karakterisasi struktur dan uji disolusi solid state

84
KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI KOKRISTAL ASIKLOVIR-ASAM ASKORBAT SECARA SOLID STATE GRINDING STRUCTURE CHARACTERIZATION AND DISSOLUTION TEST OF ACYCLOVIR-ASCORBIC ACID COCRYSTAL BY SOLID STATE GRINDING HAERIA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI

KOKRISTAL ASIKLOVIR-ASAM ASKORBAT SECARA

SOLID STATE GRINDING

STRUCTURE CHARACTERIZATION AND DISSOLUTION

TEST OF ACYCLOVIR-ASCORBIC ACID COCRYSTAL

BY SOLID STATE GRINDING

HAERIA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2011

Page 2: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

TESIS

KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI

KOKRISTAL ASIKLOVIR-ASAM ASKORBAT SECARA

SOLID STATE GRINDING

Disusun dan diajukan oleh

Haeria

Nomor Pokok P2500208003

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis

pada tanggal 26 April 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui

Komisi Penasihat

Prof.Dr. Amran Ilyas Tandjung, M.Sc Subehan, S.Si,M.Pharm.Sc, Ph.D

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur Program

Pascasarjana

Farmasi Universitas Hasanuddin,

Prof.Dr. H.M. Natsir Djide, M.S Prof. Dr. Ir. Mursalim

Page 3: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI

KOKRISTAL ASIKLOVIR-ASAM ASKORBAT SECARA

SOLID STATE GRINDING

Tesis

Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Farmasi

Disusun dan Diajukan Oleh

Haeria

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2011

Page 4: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Haeria

Nomor Mahasiswa : P2500208003

Program Studi : Farmasi

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian

hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis

ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar,

Yang Menyatakan

Haeria

Page 5: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

berkah, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan dan penulisan

tesis berjudul “Pembentukan, Karakterisasi Struktur dan Uji Disolusi

Kokristal Asiklovir-Asam Askorbat Dengan Metode Solid State

Grinding” sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Magister

Famasi pada Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini tidak terlepas dari

segala keterbatasan dan kendala tetapi berkat bantuan dan dorongan dari

berbagai pihak, baik moral maupun material sehingga dapat berjalan

dengan baik. Oleh karena itu perkenankanlah dengan segala kerendahan

hati, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya serta

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Amran

Ilyas Tandjung, M.Sc., selaku ketua komisi penasihat dan Bapak

Subehan, S.Si, M. Pharm. Sc, PhD., selaku anggota komisi penasihat

yang telah dengan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya

dalam memberikan bimbingan kepada penulis sejak awal hingga penulis

dapat menyelesaikan tesis ini.

Selanjutnya, pada kesempatan ini perkenankanlah dengan segala

kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih terima

kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada :

Page 6: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Mursalim, selaku Direktur Program Pacasarjana

Universitas Hasanuddin Makassar beserta staf yang telah banyak

membantu selama mengikuti pendidikan Program Magister Ilmu

Farmasi.

2. Ibu Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Hasanuddin Makassar.

3. Bapak Prof.Dr. H. M. Natsir Djide, M.S, Apt., selaku Ketua Program

Studi Farmasi Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Makassar.

4. Ibu Dr. Hj. Latifah Rahman, DESS, Apt., selaku dosen penguji yang

telah memberikan arahan dan bimbingan hingga selesainya tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si, Apt., selaku dosen penguji yang

telah memberikan arahan dan bimbingan hingga selesainya tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. H. Tadjuddin Naid, M.Sc, Apt., selaku dosen penguji

yang telah memberikan arahan dan bimbingan hingga selesainya tesis

ini.

7. Bapak/Ibu dosen Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar,

terutama dosen Prodi Farmasi.

8. Seluruh pengelola dan staf Program Studi Farmasi, Program

Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

9. Seluruh keluarga dan teman-teman tercinta yang dengan setia dan

penuh kesabaran memberi dukungan hingga selesainya tesis ini.

Page 7: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Rasa kasih, hormat, terima kasih, dan penghargaan yang setinggi-

tingginya penulis haturkan kepada ayahanda tercinta Doloking, serta

ibunda tercinta Jamiah, yang senantiasa mengiringi penulis dengan doa,

perhatian, bantuan materi dan dukungan moril sehingga tesis ini dapat

terselesaikan.

Kami menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan,

olehnya itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan tesis ini. Dan akhirnya penulis berharap

semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Akhirnya atas segala pengorbanan, waktu, tenaga, pikiran, saran,

dan sumbangan moril maupun material yang telah diberikan dari semua

pihak semoga mendapat imbalan dari Allah SWT.

Makassar, Februari 2011

Penulis

Page 8: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

ABSTRAK

HAERIA: Karakterisasi Struktur dan Uji Disolusi Kokristal Asiklovir-Asam

Askorbat Secara Solid State Grinding (dibimbing oleh Amran Ilyas

Tanjung dan Subehan).

Penelitian ini bertujuan untuk merancang pembentukan kokristal

asiklovir-asam askorbat, menganalisis karakteristik struktur dan

mengetahui laju disolusi dari kokristal asiklovir-asam askorbat yang

dihasilkan.

Pembentukan kokristal asiklovir-asam askorbat dilakukan dengan

metode solid state grinding, karakterisasi struktur dengan

Spektrofotometri Infra merah (FTIR), Difraksi sinar X (XRD), pengamatan

morfologi permukaan dengan mikroskop pemindai elektron (SEM), serta

uji disolusi dengan metode dayung dalam media HCl 0,1 N.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kokristalisasi asiklovir: asam

askorbat dengan metode solid-state grinding baru mencapai fase amorf

dan belum terbentuk fase kokristal. Pembentukan ikatan hidrogen dari

asiklovir-asam askorbat belum dapat dipastikan dari analisis data

spektrofotometri inframerah. Persentase disolusi asiklovir-asam askorbat

adalah 61,73%, lebih besar di bandingkan dengan asiklovir sendiri, yaitu

49,89% pada 5 menit pertama.

Kata kunci : kokristal, asiklovir, solid-state grinding

Page 9: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

ABSTRACT

HAERIA: Structure Characterization and Dissolution Test of Acyclovir-Ascorbic Acid Cocrystal by Solid State Grinding (supervised by Amran Ilyas Tandjung, and Subehan).

The aims of this research to design formation of acyclovir-

ascorbic acid cocrystal, analyzed the structural characteristics and knowing dissolution rate of acyclovir-ascorbic acid cocrystal produced.

Formation of acyclovir-ascorbic acid cocrystal by solid state grinding method, structure characterization with Infrared spectrophotometry (FTIR), X-ray diffraction (XRD), observation of surface morphology with scanning electron microscopy (SEM), and dissolution test by paddle method in 0.1 N HCl medium.

The results of this research showed that formation of acyclovir: ascorbic acid cocrystal by solid-state grinding has only reached amorphous phase. Hydrogen bond formation of acyclovir-ascorbic acid could not be ascertained by infrared spectrophotometry data. Percentage dissolution of acyclovir-ascorbic acid is 61.73%, higher compared with acyclovir, ie 49.89% in the first 5 minutes.

Key words : cocrystal, acyclovir, solid-state grinding

Page 10: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………. ii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ………………………………… iii

PRAKATA ……………………………………………………………... iv

ABSTRAK ……………………………………………………………... vii

ABSTRACT ……………………………………………………………. viii

DAFTAR ISI …………………………………………………………… ix

DAFTAR TABEL ……………………………………………………… xii

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… xiii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. xiv

BAB I PENDAHULUAN …… …………………………………….. 1

A. Latar Belakang ………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah …………………………………… 6

C. Tujuan Penelitian ………………………………………. 6

D. Manfaat Penelitian …………………………………….. 7

E. Kerangka Pikir ………………………………………….. 8

BAB II TINJUAN PUSTAKA ……………………………………….. 9

A. Uraian Asiklovir ……. …………………………………. 9

1. Nama ………………………………………………… 9

2. Indikasi, Indeks Terapi dan Toksisitas …………… 9

3. Sifat Fisikokimia Asiklovir………………………….. 10

a. Garam, ester, polimorf, hidrat ………………… 10

b. Kelarutan………………………………………… 11

c. Koefisien Partisi ………………………………… 11

d. pKa ………………………………………………. 11

4. Farmakokinetika Asiklovir …………………………. 12

a. Permeabilitas dan Absorpsi …………………… 12

b. Distribusi ………………………………………… 12

Page 11: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

c. Metabolisme dan Ekskresi …………………….. 13

B. Uraian Asam Askorbat …………………………………. 13

1. Nama ………………………………………………… 13

2. Sifat Fisikokimia Asam Askorbat …………………. 14

C. Uraian Kokristal …………………………………………. 14

1. Kokristal dan Kriterianya .…………………………… 15

2. Peningkatan Sifat Fisikakimia melalui pembentukan

Kokristal ………………………………………………. 17

a. Titik Lebur ………………………………………… 18

b. Pembentukan Hidrat ……………………………. 19

c. Stabilitas Kimia ………………………………….. 19

d. Laju Disolusi ……………………………………… 20

e. Kelarutan ………………………………………….. 21

f. Bioavailabilitas …………………………………… 24

3. Interaksi Intermolekuler dan Pemilihan Komponen

Kokristal ………………………………………………. 25

4. Metode Pembuatan Kokristal ………………………. 28

a. Metode Pelarutan ……………………………….. 28

b. Kokristalisasi Bahan Padat ……………………. 30

D. Instrumentasi …………………………………………… 32

1. Spektroskopi Inframerah …………………………… 32

2. Difraksi Sinar X ……………………………………… 33

3. Differensial Scanning Calorimetry ………………… 36

4. Mikroskop Pemindai Elektron ……………………... 38

5. Uji Dissolusi …………………………………………. 39

BAB III METODE PENELITIAN …………………………………… 43

A. Waktu dan Tempat Penelitian………………………. 43

B. Alat dan Bahan …….. ……………………………….. 43

1. Alat …………………………………………………. 43

2. Bahan ……………………………………………… 43

C. Cara Kerja …………………………………………….. 44

Page 12: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

1. Pembuatan Kokristal Asiklovir-Asam Askorbat (1:1)

Dengan Metode Solid State Grinding ……………. 44

2. Karakterisasi Kokristal …………………………….. 44

a. Difraksi sinar X …………………………………. 44

b. Fourier Transform Infrared Spectroscopy …... 44

c. Scanning Electron Microscope ………………. 45

d. Uji Disolusi ……………………………………… 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………... 46

A. Hasil Penelitian ……………………………………….. . 46

1. Representasi Ikatan Hidrogen Dengan ORTEP-3 .. 46

2. Hasil Pemeriksaan Dengan Difraksi sinar X…… 46

3. Hasil Pemeriksaan Dengan FTIR ………………… 47

4. Hasil Pemeriksaan Dengan SEM ………………… 48

5. Hasil Uji Disolusi ………………………………….. 50

B. Pembahasan ………………………………………….. 52

BAB V PENUTUP ………………………………………………… 58

A. Kesimpulan …………………………………………… 58

B. Saran ………………………………………………….. 58

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Contoh sistem kokristal farmasi yang telah dilaporkan

dalam literatur………………………………………………… 29

Tabel 2. Hasil serapan kurva baku asiklovir ……………………… 50

Tabel 3. Hasil uji disolusi asiklovir dan kokristal asiklovir-

asam askorbat …………………………………….. 51

Page 14: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian ………………………… 8 Gambar 2. Struktur Asiklovir ……………..…………………….. 9 Gambar 3. Struktur Asam Askorbat …………………………. . 13 Gambar 4. Sistem multikomponen: kokristal, garam kokristal, dan garam hidrat/ solvate………………………….. 16 Gambar 5. Sinton yang umum digunakan dalam pembentukan supramolekuler…………………… 27 Gambar 6. Skema spktrofotometer inframerah……………… 33 Gambar 7. Skema difraksi sinar X ..…………………………... 35 Gambar 8. Differential scanning colorimetry… ..……………. 36 Gambar 9. Diagram mikroskop pemindai elektron………... 39 Gambar 10. Alat metode keranjang…...…………………………. 41 Gambar 11. Alat metode dayung………………………………… 42 Gambar 12. Representasi ORTEP-3 dari ikatan hydrogen antara asiklovir dan asam askorbat pada level probabilitas 50% ……………………… 46 Gambar 13. Pola XRD dari a. asiklovir, b. asam askorbat, c. kokristal asiklovir-asam askorbat ………………… 47 Gambar 14. Spektra inframerah dari a. asiklovir, b. asam askorbat, c. kokristal asiklovir-asam askorbat …………………. 48 Gambar 15. Hasil pemeriksaan SEM a. asiklovir, b. asam askorbat, c. kokristal asiklovir-asam askorbat………………….. 49 Gambar 16. Kurva baku asiklovir ………………………………….. 50 Gambar 17. Profil disolusi asiklovir dan asiklovir-asam askorbat 51

Page 15: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema kerja

Lampiran 2. Laporan pengujian XRD

Lampiran 3. Pola XRD dari asikovir, asam askorbat dan kokristal asiklovir-asam askorbat.

Lampiran 4. Hasil analisis puncak difraksi sinar x

Lampiran 5. Laporan Pengujian FTIR

Lampiran 6. Hasil analisis FTIR asiklovir, asam askorbat dan kokristal asiklovir-asam askorbat

Lampiran 7. Laporan pengujian SEM Lampiran 8. Tabel Data disolusi asiklovir Lampiran 9. Tabel Data disolusi kokristal asiklovir-asam askorbat (1:1) Lampiran 10. Contoh perhitungan uji disolusi

Page 16: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bioavailabilitas suatu obat berkaitan dengan laju dan jumlah obat

yang diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik setelah pemakaian.

Bioavailabilitas obat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia, formulasi, kondisi

saluran cerna, circardian differences, enzimologi dan mukosa lambung,

motilitas intestinal, dosis pemakaian dan kondisi fisiologis dari pasien

(Hetal, at al.,2010). Absorpsi dan bioavailabilitas obat secara oral dari

suatu bentuk sediaan farmasi merupakan mekanisme yang sangat

kompleks dan mempengaruhi efek farmakologinya.(Crowley and Martini,

2004; Nai-Ning Song, Shao Yu Zhang, and Chang-Xiao Liu, 2004).

Senyawa obat yang memiliki biovailabilitas oral yang rendah

membutuhkan dosis pemakaian yang besar, karena hanya sebagian kecil

yang diabsorpsi dalam sirkulasi sistemik dan mencapai situs targetnya

(Hetal, at al.,2010).

Bioavailabilitas yang rendah dari suatu obat disebabkan oleh

kelarutan dalam air yang rendah, koefisien partisi yang tidak sesuai, first-

pass metabolism, degradasi dalam saluran cerna (pH, reaksi kimia,

enzimatik, interaksi dengan makanan), dan waktu yang dibutuhkan untuk

absorpsinya (Hetal, at al.,2010). Senyawa yang tidak larut seringkali

Page 17: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

menunjukkan absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu. Suatu

obat harus mempunyai kelarutan dalam air sehingga obat dapat masuk

dengan mudah ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik

(Ansel., 1985; Hilfiker, 2006 ).

Tantangan besar dalam pengembangan obat saat ini adalah

adanya aktivitas farmakologi yang baik berdasarkan kelarutan dan

permeabilitas yang baik. Kelarutan obat yang rendah (kurang dari 10%)

mengakibatkan disolusi yang rendah dalam saluran gastrointestinal

sehingga absorpsinya tidak sempurna. Absorpsi yang tidak memadai ini

menyebabkan terjadinya variasi bioavailabilitas. Besarnya dosis

pemberian mengakibatkan terjadinya reaksi samping dan respon

farmakologi yang tidak menentu, meningkatkan biaya terapi serta

mengurangi kepatuhan pasien. Sekitar 40% dari senyawa yang telah

digunakan dalam industri farmasi bersifat sukar atau tidak larut dalam air

(Kumar et al, 2009).

Berbagai teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan

bioavailabilitas termasuk modifikasi fisika (reduksi ukuran partikel,

modifikasi habit kristal, dispersi dalam pembawa, kompleksasi inklusi),

modifikasi kimia (perubahan pH sistem, pembentukan garam) dan

pendekatan formulasi (kokristalisasi, kosolvensi, hidrotrofi, penambahan

solubilizer, teknologi mikropartikel) (Hetal, et al.,2010). Berbagai teknik

formulasi telah digunakan untuk meningkatkan biovailabilitas dari senyawa

obat yang mempunyai kelarutan yang rendah, termasuk mikronisasi,

Page 18: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

nanomisasi, dispersi padat, enkapsulasi, dan self emulsified drug delivery

system. Pengembangan produk farmasi dengan berbagai teknologi

tersebut membutuhkan waktu untuk menghasilkan sifat kelarutan dan

stabilitas yang diinginkan dari zat aktif (Shiraki, et al, 2008).

Kokristal dapat didefinisikan sebagai suatu kompleks kristalin

yang terdiri dari dua konstituen atau lebih molekul netral yang saling

berikatan dalam kisi-kisi kristal melalui interaksi nonkovalen, terutama

ikatan hidrogen. Pembentukan kokristal meliputi pencampuran suatu

bahan aktif (host) dengan bahan pembentuk kokristal (guess) dalam kisi-

kisi kristal. Hasil penggabungan ini akan mempertahankan sifat intrinsik

dari zat aktif utama (Mirza, et al, 2008).

Aplikasi teknik kokristal dalam industri farmasi menawarkan

berbagai keuntungan. Kokristal dapat meningkatkan sifat bahan aktif

dengan memodifikasi stabilitas kimia, stabilitas fisika, toksisitas, rasa

(Childs, 2007) penyerapan uap air, perilaku mekanik, kelarutan, laju

disolusi, dan bioavailabilitas ( Trask, et al, 2005; Rodriguez, Nehm, and

Jayasankar, 2007; Shiraki et al, 2008). Teknik kokristal dapat diterapkan

pada berbagai jenis molekul termasuk bahan tambahan makanan,

preservative, vitamin, mineral, asam amino serta eksipien farmasi. (Jones,

Motherwell and Trask, 2006).

Bahan aktif farmasi dan pembentuk kokristalnya (cocrystal

former) akan mengalami kokristalisasi dalam fase larutan atau dalam

bentuk padat, misalnya melalui penggerusan, pemanasan atau

Page 19: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

penguapan pelarut. Senyawa cocrystal former dapat berupa bahan aktif

farmasi atau bukan. Pemilihan cocrystal former didasarkan atas adanya

gugus fungsional yang dapat berfungsi sebagai akseptor dan donor ikatan

hidrogen dalam strukturnya. Cocrystal former juga harus memenuhi syarat

dari segi profil toksikologinya. (McMahon, et al., 2010).

Untuk memprediksi ada tidaknya kokristal dapat dengan cara

sederhana melalui struktur molekul kimianya. Jika ada sinthon pada

keduanya yang saling mampu membebaskan dan menerima H+ untuk

membentuk ikatan hidrogen, maka diduga kuat keduanya akan mampu

membentuk kokristal.

Itrakonazol merupakan salah satu obat yang memiliki kelarutan

dan bioavailabilitas yang rendah yang telah berhasil ditingkatkan kelarutan

dan bioavailabilitasnya melalaui teknik rekayasa kristal yaitu dengan

pembentukan kokristal. Oleh sebab itu teknologi rekayasa kristal sangat

menjanjikan untuk senyawa obat yang sukar larut dalam air (Crowly and

Martini, 2004).

Asikovir juga dijelaskan sebagai senyawa yang sedikit larut dalam

air dalam berbagai farmakope. Umumnya data yang ditemukan dalam

literatur dihitung pada suhu ruangan (22-25oC), dan dilaporkan angka

kelarutan asiklovir adalah 1,2 – 1,6 mg/ml. Dalam air suhu 37oC,

kelarutannya adalah 2,5 mg/ml (Arnal et al, 2008). Absorpsi terjadi secara

lambat, bervariasi dan tidak sempurna melalui mekanisme difusi pasif.

Page 20: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Bioavailabilitas asiklovir setelah pemakaian oral pada manusia dilaporkan

dalam range 10 – 30% (Drug Bank, 2009).

Asiklovir mengandung gugus NH dan C=O dalam struktur

molekulnya yang dapat berfungsi sebagai donor dan akseptor ikatan

hidrogen. Adanya gugus fungsional ini sehingga asiklovir dapat dibentuk

menjadi senyawa kokristal dengan suatu bahan cocrystal former yang

sesuai.

Asam askorbat merupakan salah satu senyawa cocrystal former

yang disebutkan dalam literatur. Asam askorbat adalah senyawa

antioksidan yang memiliki kelarutan yang baik dalam air dan telah dikenal

secara umum dan aman atau Generally Recognized as Save (GRaS).

Asam askorbat memiliki gugus fungsional C=O dan OH yang berfungsi

sebagai akseptor dan donor ikatan hidrogen (McMahon, et al.,2010).

Adanya gugus C=O dan OH ini yang akan membentuk ikatan hidrogen

dengan gugus NH dan C=O dari asiklovir. Asam askorbat bersifat tidak

stabil dalam larutan dan akan teroksidasi dengan adanya pemanasan

(Rowe, Sheskey and Owen, 2006).

Asiklovir sebagai senyawa golongan nukleosida purin tidak

dilaporkan memiliki interaksi dengan asam askorbat sebagai golongan

vitamin. Cao Wey-Yun (2007) melaporkan bahwa terapi kombinasi dari

asiklovir, vitamin C dan interferon dapat secara efektif meningkatkan

fungsi antivirus, meningkatkan kekebalan tubuh dan karenanya dapat

mempersingkat waktu pengobatan dengan hasil yang lebih baik.

Page 21: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Berdasarkan sifat kelarutan dan bioavailabilitas serta data

interaksi farmakologik dari asiklovir sebagaimana yang diuraikan di atas,

maka perlu dikembangkan suatu metode untuk meningkatkan kelarutan

dari asiklovir. Dengan adanya gugus fungsi dalam struktur asiklovir yang

dapat berfungsi sebagai akseptor dan donor ikatan hidrogen, maka teknik

kokristalisasi adalah metode yang kami kembangkan dalam penelitian ini,

sehingga dapat menjadi alternatif pendekatan formulasi asiklovir untuk

sediaan oral. Ketersediaan pelarut yang mampu melarutkan asiklovir dan

asam askorbat, serta stabilitas dari asam askorbat menjadi pertimbangan

untuk pemilihan metode pembentukan kokristal yang sesuai.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka

permasalahan yang timbul adalah:

1. Apakah kokristal asiklovir-asam askorbat dapat terbentuk dengan

menggunakan teknik rekayasa kristal ?

2. Bagaimana karakteristik dari struktur kokristal asiklovir-asam askorbat

yang dihasilkan dari teknik rekayasa kristal?

3. Apakah kokristal asiklovir-asam askorbat dapat memperbaiki laju

disolusi dari asiklovir?

Page 22: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk merancang pembentukan kokristal asiklovir-asam askorbat

melalui teknik rekayasa kristal.

2. Untuk menganalisis karakteristik dari kokristal asiklovir-asam askorbat

yang dihasilkan dari teknik rekayasa kristal.

3. Untuk mengetahui laju disolusi dari kokristal asiklovir-asam askorbat.

. D. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan menghasilkan senyawa kokristal asiklovir

dengan kelarutan yang lebih baik sehingga dapat diusulkan sebagai

strategi formulasi asiklovir untuk sediaan oral.

2. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi rujukan untuk penelitian

mengenai teknik kokristalilasi untuk pengembangan formulasi sediaan

obat oral.

3. Dari penelitian ini, diharapkan peneliti dapat memperoleh pengalaman

dan pengetahun mengenai teknik rekayasa kristal, khususnya teknik

pembentukan senyawa kokristal.

Page 23: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

E. Kerangka Pikir Penelitian

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Asiklovir

Pemilihan cocrystal

former

Kokristal

Karakterisasi dan

Uji Disolusi

Kesimpulan

Data sifat fisikokimia

dan farmakokinetika

Solid-state grinding

cocrystallization

- Adanya gugus

donor dan

akseptor ikatan

hidrogen

- Profil toksikologi

- Ketersediaan

pelarut yang

sesuai.

- Kestabilan

senyawa

Page 24: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Asiklovir

1. Nama

Nama kimia dari asiklovir adalah 2-amino-1,9-dihydro-9-[(2-

hydroxyethoxy)methyl]-6H-purin-6-one, atau 9-[(2-hydroxyethoxy)methyl]-

guanin. Nama lain adalah acyclovir, acyclo-guanosine dan ACV. Rumus

molekulnya C8H11N5O3, dengan berat molekul 225,21 g/mol (USP 29-NF

24).

Gambar 2. Struktur asiklovir (USP 29)

2. Indikasi, Indeks Terapi dan Toksisitas

Asikovir digunakan secara oral untuk pengobatan dan

pencegahan infeksi herpes labial dan untuk pengobatan herpes zoster

akut, dan untuk pengobatan varisela (Ganiswarna, 2002; Drug Bank,

2009). Pemakaian oral dengan dosis sampai 4800 mg/hari dapat

Page 25: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

ditoleransi dengan baik meskipun pengobatan dosis besar dengan

asiklovir untuk herpes zoster dapat menimbulkan beberapa efek samping.

Beberapa pasien yang meminum 20 g asiklovir, tidak menunjukkan efek

samping yang berarti. Hal ini dimungkinkan karena sifat kelarutan dan

absorpsinya yang terbatas. Neurotoksisitas tampak pada pemakaian dosis

besar dari pasien dengan fungsi ginjal yang menurun. Efek samping

neurologik terjadi dalam 1-2 hari setelah kadar maksimum tercapai dan

mungkin tidak berhubungan langsung dengan kadar serum pada saat

timbul efek toksik. Ambang neurotoksisitasnya dilaporkan pada 4,5 μg/ml,

di mana kadar puncak normalnya adalah 0,4 – 2 μg/ml. Efek samping

lainnya adalah diare, nausea, dan muntah (Arnal et al, 2008).

Asiklovir memiliki kelarutan yang rendah dalam urin dan kristal

asiklovir dapat mengendap dalam tubuli ginjal, mengakibatkan disfungsi

ginjal, gagal ginjal dan anuria (Arnal et al, 2008).

3. Sifat Fisikokimia Asiklovir

a. Garam, ester, polimorf, hidrat

Asiklovir umumnya digunakan sebagai bentuk asam bebas dalam

bentuk sediaan padat, sementara garam natriumnya digunakan dalam

sediaan parenteral. Valaciclovir, adalah ester l-valil dari asiklovir yang

telah digunakan peroral untuk memperbaiki biovailabilitasnya. Normalnya,

asiklovir berada dalam bentuk hidrat dengan dua molekul air, dengan

Page 26: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

kandungan air teoritis sekitar 5%. Bentuk anhidrat stabil diperoleh melalui

pengeringan hidrat asiklovir pada suhu di atas 150oC. Bentuk anhidrat

memiliki kelarutan yang lebih rendah dibanding bentuk hidratnya (Arnal et

al, 2008).

b. Kelarutan

Asikovir dijelaskan sebagai senyawa yang sedikit larut dalam air

dalam berbagai farmakope. Umumnya data yang ditemukan dalam

literatur dihitung pada suhu ruangan (22-25oC), dan dilaporkan angka

kelarutan asiklovir adalah 1,2 – 1,6 mg/ml. Dalam air suhu 37oC,

kelarutannya adalah 2,5 mg/ml (Arnal et al, 2008).

c. Koefisien Partisi

Koefisien partisi (logP) dalam n-oktanol pada 22oC adalah -1,57.

Pada 25oC, logP dan logD dilaporkan menjadi -1,8 pada pH 6,8 (Arnal et

al, 2008).

d. pKa

Asiklovir termasuk senyawa amfolit dengan adanya gugus asam

lemah dan basa dalam strukturnya. Nilai pKa dari asiklovir adalah 2,27

dan 9,25, tetapi ini berubah sesuai dengan suhu pada saat pengukuran

(Arnal et al, 2008).

Page 27: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

4. Farmakokinetika Asiklovir

a. Permeabilitas dan Absorpsi

Studi mengenai permeabilitas terhadap asiklovir menunjukkan

koefisien permeabilitas senilai 1,19 x 10-5 cm/s, tetapi dari studi yang lain

dilaporkan 0,12 x 10-6 sampai 2,0 x 10-5 cm/s (Arnal et al, 2008). Absorpsi

terjadi secara lambat, bervariasi dan tidak sempurna melalui mekanisme

difusi pasif. Asiklovir bersifat konsisten mengikuti model dua kompartemen

(Ganiswarna, 2002). Bioavailabilitas asiklovir setelah pemakaian oral

pada manusia dilaporkan dalam range 10 – 30% (AHFS,2008). Kadar

plasma maksimum dicapai dalam waktu 1,5 – 2,5 jam (Alpha

Pharmaceutical, 1999). Kadar tunak dicapai setelah pemakaian dosis

ganda dalam 1-2 hari (AHFS,2008).

b. Distribusi

Asiklovir terdistribusi secara luas ke dalam jaringan, termasuk

otak, ginjal, paru-paru, liver, jaringan jantung, otot, limpa, plasenta, uterus,

mukosa dan sekresi vagina, semen, saliva, cairan amniotik, aqueous

humor, dan cairan serebrospinal. Asiklovir menunjukkan ikatan protein (9-

33%) pada konsentrasi terapeutik plasma (AHFS, 2008, Drug Bank,

2009).

Page 28: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

c. Metabolisme dan Ekskresi

Asiklovir dosis tunggal yang diberikan secara intravena, sebagian

besar (62-91%) diekskresi dalam urin sebagai bentuk utuh melalui filtrasi

glomerular dan sekresi tubuli pada pasien dewasa dengan fungsi ginjal

normal. Asiklovir dimetabolisme dalam hati, menghasilkan 9-

(carboxymethoxy)methyl] guanine (CMMG) dan sedikit 8-[(hydroxyl-9-(2-

hydroxyethoxy)methyl] guanine (Drug Bank, 2009 , AHFS, 2008).

B. Uraian Asam Askorbat

1. Nama

Nama kimia dari asam askorbat adalah L-ascorbic acid, L-(+)-

ascorbic acid, vitamin C, 3-oxo-L-gulofuranolactone, L-xyloascorbic acid,

L-3-ketothreohexuronic acid lactone.

Gambar 3. Struktur asam askorbat (Rowe, Sheskey, and Owen, 2006)

Page 29: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

2. Sifat Fisika Kimia Asam Askorbat

Asam askorbat berwarna putih atau hampir putih, hampir tidak

berbau, berbentuk serbuk kristal atau kristal tidak berwarna, yang melebur

pada suhu 190-192° C dengan mengalami peruraian, berubah warna bila

terkena udara dan kelembaban (USP 29). Asam askorbat bersifat mudah

larut dalam air, larut dalam etanol, larut dalam minyak, lemak, eter,

petroleum eter, toluena dan kloroform. Asam askorbat memiliki pKa 4,2

dan 11,6 (Anonim).

Dalam bentuk serbuk, asam askorbat relatif stabil di udara. Asam

askorbat tidak stabil dalam larutan, terutama larutan alkali, mudah

mengalami oksidasi pada paparan udara. Proses oksidasi dipercepat oleh

cahaya dan panas dan dikatalisis oleh tembaga dan besi. Larutan asam

askorbat memiliki stabilitas maksimum sekitar pH 5,4. Bahan harus

disimpan dalam sebuah wadah tertutup baik, non-logam, terlindung dari

cahaya, di tempat yang sejuk dan kering (Rowe, Sheskey, and Owen,

2006)

C. Uraian Kokristal

Kokristal dapat didefinisikan sebagai suatu kompleks kristalin

yang terdiri dari dua atau lebih konstituen molekul netral yang saling

berikatan dalam kisi-kisi kristal melalui interaksi nonkovalen, terutama

ikatan hidrogen (Mirza, et al, 2008). Kokristal adalah suatu sistem

supramolekular yang terjadi karena adanya interaksi ikatan hidrogen, van

Page 30: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

der Waals, dan interaksi π- π yang menggabungkan molekul-molekul

menjadi kompleks multimolekular (Rodriguez, et al, 2007; Yadav, 2009;

Bethune, 2009). Definisi lain diberikan oleh Childs, 2007, kokristal

merupakan kristalin yang tersusun dari dua atau lebih komponen dalam

perbandingan stokiometrik yang setiap komponennya berupa atom,

senyawa ionik atau molekul.

1. Kokristal dan Kriterianya

Hingga saat ini, definisi yang diterima secara universal dari

kokristal masih belum tersedia. Dalam literatur akademik, berbagai

parameter diterapkan pada definisi tentang apa yang bisa dan tidak bisa

dianggap sebagai kokristal. Namun satu kesamaan yang disepakati

secara luas bahwa semua kokristal adalah bahan kristal yang terdiri dari

setidaknya dua komponen yang berbeda (atau biasa disebut kristal

multikomponen). Berikut ini disajikan contoh kokristal berikut kriterianya

(Schultheiss and Newmann, 2009):

Page 31: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Gambar 4. Sistem multikomponen: kokristal, garam kokristal, dan garam

hidrat/solvat (Schultheiss and Newmann, 2009) Kriteria kokristal: a. Suatu API (Active Pharmaceutical Ingridient) – zat aktif netral (contoh

1), atau bentuk ionik atau zwitterions (contoh 2), dengan coformer

netral, terikat bersama melalui ikatan nonkovalen, dengan ikatan

interaksi yang sangat reversible.

b. Coformer , berupa bahan yang dapat diterima atau tidak dapat diterima

secara farmasetik (pharmaceutically acceptable).

c. Materi mempunyai minimal satu sifat fisikokimia telah diketahui.

Page 32: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Analisis struktur dari lebih dari 80 senyawa garam dan kokristal

yang disintesis dari jumlah ekimolar asam karboksilat dan N-heterosiklik

menunjukkan bahwa pembentukan garam sebagai produk transfer proton

dari asam ke basa yang dihasilkan dalam kisi-kisi dengan suatu bahan

kimia (solvate) dengan komposisi stoikiometrik. Namun, jika tidak ada

transfer proton yang terjadi, dan hasilnya adalah molekul kokristal, maka

kisi-kisi kristal dengan kandungan kimia stoikiometrik (solvate)

kemungkinannya jauh lebih kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa proses

konversi suatu asam karboksilat netral menjadi anion karboksilat dapat

memiliki konsekuensi struktural yang mengakibatkan prediksi struktur dan

sintesis supramolekular yang ditargetkan dari garam jauh lebih sulit

dibanding kokristal. Sebagai konsekuensinya, kokristal menawarkan

kesempatan baru untuk menghasilkan keragaman yang lebih besar dari

bahan obat bentuk padat untuk dikembangkan menjadi produk obat yang

layak dan efektif (Aakeroy and Salmon , 2005).

2. Peningkatan Sifat Fisika Kimia melalui Pembentukan Kokristal

Ilmuwan farmasi telah menggunakan bentuk polimorf atau garam

sebagai alternatif untuk senyawa obat bebas berbentuk padat untuk

meningkatkan sifat-sifat zat aktif. Senyawa yang tidak memiliki gugus

fungsi yang dapat terionisasi, tidak dapat dibuat dalam bentuk garam,

tetapi dapat dibuat dalam bentuk kokristal (Rodriguez, Nehm, and

Jayasankar, 2007; Jones, Motherwell and Trask, 2006). Kokristalisasi

dapat merubah sifat dari zat aktif, sehingga dapat dijadikan alternatif yang

Page 33: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

layak untuk formulasi produk obat. Sifat yang berhubungan dengan

performa zat aktif dapat dikontrol dengan pembentukan kokristal adalah

titik lebur, higroskopisitas, stabilitas kimia, disolusi, kelarutan, sifat

mekanik, dan bioavailabilitas (Jones, Motherwell and Trask,, 2006).

a. Titik Lebur

Titik lebur merupakan sifat fisika yang fundamental yang

ditentukan pada saat terjadi keseimbangan (ekuilibrum) antara fase padat

dan fase cair. Untuk memperoleh data yang komprehensif mengenai titik

lebur suatu bahan, maka Differential Scanning Calorimetry (DSC)

merupakan alat pilihan karena dapat memberikan data tambahan seperti

entalphi, dibandingkan dengan metode Kofler (Schultheiss and Newman,

2009)

Titik leleh dari kokristal karbamazepin : nikotinamid (CBZ:NCT)

dan karbamazepin:sakarin (CBZ:SAC) berbeda dengan titik leleh dari fase

senyawa murninya. CBZ:NCT meleleh pada 156oC dan CBZ : SAC

meleleh pada 177oC. Perubahan titik leleh dari zat aktif memberikan

keuntungan dalam proses farmasetiknya, misalnya ketika diinginkan

keadaan termolabil dari zat aktif selama proses ekstruksi, maka suatu

kokristal memiliki titik lebur yang lebih rendah dibanding dengan kristal

bahan aktif murni, sehingga memungkinkan untuk mencair pada suhu

lebih rendah untuk menghindari degradasi kimia (Rodriguez, Nehm, and

Jayasankar, 2007; Seefeldt et al, 2006).

Page 34: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

b. Pembentukan Hidrat

Suatu kokristal zat aktif dapat dirancang sedemikian rupa

sehingga zat aktif tidak membentuk hidrat atau solvat. Karena kokristal

adalah jaringan supramolekul dan dirancang berdasarkan ikatan hidrogen

dari gugus fungsional yang saling melengkapi, maka pembentukan solvat

akan dihambat oleh pembentukan kokristal, mengingat bahwa

interaksi antarmolekul bahan aktif dengan koformer lebih kuat

dibandingkan interaksi antara bahan aktif dengan molekul pelarut.

Contohnya adalah kestabilan karbamazepin kokristal ketika kontak

dengan kelembaban yang relatif tinggi. Meskipun kristal anhidrat

karbamazepin murni akan berubah menjadi bentuk dihidrat saat kontak

dengan kelembaban yang relatif tinggi, namun tidak demikian dengan

bentuk kokristal. Suatu penelitian serupa pada kafein menunjukkan bahwa

kokristal kafein:asam oksalat tidak membentuk kafein terhidrasi pada

kelembaban tinggi selama percobaan. Namun kokristal lain dari kafein

dapat ditransformasi menjadi bentuk zat aktif terhidrasi (Rodriguez, Nehm,

and Jayasankar, 2007).

c. Stabilitas Kimia

Pembentukan kokristal dapat meningkatan stabilitas zat aktif bila

reaktifitas kimia zat aktif dinyatakan dalam bentuk padat (Rodriguez,

Nehm, and Jayasankar, 2007). Sebagai contoh, kokristalisasi teofilin

dengan asam oksalat, asam malonat, asam maleat dan asam glutarat

Page 35: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

menunjukkan kestabilan yang tinggi selama penyimpanan dalam

kelembaban yang tinggi ( Trask, Motherwell and Jones, 2006).

d. Laju Disolusi

Laju disolusi berbagai kokristal zat aktif telah banyak dilaporkan.

Laju disolusi intrinsik kokristal karbamazepin-nikotinamid (CBZ-NCT) dan

karbamazepin-sakarin (CBZ-SAC) dalam air adalah 1,7 dan 2,3 kali dari

karbamazepin (CBZ). Antifungi itrakonazol, adalah suatu zat aktif dengan

daya larut dalam air yang sangat rendah sehingga dipasarkan sebagai

bentuk amorf untuk meningkatkan bioavailabilitas oralnya. Empat bentuk

kokristal dengan stokiometri 2:1 (obat : ligan), di mana ligan yang

digunakan adalah asam fumarat, asam suksinat, asam malat, dan asam

tartrat. Laju disolusi dari keempat kokristal ini kemudian dibandingkan

dengan laju disolusi bentuk kristal dan amorfnya dalam HCl 0,1 N pada

25oC . Keempat bentuk kokristal ini memiliki laju disolusi 4 sampai 20 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan profil disolusi itrakonazol murni,

sedangkan kokristal asam L-tartrat dan asam L-malat memiliki profil

disolusi yang mirip dengan itrakonazol (Morisette at al, 2003).

Kokristal indometasin dengan sakarin menunjukkan laju disolusi

yang lebih tinggi dibandingkan dengan indometasi bentuk γ (Basavoju,

Bostrom and Velaga, 2007).

Page 36: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

e. Kelarutan

1. Kelarutan Kokristal Sebagai Fungsi Konsentrasi Ligand

Kelarutan kokristal tergantung kepada konsentrasi komponennya

dan juga pH bila satu komponen atau lebih terionisasi. Model matematika

telah dikembangkan yang menggambarkan kelarutan kokristal

berdasarkan kesetimbangan antara kokristal dengan komponen kokristal

dalam larutan (Rodriguez, Nehm, and Jayasankar, 2007).

Kelarutan dari kokristal biner dari zat aktif (A) dan ligan atau

komponen kokristal (B), dari komposisi Aa : Bb dimana komponen

kokristal tidak mengalami ionisasi atau membentuk kompleks dalam

larutan, memberikan reaksi kesetimbangan sebagai berikut (Rodriguez,

Nehm, and Jayasankar, 2007):

Aa : Bb solid aAsolution + bBsolution (1) di mana a dan b merupakan koefisien stoikiometrik dari molekul A dan B.

Sehingga konstanta kesetimbangan menjadi :

Keq = (2) di mana Keq adalah konstanta kesetimbangan, αa

A αbB adalah hasil kali

aktivitas dari spesies produk A dan B (komponen kokristal) dan αA:B

adalah aktivitas dari spesies reaktan A:B (kokristal). Ini proporsional

dengan produk aktivitas termodinamika dari komponen kokristal. Bila

aktivitas dari padatan sama dengan 1 atau konstan, maka kelarutan

kokristal dapat dijelaskan melalui persamaan berikut;

aaA ab

B

aA : B

Page 37: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Ksp = αa

A αbB ≈ [A]a [B]b (3)

di mana Ksp (solubility-product constant) adalah konstanta hasil kali

kelarutan, [A] dan [B] adalah konsentrasi molar dari setiap komponen

kokristal (A dan B) pada saat kesetimbangan, sepanjang koefisien

aktivitasnya seragam.

Bila suatu kokristal biner dengan perbandingan stokiometrik 1:1

dilarutkan dalam pelarut murni menjadi komponen individual tanpa

kompleksasi atau ionisasi lebih lanjut dalam larutan jenuh, maka

keseimbangan massa dari tiap komponen dalam larutan dapat ditunjukkan

sebagai kelarutan molar (molar solubility) dari kokristal, S.

[A] = S dan [B] = S (4)

Sehingga subtitusi dari persamaan (3) menghasilkan persamaan :

Ksp = S2 dan S = (Ksp)1/2 (5)

Untuk komposisi larutan non-stokiometrik, misalnya kelebihan

konsentrasi ligand dinyatakan sebagai C, maka keseimbangan massa

menjadi

[A] = S dan [B] = S + C (6)

Sehingga,

Ksp = S (S+C) (7)

Untuk kasus di mana kelebihan konsentrasi ligan besar, C >> S, maka

S ≈ Ksp/C (8)

Sebuah persamaan kuadrat akan ditemukan, menjadi

Page 38: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

S = (9)

Persamaan ini memprediksikan bahwa penambahan komponen kokristal

ke dalam larutan dengan S berlebih, akan menurunkan kelarutan kokristal

bila kondisi sebelumnya berlaku. (Rodriguez, Nehm, and Jayasankar,

2007).

2. Kelarutan Kokristal Sebagai Fungsi pH

Meskipun kokristal meliputi molekul netral yang berbeda, bila

salah satu atau kedua komponennya dapat mengion, maka kelarutan dari

kokristal akan tergantung pada pH larutan. Untuk kesederhanaan, akan

disajikan contoh mengenai profil pH-kelarutan dari kokristal bila salah satu

komponennya berupa asam monoprotik.

Sebagai contoh, kokristal A : HB, dengan rasio komponennya

adalah 1 : 1 dan HB merupakan asam monoprotik lemah. A dan HB

sebagai API dan ligand. Konstanta kesetimbangan untuk disosiasi

kokristal (dengan asumsi tidak ada kompleksasi dalam larutan) dan

ionisasi dari asam lemah HB diberikan seperti:

A : HBsolid Asoln + HBsoln

Ksp = [A] [HB]

HBsoln Bsoln- + Hsoln

+

Ka =

-C + √ C2 + 4Ksp

2

[H+] [B-]

[HB]

Page 39: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

di mana, Ksp adalah hasil kali kelarutan dari kokristal dan Ka adalah

konstanta disosiasi dari asam lemah.

Alternatif lain, persamaan yang dapat digunakan untuk memprediksi profil

pH-kelarutan dari kokristal bila Ksp dan Ka diketahui adalah sebagai

berikut:

Scocrystal = √ Ksp ( 1 + Ka / [H+] )

f. Bioavailabilitas

Kokristal telah dijadikan sebagai alternatif untuk bentuk padat dari

zat aktif, sehingga perlu dilakukan studi bioavailabilitasnya. McNamara

telah melaporkan hasil studi bioavailabilitas dari senyawa kokristal 2 - [4 -

4-chloro-2-fluorophenoxy) fenil] pirimidin-4 -carboxamide dengan asam

glutarat 1:1 yang memiliki tingkat disosiasi 18 kali lebih tinggi daripada

bentuk obat murninya. Studi bioavailabilitasnya mengungkapkan bahwa

bentuk kokristal mencapai konsentrasi plasma sekitar tiga kali lebih tinggi

pada anjing (McNamara, 2006). Bentuk kokristal dari senyawa Amgen-

asam sorbat juga menunjukkan disosiasi dan bioavailabilitas yang lebih

baik dibanding bentuk bebasnya (Rodriguez, Nehm, and Jayasankar,

2007).

Page 40: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

3. Interaksi Intermolekul dan Pemilihan Komponen kokristal

Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dengan mengetahui

komponen molekul yang dapat membentuk kokristal dengan suatu bahan

aktif farmasi. Bidang teknik kristal difokuskan pada pemahaman mengenai

interaksi intermolekul dan konektivitas yang mengarah pada konstruksi

supermolekul. Dengan mempelajari pola ikatan hidrogen dalam zat padat

kristalin, diperoleh pengetahuan berharga untuk mengidentifikasi ikatan

hidrogen preferensi dan synthon (unit struktural dalam molekul yang yang

memungkinkan untuk perlakuan sintesis) yang mengarahkan kepada

formasi kokristal. Frekuensi ikatan hidrogen dan interaksi lain dalam kisi-

kisi kristal dapat dipelajari menggunakan Cambrige Structural Database

(CSD) dengan mencari molekul spesifik, gugus fungsional, dan sinthon

(Rodriguez, Nehm, and Jayasankar, 2007).

Tujuan utama dari pembuatan kokristal adalah untuk memperoleh

suatu zat aktif padat dengan sifat fisika yang baik. Dari perspektif ini, maka

langkah langkah dalam perancangan suatu kokristal farmasi yang baru

meliputi tahap-tahap berikut (Mirza, et al, 2008):

a. Disain, meliputi evaluasi sifat fisiko-kimia dari zat aktif bebas dan

pemilihan senyawa pembentuk kokristal.

b. Skrining, meliputi studi metode pembuatan kokristal yaitu solvent-

based crystallization dan solid-based crystallization.

Page 41: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

c. Seleksi, meliputi karakterisasi kokristal yang dihasilkan yang terdiri dari

struktur, komposisi, sifat fisikokimia dan stabilitasnya.

Kokristal farmasi tersusun dari satu zat aktif dan satu senyawa

pembentuk kokristal (coformer atau co-crystal formers), yang keduanya

dalam bentuk netral dan berinteraksi melalui ikatan hidrogen atau dengan

ikatan non-kovalen lainnya (Peterson et al, 2006).

Ikatan hidrogen adalah interaksi yang penting dalam

pembentukan kokristal (Jones, Motherwell, and Trask, 2006). Motif ikatan

hidrogen dan interaksi lainnya dalam kisi kristal dapat dipelajari dengan

menggunakan Cambridge Struktural Database (CSD) dengan mencari

molekul yang spesifik, gugus fungsi, dan synthons. Pedoman pola ikatan

hidrogen dalam kristal adalah berdasarkan analisis ikatan hidrogen yang

ketat dan motif kemasan yang telah dikembangkan oleh Donohue dan

Etter, ini termasuk (Rodriguez, Nehm, and Jayasankar, 2007; Blagden et

al, 2008):

a. semua hidrogen asam yang tersedia dalam molekul akan digunakan

dalam ikatan hydrogen dalam struktur kristal senyawa,

b. semua akseptor yang baik akan digunakan dalam ikatan hydrogen bila

tersedia donor ikatan hidrogen,

c. donor dan akseptor ikatan hidrogen terbaik yang tersisa setelah

pembentukan ikatan hidrogen intramolekul akan membentuk ikatan

hidrogen antarmolekul satu sama lain.

Page 42: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Pemahaman mendalam tentang kimia supramolekul dan gugus

fungsional dalam suatu molekul adalah prasyarat untuk merancang

kokristal karena akan memfasilitasi pemilihan senyawa pembentuk

kokristal yang sesuai (Rodriguez, Nehm, and Jayasankar, 2007). Gugus

fungsional seperti asam karboksilat, amida dan alkohol adalah yang

umum digunakan untuk pembentukan Synthon supramolekular dalam

merancang kokristal baru. Ikatan hidrogen yang kuat mencakup (NH ---

O), (OH --- O), (-NH --- N,) dan (OH --- N). Ikatan hidrogen yang lemah

melibatkan-CH dan CH --- O --- O = C (Rodriguez, Nehm, and

Jayasankar, 2007; Yadav, 2009) .

Gambar 5. Synthon yang umum digunakan dalam pembentukan supramolekular (Rodriguez, Nehm, and Jayasankar, 2007)

Pertimbangan lain dalam studi mengenai kokristal adalah nilai

pKa dari komponen kokristal. Larutan dari komponen kokristal

Page 43: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

menunjukkan perbedaan nilai pKa setidaknya dua poin (antara asam dan

basa) diperlukan untuk membentuk garam yang stabil dalam air (Blagden,

et al, 2008).

4. Metode Pembuatan Kokristal

Kristalisasi dari berbagai komponen kristal dalam suatu hubungan

stoikiometrik merupakan hasil dari kompetisi hubungan molekular antara

molekul yang serupa atau homomer dan molekul yang berbeda atau

heteromer. Saat ini, studi mengenai kokristal berfokus pada isolasi

kokristal untuk penentuan strukturnya, dan variabel mengenai kinetika

kristalisasi belum dijelaskan secara eksplisit. Kokristal dapat dibuat dari

larutan, bentuk padat, atau proses peleburan yang didasarkan pada

sistem trial and error (Rodriguez, Nehm, and Jayasankar, 2007).

a. Metode Pelarutan (Solvent-Based Cocrystallization)

Metode yang paling umum digunakan pada pembuatan kokristal

dari larutan adalah penguapan lambat dari larutan senyawa dengan

konsentrasi ekuimolar atau stokiometrik. Metode solvo-thermal juga

dilaporkan dalam literatur meskipun jarang digunakan. Pada metode ini,

pemanasan digunakan untuk melarutkan komponen kokristal, larutan

kemudian didinginkan dan dibiarkan terbentuk nukleasi dan pertumbuhan

kristal. Proses ini memberi peluang terjadinya kristalisasi dari komponen

fase tunggal, sehingga mengurangi kemungkinan untuk mengisolasi

Page 44: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

kristalin multikomponen. (Rodriguez, Nehm, and Jayasankar, 2007;

Sekhon, 2009).

Tabel 1. Contoh sistem kokristal farmasi yang telah dilaporkan dalam literature (Mirza et al, 2008)

Zat Aktif Cocrystal

Former Metode Pembutan

Sifat yang Ditingkatkan

Pustaka

Aspirin 4,4’-dipyridil Slurry Conversion Walsh et al 2003

Kafein Asam oksalat Asam Glutarat

Solvent-assisted grinding

Stabilitas Fisika

Trask et al 2005

Karbamazepin Nikotinamid Sakarin

Cooling cocrystallization

Stabilitas Fisika, Laju disolusi dan Bioavailabilitas oral

Hickey et al 2007

Fluoxetine HCl Asam Benzoat Asam Suksinat Asam Fumarat

Solvent evaporation

Laju disolusi intrinsik

Childs et al 2004

Flurbiprofen 4,4’-dipyridil Solvent evaporation

Oberoin et al 2005

Ibuprofen 4,4’-dipyridil Nicotinamide

Solvent evaporation

kelarutan Walsh et al 2003; Oberoin etal 2005

Indometasin Sakarin Solvent evaporation or Solvent assisted grinding

Stabilitas fisika dan laju disolusi

Basavoju et al 2008

Itrakonazol Asam malat Asam tartrat Asam suksinat

Solvent evaporation

Laju disolusi Remenar et al 2003

Norfloxacin Isonicotinamide Asam suksinat Asam malonat Asam maleat

Solvent evaporation

Kelarutan Basavoju et al 2006

Parasetamol 4,4’-dipyridil Solvent evaporation

Oswald et al 2004

Piroxicam Sakarin Solvent evaporation

Childs et al 2007

Untuk kokristalisasi larutan, kedua komponen harus memiliki

kelarutan yang sama, bila tidak, maka komponen kristal yang lain akan

mengendap secara eksklusif. Namun demikian, kelarutan yang sama tidak

Page 45: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

menjamin keberhasilan metode ini. Diduga bahwa kemungkinan akan

terbentuk senyawa polimorfik, yang memililiki lebih dari satu bentuk kristal

dari komponen kokristal (Yadav, 2009).

Percobaan slurry conversion dilakukan dalam berbagai pelarut

organik dan air. Pelarut (100 atau 200 ml) ditambahkan ke dalam kokristal

(20 mg) dan suspensi yang dihasilkan distirer pada suhu kamar selama

beberapa hari. Setelah itu, pelarut dipisahkan dari padatan di bawah aliran

nitrogen selama 5 menit. Padatan yang diperoleh dikarakterisasi dengan

Powder X-Ray Diffraction (PXRD) (Yadav, 2009)

Penambahan antisolven adalah salah satu metode untuk

presipitasi atau rekristalisasi dari senyawa aktif dan senyawa pembentuk

kokristal. Pelarut yang digunakan termasuk buffer (pH) dan pelarut

organik. Contohnya adalah pembuatan kokristal aceclofenac dengan

menggunakan chitosan, di mana larutan chitosan dibuat dengan

perendaman chitosan dalam asam asetat glasial. Sejumlah obat

didispersikan dalam larutan chitosan dengan menggunakan homogenizer.

Dispersi ini kemudian ditambahkan ke dalam air suling atau larutan

natrium sitrat untuk mengendapkan chitosan dalam obat (Yadav, 2009).

b. Kokristalisasi Bahan Padat (Solid-Based Cocrystallization)

Pembuatan kokristal dari bahan padat berdasarkan pada

mekanisme aktivasi bahan melalui proses penggilingan atau

penggerusan. Dasar pembentukan kokristal dengan metode penggilingan

ini adalah mobilitas molekul dan saling melengkapi antara molekul

Page 46: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

kompenen kokristal. Penggilingan akan merusak kisi, pembentukan fase

amorf dan pembentukan polimorfisa zat aktif sebagai hasil dari tekanan

yang diberikan (Rodriguez, Nehm, and Jayasankar, 2007).

Penggilingan zat padat (solid-state grinding) adalah

pencampuran, penekanan dan penghancuran bahan secara manual

dengan mortar dan spatula atau secara mekanik dengan menggunakan

suatu mesin penggiling (Jones, Motherwell and Trask, 2006; Trask et al,

2005). Dalam beberapa kasus, sintesis kokristal farmasi dengan cara

penggilingan bahan padat menawarkan selektifitas yang lebih luas

dibanding metode kristalisasi larutan. Sebuah contoh adalah dalam

kokristalisasi dari 2, 4, 6-trinitrobenzoic acid dan indole-3- asetic acid,

bentuk-bentuk kristal yang diperoleh dari larutan berbeda dibandingkan

dengan penggilingan. Bila pembentukan kokristal telah berhasil diperoleh

dari larutan, tetapi bukan dari penggilingan, maka penambahan pelarut

dapat menjadi faktor untuk menstabilkan struktur supramolekul

(Rodriguez, Nehm, and Jayasankar, 2007).

Pembentukan kokristal dengan penggilingan bahan padat telah

digunakan sejak akhir abad ke-19, namun teknik terbaru yang telah

dikembangkan adalah dengan menambahkan sejumlah kecil pelarut

selama proses penggilingan untuk meningkatkan kinetika dan

memfasilitasi pembentukan kokristal (Yadav, 2009; Trask et al, 2005).

Istilah solvent-drop grinding menggambarkan suatu modifikasi dari metode

solid-state grinding. Dalam hal ini dilakukan penggilingan dua bahan

Page 47: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

kokristal secara bersama-sama seperti pada metode solid-state grinding,

diikuti penambahan sejumlah kecil pelarut. Penambahan pelarut ini dapat

dijelaskan sebagai mekanisme katalisis karena hanya ditambahkan dalam

jumlah kecil dan tidak menjadi bagian dari komponen kokristal (Jones,

Motherwrll and Trask, 2006; Trask, Motherwell and Jones,2004 and

2005).

Pembuatan kokristal dengan neat grinding dan liquid assisted-

grinding telah dilakukan terhadap model obat teofilin. Pembuatan kokristal

teofilin dengan asam sitrat (1 : 1) dengan metode neat grinding

menghasilkan kokristal anhidrous. Sedangkan kokristalisasi teofilin

dengan asam sitrat monohidrat menghasilkan kokristal hidrat. Demikian

juga dengan kokristalisasi dengan penambahan air (liquid assisted

grinding) ternyata juga menghasilkan kokristal hidrat. Hal ini menunjukkan

bahwa liquid assisted grinding lebih sesuai untuk menghasilkan kokristal

hidrat dibandingkan dengan metode neat grinding (Karki et al, 2007).

D. Instrumentasi

1. Spektroskopi Inframerah

Spektroskopi inframerah merupakan salah satu teknik

spektroskopik yang paling umum digunakan dalam kimia organik dan

anorganik. Spektroskopi inframerah adalah suatu teknik yang berdasarkan

atas vibrasi atom dalam suatu molekul. Spektrum inframerah diperoleh

dengan melewatkan radiasi inframerah melalui suatu sampel dan

Page 48: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

menentukan bagian dari molekul yang mengabsorpsi energi radiasi.

Radiasi inframerah (10.000 – 100-1) diabsorbsi oleh molekul organik dan

dikonversi menjadi energi vibrasi Energi pada setiap puncak spektrum

absorpsi yang muncul berhubungan dengan frekuensi vibrasi dari bagian

molekul sampel (Settle, 1997).

Gambar 6. Skema Spektrofotometer Inframerah

Spektroskopi inframerah digunakan untuk menentukan gugus-

gugus fungsi struktur senyawa dalam sampel. Gugus fungsi yang

berbeda akan mengabsorpsi radiasi inframerah pada frekuensi tertentu.

(Settle, 1997). Spektroskopi inframerah digunakan untuk elusidasi struktur

dan identifikasi senyawa.

2. Difraksi Sinar X

Spektroskopi difraksi sinar – X (X ray diffraction/XRD) merupakan

salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering

digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi

Page 49: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur

kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel (Hammond, 2009)..

Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X

oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X

dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar dari

penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah

berdasarkan persamaan Bragg:

n . λ = 2.d.sinθ; n = 1,2,…

dengan λ adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, d adalah

jarak antara dua bidang kisi, θ adalah sudut antara sinar datang dengan

bidang normal, dan n adalah bilangan bulat yang disebut sebagai orde

pembiasan (Hammond, 2009; Settle, 1997).

Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X dijatuhkan

pada sampel kristal, maka bidang kristal ini akan membiaskan sinar-X

yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam

kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detector

kemudian diterjemahkan sebagai sebuh puncak difraksi. Makin banyak

bidang kristal yang terdapat pada sampel, makin kuat intensitas

pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD

mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu

tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran

kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua

jenis material (Hammond, 2009)..

Page 50: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Keuntungan utama penggunaan sinar-X dalam karakterisasi

material adalah kemampuan penetrasinya, sebab sinar-X memiliki energy

yang sangat tinggi akibat panjang gelombangnya yang pendek. Sinar-X

adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,5-2,0

mikron. Sinar ini dihasilkan dari penembakan logam dengan electron

berenergi tinggi. Elektron itu mengalami perlambatan saat masuk ke

dalam logam dan menyebabkan electron pada kulit atom logam tersebut

terpental membentuk kekosongan. Electron dengan energy yang lebih

tinggi masuk ke tempat kosong dengan memancarkan kelebihan

energinya sebagai foton sinar-X (Hammond, 2009).

Gambar 7. Skema Difraksi Sinar X

Metode difraksi sinar-X digunakan untuk mengetahui struktur dari

apisan tipis yang terbentuk. Sampel diletakkan pada sampel holder

difraktometer sinar-X. Proses difraksi sinar-X dimulai dengan menyalakan

difraktometer sehingga diperoleh hasil difraksi berupa difraktogram yang

menyatakan hubungan antara sudut difraksi 2θ dengan intensitas sinar-X

Page 51: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

yang dipantulkan. Difraktometer sinar-X, sinar-X terpancar dari tabung

sinar-X. Sinar-X didifraksikan dari sampel yang konvergen yang diterima

slit dalam posisi simetris dengan respon ke fokus sinar-X. sinar-X ini

ditangkap oleh detektor sintilator dan diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal

tersebut, setelah dieliminasi komponen noisenya, dihitung sebagai analisa

pulsa tinggi. Teknik difraksi sinar-X juga digunakan untuk menentukan

ukuran kristal, regangan kisi, komposisi kimia dan keadaan lain yang

memiliki orde yang sama (Hammond, 2009; Settle, 1997).

3. Differential Scanning Calorimetry

Differential Scanning Calorimetry adalah suatu teknik analisa

termal yang mengukur jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

suhu sampel sebagai fungsi suhu. Ketika transmisi termal terjadi pada

sampel, DSC memberikan pengukuran kalorimetri dari energi transisi dari

temperatur tertentu (Anonim).

Gambar 8. Differential Scanning Clorimetry

Page 52: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Differential Scanning Calorimetry merupakan suatu teknik analisa

yang digunakan untuk mengukur energi yang diperlukan untuk membuat

perbedaan temperature antara sampel dengan pembanding mendekati

nol, yang dianalisa pada daerah suhu yang sama, dalam lingkungan

panas atau dingin dengan kecepatan teratur. Terdapat dua tipe system

DSC yang umum digunakan, yaitu (Anonim):

- Power-Compensation DSC

Pada Power-Compensation DSC, suhu sampel dan pembanding diatur

secara manual dengan menggunakan tungku pembakaran yang sama

dan terpisah. Suhu sampel dan pembanding dibuat sama dengan

mengubah daya masukan dari kedua tungku pembakaran. Energy

yang dibutuhkan untuk melakukan hal tersebut merupakan ukuran dari

perubahan energy entalpi atau perubahan panas dari sampel terhadap

pembanding.

- Heat-Flux DSC

Pada Heat-Flux DSC, sampel dan pembanding dihubungkan dengan

suatu lempengan logam. Sampel dan pembanding tersebut

ditempatkan dalam satu tungku pembakaran. Perubahan entapi atau

kapasitas panas dari sampel menimbulkan perbedaan temperatur

sampel terhadap pembanding, laju panas yang dihasilkan nilainya

lebih kecil dibandingkan dengan Differential Thermal Analysis (DTA).

Hal ini dikarenakan sampel dan pembanding dalam hubungan termal

Page 53: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

yang baik. Perbedaan temperatur dicatat dan dihubungkan dengan

perubahan entalpi dari sampel menggunakan percobaan kalibrasi.

4. Mikroskop Pemindai Elektron

Mikroskop pemindai elektron (Scanning electron microscopy)

adalah metode untuk pencitraan permukaan dengan resolusi tinggi. SEM

menggunakan elektron untuk pencitraan, sebagaimana halnya cahaya

tampak yang digunakan dalam mikroskop cahaya. Keuntungan dari SEM

adalah dapat menghasilkan pembesaran > 100.000 kali (Amelinchx, et al,

1997).

Mikroskop pemindai elektron (SEM) yang digunakan untuk studi

detil arsitektur permukaan sel dan obyek diamati secara tiga dimensi. Cara

terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada

mikroskop optic dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi

elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari

permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut dipindai dengan

sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi

selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya

ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT. Di layar

CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat.

Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan,

sehingga bisa digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3

dimensi (Anonim).

Page 54: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Gambar 9. Diagram Mikroskop Pemindai Elektron

5. Uji Disolusi

Disolusi didefinisikan sebagai suatu proses melarutnya zat kimia

atau senyawa obat dari sediaan padat ke

Laju disolusi suatu obat adalah kecepatan perubahan dari bentuk padat

menjadi terlarut dalam medianya setiap waktu tertentu. Jadi

menggambarkan kecepatan obat larut dalam media

dan Kramer, 2005).

Ekspresi matematika untuk definisi ini dinyatakan dalam bentuk

persamaan Noyes-Whitney

dM

dt =

Gambar 9. Diagram Mikroskop Pemindai Elektron

didefinisikan sebagai suatu proses melarutnya zat kimia

atau senyawa obat dari sediaan padat ke dalam suatu medium tertentu

suatu obat adalah kecepatan perubahan dari bentuk padat

menjadi terlarut dalam medianya setiap waktu tertentu. Jadi

menggambarkan kecepatan obat larut dalam media disolusi (Dressmann

Ekspresi matematika untuk definisi ini dinyatakan dalam bentuk

Whitney sebagai berikut (Cartensen, 1998):

DS (Cs – Cb)

h

didefinisikan sebagai suatu proses melarutnya zat kimia

dalam suatu medium tertentu.

suatu obat adalah kecepatan perubahan dari bentuk padat

menjadi terlarut dalam medianya setiap waktu tertentu. Jadi disolusi

(Dressmann

Ekspresi matematika untuk definisi ini dinyatakan dalam bentuk

( 1)

Page 55: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

dengan M adalah jumlah obat yang terlarut, t adalah waktu (detik), D

adalah koefisien difusi dari obat (cm2/s), S adalah luas permukaan (cm2),

h adalah ketebalan lapisan, Cs – Ct adalah perbedaan kelarutan obat dan

konsentrasi solute dalam medium pada waktu t (Cartensen, 1998)

Cara pertama yang diuraikan dalam Farmakope Indonesia adalah

cara keranjang yang menggunakan pengaduk jenis keranjang dan cara

yang kedua adalah cara dayung yang menggunakan pengaduk bentuk

dayung. Di Farmakope Indonesia kedua cara ini dikenal dengan cara

keranjang dan dayung.

a. Alat 1, terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau

bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam

yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah

tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran

sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada

37o ± 0,5o selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan

air dalam tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat termasuk

lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan,

goncangan, atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat

perputaran alat pengaduk.

Page 56: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Gambar 10. Alat Metode Keranjang, (Swarbrik, 2007)

b. Alat 2, sama seperti alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung

yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada

pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm

pada setiap titik dari sumbu vertical wadah dan berputar dengan halus

tanpa goyangan yang berarti. Jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan

bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian

Page 57: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

berlangsung. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun

dan batang rata.

Gambar 11. Alat metode dayung, (Swarbrik, 2007)

Page 58: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitan

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasetik Fakultas Ilmu

Kesehatan UIN Alauddin Makassar, dan dilanjutkan dengan karakterisasi

struktur di Laboratorium Uji Polimer, Pusat Penelitian Fisika-LIPI, Bandung

pada bulan Desember 2010.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Peralatan gelas laboratorium, mortar, Difraktometer sinar-X

(Rigaku tipe Geiger Flex), Mikroskop Pemindai Elektron (Jeol, tipe JSM-

6360LA, Japan), FTIR (Shimadzu, FTIR-4300), Alat disolusi metode

dayung (SOTAX) Spektrofotometer UV-Vis (Genesys 10S).

2. Bahan

Asiklovir (Kimia Farma, No. Bets: B-00015), asam askorbat

(VWR-Prolabo, No. Bets: 0605185), HCl p.a, dan aqua destillata.

Page 59: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

C. Cara Kerja

1. Pembuatan Kokristal (Asiklovir : Asam askorbat) Dengan Metode

Solid-State Grinding.

Sebanyak 112,6 mg asiklovir (0,5 mmol ) dan 88,06 mg asam

askorbat (0,5 mmol) digerus bersama-sama dalam mortir. Serbuk yang

diperoleh kemudian dikumpulkan untuk analisis selanjutnya.

2. Karakterisasi Kokristal

a. Difraksi Sinar-X

Analisis difraksi sinar-X sampel dilakukan pada suhu ruang

dengan menggunakan difraktometer Rigaku tipe RINT-2500. Kondisi

pengukuran sebagai berikut: target logam Cu, filter Kα, voltase 40 kV, arus

40 mA, kelembaban relaif 50%, temperature 23oC. Analisis dilakukan pada

rentang 2 theta 5-35o. Sampel diletakkan pada sampel holder (wadah

kaca) dan diratakan untuk mencegah orientasi partikel selama penyiapan

sampel.

b. Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Penentuan spektrum infra merah dari kokristal asiklovir-asam

askorbat dilakukan dengan Spektrofotometer Shimadzu, (FTIR-4300)

menggunakan metode difusi reflektansi KBr (konsentrasi sampel 2 mg

dalam 20 mg KBr).

Page 60: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

c. Scanning Electron Microscope (SEM)

Sejumlah sampel diletakkan pada sampel holder aluminium dan

dilapisi dengan emas (Au) dengan ketebalan 10 nm. Sampel kemudian

diamati pada berbagai perbesaran alat SEM (JEOL T330A). Voltase diatur

pada 15 kV dan arus 0,4 mA.

d. Uji Disolusi Invitro

Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat tipe dayung

dengan kecepatan 50 rpm. Sebanyak 100 mg sampel dimasukkan ke

dalam medium disolusi 900 ml HCl 0,1 N pada suhu 37 ± 0,50C. Sampel

diambil sebanyak 5 ml pada menit ke 5, 10, 15, 20, 30, 45 dan 60. Setiap

kali setelah pengambilan sampel, ditambahkan larutan medium HCl 0,1 N

untuk menggantikan volume yang hilang saat pengambilan sampel.

Konsentrasi sampel diukur dengan Spektrofotometer UV-Vis pada 289

nm. Konsentrasi dari sampel ditentukan sesuai dengan grafik standar.

Page 61: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Representasi Ikatan Hidrogen Dengan ORTEP-3

Gambar 12. Representasi ORTEP-3 dari ikatan hidrogen antara asiklovir dengan asam askorbat pada level probablilitas 50%.

Tabel 2. Pola ikatan hidrogen antara asiklovir dan asam askorbat

D-H Aα (D---A) (Å) H---A (Å) D-H A(deg)

O36 dan O16 H44 – O36 H44 - O16

2,908 0,980 2,146

145,673

O36 dan N1 H17 – O36 H17 – N1

3,246 2,465 1,002

134,469

N1 dan O41 H17 – N1 H17-O41

2,979 1,002 2,144

139,679

N15 dan O41 H28 – N15 H28 – O41

3,113 0,997 2,245

144,727

Page 62: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

2. Hasil Pemeriksaan Difraksi Sinar X

Gambar 13. Pola XRD dari a. asiklovir; b.asam askorbat; c. asiklovir-

asam askorbat (1:1)

a

c

b

Page 63: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

3. Hasil Pemeriksaan dengan FTIR

Gambar 14. Spektra Infra Merah dari a. asiklovir; b.asam askorbat; c. asiklovir- asam askorbat (1:1)

a.

b.

c.

Page 64: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

4. Hasil Pemeriksaan dengan Scanning Electron Microscope (SEM)

Gambar 15: Hasil pemeriksaan SEM (a) Asiklovir (b) asam askorbat (c) asiklovir

a

b

c

Hasil Pemeriksaan dengan Scanning Electron Microscope (SEM)

Gambar 15: Hasil pemeriksaan SEM (a) Asiklovir (b) asam askorbat asiklovir-asam askorbat (1:1)

Hasil Pemeriksaan dengan Scanning Electron Microscope (SEM)

Gambar 15: Hasil pemeriksaan SEM (a) Asiklovir (b) asam askorbat

Page 65: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

5. Hasil Pengujian Disolusi Invitro

Tabel 3: Hasil serapan kurva baku asiklovir

Konsentrasi (bpj) Absorbansi

10 0,184

20 0,344

30 0,550

40 0,670

50 0,847

Gambar 16: Kurva baku asiklovir

y = 0.016x + 0.023R² = 0.995

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

0 10 20 30 40 50 60

Sera

pan

Konsentrasi (ppm)

Kurva baku asiklovir

Page 66: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Tabel 4: Hasil uji disolusi asiklovir

Waktu

(menit)

Persen terdisolusi

Asiklovir Asiklovir-asam askorbat

5 49,89 61,73

10 59,81 64,11

15 62,38 64,86

20 63,63 65,64

25 64,80 66,34

30 66,22 66,90

45 66,69 67,49

60 67,05 68,49

Gambar 17. Profil Disolusi asiklovir dan asiklovir-asam askorbat (1:1)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0 2 4 6 8 10

per

sen

te

rdis

olu

si

waktu (menit)

kokristal

asiklovir

Page 67: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

B. Pembahasan

Untuk memprediksi ada tidaknya kokristal dapat dengan cara

sederhana melalui struktur molekul kimianya. Jika ada sinthon pada

keduanya yang saling mampu berinteraksi memben52tuk ikatan hidrogen,

maka diduga kuat keduanya akan mampu membentuk kokristal.

Identifikasi awal untuk memprediksikan adanya ikatan hidrogen

antara senyawa asiklovir dengan asam askorbat dilakukan dengan

menggunakan software ORTEP-3 for windows. Dari representasi ORTEP

ini ditemukan adanya ikatan hidrogen yang potensial terbentuk antara

kedua senyawa. Hal ini kemudian dijadikan dasar untuk melakukan

sintesis atau pembentukan senyawa kokristal dari asiklovir dan asam

askorbat.

Asiklovir memiliki gugus amin (N-H) sebagai donor ikatan

hidrogen utama dan gugus C=O sebagai akseptor ikatan hidrogen.

Sedangkan asam askorbat memiliki gugus OH sebagai donor dan gugus

C=O sebagai akseptor ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen (NH---- O)

terbentuk dari interaksi antara gugus NH primer dari asiklovir dengan

gugus C=O dari asam askorbat, gugus NH heterosiklik dari asiklovir

dengan gugus OH dari asam askorbat dan antara gugus OH asam

askorbat dengan gugus C=O dari asiklovir (CO----H). Dari data

kristalografik dari ORTEP-3 for windows dapat ditemukan terbentuknya 4

ikatan hidrogen yang potensial.

Page 68: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Kokristal asiklovir-asam askorbat dibuat dengan metode solid

state drinding. Pemilihan metode solid state grinding dalam pembentukan

kokristal asiklovir-asam askorbat ini didasarkan atas ketersediaan pelarut

dan stabilitas coformer. Asiklovir memiliki kelarutan 1,2 mg/ml dalam air,

dengan demikian jumlah pelarut yang dibutuhkan sangat banyak dan

membutuhkan waktu yang lama untuk diuapkan. Selain itu, asam askorbat

diketahui memiliki stabilitas yang rendah dalam larutan air dan suhu tinggi

sehingga dihindari penggunaan pelarut air dan penguapan dengan suhu

tinggi dalam pembuatan kokristal.

Solid state grinding dalam pembentukan kokristal dapat dilakukan

dengan cara manual menggunakan mortar atau spatula atau dengan cara

mekanik menggunakan suatu grinding mill. Kokristalisasi dari bahan padat

berdasarkan pada mekanisme aktivasi bahan melalui proses penggilingan

atau penggerusan. Dasar pembentukan kokristal dengan metode

penggilingan ini adalah mobilitas molekul dan interaksi saling melengkapi

antara molekul kompenen kokristal. Penggilingan akan merusak kisi,

pembentukan fase amorf dan pembentukan polimorfisa zat aktif sebagai

hasil dari tekanan yang diberikan (Rodriguez, Nehm, and Jayasankar,

2007).

Kokristalisasi metode solid state grinding menawarkan selektivitas

yang tinggi bila dibandingkan dengan metode kokristalisasi larutan.

Selektivitas yang tinggi ini terjadi karena tidak adanya kemungkinan

terbentuknya kokristal solvat atau hidrat akibat inetraksi senyawa dengan

Page 69: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

pelarut yang digunakan. Kokristalisasi metode ini juga lebih ekonomis

karena tidak membutuhkan banyak pelarut serta menawarkan metode

sintesis green chemistry (Jones, at al, 2006)

Untuk verifikasi interaksi padatan antara kedua komponen

asiklovir dan asam askorbat, maka dilakukan analisis difraksi sinar-X .

Difraktogram sinar-X hasil interaksi kedua komponen dibandingkan

dengan difrakogram tunggal keduanya.

Difraksi sinar-X merupakan metode yang handal untuk

karakterisasi interaksi padatan antara dua komponen padat (solid state

interaction) (Trask and Jones, 2005), apakah terbentuk fase kristalin baru

atau tidak. Jika terbentuk fase kristalin baru dari hasil interaksi antara

kedua komponennya, maka akan teramati secara nyata dari difraktogram

sinar-X yang berbeda antara komponen tunggal dan komponen

campurannya.

Pola difraksi asiklovir dan asam askorbat menunjukkan beberapa

puncak yang khas yang dapat dilihat pada gambar 13. Pola difraksi dari

asiklovir (13.a) menunjukkan interferensi pada 2-θ 43,600, 44,520, 50,820,

64,620 dan 74,780. Sementara pola difraksi dari asam akorbat (13.b)

menunjukkan interferensi pada 2-θ 44,640, 44,600, 50,700, 64,620, dan

74, 720.

Pola difraksi kokristal asiklovir-asam askorbat (13.c) tidak

menunjukkan puncak interferensi yang khas yang disebabkan adanya

interaksi antara kedua komponen yang menyebabkan terjadinya

Page 70: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

perbedaan kristanilitas dan polimorfisme. Tidak adanya puncak

difraktogram yang khas ini menunjukkan terjadinya fase amorf dalam

pembentukan kokristal, sebagaimana dijelaskan oleh Jayasankar, et al

(2006) yang menguraikan bahwa dalam pembentukan kokristal dengan

metode solid state grinding, maka pada proses pembentukan kokristal,

bahan aktif memiliki kecenderungan untuk membentuk fase amorf. Hal

yang sama juga dikemukanan oleh Rodriguez, Nehm, and Jayasankar

(2007) bahwa penggilingan akan merusak kisi, pembentukan fase amorf

dan pembentukan polimorfisa zat aktif sebagai hasil dari tekanan yang

diberikan .

Uraian tersebut di atas sesuai dengan hasil pemeriksaan dengan

SEM (Gambar 15), yang menunjukkan bahwa hasil penggilingan kedua

bahan kokristal menyebabkan terjadinya reduksi partikel dari asiklovir

maupun asam askorbat. Reduksi ukuran partikel ini terjadi akibat rusaknya

kisi kristal dan terbentuknya fase amorf sebagai hasil dari tekanan yang

diberikan. Fase amorf inilah yang kemudian akan menghasilkan kokristal,

dan kokristal tidak hanya terbentuk selama proses pembuatan, tetapi juga

selama penyimpanan. Hal ini mengindikasikan terjadinya interaksi fisika

antara asiklovir dan asam askorbat serta mengakibatkan terbentuknya

fase kristalin baru yang lazim disebut fase kokristal.

Intensitas relatif dari puncak difraktogram tidak menjadi batasan

dari pola difraksi sinar X karena intensitas puncak dapat bervariasi dari

masing-masing sampel, terutama dalam hal kemurnian kristalin. Oleh

Page 71: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

sebab itu, sudut dari setiap puncak dapat bervariasi dari ± 0,1o atau ±

0,05o. Difraksi sinar X belum mampu memberikan informasi mengenai

posisi ikatan hidrogen yang sebenarnya. Untuk mengetahui posisi ikatan

hidrogen yang sebenarnya, perlu dilakukan teknik yang lain seperti

spektroskopi infra merah, Raman dan NMR.

Spektroskopi infra merah merupakan instrument yang sangat

membantu dalam mendeteksi adanya pembentukan kokristal.

Spektroskopi infra merah dapat memberikan informasi adanya interaksi

pembentukan ikatan hidrogen dari gugus-gugus donor dan akseptor ikatan

hidrogen antara dua senyawa yang dikokristalkan. Hal ini dapat

ditunjukkan dengan membandingkan puncak spektrum gugus donor dan

akseptor ikatan hidrogen dari senyawa murni dengan puncak spektrum

setelah terbentuk kokristal.

Spektrum infra merah asiklovir, asam askorbat dan kokristal

ditunjukkan pada gambar 14. Dari analisis data spectrum inframerah

asiklovir-asam askorbat (14.c), belum terlihat adanya pergeseran bilangan

gelombang dari gugus C=O sebagai salah satu gugus fungsi yang

mungkin membentuk ikatan hidrogen. Dari analisis keseluruhan data

spektrum inframerah dari kokristal, belum dapat dipastikan terbentuknya

ikatan hidrogen yang stabil antara kedua senyawa, sehingga belum dapat

dikatakan terbentuk fase kokristal. Hal ini juga didukung dengan data

difraksi sinar X yang menunjukkan bahwa pencampuran stoikiometrik dari

asiklovir dan asam askorbat baru sampai pada fase amorf.

Page 72: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Pada uji disolusi kedua komponen kokristal dapat saling

menambah atau bahkan menurunkan kelarutan fasenya. Pada uji disolusi,

campuran asiklovir-asam askorbat (1:1) menunjukkan persentase disolusi

sebesar 61,73%, lebih besar di bandingkan dengan asiklovir sendiri, yaitu

49,89% pada 5 menit pertama. Berdasarkan hal tersebut maka dapat

diprediksi bahwa pembentukan kokristal asiklovir dan asam askorbat

mampu menaikkan laju disolusi dari asiklovir. Namun demikian,

peningkatan laju disolusi ini nampaknya masih rendah, hal ini

kemungkinan disebabkan oleh pemilihan metode kokristalisasi yang belum

maksimal karena keterbatasan fasilitas yang dibutuhkan dalam sintesis

kokristal.

Page 73: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Kokristalisasi asiklovir: asam askorbat dengan metode solid-state

grinding baru mencapai fase amorf dan belum terbentuk fase kokristal.

2. Pembentukan ikatan hidrogen dari asiklovir-asam askorbat belum

dapat dipastikan dari analisis data spektrofotometri inframerah.

3. Persentase disolusi asiklovir-asam askorbat adalah 61,73%, lebih

besar di bandingkan dengan asiklovir sendiri, yaitu 49,89% pada 5

menit pertama.

B. Saran

Perlunya pengkajian lebih lanjut mengenai penerapan kimia

komputasi dalam merancang suatu struktur kokristal. Perlu dilakukan

penelitian mengenai pengaruh waktu terhadap laju pembentukan fase

kokristal pada metode solid-state cocrystallization. Perlu dilakukan

pengkajian mengenai metode kokristalisasi dan pemilihan cocrystal former

yang lain dari asiklovir.

Page 74: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Daftar Pustaka

Aakeroy, C.B and Salmon, D.J, 2005, Building Co-crystals with Molecular Sense and Supramolecular Sensibility, CrystEngComm, 2005,7(72): 439-448.

Amelinchx, S, Van Dyck, D, Van Landuyt, J, Van Tendeloo, G, 1997,

Electron Microscopy: Principles and Fundamentals, A Wiley Company.

Ansel, H.C, 1985, Introduction to Pharmaceutical Dosage Form :

Tejemahan oleh Farida Ibrahim, UI-Press, Jakarta. AHFS, 2008, Drug Information, American Hospital Formulary Ain, Shabnam, Ain, Qurratul and Parveen, Shama, 2009, An Overview on

Various Approaches Used for Solubilization of Poorly Soluble Drugs, The Pharma Research: 84-104

Alpha Pharmaceutical, 1999, Alpha-aciclovir, (online) http:// www.

Medsafe.govt.nz/profs/ datasheet/alphacicilovirtab.htm. diakses tanggal 5 April 2010

Anonim, Ascorbic Acid, (online) www. Inchem .org/documents/

pims/pharm/ ascorbic.htm. diakses tanggal 07 April 2011 ------------,Differential Scanning Calorimetry, 2005 (online) http://pslc.

ws/macrogess/ dsc.html. Department of Polymer Science, University of Southern Missisipi, diakses tanggal 27 Juni 2010

Arnal, J, Gonzales-Alvares, I, Bermejo, M, Amidon, G.L, Junginger, H.E,

Kopp, S, Midha, K.K, Shah, V.P, Stavchansky, S, Dressman, J.B, Barends, D.M. 2008, Biowaiver Monographs for Immediate Release Solid Oral Dosage Form: Aciclovir, Journal of Pharmaceutical Sciences, Vol.97 : 5061 – 5073

Basavoju, S, Bostrom, D, Velaga, S.P. 2007, Indomethacin-Saccharin

Cocrystal: Design, Synthesis and Preliminary Pharmaceutical Characterization, Pharmaceutical Research, Vol.25: 537 – 541

Bhatt, P.M, Ravindra, N.V, Banerjee, R and Desiraju, G.R, 2005,

Saccharin as a salt former. Enhanced Solubilities of Saccharinates of Active Pharmaceutical Ingridients, Chem.Commun: 1073-1075

Page 75: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Blagden, N, Berry, D.J, Parkin, A, Javed, H, Ibrahim, A, Gavan, P.T, De Matosa, L.L, Seatona, C.C, 2008, Current Direction in Co-crystal Growth, New Journal of Chemistry, Vol.32 : 1659-1672

Braga, D, Grepioni, F, Maini, L, and Polito, M. 2009, Crystal Polymorphism

and Multiple Crystal Form, Struct Bond 132: 25 – 30 Bethune, S.J, 2009, Thermodinamic and Kinetic Parameters that Explain

Crystallization and Solubility of Pharmaceutical Cocrystal, Disertasi: University of Michigan.

Carstensen, J.T, 1998, Pharmaceutical Preformulation, Technomic

Publishing Company, Lancaster, Pennsyilvania Cao Wey-Yun, 2007, Combined Used of Acyclovir Vitamin C with

Interferon in Treating Herpes Simple Keratitis, Journal of Shandong Medical College

Childs, S. 2007, Cocrystallization Methods, US Patent Application Crowley, PJ and Martini L.G., 2004, Formulation Design: New Drugs from

Old, Drugdiscoverytoday.com. 537 – 542 Drug Bank, 2009, Drug Card for Aciclovir (DB00787), (online)

http://www.drugbank.ca/drugs/DB00787. diakses tanggal 5 April 2010

Dressmann and Kramer, 2005, Pharmaceutical Dissolution Testing, Taylor

and Francis. London, New York, Singapore Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995, Farmakope

Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Doherty, M.F, 2008, From Form to Function: Crystallization of Active

Pharmaceutical Ingredients, AIChE Journal, Vol.54.7 : 1682-1688 Ganiswarna, S.G.,2002, Farmakologi dan Terapi: Edisi 4, Bagian

Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Hammod, C, 2009, The Basic of Crystallography and Diffraction, Oxford

University Press. New York Hetal, T. Bindesh, P. and Sneha, T.,2010, A Review on Technique for Oral

Bioavailability Enhancement of Drugs, International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, Vol.4: 203-223.

Page 76: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Hilfiker, R, 2006, Polimorphism: in Pharmaceutical Industry, WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim

Jayasankar, A, Somwangthanaroj, A, Shao, Z.J, and Hornedo, N.R, 2006,

Cocrystal Formation During Cogrinding and Storage is Mediated by Amorphous Phase, Pharmaceutical Research, Vol.23: 2381-2392

Jones, W, Motherwell,W.D.S, and Trask, A.V. 2006, Pharmaceutical

Cocrystal: An Emerging Approach to Physical Property Enhancement, MRS Bulletin, 31: 875-879

Karki, S, Friscic, T, Jones, W, and Motherwell, S.W.D. 2007, Screening

for Pharmaceutical Cocrystal Hydrates via Neat and Liquid-Assisted Grinding, Molecular Pharmaceutics, Vol.4: 347 – 354.

Kumar, S, Parkash, C, Kumar, P, and Singh, S.K, 2009, Applicatin of

Some Novel Technique for Solubility Enhancement of Mefenamic Acid, A Poorly Water Soluble Drug. International Journal of Pharmaceutical Science and Drug Research, Vol.1 : 164-171

McMahon, J, Peterson, M, Zaworotko, M.J., Shattock, T, Hickey, M.B.,

2010. Pharmaceutical Co-crystal, Composition and Related Methods of Use, United States Patent: US 7,803,786,B2.

Morisette, S.L, Almarsoon, O, Peterson, M.L, Remenar, J.F, Read, M.J,

Lemmo, A.V, Ellis, S, Cima, M.J, and Gardner, C.R, 2003, High-troughput Crystallization: Polimorphs, Salt, Co-crystals and Solvate of Pharmaceutical Solids, Advanced Drug Delivery Reviews 56: 275-300

McNamara, D.P, 2006, Use of Glutaric Acid Cocrystal to Improve Oral

Bioavailability of a Low Solubility API, Pharmaceutical Research, Vol. 23: 1888-1897.

Mirza, S, Miroshnyk, I, Heinamaki,J, Yliruusi, J. 2008, Co-Crystals: An

Emerging Approach or Enhancing Properties of Pharmaceutical Solids, Dosis, Vol.24 : 90-96.

Nai-Ning, Shao-Yu, and Chang-Xiao, 2004, Overview of Factors Affecting

Oral Drug Absorption, Asian Journal of Drugs Metabolism and Pharmacokinetics, Vol. 4(3). 167-176

Peterson, M.L, Hickey, M.B, Zaworotko, M.J, and Almarsson,O. 2006,

Expanding the Scope of Crystal Form Evaluation in Pharmaceutical Science, J Pharm Pharmaceut Sci, Vol 9 (3): 317-326

Page 77: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Rodriguez.N, Nehm, S.J, and Jayasankar, A. 2007, Cocrystal: Design, Properties and Formation Mechanisms, Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, Informa Healthcare: 615 – 633

Rowe, Raymond C, Sheskey, Paul J, and Owen, Sian C, 2006, Handbook

of Pharmaceutical Excipient, 5th edition, Pharmaceutical Press, London.

Seefeldt, K, Miller, J, Alvarez, F, and Rodriguesz,N . 2006, Crystallization

Pathway and Kinetics of Carbamazepine-Nicotinamide Cocrystal From the Amorphous State by In Situ Thermomicroscopy, Spectroscopy, and Calorimetry Studies, Journal of Pharmaceutical Science, Vol.96, 2007: 1147-1158

Settle, F, 1997, Handbook of Instrumental Techniques for Analytical

Chemstry, Prentice Hall PTR, Upper Saddle River Schultheiss, N and Newman, A, 2009, Pharmaceutical Cocrystal and Their

Physicochemical Properties, Crystal Growth and Design, Vol.9 : 2950 – 2967

Shan, N and Zaworotko, M.J.,2008, The Role of Cocrystal in

Pharmaceutical Science, Drug Discovery Today, Vol.13: 440 – 446 Sekhon, BS., 2009, Pharmaceutical Co-crystal- a Review, Ars Pharm,

Vol.50 : 99 – 117 Shiraki, K, Takata, N, Takano, R, Hayashi, Y, and Terada, K. 2008,

Dissolution Improvement and The Mechanism of The Improvement from Cocrystallization of Poorly Water Soluble Compounds, Pharmaceutical Research, Vol.25: 2581-2592.

Shinde, A.J, 2007, Solubilization of Poorly Soluble Drugs: A Review.

(Online) http://www.pharmainfo.net/review/solubilization-poorly-soluble-drugs-review, diakses 15 Januari 2010.

Swarbrick, J, 2007, Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, Third Ed.

Informa Healtcare, New York, London. Trask, A.V, Motherwell, W.D.S, and Jones, W. 2004, Solvent-drop

Grinding: Green Polymorph Control of Cocrystallisation, Chem.Commun., 2004: 890-891

Trask, A.V, Shan, N, Motherwell, W.D.S, Jones, W, Feng, S, Tan, R.B.H,

Carpenter, K.J. 2005, Selective Polymorph Transformation via Solvent-drop Grinding, Chem.Commun., 2005: 880 – 882

Page 78: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Trask, A.V, Motherwell, W.D.S, and Jones, W. 2006, Physical Stability

Enhancement of Theophyllline via Cocrystallization, International Journal of Pharmaceutics, 320: 114 – 123

Trask, A.V, Streek, J.V, Motherwell, W.D.S, and Jones, W 2005, Achieving

Polymorphic and Stoichiometric Diversity in Crystal Formation: Importance of Solid-State Grinding, Powder X-Ray Structure Determination and Seeding, Crystal Growth and Design, Vol. 5(6): 2233 – 2241.

Trask, A.V and Jones, W, 2005, Crystal Engineering of Organic Cocrystal

by the Solid-State Grinding Approach, Tur Curr Chem, 251: 41-70. Trask, A.V, Motherwell, W.D, and Jones, W. 2004, Pharmaceutical

Cocrystallization: Engineering a Remedy for Caffeine Hydration, Crystal Growth & Design, 5: 1013 – 1021

Thomson Healthcare. Online Micromedex Healthcare Series,

http://www.micromedex.com/products/hcs/. Diakses tanggal 5 Maret 2010

USP 29 – NF 24, Acyclovir, (online) http ://www.pharmacopeia.cn/ v29240/

usp29nf24s0_m890.html. diakses. diakses 5 April 2010 Vishweshar, P, McMahon, J.A, Peterson, M.L, Hickey, M.B, Shattock, T.R,

and Zaworotko, M.J. 2005, Crystal Engineering of Pharmaceutical Co-crystal From Polymorphic Active Pharmaceutical Ingredients, Chem.Comm, 4601 – 4603

Yadav, A.V, 2009, Co-crystal: A Novel Approach to Modify

Physicochemical Properties of Actice Pharmaceutical ingridients, Review Article. Vol.71: 359 – 370.

Page 79: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Lampiran 1 : Skema Kerja

IR DisolusiSEMPXRD

PEMBAHASAN

SKEMA KERJA

DATA

KESIMPULAN

Kokristal

Asiklovir+

Asam askorbat

Solid state grinding

Gambar 18 : Skema kerja karakterisasi struktur dan uji disolusi kokristal

Asiklovir-Asam Askorbat.

Page 80: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Lampiran 4 : Hasil analisis puncak difraksi sinar X

a. Hasil analisis puncak sampel Asiklovir

No 2-THETA INT. WIDTH d I/Io

1 43,640 98 0,450 2,027 86

2 44,600 113 0,360 2,030 100

3 50,700 40 0,300 1,799 35

4 64,620 11 1,441 9

5 74,720 46 0,480 1,269 40

b. Hasil analisis puncak sampel asam askorbat

No 2-THETA INT. WIDTH d I/Io

1 43,600 110 0,510 2,074 74

2 44,520 149 0,330 2,033 100

3 50,820 36 0,300 1,795 24

4 64,620 13 1,441 9

5 74,780 35 0,540 1,269 23

Page 81: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Lampiran 8 : Tabel Data Disolusi Asiklovir

Waktu (menit)

Per- Lakuan

Serapan Kadar (mg/1000

ml)

Kadar (mg/900

ml)

Faktor koreksi

Setelah koreksi

% disolusi

5 1 2

0,849

0,971

51,6250 59,2500

46,4625 53,3250

Rata-rata 0,91 55,4375 49,8937 0 49,8937 49,89

10 1 2

1,031

1,130

63,0000 69,1875

56,7000 62,2687

Rata-rata 1,080 66,0937 59,4843 0,3304 59,8147 59,81

15 1 2

1,092

1,148

66,8125 70,3125

60,1312 63,2812

Rata-rata 1,12 68,5625 61,7062 0,6732 62,3784 62,38

20 1 2

1,117

1,155

68,3750 70,7500

61,5375 63,6750

Rata-rata 1,136 69,5625 62,6062 1,021 63,6272 63,63

25 1 2

1,135

1,166

69,500 71,4375

62,5500 64,2937

Rata-rata 1,150 70,4687 63,4218 1,3733 64,7951 64,80

30 1

2

1,171

1,164

72,0000 71,3125

64,8000 64,1812

Rata-rata 1,167 71,6562 64,4906 1,7316 66,2222 66,22

45 1

2

1,174

1,169

71,9375 71,6250

64,7437 64,4625

Rata-rata 1,171 71,7812 64,6031 2,0905 66,6936 66,69

60 1

2

1,174

1,169

71,9375 71,6250

64,7437 64,4625

Rata-rata 1,172 71,7812 64,6031 2,4494 67,0525 67,05

Page 82: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Lampiran 9 : Tabel Data Disolusi Kokristal Asiklovir-Asam Askorbat (1:1)

Waktu (menit)

Per- lakuan

Serapan Kadar (mg/1000

ml)

Kadar (mg/900

ml)

Faktor koreksi

Setelah koreksi

% disolusi

5 1

2

1,141

1,100

69,8750 67,3125

62,8875 60,5812

Rata-rata 1,120 68,5937 61,7343 0 61,7343 61,73

10 1

2

1,172

1,141

71,8125 69,8750

64,6312 62,8875

Rata-rata 1,156 70,8437 63,7593 0,3542 64,1135 64,11

15 1

2

1,181

1,146

72,3750 70,1875

65,1375 63,1688

Rata-rata 1,164 71,2812 64,1531 0,7106 64,8637 64,86

20 1

2

1,184

1,158

72,5625 70,9375

65,3062 63,8437

Rata-rata 1,171 71,7500 64,5749 1,0693 65,6442 65,64

25 1

2

1,185

1,169

72,6250 71,6250

65,3625 64,4625

Rata-rata 1,177 72,1250 64,9125 1,4299 66,3424 66,34

30 1

2

1,187

1,174

72,7500 71,9375

65,4750 64,7437

Rata-rata 1,180 72,3437 65,1093 1,7916 66,9009 66,90

45 1

2

1,189

1,180

72,8750 72,3125

65,5875 65,0812

Rata-rata 1,185 72,5937 65,3343 2,1546 67,4889 67,49

60 1

2

1,189

1,187

72,8750 72,7500

65,5875 65,4750

Rata-rata 1,188 72,8125 65,5312 2,5186 68,0498 68,49

Page 83: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

Lampiran 10: Contoh Perhitungan Uji Disolusi

a. Perhitungan konsentrasi dalam 1000 ml

Contoh untuk asiklovir pada 5 menit.

Persamaan garis kurva baku : y = 0,016 x + 0,023

X =

X =

= 51,6250 mg / 1000 ml

b. Konsentrasi dalam 900 ml

51,6250/1000 ml x 900 ml

= 46,4625 mg

c. Perhitungan faktor koreksi

Faktor koreksi = 5 ml / 900 ml x konsentrasi per 900 ml + faktor koreksi

sebelumnya

Contoh untuk 10 menit,

5/900 x 59,4843 + 0 = 0,3304

d. Perhitungan konsentrasi setelah koreksi;

Kadar sebelum koreksi + faktor koreksi

Contoh: untuk 10 menit

59,4843 + 0,3304 = 59,8147

y - a

b

0,849 – 0,023

0,016

Page 84: KARAKTERISASI STRUKTUR DAN UJI DISOLUSI SOLID STATE

3. Persen terdisolusi ;

Kadar setelah koreksi / bobot sampel x 100 %

Contoh: 59,8147 / 100 mg x 100 %

= 59,81 %