jurnal mahasiswa dan alumni pascasarjana se-indonesia · governance (suraji), 3) ide keseimbangan...

128

Upload: phamtruc

Post on 10-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail
Page 2: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia ISSN : 1858 – 0358

Volume 2, Nomor 2, April 2010 Jurnal Wacana Indonesia Merupakan Jurnal Nasional berdasarkan Surat

Keputusan Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI) dengan nomor ISSN 1858-0358 tanggal 29 Mei 2007

Terbit 3 sekali setahun setiap bulan April, Agustus dan Desember Berisi hasil penelitian, kajian dan analisis kritis Mahasiswa dan Alumni

Pascasarjana se-Indonesia

Penanggung Jawab:

Pengurus Pusat Forum Mahasiswa Pascasarjana se-Indonesia (Forum Wacana Indonesia)

Penyunting Ahli (Mitra Bestari):

Prof. Dr. Irwan Abdullah (Antropologi) Prof. DR. Djalal Tanjung (Ekologi) Dr. M. Ridhah Taqwa (Sosiologi)

Prof. Dr. Iskandar Zulkarnaen (Studi Islam) DR. Ir. Rindit Pambayun, MS (Teknologi Pertanian)

Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH, MS (Hukum) Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum (Hukum) Prof. Dr. Ir. Zufrizal, DEA (Peternakan)

Redaktur Pelaksana:

Alum Simbolon (Ketua) Zuhri Humaidi (Wakil Ketua)

Mustari S. Lamada (Sekretaris) Nova Ekawati (Anggota) Buyung Haris (Anggota)

Layout dan Cover:

Buyung Haris

Diterbitkan Oleh:

Forum Mahasiswa Pascasarjana se-Indonesia Sekretariat:

Perumahan Dinas UGM F 13 Bulak Sumur Yogyakarta 55281 Website FWI: www.ppfwi.wordpress.com

Email: [email protected]

Page 3: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Wacana Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

i

ISSN : 1858 – 0358 Volume 2, Nomor 2, April 2010

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia

Daftar Isi/Contents

Daftar Isi (i ‐ ii) 

Editorial (iii ‐ iv) 

Larangan Persekongkolan dalam Tender: Upaya Mewujudkan Good Governance

Alum Simbolon (1 – 14) 

Jelang Pilkada Jilid ke Dua: Demokrasi Kapitalistik vs Good Governance Suraji (15 ‐ 24) 

Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru Indonesia Rama Putra  (25 ‐ 34) 

Penataan Pedagang di Pasar Retail Jakabaring Berdasar Peraturan Walikota Palembang

Dyah Hapsari Eko Nugraheni (35 ‐ 50) 

Menguak Wacana dan Strategi Kekuasaan dari Perspektif Studi Kebudayaan

M. Ridhah Taqwa  (51 ‐ 60) 

Upaya Pemerintah dalam Menggalakkan Program Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi Paska R. Situmorang

(61 ‐ 72)   

Page 4: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

ii

 

Perencanaan Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang Relevan dengan Dunia Kerja Mustari S. Lamada

(73 ‐ 84) 

Government Role In Preventing Disease Hypertension whit Implementing Lifestyle Change Jagentar P. Pane  

 (85 ‐ 98) 

Pemberian Rangkuman sebagai Strategi Pembelajaran Muh. Ilyas Ismail

(99 ‐ 110) 

Nilai-B Gempa Bumi Daerah Sulawesi Tenggara dan Sekitarnya sebagai Upaya Awal Pelayanan yang Baik pada Penanganan dan Mitigasi Bencana

Burhan (111 ‐ 120) 

Page 5: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Wacana Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

iii

Editorial

Pada periode 1980-an, diskursus ilmu sosial di tanah air diramaikan dengan wacana perlunya proses indeginisasi (pribumisasi) konsep dan teori yang datang dari luar. Langkah demikian kian terasa penting dan menjadi keresahan umum di kalangan para peminat kajian sosial dan budaya, karena adanya disparitas yang semakin nampak antara berbagai konsep dan teori tersebut dengan konteks persoalan yang dihadapi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Banjir teori yang semenjak satu dasawarsa sebelumnya memperkaya horison dan khazanah perdebatan intelektual, di sisi lain ternyata hanya menjadi semacam kegenitan intelektual yang membosankan. Para ilmuan kita saat itu, dengan seperangkat teori impor yang dimilikinya, nyaris gagal merekomendasikan solusi yang tepat untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi. Sebab itu, proyek indeginisasi memperoleh antusiasme yang luar biasa sehingga kemudian muncul upaya untuk mengkaji ulang konsep seperti demokrasi, civil society, teori sosial kritis, developmentalisme dan sebagainya. Tujuannya jelas, agar konsep dan teori itu sesuai dengan fenomena yang lokal dan indeginous. Konon, proyek indeginisasi itu juga dipicu oleh gerakan postkolonial yang menilai keterbelakangan di negara-negara bekas jajahan disebabkan karena ketergantungannya terhadap negara-negara maju, baik dalam bentuk fisik-material maupun non-material seperti ilmu pengetahuan. Karenanya, Kolonialisme tetap berlanjut tidak dalam artian fisik melainkan dalam bentuk moda berfikir. Lebih lanjut menurut gerakan ini, para intelektual di negara-negara baru merdeka harus bersikap kritis terhadap bangunan teori dan konsep, serta merekonstruksinya baik untuk tujuan praktis maupun untuk membangun karakter bangsa yang lebih bermartabat. Akan tetapi, apapun landasannya upaya indeginisasi merupakan suatu fase penting yang harus diperhatikan dalam sejarah intelektual di tanah air.

Pasca reformasi 1998, dunia intelektualitas kita kembali menghadirkan dinamika yang lebih impresif dengan maraknya penerbitan buku dan jurnal, penyelenggaraan workshop, diskusi publik, penelitian, pekan ilmiah, seminar dan sebagainya. Disorder sosial dan politik mendorong banyak pihak untuk menata kembali format kenegaraan dan kebangsaan yang terbukti rapuh dan korup. Salah satu isu yang mencuat adalah perlunya menata ulang landasan pemerintahan yang didasarkan pada konsep goverment menuju ke konsep good governance. Dalam pengertiannya yang singkat, good governance dimaksudkan sebagai sistem pemerintahan di mana persoalan-persoalan publik menjadi urusan bersama antara pemerintah (negara), Civil Society dan Economic Society. Ini dibedakan dengan model government yang selama ini dianut pemerintah. Dalam sistem ini negara memiliki hak ekslusif untuk mengatur persoalan-persoalan publik, sedangkan aktor-aktor di luarnya hanya dapat ikut serta jika direstui negara. Dalam Good Governance prinsip pokoknya adalah deliberaltif policy, yakni pelibatan masyarakat seluas mungkin dalam suatu kebijakan, sehingga pada praktisnya ia memerlukan tiga elemen, yaitu partisipasi, akuntabilitas, dan transparansi. Akan tetapi di luar perdebatan tersebut, good governance tetap merupakan konsep yang asing, tidak saja bagi dunia akademik melainkan bagi tlatah sosial dan kultural di Indonesia. Kesulitan penterjemahannya ke dalam bahasa Indonesia saja sudah menjadi indikasi fakta tersebut. Meski tidak berarti bahwa konsep good

Page 6: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

iv

governance menjadi tidak penting. Korupsi dan inifisiensi birokrasi pemerintah sudah sedemikian transparan sehingga langkah restrukturisasi harus menyentuh hal yang lebih paradigmatis dan mendasar. Redaksi jurnal Wacana kali ini mengangkat tema good governance, tidak dalam bentuk pengertian dan diskusi konseptualnya tetapi kami menfokuskan diri pada praktek dan tantangannya di Indonesia. Edisi nomor ini memuat 10 tulisan, di antaranya; 1) Larangan Persekongkolan dalam Tender; Upaya Mewujudkan Good Governance (Alum Simbolon), 2) Jelang Pilkada Jilid ke Dua; Demokrasi Kapitalistik Vs Good Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail Jakabaring Berdasar Peraturan Walikota Palembang (Dyah Hapsari Eko Nugraheni), 5) Menguak Wacana dan Strategi Kekuasaan dari Perspektif Studi Kebudayaan (M. Ridha Taqwa), 6) Upaya Pemerintah dalam Menggalakkan Program Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi (Paska R. Situmorang), 7) Perencanaan Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan yang Relevan dengan Dunia Kerja (Mustari S. Lamada), 8) Government Role In Preventing Disease Hypertension whit Implementing Lifestyle Change (Jagentar P. Pane), 9) Pemberian Rangkuman sebagai Strategi Pembelajaran (Muh. Ilyas Ismail) dan 10) Nilai-B Gempa Bumi Daerah Sulawesi Tenggara dan Sekitarnya sebagai Upaya Awal Pelayanan yang Baik pada Penanganan dan Mitigasi Bencana ( Burhan).

Tulisan-tulisan di atas menyentuh persoalan hukum, politik, pendidikan dan kesehatan, akan tetapi dengan intensi dasar mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan, akuntabel dan partisipatif. Suatu hal yang menjadi elemen pokok dari good governance. Selamat membaca! (Zuhri Humaidi)

Yogyakarta, 17 April 2010 

Salam Redaksi 

Page 7: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Wacana Indonesia Volume 2, Nomor 2, April Tahun 2010 (1 ‐ 14) 

1

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER: UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE

Alum Simbolon

Kandidat Doktor Pada Fakultas Hukum UGM, Dosen Fakultas Hukum Universitas Santo Thomas Medan, Pengurus Pusat FWI.

([email protected])

ABSTRACT

Prohibition of the tender conspiracy one way to realize good governance, because it may cause unfair business competition and contrary to the purpose for which the tender, namely to give equal opportunity to businesses in order to offer competitive prices and quality

Competition law enforcement efforts conducted by Business Competition Supervisory Commission is expected to create a business climate that kodusif, can depress the price that had been excessive and restrict other conduct such as cartels, abuse of dominant position, mergers that harm the public. Still, businessmen are expected to obtain a reasonable and sustainable profits without having to spend a bribe or illegal fees in winning a tender. If this occurs massively in various sectors, will manifest the good and clean governance in line with good business management, professional, and accountable. With the law enforcement of competition law will be prosperous society, can get a good product competitief prices.

Keywords: Good Governance, Bussiness Competition Supervisoy Commission, Law Enforcement.

PENDAHULUAN

Menciptakan suatu pemerintahan yang baik dan bersih umumnya

merupakan cita-cita semua negara, akan tetapi untuk mencapai hal ini tidak

mudah, membutuhkan hukum yang baik untuk mengatur negara tersebut dan

diikuti pelaksanaan dari peraturan tersebut yang disebut dengan penegakan

hukum. Kondisi Indonesia dari dulu hingga sekarang korupsi tetap menjamur,

walau dalam era reformasi dan otonomi daerah. Praktek kolusi dan nepotisme

yang mengarah pada korupsi ( KKN), telah meluas dan melibatkan pejabat publik

dari pusat sampai ke daerah, pelaku usaha, dan masyarakat. KKN tidak hanya

terkait dengan kegiatan bisnis yang mengatur persaingan usaha termasuk tender,

perijinan, konsesi, pengadaan, dan sebagainya, namun sudah meluas hingga ke

Page 8: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

2

masalah, misalnya pengurusan KTP, SIM, dokumen perjalanan, dan sebagainya

walaupun jumlahnya kelihatan kecil misalnya urus KTP dikenakan biaya

Rp.20.000 , sampai ke hitungan milyaran rupiah seperti yang dilakukan Gayus

bahkan trilyunan rupiah seperti yang dilakukan oleh Edy Tansil.

Dalam peta korupsi dunia, Indonesia masih menempati ranking yang

relatif tertinggi, Hasil survey tahun 2009 oleh Transparansi Internasional (TI)

menunjukkan bahwa Indeks korupsi Indonesia masih tinggi di urutan 111 dari 180

negara, meskipun turun dari ranking 126 pada tahun sebelumnya (Benny, 2009:

19).

Salah satu cara mencegah, mengatasi serta menciptakan good governance,

baik terhadap praktek korupsi atau dalam menjalankan kegiatan usaha dengan

persaingan usaha tidak sehat adalah melalui penegakan hukum. Fungsi penegakan

hukum bertujuan untuk menghilangkan berbagai hambatan persaingan berupa

perilaku bisnis yang tidak sehat (Alum, 2009: 6).

Pancasila dan UUD 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

(UULPM) mengatur nilai-nilai persaingan usaha yang sehat, dengan tujuan utama

yaitu menjamin efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pasal 3 UULPM mempunyai tujuan untuk

menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional

sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; Mewujudkan

iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat

sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku

usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil; Mencegah praktek

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha

dan;Tercapainya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Untuk mencapai

tujuan tersebut maka KPPU sebagai lembaga pengawas persaingan usaha yang

diamanatkan oleh UULPM, harus bekerja keras dalam penegakan hukum

persaingan usaha melalui putusan-putusannya.

Page 9: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Larangan Persekongkolan dalam Tender: Upaya Mewujudkan Good Governance Alum Simbolon

3

PEMBAHASAN

Tujuan utama pelaksanaan penawaran tender adalah memberikan

kesempatan yang seimbang bagi semua penawar sehingga menghasilkan harga

yang paling murah dengan output yang maksimal. Oleh karenanya,

persekongkolan dalam penawaran tender dianggap menghalangi terciptanya

persaingan yang sehat di kalangan para penawar yang beritikad baik untuk

melakukan usaha di bidang bersangkutan (Tri Anggraini, 2009: 79)

Penegakan hukum persaingan usaha yang sehat, yang sedang gencar-

gencarnya dilakukan oleh KPPU RI (Komisi Pengawas Persaingan Usaha)

diharapkan dapat menekan harga yang selama ini eksesif dan membatasi perilaku

lainnya seperti kartel, penyalahgunaan posisi dominan, merger/ akuisisi yang

merugikan masyarakat. Alhasil pelaku usaha juga akan memperoleh kepastian

atas keuntungan yang wajar dan sustainable tanpa harus mengeluarkan suap atau

illegal fees. Apabila hal ini terjadi secara masif dalam berbagai sektor, akan

terwujud pemerintahan yang baik dan bersih (good governance) seiring dengan

pengelolaan usaha yang baik, profesional, dan akuntabel (good corporate

governance), (Benny, 2009: 29).

Kasus persaingan usaha yang ditangani oleh KPPU lebih banyak

menyangkut persekongkolan dalam tender, artinya masyarakat, pelaku usaha yang

tidak memenangkan tender sudah menyadari bahwa tempat untuk menyampaikan

kecuranga ini adalah ke KPPU.Contoh kasus tender yang ditangani oleh KPPU

adalah kasus Indomobil. Dalam perkara Indomobil, objek yang ditenderkan adalah

saham dan convertible bonds, di mana hal tersebut bukan termasuk dalam

pengertian tender, karena saham bukan merupakan barang dan atau jasa. Adapun

dalam perkara VLCC objek yang ditenderkan adalah divestasi/penjualan dua

kapal VLCC milik Pertamina. Keseluruhan penjualan dan/atau pembelian objek di

atas, dilakukan dengan cara tender dan/atau pelelangan umum.

Perkara PT.Indomobil sukses Internasional Tbk, dalam kasus ini terdapat

lebih dari satu pelaku usaha dengan kedudukan hukum berbeda mengajukan

upaya hukum keberatan ke PN yang berbeda. Apabila melihat ketentuan Pasal 1

Page 10: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

4

angka (19) UULPM upaya keberatan diajukan di tempat kedudukan hukum

pelaku usaha. Pelaku usaha mengajukan keberatan di berbagai PN yang berbeda

sehingga setiap PN menjatuhkan putusan yang berbeda atas putusan KPPU yang

sama, yang menimbulkan kewibawaan lembaga peradilan yang mengeluarkan

putusan yang berbeda terhadap kasus yang sama sehingga menciptakan

ketidakpastian hukum. Mengatasi permasalahan tersebut MA mengeluarkan

Perma No 3 tahun 2005 Pasal 4 ayat (4) dengan tegas menyebutkan apabila para

pelaku usaha yang dihukum oleh KPPU mempunyai tempat kedudukan yang

berbeda, maka KPPU dapat mengajukan permohonan kepada MA untuk

menunjuk salah satu PN untuk memeriksa perkara keberatan tersebut. Sehingga

hanya ada satu putusan yang dikeluarkan oleh PN terhadap satu kasus putusan

yang dikeluarkan oleh KPPU. Kemudian perkara PT Holdiko Perkasa. Dalam

perkara ini KPPU menduga PT Holdiko Perkasa melakukan tindakan

persekongkolan yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dengan pelaku

usaha peserta tender dalam tender penjualan saham dan convertible bonds PT

Indomobil Sukses Internasional. PT.Holdiko mengajukan keberatan ke PN Jakarta

Selatan atas putusan KPPU yang menyatakan PT.Holdiko terbukti melanggar

UULPM, sehingga dijatuhi denda Rp 5 milyar. Putusan yang dikeluarkan oleh

KPPU sebagai wujud dari good governance.

Cakupan pengertian tender menurut Penjelasan Pasal 22 hanya terbatas

pada tender untuk memborong pekerjaan, pengadaan barang atau penyediaan jasa,

di mana yang menjadi pemenang adalah peserta yang mengajukan penawaran

terendah, bukan penawaran tertinggi seperti pada perkara Indomobil dan divestasi

VLCC.

Larangan Persekongkolan dalam Tender

Larangan persekongkolan tender dilakukan karena dapat menimbulkan

persaingan usaha tidak sehat dan bertentangan dengan tujuan dilakukannya tender

tersebut, yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha

agar dapat menawarkan harga dan kualitas bersaing. Dengan adanya larangan ini

diharapkan pelaksanaan tender akan menjadi efisien, artinya mendapakan harga

termurah dengan kualitas terbaik (KPPU, 2007: 4) Persekongkolan dalam tender

Page 11: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Larangan Persekongkolan dalam Tender: Upaya Mewujudkan Good Governance Alum Simbolon

5

tersebut dapat terjadi melalui kesepakatan-kesepakatan baik tertulis maupun tidak

tertulis. Persekongkolan ini mencakup jangkauan perilaku yang luas, antara lain

usaha produksi dan usaha distribusi, kegiatan asosiasi perdagangan, penetapan

harga dan manipulasi lelang atau kolusi dalam tender (tender collusive) yang

dapat terjadi melalui kesepakatan antar pelaku usaha, antar pemilik pekerjaan

maupun antar kedua pihak tersebut. Persekongkolan tersebut dapat terjadi di

setiap tahapan proses tender, mulai dari perencanaan dan pembuatan persyaratan

oleh pelaksana atau panitia tender, penyesuaian dokumen tender antara peserta

tender, hingga pengumuman tender (Anggraini, 2009: 101) Terdapat tiga (3)

terminologi berbeda untuk menjelaskan pengertian tender yaitu pemborongan,

pengadaan, dan penyediaan, artinya dalam tender suatu pekerjaan meliputi

pemborongan, pengadaan, dan penyediaan (Yakup, 2005: 66).

Pasal 22 menyebutkan pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak

lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga “dapat

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”. Pasal 23 UULPM

menyebutkan Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk

mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikan sebagai

rahasia perusahaan sehingga “dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha

tidak sehat”. Pasal 24 UULPM menyebutkan pelaku usaha dilarang bersekongkol

dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan

atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang

baik dari jumlah, kualitas maupun ketetapan waktu yang dipersyaratkan.

Pasal 1 angka 7 UULPM menyebutkan persekongkolan atau konspirasi

usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku

usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan

pelaku usaha yang bersekongkol. Berdasarkan kamus hukum, persekongkolan

adalah suatu kerjasama antara dua pihak atau lebih yang secara bersama-sama

melakukan tindakan yang melanggar hukum, dalam kamus besar Bahasa

Indonesia, sekongkol adalah orang yang turut serta berkomplot melakukan

kejahatan (kecurangan); bersekongkol adalah berkomplot melakukan kejahatan

atau bersekutu dengan maksud jahat; dan persekongkol adalah hal bersekongkol.

Page 12: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

6

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, sekongkol adalah bersepakat melakukan

pekerjaan yang tidak baik; bersekongkol adalah bersepakat untuk melakukan

suatu kejahatan; dan persekongkolan adalah hal, cara, atau hasil kerja

bersekongkol.

Pengertian tentang persekongkolan dalam tender menurut beberapa

negara adalah suatu perjanjian antara beberapa pihak untuk memenangkan pesaing

dalam suatu tender. Sejalan pengertian tersebut, persekongkolan dalam tender

sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 22 UULPM adalah kerjasama antar dua

pihak atau lebih dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu.

Persekongkolan merupakan salah satu bentuk persaingan curang dalam dunia

usaha yang akan merusak kondisi persaingan usaha yang sedng di galakkan di

Indonesia terutama setelah berlakunya UULPM.

Persekongkolan merupakan salah satu bentuk persaingan curang dalam

dunia usaha yang akan merusak kondisi persaingan usaha. Praktek yang dapat

dikategorikan sebagai bentuk persaingan curang untuk bentuk persaingan usaha

(Agus Brotosusilo, 2000: 3) adalah:

1. Praktek Restriktif yang berimplikasi horizontal. Price fixing-competing supplier, rather than setting prices independently, enter in to a cooperative agreement regarding prices. Conscious Paralellism-competing suppliers, without an explicit agreement, generally set the same prices, allegedly for the purpose of weakening competition amongst themselves. Restraint of output, competing suppliers allocate customer amongst themselves, so that each customer is served by a single supplier and cannot benefit from a competition by other supplier. Collusive Tendering (bid Rigging)-competing suppliers exchange commercially sensitive information on bids and agree to take turn as to who will make the most competitive offer. Exclusionary practices-competing suppliers employ practices that inhibit or preclude the ability of other actual or potential suppliers to compete in market for product. Exchange of information-competing suppliers exchange commercially sensitive information regarding price, output, quality, or any other aspect of selling and marketing a product. Predatory pricing-one or more suppliers set prices intended to undermine the profitability and thereby induce the exit of one or more other competing supplier. Restraint on entry-one or more supplier enter into a cooperative agreement not to undertake certain action of competitive value, such as advertising.

Page 13: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Larangan Persekongkolan dalam Tender: Upaya Mewujudkan Good Governance Alum Simbolon

7

2. Praktek restriktif yang berimplikasi Vertikal. Exclusive Dealing_a supplier of product sells only on the condition that the buyer not purchase competing products. Refusal to Deal-a supplier refuses to sell to parties wishing to buy similar to exclusive dealing, distinguished only by potentially different treatment under the law. This can also be considered a horizontal restraint in the form of a boycott by competing suppliers. Resale Price Maintenance-a supplier distributors not market the product outside a specified territory, supportive of price discrimination.A notable form of this restraint is prevention of parallel importation, for which a supplier prevent national distributors not market the product outside a specified territory, supportive of price discrimination. A notable form of this restraint is prevention of parallel information, for which a supplier prevent natonal distributors. Tied Selling - a supplier enters into contracts for a product with conditions that are irrelevant and unnecessary to the exchange of the product; typically this condition involve the purchase of other products of the supplier. Full Une - form of tying, a suppliers requires distributors to carry all of the supplier’s product. A buse of Negotiating Position - a supplier imposes unfair or abusive condition in contracts to the detriment of buyers. Transfer Pricing – May infolve over – pricing of intermediate input between foreign affiliates. Under – invicing can be usd to facilate predatory pricing.

Rumusan yang yang mendekati persekongkolan adalah collusive tendering (bid – rigging) competing suppliers exchange commercially sensitive information on bids and agree to take turns as to who will make the most competitive offer.

Persekongkolan dalam tender dapat dilakukan secara terang-terangan atau

diam-diam melalui tindakan penyesuaian, penawaran sebelum dimasukkan, atau

menciptakan persaingan semu, atau menyetujui atau memfasilitasi, atau

pemberian kesepakatan eksklusif, atau tidak menolak suatu tindakan meskipun

mengetahui tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka

memenangkan peserta tender tertentu.

Persekongkolan dalam tender dapat dibedakan pada 3 jenis (Media

Berkala KPPU, 27: 1) yaitu persekongkolan horizontal, persekongkolan vertikal,

dan gabungan persekongkolan vertical dan horizontal, ketiga jenis persekongkolan

tersebut adalah:

1. Persekongkolan Horizontal

Persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang dan

jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa

pesaingnya. Persekongkolan ini dapat dikategorikan sebagai

Page 14: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

8

persekongkolan dengan menciptakan persaingan semu diantara peserta

tender.

2. Persekongkolan Vertikal

Persekongkolan yang terjadi antar salah satu atau beberapa pelaku usaha

atau penyedia barang dan jasa dengan panitia tender atau panitia lelang

atau pengguna barang dan jasa atau pembeli atau pemberi pekerjaan.

Persekongkolan ini dapat terjadi dalam bentuk dimana panitia tender atau

panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi

pekerjaan bekerjasama dengan salah satu atau beberapa perserta tender.

3. Persekongkolan Horizontal dan Vertikal 

Merupakan persekongkolan antara panitia tender atau panitia lelang atau

pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan dengan

pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa. Persekongkolan ini dapat

melibatkan dua atau tiga pihak yang tekait dalam proses tender. Salah satu

bentuk persekongkolan ini adalah tender fiktif, dimana baik panitia tender,

pemberi pekerjaan, maupun sesame pelaku usaha melakukan suatu proses

tender hanya secara administrasi dan tertutup.

Pasal 3 Keppres No.80 Tahun 2003 menyebutkan untuk tercipta

persaingan usaha yang sehat, pelaksanaan tender atau pengadaan barang/jasa

harus menerapkan prinsip-prinsip dasar :

a. efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan

menggunakan dana dan daya terbatas untuk mencapai sasaran yang

ditetapkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan dapat

dipertanggungjawabkan;

b. efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang

telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya

sesuai dengan sasaran yang ditetapkan;

c. terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi

penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui

persaingan yang sehat di antara penyedia barang/ jasa yang setara dan

memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur

yang jelas dan transparan;

Page 15: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Larangan Persekongkolan dalam Tender: Upaya Mewujudkan Good Governance Alum Simbolon

9

d. transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan

barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara

evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya

terbuka bagi peserta penyedia barang/ jasa yang berminat serta bagi

masyarakat luas pada umumnya;

e. adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang samabagi

semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi

keuntungan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun;

f. akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun

manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintah dan

pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang

berlaku dalam pengadaan barang/ jasa.

Indikasi Persekongkolan Dalam Tender

Persekongkolan dalam tender menyebabkan terjadinya hambatan pasar

bagi peserta potensial yang tidak memperoleh kesempatan untuk mengikuti.

Tender yang berpotensi menciptakan persaingan usaha tidak sehat atau

menghambat persaingan usaha adalah: Tender yang bersifat tertutup atau

transparan dan tidak diumumkan secara luas, sehingga mengakibatkan para pelaku

usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi tidak dapat mengikutinya:

a. Tender bersifat diskriminatif dan tidak dapat diikuti oeh semua pelaku

usaha dengan kompetisi yang sama;

b. Tender dengan persyaratan dan spesifikasi teknis atau merek yang

mengarah kepada pelaku saha tertentu sehingga menghambat pelaku usaha

lain untuk ikut.

Untuk mengetahui telah terjadi tidaknya suatu persekongkolan dalam

tender, berikut dijelaskan berbagai indikasi persekongkolan yang sering dijumpai

pada pelaksanaan tender. Perlu diperhatikan bahwa, hal-hal berikut ini

merupakan indikasi persekongkolan, sedangkan bentuk atau perilaku

persekongkolan maupun ada tidaknya persekongkolan tersebut baru dibuktikan

melalui pemeriksaan oleh tim pemeriksa atau majelis KPPU. Indikasi

persekongkolan pada saat perencanaan, antara lain meliputi:

Page 16: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

10

a. Pemilihan metode pengadaan yang menghindari pelaksanaan tender/lelang

secara terbuka

b. Pencantuman spesifikasi teknik, jumlah, mutu, dan/atau waktu penyerahan

barang yang akan ditawarkan atau dijual atau lelang yang hanya dapat

disuplai oleh stu pelaku usaha tertentu.

c. Tender/lelang di buat dalam paket yang hanya satu atau dua peserta

tertentu yang dapat mengikuti/melaksanakan.

d. Ada keterkaitan antara sumber pendanaan dan asal barang /jasa.

e. Nilai uang jminan lelang ditetapkan juh lebih tinggi dari pada nilai dasar

lelang.

f. Penetapan tempat dan waktu lelang yang sulit dicapai dan diikuti

Indikasi persekongkolan pada saat pembentukan Panitia, antara lain meliputi:

a. Panitia yang dipilih tidak memiliki kualifikasi yang dibutuhkan sehingga

mudah dipengaruhi.

b. Panitia terafiliasi dengan pelaku usaha tertentu.

c. Susunan kinerja Panitia tidak diumumkan/cenderung ditutup-tutupi

Indikasi persekongkolan pada saat Prakualifikasi Perusahaan atau pra lelang

antara lain meliputi:

a. Persyaratan untuk mengikuti prakualifikasi membatasi dan/atau mengarah

kepada pelaku usaha tertentu.

b. Adanya kesepakatan dengan pelaku usaha tertentu mengenai spesifikasi,

merek, atau dilelangkan.

c. Adanya kesepakatan mengenai cara, tempat, dan/atau waktu Pengumuman

tender/lelang.

d. Adanya pelaku usaha yang diluluskan dalam praakualifikasi walaupun

tidak atau kurang memenuhi persyararatan yang telah ditetapkan

e. Panitia memberikan perlakuan khusus/istimewa kepada pelaku usaha

tertentu

f. Adanya persyaratan tambahan yang dibuat setelah prra-kualifikasi dan

tidak membertitahukan kepada semua peserta.

Page 17: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Larangan Persekongkolan dalam Tender: Upaya Mewujudkan Good Governance Alum Simbolon

11

g. Adanya pemegang saham yang sama diantara atau panitia atau pemberi

pekerjaan maupun pihak lain yang terkait langsung dengan tender/lelang

(benturan kepentingan)

Indikasi persekongkolan pada saat pembuatan persyaratan untuk mengikuti

tender/lelang maupun pada saat penyusunan dokumen tender/lelang, antara lain;

Persyaratan tender/lelang yang mengarah kepada pelaku usaha tertentu terkait

dengan sertifikasi barang, kolomutu, kapasitas, dan waktu penyerah anyang harus

dipenuhi. Indikasi Persekongkolan pada saat pengumuman tender atau lelang,

antara lain; jangka waktu pengumuman tender/lelang yang sangat terbatas;

Informasi dalam pengumuman tender/lelang dengan sengaja dibuat tidak lengkap

dan tidak memadai. Sementara, informasi lebih lengkap diberikan hanya kepada

pelaku usaha tertentu.

Hal tersebut yang sering terjadi, maka penawaran tender yang diumumkan

diberbagai media massa hanya semu, pura-pura sesungguhnya pemenang tender

sudah ada dikantong atau sudah ditentukan sebelumnya. Yang anehnya, bisa

pemenang tender sudah ditentukan oleh para peserta tender sendiri kongkali kong,

atau bisa juga ditentukan oleh penyedia tender, ini harus di hndarkan untuk

mewujudkan good governance.

Dalam proses penyelenggaraan tender harus memenuhi unsur-unsur yaitu:

a. Penyelenggara tender, yaitu pengguna barang dan/atau jasa; penjual

barang; dan panitia tender.

b. Peserta tender, yaitu para pelaku usaha penyedia barang dan/atau jasa, atau

pembeli barang, yang memenuhi persyaratan untuk menjadi peserta tender.

c. Persyaratan tender, meliputi kualifikasi, klasifikasi, dan kompetensi

peserta tender; spesifikasi dan standar barang dan/atau jasa; jaminan yang

harus diberikan peserta tender; serta persyaratan-persyaratan lain yang

ditetapkan dalam dokumen tender pengadaan barang dan/atau jasa,

dan/atau penjualan barang.

d. Penawaran teknis dan harga terbaik yang diajukan oleh penyedia barang

dan/atau jasa, atau penawaran harga terbaik yang diajukan oleh pembeli

barang.

Page 18: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

12

e. Kualitas barang dan/atau jasa, untuk pengadaan barang dan/atau jasa.

f. Waktu tertentu.

g. Tata cara dan metode tertentu, antara lain meliputi prosedur tender, cara

pemberitahuan perubahan, penambahan, atau pengurangan isi dokumen

tender; cara penyampaian penawaran, mekanisme evaluasi, dan penentuan

pemenang tender; serta mekanisme pengajuan sanggahan dan/atau

tanggapan (Tri Anggraini, 2009: 80).

Jika seluruh proses tersebut dipenuhi oleh seluruh peserta tender dan

mengeluarkan pemenang tender dengan cara kompetitief sehat sesuai hasil, maka

iklim usaha yang kondusif meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah

satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat akan tercapai. Disamping

melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya

kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha

menengah dan pelaku usaha kecil. Maka good governance akan tercapai dan

praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku

usaha dapat diatasi dan Tercapai efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Karena pelaku usaha harus sadar persekongkolan dalam penawaran tender

dianggap menghalangi terciptanya persaingan yang sehat di kalangan para

penawar yang beritikad baik untuk melakukan usaha yang jujur.

PENUTUP

Persekongkolan merupakan salah satu bentuk persaingan curang dalam

dunia usaha yang akan merusak kondisi persaingan usaha.Larangan

persekongkolan tender salah satu cara mewujudkan good governance, hal ini

dilakukan karena dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan

bertentangan dengan tujuan dilakukannya tender tersebut, yaitu untuk

memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat menawarkan

harga dan kualitas bersaing hasil optimal hingga dapat memasuki pasar global.

Penegakan hukum persaingan usaha yang dilakukan oleh KPPU RI

diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang kodusif,menghasilkan produk

yang baik dengan harga yang kompetitief dan melindungi kepentingan umum.

Namun tetap diharapkan pelaku usaha memperoleh keuntungan yang wajar dan

Page 19: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Larangan Persekongkolan dalam Tender: Upaya Mewujudkan Good Governance Alum Simbolon

13

sustainable tanpa harus mengeluarkan suap atau illegal fees dalam memenangkan

suatu tender. Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih (good governance)

seiring dengan pengelolaan usaha yang baik, profesional, dan akuntabel (good

corporate governance) akan mempercepat peningkatan perekonomian Indonesia

dan diikuti dengan penegakan hukum persaingan usaha maka masyarakat akan

sejahtera, dapat memperoleh produk yang baik dengan harga yang kompetitief.

Hindari persekongkolan dalam pemenangan suatu tender, bersaing sehat

sejahterakan rakyat.

DAFTAR PUSTAKA

D. Prayoga., Ayudha., et.al., (ed),1999, Persaingan Usaha dan Hukum Yang Mengaturnya di Indonesia, Elips Project & Patnership for Buseniss Competition.

Erawaty, A.F. Elly., 1999, Membenahi Perilaku Pelaku Bisnis Melalu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Fahmi, Andi dan Natasya, Ningrum (Ed.,), 2009, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, Publishid and Printed with Support of Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, Printed in Indonesia.

Friedman Lawrence M., 1986, The Legal System; A social Science Perspective, New York, Russel Sage Fondation.

Fromm, Bill., Tanpa tahun, Kocak dan Menyenangkan Sepuluh Hukum Bisnis dan Bagaimana Melanggarnya

Kovaleff. Theodore P., The Antitrust Impulse, Volume I An Economic, Historical, and Legal Analisys, M.E, Sharpe, Armonk, New York, London, England.

Laporan Tahunan KPPU Tahun 2003, Tahun Koreksi Kebijakan. Laporan Tahunan KPPU Tahun 2005,Merajut Dukungan Publik Laporan Tengah KPPU Tahun 2007, Reformasi Regulasi Laporan Semester 1 KPPU Tahun 28, Tahun Implementasi Persaingan Usaha Luis. Tinoe., and Maria Coppola, 2001, Competition Policy and Economic

Growth in Indonesia; a Report on Issues and Options, World Bank. Mahkamah Agung –RI, 2005, Naskah Akademis Tentang Persaingan Usaha dan

Anti Monopoli, Jakarta. Maulana, Budi, Insan., 2000, Pelangi Haki dan Anti Monopoli, Pusat Studi

Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII Yogyakarta. Marzuki. Peter. M., 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, Mertokusumo. Sudikno, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogakarta,

Liberty. ------------, 2006, Penemuan Hukum, Liberty, Yogyakarta. Muhammad, Abdulkadir., 2001, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan

Intelektual, Penertbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Page 20: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

14

Penner J.E., 2000, The Law of Trusts, Second edition, Butterworths, London, Edinburgh, Dublin.

Piraino, Jr.Thomas A., 1994, Making Sense of The Rule Of Reason: A New Standart for Section 1 of the Sherman Act, 47 Vanderbilt Law Review.

Posner. Richard. A., 2001, Anti Trust Law, Second Edition, The University of Chicago Press, Chicago and London.

KPPU, 2007, Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender BerdasarkanUU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ,Jakarta: Cetakan ke-IV.

JURNAL:

Krisanto, Yakub Adi, 2005, Analisis Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 dan Karakteristik Putusan KPPU tentang Persekongkolan Tender, Jurnal Hukum Bisnis, vol. 24 Nomor II,

Pasaribu, Benny, 2009, Peran Persaingan Usaha dalam Upaya Pemberantasan Korupsi, Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 2 Tahun 2009.

Simbolon, Alum, 2009, Implementasi Penegakan Hukum Persaingan di Indonesia, Jurnal Wacana Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Desember, Yogyakarta

Tri Anggraini, Anna Maria, 2009, Implementasi Perluasan Istilah Tender dalam Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 2 Tahun 2009.

PERUNDANG-UNDANGAN:

Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Keputusan Presiden RI No.162/M tahun 2000. Pengangkatan Anggota Komisi

Pengawas Persaingan Usaha Masa Jabatan 2000-2005. Keputusan Presiden RI No.59/P Tahun 2006 Tentang Pemberhentian

Keanggotaan Komisi masa jabatan 2000-2005, dan Pengangkatan Keanggotaan KPPU masa jabatan 2006-20011

Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 05/KPPU/KEP/IX/2000 Tentang

Tata Cara Penyampian Laporan dan Penanganan Dugaan Pelanggaran Terhadap UU No.5 Tahun 1999.

Keputusan KPPU No.41/KEP/KPPU/VI/2003 Tentang Sekretariat Komisi Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2006 Tentang

Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU.

Page 21: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Wacana Indonesia Volume 2, Nomor 2, April Tahun 2010 (15 ‐ 24) 

15

JELANG PILKADA JILID KE DUA: DEMOKRASI KAPITALISTIK VS GOOD GOVERNANCE

Suraji

Candidate Ph.D dalam Bidang Administrasi Publik UGM Koordinator Program Matapena Institute, Pengurus Pusat FWI

([email protected], [email protected])

ABSTRACT

In newly democratic countries, democratization process. Transition from old authoritarian regime toward a new type of regime. It means that transition run imperfectly. Breed fragile and unconsolidated democracy. Meanwhile, it need a maturely consolidated democracy. In other words, consolidating democracy process become a significant factor. Accomplishing democratic transition. Protests/demands of change Still happening in Indonesia in a decade when the country get in a decade of reform. Local democracy with direct local election.

Keywords: good governance-local democracy-capitalistik

PENDAHALUAN

Usia reformasi yang hampir satu dekade, banyak hal semestinya bisa kita

jadikan bahan renungan. Perubahan konfigurasi ke arah liberalisasi telah

menjadikan tumbuh suburnya partai politik (parpol), selain kebebasan media

massa serta maraknya partisipasi warga. Bukti nyata tahun 1999 terdapat 48 partai

politik, tahun 2004 sebanyak 24 partai politi, tahun 2009 terdapat 38 partai politik

(ditambah 6 partai politik lokal di Aceh). Sebagai fase awal menapaki era

demokrasi era saat ini jelas sangat menggembirakan. Melalui perubahan dan

liberalisasi politik, jalur-jalur strategis proses demokrasi sangat terbuka, bahkan

siapan dapat menjadi pejabat publik untuk bersaing dengan lawan politik dari

pusat hingga daerah. Perubahan fungsi parpol juga kelihatan walaupun masih

belum sempurna, berbagai bentuk pendidikan politik mulai menyentuh warga

yang semakin lama akan menumbuhkan kesadaran berdemokrasi. Prestasi itu,

secara umum dapat dikatakan menggembirakan yang perlu diapresiasi oleh kita

semua.

Sebagaimana cita-cita reformasi mewujudkan demokrasi politik dan

kesejahteraan masyarakat, perkembangan dan dinamika itu ternyata belum sesuai

Page 22: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

16

harapan. Pembiyakan parpol dalam perubahan 5 tahun era reformasi, banyak

mengalami penyimpangan-penyimpangan serius, tidak sesuai harapan masyarakat

(normatifnya). Parpol sebagai institusi, alat dan kekuatan artikulasi politik warga

ternyata banyak mengalami masalah. Mulai dari wataknya yang oligarkhis, feodal,

elitis, korupsi, kekerasan, manipulasi amanat, sampai susahnya mereka

membangun konsensus dan konsistensi internal yang ditunjukkan berupa

maraknya gejala perpecahan disana-sini dalam tubuh parpol yang kian

memprihatinkan. Dari bermacam hasil penelitian yang dilakukan banyak pihak,

wacana media massa, sampai tindakan-tindakan praktis kasat mata, pada berbagai

arena dan kegiatan membuktikan parpol-parpol telah mengidap disorientasi.

Secara teoritik dan normatif menjadi kekuatan demokrasi, ternyata secara empirik

makin tidak terpercaya karena para politisi sebagai aktor gagal memainkan

perannya sebagaia agen demokrasi (Ari, IRE, 2008: 32).

Tahun ini (2010) sudah dipastikan perhelatan pilkada jilid kedua akan

segera dimulai, hampir 247 provinsi/kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan

pilkada. Tahapan-tahapan tersebut kini sudah di mulai dari pengajuan anggaran

sampai pelaksanaanya. Bahkan di beberapa daerah partai politik sudah mulai

pemilihan, ada juga yang baru membuka pendaftaran balon, scalon yang akan

maju dari kader parpol maupun tokoh masyarakat juga sudah berancang-ancang

mengadakan lobi politik, survai, pertemuan terbatas, maupun tebar pesona, tengok

aja di Sleman, Bantul, Gunung Kidul dan 17 kabupaten/kota di Jawa Tengah serta

227 daerah-daerah lain di Indonesia. Walaupun perhelatan tersebut sudah dekat,

dan ada yang sudah melakukan, namun persoalan pilkada masih mengganjal

terutama landasan yuridis penyelenggaraan pilkada yaitu UU N0.32/2004 tentang

Pemerintah Daerah, tak lagi mampu mengakomodasi berbagai tuntutan publik

dalam penyelenggaraan pilkada yang efisien, efektif, dan demokrasi baik dari sisi

manajemen, biaya maupun perluasan hak pilih. Di samping itu UU No.32/2004

juga perlu disinkronkan dengan UU No.22/2007 tentang penyelenggaraan pemilu.

UU No.22/2007 menyatakan bahwa pilkada adalah bagian dari pemilu sehingga

penyelenggaraan tidak lagi dilakukan bersama Depdagri melainkan oleh KPU

Page 23: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jelang Pilkada Jilid ke Dua: Demokrasi Kapitalistik vs Good Governance Suraji

17

sebagai supervisor dan KPUD sebagai penyelenggara (Riewanto, 2009 Kompas:

5).

Dalam menyelesaikan masalah tersebut dibutuhkan kesungguhan

pemerintah dan DPR yang baru untuk sesegera mungkin menyelesaikan UU

tersebut, sehingga dasar yuridis pilkada jilid kedua segera terselesaikan. Namun

yang menarik baru-baru ini Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary di beberapa media

mengatakan KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota tidak bingung dalam

melaksanakan tahapan penyelenggaraan pilkada. KPU Pusat meminta untuk tetap

menggunakan UU No.32/2004 tetang peraturan Pemerintah Daerah, serta

peraturan yang terkait. KPU di daerah tidak perlu bingung, tidak perlu bertanya

kesana kemari pakai saja peraturan yang lama dan masih berlaku.

Terlepas dari permasalahan tersebut yang mengundang banyak komentar

dari berbagai pihak tentunya tidak membuat kita lupa akan makna substansi dari

pesta demokrasi di level daerah ini. Pilkada secara langsung ini merupakan angin

segar bagi tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai demokrasi di daerah. Adanya

sinyalemen kuat akan terjadi politik uang (money politik) dalam pencalonan

kepala daerah dalam tubuh partai politik maupun calon independen pada saat

kampanye, isu pilkada yang tidak berkualitas, rendahnya kapabilitas dan

alektabilitas calon yang dimunculkan serta nihilnya tanggung jawab moral ketika

kepala daerah terpilih mengindikasikan kepada kita bahwa benih-benih demokrasi

didaerah tersebut tidak akan terhindarkan dari praktik-praktik politik kotor yang

akan mengurangi makna demokrasi itu sendiri.

DEMOKRASI KAPITALISTIK

Dewasa ini, istilah "demokrasi" mengalami apa yang disebut sebagai

inflasi semiotika. Menurut kamus politik diartikan sebagai fenomena

melimpahnya penggunaan "demokrasi", memiskinkan makna, istilah demokrasi

dipakai dan menjadi obrolan dari warung kopi, warung remang-remang sampai

institusi istana. Saking sering dipakai, sampai-sampai orang lupa apa arti

demokrasi yang sebenarnya. Akibatnya, siapa saja bisa memakai "demokrasi"

sebagai selubung aneka kepentingan jangka pendek, menengah, maupun jangka

Page 24: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

18

panjang. Bahkan dengan tuntutan demokrasi pelaksanaanya malah melanggar

nilai-nilai demokrasi atau sering disebut demokrasi “keblablasan”. Larry Diamond

(1999), dalam bukunya Developing Democracy toward Consolidation,

mengungkapkan definisi demokrasi sebagai persoalan bagaimana merawat

stabilitas dan persistensi demokrasi. Lanjutnya, demokrasi menekankan pada

proses pencapaian legitimasi yang kuat, sehingga semua aktor politik yang

signifikan, baik pada level massa maupun elite, percaya bahwa pemerintahan

demokratis adalah yang paling tepat bagi masyarakat mereka.

Dalam konteks Indonesia, setelah diasumsikan berhasil meraih demokrasi

pasca runtuhnya pemerintahan orde baru, ternyata tidak diikuti oleh penguatan

konsolidasi demokrasi. Akibatnya, bangsa ini kehilangan arah dan orientasi dalam

menentukan masa depannya. Persoalan legitimasi yang menjadi salah satu

indikator dari keberhasilan konsolidasi demokrasi, juga belum mengakar secara

kuat. Hal ini dibuktikan oleh beberapa kali pergantian rezim pasca tumbangnya

orde baru. Dan tidak menutup kemungkinan pemerintahan ke depan akan

mengalami nasib yang sama, jikalau tidak mempercepat langkah-langkah menuju

penguatan demokrasi. Karena tidak berjalannya konsolidasi demokrasi yang

mengakar dapat mengakibatkan krisis legitimasi yang kemudian melahirkan

“power-state deflation”. Jika mengikuti keterangan di atas, maka ada beberapa

faktor yang menyebabkan kegagalan demokrasi di Indonesia. Pertama, proses

konsolidasi demokrasi masih terpusat pada struktur-elite. Di Indonesia sendiri,

elite politik yang ada masih tercerai-berai tanpa ada visi dan komitmen bersama

untuk membangun demokratisasi yang lebih substansial. Kedua, konsolidasi

demokrasi oleh elite dimaknai sebagai kompromi politis memperebutkan

kekuasaan bukan sebagai kekuatan transformatif yang memperjuangkan nasib

rakyat. Fenomena pelacuran politik ini dapat kita amati pada pemilu di Indonesia.

Meskipun dilakukan secara langsung, dalam arti rakyat yang menentukan, tapi

tetap saja yang berperan penting adalah elite dan partai politik. Bukannya

konsolidasi demokrasi yang terjadi melainkan konsolidasi elite untuk

mempertahankan status quo.

Page 25: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jelang Pilkada Jilid ke Dua: Demokrasi Kapitalistik vs Good Governance Suraji

19

Tentu tidak ada yang menyangkal bahwa pilkada secara langsung adalah

wujud demokratisasi yang mulai berdiri kokoh di negeri ini. Harapan kita

masyarakat akan dengan bebas menentukan pemimpin yang visioner dan mampu

meningkatkan kemakmuran di daerah mereka masing-masing. Rakyat pun akan

semakin dewasa dalam memilih calon pemimpin mereka karena pasca pemilu

2009 terdapat perubahan pola dalam masyarakat yang berbeda dengan pemilu

pada era-era sesudahnya. Pilkada diharapkan mampu menentukan masa depan

kemajuan daerah.

Sistem yang digunakan dalam pilkada selain melalui jalur parpol juga

tersedia jalur independen. Namun dari dua jalur tersebut tidak terlepas dari modal

financial yang cukup besar. Dengan logika ini, sudah barang tentu bagi

masyarakat yang tidak memiliki dana besar walaupun potensial dan disenangi

rakyat tidak akan mungkin bisa menjadi kepala daerah. Pilkada sebagai pesta

demokrasi hanya dirasakan oleh para pemilik modal, sementara rakyat kecil hanya

menjadi sapi perahan bagi segelintir orang yang memiliki kepentingan. Maka

demokrasi tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Karena hanya orang kaya

saja yang menikmati indahnya demokrasi kalaupun hal itu masih pantas disebut

demokrasi. Demokrasi hanya dinikmati oleh segelintir orang dengan capital besar,

maka demokrasi tidak lagi merakyat dan mengedepankan kesetaraan, dan

keadilan. Pada aras ini, wajar jika muncul pertanyaan apakah demokrasi masih

relevan untuk dipertahankan?. Inilah kegaluan yang terjadi saat ini di mana

demokrasi dimaknai sebagai pendekatan capital yang diukur dari kemampuan

calon dalam mempunyai modal financial untuk membiayai arena demokrasi local

tersebut. Ujung-ujungnya calon kepala daerah dipilih bukan karena figur dan

pengalamnnya, tetapi karena berapa uang dan sumbangan yang diberikan kepada

pemilihnya. Dengan demikian tentu kita galuh dengan pemaknaan demokrasi

yang lebih ternilai oleh materi daripada pemaknaan demokrasi yang

sesungguhnya, perasaan pesimistik, membuat kita apaka ini realita yang

sesunguhnya?. Tentu tidak optimisme terhadap pemaknaan demokrasi dan

komitmen terhadap kemajuan daerah harus diperjuangkan dengan semangat, jiwa

besar, visioner, kritis, aspiratif, berkeadilan, jujur dan di dukung masyarakat.

Page 26: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

20

PILKADA: DEMOKRASI LOKAL MENUJU GOOD GOVERNANCE

Permasalahan yang terjadi dalam pilkada sebagai ruh demokrasi di negeri

ini. Seharusnya menjadi alat dalam pelaksanaan tata pemerintahan di daerah

menuju konsep yang lebih baik (good governance). Sebagai konsep baru good

governance mulai disebarkan sebagai mantra-mantra ‘’mujarab’’ bagi

institusionalisasi modernisasi politik pasca otoriter. Di lingkungan negara-negara

Dunia Ketiga, seperti Indonesia misalnya, penyebarannya kian merajalela, bahkan

menjadi manifesto politik baru yang kian populer. Dari aspek teorisasi,

sesungguhnya banyak perspektif mengenai good governance ini dapat dirujuk,

yang ternyata memiliki basis tekanan berbeda-beda. Dari model dengan landasan

pada struktur pemerintahan semata, hubungan masyarakat dan negara, sampai

dengan yang lebih maju perspektif adalah keseimbangan relasi negara, masyarakat

dan market (Bank Dunia, 2002: 45).

Seiring dengan perkembangan hubungan pemerintah dengan masyarakat

terutama dengan munculnya konsep good governance, maka muncul pertanyaan

apakah konsep good governance mampu menjadi alternatif bagi pelaksanaan

terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah?, sejauh mana pemerintah dapat

diterima oleh masyarakat? Dapatkan pemerintah mengimplementasikan good

governance? penilaian-penilaian tersebut menjadi penting untuk menghubungkan

pelaksanaan demokrasi di daerah.

Istilah good governance diartikan sebagai aspek-aspek normatif

pemerintahan yang digunakan dalam menyusun berbagai kriteria dari yang

bersifat politik hingga ekonomi. Kriteria tersebut digunakan dalam merumuskan

kebijaksanaan pemberian bantuan luar negeri, khususnya kepada negara-negara

berkembang. Menjelaskan karakteristik good government, yaitu: legitimasi,

akuntabilitas, kompetensi, penghormatan terhadap hukum/ hak-hak asasi manusia.

Pengertian dari karakteristik-karakteristik yang dimaksud, ialah: Pertama,

legitimasi. Legitimasi menekankan pada kebutuhan terhadap sistem pemerintahan

yang mengoperasikan jalannya pemerintahan dengan persetujuan dari yang

diperintah (rakyat), dan juga menyediakan cara untuk memberikan atau tidak

memberikan persetujuan tersebut. Kedua, akuntabilitas. Mencakup eksistensi dari

Page 27: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jelang Pilkada Jilid ke Dua: Demokrasi Kapitalistik vs Good Governance Suraji

21

suatu mekanisme (baik secara konstitusional maupun keabsahan dalam

bentuknya) yang meyakinkan politisi dan pejabat pemerintahan terhadap aksi

perbuatannya dalam penggunaan sumber-sumber publik dan performa

perilakunya. Akuntabilitas membutuhkan keterbukaan dan kejelasan serta

keterhubungannya dengan kebebasan media. Ketiga, kompetensi. Pemerintah

harus menunjukkan kapasitasnya untuk membuat kebijakan yang efektif dalam

setiap proses pembuatan keputusannya, agar dapat mencapai pelayanan publik

yang efisien. Pemerintah yang baik membutuhkan kapabilitas manajemen publik

yang tinggi, dan menghindari penghamburan dan pemborosan, khususnya pada

anggaran militer yang tinggi. Pemerintah harus menunjukkan perhatiannya pada

biaya pembangunan sosial seperti: antikemiskinan, kesehatan, dan program-

program pendidikan. Keempat, penghormatan terhadap hukum/hak-hak asasi

manusia. Pemerintah memiliki tugas (bukan hanya yang terdapat pada konvensi-

konvensi internasional) untuk menjamin hak-hak individu atau kelompok dalam

mengekspresikan hak-hak sipil dan politik yang berhubungan dengan

kemajemukan institusi.

Dalam perspektif lain memandang negara segala-galanya, maka perspektif

governance mempunyai sejumlah ortodoksi baru dalam mengelola negara yang

bersandar pada enam prinsip utama: Pertama, negara tetap menjadi pemain kunci

bukan dalam pengertian dominasi dan hegemoni, tetapi negara adalah aktor setara

(primus inter pares) yang mempunyai kapasitas memadai untuk memobilisasi

aktor-aktor masyarakat dan pasar untuk mencapai tujuan besar. Kedua, negara

bukan lagi sentrum “kekuasan formal” tetapi sebagai sentrum “kapasitas politik”.

Kekuasaan negara harus ditransformasikan dan “kekuasaan atas” (power over)

menuju “kekuasaan untuk” (power to). Ketiga, negara harus berbagi kekuasaan

dan peran pada tiga level: “keatas” pada organisasi transnasional; “kesamping”

pada NGO dan swasta; serta “kebawah” pada daerah dan masyarakat lokal.

Keempat, negara harus melonggarkan kontrol politik dan kesatuan organisasinya

agar mendorong segmen-segmen di luar negara mampu mengembangkan

pertukaran dan kemitraan secara kokoh, otonom dan dinamis. Kelima, negara

harus melibatkan unsur-unsur masyarakat dan swasta dalam agenda pembuatan

Page 28: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

22

keputusan dan pemberian layanan publik. Keenam, penyelenggara negara harus

mempunyai kemampuan responsif, adaptasi dan akuntabilitas publik (Sunyoto,

2003: 15).

Mengkontekstualisasi dan mencari relevansi good governance secara

ideal, sangat penting dilakukan. Meskipun, sejauh ini masih menghadapi kendala

yang tidak ringan. Apalagi jika dikaitkan dengan masalah pemerintahan,

penyelenggaraan pilkada maupun partai politik sendiri. Misalnya dalam aspek

politik, secara internal lembaga-lembaga politik dikelola tidak profesional, jauh

dari etika politik dan tidak menjalankan fungsi demokrasi dan good governance

yang sebenarnya. Akibatnya, merajalela KKN di kalangan keterlibatan kepala

daerah, DPRD, birokrat, tokoh masyarakat dan perusahaan-perusahaan daerah.

Dalam penyelenggaraan pilkada sebagai arena demokrasi lokal harus

mengacu dalam prinsip tata kelola yang baik (good governance) terdapat sepuluh

prinsip diantaranya: Pertama, partisipasi yaitu mendorong semua warga negara

mengeksresikan pendapatanya/pilihannya dalam proses penyelenggaraan pilkada

yang demokratis, jujur dan tidak memaksa yang menghasilkan partisipasi publik

untuk memilih calon yang dinyakini dapat menyelesesaikan permasalahan publik

dan membawa aspirasinya. Kedua, penegakan hukum yaitu, pelaksanaan dan

penegakan hukum dan perundangan yang berlaku secara adil dan tanpa

diskriminasi, serta mendukung HAM dalam pilihan dan sikap semua masyarakat.

Ketiga, transparansi yaitu, membangun saling kepercayaan antara pemerintah,

penyelenggara pilkada, partai politik, LSM dan masyarakat dengan memberikan

informasi yang dibutuhkan dan akses informasi yang mudah bila dibutuhkan.

Keempat, responsif yaitu, meningkatkan responsitas penyelenggaraan pilkada

terhadap keluhan, masalah dan aspirasi masyarakat tanpa diskriminasi. Kelima,

pemerataan yaitu, memberikan peluang yang sama bagi semua warga untuk maju

sebagai kandidat/calon kepala daerah ikut serta dalam pilkada. Keenam, visi

stratejik yaitu, memformulasikan suatu strategi (yang mengena bagi pemerintah

daerah, penyelenggara pemilu, partai politik), yang didukung dengan sistem

penganggaran berbasis kinerja, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada

publik. Ketujuh, efektifitas dan efesiensi yaitu, upaya penyelenggaraan pilkada

Page 29: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jelang Pilkada Jilid ke Dua: Demokrasi Kapitalistik vs Good Governance Suraji

23

yang dapat melibatkan semua warga dengan memanfaatkan sumber daya dan dana

secara benar dan proporsional. Kedelapan, profesionalisme yaitu, meningkatkan

kapasitas, ketrampilan, dan moral penyelenggara pilkada, partai politik, calon

kepala daerah sedemikian rupa, sehingga menghasil lokomotif demokrasi dan

menghasilkan kepala daerah yang diharapkan masyarakat. Kesembilan,

akuntabilitas yaitu, meningkatkan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan

pilkada bagi KPUD, Panwas, partai politik dan calon kepala daerah dari proses

pilkada hingga selesai pilkada. Kesepuluh, pengawasan yaitu, melakukan kontrol

dan pengawasan atas tahapan-tahapan pilkada, disamping juga pengawasan

terhadap calon incambent yang menggunakan dana untuk kepentingan politiknya.

Semua konsep tata kelola pelaksanaan pilkada tersebut menjadi harapan kita

semua, agar demokrasi lokal betul-betul sesuai harapan dan menghasilkan

pemerintahan daerah yang mengacu pada konsep-konsep good governance yang

tidak hanya pada pelaksanaanya tetapi setelah kepala daerah terpilih tetap

melaksanakan konsep-konsep good governance tersebut.

PENUTUP

Pemilihan kepala daerah yang jujur, adil, bebas, rahasia dan tentu terhindar

dari kasus money politik dan praktik politik kotor lainlah yang akan melahirkan

pemimpin idaman masyarakat. Kriteria Pemimpin yang bersih, jujur, berani,

berbasis intelektual, agamis, berpengalaman, akuntabel, memiliki tred record

yang baik, tentu menjadi kebanggaan bersama. Jika kriteria itu telah terpenuhi

oleh calon kepala daerah bukan tidak mungkin good governance akan benar-benar

terwujud.

Pemilihan kepala derah jangan menjadi potensi melahirkan ‘raja-raja baru‘

di daerah yang sulit dikritisi oleh masyarakat. Kemunculan raja-raja ini terjadi

akibat kuatnya klaim legitimasi kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh

rakyat. Terlebih lagi tidak ada mekanisme mudah bagi Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah, masyarakat umum, dan kalangan NGO untuk menjatuhkan kepala daerah

hasil pemilihan langsung oleh rakyat. Realita ini menuntut kita berfikir kritis dan

solutif untuk memecahkan persoalan.

Page 30: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

24

Sebagai langkah konkretnya, rakyat diharapkan memiliki kemampuan

untuk memposisikan diri sebagai aktor sosial (social agents) yang kritis, rasional,

aktif, kreatif, dan produktif dalam melahirkan berbagai alternatif guna keluar dari

sistem hegemonik dan sekaligus melakukan counter-culture terhadap setiap

kemapanan dan ketidakadilan. Untuk itu, hendaknya mereka berani melakukan

pembacaan kritis dan pembongkaran terhadap segala realitas hegemonik tersebut.

Dalam konteks good governance demokrasi di tingkat lokal adalah

menjadi arah dan kendaraan tuntutan terhadap peran negara untuk mewujudkan

tata pemerintahan yang baik di level pusat dan daerah. Dalam hal ini, kerja

bersama antara pemerintah pusat, daerah, KPU Pusat, KPUD, Panwas, partai

politik, akademisi, LSM dan masyarakat tanpa kecuali untuk mewujudkan pilkada

yang bersih, berkeadilan, aspiratif, menuju tata pemerintahan yang baik (good

governance) di daerah. Semoga Amien

DAFTAR PUSTAKA

Aderson, James, 1979, Public Policy Making, Renehart and Winston: New York. Ari Sujito, 2008, Demokrasi Desa: Teori dan Pelaksanaan di Lapangan, IRE:

Yogyakarta Bratton, Michael dan Donald Rothchild, 1994, Good Goveranance and

Empowerment, Ford Foundation. Dwiyanto, A, dkk, 2003, Governance Practices and Regional Autonomy:

Evidences from Governance and Decentralization Survey (GDS) 2002, Partnership for Governance Refrom in Indonesia and Word Bank: Yogyakarta.

Eva Etziani-Helevy, 1983, Bureaucracy and Democracy A political Dilemma, diterjemahkan oleh Suraji, Total Media Press: Yogyakarta.

Larry Diamond, 1999, Developing Democracy toward Consolidation, Post Dert: AS Press.

Syakrani dkk, 2009, Implementasi Otonomi Daerah dalam Perpsektif Good Governance, Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Suyoto Usman, 2003, Pemberdayaan Masyarakat: Politik dan NGO, Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Riwanto, 2009, Demokrasi Lokal Tergadai, Dalam Analisis Kompas, 23 Desember 2009

Land Castles, 2004, Demokrasi di Era Baru, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Pratikno, 2004, Governance In Practices: Belajar Dari Pengalaman Di

Indonesia, Seminar Fisipol UGM: Yogyakarta.

Page 31: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Wacana Indonesia Volume 2, Nomor 2, April Tahun 2010 (25 ‐ 34) 

25

IDE KESEIMBANGAN DALAM KONSEP KUHP BARU INDONESIA

Rama Putra

Mahasiswa Program Ilmu Hukum UNDIP Semarang ([email protected])

Abstract

The reform and the development of the national law system, especially in penal sector was one of agenda within law politic in Indonesia. This effort shall be done consistently, systematically, internally, and continuously. The idea of reform as the construction and reconstruction and restructure effort of the main national penal system (that is Penal Code) is the agenda that shall be realized. This paper will review the concept of Penal Code 2008 as well as evaluate the basic idea that stands as the principle. In order to ease the understanding and comprehension, the analysis starts from 3 (three) materials/ substances/ main problems of Penal, which are problems “Criminal Action or Action that Fights against the Law (Criminal Act), the Problem of “the Criminal Responsibility”, and the Problem of “Penal” and “the Penalizing (punishment and treatment system)”, each is the subsystem as well as the pillar of the entire system of Penal (Penalization).

Keywords: Balance Idea, Penal Reform, Penal Code Concept, The Sentencing System

PENDAHULUAN

Pembaharuan sistem hukum pidana atau yang lebih populer dikenal

dengan istilah penal reform, tentu akan selalu menarik untuk diperbincangkan,

apalagi di tengah masyarakat yang semakin kritis dan berkembang sesuai dengan

angin perubahan yang terus berhembus kencang. Pembaharuan sistem hukum

pidana sebagaimana dikatakan Barda Nawawi Arief, merupakan suatu “masalah

besar” yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Masalah besar yang dihadapi

itu ialah masalah memperbaharui dan mengganti produk-produk kolonial di

bidang hukum pidana, khususnya pembaharuan KUHP (WvS) warisan zaman

Hindia Belanda yang merupakan “induk” dari keseluruhan sistem hukum pidana

sampai saat ini (Arief, 2005, Cet. II, Feb : 153).

Page 32: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

26

Untuk itu dalam rangka melakukan rekonstruksi/restrukturisasi sistem

hukum pidana yang terdapat dalam KUHP maka dibutuhkan suatu

gagasan/konsep/ide tentang pembaharuan tersebut.

METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bertujuan untuk

mempelajari aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan pembaharuan hukum

pidana di Indonesia khususnya pembaharuan KUHP (WvS). Jenis penelitian ini

jika mengacu pada buku Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji adalah penelitian

hukum normative yaitu meliputi penelitian terhadap peraturan perundang-

undangan yang berlaku, perbandingan hukum dan sejarah hukum (Soekanto, 2004

: 13-14). Akan tetapi jika merujuk kepada Bambang Sunggono, maka jenis

penelitian ini tergolong Penelitian Doktrinal (Sunggono, 2006 : 81).

Pembahasan mengenai ide dasar pembaharuan hukum pidana adalah

bertolak dari hukum normatif. Menurut Barda Nawawi Arief, apabila diartikan

dalam kajian hukum normatif, maka ruang lingkup atau jenis-jenis Ilmu Hukum

Pidana Normatif berkaitan erat dengan jenis-jenis hukum pidana yang dikaji

(hukum pidana sebagai objek kajian) yang meliputi hukum positif (ius

constitutum), hukum pidana yang akan datang (ius constituendum), hukum pidana

asing (ius comperandum; hukum yang menjadi kajian perbandingan) dan hukum

adat (hukum tidak tertulis). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel 1,

Tabel 1.

No Jenis Hukum Pidana (objek kajian)

Jenis (nama) Ilmu Hukum Pidana

Normatif Keterangan

1 HP Positif (ius constitutum) Ilmu HP (Positif) Pengertian “normatif”

(yang seharusnya) dapat diartikan : • Secara sempit : hanya

no. 1 (hukum pidana positif)

• Secara luas : meliputi No. 1 s/d 4.

2 HP yang akan datang (ius constutiendum) Politik HP (penal policy)

3

HP Asing (ius comperandum; hukum yang menjadi objek kajian perbandingan)

Perbandingan hukum pidana

4 HP Adat (tidak tertulis) Hukum Pidana Adat

Sumber: Arief, 2008 : 6

Page 33: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru Indonesia Rama Putra

27

Sebagaimana uraian diatas, bahwa penelitian ini merupakan penelitian

normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder, (Soemitro, 1991: 44), maka jenis data penelitian ini

meliputi data sekunder. Penggunaan data sekunder akan diajukan pada data

sekunder yang bersifat publik, baik yang berupa arsip maupun data resmi pada

instansi-instansi pemerintah. (Soekanto, 1986: 12).

Melihat objek masalah yang akan ditelusuri dalam penelitian ini adalah

KUHP dan konsep KUHP (RKUHP) dalam rangka pembaharuan sistem

pemidanaan, maka penelitian ini menggunakan metode yang berpijak pada

analisis hukum. Objek permasalahan termasuk dalam penelitian dan pengkajian di

dalam bidang ilmu hukum dan lebih khusus lagi merupakan penelitian di bidang

ilmu politik hukum pidana (pembaharuan hukum pidana).

Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan

interdispliner. Atas objek masalah yang akan ditelusuri dalam penelitian ini

dianalisis berdasarkan obyek penelitian ilmu hukum yang akan mencakup :

Hukum Positif, yaitu hukum yang berlaku pada waktu tertentu. Sebagaimana yang

dimaksud Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, untuk penelitian hukum normatif

atau kepustakaan cakupannya meliputi asas-asas hukum, sistematik hukum,

sinkronisasi vertikal dan horizontal hukum, perbandingan hukum serta sejarah

hukum. Karena itu, metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yuridis

normatif untuk mengkaji kaidah-kaidah hukum yang berlaku bagi usahan

pembaharuan sistem pemidanaan (sistem hukum pidana nasional).

2. Jenis Data

Penelitian yuridis normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka

atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,

dan bahan hukum tertier. Kemudian data tersebut dianalisis secara yuridis

kualitatif, artinya tanpa menggunakan rumus akan tetapi disajikan dalam bentuk

uraian dan konsep. Selaras dengan tipe penelitian yaitu yuridis, maka data

diperoleh melalui studi atau penelitian kepustakaan (library research) dengan

mengkaji peraturan perundang-undangan, doktrin serta literatur penting yang

Page 34: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

28

berkaitan dengan objek yang diteliti, untuk lebih menunjang akurasi data bila

perlu dilakukan pula studi atau penelitian lapangan (field research).

3. Metode Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian

kepustakaan guna mendapatkan landasan teoritis berupa pendapat-pendapat atau

tulisan-tulisan para ahli dan pihak-pihak (instansi) pemerintah yang berwenang,

juga untuk memperoleh informasi baik dalam bentuk ketentuan formal maupun

data melalui naskah resmi yang ada. Prosedur analisis yang dipergunakan dalam

tesis ini adalah analisis normatif kualitatif. (Soemitro, 1990: 107).

Untuk menunjang data kepustakaan yang diharapkan sudah dapat menjadi

bahan untuk penyelesaian penelitian ini, bila perlu dilakukan penelitian lapangan

dalam bentuk wawancara dari responden yang terdiri dari praktisi Hukum dan

teoritisi hukum atau orang yang berkompeten dibidangnya. Sedangkan alat

penelitian yang digunakan dalam penelitian lapangan adalah wawancara yang

dilakukan secara langsung dalam bentuk dialog.

4. Metode Analisis Data

Bahan-bahan yang telah berhasil didapat atau dikumpulkan selanjutnya

akan disajikan secara selektif dan sistematis, langkah berikutnya data tersebut

dibahas/dianalisis dengan metode deskriptif analisis artinya dari semua bahan

hukum yang berhasil dikumpulkan dipakai untuk menggambarkan permasalahan

dan sekaligus pemecahannya dan dilakukan secara kualitatif normatif.

PEMBAHASAN

Pengertian Dan Ruang Lingkup Sistem Pemidanaan

Prof. Barda Nawawi Arief dalam sebuah kuliah umumnya di Universitas

Islam Riau pernah mengatakan bahwa, sistem pemidanaan adalah sistem

penegakan hukum pidana atau sistem hukum pidana (Arief, 2005, Des : 2).

Sementara itu Hulman mengemukankan, bahwa sistem pemidanaan (the

sentencing system) adalah “aturan perundang-undangan yang berhubung-an

Page 35: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru Indonesia Rama Putra

29

dengan sanksi pidana dan pemidanaan” (the statutory rules relating to penal

sanctions and punishment). Apabila pengertian “pemidanaan” diartikan

sebagai suatu “pemberian atau penjatuhan pidana”, maka pengertian “sistem

pemidanaan” dapat dilihat dari 2 (dua) sudut, yaitu : Pertama, dalam arti luas,

sistem pemidanaan dilihat dari sudut fungsional, yaitu dari sudut bekerjanya atau

prosesnya. Dalam arti luas ini, sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai :

a. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk fungsionali-

sasi/operasionalisasi/konkretisasi pidana;

b. Keseluruhan sistem (perundang-undangan) yang mengatur bagaimana

hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret

sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum) pidana.

Prof. Sudarto mengatakan, bahwa kalau dilihat dari sudut fungsional

(dalam arti luas), maka sistem pemidanaan merupakan sistem asksi (Sudarto,

1981: 11). Ada sekian banyak aktifitas yang dilakukan oleh aparat perlengkapan

negara dalam penegakan hukum. Yang dimaksud dengan alat penegakan hukum

itu biasanya kepolisian, setidak-tidaknya badan yang mempunyai wewenang

kepolisian dan kejaksaan. Akan tetapi kalau penegakan hukum itu diartikan secara

luas, seperti yang dikemukakan diatas, maka penegakan hukum itu menjadi tugas

pula dari pembentuk undang-undang, hakim, instansi pemerintah (bestuur), aparat

eksekusi pidana.

Dengan pengertian demikian, maka sistem pemidanaan identik dengan

sistem penegakan hukum pidana yang terdiri dari sub-sistem Hukum Pidana

Materiel/Substantif, sub-sistem Hukum Pidana Formal dan sub-sistem Hukum

Pelaksanaan Pidana. Selanjutnya dikatakan Barda Nawawi Arief, bahwa ketiga

sub-sistem itu merupakan satu kesatuan sistem pemidanaan, karena tidak mungkin

hukum pidana dioperasionalkan/ditegakkan secara konkret hanya dengan salah

satu sub-sistem itu.

Dilihat dari pengeritan atas, makalah ini hanya akan membatasi ide

keseimbangan dalam pengertian sistem pemidanaan dalam arti yang kedua, yaitu

sistem pemidanaan dalam arti sempit (normatif/subtantif).

Page 36: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

30

Implementasi Ide Keseimbangan Dalam Konsep KUHP 2008

Konsep rancangan KUHP Baru atau ide dasar “keseimbangan” disusun

dengan bertolak pada 3 (tiga) materi/subtansi/masalah pokok dalam hukum

pidana, yaitu dalam masalah “Tindak Pidana”, Masalah “Pertanggungjawaban

Pidana/Kesalahan”, dan Masalah “Pidana dan Pemidanaan” (Arief, 2005,

Agst : 12).

Implementasi Ide Keseimbangan Dalam Tindak Pidana

Dalam masalah Tindak Pidana, implementasi ide keseimbangan tersebut

antara lain sebagai berikut :

1. Masalah Sumber Hukum

Dalam menetapkan sumber hukum atau dasar patut dipidananya suatu

perbuatan, Konsep KUHP Baru bertolak dari pendirian bahwa sumber hukum

yang utama adalah undang-undang (hukum tertulis). Jadi, bertolak dari asas

legalitas dalam pengertian yang formal. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1)

Konsep. Namun, berbeda dengan asas legalitas yang dirumuskan di dalam KUHP

(WvS) selam ini, Konsep memperluas rumusannya secara “materiel” dengan

menegaskan bahwa ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya

“hukum yang hidup” di dalam masyarakat. Dengan demikian, disamping sumber

hukum tertulis (undang-undang) sebagai kriteria/patokan formal yang utama,

Konsep juga masih memberi tempat kepada sumber hukum tidak tertulis yang

hidup di dalam masyarakat sebagai dasar menetapkan patut dipidananya suatu

perbuatan (Arief, Mei, 2005 : 78).

Perluasan agas legalitas secara materiel di dalam Konsep sebenarnya

bukanlah ide baru, tetapi hanya melanjutkan dan mengimplementasikan

kebijakan/ide yang sudah ada. Bahkan, kebijakan/ide perumusan asas legalitas

secara meteriel pernah dirumuskan sebagai “kebijakan konstitusional” di dalam

Pasal 14 ayat (2) UUDS ’50 yang berbunyi :

“Tidak seorang jua pun boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi hukuman, kecuali karena aturan hukum yang sudah ada dan berlaku terhadapnya”.

Page 37: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru Indonesia Rama Putra

31

Dalam pasal tesebut digunakan istilah “aturan hukum” (RECHT) yang tentunya

lebih luas pengertiannya dari sekedar aturan “undang-undang” (WET), karena

berbentuk “hukum tertulis” maupun “hukum tidak tertulis”.

2. Masalah Retroaktif

Perumusan asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP mengandung

didalamnya asas “Lex Temporis Delicti” (LTD) atau asas “non retroaktif”.

Larangan berlakunya hukum pidana secara retroaktif ini , dilatar belakangi oleh

ide perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Oleh karena itulah, prinsip ini pun

tercantum didalam Pasal 11 Universal Declaration of Human Rights (UDHR),

Pasal 15 ayat (1) International Convention on Civil and Political Rights (ICCPR),

Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 24 ayat (1) Statuta Roma tentang International

Criminal Court (ICC).

Bertolak dari ide keseimbangan, Konsep juga dapat menerima ketentuan

Pasal 1 ayat (2) KUHP(WvS) yang memberi kemungkinan berlaku surutnya

undang-undang (retro aktif). Pasal 1 ayat (2) ini dipandang sebagai “pasangan”,

“pelengkap” dan “penyeimbang” dari pasal 1 ayat (1) yang memuat asas “lex

temporis delicti” atau asas “nonretro akatif”.

Sementara itu menurut Barda Nawawi Arief, perumusan Pasal 1 ayat (2)

WvS dalam konsep KUHP (yang dirumuskan dalam Pasal 2:1), mengalami

perubahan/pergeseran/perluasan. Menurut Konsep, ide “retro aktif” dan asas

“menerapkan aturan yang lebih menguntungkan/meringankan” dalam hal ada

perubahan undang-undang, tidak hanya berlaku untuk tersangka/terdakwa

sebelum keputusan hakim berkekuatan tetap, tetapi juga berlaku (diperluas) untuk

terpidana atau setelah keputusan berkekuatan tetap.

3. Masalah Aturan Peralihan (ATPER)

Jika dilihat dari Ide Keseimbangan, sebenarnya masih patut dipersoalkan

apakah kebijakan formulasi mengenai Aturan Peralihan (ATPER) seperti termuat

dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP dapat dipertahankan atau tidak. Hal itu patut

dipertanyakan karena sebenarnya dalam masalah ATPER (sehubungan dengan

masa transisi karena adanya perubahan undang-undang), ada beberapa alternatif

Page 38: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

32

sikap/ide dasar/prinsip yang dapat dipilih untuk menentukan peraturan perundang-

undangan mana yang berlaku dalam masa transisi (dalam hal terjadinya perubahan

undang-undang).

Dilihat dari model kebijakan formulasi diatas, KUHP (WvS) yang

sekarang berlaku di Indonesia, memilih model alternatif 2. Apabila “Ide

Keseimbangan” yang akan ditetapkan dalam “Konsep” (RUU KUHP), maka

model/alternatif 3 sepatutnya dapat dikaji dan dipertimbangkan sebagai alternatif

untuk melakukan perubahan terhadap pasal 1 ayat (2) KUHP (WvS).

Implementasi Ide Keseimbangan Dalam Pertanggungjawaban Pidana

Bertolak dari pokok pemikiran mono-dualistik, Konsep memendang

bahwa asas kesalahan (asas culpabilitas) merupakan pasangan dari asas legalitas

yang harus dirumuskan secara eksplisit dalam undang-undang. Oleh karena itu

ditegaskan dalam Konsep, bahwa asas tiada pidana tanpa kesalahan merupakan

asas yang sangat pundamental dalam mempertanggungjawabkan pembuat yang

telah melakukan tindak pidana. Walaupun pada prinsipnya bertolak dari asas

legalitas dan asas culpabilitas, namun Konsep tidak memandang kedua syarat/asas

tersebut sebagai syarat yang kaku da bersifat absolut. Dalam hal-hal tertentu

Konsep juga memberikan pengecualian, seperti “pertanggungjawaban yang ketat”

(“strict liability”), “pertanggungjawaban pengganti” (“vicarious liability”) dan

asas “pemberian maaf/pengampunan oleh hakim” (“rechterlijk pardon atau

judicial pardon”). Pada dasarnya yang dapat dipertanggungjawabkan adalah

perbuatan yang dilakukan dengan sengaja (dolus), sedangkan untuk kealpaan

merupakan perkecualian atau eksepsional, apabila ditentukan secara tegas dalam

undang-undang.

Implementasi Ide Keseimbangan Dalam Pidana Dan Pemidanaan

1. Tujuan Pemidanaan

Bertolak dari pemikiran, bahwa pidana pada hakikatnya hanya

meurupakan alat untuk mencapai tujuan, maka Konsep pertama-tama

merumuskan tentang “tujuan pemidanaan”. Dalam mengimplementasikan tujuan

pemidanaan, Konsep mengambil kebijakan bertolak dari keseimbangan dua

Page 39: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru Indonesia Rama Putra

33

sasaran pokok, yaitu “perlindungan masyarakat” dan “perlindungan/pembinaan

individu pelaku tindak pidana”.

2. Syarat Pemidanaan

Bertolak dari keseimbangan 2 (dua) sasaran pokok diatas, maka “syarat

pemidanaan” menurut Konsep juga bertolak dari pokok pemikiran keseimbangan

mono-dualistik antara kepentingan masyarakat dan kepentingan individu; antara

faktor objektif dan faktor subjektif. Oleh karena itu, “syarat pemidanaan” juga

bertolak dari 2 (dua) pilar yang sangat fundamental di dalam hukum pidana, yaitu

“asas legalitas” (asas kemasyarakatan) dan “asas culpabilitas” (asas

kemanusiaan). Dengan kata lain, pokok pemikiran mengenai “pemidanaan”,

berhubungan erat dengan pokok pemikiran mengenai “tindak pidana” dan

“pertanggungjawaban pidana”.

3. Masalah Pidana

Bertolak dari ide perlindungan masyarakat, maka Konsep tetap

mempertahankan jenis-jenis pidana berat, yaitu “pidana mati” dan “pidana penjara

seumur hidup”. Namun, dalam kebijakan formulasinya juga mempertimbangkan

perlindungan/kepentingan individu (ide “individualisasi pidana”), yaitu dengan

diadakannya ketentuan mengenai :

1. Penundaan pelaksanaan pidana mati atau pidana mati bersyarat;

2. Dapat diubahnya pidana penjara seumur hidup menjadi penjara 15 (lima

belas) tahun, apabila terpidana telah menjalani pidana minimal 10 (sepuluh)

tahun dengan berkelakuan baik, sehingga dimungkinkan terpidana

mendapatkan “pelepasan bersyarat” (“conditional release/parole”).

KESIMPULAN

Dalam merumuskan Konsep KUHP Tim Penyusun Konsep (TPK) telah

berusaha menyerap aspirasi yang bersifat multidimensional baik yang berasal

dari elemen-elemen suprastruktural, infrastruktural, akademis maupun aspirasi

internasional dalam bentuk pengkajian terhadap berbagai kecenderungan

internasional dan berbagai KUHP dari seluruh keluarga hukum (Anglo Saxon,

Kontinental, Timur Tengah, Timur Jauh dan Sosialis) atau yang lebih dikenal

Page 40: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

34

dengan kajian perbandingan (komparasi), namun walaupun demikian, penulis

berpendapat masih ada kekurangan/kelemahan dalam penyusunan Konsep KUHP.

Kekurangan/kelemanan tersebut dapat dilihat dari :

1. Tidak adanya pedoman yang lebih rinci terhadap pertanggungjawaban pidana

korporasi;

2. Tidak adanya penyeimbang antara pidana penjara dan pidana pengawasan;

3. Tidak adanya pembedaan antara “Tujuan pemidanaan” dan “tujuan Hukum

Pidana (KUHP)”

Demikianlah beberapa pokok-pokok pemikiran singkat dari penulis,

semoga dapat dijadikan bahan catatan/dokumentasi dalam rangka pembaharuan/

pembangunan sistem hukum pidana Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda Nawawi, 2005, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti : Bandung.

_______, 2005, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Persfektif Kajian Perbandingan, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti : Bandung.

_______, 2005, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti : Bandung.

_______, ”RUU KUHP Sebuah Restrukturisasi/Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Indonesia”, Makalah disajikan dalam kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, Pekanbaru, 24 Desember 2005.

_______, 2008, “Pembaharuan/Rekonstruksi Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Hukum Pidana dalam Konteks Wawasan Nasional dan Global”, Seminar Nasional dan Kongres Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia : Bandung, 17 Maret 2008.

Bakker, Anton dan Zubair, Achmad Charris, 1990, Metodologi Penelitian Filsafat, Kanisius : Yogyakarta.

Muladi, “’State Responsibility’ dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat”, Paper disampaikan dalam Seminar Nasional kerjasama Komnas HAM dan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 05 Februari 2009.

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press : Jakarta. Soemitro, Ronny Hanitijo, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Yurimetri,

Ghalia Indonesia : Jakarta. Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni : Bandung. Sunggono, Bambang, 2006, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo

Persada : Jakarta.

Page 41: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Wacana Indonesia Volume 2, Nomor 2, April Tahun 2010 (35 ‐ 50) 

35

PENATAAN PEDAGANG DI PASAR RETAIL JAKABARING BERDASAR PERATURAN WALIKOTA PALEMBANG

Dyah Hapsari Eko Nugraheni

Dosen Sosiologi dan Dekan Fisip Universitas Sriwijaya

ABSTRAK

Penataan pasar merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah kota di Indonesia. Banyak kasus pemindahan pasar retail yang menimbulkan konflik, bahkan disertai kekerasan. Namun dari hasil penelitian di kota palembang ini ternyata pemerintah kota sukses menata ulang pasar dan para pedagang. Kesuksesan penataan itu, tidak terlepas dari ketepatan sosialisasi kebijakan sehingga pedagang pun menerima dan mendapat kepastian hukum untuk memliki lokasi baru. Selain itu, keuntungan bersama melalui koperasi, serta sejumlah fasilitas yang disediakan pemerintah juga menjadi faktor kunci yang suksesnya relokasi para pedagang itu. Kesuksesan penataan pedagang kaki lima ini bisa menjadi contoh bagi pemerintah kota di tanah air untuk menata kota dan pedagang yang seringkali menimbulkan persoalan yang berkepanjangan.

Kata kunci: Pedagang kaki lima, penataan, kebijakan pemerintah, pasar retail.

A. PENDAHULUAN

Persaingan memperebutkan ruang untuk bisnis PKL (Pedagang Kaki

Lima) merupakan persoalan klasik dan sudah lama disadari banyak pihak

sehingga menjadi isu publik. Bahkan, hal itu telah diatur dalam sejumlah

peraturan daerah, akan tetapi persoalan sosial perkotaan masih menjadi pekerjaan

rumah yang semakin rumit bagi Pemerintah Kota Palembang. Sejalan dengan

program BARI, penataan ruang kota diupayakan untuk menertibkan para PKL

dengan merelokasi pedagang kaki lima yang selama ini menggunakan trotoar

sebagai tempat menggelar dagangan ke lokasi yang telah ditetapkan Pemerintah

kota Palembang. Pelaksanaan program relokasi ini ternyata menimbulkan konflik

antara PKL dengan Pemerintah kota, dalam hal ini dinas Tata Kota dan Dinas

Kebersihan dan Keindahan Kota Palembang (Hapsari, 2002: 1).

Permasalahan yang menyangkut tata ruang kota adalah menumpuknya

kegiatan di pusat kota terutama kawasan 16 Ilir. Salah satu kegiatan ekonomi

Page 42: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

36

dalam perkotaan adalah pusat perdagangan seperti pasar. Pasar merupakan suatu

tempat bagi masyarakat melakukan aktivitas berupa kegiatan jual beli barang

kebutuhan hidup. Keberadaan suatu pasar sangat penting, oleh karena itu dalam

pembangunannya diperlukan perencanaan yang matang agar hasilnya lebih baik.

Pasar 16 Ilir adalah pusat perdagangan semua kebutuhan masyarakat, baik

sandang, pangan dan papan ada di sana. Pasar ini berdiri kokoh dipinggir Sungai

Musi dan tertata rapi dengan bangunan–bangunan rumah toko. Seiring dengan

bertambahnya penduduk serta meningkatnya kebutuhan ekonomi membuat pasar

16 Ilir menjadi pasar yang kotor, tidak beraturan dan rawan kejahatan. Keadaan

ini tentu tidak boleh dibiarkan terus menerus karena dikhawatirkan akan merusak

citra Palembang sebagai pusat perdagangan yang aman dan nyaman.

Untuk mengurangi beban di pusat kota dan mendorong perkembangan

kawasan pinggiran maka perlu dibangun pusat-pusat pertumbuhan baru di

pinggiran kota. Untuk mengatasi semua ini pembangunan Pasar Induk Jakabaring

dan Pasar Retail diharapkan dapat berfungsi sebagai “generator“ pertumbuhan di

wilayah pinggiran kota Palembang, sekaligus ditujukan untuk membantu penataan

(revitalisasi) kawasan pusat kota (Putra, 2005). Serangkaian telah koordinasi

dilakukan antara Pemerintah Kota Palembang dan Provinsi Sumatera Selatan

serta berbagai pertimbangan akan keunggulan Kota Palembang sebagai kota air.

Kondidi ini memanfaatkan lalu lintas air sebagai alat transportasi antar daerah

terpencil di sekitar Palembang dan mengacu pada peraturan-peraturan daerah yang

berlaku, kemudian dipilih lokasi untuk pasar induk dan pasar retail di tepi sungai

yaitu di daerah Jakabaring.

Peraturan Walikota Palembang Nomor 5a tahun 2005 tentang Penempatan

Pedagang di Pasar Retail Jakabaring menetapkan bahwa, ”pedagang yang

ditempatkan di Pasar Retail Jakabaring Kelurahan 15 Ulu Kecamatan Seberang

Ulu I Palembang adalah pedagang yang berasal dari lokasi perdagangan yang

bukan pada tempatnya atau lokasi yang bukan diperuntukkan untuk kegiatan

berdagang di kawasan Jalur 11 Pasar 16 Ilir, di bawah Jembatan Ampera

Seberang Ilir, Jalan Tengkuruk, Jalan Masjid Lama dan sekitarnya”. Dalam

kegiatan dimaksud, akan dilakukan pemindahan pedagang yang melakukan

Page 43: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Penataan Pedagang di Pasar Retail Jakabaring Berdasar Peraturan Walikota Palembang Dyah Hapsari Eko Nugraheni

37

kegiatan di lokasi pada Kawasan Jalur 11 Pasar 16 Ilir, di bawah Jembatan

Ampera Seberang Ilir, Jalan Tengkuruk, Jalan Masjid Lama dan sekitarnya.

Maksud dan tujuan dari pemindahan pedagang kaki lima antara lain :

1. dalam rangka mendukung program Kota Palembang menjadi Kota yang

bersih, aman, rapi dan indah (BARI);

2. terpusatnya perdagangan grosir sayur di pasar induk, pasar retail;

3. memberikan kesempatan kepada pedagang grosir, sayur, buah dan langsam

untuk berdagang ditempat yang lebih layak, legal dan lengkap sarana;

4. menertibkan kawasan Pasar 16 Ilir, di bawah Jembatan Ampera, di bagian

selatan jalan masjid lama, Jalan Kebumen, Benteng Kuto Besak, Jalan

Tengkuruk, pasar 7 Ulu dan depan pasar 10 Ulu;

5. menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan baru dipinggir kota dan

menyeimbangkan pertumbuhan antara Palembang Ilir dengan Ulu;

6. meningkatkan kegiatan perdagangan secara keseluruhan dan meningkatkan

kesempatan kerja dan mengembangkan potensi pariwisata;

7. mengatasi kesemrawutan dan menertibkan kawasan Pasar 16 Ilir.

Dalam pelaksanaan pemindahan pedagang kakilima ke Pasar Retail

Jakabaring terdapat dua persoalan yang mendasar yang menjadi batu sandungan

Kebijakan Penempatan Pedagang, yaitu Pertama, sebagian pedagang yang tidak

yakin akan prospek di lokasi yang baru; Kedua, belum lancarnya aksebilitas

kelokasi pasar yang baru terutama persoalan yang menyangkut masalah jalur

transportasi, keamanan serta dampak sosiologis dan psikologis yang diakibatkan

dari perpindahan tersebut. Berdasarkan uraian itu masalah yang perlu dikaji

adalah bagaimana Penataan Penempatan pedagang di Pasar Retail Jakabaring

berdasar Peraturan Walikota No 5a Tahun 2005, dan apa faktor pendukung dan

faktor penghambat penataan itu?

B. PROSES PENATAAN PASAR JAKA BARING

1. Analisis Proses Pendataan Pasar

Analisis proses penataan meliputi jumlah pedagang kakilima yang berada

di pasar 16 Ilir, pendataan berdasarkan jenis-jenis dagangan. Untuk pendataan

Page 44: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

38

jumlah pedagang kakilima yang berjualan di Pasar 16 Ilir dari tahun 2003 sampai

dengan tahun 2005 peneliti tidak mendapatkan data baik di kantor Walikota

maupun Kantor PD Pasar Palembang, namun untuk keperluan analisis data

menggunakan data dari Koperasi Tunas Baru yang dimulai tahun 2005.

Pendataan awal terhadap pedagang kaki lima yang berada dilokasi pasar

16 Ilir dan sekitarnya memang telah dilakukan oleh PD .Pasar maupun Assisten 1

Setda kota, akan tetapi arsip data tersebut pada tahun 2008 sudah tidak dapat

ditemukan kembali. Hal tersebut membuat peneliti menanyakan pada koperasi

Tunas Baru sehingga diperoleh data sebesar 1500 pedagang yang mau

dipindahkan ke pasar retail Jakabaring. Ternyata pada waktu pemindahan data

yang diperoleh koperasi Tunas Baru mengalami penurunan, hal tersebut

menunjukkan bahwa derajat perubahan yang diinginkan dalam kebijakan

peraturan walikota yang menyebutkan pedagang kaki lima untuk ditempatkan

pada sejumlah 1800 petak/los paling lambat tanggal 31 Maret 2005, belum

tercapai.

2. Analisis Implementasi Sosialisasi;

Penempatan pedagang pasar 16 ilir ke pasar Retail Jakabaring

dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan pedagang ,oleh karena itu dalam

pelaksanaannya diperlukan sosialisasi baik kepada pedagang maupun masyarakat

umum akan keberadaan dan fungsi pasar tersebut. Sosialisasi dilakukan melalui

media cetak, elektronik, selebaran, maupun door to door dan surat peringatan.

Selain pemberitahuan berupa surat peringatan yang diberikan kepada para

pedagang agar bersedia pindah ke pasar Jakabaring , Pemerintah Kota juga

berupaya mengenalkan keberadaan Pasar Jakabaring ,baik Pasar Induk,Pasar

Retail maupun Pasar Ikan kepada masyarakat melalui cara membuka pasar murah

di Pasar Retail Jakabaring pada awal –awal pembukaannya. Diadakannya pasar

murah tidak lain adalah untuk mensosialisasikan secara langsung keberadaan

pasar kepada masyarakat berikut fasilitas yang dimiliki seperti transportasi.

Pada waktu proses sosialisasi kita lakukan pedagang kita beri penjelasan

bahwa lokasi atau tempat mereka berjualan sudah disiapkan oleh pemerintah

Page 45: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Penataan Pedagang di Pasar Retail Jakabaring Berdasar Peraturan Walikota Palembang Dyah Hapsari Eko Nugraheni

39

sehingga mereka tidak perlu mempunyai rasa kawatir kalau tidak ada tempat bagi

mereka. Bahkan tempat yang baru ini sangat layak untuk mereka berjualan

karena tempatnya lebih bersih apalagi didukung dengan fasilitas yang sangat

memadai. Karena itu, untuk lebih mendukung dan memperlancar proses

sosialisasi tersebut pemkot melibatkan tokoh-tokoh pedagang juga preman-

preman pasar yang disegani mereka, hal ini dilakukan untuk dapat memberikan

pengaruh yang lebih dalam agar mereka cepat untuk mau dipindahkan.

Sosialisasi ini melibatkan Polisi Pamong Praja (POL-PP), diharapkan

mereka dapat memberikan pengarahan yang lebih aktif dan frekwensinya lebih

tinggi dibandingkan dengan petugas yang lain karena ketertiban dan keamanan

merupakan salah satu tugas mereka di lapangan. Dari beberapa pendapat informan

dapat disimpulkan bahwa metode yang dilakukan pada waktu proses sosialisasi

adalah memberikan pengarahan secara persuasive kepada pedagang agar mereka

mau untuk dipindahkan ke pasar Retail Jakabaring karena apa yang dilakukan

pemerintah ini adalah untuk kepentingan mereka , imbauan atau arahan ini

menghabiskan waktu yang cukup lama karena menginginkan tumbuhnya

kesadaran pedagang tanpa adanya pemaksaan dari pemerintah , hal ini dilakukan

dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, stakeholder, wakil atau koordinator

dari jenis usaha bahkan preman pasar yang disegani disamping peran DPR,

Poltabes, Dan Rem. Proses Sosialisasi ini pada awalnya mengalami hambatan

karena para pedagang tidak mau untuk dipindahkan dan beranggapan bahwa

prospek pasar retail sangat susah untuk maju atau ramai karena jauh lokasinya.

3. Analisis Implementasi Pemindahan

Perlu secepatnya memindahkan pedagang yang melakukan kegiatan

dilokasi pada kawasan jalur 11 Pasar 16 Ilir, di bawah Jembatan Ampera Seberang

Ilir, Jalan Tengkuruk, Jalan Masjid lama dan sekitarnya. Mengingat semua

fasilitas yang ada di pasar retail sudah siap , dan tidak ada kesulitan lagi baik

fisik, maupun sarana pendukung air bersih , penerangan lampu, maka bagi

pedagang tidak ada alasan lagi untuk menolak dipindahkan.

Page 46: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

40

Upaya pemerintah Kota (Pemkot) Palembang mewujudkan ketertiban dan

keindahan kota telah dapat terwujudkan karena ratusan PKL, pedagang sayur dan

ikan yang berada dilokasi Pasar 16 Ilir sudah dapat di Relokasi ke Jakabaring dan

bekas tempat PKL yang lokasinya di pasar 16 Ilir ditata untuk dijadikan sebagai

kawasan wisata baru di Palembang.Untuk dapat merealisasikan keinginan tersebut

maka Pemerintah mengimbau kepada pedagang agar pedagang mendukung

program pemerintah sehingga kawasan yang selama ini menjadi tempat berdagang

dapat menjadi kawasan wisata.

Untuk mempercepat proses berpindahnya pedagang kakilima tersebut

Walikota mengeluarkan Larangan Wako No 13 / SE / 2005 tgl 18 Mei tentang

larangan bagi kapal, ketek dan sebagainya bersandar atau bongkar muat di

kawasan pasar 16, BKB dan sekitarnya. Larangan ini dalam rangka mempercepat

pindahnya pedagang ke pasar Retail Jakabaring karena di lokasi pasar tersebut

telah disiapkan dermaga pasar ikan maupun terminal yang dapat memperlancar

aktivitas perdagangan. Disamping mempercepat proses pemindahan pedagang

larangan tersebut juga dalam rangka menunjang kawasan Pasar 16 Ilir dan

sekitarnya menjadi tempat wisata.

Pembentukan tim pembongkaran bangunan di tempat yang dilarang untuk

berjualan di pasar 16 Ilir dengan SK 172b Tahun 2005 tanggal 3 Maret 2005,

pembongkaran yang dilakukan Pemkot Palembang dengan menerjunkan 200

personel dari Pol PP, Kepolisian dan Kodim serta 1 unit ekskavator dan truk

sebanyak 25 buah. Proses pembongkaran tersebut tidak mendapatkan perlawanan

dari pedagang karena mereka telah menyadari dan banyak diantara mereka yang

membongkar bangunannya.

4. Analisis Implementasi Penempatan;

Setelah proses pemindahan selesai maka secepatnya melakukan

penempatan pedagang yang selama ini melakukan kegiatannya di Kawasan Jalur

11Pasar 16 Ilir, di bawah Jembatan Ampera Seberang Ilir, Jalan Tengkuruk, Jalan

Masjid Lama dan sekitarnya. Penempatan pedagang kakilima pasar 16 Ilir yang

sudah berada di pasar Retail disesuaikan dengan jenis dagangan mereka sehingga

Page 47: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Penataan Pedagang di Pasar Retail Jakabaring Berdasar Peraturan Walikota Palembang Dyah Hapsari Eko Nugraheni

41

mereka merasa nyaman untuk berjualan karena tidak lagi digusur-gusur , apalagi

ditunjang fasilitas yang sudah siap dan terencana. Sejak mereka berdagang di

Pasar Retail, pengelolaan pasar diserahkan kepada Koperasi Tunas Baru yang

dipimpin H.M Ali Hasan.

Jumlah pedagang yang berasal dari pasar 16 Ilir yang mendaftar menjadi

anggota koperasi sebanyak 1578 orang pada tahun 2005, perkembangan

penambahan anggota koperasi adalah tahun 2005 hanmya 1578 orang, 2006

bertambah menjadi sebanyak 2200 orang sedang pada tahun 2007 sudah mencapai

3822 orang. Jumlah lapak yang tersedia sebesar 1328 lapak sedangkan kios ada 32

buah, perkembangan jumlah pedagang semakin bertambah dari tahun ke tahun.

Hal ini membuktikan bahwa penempatan pedagang kakilima yang berasal dari

pasar 16 Ilir ternyata berhasil.

Setelah sosialisasi dan promosi pasar Retail dijalankan diharapkan para

pedagang untuk segera masuk menjadi anggota koperasi Tunas Baru sehingga

dapat sesegera mungkin mereka mendapatkan tempat untuk berjualan dan

transaksi jual beli dapat dilaksanakan di Pasar Retail, terutama pada malam hari.

Pemerintah juga mengimbau agar PKL tidak perlu resah dengan kebijakan

pemerintah menempatkan pedagang ke pasar Retail karena pemerintah sudah

menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang lebih lengkap di pasar Induk

dan Pasar Retail Jakabaring.

Berdasarkan data, informasi dan keterangan yang peneliti peroleh ternyata

bahwa penempatan pedagang yang berasal dari pasar 16 Ilir sudah dapat

dilaksanakan sebelum batas waktu yang ditentukan dalam kebijakan tersebut,

bahkan lebih awal dari target waktu yang ditetapkan, hal ini disebabkan karena

lokasi pasar sudah disediakan beserta fasilitas –fasilitas pendukung lainnya yang

sudah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan pedagang yang berjualan di pasar

retail Jakabaring.

5. Analisis Implementasi Pemantapan

Faktor tersedianya sarana dan prasarana yang sangat memadai tersebut di

pasar Retail Jakabaring yang dimanfaatkan dan digunakan dalam menata dan

Page 48: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

42

mengembangkan Pasar Retail merupakan salah satu komponen yang berpengaruh

besar terhadap kelancaran upaya Pemerintah Kota Palembang dalam

memantapkan pedagang untuk betah berjualan di Pasar Retail Jakabaring.

Semakin lengkap dan baik sarana dan prasarana yang tersedia maka proses

penataan dan pemantapan pedagang dan pengembangan pasar Retail Jakabaring

akan semakin menarik perhatian masyarakat.

Tabel 1. Jumlah Pedagang di Pasar Retail Jakabaring

No Pedagang

Tempat

Sayuran Daging Ikan Toko Manisan Makanan Total

1 Lapak Sayuran 256 - 1 - 11 268 2 Lapak Ikan - - 220 - - 220 3 Lapak Daging - 75 - - - 75 4 Los/Kios 199 - 14 57 2 268 5 Kaki Lima 357 - - - - 357 Total 812 75 235 57 13 1.192

Sumber : Data Primer, 2008.

Sarana dan prasarana guna meningkatkan ekonomi pedagang kakilima

tersebut yang sudah dipersiapkan oleh pemerintah, sehingga dapat memantapkan

pedagang untuk betah berjualan di tempat yang baru adalah :

1. Pasar Induk Jakabaring

Pasar Induk Jakabaring memiliki los-los /petak-petak untuk pedagang

sayur dan buah, ruko untuk pedagang besar dan perbankan, toko dan kios-kios

untuk pedagang grosir langsam dan kelontong serta dilengkapi dengan gudang

yang dapat dipakai untuk menyimpan barang-barang dagangan yang belum

terjual. Pembangunan Pasar Induk dengan areal keseluruhan ± 9 hektar di

Jakabaring ini jumlah lapak mencakup 320 lapak, yang di bagi dalam 2 blok

masing-masing blok terdapat 160 lapak. Harga sewa lapak mencakup ukuran 2,5

X 3 m2 untuk 3 bln sebesar Rp 250.000,- sedangkan kalau pedagang membayar

perbulan dikenakan Rp 100.000,-

Tersedia dan siapnya sarana dan prasarana di Pasar Induk diharapkan

mampu menampung pedagang grosir sehingga dapat mengakomodir para

pedagang tradisional. Pasar Induk Jakabaring ini pengelolaannya murni swasta

Page 49: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Penataan Pedagang di Pasar Retail Jakabaring Berdasar Peraturan Walikota Palembang Dyah Hapsari Eko Nugraheni

43

yaitu di bawah naungan PT.Swarna Dwipa, sedangkan Pasar Retail dikelola oleh

Koperasi Tunas Baru dan merupakan pasar Pemerintah sehingga sering mendapat

bantuan dari Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. Untuk membedakan

petugas keamanan pasar Induk dengan yang bukan adalah tanda PIN

Swarnadwipa di kerah mereka.

2. Pasar Retail dan Pasar Ikan Jakabaring

Daya tampung pedagang yang disiapkan Pemerintah Kota Palembang

dalam Pasar Retail Jakabaring yang dibuat sebanyak dua lantai adalah 1970.

Lantai pertama diperuntukan bagi pedagang sembako dan kelontong sedangkan di

lantai dua khusus bagi pedagang pakaian,imitasi, sepatu, tas, dan pernak-pernik

lainnya. Adapun jumlah lapak yang disediakan di Pasar Retail adlah sebnayak

1670 dan kios dengan ukuran 4x4 m sebanyak 32 buah. Jadi, pembangunan Pasar

Retail Jakabaring dimaksudkan untuk menampung pedagang pasar 16 khususnya

pedagang kaki lima yang selama ini berjualan dibadan-badan jalan sehingga

menimbulkan kesan kumuh dan kemacetan dikota Palembang. Adanya Pasar

Retail Jakabaring, apalagi dengan disiapkannya sarana dan prasarana yang sangat

memadai dan lengkap, maka apabila dicermati dengan baik sebenarnya Pasar

Retail Jakabaring memiliki prospek yang lebih baik dan manusiawi.

Fasilitas dalam Pasar Ikan Jakabaring dipergunakan untuk menampung

pedagang ikan di Pasar 16 Ilir, khususnya pedagang di bawah jembatan Ampera

yakni sebanyak 265 pedagang yang menempati 180 petak di Pasar Ikan

Jakabaring, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan membangun pasar ikan modern

dan Pemerintah Kota Palembang membangun tempat pelelangan ikan dan pasar

tradisional yang dilengkapi dengan cool storage dan pabrik es.

Dapat disimpulkan bahwa dengan fasilitas diatas tidak lain adalah untuk

melengkapi areal Pasar Jakabaring sehingga menjadi sarana pemasaran terpadu

untuk seluruh jenis komoditi yang lengkap dengan fasilitas, sehingga dapat

menjaga mutu produk sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat.

Page 50: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

44

3. Transportasi Terminal dan Dermaga Jakabaring

Transportasi dan terminal di Jakabaring yang dioperasionalkan pada Maret

2005 merupakan salah satu faktor penting dalam memberikan sarana dan

prasarana pendukung program Pemerintah untuk menghidupkan Pasar Ritail

Jakabaring. Pada awal Maret 2005 Pemerintah Kota mulai mengoperasionalkan

Terminal Tipe C Jakabaring. Seperti yang dituturkan Asisten I Tatapraja Kota

Palembang yang menyatakan bahwa untuk tahap awal operasional Terminal

Jakabaring diuji coba untuk kendaran umum.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya

terminal dan dermaga di Jakabaring diharapkan dapat meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat dibidang transportasi khususnya untuk jalur menuju

Jakabaring. Maka perdagangan antar pulau dapat berlangsung secara efisien dan

meringankan biaya operasional. Telah dipersiapkannya secara matang baik

terminal maupun transportasi dari dan ke Pasar Jakabaring maka masyarakat dapat

mudah berbelanja dan berdagang.

4. Keamanan

Dalam rangka mendukung suksesnya program pemerintah dalam

memantapkan pedagang maka jaminan keamanan merupakan prioritas utama

yang disiapkan Pemerintah Kota, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir

mengingat lokasi pasar yang cukup berdekatan dengan kepolisian. Selain jalan

yang menuju kawasan pasar Jakabaring berdekatan dengan kepolosian,pemerintah

kota juga telah menyiapkan pengamanan pasar (Pampas) sebanyak 23 orang.

Pampas ini merupakan tenaga kerja terampil dan terlatih yang siap menjaga

kemanan di pasar baik siang maupun malam.

Faktor keamanan merupakan salah satu aspek yang sangat vital dalam

rangka operasional suatu usaha. Hal ini dianggap penting karena salah satu yang

menjadi pertimbangan utama bagi masyarakat (pedagang dan pembeli) selain

tempat yang mudah dijangkau adalah keamanan yang terjamin. Apalagi

mengingat lokasi pasar yang cukup jauh dari lokasi pemukiman dan merupakan

Page 51: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Penataan Pedagang di Pasar Retail Jakabaring Berdasar Peraturan Walikota Palembang Dyah Hapsari Eko Nugraheni

45

kawasan yang cukup sepi apabila dibandingkan dengan lokasi pasar lain yang

terdapat di Palembang.

Tabel 2. Keterlibatan Implementator dalam proses implementasi

No Implementator Pendataan Sosialisasi Pemindahan Penempatan Pemantapan

1. Asisten I Tata Praja Kota Palembang Dominan Dominan Dominan Dominan Cukup

2. Ka. Sub Dinas Program Dinas Polisi Pamong Praja

Dominan Dominan Dominan Cukup Cukup

3. Ka. Bag Pengemabangan usaha PD pasar

Cukup Dominan Cukup Cukup Dominan

4. Ka. Bag Teknik Transtrip PD Pasar Dominan Dominan Cukup Cukup Dominan

5. Kepala Koperasi Tunas Baru Dominan Dominan Dominan Dominan Dominan

Sumber : Data Primer 2008

Data tersebut diatas menunjukkan dominannya keterlibatan implementator

dalam proses implementasi. Menurut pedagang kaki lima dalam proses

implementasi pada waktu implementasi sosialisasi dilakukan, implementator

menjanjikan bahwa semua pedagang akan dipindahkan ke pasar retail Jakabaring

dalam arti bahwa pasar 16 hanya akan menjadi pusat grosir barang-barang

elektronik dan pakaian. Ternyata sampai sekarang masih terdapat pedagang yang

berjualan sejenis dengan yang ada di pasar retail Jakabaring bahkan mulai lagi

muncul pedagang kaki lima di daerah yang dulu dilarang.

C. FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PENATAAN PASAR

1. Analisis faktor-faktor yang menghambat Implementasi

a. Prospek pasar dan Aksesbilitas ke lokasi pasar baru

Adanya persepsi bahwa pasar retail Jakabaring yang letaknya jauh dari

pusat kota dan konsentrasi penduduk tentunya sangat sepi , hal ini membuat para

pedagang enggan untuk dipindahkan. Para pedagang yang menempati pasar Retail

Jakabaring sampai saat sekarang merasa belum puas dengan hasil yang mereka

peroleh , karena hasil tersebut bervariasi seperti pedagang sayuran mengatakan

Page 52: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

46

kalau pendapatannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan pada waktu dia

berjualan di Pasar !6 Ilir, sedangkan pedagang ikan rata-rata mengatakan kalau

hasil yang mereka peroleh sudah cukup lumayan, sama seperti yang dikemukakan

oleh pedagang daging bahwa hasil yang diperoleh sudah cukup lumayan

walaupun lebih kecil tapi mereka berpendapat bahwa pasar Retail Jakabaring

merupakan pasar yang baru jadi wajar kalau belum banyak pembelinya. Berbeda

dengan pedagang manisan dan ikan asin serta rempah-rempah, mereka merasakan

keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan pada waktu masih

berjualan di Pasar 16 Ilir, bahkan sampai dapat memperlebar los/kios yang dibeli.

Belum lancarnya transportasi baik yang menuju ke pasar maupun yang

pulang dari pasar disebabkan jumlah manusianya yang tidak sebanding dengan

jumlah kendaraan yang mengangkut mereka dalam pengertian bahwa masih

sangat sedikit sekali yang memanfaatkan angkot , untuk pedagang biasanya

mereka mencarter kendaraan sendiri, ada juga yang memanfaatkan kendaraan

umum tersebut tetapi jumlahnya sedikit bila dibandingkan dengan mereka yang

mencarter kendaraan dan pada umumnya pedagang yang dagangannya sedikit

yang memanfaatkan. Pada umumnya pedagang menginginkan di tambahnya

trayek-trayek baru yang langsung baik dari km12, Pusri dan Lemabang maupun

Kertapati serta dari Bukit sehingga dapat menghemat ongkos dan menarik

masyarakat karena lancarnya transportasi dengan biaya yang sangat murah.

b. Keamanan,

Faktor keamanan sangat kondusif , berdasar hasil wawancara dengan

informan pedagang dan observasi ternyata keamanan di dalam pasar sangat

terjamin karena pihak pengelola pasar mengadakan sistem keamanan yang

berlapis yakni untuk menjaga keamanan mereka menempatkan petugas yang

memakai seragam maupun yang tidak berseragam yang gunanya untuk selalu

memantau dan mengamati gerak-gerik/perilaku yang dianggap mencurigakan.

Pedagang juga bebas meninggalkan dagangannya dengan hanya ditutup plastik,

pedagang merasa puas dengan sistem keamanan yang diberikan

Page 53: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Penataan Pedagang di Pasar Retail Jakabaring Berdasar Peraturan Walikota Palembang Dyah Hapsari Eko Nugraheni

47

Retail Jakabaring yang dibuat oleh pihak pengelola pasar. Untuk

keamanan di luar pasar pun pedagang merasakan cukup nyaman dan bahkan

mereka mengatakan kalau terjadi tindak kejahatan sebenarnya lokasinya sangat

jauh dari Pasar Retail Jakabaring karena daerah Jakabaring ini sangat luas sekali

bahkan petugas kepolisian dari Poltabes mengadakan patroli dengan berkeliling

setiap 2 jam sekali, sedangkan keamanan di Pasar Induk Jakabaring untuk saat

sekarang sudah di pasang CCTV yang dapat memantau semua aktivitas di pasar.

c. Harga lapak dan Kontrol Pemerintah

Daya tampung pedagang yang disiapkan Pemerintah kota Palembang

dalam Pasar sebanyak dua lantai adalah 1970. Lantai pertama diperuntukkan bagi

pedagang sembako dan kelontong sedangkan dilantai kedua khusus bagi pedagang

pakaian, sepatu, tas dan pernak-pernik lainnya. Adapun jumlah lapak yang

disediakan di Pasar Retail sebanyak 1670 dan kios dengan ukuran 4 x 4 m

sebanyak 32 buah. Akan tetapi jumlah lapak yang tersedia tersebut tidak

diimbangi dengan harga yang murah yang dapat terjangkau oleh pedagang

kakilima yang dipindahkan. Mahalnya harga lapak menyebabkan para pedagang

tidak/kurang berminat untuk berjualan di pasar Jakabaring dan lebih memilih

untuk kembali lokasi pasar 16 walaupun harus kucing-kucingan dengan petugas.

Pemerintah tidak bisa bertindak tegas karena gudang beras dan gudang

gudang sembako yang lain belum di pindahkan ke pasar Jakabaring hal ini

menyebabkan konsentrasi pasar masih berada di pasar 16 Ilir inilah yang

menyebabkan sepinya pembeli di pasar Retail Jakabaring. Pedagang

menginginkan agar pasar 16 Ilir hanya merupakan pusat elektronik maupun grosir

pakaian jadi atau kain-kain, sehingga konsentrasi sembako di pusatkan di pasar

Induk maupun pasar Retail Jakabaring, kalau ini bisa terwujud maka Pasar Retail

baru banyak dikunjungi oleh pembeli.

2. Analisis Faktor-faktor yang mendukung Penataan Pasar

a. Respeknya anggota masyarakat pada otoritas dan keputusan Pemerintah.

Penghormatan dan penghargaan publik pada pemerintah yang legitimate

menjadi kata kunci penting bagi terwujudnya pemenuhan atas pengejawantahan

Page 54: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

48

kebijakan publik. Ketika warga menghormati pemerintah yang berkuasa oleh

karena legitimasinya, maka secara otomatis mereka akan turut pula memenuhi

ajakan pemerintah melalui undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan

daerah, dan keputusan pemerintah. Tingkat kepatuhan pedagang kepada peraturan

yang telah ditetapkan sangat tinggi hal ini terbukti dari banyaknya jumlah

pedagang yang mau ditempatkan ke Pasar retail Jakabaring tanpa melalui

kekerasan dan mereka menyadari kalau mereka memang salah dengan berjualan

pada tempat yang mengganggu kepentingan umum.

b. Kesadaran menerima kebijakan dan Sangsi Hukum

Dalam masyarakat yang digerakkan oleh rational choices (pilihan –pilihan

yang rasional) banyak dijumpai bahwa individu/kelompok warga mau menerima

dan melaksanakan kebijakan publik sebagai sesuatu yang logis, rasional, serta

memang dirasa perlu. Para pedagang yang menempati pasar Retail Jakabaring

sebagian besar adalah hasil dari penempatan pedagang yang berasal dari pasar 16

Ilir, mereka pada akhirnya menerima kebijakan Walikota no 5a Tahun 2005 dan

melaksanakan kebijakan tersebut dengan berjualan di tempat yang baru. Mereka

menyadari bahwa mereka tidak dapat menolak kebijakan tersebut karena mereka

tidak memiliki tempat untuk berjualan secara formal yang tidak mengganggu

kepentingan umum. Akibat dari kepentingan ekonomi yang mendesak mereka

mengatakan bahwa walaupun mereka tidak yakin akan hasil dari pendapatan

mereka berjualan ditempat yang baru mereka merasa tidak ada pilihan yang lain

disamping mereka berharap ke depan pasar Retail akan semakin ramai.

Orang akan sangat terpaksa mengimplementasikan dan melaksanakan

suatu kebijakan karena ia takut terkena sanksi hukuman ,misalnya : denda,

kurungan, dan sanksi-sanksi lainnya. Maka salah satu strategi yang sering

digunakan oleh aparatur birokrasi dalam upayanya untuk memenuhi implementasi

kebijakan publik ialah dengan cara menghadirkan sanksi hukum yang berat pada

setiap kebijakan yang dibuatnya.

Page 55: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Penataan Pedagang di Pasar Retail Jakabaring Berdasar Peraturan Walikota Palembang Dyah Hapsari Eko Nugraheni

49

c. Kepentingan publik vs Individu

Masyarakat mempunyai keyakinan bahwa kebijakan publik dibuat secara

sah, konstitusional, dan dibuat oleh pejabat publik yang berwenang, serta melalui

prosedur yang sah yang telah tersedia. Bila suatu kebijakan dibuat berdasarkan

ketentuan tersebut diatas, maka masyarakat cenderung mempunyai kesediaan diri

untuk menerima dan melaksanakan kebijakan itu. Apalagi ketika kebijakan publik

itu memang berhubungan erat dengan hajat hidup mereka. Para pedagang rata-

rata membongkar sendiri lapak tempat mereka berjualan di pasar 16 ilir dan

menandatangani surat pernyataan untuk mau ditempatkan pada tempat yang baru

yaitu di pasar retail Jakabaring.

Mereka lebih memilih untuk mau ditempatkan di pasar retail Jakabaring

karena selain tempat yang sudah disediakan juga fasilitas yang sudah lengkap

serta memiliki kepastian usaha yang jelas dari pada mereka pindah ke tempat yang

lain dan status mereka masih sama sebagai pedagang kakilima tentunya juga tidak

akan memiliki ketenangan usaha seperti yang mereka rasakan sekarang ini.

Harapan mereka saat sekarang adalah bagaimana caranya agar pasar dapat

lebih ramai dikunjungi oleh pembeli dan pemerintah menindak tegas pedagang

kakilima yang masih berjualan di tempat yang lain. Pedagang tersebut

berpendapat kalau pemerintah masih memberikan kelonggaran bagi timbulnya

kembali pedagang kakilima di pasar 16 Ilir maka pasar retail akan tetap sepi dari

pembeli hal ini disebabkan pembeli yang terdiri dari wanita yang bekerja di luar

rumah akan lebih mudah dan dekat mampir ke pasar 16 untuk belanja sepulang

dari bekerja.

KESIMPULAN

1. Pelaksanaan penataan pasar sesuai peraturan pemerintah kota Palembang,

memang menghadapi banyak kendala, namun demikian, pihak terkait bisa

menyelesaikannya dengan baik tanpa kekerasan.

2. Sementara faktor pendukung proses penataan itu, karena ada ruang bagi

publik untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, khususnya para pedagang

yang bergabung dalam koperasi.

Page 56: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

50

3. Dengan demikian jika sebuah kebijakan publik, berupa penataan pasar

yang selama ini menimbulkan konflik dan kekerasan, ternyata bisa

diselesaikan jika pendekatan tepat dan melibatkan partisipasi yang luas.

4. Penataan Pasar 16 Ilir yang dipindahkan ke Pasar Jaka Baring di Kota

Palembang ini bisa menjadi model tentang penataan fasilitas umum kota

yang tepat dan menguntungkan semua pihak, baik pemerintah, masyarakat

dan khususnya pedagang itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Bremen J.C. 1988. “The Informal Sector is Research, Theory and Practise, Caps, Eramus University: Rotterdam.

Collin, F, 1997. “Social Reality”, Routledge: London and New York.

Dovey, Kim. 1999,”Framing Places” ,Mediating power in built Form, Routledge: London and New York.

Putra, Eddy Santana. 2005.” Kebijakan / Penanganan Pemindahan Lokasi Pasar dikota Palembang”, 27 Juni

Ghalib Rusli. 2005. “Ekonomi Regional”, Pustaka Ramadhan: Bandung

Mc. Gee, TG. 1997. “Suatu Aspek Urbanisasi di Asia Tenggara.”, Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan, UGM: Yogyakarta.

Nugroho, Riant, D, 2006. “Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang”, Model-Model Perumusan, Implementasi dan Evaluasi, PT Elex Media Kamputindo Kelompok Gramedia: Jakarta.

Sarjono, Yetty. 2005. “Pergulatan Pedagang Kaki Lima di Perkotaan,” Pendekatan kualitatif, Muhammadiyah University Press: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Schrooul, jw, 1984. “Modernisasi : Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara sedang berkembang,” diterjemahkan oleh RG. Soekadijo, Gramedia: Jakarta.

Setherahman, 1985. “Sektor Informal di Negara Sedang Berkembang,” Gramedia: Jakarta.

Soewarno. 1994. “ Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, “Gunung Agung: Jakarta.

Wibawa, Samodra. 1994. “Evaluasi Kebijakan Publik”, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Widiyanti, Ninik.1987. “Administrasi sebagai kebutuhan masyarakat modern”, Jakarta : Bina Aksara.

Widodo, Joko, 2007. “ Analisis Kebijakan Publik : Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik, Bayumedia: Malang.

Page 57: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Wacana Indonesia Volume 2, Nomor 2, April Tahun 2010 (51 ‐ 60) 

51

MENGUAK WACANA DAN SRATEGI KEKUASAAN DARI PERSPEKTIF STUDI KEBUDAYAN

M. Ridhah Taqwa

Dosen Sosiologi Fisip dan Program Pascasarjana (S3) Ilmu-Ilmu Lingkungan Universitas Sriwijaya, serta Ketua I Kapasgama 2009-2013

([email protected])

ABSTRAK

Wacana dan strategi kekuasaan merupakan salah satu fokus dari studi kebudayaan. Perspektif ini memang bertujuan untuk tidak mengungkap praktik kekuasaan melalui wacana dan strategi dalam kebudayaan, tetapi sekaligus strategi untuk mengubah struktur dan kultur dominasi itu. Dalam konteks inilah studi kebudayaan dipandang memiliki komitmen nilai dan keberpihakan pada pihak yang lemah atau korban kekuasaan. Karena itu studi kebudayaan juga berbicara tentang perlawanan terhadap kekuasaan yang beroperasi bukan hanya didalam arena politik, melainkan juga arena ekonomi-pasar, agama, dan pendidikan. Salah satu keunggulan studi kebudayaan adalah bisa meminjam konsep dan metode dari disiplin lain seperti sosiologi, politik, psikologi, sejarah dan sastra. Karena studi kebudayaan ini disebut kajian interdisipliner.

Kata kunci: studi kebudayaan, wacana kekuasaan, interdisipliner, perlawanan, dominasi.

A. PENGANTAR

Fenomena kekuasaan hadir bersamaan dengan kehadiran peradaban

ummat manusia di muka bumi ini. Karena itu kekuasaan pun memiliki dimensi

yang sangat luas, seluas dimensi kehidupan itu sendiri. Hal ini bisa berlaku pada

institusi ekonomi, keluarga, pendidikan dan teruatama politik. Untuk mengkaji

fenomena kekuasaan bisa berangkat dari suatu perspektif teoritik tertentu yang

dewasa ini mendapat perhatian intensif dari berbagai kalangan atau teoritikus

ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Perspektif yang dimaksud adalah perspektif

studi kebudayaan (cultural studies). Perspektif ini mempunyai keberpihakan nilai

dan komitmen pada perubahan struktur relasi sosial yang bersifat hegemonik-

dominatif, mempunyai komitmen pada rekonstruksi sosial dengan melibatkan diri

dalam kritik politik (Sardar dan van Loon, 2004: 9). Hal ini diperkuat oleh

argumentasi Agger bahwa Cultural Studies, tidak hanya sebagai gerakan teoritis

Page 58: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

52

dan model analisis, tetapi juga sebagai suatu kritik kebudayaaan (Agger, 2005:

282).

Para perintis studi kebudayaan telah menyetujui secara sentralitas konsep

kekuasaan yang dipandang berlangsung pada setiap level hubungan sosial.

Kekuasaan bukan hanya perangkat yang menyatukan kehidupan sosial atau

kekuatan koersif yang mengsubordinasikan sekumpulan orang atas orang lain,

melainkan proses yang membangun dan membuka jalan bagi segala bentuk

tindakan, hubungan sosial dan tatanan sosial (Barker, 2005:10). Lebih lanjut

Foucault sependapat bahwa kekuasaan terdistribusi disemua relasi sosial dan tidak

dapat direduksi menjadi bangunan dan determinasi ekonomi terpusat. Kekuasaan

bukan hanya represif namun produktif, ia menghadirkan subyek, ia berimbas pada

pembentukan kekuatan tumbuh dan menata. Foucault juga menekankan pada

hubungan timbal balik yang saling membangun antara kekuasaan dan

pengetahuan, sehingga pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari rezim kekuasaan

(Foucault, 2000: 136). Foucault juga berutang pada Nietzsche yang menyatakan

bahwa pengetahuan adalah bentuk kehendak untuk berkuasa (Sunardi, 2001:48

dan 50). Kalau gagasan tentang kebenaran memiliki sandaran historis, maka ia

merupakan konsekuensi dari kekuasaan yang bagi interpretasi dipegang sebagai

suatu kebenaran. Baginya pengetahuan melekat pada kekuasaan, dan sebaliknya

kekuasaan melekat pada pengetahuan (Ritzer, 2005:66).

B. RUANG LINGKUP KAJIAN STUDI KEBUDAYAAN (CS)

Studi kebudayaan menurut versi Dennett sebagaimana dikutip Barker

adalah sebagai arena interdisiplinarity, dimana perspektif dari berbagai disiplin

seperti Sosiologi, politik, antropologi, psikologi dan filsafat dapat diambil dalam

rangka menguji hubungan antara fenomena kekuasaan dan fenomena kebudayaan.

Studi kebudayaan juga berusaha mengeksplorasi hubungan antara bentuk

kekuasaan dan berusaha menghubungkan cara berpikir tentang kebudayaan dan

kekuasaan yang dapat dimanfaatkan oleh agen dalam upaya melakukan

perubahan. Jadi Studi kebudayaan tidak bersifat pro pada status-quo (pihak

penguasa), tetapi mempunyai komitmen akan perubahan struktur relasi kekuasaan

Page 59: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Menguak Wacana dan Strategi Kekuasaan dari Perspektif Studi Kebudayaan M. Ridhah Taqwa

53

dalam masyarakat. Sejalan dengan argumen itu, Bourdieu sebagai sosiolog

pendidikan terkemuka saat ini, tidak percaya lagi terhadap ilmu yang bebas nilai.

Oleh karena itu, selain ia mengkaji beoperasinya kekuasaan, sekaligus juga

terlibat di dalam ranah atau gerakan politik tersebut. Menurut dia sosiologi harus

mampu menganalisis mekanisme dominasi agar bisa menjadi instrumen

pembebasan bagi mereka yang didominasi (Haryatmoko, 2003: 4-8).

Setidaknya ada 2 karakteristik studi kebudayaan yang dipandang perlu

diuraikan disini untuk memprkuat argumentasi di atas, yaitu (1) studi kebudayaan

bertujuan mengkaji pokok persoalannya dari sudut praktik kebudayaan dan

hubungannya dengan kekuasaan. Tujuan tetapnya adalah mengungkapkan

hubungan kekuasaan, mengkaji bagaimana hubungan tersebut mempengaruhi dan

membentuk praktik kebudayaan; (2) tradisi Studi kebudayaan bukan tradisi

kesarjanaan yang bebas nilai, melainkan tradisi yang mempunyai komitmen bagi

rekonstruksi sosial dengan melibatkan diri dalam kritik politik. Jadi Studi

kebudayaan juga bertujuan untuk mengubah struktur dominasi dalam masyarakat.

Hal ini terutama berlaku pada masyarakat industri maju yang menjadi basis awal

berkembangnya studi kebudayaan seperti di Inggris.

Dalam kajian ini berangkat dari asumsi bahwa relasi kekuasaan juga

beroperasi didalam berbagai arena kehidupan, seperti agama, politik dan keluarga.

Institusi agama yang dimaksud misalanya tidak hanya penggunaan simbol-simbol

yang digunakan dalam membangun relasi sosial jamaah masjid, tetapi terutama

penggunaan nilai-nilai agama itu sendiri. Relasi kekuasaan yang dimaksud di sini

bukanlah hubungan subjektif yang bersifat searah sebagaimana pengertian

konvensional, yaitu kemampuan seseorang atau kelompok untuk memaksakan

kehendak kepada orang lain. Bagi Foucault, kekuasaan merupakan strategi

kompleks dalam suatu masyarakat dengan perlengkapan, manuver, teknik dan

mekanisme tertentu. Kekuasaan lebih beroperasi dari pada dimiliki, ia tidak

merupakan hak istimewa yang didapat atau dipertahankan oleh kelas dominan,

tetapi akibat dari keseluruhan posisi strategisnya dan akibat dari posisi mereka

yang didominasi. Selanjutnya ia menegaskan bahwa strategi kekuasaan melekat

Page 60: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

54

pada kehendak untuk mengetahui. Melalui wacana kehendak untuk mengetahui

terumus dalam pengetahuan (Haryatmoko, 2002:12).

Dimensi wacana penting dijelaskan karena memegang peran penting

beroperasinya praktik dominasi kuasa. Arus wacana sendiri beroperasi

kemungkinan pertautan antara dua hal, yaitu persoalan kebenaran dan

representasi. Sementara kebenaran itu sendiri menurut Foucault pada hakikatnya

tidak bebas, karena upaya sampai pada kebenaran itu harus melalui relasi

kekuasaan (Balibar, 2002:12). Pernyataan kebenaran sesungguhnya juga

merefleksikan representasi, antara pihak yang benar dan salah dalam suatu arus

wacana. Wacana yang dimasud merupakan kumpulan tanda atau simbol yang

bertujuan untuk dimiliki dan diapresiasi atau bertujuan untuk dipercaya dan

dipatuhi (Rusdiarti, 2003:33). Proses berlangsungnya arus wacana ternyata sangat

ditentukan dengan konteks sosial atau pasar linguistik. Konteks relasi-relasi sosial

yang terkait dengan pasar, sekolah dan masjid misalnya, tergantung pada arus

wacana. Demikian pula konteks waktu juga menentukan wacana yang

berkembang, seperti pada musim pemilihan umum, maka akan banyak wacana

dan strategi kekuasaan yang dikembangkan oleh para politisi, baik pada konteks

lokal maupun konteks nasional. Hal inilah yang dimaksud dengan wacana

kekuasaan.

Michael Foucault sebagai teoritikus relasi pengetahuan-kekuasaan, ia telah

mencoba merumuskan sejumlah hipotesis Foucault yang diringkas sebagai

berikut.

Pertama, bahwa kekuasaan sama luasnya dengan lembaga sosial, tidak ada ruang yang sama sekali bebas dari jaringannya; Kedua, relasi-relasi kekuasaan saling terjalin dengan jenis-jenis relasi lain, seperti produksi, kekerabatan, dan keluarga; Ketiga, relasi-relasi ini tidak hanya berbentuk larangan dan hukuman, melainkan bentuk-bentuk yang beragam; Keempat, kesalinghubungan diantara mereka menggambarkan kondisi umum dominasi, dan dominasi ini diatur kedalam bentuk strategi yang kurang lebih koheren dan tunggal; Kelima, relasi-relasi kekusaaan benar-benar melayani, karena memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam strategi yang ada; Keenam, tidak ada relasi kekuasaan tanpa halangan, dan penghalangnya tidak harus sesuatu yang nyata, serta dapat hadir di mana-mana bersamaan dengan kekuasaan (Foucault, 2001:181-191).

Page 61: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Menguak Wacana dan Strategi Kekuasaan dari Perspektif Studi Kebudayaan M. Ridhah Taqwa

55

Selain itu, Foucault juga mengembangkan konsep Panoptikon yang semula

dicetuskan oleh J. Bentham. Konsep ini awalnya menunjuk pada sebuah

bangunan fisik yang memungkinkan penguasa dapat mengontrol pihak yang

didominasi (dihukum) seperti yang terjadi di penjara-penjara Prancis. Kemudian

konsep ini dikembangkan oleh penguasa untuk menjadi bentuk strategi penguasa

untuk mengontrol warga Negara. Dalam arena politik orde baru misalnya, banyak

aktor-aktor politik berperan sebagai panoptikon, sekaligus untuk mengembangkan

wacana kekuasaan. Melalui konsep ini, pihak yang dominan selama pemerintahan

orde baru menjadikan aparat militer dan birokrasi sebagai panoptikon. Dengan

adanya panoptikon, strategi dan mekanisme dominasi pihak yang berkuasa

berjalan lancar dan dalam jangka waktu yang panjang pula (sekitar 32 tahun).

C. STRATEGI KEKUASAAN DAN RESISTENSI

Sekalipun strategi kekuasaan yang dominatif dalam masyarakat,

khususnya di arena politik sangat kuat, tetap ada celah mendapatkan perlawanan

atau resistensi. Karena itu berdasar pada asumsi bahwa praktik dominasi sangat

potensial melahirkan resistensi itu, maka dimensi perlawanan terhadap kekuasaan

penting untuk dijelaskan. Teoritikus terkemuka yang direpresentasi oleh Karl

Marx melalui konflik kelasnya menekankan pada pertentangan dan pola hubungan

dalam masyarakat industri yang dicirikan oleh super-ordinasi dan sub-ordinasi.

Asumsi utama teori ini memandang masyarakat senanatiasa mengalami perubahan

dan dalam situasi konflik yang terus menerus, sehingga ada pihak yang kuat dan

ada yang lemah. Pihak yang kuat senantiasa berusaha meningkatkan posisinya dan

memelihara dominasinya, sedangkan pihak yang lemah senantiasa dalam posisi

yang didominasi dan terkalahkan. Karena itu, perlu dibangkitkan kesadaran kelas

bagi yang didominasi untuk selanjutnya melakukan perlawanan melalui revolusi.

Konsep perlawanan tersebut sejalan dengan pandangan Dahrendorf bahwa

perjuangan kelas lebih berdasarkan kekuasaan dari pemilikan sarana produksi.

Selanjutnya menurut dia menekankan pada hubungan-hubungan kekuasaan

(authority) yang menyangkut bawahan dan atasan menyediakan unsur-unsur bagi

kelahiran kelas, dimana terdapat dikotomi antara mereka yang berkuasa dan

Page 62: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

56

mereka yang dikuasai. Ada orang yang berada dalam struktur dan atau memiliki

kekuasaan dalam suatu kelompok, sedangkan yang lain tidak, sehingga keduanya

memiliki derajat kekuasaan yang berbeda pula (Poloma, 1994:135). Pada posisi

ini, relasi kekuasaan terkait erat dengan teori kepentingan. Teori kepentingan

menyatakan bahwa setiap kelompok berusaha untuk membangun image melalui

perbendaharaan pengetahuan tentang nilai-nilai atau idiologi dan institusi menjadi

arena untuk memenuhi kepentingan yang dilandasi oleh perhitungan rasional.

Selanjutnya dengan posisi ini akan teridentifikasi seberapa besar kekuasaan yang

dimiliki oleh individu-aktor atau kelompok untuk memenuhi kepentingan, dan

selanjutnya mengidentifikasi tindakan yang dilakukan serta implikasinya yang

mungkin terjadi untuk memenuhi keuntungan melalui kekuasaan yang dimiliki.

Kekuasaan disini dikonsepsikan sebagai kapasitas untuk mencapai tujuan yang

seringkali berbenturan dengan kepentingan pihak lain (Usman,2001). Kristalisasi

benturan kepentingan akan tampak dalam suatu konteks, misalnya dalam

penyusunan kebijakan oleh pihak dominan yang diputuskan secara sepihak. Hal

ini menjadi indikasi adanya kepentingan untuk mengamankan kebijakan, sehingga

dapat menjadi pemicu terjadinya resistensi yang bersifat tertutup (latent) menjadi

resistensi terbuka (manifest). Karena itu konteks dan pemicu konflik merupakan

mata rantai yang penting untuk menganalisis resistensi terhadap kekuasaan.

Kekuasaan merupakan fenomena yang melekat dan senantiasa akan hadir

sepanjang hidup dan kehidupan manusia. Hasrat untuk berkuasa itulah yang

menjadi salah satu sumber perlawanan, karena praktik kekuasaan identik dengan

praktik dominasi dalam masyarakat. Bagi Fisher (dkk), suatu pertentangan

seringkali berpusat pada usaha untuk memperoleh kekuasaan yang lebih besar,

atau sekaligus kekuatiran akan kehilangan (relasi) kekuasaan. Konsep dasar

kekuasaan yang menunjuk pada kemampuan untuk memaksa pihak lain agar

mengikuti kemauan pemilik kekuasaan juga setara maknanya (untuk hal tertentu)

dengan otoritas, kekuatan dan legitimasi. Bagi mereka, otoritas atau posisi dapat

dimiliki seseorang atau kelompok berdasarkan perannya yang didukung oleh

aturan, norma, sumberdaya, sehingga ada sumber legitimasi terbentuk-dimilikinya

suatu otoritas.

Page 63: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Menguak Wacana dan Strategi Kekuasaan dari Perspektif Studi Kebudayaan M. Ridhah Taqwa

57

Keterkaitan kekuasaan dan resistensi diperkuat oleh argumentasi Foucault

bahwa berbicara tentang relasi kekuasaan dan perlawanan dalam lapangan praktis

tidak terelakkan dari pertanyaan siapa melawan siapa. Karena itu, kita tidak dapat

melarikan diri dari pertanyaan mengenai subjek-subjek yang ada dalam relasi

kekuasaan (Foucault, 2000:257). Dalam relasi kekuasaan subjek atau pihak yang

berlawanan dengan pihak lain berusaha membangun atau menghadirkan

kekuasaan yang dimiliki untuk memperkuat posisinya masing-masing. Dalam

kontek ini tesis Foucault mengenai “kemahahadiran” relasi-relasi kekuasaan atau

kekuasaan/pengetahuan menjadi relevan. Tesisnya menyatakan bahwa semua

kekuasaan sejauh yang dapat diamati merupakan jenis kedaulatan yang dimiliki

oleh penguasa yang sangat besar dan aturan atau perintah yang absolut. Karena itu

dia memberikan gelar kemahahadiran absolut pada aparat-aparat kekuasaan

(Kristanto, 2001:60).

Namun kekuasaan yang angker dan absolut harus tetap dihadapi atau

dilawan. Cara melawannya adalah membangun kesadaran kritis, dan hanya

dengan kesadaran kritis ini pihak yang dominan dapat ditaklukan atau dikurangi

tingkat dominasinya. Kesadaran individu yang ada dalam struktur atau relasi

kekuasaan akan membangkitkan kesadaran kollektif yang potensial melawan

dominasi kekuasaan, karena bentuk kesadaran ini dapat mengakomodasi kehendak

kollektif.

Intensitas resistensi terhadap praktik kekuasaan, akan berkembang jika

selain karena ada pemicunya juga karena konteksnya. Apabila suatu resistensi

tidak direspon dengan baik, tetapi justru semakin ditekan akan berkembang biak

menjadi lahan atau arena perlawanan yang besar dan berkepanjangan. Apalagi jika

nuangsa kekerasan (simbolik) dari pihak yang dominan semakin terbuka, maka

pola resistennya pun akan semakin tampak dipermukaan (manifest), semakin

meluas (akan teridentifikasi siapa kawan dan siapa lawan). Dalam situasi ini

dimana resistensi makin intens, maka energi yang dikeluarkan untuk mengahadapi

lawan yang dominan makin besar, termasuk dengan kekerasan. Cara ini

diperlukan dalam rangka mempertahankan dominasi, melindungi kebijakan atau

kepentingan, baik salah satu pihak maupun semua pihak yang terlibat dalam suatu

Page 64: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

58

relasi kuasa. Dalam kekerasan simbolik sifatnya halus, sehingga terkadang tidak

terdeteksi pihak lain atau yang didominasi. Menurut Bourdieu kekerasan simbolik

merupakan pemaknaan sistem simbolisme dan makna terhadap kelompok atau

kelas sedemikian rupa sehingga hal itu dimaknai sebagai suatu yang sah (Jenlins,

2004:154). Para pelaku sosial menerima kekerasan simbolik sebagai sesuatu yang

wajar, karena kekerasan simbolik menggunakan struktur kognitif yang telah

dimiliki oleh pelaku sosial sejak lahir, dengan struktur objektif yang ada di dalam

dunia sosial. Dengan adanya legitimasi ini semakin meneguhkan relasi kekuasaan

yang menghalalkan kekerasan.

Dari kajian teoritik di atas dapat disimpulkan bahwa betapa kompleksnya

dimensi yang berkaitan dengan wacana kekuasaan dalam suatu instituti sosial,

khususnya institusi politik, ekonomi, agama dan bahkan pendidikan sebagai

institusi utama dalam masyarakat (Rusdiati, 2003:157). Relasi Kekuasaan dalam

suatu institusi dengan demikian memiliki variasi basis nilai, kedalaman dan

keluasan konteks serta keragaman struktur dan kultur. Suatu hal yang perlu

ditegaskan bahwa teori-teori tersebut sesungguhnya hendak menyatakan hal yang

sama dengan cara berbeda. Bahwa semua institusi sosial dalam masyarakat

senantiasa diwarnai oleh wacana dan strategi kekuasaan yang tidak seimbang, ada

yang dominan dan ada yang didominasi, ada yang berkuasa dan ada yang

dikuasai. Kemudian dalam proses itu terjadi dinamika perlawanan yang

berpeluang meluas dan mendalam.

D. CATATAN PENUTUP: KRITIK TEORI

Fungsi atau posisi teori-teori yang telah diuraikan dalam konteks

penelitian ini, tidak dimasudkan sebagai pembenaran atau jastifikasi terhadap

fenomena sosial, tetapi lebih diposisikan sebagai pengayaan konseptual dan

analisis. Kajian ini juga tidak bermaksud untuk menguji kesahihan suatu teori,

tetapi sifatnya peminjaman konsep dalam rangka untuk mencoba mengembangkan

teori yang relevan dengan konteks kebudayaan di Indonesia dikemudian hari.

Sikap ini di atas dimaksudkan untuk menghindari bias, karena teori-teori yang

Page 65: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Menguak Wacana dan Strategi Kekuasaan dari Perspektif Studi Kebudayaan M. Ridhah Taqwa

59

dikemukakan di atas sangat berbeda dengan konteks budaya di tanah air

Indonsesia.

Para teoritikus dan berikut teorinya sendiri yang telah dikemukakan di

atas, pada umumnya dikembangkan oleh bangsa Eropa dan berkembang di Eropa

pula. Sebagaimana dikritik oleh Edward W. Said (2003:382) melalui teori

orientalismenya bahwa teori-teori sosial Barat terlalu Eurosentris. Said

mencontohkan Foucault yang banyak mengembangkan teori relasi kekuasaan

dipandang karyanya merupakan sebuah eksemplifikasi dari bentuk

homoseksualitasnya yang unik dan keterikatannya pada sadomasokhisme.

Selanjutnya Foucault selalu berbicara tentang kekuasaan dari sudut pandang

kemenangan kekuasaan, dia dengan penuh kenikmatan berbicara tentang korban-

korban kekuasaan. Karena itu, Said pun menegaskan pentingnya untuk tidak

hanya berbicara tentang terbentuknya dominasi yang tidak banyak diperhatikan

Foucault, tetapi juga terbentuknya perlawanan terhadap dominasi, serta suatu

kenyataan bahwa praktik dominasi bisa digulingkan. Tentu saja perlawanan dan

penggulingan kekuasaan melalui proses yang panjang dan melelahkan.

Suatu hal yang dapat disimpulkan bahwa kajian kebudayaan sama luasnya

dengan dimensi kehidupan itu sendiri. Karena itu, kajian inipun disebut kajian

interdisipliner yang bisa meminjam konsep dan metode dari disiplin lain seperti

sosiologi, politik, psikologi, sejarah, antropologi dan sastra. Selain itu, tujuan

utama dan merupakan ciri yang paling pokok dari studi kebudayaan ini adalah

tidak hanya memiliki komitmen nilai dan keberpihakan, melainkan juga berusaha

membongkar struktur dan kultur praktik kehidupan yang dominatif dalam

masyarakat. ***

DAFTAR PUSTAKA

Barker, Chris. 2005. Cultural Studies, Teori dan Praktek. Kreasi Wacana. Yogjakarta.

Bleicher, Josef. 2003. Hermeneutika Kontemporer, Hermeneutika sebagai Metode, Filsafat dan Kritis. Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta.

Burkit, Ian. 1998. Power Relation and Socio-historical Desires, dalam Sexuality and Gender Identity: From a Discursive to Relational Analysis. The Editorial of The Sociological Review. Blackwell Publisher, Oxford UK.

Page 66: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

60

Cabin, Philippe. 2004. Di Balik Panggung Dominasi: Sosiologi Ala Pierre Bourdieu. Dalam A. Giddens etc. Sosiologi Sejarah dan Perkembangannya. Kreasi Wacana. Yogyakarta.

Eriyanto. 2005. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. Cetakan 4, LKIS. Yogjakarta.

Fisher, Simon. 2001. Mengelola Konflik: Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak. The British Council-Responding to Conflict, Jakarta.

Fiske, John. 2005. Cultural and Communication Studies. Cet. Kedua, Jalasutra, Yogyakarta.

Foucault, Michel. 2002. Power/Knowledge (Wacana Kuasa/Pengetahuan). Terj. Yudi Santosa. Bentang Budaya, Yogyakarta.

Foucault, Michel. 2002. Seks dan Kekuasaan Seksualitas. Terj. Rahayu S. Hidayat. Gramedia, Jakarta.

Galtung, Johan. 2002. Kekerasan Kultural. Wacana: Jurnal Ilmu Sosial Transformatif, Edisi 9, tahun III. Insist Press, Yogyakarta.

Hardiman, F. Budi. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif. Kanisius, Yogyakarta.

Haryatmoko. 2002. Kekuasaan melahirkan anti-Kekuasaan: Menelanjangi Mekanisme dan Teknik Kekuasaan bersama Foucault. Basis, No. 1-2, tahun 51, Januari-Februari 2002. Hal. 8-21.

Haryatmoko. 2003. Menyingkap Kepalsuan Budaya Penguasa; Landasan Teoritis Gerakan Sosial Menurut Bourdieu. Basis, No. 11-12, Tahun ke-52, Nop-Desember 2003. Hal. 4-23.

Harris, David. 1992. From Class Struggle to the Politics of Pleasure, the Effects of Gramscianism on Cultural Studies. Routledge, London and New York.

Horkheimer, Max dan Theodor W. Adorno. 1969. Dialectic of Enlightenment. The Seabury Press, New York.

Irawanto, Budi. 2007. Metodologi Penelitian Cultural Studies. Makalah dalam Seminar, Forum Ilmu Sosial dan Humaniora Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP)-Sekolah Pascasarjana UGM.

Kristanto, L. Dedy. 2001. Menertawakan Kekuasaan ala Antonio Gramsci. Basis, No. 09-10, tahunke-50, September-Oktober 2001, hal. 59-64.

Latif, Yudi dan Idi Subandy Ibrahim, (editor). 1996. Bahasa dan kekuasaan: Politik Wacana di Panggung Orde Baru. Mizan, Bandung.

Piliang, Yasraf A. 2005. Transpolitika: Dinamika Politik di dala era Virtualitas. Jalasutra, Yogyakarta.

Ritzer, George dan Goodman Douglas J. 2004. Teori Sosiologi Modern. Edisi Keenam, Terj. Alimandan. Prenada Media, Jakarta.

Rusdiarti, Suma Riella. 2003. Bahasa, Pertarungan Simbolik dan Kekuasaan. Basis, No. 11-12, Tahun ke-52, Nopember-Desember 2003. Hal. 31-40.

Sardar, Ziauddin dan Borin van Loon. 2001. Cultural Studies for Beginners. Mizan, Bandung.

Taqwa, M. Ridhah. 2008. Menyoal Praktik Kekuasaan di Arena Pendidikan, Perspektif Cultural Studies. Prosiding Simposium Nasional, Peringatan “100 Tahun Kebangkitan Nasional.” HMP UGM, Yogayakarta.

Page 67: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Wacana Indonesia Volume 2, Nomor 2, April Tahun 2010 (61 ‐ 72) 

61

UPAYA PEMERINTAH DALAM MENGGALAKKAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAN PELAYANAN KONTRASEPSI

Paska R. Situmorang

Staff Pengajar STIKes Santa Elisabeth Medan

ABSTRACT

Law number 10 of 1992 on population and family welfare is one of goverment policy which aims to improve the quality of human. Strategy resources with community and regional approaches that are active plenary and offensive to the family planning movement are increasingly independent, thus the commitment of the goverment and health-related quality of contraceptive services approach and quality services to families and community of family planning, not merely they interests of the government, but has become a requirement of society, community and prospective aceptor been better understand to the advantages and benefit og using contraception, so that the community has been able to in choosing a contraceptive that suits for them.

Keywords: Family planning, aceptor candidates, the benefits of using contraception

PENDAHULUAN

Keluarga Berencana merupakan salah satu upaya mengatur banyaknya

kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta

keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat

langsung dari kehamilan tersebut. Semakin tinggi angka kematian ibu dan bayi

maka akan semakin rendah derajat kesehatan dan kesejahteraan suatu negara.

Angka kematian ibu disemua negara berkembang masih sangat

tinggi,demikian juga di Indonesia berkisar antara 307 per 100.000 kelahiran

hidup, yang tertinggi di NTB dan yang terendah di Daerah Istimewa Jogjakarta

(Suratun, 2008). Angka ini merupakan problem dan keprihatinan karena dampak

yang di timbulkan akan sangat berpengaruh terhadap ekonomi, politik dan

kebijakan pembangunan. Untuk mencegah kematian ibu dan menjaga kesehatan

serta keselamatan ibu salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan

menggalakkan program KB.

Page 68: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

62

Sejarah dan Perkembangan Program Keluarga Berencana

Gerakan KB bermula dari kepeloporan beberapa tokoh di dalam dan luar

negeri. Pada abad 19 di Inggris upaya KB timbul atas prakarsa sekelompok orang

yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu antara lain Maria Stopes

pada tahun 1880 - 1950 yang mengatur kehamilan kaum buruh di Inggris.

Margaret Sanger, tahun 1883 - 1966 merupakan pelopor KB modern di AS yang

telah mengembangkan tentang Program Birth Control, bermula pada tahun1917

mendirikan Nasional Birth Control (NBC) dan pada tahun 1921 diadakan

American NBC conference I. Hasil konfrensi tersebut yaitu didirikannya

American Birth Control League dan Margaret Sanger sebagai ketuanya.

Pelopor KB di Indonesia, yaitu Dr Sulianti Suroso pada tahun 1952

menganjurkan para ibu untuk membatasi kehamilan, karena angka kelahiran bayi

sangat tinggi. Sedangkan di DKI Jakarta mulai dirintis di bagian kebidanan dan

kandungan FKUI/RSCM oleh Prof.Sarwono Prawirohardjo.

Pada tanggal 23 Desember 1957 PKBI diresmikan oleh dr R.Soeharto

sebagai ketua, beliau memperjuangkan tiga (3) macam usaha, yaitu : mengatur

kehamilan/menjarangkan kehamilan, mengobati kemandulan dan memberi

nasehat perkawinan. Program KB di Indonesia mengalami perkembangan yang

sangat pesat, ditinjau dari sudut, tujuan, ruang lingkup geografi, pendekatan, cara

operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.

Program pembangunan Nasional pada Pelita I, periode 1969/70-1973/74,

KB disatukan dengan program kesehatan. Target demografis cukup sederhana,

yaitu mencakup jumlah aseptor 3 juta dalam 5 tahun, dengan asumsi 600 -700 ribu

kelahiran dapat dicegah, khususnya di daerah yang padat penduduk yaitu pulau

Jawa dan Bali.

Sejak PELITA III dampak demografis dari program KB memperhatikan

target penurunan tingkat kelahiran kasar, yaitu dengan menetapkan target

penurunan 50% dari 44 pada tahun 1971 menjadi 22 pada tahun 1990. Sedangkan

pada PELITA V program KB Nasional mencanangkan gerakan KB Nasional yaitu

Page 69: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Upaya Pemerintah dalam Menggalakkan Program Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi Paska R. Situmorang

63

gerakan masyarkat yang menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat

untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan NKKBS.

Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan, yaitu : untuk

demografi, mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, mengobati

kemandulan atau infertilitas, married conseling atau nasehat perkawinan, dan

tujuan yang terakhir dan yang terpenting adalah untuk mencapai NKKBS (Norma

Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) serta membentu keluarga berkualitas.

Sasaran KB meliputi sasaran langsung dan tidak langsung

a. Sasaran langsung

Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara 15

– 19 tahun, karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan

hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan

kehamilan

b. Sasaran tidak langsung

• Kelompok remaja usia 15-19 tahun, remaja ini memang bukan

merupakan target untuk menggunakan alat kontrasepsi secara langsung

tetapi merupakan kelompok yang beresiko untuk melakukan hubungan

seksual akibat berfungsinya alat- alat reproduksinya, sehingga program

KB disini lebih berupaya promotif dan preventif untuk mencegah

terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan serta kejadian aborsi.

• Organisasi-organisasi, lembaga kemasyarakatan serta instansi pemerintah

maupun swasta serta tokoh masyarakat dan pemuka agama yang

diharapkan dapat memberikan dukungan dalam melembagakan NKKBS

Pelayanan Kontrasepsi dan Manfaat Kontrasepsi

Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra yang

berarti”melawan” atau” mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara

sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan.

Berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan

kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-

Page 70: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

64

duanya mamiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan

(Cunningham,1989).

Metoda kontrasepsi dapat digunakan oleh pasangan usia subur secara

rasional berdasarkan fase-fase kebutuhan seperti berikut :

1. Masa menunda kehamilan

Bila belum mencapai usia 20 tahun maka kriteria kontrasepsi yang

diperlukan yaitu kontrasepsi dengan pulihnya kesuburan yang tinggi

artinya kembalinya kesuburan dapat terjamin 100%. Kontrasepsi yang

cocok disarankan adalah Pil KB, AKDR dan cara sederhana.

2. Masa mengatur/ menjarangkan kehamilan

Bila usia antara 20-30 tahun maka kriteria kontrasepsi yang diperlukan

yaitu: efektifitas tinggi, reversibilitas tinggi karena pasangan masih

mengharapkan punya anak lagi, dapat dipakai 3-4 tahun serta tidak

menghambat produksi ASI. Kontrasepsi yang disarankan adalah AKDR,

Suntik KB, Pil KB atau implant

3. Masa mengakhiri kesuburan/tidak hamil lagi

Bila keluarga mempunyai 2 anak dan umur istri lebih dari 30 tahun dan

tidak hamil lagi dan pasangan aseptor tidak mengharapkan untuk

mempunyai anak lagi. Kontrasepsi yang disarankan adalah metoda kontap,

AKDR, Implant, Suntik KB dan Pil KB.

Pelayanan kontrasepsi, adalah salah satu upaya mengatur jarak

kehamilan, namun ada upaya lain yakni upaya mengobati kemandulan dan nasehat

perkawinan Cara kerja kontrasepsi adalah mengusahakan agar tidak terjadi

ovulasi, melumpuhkan sperma, menghalangi pertemuan antara sel telur dengan

sperma

Sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pemilihan metoda

kontrasepsi (Varney,2006) antara lain :

1. Faktor sosial budaya: tren saat ini tentang jumlah keluarga tempat individu

tumbuh dan berkembang terhadap individu tersebut, pentingnya memiliki

anak laki-lakidi mata masyarakat menghubungkan secara langsung antara

Page 71: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Upaya Pemerintah dalam Menggalakkan Program Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi Paska R. Situmorang

65

jumlah anak yang dimiliki seorang laki-laki dan kejantanannya; nilai

dalam masyarakat tentang menjadi seorang ”wanita” hanya bila ia dapat

”memberi” anak kepada pasangannya.

2. Faktor pekerjaan dan ekonomi: kemungkinan perpisahan yang lama karena

melakukan wajib militer, kebutuhan untuk mengalokasi sumber-sumber

ekonomi untuk pendidikan atau sedang memulai suatu pekerjaan,

kemampuan ekonomi untuk meenyekolahkan anak-anaknya dengan

makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dimasa depan,

pengangguaran, tunawisma.

3. Faktor keagamaan: pembenaran terhadap prinsip-prinsip pembatasan

keluarga dan konsep dasar tentang keluarga berencana oleh semua agama.

4. Faktor hukum: peniadaan semua hambatan hukum untuk pelaksanaan

keluarga berencana sejak diberlakukannya Undang-Undang Negara

Connecticut tentang pembatasan penggunaan semua alat kontrasepsi, yang

bertujuan untuk mencegah konsepsi dinyatakan tidak sesuai konstitusi oleh

Majelis Tertinggi pada tahun 1965.

5. Faktor fisik: kondisi-kondisi yang membuat wanita tidak bisa hamil karena

alasan kesehatan dan gaya hidup yang tidak sehat & penggunaan obat

teratogenik.

6. Faktor hubungan: stabilitas hubungan, masa krisis dan penyesuaian yang

panjang dengan hadirnya anak.

7. Faktor psikologis: kebutuhan untuk memiliki anak untuk dicintai dan

meencintai orangtuanya, pemikiran bahwa kehamilan dianggap bukti

bahwa kita dicintai.

8. Status kesehatan saat ini dan riwayat genetik: adanya keadaan atau

kemungkinan munculnya kondisi atau penyakit yang dapat ditularkan

kepada bayi (mis: HIV AIDS, Tay sachs, Korea Huntington, Anemia sel

sabit).

Page 72: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

66

Metoda kontrasepsi menurut DepKes (1996)

1. Metoda Kontrasepsi sederhana

a. Tanpa alat atau obat :

Metoda kontrasepsi sederhana tanpa alat terdiri dari: senggama

terputus yang prinsipnya mengeluarkan sperma di luar vagina waktu

melakukan persetubuhan dan pantang berkala yang prinsipnya tidak

melakukan persetubuhan pada usia subur.

b. Dengan alat atau obat :

Metoda kontrasepsi dengan alat terdiri dari: kondom (kondom pria dan

wanita), diapragma atau cup yang berfungsi untuk menutup serviks dari

bawah sehingga sperma tidak dapat memasuki saluran serviks,

kontrasepsi Kimiawi atau spermicidal seperti : Cream, jelly dan cairan

berbusa dan Tablet berbusa atau vaginal tablet

2. Metoda kontrasepsi efektif

Metoda kontrasepsi efektif terdiri dari: Pil KB, merupakan tablet yang

mengandung hormon estrogen dan progestin yang harus dimakan secara

teratur. Pil Kb ini mudah diperoleh, efektif selama disiplin minum pil, tidak

mengganggu sanggama, pemulihan kesuburan tinggi; AKDR atau IUD,

merupakan kontrasepsi yang terbuat dari bahan plastik halus berbentuk spiral,

memiliki efektifitas tinggi, walaupun kemungkinan terjadi kehamilan 2%,

dapat mencegah kehamilan dalam jangka waktu lama atau bertahun-tahun,

murah/ekonomis dan mudah diangkat jika diinginkan; Suntikan KB,

merupakan suntikan yang mempunyai cara kerja dengan menghalangi

ovulasi, menipiskan endometrium sehingga tidak terjadi nidasi. Masyarakat

menganggap suntikan ini sebagai obat mujarab, kemungkinan salah atau lupa

tidak ada, dapat diberikan kepada ibu yang menyusui, diberikan setiap 12

minggu atau 3 bulan; Susuk KB merupakan alat kontrasepsi yang disusupkan

di bawah kulit dan susuk ini sangat efektif dan mengembalikan kesuburan

secara sempurna, tidak merepotkan, tidak mempengaruhi produksi ASI.

3. Metode Kontrasepsi Mantap

Page 73: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Upaya Pemerintah dalam Menggalakkan Program Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi Paska R. Situmorang

67

Merupakan kontrasepsi yang permanen yang dalam istilah disebut

VASEKTOMI bagi pria dan TUBEKTOMI bagi wanita. Dengan operasi,

untuk keadaan kesehatan ibu tidak mengizinkan lagi untuk hamil dan

melahirkan, sedangkan kontrasepsi lainnya tidak cocok.Kontap dilakukan atas

indikasi medis.

Tabel 1: Presentasi dan Jumlah Wanita yang beresiko dan persentase Resiko pada Penggunaan Mutakhir berbagai metoda, dari survei

Pertumbuhan Keluarga Tingkat Nasional (Harney,2006)

Presentase penggunaan diantara wanita yang beresiko Usia Sterilisasi wanita Pil Kondom pria Sterilisasi pria Tidak menggunakan metode Penghentian Suntikan Puasa secara periodik Keluarga Berencana alami Diafragma Susuk Spermicida AKDR Alat kontrasepsi lain Kondom wanita

15 - 4425,6 24,9 18,9 10,1

7,5

2,9 2,7 2,2

0,3

1,7 1,3 1,3 0,7 0,1 0,0

15 – 19 0,3 35,4 29,7 0,0

19,3

3,3 7,9 1,1

0,0

0,0 2,2 0,8 0,0 0,0 0,0

20 -24 3,6 47,6 24,0 1,0

8,6

3,0 5,6 0,9

0,1

0,6 3,4 1,1 0,3 0,1 0,1

25 – 29 16,0 36,6 22,8 4,2

6,4

3,5 3,9 1,6

0,3

0,8 1,9 1,6 0,3 0,0 0,0

30 -34 27,7 26,8 17,3 9,8

5,7

2,7 1,7 3,0

0,4

2,2 0,6 1,4 0,8 0,3 0,0

35 - 3938,6 10,5 15,9 17,6

5,6

3,0 1,0 2,7

0,5

2,8 0,3 1,0 0,9 0,1 0,0

40 -44 46,7 5,5 11,5 19,0

6,7

1,8 0,3 2,4

0,3

2,5 0,1 1,8 1,2 0,5 0,0

Jumlah wanita dalam perbandingan Kohort, Persentase, dan jumlah yang beresiko Jumlah wanita(dalam juta)

60,2 9,0 9,0 9,7 11,1 11,2 10,2

Persentase wanita beresiko

69,4 36,9 69,4 74,0 77,1 77,2 76,6

Jumlah wanita beresiko(dalam juta)

41,8 3,3 6,3 7,2 8,5 8,7 7,8

Sumber : Dicetak ulang dengan izin dari Hatgher,RA, et,contraceptif technologi edisi revisi ke-17.New York Ardent Media,1998,hlm.213

Page 74: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

68

Keterangan:

1. Beresiko = mereka yang adalah pengguna kontrasepsi saat ini atau bukan

pengguna dan telah melakukan hubungan seksual selama 3 bulan terakhir

dan tidak menginginkan kehamilan, tidak sedang hamil, atau tidak sedang

diwawancara dalam dua bulan setelah melahirkan dan idak steril

2. Metode lain = cervica/cap, busa, dan metode lain yang tidak spesifik

Prevalensi Kontrasepsi di Indonesia Tahun 1991 - 2002/2003 (WHO,2007)

Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa 57% perempuan menikah

menggunakan kontrasepsi. Prevalensi menyeluruh meningkat dari 50% pada

tahun1991 ke 55% tahun 1994 dan 57% tahun 2002 - 2003. Peningkatan

terbanyak terjadi pada penggunaan kontrasepsi suntikan (dari 12% ke 26,4%).

Dilain pihak, pemakaian IUD menurun dari 13% tahun 1991 ke 6% tahun 2002 -

2003 (SDKI 2002 - 2003). Presentasi perempuan menikah dengan kebutuhan KB

yang tak terpenuhi saat ini adalah 8,6% menurut data SDKI 2002 – 2003 yang

juga lebih rendah dibandingkan data SDKI 1995 yaitu 11% (SDKI 1995: 104

Perempuan yang menikah ini tidak menginginkan anak lagi atau ingin menunda

kehamilan berikutnya tanpa menggunakan kontrasepsi. Target program

Pembangunan Nasional adalah mengurangi kebutuhan KB yang tak terpenuhi dari

9% tahun 1997 ke 7% atau lebih rendah di tahun 2004.

Tabel 2: Kecenderungan Penggunaan Metoda Kontrasepsi Khusus, Indonesia, 1991- 002/03

Metoda 1991 1994 2002 -03

Semua metoda Pil Kontrasepsi IUD Suntikan Kondom Norplant Sterilisasi Perempuan Sterilisasi laki-laki Pantang berkala Coitus interuptus Lainnya

49,7 14,8 13,3 11,7 0,8 3,1 2,7 0,6 1,1 0,7 0,9

54,7 17,1 10,3 15,2 0,9 4,9 3,1 0,7 1,1 0,8 0,8

57,3 12,5 5,9 26,4 0,8 4,1 3,5 0,4 1,5 1,4 0,6

Jumlah Perempuan 21.109 26.186 29.483

Sumber ; BPS, BKKBN, Depkes & MII, 1995: SDKI 2002 - 03: 67

Page 75: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Upaya Pemerintah dalam Menggalakkan Program Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi Paska R. Situmorang

69

Upaya Pemerintah dalam menggalakkan program Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi

Untuk lebih menjamin keberlangsungan program KB, dibutuhkan

komitmen yang kuat dari pimpinan tertinggi di Pemerintahan mulai dari Presiden,

Gubernur, Bupati/Walikota, sampai pimpinan di lini lapangan. Dalam kaitan itu

dengan pengelolaan KB di era otonomi, akan diselenggarakan Lokakarya

Diseminasi Peningkatan Kualitas dan Akses Pelayanan KB kepada masyarakat

melalui pendekatan managemen dan tehnis teruji.

Pemerintah juga harus tetap mensosialisasikan dan mendorong program

KB ke tengah masyarakat, seraya berusaha menyamakan persepsi untuk seluruh

lapisan masyarakat Indonesia. Hasilnya, gerakan mendukung pelaksanaan

program KB di Indonesia kian hari bertambah bulat, dan banyak dibicarakan isi

slogan KB, yaitu “Dua Anak Cukup”, dan dibuktikan dengan terpampangnya

slogan tersebut di rumah-rumah penduduk dengan bercapkan tanda KB dalam

lingkaran berwarna biru.

Program KB bukan program yang hanya menghabiskan dana pemerintah

tanpa arti, tetapi merupakan program yang telah dan akan terus memberikan

manfaat besar terhadap kesejahteraan penduduk dan keluarga. Program KB

merupakan program investasi jangka panjang, sehingga hasilnya tidak dapat

dirasakan sesaat setelah kegiatan dilaksanakan sebagaimana pembangunan

infrastruktur atau pembangunan yang bersifat fisik lainnya.

Sugiri Syarief, sebagai kepala BKKBN (2010) mengatakan, RPJMN 2010

-2014 merupakan tahun kedua dari RPJPN tahun 2005-2025 yang ditujukan untuk

lebih memantapkan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan

upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang melibatkan berbagai

bidang pembangunan termasuk pembangunan kependudukan dan keluarga

berencana, pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya

saing perekonomian.

Oleh sebab itu Pembanguanan Kependudukan dan KB menjadi sangat

penting karena dapat meningkatkan pemakian dan pelayanan kontrasepsi gratis

Page 76: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

70

bagi kelompok tertinggal tersebut. Apabila upaya meningkatkan pengendalian

jumlah penduduk melalui KB ini tidak dilakukan maka pertambahan jumlah

penduduk akan menjadi beban pemerintah dan masyarakat sehingga upaya

pengentasan kemiskinan juga tidak akan berhasil.

Oleh sebab itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Aman, 2006)

meminta agar Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN

menggalakkan lagi program keluarga berencana (KB) dengan prioritas sedikit

anak. Banyaknya anak dengan pendapatan keluarga tetap akan menghambat

pencapaian kesejahteraan lahir dan batin. Sedikit anak akan lebih menjamin

kualitas sebuah keluarga karena terpenuhinya sejumlah kebutuhan secara lebih

baik. Kebutuhan keluarga dan anak tidak hanya pangan, tetapi juga sandang,

papan, pendidikan, kesehatan, dan masa depan.

Dalam menindaklanjuti program KB yang telah ditetapkan oleh

Pemerintah maka BKKBN membuat kebijakan-kebijakan sebagai upaya untuk

menggalakkan program KB di masyarakat, diantaranya:

1. Memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga

miskin, berpendidikan rendah, PUS MUPAR, daerah pedesaan, tertinggal,

terpencil, perbatasan dan daerah dengan unmet need tinggi.

2. Peningkatan kualitas penyediaan dan pemanfaatan alkon MKJP

3. Peningkatan akses informasi dan kualitas pelayanan KR bagi keluarga dan

individu untuk meningkatkan status kesehatan perempuan dan anak dalam

mewujudkan keluarga sehat dengan jumlah anak ideal serta pencegahan

berbagai penyakit seksual dan alat reproduksi.

4. Peningkatan akses informasi dan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi

remaja dalam rangka menyiapkan kehidupan berkeluarga dan

pendewasaan usia perkawinan

5. Peningkatan kemampuan keluarga dalam pengasuhan dan pembinaan

tumbuh kembang anak, pembinaan kesehatan ibu, bayi dan anak serta

pembinaan kualitas hidup keluarga secara terpadu

Page 77: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Upaya Pemerintah dalam Menggalakkan Program Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi Paska R. Situmorang

71

6. Pemberdayaan ketahanan keluarga akseptor KB untuk mewujudkan

kemandiriannya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya

7. Mengoptimalkan upaya-upaya advokasi,promosi dan KIE Program KB

Nasional

8. Pembinaan kuantitas dan kualitas SDM di lini lapangan dan kualitas

manajemen pengelolaan program KB nasional

9. Peningkatan kualitas pengelolaan data dan informasi Program KB

Nasional.

PENUTUP

Pentingnya kesadaran masyarakat akan pengetahuan tentang keluarga

berencana sebagai wujud nyata kepedulian pemerintah dalam mewujudkan

kesejahteraan keluarga pada khususnya dan kesejahteraan rakyat pada umumnya,

karena dewasa ini program keluarga berencana bukan merupakan sesuatu yang

baru lagi bagi masyarakat di Indonesia. Agar upaya pemerintah dalam

pembangunan kesehatan khususnya KB dapat terwujud dibidang kuantitas dan

kualitas hidup bangsa maka perlu adanya peran serta keluarga dan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Eko, 2001, Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan, EGC, Jakara

Depkes R.I, 1996, Modul Pelatihan Bidan di Desa (Klasikal):B-5, Penerbit Depkes, Jakarta

Rabe, Thomas, 2002, Buku Saku: Ilmu Kandungan, Hipokrates, Jakarta.

Soeroso, Santoso, 2004, Mengarustumakan Pembangunan berwawasan Kependudukan di Indonesia, EGC, Jakarta.

Suratun, dkk, 2008, Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Penerbit TIM, Jakarta

Varney, Helen. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. EGC. Jakarta.

World Health Organization, 2007, Profil Kesehatan dan Pembangunan Perempuan di Indonesia, Penerbit Depkes, Jakarta

Aman. 2006. Program KB Diperkuat Lagi. Counter pressure: http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0606/30/.diunduh 30 Maret 2010.

Page 78: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

72

http://www.gemari.or.id/file/kbprognas2005.pdf. diunduh: 02 April 2010

http://www.docstoc.com/docs/5380115/KEBIJAKAN-PROGRAM-KB-NASIONAL-TAHUN-2010/. Diunduh: 02 April 2010

http://www.antaranews.com/berita/1265880800/bkkbn-pkk-tingkatkan-keberhasilan-program-kb . Diunduh : 02 April 2010

Page 79: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Wacana Indonesia Volume 2, Nomor 2, April Tahun 2010 (73 ‐ 84) 

73

PERENCANAAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) YANG RELEVAN DENGAN DUNIA KERJA

Mustari S. Lamada

Staf Pengajar Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar ([email protected])

ABSTRAK

Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Beberapa prinsif yang diperhatikan dalam pengembangan kurukulum SMK antara lain (1) Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum; (2) prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian; (3) prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum; (4) prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat; dan (5) prinsip efektivitas; yakni usaha yang dilakukan dengan pengembangan kurikulum yang tepat sasaran, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Kata Kunci: Kurikulum, Pengembangan, Relevansi, SMK.

PENDAHULUAN

Perkembangan pendidikan di Indonesia ditandai dengan lahirnya berbagai

inovasi pendidikan yang didalamnya terdapat inovasi kurikulum dan inovasi

pembelajaran. Kemudian inovasi-inovasi tersebut diperkuat dengan berbagai

kebijakan. Secara spesifik makalah ini menyajikan inovasi kurikulum yang

berorientasi pada dunia kerja.

Inovasi merupakan suatu ide yang dituangkan dan bersifat baru, walaupun

sesungguhnya tidak ada sesuatu hal yang baru seutuhnya tetapi merupakan

penyesuaian dan perbaikan dari hal yang telah ada. Karakteristik suatu inovasi

adalah; kreatif, baru, praktis, perubahan nilai, ekonomis, dan merupakan suatu

terobosan. Dan lingkup inovasi terdiri dari tiga bagian yaitu inovasi struktur,

inovasi materi (materi teknologi informasi dan komunikasi untuk SMU tahun

Page 80: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

74

2004), dan inovasi proses (e-learning) melalui tahapan konwledge, persuasion,

decision, implmentation, dan confirmation (Rogers, 1983: 164)

Kebijakan Pemerintah tentang Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam

UU No. 20 Tahun 2003, PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, Permen No.22 tahun 2006 tantang Standar Isi, dan Permen No.23

tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Kebijakan-kebijakan tersebut di

atas merupakan landasan dalam pengembangan kurikulum. Kebijakan baru

mengenai pemberlakuan kurikulum yang dikenal dengan istilah KTSP

(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dengan batas akhir penerapan di sekolah

pada tahun ajaran 2009/2010.

PRINSIF PENGEMBANGAN KURIKULUM SMK

Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan

kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan

menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan

prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru

menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi

kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan

prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga

pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang

digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum.

Dituliskan oleh Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima

prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu:

1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di

antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi,

organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-

komponen tersebut memiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan

dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta

didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan

masyarakat (relevansi sosilogis).

Page 81: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Perencanaan Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang Relevan dengan Dunia Kerja Mustari S. Lamada

75

2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan

agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam

pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian

berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu

berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.

3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik

secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman

belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan,

baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun

antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.

4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan

kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain

yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.

5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan

kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara

kualitas maupun kuantitas.

LANDASAN FILOSOFIS PENGEMBANGAN KURIKULUM SMK

Pendidikan nasional di negara kita dewasa ini sedang dihadapkan pada

empat krisis pokok, yang berkaitan dengan kuantitas, relevansi atau efisiensi

eksternal, elitisme, dan manajemen. Sedikitnya ada enam masalah pokok sistem

pendidikan nasional sistem pendidikan nasional:

a. menurunnya akhlak dan moral peserta didik,

b. pemerataan kesempatan belajar,

c. masih rendahnya efisiensi internal sistem pendidikan,

d. status kelembagaan,

e. manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional,

f. sumber daya yang belum profesional.

Menyadari hal tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya

penyempurnaan sistem pendidikan, antara lain dengan dikeluarkannya Undang-

undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Bila sebelumnya

Page 82: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

76

pengelolaan pendidikan merupakan wewenang pusat, maka dengan berlakunya

undang-undang tersebut kewenangannya berada pada pemerintah daerah

kota/kabupaten. Kantor Dinas Pendidikan Nasional pada tingkat kota/kabupaten

dan provinsi harus dapat mempertimbangkan dengan bijaksana kondisi nyata

organisasi maupun lingkungannya, dan harus mendukung pula misi pendidikan

nasional (Diah Harianti, 2007).

Perubahan seperti tersebut di atas berkaitan dengan kurikulum yang

dengan sendirinya menuntut dan mempersyaratkan berbagai perubahan pada

komponen-komponen pendidikan lain. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan

sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

pendidikan tertentu (Diah Harianti, 2007). Tujuan tertentu ini meliputi tujuan

pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi

daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun

oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian kelompok pendidikan

dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang

beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian

tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi,

proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,

pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar

nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi

Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam

mengembangkan kurikulum.

Oleh karena itu dalam rangka peningkatan kualitas kurikulum SMK maka

berbagai hal diupayakan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan

Nasional. Salah satu upaya yang dilakukan adalah perubahan kurikulum dari

kurikulum yang lama ke kurikulum yang dikembangkan, sampai kita mengenal

yang disebut kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).

Page 83: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Perencanaan Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang Relevan dengan Dunia Kerja Mustari S. Lamada

77

KARAKTERISTIK PENDIDIKAN KEJURUAN

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki karakteristik yang berbeda

dengan satuan pendidikan lainnya. Perbedaan tersebut dapat dikaji dari tujuan

pendidikan, substansi pelajaran, tuntutan pendidikan dan lulusannya. Apabila

ditinjau dari sisi tujuan Pendidikan Kejuruan maka Pendidikan kejuruan bertujuan

untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih

lanjut sesuai dengan program kejuruannya.

Dari tujuan pendidikan kejuruan tersebut mengandung makna bahwa

pendidikan kejuruan di samping menyiapkan tenaga kerja yang profesional juga

mempersiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang

yang lebih tinggi sesuai dengan program kejuruan atau bidang keahlian.

Apabila dilihat dari kontek ketenagakerjaan maka pendidikan kejuruan

seyogianya lebih memfokuskan usaha pada komponen pendidikan dan pelatihan

yang mampu mengembangkan potensi psikomotorik manusia secara optimal.

Meskipun pada dasarnya hubungan antara pendidikan kejuruan dan kebijakan

ketenagakerjaan adalah hubungan yang didasari oleh kepentingan ekonomis,

tetapi harus selalu diingat bahwa hubungan penyelenggraan pendidikan kejuruan

tidak semata-mata ditentukan oleh kepentingan ekonomi. Dalam konteks ini

diartikan bahwa pendidikan kejuruan, dengan dalih kepentingan ekonomi, tidak

seharusnya hanya mendidik anak didik dengan seperangkat skill atau kemampuan

spesifik untuk pekerjaan tertentu saja, karena keadaan ini tidak memperhatikan

anak didik sebagai suatu totalitas. Mengembangkan kemampuan spesifik secara

terpisah dari totalitas pribadi anak didik, berarti memberikan bekal yang sangat

terbatas bagi masa depannya sebagai tenaga kerja.

Apabila ditinjau dari aspek peserta didik maka Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) lebih menfokuskan pada peserta didik yang berkeinginan

memiliki kemampuan keterampilan vokasi. Usia peserta didik secara umum pada

rentang 15/16 – 18/19 tahun, atau peserta didik berada pada masa remaja.

Page 84: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

78

Ditinjau dari aspek ekonomi dengan pendidikan kejuruan secara

konseptual dapat dijelaskan dari kerangka investasi dan nilai balikan (value of

return) dari hasil pendidikan kejuruan. Dalam penyelenggaraan pendidikan

kejuruan, baik swasta maupun pemerintah semestinya pendidikan kejuruan

memiliki konsekuensi investasi lebih besar daripada pendidikan umum. Di

samping itu, hasil pendidikan kejuruan seharusnya memiliki peluang tingkat

balikan (rate of return) lebih cepat dibandingkan dengan pendidikan umum.

Kondisi tersebut dimungkinkan karena tujuan dan isi pendidikan kejuruan

dirancang sejalan dengan perkembangan masyarakat, baik menyangkut tugas-

tugas pekerjaan maupun pengembangan karir peserta didik.

Pendidikan kejuruan merupakan upaya mewujudkan peserta didik menjadi

manusia produktif, untuk mengisi kebutuhan terhadap peran-peran yang berkaitan

dengan peningkatan nilai tambah ekonomi masyarakat. Dalam kerangka ini, dapat

dikatakan bahwa lulusan pendidikan kejuruan seharusnya memiliki nilai ekonomi

lebih cepat dibandingkan pendidikan umum.

PERENCANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Dalam naskah akademik Depertemen Pendidikan Nasional tahun 2007

dijelaskan bahwa terdapat 6 aspek yang patut dicermati dalam meningkatkan

relevansi kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja. Dijelaskan tentang pendidikan

kecakapan hidup berisi uraian tentang penerapan kecakapan akademik, pribadi,

sosial, dan kecakapan vokasional. Kecakapan akademik, personal, dan social

diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Kecakapan vokasional

diintegrasikan kedalam mata pelajaran kewirausahaan serta unit produksi,

berorientasi kedalam produk dan jasa. Program pembelajaran kecakapan hidup

disusun dalam dokumen tersendiri tetapi harus merupakan satu kesatuan dengan

dokumen kurikulum SMK. (Dirjen Pendidikan Dasar Dan Menengah, Direktorat

Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2005: 37-39).

Page 85: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Perencanaan Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang Relevan dengan Dunia Kerja Mustari S. Lamada

79

Dalam pelaksanaannya Pendidikan Kecakapan Hidup tertuang dalam

pengembangan orientasi kurikulum SMK yang telah mengalami rekonstruksi dan

rekulturisasi, antara lain sebagai berikut:

1. Orientasi pendidikan dan pelatihan dikembangkan dari azas penyediaan

(supply driven) menjadi azas permintaan pasar (market driven),

2. Pendidikan dan pelatihan berorientasi pada kecakapan hidup (life skill) dan

berwawasan lingkungan,

3. Lulusan SMK harus bisa bekerja secara mandiri (wiraswasta) atau mengisi

lowongan pekerjaan yang ada,

4. Penyusunan kurikulum menggunakan pendekatan berbasis luas dan

mendasar (broad based), berbasis kompetensi (competency-based) dan

berbasis produksi (productionbased learning) multikurikulum di SMK

bagi yang memerlukan,

5. Pola penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan lebih fleksibel dan

permeable, melalui penyediaan multikurikulum, dengan prinsip multi

entry/exit.

6. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan dengan pola pendidikan sistem

ganda (PSG),

7. Memberdayakan seluruh potensi masyarakat (orang tua, dunia kerja dan

sebagainya),

8. Bersinergi dengan jenjang dan jenis pendidikan lainnya.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, secara makro kurikulum SMK harus

dapat dijustifikasi melalui beberapa langkah perencanaan. Langkah perencanaan

yang dimaksud adalah:

a. deskripsi konteks dan kebutuhan program pendidikan kejuruan,

b. deskripsi misi yang harus dibawakan oleh pendidikan kejuruan,

c. deskripsi kebutuhan tujuan umum dan sasaran program,

d. deskripsi kriteria hasil dan manfaat program yang direncanakan

e. deskripsi prosedur dan kordinasi dalam implementasi program.

Page 86: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

80

Setelah kelima langkah tersebut diambil maka selanjutnya program

diimplementasikan dan dievaluasi (Sukamto, 1988).

Dengan demikian perencanaan yang dikembangkan merupakan suatu

kerangka pemikiran yang komprehensif yang dapat dipakai secara terpadu baik

untuk awal perencanaan maupun untuk langkah pengembangan. Dengan demikian

akan terlihat kaitan antara langkah perencanaan di satu pihak dan ketersediaan

data informasi dunia kerja di pihak lain.

Dalam rangka justifikasi pengadaan program pendidikan kejuruan yang

baru, seharusnya diperoleh informasi lapangan yang jelas tentang aspek social

ekonomi masyarakat termasuk lapangan atau kesempatan kerja setelah program

pendidikan kejuruan menghasilkan output (Sukamto, 1988). Informasi yang

dimaksud termasuk data mengenai (1) konteks lapangan kerja, (2) kebutuhan

tenaga kerja yang terperinci dan spesifik, (3) kondisi angkatan kerja saat tertentu,

(4) ketersediaan program pendidikan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

SUBTANSI KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

Setelah membahas tentang karakteristik pendidikan kejuruan, landasan

kurikulum pendidikan kejuruan maka subtansi kurikulum dari pendidikan

kejuruan harus tercermin dari beberapa aspek. Aspek yang dimaksud adalah aspek

orientasi kurikulum, Justifikasi, focus, standar keberhasilan,

Orientasi dimana Kurikulum pendidikan kejuruan harus berorientasi pada

proses dan hasil atau lulusan. Keberhasilan utama kurikulum pendidikan kejuruan

tidak hanya diukur dengan keberhasilan pendidikan peserta didik di sekolah saja,

tetapi juga dengan hasil prestasi kerja dalam dunia kerja. Seperti yang

dikemukakan oleh Finch dan Crunkilton (1984: 12) mengemukakan bahwa:

Kurikulum pendidikan kejuruan berorientasi terhadap proses (pengalaman dan

aktivitas dalam lingkungan sekolah) dan hasil (pengaruh pengalaman dan aktivitas

tersebut pada peserta didik).

Justifikasi untuk program pendidikan kejuruan adalah adanya kebutuhan

nyata tenaga kerja di lapangan kerja atau di dunia usaha dan industri. Dasar

Page 87: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Perencanaan Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang Relevan dengan Dunia Kerja Mustari S. Lamada

81

kebenaran/justifikasi pendidikan kejuruan menurut Finch dan Crunkilton (1984),

meluas hingga lingkungan sekolah dan masyarakat. Ketika kurikulum berorientasi

pada peserta didik, maka dukungan bagi kurikulum tersebut berasal dari peluang

kerja yang tersedia bagi para lulusan.

Fokus kurikulum dalam pendidikan kejuruan tidak terlepas pada

pengembangan pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu, tetapi harus secara

simultan mempersiapkan peserta didik yang produktif. Finch dan Crunkilton

(1984 : 13) mengemukakan bahwa : Kurikulum pendidikan kejuruan berhubungan

langsung dengan membantu siswa untuk mengembangkan suatu tingkat

pengetahuan, keahlian, sikap dan nilai yang luas. Setiap aspek tersebut akhirnya

bertambah dalam beberapa kemampuan kerja lulusan. Lingkungan belajar

pendidikan kejuruan mengupayakan di dalam mengembangkan pengetahuan

peserta didik, keahlian meniru, sikap dan nilai serta penggabungan aspek-aspek

tersebut dan aplikasinya bagi lingkkungan kerja yang sebenarnya.

Kriteria untuk menentukan keberhasilan suatu lembaga pendidikan

kejuruan diukur dari keberhasilan peserta didik di sekolah, mengenai beberapa

aspek yang akan dia masuki. Penilaian keberhasilan pada peserta didik di sekolah

harus pada penilaian sebenarnya atau kemampuan melakukan suatu pekerjaan.

Dengan kata lain bahwa dalam standar keberhasilan sekolah harus berhubungan

erat dengan keberhasilan yang diharapkan dalam pekerjaan, dengan kriteria yang

digunakan oleh guru dengan mengacu pada standar atau prosedur kerja yang telah

ditentukan oleh dunia kerja (dunia usaha dan dunia industri).

Oleh karena itu kurikulum pendidikan kejuruan dalam implementasi

kegiatan pembelajaran perlu didukung oleh fasilitas beajar yang memadai, karena

untuk mewujudkan situasi belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja

secara realistis dan edukatif, diperlukan banyak perlengkapan, sarana dan

perbekalan logistik. Bengkel kerja dan laboratorium adalah kelengkapan utama

dalam sekolah kejuruan yang harus ada sebagai fasilitas bagi peserta didik di

dalam mengembangkan kemampuan kerja sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan

industri.

Page 88: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

82

KESIMPULAN

Dari uraian tersebut maka beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan,

yaitu:

1. Dalam menyusun kurikulum diperlukan sebuah kajian yang komprehesif

tentang kebutuhan kebutuhan dunia kerja ke depan,

2. Penyusunan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja

sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan prinsif kontinuitas,

fleksibilitas, efektif, efisien dan prinsif relevansi dengan dunia kerja,

3. Penyusunan kurikulum harus mengikuti kaidah perencanaan yang baik,

kebutuhan, misi yang diemban, sasaran program, manfaat, serta organisasi

dalam implementasi program.

DAFTAR PUSTAKA

Blank, W.E. (1982). Handbook For Developing Competency Based Training Programs. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.

Block, J.H. (1971). Mastery learning : Theory and Practice. New York : Holt. Rinehart and Wiston. Inc.

Brady, Laurie. (1990). Curriculum Development: Third Edition. London. Prentice Hall. Sydney.1990.

Calhoun, C.C. dan Finch, A.V. (1982). Vocational Education : Concept and Operations. California : Wads Worth Publishing Company.

Curtis, T.E. dan Bidwell, W.W. (1976). Curriculum and Instruction for Emerging Adolescents. New York : State University of New York at Albany.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan Program Keahlian Tata Busana. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Diah Harianti, Naskah Akademik Kebijakan Kurikulum, Depdiknas, 2007.

Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kejuruan (2002). Sejarah Pendidikan Teknik dan Kejuruan di Indonesia : Membangun Manusia Produktif. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

------- (2003). Standar Kompetensi Nasional Bidang Keahlian Tata Busana. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Djohar, A. (2003). Pengembangan Model Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Kejuruan. Bandung : Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Page 89: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Perencanaan Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang Relevan dengan Dunia Kerja Mustari S. Lamada

83

Djojonegoro, W. (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia : Melalui Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

Drake, Susan M., Creating Standards-Based Integrated Curriculum. California: Corwin Press, Inc., 2007

Evarinayanti. (2002). Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency Based Training). Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Finch, C. dan Crunkilton, J.R. (1984). Curriculum Development in Vocational and Technical Education : Planning,Content and Implementation. Boston : Allyn and Bacon, Inc.

Glatthom A. (1994). Developing A Quality Curriculum. Alexandria: ASCD. 1994.

Gronlund, N.E. (1977). Constructing Achievement Test. Englewood Ciffs : Prentice-Hall. Inc.

Hasan, S.H. (1988). Evaluasi Kurikulum. Jakarta : PPLPTK.

Ibrahim, R. dan Sukmadinata, N.S. (1996). Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Ibrahim. (2002). Standar Kurikulum Satuan Pendidikan dan Implikasi bagi Pengembangan Kurikulum dan Evaluasi. Mimbar Pendidikan. Jurnal Pendidikan. No.1 Tahun XXI tahun 2002. Bandung. University Press UPI. 2002.

Indonesia Australia Partnership for Skills Development Program. (2001). Competency Based Training. West Java Institutional Development Project.

Masriam Bukit. (1994). Peran Wilayah Dalam Pengembangan Kurikulum. Inovasi Kurikulum; Jurnal HIPKIN. Volume 1, Nomor 1, Februari 2004. Bandung. 1994.

Mulyasa, E. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Permen No.22 tahun 2006 tantang Standar Isi.

Permen No.23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.

PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Ralph W. Tyler, Basic Priciples of Curriculum and Instructional. Chicago and London: The University of Chicago Press, 1994.

Rogers. M. Everett. (1983). Diffusion of Inovations: Third Edition. London. Collier Macmillan Publishers.

Sleeter, Christine E., Un-Standardizing Curriculum, Multicultural Teaching in the Standard-Based Classroom. Teachers College, Columbia University, 2005.

Soedijarto, Pendidikan sebagai Sarana Reformasi Mental dam Upaya Pembangunan Bangsa. Jakarta: Balai Pustaka, 1998.

Page 90: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

84

Sukamto, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Dirjen Dikti, Jakarta, 1988.

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta. Medya Duta. 2004.

W.B. Ragan, Modern Elementary Curriculum. New York : Holt, Rinehart and Winston, Inc., 1962

Page 91: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Wacana Indonesia Volume 2, Nomor 2, April Tahun 2010 (85‐98) 

85

GOVERNMENT ROLE IN PREVENTING DISEASE HYPERTENSION WITH IMPLEMENTING LIFESTYLE CHANGES

Jagentar P. Pane

Staff Pengajar STIKes Santa Elisabeth Medan ([email protected])

ABSTRACT

Hypertension or commonly known as high blood pressure disease is a condition where a person experiences an increase in blood pressure above normal which resulted in increased morbidity (morbidity) and mortality (mortality). The incidence of hypertension risk factors were divided into 2 factors: factor which can not be changed (age, sex, heredity) and controllable factors (obesity, excessive salt intake, lack of exercise, smoking and alcohol consumption).

Hypertension and its complications can be prevented with a healthy lifestyle and controlling risk factors. Some ways can be done, such as with a healthy lifestyle, among other things, maintain body weight within the normal range, adjust the diet, among others, by consuming fibrous foods, low fat, and reducing salt. Exercise regularly, stop smoking, avoid alcoholic beverages. To realize the government plans to reduce the number of hypertensive disease self-awareness needed to want to implement a healthy lifestyle.

To control hypertension, the Government of Indonesia has done the following steps: distributing manuals, operational guidelines and technical guidelines for hypertension control, carry out advocacy and socialization, develop human resources in controlling hypertension, strengthen networks of hypertension control among others, by forming the Working Group on Hypertension Control , carry out monitoring and evaluation and control of hypertension to develop financing systems. To realize the government plans to reduce the number of hypertensive disease self-awareness needed to want to implement a healthy lifestyle.

Keywords: Hypertension, lifestyle, the role of government

PENDAHULUAN

Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit tekanan darah tinggi

adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di

atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan

angka kematian (mortalitas) (Dalimartha, 2008: 8)

Page 92: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

86

Berdasarkan data Global Burden of Disease (GBD) tahun 2000, 50% dari

penyakit kardiovaskuler disebabkan oleh hipertensi. Data dari The National

Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan bahwa dari

tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%,

yang berarti terdapat 58-65 juta penderita hipertensi di Amerika, dan terjadi

peningkatan 15 juta dari data NHANES tahun 1988-1991. Penyakit

kardiovaskuler menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992 dan 1995

merupakan penyebab kematian terbesar di Indonesia. (Shapo L, et all, 2003)

Menurut Menkes tahun 2010, Pemerintah Indonesia telah memberikan

perhatian serius dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular

termasuk hipertensi. Hal ini dapat dilihat dengan dibentuknya Direktorat

Pengendalian Penyakit Tidak Menular berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

No. 1575 Tahun 2005 dalam melaksanakan pencegahan dan penanggulangan

penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi, diabetes mellitus dan

penyakit metabolik, kanker, penyakit kronik dan penyakit generatif lainnya serta

gangguan akibat kecelakaan dan cedera.

Untuk mengendalikan Hipertensi, Pemerintah Indonesia telah melakukan

langkah-langkah sebagai berikut : mendistribusikan buku pedoman, Juklak dan

Juknis pengendalian hipertensi, melaksanakan advokasi dan sosialisasi,

mengembangkan sumber daya manusia dalam pengendalian hipertensi,

memperkuat jejaring kerja pengendalian hipertensi antara lain dengan

dibentuknya Kelompok Kerja Pengendalian Hipertensi, melaksanakan monitoring

dan evaluasi dan mengembangkan system pembiayaan pengendalian hipertensi.

Salah satu untuk mewujudkan program pemerintah dalam menurunkan jumlah

penyakit hipertensi dibutuhkan partisipasi setiap warga/masyarakat dalam

merubah gaya hidup. Perubahan gaya hidup sulit diubah dalam jangka waktu

pendek. Oleh karenanya, factor yang menentukan dan membantu kesembuhan

penyakit hipertensi pada dasarnya adalah diri sendiri.

Page 93: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Government Role In Preventing Disease Hypertension whit Implementing Lifestyle Change Jagentar P. Pane

87

HIPERTENSI (TEKANAN DARAH TINGGI)

Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit tekanan darah tinggi

adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di

atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan

angka kematian (mortalitas). Penulisan Tekanan darah didasarkan pada dua fase

setiap denyut jantung. Nilai yang lebih tinggi (sistolik) menunjukkan fase darah

yang sedang dipompa oleh jantung sedangkan nilai yang lebih rendah (diastolic)

menunjukkan fase darah kembali ke dalam jantung (Dalimartha, 2008: 8)

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut The Six Report of Joint National Committee on Prevention Defecation and Treatment of High Blood

Kategori Tekanan darah sistolik

(mmHg) Tekanan darah diastolik

(mmHg) Normal Normal tinggi Hipertensi : Tingkat 1 (Ringan) Tingkat 2 (sedang) Tingkat 3 (berat)

< 130 130-139

140-159

160-179

≥ 180

< 85 85-89

90-99

100-109

≥ 110

Sumber: (Mansjoer, 2001: 519)

Tabel 2. Menurut National Institute of Health (lembaga kesehatan nasional di Amerika), mengklasifikasikan Hipertensi sebagai berikut :

Kategori Tekanan darah

sistolik Tekanan darah

diastolik Normal Pra Hipertensi Stadium I (Hipertensi ringan) Stadium II (Hipertensi sedang)

≤ 119 mmHg 120 – 139 mmHg 140 – 159 mmHg ≥ 160 mmHg

< 79 mmHg 80 – 89 mmHg 90 – 99 mmHg ≥ 100 mmHg

Sumber: (Lili Marliani dan Tatan S, 2007: 5)

Page 94: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

88

Tabel 3. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee on Detection, Evaluation and treatment of High Blood Pressure membuat

klasifikasi hipertensi beserta penanganannya

Kategori Tekanan darah

Penanganan Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 < 80 - Normal < 130 < 85 Anjurkan untuk berolahraga Perbatasan (high normal) 130 – 139 85 – 89 Mengubah gaya hidup

Hipertensi : Stadium I : ringan (mild) 140 – 159 90 – 99 Mengubah gaya hidup

Hipertensi : Stadium II : sedang (moderate) 160 – 179 100 – 109 Mengubah gaya hidup

Hipertensi : Stadium III : berat (severe) ≥ 180 ≥ 110 Mengubah gaya hidup

Sumber: (Dalimartha, 2008: 173)

Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), di dalam Guidelines

terakhir tahun 1999, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah

140/90 mmHg. Tekanan darah sama atau lebih dari 160/95 mmHg dinyatakan

sebagai Hipertensi (Lili Marliani dan Tantan S, 2007)

Seseorang yang menderita hipertensi akan memiliki penderitaan yang lebih

berat lagi jika semakin banyak faktor resiko yang menyertai. Hampir 90%

penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya dengan pasti sedangkan 7%

disebabkan oleh kelainan ginjal atau hipertensi renalis dan 3% disebabkan oleh

kelainan hormonal atau hipertensi hormonal serta penyebab lain (Muttaqin, Arif,

2009: 262)

Menurut Dalimartha, 2008 : 21-23; dalam bukunya Care your self

membagi dua kelompok faktor resiko pemicu timbulnya hipertensi yaitu faktor

yang tidak dapat dikontrol dan faktor yang dapat dikontrol.

1. Faktor yang tidak dapat dikontrol

Beberapa faktor yang tidak dapat dikontrol antara lain sebagai berikut :

a. Keturunan

Sekitar 70-80% penderita hipertensi essensial ditemukan riwayat

hipertensi di dalam keluarga. Hipertensi banyak dijumpai pada penderita

Page 95: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Government Role In Preventing Disease Hypertension whit Implementing Lifestyle Change Jagentar P. Pane

89

yang kembar monozigot (satu telur) apabila salah satunya menderita

hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetic mempunyai

peran dalam terjadinya hipertensi.

b. Jenis Kelamin

Hipertensi lebih mudah menyerang kaum laki-laki daripada perempuan.

Hal ini kemungkinan karena laki-laki banyak memiliki faktor pendorong

terjadinya hipertensi seperti stress, kelelahan, dan makan tidak terkontrol.

Peningkatan resiko terjadinya hipertensi pada perempuan adalah ketika

memasuki usia 45 tahun (setelah masa menopause).

c. Umur

Pada umumnya, hipertensi menyerang pria pada usia di atas 31 tahun,

sedangkan pada wanita terjadi setelah usia 45 tahun (menopause).

2. Faktor yang dapat dikontrol

Beberapa faktor yang dapat dikontrol antara lain sebagai berikut :

a. Kegemukan

Berdasarkan penelitian, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi

hipertensi. Telah dibuktikan pula bahwa faktor kegemukan mempunyai

kaitan erat dengan terjadinya hipertensi di kemudian hari. Walaupun

belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dengan hipertensi

esensial, tetapi penelitian membuktikan bahwa daya pompa jantung dan

sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi

dibandingkan dengan penderita hipertensi dengan berat badan normal.

Seorang baru disebut menderita obesitas, bila berat badannya pada laki-

laki melebihi 15% dan pada wanita melebihi 20% dari berat badan ideal

menurut umurnya. Pada orang yang menderita obesitas, organ-organ

tubuh dipaksa harus bekerja lebih berat, karena harus membawa

kelebihan berat badan yang tidak memberikan manfaat langsung. Karena

itu mereka merasa lebih cepat gerah (merasa panas) dan lebih cepat

berkeringat untuk menghilangkan kelebihan panas tersebut (Prof. DR.

Achmad Djaeni,M.Sc, 204: 47).

Page 96: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

90

b. Konsumsi garam berlebih

Garam mempunyai sifat menahan air. Konsumsi garam yang berlebihan

dengan sendirinya akan menaikkan tekanan darah. Sebaiknya hindari

pemakaian garam yang berlebihan atau makanan yang diasinkan. Hal ini

tidak berarti menghentikan pemakaian garam sama sekali dalam

makanan. Namun sebaiknya penggunaan garam dibatasi seperlunya saja.

c. Kurang olah raga

Olahraga isotonic, seperti bersepeda, jogging, dan aerobic yang teratur

dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan

tekanan darah. Orang yang kurang aktif berolah raga pada umumnya

cenderung mengalami kegemukan.

Olahraga juga dapat mengurangi atau mencegah obesitas serta

mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Garam akan keluar dari

dalam tubuh bersama keringat.

d. Merokok dan konsumsi alkohol

Hipertensi juga dirangsang oleh adanya nikotin dalam batang rokok yang

dihisap seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nikotin dapat

meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah. Selain itu,

nikotin juga dapat menyebabkan terjadinya pengapuran pada dinding

pembuluh darah.

Efek dari konsumsi alkohol juga merangsang hipertensi karena adanya

peningkatan sintesis katekolamin yang dalam jumlah besar dapat memicu

kenaikan tekanan darah.

KOMPLIKASI HIPERTENSI

Beberapa penyakit yang timbul sebagai akibat hipertensi diantaranya sebagai

berikut:

a. Penyakit Jantung Koroner

Penyakit ini sering dialami penderita hipertensi sebagai akibat terjadinya

pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung. Penyempitan

pembuluh darah jantung menyebabkan berkurangnya aliran darah pada

Page 97: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Government Role In Preventing Disease Hypertension whit Implementing Lifestyle Change Jagentar P. Pane

91

beberapa bagian otot jantung. Hal ini menyebabkan rasa nyeri di dada

dan dapat berakibat gangguan pada otot jantung, bahkan dapat

menyebabkan timbulnya serangan jantung.

b. Gagal Jantung

Tekanan darah yang tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat

untuk memompa darah. Kondisi itu berakibat otot jantung akan menebal

dan meregang sehingga daya pompa otot menurun. Pada akhirnya dapat

terjadi kegagalan jantung secara umum. Tanda-tanda adanya komplikasi

yaitu sesak nafas, nafas putus-putus (pendek) dan terjadi pembengkakan

pada tungkai bawah serta kaki.

c. Kerusakan Pembuluh darah otak

Beberapa penelitian di luar negeri, mengungkapkan bahwa hipertensi

menjadi penyebab utama pada kerusakan pembuluh darah otak. Ada dua

jenis kerusakan yang ditimbulkan yaitu pecahnya pembuluh darah dan

rusaknya dinding pembuluh darah. Dampak akhirnya, seseorang bisa

mengalami stroke dan kematian.

d. Gagal Ginjal

Gagal ginjal merupakan peristiwa dimana ginjal tidak dapat berfungsi

sebagaimana mestinya. Ada dua jenis kelainan ginjal akibat hipertensi,

yaitu nefrosklerosis benigna dan nefrosklerosis maligna. Nefrosklerosis

benigna terjadi pada hipertensi yang berlangsung lama sehingga terjadi

pengendapan fraksi-fraksi plasma pada pembuluh darah akibat proses

menua. Hal ini akan menyebabkan daya permeabilitas dinding pembuluh

darah berkurang. Adapun nefrosklerosis maligna merupakan kelainan

ginjal yang ditandai dengan naiknya tekanan diastole di atas 130 mmHg

yang disebabkan terganggunya fungsi ginjal. (Dalimartha, 2008 : 13-14)

PENCEGAHAN HIPERTENSI

Menurut Dalimartha 2008: 43-54; dalam bukunya Care Your Self

Hipertensi, para penderita hipertensi perlu mengadakan perubahan gaya hidup

yang positif. Ada beberapa langkah yang dapat dijalakan untuk menurunkan

tekanan darah tinggi (hipertensi), diantaranya adalah sebagai berikut:

Page 98: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

92

1. Mengontrol pola makan

Untuk menjaga dan mengatasi hipertensi dengan diet, penderita harus

mengontrol dan mengatur pola makan sehari-hari yang baik dan seimbang. Karena

penyebab hipertensi pada setiap orang berbeda maka tata cara diet ini juga harus

dikonsultasikan dengan dokter atau ahli gizi.

Untuk membantu menanggulangi tekanan darah tinggi dengan pola diet

makanan baik dan seimbang, secara garis besar ada empat macam diet, yaitu diet

rendah garam, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas, diet tinggi serat, serta

diet rendah kalori bagi yang kegemukan.

1.1. Diet rendah garam

Ada tiga macam diet rendah garam (sodium), yaitu :

‐ Diet ringan, boleh mengkonsumsi 1,5-3 gram sodium per hari, senilai

dengan 3,75-7,5 gram garam dapur.

‐ Diet menengah, boleh mengkonsumsi 0,5-1,5 gram sodium per hari, senilai

dengan 1,25-3,75 gram garam dapur.

‐ Diet berat, hanya boleh mengkonsumsi kurang dari 0,5 gram sodium atau

kurang dari 1,25 gram garam dapur per hari.

Tujuan diet rendah garam adalah untuk membantu menghilangkan retensi

(penahan) air dalam jaringan tubuh sehingga dapat menurunkan tekanan darah.

Walaupun rendah garam, yang penting diperhatikan dalam melakukan diet ini

adalah komposisi makanan harus tetap mengandung cukup zat-zat gizi, baik

kalori, protein, mineral, maupun vitamin yang seimbang.

Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan diet rendah garam

diantaranya :

a. Jangan menggunakan garam dapur, baik untuk penyedap masakan atau

dimakan langsung.

b. Hindari bahan makanan awetan yang diolah menggunakan garam dapur,

misalnya kecap, margarine, mentega, keju, terasi, petis, biscuit, ikan asin,

sarden, sosis, corned beef, dan peanut butter.

Page 99: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Government Role In Preventing Disease Hypertension whit Implementing Lifestyle Change Jagentar P. Pane

93

c. Hindari bahan makanan yang diolah dengan menggunakan bahan

tambahan atau penyedap rasa seperti saos dan tauco.

d. Hindari penggunaan penyedap rasa atau menambah kelezatan masakan.

e. Hindari penggunaan baking soda atau obat-obatan yang mengandung

sodium

f. Batasi konsumsi bahan makanan hewani maupun nabati yang kandungan

natriumnya tinggi.

g. Batasi minuman yang bersoda seperti softdrink.

1.2. Diet rendah kolesterol dan lemak terbatas

Bertujuan untuk menurunkan kadar kolesterol darah dan menurunkan berat

badan bagi penderita yang kegemukan. Beberapa hal yang harus diperhatikan

dalam mengatur diet ini antara lain sebagai berikut :

a. Hindari penggunaan lemak hewan, margarine, dan mentega terutama

goring-gorengan atau makanan yang digoreng dengan minyak.

b. Batasi konsumsi daging, hati, limpa, dan jenis jeroan lainnya serta sea food

(udang, kepiting), minyak kelapa, dan kelapa (santan).

c. Gunakan susu skim untuk pengganti susu full cream.

d. Batasi konsumsi kuning telur, paling banyak tiga butir dalam seminggu.

e. Lebih sering mengkonsumsi tempe, tahu, dan jenis kacang-kacangan

lainnya. Konsumsi ini sebaiknya direbus atau dikukus, jangan digoreng.

f. Batasi penggunaan gula dan makanan yang manis-manis seperti sirup,

dodol, kue, biscuit dan lain-lain.

g. Lebih banyak mengkonsumsi sayuran dan buah- buahan kecuali durian

dan nangka. Selain itu juga diperhatikan gabungan makanan yang

dikonsumsi karena perlu disesuaikan dengan kadar kolesterol darah.

1.3. Diet tinggi serat

Penderita tekanan darah tinggi dianjurkan setiap hari mengkonsumsi

makanan berserat tinggi. Beberapa contoh jenis bahan makanan yang

mengandung serat tinggi adalah :

Page 100: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

94

a. Golongan buah-buahan seperti jambu biji, belimbing, jambu bol,

kedondong, anggur, markisa, papaya, jeruk, mangga, apel, semangka dan

pisang.

b. Golongan sayuran seperti daun bawang, kecipir muda, jamur, bawang

putih, daun dan kulit melinjo, buah kelor, daun kacang panjang, kacang

panjang, daun kemangi, daun katuk, daun singkong, daun ubi jalar, daun

seledri, tomat, kangkung, touge, buncis, kol, wortel, bayam dan sawi.

c. Golongan protein nabati seperti kacang tanah, kacang hijau, kacang

kedelai, kacang merah, dan biji-bijian (beras merah, jagung, dll).

d. Makanan lainnya seperti agar-agar dan rumput laut.

2. Tingkatkan konsumsi potassium dan magnesium

Pola makan yang rendah potassium dan magnesium menjadi salah satu

factor pemicu tekanan darah tinggi. Buah-buahan dan sayuran segar merupakan

sumber terbaik bagi kedua nutrisi tersebut. Tidak heran jika dokter menyarankan

agar penderita hipertensi memperbanyak konsumsi buah-buahan dan sayuran

untuk menurunkan tekanan darah tinggi.

3. Makan-makanan jenis padi-padian

Dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam American Journal of Clinical

Nutrition ditemukan bahwa pria yang mengkonsumsi sedikitnya satu porsi sereal

dari jenis padi-padian per hari mempunyai kemungkinan yang sangat kecil (0-

20%) untuk terkena penyakit jantung. Semakin banyak konsumsi padi-padian,

semakin kecil resiko penyakit jantung koroner, termasuk terkena penyakit

hipertensi. Satu langkah penting menurunkan tekanan darah dan menghindari

komplikasi akibat hipertensi adalah mengkonsumsi roti gandum dan makan beras

tumbuh atau beras merah (Lili Marliani dan Tantan S, 2007).

4. Tingkatkan aktivitas

Tidak diragukan, penderita hipertensi yang banyak aktivitas dapat

menurunkan tekanan darahnya. Anda tidak perlu berolahraga seperti seorang atlit,

tetapi hanya 30-45 menit per hari selama lima hari dalam seminggu cukup untuk

menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi). Olahraga fisik yang tidak

dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olahraga yang menuntut pengerahan

Page 101: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Government Role In Preventing Disease Hypertension whit Implementing Lifestyle Change Jagentar P. Pane

95

tenaga yang tiba-tiba atau upaya yang terus-menerus. Ini mencakup semua

olahraga yang melibatkan pernafasan yang dipaksakan dan yang menaikkan

tekanan darah : tinju, lari jarak pendek, menyelam, lempar cakram dan tolak

peluru, push-up dan lain-lain (Hans P. Wolff, M.D, 2006: 151)

American College of Sports Medicine (ACSM) pada tahun 2004,

menyatakan bahwa hubungan olahraga dengan hipertensi, antara lain sebagai

berikut :

‐ Individu yang kurang aktif berolahraga mempunyai resiko menderita

hipertensi 30-50% lebih besar daripada individu yang aktif bergerak.

‐ Sesi olahraga rata-rata menurunkan tekanan darah 5-7 mmHg. Pengaruh

penurunan tekanan darah ini dapat berlangsung sampai 22 jam setelah

berolahraga.

‐ Pengaruh olahraga jangka panjang (4-6 bulan) menurunkan tekanan darah

7,4/5,8 mmHg tanpa obat hipertensi.

‐ Penurunan tekanan darah sebanyak 2 mmHg, baik sistolik maupun

diastolic mengurangi resiko terhadap stroke sampai 14-17% dan resiko

terhadap penyakit kardiovaskuler sampai 9%.

‐ Pada individu dengan kelebihan berat badan sangat dianjurkan untuk

menurunkan berat badannya dengan olahraga dan diet rendah kalori.

Penurunan berat badan 4,5 kg dapat menurunkan tekanan darah pada

penderita hipertensi.

5. Sertakan bantuan dari kelompok pendukung

Sertakan keluarga dan teman menjadi kelompok pendukung pola hidup

sehat. Dukungan dan partisipasi orang lain membuat lebih mudah dan lebih asyik

bagi setiap orang. Penelitian menunjukkan dukungan kelompok terbukti berhasil

dalam mengubah gaya hidup untuk mencegah hipertensi.

6. Berhenti merokok dan hindari konsumsi alcohol berlebih

Walaupun rokok tidak ada hubungan langsung dengan timbulnya

hipertensi, tetapi merokok meningkatkan resiko komplikasi lain seperti penyakit

jantung dan stroke pada penderita hipertensi.

Page 102: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

96

7. Terapi Air

Terapi alami yang didasari penggunaan air secara internal (dengan minum

air) dan eksternal sebagai pengobatan berbagai penyakit.

Prosedur terapi air dilakukan dengan cara : setiap pagi setelah bangun tidur

segera minum 1,5 liter atau sekitar 5-6 gelas. Air harus berada pada suhu kamar.

Cara yang paling aman agar tidak terlalu berat menjalankannya adalah dengan

memasukkan air ke dalam botol air mineral berukuran 1,5 liter dan menyimpan

botol tersebut di samping tempat tidur sebelum tidur. Pada awalnya, mungkin sulit

meminum air sebanyak itu dalam waktu singkat, tetapi secara berangsur-angsur

pasti akan terbiasa. Pertama; minumlah 2 gelas air, lalu dilanjutkan 1 gelas setiap

5 menit, sampai air sebanyak 1,5 liter habis. Terapi ini akan efektif bila tidak

minum atau makan selama 1 jam sebelum dan sesudah minum 1,5 liter air

tersebut.

Konsumsi air lebih dari atau minimal 2 liter per hari adalah cara terbaik

untuk membersihkan tubuh dari racun-racun. Lebih dari 60% tubuh manusia

terdiri dari air yang berbentuk darah dan cairan tubuh lain. Darah dan cairan

tubuh tersebut harus selalu dibersihkan. Jika darah lebih kental maka jantung akan

bekerja lebih keras dalam menyaring berbagai kotoran dan racun dari luar tubuh

serta mendistribusikan nutrient ke bagian tubuh yang lain. Air minum sangat

penting peranannya dalam metabolism dan merupakan kebutuhan yang sangat

mendasar bagi tubuh. Hal ini disebabkan oleh karena air berguna untuk;

(1) mengurangi sisa metabolism dan racun tubuh termasuk mineral anorganik; (2)

mengatur suhu tubuh dan (3) merawat kulit agar tetap sehat.

PERAN PEMERINTAH DALAM PENCEGAHAN HIPERTENSI

Pemerintah Indonesia telah memberikan perhatian serius dalam

pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular termasuk hipertensi. Hal

ini dapat dilihat dengan dibentuknya Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak

Menular berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1575 Tahun 2005 dalam

melaksanakan pencegahan dan penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh

darah termasuk hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit metabolik, kanker,

Page 103: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Government Role In Preventing Disease Hypertension whit Implementing Lifestyle Change Jagentar P. Pane

97

penyakit kronik dan penyakit generatif lainnya serta gangguan akibat kecelakaan

dan cedera.

Dalam pencegahan dan penanggulangan hipertensi berbagai upaya telah

dilakukan oleh Pemerintah, yaitu penyusunan berbagai kebijakan berupa

pedoman, Juklak dan Juknis pengendalian hipertensi. Pencegahan dan

penanggulangan hipertensi sesuai dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah

(local area specific). Memperkuat logistik dan distribusi untuk deteksi dini faktor

risiko penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertens. Meningkatkan

surveilans epidemiologi dan sistem informasi pengendalian hipertensi.

Mengembangkan SDM dan sistem pembiayaan serta memperkuat jejaring serta

monitoring dan evaluasi pelaksanaan.

Menkes juga mengatakan hipertensi dan komplikasinya dapat dicegah

dengan gaya hidup sehat dan mengendalikan faktor resiko. Caranya, pertahankan

berat badan dalam kondisi normal. Atur pola makan, dengan mengkonsumsi

makan rendah garam dan rendah lemak serta perbanyak konsumsi sayur dan buah.

Lakukan olahraga dengan teratur. Atasi stres dan emosi, hentikan kebiasaan

merokok, hindari minuman beralkohol, dan periksa tekanan darah secara berkala.

PENUTUP

Upaya pencegahan komplikasi hipertensi tidak hanya diperlukan tenaga

medis saja,akan tetapi perlu kerja sama dengan penderita, niat yang kuat dari

penderita, kesadaran keluarga dan lingkungan sangat penting untuk keberhasilan

pengobatan hipertensi. Penyuluhan pada masyarakat lewat media apa saja juga

sangat penting untuk menyadarkan masyarakat betapa bahayanya penyakit

hipertensi dan pentingnya usaha pencegahan secara awal agar tidak terkena

serangan jantung di kemudian hari. Selain pengobatan medik, hipertensi dapat

juga disembuhkan dengan cara merubah gaya hidup. Perubahan gaya hidup sulit

dilakukan dalam jangka pendek, oleh karenanya faktor utama yang menentukan

dan membantu kesembuhan penyakit hipertensi adalah diri sendiri.

Pemerintah juga sangat memberikan perhatian yang serius dalam

menurunkan prevalensi penyakit hipertensi, hal ini dibuktikan oleh pendapat

Menkes dalam kegiatan ”The 4th Scientific Meeting on Hypertension” bahwa

Page 104: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

98

hipertensi dan komplikasinya dapat dicegah dengan gaya hidup sehat dan

mengendalikan faktor resiko. Caranya, pertahankan berat badan dalam kondisi

normal. Atur pola makan, dengan mengkonsumsi makan rendah garam dan rendah

lemak serta perbanyak konsumsi sayur dan buah. Lakukan olahraga dengan

teratur. Atasi stres dan emosi, hentikan kebiasaan merokok, hindari minuman

beralkohol, dan periksa tekanan darah secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA

Arjantmo (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3 jilid 1, Balai Penerbit FKUI : Jakarta

Dalimartha, Setiawan. 2008. Care your self, hipertensi. Penebar Plus . Jakarta.

Mansjoer Arief. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Media Aesculapius. Jakarta.

Muttaqin, Arif.2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Salemba Medika. Jakarta.

Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. EGC. Jakarta.

Rkhaneni Heni (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, EGC. Jakarta

Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2006. Ilmu Gizi I. PT. Dian Rakyat. Jakarta.

Shapo L, Pomerleau J, McKee M. 2003. Epidemiology of Hypertension and Associated Cardiovascular Risk Factors in a Country in Transition. Albania: Journal Epidemiology Community Health.

Tatan S & Marliani Lili. 2007. 100 Questions & Answers Hipertensi. PT.Gramedia. Jakarta

Yogiantoro M. 2006. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. FK. UI. Jakarta: FK UI.

Yunis Tri, dkk. 2003. Blood Presure Survey Indonesia Norvask Epidemiology Study. Medika. Jakarta.

Wolff, Hans P, M.D.2006. Cara Mendeteksi dan Mencegah Tekanan Darah Tinggi Sejak Dini. PT. Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.

Valentina L. Brashers. 2006. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen. EGC. Jakarta.

Irawan, Bambang. 2007. Jantung Koroner Penyebab Kematian Nomor Satu di Dunia.http://melilea-organik.com. Diunduh tanggal 20 Februari 2010

(2010). Hipertensi Pembunuh Ketiga Setelah Stroke dan TBC. http://www.lawupos.net. Diunduh tanggal 24 Februari 2010.

Page 105: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Wacana Indonesia Volume 2, Nomor 2, April Tahun 2010 (99 ‐ 110) 

99

PEMBERIAN RANGKUMAN SEBAGAI STRATEGI PEMBELAJARAN

Muh. Ilyas Ismail

Staf Pengajar Fakultas Tarbiyah UIN Alauddin Makassar

ABSTRAK

Tulisan ini membahas tentang pemberian rangkuman sebagai salah satu komponen strategi pembelajaran yang memegang peranan penting dalam meningkatkan hasil belajar secara optimal. Rangkuman dapat dilakukan pada awal pembelajaran, dan dapat pula diberikan pada akhir pembelajaran. Rangkuman merupakan komponen strategi yang memuat semua bagian isi bidang studi yang penting, misalnya pengertian-pengertian singkat dari konsep, prosedur, atau prinsip yang dipelajari. Ada lima jenis rangkuman yang sering digunakan dalam pembelajaran yaitu: Rangkuman verbal, Rangkuman diagram, Rangkuman tabulasi, Rangkuman rumpun pohon, Rangkuman skematik. Sedangkan Strategi Pemberian rangkuman yang sering digunakan yaitu: peserta didik dimintak membuat rangkuman tentang apa yang telah diajarkan, dan peserta didik dimintak membuat rangkuman tentang apa yang telah dibaca untuk memperlihatkan unjuk kerja yang lebih baik.

Kata Kunci: Pembelajaran, Rangkuman, Hasil Belajar.

PENDAHULUAN

Belajar sebagai suatu aktivitas yang disadari dan berorientasi tujuan

melibatkan berbagai macam strategi, agar hasiInya lebih permanen. Salah satu di

antaranya adalah rangkuman dengan berbagai Jenis karalaeristiknya mampu

membuat pembelajar menjadi aktif dan terlibat langsung dalam proses

perubahan dirinya. Pemberian rangkuman dalam materi belajar melibatkan

proses kognitif yang memungkinkan pembelajar mengintegrasikan pengetahuan

yang telah dimilikinya.

Keberhasilan pembelajaran tidak terlepas, dari keberhasilan pengajar

dalam merancang, mengelolah dan mengevaluasi pembelajaran. Tugas utama

pengajar membantu, peserta didik dengan upaya menimbulkan

peristiwa-peristiwa yang dapat memudahkan tejadinya belajar. Karena

proses belajar dapat berhasil apabila didukung oleh peristiwa-peristiwa atau

Page 106: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

100

kondisi-kondisi, baik secara internal dari anak didik maupun secara ekstemal yang

berasal dari luar dirinya.

Salah satu strategi yang dapat membantu peserta didik mencapai

hasil yang optimal dalam pembelajaran adalah pemberian rangkuman dalam

mengajar. Dengan pemberian rangkuman dari materi yang disajikan akan

membantu anak didik memahami pokok-pokok isi pembelajaran, apakah berupa

konsep, prosedur, atau prinsip. Pemberian rangkuman sangat penting dalam

mengingat ide-ide pokok dari materi yang disajikan, sehingga mencegah

timbulnya kelupaan dan mengurangi kesulitan-kesulitan yang dialami anak didik

dalam mengingat seluruh isi teks. Dengan demikian maka pemberian

rangkuman sebagai review terhadap apa yang telah dipelajari, tidak hanya

memperkuat ingatan, tetapi juga sebagai pendalaman dari apa yang dipelajari.

Pemberian rangkuman sebagai salah satu strategi peng-

organisasian juga akan membuat isi pengajaran menjadi lebih bermakna

bagi siswa, karena dengan menunjukkan ide-ide pokok dari materi yang disajikan

dapat memusatkan perhatian siswa terhadap isi yang dipelajari. Hal tersebut pada

akhirnya dapat mengatasi dan mengurangi sekecil mungkin kesulitan-kesulitan

yang dihadapi siswa dalam memahami materi yang disajikan, hal ini sejalan

dengan tugas utama guru yaitu membantu siswa dalam belajar.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dalam tulisan ini

dikemukakan permasalahan pokok sebagai berikut : Bagaimana peran pemberian

rangkuman sebagai strategi Pembelajaran dalam Pencapaian Hasil Belajar. Untuk

menjawab permasalahan ini, maka pembahasan dimulai dengan Landasan

Pemberian Rangkuman; Rangkuman dan Hasil Belajar; kemudian diakhiri dengan

kesimpulan.

LANDASAN PEMBERIAN RANGKUMAN

Pemberian rangkuman merupakan suatu strategi pengorganisasian,

pengajaran dalam proses belajar mengajar yang bertujuan untuk menambah

pemahaman siswa terhadap materi yang disajikan. Proses belajar mengajar itu

sendiri pada hakikatnya adalah merupakan suatu sistem pemrosesan informasi.

Page 107: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Pemberian Rangkuman sebagai Strategi Pembelajaran Muh. Ilyas Ismail

101

Joyce dan Weil (1980), orang pertama kali mengetengahkan konsep ini,

memandang bahwa belajar adalah sebagai proses mental yang mentransformasi

informasi dari somber luar (stimulus) menjadi out-put (respon). Proses

transformasi ini terjadi sejak dari sensory registers, penyimpanan jangka pendek

(short term memory), sampai penyimpanan jangka panjang (long term

memory).

Gage dan Berliner (1979) menekankan terhadap pentingnya pemberian

rangkuman dalam proses belajar mengajar dengan: mengatakan bahwa

kebermaknaan informasi yang disajikan selama pembelajaran dengan membuat

assosiasi-assosiasi yang memungkinkan. Selain itu mereka juga menyarankan

pentingnya pengorganisasian pengajaran yang memperhatikan susunan

superordinat, ordinat, dan subordinat dengan hirarki yang jelas dan benar ke

dalam suatu bagan yang bermakna.

Hal lain yang dianggap dapat meningkatkan assosiasi peserta didik

sehingga dapat mempermudah untuk memasukkan pengetahuan baru kedalam

struktur kognisinya adalah skemata. Skemata dimaksudkan, agar informasi yang

disajikan dalam proses belajar mengajar itu disesuaikan dengan skemata yang

telah dimiliki oleh peserta didik. Kajian teoritik yang berkaitan dengan

skemata seperti yang dilakukan oleh Anderson, Spiro, (1978) membuktikan

bahwa skemata yang telah dimiliki oleh peserta didik menjadi penentu utama

terhadap pengetahuan apa yang akan dipelajari oleh peserta didik (siswa).

Kajian-kajian lain yang secara teoritik yang berkaitan dengan pemberian

rangkuman banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa

perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dan struktur kognitif

yang sudah dimiliki peserta didik (Degeng, 1988). Sedangkan Ausubel (1963)

mengemukakan bahwa pengetahuan diorganisasi oleh ingatan peserta didik dalam

bentuk struktur hirarkhis.

Temuan-temuan penelitian yang berkaitan dengan strategi

pengorganisasian pengajaran dalam konteks persekolahan membuktikan bahwa

perolehan hasil belajar peserta didik yang belajar dengan pemberian rangkuman

Page 108: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

102

teruji lebih unggul dari pada perolehan hasil belajar peserta didik tanpa pemberian

rangkuman. Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Ross dan Divesta.

(1976) serta Dansereau (1985) membuktikan bahwa peserta didik yang diajarkan

atau disuruh membuat rangkuman tentang apa. yang telah diajar atau disuruh

membuat rangkuman tentang apa yang telah dibaca akan memperlihatkan unjuk

kerja yang lebih baik dalam teks, dari pada peserta didik yang hanya membaca

teks berulang-ulang tanpa membuat rangkuman. Hal yang sama ditemukan oleh

Spurlin, Dansereau, dan Brooks (1980) menyimpulkan bahwa belajar dengan

rangkuman lebih efektif dari pada tanpa rangkuman. Sedangkan Degeng (1988),

penelitian dalam rangka penulisan disertasi menyimpulkan bahwa pemberian

rangkuman memiliki pengaruh yang efektif pada perolehan belajar dan dapat

meningkatkan potensi belajar, dalam mempermudah peserta didik belajar.

Pemberian rangkuman dalam materi belajar yang membutuhkan ingatan

memperlihatkan perbedaan perolehan hasil belajar antar peserta didik yang diberi

rangkuman dengan peserta didik tanpa rangkuman (Thomson dan Barnett, 1986).

Demikian pula temuan-temuan penelitian yang pernah dilakukan oleh Reder dan

Anderson (1980), Reder (1985), dan Merrill dan Stolurow (1966)

kesemuanya memberikan dukungan terhadap besarnya, manfaat

pemberian rangkuman untuk meningkatkan perolehan belajar dalam

pengajaran.

Bertolak dari pendapat di atas maka pemberian rangkuman sebagai

salah satu komponen teori elaborasi dalam komunikasi pembelajaran, juga

dipandang sebagai konsepsi psikologi kognitif, berhubungan sangat erat dengan

struktur kognitif, skemata, pemrosesan, informasi dan ingatan yang menjadi

penentu dalam kebermaknaan belajar dari peserta didik.

Teori kognitif memandang bahwa belajar adalah suatu perubahan

di dalam struktur mental seseorang, menyediakan kemampuan-kemampuan untuk

menunjukkan perubahan pada tingkah laku, struktur mental ini termasuk

pengetahuan, kepercayaan, keterampilan, harapan-harapan dan mekanisme

lainnya yang ada dalam kepala peserta didik (Eggen, P dan Kauchak, D,

1997:238). Belajar sebagai sistem pemrosesan informasi dan struktur kognitif

Page 109: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Pemberian Rangkuman sebagai Strategi Pembelajaran Muh. Ilyas Ismail

103

yang dimiliki peserta didik menjadi faktor utama, yang mempengaruhi perolehan

pengetahuan baru.

Kognisi itu sendiri, adalah proses yang mengubah, mereduksi, merinci,

menyimpan, mengungkapkan, dan memakai setiap masukan (input) yang datang

dari alat indera (Sarwono, 1991: 91). Kognisi mengandung proses berfikir dan

proses mengamati yang menghasilkan, memperoleh, menyimpan dan

memproduksi pengetahuan (Haditono, 1988:182)

Setiap orang mempunyai struktur kognitif yang mengorganisasikan

pengetahuan dan perbuatannya dalam hubungannya dengan alam sekitarnya.

Dengan struktur kognitif pula setiap orang mengorganisasikan informasi-

informasi baru dan menempatkan secara teratur dan menyeluruh sehingga

terbentuk satu sistem struktur kognitif yang baru. Dalam usaha untuk

menyesuaikan diri dengan berbagai peristiwa, orang, berusaha mengasimilasikan

struktur kognitifnya yang telah ada.

Teori skemata merupakan hal penting karena dapat membantu pengajar

untuk memahami latar belakang pengetahuan peserta didik di dalam belajar

(Eggen, P dan Kuchak, D. 1997: 247):` Itulah sebabnya perlu sekali adanya

pengorganisasian isi dan penataan kondisi pembelajaran yang dapat memudahkan

asimilasi pengetahuan baru. Asimilasi dimaksudkan adalah kecenderungan

organisasi untuk mengubah lingkungannya guna menyesuaikan dengan

dirinya (Haditono, 1988:176).

Selain dari struktur kognitif dan skemata, pemberian rangkuman berpijak

pula pada konsepsi pemrosesan informasi dan ingatan, secara singkat teori

pemrosesan informasi menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada

sensory storage (gudang inderawi), kemudian masuk ke short term

memory (STM, memori jangka pendek); lalu dilupakan atau dikoding untuk

dimasukkan ke dalam long term memory (LTM, memory jangka panjang)

Rakhmat. J, 1991: 66). Bila informasi dapat dipertahankan pada STM maka ia

akan masuk kedalam LTM sehingga terjadilah ingatan. Ingatan ialah satu sistem

dalam diri seseorang yang menerima, menyimpan, mengatur dan mengeluarkan

Page 110: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

104

kembali informasi yang sebelumnya telah diterima dari luar (Coon dalam

Soekamto, T. 1993: 95). Informasi yang disimpan dalam gambaran akan

lebih mudah diingat kembali dari pada yang disimpan dalam bentuk

verbal. Ingatan merupakan kecakapan untuk menerima, menyimpan, dan

memproduksi kesan-kesan di dalam belajar (Sardinian, 1990: 45)

Pemrosesan informasi dalam ingatan dimulai dengan proses penyanyian

informasi, kemudian menyimpan informasi dan berakhir dengan mengungkapkan

kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan. Penyimpanan

adalah cara bagaimana suatu informasi itu dikode atau dipresentasikan, bagaimana

ia diatur, bagaimana ia dikelompokkan, dan bagaimana pula ia dipertahankan

dalam ingatan permanen atau jangka -panjang. Pengambilan kembali adalah

bagaimana cara informasi itu dicari dan dimana dicari dan bagaimana informasi itu

diatur bagi penggunaan.(Rompas,L, 1985:49). Norman dan Bobrow memandang

bahwa organisasi ingatan sebagai prototype yaitu struktur repsentasi dari informasi-

informasi yang telah diperoleh, berfungsi sebagai kerangka untuk mengaitkan

informasi baru ( Degeng, 1989:130).

Mengingat adalah suatu aktifitas kognitif, dimana orang menyadari

pengetahuan berasal dari masa yang lampau atau berdasarkan kesan-kesan yang

diperoleh dimasa lampau (Winkel, 1989:42). Suatu stimulus yang berasal dari

lingkungan (termasuk dari suatu medium) memasuki penginderaan, kemudian

memasuki ingatan. Apakah ia ingatan permanen (ingatan jangka panjang) ataukah

ingatan kerja (ingatan jangka pendek), tergantung dari pengendalian

pengolahan pusat yang menentukan prioritas dan rencana pada saat itu (Rompas, 1,

1984:17).

Berdasarkan tentang peningkatan faktor ingatan, maka salah satu cara

yang harus ditempuh dalam komunikasi pembelajaran adalah memberikan

ringkasan atau rangkuman tentang apa yang akan atau yang telah dipelajari,

sehingga peserta didik hanya mengingat hal-hal yang penting saja. Ataukah

mengadakan telaah kembali dengan menekankan pada ide-ide pokok yang perlu

diingat. Karena itu untuk menyakinkan bahwa hasil belajar akan selalu diingat

Page 111: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Pemberian Rangkuman sebagai Strategi Pembelajaran Muh. Ilyas Ismail

105

dalam waktu lama, haruslah diberikan peluang untuk berlatih sebanyak-

banyaknya dalam kondisi belajar yang sesuai.

Dengan latihan berulang-ulang dalam suasana nyata akan dapat mencapai

tahap kelebihan belajar dan hasilnya adalah kemampuan mengingat dalam

jangka panjang (Kemp, 1994: 146). Berian, rangkuman dalam proses

komunikasi pembelajaran akan mengurangi kelupaan dan sekaligus akan

meningkatkan refensi, yang sangat menentukan hasil belajar bagi peserta didik.

RANGKUMAN DAN HASIL BELAJAR

Gagne (1975), Briggs dan Wager (1989), menyatakan bahwa guru

memainkan peranan yang esensial dalam merancang berbagai peristiwa.

pengajaran. Sedangkan Glaser (1976) dalam Sudardja (1988) mengemukakan

bahwa upaya mengembangkan prosedur merancang pembelajaran amat penting

dilakukan.

Esensi rancangan adalah merancang seperangkat tindakan, yang bertujuan

untuk mengubah situasi yang ada, ke situasi yang diinginkan. Oleh karena itu,

setiap guru perlu memiliki dengan baik ilmu merancang pengajaran.

Pemberian rangkuman merupakan salah satu model rancangan dalam

pengajaran yang sangat penting sekali dilakukan sebab disamping mengadakan

peninjauan kembali pada materi yang telah disajikan, jugs berguna untuk

mencegah agar tidak terjadi kelupaan pads materi yang baru diajarkan,

menurut Reigeluth dan Stein (1983) dalam Yusufhadi Miarso (1993), bahwa

rangkuman salah satu komponen strategi pengorganisasian dalam pengajaran

berfungsi untuk memberikan pernyataan singkat mengenai ide-ide pokok isi

bidang yang telah diajarkan.

Selanjutnya Reigeluth dan Stein (1983) menyatakan, bahwa rangkuman

terdiri atas dua jenis, yaitu: (rangkuman internal dan eksternal. Rangkuman

internal biasanya diberikan pada setiap akhir pelajaran dan hanya merangkum ide-

ide pokok dari bidang studi yang baru diajarkan. Sedangkan, rangkuman eksternal

diberikan setelah beberapa kali pelajaran berlangsung, yang merangkum,

semua isi bidang studi yang telah dipelajari.

Page 112: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

106

Dalam proses belajar mengajar, pemberian rangkuman dapat dilakukan

baik pada awal maupun pada akhir penyajian materi pelajaran (Merril,

1981). Senada dengan pendapat Merril tersebut Hartley (1985) mengemukakan

bahwa rangkuman dapat diberikan sebelum dan atau sesudah penyajian

materi. Dalam sebuah teks misalnya, pemberian rangkuman pada awal

dapat memberikan gambaran kepada pembaca apa isi teks tersebut, menjadi

penolong bagi pembaca untuk menentukan sikap, apakah teks tersebut perlu

dibaca atau tidak, dan menolong pembaca mengorganisasi apa yang mereka baca.

Sedangkan rangkuman yang diberikan pada akhir sebuah teks berfungsi untuk

dapat meninjau ulang ide-ide pokok yang telah dibuat. Dengan demikian ada

peluang bagi pembaca untuk mengingat kembali ide-ide penting dari sebuah teks

yang disajikan.

Salah satu keterampilan dalam proses belajar mengajar yang

harus dimiliki oleh seorang guru adalah dapat memilih berbagai

strategi dalam mengajar dan menggunakan strategi tersebut sesuai dengan tujuan

pengajaran yang hendak dicapai, walaupun pada dasarnya tidak satupun strategi

belajar mengajar yang selalu cocok untuk berbagai tujuan pengajaran. Oleh sebab

itu, pemilihan strategi menjadi sangat penting keberadaannya dalam proses belajar

mengajar. Strategi instruksional sebagai keseluruhan pendekatan terhadap

pengajaran yang tercakup dalam system instruksional . Menurut Atwi

Suparman (1996), bahwa strategi instruksional mencakup bentuk–bentuk cars

pelaksanaan, format, stimulus, respon, umpan batik, dan rangkuman, sampai

kepada ruang lingkup, Berta urutan-urutan bahan pengajaran, penentuan

peranan siswa, dan ketepatan menyajikan bahan tersebut kepada siswa.

Agar pemberian rangkuman dalam proses belajar mengajar menjadi

efektif, maka rangkuman itu harus sederhana, jelas dan tidak terlalu panjang.

Menurut Davies (1984), mengemukakan bahwa rangkuman yang efektif

hendaknya; singkat dan padat isinya, berisi ide-ide kunci, mencatat informasi

dalam bentuk catatan dan grafik atau diagram, dapat membangun dan

mengembangkan pelajaran, menggunakan warna untuk hal-hal yang ditekankan,

dan menarik dan dapat dibaca.

Page 113: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Pemberian Rangkuman sebagai Strategi Pembelajaran Muh. Ilyas Ismail

107

Berkaitan dengan pemberian rangkuman Sherman (1984),

mengemukakan bahwa ada enam kegiatan yang harus dilakukan dalam

mengembangkan rangkuman` yang baik yaitu: (1) menghilangkan informasi

yang tidak penting, (2) menghilangkan informasi yang berlebihan, (3)

mengkombinasikan informasi, (4) menyeleksi ide-ide pokok informasi, (5)

membuat dan menentukan ide-ide pokok, (6) dan menyusun rangkuman yang

digunakan untuk teks.

Bila dicermati dengan seksama paparan fungsi dan pentingnya pemberian

rangkuman, maka penulis berpendapat bahwa bila hal itu dilaksanakan dengan

baik maka hasil proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh para guru akan

mencapai ` hasil yang maksimal sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Namun bila dicermati pelaksanaan proses belajar mengajar dilapangan masih

sangat jauh dari harapan sebagaimana yang disebutkan di atas. Untuk

mengatasi hal tersebut maka seorang guru harus memahami bahwa mengajar

merupakan suatu proses yang kompleks. Tidak hanya menyampaikan informasi

kepada pembelajar, tetapi mengajar harus dipahami sebagai suatu upaya

pemberian rangsangan (stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan

kepada siswa agar terjadi proses belajar.

Lebih lanjut penulis berpendapat bahwa, proses pembelajaran (proses

belajar mengajar) merupakan inti dari proses pendidikan di sekolah, sebab di

dalamnya ada tiga komponen yang berinteraksi yaitu; ada komunikator (guru),

ada materi pelajaran sebagai pesan, dan ada komunikan sebagai pembelajar. Maka

untuk bermaknanya proses pembelajaran seperti yang penulis sebutkan di atas,

maka salah satu afternatif strategi yang paling efektif adalah pemberian

rangkuman.

Ausubel dan Robinson (1969) membedakan dua dimensi dari proses

belajar, yaitu dimensi cara menguasai pengetahuan dan dimensi cara

menghubungkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah ada. Pada

dimensi pertama dibedakan tipe belajar yang bersifat menemukan (discovery

learning) dan tipe belajar yang bersifat menerima (reception learning).

Page 114: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

108

Sedangkan pada dimensi kedua dibedakan antara belajar yang bersifat menghafal

(rote learning) dan belajar bermakna (meaningful learning).

Berkaitan dengan belajar bermakna, Ausubel dan Robinson (1969)

mengemukakan ada dua hal penting dalam konsep belajar bermakna, yaitu:

struktur kognitif dan materi pengetahuan baru. Struktur kognitif adalah

segala pengetahuan yang telah dimiliki pebelajar sebagai hasil dari kegiatan

belajarnya pada masa yang lalu. Sedangkan materi pengetahuan baru adalah

materi pengetahuan yang sedang dipelajari oleh pebelajar. Konsep belajar

bermakna, ini dapat dicapai dengan pemberian rangkuman, sebab belajar

bermakna disamping kemauan siswa itu sendiri juga diperlukan dorongan dari

guru untuk memahami pelajaran yang diterimanya.

Relgeluth dan Stein (1983) mengemukakan bahwa rangkuman adalah

komponen strategi yang berguna untuk meninjau kembali apa yang dipelajari

dalam (Gagne, R.M., 1987:188). Selain itu untuk memberikan pernyataan singkat

dari setiap ide atau fakta yang telah dipelajari dan merupakan contoh-contoh

acuan yang mudah diingat.

Pemberian rangkuman pada awal pembelajaran, berfungsi memberikan

gambaran pada peserta didik tentang isi materi yang akan disajikan dan membantu

peserta didik untuk menentukan sikap terhadap isi materi yang akan

disajikan tersebut. Sedangkan pemberian rangkuman yang dilakukan pads

akhir suatu penyajian, berfungsi untuk meninjau kembali ide-ide pokok dari

materi yang telah disajikan sehingga ada peluang bagi peserta didik.

Untuk mengingat kembali materi yang telah disajikan itu.

Peran seorang pengajar dalam komunikasi pembelajaran sangat penting

karena selain harus mampu merencanakan pembelajaran, jugs harus mampu

melaksanakannya serta mampu mengadakan komunikasi. Walaupun pada dasarnya

tidak ada satupun strategi yang cocok untuk berbagai tujuan pembelajaran, namun

dalam pembelajaran, salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh pengajar

adalah memilih berbagai strategi yang akan digunakan sesuai dengan tujuan

yang hendak dicapai.

Page 115: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Pemberian Rangkuman sebagai Strategi Pembelajaran Muh. Ilyas Ismail

109

KESIMPULAN

Pemberian rangkuman sebagai salah satu komponen strategi

pembelajaran memegang peranan penting, karena di samping dapat

mengingat ide-ide pokok materi yang disajikan; juga dapat meninjau kembali

apa yang dipelajari, dan dapat memperkecil terjadinya kelupaan pada peserta

didik.

Strategi pemberian rangkuman berpijak pada struktur kognitif maka

peserta didik dapat mengaitkan materi pelajaran yang sedang dipelajarinya

dengan struktur kognitif yang telah ia miliki sehingga terjadilah belajar

bermakna.

Rangkuman sebagai salah satu komponen elaborasi dalam komunikasi

pembelajaran memegang peranan penting karena memberikan gambaran

pada peserta didik tentang isi materi yang akan disajikan dan membantu peserta

didik untuk menentukan sikap terhadap isi materi, dan menjadi penentu

dalam kebermaknaan belajar dari peserta didik.

Ada lima jenis rangkuman yang sering digunakan dalam pembelajaran

yaitu: Rangkuman verbal, Rangkuman diagram, Rangkuman tabulasi,

Rangkuman rumpun pohon, Rangkuman skematik.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, R.C., Spiro, R.J. 1978. Schemata as Scaffolding for the Representation of Information in Connected Discourse. American Educational Research Journal.

Ausubel, D.P. 1963. The Psychology of ,'Meaningful Verbal Learning. New York. Grupe & Stratton.

Ausubel, D.P. 1968. Educational Psychology. A Cognitive View. New York. Holt, Rinehart and Winston.

Banathy, Bela H. 1991. System Desing of Education Afourney to Create the Future. ETP Engleword Cliffs.

Banks, J.A. 1985. Teaching strategies for the social studies. New York: Longman.

Dahar, R.W.1989. Teori-Teori Belajar. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Page 116: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

110

Dansereau, D.F. 1985. Learning Strategy Reach. New Jersey; Lawrence Elbaum Ass. Publ. (1)

Davies, I.K. Instructional Technique. New York. McGraw Hill.

Degeng, I Nyoman Sudana. 1988. Pengorganisasian pengajaran berdasarkan Teori Elaborasi dan Pengaruhnya Terhadap Perolehan Belajar Informasi Verbal dan Konsep. Malang: FPS IKIP Malang.

Degeng, I.N.S. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variaabel. Depsikbud, Diden Pendidikan Tinggi. Proyek Pengembangan LPTK, Jakarta.

Degeng, P. and Kauchak, D.1997. Educational Psychology. Prentice Hall, New Yersey,Clombus.

Gagne, R.M. 1975. Essential of Liarning for Instruction. New Yorka; Holt, Rinehart and Winston.

Haditono, S.R. 1988. Psikologi Perkembangan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Kemp. J.E. 1994. Instructional Design Process (terjemahan Asril Maduhan), ITB. Bandung.

Miarso, Yusufhadi. 1984. Teknologi Komunikasi pendidikan, Pengertian dan Penerapannya di Indonesia. Rajawali. Jakarta.

Miarso, Yusufhadi. 1988. Teknologi Pendidikan Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan. Majalah Teknodik No. V/IV/Teknodik/NOV/1988. Pustekom. Jakarta.

Reigeluth, Charles M. 1997. Syatemos Change in Education. ETP. Englewood cleffs

Rompas, L. 1984. Pengaruh Sistem Lambang Internal dan Eksternal Melalui Media Piktorial dan verbal. (Disertasi). ", Jakarta

Suparman, Alwi. 1996. Desain Instruksional. Universitas Terbuka. Jakarta.

Page 117: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Wacana Indonesia Volume 2, Nomor 2, April Tahun 2010 (111 ‐ 120) 

111

NILAI-B GEMPABUMI DAERAH SULAWESI TENGGARA DAN SEKITARNYA SEBAGAI UPAYA AWAL PELAYANAN YANG BAIK

PADA PENANGANAN DAN MITIGASI BENCANA

Burhan Staf Pengajar Jurusan Tarbiyah

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kendari ([email protected])

ABSTRAK

Aktivitas gempabumi di Sulawesi Tenggara dan Sekitarnya dengan koordinat 0.918o Lintang Selatan dan 6.9778o Lintang Selatan serta garis bujur antara 120.480o Bujur Timur dan 127.508o Bujur Timur

tercatat secara baik dari tahun 1977. Sejak tahun 1977 sampai dengan tahun 2008 telah terjadi 161 kali. Nilai-b gempabumi di daerah Sulawesi Tenggara dan sekitarnya dihitung pada kawasan yang dibatasi garis lintang 0.918o LS dan 6.9778o LS serta garis bujur 120.48o BT dan 127,508o BT. Runtun waktu gempabumi dari 1984 sampai dengan sebelum gempa Wawonii tahun 2001 mempunyai nilai-b = 0,708, gempabumi setelah gempa Wawonii tahun 2001 sampai dengan 2008 mempunyai nilai-b = 0,768, dan keseluruhan gempabumi 1977-2008 mempunyai nilai-b = 0,694. Rendahnya nilai-b sebelum tahun 2001 dapat diterangkan dengan adanya gejala penimbunan tegangan (stress accumulation) yang disertai dengan gejala adanya peningkatan kelajuan retakan atau ketidakstabilan pertumbuhan retakan-retakan baru yang diakhiri dengan gempa Wawonii 2001.

Kata kunci: fractal, gempa bumi, nilai-b, mitigasi bencana.

PENDAHULUAN

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama

(megatriple junction) yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan

Lempeng Samudera Pasifik, dan beberapa lempeng kecil lainnya seperti Sangihe,

Maluku dan Halmahera (Gambar 1), Katili (1973). Lempeng Indo-Australia

berinteraksi dengan lempeng Eurasia dan juga berinteraksi dengan lempeng

Pasifik. Ketiga lempeng tektonik bergerak dengan arah gerak dan kecepatan gerak

yang berbeda, tetapi ketiganya memiliki jenis bidang batas lempeng yang sama

yaitu bidang batas yang konvergen. Bidang batas konvergen ketiga lempeng itu

membentuk zona-zona subduksi. Zona subduksi di Samudera Indonesia

merupakan hasil interaksi lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara dengan

Page 118: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

112

lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan. Subduksi lempeng Indo-Australia dan

Eurasia diduga mengontrol berbagai sistem sesar, lipatan, cekungan, dan gunung

api aktif yang terbentang dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara hingga

kepulauan Indonesia Timur, sehingga Indonesia termasuk dalam rangkaian “ring

of fire” (rangkaian gununapi di Pasifik).

Pada artikel ini, diulas sedikit tentang sejarah geologi dan geofisika

Sulawesi Tenggara dan sekitarnya. Di samping itu, saya juga melakukan kajian

statistik terhadap runtun waktu kejadian gempabumi yang terjadi di daerah

Sulawesi Tenggara dan sekitarnya pada kurun waktu tahun 1977 hingga 2008.

Kajian ini, sangat diperlukan, harapannya dapat memberikan informasi tentang

sejarah dan kemungkinan terjadinya gempabumi serupa dimasa yang akan datang,

sehingga dapat bermanfaat untuk informasi dan pelayanan yang baik (good

governance) bagi penanganan dan mitigasi kebencanaan di daerah Sulawesi

Tenggara dan sekitarnya.

Menurut McCaffrey (2007), gempabumi yang pernah terjadi pada suatu

daerah akan berpotensi kembali timbul pada masa yang akan datang. Aktivitas

gempabumi di daerah Sulawesi dan sekitarnya diduga dikontrol oleh Zona

Subduksi Neogen disepanjang pesisir timur lengan tenggara Sulawesi yang

menerus hingga utara dan timurlaut mikrokontinen Buton dan Tukangbesi

(Burhan, 2009; Major, dkk, 2008; Satyana, et al, 2008; dan Tanjung et al., 2008).

Gambar 1. Konfigurasi lempeng tektonik di Indonesia.

Pada artikel ini, saya menggunakan analisis fractal nilai-B, untuk

menentukan karakteristik gempa di Sulawesi Tenggara dan sekitarnya. Hal itu,

sebagaimana yang telah dilakukan pula oleh Turcote (1992) dalam menentukan

Page 119: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Nilai-B Gempa Bumi Daerah Sulawesi Tenggara dan Sekitarnya sebagai Upaya Awal Pelayanan yang Baik pada Penanganan dan Mitigasi Bencana

Burhan

113

karakterisitik fisik dari gempabumi di setiap lokasi tertentu di dunia. Turcote

(1992) dalam tulisannya mengenai Fractal dan Chaos dalam Eksplorasi Geologi

dan Geofisika memperlihatkan bahwa di setiap tempat mempunyai karakteristik

nilai-B yang tidak sama. Kirbani dan Wahyudi (2007) juga melakukan analisis

nilai-B gempabumi di daerah Gunung Kelut menjelang erupsi tahun 2006,

memperlihatkan bahwa nilai-B sebelum dan setelah gempabumi berbeda. Nilai-b

ini harapannya dapat menjadi informasi awal mengenai karakteristik gempabumi

di Sulawesi Tenggara dan sekitarnya. Sehingga mempermudah upaya pelayanan

yang baik bagi rencana penanganan dan mitigasi bencana serupa yang sewaktu-

waktu menimpah kembali daerah ini.

Hal lain, yang ingin saya dikemukakan disini, adalah bahwa tulisan ini

harapannya dapat melengkapi tulisan saya sebelumnya tentang siaga bencana

Kota Kendari yang diterbitkan pada Jurnal Shautut Tarbiyah STAIN Kendari

(Burhan, 2007), yang belum menampilkan pola kegempaan atau seismisitas Kota

Kendari dan sekitarnya. Tulisan ini juga merupakan inspirasi dari hasil penelitian

tesis S2 saya mengenai pemodelan struktur regional bawah permukaan kawasan

regional Sulawesi Tenggara dan kawasan Busur Banda Bagian Barat berdasarkan

kajian anomali gravitasi (Burhan, 2009).

TINJAUAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA

Kerangka Tektonik Busur Kepulauan Indonesia seperti Busur Sunda

memperlihatkan efek dan mekanisme tektonik lempeng yang jelas. Bentuknya

yang cembung ke arah samudera India dan perbedaan tatanan geologi, dan

geofisika diintrepretasikan berhubungan dengan gaya tektonik yang bekerja

padanya (Hamilton, 1973; dan Katili, 1973). Bentuk busur Banda yang

melengkung, serta Sulawesi dan Halmahera yang ganjil terjadi karena gerak benua

Australia dan Papua ke arah utara, yang dikombinasikan oleh gaya dorong

Lempeng Pasifik ke arah barat (Katili, 1973).

Di daerah Sulawesi Tenggara terutama pulau Seram, Buru dan Buton,

sejumlah besar material sedimen klastik ditemukan seperti halnya juga yang

ditemukan di pulau Timor. Sedimen Plio-Pleistosen hampir seluruhnya

Page 120: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

114

mempunyai karakter sedimen dan sedikit ofiolit. Zona Subduksi Tersier dari

Sulawesi Timur menunjukkan bahwa lapisan tipis sedimen pelagis mengisi

palung. Hal yang sama terjadi di sekitar Halmahera dan pulau kecil disekitarnya.

Hal serupa juga dikemukakan oleh Visser dan Hermes (1962), Audley-

Charles dan Carter (1972), dan Gribi (1973). Timor, Seram, Buru dan Buton

merupakan sistem busur yang sama berkenaan dengan kesamaan tatanan

geologinya yang berasal dari hasil penunjaman Lempeng Samudra India-

Australia.

Sulawesi pada zaman Mesosoikum kaya batuan metamorf, kecuali Buton

dan Seram. Bagian tenggara Sulawesi mengandung ofiolit yang diperoleh dari

lempeng samudra dengan endapan nikel dan krom, sedang Buton, Seram dan

Timor menunjukkan perlapisan yang mengandung hidrokarbon.

Secara geologi Pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya merupakan daerah

kompleks. Kompleksitas ini disebabkan oleh konvergensi antara tiga lempeng

tektonik yaitu Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara, Lempeng Pasifik

yang bergerak ke barat dan Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan-tenggara.

Struktur regional Pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya pada umumnya terdiri atas

paparan Sunda dan paparan Sahul. Paparan Sunda (bagian Lempeng Eurasia)

termasuk lengan selatan Sulawesi dan lengan tengah Sulawesi yang terbentuk

akibat pemekaran lantai samudera pada zaman Miosen (Hamilton, 1979, 1988;

Katili, 1978, 1989). Pada bagian utara Pulau Sulawesi terdapat Palung Sulawesi

Utara yang terbentuk oleh subduksi kerak samudera Laut Sulawesi, sementara itu

pada bagian tenggara Pulau Sulawesi terjadi konvergensi antara lengan tenggara

Sulawesi dan bagian utara Laut Banda disepanjang zona subduksi Tolo (Silver et

al., 1983a,b). Kedua struktur mayor (Palung Sulawesi Utara dan zona subduksi

Tolo) membentuk sistem sesar Palu-Koro-Matano.

Berdasarkan satuan litologi dan tektonik, Pulau Sulawesi dan pulau-pulau

sekitarnya dibagi kedalam 3 daerah geologi yang berbeda-beda yang tergabung

menjadi satu oleh gerakan kerak bumi. Daerah-daerah tersebut adalah 1) Busur

Volkanik Sulawesi Barat; 2) Sabuk Ofiolit Sulawesi Timur yang diasosiasikan

Page 121: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Nilai-B Gempa Bumi Daerah Sulawesi Tenggara dan Sekitarnya sebagai Upaya Awal Pelayanan yang Baik pada Penanganan dan Mitigasi Bencana

Burhan

115

dengan penutup sedimen pelagis; dan 3) pecahan-pecahan benua yang berasal dari

Benua Australia, yaitu daerah Banggai-Sula yang mencakup daerah Tokala sekitar

Luwuk dan semenanjung baratlaut Kepulauan Banggai, Pulau Buton dan Kep.

Sula. (Hamilton, 1978, 1979; Sukamto & Simandjuntak, 1983; Metcalfe, 1988,

1990; Audley-Charles, 1991; Davidson, 1991). Kontak-kontak antara ketiga

daerah ini membentuk sesar. Daerah Sulawesi barat dan timur dipisahkan oleh

sesar yang berarah utarabaratlaut antara Palu dan Teluk Bone yaitu patahan Palu-

Koro-Matano (Calvert dan Hall, 2003).

ANALISIS RUNTUN WAKTU GEMPA BUMI DI SEKITAR SULAWESI TENGGARA

Di dalam ilmu seismologi hubungan antara cacah gempabumi sebagai

fungsi magnitudo dinyatakan sebagai rumus Hukum Gutenberg dan Richter

(Gutenberg and Richter, 1954):

Log N = A – b M ……………………………………..........................(1)

atau

N = 10(A - bM) ……………………………………….………………(2)

dengan :

N = cacah gempabumi pada kurun waktu tertentu yang mempunyai magnitudo M.

M = magnitudo gempabumi A = tetapan b = tetapan yang disebut juga sebagai nilai-b atau b-value.

Nilai-b atau b-value gempabumi di berbagai tempat dan dalam kurun

waktu tertentu pada umumnya bernilai antara -1 hingga 1. Sebaran gempa-bumi

yang terjadi di daerah Sulawesi Tenggara dan sekitarnya terlihat pada Gambar 2,

mempunyai pola sebaran membentuk lingkaran melingkupi kawasan busur banda

bagian utara dengan kerapatan semakin rapat, sedangkan dalam arah barat dan

timur menunjukkan kerapatan yang merata.

Gejala ini dapat diterangkan bahwa proses penyusupan lempeng tektonik

Australia terhadap lempeng tektonik Eurasia di Selatan Sulawesi Tenggara

mengarah ke utara. Berdasarkan gejala tersebut, perhitungan nilai-b untuk

Page 122: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

116

gempabumi di daerah Sulawesi Tenggara dan sekitarnya dapat digunakan data

gempabumi yang terjadi antara garis lintang 0.918o Lintang Selatan dan 6.9778o

Lintang Selatan serta garis bujur antara 120.480o Bujur Timur dan 127.508 o Bujur

Timur (USGS, 2008).

Perhitungan nilai-b gempabumi di daerah Sulawesi Tenggara dan

sekitarnya tahun 1984-2009 (USGS, 2008) yang terjadi antara garis bujur

120,480o Bujur Timur dan 127,508o Bujur Timur serta garis lintang 0.918o

Lintang Selatan dan 6.977o Lintang Selatan, menunjukkan bahwa nilai-b (b-value)

= 0,694 (Gambar 3) dengan koefisien korelasi R = 0,5506 dari R2 = 0,3303.

Nilai-b untuk gempabumi yang terjadi sebelum gempabumi Wawonii pada

tanggal 19 Oktober 2001 juga dihitung dengan cara yang sama dan hasilnya nilai-

b sebelum gempa 2001 = 0,708 dengan R2 = 0,807 atau R = 0,8983. Nilai-b

sesudah gempabumi Wawonii (2001-2008) = 0,768 dengan R2 = 1 atau R = 1.

Smith (1981) menyebutkan bahwa adanya penurunan nilai-b menjelang

terjadinya gempabumi besar (foreshocks) dan kenaikan nilai-b setelah terjadinya

sebuah gempabumi besar tersebut (aftershocks). Menurut Rao dan Prasanna

Lakshmi (2005) dalam Kirbani, SBP. dan Wahyudi (2007) melalui percobaan di

laboratorium, turunnya nilai-b ini juga terjadi pada batuan yang akan mengalami

retakan (cracking) setelah mengalami tegangan kompresi semakin meningkat

besarnya secara relatif terhadap tegangan kritis (critical failure stress).

Gambar 2. Sebaran gempabumi yang terjadi di di daerah Sulawesi Tenggara dan

sekitarnya pada kurun waktu 1977-2008 (USGS, 2008).

Page 123: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Nilai-B Gempa Bumi Daerah Sulawesi Tenggara dan Sekitarnya sebagai Upaya Awal Pelayanan yang Baik pada Penanganan dan Mitigasi Bencana

Burhan

117

Gambar 3. Korelasi Linear antara Log# Cacah Gempabumi (Log N) dan

Magnitudo (M) dari data gempabumi di daerah Sulawesi Tenggara dan sekitarnya tahun 1977-2008 (USGS, 2009) yang terjadi antara garis lintang 0.918o Lintang Selatan dan 6.9778o Lintang Selatan serta garis bujur antara 120.480o Bujur Timur dan 127.508 o Bujur Timur, menunjukkan bahwa nilai-b (b-value) = 0,649.

Nilai-b yang tinggi secara statistik berarti adanya gejala gempabumi

dengan magnitudo kecil yang meningkat cacahnya, sedangkan nilai-b yang rendah

menunjukkan gejala gempabumi dengan magnitudo semakin besar yang

meningkat cacahnya.

Kenaikan nilai-b merepresentasikan adanya retakan baru (new cracks) dan

lambatnya tingkat pertumbuhan retakan itu (slow crack growth), gejala ini terjadi

pada pasca terjadinya gempabumi yang besar (after-shocks). Sebaliknya

penurunan nilai-b mengindikasikan adanya peningkatan kelajuan retakan atau

ketidakstabilan pertumbuhan retakan (Rao dan Prasanna Lakshmi, 2005).

Nilai-b runtun waktu gempabumi di daerah Sulawesi Tenggara dan

sekitarnya menjelang gempabumi Wawonii tahun 1977-2001 (0,708) yang lebih

rendah dari nilai-b runtun waktu tahun 2001-2008 (0,768) menunjukkan bahwa

tidak terdapat adanya indikasi anomali nilai-b yang rendah atau lebih kecil

daripada 1 menjelang terjadinya gempabumi 2001. Setelah terjadi gempabumi

2001, runtun waktu gempabumi 2001-2008 nilai-bnya menjadi 0,768 yang lebih

tinggi dari nilai-b gempabumi sebelum gempabumi tahun 2001.

Rendahnya nilai-b gempabumi menjelang gempabumi Wawonii tahun

2001 dapat diterangkan dengan adanya gejala penimbunan tegangan (stress

M = 0.649 Log N - 2.776

0

0,5

1

1,5

0 2 4 6 8L

og#

Cac

ah G

empa

bum

i (L

og N

)Magnitudo (M)

Korelasi Linear antara Log# Cacah Gempabumi dan Magnitudo

Page 124: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

118

accumulation) yang disertai dengan gejala adanya peningkatan kelajuan retakan

atau ketidakstabilan pertumbuhan retakan-retakan baru yang diakhiri dengan

gempabumi.

KESIMPULAN

• Runtun waktu gempabumi 2001-2008 di daerah Sulawesi Tenggara dan

sekitarnya atau setelah terjadinya gempa besar 2001 sampai 2008 mempunyai

nilai-b < 1 (lebih kecil daripada 1) dapat dimengerti sebagai melambatnya

pertumbuhan retakan pada saat dimulainya babak baru penimbunan tegangan.

• Nilai-b gempabumi yang terjadi di daerah Sulawesi Tenggara dan sekitarnya

mempunyai kemungkinan dapat dipakai sebagai besaran fisis yang harus

dipantau dalam rangka mengantisipasi terjadinya gempabumi di masa yang

akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Audley-Charles, M.G., 1991. Tectonics of the New Guinea Area. Annual Review of Earth and Planetary Science 19, 17-41.

Audley-Charles, M.G., Carter, D.J., and Milsom, J.S., 1972, Tectonics Development of Eastern of Indonesia in Relation to Gondwana Dispersal. Nature Phys. Sci., 239, 90: 35 – 39.

Bevington, P.R., 1969, Data reduction and error analysis for the physical sciences, McGraw-Hill Book Company, New York.

Burhan, 2007, Siaga Bencana Kota Kendari, Jurnal Shautut Tarbiyah Edisi 19 Tahun XIII Oktober 2007 ISBN 0852-5358.

Burhan, 2009, Subsurface Regional Structure Modeling of the Southeast Sulawesi and West Banda Arc Regions Based on Gravity Anomaly, Thesis of Magister Degree, FMIPA, GMU, Yogyakarta (unpublished).

Calvert, S.J., and Hall, R., 2003, The Cenozoic Geology of The Lariang and Karama Regions, Western Sulawesi: New Insight into the Evolution of the Makassar Strait Region, Indonesian Petroleum Association, Proceedings 29th Annual Convention, p.505-511.

Davidson, J.W., 1991. The Geology and Prospective of Buton Island, S.E. Sulawesi, Indonesia. Proceedings Indonesian Petroleum Association, 20th Annual Convention, pp. 209-233.

Gutenberg, B., and Richter, C. F., 1954, Seismicity of the Earth: Princeton, Princeton University Press, 440p.

Page 125: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Nilai-B Gempa Bumi Daerah Sulawesi Tenggara dan Sekitarnya sebagai Upaya Awal Pelayanan yang Baik pada Penanganan dan Mitigasi Bencana

Burhan

119

Gribi, Jr, E.A., 1973, Tectonics and Oil Prospects of the Molusca, Geol. Soc. Malaysia, Bull., 6: 11 – 16.

Hamilton, W. H., 1973, Tectonics of Indonesia Region, Proc. Reg. Conf. Geol. Of SE Asia, Bull., 6: 3 – 6.

Hamilton, W.H, 1978. Tectonic Map of the Indonesian Region. U.S. Geological Survey, Miss. Inv. Ser. Map, 1-875-D.

Hamilton, W. H., 1979, Tectonics of the Indonesian Region, U.S. Geological Surveys Professional Paper 1078, Washington.

Jones, A., Siebert, L., Kimberly, P., and Luhr, J.F., 2000, Earthquakes and eruptions, Temporal and spatial display of earthquake hypocenters, seismic wave paths, and volcanic eruptions, v. 1.0 (CD-ROM), Smithsonian Institute, Global Volcanism Program, Digital Information Series, GVP-2.

Katili, J.A., 1973, On Fitting Certain Geological and Geophysical Features of the Indonesian Island Arch to the New Global Tectonics, In: P.J. Coleman (Editor), The Western Pacific Island Arch, Marginal Seas, Geochemistry. Univ. of Western Australia Press, pp. 287 – 305.

Katili, J.A., 1978. Past and Present Geotectonic Position of Sulawesi, Indonesia. Tectonophysics 45, 289-322.

Katili, J.A., 1989. Evolution of the Southeast Asian Arc Complex. Indonesian Geology 12, 113-143.

Kirbani, S.B., 1990, Analysis of Volcanic Tremor at Mount Merapi (Central Java, Indonesia) in order to Understand Internal Magma Flow, Disertasi Doktor Universitas Gadjah Mada.

Kirbani, S.B., dan Wahyudi, 2007, Erupsi Gunungapi Kelud dan Nilai-b Gempabumi di Sekitarnya, Berkala MIPA, 17 (3), September 2007, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.

Major, J.R., Robinson, J., Harris, and Ron, 2008, Earthquakes History of Eastern Indonesia, Department of Geology Science, Byu Spring Research Conference.

McCaffrey, R., 2007, the Next Earthquake, SCIENCE, Vol. 315, March 23, 2007, www.sciencemag.org.

Rao, M. V. M. S., and K. J. Prasanna Lakshmi, 2005, Analysis of b-value and improved b-value of acoustic emissions accompanying rock fracture, CURRENT SCIENCE, VOL. 89, NO. 9, 10 NOVEMBER 2005 1582

Satyana, A.H., Armandita, C., and Tarigan, R.L., 2008, Collision and Post-Collision Tectonics in Indonesia: Roles for Basin Formation and Petroleum Systems, Proceeding, IPA, 32th Convention & Exhibition, May 2008.

Page 126: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se‐Indonesia Volume 2, Nomor 2, April 2010 

120

Silver, E.A., McCaffrey, R. and Smith, R.B., 1983b. Collision, Rotation and the Initiation of Subduction in the Evolution of Sulawesi, Indonesia. Journal of Geophysics Research 88B, 9407-9418.

Silver, E.A., McCaffrey, R., Joyodiwiryo, Y. and Stevens, S., 1983a. Ophiolite Emplacement by Collision between the Sula Platform and the Sulawesi Island Arc, Indonesia. Journal of Geophysics Research 88B, 9419-9435.

Smith, W. D., The b-value as an earthquake precursor. Nature, 1981, 289, 136–139.

Sukamto, R., and Simandjuntak, T.O., 1983. Tectonic Relationship between Geologic Provinces of Western Sulawesi, Eastern Sulawesi and Banggai-Sula in the Light of Sedimentological Aspects. Indonesian Geological Research Development Centre Bulletin 7, 1-12.

Tanjung, Sukarno, N., Yuskar, Y., Hermawan, H., Zeiza, A.D., Sinaga, B.P.H., Sunandar, F., and Ferdyant, F., 2008, Field Observation of Southern Buton: an Oveview of Hidrocarbon Manifestation and its Geological Setting, Proceeding, IPA, 32th Convention & Exhibition, May 2008.

Turcote, L., 1992, Analysis Fractal and Chaos in Exploration Geology and Geophysics, Cambridge, USA.

USGS, 2008, NEIC - USGS Earthquakes search result, USGS National Earthquake Information Center, http://neic.usgs.gov/cgi-bin/sopar/sopar.cgi&3 diakses 21 Mei 2008.

Visser, W.A., and Hermes, J.J., 1962, Geological Result of the Exploration for Oil in Netherland New Guinea. Govt. Printing Office, The Hague, 265 pp.

Page 127: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail

ISSN : 1858 – 0358 Volume 2, Nomor 2, April 2010

Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia

PERSYARATAN DAN PETUNJUK PENULISAN ARTIKEL

1. Tulisan dapat berupa Artikel Hasil Penelitian maupun Artikel Konseptual (lepas) di bidang berbagai disiplin ilmu. Artikel dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sepanjang 10-15 halaman, ukuran kertas A4 dengan tipe huruf Standar (Body), font 12, spasi 1,5, margin 4-3, 4-3. Artikel harus disertai dengan abstrak dalam bahasa Inggris 100-150 kata dan kata kunci 3-5 kata.

2. Sistematika artikel hasil penelitian harus memuat : Judul, Nama Penulis, Lembaga Asal dan email), Abstrak, Kata Kunci, Pendahuluan, Perumusan Masalah, Metode Penelitian, Hasil Penelitian dan Pembahasan, Kesimpulan dan Daftar Pustaka.

3. Sistematika Artikel Konseptual (lepas) harus memuat: Judul, Nama Penulis, Abstrak, Kata Kunci, Pendahuluan, Pembahasan (langsung dibuat dengan sub judul sesuai dngan kebutuhan), Penutup dan Daftar Pustaka.

4. Penulisan Daftar Pustaka disusun secara alphabets dengan ketentuan sebagai berikut: a) Buku: Penulisan dimulai dengan nama pengarang (dimulai dengan nama belakang

pengarang dan tanpa gelar), tahun penerbitan, judul buku (dicetak miring), penerbit, tempat penerbitan.

b) Makalah: Penulisan dimulai dengan nama pengarang (dimulai dengan nama belakang pengarang dan tanpa gelar), judul makalah (diawali dan diakhiri dengan tanda petik), nama forumnya/seminar, tempat , tanggal dan tahun.

c) Artikel Suatu Jurnal: Penulisan dimulai dengan nama penulis artikel (dimulai dengan nama belakang dan tanpa gelar) judul artikel dimulai dan diakhiri dengan tanda petik), nama jurnal (dicetak miring) volume, nomor, bulan dan tahun.

d) Karangan/Esai dalam suatu buku kumpulan karangan/esai. Penulisan dimulai dengan nama pengarang (dimulai dengan nama belakang dan tanpa gelar) judul karangan/esai (dimulai dan diakhiri dengan tanda petik), tempat tulisan dimuat dicetak miring),

e) webside, tanggal diakses. 5. Daftar Pustaka hendaknya dirujuk dari edisi mutakhir (terbitan 10 tahun terakhir) dan sangat

disarankan berasal dari jurnal. 6. Penulisan kutipan menggunakan model bodynote. Cara penulisan seperti pada angka 4 di atas,

tetapi nama pengarang tidak dibalik penulisannya. Penulisan halaman disingkat menjadi “hlm”. 7. Artikel dalam bentuk print out, disket atau via email yang disertai dengan Curriculum Vitae

dapat dikirim atau diserahkan secara langsung paling lambat 1 (satu) bulan sebelum bulan penerbitan kepada: JURNAL WACANA INDONESIA.

8. Dewan Penyunting berhak menyeleksi dan mengedit artikel yang masuk. Kepastian pemuatan atau penolakan artikel akan diberitahukan melalui email. Penulisan yang artikelnya dimuat, memberi kontribusi percetakan sejumlah Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) dan bagi artikel hasil penelitian dan Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) bagi artikel konseptual (lepas). Artikel yang tidak dimuat tidak dikembalikan.

9. Jumlah halaman jurnal Wacana Indonesia sebanyak 100 - 120 halaman

Forum Mahasiswa Pascasarjana se-Indonesia Sekretariat:

Perumahan Dinas UGM F 13 Bulak Sumur Yogyakarta 55281 Website FWI: www.ppfwi.wordpress.com

Email: [email protected]

Page 128: Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se-Indonesia · Governance (Suraji), 3) Ide Keseimbangan dalam Konsep KUHP Baru di Indonesia (Rama Putra), 4) Penataan Pedagang di Pasar Retail