implementasi program peningkatan kualitas...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN
DI PERKOTAAN (P2KP) DALAM PROGRAM BEDAH KAMPUNG OLEH
PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2014-2015
NASKAH PUBLIKASI
OKY YANHAR
NIM : 090565201036
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
1
IMPLEMENTASI PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN
DI PERKOTAAN (P2KP) DALAM PROGRAM BEDAH KAMPUNG OLEH
PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2014-2015
OKY YANHAR
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Danilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Bedah Kampung adalah model pengembangan Pemberdayaan Keluarga
Miskin melalui rehabilitasi rumah tidak layak huni. Organisasi pelaksana Program
Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) merupakan suatu bagian
dari pengelolaan program nasional PNPM Mandiri yang telah diatur dalam Pedoman
Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang diterbitkan oleh
Tim Pengendali PNPM Mandiri. Fenomena yang terjadi adalah sampai saat ini
program in belum dapat berjalan dengan baik, Pemerintah Kota Tanjungpinang telah
melakukan pengusulan kembali program Bedah Kampung. Hal ini karena dinilai
masih banyak rumah masyarakat di kawasan pesisir Tanjungpinang yang belum
terbantu.
Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mengetahui Implementasi
Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) Dalam Program
Bedah Kampung Oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang Tahun 2014-2015 dan untuk
Mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi Program Peningkatan
Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP) Dalam Program Bedah Kampung Di
Kota Tanjungpinang. Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian
Deskriptif Kualitatif. Adapun informan dalam penelitian ini adalah pihak Kelurahan
yang daerahnya menjadi sasaran bedah kampung yaitu Kelurahan Kampung Bugis,
Tanjung Unggat dan Teluk kriting, dan tokoh masyarakat sebagai para pelaksana
dalam dalam Implementasi Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan
(P2KP) Dalam Program Bedah Kampung Di Kota Tanjungpinang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa bahwa
Implementasi Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan (P2KP)
Dalam Program Bedah Kampung Oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang Tahun
2014-2015 sudah berjalan dengan baik. Namun permasalahan yang terjadi adalah
kerjasama memang belum berjalan dengan baik. Perlu adanya kerjasama dan
perbaikan perbatasan kewenangan antara berbagai pihak agar program ini dapat
dijalankan dengan baik. Karena agak kesulitan untuk menjalin kerjasama dalam
menjalankan program ini. Seperti antara pihak P2KP dengan kelurahan dalam hal
pendataan.
Kata Kunci : Implementasi, Program, Peningkatan Kualitas Permukiman
2
A B S T R A C T
Bedah kampung is a model empowerment of the development of unprosperous
family through rehabilitations of not livable houses. Implementing organization of
(P2KP) Program of Quality Improvement in Urban Settlement is a part of national
program supervision PNPM Mandiri which have been set in General guidelines of
independent community national empowerment which is published by controller
team of PNPM Mandiri. The phenomenom still happen untill now is that program
not running well as what it should be, The Goverment of Tanjungpinang city has do
re-proposing this "Bedah Kampung" program. This is because there still got many
houses in coastal area of Tanjungpinang community that hasn't helped yet.
The purpose of this research is basically want to know (P2KP) Program of Quality
Improvement in Urban Settlement in Bedah Kampung program do by the Goverment
of Tanjungpinang city by 2014-2015 and to know any factors to influence (P2KP)
Program of Quality Improvement in Urban Settlement in "Bedah Kampung"
program in Tanjungpinang city. In this research, the author using Qualitative
Descriptive research. As for the informant in this research is of subjected sub-
district side for Bedah Kampung, that is Sub-district of Kampung Bugis, Tanjung
Unggat and Teluk Keriting, and community leader as implementer in (P2KP)
Program of Quality Improvement in Urban Settlement in "Bedah Kampung" in
Tanjungpinang city.
Based on the result of interview with the informant , so it can be analyzed that
(P2KP) Program of Quality Improvement in Urban Settlement in "Bedah
Kampung" program by the Goverment of Tanjungpinang city by 2014-2015 is
already going well. But the problems that happened is cooperation has not been
going well. Here needed cooperation and improvement of border authorities between
some parties so this program can be run well. because got difficulty to do
partnership in running this program. as between P2KP and territory party in term of
logging.
Keywords: Implementation, Programming, Improving The Quality Of Settlements
3
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu kebutuhan yang fundamental
pada diri manusia adalah tempat tinggal
atau rumah. Banyak terdapat rumah
tidak layak huni dikarenakan warga
hidup dalam kekurangan sehingga tidak
mampu menyediakan tempat tinggal
yang layak. Karena itu pelaksanan
bedah kampung diarahkan untuk
mendorong munculnya kemandirian
keluarga miskin.
Program dari Kementerian
Sosial ini, merupakan salah satu pilot
project untuk menyelesaikan
permasalahan sosial, dan program
tersebut untuk mendorong seluruh
komponen masyarakat agar berperan
aktif dalam perencanaan, pengelolaan,
pengawasan, serta pelaksanaan
dilapangan. Program bedah kampung
ini, adalah upaya pemerintah dalam
menanggulangi kemiskinan di kota
Tanjungpinang.
Program Bedah Kampung yang
dicanangkan oleh Pemerintah Pusat dan
dijalankan oleh Dinas Sosial dan tenaga
Kerja Kota Tanjungpinang. Selain
daerah pesisir, ada klasifikasi
persyaratan lainnya yang harus dimiliki
oleh masyarakat untuk bisa
memperoleh bantuan tersebut. Program
bedah kampung ini juga melibatkan
organisasi yaitu Program Peningkatan
Kualitas Permukiman di Perkotaan atau
P2KP dalam upaya pencapaian Visi dan
penanganan permukiman kumuh di
perkotaan.
Bedah Kampung adalah model
pengembangan pemberdayaan keluarga
miskin melalui rehabilitasi rumah tidak
layak huni. Bedah kampung ini berbeda
dengan bedah rumah yang dilaksanakan
Kementerian Perumahan Rakyat. Bedah
Kampung harus ditempatkan sebagai
bagian tidak terpisahkan dari program
penanggulangan kemiskinan, sebagai
program unggulan Kementerian Sosial.
Untuk itu, selain kegiatan rehabilitasi
rumah tidak layak huni, dalam program
ini dilakukan pula kegiatan bimbingan
sosial dan penyuluhan sosial yang
dilakukan oleh pekerja sosial dan
penyuluhan sosial. Tenaga
Kesejahteraan Sosial yang ada di
tingkat lokal dilibatkan dalam kegiatan
Bedah Kampung ini. Dalam program
ini tidak hanya rumah warga secara
pribadi yang diperbaiki tetapi
lingkungan sekitar yang tadinya kumuh
kembali diperbaiki. Bedah kampung
melibatkan unsur masyarakat, pemuda
dan masyarakat. Dengan dicanangkan
program ini maka setiap orang akan
saling berkenalan, saling mencintai satu
dengan yang lain, dan saling
menghormati. Sehingga dapat saling
menjaga lingkungan tempat tinggalnya.
Bantuan Program Terpadu
Penanggulangan Kemiskinan Berbasis
Bedah Kampung segera disalurkan
kepada masyarakat penerima. Program
Bedah Kampung langsung dirasakan
manfaatnya oleh sasaran program.
Rumah-rumah yang tadinya tidak layak
huni, langsung berubah menjadi lebih
sehat dan layak ditempati. Kondisi
rumah tinggal merupakan salah satu
indikator kemiskinan. Rehabilitasi
rumah tidak layak huni dianggap
berdampak positif memutus salah satu
rantai kemiskinan efeknya terasa
seketika itu juga. Kementerian Sosial
RI sudah menjalankan program Bedah
Kampung sejak tahun 2012.
Bedah Kampung adalah model
pengembangan Pemberdayaan Keluarga
Miskin melalui rehabilitasi rumah tidak
4
layak huni. Konsepnya sangat berbeda
dengan program Bedah Rumah yang
dilaksanakan kementerian perumahan
rakyat. Bedah kampung ditempatkan
sebagai bagian tidak terpisahkan dari
program penanggulangan kemiskinan.
Hasil akhir yang di harapkan, selain
mendapatkan rumah yang layak huni,
keluarga miskin mengalami perubahan
pada pola pikir, sikap mental dan
prilaku sosial. Kementerian Sosial
merencanakan melakukan Bedah
Kampung di 1.000 titik yang tersebar
diseluruh Indonesia. Dalam Bedah
Kampung melekat ciri khas Kemensos
yang dalam paradigma pembangunan
berpusat rakyat (People Center
Development). Kemensos lebih
berperan sebagai stimulator. Program
ini diharapkan dapat menstimulasi para
Pemerintah Daerah dan semua elemen
masyarakat untuk berpatisipasi
mengentaskan kemiskinan didaerahnya
masing-masing. Bantuan yang
diberikan bisa berupa dana maupun
tenaga.
Sebagai sebuah pengembangan
model pelaksanaan kegiatan
Penanggulangan Kemiskinan, Bedah
Kampung dirancang untuk
meninggkatkan capaian hasil upaya
pengentasan kemiskinan secara sinergi,
transparan, dan akuntabel. Model ini di
harapkan menjadi gerakan nasional
yang dapat menyentuh akar masalah
kemiskinan dan mengembangakan
modal sosial dimasyarakat yang berciri
bridging social capital. Tantangan yang
paling nyata adalah kegotong-royongan
di masyarakat berindikasi semakin
melemah, sedangkan roh dari kegiatan
bedah kampung adalah gotong-royong.
Salah satu yang paling berpengaruh
untuk menggerakan partisipasi
masyarakat adalah yang adanya
pemimpin yang terpecaya sebagai
motor penggerak. Selain itu tingkat
kepercayaan (trust) antar warga
masyarakat, kelompok-kelompok sosial
yang ada juga harus berada pada level
yang tinggi dan pandangan bahwa
bantuan yang diberikan menjadi
bagiaan yang memberi manfaat secara
langsung maupun tidak langsung
kepada masyarakat secara keseluruhan.
Pemerintah daerah dan tokoh
masyarakat harus dapat menggerakan
seluruh komponen baik aparatur, warg
amasyarakat, organisasi kepemudaan
dan kekuatan lainnya untuk
meyakinkan kepada masyarakat bahwa
kegiatan ini memberikan manfaat dan
tergerak untuk mensuksekkan kegiatan
bedah kampung, termasuk bagian yang
terpenting dari proses ini adalah
memelihara dan mengembangkan hasil
dari kegiatan ini sehingga menjadi
gerakan untuk menciptakan “Kampung
Layak Huni”.
Organisasi pelaksana
Program Peningkatan Kualitas
Permukiman Di Perkotaan (P2KP)
merupakan suatu bagian dari
pengelolaan program nasional PNPM
Mandiri yang telah diatur dalam
Pedoman Umum Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
yang diterbitkan oleh Tim Pengendali
PNPM Mandiri. Penyelenggaraan
Program Peningkatan Kualitas
Permukiman Di Perkotaan (P2KP)
Perkotaan dilakukan secara berjenjang
dari tingkat nasional sampai tingkat
kelurahan.
P2KP adalah singkatan dari
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan. P2KP merupakan salah satu
proyek nasional yang dilaksanakan oleh
pemerintah Indonesia dalam rangka
menanggulangi berbagai persoalan
kemiskinan yang terjadi di masyarakat,
khususnya bagi masyarakat yang
5
tinggal di wilayah perkotaan (urban).
Pemerintah Indonesia selanjutnya
menugaskan Direktorat Jenderal
Perumahan dan Permukiman sebagai
pelaksana proyek (executing agency)
dari P2KP.
Program Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
merupakan program pemerintah yang
secara substansi berupaya dalam
penanggulangan kemiskinan melalui
konsep memberdayakan masyarakat
dan pelaku pembangunan lokal lainnya,
termasuk Pemerintah Daerah dan
kelompok peduli setempat, sehingga
dapat terbangun "gerakan kemandirian
penanggulangan kemiskinan dan
pembangunan berkelanjutan", yang
bertumpu pada nilai-nilai luhur dan
prinsip-prinsip universal. (Dikutip dari :
Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi
Oktober 2005).
Karakteristik kemiskinan dan
krisis ekonomi yang terjadi telah
menyadarkan semua pihak bahwa
pendekatan dan cara yang dipilih dalam
penanggulangan kemiskinan selama ini
perlu diperbaiki, yaitu ke arah
pengokohan kelembagaan masyarakat.
Keberdayaan kelembagaan masyarakat
ini dibutuhkan dalam rangka
membangun organisasi masyarakat
warga yang benar-benar mampu
menjadi wadah perjuangan kaum
miskin, yang mandiri dan berkelanjutan
dalam menyuarakan aspirasi serta
kebutuhan mereka dan mampu
mempengaruhi proses pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan
kebijakan publik di tingkat lokal, baik
aspek sosial, ekonomi maupun
lingkungan, termasuk perumahan dan
permukiman.
Penguatan kelembagaan
masyarakat yang dimaksud terutama
juga dititikberatkan pada upaya
penguatan perannya sebagai motor
penggerak dalam ‘melembagakan' dan
‘membudayakan' kembali nilai-nilai
kemanusiaan serta kemasyarakatan
(nilai-nilai dan prinsip-prinsip di
P2KP), sebagai nilai-nilai utama yang
melandasi aktivitas penanggulangan
kemiskinan oleh masyarakat setempat.
Melalui kelembagaan masyarakat
tersebut diharapkan tidak ada lagi
kelompok masyarakat yang masih
terjebak pada lingkaran kemiskinan,
yang pada gilirannya antara lain
diharapkan juga dapat tercipta
lingkungan kota dengan perumahan
yang lebih layak huni di dalam
permukiman yang lebih responsif, dan
dengan sistem sosial masyarakat yang
lebih mandiri melaksanakan prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan.
Kepada kelembagaan
masyarakat tersebut yang dibangun oleh
dan untuk masyarakat, selanjutnya
dipercaya mengelola dana abadi P2KP
secara partisipatif, transparan, dan
akuntabel. Dana tersebut dimanfaatkan
oleh masyarakat untuk membiayai
kegiatan-kegiatan penanggulangan
kemiskinan, yang diputuskan oleh
masyarakat sendiri melalui rembug
warga, baik dalam bentuk pinjaman
bergulir maupun dana waqaf bagi
stimulan atas keswadayaan masyarakat
untuk kegiatan yang bermanfaat
langsung bagi masyarakat, misalnya
perbaikan prasarana serta sarana dasar
perumahan dan permukiman.
Model tersebut diharapkan
mampu memberikan kontribusi untuk
penyelesaian persoalan kemiskinan
yang bersifat multi dimensional dan
struktural, khususnya yang terkait
dengan dimensi-dimensi politik, sosial,
6
dan ekonomi, serta dalam jangka
panjang mampu menyediakan aset yang
lebih baik bagi masyarakat miskin
dalam meningkatkan pendapatannya,
meningkatkan kualitas perumahan dan
permukiman meraka maupun
menyuarakan aspirasinya dalam proses
pengambilan keputusan. Untuk
mewujudkan hal-hal tersebut, maka
dilakukan proses pemberdayaan
masyarakat, yakni dengan kegiatan
pendampingan intensif di tiap kelurahan
sasaran.
(http://www.p2kp.org/aboutdetil
diakses pada tanggal 6 Agustus 2016)
Melalui pendekatan
kelembagaan masyarakat dan
penyediaan dana bantuan langsung ke
masyarakat kelurahan sasaran, P2KP
cukup mampu mendorong dan
memperkuat partisipasi serta
kepedulian masyarakat setempat secara
terorganisasi dalam penanggulangan
kemiskinan. Artinya, Program
penanggulangan kemiskinan
berpotensial sebagai “gerakan
masyarakat”, yakni; dari, oleh dan
untuk masyarakat.
P2KP merupakan suatu upaya
pemerintah yang bermuara kepada
program penanggulangan kemiskinan
yang dilaksanakan melalui strategi
pemberdayaan (empowerment) sebagai
investasi modal sosial (social capital)
menuju pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable
development). Artinya proyek yang
diprakarsai pemerintah ini pada
akhirnya diharapkan dapat menjadi
program penanggulangan kemiskinan
yang tumbuh atas inisiatif dan prakarsa
masyarakat sendiri, dan didukung oleh
pemerintahnya maupun kelompok-
kelompok peduli, organisasi-organisasi
masyarakat sipil dan dunia usaha yang
ada.
Pengorganisaian masyarakat
dalam Program Peningkatan Kualitas
Permukiman Di Perkotaan (P2KP)
adalah upaya terstruktur untuk
menyadarkan masyarakat akan kondisi
yang dihadapi , potensi yang mereka
miliki , dan peluang yang ada pada
mereka. Pengorganisasian masyarakat
tidak diartikan sebagai membentuk
wadah organisasi , tetapi lebih
merupakan kesepakatan bersama untuk
bersatu sebagai sesama warga
masyarakat di suatu kalurahan untuk
bersama-sama menanggulangi
kemiskinan sebagai gerakan moral.
Untuuk memimpin gerakan
penaggulangan kemiskinan inilah
diperlukan pimpinan yang dapat
diterima oleh semua pihak yang tidak
parsial, tidak mewakili golongan
tertentu dan juga tidak mewakili
wilayah tertentu. Program
Penanggulangan Kemiskinan di
Program Peningkatan Kualitas
Permukiman Di Perkotaan (P2KP)
dilaksanakan dengan tujuan mencapai
keberlanjutan perbaikan kesejahteraan
masyarakat miskin melalui proses
pemberdayaan masyarakat yang
dilaksanakan dengan menerapkan
pendekatan pengokohan kelembagaan
masyarakat.
Program Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
merupakan program pemerintah yang
secara substansi berupaya dalam
penanggulangan kemiskinan melalui
konsep memberdayakan masyarakat
dan pelaku pembangunan lokal lainnya,
termasuk Pemerintah Daerah dan
kelompok peduli setempat, sehingga
dapat terbangun "gerakan kemandirian
penanggulangan kemiskinan dan
pembangunan berkelanjutan", yang
bertumpu pada nilai-nilai luhur dan
prinsip-prinsip universal. (Dikutip dari :
7
Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi
Oktober 2005).
Pemerintah bersama masyarakat
sebagai pelaku utama upaya
penanggulangan kemiskinan, tentu saja
dituntut kapasitas dan kapabilitas yang
mendukung. Dalam hal inilah peran
pemerintah, salah satunya melalui
P2KP, berupaya untuk mendorong
proses pengembangan atau
pemberdayaan dan penguatan kapasitas
masyarakat (community empowerment)
agar mampu menanggulangi persoalan
kemiskinan di wilayahnya secara
mandiri dan berkelanjutan.
Pemberdayaan masyarakat tersebut
sesungguhnya sangat berkaitan erat
dengan proses transformasi sosial di
masyarakat miskin.
Dalam cara pandang P2KP,
kompleksitas kemiskinan yang
menyangkut berbagai dimensi sosial,
politik, ekonomi, dan asset;
penanganannya harus dimulai dari
aspek sosial kemanusiaannya secara
mendasar. Akar persoalan kemiskinan
yang tidak semata-mata persoalan
ekonomi namun lebih pada persoalan
ketidak-adilan, akibat runtuhnya nilai-
nilai kemanusiaan dan diabaikannya
prinsip-prinsip tata kepemerintahan
yang baik mejadi dasar pijakan P2KP
untuk membangun sosial kapital dan
memulai suatu perubahan sosial di
masyarakat secara berkelanjutan.
Adapun kegiatan yang dilaksanakan
pada kegiatan P2KP berdasarkan
keputusan dari direktur Pengembangan
Kawasan Permukiman Dirjen
Ciptakarya Kementerian pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat No.
UM-01.11-CK/678 pada tanggal 03
September 2015, perihal penetapan
daftar lokasi Kegiatan Program
Peningkatan Kualitas Kawasan
permukiman (P2KKP) tahun 2015.
sebagai berikut :
1. Kegiatan pendampingan
masyarakat untuk menyusun
profil kumuh Tahun Anggaran
2015 yang dilaksanakan di 269
Kabupaten/Kota.
2. Pencairan dan pemanfaatan DIP
PKP2B provinsi untuk kegiatan
:
3. Penataan Lingkungan
Permukiman Berbasis
Komunitas (PLPBK) di 223
kelurahan di 89
Kabupaten/Kota.
4. Peningkatan Penghidupan
Masyarakat berbasis Komunitas
(PPMK) di 845 Kelurahan di 96
Kabupaten/Kota.
5. Pengurangan Resiko Bencana
berbasis Komunitas (PRBBK)
di 10 Kelurahan di 2 Kota.
6. Pilot Business Development
Center (BDC) di 15
Kabupaten/Kota.
7. Pelatihan Masyarakat di 11.067
Kelurahan di 269
Kabupaten/Kota.
8. Pengadaan komputer dan piranti
lunak di 11.067 Kelurahan di
269 Kabupaten/Kota.
9. Pencairan dan Pemanfaatan
DIPA PIP Kabupaten/Kota
Tahun Anggaran 2015 di 4.076
Kelurahan di 91
Kabupaten/Kota.
Penanganan masalah
kemiskinan struktural dan multidimensi
harus dimulai dari sisi aspek moral
manusianya secara mendasar dan
mendorong terwujudnya pembangunan
berkelanjutan (sustainable
development). Sudah menjadi
kewajiban pemerintah daerah untuk
8
menyediakan permukiman dan
perumahan yang layak bagi
masyarakatnya sesuai amanat Undang-
undang Nomor 01 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pemerintah kabupaten/kota diwajibkan
untuk melakukan peningkatan kualitas
permukiman kumuh. Untuk penaganan
permukiman kumuh ada dua bentuk
penanganan yang bisa dilakukan yaitu
pencegahan dan peningkatan kualitas.
P2KP di bantu oleh Badan
Keswadayaan Masyarakat. BKM adalah
dewan pimpinan kolektif masyarakat
warga penduduk kelurahan, dan sebagai
lembaga BKM dapat bertindak sebagai
representasi masyarakat warga
penduduk kelurahan. BKM
berkedudukan sebagai lembaga
pimpinan masyarakat warga penduduk
kelurahan dan merupakan lembaga
pengendali kegiatan penanggulangan
kemiskinan di kelurahan yang
bersangkutan, yang posisinya di luar
institusi pemerintah, militer, agama,
pekerjaan dan keluarga. BKM sebagai
pimpinan kolektif diperlukan : ketika
masyarakat melihat kemiskinan sebagai
persoalan bersama yang harus
ditangulangi bersama sehingga
diperlukan lembaga pimpinan yang
mampu mengendalikan gerakan
bersama tersebut, untuk dapat
memimpin gerakan penangulangan
kemiskinan dari, oleh dan untuk
masyarakat sebagai upaya bersama.
P2KP menerapkan pendekatan Tri-daya
melalui pengokohan kelembagaan
masyarakat, sehingga nantinya
diharapkan dapat tercipta wadah
organisasi yang mampu menjadi wadah
perjuangan kaum miskin dalam
menyuarakan aspirasi dan kebutuhan
mereka. Yang pada akhirnya upaya-
upaya penanggulangan kemiskinan
dapat dijalankan oleh masyarakat secara
mandiri dan berkelanjutan.
Kelembagaan masyarakat yang bersifat
lokal itulah (BKM) diharapkan menjadi
motor penggerak dalam melembagakan
dan membudayakan kembali nilai-nilai
kemanusiaan dan kemasyarakatan
sebagai nilai utama yang melandasi
aktitiftas penanggulangan kemiskinan
di perkotaan.
Pada tingkat lokal, pemerintah daerah
Kota Tanjungpinang melaksanakan
program peningkatan kualitas
pemukiman berdasarkan yang
tercantum dalam Peraturan Daerah
(Perda) Kota Tanjungpinang Nomor 10
Tahun 2014 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Tanjungpinang, maka semua
perencanaan pembangunan dan
pengembangan keruangan yang akan
dilakukan di Tanjungpinang wajib
mengacu pada perda tersebut. Dalam
pelaksanaan P2KP yaitu erseleksinya
Kab/Kota sasaran kemudian tersusunya
dokumen perencanaan penanganan
kawasan kumuh, kolaborasi antara
masyarakat dengan Pemerintah daerah.
Salah satu Program Peningkatan
Kualitas Permukiman Di Perkotaan
(P2KP) adalah program bedah kampung
yang dicanangkan oleh Pemerintah
Pusat dan dijalankan oleh Dinas Sosial
dan Tenaga Kerja Tanjungpinang. Dana
dari P2KP adalah dari APBN. Dari 4
kabupaten/kota yang diseleksi oleh
Pemerintah Pusat, Kota Tanjungpinang
terpilih untuk program tersebut.
Pembiayaan bedah kampung
dilaksanakan secara sinergi antara
Kementerian Sosial RI dan Pemerintah
Kota Tanjungpinang, sebesar Rp10 juta,
ditambah dengan pembangunan sarana
dan prasarana lingkungan sebanyak 2
unit, per unitnya sebesar Rp 50 juta.
Kedua jenis bantuan ini bersumber dari
dana APBN. Sedangkan dari anggaran
9
APBD, Pemko Tanjungpinang
menyiapkan anggaran sebesar Rp 1.5
juta untuk ongkos tukang.
Berdasarkan SK Wali Kota
Tanjungpinang nomor 337/2014
tentang Pemukiman Kumuh untuk
wilayah Tanjungpinang seluas 150,41
hektar. Meliputi Pantai Impian di
Kelurahan Kampung Baru seluas 12,6
hektar, Lembah Purnama di Kelurahan
Tanjungayun Sakti seluas 5,99 hektar,
Sungai Nibung Angus di Kelurahan
Tanjungpinang Timur seluas 14,6
hektar, Kelurahan Tanjung Unggat
31,64 hektar, Pelantar Sulawesi seluas
51,85 hektar, Kampung Bugis seluas
18,92 hektar dan Senggarang seluas
14,81 hektar. Menurut Wakil Walikota
Tanjungpinang, pemerintah Kota
Tanjungpinang tentunya sangat
mendukung program bedah kampung,
mengingat masalah permukiman serta
akses sanitasi juga masih membutuhkan
perhatian yang lebih serius. Adapun
daerah yang menjadi sasaran bedah
kampung yang ada di Kota
Tanjungpinang adalah daerah pesisir
laut seperti Kampung Bugis, Tanjung
Unggat, Teluk Keriting maupun daerah
lainnya yang masih banyak lagi yang
harus dibedah dan menjadi perhatian
pemerintah.
(http://www.lintaskepri.com/ Tanggal 3
September 2015).
Fenomena yang terjadi adalah sampai
saat ini program in belum dapat
berjalan dengan baik, Pemerintah Kota
Tanjungpinang telah melakukan
pengusulan kembali program Bedah
Kampung. Hal ini karena dinilai masih
banyak rumah masyarakat di kawasan
pesisir Tanjungpinang yang belum
terbantu. (Batamtoday.com tanggal 14
Oktober 2015). Seperti di Teluk kriting
masih ada rumah laut yang harus
diperbaiki karena sampah yang
berserakan di sekitarnya, keadaan
rumah yang belum memenuhi
keselamatan seperti dinding yang sudah
rapuh dan lain sebagainya.
Berdasarkan latar belakang diatas maka
dalam peneltian ini mengambil sebuah
judul penelitian yaitu : Implementasi
Program Peningkatan Kualitas
Permukiman di Perkotaan (P2KP)
Dalam Program Bedah Kampung oleh
Pemerintah Kota Tanjungpinang Tahun
2014-2015.
B. Perumusan Masalah
Identifikasi terhadap
gejala-gejala dan permasalahan
penelitian di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan penelitian
sebagai berikut: “Bagaimana
Implementasi Program Peningkatan
Kualitas Permukiman Di Perkotaan
(P2KP) Dalam Program Bedah
Kampung Oleh Pemerintah Kota
Tanjungpinang Tahun 2014-2015?”.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
1.1 Untuk mengetahui
Implementasi Program
Peningkatan Kualitas
Permukiman Di Perkotaan
(P2KP) Dalam Program
Bedah Kampung Oleh
Pemerintah Kota
Tanjungpinang Tahun
2014-2015.
1.2 Untuk Mengetahui Faktor-
faktor yang mempengaruhi
Implementasi Program
Peningkatan Kualitas
Permukiman Di Perkotaan
(P2KP) Dalam Program
Bedah Kampung Di Kota
Tanjungpinang.
10
2. Kegunaan Penelitian
2.1 Kegunaan Akademis :
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi
media untuk
mengaplikasikan dan
mengembangkan serta
sebagai rujukan bagi
peneliti terhadap teori
yang berkaitan dengan
objek penelitian, yaitu
tentang pelaksanaan
peraturan pemerintah.
2.2 Kegunaan Praktis : Untuk
menambah wawasan
berpikir mengenai
Implementasi Program
Peningkatan Kualitas
Permukiman Di Perkotaan
(P2KP) Dalam Program
Bedah Kampung Di Kota
Tanjungpinang.
D. Konsep Operasional
Dalam memahami masalah
penelitian ini, perlu diberikan acuan
yang bertujuan untuk pemahaman.
Untuk itu yang dimaksud dengan
adalah untuk mengetahui Implementasi
Program Peningkatan Kualitas
Permukiman Di Perkotaan (P2KP)
Dalam Program Bedah Kampung Di
Kota Tanjungpinang Grand Teori yang
digunakan oleh peneliti pada penelitian
ini adalah Menurut Edward III (dalam
Winarno, 2007:174) ada 4 faktor atau
variabel krusial yang menentukan
keberhasilan suatu kebijakan .
Implementasi Kebijakan pada
prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya
melalui komunikasi yang baik, sumber
daya yang baik dengan memperhatikan
sikap pelaksana dalam menjalankan
kebijakan untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Dalam hal ini dapat dilihat
dari dimensi sebagi berikut :
1. Komunikasi
Implemetasi kebijakan publik agar
dapat mencapai keberhasilan,
mensyaratkan agar implementor
mengetahui apa yang harus dilakukan
secara jelas. Apa yang menjadi tujuan
dan sasaran kebijakan harus
diinformasikan kepada kelompok
sasaran (target group) sehingga akan
mengurangi distorsi implementasi.
Apabila penyampaian tujuan dan
sasaran suatu kebijakan tidak jelas,
tidak memberikan pemahaman atau
bahkan tujuan dan sasaran kebijakan
tidak diketahui sama sekali oleh
kelompok sasaran, maka kemungkinan
akan terjadi suatu penolakan atau
resistensi dari kelompok sasaran yang
bersangkutan. Oleh karena itu
diperlukan adanya tiga hal, yaitu;
Adanya kejelasan yang diterima oleh
pelaksana kebijakan sehingga tidak
membingungkan dalam pelaksanaan
kebijakan. Komunikasi dalam
penelitian adalah komunikasi yang
dilakukan untuk implementor, agar
implementor memahami tentang
Program Peningkatan Kualitas
Permukiman di Perkotaan (P2KP)
Dalam Program Bedah Kampung,
komunikasi diberikan kepada
implementor agar implementor
memahami tentang sasaran dalam
Program Peningkatan Kualitas
Permukiman di Perkotaan (P2KP),
prosedur dalam Program Peningkatan
Kualitas Permukiman di Perkotaan
(P2KP), serta tujuan dari Program
Peningkatan Kualitas Permukiman di
Perkotaan (P2KP).
11
2. Sumber Daya
Dalam implementasi kebijakan
harus ditunjang oleh sumberdaya baik
sumberdaya manusia, materi dan
metoda. Sasaran, tujuan dan isi
kebijakan walaupun sudah
dikomunikasikan secara jelas dan
konsisten, tetapi apabila implementor
kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan, implementasi tidak akan
berjalan efektif dan efisien. Tanpa
sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di
kertas menjadi dokumen saja tidak
diwujudkan untuk memberikan
pemecahan masalah yang ada di
masyarakat dan upaya memberikan
pelayan pada masyarakat. Sumberdaya
tersebut dapat berwujud :
a. Sumberdaya manusia, yakni
kompetensi implementor yaitu
anggota Program Peningkatan
Kualitas Permukiman di
Perkotaan (P2KP) yaitu
pemahaman pegawai terhadap
segala prosedur, syarat dan tata
cara pelaksana dalam Program
Peningkatan Kualitas
Permukiman di Perkotaan
(P2KP).
b. Sumberdaya financial seperti
pembiayan yang mendukung
Program Peningkatan Kualitas
Permukiman di Perkotaan
(P2KP), pembiayaan atau
pendanaan sangat penting untuk
menjalankan Program
Peningkatan Kualitas
Permukiman di Perkotaan
(P2KP) karena berkaitan dengan
pembangunan dan perbaikan
sarana prasarana umum.
3. Disposisi
Suatu disposisi dalam implementasi
dan karakteristik, sikap yang
dimiliki oleh implementor
kebijakan, seperti komitmen,
kejujuran, komunikatif, cerdik dan
sifat demokratis. Implementor
baik harus memiliki disposisi yang
baik, maka dia akan dapat
menjalankan kebijakan dengan
baik seperti apa yang diinginkan
dan ditetapkan oleh pembuat
kebijakan. Implementasi kebijakan
apabila memiliki sikap atau
perspektif yang berbeda dengan
pembuat kebijakan, maka proses
implementasinya menjadi tidak
efektif dan efisien. Disposisi
adalah watak dan karakteristik
yang dimiliki oleh implementor,
seperti komitmen, keejujuran, sifat
demokratis. Hal ini dapat dilihat :
Adanya implementor yang
memiliki komitmen yaitu
pemerintah dan pengurus Program
Peningkatan Kualitas Permukiman
di Perkotaan (P2KP) benar-benar
sesuai dengan rencana anggaran
yang telah disusun dan membuat
laporan pertanggungjawaban.
4. Struktur Birokrasi
Organisasi, menyediakan peta
sederhana untuk menunjukkan
secara umum kegiatan-kegiatannya
dan jarak dari puncak menunjukkan
status relatifnya. Garis-garis antara
berbagai posisi-posisi itu dibingkai
untuk menunjukkan interaksi formal
yang diterapkan. Kebanyakan peta
organisasi bersifat hirarki yang
menentukan hubungan antara atasan
dan bawahan dan hubungan secara
diagonal langsung organisasi
12
melalui lima hal harus tergambar,
yaitu;
a. Pelembagaan berbagai jenis
kegiatan oprasional,
pelembagaan dititikberatkan pada
upaya penguatan perannya
sebagai motor penggerak dalam
program Peningkatan Kualitas
Permukiman di Perkotaan
(P2KP).
b. Hubungan antara satu satuan
kerja dengan berbagai satuan
kerja yang lain, program ini
yang melibatkan banyak pihak
mulai dari pegawai kelurahan,
RT, RW dan masyarakat yang
harus saling berkoordinasi.
E. Metode Penelitian
Sugiyono (2012:11) menyatakan bahwa
: “Penelitian deskriptif Kualitatif adalah
penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui variabel mandiri, baik satu
variabel atau lebih tanpa membuat
perbandingan atau menghubungkan
antara satu variabel dengan variabel
yang lain”. Lebih lanjut dikatakan oleh
Denzin dan Lincoln (dalam Moleong
2011:5) bahwa penelitian kualitatif
adalah penelitian yang menggunakan
latar alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan
dilakukan dengan jalan melibatkan
berbagai metode yang ada. Adapun
kaitannya dengan penelitian ini adalah
untuk mengetahui serta mengemukakan
berbagai gambaran dan permasalahan
dalam Implementasi Program
Peningkatan Kualitas Permukiman Di
Perkotaan (P2KP) Dalam Program
Bedah Kampung Di Kota
Tanjungpinang.
F. Teknik Analisis Data
Dalam rangka memberikan gambaran
yang jelas, logis dan akurat mengenai
hasil pengumpulan data, maka teknik
analisis data yang digunakan adalah
teknik analisa data Deskriptif Kualitatif.
Analisis data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data
dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain. Jadi
teknis analisis kualitatif pada penelitian
ini adalah teknis analisis yang
digunakan untuk mengetahui dalam
Implementasi Program Peningkatan
Kualitas Permukiman Di Perkotaan
(P2KP) Dalam Program Bedah
Kampung Di Kota Tanjungpinang yang
dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat
dan gambar.
II. LANDASAN TEORI
Implementasi (pelaksanaan)
kebijakan merupakan suatu bagian yang
tidak bisa dipisahkan dari perumusan
kebijakan (public formulation),
penetapan kebijakan (policy adaption)
dan evaluasi kebijakan (policy
evoluation). Setelah kebijakan
ditetapkan secara sah dan mempunyai
kekuatan hukum (legitimasi), maka
kebijakan tersebut harus segera di
implementasikan sebab, kebijakan itu
baru mempunyai arti bila kebijakan di
implementasikan melalui jalan yang
sesuai dan sebagaimana seharusnya
untuk kepentingan.
Menurut Winarno (2007:144)
Implementasi dipandang secara luas
mempunyai makna pelaksanaan
undang-undang dimana berbagai aktor,
organisasi, prosedur dan teknik bekerja
bersama-sama menjalankan kebijakan
dalam upaya untuk meraih tujuan-
tujuan kebijakan. Implementasi pada
sisi yang lain merupakan fenomena
yang kompleks yang mungkin dapat
dipahami sebagai suatu proses, suatu
13
keluaran (output) maupun sebagai suatu
dampak (outcome).
Dalam sebuah kebijakan harus di
laksanakan atau diimplementasikan
agar mampu mencapai tujuan. Seperti
program yang telah dibuat berkaitan
dengan Program Peningkatan Kualitas
Permukiman Di Perkotaan (P2KP),
Pemerintah daerah berkewajiban
menjalankan program tersebut
menjalankan alternatif kebijakan yang
telah ditetapkan untuk dimanifestasikan
dalam tindakan nyata.
Ripley dan Franklin (dalam
Winarno, 2007;145) berpendapat bahwa
implementasi adalah apa yang terjadi
setelah undang-undang ditetapkan yang
memberikan otoritas program,
kebijakan, keuntungan dan benefit.
Sementara itu , Grindle (dalam Winarno
2007:146) juga memberikan
pandangannya tentang implementasi
dengan mengatakan bahwa secara
umum, tugas implementasi adalah
membentuk suatu kaitan yang
memudahkan tujuan-tujuan kebijakan
bisa direalisasikan sebagai dampak dari
suatu kegiatan pemerintah.
Dari beberapa pendapat di atas
dapat kita ketahui bahwa implementasi
menunjuk pada sejumlah kegiatan yang
mengikuti pernyataan maksud tentang
tujuan-tujuan program dan hasil-hasil
yang diinginkan oleh para pejabat
pemerintah. Implementasi mencakup
tindakan-tindakan oleh berbagai aktor,
khususnya para birokrat yang dimaksud
untuk membuat program berjalan.
Van Meter dan Van Horn (dalam
Winarno 2007:146) mengatakan bahwa
: “implementasi kebijakan sebagai
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu (atau kelompok-
kelompok) pemerintah maupun swasta
yang diarahkan untuk mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan dalam
keputusan-keputusan kebijakan
sebelumnya. Tindakan-tindakan ini
mencakup usaha-usaha untuk
mengubah keputusan-keputusan
menjadi tindakan-tindakan operasional
dalam kurun waktu tertentu maupun
dalam rangka melanjutkan usaha-usaha
untuk mencapai perubahan-perubahan
besar dan kecil yang ditetapkan oleh
keputusan-keputusan kebijakan”.
Nugroho (2003:158) mengemukakan
bahwa implementasi kebijakan pada
prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya.
Sama halnya dengan Program
Peningkatan Kualitas Permukiman Di
Perkotaan (P2KP) perlu ditekankan
adalah bahwa tahap implementasi
kebijakan tidak akan dimulai sebelum
tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran
ditetapkan atau diidentifikasikan oleh
keputusan-keputusan kebijaksanaan.
Suatu kebijakan yang telah diterima
dan disahkan tidaklah akan ada artinya
apabila tidak dilaksanakan. Kebijakan
itu merupakan rumusan suatu tindakan
yang dikembangkan dan diputuskan
oleh instansi atau pejabat pemerintah
guna mengatasi atau mempertahankan
suatu kondisi. Proses implementasi
kebijakan merupakan proses yang rumit
dan kompleks. Kerumitan tersebut
disebabkan oleh banyak faktor, baik
menyangkut karakteristik program-
program kebijakan yang dijalankan
maupun oleh actor-aktor yang terlibat
dalam implementasi kebijakan. Seperti
yang disebutkan oleh Lester dan
Steward (dalam Nugroho 2007:216)
pelaku dalam implementasi kebijakan
14
meliputi birokrasi, legislaitf, lembaga-
lembaga pengadilan, kelompok-
kelompok penekan, dan komunitas
organisasi. Implementasi kebijakan
haruslah berhasil, malahan tidak hanya
implementasinya saja yang berhasil,
akan tetapi tujuan (goal) yang
terkandung dalam kebijakan itu
haruslah tercapai yaitu terpenuhinya
kepentingan masyarakat. Menurut
Edward III (dalam Winarno, 2007:174)
ada 4 faktor atau variabel krusial yang
menentukan keberhasilan suatu
kebijakan :
1. Komunikasi
Tanpa adanya komunikasi maka
pelaksanaan kebijakan tidak
bisa berjalan dengan efektif.
Dengan komunikasi para
pelaksana akan lebih mudah
melaksanakan tujuan-tujuan
atau maksud dari kebijakan.
2. Sumber – Sumber
Sumber-sumber layak mendapat
perhatian dalam melaksanakan
kebijakan baik itu sumber daya
manusia, sarana dan prasarana
serta sumber dana. Tanpa
adanya sumber-sumber maka
kebijakan yang telah
dirumuskan mungkin hanya
akan menjadi rencana saja tanpa
adanya realisasi.
3. kecenderungan-kecendrungan
Kecenderungan dari para
pelaksanan kebijakan
merupakan faktor yang
mempunyai konsekuensi-
konsekuensi penting bagi
implementasi kebijakan yang
efektif. jika para pelaksana
bersikap baik terhadap suatu
kebijakan tertentu, dan hal ini
berarti adanya dukungan,
kemungkinan besar mereka
melaksanakan kebijakan sesuai
dengan yang diinginkan
pembuat kebijakan awals.
Demikian pula sebaliknya, bila
tingkah laku para pelaksana
berbeda dengan para pembuat
keputusan,, maka proses
pelaksanaan suatu kebijakan
akan menjadi semakin sulit.
4. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah satu
badan yang paling sering
bahkan secara keseluruhan
menjadi pelaksana kebijakan.
Kerja sama yang baik dalam
birokrasi dan struktur yang
kondusif akan membuat
pelaksanaan kebijakan efektif.
Berdasarkan beberapa pendapat
tersebut di atas, dapat disimpulkan
implementasi kebijakan publik adalah
suatu tindakan pejabat pemerintah atau
lembaga pemerintah dalam
menyediakan sarana untuk
melaksanakan progam yang telah
ditetapkan sehingga program tersebut
dampak menimbulkan dampak terhadap
tercapainya tujuan. Mazmanian dan
Sabatier (dalam Wahab, 2001:68-69)
merumuskan “Proses implementasi
kebijaksanaan negara dengan lebih
rinci: “Implementasi adalah
pelaksanaan keputusan kebijakan dasar,
biasanya dalam bentuk undang-undang
namun dapat pula berbentuk perintah-
perintah atau keputusan keputusan
eksekutif yang penting atas keputusan
badan peradilan. Lazimnya keputusan
tersebut mengidentifikasi masalah yang
ingin di atasi, menyebut secara tegas
tujuan/sasaran yang ingin dicapai dan
berbagai cara untuk
15
menstruktur/mengatasi proses
implementasinya”.
Proses ini berlangsung setelah
melalui sejumlah tahapan tertentu,
biasanya diawali dengan tahapan
pengesahan undang-undang, kemudian
output kebijakan dalam bentuk
pelaksanaan keputusan oleh badan
(instansi) pelaksanaan, kesediaan
dilaksanakannya keputusan-keputusan
tersebut oleh kelompok-kelompok
sasaran, dampak nyata maupun yang
dikehendaki atau tidak dari output
tersebut, dampak keputusan sebagai
dipersepsikan oleh badan-badan penting
(atau upaya untuk melakukan beberapa
perbaikan) terhadap undang-
undang/peraturan yang barsangkutan.
Van Meter dan Van Horn (dalam
Winarno 2007:146) mengatakan bahwa
:
“implementasi kebijakan sebagai
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu (atau kelompok-
kelompok) pemerintah maupun swasta
yang diarahkan untuk mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan dalam
keputusan-keputusan kebijakan
sebelumnya. Tindakan-tindakan ini
mencakup usaha-usaha untuk
mengubah keputusan-keputusan
menjadi tindakan-tindakan operasional
dalam kurun waktu tertentu maupun
dalam rangka melanjutkan usaha-usaha
untuk mencapai perubahan-perubahan
besar dan kecil yang ditetapkan oleh
keputusan-keputusan kebijakan”.
Berdasarkan beberapa pendapat
tersebut diatas, dapat disimpulkan
implementasi kebijakan publik adalah
suatu tindakan pejabat pemerintah atau
lembaga pemerintah dalam
menyediakan sarana untuk
melaksanakan progam yang telah
ditetapkan sehingga program tersebut
dampak menimbulkan dampak terhadap
tercapainya tujuan.
Mazmanian dan Sabatier
(Wahab, 2001:68-69) merumuskan
“Proses implementasi kebijaksanaan
negara dengan lebih rinci:
“Implementasi adalah pelaksanaan
keputusan kebijakan dasar, biasanya
dalam bentuk undang-undang namun
dapat pula berbentuk perintah-perintah
atau keputusan keputusan eksekutif
yang penting atas keputusan badan
peradilan. Lazimnya keputusan
tersebut mengidentifikasi masalah yang
ingin diatasi, menyebut secara tegas
tujuan/sasaran yang ingin dicapai dan
berbagai cara untuk
menstruktur/mengatasi proses
implementasinya”.
Meter dan Horn (dalam Subarsono,
2008;99) mengemukakan bahwa
terdapat enam variabel yang
mempengaruhi implementasi, yakni;
1) Standar dan sasaran kebijakan,
di mana standar dan sasaran
kebijakan harus jelas dan
terukur sehingga dapat
direalisir.
2) Sumberdaya, dimana
implementasi kebijakan perlu
dukungan sumberdaya, baik
sumber daya manusia maupun
sumber daya non manusia.
3) Hubungan antar organisasi,
yaitu dalam benyak program,
implementor sebuah program
perlu dukungan dan koordinasi
dengan instansi lain, sehingga
diperlukan koordinasi dan kerja
sama antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
16
4) Karakteristik agen pelaksana
yaitu mencakup stuktur
birokrasi, norma-norma dan
pola-pola hubungan yang
terjadi dalam birokrasi yang
semuanya itu akan
mempengaruhi implementasi
suatu program.
5) Kondisi sosial, politik, dan
ekonomi. Variable ini
mencakup sumberdaya
ekonomi lingkungan yang
dapat mendukung keberhasilan
implementasi kebijakan, sejauh
mana kelompok-kelompok
kepentingan memberikan
dukungan bagi implementasi
kebijakan, karakteristik para
partisipan, yakni mendukung
atau menolak, bagaimana sifat
opini public yang ada di
lingkungan, serta apakah elite
politik mendukung
implementasi kebijakan.
6) Disposisi implementor yang
mencakup tiga hal yang
penting, yaitu respon
implementor terhadap
kebijakan, yang akan
mempengaruhi kemauannya
untuk melaksanakan kebijakan,
kognisi yaitu pemahaman
terhadap kebijakan, intensitas
disposisi implementor, yaitu
preferensi nilai yang dimiliki
oleh implementor.
Implementasi kebijakan merupakan
aspek yang penting dalam keseluruhan
proses kebijakan dan merupakan suatu
upaya untuk mencapai tujuan tertentu
dengan sarana tertentu dan dalam
urutan waktu tertentu. Pada dasarnya
implementasi kebijakan adalah upaya
untuk mencapai tujuan yang sudah
ditentukan dengan mempergunakan
sarana dan menurut waktu tertentu, agar
dapat mencapai output/outcome dan
agar policy demands dapat terpenuhi
maka kebijakan harus dilaksanakan,
pelaksanaan kebijakan dapat pula
dirumuskan sebagai pengguna sarana
yang ditentukan terlebih dahulu.
Implementasi kebijakan berarti
mewujudkan suatu keputusan kebijakan
yang memiliki legalitas hukum bisa
berbentuk undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan eksekutif, dalam
bentuk program-program kerja yang
merujuk pada masalah yang akan
ditangani oleh kebijakan. Program-
program inilah yang kemudian disusun
struktur pengimplementasiannya agar
selanjutnya menghasilkan perubahan
sebagaimana yang diinginkan oleh
kebijakan yang dimaksud. Karena
implementasi merupakan perwujudan
nyata dari (isi/tujuan) kebijakan publik,
maka aktifitas-aktifitas implementasi
haruslah dilakukan secara cermat.
Bahwa memang ada kebijakan yang
dapat langsung dilaksanakan, tidaklah
mengurangi makna penting dari
kecermatan dalam menyusun proses
implementasi, sebab dari hasil
implementasi tersebut kinerja
pemerintah dapat dinilai. Selain itu
sebagai bagian dari proses kebijakan,
maka dari hasil implementasilah
kebijakan memperoleh umpan balik,
apakah perlu kebijakan direvisi atau
tidak.
Dalam penelitian ini
menggunakan teori Edward III, Edward
III tidak hanya menyajikan tentang
pelaksanaan sebuah kebijakan tetapi
lebih melihat faktor mengenai
implementasi sebuah kebijakan atau
program. Seperti dalam penelitian ini
akan dilihat mengenai Program
Peningkatan Kualitas Permukiman Di
17
Perkotaan (P2KP) Dalam Program
Bedah Kampung, apa saja fakror yang
mempengaruhinya berjalan, apakah dari
segi komunikasi, sumber daya, disposisi
maupun struktur birokrasi.
III. GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
Secara geografis Kota
Tanjungpinang mempunyai kedudukan
yang cukup strategis baik segi ekonomi,
pertahanan dan keamanan maupun
sosial budaya. Kota Tanjungpinang
terletak dipulau Bintan, tepatnya
dibagian selatan pulau tersebut dengan
menghadap ke arah Barat Daya pada 0°
50’ 54,62” LU dan 104° 20’ 23,40” BT
- 104° 32’ 49,9” BT.
Batas wilayah perencanaan secara
administrasi adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan
dengan Teluk Bintan
Kecamatan Teluk Bintan
Kabupaten Bintan.
Sebelah Selatan berbatasan
dengan Kecamatan Galang Kota
Batam.
Sebelah Timur berbatasan
dengan Kecamatan Bintan
Timur Kabupaten Bintan.
Sebelah Barat berbatasan
dengan Selat Karas, Kecamatan
Galang Kota Batam.
Luas wilayah Kota Tanjungpinang
keseluruhan adalah 239,5 Km².
Wilayah Kota Tanjungpinang terdiri
dari atas daratan dengan luas 131,54
Km² dan lautan dengan luas 107,96
Km², sehingga dikategorikan menjadi
dua kategori wilayah yaitu
Tanjungpinang Daratan dan
Tanjungpinang Lautan. Adapun Visi
dan Misi Pemerintah Kota
Tanjungpinang adalah:
Visi : “Tanjungpinang yang sejahtera,
Berakhlak Mulia dan berwawasan
Lingkungan dengan Pemerintahan yang
bersih, Transparan, Akuntabel serta
melayani.”
Misi :
1. Meningkatkan kualitas
sumberdaya masyarakat ( Modal
sosial ) dengan menjamin
kemudahan akses terhadap
fasilitas kesehatan dan
pendidikan yang berkualitas.
2. Meningkatkan Kesejahteraan
melalui pemberdayaan ekonomi
local yang berbasis ekonomi
kerakyatan.
3. Mengembangkan kehidupan
yang agamis dan berbudaya
serta demokratis dalam bingkai
pancasila.
4. Membangun pemerintahan yang
bersih, Transparan Akuntabel
yang berorientasi pada
pelayanan publik.
5. Menciptakan Iklim investasi
yang kondusif bagi dunia usaha
dengan mengutamakan
keunggulan komparatif Kota
Tanjungpinang.
6. Mengembangkan potensi
pariwisata dan budaya daerah.
Mengembangkan dan
meningkatkan sumber daya
pemuda dan olahraga.
7. Melaksanakan pembangunan
yang ramah lingkungan dengan
penataan ruang dan
pemanfaatan lahan yang efektif,
serta pelestarian lingkungan
hidup dalam mewujudkan
pembangunan yang
berkelanjutan.
18
IV. ANALISA DATA DAN
PEMBAHASAN
1. Komunikasi
Berdasarkan hasil wawancara
diketahui bahwa komunikasi informasi
sudah dilakukan kepada para
implementor khususnya bagi anggota
P2KP, ketika seorang komunikator
P2KP menjelaskan kepada
komunikannya tentang apa itu P2KP,
dia harus menguasai apa yang akan
disampaikannya. Apalagi pada saat
audience atau komunikan adalah
masyarakat perkotaan yang heterogen,
ketika mengikuti sosialisasi pada suatu
kelurahan yang masyarakatnya terdiri
dari orang-orang yang mempunyai
pendidikan dan pengalaman yang jauh
lebih rendah dari komunikator seperti
anggota P2KP.
2. Sumber daya
Berdasarkan pendapat informan di atas
dapat diketahui bahwa menurut
informan pegawai yang bertugas di
lapangan sudah mampu serta memiliki
pengetahuan yang baik dalam
menjalankan program P2KP.
Kemampuan dalam bekerja sangat
diperlukan untuk menjalankan program
P2KP, pengetahuan tentang tujuan dan
startegi pelaksanaan juga merupakan
hal yang harus dikuasai oleh pegawai
agar dapat menjalankan tugasnya sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi yang
dimiliki. Para Pengurus mendapatkan
pelatihan yang memadai sehingga
memungkinkan mereka bisa mengelola
P2KP dengan lebih baik. Seharusnya
pelatihan ini sudah dilakukan sebelum
dana disalurkan, sehingga masing-
masing pihak tahu persis apa yang
harus dilakukan.
Dari jawaban seluruh informan di atas
dapat dianlisa bahwa dalam
menjalankan program tersebut sudah
ada aturan yang jelas yang mengatur
ketersediaan dana. Beberapa program
yang tengah digalakkan oleh
pemerintah dalam menanggulangi
kemiskinan antara lain dengan
memfokuskan arah pembangunan pada
pengentasan kemiskinan. Dari fokus
program pemerintah tersebut,
diharapkan jumlah rakyat miskin yang
ada dapat tertanggulangi sedikit demi
sedikit maka dari itu dibutuhkan
dukungan penuh dari pemerintah
maupun pemerintah pusat khususnya
dalam pendanaan.
3. Disposisi
Mengenai program P2KP di Kota
Tanjungpinang menurut para informan
pada dasarnya telah berjalan dengan
baik. Semua telah melakukan program
ini menggunakan juklak yang
diterbitkan oleh pemerintah, dan juga
memahami peraturan tersebut.
Meskipun program P2KP di Kota
Tanjungpinang sering dinilai memiliki
banyak kelemahan, beberapa lembaga
masih mengklaim program tersebut
sukses.
4. Struktur Birokrasi
Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan maka diketahui bahwa P2KP
membangun partisipasi masyarakat.
Hambatan yang mempengaruhi
pelaksanaan P2KP adalah belum
efektifnya peran pemerintah daerah,
kemitraan masyarakat dan pemerintah
daerah, dan belum terjadinya alih kelola
P2KP ke Pemerintah kota/kab. Selain
itu pelaksanaan kegiatan yang
menekankan pada proses pembangunan
yang partisipatif membutuhkan waktu
yang cukup lama. Keterbatasan dana
dan sumber daya manusia yang benar-
benar terpanggil untuk bekerja dengan
masyarakat juga turut menjadi
hambatan
19
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat dianalisa
bahwa Implementasi Program
Peningkatan Kualitas Permukiman Di
Perkotaan (P2KP) Dalam Program
Bedah Kampung Oleh Pemerintah Kota
Tanjungpinang Tahun 2014-2015 sudah
berjalan dengan baik. Hal ini dapat
dilihat dari indikator :
Berdasarkan hasil wawancara diketahui
selama ini para implementor sudah
diberitahukan secara trasnparan dan
terbuka tentang isi program tersebut,
hal ini untuk memudahkan implementor
untuk menjalankan program P2KP.
Transparan dalam arti bahwa
pemerintah seperti walikota secara
terbuka memberikan informasi lewat
himbauan kemudian memberikan
pemahaman dan alasan secara jelas
mengenai penertiban tersebut. secara
umum anggota sudah mampu dan selalu
bekerja sama untuk mengembangkan
program P2KP. Sumber daya utama
dalam implementasi kebijakan adalah
staf atau pegawai. Kegagalan yang
sering terjadi dalam implementasi
kebijakan, salah-satunya disebabkan
oleh staf atau pegawai yang tidak cukup
memadai, mencukupi, ataupun tidak
kompeten dalam bidangnya.
Penambahan jumlah staf dan
implementor saja tidak cukup
menyelesaikan persoalan implementasi
kebijakan, tetapi diperlukan sebuah
kecukupan staf dengan keahlian dan
kemampuan yang diperlukan
(kompeten dan kapabel) dalam
mengimplementasikan kebijakan.
Sudah adanya anggaran dalam
menjalankan peraturan daerah ini. Hal
ini tentunya menjadi perhatian bagi
pemerintah untuk membuat
kebijaksanaan dalam menjalankan
kebijakan yang mana adanya dana
operasional untuk menjalankan
tugasnya. Mengenai program P2KP di
Kota Tanjungpinang menurut para
informan pada dasarnya telah berjalan
dengan baik. Semua telah melakukan
program ini menggunakan juklak yang
diterbitkan oleh pemerintah, dan juga
memahami peraturan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa melalui kelembagaan
masyarakat tersebut diharapkan tidak
ada lagi kelompok masyarakat yang
masih terjebak pada lingkaran
kemiskinan, yang pada gilirannya
antara lain diharapkan juga dapat
tercipta lingkungan kota dengan
perumahan yang lebih layak huni di
dalam permukiman yang lebih
responsif, dan dengan sistem sosial
masyarakat yang lebih mandiri
melaksanakan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan.
Namun permasalahan yang terjadi
adalah kerjasama memang belum
berjalan dengan baik. Perlu adanya
kerjasama dan perbaikan perbatasan
kewenangan antara berbagai pihak agar
program ini dapat dijalankan dengan
baik. Karena agak kesulitan untuk
menjalin kerjasama dalam menjalankan
program ini. Seperti antara pihak P2KP
dengan kelurahan dalam hal pendataan.
B. Saran
Adapun saran yang dapat Perlu
adanya kerjasama antara berbagai pihak
dalam pelaksanaan program P2KP agar
dapat berjalan sesuai dengan tujuannya
20
1. Harus ada pendanaan yang jelas
dan penggunaan yang tepat
dalam program P2KP ini.
2. Sebaiknya ada pengawasan
yang dilakukan dalam
pelaksanaan P2KP baik dari
pemerintah daerah maupun dari
pemerintah pusat.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan
Publik. Jakarta : Yayasan
Pancur Siwah.
Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar
Kebijakan Publik. Bandung : CV
Alfabetha
Arikunto. Suharsini. 2006. Prosedur
Penelitian suatu pendekatan
praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Dunn, William, N. 2003, Pengantar
Analisis Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Gadjah Mada
University Pres, Yogyakarta
Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik
Berbasis Dynamic Policy
Analysis. Yogyakarta: Gava
Media.
Ekowati, Mas Roro Lilik, 2005,
Perencanaan, Implementasi
dan Evaluasi Kebijakan atau
Program, Edisi Revisi, PT
Rosdakarya, Bandung.
Hariyoso, S. 2002. Pembangunan.
Birokrasi dan Kebijakan Publik.
Bandung: Peradaban.
Islamy, Irfan. 2009. Prinsip- prinsip
Perumusan Kebijaksanaan
Negara. Bumi Aksara: Jakarta
Keban, Yeremias. T. 2004. Enam
Dimensi Strategis Administrasi
Publik, Konsep, Teori, dan Isu.
Yogyakarta. Gava Media
Moleong, L.J. 2011. Metodologi
Penelitian Kualitatif Edisi
Revisi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernologi
(Ilmu Pemerintahan Baru I). PT
Rineka Cipta : Jakarta
Nugroho, Riant D. 2003. Kebijakan
Publik Formulasi Implementasi
dan Evaluasi. Jakarta : PT.Elex
Media Komputindo.
Ramesh. 2000 . Studying Public Policy:
Policy Cycles and Policy
Subsystem. Oxford : Oxford
University Press.
Rasyid, Rias. 2000. Pokok-Pokok
Pemerintahan. PT Raja Grafindo
Persada : Jakarta.
Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan
Publik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sumaryadi, I Nyoman. 2005.
Efektivitas Implementasi
Kebijkan Otonomi Daerah.
Jakarta : Citra Utama
21
Syafarudin. 2008. Efectivitas Kebijakan
Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003.
Implementasi Kebijakan
Publik. Yogyakarta: Lukman.
Sugiono. 2012. Metode Penelitian
Administrasi. Bandung: Alfa
Beta.
Wahab. Solichin Abdul. 1997. Analisis
Kebijaksanaan: dari Formula
ke Implementasi Kebijaksanaan
Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
----------- 2001. Analisis
Kebijaksanaan: dari Formula
ke Implementasi Kebijaksanaan
Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan
Publik, Teori dan Proses.
Jakarta: PT. Buku Kita.