jurnal skripsi dewo kusumo

11
PENENTUAN NILAI PARAMETER APERTURE DAN DIP PADA METODE MIGRASI KIRCHHOFF UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DATA SEISMIK 2D DI PERAIRAN UTARA JAWA Dewo Kusumo Kelompok Keilmuan Geofisika Program Studi Fisika – UIN Jakarta Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta E-mail: [email protected] ABSTRAK Migrasi Seismik adalah suatu proses untuk memindahkan kedudukan reflektor pada posisi dan waktu pantul yang sebenarnya berdasarkan lintasan gelombang. Hal ini disebabkan karena penampang seismik hasil stack belumlah mencerminkan kedudukan yang sebenarnya, karena rekaman normal incident belum tentu tegak lurus terhadap bidang permukaan, terutama untuk bidang reflektor yang miring. Selain itu, migrasi juga dapat menghilangkan pengaruh difraksi gelombang yang muncul akibat adanya struktur- struktur tertentu. Migrasi yang digunakan adalah migrasi Kirchhoff, dimana keberhasilan dari migrasi ini sangat dipengaruhi oleh model velocity yang digunakan. Untuk melakukan migrasi diperlukan nilai dari lebar aperture dan sudut dip, sehingga menghasilkan penampang seismik yang mendekati struktur geologi yang sebenarnya. Serta dilakukan analisis lebih lanjut dalam penentuan lebar aperture dan penentuan sudut dip yang digunakan. Ada dua metode migrasi yaitu pre-stack time migration dan post-stack time migration. Pre-stack time migration adalah proses migrasi sebelum stacking. Pre-stack time migration sering diaplikasikan untuk lapisan-lapisan dengan profil velocity yang kompleks, atau ketika struktur terlalu kompleks untuk proses post-stack time migration. Hasil dari analisis gambar migrasi dapat diambil kesimpulan bahwa hasil variasi nilai aperture yang tepat pada teknik Pre-Stack Time Migration adalah sebesar 500 meter, karena memiliki pola-pola koherensi reflektor yang lebih baik dari nilai variasi lainnya. Kemudian hasil variasi nilai dip yang tepat pada teknik Post-Stack Time Migration adalah sebesar 45

Upload: dewo-kusumo

Post on 11-Apr-2017

187 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL SKRIPSI DEWO KUSUMO

PENENTUAN NILAI PARAMETER APERTURE DAN DIP PADA METODE MIGRASI KIRCHHOFF UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DATA

SEISMIK 2D DI PERAIRAN UTARA JAWA

Dewo KusumoKelompok Keilmuan Geofisika Program Studi Fisika – UIN Jakarta

Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat JakartaE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Migrasi Seismik adalah suatu proses untuk memindahkan kedudukan reflektor pada posisi dan waktu pantul yang sebenarnya berdasarkan lintasan gelombang. Hal ini disebabkan karena penampang seismik hasil stack belumlah mencerminkan kedudukan yang sebenarnya, karena rekaman normal incident belum tentu tegak lurus terhadap bidang permukaan, terutama untuk bidang reflektor yang miring. Selain itu, migrasi juga dapat menghilangkan pengaruh difraksi gelombang yang muncul akibat adanya struktur-struktur tertentu. Migrasi yang digunakan adalah migrasi Kirchhoff, dimana keberhasilan dari migrasi ini sangat dipengaruhi oleh model velocity yang digunakan. Untuk melakukan migrasi diperlukan nilai dari lebar aperture dan sudut dip, sehingga menghasilkan penampang seismik yang mendekati struktur geologi yang sebenarnya. Serta dilakukan analisis lebih lanjut dalam penentuan lebar aperture dan penentuan sudut dip yang digunakan. Ada dua metode migrasi yaitu pre-stack time migration dan post-stack time migration. Pre-stack time migration adalah proses migrasi sebelum stacking. Pre-stack time migration sering diaplikasikan untuk lapisan-lapisan dengan profil velocity yang kompleks, atau ketika struktur terlalu kompleks untuk proses post-stack time migration. Hasil dari analisis gambar migrasi dapat diambil kesimpulan bahwa hasil variasi nilai aperture yang tepat pada teknik Pre-Stack Time Migration adalah sebesar 500 meter, karena memiliki pola-pola koherensi reflektor yang lebih baik dari nilai variasi lainnya. Kemudian hasil variasi nilai dip yang tepat pada teknik Post-Stack Time Migration adalah sebesar 45 derajat, karena memiliki event-event seismik yang sangat curam dari nilai variasi lainnya yang mencerminkan kondisi geologi sesungguhnya.Kata Kunci: Migrasi Seismik, Migrasi Kirchhoff, Aperture, Dip, Pre-Stack Time Migration, Post-Stack Time Migration.

ABSTRACT

Seismic Migration is a process to relocate position of a reflector to its true geology structure in the subsurface. The different image between the stacked section and true subsurface position of the event, because the record of normal incidence is not always perpendicular to its reflector, especially a reflector with a certain dip. Migration also can collapse a diffraction that appears if there is a point diffractor in the subsurface. One of the method that will be used in this thesis is Kirchhoff migration. The success of Kirchhoff migration is dependent on the aperture width, and the angle of dip that is used for migration so the result of migration can represent the true subsurface geology

Page 2: JURNAL SKRIPSI DEWO KUSUMO

structure. Two of the more important migration methods are pre-stack time migration and post-stack time migration. Pre-stack time migration is essentially when seismic data is adjusted before the stacking sequence occurs. Pre-stack time migration is often applied only when the layers being observed have complicated velocity profiles, or when the structures are just too complex to see with post-stack time migration. The results of the analysis of the migration image can be concluded that the appropriate aperture value variation on the technique of the Pre-Stack Time Migration is at 500 meters, because the patterns of coherence has a better reflector than the value of the other variations. Then the results of the variation of the dip right on technique Post-Stack Time Migration is at 45 degrees, because it has a seismic events are very steep than the value of the other variations that reflect the actual geological conditions.Key Words: Seismic Migration, Kirchhoff Migration, Aperture, Dip, Pre-Stack Time Migration, Post-Stack Time Migration.

1. PendahuluanSecara umum, tujuan utama dari

pengukuran seismik adalah untuk memperoleh rekaman yang berkualitas baik. Kualitas rekaman seismik dapat dinilai dari perbandingan sinyal refleksi terhadap signal to noise ratio (S/N) yaitu perbandingan antara banyaknya sinyal refleksi yang direkam dibandingkan dengan sinyal noise nya dan keakuratan pengukuran waktu tempuh (travel time).

Kualitas data seismik sangat ditentukan oleh kesesuaian antara parameter pengukuran lapangan yang digunakan dengan kondisi lapangan yang ada. Kondisi lapangan yang dimaksud adalah kondisi geologi dan kondisi daerah survei. Sebagai contoh, parameter lapangan untuk daerah batu gamping masif akan berbeda dengan parameter untuk daerah dengan litologi yang terdiri dari lempung dan pasir. Disamping itu parameter lapangan yang harus disesuaikan adalah target eksplorasi yang ingin dicapai.

Pengolahan data seismik dapat menggambarkan hasil yang baik dengan dilakukan beberapa proses, salah satunya adalah migrasi. Salah satu tujuan dari proses migrasi adalah mengembalikan posisi reflektor (bidang pantul) pada kondisi sebenarnya di

bawah permukaan. Posisi reflektor sangat mungkin untuk tidak berada pada kondisi sesungguhnya saat terbaca pada penampang seismik. Faktor penyebab kesalahan penentuan reflektor diantaranya adalah perbedaan asumsi-asumsi yang dipakai saat pengambilan data dan pengolahan data, ketidakaturan penjalaran gelombang di bawah permukaan, serta adanya struktur rumit seperti sesar atau patahan.

Tujuan berikutnya dilakukan migrasi adalah untuk menghilangkan difraksi yang ditampilkan sebagai kurva hiperbolik karena penjalaran gelombang seismik yang sangat rumit pada zona geologi kompleks. Struktur sinklin atau lembah dasar laut yang cukup sempit seringkali menyebabkan efek dasi kupu-kupu (bowtie). Bowtie adalah reflektor semu yang diakibatkan oleh gelombang seismik yang terdifraksi. Bowtie ini harus dihilangkan dengan proses migrasi. Migrasi dengan parameter yang tepat akan menghilangkan efek bowtie dan penampang seismik akan mencerminkan kondisi geologi sesungguhnya. Difraksi itu sendiri disebabkan oleh adanya pembauran gelombang yang berasal dari sumber dan pantulannya mengenai bidang yang tidak menerus seperti patahan atau gap yang berupa celah-celah. Pembauran

Page 3: JURNAL SKRIPSI DEWO KUSUMO

akibat ketidakmenerusan reflektor akan membentuk muka gelombang baru yang nantinya terekam oleh receiver di permukaan.

Beberapa metode migrasi yang terkenal adalah metode migrasi Kirchhoff, migrasi Finite-Difference dan migrasi transformasi F-K (Yilmaz, 2001). Metode migrasi yang digunakan pada tugas akhir ini adalah migrasi Kirchhoff, karena perhitungannya dapat menyelesaikan permasalahan yang meliputi domain waktu, sudut dan jarak yang terdapat dalam penampang seismik. Kelebihan yang dimiliki oleh metode Kirchhoff adalah mampu mengatasi dip sampai 90 derajat, sedangkan pada metode Finite-Difference hanya mencapai 60 derajat. Kelemahan metode Kirchhoff adalah tidak dapat maksimal jika diaplikasikan pada S/N ratio yang rendah. Dipilih metode migrasi Kirchhoff karena cakupan struktur yang dimigrasi oleh metode Kirchhoff lebih luas. Sudut yang dimigrasi dapat mencapai titik maksimal yaitu mencapai 90 derajat.

2. Metode PenelitianPelaksanaan penelitian mulai

dari tahap awal pengolahan data hingga didapat data yang siap untuk dilakukan proses migrasi. Tahap awal pengolahan data dimulai dengan melakukan Input data kedalam software ProMAX 2D Version 5000.0.2.0. Tahap selanjutnya adalah bagian penting pada pengolahan data yaitu proses Geometry Matching, Filtering, Editing, Preprocessing, Velocity Analysis dan Stacking. Lalu akan dibahas tentang menentukkan nilai parameter Aperture dan Dip sebagai parameter input dalam teknik Pre-Stack Time Migration dan Post-Stack Time Migration dengan metode migrasi Kirchhoff yang akan diterapkan pada software.

2.1 Waktu dan Tempat PenelitianTugas akhir dilaksanakan di

Balai Teknologi Survei Kelautan – BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) Jl. M.H. Thamrin No. 8 Jakarta Pusat 10340. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung selama dua bulan terhitung sejak tanggal 1 April – 31 Mei 2014.

2.2 Peralatan PenelitianUntuk pengolahan data seismik

2D ini menggunakan peralatan sebagai berikut:

1. Seperangkat Notebook (Intel Pentium Core i3, 500 GB Hardisk, 6 GB DDR3 dan 2 GB Video Memory).

2. Perangkat Lunak OS berbasis Linux.

3. Perangkat Lunak ProMAX 2D Version 5000.0.2.0

2.3 Tahapan Penelitian

Gambar 2.1 Diagram Alir Penelitian

Page 4: JURNAL SKRIPSI DEWO KUSUMO

3. Hasil dan PembahasanProses migrasi terhadap data

seismik dilakukan pada pengerjaan tugas akhir ini dengan artian bahwa migrasi adalah suatu langkah untuk mendapatkan posisi sebenarnya bagi titik-titik refleksi menuju kondisi aslinya semula akibat dari pengolahan data di lapangan. Dalam tugas akhir ini penulis menggunakan metode Kirchhoff sebagai alat perhitungannya. Metode Kirchhoff dilakukan dalam domain waktu dua dimensi pada migrasi sebelum stack (Pre-stack Time Migration) dan setelah stack (Post-Stack Time Migration).

3.1 Variasi Nilai ApertureAperture adalah lebar data ke

arah lateral yang akan ikut digunakan di dalam penjumlahan titik-titik yang berada pada lintasan hiperbola akibat difraksi yang akan dijumlahkan ke titik puncak dari hiperbola tersebut.

a. Aperture 300

Gambar 3.1 Aperture 300 meter

Terlihat antara CDP 1622 – CDP 2432 pada kedalaman time 100 ms – 400 ms, event-event seismiknya menjadi tidak terlihat kemelurusannya dan juga menjadi tidak teratur. Hal ini dikarenakan jumlah energi amplitudo yang diberikan hanya terbatas pada jarak 300 meter ke kanan dan ke kiri dari titik trace sehingga memberikan hasil yang tidak maksimal. Kemudian juga pada CDP 1352 – CDP 2432 yang

terletak pada kedalaman time 1200 ms ke bawah muncul event-event seismik baru yang mempunyai kemiringan landai. Jika dibandingkan pada saat sebelum dilakukannya proses migrasi ini event-event tersebut belum muncul. Ini membuktikan bahwa proses migrasi ini berfungsi untuk memperbaiki resolusi event dalam penampang seismik.

b. Aperture 400

Gambar 3.2 Aperture 400 meter

Terlihat pada CDP 1622 – CDP 2432 pada kedalaman time 100 ms – 400 ms event-event seismik menjadi lebih terlihat kemelurusannya namun belum sepenuhnya terlihat karena masih ada yg hilang atau belum kelihatan jelas event-nya. Lalu pada time 1200 ms ke bawah tidak terlihat ada perubahan yang signifikan. Hal ini dikarenakan terbatasnya energi amplitudo yang diberikan pada saat migrasi yaitu sebesar 400 meter. Begitu juga dapat dilihat pada bagian cekungan atau sinklin, tidak terlihat ada perubahan yang terlihat karena sudah sangat jelas kontinuitas reflektornya.

c. Aperture 500

Page 5: JURNAL SKRIPSI DEWO KUSUMO

Gambar 3.3 Aperture 500 meterTerlihat pada CDP 1622 – CDP 2432 pada kedalaman time 100 ms – 400 ms, event-event seismik menjadi menjadi semakin terlihat kemelurusannya sepenuhnya. Begitu juga terjadi pada CDP 1352 – CDP 2432 yang terletak pada kedalaman time 1200 ms ke bawah, event-event yang terlihat semakin jelas. Hal ini membuktikan bahwa data seismik termigrasi dengan sangat baik, karena kawasan yang mengalami migrasi lebih lebar jangkauannya yaitu sebesar 500 meter ke kanan dan 500 meter ke kiri dari masing-masing trace. Pola koherensi reflektor yang baik ditandai dengan adanya bentuk kemelurusan.

d. Aperture 600

Gambar 3.4 Aperture 600 meter

Pada penampang seismik terlihat event seismik yang sangat tebal sekali pada kedalaman time 400 ms, event yang tebal seperti itu tidak mencerminkan kondisi geologi yang sebenarnya. Hal itu terjadi dikarenakan jumlah energi amplitudo yang dijumlahkan terlalu besar yaitu 600 meter ke kanan dan 600 meter ke kiri dari masing-masing trace. Kemudian jika kita melihat ke daerah lainnya berdasarkan kedalaman pada domain waktu dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan berdasarkan CDP bahwa tidak ada lagi event yang muncul dan tidak ada lagi perubahan yang berlaku selain perubahan ketebalan event yang tadi telah dibahas. Hal ini terjadi karena

pada data tersebut tidak terdapat event reflektor yang membutuhkan lebar aperture sebesar 600 meter.

e. Aperture 800

Gambar 3.5 Aperture 800 meter

Dapat dilihat pada gambar di atas yang merupakan hasil dari proses migrasi dengan menggunakan variasi nilai aperture sebesar 800 meter bahwa pada kedalaman time 200 ms – 600 ms terjadi penebalan event seismik yang berkelanjutan. Pada event seismik yang sangat tebal tersebut sama sekali tidaklah mencerminkan kondisi atau keadaan geologi yang sebenarnya

3.2 Variasi Nilai DipVariasi dip sangat diperlukan

untuk melengkapi penentuan dari lebar aperture, dimana dengan membatasi nilai dip untuk ikut dimigrasi kita juga membatasi noise yang akan ikut dimigrasi. Dimana hal ini juga akan mempercepat waktu di dalam migrasi Kirchhoff.

a. Dip 15

Gambar 3.6 Dip 15 derajat

Page 6: JURNAL SKRIPSI DEWO KUSUMO

Pada daerah yang berstruktur cekungan atau sinklin dan antiklin tidak terlihat adanya event-event dengan kemiringan yang curam, migrasi hanya dilakukan dengan kemiringan yang lebih kecil dari 15 derajat. Kemiringan ini berhubungan langsung dengan summation path dalam proses migrasi. Pada gambar di atas dapat terlihat belum munculnya event-event dengan kemiringan lebih dari 15 derajat khususnya pada daerah antiklin di sebelahnya.

b. Dip 30

Gambar 3.7 Dip 30 derajat

Pada daerah yang berstruktur sinklin dan antiklin semakin terlihat event-event seismik dengan kemiringan yang lebih curam. Namun masih terlihat event-event seismik yang masih tidak jelas dan tidak teratur pola koherensi reflektornya. Hal ini dikarenakan sudut dengan nilai tersebut belum cukup terbuka untuk dilakukan proses migrasi, karena belum mendekati sudut yang optimum.

c. Dip 45

Gambar 3.8 Dip 45 derajat

Pada gambar terlihat adanya event-event seismik dengan kemiringan yang semakin curam muncul lagi di daerah yang berstruktur sinklin dan antiklin. Begitu juga dengan pola koherensi reflektor semakin baik yang ditandai dengan adanya bentuk kemelurusan seperti yang ditunjukkan oleh gambar di atas.

d. Dip 60

Gambar 3.9 Dip 60 derajat

Jika kita melihat penampang seismik pada gambar di atas (Gambar 4.23), berdasarkan kedalaman pada domain waktu, dari atas ke bawah, dan dari kiri ke kanan berdasarkan CDP, tidak ada lagi event-event seismik yang muncul, untuk kemiringan yang lebih curam. Jika dibandingkan dengan pada saat penggunaan nilai parameter dip sebesar 45 derajat, migrasi dengan menggunakan nilai parameter dip sebesar 60 derajat, menghasilkan pencitraan seismik yang sama.

e. Dip 90

Gambar 3.10 Dip 90 derajat

Pada saat penggunaan nilai parameter dip sebesar 90 derajat, tidak

Page 7: JURNAL SKRIPSI DEWO KUSUMO

terlihat lagi adanya perubahan event-event seismik yang cukup signifikan.4. Kesimpulan

Dari hasil penelitian tugas akhir mengenai pengolahan data seismik 2D laut ini dapat memberikan beberapa kesimpulan, yaitu:1. Hasil variasi nilai aperture yang

tepat pada teknik Pre-Stack Time Migration adalah sebesar 500 meter, karena memiliki pola-pola koherensi reflektor lebih baik dari nilai variasi lainnya.

2. Hasil variasi nilai dip yang tepat pada teknik Post-Stack Time Migration adalah sebesar 45 derajat, karena memiliki event-event seismik sangat curam yang menggambarkan kondisi geologi sesungguhnya dibandingkan nilai variasi lainnya.

3. Teknik Pre-Stack Time Migration memberikan hasil pencitraan yang lebih baik jika dibandingkan dengan teknik Post-Stack Time Migration, karena pada teknik ini menggunakan data gather, karena dengan data ini tentunya proses migrasi menjadi lebih teliti karena dilakukan pada masing-masing trace. Sedangkan pada teknik Post-Stack Time Migration data yang digunakan adalah data yang telah ditumpuk (stack) sehingga proses migrasi yang dilakukan kurang maksimal dan waktu yang dibutuhkan pun lebih lama.

5. Daftar Pustaka[1] Bagoes Oka, Ratu Arya S. 2007.

Aplikasi 2D Pre Stack Kirchhoff Time Migration Untuk Meningkatkan Kualitas Data Seismik Di Daerah X. Departemen Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok.

[2] Bancroft, John C. 2002. A Visual Relationship Between Kirchhoff Migration and Seismic Inversion. Department of Geology and Geophysics. University of Calgary 14, 1-24.

[3] Bancroft, John C. 1998. Dip Limits On PreStack Kirchhoff Migration and Posstack Kirchhoff Migration. Department of Geology and Geophysics. University of Calgary 10, 1-7.

[4] Djamil, Agus S. 2012. Al-Qur’an Menyelami Rahasia Lautan. Edisi Baru, Cetakan I, Juni 2012. Penerbit Mizan. Bandung.

[5] Munadi, Suprajitno. 2002. Pengolahan Data Seismik Prinsip Dasar dan Metodologi. Universitas Indonesia. Depok.

[6] Priyono, Awali. 2001. Petunjuk Praktikum GF-332 Seismik Eksplorasi. Program Studi Geofisika. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

[7] Sismanto, 1996. Seismik Eksplorasi, Akuisisi dan Pengolahan Data Seismik. Laboratorium Geofisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

[8] Telford, W.M., Sheriff, R.E. and Geldart, L.P. 1990. Applied Geophysics, Second Edition. Cambridge University Press. New York.

[9] Ubaidillah, Nur. 2009. Analisis Proses Pre-Stack Time Migration Dan Post-Stack Time Migration Di Lapangan X Di Daerah Sumatera Selatan. Departemen Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok.

Page 8: JURNAL SKRIPSI DEWO KUSUMO

[10]Yilmaz, Oz. 1987. Seismic Data Processing. Society of Exploration Geophysicists. Tulsa. 291-328.