fikosianin_ignatius alfredo ap_13.70.0191_c4_unika soegijapranata_.pdf
DESCRIPTION
Tujuan praktikum ini adalah mengisolasi pigmen fikosianin dan membuat pewarna bubuk dari fikosianinTRANSCRIPT
Acara IV
ISOLASI & PEMBUATAN POWDER
FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI
DARI “BLUE GREEN SPIRULINA”
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun Oleh:
Nama : Ignatius Alfredo Ade Prasetyo
NIM : 13.70.0191
Kelompok : C4
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
1
1. MATERI METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk/stirer, alat
pengering (oven), plate stirrer.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomasa spirulina basah atau kering,
aquades, dan dekstrin.
1.2. Metode
Biomassa Spirulina
dimasukkan dalam
erlenmeyer
Dilarutkan dalam aqua
destilata (1 : 10)
Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit
hingga didapat endapan dan
supernatant.
Diaduk dengan stirrer ± 2 jam
2
Supernatan diencerkan sampai pengenceran 10-2 dan diukur
kadar fikosianinnya pada panjang gelombang 615 nm dan 652
nm
Dicampur merata dan dituang ke wadah
Supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan
perbandingan supernatan : dekstrin = 1 : 1 (kelompok C1-
C3), sedangkan kelompok C4-C5 menggunakan
perbandingan 8 : 9
3
Dioven pada suhu 50°C hingga kadar air ± 7%
Didapat adonan kering yang gempal
Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder
Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan mengenai fikosianin dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1.Hasil Pengamatan Fikosianin
Keterangan :
Warna
+ = Biru Muda
++ = Biru Tua
+++ = Biru sangat tua
Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat diketahui bahwa hasil pengamatan fikosianin yang didapatkan berbeda-beda setiap kelompok. Pada
percobaan ini dilakukan pengamatan pada berat biomasa (basah atau kering), jumlah aquades yang ditambahkan, total filtrat yang
diperoleh, OD615, OD625, KF, Yield, dan perubahan warna sebelum dan sesesudah di oven. Bahan yang digunakan untuk setiap
kelompok pada praktikum ini sama yaitu biomasa Spirulina basah atau kering, akuades, dan dekstin. Pada seluruh kelompok untuk
berat biomasa, jumlah akuades yang ditambahkan, dan total filtrat yang diperoleh, KF, dan yield secara berurutan yaitu 8 gram, 80 ml,
56 ml, 2,280, dan 15,960 untuk kelompok C1;kelompok C2 yaitu 8 gram, 80 ml, 56 ml, 2,207, 15,449;kelompok C3 yaitu 8 gram, 80
ml, 56 ml, 2,181, 15,267;kelompok C4 yaitu 8 gram, 80 ml, 56 ml, 2,114, 14,798;kelompok C5 yaitu 8 gram, 80 ml, 56 ml,
Kel
Berat
Bio Massa Kering
(g)
Jumlah Aquades
yang ditambahkan
(ml)
Total Filtrat
yang
diperoleh
OD
615 nm
OD
652 nm
KF
(mg/ml)
Yield
(mg/ml)
Warna
Sebelum diOven Sesudah diOven
C1 8 80 56 0,1490 0,0575 2,280 15,960 +++ +
C2 8 80 56 0,1460 0,0594 2,207 15,449 +++ +
C3 8 80 56 0,1437 0,0574 2,181 15,267 +++ +
C4 8 80 56 0,1410 0,0593 2,114 14,798 ++ +
C5 8 80 56 0,1440 0,0588 2,175 15,225 ++ +
5
2,175, 15,225. Bilangan OD615 yang dihasilkan dari masing-masing kelompok berbeda, secara berurutan yaitu
0,1490;0,1460;0,1437;0,1410;dan 0,1440. Kelompok C4 dihasilkan bilangan tertinggi, dan kelompok C1 dihasilkan bilangan OD615
tertinggi. sedangkan bilangan OD652 yang dihasilkan dari masing-masing kelompok juga berbeda, secara berurutan yaitu
0,0575;0,0594;0,0574;0,0593;dan 0,0588. Kelompok C3 dihasilkan nilai OD652 terendah, sedangkan kelompok C2 dihasilkan
bilangan OD652 tertinggi. Hasil pengamatan untuk perubahan warna sebelum di oven adalah warna biru sangat tua untuk kelompok
C1, C2, C3 dan warna biru muda untuk kelompok C4, C5, sedangkan perubahan warna setelah dioven adalah warna biru muda untuk
semua kelompok.
3. PEMBAHASAN
Mikroalga merupakan produsen alami dari ekosistem perairan yang memberikan energi dan
mengasilkan metabolit. Mikroalga bermanfaat sebagai pakan alami, makanan sehat, dan
berpotensi dalam menghasilkan bioaktif untuk beberapa bahan. Bahan tersebut terdiri dari
bahan farmasi, industri pangan, kedokteran, dan lain-lain. Spirulina adalah salah saru jenis
mikroalga yang dapat dikembangakan untuk bidang pangan yang sehat yaitu sumber protein,
vitamin, dan mineral. Beberapa penelitian dihasilkan bahwa phycocyanin mampu mengobati
antioksidan, antivirus, antimutagenik, antikanker, anti-alergi, peningkatan kekebalan,
antitumor, dan antiinflamasi. Produksi phycobiliproteins maksimum berlangsung selama
proses pemutaran cyanobacteria dan dapat digunakan untuk ekstraksi, pemurnian dan
karakterisasi phycobiliproteins (Rimbau et al., 2000).
Keberadaan pewarna alami masih terbatas dan warna yang dihasilkannya tidak homogen
sehingga tidak begitu cocok apabila digunakan sebagai pewarna produk pangan pada industri
pangan. Selain itu, dengan menggunakan pewarna alami pada produksi produk pangan juga
akan meningkatkan biaya produksi. Seperti yang telah dikatakan di atas bahwa pewarna
alami mempunyai sifat yang tidak homogen sehingga sulit untuk menghasilkan warna yang
stabil dan berimbas pada terhambatnya proses produksi. Namun, karena dewasa ini
masyarakat sudah meningkatkan perhatinya akan kesehatan, maka pewarna alami juga
menjadi alternatif berbagai industri pangan untuk menggunakannya sebagai pewarna
meskipun harga produk yang dihasilkan akan lebih mahal jika dibandingkan dengan harga
produk normal dengan zat pewarna sintetis (Syah et al., 2005)
Pada praktikum Teknologi Hasil Laut kali ini akan membahas mengenai isolasi pigmen dari
Spirulina sp. yaitu fikosianin dengan paramater yang digunakan adalah konsetrasi fikosianin
(KF), yield, dan warna yang dihasilkan. Spirulina merupakan organisme yang termasuk di
dalam golonga alga hijau biru yang biasa disebut dengan nama blue green algae. Spirulina
sp. atau Arthospora termasuk organisme multiseluler dan bila diklasifikasikan termasuk
dalam kingdom Monera dengan divisi Cyanophyta, lebih lengkapnya masuk ke dalam
Cyanobacterium. Ciri-cirinya adalah bagian tubuhnya berupa filamen yang berwarna hijau-
biru berbentuk silinder dan tidak bercabang. Jenis Spirulina yang dapat digunakan sebagai
suplemen kesehatan yakni Spirulina platensis dan Spirulina maxima mempunyai karakteristik
7
sebagai organisme fotosintetik dengan bentuk yang beragam, mulai dari berfilamen, spiral,
multiselluler, dan biasanya tumbuh pada iklim yang hangat (Belay and Gershwin, 2007 ;
Richmond, 1988). Spirulina memiliki ukuran 100 kali lebih besar dari sel darah merah
manusia. Apabila spirulina berada pada koloni yang besar, maka koloni ini akan berwarna
hijau tua. Warna hijau ini dikarenakan adanya klorofil dengan kadaryang tinggi. Di alam,
spirulina tumbuh pada perairan danau yang bersifat alkali serta suhu hangat ataupun kolam
dangkal pada wilayah tropis (Tietze, 2004).
Gambar 1. Struktur Kimia Fikosianin (Ó Carra & Ó hEocha, 1976)
Spolaore et al., (2006) mengatakan bahwa pewarna alami biasanya didapatkan dari daun,
buah, batang, dan umbi-umbian pada tanaman. Selain itu, pewarna alami juga bisa didapatkan
dari spesies alga. Alga merupakan tumbuhan tingkat rendah yang hidup pada daerah
perairan. Spesies alga yang dapat menghasilkan bahan pewarna salah satunya adalah
Spirulina, yang mana spirulina menghasilkan pigmen fikosianin yang berwarna biru. Sifat
dari pigmen ini yaitu larut pada pelarut polar seperti air. Maka dari itu pigmen fikosianin
yang dihasilkan dari Spirulina ini dapat digunakan sebagai pewarna alami penghasil warna
biru.
Alga hijau biru memiliki pigmen yang disebut sebagai fikosianin. Pigmen tersebut
menghasilkan warna hijau kebiruan yang khas. Jumlahnya melebihi 20% berat kering alga
dan pigmen yang paling dominana pada Spirulina. Sebanyak 500 mg tablets Spirulina
terkandung fikosianin. Fikosianin memiliki struktur rantai tetraphyrroles terbuka, dimana
adanya kemampuan menangkap radikal oksigen. Kemiripan struktur kimia chromophores
pada c-fikosianin dengan bilirubin pada c-fikosianin. Bilirubin merupakan antioksidan
penting untuk fisiologis akibat kemampuan mengikat radikal peroksi dengan mendonorkan
arom hidrogen yang terikat pada atom urutan ke 10 molekul tetraphyrroles. Kemampuan lain
8
dari fikosianin adalah salah satu dari tiga pigmen karotenoid dan klorofil mampu menangkar
sinar radiasi dari matahari yang efisien. Kelompok pigmen fikobiliprotein berikatan dengan
struktur protein dan memiliki zat warna yang terdiri dari warna merah dan biru pada
ganggang hijau. Fungsi dari pigmen tersebut adalah untuk penyerapan cahaya matahari pada
proses fotosintesis (Hall & Rao, 1999). Chantal et al., (2008) dalam jurnalnya menyatakan
bahwa fikobiliprotein berguna untuk absorpsi dan transfer energi secara dinamik.
Kamble et al., (2013) dalam jurnalnya dibahas bahwa pada spirulina terdapat banyak protein,
fikobilin adalah protein yang memiliki kemampuan transfer energi pada saat fotosintesis.
Sifat dari fikobilin adalah hidrofilik, memiliki warna yang cerah dan stabil terhadap
cahaya.Protein fikobilin seperti C-fikosianin, allo-fikosianin, dan fikoeritin terbuat dari ikatan
polipeptida bentuk α dan β. C-fikosianin biasanya diekstrak dari Spirulina plantesis dan
berpotensi sebagai hepatoprotective, anti-inflammatory, dan sebagai antioksidan.
Ukuran dari spirulina ini cukup besar, maka dari itu pada proses separasinya dengan bahan-
bahan lainnya, dapat dilakukan hanya dengan proses filtrasi saja (Angka & Suhartono, 2000).
Spirulina biasa difiltrasi dengan menggunakan filter berukuran 20 μm (Desmorieux &
Decaen, 2006). Selain spesies Spirulina fusiformis, ada juga spesies spirulina lainnya yaitu
Spirulina platensisy ang biasa disebut dengan Arthospira platensis, dimana jenis spirulina ini
tidak hanya memproduksi protein dan pigmen yang dapat dimanfaatkan, namun juga
mempunyai aktivitas antioksidan karena mengandung komponen fenolik di dalamnya (Colla
et al., 2007). Spirulina plantesis termasuk pada golongan cyanobacterium yang mempunyai
fungsi komersial yang sangat banyak, diantaranya yakni sebagai sumber protein, vitamin,
asam amino esensial, serta asam lemak (Chauhan & Pathak, 2010). Menurut Richmond
(1988) menambahkan bahwa, Spirulina termasuk jenis alga mesofilik, yakni mikroalga yang
akan tumbuh secara optimal pada temperatur 35-40 °C.
Selain fungsinya sebagai pewarna, kandungan protein yang berada pada spirulina juga
terbilang cukup tinggi. Kandungan protein yang berada di dalam spirulina bervariasi dari
50% hingga 70% berat kering spirulina tersebut (Richmond, 1988). Spirulina merupakan
sumber yang kaya akan vitamin, khususnya vitamin B12, provitamin A (β-karoten), dan
mineral terutama zat besi. Spirulina juga termasuk salah satu dari beberapa sumber makanan
γ-linolenat (GLA) dan juga mengandung sejumlah fitokimia lain yang memiliki manfaat
9
potensial untuk kesehatan manusia (Belay, 1996). Membran sel yang dimiliki oleh spirulina
bersifat tipis dan lembut sehingga mudah untuk dicerna di dalam tubuh. Karena hal ini
jugalah yang mengakibatkan spirulina tidak membutuhkan proses pengolahan khusus saat
diolah menjadi bahan pewarna makanan (Tietze, 2004; Richmond, 1988).
Menurut Adams (2005), terdapat beberapa kandungan dalam Spirulina antara lain: Vitamin
E, Vitamin C, Trace mineral, Klorofil, Asam Nukleat (RNA & DNA), Protein yang
berbentuk padat dengan kualitas tinggi dan lebih mudah dicerna dibandingkan dengan protein
hewan, seluruh jenis vitamin B diketahui dan hampir seluruh vitamin B yang tidak diketahui
pada tanaman, Makromineral (kalisum, magnesium, seng potassium). Beberapa faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan Spirulina adalah cuaca yang tropis, sumber daya air yang murni,
pencernaan lingkungan bebas, dan kuat sinar matahari. Sumber nutrisi yang alami 100% pada
makanan yang bersifat alami. Tubuh yang tetap sehat sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi
makanan yang seimbang. Makanan dengan proporsi seimbang adalah antara 80% makanan
bersifat akali dan 20% makanan bersifat asam (http://www.breedersblend.com/spirulina.pdf).
Dalam jurnal Guangwen et al., (2011) yang berjudul “Vitamin A, Nutrition, and Health
Values of Algae: Spirulina, Chlorella, and Dunaliella”, dibahas bahwa spirulina kaya akan
vitamin A dengan kandungannya mencapai 50% β-karoten. Dalam penelitiannya tersebut
digunakan HPLC dan ditemukan dalam 1 gram spirulina mengandung 0,9 – 1,1 mg trans-β-
karoten. Selain itu, Spirulina juga merupakan sumber yang baik untuk senyawa zeaxanthin.
Zeaxanthin merupakan predominan xanthophyll pada mata manusia yang mampu mengurangi
terkena katarak.Venkatesh et al., (2009) dalam jurnalnya mengatakan bahwa dengan
penambahan spirulina dapat meningkatkan nutrisi bagi ulat sutera yang diternak
dikombinasikan dengan daun murbei untuk mengefektifkan perubahan ulat sutera menjadi
kepompong. Hal ini dapat terjadi karena spirulina mengandung sebanyak 18 jenis asam
amino, seperti glutamin, glisin, histidine, lisin, methonin, kreatin, sistein, fenilalanin, serin,
prolin, triptofan, asparagin, asam piruvat, dll dan vitamin yang penting seperti biotin,
tokoferol, tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, asam pirodozoat, vitamin B12 dan β-karoten.
Pada praktikum fikosianin ini digunakan beberapa alat dan bahan. Bahan yang digunakan
terdiri dari biomasa Spirulina basah atau kering, akuades, dan dekstrin. Alat-alat yang
digunakan adalah sentrifuge, pegaduk atau stirrer, alat pengering (oven), dan plate stirrer.
10
Pengamatan pada percobaan ini adalah analisa fikosianin yang terdiri dari total filtrate yang
ditambahkan, OD615, OD652, KF, Yield, dan warna sebelum dan sesudah di oven. Tujuan
dari praktium ini adalah untuk dapat mengisolasi pigmen fikosianin dan membuat pewarna
bubuk dari fikosianin. Langkah pertama yang dilakukan adalah biomasa Spirulina
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan akuades dengan perbandingan 1:10.
Selanjutnya dilakukan pengadukan menggunakan stirrer selama kurang lebih 2 jam.
Pengadukan ini dilakukan dengan tujuan agar Spirulina dengan aquades dapat tercampur rata
sehingga proses ekstraksi fikosianin dapat berjalan dengan optimal. Setelah pencampuran
yang rata maka dilakukan sentrifugasi maksimal hingga didapatkan endapan dan supernatan
(cairan berisi fikosisanin). Sentrifugasi ini dilakukan dengan kecepatan 5000 rpm selama 10
menit. Supernatan yan diperoleh dimasukkan ke dalam gelas ukur, lalu diambil 1ml
diencerkan sampai 10-2. Kemudian supernatan dilakukan pengukuran kadar fikosianin dengan
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Supernatan
ditambahkan dekstrin dengan perbandingan supernatan dan dekstrin adalah 1:1. Setelah itu,
setelah pencampuran yang rata lalu dituang ke dalam wadah yang dapat digunakan sebagai
alas untuk proses pengeringan. Proses penuangan supernatan pada dekstrin dilakukan dengan
menuangkan dekstrin ke dalam alas pengering terlebih dahulu baru kemudian supernatan
yang telah didapatkan dituangkan sedikit demi sedikit pada bagian atas dekstrin tersebut.
Proses pencampuran ini harus dilakukan secara hati-hati sehingga dekstrin dan supernatan
yang ada dapat tercampur dengan sempurna. Kemudian dimasukkan dalam oven suhu 45oC
hingga kering. Pengeringan hingga mencapai kadar air 7%, dimana dalam pengontrolannya
tidak perlu hingga mengukur kadar air yang dikandung oleh campuran tersebut, tetapi cukup
dengan diambil sedikit sampel dengan menggunakan spatula untuk dilihat apakah campuran
tersebut sudah kering sepenuhnya atau ada bagian campuran tersebut yang masih
menggumpal. Setelah dikeringkan, maka didapatkan adonan kering yang gempal, lalu
dilakukan penumbukan atau penghancuran hingga berbentuk powder.
Menurut Silveira, et al., (2007), bahwa proses sentrifugasi berfungsi untuk mengendapkan
debris sel dan mengambil pigmen fikosianin yang terlarut dalam aquades. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa supernatan yang diperoleh mengandung fikosianin yang terlarut di
dalam aquades karena proses ekstraksi sebelumnya. Padatan yang telah terendapkan
membantu proses pengukuran absorbansi agar tidak terganggu, karena larutan yang terlalu
pekat akan menyebabkan kesalahan pembacaan dari spektrofotometer (Pomeranz & Meloan,
11
1987). Menurut Kimball (1992), prinsip utama dari sentrifugasi adalah memisahkan substansi
berdasarkan berat jenis molekul dengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi
yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di
atas. Spektrofotometer adalah suatu alat untuk mengukur larutan dan digunakan sebagai
pembanding. Larutan pembanding tersebut merupakan pelarut murni yang mengandung zat
yang telah ditetapkan atau tidak. Pajang gelombang pada spektrofotometer dapat diketahui
berdasarkan warna yang dihasilkan (Day & Underwood, 1992).
Tujuan dari penambahan dekstrin pada praktikum ini adalah untuk mempercepat proses
pengeringan dan mencegah terjadinya kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavour,
meningkatkan total padatan, dan memperbesar volume (Murtala, 1999). Reynold (1982)
mengatakan bahwa dekstrin merupakan polisakarida yang dihasilkan dari hidrolisis pati yang
diatur oleh enzim-enzim tertentu atau hidrolisis oleh asam, berwarna putih sampai kuning.
Fennema (1976) menambahkan, bahwa dekstrin tersusun atas unit glukosa yang dapat
mengikat air, sehingga oksigen yang larut dapat dikurangi, akibatnya proses oksidasi dapat
dicegah. Dekstrin bersifat mudah larut dalam air, lebih cepat terdispersi, tidak kental serta
lebih stabil daripada pati.
Menurut Fennema (1985), dekstrin adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang
dibentuk selama proses hidrolisis pati menjadi gula oleh panas, asam dan atau
enzim. Dekstrin akan lebih cepat terdispersi dan larut dalam air tetapi dapat diendapkan
dengan alkohol. Sifat yang dimiliki oleh dekstrin seperti pati namun lebih stabil daripada pati.
Karena lebih stabil terhadap suhu panas, maka dapat melindungi senyawa volatil dan
senyawa yang peka terhadap panas atau oksidasi. Dekstrin dapat meningkatkan berat produk
dalam bentuk bubuk, karena mampu membawa bahan pangan yang aktif seperti bahan flavor
dan pewarna yang memerlukan sifat mudah larut air dan bahan pengisi (filler) ke bahan atau
produk pangan. Penambahan dekstrin ke dalam produk juga akan dapat meminimalkan atau
mengurangi kerusakan vitamin C pada produk pangan. Proses penambahan dekstrin ini juga
dapat mengurangi jumlah komponen yang mudah menguap yang terhilang selama terjadinya
proses pengolahan. Selain itu, dekstrin juga dapat melindungi stabilitas flavor pada proses
pengeringan dengan menggunakan spray dryer yang menggunakan suhu panas yang
digunakan untuk proses pembubukan pewarna tersebut (Suparti, 2000).
12
Pengeringan yang dilakukan pada percobaan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam
bahan. Pengaturan pada siklus tekanan dan pemanasan selama pengeringan untuk
meningkatkan konduktivitas panas, serta permeabilitas uap air bagian bahan yang kering.
Desmorieux & Dacaen (2006) mengatakan bahwa, apabila suhu pengeringan fikosianin yang
digunakan di atas 60oC, maka hal tersebut akan mengakibatkan degradasi fikosianin dan akan
timbul reaksi maillard. Oleh karena itu, suhu yang digunakan pada proses pengeringan ini
adalah 45oC.Pengeringan dengan menggunakan cahaya matahari langsung sebenarnya juga
dapat dilakukan, tetapi sangat tidak direkomendasikan jika produk yang dihasilkan nantinya
digunakan untuk produk yang akan dikonsumsi dengan manusia, karena proses pengeringan
dengan menggunakan cahaya matahari secara langsung ini dapat menimbulkan aroma yang
tidak diinginkan serta dapat meningkatkan kontaminasi bakteri pada produk yang dihasilkan.
Selain itu, proses pengeringan dengan menggunakan alat spray dryer juga dapat digunakan.
Proses pengeringan dengan menggunakan alat ini akan menghasilkan produk yang baik dan
secara umum tidak berakibat buruk pada kandungan gizi yang dimiliki oleh produk tersebut.
Angka dan Suhartono (2000) mengatakan bahwa proses penyimpanan spirulina ini harus
dilakukan pada keadaan yang kering. Hal ini dikarenakan pada kondisi kering spirulina tidak
mudah mengalami proses fermentasi.
Dari hasil pengamatan yang didapatkan, diketahui bahwa setiap kelompok memiliki
pengukuran optical density (OD615 dan OD652), konsentrasi fikosianin, yield fikosianin dan
warna pada hasil masing-masing kelompok berbeda-beda. Konsentrasi fikosianin dapat
dihitung dengan persamaan :
Konsentrasi fikosianin (mg/ml) =
Berdasarkan tabel hasil pengamatan, pada kelompok C1 diperoleh hasil nilai OD615 sebesar
0,1490 dan nilai OD652 sebesar 0,0575, konsentrasi fikosianin sebesar 2,280, nilai yield
sebesar 15,960, warna sebelum dioven biru sangat tua dan biru muda setelah dioven. Pada
kelompok C2 diperoleh hasil nilai OD615 sebesar 0,1460, nilai OD652 sebesar 0,0594,
konsentrasi fikosianin sebesar 2,207, nilai yield sebesar 15,449, warna sebelumnya biru
sangat tua, dan sesudah adalah biru muda. Pada kelompok C3 diperoleh hasil nilai OD615
sebesar 0,1437, nilai OD652 sebesar 0,0574, konsentrasi fikosianin sebesar 2,181, nilai yield
sebesar 15,267, warna sebelumnya biru sangat tua, dan sesudah adalah biru muda. Pada
13
kelompok C4 diperoleh hasil nilai OD615 sebesar 0,1410, nilai OD652 sebesar 0,0593,
konsentrasi fikosianin sebesar 2,114, nilai yield sebesar 14,798, warna sebelumnya biru tua,
dan sesudah adalah biru muda. Pada kelompok C5 diperoleh hasil nilai OD615 sebesar 0,1440,
nilai OD652 sebesar 0,0588, konsentrasi fikosianin sebesar 2,175, nilai yield sebesar 15,225,
warna sebelumnya biru tua, dan sesudah adalah biru muda. Menurut Fox (1991), metode
absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan. Semakin pekat dan keruh
suatu larutan, maka absorbansinya semakin tinggi.
Berdasarkan teori yang ada dikatakan bahwa nilai KF dan yield dari fikosianin yang
dihasilkan biasanya dipengaruhi oleh optical density (OD) yang didapatkan. Nilai absorbansi
yang didapatkan ini dipengaruhi 2 faktor yakni konsentrasi dan kejernihan larutan(Fox,
1991). Berdasarkan teori ini dapat dilihat hubungan antara turbidity dan OD yang didapat,
dimana semakin keruh suatu larutan maka nilai OD yang didapat akan semakin tinggi pula.
Sedangkan nilai yield didapatkan dengan rumus berikut ini:
Yield =
Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa nilai yield berbanding lurus dengan konsentrasi
fikosianin yang dihasilkan. Sehingga semakin tinggi konsentrasi fikosianin yang dihasilkan
maka yield yang dihasilkan juga semakin tinggi pula, begitu juga sebaliknya.
Dari pengamatan warna secara sensoris yang didapatkan, bahwa setiap kelompok dihasilkan
warna yang sama setelah dilakukan proses pengovenan. Menurut Wiyono (2007),
penambahan konsentrasi dekstrin yang semakin tinggi akan menyebabkan bubuk fikosianin
yang didapatkan menjadi pudar atau cenderung pucat. Dikarenakan warna dekstrin adalah
putih sehingga dapat memudarkan warna fikosianin yang didapatkan. Terdapat beberapa
kesalahan yang dapat terjadi diantaranya adalah pada saat pencampuran dekstrin dan
fikosianin kurang merata atau dapat juga disebabkan oleh pengujian yang dilakukan secara
sensoris kurang akurat karena pengamatan dilakukan menggunakan panca indera. Kesalahan
lain yaitu dalam penambahan dekstrin, dimana penambahan konsentrasi dekstrin yang
semakin tinggi akan menyebabkan warna bubuk fikosianin menjadi semakin pudar. Jadi, dari
hasil yang didapatkan dapat dikatakan telah sesuai dengan teori yang ada.
14
Dalam jurnal Zhang et al., (2015) bahwa kesulitan yang terjadi dalam proses ekstraksi
fikosianin karena dinding sel fikosianin yang berlapis-lapis dan terkandung banyak sekali
kontaminan. Aqueous two-phasessystem merupakan metode yang paling sederhana yang
memberikan banyak keuntungan seperi waktu yang singkat, energi yang dibutuhkan tidak
banyak, efisien dan ekonomis. Metode Ionic liquid juga banyak diaplikasikan bersamaan
dengan penggunaan garam yang mana melting pointnya dibawah 100oC serta mengandung
kation organik dan beberapa anion.
4. KESIMPULAN
Spirulina adalah organisme kelompok alga hijau biru (blue green algae) dan termasuk
organisme multiseluler.
Spirulina dapat menghasilkan pigmen fikosianin yang berwarna biru.
Spirulina termasuk jenis alga mesofilik, yakni mikroalga yang akan tumbuh secara
optimal pada temperatur 35-40 °C.
Spirulina merupakan sumber yang kaya akan vitamin, khususnya vitamin B12,
provitamin A (β-karoten), dan mineral terutama zat besi.
Aquades digunakan dalam ekstraksi fikosianin karena merupakan pelarut polar dan
memiliki pH yang netral.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Spirulina adalah cuaca yang tropis, sumber
daya air yang murni, pencernaan lingkungan bebas, dan kuat sinar matahari.
Pengadukan dilakukan dengan tujuan agar Spirulina dengan aquades dapat tercampur
rata sehingga proses ekstraksi fikosianin dapat berjalan dengan optimal.
Sentrifugasi berfungsi untuk mengendapkan debris sel dan mengambil pigmen
fikosianin yang terlarut dalam aquades.
Padatan yang telah terendapkan membantu proses pengukuran absorbansi agar tidak
terganggu, karena larutan yang terlalu pekat akan menyebabkan kesalahan pembacaan
dari spektrofotometer.
Dekstrin berfungsi untuk mempercepat pengeringan dan mencegah kerusakan akibat
panas, untuk melapisi komponen flavor, meningkatkan total padatan, serta
memperbesar volume.
Nilai konsentrasi fikosianin dan yield dari fikosianin dipengaruhi oleh kelarutan dari
fikosianin dan kekeruhan larutan yang dinyatakan melalui optical density (OD).
Semakin tinggi nilai konsentrasi fikosianin yang didapatkan maka yield yang
didapatkan juga semakin tinggi pula.
Semarang, 22 September 2015
Praktikan, Asisten Dosen,
- Ferdyanto Juwono
- Deanna Suntoro
Ignatius Alfredo Ade P
13.70.0191
5. DAFTAR PUSTAKA
(http://www.breedersblend.com/spirulina.pdf). Diakses pada tanggal 19 Oktober 2015 pukul
21:00 WIB.
Adams M. 2005.Superfood for Optimum Health: Chlorella and Spirulina. New York: Truth
Publishing International, Ltd. Hal 26.
Angka,S.I.dan Suhartono MT.(2000). Bioteknologi Hasil-hasil Laut. Bogor : PKSPL-IPB.
Belay, Amha and M. E. Gershwin. (2007). Spirulina in Human Nutrition and Health.
CRCPress.
Chantal D. van der Weij-De Wit, Alexander B. Doust, Ivo H. M. van Stokkum, Jan P.
Dekker, Krystyna E. Wilk, Paul M. G. Curmi, and Rienk van Grondelle. 2008.
“Phycocyanin Sensitizes both Photosystem I and Photosystem II in Cryptophyte
Chroomonas CCMP270 Cells”. Biophysical Journal Volume 94 March 2008 2423–
2433.
Colla, Luciane M., Eliana Badiale F., Jorge A. V. (2007). Antioxidant Properties of Spirulina
platensis Cultivated Under Different Temperatures and Nitrogen Regimes. Z.
Naturforsch 59c: 55-59.
Day, R. A. & A. L. Underwood. (1992). Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Erlangga.
Jakarta.
Desmorieux H. Decaen N. (2006). Convective drying of Spirulina in thin layer. Journal Of
Food Engineering, 77:64-70.
Fennema, D. R. (1985). Food Chemisstry, third Edition. Marcel Dekker Inc. New York.
Fennema, O.R. (1976). Principles of Foods Science. Marcel Dekker. Inc. New York.
Guangwen Tang, and Paolo M. Suter. 2011. “Vitamin A, Nutrition, and Health Values of
Algae: Spirulina, Chlorella, and Dunaliella”. Journal of Pharmacy and Nutrition
Sciences, 2011, 1, 111-118.
Hall DO, Rao KK. 1999. Photosynthesis Six edition. Cambridge: ,Cambridge university
press.
Kimball, J.W. (1992). Biologi. Terjemahan oleh: Siti Soetarmi Tjitrosomo & Nawangsari
Sugiri. Jakarta: Erlangga.
17
Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap
Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis). Tesis. Pasca
Sarjana Universitas Bawijaya Malang.
Ó Carra P, Ó hEocha C 1976. Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW, editor. 1976.
Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. London: Academic press inc. Hal 328-
371.
Pomeranz, Y. & C. E Meloan. (1987). Food Analysis Theoryland Practice. An AVI Book.
New York.
Reynolds, James E.F. (1982). Martindale The Extra Pharmacopolia, Edition Twenty Eigth.
The Pharmacentical Press. London.
Richmond A. (1988).Spirulina.Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.Micro-
algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.
Rimbau, V., Camins, A., Pubill, D., Sureda, F.X., Romay, C., Gonzalez, R. (2000). C- PC
protects cerebellar granule cells from low potassium/serum deprivation- induced
apoptosis Naunyn Schmiedebergs Arch Pharmacol 364: 96–104.
Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J.(2007).
Bioresour.Technol.,98, 1629.
Spolaroe P, Joanis CC, Duran E, Isambert A. (2006). Comercial Application of Microalgae
Review.J Biosci and Bioeng. 101 (2): 87-96.
Suparti, W. 2000. Pembuatan Pewarna Bubuk dari Ekstrak Angkak: pengaruh Suhu, Tekanan
dan Konsentrasi Dekstrin. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Brawijaaya.
Malang.
Suresh P. Kamble, Rajendra B. Gaikar, Rimal B. Padalia1 and Keshav D. 2013. Shinde.
“Extraction and purification of C-phycocyanin from dry Spirulina powder and
evaluating its antioxidant, anticoagulation and prevention of DNA damage activity”.
Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol. 3 (08), pp. 149-153, August, 2013,
ISSN 2231-3354.
Syah et al. (2005).Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan
Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Tietze HW. 2004. Spirulina Micro Food Macro Blessing.Ed ke-4. Australia: Harald W.
Tietze Publishing. Hal 8-10.
18
Venkatesh Kumar R., Dhiraj Kumar, Ashutosh Kumar and S. S. Dhami. 2009. “ Effect of
Blue Green Micro Algae (Spirulina) on Cocoon Quantitative Parameters of Silkworm
(Bombyx mori L.)”. ARPN Journal of Agricultural and Biological Science Vol. 4, No. 3,
MaY 2009, ISSN 1990-6145.
Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam
Sitrat dan Na-Bikarbonat.
Xifeng Zhang, Fenqin Zhang, Guanghong Luo2, Shenghui Yang, Danxia Wang. 2015.
“Extraction and Separation of Phycocyanin from Spirulina using Aqueous Two-Phase
Systems of Ionic Liquid and Salt”. Journal of Food and Nutrition Research, 2015, Vol.
3, No. 1, 15-19.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus perhitungan :
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = x
Yield (mg/g) =
Kelompok C1
KF = x = 2,280 mg/ml
Yield = = 15,960 mg/g
Kelompok C2
KF = x = 2,207 mg/ml
Yield = = 15,449 mg/g
Kelompok C3
KF = x = 2,181 mg/ml
Yield = = 15,267 mg/g
Kelompok C4
KF = x = 2,114 mg/ml
Yield = = 14,798 mg/g
20
Kelompok B5
KF = x = 2,175 mg/ml
Yield = = 15,225 mg/g
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal