percobaan disolusi

17
E. Hasil Pengamatan 1. Tabel Pengamatan a. Pembuatan kurva baku parasetamol Konsentrasi (ppm) Absorbansi 50 0,191 55 0,334 60 0,501 65 0,671 70 0,822 a: 0,0317 b: 0,3994 r: 0,99877422 y: 0,03174x – 0,3994 b. Pengujian disolusi Waktu (menit) Absorbansi Pengenceran 5x Pengenceran 25x 1 0,7794 0,7794 8 1,8482 0,369 15 2,9106 0,58212 22 3,269 0,6538 29 3,269 0,6538 36 3,269 0,6538 Waktu (menit) Konsentr asi (ppm) 1 34,322 8 55,735 15 62,429 22 64,688 29 64,688 36 64,688

Upload: reyhanalmira

Post on 03-Oct-2015

385 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Pharmacy

TRANSCRIPT

E. Hasil Pengamatan

1. Tabel Pengamatan

a. Pembuatan kurva baku parasetamolKonsentrasi (ppm)Absorbansi

500,191

550,334

600,501

650,671

700,822

a: 0,0317

b: 0,3994

r: 0,99877422

y: 0,03174x 0,3994

b. Pengujian disolusi

Waktu (menit)Absorbansi

Pengenceran 5xPengenceran 25x

10,77940,7794

81,84820,369

152,91060,58212

223,2690,6538

293,2690,6538

363,2690,6538

Waktu (menit)Konsentrasi (ppm)

134,322

855,735

1562,429

2264,688

2964,688

3664,688

Waktu (menit)Konsentrasi

(x faktor koreksi)Jumlah Terdisolusi (%)

134,32234,322

856,02156,021

1563,17963,179

2265,95865,958

2966,49766,497

3667,03667,036

2. Perhitungan

a. Konsentrasi

1) t= 1 menit

1,3994 + 0,7794= 0,3174x

2,1788 = 0,3174x x = 6,8645 Konsentrasi = 6,8645 Faktor pengenceran

= 6,8645 5 = 34,322 ppm

2) t= 8 menit

0,36964 + 1,3994= 1,76904 = 0,3174x

x = 5,5735 Konsentrasi = 5,5735 Faktor pengenceran

= 5,5735 10 = 55,735 ppm

3) t= 15 menit

0,58212+1,3994= 1,98152 = x = 6,2429 Konsentrasi = 6,2429 Faktor pengenceran

= 6,2429 10

= 62,429 ppm

4) t= 22 menit

0,6538+1,3994 = x

2,0532 = x = 6,4688 Konsentrasi = 6,4688 Faktor pengenceran

= 6,4688 10

= 64,688 ppm

5) t= 29 menit

0,6538+1,3994= 2,0532 = x = 6,4688 Konsentrasi = 6,4688 Faktor pengenceran

= 6,4688 10

=64,668 ppm

6) t= 36 menit

0,6538+1,3994 = 2,0532 = x = 6,4688 Konsentrasi = 6,4688 Faktor pengenceran

= 6,4688 10 = 64,668 ppm

b. Faktor koreksi

1) t= 1 menit

34,322 ppm= C1 X = C1 X = 34,322 ppm

2) t= 8 menit

= 56,021 ppm

3) t= 15 menit

= 63,179 ppm

4) t= 22 menit

= 65,9587 ppm

5) t= 29 menit

= 66,497 ppm

6) t= 36 menit

=67,03685 ppm

c. Jumlah terdisolusi (%)1) t= 1 menit

= %

2) t= 8 menit

= %

3) t= 15 menit

= %

4) t= 22 menit

= %

5) t= 29 menit

= %

6) t= 36 menit

= %

3. Kurva

a. Kurva Baku Parasetamol b. Profil Disolusi

F. PembahasanDisolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Laju disolusi adalah jumlah zat aktif dalam sediaan padat yang melarut dalam waktu tertentu. Faktor yang mempengaruhi laju disolusi sediaan obat antara lain kelarutan, ukuran partikel, dan kristalisasi obat.

Sifat-sifat kimia, fisika, bentuk obat dan juga fisiologis dari sistem biologis mempengaruhi kecepatan absorbsi suatu obat dalm tubuh. Oleh karena itu konsentrasi obat, bagaimana kelarutannya dalam air, ukuran molekulnya, pKa dan ikatan proteinnya adalah faktor-faktor kimia dan fisika yang harus dipahami untuk mendesain suatu sediaan. Hal ini meliputi faktor difusi dan disolusi obat.Sifat fisikokimia obat parasetamol mempengaruhi laju disolusi . Laju disolusi dipengaruhi oleh bentuk amorf dan kristal. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa bentuk amorf dari obat lebih memberikan kelarutan yang besar dan laju disolusi yang lebih tinggi daripada bentuk kristal. Polimorf merupakan bentuk kristal obat yang terdiri lebih dari satu bentuk kristal. Polimorf menunjukkan kinetika pelarut yang berbeda meskipun memiliki struktur kimia yang identik. Beberapa laporan menunjukkan bahwa polimorfisme dalam bentuk hidrat, solvate atau kompleks secara nyata mempengaruhi karakteristik disolusi & obat. Laju disolusi secara langsung berhubungan dengan permukaan obat. Jika daerah permukaan diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel, laju disolusi menjadi tinggi disebabkan pengurangan ukuran partikel.

Faktor formulasi dapat mempengaruhi laju uji disolusi. Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka antara medium tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi secara langsung dengan bahan obat. Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka obat dengan medium disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks dengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat yang diabsorpsiPada saat suatu sediaan obat masuk ke dalam tubuh, selanjutnya terjadi proses absorbsi ke dalam sirkulasi darah dan akan didistribusikan ke seluruh cairan dan jaringan tubuh. Apabila zat aktif pada sediaan obat tersebut memiliki pelarut yang cepat, berarti efek yang ditimbulkan juga akan semakin cepat, begitu juga sebaliknya.

Mekanisme yang terjadi bila suatu obat di minum, disolusi merupakan fase pertama dari kerja suatu obat. Dalam saluran gastrointestinal, obat perlu dilarutkan agar dapat diabsorpsi. Obat dalam bentuk padat harus disintegrasi menjadi partikel-partikel kecil agar dapat larut dalam cairan. Jadi disintegrasi adalah pemecahan sediaan obat padat menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, disolusi melarutnya partikel-partikel yang lebih kecil itu dalam cairan gastrointestinal untuk diabsorpsi.

Dalam USP cara pengujian disolusi tablet dinyatakan dalam masing-masing monografi obat. Pengujian merupakan cara yang efektif dalam menetapkan sifat disolusi suatu obat yang berada dalam tubuh sangat besar tergantung pada adanya obat dalam keadaan melarut. Karakteristik disolusi biasa merupakan sifat yang penting dari produk obat yang memuaskan. Setiap tablet harus memenuhi persyaratan seperti yang terdapat di dalam monografi untuk kecepatan disolusi.

Dalam percobaan ini tablet yang digunakan adalah tablet Parasetamol 500 mg. Pemerian parasetamol berupa hablur atau serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit. Kelarutan parasetamol larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larutan dalam alkalihidroksida.

Uji disolusi tablet parasetamol menggunakan apparatus 2 (metode dayung). Pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Jarak antara daun dan dasar labu disolusi adalah 25 mm 2 mm. Digunakan Apparatus 2 karena tablet parasetamol memiliki berat jenis yang tinggi sehingga tidak memerlukan alat keranjang untuk menahan agar tablet tidak mengapung ke atas. Medium yang digunakan untuk tablet parasetamol adalah buffer fosfat dengan pH 5,8. Buffer fosfat pH 5,8 digunakan untuk menyesuaikan suasana cairan pada usus. Pengujian dilakukan pada suhu 37 C agar sesuai dengan suhu fisiologis tubuh manusia dan kecepatan putaran apparatus 50 rpm karena setara dengan kecepatan gerak peristaltik usus.

Tahap pertama adalah pembuatan kurva baku parasetamol. Kurva baku dibuat dengan mengukur absorbansi larutan parasetamol dengan konsentrasi 50, 55, 60, 65, dan 70 ppm pada panjang gelombang 243 nm. Hal ini dikarenakan pada rentang konsentrasi tersebut memberikan absorbansi antara 0,2 hingga 0,8, dimana untuk penggunaan spektrofotometer UV-Vis absorbansi yang terbaca adalah pada rentang 0,2 hingga 0,8. Tujuan kalibrasi adalah untuk meminimalkan kesalahan pengukuran karena didalam tablet parasetomol terdiri dari bahan tambahan lain sehingga kemugkinan akan mengganggu pembacaan konsentrasi zat aktif parasetamol. Hasil pengukuran dapat dikaitkan atau ditelusur sampai ke standar yang lebih teliti atau tinggi (standar primernasional atau internasional) melalui rangkaian perbandingan yang tidak terputus, dalam artian standar ukur itu akan lebih baik apabila berupa standar yang rantainya mendekati SI sehingga tingkat ketidakpastian (error) makin kecil. Berdasarkan data yang diperoleh, pada konsentrasi 50 ppm absorbansinya sebesar 0,191, konsentrasi 55 ppm absorbansinya sebesar 0,334, konsentrasi 60 ppm absorbansinya sebesar 0,501, konsentrasi 65 ppm absorbansinya sebesar 0,671, dan konsentrasi 70 ppm absorbansinya sebesar 0,822. Sehingga diperoleh persamaan garis lurusnya adalah y = 0,03174x 1,3994 dengan r = 0,99877. Hal ini merupakan hubungan konsentrasi parasetamol dengan absorbansi. Titik konsentrasi untuk kurva kalibrasi untuk tablet parasetamol yang seharusnya digunakan menurut literatur adalah 4, 6, 8, 10, 12 dan 13 ppm. Tahap terakhir adalah pengujian disolusi. Uji ini dilakukan dengan memasukkan 900 mL dapar fosfat pH 5,8 sebagai media disolusi ke dalam labu disolusi dan suhu diatur pada 37 C. Setelah temperatur stabil, tablet parasetamol dimasukkan pada labu disolusi, dan alat uji disolusi dijalankan dengan kecepatan 50 rpm. Diambil 7,5 mL pada menit ke 1, 8, 15, 22, 29 dan 36. Setiap pengambilan, volume yang terambil digantikan dengan medium yang baru dengan volume dan suhu yang sama. Hal ini dimaksudkan agar pengujian disolusi berada di bawah kondisi sink atau kondisi pengujian tanpa adanya pengaruh gradien konsentrasi. Pengambilan dilakukan dengan menggunakan spoid yang dihubungkan dengan filter holder. Filter holder bertujuan untuk menghindari molekul-molekul parasetamol yang tidak larut ikut terambil yang dapat mempengaruhi hasil pengujian karena konsentrasinya dapat berubah. Kemudian larutan yang diambil tersebut diukur kadarnya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Sebelum mengukur absorbansi ditentukan dahulu panjang gelombang maksimum. Penentuan panjang gelombang maksimum bertujuan agar hasil absorbansi yang didapatkan berada dalam serapan yang maksimum sehingga absorbansi yang didapatkan memiliki kepekaan yang tinggi. Menurut literatur, panjang gelombang maksimum parasetamol adalah 243 nm sehingga diukur absorbansi pada panjang gelombang dengan rentang 200- 300 nm. Panjang gelombang dengan nilai yang besar merupakan panjang gelombang maksimumnya. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh persen terdisolusi dari parasetamol pada menit ke-1 yaitu 6 %; menit ke-8 25,3 %; menit ke-15 28,35 %; menit ke-22 29,8 %; menit ke-29 30 %; dan menit ke-36 30,28 %.Menurut US Farmakope volume satu, tablet parasetamol dinyatakan lolos uji disolusi jika dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80%. Dari hasil percobaan disolusi tablet parasetamol yang telah dilakukan, dapat dikatakan uji disolusi tidak memenuhi syarat uji disolusi yang ada pada literatur hal ini dapat dikarenakan faktor formulasi dan juga adanya sifat fisika kimia obat. G. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil pengamatan dari percobaan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Persentase tablet parasetamol yang terdisolusi yaitu pada menit ke-1 yaitu 6 %; menit ke-8 25,3 %; menit ke-15 28,35 %; menit ke-22 29,8 %; menit ke-29 30 %; dan menit ke-36 30,28 %.

2. Semakin lama waktunya, maka tablet parasetamol yang terlarut dan terdisolusi semakin tinggi, naik pada menit ke 1, 8 dan 15, serta relatif konstan pada menit ke 22, 29 dan 36.

3. Uji disolusi kali ini tidak memenuhi syarat uji disolusi yang ada pada literatur hal ini dapat dikarenakan faktor formulasi dan juga adanya sifat fisika kimia obat. EMBED Excel.Chart.8 \s

EMBED Excel.Chart.8 \s

_1462448280.xlsChart1

0.191

0.334

0.501

0.671

0.822

Kurva Baku Asiklovir

Konsentrasi (ppm)

Absorbansi

Kurva Baku Parasetamol

y = 0.03174x - 1.3994R = 0.998

Sheet1

X-ValuesKurva Baku Asiklovir

500.191

550.334

600.501

650.671

700.822

_1459346771.xlsChart1

34.322

56.021

63.179

65.9587

66.497

67.036

Y-Values

Waktu (menit)

% Terdisolusi

Profil Disolusi Tablet Parasetamol

Sheet1

X-ValuesY-Values

134.322

856.021

1563.179

2265.9587

2966.497

3667.036