karagenan_ignatius alfredo ap_13.70.0191_c4_unika soegijapranata

18
Acara V EKSTRAKSI KARAGENAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun Oleh: Nama : Ignatius Alfredo Ade Prasetyo NIM : 13.70.0191 Kelompok : C4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

Upload: praktikumhasillaut

Post on 04-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Tujuan praktikum ini adalah untuk mengekstrak karagenan dari seaweed Eucheuma cottoni

TRANSCRIPT

Page 1: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara V

EKSTRAKSI KARAGENAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh:

Nama : Ignatius Alfredo Ade Prasetyo

NIM : 13.70.0191

Kelompok : C4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Page 2: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, panci, kompor,

pengaduk, hot plate, glass beker, termometer, oven, pH meter, timbangan digital.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii),

isopropil alkohol (IPA), NaOH 0,1N, NaCl 10%, HCl 0,1 N serta aquades

1.2. Metode

Rumput laut basah

ditimbang sebanyak

40 gram

Rumput laut dipotong kecil-

kecil dan diblender dengan

diberi air sedikit

Rumput laut yang sudah halus

dimasukkan kedalam panci

Rumput laut direbus dalam

1L air selama 1 jam

dengan suhu 80-90oC

pH diukur hingga netral

yaitu pH 8 dengan

ditambahkan larutan HCL

0,1 N atau NaOH 0,1N

Hasil ekstraksi disaring dengan

menggunakan kain saring bersih

dan cairan filtrat ditampung dalam

wadah.

Page 3: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Serat karagenan dibentuk tipis-

tipis dan diletakan dalam wadah

Dimasukan dalam oven

dengan suhu 50-60oC

Serat karagenan kering

ditimbang. Setelah itu

diblender hingga jadi

tepung karagenan

Volume larutan diukur dengan

menggunakan gelas ukur.

Ditambahkan NaCl 10%

sebanyak 5% dari volume

larutan.

Direbus hingga suhu

mencapai 60oC

Filtrat dituang ke wadah berisi cairan

IPA (2x volume filtrat). dan diaduk dan

diendapkan selama 10-15 menit

Endapan karagenan ditiriskan

dan direndam dalam caira IPA

hingga jadi kaku

Page 4: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

2. HASIL PENGAMATAN

Data hasil pengamatan ekstraksi karagenan dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Hasil ekstraksi karagenan

Kelompok Berat Basah (gram) Berat Kering

(gram) % Rendemen

C1

C2

C3

C4

C5

40

40

40

40

40

3,14

3,04

0,28

4,50

2,86

7,85

7,60

0,70

8,75

7,15

Berdasarkan Tabel 1 diatas, dapat dilihat bahwa setiap kelompok memiliki berat awal

yang sama yaitu 40 gram. Akan tetapi karena berat akhir atau berat kering yang

berbeda-beda, hal ini membuat % rendemen karagenan pada setiap kelompok yang

didapatkan juga berbeda-beda. Pada kelompok C1 dihasilkan % rendemen sebesar

7,85%. Kelompok C2 diperoleh % rendemen sebesar 7,60 %. Kelompok C3 diperoleh

% rendemen terendah yaitu sebesar 0,70 %. Kelompok C4 diperoleh % rendemen

tertinggi yaitu sebesar 8,75 %. Sedangkan pada kelompok C5 dihasilkan rendemen

sebesar 7,15%.

Page 5: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

3. PEMBAHASAN

Pada praktikum teknologi hasil laut ini membahas mengenai pembuatan ektraksi

karagenan yang diperoleh dari rumput laut. Seaweed atau biasa dikenal dengan rumput

laut merupakan salah satu kelompok alga yang termasuk tumbuhan berklorofil serta

memiliki satu atau banyak sel dan tumbuhnya berkoloni. Beberapa contoh produk dari

rumput laut antara lain alginat, agar, dan karagenan yang dapat menjadi gelling agent

yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Munaf, 2000). Rumput laut termasuk

ganggang yang hidup di laut dan tergolong dalam divisi Thallophyta. Pada umumnya

keseluruhan dari bagian tanaman ini dikenal dengan sebutan thallus. Bentuk thallus

rumput laut ada bermacam-macam, antara lain: bulat seperti tabung, pipih, gepeng,

bulat seperti kantong, rambut dan lain sebagainya. Menurut Kaliaperumal et al., (2004),

bagian dari tanaman rumput laut ini terdiri dari blades, float, stipes, dan holdfast.

Blades memiliki struktur sama seperti daun dan dapat melakukan fotosintesis, tetapi

blades bukan merupakan daun sejati. Floats adalah bagian yang berisi udara,yang

berfungsi untuk mengapung dan mendukung pengambilan cahaya matahari. Stipe

berstruktur seperti batang pada alga, namun tidak semua alga memiliki stipe.

Sedangkan holdfast merupakan struktur yang menyerupai akar dari rumput laut yang

hanya berfungsi untuk menempel pada habitatnya, bukan untuk menyerap nutrient.

Seaweed pada dasarnya mampu berfotosintesis sama dengan tumbuhan lainnya oleh

karena itu seaweed membutuhkan cahaya, karbondioksida untuk fotosintesis dan

sumber lainnya seperti nitrogen, fosfor, dan trace element untuk pertumbuhannya.

Seperti organisme produsen lainnya, seaweed menghasilkan oksigen saat siang hari dan

karbondioksida pada saat respirasi. Namun bedanya, seaweed tidak memiliki sistem

akar seperti tanaman pada umumnya. Jika ingin mengambil nutrisi di laut, maka nutrisi

tersebut dapat diambil dengan cara difusi dan transport aktif melalui permukaan

seaweed (Thomas, 1962).

Dinding sel rumput laut mengandung polisakarida, yang meliputi agar, alginat,

karagenan Lopez (2009), dan juga senyawa minor seperti fucoidan dan laminarin

(Rioux, 2009). Semua senyawa memiliki kemampuan dan peran mereka sendiri-sendiri,

Page 6: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

seperti kapasitas untuk membentuk gel, pengkelat logam, dan tindakan lainnya. Agar

dapat didefinisikan sebagai koloid hidrofilik yang diekstrak dari rumput laut tertentu

dari kelas Rhodophyceae yang memiliki sifat tidak larut dalam air dingin, tetapi larut

dalam air mendidih. Agar adalah sebuah campuran polisakarida yang merupakan

monomer dasar galaktosa dan dapat sulfat dalam variabel derajat tetapi untuk tingkat

yang lebih rendah dari karagenan (Armisen, 1987). Pereira (2011) dalam jurnal anal

mengatakan bahwa sulfat polisakarida memiliki sejumlah aktivitas biologis termasuk

antikoagulan, antivirus, antitumor, anti-inflamasi, dan imunostimulan yang mungkin

menemukan relevansi dalam pangan fungsional, kosmetik, dan farmasi.

Menurut teori Van de Velde & De Ruiter (2002) yang dikutip dari jurnal

“Determination of critical gelation conditions of j-carrageenan by viscosimetric and FT-

IR analyses”, karagenan adalah polisakarida linear yang terusun atas unit-unit galaktosa

dengan rantai (1-4) -3,6-anhydro-D-galaktosa dan b (1-3) -D-galaktosa (Skema 1).

Karagenan dapat diperoleh melalui proses ekstraksi dengan air atau alkali dari spesies

yang berbeda dari Rhodophyaceae (rumput laut merah). Secara teoritis ada tiga jenis

karagenan yang ideal: kappa, iota dan lambda. Jenis utama dari karagenan yang berasal

dari k-karagenan (dari Kappaphycus Alvarezii; nama dagang Cottonii), iota-karagenan

(dari Eucheuma denticulatum; nama dagang spinosum), dan lambda karagenan (dari

Gigartina pistillata dan sporofit Chondrus crispus). Ketiga karagenan tersebut secara

luas digunakan dalam makanan, farmasi dan industri kosmetik yang berperan sebagai

pembentuk gel menstabilkan dan agen pembentuk viskositas yang baik.

Gambar 1. Struktur kimia kappa-, iota-, dan lambda karagenan

Karagenan adalah sumber yang sangat baik dari senyawa bioaktif seperti karotenoid,

serat makanan, protein, asam lemak esensial, vitamin dan mineral (Fleurence, 1999).

Menurut Bhaskar & Miyashita (2005) yang dikutip dari jurnal “Decolorization of Low

Page 7: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

Molecular Compounds of Seaweed by Using Activated Carbon”, karagenan dapat

dengan cepat mengatur hormon untuk mempercepat proses metabolisme dan

mempromosikan warna kulit tampak lebih muda. Saat ini, ekstrak karagenan digunakan

dalam industri makanan yang digunakan sebagai stabilizer, pembentuk gel dan agen

penebalan. Karagenan dikenal karena biaya produksinya yang rendah dan mengandung

logam tidak beracun, sumber antioksidan, antimikroba, dan agen bioaktif lainnya.

Rumput laut Kappaphycus alvarezii atau sebelumnya dikenal sebagai Eucheuma

cottonii merupakan salah satu sumber terbaik dari kappa karagenan dan banyak

dibudidayakan di Filipina, Indonesia, Malaysia dan negara-negara lain termasuk India.

Kappaphycus alvarezii banyak digunakan dalam produksi industri κ-karaginan

(Glicksman, 1983). Industri produsen karagenan murni tidak lagi terbatas pada ekstraksi

karagenan dalam bentuk murni. Saat ini, dalam intustri produsen karagenan, SRC

banyak digunakan sebagai alternatif untuk karaginan. SRC biasanya digunakan dalam

makanan hewan, tetapi baru-baru ini telah ditemukan perbaikan metode untuk

menghasilkan SRC food grade untuk konsumsi manusia.

Praktikum kali ini akan membahas tentang ekstraksi karagenan dari seaweed Eucheuma

cottonii. Ekstraksi sendiri adalah metode pemisahan suatu komponen cair dari

campurannya menggunakan sejumlah massa solven sebagai tenaga pemisah. Proses

ekstraksi terdiri dari tiga langkah besar, yaitu proses pencampuran, proses pembentukan

fasa setimbang, dan proses pemisahan fasa setimbang. Solven adalah faktor terpenting

dalam proses ekstraksi, sehingga pemilihan solven merupakan faktor penting. Menurut

Perry et al., (1984), bahwa solven harus saling melarutkan terhadap salah satu

komponen murninya, sehingga diperoleh dua fasa rafinat. Proses ekstraksi akan dapat

berjalan dengan baik apabila pelarut ideal harus memenuhi syarat-syarat yaitu

selektivitasnya tinggi, memiliki perbedaan titik didih dengan solute cukup besar,

bersifat inert, perbedaan densitas cukup besar, tidak beracun, tidak bereaksi secara

kimia dengan solute maupun diluen, viskositasnya kecil, tidak bersifat korosif, tidak

mudah terbakar, murah dan mudah didapat. Distantina et al., (2007), mengatakan bahwa

beberapa faktor yang berpengaruh dalam proses ekstraksi adalah suhu, waktu kontak,

Page 8: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

faktor ukuran partikel, pengadukan, waktu dekantasi. jenis pelarut, rasio berat bahan

dengan volume pelarut, pengadukan, waktu ekstraksi, ukuran padatan, dan perendaman.

Rumput laut yang digunakan sebagai bahan mengekstrak karagenan pada praktikum kali

ini adalah rumput laut Eucheuma cottonii.

Klasifikasi Eucheuma cottoni terdiri dari:

Kingdom : Plantae

Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Solieracea

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma alvarezii

Kappaphycus alvarezii

(Atmadja, 1996).

Menurut Atmadja (1996), Eucheuma cottonii memiliki nama lain yaitu Kappaphycus

alvarezii. Nama Cottoni biasa dikenal dan dipakai sebagai nama dagang. Ciri-ciri fisik

dari rumput laut ini adalah permukaan yang licin, cartilogeneus, dan thallus silindris.

Warna rumput laut ini tidak semuanya bewarna gelap, beberapa bewarna hijau, hijau

kuning, merah atau abu-abu. Perubahan warna dapat diakibatkan oleh proses adaptasi

kromatik dimana penyesuaian antara pigmen dengan pencahayaan. Pada thalli

berbentuk sederhana hingga kompleks, duri thallus memanjang, berongga, dan tidak

melingkari thallus. Batang-batang utama bercabang ke berbagai arah dan keluar berasal

dari panggkal. Cottonii tumbuh dan melekat pada substrat dengan bantuan cakram.

Beberapa cabang pertama dan kedua mengarah pada sinar matahari. Kadar karagenan

untuk spesies Eucheuma berkisar 54% hingga 73% dan menyesuaikan tempat

tumbuhnya.

Pada praktikum ekstraksi karagenan ini digunakan beberapa alat dan bahan. Alat yang

digunakan dalam praktikum ini antara lain blender, panci, kompor, pengaduk, hot plate,

glass beaker, thermometer, oven, pH meter, dan timbangan digital. Bahan yang

digunakan pada praktikum ini yaitu rumput laut (Eucheuma cottonii), isopropil aklohol

Page 9: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

(IPA), NaOH 10%, NaCl 10%, HCl 0,1N, dan aquades. Pengamatan dilakukan pada

kadar persen rendemen masing-masing kelompok dan berat kering dari serat karagenan

yang dihasilkan. Tujuan dari praktikum ini adalah dapat mengekstrak karagenan dari

bahan seaweed Eucheuma cottonii.

Pertama-tama rumput laut basah ditimbang beratnya sebanyak 40 gram, lalu dipotong

kecil-kecil dan diblender. Menurut Winarno (2002), rumput laut dipotong kecil-kecil

bertujuan untuk memperbesar luas permukaan rumput laut sehingga luas permukaan

total rumput laut yang kontak dengan pelarut air semakin besar dan hasil proses

ekstraksi dapat berjalan dengan optimal. Kemudian rumput laut direbus (diekstraksi)

dalam air sebanyak 1 L selama 1 jam pada suhu 80-90oC. Whistler dan Miller (1973)

mengatakan bahwa kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain jenis karagenan, ada tidaknya ion, suhu, pH, dan komponen organik larutan.

Selain itu, Glicksman, (1983) mengemukakan bahwa kelarutan karagenan juga

dipengaruhi oleh adanya gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa dan sulfat ester. Karagenan

umumnya larut dalam air panas (>70o C). Dalam air dingin, hanya lamda karagenan dan

garam natrium dari kappa dan iota karagenan yang larut. Pada proses pengekstraksian

karagenan dari rumput laut terjadi transfer massa dari fase padat ke fase cair.

Perpindahan ini melalui dua tahapan pokok, yaitu difusi dari dalam padatan ke

permukaan padatan dan yang kedua adalah transfer massa dari permukaan padatan ke

cairan. Difusi komponen karagenan dari fase padat, yaitu rumput laut ke fase cair yaitu

larutan akan mencapai keseimbangan ketika sudah tidak ada perubahan konsentrasi

karagenan dalam pelarut (Treybal, 1981). Setelah direbus selama 1 jam, didinginkan

hingga bersuhu 35-38oC.

Selanjutnya larutan diatur pH nya menjadi pH 8 dengan menambahkan larutan HCl 0,1

N atau NaOH 0,1 N. Menurut Matsuhi (1977), bahwa pada penambahan asam dan basa

dapat berfungsi untuk meminimalkan terjadinya proses hidrolisis. Disisi lain

penambahan basa akan mengakibatkan sifat dari gel agar dari agar (Glickman, 1983).

Kemudian larutan disaring dengan kain saring yang bersih dan filtratnya ditampung

dalam wadah. Penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan cairan dari zat

pengotor yang tidak diinginkan selama proses berlangsung. Berikutnya, cairan filtrat

Page 10: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

yang didapatkan ditambahkan larutan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrat.

Menurut pernyataan Campo et al., (2000), bahwa larutan NaCl yang ditambahkan akan

menyebabkan peningkatan pada aktivitas antibakteri pada senyawa antimikroba jika

penggunaan ini dilakukan secara bersama-sama dengan NaCl. Sel bakteri yang stres

berpengaruh pada konsentrasi NaCl 10% dan akan lebih sensitif. Dalam hal ini, larutan

NaCl dapat membantu proses pengendapan dari karagenan.

Setelah itu dilakukan proses pemanasan sampai suhu 60oC. Das & E. Anand (2010)

mengatakan bahwa pemanasan dilakukan untuk membantu pemisahan protein dan

mendenaturasi protein secara merata dan efisien. Selanjutnya filtrat dituangkan ke

dalam wadah yang berisi cairan IPA sebanyak 2 kali volume filtrat untuk diendapkan

dengan cara diaduk selama 10-15 menit sehingga terbentuk endapan karagenan.

Isopropil alkohol merupakan salah satu solven yang penggunaannya relatif cukup besar.

Harga IPA lebih tinggi dibanding dengan jenis pelarut seperti alkohol. Penggunaan

larutan IPA dalam praktikum ini bertujuan untuk mengendapkan karagenan

(Muhammad, 2006). Kappa dan iota karagenan mempunyai kemampuan untuk

membentuk gel pada saat larutan panas dibiarkan menjadi dingin, karena mengandung

gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa. Proses ini juga bersifat reversible, artinya gel akan

mencair jika dipanaskan dan bila didinginkan akan membentuk gel kembali (Glicksman,

1983). Kemudian endapan karagenan ditiriskan dan direndam kembali dalam cairan IPA

sampai diperoleh serat karagenan yang lebih kaku. Lalu serat karagenan dibentuk tipis-

tipis dan diletakkan dalam wadah tahan panas dan dikeringkan dalam oven selama 12

jam pada suhu 50-60oC. Setelah dioven, serat karagenan kering yang didapatkan

ditimbang beratnya selanjutnya diblender menjadi tepung karagenan.

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa setiap kelompok memiliki berat

awal yang sama yaitu 40 gram. Akan tetapi karena berat akhir atau berat kering yang

berbeda-beda, hal ini membuat % rendemen karagenan pada setiap kelompok yang

didapatkan juga berbeda-beda. Jumlah berat akhir adalah berbanding lurus dengan %

rendemen yang dihasilkan, pada kelompok C1 dihasilkan % rendemen sebesar 7,85%

dengan berat akhir 3,14 gram. Kelompok C2 diperoleh % rendemen sebesar 7,60 %

dengan berat akhir 3,04 gram. Kelompok C3 diperoleh % rendemen terendah yaitu

Page 11: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

sebesar 0,70 % dengan berat akhir 0,28 gram. Kelompok C4 diperoleh % rendemen

tertinggi yaitu sebesar 8,75 % dengan berat akhir 4,50 gram. Sedangkan pada kelompok

C5 dihasilkan rendemen sebesar 7,15% dengan berat akhir 2,86 gram. Perlakuan yang

diberikan oleh setiap kelompok adalah sama, akan tetapi hasil yang didapatkan berbeda-

beda.

Menurut Distantina et al. (2007), bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil

ekstraksi karagenan antara lain jenis pelarut, rasio berat bahan dengan volume pelarut,

suhu, pengadukan, waktu ekstaksi, ukuran paatan, dan perendaman. Adanya perbedaan

hasil yang didapatkan tersebut juga bisa oleh karena kandungan karagenan pada setiap

rumput laut berbeda-beda dan juga ukuran rumput laut pada saat pemotongan awal juga

kurang seragam, sehingga hasilnya mengalami perbedaan. Metode ekstraksi yang

bervariasi akan mempengaruhi rendemen yang dihasilkan, oleh karena itu metode

ekstraksi sangat penting untuk diperhatikan karena setiap langkah dalam proses

ekstraksi akan menentukan kualitas karagenan. Selain hal tersebut perbedaan hasil ini

ini juga dapat dikarenakan suhu pemanasan yang digunakan pada masing – masing

kelompok berbeda – beda, ukuran rumput laut pada saat pemotongan awal yang kurang

seragam, sehingga agar yang dihasilkan pun berbeda – beda antar kelompok.

Karagenan termasuk dalam GRAS dan diakui sebagai Bahan Tambahan Pangan (21

CFR 172.620) oleh FDA di negara Amerika Serikat. Di Eropa, karagenan juga telah

diakui sebagai BTP dengan E number E407. Whistler dan Miller (1973) menyatakan

bahwa kurang lebih 80% produksi karagenan digunakan dalam industri makanan,

farmasi, dan kosmetik. Aplikasi karagenan dalam bidang pangan misalnya pada

berbagai produk berfungsi sebagai pembentuk gel atau penstabil, pensuspensi,

pembentuk tekstur emulsi. Menurut Suptijah (2002). Contoh produk dari aplikasi

karagenan antara lain jeli, jamu, saus, permen, sirup, puding, dodol, salad dressing, gel

ikan, nugget, produk olahan susu. Karagenan dapat menghambat pembentukan kristal es

pada produk makanan yang dibekukan. Pada umumnya, penggunaan karagenan

dikombinasikan dengan CMC (Sodium Carboxy Methyl Cellulose), locust bean gum,

guaran, atau beberapa jenis bahan penstabil lainnya (Arbuckle, 1986).

Page 12: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

Dari jurnal Pintor, (2012) dapat dikaitkan dengan praktikum ini, bahwa karagenan

adalah hidrokoloid yang dapat diaplikasikan dalam industri susu karena dapat

berinteraksi dengan protein susu (Piculell, 1995). Kekuatan interaksi antara berbagai

jenis karagenan (lambda, kappa dan iota) dengan protein susu tergantung pada muatan

negatif karagenan karena jumlah kelompok sulfat, dan kondisi lingkungan (Imeson,

2000; Ye, 2008). Meskipun demikian, pada kondisi lingkungan yang sama jenis

karagenan mempengaruhi fungsi sistem (Langerdorff et al., 1999, 2000). Karagenan

dapat berperan sebagai stabilisator dalam produksi es krim untuk membuat efek positif

pada viskositas dasar es krim, mengatasi pembentukan kristal es selama pengolahan dan

penyimpanan dan menjaga struktur dengan memperlambat leleh pada tahap konsumsi

(Crichett dan Flack 1977; Clarke, 2004).

Page 13: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

4. KESIMPULAN

Produk seaweed antara lain alginat, agar, dan karagenan dapat digunakan sebagai

gelling agent yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Karagenan dapat diperoleh melalui proses ekstraksi dengan air atau alkali dari

spesies yang berbeda dari Rhodophyaceae (rumput laut merah).

Eucheuma cottonii atau Kappaphycus alvarezii banyak digunakan dalam produksi

industri κ-karaginan

Kadar karagenan untuk spesies Eucheuma berkisar 54% hingga 73% dan

menyesuaikan tempat tumbuhnya.

Faktor yang berpengaruh dalam proses ekstraksi adalah suhu, waktu kontak,

faktor ukuran partikel, pengadukan, waktu dekantasi. jenis pelarut, rasio berat

bahan dengan volume pelarut, pengadukan, waktu ekstraksi, ukuran padatan, dan

perendaman.

Pemotogan rumput laut bertujuan untuk memperbesar luas permukaan rumput

laut sehingga luas permukaan total rumput laut yang kontak dengan pelarut air

semakin besar dan hasil proses ekstraksi dapat berjalan dengan optimal.

Pemanasan bertujuan untuk membantu pemisahan protein dan mendenaturasi

protein secara merata dan efisien.

Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis

karagenan, ada tidaknya ion, suhu, pH, dan komponen organik larutan.

Larutan IPA yang digynakan bertujuan untuk mengendapkan karagenan.

Kappa dan iota karagenan mempunyai kemampuan untuk membentuk gel pada

saat larutan panas dibiarkan menjadi dingin, karena mengandung gugus 3,6-

anhidro-D-galaktosa.

Proses pembentukan gel bersifat reversible, artinya gel akan mencair jika

dipanaskan dan bila didinginkan akan membentuk gel kembali.

Karagenan dalam bidang pangan berfungsi sebagai pembentuk gel atau penstabil,

pensuspensi, pembentuk tekstur emulsi.

Page 14: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

Penggunaan karagenan dalam produk pangan antara lain jeli, jamu, saus, permen,

sirup, puding, dodol, salad dressing, gel ikan, nugget, produk olahan susu.

Aplikasi penggunaan karagenan dalam bidang pangan biasanya dikombinasikan

dengan CMC.

Semarang, 22 Oktober 2015 Mengetahui,

Praktikan, Asisten Dosen:

- Ignatius Dicky A.W

Ignatius Alfredo Ade Prasetyo

13.70.0191

Page 15: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

5. DAFTAR PUSTAKA

Anisuzzaman S. M., Bono A, Krishnaiah D, and Hussin N.A. 2014. “Decolorization of

Low Molecular Compounds of Seaweed by Using Activated Carbon”.

International Journal of Chemical Engineering and Applications, Vol. 5, No. 2,

April 2014. coast of India,” J. Fish, Indian, vol. 52, pp. 263-268, 2005.

Atmadja WS. 1996. Pengenalan Jenis Algae Merah. Di dalam: Pengenalan Jenis-Jenis

Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi,

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 147 – 151.

Campo JD, Amiot, Nguyen-The C. 2000. Antimicrobial Effect of Rosemary Extract. J

Food prot. 63:1359-1368.

Das, Sunita& E. Anand Ganesh.(2010). Extraction of Chitin from Trash Crabs

(Podophthalmus vigil) by an Eccentric Method.

http://www.academicjournals.org/IJMMS/PDF/pdf2009/May/Palpandi%20et%20a

l.pdf

Distantina, S., Sediawan,W.B., dan Mulyono, P.,2001, Pengaruh Perendaman Rumput

Laut dengan HCl terhadap Agar-agar Menggunakan Pelarut Air,Prosiding Seminar

Nasional Kejuangan 2001 Teknik Kimia UPN Veteran,Yogyakarta.

Glicksman, M. 1983. Food Hidrocolloids II. CRC Press. Boca Rota, Florida.

ISSN 1684-5315.

J. Fleurence, “Seaweed proteins: Biochemical, nutritional aspects and potential uses,”

Trends Food Sci. Technol, vol. 10, pp. 25-28, 1999.

J. Moses, R. Anandhakumar and M. Shanmugam. (2015). “Effect of alkaline treatment

on the sulfate content and quality of semi-refined carrageenan prepared from

seaweed Kappaphycus alvarezii Doty (Doty) farmed in Indian waters”. Academic

Journals Vol. 14(18), pp. 1584-1589, 6 May, 2015 DOI: 10.5897/AJB2014.14203

Article Number: E38190A52714.

L. E. Rioux, S. L. Turgeon, and M. Bealieu, “Effect of season on thecomposition of

bioactive polysaccharides from the brown seaweed saccharina longicruris,” Journal

Phytochemistry, vol. 70, pp 1069-1075, 2009.

L. Lopez, S. Bastida, C. R. Cappilas, L. Bravo, M. T. Larrea, F. S. Muniz, S. Cofrades,

and F. J. Colmenero, “Composition and antioxidant capacity of low salt meat emulsion

model systems containing edible seaweeds,” Journal of Meat Science, vol. 83, pp492-

498, 2009.

Page 16: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

L. Pereira, “A Review of the nutrient composition of selected edible seaweeds,” in

Seaweed: Ecology, Nutrient Compositionand Medicinal Uses, V. H. Pomin, Ed., pp.

15–47, Nova Science, New York, NY, USA, 2011.

Leonel Pereira, Saly F. Gheda, and Paulo J. A. Ribeiro-Claro. 2013. “Analysis by

Vibrational Spectroscopy of Seaweed Polysaccharides with Potential Use in Food,

Pharmaceutical, and Cosmetic Industries”. International Journal of Carbohydrate

Chemistry Volume 2013, Article ID 537202, 7 page.

http://dx.doi.org/10.1155/2013/537202.

Matsuhasi, T. (1977). Acid Pretreatment of Agarophytes Provides Improvement in Agar

Extraction. J. Food Sci., 42, 1396 – 1400.

Muhammad, M, Setyawan, W.B, Sulistyo, H, (2006)," A Preeliminery study:

Distillation of Isopropanol – Water Mixture Using Fixed Adsorptive Distillation

Method", Chemical Engineering Departement of Muhammadiyah University of

Surakarta(UMS) and UGM, Jurnal Separation and Purification Technology.,48, hal.

85–92.

Munaf, R. D. (2000). Rumput Laut : Proyek Sistem Informasi Ilmu Pengetahuan

Nasional Guna Menunjang Pembangunan. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah

LIPI. Jakarta.

Murat S_en, Erboz E.N. 2010. “Determination of critical gelation conditions of j-

carrageenan by viscosimetric and FT-IR analyses”. Food Research International 43

(2010) 1361–1364.

N. Bhaskar and K. Miyashita, “Lipid Composition of Padina Tetratomatica (Dictyotales,

Pheophyta), A brown seaweed of the west coast of India,” J. Fish, Indian, vol. 52, pp.

263-268, 2005.

Perry, R.H., and Green, D. (1984). Perry’s Chemical Engineers Handbook , 6th ed., p.

15-5, McGraw-Hill Book Co., Singapore.Rees (1969)

Pintor, A. and Totosaus, A. 2012. “Ice cream properties affected by lambda-carrageenan

or iota-carrageenan interactions with locust bean gum/carboxymethylcellulose

mixtures”. International Food Research Journal 19(4): 1409-1414 (2012).

R. Armisen and F. Galatas, “Chapter 1 – Production, properties and uses of agar, from

production and utilization of products from commercial seaweeds,” Fisheries and

Aquaculture Technical Paper, FAO, no. 288. pp. 1-57. 1987.

Page 17: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16

Suptijah, P. 2002. Karagenan. http://rudyct.tripod.com/ sem2_012/pipih_ suptijah. html.

[10 Mei 2004].

Thomas, David N. (1962). Seaweed. Smithsonian Institution Press. London.

Treybal, R.E., (1981). Mass Transfer Operation, 3th ed., p.p. 34-37, 88, Mc Graw Hill

International Editions, Singapore.

Van de Velde F, Knusten SH, Usov AI, Romella HS, Cerezo AS (2002). ˡH and ˡ3 C

high resolution NMR spectroscopy of Carrageenans: application in research and

industry. Trends Food Sci. Technol. 13:73-92.

Whistler, R. L. dan J. N. B. Miller. 1973. Industrial Gum: Polysacharides and Their

Derivatives. 2nd Edition. Academic Press. New York.

Winarno, F.G., (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Page 18: Karagenan_Ignatius Alfredo AP_13.70.0191_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

17

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus :

Kelompok C1:

Kelompok C2:

Kelompok C3:

Kelompok C4:

Kelompok C5:

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal