jr konj

44
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa. Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair. Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi di bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan kompres hangat

Upload: maheer-joefrie

Post on 17-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

konjungtivitis

TRANSCRIPT

20

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.

Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair. Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi di bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan kompres hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Tablet atau tetes mata antihistamin cocok diberikan pada konjungtivitis alergi. Selain itu, air mata buatan juga dapat diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus melindungi mata dari paparan alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata. Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius.

I.2Rumusan masalah

Bagaimana pengobatan konjungtivitis akut? Apakah antibiotik diperlukan untuk konjungtivitis bakteri?I.3Tujuan

Dapat mengetahui pengobatan konjungtivitis akut. Dapat mengetahui manfaat antibiotik untuk konjungtivitis bakteri.I.4Manfaat

Menambah wawasan mengenai konjungtivitis. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAII.1Latar belakang penelitian

Konjungtivitis adalah peradangan dari konjungtiva dan memiliki 4 penyebab utama yaitu virus, bakteri, alergen, dan iritasi. Dari jumlah tersebut, yang penyebab infeksi akut (virus dan bakteri) adalah gangguan mata yang paling sering dijumpai dalam perawatan primer, membuat 1% sampai 2% dari seluruh konsultasi pengobatan keluarga.1,2 Konjungtivitis bakteri relatif kurang umum dari konjungtivitis virus, terutama pada orang dewasa. Penyebab lain dari "mata merah akut" (Tabel 1), seperti iritis idiopatik dan glaukoma akut sudut tertutup, sering salah didiagnosis dan dikelola dengan antibiotik topikal oleh non-dokter mata. Yang paling menonjol gejala infeksi konjungtivitis akut termasuk gatal-gatal ringan, sensasi benda asing, dan fotofobia ringan. Tanda-tanda yang paling menonjol termasuk kulit kelopak mata yang sering lengket, terutama setelah tidur, injeksi konjungtiva, dan keluarnya cairan baik berair atau bernanah dari salah satu atau kedua mata, tetapi tidak ada hilangnya visus.3 Presentasi ini biasanya membuat diagnosa langsung; Namun, dokter keluarga yang paling mengakui kesulitan dalam membedakan secara klinis infeksi virus dan infection.4,5Kesulitan diagnostik ini telah disorot baik dalam studi kohort di Belanda yang melibatkan 177 orang dewasa dengan diduga konjungtivitis bakteri akut. Swab matanya diambil dari setiap mata terinfeksi dan dikultur. Kultur menunjukkan bahwa bakteri patogen hanya 32% kasus, hasil yang kurang dari 50% (95% interval kepercayaan 45% sampai 54%) dikumpulkan prevalensi dari bakteri patogen ditemukan dalam 4 percobaan acak pasien yang diduga dengan konjungtivitis bakteri akut.4 Pada dasarnya, walaupun memiliki klinis yang mengarah pada tanda dan gejala konjungtivitis bakteri, diagnosis bisa salah di sekitar 50% kasus. Selanjutnya, bakteri yang berada antara flora normal mata dapat menghasilkan "positif palsu" ketika dilakukan tes mikrobiologis. Patogen ambiguitas, ditambah dengan keyakinan bahwa infeksi bakteri memerlukan resep pengobatan, hasil dalam pengobatan sebagian besar, jika tidak semua, kasus dianggap konjungtivitis infektif dengan antibiotik tetes mata topikal.2,6 Kerugian dari pendekatan ini adalah mungkin penatalaksanaan tidak sesuai pada konjungtivitis virus dengan antibiotik, yang menimbulkan kekhawatiran resistensi antibiotik, efektivitas biaya, dan meningkatkan potensi komplikasi karena penggunaan antibiotik mata atau sistemik.7-9 Selain itu, perawatan semua mata merah dengan topikal antibiotik dapat mengakibatkan keterlambatan dalam diagnosis pada kondisi non-infektif lain menyerupai konjungtivitis (Tabel 1). Kondisi seperti iritis dan glaukoma sudut tertutup dapat memiliki komplikasi serius jangka panjang jika tidak segera didiagnosis dan dikelola. Jika alasan untuk peresepan antibiotik yang berlebihan adalah untuk menutupi kemungkinan menyebabkan bakteri, maka orang harus mempertimbangkan apakah antibiotik bahkan diperlukan untuk resolusi dari konjungtivitis bakteri. Studi berikut bertujuan untuk meninjau bukti-bukti untuk menemukan pengobatan yang terbaik untuk konjungtivitis infeksi akut.

II.2Masalah penelitian

Pada jurnal ini masalah penelitiannya di deskripsikan melalui sebuah kasus yaitu seorang anak laki-laki, 5 tahun dengan riwayat 3 hari keluar discharge berair dari mata kanannya. Matanya merah. Gejala serupa juga terjadi pada mata kirinya pagi itu. Dia tidak terlalu photophobia dan matanya tidak gatal. Dia sehat, tetapi menderita infeksi saluran pernafasan atas sekitar lebih dari 3 hari yang lalu.Pada pemeriksaan, pasien tidak dalam distress akut. Dia afebrile, memiliki ketajaman visual yang normal, dan menunjukkan injeksi konjungtiva bilateral moderat dan nyeri tekan kelenjar preauricular.Ayah pasien ingin resep untuk antibiotik oftalmik karena mereka telah bekerja sebelumnya; anak tersebut membutuhkan 24 jam pengobatan sebelum ia dapat kembali ke sekolah.

II.3Sumber Informasi MEDLINE (dari Januari 1950), EMBASE (dari bulan Januari 1980), dan Tinjauan Sistematik Cochrane Database (dari Januari 1950) diteliti sampai Mei 2009 dengan menggunakan istilah MESH berikut: konjungtivitis dengan bakteri, diagnosis, epidemiologi, dan terapi obat; konjungtivitis dengan virus, diagnosis, epidemiologi, dan obat terapi; praktek keluarga dengan standar, statistik, dan data numerik, dan pola praktik dokter. Juga, untuk informasi tentang materi pendidikan pasien, Penelitian MESH meliputi pendidikan pasien dengan metode, pamflet, praktek keluarga, organisasi dan administrasi, dan pelayanan kesehatan primer. Hasil dari penelitian terbatas pada full-teks artikel dari jurnal klinis inti dalam bahasa Inggris. Istilah konjungtivitis, bakteri telah diteliti dengan bukti klinis menggunakan daftar pilihan tinjauan lengkap; hasil digunakan dalam makalah ini didasarkan pada penelitian pada Januari 2007. Akhirnya, Pedoman Komite Penasehat adalah dicari menggunakan istilah konjungtivitis, mata merah, dan pink eye, tapi tidak ada hasil yang ditemukan. Semua penelitian yang dikutip dalam makalah ini didasarkan pada bukti tingkat I atau II, dan informasi dikutip dari bukti klinis berdasarkan bukti berkualitas moderat.

II.4 Pesan Utama Menurut bukti, antibiotik tidak diperlukan terutama untuk resolusi konjungtivitis bakteri, paling tidak untuk sebagian besar pasien yang dalam perawatan primer. Sebuah Bukti Klinis ringkasan dari Cochrane review 3 percobaan terkontrol acak (RCT) dan 1 RCT berikutnya menunjukkan ada bukti berkualitas moderat bahwa antibiotik topikal adalah tidak lebih efektif daripada plasebo dalam meningkatkan taraf penyembuhkan klinis pada orang diduga dengan konjungtivitis bakteri pada hari 5-7.6 Selanjutnya, bukti-bukti tingkat I menunjukkan tingginya tingkat remisi spontan, manfaat marjinal, dan rendah risiko hasil yang merugikan pada pasien tidak diobati dengan antibiotics.2,4,6,7,10 Meskipun ada bukti empiris yang menunjukkan antibiotik topikal mungkin memiliki keuntungan marjinal juga,6 strategi manajemen yang direkomendasikan adalah untuk menunda menggunakan antibiotik dan mempromosikan perawatan suportif, seperti sering membersihkan mata dengan air steril dan cotton bals, kompres air hangat, menjaga kebersihan tangan dan kelopak mata, dan sementara menggunakan air mata buatan untuk kenyamanan. Jika gejala konjungtivitis tidak mulai membaik dalam 2 hari dengan perawatan suportif, rekomendasi untuk memulai menggunakan antibiotik topikal.6 Gaya "penundaan" dari manajemen dievaluasi dalam sebuah RCT oleh Everitt et al yang melibatkan 307 orang dewasa dan anak-anak dengan konjungtivitis bakteri akut yang didiagnosa secara klinis oleh dokter umum di Inggris selatan.7 Penelitian ini membandingkan hasil antara pasien diresepkan antibiotik tetes segera, tidak sama sekali, atau dalam waktu tertunda. Pendekatan tertunda adalah memberikan resep yang dapat diisi 2 sampai 3 hari setelah diagnosis pasien gejala memburuk atau persisten. Temuan menunjukkan bahwa pendekatan ini mengurangi penggunaan antibiotik dibandingkan dengan resep segera, meskipun durasi dan beratnya gejala yang sama. Juga, pendekatan ini membantu untuk mencegah medikalisasi dari konjungtivitis, sehingga mengurangi konsultasi medis untuk episode masa depan. Keberhasilan pendekatan tertunda ini konsisten dengan hasil yang ditemukan dalam pengobatan infeksi saluran pernapasan atas dan bawah.11-13 Kerugian, bagaimanapun, adalah tambahan waktu yang diperlukan untuk secara efektif mendidik pasien pada kondisi self-limiting. Tidak perlu resep antibiotik. Ini mungkin berita lama untuk banyak dokter keluarga, mengingat bahwa pedoman dan bukti untuk manajemen konservatif konjungtivitis dengan peradilan penggunaan antibiotik telah tersedia untuk hampir satu dekade. Namun, masalahnya adalah kepatuhan. Dalam sebuah penelitian retrospektif yang melibatkan 195 dokter keluarga dan lebih dari 390 000 pasien di Belanda, 5213 episode baru dan berulang dari konjungtivitis menular telah dilaporkan dan 80% telah diresepkan antibiotik oftalmik selama periode 12 bulan.1 Ini terjadi meskipun Praktisi Umum Belanda telah banyak diakses dan penyebaran panduan yang jelas untuk manajemen konservatif mata merah selama 5 tahun terakhir.14 Rupanya, keberhasilan implementasi pedoman memerlukan lebih dari distribusi mereka sendiri. Langkah kritis pertama adalah mengidentifikasi hambatan yang menghalangi perubahan positif dalam praktik manajemen. Komunikasi efektif tepat ditujukan pada target audiens juga penting.Dalam sebuah penelitian kualitatif yang dilakukan semistructured wawancara telepon dari 39 dokter umum, 326 orang tua anak-anak dengan konjungtivitis infektif akut, dan 223 nurseries dan sekolah dasar di Oxfordshire, Inggris, faktor jaringan yang berkontribusi terhadap resep antibiotik diketahui.9 Terutama, keyakinan orang tua tentang manfaat pengobatan antibiotik, didorong oleh keinginan untuk mengembalikan anak-anak mereka ke sekolah, membuat mereka untuk mencari pengobatan dini. Mereka percaya antibiotik wajib untuk menghentikan penularan infeksi dan bahwa perawatan mendesak akan mencegah kebutaan dan konsekuensi serius lainnya. Kedua, dokter sering melihat konsultasi konjungtivitis dengan cepat dan mudah dan menggunakan diagnostik ambiguitas untuk membenarkan peresepan antibiotik, yang kemudian memperkuat tindakan dan kepercayaan orang tua.1,9 Di bagian kualitatif RCT Everitt et al,7 pasien diidentifikasi kurangnya kesadaran tentang selflimiting dari konjungtivitis sebagai alasan penting untuk meminta antibiotik. Namun, ketika benar terdidik tentang perkembangan alami kondisi, mereka siap untuk melakukan tanpa resep untuk antibiotik.7 Studi ini menyoroti pentingnya pendidikan pasien dalam mengubah manajemen orang tua dan sekolah, yang temuan didukung oleh penelitian kualitatif serupa research.1,9 Kebijakan. Tekanan lain untuk "perbaikan cepat" adalah kebijakan. Misalnya, perbaruan panduan untuk hari nurseries dari situs Kota negara Toronto berikut mengenai pink eye: rentang periode menular untuk durasi penyakit atau sampai 24 jam setelah perawatan telah mulai; tanda-tanda dan gejala termasuk kemerahan, gatal, nyeri, dan discharge dari mata dan anak-anak harus dikeluarkan dari pusat penitipan jika discharge berwarna kuning dan tebal (yaitu, nanah) dan sampai discharge tidak lagi ada, atau sampai obat diambil sesuai selama minimal 24 hours.15 Pedoman ini bermasalah untuk 2 alasan. Pertama, mereka tidak mencerminkan saran berdasarkan bukti baru-baru ini juga mereka tidak menganggap alergi atau iritasi penyebab konjungtivitis. Kedua, kata-kata dari teks menunjukkan bahwa hanya konjungtivitis bakteri membutuhkan pengecualian dari sekolah. Namun, baik virus dan bakteri bentuk yang menular dan harus ditangani dengan tindakan yang sama untuk mencegah penularan. Hal ini umumnya direkomendasikan bahwa anak-anak tetap tinggal dirumah sampai tidak ada discharge dari mata yang terinfeksi. Ketidakpastian dari patogenesis membuat rekomendasi kembali ke sekolah 24 jam setelah perawatan antibiotik agak tidak efektif untuk mencegah transmisi, dan mungkin memberikan kontribusi dengan siklus berlebihan antibiotik dan medikalisasi persisten dari konjungtivitis. Pasien pendidikan. Meskipun perbaikan kebijakan diperlukan dalam keadaan tertentu, manajemen yang layak konjungtivitis dimulai dengan pendidikan dokter dan pasien. Informasi dokter keluarga harus tahu kapan harus tepat meresepkan antibiotik dan cara terbaik untuk mendidik pasien. Meskipun pendekatan terhadap pendidikan pasien sebaiknya diserahkan kepada individu preferensi dokter, satu saran berdasarkan bukti adalah penggunaan pamflet informasi. Tertulis informasi telah lama terbukti memiliki beberapa keuntungan. Ini termasuk peningkatan pengetahuan pasien dan kepuasan, kepatuhan dengan penggunaan obat dan instruksi dokter, dan penurunan visit medis yang tidak perlu.16 Manfaat dari pamflet informasi ditunjukkan di bagian kualitatif RCT oleh Everitt et al.7 Para pasien yang menerima sebuah selebaran informasi mendokumentasikan kepuasan lebih dengan jumlah informasi yang mereka terima dan kualitas konsultasi mereka.7 Demikian pula, meskipun tidak secara khusus terkait dengan pengelolaan konjungtivitis, sebuah RCT dari 1014 pasien dengan Infeksi saluran napas bawah menemukan bahwa menyediakan brosur sederhana tentang sejarah alami dari kondisi itu strategi yang efektif untuk mengurangi konsultasi ulang.17 Selanjutnya, dalam sebuah RCT berikutnya, penggunaan sebuah informasi leaflet didukung oleh saran verbal terbukti strategi aman untuk mengurangi penggunaan antibiotik pada pasien dengan bronchitis akut.18

II.5 Penyelesaian KasusSejarah fokus dan pemeriksaan fisik harus dilakukan untuk membuat diagnosis klinis konjungtivitis infektif akut dan untuk menyingkirkan setiap bendera merah yang mungkin menunjukkan kondisi yang berbeda dan berpotensi lebih serius (Tabel 1).Orang tua atau pasien harus diberikan desain pamflet bagus yang menggunakan bahasa yang sederhana dan gambar dapat merangkum gambaran kondisi, bagaimana diperlakukan, alasan untuk membuat janji-tindak lanjut, dan ketika untuk mengisi resep antibiotik postdated (Jika berlaku). Dokter harus segera pergi ke aspek yang paling penting dari pamflet dengan orang tua atau sabar dan menjawab pertanyaan. Jika tertunda resep metode yang dipilih, maka resep postdated untuk antibiotik dapat diberikan bahwa pasien dapat menggunakan jika gejala memburuk selama 3 hari berikutnya. II.6Kesimpulan penelitian

Konjungtivitis akut infeksi adalah yang paling umum dengan keluhan mata yang ditangani dalam praktek keluarga. Kondisi ini baik disebabkan virus dan bakteri, yang bisa sulit untuk membedakan dengan alasan klinis. Terlepas dari penyebabnya, namun, bukti menunjukkan bahwa pendekatan yang paling masuk akal untuk perawatan pada perawatan primer adalah pendidikan pasien dan manajemen suportif, dengan tertunda atau tidak resep antibiotik. Komponen pendidikan pasien, meskipun sering memakan waktu, adalah penting untuk mengubah manajemen harapan orang tua, sekolah, dan perawatan sehari, sehingga mengurangi tekanan pada praktisi umum untuk meresepkan antibiotik. Untuk membantu, bukti menunjukkan bahwa informasi pamflet yang dirancang dengan baik adalah cara yang efektif dan aman untuk memfasilitasi pendidikan dan meningkatkan kepuasan pasien. Selanjutnya, efek pemberdayaan pendidikan akan memberikan cukup kepercayaan orang tua untuk mengelola penyakit sederhana ini di rumah, dengan demikian meningkatkan upaya masyarakat untuk mencegah resistensi antibiotik.

BAB III

PEMBAHASANIII.1DEFINISI

Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi.1, 3II.2KLASIFIKASIA. Konjungtivitis Karena agen infeksi

B. Konjungtivitis Imunologik (Alergik)

C. Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun

D. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif

E. Konjungtivitis yang Penyebabnya tidak Diketahui

F. Konjungtivitis yang Berhubungan dengan Penyakit Sistemik

G. Konjungtivitis pada Dakriosistitis atau Kanalikulitis

II.3 Konjungtivitis Karena agen infeksiII.3.1Konjungtivitis BakterialTerdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun. Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus, dan Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan memadai. Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini

A. Tanda dan Gejala

- Iritasi mata,

- Mata merah,

- Sekret mata,

- Palpebra terasa lengket saat bangun tidur

- Kadang-kadang edema palpebra

Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti seprei, kain, dll.1,5B. Pemeriksaan Laboratorium

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.

C. Komplikasi dan Sekuel

Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtiva stafilokokus kecuali pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi pada konjungtivitis pseudomembranosa dan pada kasus tertentu yang diikuti ulserasi kornea dan perforasi. Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorroeae, N konchii, N meningitides, H aegyptus, S gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk camera anterior, dapat timbul iritis toksik.1,3D. Terapi

Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides. Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.

Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara khusus hygiene perorangan.

E. Perjalanan dan Prognosis

Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.

II.3.2 Konjungtivitis Virus1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akuta). Demam Faringokonjungtival Tanda dan gejala

Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 C, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1

Laboratorium

Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.1,3,6Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,6 Terapi

Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam sekitar 10 hari. 1b). Keratokonjungtivitis Epidemika Tanda dan gejala

Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon. 1,3,4Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1 Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare. Laboratorium

Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil. 1 Penyebaran

Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran. 1,3 Pencegahan

Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan dengan hati-hati. 4,6 Terapi

Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial. 1c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks Tanda dan gejala

Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan. 1,3 Laboratorium

Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya sel sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.3 Terapi

Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat. 1,3d). Konjungtivitis Hemoragika Akut Epidemiologi

Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). 5 Tanda dan Gejala

Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah. Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada 25% kasus. 1,5 Penyebaran

Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari

Terapi

Tidak ada pengobatan yang pasti.

2. Konjungtivitis Virus Menahuna). BlefarokonjungtivitisMolluscum ContagiosumSebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat, adalah khas molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu sisi.3Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya.

b). Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster Tanda dan gejala

Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah adalah sekuele. 1 Laboratorium

Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan konjungtiva pada varicella dan zoster mengandung sel raksasa dan monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan jaringan sel sel embrio manusia. 1

Terapi

Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10 hari), jika diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi dan menghambat penyakit. 1c). Keratokonjungtivitis Morbilli Tanda dan gejala

Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret mukopurulen, dan saat muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus. 1,3Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien kurang gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai infeksi HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S pneumonia, H influenza, dan organism lain. Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan yang berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi kornea berat dengan perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang gizi di Negara berkembang. 1,3Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali jika ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa mengandung sel-sel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali jika ada infeksi sekunder. 12.4 Konjungtivitis Imunologik (Alergik)Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung

2.4.1 Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever) Tanda dan gejala

Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami (rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah, dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan tenggelam dalam jaringan sekitarnya. Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab tenggelamnya tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah mengucek matanya.

Laboratorium

Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva

Terapi

Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000 yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30 menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.

2.4.2 Konjungtivitis Vernalis Definisi

Penyakit ini, juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau, adalah penyakit alergi bilateral yang jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini hamper selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur daripada musim gugur.

Insiden

Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 10 tahun. Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. 5 Tanda dan gejala

Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat. Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya). Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler. 1,2,3 Laboratorium

Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. 1 Terapi

Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. steroid sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan. Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah ke tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat sembuh total. 1,32.4.2 Konjungtivitis Atopik Tanda dan gejala

Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan. 1,3Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.

Laboratorium

Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1 Terapi

Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman penglihatannya. 1,3Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat

2.5.1 Phlyctenulosis Definisi

Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp, Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, dan L3. 1 Tanda dan Gejala

Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah, menimbul, dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada pasien dan pada kebanyakan kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan sangat jarang di tarsus. 1Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata, namun phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat. Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan defisiensi diet.

Terapi

Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi reduksi sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya. Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi. 12.5.2 Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontakBlefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotika spectrum luas, dan medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis infiltrate ringan yang menimbukan hyperemia, hipertropi papiler ringan, bertahi mata mukoid ringan, dan sedikit iritasi. Pemeriksaan kerokan berpulas giemsa sering hanya menampakkan sedikit sel epitel matim, sedikit sel polimorfonuklear dan mononuclear tanpa eosinofil. 1Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan menghilangkannya. Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan kortikosteroid topical, namun pemakaiannya harus dibatasi. Penggunaan steroid jangka panjang pada palpebra dapat menimbulkan glaucoma steroid dan atropi kulit dengan telangiektasis yang menjelekkan.

2.6 Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoim2.6.1 Keratokonjungtivitis SiccaBerkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj. sika, xerostomia, artritis).

Gejala:

- khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak sebanding dengan tanda-tanda radang.

- Dimulai dengan konjungtivitis kataralis

- Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi menjelang siang atau malam hari rasa sakit semakin hebat.

- Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal)

- Pewarnaan Rose bengal uji diagnostik.

Pengobatan:

- air mata buatan vitamin A topikal

- obliterasi pungta lakrimal.

2.7 Konjungtivitis Kimia atau Iritatif2.7.1 Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat TopikalKonjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae.

Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.

2.7.2 Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan IritansAsam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk ke saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara menahun. 1Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan.

Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan prognosisnya lebih baik.

BAB III

PENUTUPIV.1Simpulan

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah kondisi inflamasi ulceratif pada mukosa mulut yang ditandai dengan nyeri dan ulkus berulang. SAR diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis yaitu: minor, mayor, dan herpetiform. Patofisiologi RAS masih tidak jelas, faktor yang diduga sebagai penyebab meliputi: trauma Lokal, Merokok, stress, Status Hormonal, Genetika, defisiensi Hematinic (besi, asam folat, vitamin B2, B3, B6, B12, dan C), Faktor imunologi, Mikroorganisme, Penyakit sistemik.

Defisiensi hematologi terutama serum besi, folat, atau vitamin B12 juga banyak dikaitkan sebagai faktor etiologis dari pasien SAR. Salah satu penelitian melaporkan keadaan klinis yang membaik hingga 75 % pada pasien SAR saat defisiensi hematologis yang dideritanya terdeteksi dan dilakukan terapi. Gambaran klinis dan respon pasien terhadap pengelolaan kasus yang dilaporkan di sini mendukung diagnosis RAS berhubungan dengan malabsorpsi vitamin B12. Studi menunjukkan defisiensi hematinic adalah dua kali lebih sering pada pasien RAS daripada di kontrol. Dalam kasus ini pasien memperlihatkan mukosa erythemathous dan depapilasi lidah. Pasien merespon pengobatan dengan Vitamin B12 parenteral, sehingga SAR tidak terulang dan kadar vitamin B12 serum, hemoglobin, dan MCV kembali ke kadar normal.IV.2Saran

Sebaiknya dilanjutkan penelitian yang berbasis epidemiologi tentang Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR).Daftar Pustaka

1. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000

2. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005

3. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1998

4. www.dcmsonline.org, tentang conjunctivitis

5. www.eyepathologisyt.com/disease

6. www.aafp.org/afp//AFPprinter/980215ap/morrow.html