jurnal skripsi

35
ABSTRAK Arie Priambodo. Pemanfaatan Pucuk Tebu sebagai Bahan Bakar Alternatif Bioethanol. Skripsi Program S1 Pendidikan Teknik Mesin Universitas Negeri Surabaya, 2010. Bioethanol masih dibuat dari bahan berpati dan bergula (singkong, ubi kayu, tebu, dan lain-lain) yang merupakan bahan pangan. Hal ini akan berdampak buruk bagi penyediaan pangan. Jika BBN (Bahan Bakar Nabati) terus menerus dibuat dari bahan pangan, akan terjadi persaingan frontal antara penyediaan bahan pangan dan energi. Untuk menghindari persaingan tersebut, maka perlu dikembangkan teknologi BBN yang memanfaatkan limbah bahan pangan tersebut sebagai bahan dasar pembuatan bioethanol. Pucuk tebu merupakan limbah dari tebu yang jumlahnya sangat banyak namun pemanfaatannya hanya 3% dari jumlahnya. Sehingga, pucuk tebu yang merupakan limbah dari tebu perlu diteliti untuk kelayakan sebagai penghasil bioethanol yang baik atau tidak. Alternatif pemecahan masalah di atas, maka dilakukan studi eksperimen pembuatan ethanol berbahan pucuk tebu. Proses ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap persiapan, yaitu 1,5 kg pucuk tebu digiling, kemudian diambil niranya (375 ml) setelah itu dicampur dengan air sebanyak 150 gr. Tahap fermentasi (peragian) dengan bantuan ragi saccharomyces cerevisiae (ragi tape) dengan masing-masing perbandingan diberi 6 gram, 12 gram, 18 gram, dan 24 gram. Serta mengunakan variasi waktu fermentasi yaitu dengan waktu fermentasi 4 hari, 5 hari, 6 hari, 7 hari. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang paling optimal. Terakhir tahap distilasi (pemurnian), yaitu pemisahan bioethanol dan air dengan suhu 78ºC. Selanjutnya, bioethanol akan diuji nilai kalorinya (menggunakan metode bomb calorimeter), Flash Point (menggunakan metode linn high term UMK-135), Pour Point (menggunakan metode ASTM D97), Viscositas (menggunakan metode viscometri), Densitas (menggunakan metode ASTM D70), dan kadar ethanol. Dan dari penelitian ini, dihasilkan kadar ethanol sebesar 93%. Dan dari uji karakteristiknya didapatkan bahwa nilai kalori 5797,55 Kcal/kg, flash point 30ºC, dan pour point - 16ºC. Sehingga pucuk tebu dapat diolah menjadi bioethanol sebagai bahan bakar alternatif “biopremium”. Kata kunci : bioethanol, limbah bahan pangan, pucuk tebu. ABSTRAK 1

Upload: machrus-afif-r

Post on 25-Nov-2015

34 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

limbah pisang

TRANSCRIPT

BAB I

ABSTRAK

Arie Priambodo. Pemanfaatan Pucuk Tebu sebagai Bahan Bakar Alternatif Bioethanol. Skripsi Program S1 Pendidikan Teknik Mesin Universitas Negeri Surabaya, 2010.Bioethanol masih dibuat dari bahan berpati dan bergula (singkong, ubi kayu, tebu, dan lain-lain) yang merupakan bahan pangan. Hal ini akan berdampak buruk bagi penyediaan pangan. Jika BBN (Bahan Bakar Nabati) terus menerus dibuat dari bahan pangan, akan terjadi persaingan frontal antara penyediaan bahan pangan dan energi. Untuk menghindari persaingan tersebut, maka perlu dikembangkan teknologi BBN yang memanfaatkan limbah bahan pangan tersebut sebagai bahan dasar pembuatan bioethanol. Pucuk tebu merupakan limbah dari tebu yang jumlahnya sangat banyak namun pemanfaatannya hanya 3% dari jumlahnya. Sehingga, pucuk tebu yang merupakan limbah dari tebu perlu diteliti untuk kelayakan sebagai penghasil bioethanol yang baik atau tidak.

Alternatif pemecahan masalah di atas, maka dilakukan studi eksperimen pembuatan ethanol berbahan pucuk tebu. Proses ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap persiapan, yaitu 1,5 kg pucuk tebu digiling, kemudian diambil niranya (375 ml) setelah itu dicampur dengan air sebanyak 150 gr. Tahap fermentasi (peragian) dengan bantuan ragi saccharomyces cerevisiae (ragi tape) dengan masing-masing perbandingan diberi 6 gram, 12 gram, 18 gram, dan 24 gram. Serta mengunakan variasi waktu fermentasi yaitu dengan waktu fermentasi 4 hari, 5 hari, 6 hari, 7 hari. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang paling optimal. Terakhir tahap distilasi (pemurnian), yaitu pemisahan bioethanol dan air dengan suhu 78C. Selanjutnya, bioethanol akan diuji nilai kalorinya (menggunakan metode bomb calorimeter), Flash Point (menggunakan metode linn high term UMK-135), Pour Point (menggunakan metode ASTM D97), Viscositas (menggunakan metode viscometri), Densitas (menggunakan metode ASTM D70), dan kadar ethanol. Dan dari penelitian ini, dihasilkan kadar ethanol sebesar 93%. Dan dari uji karakteristiknya didapatkan bahwa nilai kalori 5797,55 Kcal/kg, flash point 30C, dan pour point - 16C. Sehingga pucuk tebu dapat diolah menjadi bioethanol sebagai bahan bakar alternatif biopremium.

Kata kunci : bioethanol, limbah bahan pangan, pucuk tebu.ABSTRAK

Arie Priambodo. Pemanfaatan Pucuk Tebu sebagai Bahan Bakar Alternatif Bioethanol. Skripsi Program S1 Pendidikan Teknik Mesin Universitas Negeri Surabaya, 2010.

Bioethanol is made from starchy and sugary materials (cassava, cassava, sugarcane, etc.) which is a food ingredient. This will adversely affect the provision of food. If BBN (Bio Fuel) continuously made from food, there will be competition between the frontal food and energy supply. To avoid competition, it is necessary to develop biofuel technologies that use food waste as raw material to make bioethanol. Sugarcane waste from sugar cane is a number of very much but its utilization is only 3% of the amount. Thus, sugarcane which is a waste of sugarcane should be investigated for their suitability as a producer of bioethanol, which is good or not.

Solution to the problem stated above, the experimental study of ethanol made from sugarcane. This process consists of three stages. Preparation stage, ie 1.5 kg of sugarcane milled, and then taken its (375 ml) after it is mixed with water as much as 150 gr. Stage of fermentation (fermentation) with the help of the yeast Saccharomyces cerevisiae (yeast tape) with each of the comparisons were given 6 grams, 12 grams, 18 grams, and 24 grams. And using a variation of fermentation time by four days of fermentation time, 5 days, 6 days, 7 days. This was done to obtain the most optimal results. Last stage of distillation (purification), namely the separation of bio-ethanol and water with a temperature of 78 C. Furthermore, the calorific value of bioethanol will be tested (using a bomb calorimeter method), Flash Point (method linn term high-UMK 135), Pour Point (ASTM D97 method), viscosity (viscometri method), density (ASTM method D70) , and ethanol content.

And from this research, produced levels of 93% ethanol. And characteristics of the test showed that the calorific value of 5797.55 Kcal / kg, flash point 30 C, and pour point - 16 C. So that sugarcane can be processed into bioethanol as alternative fuel "biopremium".

Key words: bioethanol, food waste, sugarcane. BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fakta di Indonesia mengatakan bahwa jumlah kendaraan saat ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Dengan meningkatnya jumlah kendaraan yang beroprasi di Indonesia saat ini, tentu saja jumlah konsumsi bahan bakar masyarakat Indonesia juga sebanding dengan banyaknya kendaraan bermotor. Keadaan yang demikian ini menyebabkan semakin menipisnya persedian minyak bumi. Bahkan ada sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa apabila minyak mentah di Indonesia terus menerus dieksploitasi seperti ini maka tidak mungkin persedian minyak mentah akan habis dalam 15 tahun ke depan (www.beritaiptek. Selasa 12 Juli 2005 diakses pada 23/01/2010). Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM (Prihandana, 2007). Kebijakan tersebut telah menetapkan sumber daya yang dapat diperbaharui seperti bahan bakar nabati sebagai alternatif pengganti BBM. Bahan bakar berbasis nabati diharapkan dapat mengurangi terjadinya kelangkaan BBM, sehingga kebutuhan akan bahan bakar dapat terpenuhi. Bahan bakar berbasis nabati juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan, sehingga lebih ramah lingkungan.

Bahan bakar berbasis nabati salah satu contohnya adalah bioethanol. Bioethanol dapat dibuat dari sumber daya hayati yang melimpah di Indonesia. Bioethanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau berpati seperti singkong atau ubi kayu, tebu, nira, sorgum, nira nipah, ubi jalar, dan lain-lain. Hampir semua tanaman yang disebutkan di atas merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi, karena mudah ditemukan dan beberapa tanaman tersebut digunakan sebagai bahan pangan (Susana, 2005).

Indonesia sebagai negara yang memiliki beragam kekayaan alam terbarukan sangat berpotensi menghasilkan bioenergi. Namun dalam pengembangannya, bahan bakar nabati banyak yang dihasilkan dari penggunaan bahan-bahan pangan. Bioethanol misalnya, masih dibuat dari bahan berpati dan bergula (singkong, ubi kayu, tebu, dan lain-lain) yang merupakan bahan pangan. Hal ini akan berdampak buruk bagi penyediaan pangan. Jika BBN (Bahan Bakar Nabati) terus menerus dibuat dari bahan pangan, akan terjadi persaingan frontal antara penyediaan bahan pangan dan energi.

Untuk menghindari persaingan tersebut, maka perlu dikembangkan teknologi BBN yang memanfaatkan limbah bahan pangan tersebut sebagai bahan dasar pembuatan bioethanol. Dan dari berbagai macam bahan baku pembuat ethanol, tebu merupakan salah satu bahan baku pembuat bioethanol yang mudah didapat. Di Indonesia produksi atau hasil panen tanaman tebu sangat melimpah dengan demikian, limbah yang dihasilkan juga melimpah. Sehingga jenis tanaman tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai sumber bahan baku pembuatan biopremium.Dalam proses pembuatan gula dari tebu dihasilkan sejumlah limbah dalam bentuk pucuk (top cane), seresah (trash), ampas (bagasse), blotong (filter mud), abu ketel (boiler ash), serta tetes (molasses). Bahan-bahan ini sebagian dapat dimanfaatkan kembali sebagai hasil samping dan sisanya dibuang sebagai limbah. Seresah dan pucuk tebu dihasilkan dari limbah penebangan tebu, ampas dihasilkan dari ekstraksi tebu, sedangkan blotong dan tetes dihasilkan dari proses pemurnian gula. Ampas yang digunakan sebagai bahan bakar mengeluarkan sisa dalam bentuk abu ketel.

Jumlah pucuk yang dihasilkan masing-masing sekitar 4 - 10 ton/ha. Perkiraan jumlah bahan (limbah) tersebut pada tahun 2000 adalah, 2.336 ton pucuk tebu,12.768 ton ampas tebu, 120 ton abu ketel. Dari data tersebut Limbah pucuk tebu masih tergolong tinggi dan pemanfaatannya masih rendah.

Melimpahnya jumlah pucuk tebu di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah pemanfaatannya. Pucuk tebu selama ini masih diambil oleh para peternak sapi atau kambing sebagai pakan ternak. Itupun hanya 3% dari jumlah pucuk tebu yang dibuang di perkebunan tebu, dan sisanya dibakar langsung di tempat (www.beritaiptek. Selasa 12 Juli 2005 diakses pada 23/01/2010).

Brazil dianggap sebagai negara yang paling sukses menerapkan ethanol dan pada tahun 2006 Brazil sudah tidak perlu mengimpor BBM dari luar. 20% sektor kendaran umum dan 40% kendaraan ringan di Brazil sudah memakai ethanol. Pada tahun 2006 seluruh kendaraan ringan di Brazil tidak memakai minyak bumi lagi. Brazil merupakan negara pengeksport ethanol dan negara pertama kali yang bisa menciptakan ekonomi biofuel yang berkelanjutan (www.beritaiptek. Selasa 12 Juli 2005 diakses pada 23/01/2010). Ethanol bisa digunakan dalam bentuk murni ataupun sebagai campuran untuk bahan bakar gasoline (bensin). Campuran antara ethanol dengan premium disebut dengan biopremium. Dari uraian diatas dapat dilihat berbagai alasan untuk membuat energi alternatif berbahan baku pucuk tebu. Selain dapat membantu pemerintah dalam mengatasi krisis energi, penelitian ini dapat membantu meningkatkan perekonomian petani tebu sebagai penghasil bioethanol dengan memanfaatkan limbah dari tanaman tebu. Dan pada penelitian ini akan mencoba membuat bioethanol berbahan baku pucuk tebu.

B. Identifikasi MasalahBerdasarkan pengamatan eksperimen pemanfaatan pucuk tebu sebagai bahan bioethanol dapat diidentifikasikan sebagai berikut.1. Menipisnya bahan bakar fosil sehingga diperlukan solusi untuk menghasilkan bahan bakar alternative sebagai pengganti.

2. Semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor saat ini, menyebabkan meningkatnya konsumsi bahan bakar.

3. Berdasarkan dari survey di lapangan, limbah tebu yang berupa pucuk tebu sangat melimpah namun pemanfaatannya masih minim.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, dan karena berbagai keterbatasan dalam penelitian ini, penelitian hanya memfokuskan pada masalah-masalah sebagai berikut.

1. Langkah pembuatan bioethanol berbahan baku pucuk tebu.

2. Waktu yang digunakan untuk mencari parameter hasil ethanol yang optimal adalah :

a. 1,5 kg pucuk tebu + 150 gram air + 12 gr ragi tape dan waktu 4 hari.

b. 1,5 kg pucuk tebu + 150 gram air + 12 gr ragi tape dan waktu 5 hari.

c. 1,5 kg pucuk tebu + 150 gram air + 12 gr ragi tape dan waktu 6 hari.

d. 1,5 kg pucuk tebu + 150 gram air + 12 gr ragi tape dan waktu 7 hari.

1,5 kg batang pucuk tebu digiling sehingga menjadi 375 ml nira pucuk tebu.

3. Perbandingan massa air yang digunakan untuk mencari parameter hasil ethanol yang optimal adalah :

a. 1,5 kg pucuk tebu, tanpa air, 12 gr ragi tape dan waktu menunggu hari yang optimal.

b. 1,5 kg pucuk tebu, 150 gram air, 12 gr ragi tape dan waktu menunggu hari yang optimal.

c. 1,5 kg pucuk tebu, 375 gram air, 12 gr ragi tape dan waktu menunggu hari yang optimal.

d. 1,5 kg pucuk tebu, 500 gram air, 12 gr ragi tape dan waktu menunggu hari yang optimal.

4. Perbandingan massa ragi yang digunakan untuk mencari parameter hasil ethanol yang optimal adalah :

a. 1,5 kg pucuk tebu + jumlah air yang optimal + 6 gr ragi tape dan waktu menunggu hari yang optimal.

b. 1,5 kg pucuk tebu + jumlah air yang optimal + 12 gr ragi tape dan waktu menunggu hari yang optimal.

c. 1,5 kg pucuk tebu + jumlah air yang optimal + 18 gr ragi tape dan waktu menunggu hari yang optimal.

d. 1,5 kg pucuk tebu + jumlah air yang optimal + 24 gr ragi tape dan waktu menunggu hari yang optimal.

5. Suhu pada proses fermentasi adalah suhu kamar atau ruangan (280C)6. Temperatur pada proses destilasi di set pada suhu 78oC yang merupakan titik didih ethanol (http://id.wikipedia.org/wiki/Distilasi, diakses pada 23/02/2010).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus masalah tersebut di atas, masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana langkah-langkah dalam proses pembuatan bioethanol berbahan baku pucuk tebu?

2. Berapa durasi lama waktu, perbandingan dengan berat air, dan jumlah ragi saat proses fermentasi yang tepat, agar menghasilkan ethanol yang optimal?

3. Berapa perhitungan ekonomis dari penelitian ini berdasarkan kajian dari lapangan?

E. Tujuan Masalah

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Ingin mengetahui langkah-langkah dalam proses pembuatan bioethanol berbahan baku pucuk tebu.

2. Ingin mengetahui lama waktu, perbandingan dengan berat air, dan jumlah ragi saat proses fermentasi yang tepat, untuk menghasilkan ethanol yang optimal.3. Ingin mengetahui perhitungan ekonomis dari penelitian ini berdasarkan kajian dari lapangan.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah:

1. Memperoleh data tentang lama waktu fermentasi, pengaruh rasio berat (kg) pucuk tebu terhadap berat air, dan juga jumlah ragi yang digunakan saat proses fermentasi untuk mendapatkan hasil bioethanol yang optimal

2. Mengembangkan kemampuan penulis untuk bereksperimen sesuai dengan bidang yang dipelajari

3. Hasil penelitian ini bisa dijadikan referensi pengembangan bahan bakar alternatif yang lain.

4. Memberikan solusi alternatif tentang pemanfaatan limbah pucuk tebu untuk pembuatan bioethanol.

5. Mengatasi krisis energi di Indonesia.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsepsi

1. Bahan Bakar

Bahan bakar adalah material dengan suatu jenis energi yang bisa diubah menjadi energi berguna lainnya. Jenis-jenis bahan bakar sebagai berikut :

a. Bahan Bakar Padat

Ada berbagai jenis bahan bakar padat. Bahan bakar padat termasuk batu bara dan kayu. Seluruh jenis tersebut dapat terbakar, dan menciptakan api dan panas. Batu bara dibakar di dalam kereta uap untuk memanaskan air sehingga menjadi uap untuk menggerakkan peralatan dan menyediakan energi. Kayu umumnya digunakan untuk pemanasan domestik dan industri.

b. Bahan Bakar Cair dan Gas

Bahan bakar yang non-solid termasuk minyak dan gas (keduanya mempunyai subjenis yang beragam di antaranya adalah bahan bakar alam dan bensin). Bahan bakar yang sekarang merupakan bahan bakar yang memiliki potensi besar ialah Hidrogen. Hidrogen adalah suatu bahan bakar yang unsur pembentuk utamanya adalah air dan gas. Kita ketahui bersama bahwa air memiliki jumlah yang begitu besar maka air bisa dikategorikan sebagai energi terbarukan. Hidrogen (H2) didapatkan dari senyawa H2O yang jika diuraikan H2 dan O2. Kekurangan dari pada bahan bakar hidrogen ialah pengelolahannya yang cukup rumit tapi bila dimasukkan dalam neraca energi tetap menguntungkan, ini dikarenakan adanya energi yang dipakai untuk menghasilkan energi baru (http://wikipedia. Sabtu, 05 April 2008 diakses pada 30/04/2010).

2. Bahan Bakar Fosil

Bahan bakar fosil, juga dikenal sebagai bahan bakar mineral, adalah sumber daya alam yang mengandung hidrokarbon seperti batu bara, petroleum, dan gas alam. Penggunaan bahan bakar fosil ini telah menggerakkan pengembangan industri dan menggantikan kincir angin, tenaga air, pembakaran kayu untuk panas.

Ketika menghasilkan listrik, energi dari pembakaran bahan bakar fosil seringkali digunakan untuk menggerakkan turbin. Generator tua seringkali menggunakan uap yang dihasilkan dari pembakaran untuk memutar turbin, tetapi di pembangkit listrik baru, gas dari pembakaran digunakan untuk memutar turbin gas secara langsung.

Pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia merupakan sumber utama dari karbondioksida yang merupakan salah satu gas rumah kaca yang dipercayai menyebabkan pemanasan global. Sejumlah kecil bahan bakar hidrokarbon adalah bahan bakar bio yang diperoleh dari karbondioksida di atmosfer dan oleh karena itu tidak menambah karbondioksida di udara (http://wikipedia. Rabu, 09 April 2008 diakses pada 01/05/2008).

Dampak penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) memunculkan paling sedikit dua ancaman serius:

1. Faktor ekonomi, berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang, masalah suplai, dan harga.

Tabel 2.1. Kondisi perminyakan di Indonesia

Kondisi Perminyakan Indonesia20002001200220032004

Produksi minyak1272.51214.21125.41139.61094.4

Konsumsi minyak996.410261075.41112.91143.7

Impor minyak mentah219.1326327.7306.7330.1

Ekspor minyak mentah622.5599.2639.9433412.7

Kapasitas pengilangan10571057105710571055.5

Output pengilangan968.21006.11002.4944.41011.6

Cadangan minyak(MB)*51235095472243204301

* Data ini merupakan data stock (1000 barel/hari)

Sumber: (http://www.tempo interaktif, diakses 10Mei 2010).

2. Polusi udara akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan

Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak langsung maupun tidak langsung kepada tingkat kesehatan manusia. Polusi langsung bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan UHC (unburn hydrocarbon), juga unsur metalik seperti timbal (Pb). Sedangkan polusi tidak langsung mayoritas berupa ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global Warming Potential). Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi (energy resources) ataupun pembawa energi (energy carrier) yang lebih terjamin keberlanjutannya (sustainable) dan lebih ramah lingkungan (Yuli Indartono Kobe University).

Dua ancaman serius yang muncul akibat ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, yakni: faktor ekonomi (keterbatasan eksplorasi yang berakibat pada suplai, dan harga), serta faktor polusi bahan bakar fosil yang merugikan lingkungan hidup, mau tidak mau memaksa umat manusia untuk memikirkan alternatif energi yang lebih terjamin pengadaannya serta ramah terhadap lingkungan. Gasohol atau biopremium adalah salah satu alternatif yang memungkinkan transisi ke arah implementasi energi alternatif berjalan dengan mulus (Sumber : Berita IPTEK - 12 Mei 2005).

3. Bioenergy

Bioenergy adalah setiap bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Bioenergy dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian. Ada tiga cara untuk pembuatan bioenergy: pembakaran limbah organik kering (seperti buangan rumah tangga, limbah industri dan pertanian), fermentasi limbah basah (seperti kotoran hewan) tanpa oksigen untuk menghasilkan biogas (mengandung hingga 60 persen metana), atau fermentasi tebu atau jagung untuk menghasilkan alkohol dan ester, dan energi dari hutan (menghasilkan kayu dari tanaman yang cepat tumbuh sebagai bahan bakar).

4. Ethanol

Ethanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Ethanol adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua.

Ethanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris Ck2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Ethanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).

Fermentasi gula menjadi ethanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi ethanol yang memabukkan juga telah diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, ethanol yang ditujukan untuk kegunaan industri dihasilkan dari produk sampingan pengilangan minyak bumi.

Ethanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, ethanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya ethanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar (http://id.wikipedia.org/wiki/ethanol, diakses 20 april 2010).

5. Bioethanol

Menurut Nike Triwahyuningsih & Rahmat Adiprasetya (2006: 4), Bioethanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioethanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium.

Terdapat beberapa hal yang bisa dipelajari dari pengembangan bahan bakar bioethanol, yakni:

a. Implementasi bahan bakar bioethanol lebih baik dimulai dari pencampuran gasoline + ethanol, bukan dari penggunaan bioethanol 100% untuk menjamin transisi ke arah bioenergy secara lebih mulus sambil menyiapkan secara lebih matang seandainya era penggunaan bioethanol sudah tiba.

b. Perlunya kerjasama yang erat dengan pihak industri otomotif untuk menyediakan kendaraan yang optimal bagi implementasi bahan bakar gasoline + ethanol.

c. Perlu sinergi antara instansi, serta antara pemerintah pusat dan daerah dalam rangka penyediaan bahan baku, pemrosesan, serta distribusi bahan bakar bioethanol (Sumber berita IPTEK (12 Juli 2005).

Dari sisi teknik pembangkitan daya dan emisi gas buang, ethanol (dalam bentuk murni ataupun campuran) relatif superior terhadap gasoline. Penggunaan ethanol sebagai bahan bakar pada mesin pembakaran dalam akan meningkatkan efisiensi mesin, serta menurunkan kadar emisi gas yang berbahaya bagi lingkungan (relatif terhadap gasoline). Produk samping berupa listrik, serta dampak penurunan emisi CO2 merupakan dua nilai tambah yang sangat berkontribusi positif terhadap lingkungan hidup (Berita IPTEK 12 Juli 2005).

6. Tanaman Tebu

Tanaman Tebu (Saccharum Officanarum L) merupakan tanaman perkebunan semusim, yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula, tebu termasuk keluarga rumput-rumputan (graminae) seperti halnya padi, glagah, jagung, bambu dan lain-lain.

Tebu ditanam untuk diambil batangnya dan anakannya. Produk utama dari tebu adalah sukrosa yang terkandung sekitar 10% dari tanaman tersebut. Sukrosa merupakan bahan pemanis dan bernilai tinggi, juga dapat digunakan sebagai bahan pengawet untuk makanan lain.

Serat sisa dan ampas tebu, kebanyakan digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi yang diperlukan untuk pembuatan gula. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai bahan baku untuk serat dan partikel untuk papan, plastik, kertas dan furfural. Sedangkan sisanya dapat digunakan sebagai makanan ternak.

Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 8,29%, ampas tebu 81,7% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air sebanyak 5%. (Sumber : PTPN X )

Tabel 2.2. Daerah Penghasil Tebu di Indonesia

NONAMA PROVINSIJUMLAH LOKASIKAPASITAS VOLUME

( TON / HARI)LUAS LAHAN

1Aceh--5139

2Sumatera Utara279391089

3Sumatera Selatan1502315333

4Lampung4400745034

5Jawa Barat81644739734

6Jawa Tengah153235237353

7D.I Yogyakarta131003061

8Jawa Timur3388538176773

9Kalimantan Selatan13862-

10Sulawesi Utara180001089

11Sulawesi Selatan37553-

Jumlah: 212 888 TON358182 Ha

Jadi Jumlah Volume Per Hari X 365 Hari=212 888 Ton X 365= 78 Ton Per Tahun (Sumber: Kompas, Selasa, 22 Juli 2008).

7. Pucuk TebuMenurut Nanda Saputra (2008 : 21), dalam proses pembuatan gula, PTPN X memotong atau membuang 1 sampai 3 ros dari bagian atas batang tebu, dikarenakan kadar gulanya rendah. Limbah inilah yang kami sebut sebagai pucuk tebu yang digunakan di dalam penelitian bahan bakar alternatif bioethanol.Tabel 2.3. Jumlah Hasil Samping Industri Gula Sampai Tahun 2000

(dihitung dalam ribu ton)Jenis BahanTahun

199119952000

Tebu giling28.00037.10039.900

Tetes1.1401.4841.596

Ampas8.96011.87212.768

Abu ketel84111120

Pucuk tebu1.4602.0442.336

Seresah3.6505.1115.840

Dari tabel tersebut limbah pucuk tebu masih tergolong tinggi dan pemanfaatannya masih rendah. Oleh karena itulah perlu adanya penelitian untuk dapat mengolahnya menjadi sesuatu yang lebih berharga dan bermanfaat untuk masyarakat, dalam hal ini adalah penelitan mengolah limbah pucuk tebu menjadi bioethanol.

Dalam penelitian ini pucuk tebu digiling dan diambil niranya, lalu diberi ragi tape (saccharomyces cerevisae) yang akan menguraikan glukosa (C Tri Kusumastuti, 2007). Kemudian difermentasikan untuk mengubah glukosa menjadi alkohol dan gas CO2 untuk dilakukan percobaan-percobaan variasi komposisi, dan durasi waktu. Setelah mendapat hasil fermentasi yang menghasilkan ethanol, kemudian dilanjutkan dengan proses distilasi, dengan tujuan untuk memisahkan ethanol dari campuran air. Hasil ini yang didapat akan menghasilkan ethanol murni, yang selanjutnya akan diuji di laboratorium untuk menguji kelayakannya sebagai bahan bakar pengganti gasoline.

Dalam proses konversi glukosa menjadi ethanol, sari pucuk tebu (hasil perasan) dilakukan dengan penambahan air, kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi (Indah Nurdyastuti, 2005: 76).

.Reaksi yang terjadi pada proses produksi ethanol / bioethanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi dibawah ini.

Saccharomyces cerevisae

( C6H12O6 ) 2C2H5OH + 2CO2

(Glukosa)

Yeast (ragi) (Ethanol)

Selain ethanol/bioethanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung glukosa, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung pati, sellulosa, namun dengan adanya lignine mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga pembuatan ethanol/bioethanol dari sellulosa tidak perlu direkomendasikan. Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun ethanol/bioethanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan ethanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi ethanol masih perlu dilakukan.

8. Fermentasi

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Serta perlu diingat pada proses fermentasi sebaiknya tempat yang digunakan harus kedap udara, agar udara tidak masuk ke dalam tempat, karena jika ada udara yang masuk akan membunuh bakteri fermentasi.Bakteri ini akan hidup tanpa udara atau anaerob.

Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana, melalui fermentasi akan menghasilkan ethanol (2C2H5OH). Suhu medium fermentasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam produksi ethanol. Suhu 300C adalah suhu kamar yang paling baik dalam proses fermentasi.

Persamaan Reaksi KimiaC6H12O62C2H5OH+2CO2 (1) Dijabarkan sebagaiGula (glukosa) Alkohol (ethanol) + Karbon dioksida

(2) Proses fermentasi menghasilkan dua tipe bioenergy, yaitu alkohol dan ester. Bahan-bahan ini secara teori dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar fosil tetapi karena terkadang diperlukan perubahan besar pada mesin, bioenergy biasanya dicampur dengan bahan bakar fosil. Uni Eropa merencanakan 5,75 persen ethanol yang dihasilkan dari gandum, bit, kentang atau jagung ditambahkan pada bahan bakar fosil pada tahun 2010 dan 20 persen pada 2020. Sekitar seperempat bahan bakar transportasi di Brazil tahun 2002 adalah ethanol (http://wikipedia. Minggu, 27 April 2008 diakses pada 01/05/2008).

Penetapan parameter lamanya waktu fermentasi ini dimulai pada hari ke 4 hingga hari ke 7. Penetapan parameter tersebut berdasarkan pada penelitian sebelumnya (Eksperimen Pemanfaatan Tebu Sebagai Bahan Baku Bioethanol Untuk Bahan Bakar Alternatif oleh Nanda S, 2008 : 41), menjelaskan bahwa pada fermentasi hari ke 4 hingga ke 5, kadar ethanol yang didapat 14 % dan 18%. Dikarenakan penelitian ini menggunakan pucuk tebu (kadar gula lebih rendah dari bonggol tebu milik Nanda S,) sebagai subjek penelitian, maka waktu yang ditentukan juga harus lebih lama dari waktu fermentasi pada penelitan sebelumnya dikarenakan kadar gula yang terkandung pada pucuk tebu lebih rendah.9. RagiRagi atau fermen ialah zat yang menyebabkan fermentasi. Ragi biasanya mengandung mikroorganisme yang melakukan fermentasi dan media biakan bagi mikroorganisme tersebut. Media biakan ini dapat berbentuk butiran-butiran kecil atau cairan nutrien. Ragi umumnya digunakan dalam industri makanan untuk membuat makanan dan minuman hasil fermentasi seperti acar, tempe, tape, roti, dan bir.

Mikroorganisme yang digunakan di dalam ragi umumnya terdiri atas berbagai bakteri dan fungi (khamir dan kapang), yaitu Rhizopus, Aspergillus, Mucor, Amylomyces, Endomycopsis, Saccharomyces, Hansenula anomala,, Lactobacillus, Acetobacter, dan sebagainya.

10. Distilasi

Distilasi dilakukan untuk memisahkan ethanol dari beer (sebagian besar adalah air dan ethanol ). Titik didih ethanol murni adalah 78(C. sedangkan air adalah 100(C. (kondisi standart). Dengan memanaskan larutan fermentasi pada suhu rentang 78(C, akan mengakibatkan sebagian besar ethanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan ethanol dengan konsentrasi 95% volume distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.

Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya (titik didih ethanol 78C) (http://id.wikipedia.org/wiki/Distilasi. Sabtu , 22 Maret 2008 diakses pada 20/04/2010).

11. Titik Tuang (Pour Point)

Titik tuang merupakan bilangan yang menyatakan suhu terendah dari bahan bakar minyak sehingga bahan bakar tersebut dapat mengalir dengan sendirinya karena gravitasi.Titik tuang sangat penting karena berhubungan dengan mudah atau sulitnya bahan bakar dipompa apabila suhunya telah di bawah titik tuangnya (http://digilib.unnes.ac.id.bin-library/e=d&d=HASH01&showrecord=1, diakses pada 23/02/2010).

12. Titik Nyala (Flash Point)

Flash point adalah suhu dimana bahan bakar terbakar dengan sendirinya oleh udara sekelilingnya disertai kilatan cahaya. Untuk menentukan kapan minyak terbakar sendiri, Pensky-Martens memakai sistem closed cup, sedang Cleveland memakai open cup. Uji dengan open cup menunjukkan angka 20-300F lebih tinggi daripada dengan closed cup (www.chemeng.ui.ac.id.pdf, diakses pada 23/02/2010).

13. Massa Jenis (Densitas)

Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki massa jenis lebih tinggi (misalnya besi) akan memiliki volume yang lebih rendah daripada benda bermassa sama yang memiliki massa jenis lebih rendah, misalnya air (http://id.wikipedia.org/wiki/Massa_jenis, diakses pada tanggal 23/02/2010).

14. ViskositasViskositas adalah kebalikan fluiditas atau daya alir. Viskositas lebih mengarah ke sifat fisik dari bahan bakar, makin tinggi viskositas makin sukar mengalir. Kecepatan mengalir juga tergantung pada berat jenis dari bahan bakar. Semakin tinggi berat jenis dari suatu bahan bakar maka semakin tinggi pula kekentalan bahan bakar tersebut (www.chemeng.ui.ac.pdf, diakses pada 23/02/2010).

1 centistoke = 1 x 10-6 m2/s

1 centipoise = 6,7197 x 10-4 lb/ft.s15. Nilai Kalori

Menurut Sri Utami Handayani, nilai kalori suatu bahan bakar menunjukkan seberapa besar energi yang terkandung di dalamnya. Nilai kalor ethanol sekitar 67% nilai kalor bensin, hal ini karena adanya oksigen dalam struktur ethanol. Berarti untuk mendapatkan energi yang sama jumlah ethanol yang diperlukan akan lebih besar. Adanya oksigen dalam ethanol juga mengakibatkan campuran menjadi lebih miskin jika dibandingkan dengan bensin, sehingga campuran harus dibuat lebih kaya untuk mendapatkan unjuk kerja yang diinginkan. Nilai kalor bawah ethanol 6380 Kcal/kg (A. Hardjono, 2001).

Nilai bakar (Heating Value) adalah banyaknya panas yang diperoleh dari hasil pembakaran sempurna 1 kg bahan bakar sampai bahan bakar tersebut seimbang dengan lingkungannya.

Nilai kalor bahan bakar ini terbagi atas dua bagian yakni :1. Nilai kalor atas (Higher Heating Value)Yaitu banyaknya panas yang diperoleh pada pembakaran sempurna 1 kg bahan bakar dengan memperhitungkan panas kondensasi uap air.

2. Nilai kalor bawah (Lower Heating Value)

Yaitu banyaknya panas yang diperoleh pada pembakaran sempurna 1 kg bahan bakar tanpa memperhitungkan panas kondensasi uap air.

16. AzeotropAzeotrop merupakan campuran 2 atau lebih komponen pada komposisi tertentu dimana komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya melalui distilasi biasa. Ketika campuran azeotrop dididihkan, fasa uap yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan fasa cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut juga constant boiling mixture karena komposisinya yang senantiasa tetap jika campuran tersebut dididihkan. Perhatikan gambar berikut.

Titik A pada pada kurva merupakan boiling point campuran pada kondisi sebelum mencapai azeotrop. Campuran kemudian dididihkan dan uapnya dipisahkan dari sistem kesetimbangan uap cair (titik B). Uap ini kemudian didinginkan dan terkondensasi (titik C). Kondensat kemudian dididihkan, didinginkan, dan seterusnya hingga mencapai titik azeotrop. Pada titik azeotrop, proses tidak dapat diteruskan karena komposisi campuran akan selalu tetap. Pada gambar di atas, titik azeotrop digambarkan sebagai pertemuan antara kurva saturated vapor dan saturated liquid. (ditandai dengan garis vertikal putus-putus).

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Untuk mengetahui proses pembuatan bioethanol berbahan baku pucuk tebu dan untuk mengetahui proses kerja, agar memperoleh hasil yang optimal, maka penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan Bakar dan Pelumas Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Surabaya dan pengambilan analisis data karakteristik bioethanol berbahan baku pucuk tebu di Laboratorium TAKI (Team Afiliasi dan Konsultasi Industri) Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan setelah pelaksanaan seminar proposal skripsi. Penelitian dilakukan pada tanggal sekian 2 Juni 2010 sampai dengan selesai.

B. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Bebas (Variabel Prediktor).

Variabel bebas (variabel prediktor) dapat disebut penyebab. Variabel bebas pada penelitian ini adalah memvariasi perbandingan antara berat pucuk tebu dengan jumlah ragi.

a. 1,5 kg pucuk tebu, 6 gr ragi.

b. 1,5 kg pucuk tebu, 12 gr ragi.

c. 1,5 kg pucuk tebu, 18 gr ragi.

d. 1,5 kg pucuk tebu, 24 gr ragi.

Waktu fermentasi ini merupakan lamanya waktu yang akan digunakan untuk memfermentasikan nira pucuk tebu yang sudah dicampur dengan air dan ditambahkan ragi. Waktu yang digunakan untuk melakukan fermentasi adalah :4 hari, 5 hari, 6 hari, 7 hari.

2. Variabel Tetap

Variabel tetap pada penelitian ini adalah 1,5 kg pucuk tebu yang telah digiling dan diambil niranya sebanyak 375 ml.

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol merupakan usaha untuk menghilangkan pengaruh variabel-variabel lain selain variabel bebas yang mempengaruhi hasil variabel terikat Menurut Gay (Pengantar Metode Statistika, 1993: 96).

Beberapa variabel kontrol dalam penelitian ini antara lain :

Suhu pada proses distilasi adalah 78(C.

4. Variabel Terikat

Variabel terikat (variabel respon) dapat disebut hasil atau obyek penelitian. Variabel terikat pada penelitian ini adalah nilai kalori, flash point, pour point, viscositas, densitas, dan kadar ethanol.

C. Instrumen, Peralatan Eksperimen, dan Teknik Pengambilan Data

1. Peralatan Eksperimen

Peralatan distilasi

Gambar 3.1. Alat Distilasi Sederhana

Sumber: simple_distillation_apparatus.html. Diakses pada 14/05/08

2. Instrumen

Instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 3.2. Instrumen Penelitian

Keterangan :

1. Tabung fermentasi6. Silica gel2. Tabung distilasi I7. ondensor liebig3. Condensor liebig8. Hasil distilasi II4. Hasil distilasi I9. Tabung distilasi III5. Tabung distilasi II10. Hasil distilasi III

3. Teknik Pengumpulan Data

Sedangkan metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik eksperimen, dengan cara melakukan pengujian terhadap obyek yang akan diteliti dan mencatat data-data yang diperlukan.

Data tersebut antara lain, komposisi, suhu dan durasi lama waktu yang sesuai pada pembuatan ethanol berbahan baku pucuk tebu agar memperoleh hasil yang maksimal dan nilai kalor yang dihasilkan pada ethanol dari pucuk tebu.D. Rancangan Penelitian

1. Mencari Lama Waktu yang Optimal

2. Mencari Perbandingan Antara Nira Pucuk Tebu dengan Massa Air yang Optimal

3. Mencari Jumlah Massa Ragi yang Optimal

4. Memproduksi Bioethanol

E. Prosedur Langkah Kerja

1. Tahap Pertama. Persiapan bahan baku

Proses berawal dari pencarian bahan baku dengan membeli tebu dari petani seharga Rp. 500,-/kg. Setelah itu pucuk tebu dipotong sebanyak 2-3 ros dari bonggol tebu tersebut. Langkah selanjutnya adalah menggiling bahan baku yang berupa pucuk tebu agar dapat diekstrak gulanya.

Gambar 3.3. Pucuk tebu

Hasil gilingan (nira tebu) tersebut dicampur dengan air sesuai dengan perbandingan yang telah ditetapkan (lihat rancangan penelitian). Hal ini merupakan awal dari langkah melakukan proses fermentasi, dengan memasukkannya ke dalam toples yang berkapasitas 10 liter sebanyak 4 toples.

2. Tahap Kedua, Fermentasi

Dalam proses fermentasi ini peneliti menggunakan ragi tape Saccharomyces cerevisae) sebanyak 4 keping atau 12 gr, pada setiap toples. Pada saat fermentasi ini, ragi yang dicampurkan harus dihaluskan terlebih dahulu agar proses fermentasi hasilnya lebih merata dan ragi dapat mengembang dengan baik.

Gambar 3.4. Ragi

Pada proses fermentasi yang dilakukan secara anaerobic (tanpa udara), suhu harus dijaga sekitar 28-30 C (didiamkan pada suhu kamar), atau menggunakan suhu ruangan untuk menstabilkan proses fermentasi. Setelah 6 hari, wadah fermentasi dapat dibuka untuk dipindahkan ke dalam labu (wadah untuk proses distilasi).

3. Tahap Ketiga, Distilasi

Proses distilasi ini berfungsi untuk memisahkan kandungan ethanol pada campuran nira pucuk tebu dengan air tersebut. Dalam proses distilasi ini peneliti menggunakan peralatan yang sederhana saja, yaitu:

Dalam proses distilasi ini, langkah yang pertama adalah menyiapkan kompor listrik dengan daya sekitar 300 watt. Kemudian siapkan pula thermocontrol yang berguna utnuk mengatur temperatur pada saat proses distilasi.

Agar memperoleh kadar ethanol yang diinginkan (>90%), maka perlu dilakukan proses distilasi bertingkat. Maksudnya adalah melakukan proses distilasi secara berulang-ulang (lihat rancangan penelitian di atas).

Proses distilasi pertama dilakukan dengan cara memasukkan hasil fermentasi ke dalam gelas labu yang berkapasitas 1 liter. Selanjutnya nyalakan kompor listrik yang telah terhubung dengan thermocontrol. Atur suhu pada thermocontrol sebesar 78C.

Gambar 3.5. Peralatan Distilasi Tingkat 1

Setelah sekitar 2 jam, hasil distilasi pertama telah didapatkan. Kadar ethanol yang paling optimal pada distilasi yang pertama sebanyak 60-80 ml. Pindahkan hasil distilasi tersebut ke dalam botol. Ulangi langkah distilasi pertama hingga hasil yang didapat sebanyak 500 ml (minimum).

Langkah berikutnya adalah distilasi kedua. Langkah yang dilakukan hampir sama dengan proses distilasi pertama, namun ada sedikit tambahan yang boleh dilakukan agar kadar ethanol yang diperoleh lebih maksimal. Tambahan tersebut adalah dengan menambahkan silica gel ke dalam distilator. Silica gel yang dipasang diantara gelas labu dengan condensor liebig ini berfungsi sebagai penyerap kelembaban air. Dengan demikian hasil pada proses distilasi kedua ini akan menghasilkan kadar ethanol yang lebih tinggi daripada proses distilasi pertama.

Gambar 3.6. Penggunaan Silica GelSetelah mendapatkan kadar ethanol dari proses distilasi kedua, ukur kadar alkoholnya dengan menggunakan alcohol meter. Bila kadar alkohol belum sampai dengan kadar yang diinginkan (>90%), maka lakukan proses distilasi ketiga.

Proses distilasi ketiga ini sama dengan proses distilasi kedua. Setelah melakukannya, ukur kembali hasil ethanol yang didapat. Hasil maksimum yang dapat dihasilkan dari proses distilasi sederhana ini hanya sampai kadar alkohol 95% saja.

4. Pengujian HasilHasil ethanol dengan kadar tertinggi (kadar ethanol lebih dari 90 % sebanyak 150 ml) dari keempat perbandingan tersebut diuji di Laboratorium TAKI Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS untuk memperoleh Nilai Kalori (menggunakan metode bomb calorimeter), Flash Point (menggunakan metode linn high term UMK-135), Pour Point (menggunakan metode ASTM D97), Viscositas (menggunakan metode viscometri), Densitas (menggunakan metode ASTM D70), dan Kadar Ethanol. 5. Analisa DataData yang telah terkumpul dimasukkan kedalam tabel dan ditampilkan dalam bentuk grafik. Data hasil penelitian tersebut dibandingkan antara ethanol murni dengan ethanol dari pucuk tebu. Langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan data dalam tabel dan grafik ke dalam bentuk kalimat yang mudah dibaca dan dipahami untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diteliti.

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode statistika deskriptif, dengan mengumpulkan informasi atau data dari setiap hasil perubahan yang terjadi melalui eksperimen secara langsung.

Tujuan penggunaan metode statistika deskriptif untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu, menurut Traves (Pengantar Metode Statistika, 1993 : 71).

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini telah dilakukan di laboratorium bahan bakar dan pelumas Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Surabaya dan Analisa Spesifikasi Ethanol dilakukan dilaboratorium TAKI ( Team Afiliasi dan Konsultasi Industri ) Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS.

A. Hasil Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1. Analisa Data Hasil Distilasi Berdasarkan Lama Waktu Fermentasi

NoPerbandinganLama Waktu Fermentasi

(hari)Kadar Ethanol(%)Jumlah (ml)

Tebu (kg)Air (gr)Ragi (gr)

1.1,515012414100

2.1,515012515100

3.1,515012622100

4.1,515012715100

Gambar 4.1. Grafik Hasil Analisa Data Berdasarkan Lama Waktu Fermentasi

Setelah melakukan manipulasi terhadap lama waktu fermentasi dengan variasi 4 hari, 5 hari, 6 hari, 7 hari, didapatkan data seperti di atas. Dari data di atas, lama waktu fermentasi selama 6 hari menghasilkan kadar ethanol 22 %. Dan sampel yang menggunakan lama waktu fermentasi selama 4 hari menghasilkan kadar ethanol 14 %. Dengan demikian, lama waktu yang dapat menghasilkan ethanol yang optimal adalah 6 hari.

Setelah mendapatkan parameter waktu yang dapat menghasilkan ethanol yang optimal (6 hari), maka waktu 6 hari ini akan digunakan di dalam penelitian untuk mencari parameter perbandingan air dan jumlah massa ragi. Dan didapatkan data seperti tabel di bawah ini.Tabel 4.2. Analisa Hasil Distilasi Berdasarkan Perbandingan Air

NoPerbandinganLama Waktu Fermentasi

(hari)Kadar Ethanol(%)Jumlah (ml)

Tebu (kg)Air (gr)Ragi (gr)

1.1,501263775

2.1,515012622100

3.1,537512617100

4.1,550012615100

Gambar 4.2. Grafik Hasil Analisa Data Berdasarkan Perbandingan Jumlah Air

Dari data di atas, nira pucuk tebu yang telah diberi ragi dan difermentasikan selama 6 hari tanpa ditambah dengan air, menghasilkan kadar ethanol sebesar 37 %. Sedangkan sampel yang ditambahkan dengan air sebanyak 500 gram, menghasilkan kadar ethanol sebesar 15 %.

Dari hasil data yang demikian, maka dapat disimpulkan bahwa semakin banyak air yang ditambahkan ke dalam nira pucuk tebu, maka semakin kecil kadar ethanol yang dihasilkan. Dengan demikian, untuk mencari parameter jumlah massa ragi, tambahan air tidak perlu dilakukan.

Tabel 4.3. Analisa Data Hasil Distilasi Berdasarkan Jumlah Massa Ragi

NoPerbandinganLama Waktu Fermentasi

(hari)Kadar Ethanol(%)Jumlah (ml)

Tebu (kg)Air (gr)Ragi (gr)

1.1,50661475

2.1,501263775

3.1,501862275

4.1,50246875

Gambar 4.3. Grafik Hasil Analisa Data Berdasarkan Jumlah RagiDari data di atas, sampel yang diberi ragi sebanyak 12 gram menghasilkan kadar ethanol sebesar 37 %. Sedangkan sampel yang diberi ragi sebanyak 24 gram menghasilkan ethanol sebanyak 8 %. Maka jumlah ragi yang dapat menghasilkan kadar ethanol yang paling tinggi yaitu ragi seberat 12 gram.

B. Hasil Uji Karakteristik BioethanolSetelah melalui proses pembuatan bioethanol, akan didapatkan bioethanol dengan kadar 93%, selanjutnya akan dilakukan uji karakteristik dari bioethanol berbahan baku pucuk tebu di laboratorium TAKI ITS. Pengujian yang dilakukan antara lain, nilai kalori, pour point, flash point, densitas, dan viscositas. Sedangkan pengujian besarnya kadar ethanol, dilakukan di laboratorium Bahan Bakar dan Pelumas UNESA. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari bioethanol berbahan pucuk tebu ini untuk digunakan sebagai biopremium.

Untuk menganalisa di Lab. TAKI ITS diperlukan ethanol minimal 150 ml. Dari proses pengujian tersebut, diperoleh hasil dari pengujian karakteristik dari bioethanol berbahan baku pucuk tebu dan selanjutnya akan dibandingkan dengan karakteristik dari ethanol murni dan juga premium, seperti ditunjukkan pada tabel di halaman selanjutnya.

Tabel 4.4. Perbandingan Beberapa Sifat Ethanol Murni, Ethanol dari Pucuk Tebu, dan Premium

PropertyEthanol MurniEthanol dari Pucuk TebuPremium

Kadar ethanol ( % )99,4 (93 (-

Densitas ( gr/cc)0,772 (0,8298 (0,7224

Nilai Kalori (Kcal/kg)6380 (5797,55 (8800

Pour Point (C)-17,2(-16 (4

Flash Point (C)12 (30 (13

Viscositas (cSt)1,5235,00 (3

Sumber:(Lab Bahan Bakar dan Pelumas UNESA

(Lab TAKI-ITS (ada dalam lampiran)

(George Granger Brown, 1973

Laboratorium Pelumas Pertamina (A. Hardjono, 2001

(Physical & Theoretical Chemistry Lab. Safety home page 16/06/2010.

C. Pembahasan

1. Pembahasan Hasil Distilasi

Dari tabel 4.1, 4.2 dan 4.3 di atas dapat disimpulkan bahwa parameter parameter yang dapat menghasilkan kadar ethanol paling tinggi adalah sebagai berikut.

a. Lama waktu fermentasi yang digunakan adalah selama 6 hari.

b. Tidak diperlukannya penambahan air ke dalam sampel.

c. Jumlah massa ragi yang digunakan sebanyak 12 gram.

Dengan demikian, untuk menghasilkan bioethanol dari pucuk tebu dengan kadar 93 %, digunakan paramater yang optimal seperti di bawah ini :1,5 kg pucuk tebu ditambah 12 gram ragi dan difermentasikan selama 6 hari.

2. Pembahasan Analisis Data

Dari hasil di atas dapat dijelaskan bahwa hasil penelitian di Laboratorium Bahan Bakar dan Pelumas UNESA, dilakukan dengan perbandingan 1,5 kg pucuk tebu ditambahkan 12 gram ragi dan difermentasikan selama 6 hari, dapat menghasilkan bioethanol dengan kadar 93 % (lihat hasil data pada tabel 4.1, 4.2, dan 4.3).

Pada penelitian ini, agar dapat menghasilkan kadar ethanol sebesar 93 % dilakukan distilasi bertingkat sebanyak 3 kali. Hal ini dikarenakan karena antara air dan ethanol merupakan komponen dari azeotrope (dua komponen yang selisih titik didihnya berdekatan), oleh sebab itu pemisahan antara ethanol dengan air harus dilakukan berulang kali (bertingkat).

Selanjutnya akan dilanjutkan dengan pengujian karakteristik di Lab. TAKI ITS. Berdasarkan hasil dari pengujian karakteristik ethanol di Lab. TAKI ITS, dapat dianalisis sebagai berikut :

a. Dengan kadar ethanol sebesar 93 %, memiliki densitas sebesar 0,8298 gr/cc, kadar densitas ini masih tergolong tinggi daripada densitas milik ethanol murni yaitu 0,772 gr/cc dan densitas premium yang hanya 0,7224 gr/cc, dikarenakan kadar airnya masih 6% dari standart (kadar ethanol murni 99,4 %). (Sumber George Brown, 1973)b. Nilai kalori dari bioethanol berbahan baku pucuk tebu ini sebesar 5797,55 Kcal/kg, tidak jauh berbeda dari nilai kalori dari ethanol murni sebesar 6380 Kcal/kg, tapi masih jauh di bawah nilai kalori dari premium sebesar 8800 Kcal/kg. (Sumber A. Hardjono, 2001)

c. Untuk flash point (suhu dimana bahan bakar dapat tebakar dengan sendirinya) dari bioethanol berbahan baku pucuk tebu ini sebesar 30 C dan flash point dari ethanol murni sebesar 12 C dan flash point dari Premium sebesar 13 C (lihat tabel 7).

d. Dan untuk titik tuang atau pour point dari bioethanol berbahan baku pucuk tebu ini hampir mendekati pour point dari ethanol murni (-17,2 C) yaitu -16 C. Dengan demikian, bioethanol ini dapat digunakan pada daerah yang memiliki suhu di bawah 0 C sedangkan Premium hanya mampu hingga suhu 4 C.

e. Sedangkan untuk viscositas ethanol dari penelitian ini masih terlalu kental yaitu 5,00 cSt dibandingkan dengan viscositas ethanol murni yaitu 1,523 cSt.

f. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa bioethanol dari pucuk tebu ini sudah dapat terbakar (memiliki flash point) dan juga sudah dapat digunakan sebagai campuran bahan bakar Premium dan dapat diperbaharui.

D. Perhitungan Biaya

Setelah mengetahui proses pembuatan bioethanol berbahan baku pucuk tebu dan telah mendapatkan karakteristiknya, maka selanjutnya perlu diadakan perhitungan biaya untuk mengetahui harga dari per liter ethanol ini.

Biaya produksi pada proses distilasi yaitu :

1. Biaya listrik

Biaya listrik 1 kwh = Rp. 580,- per jam

1 watt jam

= Rp 0,58 per jam

Biaya pemanas 300 watt = 300 watt x Rp. 0,58 per jam = Rp. 174,- per jamSelama 6 jam operasi biaya listrik total:

Rp. 174,- per jam x 6 jam = Rp. 1.044,-

2. Bahan baku

Dalam penelitian ini digunakan limbah dari tebu yaitu pucuk tebu. Di perkebunan tebu, pucuk tebu hanya digunakan sebagai pakan ternak (3%) dan sisanya dibakar. Jadi untuk pengadaan bahan baku hanya membutuhkan biaya transportasi pengangkutan dengan rincian sebagai berikut :

Transportasi dengan sepeda motor

= Rp. 10.000,- ditambahHonorium pekerja= Rp. 15.000,-

= Rp. 25.000,-

Kapasitas maksimal pengangkutan dengan sepeda motor 75 kg. Jadi untuk setiap kg pucuk tebu bernilai = Rp. 25.000 : 75 kg = Rp 333 / kg

Harga ragi 1 bungkus (75 gr)

= Rp. 3.500,-

Harga ragi (12 gr)

= Rp. 560,-

3. Honorium Pekerja di Lab.

Untuk 1,5 kg pucuk tebu, akan dihasilkan ethanol sebanyak 75 ml dengan kadar 93 %. Proses ini dilakukan selama 6 jam distilasi. Dan honorium untuk pekerja selama proses distilasi ini sebesar :

Honorium pekerja selama 8 jam

= Rp. 20.000,-

Honorium pekerja selama 1 jam = Rp. 20.000,- : 8 jam

= Rp. 2.500,-

Maka honorium pekerja di lab. selama 6 jam sebesar :

Rp. 2.500 x 6 jam= Rp. 15.000,-

4. Biaya produksi

Biaya listrik= Rp. 1.044,-

Harga pucuk tebu 1,5 kg

= Rp. 499,-

Harga ragi 12 gr

= Rp. 560,-

Biaya penggilingan 1,5 kg pucuk tebu

= Rp. 750,-

Honorium pekerja di lab. selama 6 jam

= Rp.15.000,-

Jumlah

= Rp.17.853,-

Dalam produksi dihasilkan ampas 0,5 kg berupa bagase atau ampas tebu dari 1,5 kg pucuk tebu. Ampas ini dijual dengan harga Rp. 500 / kg.

0,5 kg x Rp.500 / kg = Rp. 250,-

Jadi : Rp. 2.853 Rp.250 = Rp. 17.603,-

Biaya produksi di atas menghasilkan ethanol sebanyak 75 ml. Jadi untuk harga per liter ethanol dari pucuk tebu ini adalah :

1000 ml x Rp. 17.603

=Rp. 234.706,- 75 ml

Jadi harga per liter ethanol berbahan baku pucuk tebu ini adalah Rp234.706,-.

Perlu diketahui, perhitungan biaya di atas merupakan perhitungan biaya selam produksi dengan menggunakan distilator berkapasitas 1 liter. Sehingga ethanol yang dihasilkan maksimal hanya 75 ml selama 6 jam. Namun apabila menggunakan distilator dengan kapasitas 20 liter, maka ethanol yang mampu dihasilkan sebesar 2,5 liter / jam. Dengan demikian perhitungan biaya yang didapat adalah sebagai berikut :

a. Biaya listrik

Biaya pemanas bagian dalam 600 watt= Rp. 348 per jam

Biaya pemanas bagian luar 300 watt= Rp. 174 per jam

Jumlah = Rp. 522 per jamb. Biaya bahan baku

Biaya 20 kg pucuk tebu

= Rp 6.660,-

Biaya 160 gr ragi

= Rp. 7.466,-

Jumlah

= Rp.14.126,-

c. Biaya penggilingan

Biaya penggilingan 10 kg tebu ( 2,5 liter)

= Rp.5000,-

d. Biaya produksi

Biaya listrik

= Rp. 522,-Biaya bahan baku

= Rp.14.126,-

Biaya penggilingan 100 kg

= Rp.50.000,-

Honorium pekerja di leb. selama 1 jam=

Rp. 2.500,-

Jumlah = Rp. 67.148,-Dikurangi penjualan 33 kg ampas tebu = Rp. 16.666,-

Maka total = Rp. 50.482,-

Untuk mengangkut 4 ton pucuk tebu, diperlukan satu buah truck untuk mengangkutnya dari Mojokerto Surabaya dengan biaya transportasi Rp.175.000,-.

Biaya transportasi untuk Rp. 175.000 x 100 kg

100 kg pucuk tebu = Rp. 4.375,-Jumlah : Rp.50.482,-

Rp.54.857,-

Biaya produksi di atas, merupakan biaya produksi selama 1 jam dan menghasilkan 2,5 liter ethanol. Maka untuk harga 1 liter ethanol sebesar :

1 liter / jam = Rp. 54.857 : 2,5 liter /jam

= Rp. 21.942 per jam

Sehingga total biaya per liter ethanol berbahan baku pucuk tebu ini sebesar Rp. 21.942,- .

5. Biaya produksi massal

Pucuk tebu 100 kg (2,5 liter /jam)

= Rp. 50.482,-

Pucuk tebu 1 ton (25 liter / 10 jam)

= Rp. 100.964,-

Pucuk tebu 10 ton (250 liter / 100 jam)= Rp.1.009.640.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang menggunakan pucuk tebu sebagai bahan dasar pembuatan bioethanol ini dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Langkah langkah dalam proses pembuatan bioethanol adalah :

a. Tahap pertama, persiapan bahan baku.

b. Tahap kedua, fermentasi.

c. Tahap ketiga, distilasi bertingkat.

2. Untuk perbandingan berat pucuk tebu, jumlah ragi dan lamanya waktu fermentasi dalam pembuatan bioethanol berbahan baku pucuk tebu ini adalah :1,5 kg pucuk tebu ditambahkan 12 gram ragi dan difermentasikan selama 6 hari.

3. Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan bioethanol berbahan baku pucuk tebu ini adalah :

a. Gelas labu dengan kapasitas 1 liter.b. Pipa gelas berbentuk L.1. Condenser liebig

2. Gelas ukur 250 ml

3. Thermocouple

4. Kompor listrik 300 watt

5. Pompa air dan ember

6. Alcohol meter

7. Thermometer

4. Metode yang digunakan dalam menguji karakteristik dari bioethanol berbahan baku pucuk tebu ini adalah :

a. Nilai Kalori menggunakan metode bomb calorimeterb. Flash Point menggunakan metode linn high term UMK-135c. Pour Point menggunakan metode ASTM D97d. Viscositas menggunakan metode viscometrie. Densitas menggunakan metode ASTM D70,

f. dan Kadar Ethanol menggunakan alcohol meter.5. Harga per liter bioethanol berbahan baku pucuk tebu ini adalah Rp. 24.706,-.

B. Saran

Untuk menghasilkan ethanol dari pucuk tebu yang berkualitas baik, sebaiknya pastikan fermentor tidak ada kebocoran. Hal ini bertujuan agar kadar ethanol yang akan dihasilkan dapat optimal. Selain itu, alangkah lebih baik apabila fermentor menggunakan tangki dari stain less demi mencegah terjadinya ledakan pada proses fermentasi (akibat dari kadar ethanol yang tinggi di dalam fermentor yang kecil).

Untuk mendapatkan kadar ethanol dengan kadar lebih dari 90 %, harus dilakukan distilasi bertingkat. Sebaiknya tambahkan silica gel pada saat proses distilasi kedua hingga ketiga.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Potensi Daerah Kabupaten Klaten. Diambil pada tanggal 30 Mei 2010 dari www.questioner-teknologi klaten.com.

Anonim. 2007. Potensi Daerah Kabupaten Klaten. Karangasemkab.Go.Id.

Anonim. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta : Universitas Indonesia.

C Tri Kusumastuti. 2007. Singkong Sebagai Salah Satu Somber Bahan Bakar Nabati (BBN). Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.

EGA (BP. KAPET SERAM MALUKU, UNDP JAKARTA)., Bambang Triwiyono,. dkk (BPPT JAKARTA). 2006. Kajian Tekno Ekonomi Produksi Fuel Grade Ethanol Dari Aren dan Kelapa Sebagai Sumber Enegi Engine Alternatif. Diambil pada tanggal 11 Mei 2010 dari http://www.fao.org/ag/againfo/resources/ documents/frg/conf96htm/dalibard.htm.

Endang Suarna. 22 Desember 2007. Prospek Dan Tantangan Pemanfaatan Biofuel Sebagai Sumber Energi Alternatif Pengganti Minyak di Indonesia. Diambil pada tanggal 24 Maret 2010 dari http://macklin.tmip-unpad.net/index2.George Granger Brown. (1973). Unit Operations. New York Tokyo: Modern Asia Edition.

Hardjono. A. (2001). Teknologi Minyak Bumi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Indyah Nurdyastuti. 2005. Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol. Diambil pada tanggal 25 Mei 2010 dari http://macklin.tmip-unpad.net/index2.Nike Triwahyuningsih., & Rahmat Adiprasetya. 2006. Pemanfaatan Energi Biomassa sebagai Biofuel : Konsep Sinergi dengan Ketahanan Pangan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Pidekso Adi, 2007. Selayang Pandang Tentang Telecenter Daragati PKK Kota Malang. Diambil pada tanggal 30 Mei 2010 dari http://www.jatim.go.id /telecenter/malang/modules.php.

Sri Utami Handayani. Pemanfaatan Bio Ethanol Sebagai Bahan Bakar Pengganti Bensin. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Sudjana. 1996. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito

Tim. 2008. Panduan Penulisan Skripsi Program Studi S1 Pendidikan Teknik Mesin. Surabaya: Jurusan Pendidian Teknik Mesin.

Warren L. Mc Cabe., & Julian C Smith. (1976). Unit Operation of Chemical Enginering. New York: North Carolina State University & Cornell University.

Wikipedia Indonesia. 05 April 2008. Bahan Bakar. Diambil pada tanggal 30 April 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bahan_bakar.

Wikipedia Indonesia. 09 April 2008. Bahan Bakar Fosil. Diambil pada tanggal 01 Mei 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bahan_ bakar_fosil.

Wikipedia Indonesia. 27 April 2008. Biofuel. Diambil pada tanggal 01 Mei 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Biofuel.

termometer

Condensor liebieg

Labu kaca

Kompor listrik

ethanol

2

7

8

6

7

10

6000

4

5

9

1

Pemanas

Pemanas

Pemanas

3

1

Start

Studi Pendahuluan

Merumuskan Masalah

1,5 kg pucuk tebu Dipress untuk diambil nira nya

1,5 kg pucuk tebuDipress untuk diambil nira nya

1,5 kg pucuk tebuDipress untuk diambil nira nya

Hasil perasan 1,5 kg pucuk tebu (375 ml)dan dicampur 150gr air

Hasil perasan 1,5 kg pucuk tebu (375 ml)dan dicampur 150gr air

Hasil perasan 1,5 kg pucuk tebu (375 ml)dan dicampur 150gr air

Di Fermentasikan dengan pemberian ragi Saccharomyces cerevisae 12 gr

Di Fermentasikan dengan pemberian ragi Saccharomyces cerevisae 12 gr

Di Fermentasikan dengan pemberian ragi Saccharomyces cerevisae 12 gr

Didiamkan pada suhu kamar 28-30(C

Didiamkan pada suhu kamar 28-30(C

kamar

Didiamkan pada suhu kamar 28-30(C

Didiamkan selama 4 hari

Didiamkan selama 7 hari

Didiamkan selama 6 hari

Distilasi dengan suhu 78(C

Distilasi dengan suhu78(C

Distilasi dengan suhu 78(C

Waktu yang optimal

Kajian teori

Literatur

1,5 kg pucuk tebu Dipress untuk diambil nira nya

Hasil perasan 1,5 kg pucuk tebu (375 ml)dan dicampur 150gr air

Di Fermentasikan dengan pemberian ragi Saccharomyces cerevisae 12 gr

Didiamkan pada suhu kamar 28-30(C

kamar

Didiamkan selama 5hari

Distilasi dengan suhu 78(C

Pada penelitian di awal telah didapatkan waktu yang optimal . Selanjutnya waktu yang optimal tersebut digunakan sebagai variabel tetap pada penelitian selanjutnya untuk mencari perbandingan berat air.

1,5 kg pucuk tebu Dipress untuk diambil nira nya

1,5 kg pucuk tebu Dipress untuk diambil nira nya

Dipress untuk diambil nira nya

1,5 kg pucuk tebu Dipress untuk diambil nira nya

Hasil perasan 1,5 kg pucuk tebu (375 ml)dan dicampur 375gr air

Hasil perasan 1,5 kg pucuk tebu (375 ml)dan dicampur 500gr air

Hasil perasan 1,5 kg pucuk tebu (375 ml) tanpa air

Di Fermentasikan dengan pemberian ragi Saccharomyces cerevisae 12 gr

Di Fermentasikan dengan pemberian ragi Saccharomyces cerevisae 12 gr

Di Fermentasikan dengan pemberian ragi Saccharomyces cerevisae 12 gr

Didiamkan pada suhu kamar 28-30(C

Didiamkan pada suhu kamar 28-30(C

Didiamkan pada suhu kamar 28-30(C

Didiamkan selama 6 hari

Didiamkan selama 6 hari

Didiamkan selama 6 hari

Distilasi dengan suhu 78(C

Distilasi dengan suhu 78(C

Distilasi dengan suhu 78(C

Perbandingan air yang optimal

1,5 kg pucuk tebu Dipress untuk diambil nira nya

Hasil perasan 1,5 kg pucuk tebu (375 ml)dan dicampur 150gr air

Di Fermentasikan dengan pemberian ragi Saccharomyces cerevisae 12 gr

Didiamkan pada suhu kamar 28-30(C

Didiamkan selama 6 hari

Distilasi dengan suhu 78(C

Pada penelitian di awal telah didapatkan perbandingan berat air yang optimal . Selanjutnya perbandingan berat air yang optimal tersebut digunakan sebagai variabel tetap pada penelitian selanjutnya untuk mencari jumlah ragi.

1,5 kg pucuk tebu Dipress untuk diambil nira nya

1,5 kg pucuk tebu Dipress untuk diambil nira nya

1,5 kg pucuk tebu Dipress untuk diambil nira nya

Hasil perasan 1,5 kg pucuk tebu (375 ml)dan dicampur 150gr air

Hasil perasan 1,5 kg pucuk tebu (375 ml)dan dicampur 150gr air

Hasil perasan 1,5 kg pucuk tebu (375 ml) dan dicampur 150 gr air

Di Fermentasikan dengan pemberian ragi Saccharomyces cerevisae 6 gr

Di Fermentasikan dengan pemberian ragi Saccharomyces cerevisae 18 gr

Di Fermentasikan dengan pemberian ragi Saccharomyces cerevisae 24 gr

Didiamkan pada suhu kamar

Didiamkan pada suhu kamar

Didiamkan pada suhu kamar

Didiamkan selama 6hari

Didiamkan selama 6hari

Didiamkan selama 6hari

Distilasi dengan suhu 78(C

Distilasi dengan suhu 78(C

Distilasi dengan suhu 78(C

Perbandingan massa ragi yang optimal

1,5 kg pucuk tebu Dipress untuk diambil nira nya

Hasil perasan 1,5 kg pucuk tebu (375 ml)dan dicampur 150gr air

Di Fermentasikan dengan pemberian ragi Saccharomyces cerevisae 12 gr

Didiamkan pada suhu kamar

Didiamkan selama 6hari

Distilasi dengan suhu 78(C

Kesimpulan

Pada penelitian di awal telah didapatkan waktu, perbandingan berat air, dan jumlah ragi yang optimal . Selanjutnya lama waktu, perbandingan berat air, dan jumlah ragi yang optimal tersebut digunakan sebagai variabel tetap pada proses fermentasi.

1,5 kg pucuk tebu

Dipress untuk diambil nira nya

Hasil perasan 1,5 kg pucuk tebu (375 ml)

Difermentasikan dengan pemberian ragi Saccharomyces

Cerevisae 12 gr, dan didiamkan selama 6 hari

Distilasi bertingkat dengan suhu 78(C

bioethanol

Uji karakteristik dari bioethanol di laboratorium ITS

Analisis dan Pembahasan

4