k3 - stress pekerjaan

14
STUDI KASUS PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA PEKERJA SATUAN PENGAMANAN TERHADAP STRESS PEKERJAAN

Upload: callighan

Post on 20-Jun-2015

430 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: K3 - Stress Pekerjaan

STUDI KASUS

PERLINDUNGAN HUKUM

KEPADA

PEKERJA SATUAN PENGAMANAN

TERHADAP STRESS PEKERJAAN

Page 2: K3 - Stress Pekerjaan

Bab I

Pendahuluan

A. Latar belakang

Dalam hukum positif Indonesia, posisi pekerja satuan pengamanan (Satpam) disamakan

dengan pekerja pada umumnya. Hal ini mengakibatkan Satpam dilindungi oleh Undang-

Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan).

Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Satpam

merupakan salah satu faktor yang penting dibidang keamanan dan ketertiban di lingkungan

Instansi, Proyek, Perusahaan dan Badan Hukum lainnya serta mempunyai kekhususan dalam

bidang tugasnya sehingga berada di bawah pembinaan teknis Kepolisian Negara Republik

Indonesia.1

1 Peraturan Kapolri No.Pol.24 Tahun 2007 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi,

Perusahaan, Dan/Atau Instansi/Lembaga Pemerintah

1

Page 3: K3 - Stress Pekerjaan

Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam pemahamanya terhadap UU

Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Satpam dapat terikat hubungan kerja kepada Badan

Usaha Jasa Pengamanan (BUJP) yang merekrut dan menugaskan Satpam ke berbagai klien

atau dapat langsung kepada pengusaha yang merekrut Satpam secara langsung2. Oleh karena

itu, perlu dijelaskan pihak mana yang bertanggungjawab untuk menjaga kesehatan dan

keselamatan kerja (K3) dari Satpam dan apa saja yang harus dilakukan pihak tersebut untuk

menjaga K3 Satpam.

B. Pokok Permasalahan

Sehubungan dengan judul makalah ini, yaitu “Studi Kasus Perlindungan Hukum Kepada

Pekerja Satuan Pengamanan Terhadap Stress Pekerjaan”, penulis melakukan studi terhadap

kasus seorang pekerja Satpam hotel J.W. Marriott yang mengalami stress karena telah dua

kali korban pengeboman teroris yang merupakan bagian dari risiko kerjanya.

Dalam kasus Satpam hotel J.W. Marriott Bambang Prianto, Bambang sebagai satpam

mengalami stress setelah dua kali menjadi korban pengeboman di hotel tersebut. Pada kedua

kejadian tersebut, Bambang mengalami luka fisik. Selain luka fisik, Bambang mengalami

trauma (post traumatic disorder) setelah pengeboman kedua.3

C. Rumusan Masalah

2 Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Pemahaman Pasal-Pasal Utama

Undang-Undang Ketenagakerjaan, Jakarta: 2003

3 Rizka Diputra, 2 Kali Jadi Korban Bom, Satpam JW Marriott Stres, diunduh dari:

http://news.okezone.com/read/2009/07/17/1/239758/2-kali-jadi-korban-bom-satpam-jw-marriott-stres

Terakhir diakses pada hari Minggu, 18 Juli 2010

2

Page 4: K3 - Stress Pekerjaan

Berdasarkan pokok permasalahan diatas, telah dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah stress termasuk dalam salah satu risiko pekerjaan satuan pengamanan yang

harus dicegah oleh pengusaha sebagai bagian dari usaha untuk menjaga kesehatan

dan keselamatan kerja?

2. Jika pengusaha diwajibkan untuk menjaga pekerjanya dari stress, apakah yang dapat

dilakukan oleh perusahaan untuk melindungi pekerja satuan pengamanan dari stress?

3. Dapatkah pekerja satuan pengamanan menuntut penguasaha apabila tidak

mendapatkan perlindungan yang memadai terhadap stress pekerjaan?

3

Page 5: K3 - Stress Pekerjaan

Bab II

Pembahasan

A. Stress Sebagai Penyakit Akibat Kerja

Manuaba (dalam Tarwaka, dkk, 2004) mendefinisikan stress sebagai segala rangsangan

atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri

yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya

kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Sementara menurut Mandelson (dalam

Tarwaka, dkk, 2004), stress akibat kerja adalah suatu ketidakmampuan pekerja untuk

menghadapi tuntutan tugas dengan akibat suatu ketidaknyamanan dalam kerja4.

Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat dua dimensi dari

stress, yaitu dimensi fisik dan psikis. Dimensi fisik dari stress adalah gangguan kesehatan

sebagai reaksi tubuh dari adanya stress. Reaksi tubuh ini dapat berupa gangguan

neuropsikiatrik. Sementara dimensi psikis dari stress adalah berkurangnya kinerja.

Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan menyebutkan stress psikis

sebagai salah satu penyebab penyakit akibat kerja (work related disease) golongan

psikososial. Sementara masalah neuropsikiatrik digolongkan ke dalam penyakit akibat kerja.

4 Tarwaka, dkk., Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Uniba Press.

Surakarta: 2004

4

Page 6: K3 - Stress Pekerjaan

Kelakuan yang tidak baik dapat merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan dengan

pekerjaan dan dapat merupakan masalah neuropsikiatrik.5

B. Perlindungan Terhadap Satuan Pengamanan Dari Stress Sebagai Risiko Pekerjaan

Dalam melindungi satpam dari risiko stress atau trauma pekerjaan, ada dua hal yang

wajib dilakukan pengusaha dan BUJP; memberikan pelatihan khusus K3, melengkapi

peralatan K3 satpam sesuai ketentuan Polri.

Pengusaha yang menggunakan jasa pengamanan dari pekerja satuan keamanan wajib

memberikan pelatihan khusus K3 di lokasi tempat satpam bertugas.6 Kewajiban untuk

memberikan pelatihan ini dibebankan hanya pada pengusaha pengguna satpam, dan bukan

kepada BUJP. Alasan hal ini adalah karena pengusaha sebagai pengguna satpam lebih

mengetahui rincian dari lokasi tempat satpam bertugas.

Disamping itu, pengusaha atau BUJP diwajibkan untuk memenuhi kelengkapan

keselamatan kerja satpam yang sesuai dengan standard Polisi Republik Indonesia (Polri).

C. Tanggungjawab Pengusaha Terhadap Pekerja Satuan Pengaman Korban Stress

Jika satpam menjadi cacat secara fisik atau mendapatkan gangguan psikis sebagai akibat

melakukan pekerjaan, satpam tersebut dapat berhenti bekerja, atau dapat mengambil cuti

untuk menenangkan diri dan berkonsultasi dengan ahil kesehatan jiwa.

5 Direktorat Bina Kesehatan Kerja Depkes RI, Pedoman Tata Laksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas

Kesehatan: Pengantar Penyakit Akibat Kerja, Jakarta: 2007

6 Peraturan Kapolri No.Pol.24 Tahun 2007, Ps. 13 ayat (4)

5

Page 7: K3 - Stress Pekerjaan

Bila satpam memilih untuk berhenti kerja, harus dipenuhi syarat bahwa kecacatan atau

gangguan psikis yang dialami membuatnya tidak dapat bekerja lebih dari 12 bulan.7 Jika

satpam berhenti bekerja dengan alasan tersebut, maka pengusaha wajib memberikan

pesangon dan uang penghargaan masa kerja sebanyak dua kali lipat, serta memberikan uang

pengganti hak sebesar satu kali lipat.

Namun bila sang satpam memilih untuk mengambil cuti, satpam tersebut dapat

menggunakan ketentuan Pasal 93 ayat (2) huruf a UU Ketenagakerjaan yang

memperbolehkan pekerja untuk cuti berbayar dengan alasan sakit. Alasan sakit digunakan

karena tentunya gangguan psikis berupa trauma adalah penyakit jiwa yang dapat

disembuhkan oleh para hali, termasuk psikiater.8 Setelah satpam pulih dari trauma, maka ia

dapat bekerja lagi di tempat kerjanya,

7 Indonesia, Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Ps. 172

8Post Traumatic Disorder diakui secara medis sebagai penyakit dalam Diagnostic and Statistical Manual

of Mental Disorders IV. Lihat: American Psychiatric Association, The Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders IV (Text Revision)

6

Page 8: K3 - Stress Pekerjaan

Bab III

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Baik BUJP, pengusaha pengguna satpam dan Polri bersama-sama melakukan pembinaan

dan perlindungan K3 terhadap satpam. Penguasaha memegang peranan yang sangat penting

karena situs pengusahalah yang secara langsung dijaga oleh satpam. Dengan demikian, ketat-

tidaknya keamanan situs diatur tergantung dari kebutuhan pengusaha. Situs-situs yang riskan

harus dibuatkan sistem, infrastuktur dan kelengkapan pengamanan yang tidak hanya

mengamankan situs tersebut, tetapi juga cukup untuk menjaga kesehatan dan keselamatan

satpam.

Kegiatan konseling bagi satpam atau sejenisnya tidak diwajibkan oleh hukum positif,

sehingga pengusaha dapat mengabaikan kesehatan jiwa dari satpam selama pesangon atau

biaya berhenti kerja dibayarkan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis dapat mengemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Sebaiknya pengusaha maupun BUJP diwajibkan untuk melakukan konseling bagi

satpam secara periodik

7

Page 9: K3 - Stress Pekerjaan

2. Standard kelengkapan keamanan yang dikeluarkan Polri sebaiknya di-update

sehingga dapat memberikan kepercayaan diri dan meningkatkan keamanan bagi sang

pekerja satuan pengamanan.

8

Page 10: K3 - Stress Pekerjaan

Daftar Pustaka

Buku

1. American Psychiatric Association. The Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders IV (Text Revision). United States of America: 2000

2. Direktorat Bina Kesehatan Kerja Depkes RI. Pedoman Tata Laksana Penyakit Akibat

Kerja Bagi Petugas Kesehatan: Pengantar Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: 2007

3. Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Pemahaman Pasal-

Pasal Utama Undang-Undang Ketenagakerjaan. Jakarta: 2003

4. Tarwaka, dkk. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas.

Uniba Press. Surakarta: 2004

Peraturan-perundangan

1. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

2. Peraturan Kapolri No.Pol.24 Tahun 2007 tentang Sistem Manajemen Pengamanan

Organisasi, Perusahaan, Dan/Atau Instansi/Lembaga Pemerintah

3.

Internet

1. Rizka Diputra, 2 Kali Jadi Korban Bom, Satpam JW Marriott Stres, diunduh dari:

http://news.okezone.com/read/2009/07/17/1/239758/2-kali-jadi-korban-bom-satpam-

jw-marriott-stres, Terakhir diakses pada hari Minggu, 18 Juli 2010

9