disolusi obat tina
TRANSCRIPT
LABORATORIUM FARMASEUTIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN PRAKTIKUM
DISOLUSI OBAT
OLEH :
NAMA : AGUSTINA
NIM : N111 07 077
KELOMPOK : IV (EMPAT)
ASISTEN : SITI MAHFIAH
M A K A S S A R
2 0 0 8
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Difusi bebas atau transport aktif suatu zat melalui suatu cairan, zat
padat atau melalui membran adalah suatu proses yang sangat penting dalam
ilmu farmasi, pokok dari fenomena transport massa yang diterapkan dalam
bidang farmasi adalah disolusi obat dari tablet, serbuk serta granul,
liofulisasi, ultrafiltrasi dan proses mekanik lainnya, termasuk distribusi
molekul obat di dalam jaringan.
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi
padat, seperti salep, kapsul atau tablet.
Mengingat pentingnya disolusi obat dalam dunia farmasi, maka
dilakukan percobaan ini.dalam Laboratorium Farmaseutika Praktikum
Farmasi Fisika
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan dari konstanta laju
disolusi (k) dari suatu sediaan obat.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Menentukan konstanta tablet amoksisilin dengan menggunakan
aquades sebagai medium disolusi.
I.3 Prinsip Percobaan
Penentuan konstanta kecepatan disolusi dari tablet amoksisilin 500
mg berdasarkan kadar amoksisilin yang terdisolusi dalam medium air suling
menggunakan alat disolusi dan penentuan kadarnya dengan menggunakan
titrasi alkalimetri dengan penambahan indikator fenolftalen yang dititrasi
dengan larutan baku NaOH 0,0731N hingga terjadi perubahan warna dari
bening menjadi merah muda pada menit ke 5, 10 dan 15.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi
padat, seperti kapsul, tablet atau salep. (1)
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan
dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang
diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi
sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam
saluran lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung
dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan
berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya
suatu obat disebut disolusi. (2)
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran
cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya.
Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami
disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami
pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan
disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat
dari bentuk dimana obat tersebut diberikan.(3)
Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia atau
reaktivitas partikel-partikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan
mengalami dua langkah berturut-turut: (4)
1. Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal
yang tetap atau film disekitar partikel
2. Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair.
Langkah pertama,. larutan berlangsung sangat singkat. Langka kedua, difusi
lebih lambat dan karena itu adalah langkah terakhir.
Adapun mekanisme disolusi dapat digambarkan sebagai berikut :
Difusi layer model (theori film)
Pada waktu suatu partikel obat memngalami disolusi, molekul-molekul
obat pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan suatu
lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat
padat. Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi. Dari lapisan difusi
ini, molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan
berhubungan dengan membrane biologis serta absorbsi terjadi. Jika molekul-
Massa larutan dengan konsentrasi = Ct
Kristal
Lapisan film (h) dgn konsentrasi = Cs
molekul obat terus meninggalkan larutan difusi, molekul-molekul tersebut
diganti dengan obat yang dilarutkan dari permukaan partikel obat dan
proses absorbsi tersebut berlanjut. (3)
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat,
atau jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh
seperti itu, laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada
kesanggupannya menembus menembus pembatas membran. Tetapi, jika
laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena
karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan , proses disolusinya
sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorbsi.
Perlahan-lahan obat yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi pada suatu laju
rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi atau dalam
beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi setelah pemberian ora, karena
batasan waaktu alamiah bahwa obat bisa tinggal dalam lambung atau
saluran usus halus. (3)
Pemikiran awal dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada
kenyataan bahwa tablet itu pecah menjadi lebih luas dan akan berhubungan
dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh. Namun sebenarnya uji
hancur hanya waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi
yang ditetapkan dan lewatnya partikel melalui saringan. Uji ini tidak memberi
jaminan bahwa partikel-partilkel tersebut akan melepas bahan obat dalam
larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Untuk itulah sebabnya uji
disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet
(3).
II.2 Uraian Bahan
1. Amoxycillin (5;90)
Nama Resmi
Sinonim
RM / BM
Rumus Bangun
Pemerian
Kelarutan
Penyimpanan
Khasiat
Kegunaan
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Amoxycillin
Amoxipen, Amoxil
C16H19N3O4S / 349,41
Serbuk hablur renik; putih; tidak berbau
atau hampir tidak berbau; rasa pahit.
Larut dalam 170 bagian air; praktis tidak
larut dalam etanol (95 %) P, dalam
kloroform P, dalam eter P, dalam aseton
P dan dalam minyak lemak.
Dalam wadah tertutup baik
Antibiotikum
Sebagai sampel
C CONH
H
CH3
N
NH2
COOH
S
CH3HO
H H
2.
3.
4.
NaOH (5;412)
Nama Resmi
Sinonim
RM / BM
Pemerian
Penyimpanan
Khasiat
Kegunaan
Air suling (5;96)
Nama Resmi
Sinonim
RM / BM
Pemerian
Penyimpanan
Kegunaan
Fenolftalein (5,675)
Nama Resmi
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Natrii Hydoxydum
Natrium hidroksida
NaOH / 40,00
Bentuk batang, butiran, masa hablur
atau keeping, kering, keras, rapuh dan
menunjukkan susunan hablur; putih,
mudah leleh basah. Sangat alkalis dan
korosif. Segera menyerap
karbondioksida.
Dalam wadah tertutup baik
Zat tambahan
Sebagai titran
Aqua destillata
Aquadest
H2O / 18,02
Cairan jernih; tidak berwarna; tidak
berbau; tidak mempunyai rasa.
Dalam wadah tertutup baik.
Sebagai medium disolusi
Phenolphtalein
Sinonim
RM / BM
Pemerian
Rumus bangun
Kelarutan :
Penyimpanan :
Kegunaan
:
:
:
:
Fenolftalein
C20H14O4 / 318,33
Serbuk hablur, putih atau putih
kekuningan lemah, tidak berbau, stabil di
udara.
Praktis tidak larut dalam air; larut dalam
etanol; agak sukar larut dalam eter.
Dalam wadah tertutup baik
Sebagai indikator pada titirasi alkalimetri.
O
O OH
OH
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat percobaan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Alat Collapse
Tester, Erlenmeyer 200 ml, Gelas piala, Gelas ukur, Statif dan klem, Buret,
Pipet volume 10 ml, Lap kasar, Lap halus, Termometer
III.1.2 Bahan percobaan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air suling,
indikator fenolftalein, amoksisilin dan tisu roll.
II.2 Cara kerja
1. Bak mantel yaitu tempat labu disolusi dimasukkan, diisi dengan air
suling (kalau digunakan air ledeng akan terjadi pengapuran pada alat
pemanas elemen).
2. Stel pada suhu 37ºC kurang lebih 0,5ºC, alat di on-kan (hubungkan
dengan sumber PLN) melalui stabilizer agar alat tidak mudah rusak.
3. Isi labu disolusi dengan media disolusi. Kalau suhu media dimasukkan
dengan suhu kamar maka akan memerlukan waktu yang lama untuk
mencapai 37ºC. Volume larutan disolusi adalah 900 ml (lazimnya).
4. Bila suhu dalam labu disolusi sudah mencapai 37ºC (konstan), tablet
amoksisilin dimasukkan dalam keranjang (basket dari kawat platina).
5. Pada saat dimasukkan, di on-kan pengaduk dengan kecepatan 100
rpm. Kecepatan 100 rpm adalah kecepatan yang lazim digunakan.
6. Catat waktu pada saat basket yang berisi tablet dimasukkan dalam labu
disolusi.
7. Pada menit ke 5, 10 dan 15,diambil media disolusi sebanyak 10 ml
dengan pipet volume dan media disolusi dicukupkan lagi hingga 900 ml
dengan aquadest tiap setelah pengambilan sampel.
8. Titrasi hasil pengambilan sampel dengan metode alkalimetri
menggunakan indicator fenolftalein
9. Catat volume titran pada saat terjadi titik akhir titrasi yang ditandai
dengan perubahan warna larutan dari tidak berwarna menjadi merah
muda.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Tabel Data
Menit Ke V51015
0,2 ml0,3 ml0,3 ml
IV.2 Perhitungan
1. Kadar
a. Untuk menit ke 5
N X V1 X BE
% K1 = —————― X 100 %
Bs
0,2 X 0,0713X 419,45
= —————―——— X 100 %
10
= 59,81 %
b. untuk menit ke 10
0,3 X 0,0713 X 419,45
% K2 = —————―——— X 100 %
10
= 89,72 %
c. Untuk menit ke 15
0,3 X 0,0713X 419,45
% K3 = —————―——— X 100 %
10
= 89,72 %
2. Bobot Zat aktif
a. Untuk menit ke 5
W1 = % K rata-rata X 900 ml
= 59,81 % X 900 ml
= 538,29 mg
b. Untuk menit ke 10
W2 = % K rata-rata X 900 ml
= 89,72 % X 900 ml
= 807,48 mg
c. Untuk menit ke15
W3 = % K rata-rata X 900 ml
= 89,72 % X 900 ml
= 807,48 mg
3. % Kelarutan
a. Untuk menit ke 5
% Kelarutan = W/Wo X 100% Wo = Bobot etiket
538,29
= ——— X 100 %
500
= 107,66 %
b. Untuk menit ke 10
% Kelarutan = W/Wo X 100% Wo = Bobot etiket
807,48
= ——— X 100 %
500
= 161, 50%
c. Untuk menit ke 15
% Kelarutan = W/Wo X 100% Wo = Bobot etiket
807,48
= ——— X 100 %
500
= 161,50 %
Tabel regresi
X (t) W – WO Log (W-WO)
51015
38,29307,48307,48
1,582,492,49
A = 1,45
B = 3,38 x 10-3
Jadi Y = a + bx
Y = 1,45 – 3,38 x 10-3x
k k= konstanta kec. disolusi
b = ———
2,303
k = b x 2,303
= 3,38 x 10-3 x 2,303
= 7,78 x 10-3
IV.3 Reaksi
C CONH
H
CH3
N
NH2
COOH
S
CH3HO
H H
+ NaOH
+ H2O
IV.4 Grafik
a. Grafik Hubungan Waktu dengan % Kelarutan
Grafik Hub. Waktu Dengan % Kelarutan
0
10
20
30
40
50
60
70
0 10 20 30 40 50 60 70
x (t)
(% k
elar
uta
n)
b. Grafik hubungan Waktu dengan log (Wo – W)
C CONH
H
CH3
N
NH2
COONa
S
CH3HO
H H
Grafik Hubungan Waktu dengan log (Wo -W)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (t)
log
(W
o -
W)
Sebelum Regresi
Setelah Regresi
BAB V
PEMBAHASAN
Sifat-sifat kimia, fisika, bentuk obat dan juga fisiologis dari sistem
biologis mempengaruhi kecepatan absorbsi suatu obat dalm tubuh. Oleh
karena itu konsentrasi obat, bagaimana kelarutannya dalam air, ukuran
molekulnya, pKa dan ikatan proteinnya adalah faktor-faktor kimia dan fisika
yang harus dipahami untuk mendesain suatu sediaan. Hal ini meliputi faktor
difusi dan disolusi obat.
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi
padat, seperti kapsul, tablet atau salep.
Pelepasan dari bentuk-bentuk sediaan kemudian diabsorbsi dalam
tubuh dan dikontrol oleh sifat fisika, kimia obat dan bentuk obat yang
diberikan dan juga fisiologis dari sistem biologis. Konsentrasi obat, kelarutan
dalam air, ukuran molekul, bentuk kristal, pKa dan ikatan protein adalah
faktor-faktor fisika dan kimia yang harus dipahami untuk mendesain
pemberian yang menunjukkan suatu karakteristik terkontrol. Lepasnya suatu
obat dari sistem pemberian meliputi faktor disolusi dan difusi.
Dalam metode ini digunakan metode alkalimetri karena sampel yang
digunakan dalam hal ini yaitu amoksisilin bersifat asam sehingga dinetralisasi
dengan menggunakan basa (NaOH).
Proses pelarutan tablet melalui proses disolusi yaitu melarutnya
senyawa aktif dari bentuk sediaannya (padat) ke dalam media pelarut.
Setelah obat dalam larutan, selanjutnya terjadi proses absorbsi ke dalam
darah dan di bawa ke seluruh cairan dan jaringan tubuh. Apabila zat aktif
memiliki kecepatan pelarut yang cepat, berarti efek yang ditimbulkan juga
semakin cepat, begitu pula sebaliknya.
Pada percobaan ini ingin ditentukan konstanta kecepatan disolusi
suatu zat. Zat yang akan diukur kecepatan atau laju disolusinya adalah tablet
amoksisilin yang melarut ke dalam media disolusi, dimana medium disolusi
yang digunakan adalah air suling. Kemudian ditentukan kadarnya dengan
menggunakan titrasi alkalimetri dimana titran yang digunakan adalah NaOH
dengan penambahan indikator fenolftalein.
Pada percobaan ini dilakukan pada suhu 37°C, dimaksudkan agar
sama dengan suhu tubuh orang normal pada umumnya sehingga dapat
diketahui disolusi tablet amoksisilin di dalam tubuh. Medium yang digunakan
adalah air suling karena jika menggunakan air biasa kemungkinan akan
terjadi kontaminasi dengan mikroba sehingga akan mempengaruhi proses
kelarutan. Media disolusi lainnya yang dapat digunakan adalah larutan yang
mirip dengan cairan lambung atau berupa dapar pH 4, 5 dan 6. Dalam
percobaan ini, pada media disolusi tidak boleh ada gelembung udara masuk
ke dalam pori-pori tablet dan bekerja sebagai barier pada interfase.
Pada percobaan ini, mula-mula diisi bak disolusi dengan air suling
hingga ¾ volumenya. Kemudian diatur suhunya 37ºC dan setelah tercapai
suhu tersebut maka dimasukkan air suling yang suhunya 37ºC ke dalam labu
disolusi dan obat (tablet amoksisilin) dimasukkan dalam keranjang. Diambil
10 ml pada menit ke 5, 10 dan 15. Setiap pengambilan, volume air suling
dalam labu disolusi dicukupkan 900 ml. Pengambilan dilakukan dengan pipet
volume yang telah diikat dengan kertas saring. Ia bertujuan untuk
mengelakkan molekul-molekul amoksisilin yang tidak larut turut sama
diambil.Kemudian larutan yang diambil tersebut dititrasi dengan NaOH dan
menggunakan indikator fenolftalein. Dari titrasi tersebut, dicatat volume
titrasinya.
Dari hasil perhitungan diperoleh % kelarutan dari amoksisilin, yaitu:
pada t = 5’ adalah 59 %; pada t = 10’ adalah 89 %; pada t = 15’ adalah 89%.
Dari percobaan dapat diketahui konstanta kecepatan atau laju disolusi pada
t=5’ adalah 81, t=10’ adalah 72 dan t=15’ adalah 72.
Faktor-faktor kesalahan yang mungkin mempengaruhi hasil yang
diperoleh antara lain :
o Ketidaktepatan jumlah dari medium disolusi, setelah dipipet beberapa ml.
o Suhu larutan disolusi yang tidak konstan.
o Kekeliruan prosedur penentuan kadar
o Indikator yang digunakan sudah rusak.
o Terjadi kesalahan pengukuran pada waktu pengambilan sampel
menggunakan pipet volume.
o Suhu yang dipakai tidak tepat.
o Kekeliruan praktikan dalam menentukan volume titrasi.
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa konstanta
kecepatan atau laju disolusi dari tablet amoksisilin adalah 7,78 x 10-3
VI.2 Saran
Sebaiknya alat – alat dalam laboraorium lebih dilengkapi lagi dan
kebersihan harus tetap dijaga. Untuk asisten, tetap semangat dan sabar
dalam menghadapi praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Effendi, Idris, H.M., (2000), “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”, FMIPA
UNHAS, Makassar, 35.
2. Ansel, Howard C., (1985), “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, UI
Press, Jakarta, 91,92.
3. Martin, A., et.all., (1993), “ Farmasi Fisika “, Edisi III, Bagian II, Penerbit
UI Jakarta, 827.
4. Gennaro, A. R., et all., (1990), “ Remingto’s Pharmaceutical Sciensces “,
Edisi 18th, Marck Publishing Company, Easton, Pensylvania, 591.
5. Ditjen POM, (1995), “ Farmakope Indonesia”, Edisi III, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta, 90, 96, 412, 675.