadap cahaya
langsung dan tidak langsung
menurun. Selanjutnya pada
tanggal 3/04/11 pukul 17.27 GCS
1-1-1, tensi 60/30 S: 38°C N;
120x/mt, nafas klien apnoe, pukul
1730 klien dinyatakan meninggal.
Sehingga disimpulkan klien tidak
dapat beradaptiftasi pada
kondisinya.
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
bungkus.dikeluarga tidak
ada yang sakit seperti ini.
32 SOL + DM
Ny.SKR/46th, agama
Islam, pendidikan SMA,
alamat jl nangka no41
Jakarta, status kawin, RM
00011511, tanggal MRS
02/12/11. riwayat sakit
penurunan kesadaran sejak
14 jam sebelum MRS, 1
bulan sebelum MRS klien
sakit kepala, banyak tidur,
muntah(-), 2 minggu
sebelum MRS bicara
kacau, sakit kepala
bertambah sering, dan
tampak berat, berjalan
menyeret kaki kanan, DM
(+) 2 tahun tidak
terkontrol.
Tanggal pengkajian 05/12/11 jam 09.00 kesadaran
somnolen E3M5V2 tensi 130/80, S;37°C, N:188x/mt, RR:
20x/mt dibantu O2 nasal 3 lpm, klien terpasang NGT diet
cair 6 x 250 cc. TB = 160 cm. LILA 27 cm perkiraan BB=
54 kg, BB Ideal 54 kg, BMI = 22, bising usus 10x/ menit,
Status neurologis; pupil isokor Ø 3 mm/3 mm, reflek
terhadap cahaya langsung +/+, cahaya tidak langsung +/+.
Tanda rangsang meningeal; kaku kuduk (-), tanda laseg
>70°/>70°, tanda kerning > 135°/ > 135°. Nervus kranial I-
XII belum dapat dikaji kesan parese NVII sentral, kekuatan
otot 4444
3333|
4444
4444, reflek fisiologis BPR +1/+1, TPR+1/+1,
reflek babinski +/+. Fungsi syaraf otonom; inkontinensia
urine (+), terpasang kateter. CT-Scan; SOL occipital kiri
dengan perifokal oedema, edema serebri terutama hemisfer
kiri, herniasi subfalk ringan kekanan. GDP 269, GD2jpp:
256. N I-XII belum dapat dikaji.
stimulus fokal adanya
penurunan kesadaran
SOL, edema otak,
stimulus kontekstual
adanya DM, stimulus
residualnya adalah
kurang pengetahuan
- Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
serebral.
- Risiko
aspirasi
- Deficit
perawatan
diri total
- Risiko
gangguan
integritas
kulit
- Hasil evaluasi setelah 7 hari
perawatan klien mengalami
perbaikan perfusi otak dengan
ditunjukan kesadaran
composmentis namun masih
sering mengantuk GCS
E4M6V5, tidak terjadi
aspirasi,nyeri kepala
berkurang, tidak terjadi
aspirasi, diet melalui NGT
adekwat, klien sudah mampu
duduk, miring kanan dan kiri
sendiri, gosok gigi sendiri.
kekuatan otot meningkat 5555
4444|
5555
5555 klien dipindahkan ke
ruang endokrin. Sehingga
dapat disimpulkan klien
adaptif dengan kondisi saat ini,
namun masih diperlukan
perawatan lebih lanjut.
33 Neuropatic pain,
paraparese UMN ec
Metastase
Tn. A.SW., 21 tahun,
Islam, suku betawi
/Indonesia, alamat
pamulang barat 03/02
pamulang tangerang
selatan, status belum
menikah, dan bekerja
sebagai juru masak
restoran masuk RSF ruang
teratai lt 6 melalui IGD
tanggal 9 September 2011.
Riwayat sakit sejak 2
minggu sebelum masuk
Pengkajian 11/10/11 2011,Klien sudah 1 bulan di RS dan
masih merasakan nyeri di bokong kanan, klien tiduran
ditempat tidur, kaki kanan ditekuk menahan sakit, posisi
dipertahankan oleh klien dan tidak ada seorangpun yang
boleh merubah atau menggeser bantal untuk memperbaiki
posisinya, klien hampir tidak pernah mau meluruskan kaki
kanannya, klien mengatakan nyeri pada skala 9 ( skala 0-
10). Klien juga mengalami kesukaran untuk berkemih
sehingga harus dipasang kateter produksi rata- rata 1200/ 24
jam, warna kuning jernih, tetapi BAB normal 1 x sehari
konsistensi lembek, warna kecoklatan (dirumah biasanya 2
x sehari, konsistensi padat. sesak ringan (+), pernapasan
28x/ menit, irama teratur dan ada penggunaan otot dada,
Tensi : 140/ 100, suhu 37 C, nadi 132x/ menit, ronchi (+/+),
wheezing (-). Nutrisi, klien mengalami kesulitan dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisinya sehari hanya
stimulus fokal
penurunan kekuatan
otot, nyeri ca
metastase medulla
spinalis, stimulus
kontekstual adanya Ca
paru stimulus
residualnya adalah
karakter individu yang
keras, kurang
pengetahuan
- Nyeri akut
- Nutrisi
kurang dari
kebutuhan
- Deficit
perawatan
diri total
- Risiko
gangguan
integritas
kulit
- Kerusakan
pertukaran
gas
- Perubahan
peran
- Hasil evaluasi setelah 7 harii
perawatan klien mengalami
perbaikan nutrisi, diit sudah
habis 1 porsi, kulit utuh,
namun terjadi penyulit
timbulnya efusi pleura masive
akibat ca metastase, sehingga
pertukaran gas klien
terganggu, klien sudah
terpasang WSD mulai tanggal
20/10/11, namun tidak
menolong. Nyeri tidak
berkurang, support dari
berbagai pihak keluarga dan
tim kesehatan untuk
memberikan dukungan dapat
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
rumah sakit, klien
merasakan kedua kakinya
lemah dan membutuhkan
bantuan bila akan berjalan.
Lama kelamaan klien
merasa tidak menopang
berat badannya sendiri dan
cenderung untuk tiduran
saja.Klienjuga merasakan
kesulitan kencing lalu
berobat di puskesmas dan
dipasang kateter lalu klien
pulang, 4 hari sebelum mrs
klien merasakan nyeri di
bokong lalu mrs. Riwayat
truma (-), minum jamu (+),
penggunaan alcohol (-),
merokok mulai SMP ( 1
bungkus/ hr
menghabiskan ½ porsi makanannya, TB 171, BB smrs 65
kg sekarang 58 kg, BMI : 19,8.lab : Hb: 10,2 (13,2-17,3),
HCt; 29 (33-45), leukosit; 21,2 (5-10), eryt 3.43 jt/UL (4,4
– 5,9). RDW:16. Sensasi baal pada kedua estremitas bawah
(-)kaki kanan oedem ++, Fungsi neurologis, kekuatan otot 5555
2222|
5555
5444, reflek BPR +2/+2, TPR+2/+2, KPR +1/+2, APR
+1/+2 Cairan dan elektrolit, intake cairan 2500 - 3000 cc
per hari, haluaran urin sekitar 1200 cc per hari, nilai
elektrolit Na :132 ( N; 135-147) . kesadaran komposmentis,
GCS 15 (E4M6V5), reflek babinski (-/+), Kien
mengungkapkan ketidakberdayaan bahwa mau marah
marah pada siapa, mau kecewa, kecewa sama siapa,
perasaannya terasa kalut ( klien mendapat informasi dari
dokter bahwa penyakitnya ada tumor yang sudah
berkembang di kandung kemih, tulang belakang dan paru-
paru) dengan kondisi nyeri yang tidak hilang- hilang..klien
tidak dapat melaksanakan peran utamanya sebagai aorang
dewasa yang mandiri dan bekerja membantu ekonomi
keluarga
- Berduka
antisipatori
membantu klien menerima
keadaannya. Tanggal 25/10/11
sesak meningkat, produksi
WSD 2500 cc, pukul 15.00
kesadaran somnolen Tensi
140/80, S;36,N:128, RR:
36x/mt, pada pukul 20.25 klien
meninggal dunia.
-
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 3
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. H No RM: 01126842
Usia : 32 tahun
Diagnosa keperawatan: Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral
Hari/ tanggal Catatan perkembangan Nama
paraf
Jum’at,
2 Maret 2012
Perilaku adaptif :
- Tanda peningkatan TIK (-)
- Pupil bulat isokor 4 mm / 4 mm
- Urine 1000 cc/7 jam
- Klien menjaga posisi kepala elevasi 30°
- Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg, Suhu : 37,4 °C
- Rh-/- wh-/-
- Obat oral dan injeksi dilakukan sesuai program
Perilaku inefektif:
- Kepala masih pusing
- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)
- Nafas 24 x permenit terpasang O2 3 lpm
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan gangguan perfusi serebral
Intervensi: pertahankan intervensi, hindarkan klien dari stressor fisik.
Senin,
05 Maret
2012
Perilaku adaptif :
- Tanda peningkatan TIK (-)
- Obat oral dan injeksi dilakukan sesuai program
- Pupil bulat isokor 4 mm /4 mm
- Urine 3500 cc/24 jam
- Klien menjaga posisi kepala elevasi 30°
- Tanda Vital : Tekanan darah 130/80 mmHg, Suhu : 36 °C, N= 88 x/mt
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5)
Perilaku inefektif:
- Kepala masih pusing
- Nafas 24 x permenit terpasang O2 3 lpm
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan gangguan perfusi serebral
Intervensi: lanjutkan intervensi
Rabu,
07 Maret
2012
Perilaku adaptif :
- Badan agak enakan
- Tanda peningkatan TIK (-)
- Pupil bulat isokor 4 mm /4 mm
- Urine 3000 cc/24 jam
- Klien menjaga posisi kepala elevasi 30°
- Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg, Suhu : 37,3 °C, N= 96 x/mt
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5)
- Obat oral dan injeksi dilakukan sesuai program
Perilaku inefektif:
- Nafas 24 x permenit. terpasang O2 3 lpm lepas-pasang
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan gangguan perfusi serebral
Intervensi: lanjutkan intervensi
Jumat,
9 Maret 2012
Perilaku adaptif :
- Tanda peningkatan TIK (-)
- Pupil bulat isokor 4 mm /4 mm
- Urine 3000 cc/24 jam
- Klien menjaga posisi kepala elevasi 30°
- Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg, Suhu : 36,8 °C, N= 88 x/mt
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5)
- Nafas 20 x permenit. O2 dilepas
- Obat oral dan injeksi dilakukan sesuai program
Analisis: Klien sudah beradaptasi dengan gangguan perfusi serebral
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 3
Selasa, 13
Maret 2012
Perilaku adaptif :
- Tanda peningkatan TIK (-)
- Pupil bulat isokor 4 mm /4 mm
- Urine 3000 cc/24 jam
- Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg, Suhu : 36,5 °C, N= 80 x/mt
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5)
- Obat oral dan injeksi dilakukan sesuai program
- pemeriksaan laboratorium elektrolit normal yaitu natrium 138 mEq/L,
kalium 3,59 mEq/L, clorida 106,0 mEq/L, Hb 12 Hct 35, trombosit 352,
APPT 32,3, PT 13,2, GDP= 81 mg/dl, GD 2jpp = 90 mg/dl. CT Scan
ulang tanggal 13/03/2012 lesi hipodens dibasal ganglia dan perventrikel
kiri, suspek encephalomalasia ec perdarahan intraparenkim lama,
dibandingkan dengan CT Scan lama tgl 03/02/12 tak tampak lagi higroma
di fronto-temporo parietal kanan, perdarahan intraparenkimal sudah
diresorpsi, edema serebri tak tampak lagi, tak tampak perdarahan baru.
Analisis: Klien sudah beradaptasi dengan gangguan perfusi serebral
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 3
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. H No RM: 01126842
Usia : 32 tahun
Diagnosa keperawatan: Risiko aspirasi
Hari/ tanggal Catatan perkembangan Nama
paraf
Jum’at,
2 Maret 2012
Perilaku adaptif :
- Rh -/-, Wh -/-
- Batuk (-), tersedak (-)
Perilaku inefektif:
- Kepala masih pusing
- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)
- Terpasang NGT diit cair 6x200cc
- RR 24x/mt terpasang O2 3 lpm
Analisis: Klien beradaptasi dengan risiko aspirasi
Intervensi: pertahankan , lakukan screening disfagia bila kesadaran
composmentis
Senin,
5 Maret 2012
Perilaku adaptif :
- Rh -/-, Wh -/-
- Batuk (-), tersedak (-)
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
- Klien dicoba makan bubur setelah screening disfagia, mampu
menghabiskan 4 sendok.
Perilaku inefektif:
- Kepala masih pusing
- Terpasang NGT diit cair 6x200cc
- RR 24x/mt terpasang O2 3 lpm
Analisis: Klien beradaptasi dengan risiko aspirasi
Intervensi: melakukan screening disfagia klien tidak batuk dan tidak
tersedak , N V,VII,IX,X,XII tidak ada kelainan
- Lepas NGT jika makan sudah adekwat.
Jumat,
8 maret 2012
Perilaku adaptif :
- Rh -/-, Wh -/-
- Batuk (-), tersedak (-)
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
- Klien menghabiskan ¾ diitnya peroral
- NGT dilepas
Analisis: Klien beradaptasi dengan risiko aspirasi
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 3
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. H No RM: 01126842
Usia : 32 tahun
Diagnosa keperawatan: kerusakan mobilitas fisik
Hari/ tanggal Catatan perkembangan Nama
paraf
Jum’at,
2 Maret 2012
Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan
- Nyeri sendi (-)
Perilaku inefektif:
- RR 24x/mt terpasang O2 3 lpm, N: 112 x/mt
- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)
- Keringat banyak, klien tampak lelah jika bergerak
- hemiparese dekstra, kekuatan otot 1111
1111
5555
5555
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan mobilitas fisik
Intervensi: pertahankan , lakukan pengaturan energy jika latihan, dan
berikan asupan nutrisi yang cukup untuk tenaga
Senin,
8 Maret 2012
Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri sudah mulai menggunakan tangannya
yang kuat, klien tampak sering latihan mengerakkan tangannya yang
lemah dengan tangan kirinyasendiri
- Nyeri sendi (-)
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
Perilaku inefektif:
- RR 24x/mt terpasang O2 3 lpm, N: 112 x/mt
- Keringat banyak, klien tampak lelah jika bergerak
- hemiparese dekstra, kekuatan otot 2222
2222
5555
5555
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan mobilitas fisik
Intervensi: pertahankan , lakukan pengaturan energy jika latihan, dan
berikan asupan nutrisi yang cukup untuk tenaga
Rabu,
10 Maret
2012
Perilaku adaptif :
- Klien latihan ½ duduk dibantu suaminya dan perawat. Tahan 1 jam 3 kali
sehari.
- Klien mengeluh capek jika lama duduk
- Nyeri sendi (-)
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 ), RR: 20 x/mt
Perilaku inefektif:
- Keringat banyak, klien tampak lelah jika bergerak
- hemiparese dekstra, kekuatan otot 2222
2222
5555
5555
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan mobilitas fisik
Intervensi: pertahankan
Jumat,
12 Maret
2012
Perilaku adaptif :
- Klien latihan duduk dalam posisi 90°dibantu suaminya dan perawat .
Tahan 1 jam 3 kali sehari.
- Klien mengeluh capek jika lama duduk
- Nyeri sendi (-), ROM aktif pada ekstremitas kiri, ROM pasif pada
ekstremitas kanan
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 ), RR: 20 x/mt
Perilaku inefektif:
- Latihan duduk klien belum mampu menjaga keseimbangan, duduk masih
disanggah
- hemiparese dekstra, kekuatan otot 2222
2222
5555
5555
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan mobilitas fisik
Intervensi: pertahankan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 3
Senin,
15 Maret
2012
Perilaku adaptif :
- Klien latihan duduk dalam posisi 90°dibantu suaminya dan perawat.
Tahan 1 jam 4 kali sehari.
- Klien di coba duduk uncang- uncang
- Nyeri sendi (-)
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 ), RR: 20 x/mt
Perilaku inefektif:
- Latihan duduk uncang- uncang disanggah
- hemiparese dekstra, kekuatan otot 2222
2222
5555
5555
Analisis: Klien dapat beradaptasi dengan kerusakan mobilitas fisik
Intervensi: pertahankan , berikan pendisikan kesehatan untuk di rumah
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 3
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. H No RM: 01126842
Usia : 32 tahun
Diagnosa keperawatan: kerusakan integritas kulit
Hari/
tanggal
Catatan perkembangan Nama/
paraf
Jum’at,
2 Maret
2012
Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan
- Baju sudah diganti
Perilaku inefektif:
- Gatal dan ruam-ruam merah dipunggung dan ketiak, lecet pada paha
- Kulit selalu basah karena keringat
- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan integritas kulit
Intervensi: pertahankan , anjurkan keluarga untuk menyediakan baju bersih dan
gunakan antiseptic untuk mandi.
Senin,
5 Maret
2012
Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan
- Baju sudah ganti, keluarga bisa menyediakan baju bersih
- Tadi pagi sudah mandi
Perilaku inefektif:
- Gatal masih terasa dan ruam-ruam merah dipunggung dan ketiak, lecet pada
paha
- Kulit selalu basah karena keringat
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan integritas kulit
Intervensi: pertahankan , lakukan kolaburasi dengan dokter kulit
Rabu,
8 Maret
2012
Perilaku adaptif :
- Baju sudah ganti, keluarga bisa menyediakan baju bersih
- Kulit diberi bedak salicyl
- Luka sudah dirawat, pada paha kanan sudah mengering
- Tadi pagi sudah mandi
- Klien mampu bergerak aktif miring kanan-kiri
Perilaku inefektif:
- Gatal masih terasa dan ruam-ruam merah dipunggung dan ketiak, lecet pada
paha
- Kulit selalu basah karena keringat
- Kulit didiagnosa Candidiasis cutis
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan integritas kulit
Intervensi: pertahankan , berikan terapi topical sesuai anjuran dokter kulit
Jumat,
10 Maret
2012
Perilaku adaptif :
- Kulit diberi bedak meconazol, dan krim secara bergantian, bedak pada pagi
dan crem mezonazol pada siang hari
- Luka sudah dirawat, pada paha kanan sudah mengering
- Tadi pagi sudah mandi
- Klien mampu bergerak aktif miring kanan-kiri
- Kulit selalu di lap dengan handuk bersih jika berkeringat
Perilaku inefektif:
- Gatal sudah berkurang dan ruam-ruam merah dipunggung dan ketiak masih
ada
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan kerusakan integritas kulit
Intervensi: pertahankan , lakukan kolaburasi dengan dokter kulit
Selasa,
14 Maret
2012
Perilaku adaptif :
- Luka sudah dirawat, pada paha kanan sudah sembuh
- Tadi pagi sudah mandi
- Klien mampu bergerak aktif miring kanan-kiri
- Kulit selalu di lap dengan handuk bersih jika berkeringat
- Ruam-ruam merah mengering
Analisis: Klien beradaptasi dengan kerusakan integritas kulit
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 3
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. H No RM: 01126842
Usia : 32 tahun
Diagnosa keperawatan: konstipasi
Hari/ tanggal Catatan perkembangan Nama/paraf
Jum’at, 2 Maret 2012 Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan
Perilaku inefektif:
- Klien belum BAB
- Klien mengedan-ngedan sendiri karena terasa ada tekanan
dianus
- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan konstipasi
Intervensi: lakukan kolaburasi dengan dokter untuk pemberian
laksatif, anjurkan klien menghindari valsava maneuver
Senin , 5 Maret 2012 Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
Perilaku inefektif:
- Klien belum BAB
- Dilakukan pengeluaran manual jumlah jumlah + 200 gram
konsistensi keras (type 2 pada kartu bristol stool), warna
kuning tanpa ada darah
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan konstipasi
Intervensi: pertahankan , jika masih kesulitan lakukan stimulasi
anus.
Kamis, 8 Maret 2012 Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan aktif
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
- Minum 3 l perhari, klien makan ekstra papaya 2 potong sehari
Perilaku inefektif:
- Klien belum BAB 3 hari lagi
- Dilakukan bantuan stimulasi anus, klien dapat BAB jumlah
jumlah + 200 gram konsistensi lunak (type 4 pada kartu
bristol stool), warna kuning tanpa ada darah
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan konstipasi
Jumat, 9 Maret 2012 Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan baktif
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
- Klien sudah dapat BAB sendiri
- klien dapat BAB jumlah jumlah + 200 gram konsistensi lunak
(type 4-5 pada kartu bristol stool), warna kuning tanpa ada
darah
Analisis: dapat beradaptasi dengan konstipasi
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 3
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. H No RM: 01126842
Usia : 32 tahun
Diagnosa keperawatan: perawatan diri total
Hari/
tanggal
Catatan perkembangan Nama/
paraf
Jum’at, 2
Maret 2012
Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan
Perilaku inefektif:
- Terpasang NGT
- Kesadaran somnolen GCS (E3M6V4)
- Seluruh kebutuhan klien dibantu
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan perawatan diri
Intervensi: pertahankan
senin, 5
Maret 2012
Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan bantuan
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
Perilaku inefektif:
- Terpasang NGT
- Mudah capek kalau gerak, keringat banyak
- Seluruh kebutuhan klien dibantu, skor BI=3
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan perawatan diri
Intervensi: pertahankan
kamis, 8
Maret 2012
Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan aktif
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
- Klien makan melalui mulut dengan tangan kirinya
- Klien minta tolong untuk mengambilkan minum atau makanannya dan
selanjutnya makan/minum sendiri
- NGT dilepas
Perilaku inefektif:
- Mudah capek kalau gerak, keringat banyak
- Seluruh kebutuhan klien masih dibantu, skor BI=8
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan perawatan diri
Intervensi: pertahankan
Senin, 12
Maret 2012
Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan aktif serta duduk disanggah
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
- Klien minta tolong untuk mengambilkan minum atau makanannya dan
selanjutnya makan/minum sendiri
- Klien dapat memakai baju sendiri dengan bantuan minimal, dan menyisir
rambut sendiri
- Klien minta ganti baju jika terasa agak basah
Perilaku inefektif:
- Seluruh kebutuhan klien masih dibantu, skor BI=9
Analisis: Klien belum beradaptasi dengan perawatan diri
Intervensi: pertahankan
Rabu, 14
Maret 2012
Perilaku adaptif :
- Klien mau miring kanan dan kiri dengan aktif, dan duduk
- Kesadaran komposmentis GCS (E4M6V5 )
- Klien makan melalui mulut dengan tangan kirinya
- Klien minta tolong untuk mengambilkan minum atau makanannya dan
selanjutnya makan/minum sendiri
- Klien dapat memakai baju sendiri dengan bantuan minimal, dan menyisir
rambut sendiri
- Klien mampu menggosok gigi dan seka sendiri dengan tangan kiri pada
tempat yang terjangkau
- Klien minta ganti baju jika terasa agak basah
- skor BI=11 (ketergantungan sedang)
Analisis: Klien dapat beradaptasi dengan perawatan diri
Intervensi: pertahankan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 3
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. H No RM: 01126842
Usia : 32 tahun
Diagnosa keperawatan: ketidak efektifan manajemen terapi keluarga
Hari/ tanggal Catatan perkembangan Nama/paraf
Jum’at, 2 Maret 2012 Perilaku adaptif :
- Suami klien akan mengatur waktu untuk mengambilkan
baju bersih buat Klien
- Suami klien akan membelikan obat-obat yang diresepkan
- Suami klien merasa jelas dijelaskan fungsi obat dan
peenyakit klien
Perilaku inefektif:
- Keluarga mengeluh kesulitan biaya berobat klie
Analisis: Keluarga mulai beradaptasi dengan manajemen
terapi klien
Intervensi: lakukan kolaburasi dengan dokter neuro dan mata
untuk memberikan keterangan lebih jelas tentang program
pengobatan.
Selasa, 6 Maret 2012 Perilaku adaptif :
- Suami klien akan sudah bertemu dengan dokter neuro dan
dokter mata, dia sudah diberikan penjelasan tentang
penglihatan klien yang tidak bisa sembuh
- Suami klien berharap agar istrinya dapat duduk saja dan
dirumah dapat melakukan perawatan diri sebisanya.
- Suami klien akan membelikan obat-obat yang diresepkan
- Suami klien akan mengurus surat keterangan , untuk
keringanan biaya rumah sakit
Perilaku inefektif:
- Keluarga mengeluh kesulitan biaya berobat klien
Analisis: Keluarga mulai beradaptasi dengan manajemen
terapi klien
Intervensi: lakukan kolaburasi dengan dokter hematologi
untuk memberikan keterangan lebih jelas tentang program
pengobatan.
Jumat, 9 Maret 2012, Perilaku adaptif :
- Suami klien akan sudah bertemu dengan dokter
hematologi dan dia merasa jelas untuk pengobatan MDS
klien yang memang menurut medis tidak ada obatnya,
hanya mengatasi jika ada gangguan perdarahannya seperti
tranfusi jika kurang darah
- Suami klien sudah mendapatkan surat keterangan tidak
mampu sebagai dokumen untuk mengurus keringanan di
rumah sakit
Analisis: suami beradaptasi dengan manajemen terapi klien
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
Lampiran 4
SOP MELAKUKAN MASASE ABDOMEN SWEDIA
Topik : Melakukan masase abdomen swedia
Penngertian : Memberikan penekanan pada jaringan lunak
Tujuan :
dapat menstimulasi peristaltic, menurunkan waktu transit kolon,
meningkatkan frekuensi buang air besar, dan menurunkan rasa tidak
nyaman serta nyeri pada pasien konstipasi
Waktu :
7 menit satu kali sehari
Syarat :
1. Tanda-tanda vital stabi.
2. Kesadaran composmentis.
3. Belum BAB selama minimal 3 hari
Kontra indikasi :
1. Pasien mengalami obstruksi perut
2. Pasien mempunyai massa perut
3. Pasien mengalami perdarahan usus
4. Pasien sedang menjalani terapi radiasi perut
5. Pasien mengalami strangulasi hernia
6. Pasien dalam keadaan pasca operasi perut kurang dari 6 minggu
Pelaksana : Perawat
Peralatan :
1. Babby oil
2. Selimut
3. Sketsel
4. Waslap
5. Spigmomanometer
6. Stetoskope
7. Termometer
8. Arloji
9. Buku catatan
Prosedur
pelaksanaan :
A. Tahap Pra Interaksi 1. Melihat data BAB yang lalu
2. Melihat intervensi keperawatan yang telah diberikan oleh
perawat
3. Mengkaji program terapi yang diberikan oleh dokter
B. Tahap Orientasi 1. Menyapa dan menyebut nama pasien
2. Menanyakan makanan yang dimakan, jumlah minum,
haluaran, dan aktivitas yang dikerjakan, pola BAB.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur
4. Menayakan persetujuan dan kesiapan pasien untuk
dilakukan masase
C. Tahap Interaksi 1. Melakukan cuci tangan
2. Memasang Sketsel
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
Lampiran 4
3. Mengatur posisi yang nyaman menurut pasien sesuai
kondisi pasien (/berbaring)
4. Mengatur lingkungan yang tenang dan nyaman
5. Mengukur tanda-tanda vital pasien,
6. Mengukur CSS pada awal kegiatan dan setelah satu minggu
7. Meminta pasien untuk membuka baju dibagian perutnya,
lalu pasang selimut pada area simfisis pubis kebawah.
8. Lakukan pemeriksaan abdomen pasien, kaji/ validasi jika
ada kontra indikasi masase
9. Meminta pasien untuk merilekskan dan mengendorkan
seluruh otot-otot kaki, tangan dan perut
10. Bersihkan area perut dengan waslap
11. Basahi tangan pemijat dengan babby oil, dan gosok tangan
agar hangat.
12. Effleurage dari abdomen-10 kali secara keseluruhan.
13. Effleurage dari rektus abdominis, obliques eksternal dan
internal dan otot tranversa abdominis- masing - masing10
kali
14. Kneading/ Menguleni dari abdomen-3 kali.
15. Searah jarum jam Effleurage diatas jalur dari usus besar-10
kali.
16. Getaran dari usus kecil dan besar, satu menit atau lebih.
17. Ulangi langkah 4.
18. Kneading/Menguleni di atas jalur usus besar, dengan tumit
tangan, tangan atau jempol satu menit atau lebih.
19. Petrissage diatas jalur usus besar-satu kali
20. Getaran diatas jalur yang diduga usus besar.
21. Ulangi Langkah 4.
22. Pertahankan komunikasi selama tindakan
23. Bersihkan area perut dengan waslap
24. Bereskan alat dan cuci tangan
D. Tahap Terminasi 1. Mengevaluasi hasil masase abdomen (rasa nyaman, hasrat
untuk BAB, keluhan lain, ekspresi)
2. Menganjurkan pasien atau keluarga untuk melaksanakn
masase setiap hari selama 8 minggu, baik dibantu perawat,
atau keluarga.
3. Berpamitan pada pasien
4. Mendokumentasikan tindakan dan respon pasien dalam
catatan perawatan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
Lampiran 5
Constipation Scoring System (Agachan et al., 1996) Nama: ______________________umur:_______ Jenis kelamin: L/P Tanggal: _____
Frekuensi buang air besar
0 1-2 kali per 1-2 hari
1 2 kali perminggu
2 satu kali tiap minggu
3 kurang dari satu kali tiap minggu
4 kurang dari satu kali tiap bulan
Kesulitan : nyeri saat berusaha mengeluarkan feses
0 tidak pernah
1 jarang
2 kadang- kadang
3 biasanya
4 selalu
ketuntasan: perasaan pengeluaran tidak tuntas
0 tidak pernah
1 jarang
2 kadang- kadang
3 biasanya
4 selalu
Nyeri: nyeri perut
0 tidak pernah
1 jarang
2 kadang- kadang
3 biasanya
4 selalu
Waktu:menit yang diperlukan tiap buang air besar
0 kurang dari 5
1 5-10
2 10-20
3 20-30
4 lebih dari 30
Bantuan: jenis bantuan
0 tanpa bantuan
1 Stimulasi dengan laxatif
2 bantuan digital atau enema
Kegagalan : ketidak berhasilan untuk mengeluarkan feses dalam 24 jam
0 tidak pernah
1 1-3
2 3-6
3 6-9
4 lebih dari 9
Riwayat: lama konstipasi (th)
1 0
2 1-5
3 5-10
4 10-20
5 lebih dari 20
TOTAL SCORE: ____________________
(Minimum Score, 0; Maximum Score, 30)
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
Lampiran 5
Lembar Observasi Frekuensi BAB
Nama : umur:
No Tanggal BAB
Berapa kali/hari
Type/jumlah/warna/bau
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
MASASE ABDOMEN
UNTUK MENGATASI KONSTIPASI
DISUSUN OLEH :
MAHASISWA RESIDENSI
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PEMINATAN NEUROLOGI
Program Magister Ilmu Keperawatan
Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Tahun 2012
Kelebihan masase perut:
tidak membutuhkan perawatan lama, tidak mahal,
non invasive, bebas dari efek samping yang
membahayakan, dan dapat dilakukan oleh pasien
sendiri.
Tujuan :
dapat menstimulasi peristaltic, menurunkan waktu
transit kolon, meningkatkan frekuensi buang air
besar, dan menurunkan rasa tidak nyaman serta nyeri
pada pasien konstipasi
Waktu : 7 menit satu kali sehari
Syarat:
Tanda-tanda vital stabil, kesadaran composmentis.
Kontra indikasi :
Pasien mengalami obstruksi perut, massa perut,
perdarahan usus, terapi radiasi perut, strangulasi
hernia dan kurang dari 6 minggu pasca operasi perut
Langkah-langkah:
1. Effleurage /sentuh ringan dari perut-10 kali
secara keseluruhan.
2. Effleurage dari otot dinding perut (rektus
abdominis, obliques eksternal dan internal
dan otot tranversa abdominis) masing -
masing10 kali
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
3. Kneading/ Menguleni dari perut-3 kali.
4. Searah jarum jam Effleurage diatas jalur dari
usus besar-10 kali.
5. Getaran dari usus kecil dan besar, satu menit
atau lebih.
6. Ulangi langkah 4.
7. Kneading/Menguleni di atas jalur usus besar,
dengan tumit tangan, tangan atau jempol satu
menit atau lebih.
8. Petrissage atau gosok dengan kekuatan
diatas jalur usus besar-satu kali
9. Getaran diatas jalur yang diduga usus
besar.
10. Ulangi Langkah 4.
SELAMAT MENGERJAKAN
SEMOGA LEKAS SEMBUH…
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 7
Format Barthel Index
Tanggal
Perawatan Hari Ke
BAB
0 = Tidak dapat mengontrol
1 = Kadang-kadang mengalami kesulitan
2 = Dapat mengontrol buang air besar
BAK
0 = Tidak dapat mengontrol
1 = Kadang-kadang mengalami kesulitan
2 = Dapat mengontrol
Merawat diri
0 = Memerlukan bantuan
1 = Mandiri gosok gigi, basuh wajah,
menyisir dan bercukur
Penggunaan Toilet
0 = Memerlukan bantuan
1 = Butuh bantuan, tapi dapat melakukan
sesuatu
2 = Mandiri
Makan
0 = Tidak dapat makan
1 = Butuh beberapa bantuan
2 = Mandiri
Berpindah
0 = Tidak mampu
1 = Butuh banyak bantuan (1 atau 2 orang)
2 = Butuh bantuan minimal (hanya
diarahkan)
3 = Mandiri
Mobilitas
0 = Immobilitas
1 = Mandiri dengan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan 1 orang
3 = Mandiri (dengan alat bantu seperti
tongkat)
Berpakaian
0 = Tidak mampu mandiri
1 = Butuh bantuan tapi dapat melakukan
sebagian
2 = Mandiri
Menggunakan tangga
0 = Tidak dapat menggunakan tangga
1 = Butuh bantuan (verbal, fisik, alat bantu)
2 = Mandiri
Mandi
0 = Tidak mampu mandiri
1 = Mandiri
TOTAL
PARAF
Skor ≤4 = Kemandirian sangat rendah (ketergantungan total) Skor 9-11 = Kemandirian sedang
Skor 5-8 = Kemandirian rendah Skor ≥12 = Kemandirian tinggi
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
lampiran 7
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
Lampiran 8
EVALUASI DIRI
MENGGUNAKAN BARTHEL INDEX
NO PERNYATAAN YA TIDAK
1. Saya mengetahui tentang pengkajian
kemampuan fungsional menurut Barthel Index
2. Saya mengetahui cara penggunaan Barthel
Index
3. Penggunaan Barthel Index mudah diaplikasikan
4. Saya mengetahui kapan harus menggunakan
Barthel Index
5. Barthel Index membantu dalam menilai
kemampuan fungsional pasien
6. Barthel Index membantu dalam merumuskan
diagnosa yang berhubungan dengan
ketidakmampuan fungsional (misalnya defisit
perawatan diri)
7. Saya selalu menggunakan Barthel Index untuk
menegakkan diagnosa keperawatan yang
berhubungan dengan ketidakmampuan
fungsional
8. Barthel Index sangat membantu dalam
mengevaluasi keberhasilan diagnosa
keperawatan
9. Saya tidak mengalami kesulitan dalam
menginterpretasikan hasil pengkajian Barthel
Index
10. Barthel Index sangat cocok digunakan di ruang
kardiologi dan neurologi
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012
Lampiran 9
EVALUASI DOKUMENTASI
NO PERNYATAAN Ruang...... Ruang........... Ruang .......
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1. Format diisi dengan benar
2. Format diisi secara berkala
3. Data hasil pengkajian BI dituliskan
sebagai data penunjang diagnosa
keperawatan
4. Data hasil pengkajian BI menjadi
kriteria evaluasi teratasinya
masalah keperawatan
5. Data BI dituliskan dalam
evaluasi/catatan perkembangan
NO PERNYATAAN Ruang...... Ruang........... Ruang .......
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1. Format diisi dengan benar
2. Format diisi secara berkala
3. Data hasil pengkajian BI dituliskan
sebagai data penunjang diagnosa
keperawatan
4. Data hasil pengkajian BI menjadi
kriteria evaluasi teratasinya
masalah keperawatan
5. Data BI dituliskan dalam
evaluasi/catatan perkembangan
NO PERNYATAAN Ruang...... Ruang........... Ruang .......
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1. Format diisi dengan benar
2. Format diisi secara berkala
3. Data hasil pengkajian BI dituliskan
sebagai data penunjang diagnosa
keperawatan
4. Data hasil pengkajian BI menjadi
kriteria evaluasi teratasinya
masalah keperawatan
5. Data BI dituliskan dalam
evaluasi/catatan perkembangan
Analisis praktik..., Puji Astuti, FIK UI, 2012