imunisasi referat ami

Upload: iin-alfriani-amran

Post on 10-Jan-2016

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat kedokteran

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN LATAR BELAKANGImunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu. Guna terwujudnya derajat kesehatan yang tinggi, pemerintah telah menempatkan fasilitas pelayanan.1Angka kesakitan bayi di Indonesia relatif masih cukup tinggi, meskipun menunjukkan penurunan dalam satu dekade terakhir. Program imunisasi bisa didapatkan tidak hanya di puskesmas atau di rumah sakit saja, akan tetapi juga diberikan di posyandu yang dibentuk masyarakat dengan dukungan oleh petugas kesehatan dan diberikan secara gratis kepada masyarakat dengan maksud program imunisasi dapat berjalan sesuai dengan harapan. Program imunisasi di posyandu telah menargetkan sasaran yang ingin dicapai yakni pemberian imunisasi pada bayi secara lengkap. Imunisasi dikatakan lengkap apabila mendapat BCG 1 kali, DPT 3 kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1 kali, dan Polio 4 kali. Bayi yang tidak mendapat imunisasi secara lengkap dapat mengalami berbagai penyakit, misalnya difteri, tetanus, campak, polio, dan sebagainya. Oleh karena itu, imunisasi harus diberikan dengan lengkap sesuai jadwal. Imunisasi secara lengkap dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit tersebut.2Pemerintah telah memberikan berbagai upaya dan kebijakan dalam bidang kesehatan untuk menekan angka kesakitan, namun masyarakat belum bisa memanfaatkannya secara optimal karena ada sebagian ibu yang memiliki persepsi bahwa tanpa imunisasi anaknya juga dapat tumbuh dengan sehat.3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

DEFINISIImunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya.3Imunisasi biasanya terutama diberikan pada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit infeksi yang berbahaya. Beberapa imunisasi tidak cukup diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap untuk mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.1Imunisasi merupakan suatu proses transfer antibodi secara pasif dengan memberikan imunoglobulin.Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun memproduksi limfosit yang peka, antibodi dan sel memori. Cara ini menirukan infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan. Tujuannya adalah memberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya dikemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen / penyakit yang masuk tersebut.Vaksinasi mempunyai keuntungan: Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidupnya. Vaksinasi cost-effective karena murah dan efektif. Vaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh lebih jarang daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit tersebut secara almiah. Vaksin adalah mikroorganisme bakteri, virus atau riketsia) atau toksoid yang diubah ( dilemahkan atau diamtikan) sedemikian rupa sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang, tetapi tetap mengandung sifat antigenisitas. Bila vaksin diberikan kepada manusia maka akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.Vaksinasi merupakan upaya pencegahan primer. Secara konvensional, upaya pencegahan penyakit dan keadaan apa saja yang akan menghambat tumbuh kembang anak dapat dilakukan dalam tiga tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier. Pencegahan primer adalah semua upaya untuk menghindari terjadinya sakit atau kejadian yang dapat mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat. Pencegahan sekunder adalah upaya kesehatan agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan, yaitu meninggal atau meninggalkan gejala sisa, cacat fisik maupun mental. Pencegahan tersier adalah membatasi berlanjutnya gejala sisa tersebut dengan upaya pemulihan seseorang penderita agar dapat hidup mandiri tanpa bantuan orang lain.

EPIDEMIOLOGIBerdasarkan laporan WHO tahun 2002, setiap tahun terjadi kematian sebanyak 2,5 juta balita, yang disebabkan penyakit yang dapat dicegah melalui vaksinasi. Radang paru yang disebabkan oleh pneumokokus menduduki peringkat utama (716.000 kematian), diikuti penyakit campak (525.000 kematian), rotavirus (diare), Haemophilus influenza tipe B, pertusis dan tetanus. Dari jumlah semua kematian tersebut, 76% kematian balita terjadi dinegara-negara sedang berkembang, khususnya Afrika dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia).1WHO mengatakan bahwa penyakit infeksi yang dapat dicegah melalui vaksinasi akan dapat diatasi bilamana sasaran imunisasi global tercapai. Dalam hal ini bisa tercapai bila lebih dari > 90% populasi telah mendapatkan vaksinasi terhadap penyakit tersebut.1

TUJUANUntuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.3Sasaran dari pemberian imunisasi tidak hanya pada anak-anak, tetapi juga mencakup wanita hamil (awal kehamilan 8 bulan), wanita usia subur (calon mempelai). Pada anak-anak, imunisasi diberikan dimulai sejak bayi dibawah umur 1 tahun (0 11 bulan) sampai anak sekolah dasar (kelas 1 kelas 6).

KEBERHASILAN IMUNISASITergantung dari beberapa faktor, yaitu status imun pejamu, faktor genetik pejamu, serta kualitas dan kuantitas vaksin.Status imun pejamu Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa fetus mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campsk, bila vaksinasi campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan membeikan hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu (ASI) yang mengandung IgA sekretori (sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilan vaksinasi polio yang diberikan secara oral. Namun pada umumnya kadar sIgA terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan. Pada penelitian di Sub Bagian Alergi-Imunologi, Bagian IKA FKUI/RSCM, Jakarta ternyata sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar sIgA tinggi terdapat pada kolostrum. Karena itu bila vaksinasi polio diberikan pada masa pemberian kolostrum ( kurang atau sama dengan 3 hari setelah bayi lahir ), hendaknya ASI ( kolostrum ) jangan diberikan dahulu 2 jam sebelum dan sesudah vaksinasi.Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi neonatus fungsi makrofag masih kurang. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang. Jadi dengan sendirinya, vaksinasi pada neonatus akan memberikan hasil yang kurang dibandingkan pada anak. Maka, apabila imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, jangan lupa memberikan imunisasi ulangan.Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat obat imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit yang menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit keganasan juga akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Bahkan adanya defisiensi imun merupakan kontraindikasi pemberian vaksin hidup karena dapat menimbulkan penyakit pada individu tersebut. Demikian pula vaksinasi pada individu yang menderita penyakit infeksi sistemik seperti campak, tuberkulosis milier akan mempengaruhi pula keberhasilan vaksinasi.Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti makrofag dan limfosit. Imunitas selular menurun dan imunitas humoral spesifisitasnya rendah. Meskipun kadar globulin normal atau bahkan meninggi, imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi. Kadar komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya respons terhadap vaksin atau toksoid berkurang. Faktor genetik pejamu Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup, dan rendah terhadap antigen tertentu. Ia dapat memberikan respons rendah terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat lebih tinggi. Karena itu tidak heran bila kita menemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%.Kualitas dan kuantitas vaksin Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenisitas. Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan keberhasilan vaksinasi, seperti cara pemberian, dosis, frekuensi pemberian ajuvan yang dipergunakan, dan jenis vaksin. Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul. Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal disamping sistemik, sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas sistemik saja. Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respons imun yang terjadi. Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang diharapkan. Sedang dosis terlalu rendah tidak merangsang sel-sel imunokompeten.Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis, karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan. Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons imun yang terjadi. Disamping frekuensi, jarak pemberianpun akan mempengaruhi respons imun yang terjadi. Bila pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, maka antigen yang masuk segera dinetralkan oleh antibodi spesifik yang masih tinggi tersebut sehingga tidak sempat merangsang sel imunkompaten. Bahkan dapat terjadi apa yang dinamakan reaksi arthus, yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen antibodi lokal sehingga terjadi peradangan lokal. Karena itu pemberian ulang ( booster ) sebaiknya mengikuti apa yang dianjurkan sesuai dengan hasil uji klinis. Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respons imun terhadap antigen. Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan mempertahankan antigen pada atau dekat dengan tempat suntikan, dan mengaktivasi APC ( antigen presenting cells ) untuk memproses antigen secara efektif dan memproduksi interleukin yang akan mengaktifkan sel imunokompeten lainnya. Jenis Vaksin, vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik dibanding vaksin mati atau yang diinaktivasi ( killed atau inactivated ) atau bagian ( komponen ) dari mikroorganisme. Vaksin hidup diperoleh dengan cara atenuasi. Tujuan atenuasi adalah untuk menghasilkan organisme yang hanya dapat menimbulkan penyakit yang sangat ringan. Atenuasi diperoleh dengan memodifikasi kondisi tempat tubuh mikroorganisme, misalnya suhu yang tinggi atau rendah, kondisi anerob, atau menambah empedu pada media kultur seperti pada pembuatan vaksin BCG yang sudah ditanam selama 13 tahun. Dapat pula dipakai mikroorganisme yang virulen untuk spesies lain tetapi untuk manusia avirulen, misalnya virus cacar sapi.

PERSYARATAN VAKSIN1. Mengaktivasi APC untuk mempresentasikan antigen dan memproduksi interleukin.2. Mengaktivasi sel T dan sel B untuk membentuk banyak sel memori3. Mengaktivasi sel T dan sel Tc terhadap beberapa epitop, untuk mengatasi variasi respons imun yang ada dalam populasi karena adanya polimorfisme MHC.4. Memberi antigen yang persisten, mungkin dalam sel folikular dendrit jaringan limfoid tempat sel B memori direkrut sehingga dapat merangsang sel B sewaktu-waktu menjadi sel plasma yang membentuk antibodi terus-menerus sehingga kadarnya tetap tinggi.Vaksin yang dapat memenuhi ke empat persyaratan tersebut adalah vaksin virus hidup.

JENIS VAKSINPada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : Live attenuated ( bakteri atau virus hidup yang dilemahkan ) Inactivate ( bakteri, virus atau komponenmnya dibuat tidak aktif )Vaksin hidup attenuatedDiproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak ( replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit.Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar ( wild ) penyebab penyakit. Virus atau bakteri liar ini dilemahkan ( attinuated ) dilaboratorium, biasanya dengan cara pembiakan berulang-ulang. Misalnya vaksin campak yang dipakai sampai sekarang, diisolasi untuk mengubah virus liar campak menjadi virus vaksin dibutuhkan 10 tahun dengan cara melakukan penanaman pada jaringan media pembiakan secara serial dari seorang anak yang menderita penyakit campak pada tahun 1954. Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup atteuated harus berkembang biak ( mengadakan replikasi ) di dalam tubuh resipien. Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol ( misalnya panas atau cahaya ) atau pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam tubuh ( antibodi yang beredar ) dapat menyebabkan vaksin tersebut tidak efektif. Respons imun terhadap vaksin hidup attenuated pada umumnya sama dengan yang diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respons imun tidak membedakan antara suatu infeksi dengan virus vaksin yang dilemahkan dan infeksi dengan virus liar. Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk patogenik seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup. Antibodi dari sumber apapun ( misalnya transplasental, transfusi ) dapat mempengaruhi perkembangan vaksin mikroorganisme dan menyebabkan tidak adanya respons ( non response ). Vaksin campak merupakan mikroorganisme yang paling sensitif terhadap antibodi yang beredar dalam tubuh. Virus vaksin polio dan rotavirus paling sedikit terkena pengaruh. Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati.

Vaksin hidup attenuated yang tersedia Berasal dari vrius hidup : Vaksin campak, gondongan ( parotitis ), rubela, polio, rotavirus, demam kuning ( yellow fever ). Berasal dari bakteri : Vaksin BCG dan demam tifoid oral.

Vaksin Inactivated Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara mambiakkan bakteri atau virus dalam media pembiakan ( persemaian ), kemudian dibuat tidak aktif dengan penambahan bahan kimia ( biasanya formalin ). Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan penyakit ( walaupun pada orang dengan defisiensi imun ) dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen inactivated tidak dipengaruhi oleh antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat diberikan saat antibodi berada di dalam sirkulasi darah. Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya pada dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya memacu atau menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif baru timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan vaksin hidup, yang mempunyai respons imun yang mirip atau sama dengan infeksi alami, respons imun terhadap vaksin inactivated sebagian besar humoral, hanya sedikit atau tak menimbulkan imunitas selular. Titer antibodi terhadap antigen inactivated menurun setelah beberapa waktu. Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap penyakit masih memerlukan vaksin seluruh sel ( whole cell ), namun vaksin bakterial seluruh sel bersifat paling reaktogenik dan menyebabkan paling banyak reaksi ikutan atau efek samping. Ini disebabkan respons terhadap komponen-komponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan untuk perlindungan ( contoh antigen pertusis dalam vaksin DPT ).

Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari : Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A. Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra. Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza, pertusis a-seluler, tifoid Vi, lyme disease. Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum. Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan haemophilus influenzae tipe b. Gabungan polisakarida ( haemophillus influenzae tipe B dan pneumokokus ).

VAKSIN DAN SISTEM KEKEBALANSebelum membahas bagaimana pemberian vaksin dapat memberikan perlindungan terhadap seseorang, terlebih dahulu perlu diketahui sistem kekebalan tubuh kita bekerja melawan mikroorganisme (virus, bakteri, parasit, dsb).1

Gambar 11Manusia dapat terhindar atau sembuh dari serangan penyakit infeksi karena telah dilengkapi dengan 2 sistem kekebalan tubuh, yaitu :11. Kekebalan tidak spesifik (Non Spesific Resistance)Disebut sebagai sistem imun non spesifik karena sistem kekebalan tubuh kita tidak ditujukan terhadap mikroorganisme atau zat asing tertentu. Contoh bentuk kekebalan non-spesifik : Pertahanan fisis dan mekanis, misalnya silia atau bulu getar hidung yang berfungsi untuk menyaring kotoran yang akan masuk ke saluran nafas bagian bawah. Pertahanan biokimiawi - air susu ibu yang mengandung laktoferin - berperan sebagai antibakteri Interferon - pada saat tubuh kemasukan virus, maka sel darah putih akan memproduksi interferon untuk melawan virus tersebut. Apabila mikroorganisme masuk ke tubuh, maka sistem kekebalan non-spesifik yang diperankan oleh pertahanan selular (monosit dan makrofag) akan menangkap, mencerna, dan membunuh mikroorganisme tersebut.2. Kekebalan Spesifik (Spesific Resistance)Sistem kekebalan spesifik dimainkan oleh dua komponen utama, yaitu sel T dan sel B. Sistem kekebalan spesifik tidak mengenali seluruh struktur utuh mikroorganisme, melainkan sebagai prrotein saja yang akan merangsang sistem kekebalan. Bagian dari struktur protein mikroorganisme yang dapat merangsang sistem kekebalan spesifik ini disebut antigen. Adanya antigen akan merangsang diaktifkannya sel T atau sistem kekebalan selular. Selanjutnya sel T ini akan memacu sel B atau sel humoral untuk mengubah bentuk dan fungsi menjadi sel plasma yang selanjutnya akan memproduksi antibodi. Kelebihan dari sistem kekebalan spesifik adalah dilengkapi dengan sel memori. Semakin sering tubuh kita kontak dengan antigen dari luar, maka semakin tinggi pula peningkatan kadar antibodi tubuh karena sel-sel memori telah mengenali antigen tersebut.Yang membangkitkan sistem kekebalan spesifik kita adalah antigen yang merupakan bagian dari mikroorganisme (virus atau bakteri). Antigen ini selanjutnya akan ditanggapi oleh sistem kekebalan tubuh dengan memproduksi antibodi. Berdasarkan cara memperoleh kekebalan, maka kekebalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :1,31. Kekebalan pasifKekebalan yang diperoleh dari luar, yang berarti bahwa tubuh mendapat bantuan dari luar antibodi yang sudah jadi. Sifat kekebalan pasif tidak berlangsung lama, umumnya tidak kurang dari 6 bulan. Misalnya bayi yang secara alami telah memiliki kekebalan pasif dari ibunya.2. Kekebalan aktifYang umum disebut imunisasi diperoleh melalui pemberian vaksinasi dan berlangsung bertahun tahun, karena tubuh memiliki sel memori terhadap antigen tertentu.Dalam rangka memacu sistem kekebalan spesifik tubuh, maka vaksin dapat dibuat dari2 : Live attenuated (vaksin hidup yang dilemahkan) Inactivated (bakteri, virus atau komponennya dibuat tidak aktif) Vaksin rekombinan Virus like particle vaccine.Vaksin hidup attenuated atau Live attenuated diproduksi dilaboratorium dengan cara memodifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak (replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit. Supaya dapat menimbulkan respon imun, vaksin hidup attenuated harus berkembang biak (mengadakan replikasi) di dalam tubuh resipien. Suatu dosis kecil virus atau bakteri yang diberikan, yang kemudian mengadakan replikasi di dalam tubuh dan meningkat jumlahnya sampai cukup besar untuk memberi rangsangan suatu respons imun. Vaksin hidup attenuated yang tersedia berasal dari virus hidup yaitu vaksin campak, gondongan (parotitis), rubela, polio, rotavirus, demam kuning (yellow fever) dan yang berasal dari bakteri yaitu vaksin BCG dan demam tifoid. Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakan bakteri atau virus dalam media pembiakan, kemudian dibuat tidak aktif (inactivated dengan penambahan bahan kimia (biasanya formalin). Untuk vaksin fraksional, organisme tersebut dibuat murni dan hanya komponen-komponennya yang dimaksukkan dalam vaksin (misalnya kapsul polisakarida dari kuman pneumokokus). Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis antigen dimasukan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan penyakit dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Vaksin inactivated yang tersedia saat ini berasal dari seluruh sel virus yang inactivated contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A. Kemudian dari seluruh bakteri yang inactivated contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra. Juga dari toksoid misalnya difteria, tetanus dapat juga dari polisakarida murni misalnya pneumokokus, meningokokus dan haemophilus influenza tipe B.Vaksin rekombinan. Macam vaksin demikian diperoleh melalui proses rekayasa genetik, misalnya vaksin hepatitis B, vaksin tifoid, dan rotavirus. Vaksin hepatitis B dihasilkan dengan cara memasukkan suatu segmen gen vius hepatitis B ke dalam sel ragi. Sela ragi yang telah diubah ini kemudian menghasilkan antigen permukaan hepatitis B murni.Virus like particle vaccine atau vaksin yang dibuat dari partikel yang mirip dengan virus, contohnya adala vaksin human papillomavirus (HPV) tipe 16 untuk mencegah kanker leher rahim. Atigen diperoleh melalui protein virus HPV yang diolah sedimikian rupa sehingga menghasilkan struktur mirip dengan seluruh struktur HPV (atau dikenal sebagai pseudo particles of HPV tipe 16).

PEMBERIAN IMUNISASITata cara pemberian imunisasiSebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai berikut : Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak divaksinasi. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan. Baca dengan teliti informasi tentang produk ( vaksin ) yang akan diberikan dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi. Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang diberikan. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan. Periksa tanggal kadarluwarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal ( catch up vaccination ) bila diperlukan. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi bayi/anak penerima vaksin. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut : Berilah petunjuk ( sebaiknya tertulis ) kepada orang tua atau pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat. Catat imuniasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis. Catatan imunisasi secar rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang Pemberantasan Penyakit Menular. Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.PenyimpananAturan umum untuk sebagian besar vaksin, Bahwa vaksin harus didinginkan pada temperatur 2-8C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin ( DPT, Hib, hepatitis B, dan hepatitis A ) menjadi tidak aktif bila beku

Arah Sudut Jarum pada Suntikan IntramuskularJarum suntik harus disuntikan dengan sudut 450-600 ke dalam otot vastus lateralis atau otot deltoid. Untuk suntikan otot vastus lateralis, jarum diarahkan ke arah lutut sedangkan untuk suntikan pada deltoid jarum diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 900.

Tempat Suntikan yang DianjurkanPaha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi dan anak umur di bawah 12 bulan. . Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak yang lebih besar ( mereka yang telah dapat berjalan ) dan orang dewasa.Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan adalah : Menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika pada suntikan daerah gluteal. Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara adekuat. Imunogenitas vaksin hepatitis B dan rabies akan berkurang apabila disuntikkan di daerah gluteal Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuknya nodulus di tempat suntikan yang menahun. Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.

Gambar 2. Lokasi Penyuntikan intramuscular Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)

CARA PENYUNTIKAN VAKSINSubkutanPerhatian Penyuntikan subkutan diperuntukan imunisasi MMR, varisela, meningitis Perhatikan rekomendasi untuk umur anak

UmurTempatUkuran jarumInsersi jarum

Bayi (lahir s/d12 bulan)Paha anterolateralJarum 5/8-3/4Spuit no 23-25Arah jarum 45o Terhadap kulit

1-3 tahunpaha anterolateral/Lateral lengan atasJarum 5/8-3/4Spuit no 23-25Cubit tebal untuk suntikan subkutan

Anak > 3 tahunLateral lengan atasJarum 5/8-3/4Spuit no 23-25Aspirasi spuit sebelum disuntikanUntuk suntikan multipel diberikan pada ekstremitas berbeda

CARA PENYUNTIKAN VAKSINIntramuskularPerhatian: Diperuntukan Imunisasi DPT, DT,TT, Hib, Hepatitis A & B, Influenza. Perhatikan rekomendasi untuk umur anakUmur TempatUkuran jarumInsersi jarum

Bayi (lahir s/d 12 bulanOtot vastus lateralis pada paha daerah anterolateral Jarum 7/8-1 Spuit n0 22-251. Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencpai otot

1-3 tahunOtot vastus lateralis pada paha daerah anterolateral sampai masa otot deltoid cukup besar (pada umumnya umur 3 tahunJarum 5/8-1 (5/8 untuk suntikan di deltoid umur 12-15 bulanSpuit no 22-252. Suntik dengan arah jarum 80-90o. lakukan dengan cepat1. Tekan kulit sekitar tepat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jarum ditusukan

Anak > 3 tahunOtot deltoid, di bawah akromionJarum 1-1 Spuit no 22-252. Aspirasi spuit sblm vaksin disuntikan, untuk meyakinkan tidak masuk ke dalam vena.Apabilaterdapat darah, buang dang ulangi dengan suntik yang baru.3. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian sekstremitas berbeda

Keadaan Bayi atau Anak sebelum ImunisasiOrangtua atau pengantar bayi/anak dianjurkan mengingat dan memberitahukan secara lisan atau melalui dafatr isian tentang hal-hal yang berkaitan dengan indikasi kontra atau risiko kejadian ikutan pasca imunisasi tersebut di bawah ini : Pernah mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi yang berat ( memerlukan pengobatan khusus atau perlu perawatan di rumah sakit ). Alergi terhadap bahan yang juga terdapat di dalam vaksin ( misalnya neomisin ). Sedang mendapat pengobatan Steroid jangka panjang, radioterapi, atau kemoterapi. Tinggal serumah dengan orang lain yang imunitasnya menurun ( leukimia, kanker, HIV/AIDS ). Tinggal serumah dengan orang lain dalam pengobatan yang menurunkan imunitas ( radioterapi, kemoterapi, atau terapi steroid ). Pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup ( vaksin campak, poliomielitis, rubela ). Pada 3 bulan yang lalu mendapat imunoglobulin atau tranfusi darah. Menderita penyakit susunan syaraf pusat

Pencatatan Imunisasi dan Kartu Imunisasi Setiap bayi/anak sebaiknya mempunyai dokumentasi imunisasi seperti kartu imunisasi yang dipegang oleh orangtua atau pengasuhnya. Setiap dokter atau tenaga paramedis yang memberikan imunisasi harus mencatat semua data-data yang relevan pada kartu imunisasi tersebut. Orangtua/pengasuh yang membawa anak ke tenaga medis atau paramedis untuk imunisasi diharapkan senantiasa membawa kartu imunisasi tersebut.Data yang harus dicatat pada kartu imunisasi adalah sebagai berikut : Jenis vaksin yang diberikan, termasuk nomor batch dan nama dagang Tanggal melakukan vaksinasi Efek samping bila ada Tanggal vaksinasi berikutnya Nama tenaga medis/paramedis yang memberikan vaksin

KIPI ( KEJADIAN IKUTAN PASCA-IMUNISASI )1Setiap tindakan medis apa pun bisa menimbulkan risiko bagi pasien si penerima layanan baik dalam skala ringan maupun berat. Demikian halnya dengan pemberian vaksinasi, reaksi yang timbul setelah pemberian vaksinasi disebut kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) atau adverse following immunization (AEFI). Dengan semakin canggihnya teknologi pembuatan vaksin dan semakin meningkatnya teknik pemberian vaksinasi, maka reaksi KIPI dapat diminimalisasi. Meskipun risikonya sangat kecil, reaksi KIPI berat dapat saja terjadi. Oleh karena itu, petugas imunisasi atau dokter mempunyai kewajiban untuk menjelaskan kemungkinan reaksi KIPI apa saja yang dapat terjadi. Dan bagi orang yang hendak menerima vaksinasi mempunyai hak untuk bertanya dan mengetahui apa saja reaksi KIPI yang dapat terjadi.Secara khusus KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik oleh karena efek vaksin maupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, kesalahan program, reaksi suntikan, atau penyebab lain yang tidak dapat ditentukan. Secara umum, reaksi KIPI dapat dikategorikan sebagai akibat kesalahan program, reaksi suntikan, dan reaksi vaksin.Kesalahan program. Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan kesalahan teknik pelaksanaan vaksinasi, misalnya kelebihan dosis, kesalahan memilih lokasi dan cara menyuntik, sterilitas, dan penyimpanan vaksin. Dengan semakin membaiknya pengelolaan vaksin, pengetahuan, dan ketrampilan petugas pemberi vaksinasi, maka kesalahan tersebut dapat diminimalisasi.Reaksi suntikan. Reaksi suntikan tidak berhubungan dengan kandungan vaksin, tetapi lebih karena trauma akibat tusukan jarum, misalnya bengkak, nyeri, dan kemerehan di tempat suntikan. Selain itu, reaksi suntikan dapat terjadi bukan akibat dari trauma suntikan melainkan karena kecemasan, pusing, atau pingsan karena takut terhadap jarum suntik. Reaksi suntikan dapat dihindari dengan melakukan teknik penyuntikan secara benar.Reaksi vaksin. Gejala yang muncul pada reaksi vaksin sudah bisa diprediksi terlebih dahulu, karena umumnya perusahaan vaksin telah mencantumkan reaksi efek samping yang terjadi setelah pemberian vaksinasi. Keluhan yang muncul umumnya bersifat ringan (demam, bercak merah, nyeri sendi, pusing, nyeri otot). Meskipun hal ini jarang terjadi, namun reaksi vaksin dapat bersifat berat, misalnya reaksi anafilaksis dan kejang. Untunglah bahwa reaksi alergi serius relatif jarang terjadi, misalnya reaksi alergi serius akibat campak kemungkinan kejadiannya hanya 1/1000.000 dosis.Mengingat hampir setiap vaksin mempunyai potensi memberikakn reaksi efek samping atau KIPI, maka sebaiknya bertanya terlebih dahulu kepada petugas gejala apa saja yang dapat terjadi setelah vaksinasi. Bila keluhan KIPI bersifat ringan, misalnya demam, nyeri tempat suntikan, atau bengkak maka dapat dilakukan pengobatan sederhana, misalnya dengan minum obat antipiretik saja. Tetapi bila kejadian pasca imunisasi bersifat serius, maka harus secepat mungkin dibawa kerumah sakit. Setiap pelayanan kesehatan yang melakukan pemberian vaksinasi mempunyai kewajiban untuk melaporkan KIPI ke Dinas Kesehatan Tingkat Kabupaten, dengan tembusan ke Sekretariat KOMDA PP KIPI yang berkedudukan di setiap provinsi.1. Jenis-jenis Imunisasi PPIa) Hepatitis BJenis vaksin: Inactivated viral vaccine (IVV = HBsAg yang telah diinaktivasi) vaksin rekombinan: HB Vax (MSD), Engerix (smith Kline Becham), Bimugen (kahatsuka) Plasma derived: Hepa B: vaksin hepatitis B (biofarma), Hepaccine B (Cheil Chemical & ford)Dosis: 0,5 mL/dosis.Cara pemberian: SC/IMKontra indikasi: defisiensi imun (mutlak)Efek samping: reaksi lokal ringan, demam sedang 24-48 jam, lesu, rasa tidak enak pada saluran pencernaan.b) BCGJenis Vaksin: Calmette & Guerin (Biofarma, Pasteur, Glaxo) suatu live attenuated vaccine (LAV).Dosis: 0,05 mL/dosisJadual imunisasi: Pada kesempatan kontak pertama dengan bayiTidak diperlukan boosterKontra indikasi: defisiensi imun (mutlak), dermatosis yang progresif (sementara)Efek samping: reaksi lokal, adenitisc) DPTJenis vaksin: Difteri (toksoid); Pertusis (Inactivated Bacterial Vaccine-IBV, Bordetella pertusis tipe I); Tetanus (toksoid)Dosis: 0,5 mL/dosisCara pemberian: IM atau SC dalamJadual imunisasi: Imunisasi dasar: Tiga dosis dengan interval 4-6 minggu. Dosis I diberikan pada umur 2 bulan. Booster: Dosis IV diberikan 1 tahun setelah dosis III dan Dosis V dan VI berupa DT diberikan pada umur 6 dan 12 tahun.Kontra indikasi:Defisiensi imun (mutlak)Difteri : tidak adaPertusis : riwayat kelainan neurologis skema imunisasi DPT pada bayi dengan riwayat kejang. (lihat lampiran 1)Tetanus : tidak adaEfek samping: Reaksi lokal, demam Reaksi akinetik, kejang, gejala ensefalopati akibat komponen vaksin pertusis. Jika muncul reaksi ini, imunisasi DPT dilanjutkan hanya dengan DT lihat bagan pedoman vaksinasi DPT pada anak/bayi dengan riwayat kejang

d) PolioJenis vaksin: vaksin polio oral sabin (LAV)Dosis: 2 tetes/dosisCara pemberian: oralJadual imunisasi: Dosis I diberikan pada umur sedini mungkin bila bayi lahir di RS (bersama dengan BGC) atau pada kontak pertama bila bayi datang ke RS atau posyandu (biasanya umur 2 bulan). Selanjutnya dosis II,II dan IV diberikan dengan interval 4 minggu, bersamaan dengan DPT I,II dan II. Jika BCG dan Polio I diberikan bersamaan dengan DPT I , polio IV diberikan 4-6 minggu setelah DPT/Polio III. Booster: dosis V diberikan I tahun setelah dosis IV dan dosis VI dan VII diberikan pada umur 6 dan 12 tahun.Kontra indikasi: Defisiensi imun (mutlak), diare (sementara)Efek samping: Tidak ada reaksi klinis. Kemungkinan polio paralitik yang dapat dievaluasi dari 1 per 8 juta dosis pada anak yang telah diimunisasi dan 1 per 5 juta dosis pada kontak.CampakJenis vaksin: Schwarz (LAV)Dosis: 0,5 mL/dosisCara pemberian: SC atau IMJadual imunisasi: Imunisasi dasar : diberikan pada umur 9 bulan Booster: tidak diperlukanKontra indikasi: Defisiensi imun (mutlak)Alergi terhadap telur (benar-benar terbukti)Mendapat injeksi gammaglobulin dalam 6 minggu terakhirEfek samping: demam dengan atau tanpa ruam 6-12 hari setelah diimunisasi pada 15-20% anak.

2. Jenis Jenis Imunisasi Non-PPI

a) MMR (Measles-Mumps-Rubela)Jenis vaksin: Triple vaccine Measles, Mumps dan Rubella (LAV), isinya :Measles: campakMumps: Urabe (trimovax-pasteur), Jeryl Lynn (MMR-MSD) Rubella: RA 27/73Dosis: 0,5 cc/dosisCara pemberian: SC atau IMJadual imunisasi: Imunisasi dasar: diberikan pada umur 12 bulan atau 6 bulan setelah imunisasi campak. Booster: diberikan pada umur 12 tahun Kontra indikasi: sama dengan campakEfek samping: sama dengan campak + parotitis: demam, ruam, ensefalitis parotitis, meningoensefalitis, tuli neural unilateral (tetapi dilaporkan sembuh sempurna tanpa gejala sisa).

b) Tifus AbdominalisJenis vaksin: Vi CPS (capsular poly sacharide) : Typhim Vi (Pasteur Merieux)Oral : Vivotif (Ty2/A strain)Dosis: Polisakarida 0,5 mL/dosisOral: 1 kapsul lapis enterik atau 1 sachet.Cara pemberian: Polisakarida : SC atau IM satu kaliOral, 3 kali selang sehari.Jadual imunisasi: Imunisasi dasar: Polisakasrida direkomendasikan diberikan pada umur > 2 tahun.Oral direkomendasikan diberikan pada umur > 6 tahun dalam 3 dosis dengan interval dosis selang sehari. Booster: Polisakarida diberikan setiap 3 tahunOral: setelah 3-7 tahun.Kontra indikasi: < 2 tahun (mutlak), tidak dianjurkan sebelum umur 6 tahun.Proteinuria, penyakit progresifEfek samping: Reaksi lokal ditempat suntikan : indurasi, nyeri 1-5 hari.Reaksi sistemik : demam, malaise, sakit kepala, nyeri otot, komplikasi neuropatik, kadang-kadang bisa shock, kolaps.

c) VariselaJenis vaksin: Strain OKA dari virus Varicella zoster.Dosis: 0,5 cc/dosisCara pemberian: SC Jadual imunisasi: Imunisasi dasar : Anak umur 12 bulan sampai dengan 12 tahun diberikan 1 dosis. Anak 13 tahun keatas diberikan 2 dosis dengan interval 4-8 minggu. Booster: Jika diberikan pada umur 12 bulan harus diulang pada umur 12 tahun.Kontra indikasi: Defisiensi imun (mutlak), penyakit demam akut yang berat (sementara), hipersensitif terhadap neomisin atau komponen vaksin lain, TBC aktif yang tak diobati, penyakit kelainan darah.Efek samping: Reaksi lokal di tempat suntikan: ringanReaksi sistemik : demam ringan, erupsi papulo vesikular dengan lesi < 10.Catatan: hindarkan pemberian salisilat selama 6 minggu setelah vaksinasi karena dilaporkan terjadi Reyes Syndrome setelah pemberian salisilat pada anak dengan varisela alamiah.d) Haemophylus Influenza Tipe B (Act-HiB)Jenis vaksin: Conjugate H. Influenza Tipe B (Act-HiB) PRP-T (Pasteur Merieux)Dosis: 0,5 cc/dosisCara pemberian: SC atau IMJadual imunisasi: Imunisasi dasar : Untuk vaksin conjugate H-Influenza Tipe B (Act-HiB) bila umur 2-6 bulan: direkomendasikan diberikan pada umur 2,4 dan 6 bulan bila umur 6-12 bulan: direkomendasikan diberikan pada umur 2 dosis dengan interval 1-2 bulan. bila umur >12 bulan: Act HiB hanya diberikan 1 kali Untuk vaksin Pedvax HIB MSD Bila diberikan pada umur 2-14 bulan maka diberikan dalam 2 dosis dengan interval 2 bulan. Bila di berikan pada umur > 15 bulan maka diberikan 1 kali saja. Booster : Untuk Act-HIB: bila imunisasi dasar diberikan pada umur 2-10 bulan, booster pada umur 12-15 bulan setelah suntikan terakhir. Untuk Pedvax: bila imunisasi dasar sebelum 1 tahun, booster diberikan 12 bulan setelah suntikan terakhir. Kontra indikasi: Hipersensitif terhadap komponen vaksin Infeksi akut dengan demamEfek samping: Lokal : eritema, nyeri dan indurasiReaksi sistemik : demam, nausea, muntah dan/atau diare, menangis > -1 jam dan rash.Infeksi akut dengan demam.e) Hepatitis AJenis vaksin: partikel virus aktif yang diinaktivasi 9IVV0Dosis: 0,5 cc/dosisCara pemberian: SC/ IMJadual imunisasi: Imunisasi dasar: anak berumur > 2 tahun diberikan 3 dosis dengan jadual 0,1 dan 6 bulan.Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak)3. Imunisasi pada Kondisi Tertentua) Bayi PrematurVaksinasi harus diberikan dan mulai pada usia kronologis serta sesuai jadwal untu anak cukup bulan. Imunisasi hepatitis B diberikan bila berat badan mencapai 2000 gram atau lebih, tetapi bila ibu mempunyai B hepatitis surface antigen positif maka segera diberikan vaksinasi hepatitis B dan imunoglobulin anti hepatitis B bersamaan dalam waktu 12 jam tanpa mempertimbangkan berat badan bayi.b) Imunokompromais (infeksi HIV)Pasien HIV mempunyai resiko lebih besar untuk mendapatkan infeksi sehingga diperlukan imunisasi, walaupun respons terhadap imunisasi tidak akan optimal atau kurang.i) Vaksin Kuman MatiVaksin pneumokok dan vaksin Haemophilus influenza tipe B (Hib)Penderita HIV mempunyai resiko untuk mendapatkan infeksi dengan kuman pneumokok dan H.influenza tipe B sehingga dianjurkan untuk diberikan secepatnya. Hanya 37% mempunyai kekebalan setelah vaksinasi dengan Haemophilus influenza tipe B sehingga diperlukan vaksinasi ulangan.Vaksin influenzaRespons imun yang timbul oleh vaksin influenza adalah sel T dependent maka penderita HIV yang lamjut tidak berguna diimunisasi dengan vaksin ini.Vaksin toksoid tetanus, difteri dan polio virus mati (IPV)Respons imun yang dihasilkan akan sama dengan anak normal apabila diberikan pada stadium dini walaupun terdapat vaksin difteri kurang sehingga diperlukan pemberian ulangan terutama di daerah endemik atau bila penderita HIV berkunjung ke daerah yang endemis difteri.Vaksin Hepatitis BAnak yang mendapat infeksi HIV dari ibu penderita HIV tidak akan mendapatkan respons imun yang baik bila diberikan imunisasi hepatitis B tetapi bila belum terinfeksi HIV, dan mempunyai antibodi HIV akan berespons lebih baik terhadap vaksinasi hepatitis B.ii) Vaksin Kuman HidupVaksin campakPenderita HIV yang mendapat infeksi campak mempunyai prognosis buruk dan fatal. Respons imunisasi campakadalah baik bila diberikan di bawah umur 1 tahun, walaupun antibodi yang timbul cepat menghilang dan hanya 52% yang masih mempunyai efek antibodi setelah 1 tahun imunisasi sedangkan bila diberikan imunisasi efek samping tidak ada.Vaksin Bacille Calmette-Guerin (BCG)Penderita HIV mempunyai resiko untuk mendapat infeksi tuberkulosis. Vaksinasi BCG dapat menimbulkan infeksi tuberkulosis di kemudian hari, sedangkan efek perlindungan vaksinasinya masih diragukan sehingga tidak dianjurkan untuk vaksinasi BCG terutama di negara yang maju, sedangkan di negara yang masih tinggi insiden tuberkulosisnya, WHO menganjurkan untuk tetap diberikan vaksinasi BCG.Vaksin polio oral (OPV), vaksin varciella-zooster, yellow feverTidak diperbolehkan untuk memberikan OPV, vaksin varciella dan yellow fever pada penderita HIV karena OPV dapat melumpuhkan.JADWAL IMUNISASI

Tabel jadwal imunisasi 2014Keterangan:Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014.1. VaksinHepatitis B.Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian injeksi vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis B monovalen atau vaksin kombinasi.2. VaksinPolio.Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polioboosterdapat diberikan vaksin OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV.3. Vaksin BCG.Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal umur 2 bulan. Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.4. Vaksin DTP.Vaksin DTP pertamadiberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun DTP yang diberikan harus vaksin Td, di-boostersetiap 10 tahun.5. VaksinCampak.Campak diberikan pada umur 9 bulan, 2 tahun dan pada SD kelas 1 (program BIAS).6. VaksinPneumokokus(PCV).Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.7. VaksinRotavirus.Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).8. VaksinVarisela.Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.9. VaksinInfluenza.Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak umur kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6