laporan kecepatan disolusi

15
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA (FA 2204) PERCOBAAN VI KECEPATAN DISOLUSI Tanggal Praktikum : Senin, 23 Februari 2015 Tanggal Pengumpulan : Senin, 2 Maret 2015 Disusun oleh: KELOMPOK SENIN-2 Threefanny Pinta Anugrah 10713010 Khairunnissa Aulia Rahma 10713014 Bagus Triyanto 10713021 Salma Nurvita Anggraini 10713047 Asisten: Amelia Hidajat 10711077 LABORATORIUM FARMASI FISIKA PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015

Upload: bagus-triyanto

Post on 24-Dec-2015

668 views

Category:

Documents


43 download

DESCRIPTION

FARMASI FISIKA

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KECEPATAN DISOLUSI

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA (FA 2204)

PERCOBAAN VI

KECEPATAN DISOLUSI

Tanggal Praktikum : Senin, 23 Februari 2015

Tanggal Pengumpulan : Senin, 2 Maret 2015

Disusun oleh:

KELOMPOK SENIN-2

Threefanny Pinta Anugrah 10713010

Khairunnissa Aulia Rahma 10713014

Bagus Triyanto 10713021

Salma Nurvita Anggraini 10713047

Asisten:

Amelia Hidajat 10711077

LABORATORIUM FARMASI FISIKA

PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

SEKOLAH FARMASI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2015

Page 2: LAPORAN KECEPATAN DISOLUSI

1. TUJUAN PERCOBAAN

Menentukan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi serbuk asam

salisilat.

2. TEORI DASAR

Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat yang dapat

terlarut dalam pelarut tertentu menjadi bentuk molekular yang melibatkan interaksi antarmuka

padat dan cairan setiap satuan waktu. Disolusi merupakan bagian penting dalam bidang farmasi

karena sangat berpengaruh pada proses pelepasan obat dalam tubuh. Keefektifan tablet dalam

melepas zat aktifnya ke dalam sistem absorpsi sangat bergantung pada kecepatan disolusi. Pada

teori disolusi dapat diasumsikan terdapat sebuah lapisan difusi air atau lapisan tipis cairan yang

stagnan dengan ketebalan h pada bagian permukaan padatan yang sedang melakukan proses

disolusi, seperti yang tampak pada gambar berikut:

Kecepatan disolusi menurut Noyes and Whitney, yaitu:

Bila C < 20% Cs, C dapat diabaikan sehingga harga ( Cs-C ) dianggap sama dengan Cs.

Jadi, persamaan kecepatan disolusi adalah sebagai berikut :

Keterangan : 𝑑𝑀

𝑑𝑡 = kecepatan disolusi

D = keofisien difusi

S = luas permukaan zat

Cs = kelarutan zat padat

C = konsentrasi zat dalam larutan pada waktu t

h = tebal lapisan difusi

Page 3: LAPORAN KECEPATAN DISOLUSI

𝑑𝑀

𝑑𝑡 =

𝐷𝑆

ℎ Cs

Penentuan kecepatan disolusi dapat dilakukan dengan metode suspensi dan metode

permukaan konstan. Berikut dua tipe alat penentu kecepatan disolusi:

Kedua alat disolusi di atas hampir sama tetapi pada gambar (b) luas permukaan tablet tetap

konstan ketika melarut. Desain ini menguntungkan dalam penelitian dan formulasi produk.

Faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi, yaitu: suhu, viskositas, pH pelarut, kecepatan

pengadukan, ukuran partikel, polimorfisme, dan sifat permukaan zat. Salah satu faktor yang

mempengaruhi kecepatan disolusi yaitu kecepatan pengadukan, yang berpengaruh terhadap

tebal lapisan h. Semakin cepat pengadukan, maka tebal lapisan h akan semakin cepat berkurang

(semakin tipis), akibatnya, laju kecepatan disolusi akan meningkat sesuai persamaan Noyes-

Whitney.

3. ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan

- Apparatus uji disolusi tipe 2 (paddle method)

- Gelas kimia

- Buret

- Labu erlenmeyer

- Pipet tetes

- Batang pengaduk

- Thermostat

- Asam salisilat 2 g x 3

- NaOH 1 g

- Kalium biftalat 2 g

- Fenoftalein

- Aquadest

(a) (b)

Page 4: LAPORAN KECEPATAN DISOLUSI

- Termometer

- Syringe 10 mL + selang

- Gelas ukur

- Kertas saring

- Stopwatch

- Timbangan elektrik

- Spatula

4. METODOLOGI PERCOBAAN

Bejana disambungkan ke thermostat kemudian diisi dengan aquades sebanyak 350 mL.

Thermostat diatur pada suhu 30°C. Suhu dalam bejana dipastikan terlebih dahulu dengan

menggunakan termometer pada suhu 30°C. Setelah mencapai suhu 30°C, asam salisilat yang

telah ditimbang sebanyak 2 gr dimasukkan ke dalam motor penggerak serta segera dinyalakan

pada kecepatan 50 rpm untuk bejana. Kemudian sebanyak 10 mL air di bejana diambil dengan

ketinggian kira-kira 1/3 tinggi bejana dari dasar pada selang waktu 1, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30

menit setelah batang pengaduk berputar. Setelah selesai pada setiap pengambilan sampel,

segera digantikan dengan 10 mL aquadest. Percobaan dilakukan sama untuk kecepatan

pengadukan 100 rpm dan 150 rpm. Selanjutnya, untuk menentukan kadar asam salisilat terlarut

dalam sampel, dilakukan titrasi asam basa menggunakan NaOH 0,05 N dan indikator

fenolftalein. Pembuatan larutan NaOH yaitu dengan melarutkan 1 gr NaOH dalam 500 mL

pada gelas kimia. Pembakuan NaOH dengan menggunakan Kalium Biftalat yaitu dengan

melarutkan K-Biftalat 2 gr dalam 100 mL untuk mendapatkan konsentrasi 0,0979 M.

Dilakukan koreksi perhitungan kadar yang diperoleh setiap waktu.

5. DATA PENGAMATAN

5.1. Pembakuan NaOH dengan K-biftalat

Titrasi Volume K-biftalat 0.0979 M (mL) V NaOH 0.05 M (mL)

1 10 mL 20.2

2 10 mL 20.2

5.2. Titrasi sampel Asam salisilat hasil disolusi pada waktu pengambilan dan kecepatan

pengadukan tertentu

Page 5: LAPORAN KECEPATAN DISOLUSI

Titrasi

Duplo

(V: 5 mL)

Waktu

(menit)

Volum NaOH (mL)

50 rpm Rata-rata

50 rpm 100 rpm

Rata-rata

100 rpm 150 rpm

Rata-rata

150 rpm

1 1

0.05 0.05

0.1 0.075

0.05 0.05

2 0.05 0.05 0.05

1 5

0.05 0.05

0.1 0.1

0.1 0.125

2 0.05 0.1 0.15

1 10

0.15 0.125

0.15 0.125

0.2 0.2

2 0.1 0.1 0.2

1 15

0.15 0.15

0.15 0.15

0.3 0.3

2 0.15 0.15 0.3

1 20

0.15 0.175

0.2 0.225

0.35 0.35

2 0.2 0.25 0.35

1 25

0.2 0.2

0.25 0.275

0.4 0.4

2 0.2 0.3 0.4

1 30

0.25 0.25

0.3 0.325

0.45 0.45

2 0.25 0.35 0.45

6. PERHITUNGAN DAN PENGOLAHAN DATA

6.1. Pembakuan NaOH 0.05 M

Massa K-biftalat yang ditimbang untuk pembakuan: 2 g dilarutkan dalam 100 mL (Mr

K-biftalat: 204.2 g/mol)

Massa NaOH yang ditimbang untuk pembuatan larutan NaOH 0.05 N (0.05 M)

sebanyak 500 mL: 1 g (Mr: 40 g/mol)

Konsentrasi K-biftalat = 2

204.2⁄

0.1= 0.0979 𝑀

Konsentrasi NaOH = 1

40⁄

0.5= 0.05 𝑀

Volume K-biftalat pada labu erlenmeyer = 10 mL

Volume rata-rata NaOH 0.05 M untuk titrasi = 20.2+20.2

2= 20.2 𝑚𝐿

Konsentrasi NaOH hasil pembakuan

𝑀1𝑥𝑉1 = 𝑀2𝑉2 ↔ 0.0979𝑥10 = 𝑀2𝑥20.2 ↔ 𝑀2 =0.0979𝑥10

20.2= 0.0485𝑀

6.2. Titrasi sampel asam salisilat hasil disolusi

Kecepatan pengadukan 50 rpm

Page 6: LAPORAN KECEPATAN DISOLUSI

Menit

ke-

V NaOH

(mL)

Konsentrasi

Asam Salisilat - CA

(M)

Faktor koreksi - i

(M)

Konsentrasi

terkoreksi - CA+i

(M)

1 0.05 0.000485 0 0.000485

5 0.05 0.000485 1.38571E-05 0.000499

10 0.125 0.001213 2.77143E-05 0.00124

15 0.15 0.001455 6.23571E-05 0.001517

20 0.175 0.001698 0.000103929 0.001801

25 0.2 0.00194 0.000152429 0.002092

30 0.25 0.002425 0.000207857 0.002633

Kecepatan pengadukan 100 rpm

Menit

ke-

V NaOH

(mL)

Konsentrasi

Asam Salisilat - CA

(M)

Faktor koreksi - i

(M)

Konsentrasi

terkoreksi - CA+i

(M)

1 0.075 0.000728 0 0.000728

5 0.1 0.00097 2.07857E-05 0.000991

10 0.125 0.001213 0.0000485 0.001261

15 0.15 0.001455 8.31429E-05 0.001538

20 0.225 0.002183 0.000124714 0.002307

25 0.275 0.002668 0.000187071 0.002855

30 0.325 0.003153 0.000263286 0.003416

y = 7E-05x + 0.0003R² = 0.9752

0

0.0005

0.001

0.0015

0.002

0.0025

0.003

0 10 20 30 40

KO

NSE

NTR

ASI

ASA

M S

ALI

SILA

T (M

)

WAKTU (MENIT)

KurvaKonsentrasi terhadap Waktu (50 rpm)

50 RPM

Linear (50 RPM)

Page 7: LAPORAN KECEPATAN DISOLUSI

Kecepatan pengadukan 150 rpm

Menit

ke-

V NaOH

(mL)

Konsentrasi

Asam Salisilat - CA

(M)

Faktor koreksi - i

(M)

Konsentrasi

terkoreksi - CA+i

(M)

1 0.05 0.000485 0 0.000485

5 0.125 0.001213 1.38571E-05 0.001226

10 0.2 0.00194 0.0000485 0.001989

15 0.3 0.00291 0.000103929 0.003014

20 0.35 0.003395 0.000187071 0.003582

25 0.4 0.00388 0.000284071 0.004164

30 0.45 0.004365 0.000394929 0.00476

y = 9E-05x + 0.0004R² = 0.9699

0

0.0005

0.001

0.0015

0.002

0.0025

0.003

0.0035

0.004

0 10 20 30 40

KO

NSE

NTR

ASI

ASA

M S

ALI

SILA

T (M

)

WAKTU (MENIT)

Kurva Konsentrasi terhadap Waktu (100 rpm)

100 RPM

Linear (100 RPM)

Page 8: LAPORAN KECEPATAN DISOLUSI

Hubungan antara kecepatan pengadukan terhadap konsentrasi pada berbagai

waktu:

Menit ke- Konsentrasi Asam Salisilat terkoreksi (M)

50 rpm 100 rpm 150 rpm

1 0.000485 0.000728 0.000485

5 0.000499 0.000991 0.001226

10 0.00124 0.001261 0.001989

15 0.001517 0.001538 0.003014

20 0.001801 0.002307 0.003582

25 0.002092 0.002855 0.004164

30 0.002633 0.003416 0.00476

y = 0.0001x + 0.0005R² = 0.9891

0

0.001

0.002

0.003

0.004

0.005

0.006

0 10 20 30 40

KO

NSE

NTR

ASI

ASA

M S

ALI

SILA

T (M

)

WAKTU (MENIT)

Kurva Konsentrasi terhadap Waktu (150 rpm)

150 RPM

Linear (150 RPM)

0

0.001

0.002

0.003

0.004

0.005

0 5 10 15 20 25 30 35

KO

NSE

NTR

ASI

ASA

M S

ALI

SILA

T (M

)

WAKTU (MENIT)

KONSENTRASI PADA BERBAGAI KECEPATAN PENGADUKAN

50 RPM

100 RPM

150 RPM

Page 9: LAPORAN KECEPATAN DISOLUSI

7. DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Disolusi merupakan proses melarutkan suatu zat aktif bentuk padatan pada sediaan dalam

pelarutnya secara molekular yang melibatkan interaksi antarmuka padat dan cairan. Interaksi

antarmuka atau interaksi fisikokimia dapat berupa interaksi ion, ikatan hidrogen, reaksi

penggaraman, atau reaksi asam dan basa. Kecepatan disolusi merupakan banyaknya suatu zat

yang dapat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu. Dalam teori disolusi atau

perpindahan masa, diasumsikan bahwa selama proses disolusi berlangsung pada permukaan

padatan terbentuk suatu lapisan difusi air atau lapisan tipis cairan yang stagnan dengan

ketebalan h, seperti tampak pada gambar berikut:

Sesuai persamaan Noyes-Whitney, tebal lapisan difusi (h) berbanding terbalik dengan

kecepatan disolusi. Oleh karena itu, pengadukan merupakan upaya untuk mempertipis lapisan

difusi air. Sehingga, menurut teori, kecepatan disolusi akan meningkat sebanding dengan

kecepatan pengadukan. Apabila konsentrasi zat terlarut di dalam larutan (C) jauh lebih kecil

(nilainya 20-35%) daripada kelarutan zat tersebut (Cs), maka harga (Cs-C) dapat dianggap

sama dengan Cs. Kondisi seperti ini dinamakan kondisi sink.

Pada percobaan kali ini, ditentukan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan

disolusi suatu zat, dan zat yang digunakan adalah asam salisilat. Alat yang digunakan untuk

menguji kecepatan disolusinya adalah alat uji kecepatan disolusi tipe 2 yaitu tipe paddle

(dayung). Karena menggunakan alat uji tipe paddle, maka pengujian ini tidak memperhatikan

luas permukaan zat padat karena luas permukaan zat padat yang kontak dengan pelarut tidak

dipertahankan konstan seperti pada alat uji tipe 1 (tipe basket). Hal ini tidak menjadi masalah,

karena percobaan tidak bertujuan untuk menentukan kecepatan disolusi asam salisilat,

Page 10: LAPORAN KECEPATAN DISOLUSI

melainkan membandingkan kecepatan disolusi asam salisilat pada kondisi yang sama dengan

hanya memvariasikan kecepatan pengadukannya saja. Kecepatan pengadukan yang dipilih

yaitu 50 rpm, 100 rpm, dan 150 rpm dengan suhu dijaga konstan pada 30̊C menggunakan

thermostat.

Serbuk asam salisilat yang sudah ditimbang sebanyak 2g dimasukkan pada 350 aquadest

dalam bejana alat uji disolusi, kemudian diaduk dengan kecepatan 50 rpm, dan kemudian

diambil sampel sebanyak 10 mL dengan menggunakan syringe pada selang waktu tertentu

yang telah ditetapkan yaitu 1, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit. Proses pengambilan dengan

syringe dilakukan di daerah sekitar dayung pengaduk, yaitu 1/3 bagian dari dasar atau 2/3

bagian dari permukaan, dengan tujuan agar kadar asam salisilatnya representatif, karena

apabila proses pengambilan terlalu ke dasar atau terlalu ke permukaan maka tidak akan

representatif (dapat terlalu kecil atau terlalu besar kadarnya). Dari syringe, sampel kemudian

dimasukkan kedalam erlenmeyer untuk dititrasi dengan larutan NaOH yang telah dibakukan

dengan larutan K-Biftalat dan dipakai indicator phenolphtalein. Karena proses titrasi harus

minimal duplo, maka sampel sebanyak 10 mL dibagi menjadi dua yaitu masing-masing 5 mL.

Proses memasukkan sampel dari syringe menuju labu erlenmeyer harus menggunakan

membran agar asam salisilat yang belum terlarut tidak ikut masuk ke dalam labu karena dapat

mempengaruhi proses titrasi. Pada alat uji disolusi, setelah diambil sampel 10 mL maka harus

ditambahkan lagi pelarut segar bersuhu sama sejumlah 10 mL sebagai penggantinya, hal ini

bertujuan untuk mempertahankan keadaan konstan dari volum larutan. Karena apabila tidak

digantikan pelarutnya, maka lama kelamaan jumlahnya akan semakin berkurang dan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi asam salisilat (konsentrasinya akan meningkat tajam). Pada

saat memasukkan asam salisilat kedalam alat uji disolusi, kebanyakan asam salisilat

terakumulasi pada permukaan dan sedikit sekali asam salisilat yang turun dari permukaan

menuju larutan, bahkan setelah 30 menit pengadukan, masih banyak asam salisilat yang

berada di permukaan dan tentu hal ini akan berpengaruh pada jumlah asam salisilat yang dapat

terlarut. Padahal idealnya, serbuk tersebut seharusnya berada di dasar bejana alat uji disolusi

agar proses disolusi terjadi secara maksimal, yaitu banyak permukaan zat yang mengalami

kontak dengan pelarut.

Faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi dapat dikelompokan menjadi dua

berdasarkan sumbernya, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah

Page 11: LAPORAN KECEPATAN DISOLUSI

sesuatu yang memengaruhi kecepatan disolusi bersumber dari dalam zat aktif. Berikut adalah

beberapa contoh faktor internal:

Polimorfisme

Struktur internal zat yang berbeda dapat memberikan tingkat kelarutan yang berbeda.

Kristal metastabil umumnya lebih mudah larut daripada bentuk stabilnya sehingga

memiliki kecepatan disolusi yang lebih besar, terlebih bila padatan itu adalah suatu amorf

(bukan kristal). Hal ini dikarenakan pada kristal, susunannya sangat rapat dan terstruktur

dengan interaksi yang kuat sehingga interaksinya susah diputus oleh pelarut, bila

dibandingkan dengan amorf.

Sifat permukaan zat

Umumnya bahan obat bersifat hidrofob (suatu asam atau basa lemah). Dengan adanya

penambahan surfaktan di dalam pelarut, akan menurunkan tegangan permukaan

antarpartikel zat sehingga zat lebih mudah terbasahi dan mempercepat kecepatan disolusi

zat tersebut. Tanpa adanya surfaktan, kelarutan zat akan rendah sehingga kecepatan

disolusinya pun rendah.

Kelarutan zat aktif (Cs)

Kelarutan zat aktif yang semakin besar akan mempercepat kecepatan disolusi zat, sesuai

dengan persamaan Noyes-Whitney.

Ketebalan lapisan film

Lapisan film adalah lapisan yang menghambat proses difusi zat pada saat disolusi sehingga

tebal tipisnya lapisan film dapat memengaruhi kecepatan disolusi zat. Semakin tebal

lapisan h, maka kecepatan disolusinya menjadi rendah, dan berlaku pula sebaliknya.

Bentuk dan ukuran partikel

Jika partikel zat yang dilarutkan berukuran kecil, luas permukaan efektif akan menjadi

lebih besar sehingga akan mempercepat kecepatan disolusi zat, karena terjadi lebih banyak

kontak antarmuka zat padat dengan pelarutnya.

Sedangkan faktor eksternal adalah sesuatu yang memengaruhi kecepatan disolusi

bersumber dari luar zat aktif. Berikut adalah beberapa contoh faktor eksternal:

Kecepatan pengadukan

Kecepatan pengadukan akan memengaruhi tebal lapisan film (h). Tebal lapisan difusi akan

berkurang jika pengadukan berlangsung cepat sehingga mempercepat kecepatan disolusi.

Page 12: LAPORAN KECEPATAN DISOLUSI

Komposisi zat lain

Penambahan suatu surfaktan atau zat pengompleks mampu meningkatkan kecepatan

disolusi zat. Surfaktan bekerja dengan membentuk suatu misel yang bertujuan mengurangi

tegangan permukaan zat sedangkan suatu zat pengompleks mampu meningkatkan

kelarutan zat tersebut sehingga meningkatkan kecepatan disolusi zat.

pH pelarut

pH pelarut sangat berpengaruh pada kelarutan zat yang memiliki sifat asam atau basa lemah

sesuai persamaan Handerson-Hasselbach. Pada asam lemah, kelarutan akan meningkat jika

[H+] kecil atau pH tinggi sehingga akan mempercepat kecepatan disolusi. Sedangkan pada

basa lemah, kelarutan akan meningkat jika [H+] besar atau pH rendah sehingga akan

mempercepat kecepatan disolusi. Hal ini terjadi karena terbentuknya suatu garam akibat

reaksi netralisasi, dimana suatu garam memiliki kelarutan yang lebih baik dalam pelarut

air.

Ion sejenis dan tidak sejenis

PbI2 Pb2+ + 2I-, penambahan ion sejenis, misal I-, akan menggeser

kesetimbangan reaksi ke arah kiri (sebaliknya) sehingga mengurangi kelarutan dan

menurunkan kecepatan disolusi. Penambahan ion tak sejenis mampu mengikat ion-ion

tertentu sehingga dapat menggeser kesetimbangan kearah pelarutan, dan kecepatan

disolusinya meningkat.

Suhu

Jika suhu dinaikan, kelarutan zat yang bersifat endoterm akan bertambah sehingga

mempercepat kecepatan disolusi tetapi kelarutan zat yang bersifat eksoterm akan

berkurang sehingga menurunkan kecepatan disolusi. Suhu juga mempengaruhi nilai D,

yang dirumuskan oleh Einstein. Dimana nilai D sebanding dengan tetapan Boltzmann, suhu

dan berbanding terbalik dengan viskositas dan jari-jari.

Viskositas

Turunnya viskositas pelarut akan mempercepat kecepatan disolusi zat sesuai dengan

persamaan Einstein sehingga dapat mempercepat kecepatan disolusi.

Volume pelarut

Semakin besar volum pelarut maka akan semakin banyak bagian pelarut yang dapat kontak

dengan permukaan zat dan dapat meningkatkan kecepatan disolusi zat.

Page 13: LAPORAN KECEPATAN DISOLUSI

Pola aliran pengadukan

Pola aliran pengadukan yang berbeda akan menghasilkan kecepatan disolusi yang berbeda

karena berpengaruh pada laju pengurangan nilai h (tebal lapisan difusi).

Vibrasi dari lingkungan luar

Yang dimaksud vibrasi disini adalah goncangan dari luar yang tidak disengaja yang

mungkin terjadi, hal ini juga akan mempengaruhi nilai kecepatan disolusi karena

mengakibatkan perlakuan yang tidak sama antara satu dengan yang lain.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat, pada

percobaan kali ini dilakukan pengujian pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan

disolusi zat. Berdasakan data yang diperoleh dan sudah diolah, diperoleh bahwa dengan

kecepatan pengadukan yang semakin meningkat, maka kecepatan disolusi juga meningkat.

Kecepatan disolusi yang meningkat ini dapat diketahui dari konsentrasi asam salisilat terlarut

yang semakin meningkat setiap waktu. Kecepatan pengadukan 50 rpm memberikan kecepatan

disolusi yang paling kecil, kemudian disusul dengan kecepatan pengadukan 100 rpm, dan

kecepatan pengadukan 150 rpm memberikan kecepatan disolusi yang paling cepat, dibuktikan

dengan konsentrasi asam salisilat yang paling besar dibandingkan kecepatan pengadukan yang

lain (50 rpm dan 100 rpm). Meskipun secara keseluruhan diperoleh bahwa kecepatan

pengadukan yang semakin cepat akan meningkatkan kecepatan disolusi, masih diperoleh

beberapa data yang tidak relevan, diketahui dari nilai r2 yang lumayan jauh dari 1 dan

membandingkan ketiga data. Misalnya, pada menit ke 10 dan menit ke 15 diketahui bahwa

konsentrasi asam salisilat pada kecepatan pengadukan 50 rpm dan 100 rpm adalah sama,

seharusnya tidak demikian, pada kecepatan pengadukan yang lebih rendah harus menghasilkan

konsentrasi (kecepatan disolusi) yang lebih rendah.

Selain itu, pada grafik terlihat peningkatan konsentrasi dari kecepatan pengadukan 50 rpm

ke 100 rpm tidak sebanding dengan peningkatan konsentrasi dari kecepatan pengadukan 100

rpm ke 150 rpm, meskipun tidak ada referensi yang dapat dijadikan acuan apakah proses

peningkatannya harus linier atau tidak. Kesulitan lain terdapat pada proses titrasi asam salisilat

menggunakan NaOH susah didapatkan titik akhir yang berwarna pink muda, karena dengan

satu tetes saja sudah terjadi perubahan warna dari tak berwarna menjadi pink tua, sehingga

seharusnya konsentrasi NaOH yang digunakan untuk titrasi dibuat lebih encer lagi agar lebih

Page 14: LAPORAN KECEPATAN DISOLUSI

terkendali. Berikut ini adalah beberapa hal yang mungkin mempengaruhi hasil percobaan uji

pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi asam salisilat:

Proses pengambilan sampel yang kadang tidak begitu tepat waktu, karena berbagai

kendala, sehingga beberapa sampel pengambilannya telat beberapa detik.

Jumlah sampel yang diambil tidak tepat 10 mL, meskipun pada skala menunjukkan 10

mL namun sering terdapat gelembung udara, dan karena dipakai syringe yang

mungkin skalanya tidak terlalu akurat. Begitu pula dengan penggantian pelarut segar

kedalam labu uji disolusi.

Proses titrasi yang susah, karena dengan satu tetes sudah merubah warna cukup jauh.

Serbuk asam salisilat mengumpul di permukaan, padahal untuk metode suspensi ini

harusnya serbuk berada pada dasar labu uji disolusi.

Suhu thermostat yang sulit disesuaikan, untuk pengujian kecepatan 150 rpm,

thermostat susah dikondisikan ke 30̊C sehingga hanya diperoleh suhu sekitar 28̊C.

Meskipun terdapat berbagai kendala, data hasil percobaan masih cukup representatif

untuk dapat diambil kesimpulan bahwa apabila kecepatan pengadukan semakin cepat,

maka kecepatan disolusinya akan semakin meningkat yang ditunjukkan dengan semakin

besarnya konsentrasi zat yang terlarut. Dalam dunia farmasi sendiri, disolusi suatu zat aktif

dari sediannya memiliki manfaat sebagai berikut:

1) Merupakan sistem pendekatan terhadap parameter biofarmasi dan farmakokinetik dari

absorpsi obat dalam tubuh.

2) Menetukan bentuk sediaan dari suatu bahan zat aktif (jumlah dan konsentrasi eksipien

yang digunakan).

3) Spesifikasi mutu dan keamanan serta kecepatan disolusi dari suatu bahan aktif farmasetik

(API) dalam sediaan.

4) Perkembangan regulasi terbaru, seperti skema klasifikasi biofarmasetika, telah

menegaskan pentingnya disolusi dalam peraturan tentang perubahan setelah mendapat

izin dan memperkenalkan kemungkinan mengganti uji klinis dengan uji disolusi dalam

kasus-kasus tertentu.

5) Pengembangan molekul obat baru melalui modifikasi struktur kimia agar memiliki

disolusi yang sesuai dengan kehendak.

Page 15: LAPORAN KECEPATAN DISOLUSI

6) Memprediksi terhadap problem yang muncul berkenaan dengan disolusi.

7) Evaluasi formulasi sediaan sesuai spesifikasi monografi.

8) Memenuhi standar prosedur pembuatan sediaan atau produksi sedian farmasi skala

industri.

9) Dari kecepatan pelarutan yang berbeda dapat digunakan untuk memilih jenis bahan baku

zat aktif yang memberikan syarat disolusi yang lebih baik.

8. KESIMPULAN

Semakin tinggi kecepatan pengadukan, maka kecepatan disolusi suatu zat semakin

meningkat. Kecepatan disolusi yang meningkat dapat dilihat dari nilai konsentrasinya yang

semakin meningkat pada waktu tertentu. Kecepatan disolusi asam salisilat paling tinggi

ditunjukkan pada kecepatan pengadukan 150 rpm kemudian berturut-turut semakin menurun

untuk kecepatan pengadukan 100 rpm dan 50 rpm.

9. DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen

Kesehatan. (pp. 1083-1085)

Martin, Alfred, James Swarbick, Arthur Cammarata. 1993. Farmasi Fisik. Jakarta : Penerbit

UI. (pp.845-912)

Sinko, P.J. 2006. Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceuticals Science, 5th ed. Baltimore:

Lippincott Williams & Wilkins. (pp. 300-318, Chapter 13)