jurnal skripsi

10
ANALISA PERFORMANSI BLIND CHANNEL ESTIMATION pada SKEMA SPACE TIME BLOCK CODE (STBC) Rosi Andayani Abstract - Sistem nirkabel telah berevolusi menjadi teknologi yang mampu memberikan jaringan dengan kecepatan data yang tinggi dengan penggunaan yang lebih mobile. Namun sistem ini sangat terpengaruh dengan adanya gangguan seperti pengaruh cuaca dan lingkungan. Pengaruh fenomena multipath fading salah satunya yang dapat menurunkan kinerja sistem dan berpengaruh terhadap sinyal yang dikirimkan. Untuk mengatasi masalah di atas dibutuhkan suatu equalizer yang disebut channel estimation yang dapat digunakan untuk meminimalisir adanya gangguan pada saat sinyal input dikirimkan. Dengan menggunakan metode blind yang dapat langsung mengestimasi sinyal informasi berdasarkan sinyal inputnya saja, dan menggunakan metode diversity yang disebut skema Space Time Block Code (STBC) menggunakan Alamouti. Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa performansi yang dihasilkan berdasarkan parameter bit input 512 (terendah), 6620, 65536 dan 100000 (tertinggi). Kondisi ideal pada simulasi yang didapatkan dengan menggunakan tipe antena Multi Input Single Output (MISO) dan modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) dengan BER sebesar 10 -4 dan SNR sebesar 20 dB. Kata Kunci : Blind Channel Estimation, Space Time Block Code (STBC), Alamouti I. PENDAHULUAN Komunikasi nirkabel telah menjadi salah satu teknologi yang paling cepat berkembang selama seabad terakhir. Era nirkabel dimulai sekitar tahun 1895 ketika Guglielmo Marconi menunjukkan penggunaan gelombang radio untuk komunikasi jarak jauh. Setelah lebih dari seratus tahun, sistem nirkabel telah berevolusi menjadi teknologi yang mampu memberikan jaringan dengan kecepatan data yang tinggi. Namun, pertumbuhan dalam bidang telekomunikasi yang pesat dan permintaan untuk layanan komunikasi nirkabel masih mendorong penelitian ke dalam desain sistem nirkabel yang dapat menghasilkan kecepatan data yang lebih tinggi kepada pengguna yang lebih mobile. Berbeda dengan sistem komunikasi yang menggunakan kabel, sistem komunikasi nirkabel menimbulkan beberapa gangguan saat pengiriman data akibat pengaruh cuaca dan lingkungan. Salah satu masalah utama yang dihadapi dalam komunikasi nirkabel adalah Interferensi InterSymbol (ISI) yang disebabkan oleh gangguan yang muncul pada sinyal yang dikehendaki yang disebabkan oleh sinyal lain. Sinyal lain tersebut bisa berasal dari kanal yang bersebelahan yang biasa disebut dengan adjacent channel interference, maupun dari kanal lain yang memiliki frekuensi yang sama atau

Upload: muhammad-ikhsan-paripurna

Post on 22-Nov-2015

26 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

adadad

TRANSCRIPT

ANALISA PERFORMANSI BLIND CHANNEL ESTIMATION pada SKEMA SPACE TIME BLOCK CODE (STBC)

Rosi Andayani

Abstract - Sistem nirkabel telah berevolusi menjadi teknologi yang mampu memberikan jaringan dengan kecepatan data yang tinggi dengan penggunaan yang lebih mobile. Namun sistem ini sangat terpengaruh dengan adanya gangguan seperti pengaruh cuaca dan lingkungan. Pengaruh fenomena multipath fading salah satunya yang dapat menurunkan kinerja sistem dan berpengaruh terhadap sinyal yang dikirimkan. Untuk mengatasi masalah di atas dibutuhkan suatu equalizer yang disebut channel estimation yang dapat digunakan untuk meminimalisir adanya gangguan pada saat sinyal input dikirimkan. Dengan menggunakan metode blind yang dapat langsung mengestimasi sinyal informasi berdasarkan sinyal inputnya saja, dan menggunakan metode diversity yang disebut skema Space Time Block Code (STBC) menggunakan Alamouti.Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa performansi yang dihasilkan berdasarkan parameter bit input 512 (terendah), 6620, 65536 dan 100000 (tertinggi). Kondisi ideal pada simulasi yang didapatkan dengan menggunakan tipe antena Multi Input Single Output (MISO) dan modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) dengan BER sebesar 10-4 dan SNR sebesar 20 dB.

Kata Kunci : Blind Channel Estimation, Space Time Block Code (STBC), Alamouti

I. PENDAHULUAN

Komunikasi nirkabel telah menjadi salah satu teknologi yang paling cepat berkembang selama seabad terakhir. Era nirkabel dimulai sekitar tahun 1895 ketika Guglielmo Marconi menunjukkan penggunaan gelombang radio untuk komunikasi jarak jauh. Setelah lebih dari seratus tahun, sistem nirkabel telah berevolusi menjadi teknologi yang mampu memberikan jaringan dengan kecepatan data yang tinggi. Namun, pertumbuhan dalam bidang telekomunikasi yang pesat dan permintaan untuk layanan komunikasi nirkabel masih mendorong penelitian ke dalam desain sistem nirkabel yang dapat menghasilkan kecepatan data yang lebih tinggi kepada pengguna yang lebih mobile. Berbeda dengan sistem komunikasi yang menggunakan kabel, sistem komunikasi nirkabel menimbulkan beberapa gangguan saat pengiriman data akibat pengaruh cuaca dan lingkungan. Salah satu masalah utama yang dihadapi dalam komunikasi nirkabel adalah Interferensi InterSymbol (ISI) yang disebabkan oleh gangguan yang muncul pada sinyal yang dikehendaki yang disebabkan oleh sinyal lain. Sinyal lain tersebut bisa berasal dari kanal yang bersebelahan yang biasa disebut dengan adjacent channel interference, maupun dari kanal lain yang memiliki frekuensi yang sama atau cochannel interference. Selain faktor inteferensi, Multipath fading yang disebabkan oleh fluktuasi amplituda secara cepat yang disebabkan oleh diterimanya dua atau lebih sinyal yang sama oleh penerima akibat banyaknya lintasan sinyal, serta Additive White Gaussian noise (AWGN) menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Untuk dapat meminimalisir adanya gangguan dari sinyal informasi, biasanya digunakan equalizer yaitu alat yang digunakan untuk memperbaiki kualitas frekuensi yang diterima oleh suatu rangkaian transmisi. Equalizer menggunakan estimasi dari kanal yang digunakan untuk mendapatkan sinyal yang diterima dari transmitter. Metode ini dikenal sebagai channel estimation yaitu, memperkirakan koefisiensi penggunaan filter melalui sinyal yang diterima dan informasi lain yang dikenal. Channel estimation juga merupakan proses untuk mengurangi amplitudo, dan distorsi fasa dalam kanal radio dengan maksud untuk meningkatkan performansi dalam proses transmisi.Metode awal untuk channel estimation yaitu menggunakan training sequences untuk memungkinkan identifikasi saluran. Training sequences yang ditransmisikan secara berkala akan mengkonsumsi bandwidth cukup besar dan dengan demikian akan mengurangi efisiensi penggunaan bandwidth yang terbatas. Sebuah pendekatan channel estimation yang menjanjikan disebut sebagai metode blind telah mendapatkan perhatian yang signifikan. Dibandingkan dengan metode training sequences, metode estimasi kanal blind dapat mengidentifikasi saluran nirkabel yang tidak diketahui hanya berdasarkan sinyal yang diterima dan beberapa informasi statistik atau sifat dari sinyal input, tanpa akses langsung ke sinyal yang ditransmisikan.Ada beberapa Algoritma Channel Estimation yang biasa digunakan seperti Minimum Mean Square Error, Least Square, Zero-Force, Maximum Likelihood . Pada skripisi ini akan digunakan algoritma Zero Force dengan Maximum Likelihood. Space Time Block Coding (STBC) digunakan pada saluran nirkabel untuk mentransmisikan data khususnya untuk pengiriman data yang menggunakan lebih dari satu antenna. Simulasi menggunakan Matlab akan dilakukan untuk menganalisa performansi dari Blind Channel Estimation pada skema Space Time Block Coding (STBC).

II. LANDASAN TEORI

A. Channel Estimation

Channel Estimation atau estimasi kanal merupakan suatu teknik yang digunakan pada transmisi data yang bertujuan untuk memperkirakan atau mengestimasi channel impulse respons (CIR) atau impulse respon terhadap suatu kanal terhadap sinyal yang dikirim. Efek perubahan sinyal yang diterima setelah melewati kanal dilakukan estimasi dengan tujuan agar pendeteksian sinyal informasi menjadi lebih akurat.

Gambar 1. Blok Diagram Channel Estimation

Gambar 1. merupakan blok diagram sistem kerja dari channel estimation yang dimulai saat sinyal informasi ditransmisikan sampai ke penerima dengan menambahkan algoritma-algoritma sesuai kebutuhan pada kanal yang digunakan. Secara umum estimasi kanal dapat dikelompokan menjadi dua jenis yaitu, non blind channel estimation dan blind channel estimation. Non blind channel estimation terdiri dari dari pilot assisted channel estimation dan decision directed channel estimation. Pilot assisted channel estimation bekerja dengan mengirimkan pilot simbol yakni suatu deretan bit yang sebelumnya telah diketahui, bersamaan dengan informasi yang dikirim. Pilot simbol digunakan untuk menentukan pola perubahan yang terjadi. Dengan metode interpolasi maka sinyal informasi sebelum melewati kanal dapat diperkirakan sehingga error dapat diperkecil. Terdapat dua tipe dari pilot sistem yaitu block pilot system dan comb pilot system seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2(a) Block type pilot, yaitu dengan memasukan simbol pilot kedalam semua subcarrier dalam waktu tertentu dengan periode waktu tertentu dan Gambar 2(b) Comb type pilot, yaitu dengan menyediakan alokasi frekuensi khusus digunakan untuk mentransmit pilot simbol setiap waktu.

Gambar 2(a). Block Pilot System (b). Comb Pilot System[1]

Untuk decision directed channel estimation, dasar teknik ini menggunakan estimasi kanal yang diperoleh dari estimasi kanal pilot simbol sebelumnya.

B. Blind Channel Estimation

Dibandingkan dengan metode training sequence, pada metode blind channel estimation dapat mengidentifikasi saluran nirkabel yang tidak diketahui hanya berdasarkan sinyal yang diterima dan beberapa informasi statistik atau sifat dari sinyal input, tanpa mengakses langsung ke sinyal yang ditransmisikan[2]. Oleh karena itu, metode blind dapat digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi training sequence, sehingga dapat menghemat bandwidth dan meningkatkan kapasitas jaringan. Dimulai dari seminar yang dilakukan oleh Sato pada tahun 1975, blind channel estimation telah menerima banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir

Gambar 3 Skematik dari Blind Channel Estimation

Gambar 3 merupakan skematik dari Blind Channel Estimation, untuk bagian transmitter x(n) sampai dengan kanal (h) yang akan ditambahkan noise w(n) tidak bisa diakses. Metode ini hanya bisa mengakses pada bagian yang telah ditambahkan noise sampai dengan sinyal diterima oleh receiver y(n).Kebanyakan dari penilitian tentang metode blind menggunakan SOS dan HOS sebagai metode identifikasi, meskipun dinilai memiliki tingkat komputasi yang sulit tetapi hasil yang dihasilkan lebih baik dari segi analisa dibandingkan dengan metode deterministic. Selain itu, metode blind menghasilkan beberapa ambiguitas yang melekat dalam estimasi kanal, contohnya, ambiguitas phasa pada kanal yang tidak diketahui dan ambiguitas dari Blind Separation of Sources (BSS). Untuk dapat menghilangkan ambiguitas ini dilakukan dengan 2 cara yaitu, yaitu proses centering dan whitening. Centering adalah proses pemusatan data yang membuat nilai sinyal yang diterima (Y) menjadi zero dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(1)(2.1)Sedangkan whitening adalah merupakan praproses yang berfungsi untuk memutihkan variabel yang diamati. Dari proses ini didapatkan sebuah vektor baru yang variansnya sama dengan satu. Rumus untuk melakukan proses whitening adalah sebagai berikut:

(2)(2.2) (3)(2.3)Metode SOS adalah sebuah metode yang menggunakan second order cumulant atau varians untuk mendapatkan nilai demixing matriknya. Kelemahan dari metode ini adalah hanya bisa digunakan untuk teknik single input saja dikarenakan memiliki keterbatasan dalam mengolah matrik yang digunakan. Langkah-langkah dari algoritma ini dapat dilihat di bawah ini :1. Memilih banyaknya time delay yang ingin dilakukan untuk dapat dicari matrix kovarians dengan pergeseran waktu . (4)2. Mencari matrik kovarians untuk tiap-tiap time delay sesuai dengan persamaan di bawah ini, kemudian mencari whitening matriknya. (5)3. Membentuk ulang sinyal yang telah di whitening. 4. Melakukan Joint Diagonalization sehingga dihasilkan matrix V.5. Mencari sinyal estimasi sesuai dengan persamaan di bawah ini :(6)

Satu solusi yang dapat melengkapi kekurangan dari metode SOS adalah dengan menggunakan metode HOS yang menggunakan fourth order cumulant, biasa disebut dengan Independent Component Analysis (ICA). ICA merupakan sebuah teknik pemprosesan sinyal yang menemukan fakor-faktor atau komponen tersembunyi yang membentuk sekumpulan variabel acak. Langkah langkahnya sebagai berikut :1. Pilih m, jumlah komponen independen, dengan p=12. Memilih sebuah nilai awal vector kompleks w, secara acak3. Menghitung nilai w

(7)4. Melakukan matrix W (8)5. Menormalkan nilai W yang baru :(9)

C. Space Time Block Code (STBC)

Space time block code (STBC) merupakan teknik pengkodean yang berbasis teknik diversitas untuk mengirimkan beberapa replika dari sebuah aliran simbol data pada sejumlah antena pemancar dan diterima oleh satu atau lebih antena penerima. Diperkenalkan pertama kali oleh Alamouti sebagai sebuah teknik diversitas two by one orthogonal space time block code dengan menggunakan dua antena pemancar dan satu antena penerima[3]. Tarokh mengembangkan untuk lebih dari dua antena pemancar dan penerima berdasarkan pada sifat orthogonal STBC

Gambar 4 Blok diagram Space Time Block Coding[4]

Gambar 4 merupakan aliran simbol data yang akan dikirim dalam blok-blok yang dikodekan sepanjang waktu antar antena. Sebuah STBC biasanya diwakili dengan sebuah matrik dan setiap baris mewakili sebuah slot waktu dan setiap kolom merupakan satu antena transmisi dari waktu ke waktu.

D. Alamouti Encoder

Merupakan salah satu teknik space time code yang paling sederhana untuk mengatasi jarak yang bervariasi dengan dua antena pengirim. Berdasarkan sistem wireless memiliki pola pengiriman berurutan seperti (s0,s1,.,sn).Pada waktu pertama (t) antena ke nol mengirimkan sinyal berupa simbol s0 dan antena ke satu mengirimkan sinyal berupa simbol s1. Kemudian pada waktu kedua (t+T) simbol dari masing-masing antena pemancar tersebut di konjugat sehingga menghasilkan simbol pada antena ke nol dan simbol pada antena ke satu, seperti Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Skema Alamouti dengan 2 antena pengirim[5]TimeAntena 0Antena 1

time ts0s1

time t+T

Pada proses encoding sinyal yang dipancarkan dipengaruhi fading. Lalu diterima oleh antena penerima dimana sinyal yang diterima tersebut juga dipengaruhi oleh noise. Sinyal yang diterima oleh antena penerima kemudian masuk ke dalam combiner dimana terdapat channel estimate yang berfungsi mengestimasi sinyal yang diterima. Setelah mengalami estimasi kemudian sinyal tersebut masuk ke dalam Maximum Likelihood Detector untuk melakukan proses pengambilan keputusan, seperti ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Alamouti dengan 2 antena pengirim dan 1 antena penerima

Kanal pada saat t, dapat dimodelkan dengan complex multiplicative distortion atau penyimpanan distorsi h0(t) untuk pengiriman pada antena 0 dan h1(t) untuk pengiriman antena 1. Diasumsikan bahwa fading konstan pada 2 simbol yang berurutan, maka dituliskan sebagai berikut :

(10)(2.17) (11)(2.18)Dimana T dalah simbol dari periode, sinyal yang diterima dapat dinyatakan dengan :

(12)(2.19) (13)(2.20)Dimana r0 dan r1 adalah sinyal yang diterima pada antena penerima saat waktu t dan t+T, sedangkan n0 dan n1 adalah variabel acak kompleks yang menyatakan noise dan inteferensi pada penerima. Sinyal-sinyal yang diterima pada antena penerima akan masuk ke combiner, dimana terdapat kanal estimasi, sehingga sinyal menjadi :

(14)(2.21) (15)(2.22)Dengan mendistribusikan persamaan (10), (12), dan (14) maka didapatkan bentuk sinyal sebagai berikut :

(16)(2.23) (17)(2.24)Sinyal yang berasal dari combiner akan masuk ke dalam Maximum Likelihood Detector untuk melakukan proses pengambilan keputusan, dimana sinyal yang didapatkan akan bernilai sama dengan sinyal input s0 dan s1. Apabila sinyal didapatkan mendekati sinyal aslinya maka dianggap tidak terjadi kesalahan.

III. PERANCANGAN SISTEMDiagram alir untuk simulasi blind channel estimation dengan skema STBC Alamouti dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini.

Gambar 7 Diagram alir simulasi

IV. PENGUJIAN SIMULASI

Pengunaan bit input yang bervariasi pada sisi transmitter bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai bit input pada BER dan SNR. Sehingga akan diketahui hasil output yang paling ideal pada simulasi ini, adapun nilai bit input yang digunakan adalah 512, 6620, 65536, dan 100000 bit.

1. Simulasi pengaruh perubahan bit input 512 bit terhadap tipe antena MISO, MIMO dan modulasi BPSK, QPSK

Gambar 8 Perbandingan grafik BER dan SNR berdasarkan parameter bit input 512 bit

Analisa:Dengan menggunakan bit input 512 ketika Bit Error Rate (BER) atau perbandingan jumlah sinyal yang dikirim dan yang diterima sebesar 10-3, maka akan mendapatkan empat nilai SNR yang berbeda, yaitu 12 dB, 7 dB, 18 dB dan 10 dB. Semakin besar SNR yang didapat maka daya sinyal yang dipancarkan akan semakin kuat menyebabkan daya noise (gangguan) semakin berkurang, tetapi tidak hilang hanya meminimalisir saja yang ditandai dengan penurunan nilai BER nya. Sehingga data yang dikirimkan pada simulasi percobaan pertama paling baik ditunjukan oleh pengiriman data dengan tipe antena MISO menggunakan modulasi QPSK. Seperti perbandingan grafik Gambar 8 dengan waktu running program simulasi yang dibutuhkan sekitar 15 detik.

2. Simulasi pengaruh perubahan bit input 6620 bit terhadap tipe antena MISO, MIMO dan modulasi BPSK, QPSK

Gambar 9 Perbandingan grafik BER dan SNR berdasarkan parameter bit input 6620 bit

Analisa :Dengan menggunakan bit input 6620 ketika BER yang dihasilkan sebesar 10-4 akan mendapatkan empat nilai SNR yang berbeda, yaitu 18 dB, 9 dB, 20 dB dan 13 dB. Semakin besar SNR yang didapat maka daya sinyal yang dipancarkan akan semakin kuat menyebabkan daya noise (gangguan) semakin berkurang, tetapi tidak hilang hanya meminimalisir saja yang ditandai dengan penurunan nilai BER nya. Sehingga data yang dikirimkan pada simulasi percobaan kedua paling baik ditunjukan oleh pengiriman data dengan tipe antena MISO menggunakan modulasi QPSK. Seperti perbandingan grafik Gambar 9 dengan waktu running program simulasi yang dibutuhkan sekitar 30 detik.

3. Simulasi pengaruh perubahan bit input 65536 bit terhadap tipe antena MISO, MIMO dan modulasi BPSK, QPSK

Gambar 10 Perbandingan grafik BER dan SNR berdasarkan parameter bit input 65536 bit

Analisa :Dengan menggunakan bit input 65536 ketika BER yang dihasilkan sebesar 10-4 akan mendapatkan empat nilai SNR yang berbeda, yaitu 19 dB, 10 dB, 20 dB dan 13 dB. Semakin besar SNR yang didapat maka daya sinyal yang dipancarkan akan semakin kuat menyebabkan daya noise (gangguan) semakin berkurang, tetapi tidak hilang hanya meminimalisir saja yang ditandai dengan penurunan nilai BER nya. Sehingga data yang dikirimkan pada simulasi percobaan ketiga paling baik ditunjukan oleh pengiriman data dengan tipe antena MISO menggunakan modulasi QPSK. Seperti perbandingan grafik Gambar 10 dengan waktu running program simulasi yang dibutuhkan sekitar 3 menit.

4. Simulasi pengaruh perubahan bit input 100000 bit terhadap tipe antena MISO, MIMO dan modulasi BPSK, QPSK

Gambar 11 Perbandingan grafik BER dan SNR berdasarkan parameter bit input 100000 bit

Analisa :Dengan menggunakan bit input 100000 ketika BER yang dihasilkan sebesar 10-4 akan mendapatkan empat nilai SNR yang berbeda, yaitu 19 dB, 10 dB, 20 dB dan 13 dB. Semakin besar SNR yang didapat maka daya sinyal yang dipancarkan akan semakin kuat menyebabkan daya noise (gangguan) semakin berkurang, tetapi tidak hilang hanya meminimalisir saja yang ditandai dengan penurunan nilai BER nya. Sehingga data yang dikirimkan pada simulasi percobaan keempat paling baik ditunjukan oleh pengiriman data dengan tipe antena MISO menggunakan modulasi QPSK. Seperti perbandingan grafik Gambar 11 dengan waktu proses selama 5 menit.

V. KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :1. Dengan menggunakan antena Multi Input Single Output (MISO) hasil simulasi percobaan mendekati SNR maksimal yaitu 20 dB, pada BER 10-4 hal ini sesuai dengan teori dasar dari sistem Space Time Block Code (STBC) meggunakan metode Alamouti yang bekerja maksimal pada 2 antena transmitter dan 1 antena receiver.2. Dari hasil percobaan menunjukan Modulasi QPSK yang digunakan menghasilkan hasil performansi perbandingan BER yang lebih kecil sebesar 10-4 dengan SNR yang dicapai maksimal sebesar 20 dB, dibandingkan pada modulasi BSPK. Sehingga sinyal informasi yang diterima akan mendekati sinyal informasi yang dikirimkan.

DAFTAR ACUAN

[1]www.ijser.org, Channel Quality Improvement for BER using Different Channel Estimation Techniques for OFDM Systems, diakses tanggal 2 Juni 2014, pkl 14:00.[2]Fang, Jun, Blind Channel Identification/Equalization With Aplication In Wireless Communications, National University of Singapore, Singapore, 2006, 17.[3]Haykin, Simon & Moher, Michele, Modern Wireless Communications, Pearson Education Inc, Canada, 2005, 379.[4]Tarokh, Vahid, Space-Time Blok Coding for Wireless Communication : Perfromance Results, IEEE, 17, 1999.[5]Sivash, Alamouti, A Simple Transmit Diversity Technique for Wireless Communications, IEEE, 16, 1998.

Rosi Andayani Lahir di Jakarta 31 Maret 1990. Putri ke empat dari empat bersaudara ini mengawali pendidikan di Taman Kanak-Kanak Islam Muma 04 lalu bersekolah dasar di sekolah negeri SD Cilangkap 03 Pagi, Setelah itu melanjutkan ke sekolah menengah pertama negeri di SMP 09 Ciracas Jakarta Timur, setelah menyelesaikan 9 tahun wajib belajar lalu melanjutkan ke sekolah kejuruan SMK Telkon Sandhy Putra Jakarta dan lulus tahun 2008. Akhirnya memutuskan berkuliah di Politeknik Negeri Jakarta yang dahulu bernama Politeknik UI dan berlokasi di Kampus UI Baru, Depok mengambil program studi Teknik Telekomunikasi.Menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Teknik di Universitas Pancasila dan lulus pada tahun 2014.

Channel

Estimated Channel Model

+

Transmitted sequenceX(n)

Actual Received SignalY(n)

Error Signal e(n)

Estimated Signal(n)

Estimation Algorithm

Channel h

+

X(n)

W(n)

Y(n)

Unaccessible

Accessible