jumlah penderita obesitas di indonesia meningkat setiap tahun

3
Jumlah Penderita Obesitas di Indonesia Meningkat Setiap Tahun Kamis, 31/10/2013 - 20:46 BANDUNG, (PRLM).- Jumlah penderita obesitas (kegemukan) di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun. Maraknya gaya hidup tak sehat dianggap sebagai salah satu penyebab utama kenaikan obesitas tersebut. "Dari data yang kami lihat, dibanding negara Asia Osenia lain, jumlah penderita obesitas di Indonesia tak tinggi. Tetapi setiap tahun angkanya meningkat dengan prevalensi (angka kejadian kasus) mencapai 20 persen," kata Direktur Jenderal Pengendallian Penyakit dan Penyehatan lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama dalam seminar "7th Asia Oceania Conference of Obesity di Trans Luxury Hotel Bdg, Jalan Gatot Subroto No 289, Kamis (31/10/13). Dalam kegiatan tersebut, hadir pembicara dari berbagai negara serta peserta yang terdiri dari mahasiswa kedokteran, praktisi dan peneliti kesehatan. Tjandra menuturkan, secara umum permasalahan gizi seperti kekurangan kalori dan protein masih cukup tinggi. Menurutnya, persoalan obestitas pun terkait erat dengan gaya hidup tak sehat yang dianut masyarakat. Dia menyoroti kebiasaan makanan instan yang memiliki kandungan lemak tinggi tetapi kurang protein ikut memicu munculnya obesitas. Dikatakannya, obesitas berkaitan dengan kelebihan gizi tetapi timpang asupan protein. "Untuk anak anak di bawah 5 tahun penderita obesitas mencapai 12,2 persen pada 2007, lalu meningkat 14,2 persen pada 2010. Sedangkan usia 18 tahun pada 2007 mencapai 19,1 persen dan 21,7 persen pada 2010," kata Tjandra. Dia menambahkan, penderita obesitas tak hanya berasal dari keluarga kaya semata, tetapi dialami oleh keluarga miskin. "Indikasi itu terlihat dari prevelansi 14.95 persen dan 12.4 persen untuk keluarga kaya dan miskin," ucap Tjandra. Sementara itu, ketua panitia penyelenggara Gaga Irawan Nugraha menuturkan, makanan yang dikonsumsi masyarakat sekarang kebanyakan berasal dari tepung terigu. "Jadi tinggi karbohidratnya tetapi lemah protein," ujarnya. Dia mencontohkan, perawakan seorang pengemis yang gemuk namun kekurangan protein. Menurutnya, hal itu dikarenakan banyak mengkonsumsi makanan- makanan instan yang digoreng.

Upload: citra-chairannisa

Post on 24-Oct-2015

81 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jumlah Penderita Obesitas Di Indonesia Meningkat Setiap Tahun

Jumlah Penderita Obesitas di Indonesia Meningkat Setiap Tahun

Kamis, 31/10/2013 - 20:46

BANDUNG, (PRLM).- Jumlah penderita obesitas (kegemukan) di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun. Maraknya gaya hidup tak sehat dianggap sebagai salah satu penyebab utama kenaikan obesitas tersebut.

"Dari data yang kami lihat, dibanding negara Asia Osenia lain, jumlah penderita obesitas di Indonesia tak tinggi. Tetapi setiap tahun angkanya meningkat dengan prevalensi (angka kejadian kasus) mencapai 20 persen," kata Direktur Jenderal Pengendallian Penyakit dan Penyehatan lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama dalam seminar "7th Asia Oceania Conference of Obesity di Trans Luxury Hotel Bdg, Jalan Gatot Subroto No 289, Kamis (31/10/13).

Dalam kegiatan tersebut, hadir pembicara dari berbagai negara serta peserta yang terdiri dari mahasiswa kedokteran, praktisi dan peneliti kesehatan.

Tjandra menuturkan, secara umum permasalahan gizi seperti kekurangan kalori dan protein masih cukup tinggi. Menurutnya, persoalan obestitas pun terkait erat dengan gaya hidup tak sehat yang dianut masyarakat. Dia menyoroti kebiasaan makanan instan yang memiliki kandungan lemak tinggi tetapi kurang protein ikut memicu munculnya obesitas. Dikatakannya, obesitas berkaitan dengan kelebihan gizi tetapi timpang asupan protein.

"Untuk anak anak di bawah 5 tahun penderita obesitas mencapai 12,2 persen pada 2007, lalu meningkat 14,2 persen pada 2010. Sedangkan usia 18 tahun pada 2007 mencapai 19,1 persen dan 21,7 persen pada 2010," kata Tjandra. Dia menambahkan, penderita obesitas tak hanya berasal dari keluarga kaya semata, tetapi dialami oleh keluarga miskin.

"Indikasi itu terlihat dari prevelansi 14.95 persen dan 12.4 persen untuk keluarga kaya dan miskin," ucap Tjandra. Sementara itu, ketua panitia penyelenggara Gaga Irawan Nugraha menuturkan, makanan yang dikonsumsi masyarakat sekarang kebanyakan berasal dari tepung terigu. "Jadi tinggi karbohidratnya tetapi lemah protein," ujarnya.

Dia mencontohkan, perawakan seorang pengemis yang gemuk namun kekurangan protein. Menurutnya, hal itu dikarenakan banyak mengkonsumsi makanan-makanan instan yang digoreng.

Gaga mengakui makanan sehat lebih sulit didapat ketimbang makanan yang tak sehat. Oleh sebab itu, menurutnya, makanan tradisional justru baik untuk dikonsumsi masyarakat karena lebih sehat dibanding makanan-makan instan yang gampang didapat.

"Dulu penyebab kematian tertingi adalah infeksi pada balita. Sekarang trend kematian tertinggi disebabkan penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh otak)," tutur Gaga. Sedangkan obesitas menjadi salah satu faktor penyebab kardiovaskuler. "Kalau kita bisa menekan obesitas, kematian pun akan menurun," ujarnya. (A-201/A-108)***

Page 2: Jumlah Penderita Obesitas Di Indonesia Meningkat Setiap Tahun

JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak riset menunjukkan, tingkat obesitas di negara maju seperti

Amerika Serikat cenderung lebih tinggi ketimbang negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Tapi ternyata anggapan itu keliru. Tingkat obesitas di Indonesia dan Amerika Serikat ternyata tidak

jauh berbeda.

Demikian disampaikan dr. Dyah Purnamasari Sulistianingsih, SpPD dari Divisi Metabolik

Endokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) , saat acara seminar media dengan

tema 'Penyakit Kardiovaskuler Sebab Utama Tingginya Angka Kematian pada Penyandang

Diabetes', Kamis, (10/5/2012) kemarin, di Jakarta.

"Jadi jangan bilang kalau di AS itu tingkat obesitasnya lebih tinggi. Ternyata, studi menujukkan

prevalensi obesitas di Indonesia dan AS memiliki kemiripan," ujarnya.

Sebagai buktinya, Dyah mengatakan bahwa ia pernah melakukan sebuah penelitian untuk melihat

proporsi obesitas di DKI Jakarta pada tahun 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak

67 persen warga Jakarta memiliki berat badan yang berisiko (overweight dan obesitas). 

"Studi juga menemukan 95 persen wanita di Jakarta memiliki lingkar perut diatas normal dan hanya

5 persen yang lingkar perutnya masih normal. Sementara pada laki-laki 87 persen mengalami

hipertensi," ujarnya.

Kondisi tersebut lanjut Dyah, dapat berpotensi menimbulkan berbagai macam gangguan sindrom

metabolik, yang bisa mengarah pada perkembangan penyakit seperti diabetes dan jantung. Menurut

Dyah, dengan mengukur lingkar pinggang, seseorang sebenarnya sudah bisa memprediksi apakah

dirinya berisiko atau tidak. 

"Pada laki-laki, lingkar pinggang normal tidak boleh lebih dari 90 cm, sedangkan pada wanita tidak

boleh lebih dari 80 cm," terangnya.

Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Dr. Dante Saksono Harbuwono, SpPD, dari Divisi

Metabolik dan Endokrin Departemen Penyakit Dalam FKUI. Menurutnya, anggapan bahwa orang

bule atau ras kaukasia sebagai tolak ukur untuk obesitas kini sudah tidak berlaku lagi.

"Peta obesitas kita ternyata sudah melebihi beberapa negara di Eropa," ujarnya.

Ia menambahkan, jika dibandingkan beberapa negara Eropa seperti Portugal, Spanyol dan Jerman,

tingkat obesitas masyarakat di Indonesia cenderung lebih tinggi. Hal tersebut disebabkan

pengaruhlifestyle, tingkat aktivitas yang cenderung sedentary (tidak aktif) dan asupan makanan

yang berubah  dari menu tradisional ke makanan siap saji.