ich

70
BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit serebrovaskular merupakan penyebab paling sering defisit neurologis non traumatik dengan onset cepat. Hal ini jauh lebih umum dari kejang atau tumor. Struktur vaskular yang mengalami berbagai proses patologis kronis mempengaruhi integritas dinding pembuluh darah. Diabetes, kolesterol yang tinggi, tekanan darah tinggi, dan merokok merupakan faktor risiko untuk penyakit vaskular. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah oleh mekanisme seperti deposisi ateroma yang menyebabkan stenosis luminal, kerusakan endotel Yang mencetuskan trombogenesis, dan melemahnya dinding pembuluh mengakibatkan pembentukan aneurisma atau diseksi (Halpern & Grady, 2015). Proses ini dapat terjadi bersamaan. Misalnya, pembuluh darah yang berisi plak ateromatosa akan memiliki diameter lumen yang mengecil. Plak juga mempengaruhi endotelium dalam hal pembentukan trombus yang dapat menyebabkan oklusi akut total dari lumen pembuluh darah. Aneurisma dan diseksi sering terjadi dalam pembuluh ateromatosa. Pola penyakit tertentu yang relevan dengan sistem serebrovaskular termasuk ateromatosa dan trombotik oklusi karotis, iskemia otak oleh karena emboli, dinding pembuluh darah pecah yang menyebabkan perdarahan, struktur pembuluh darah yang berdinding tipis, khususnya pada aneurisma dan AVM (Halpern & Grady, 2015).

Upload: alif-via-saltika-putri

Post on 20-Feb-2016

4 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Intra Cerebral Hemorrhage

TRANSCRIPT

Page 1: ICH

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit serebrovaskular merupakan penyebab paling sering defisit neurologis

non traumatik dengan onset cepat. Hal ini jauh lebih umum dari kejang atau tumor. Struktur

vaskular yang mengalami berbagai proses patologis kronis mempengaruhi integritas dinding

pembuluh darah. Diabetes, kolesterol yang tinggi, tekanan darah tinggi, dan merokok merupakan

faktor risiko untuk penyakit vaskular. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah

oleh mekanisme seperti deposisi ateroma yang menyebabkan stenosis luminal, kerusakan endotel

Yang mencetuskan trombogenesis, dan melemahnya dinding pembuluh mengakibatkan

pembentukan aneurisma atau diseksi (Halpern & Grady, 2015).

Proses ini dapat terjadi bersamaan. Misalnya, pembuluh darah yang berisi plak

ateromatosa akan memiliki diameter lumen yang mengecil. Plak juga mempengaruhi endotelium

dalam hal pembentukan trombus yang dapat menyebabkan oklusi akut total dari lumen pembuluh

darah. Aneurisma dan diseksi sering terjadi dalam pembuluh ateromatosa. Pola penyakit tertentu

yang relevan dengan sistem serebrovaskular termasuk ateromatosa dan trombotik oklusi karotis,

iskemia otak oleh karena emboli, dinding pembuluh darah pecah yang menyebabkan perdarahan,

struktur pembuluh darah yang berdinding tipis, khususnya pada aneurisma dan AVM (Halpern &

Grady, 2015).

Perdarahan intraserebral (PIS) berjumlah 10-30% dari seluruh kasus stroke di rumah sakit

dengan angka mortalitasnya 30-50% dalam waktu 6 bulan. Hanya 20% pasien yang dapat

kembali kemandiriannya dalam waktu 6 bulan. Klasifikasi ICH dibagi menjadi dua yaitu primer

dan sekunder. ICH primer terjadi pada perdarahan yang berasal dari ruptur spontan arteri kecil

atau arteriol yang sebelumnya mengalami kerusakan akibat hipertensi kronik atau angiopati

amiloid. PIS sekunder terjadi pada perdarahan akibat trauma, ruptur dari aneurisma atau

malformasi vaskuler, koagulopati, atau penyebab lainnya (Jha & Gupta, 2012).

Page 2: ICH

BAB 2

LAPORAN KASUS

Identitas

Nama : Tn. EN

Usia : 38 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. M. Said RT 32

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

No. Rekam Medis : 47.37.53

Masuk Rumah Sakit : 13 Agustus 2015

Anamnesis

Keluhan Utama

Penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa ke IGD RSUD AWS Samarinda karena tidak sadar sejak 30 menit SMRS.

Sebelumnya pasien mengeluhkan sakit kepala saat akan tidur pada pukul 00.30 WITA. Pasien

sempat diperiksa tekanan darahnya oleh keluarganya dengan hasil 200/110 mmHg, lalu pasien

meminum Amlodipin 5 mg. Untuk mengurangi keluhan sakit kepalanya pasien meminum obat

Paramex sebanyak 1 tablet, tak lama kemudian pasien mengalami muntah. Muntah berkali-kali

berisi makanan sebelum akhirnya pasien tidak sadarkan diri. Pasien segera dibawa oleh

keluarganya ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan pasien masih belum sadar. Saat di IGD pasien

diperiksa tekanan darahnya dengan hasil 200/100 mmHg. Diberikan cairan infus RL 20 tpm,

oksigen 3 lpm dengan OPA dan nasal kanul, dan dipasang kateter urin. Kesadaran pasien pulih

saat di IGD, namun pasien mengalami kelemahan anggota gerak dan pelo ketika pasien

berbicara.

Page 3: ICH

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat memiliki keluhan yang sama sebelumnya disangkal.

- Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak tahun 1997 (18 tahun). Pasien rutin kontrol ke

Poliklinik Penyakit Dalam RSUD AWS Samarinda dan mendapat terapi insulin.

- Pasien memiliki riwayat hipertensi lebih kurang 20 tahun. Pasien tidak rutin meminum oat

antihipertensi.

- Riwayat alergi, asma, dan penyakit jantung disangkal.

- Riwayat MRS di ruang Anggrek RSUD AWS Samarinda tahun 2010, 2012, dan 2013 karena

diabetes melitus. Riwayat MRS operasi katarak pada kedua mata. Riwayat ambeien (+).

- Pasien memiliki kolesterol yang tinggi, terakhir cek mencapai 400.

Riwayat Penyakit Keluarga

- Terdapat riwayat DM tipe II pada keluarga pasien yaitu ibu pasien.

- Terdapat riwayat hipertensi pada kedua orang tua pasien.

- Riwayat alergi, asma, penyakit jantung pada keluarga disangkal.

Riwayat Kebiasaan

- Riwayat merokok selama lebih kurang 20 tahun dan berhenti merokok 3 bulan yang lalu,

konsumsi alkohol (-) dan obat-obatan terlarang (-), rutin berolahraga (-)

Pemeriksaan fisik

- Keadaan umum : Pasien tampak lemah

- Kesadaran : Somnolen, GCS E4VtcM6

- Tekanan darah : 178/97 mmHg

- Nadi : 98x/menit

- Pernafasan : 16x/menit

- Suhu : 36,7°C

Page 4: ICH

Status Generalisata

Kepala dan leher

- Umum

o Rambut : Tidak ada kelainan

o Kulit muka : Tidak terlihat kuning dan pucat

- Mata

o Palpebra : Tidak ada kelainan

o Konjungtiva : Tidak anemis

o Sklera : Tidak ada kelainan, iketerik (-)

o Pupil : Anisokor, bentuk pipih/bulat, diameter 4mm/3mm, refleks cahaya

(+/+)

- Hidung

o Tidak ada deviasi septum

o Tidak ada sekret

o Tidak ada pernapasan cuping hidung

- Telinga

o Bentuk normal

o Lubang telinga normal, tidak ada sekret

o Prosessus mastoideus tidak ada pembengkakan

- Mulut

o Bibir tidak pucat maupun sianosis, nampak kering

o Gusi tidak ada perdarahan

o Mukosa normal, tidak hiperemis, tidak ada pigmentasi

o Lidah nkering

o Faring normal, tidak hiperemis

- Leher

o Terdapat trakeostomy pada leher, sekret kekuningan

o Tidak teraba pembesaran kelenjar limfe

Toraks

Page 5: ICH

Umum

- Bentuk dan pergerakan dada simetris

Cor

- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

- Palpasi : Iktus cordis teraba pada ICS V mid clavicula sinistra

- Perkusi : Batas kanan pada garis parasternal dextra, batas kiri pada ICS V garis

mid clavicula sinistra

- Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

- Inspeksi : Bentuk dada normal, gerakan napas tampak simetris

- Palpasi : Gerakan napas teraba simetris, fremitus raba dextra = sinistra

- Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru

- Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen

- Inspeksi : Flat

- Palpasi : Soefl, NTE (-), massa (-), hepar/lien/ginjal tidak teraba,

defans muscular (-)

- Perkusi : Timpani, asites (-)

- Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

Ekstremitas

Superior

- Ekstremitas hangat, edema (+/+), CRT < 2 detik

Inferior

- Ekstremitas hangat, edema tungkai (+/+),CRT < 2 detik

Pemeriksaan Neurologis

- Diameter Pupil : Anisokor, bentuk pipih/bulat, diameter 4mm/3mm

- Reflek Pupil : +/+

Page 6: ICH

- Reflek Kornea : +/+

- Meningeal sign :

Kaku kuduk (-), Brudzinki I (-), Brudzinki II (-), Kernig sign (-)

Cranial Nerves

Jenis Nervus Jenis Pemeriksaan Kanan Kiri

N I

Olfaktorius

Subjektif + +

Objektif + +

N II

Optikus

Tajam penglihatan sde sde

Lapangan pandang sde sde

Melihat warna sde sde

N III

Okulomotorius

Pergerakan bola mata + +

Strabismus - -

Nystagmus - -

Eksoftalmus - -

Diameter pupil 4 mm 3mm

Bentuk pupil Pipih Bulat

Refleks cahaya + +

Diplopia sde sde

N IV

Trochlearis

Pergerakan bola mata ke

medial bawah

+ +

N V

Trigeminus

Membuka mulut + +

Mengunyah + +

Menggigit + +

Sensibilitas wajah + +

N VI

Abduscens

Pergerakan bola mata ke lateral + +

N VII Mengerutkan dahi + +

Page 7: ICH

Facialis

Menutup mata + +

Memperlihatkan gigi + +

Perasaan lidah bagian depan sde sde

N VIII

VestibulocochlearisSuara berbisik + +

N IX

Glossopharyngeus,

N X

Vagus

Pengangkatan arkus faring Sde

Fungsi menelan Sde

Menghasilkan suara (fonasi) Sde

N XI

Accesorius

Mengangkat bahu + +

Memalingkan kepala + +

N XII

Hypoglossus

Deviasi lidah sde sde

Tremor lidah - -

Badan dan Ekstremitas

Bagian tubuh Pemeriksaan Kanan Kiri

Badan Sensibilitas taktil + +

Sensibilitas nyeri + +

Sensibilitas suhu sde Sde

Ekstremitas superior Pergerakan ↓ +

Kekuatan

Humerus

Antebrachii

Manus

1

1

1

4

4

4

Refleks fisiologis

Refleks biceps

Refleks triceps

+

+

Refleks patologis

Hoffman tromner - -

Sensibilitas nyeri sde sde

Page 8: ICH

Sensibilitas taktil sde sde

Ekstremitas inferior Pergerakan ↓ +

Kekuatan

Femur

Cruris

Pedis

2

2

2

4

4

4

Refleks fisiologis

Refleks patella

Refleks achilles

+

+

Refleks patologis

Refleks babinski

Refleks chaddok

Refleks oppenheim

+

+

+

-

-

-

Sensibilitas nyeri sde Sde

Sensibilitas taktil sde sde

Laseque - -

Gerakan-gerakan Abnormal

- Gerakan-gerakan abnormal pada pasien tidak dijumpai.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal13/08/1

5

14/08

/15

16/08/1

5

17/08/

15

18/08

/15

19/08/

15

20/08/

15

21/08/

15Normal Satuan

GDS263

259158 60-150 mg/dL

GDP 204 60-100 mg/dL

GD2JPP 70-150 mg/dL

Asam urat 6,4 2,5-7,0 mg/dL

Ureum 57,3 61,2 108,2 121 113,5 10-40 mg.dL

Page 9: ICH

70,2 106,8

Creatinin1,6

1,91,6 5,0

3,8

3,7

3,30,5-1,5 mg/dL

WBC 11.500 27.000 9.200 7.600 9.300 7.600 4-10 103 /µL

HCT 28,9 30 32,1 30,2 24,9 27,2 37-54 %

Hb 9,8 9,9 10,0 9,6 8,1 9,0 11-16 g/dl

Platelet 286.000 217.000145.00

0

116.00

0

97.000 82.000150-450 103 /µL

LED 105 93

Kolesterol 408 150-220 mg.dl

TG <200 mg.dl

HDL P>35/W>25 mg.dl

LDL 334 <190 mg.dl

Hba1C 7,5%

SGOT 30 P<25/W< 31 mg.dl

SGPT 24 P<31/W<32 mg.dl

Albumin 2,3 2,3 2,2 2,12,2 2,5

2,1

2,33,2-4,5 g/dl

Globulin 2,6 2,5 2,3-3,5 g/dl

Protein

Total6,6-8,7 mg.dl

Bilirubin

Total0,3 0-1,0 mmol/L

Bilirubin

Direk0,1 0-0,25 mmol/L

Bilirubin

Ind.0,2 0-0,75 mmol/L

Bleeding

time3’ 1-6 menit

Clotting

time10’ 1-15 menit

APTT 28,3 28-34

PT 13,6 Kontrol 13,2

INR 1,10

HbsAg NR NR

Page 10: ICH

Ab HIV NR NR

Na 135 144 145 158

K 3,5 4,2 4,3 3,8

Cl 111 112 127 118

Hasil Kultur Darah 21 Agustus 2015

Organisme: Klebseilla pneumoniae

Antibiotik resisten: Ampicillin, Cefotaxime, Ceftazidine, Ceftriaxone

Antibiotik sensitif: Meropenem, Gentamicin, Amoxocillin

Head CT-scan

Interpretasi Head CT-scan:

1. Identitas pasien: Bapak EN, Laki-laki, Usia 38 tahun

Page 11: ICH

2. Tanggal pembuatan: 13 Agustus 2015

3. Evaluasi bone window: tidak nampak adanya fraktur

4. Evaluasi brain window: terdapat perdarahan inraserebral

5. Jumlah slice: Potongan axial 17 slice, sagital 2 slice, coronal 1 slice

6. Jarak antar slice: 10 mm = 1 cm

7. Evaluasi soft tissue: edema (-)

8. Evaluasi tulang: continue (+)

9. Evaluasi sulvian fissure: perdarahan (-)

10. Evaluasi sulcus gyrus: tidak menyempit, perdarahan (-)

11. Evaluasi sisterna mesenfalik: tidak menyempit

12. Evaluasi ventrikel: Ukuran tidak menyempit, perdarahan (-), terdapat midline shift ke

arah dekstra ± 1 cm.

Volume perdarahan: (p x l x t)/2 = (6,9 x 3 x 4)/2 = 82,8 cm3/2 = 41,4 cc

Follow UpHari/

TanggalS O A P

13 Aug

2015

GDS 281

Lemah anggota

gerak kanan,

muntah

TD:179/100 N: 89x/i

RR: 20 x/i T: 36,70C

Somnolen, KU lemahAne(-/-) Ikt(-/-), edema palpebral (+/+)Ves (+/+), Wh(-/-) Ro(-/-)S1S2 tunggal, regular,Gallop (-), Murmur (-)Soefl, flat, BU (+) N, NT (-)Edema ekstremitas sup (+/+) minimal, inf (+/+), akral hangat (+)Status neurologis:GCS E3VafasiaM6Pupil anisokor pipih bulat 4

mm/3mm, RC (+/+)

St. motorik:kesan lateralisasi D

MMT 1 5 RF ↑/+, RP +/-

1 5

St. sensorik: ↓ +

↓ +

Hemiparese D +

Afasia motoric

ec. Stroke

Hemoragik

(ICH) +

Hipertensi st. II

+ DM tipe II

(uncontrolled)

PH-1

Head up 300

Nasal canul 2 lpm

IVFD Asering 80 cc/jam

Inj. Asam Traneksamat 4 x 1 g H-2

Manitol infus 4 x 150 cc H-2

Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV H-2

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp IV

Amlodipin 10 mg I-0-0

Neurodex 0-I-0

Inj. Metoclopramid 1 amp extra

selanjutnya Domperidon 3 x 1 tab

Diet rendah garam

Inj. Apidra 3 x 4 IU (sc)

Cek GDS (06.00)

Cek KDL, profil lipid, HbA1c

Konsul BS batal

+ Simvastatin 2 x 20 mg

+ Trf. Albumin 20%

14 Aug

2015

Lemah anggota

gerak kanan

TD:185/100 N: 89x/i

RR: 20 x/i T: 36,70C

Hemiparese D +

Afasia motoric

Head up 300

Nasal canul 2 lpm

Page 12: ICH

GDS 231

Somnolen, KU lemahAne(-/-) Ikt(-/-), edema palpebral (+/+)Ves (+/+), Wh(-/-) Ro(-/-)S1S2 tunggal, regular,Gallop (-), Murmur (-)Soefl, flat, BU (+) N, NT (-)Edema ekstremitas sup (+/+) minimal, inf (+/+), akral hangat (+)Status neurologis:GCS E3VafasiaM6Pupil anisokor pipih bulat 4

mm/3mm, RC (+/+)

St. motorik:kesan lateralisasi D

MMT 1 5 RF ↑/+, RP +/-

1 5

St. sensorik: ↓ +

↓ +

ec. Stroke

Hemoragik

(ICH) +

Hipertensi st. II

+ DM tipe II

(uncontrolled)

PH-2

IVFD Asering 80 cc/jam

Inj. Asam Traneksamat 4 x 1 g H-2

Manitol infus 4 x 150 cc H-2

Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV H-2

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp IV

Amlodipin 10 mg I-0-0

Neurodex 0-I-0

Inj. Metoclopramid 1 amp extra

selanjutnya Domperidon 3 x 1 tab

Diet rendah garam

Inj. Apidra 3 x 4 IU (sc)

Cek GDS (06.00)

Cek KDL, profil lipid, HbA1c

Konsul BS batal

+ Simvastatin 2 x 20 mg

+ Infus Albumin 20%

15 Aug

2015

GDS 450

Lemah anggota

gerak kanan

TD:175/99 N: 90 x/i

RR: 20 x/i T: 36,50C

Somnolen, KU lemahAne(-/-) Ikt(-/-), edema palpebral (+/+)Ves (+/+), Wh(-/-) Ro(-/-)S1S2 tunggal, regular,Gallop (-), Murmur (-)Soefl, flat, BU (+) N, NT (-)Edema ekstremitas sup (+/+), inf (+/+), akral hangat (+)Status neurologis:GCS E3VafasiaM5Pupil anisokor pipih/bulat, diameter

4 mm/3mm, RC (+/+)

n. cranialis kesan parese n. V, VII,

IX, XII

St. motorik:kesan lateralisasi D

MMT 1 5 RF ↑/+, RP +/-

1 5

St. sensorik: ↓ +

↓ +

Hemiparese D

ec. Stroke

Hemoragik

(ICH) +

Hipertensi st. II

+ DM tipe II

(uncontrolled) +

Dislipidemia +

Hipoalbuminemi

a + Sinusitis D +

AKI PH-3

Head up 300

Nasal canul 2 lpm

IVFD Asering 80 cc/jam

Inj. Asam Traneksamat 4 x 1 g H-4

Manitol infus 4 x 150 cc H-4

Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV H-4

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp IV

Amlodipin 10 mg I-0-0

Micardis 40 mg 0-0-I

Neurodex 0-I-0

Diet rendah garam

Inj. Apidra 3 x 4 IU (sc)

Cek GDS (06.00)

Cek KDL, profil lipid, HbA1c

Simvastatin 2 x 20 mg

Infus Albumin 20%

Cek ulang albumin post koreksi

+ Nabic 3 x 1 tab

+ Calos 1 x 1 tab

+ Trifed 3 x1 tab

+ Tramadol 3 x 1 amp dalam RL 20 tpm

Cek elektrolit/ 2 hari

Diet DM, rendah garam, cukup protein

(putih telur)

17 Aug SaO2 68 pasang Jackson ris

Page 13: ICH

2015

10.00

SaO2 96%

18 Aug

2015

GDS 204

Albmn

2,1

Penurunan

kesadaran

TD:119/81 N: 93 x/i

RR: 20 x/i T: 36,50C

Somnolen, KU lemahAne(-/-) Ikt(-/-), edema palpebral (+/+)Ves (+/+), Wh(-/-) Ro(-/-)S1S2 tunggal, regular,Gallop (-), Murmur (-)Soefl, flat, BU (+) N, NT (-)Edema ekstremitas sup (+/+), inf (+/+), akral hangat (+)Status neurologis:GCS E3V2M5Pupil anisokor pipih/bulat, diameter

4mm/3mm, RC (+/+)

n. cranialis kesan parese n. V, VII,

IX, X, XII

St. motorik:kesan lateralisasi D

MMT 1 5 RF ↑/+, RP +/-

1 5

St. sensorik: sde

Stroke

Hemoragik

(ICH) +

Hipertensi st. II

+ DM tipe II

(uncontrolled) +

Dislipidemia +

Hipoalbuminemi

a + Nefropathy

DM HP-6

Head up 300

Nasal canul 2 lpm

IVFD Asering 80 cc/jam

Inj. Asam Traneksamat 2 x 1 g H-7

Manitol infus 2 x 150 cc H-7

Inj. Meropenem 3 x 1 gr IV

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp IV

+ Laxadin syr 3 x CI

Diet sonde diet Diabetasol + putih

telur

Inj. RI 3 x 8 IU (sc)

Cek GDS tiap pagi

Cek KDL, profil lipid, HbA1c

Simvastatin 2 x 20 mg

Cek ulang albumin post koreksi

Nabic 3 x 1 tab

Calos 1 x 1 tab

Trifed 3 x1 tab

Cek elektrolit/ 2 hari

Cek ulang DL

Co. dr. Grace, Sp. BS, advice:

Pre OP besok 19 Agustus 2015

Persiapan: PRC II

Puasa

Cukur

Berryplast, Collacure

SIO

OK IBS

Anestesi

Post OP kembali ke Unit Stroke

dr. Sp. PD, advice:

Inj. RI 3 x 6 IU (sc)

jika GD < 110, Inj. RI 3 x 4 IU (sc)

Infus Albumin 20%

Diet DM 6 x 200 cc

ACC OP Jika GD <200

Cek UL

19 Aug

2015

Keluhan (-) GCS E4V2M6

TD:164/74 N: 96 x/I

Stroke

Hemoragik

Pro craniotomy decompresi +

trakeostomy hari ini di OK IBS

Page 14: ICH

RR: 18 x/i T: 36,70C

Ane(-/-) Ikt(-/-), edema palpebral (+/+), pupil anisokor bulat 4mm/3mm, RC (+/+)Thorak: Gerakan napas simetris, fremitus raba simestris, sonor (+/+), Vesikuler (+/+), Wh(-/-) Ro(-/-)S1S2 tunggal, regular,Gallop (-), Murmur (-)BU (+) N, NT (-)Edema ekstremitas sup (+/+), inf (+/+), akral hangat (+)Status neurologis:GCS E3VtcM5Pupil anisokor pipih bulat 4

mm/3mm, RC (+/+)

St. motoric:kesan lateralisasi D

RF ↑/+, RP +/-

St. sensorik: sde

MMT 1 5 2 4

(ICH) +

Hipertensi st. II

+ DM tipe II

PH-7

GDS 255 Inj. Insulin 4 IU (sc) 231

19 Aug

2015

Keluhan (-) TD:136/75 N: 88 x/I

RR: 26 x/i T: 36,60C

Ane(-/-) Ikt(-/-), edema palpebral (+/+), pupil anisokor bulat 4 mm/3mm, RC (+/+)Thorak: Gerakan napas simetris, fremitus raba simestris, sonor (+/+), Vesikuler (+/+), Wh(-/-) Ro(-/-)S1S2 tunggal, regular,Gallop (-), Murmur (-)BU (+) N, NT (-)Edema ekstremitas sup (+/+), inf (+/+), akral hangat (+)Status neurologis:GCS E3VtcM5Pupil anisokor pipih bulat 4

mm/3mm, RC (+/+)

St. motoric:kesan lateralisasi D

RF ↑/+, RP +/-

St. sensorik: sde

MMT 1 5 2 4

Post craniotomy

decompresi +

trakeostomy H-0

ec. Stroke

Hemoragik

(ICH) +

Hipertensi st. II

+ DM tipe II

PH-7

Head up 300

NRM 12 lpm via TC

IVFD Asering 80 cc/jam

Inj. Meropenem 3 x 1 gr IV/ hari

Inj. Asam Traneksamat 3 x 500 mg

Manitol infus 4 x 150 cc

Inj. Metamizole 3 x 1 amp IV

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp IV

Inj. Kutoin 3 x 100 mg IV

Inj. RI 3 x 8 IU (sc)

Nevu Bisolvon/ 2 jam

Suction berkala

Rawat TC/hari

Chest Fisioterapi

Cek DL, Albumin, SE post OP

Besok pindah Angsoka

Kultur sputum

20 Aug

2015

86%

Sesak, saturasi

menurun

TD:138/64 N: 96 x/I

RR: 24 x/i T: 36,60C

Ane(-/-) Ikt(-/-), edema palpebral (+/+), pupil anisokor bulat 4 mm/3mm, RC (+/+)

Post craniotomy

decompresi +

trakeostomy H-1

ec. Stroke

Head up 300

NRM 12 lpm via TC

IVFD Asering 80 cc/jam

Inj. Meropenem 3 x 1 gr IV/ hari

Page 15: ICH

01.00

WITA

Thorak: Gerakan napas simetris, fremitus raba simestris, sonor (+/+), Vesikuler (+/+), Wh(-/-) Ro(-/-)S1S2 tunggal, regular,Gallop (-), Murmur (-)BU (+) N, NT (-)Edema ekstremitas sup (+/+), inf (+/+), akral hangat (+)Status neurologis:GCS E3VtcM5Pupil anisokor pipih bulat 4

mm/3mm, RC (+/+)

St. motoric:kesan lateralisasi D

RF ↑/+, RP +/-

St. sensorik: sde

MMT 1 4 2 4

Hemoragik

(ICH) +

Hipertensi st. II

+ DM tipe II

PH-8

Inj. Asam Traneksamat 3 x 500 mg

Manitol infus 4 x 150 cc

Inj. Metamizole 3 x 1 amp IV

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp IV

Inj. Kutoin 3 x 100 mg IV

Inj. RI 3 x 8 IU (sc)

Transfusi PRC 1 kolf

Nevu Bisolvon/ 2 jam

Suction berkala

20 Aug

2015

97%

Alb 2,1

GDS 315

Bengkak tangan

dan kaki

TD:130/74 N: 77 x/I

RR: 24 x/i T: 36,70C

Ane(-/-) Ikt(-/-),edema palpebral (+/+), pupil anisokor bulat 4 mm/3mm, RC (+/+)Wh(-/-) Ro(-/-)S1S2 tunggal, regular,Gallop (-), Murmur (-)BU (+) N, NT (-)Edema ekstremitas sup (+/+), inf (+/+), akral hangat (+)Status neurologis:GCS E3VtcM5Pupil anisokor pipih bulat 4

mm/3mm, RC (+/+)

St. motoric:kesan lateralisasi D

RF ↑/+, RP +/-

St. sensorik: sde

MMT 1 4 2 4

Post Craniotomy

decompresi +

trakeostomy H-1

ec. Stroke

Hemoragik

(ICH) +

Hipertensi st. II

+ DM tipe II +

AKI PH-8

Observasi vital sign + GCS + TIK

Head up 300

NRM 7-10 lpm

IVFD Asering 80 cc/jam

Inj. Meropenem 3 x 1 gr IV/ hari

Inj. Asam Traneksamat 3 x 500 mg

Manitol infus 3 x 150 cc

Infus albumin 20%

Inj. Metamizole 3 x 1 amp IV

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp IV

Inj. Kutoin 3 x 100 mg IV

Inj. RI 3 x 8 IU (sc)

Simvastatin 2 x 20 mg

Calos 2 x 1 tab

Asam folat 2 x 1 tab

Nevu Bisolvon/ 2 jam

Suction berkala

Cek GDS (06.00 dan 22.00)

Cek ulang GDS puasa ekstra

Diet Diabetasol 4 x 200 cc, cukup protein

(putih telur)

Cek Ur, Cr/2 hari

Cek DL/ 12 jam

Rawat TC/hari

Ganti perban/2 hari

Chest Fisioterapi

21 Aug Bengkak tangan TD:101/58 N: 90 x/i Post Craniotomy Observasi vital sign + GCS + TIK Head

Page 16: ICH

2015

99%

dan kaki RR: 20 x/i T: 36,70C

Somnolen, KU lemahAne(-/-) Ikt(-/-), edema palpebral (+/+)Ves (+/+), Wh(-/-) Ro(-/-)S1S2 tunggal, regular,Gallop (-), Murmur (-)Soefl, flat, BU (+) N, NT (-)Edema ekstremitas sup (+/+), inf (+/+), akral hangat (+)Status neurologis:GCS E3VtcM5Pupil anisokor pipih bulat 4

mm/3mm, RC (+/+)

St. motoric:kesan lateralisasi D

RF ↑/+, RP +/-

St. sensorik: sde

MMT 1 4 2 4

decompresi +

trakeostomy H-2

+ Hipertensi st.

II + DM tipe II

+ Nefropathy

DM + Obs.

Trombositopeni

a PH-9

up 300

NRM 7-10 lpm

IVFD Asering 80 cc/jam

Inj. Meropenem 3 x 1 gr IV/ hari

Inj. Asam Traneksamat 3 x 500 mg

Manitol infus 3 x 150 cc

Infus albumin 20%

Inj. Metamizole 3 x 1 amp IV

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp IV

Inj. Kutoin 3 x 100 mg IV

Inj. RI 3 x 8 IU (sc)

Simvastatin 2 x 20 mg

Calos 2 x 1 tab

Asam folat 2 x 1 tab

Nevu Bisolvon/ 2 jam

Suction berkala

Cek GDS (06.00 dan 22.00)

Cek ulang GDS puasa ekstra

Diet Diabetasol 4 x 200 cc, cukup protein

(putih telur)

Cek Ur, Cr/2 hari

Cek DL/ 12 jam

Rawat TC/hari

Ganti perban/2 hari

Chest Fisioterapi

Kultur sputum

Inj. RI 10 IU (sc)

dr. Sp. PD, advice:

RI (sp) kec. 4 menit/jam

Cek GDS/2 jam, jika:

GD <150 Stop

GD 150-200 kec. 1 unit/jam

GD 200-300 kec. 2 unit/jam

GD 300-400 kec. 3 unit/jam

GD >400 kec. 4 unit/jam

Jika GD < 250 gr/dL, selama minimal 6

jam lapor ulang

22 Aug

2015

94%

Bengkak tangan

dan kaki

TD:149/77 N: 76 x/i

RR: 20 x/i T: 36,80C

Somnolen, KU lemahAne(-/-) Ikt(-/-), edema palpebral (+/+)

Post Craniotomy

decompresi +

trakeostomy H-2

+ Hipertensi st.

Observasi vital sign + GCS + TIK

Head up 300

NRM 7-10 lpm

IVFD Asering 80 cc/jam

Page 17: ICH

Ves (+/+), Wh(-/-) Ro(-/-)S1S2 tunggal, regular,Gallop (-), Murmur (-)Soefl, flat, BU (+) N, NT (-)Edema ekstremitas sup (+/+), inf (+/+), akral hangat (+)Status neurologis:GCS E3VtcM5Pupil anisokor pipih bulat 4

mm/3mm, RC (+/+)

St. motoric:kesan lateralisasi D

RF ↑/+, RP +/-

St. sensorik: sde

MMT 1 4 2 4

II + DM tipe II

+ Nefropathy

DM + Obs.

Trombositopeni

a PH-10

Inj. Meropenem 3 x 1 gr IV/ hari

Inj. Asam Traneksamat 3 x 500 mg

Manitol infus 3 x 150 cc

Infus albumin 20%

Inj. Metamizole 3 x 1 amp IV

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp IV

Inj. Kutoin 3 x 100 mg IV

Inj. RI 3 x 8 IU (sc)

Simvastatin 2 x 20 mg

Calos 2 x 1 tab

Asam folat 2 x 1 tab

Nevu Bisolvon/ 2 jam

Suction berkala

Cek GDS (06.00 dan 22.00)

Cek ulang GDS puasa ekstra

Diet Diabetasol 4 x 200 cc, cukup protein

(putih telur)

Cek Ur, Cr/2 hari

Cek DL/ 12 jam

Rawat TC/hari

Ganti perban/2 hari

Chest Fisioterapi

Kultur sputum

Inj. RI 10 IU (sc)

dr. Sp. PD, advice:

RI (sp) kec. 4 menit/jam

Cek GDS/2 jam, jika:

GD <150 Stop

GD 150-200 kec. 1 unit/jam

GD 200-300 kec. 2 unit/jam

GD 300-400 kec. 3 unit/jam

GD >400 kec. 4 unit/jam

Jika GD < 250 gr/dL, selama minimal 6

jam lapor ulang

Diagnosis

Diagnosis Masuk (IGD):

- Stroke Hemoragik (ICH) + DM Tipe II Uncontrolled

Diagnosis Akhir:

Page 18: ICH

• ICH spontan

• Hipertensi grade II

• Pneumonia

• DM Tipe II

Penatalaksanaan

Terapi dr. Sp. S:

• Inj. Citicolin 2 x 250 mg

• Inj. Manitol 4 x 150 cc

• Inj. Asam traneksamat 4 x 1 g

• Perdipine syringe pump 0,5 meq/kgBB/ 9 cc/jam

• Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g

• Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Terapi dr. Sp. PD:

• Diet DM 2100 kal

• Inj. Avidra 3 x 4 U SC

• Cek GDS tiap pagi jam 06.00

Pembedahan: Craniotomi dekompresi

Trakeostomi

Terapi post Operasi:

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

- Inj. Metamizole 3 x 1 amp IV

- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp IV

- Inj. Kutoin 3 x 100 mg IV

- Inj. Asam Traneksamat 3 x 500 mg IV

- Inj. Vitamin K 3 x 1 amp IV

- Manitol 4 x 150 cc

Page 19: ICH

Prognosis

Vitam : dubia ad malam

Sanationam : dubia

Functionam : dubia

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

Perdarahan intraserebral oleh pembuluh darah yang abnormal atau kelainan struktur

menyumbang sekitar 15% dari kasus serebrovaskular akut. Hipertensi dan angiopati amyloid.

Paling berperan dalam menyebabkan perdarahan intraserebral, meskipun AVM, aneurisma,

trombosis vena, tumor, konversi hemoragik dari infark iskemik, dan infeksi jamur juga dapat

juga menjadi penyebabnya. Perdarahan intraserebral menyebabkan cedera dan disfungsi saraf

lokal serta dapat menyebabkan disfungsi global akibat efek massa bila cukup besar (Halpern &

Grady, 2015).

Stroke hemoragik biasanya terjadi pada daerah basal ganglia atau serebelum. Pasien

biasanya datang dengan tekanan darah yang tinggi dan memiliki riwayat hipertensi yang tidak

terkontrol. Pasien nampak letargi dan obtundasi, dibandingkan dengan pasien yang menderita

stroke iskemik. Penurunan status mental oleh karena dari pergeseran otak dan herniasi sekunder

akibat efek massa hematoma pada struktur yang dalam. Stroke iskemik tidak menyebabkan efek

massa akut; dan karena itu, pasien masih dengan kesadaran normal dan terdapat defisit

neurologis yang fokal. Stroke hemoragik cenderung hadir dengan penurunan yang relatif

bertahap dalam fungsi neurologis sebagai akibat dari hematoma yang meluas (Halpern & Grady,

2015).

A. Definisi

Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang disebabkan

oleh rupturnya pembuluh darah otak. Perdarahan dapat terjadi di bagian manapun di otak.

Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau

Page 20: ICH

dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun

cerebellum (deep intracerebral hemorrhage) (Castel & Kissel, 2006).

B. Epidemiologi

Perdarahan intraserebral merupakan penyebab kedua terbanyak dari stroke, sekitar

10% sampai 15% dari semua stroke. PIS memiliki risiko kematian yang lebih tinggi, dengan

perkiraan angka kematian 35% hingga 52% dalam waktu 30 hari, hal ini lima kali lipat

daripada kematian akibat stroke iskemik (Smith & Eskey, 2011).

Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai 20 kasus

per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan intraserebral lebih

sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang lebih tua dari 55 tahun, dan

dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit hitam dan Jepang. Selama periode 20 tahun

studi The National Health and Nutrition Examination Survey Epidemiologic menunjukkan

insiden perdarahan intraserebral antara orang kulit hitam adalah 50 per 100.000, dua kali

insiden orang kulit putih. Perbedaan dalam prevalensi hipertensi dan tingkat pendidikan

berhubungan dengan perbedaan resiko. Peningkatan risiko terkait dengan tingkat pendidikan

yang lebih rendah mungkin terkait dengan kurangnya kesadaran akan pencegahan primer dan

akses ke perawatan kesehatan. Insiden perdarahan intraserebral di Jepang yaitu 55 per

100.000 jumlah ini sama dengan orang kulit hitam. Tingginya prevalensi hipertensi dan

pengguna alkohol pada populasi Jepang dikaitkan dengan insiden. Rendahnya observasi

kadar kolesterol serum pada populasi ini juga dapat meningkatkan resiko perdarahan

intraserebral. Usia rata-rata pada umur 53 tahun, interval 40 – 75 tahun. Insiden pada laki-

laki sama dengan pada wanita. Angka kematian 60 – 90 % (Castel & Kissel, 2006).

C. Anatomi

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal

sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah

neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda.

Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total,

tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.

Page 21: ICH

Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari

darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat

darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis

(kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi

arteri cerebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian

belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri cerebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri

cerebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri cerebrum posterior membentuk suatu

sirkulus willisi.

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari

otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai

area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris,

sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta

batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ. Jika terjadi

kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak,

gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas

biasanya terjadi karena adanya serangan stroke (Luyendijk, 2005).

Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a. lentikulostriata,

a. thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian. Sedangkan perdarahan di

serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang mendapat pendarahan dari

cabang a. serebelaris superior dan a. serecelaris inferior anterior.

D. Etiologi

Perdarahan intraserebral (PIS) berjumlah 10-30% dari seluruh kasus stroke di rumah sakit

dengan angka mortalitasnya 30-50% dalam waktu 6 bulan. Hanya 20% pasien yang dapat

kembali kemandiriannya dalam waktu 6 bulan. Klasifikasi ICH dibagi menjadi dua yaitu primer

dan sekunder. ICH primer terjadi pada perdarahan yang berasal dari ruptur spontan arteri kecil

atau arteriol yang sebelumnya mengalami kerusakan akibat hipertensi kronik atau angiopati

amiloid. PIS sekunder terjadi pada perdarahan akibat trauma, ruptur dari aneurisma atau

malformasi vaskuler, koagulopati, atau penyebab lainnya (Jha & Gupta, 2012).

Page 22: ICH

Tabel 1. Penyebab sekunder PIS

Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh:

Hipertensi. Hipertensi meningkatkan risiko relatif untuk terjadinya perdarahan intraserebral

sekitar empat kali lipat, mungkin karena untuk vasculopathy degeneratif kronis. Perdarahan

sering berada pada ganglia basalis, talamus, atau pons, dan menyebabkan kerusakan dari arteri

yang mengalami perforasi kecil yang merupakan percabangan dari arteri yang lebih besar

(Halpern & Grady, 2015).

Faktor yang berpotensi menjadi indikasi operasi meliputi: lokasi bekuan superfisial, usia muda,

pada hemisfer nondominan, deteorisasi yang cepat, dan efek massa yang signifikan. Namun, uji

klinis yang paling komprehensif sampai saat ini tidak menunjukkan hasil perbaikan keseluruhan

pasca operasi evakuasi perdarahan intraserebral, kecuali untuk kelompok pasien dengan

gumpalan <1 cm dari permukaan kortikal (Halpern & Grady, 2015).

Perdarahan intraserebral dengan hipertensi harus diterapi dengan baik. Manajemen medis

meliputi kontrol tekanan darah, normalisasi platelet dan fungsi pembekuan, fenitoin, dan

elektrolit. Intubasi dilakukan pada pasien yang tidak dapat dengan jelas mengikuti perintah,

untuk mencegah aspirasi dan hiperkarbia (Halpern & Grady, 2015).

Page 23: ICH

Angiopati amiloid. Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik

ditandai oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri

kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral. Adanya amiloid patologis yang terdeposisi pada

pembuluh darah kecil kortikal berkaitan dengan integritas pembuluh darah dan cenderung

menyebabkan perdarahan yang lebih superfisial daripada perdarahan karena hipertensi. Amiloid

dapat mencetuskan perdarahan berulang kali. Lokasi perdarahan superfisial lebih udah

dievakuasi dibandingkan dengan perdarahan oleh karena hipertensi (Halpern & Grady, 2015).

Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah arteri-arteri kortical superfisial dan arteri-arteri

leptomening. Sehingga perdarahan lebih sering di daerah subkortikal lobar ketimbang daerah

basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan dinding arteri menjadi lemah sehingga kemudian

pecah dan terjadi perdarahan intraserebral. Di samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap

faktor penyebab kedua terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.

Aneurisma serebral. Aneurisma adalah dilatasi dinding pembuluh darah dan yang paling sering

berbentuk seperti balon, tapi mungkin juga fusiform. Aneurisma biasanya terjadi di cabang

pembuluh besar (misalnya, arteri karotis interna bifurkasi), atau arteri yang lebih kecil (misalnya,

arteri komunikan posterior atau arteri ophthalmic). Sekitar 85% aneurisma muncul dari sirkulasi

anterior (karotis) dan 15% dari sirkulasi posterior (vertebrobasilar). Tabel menunjukkan

distribusi persentase aneurisma otak oleh lokasi. Aneurisma yang berdinding tipis dan beresiko

untuk pecah.

Tabel 2. Prevalensi Aneurisma berdasarkan lokasinya (Halpern & Grady, 2015).

Page 24: ICH

Gambar 1. Anatomi sirkulus Willisi dan lokasi tersering untuk aneurisma (Halpern & Grady, 2015).

Arteriovenous Malformasi. AVM merupakan dilatasi abnormal arteri dan vena tanpa adanya

kapiler diantaranya. Nidus dari AVM mengandung massa kusut pembuluh darah tetapi tidak ada

jaringan saraf. AVM mungkin asimtomatik atau diketahui adanya saat SAH, perdarahan

intraserebral, atau kejang. AVM kecil menyebabkan perdarahan lebih sering daripada AVM

besar, yang disertai dengan kejang. Sakit kepala, bruit, atau defisit neurologi fokal merupakan

gejala yang jarang muncul (Halpern & Grady, 2015).

Tabel 4. Spetzler-Martin grading scale for AVM (Smith & Eskey, 2011).

Page 25: ICH

Neoplasma intrakranial. Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang

hipervaskular.

Faktor Risiko

Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar setahun, selain untuk pengobatan dan

perawatan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta turunnya kualitas hidup (Currie et al., 1997).

Kerugian ini akan berkurang jika pengendalian faktor risiko dilaksanakan dengan ketat (Cohen,

2000).

Tabel 3. Faktor Risiko Stroke

E. Patofisiologi

Hipertensi adalah penyebab terbanyak dari perdarahan intraserebral spontan pada orang

dewasa. Mekanisme yang mendasari tampaknya terkait dengan efek dari tekanan darah sistemik

pada arteri kecil yang berasal dari pembuluh intrakranial utama. Secara khusus, pembuluh darah

ini arteri lenticulostriate yang berasal dari arteri serebral tengah, arteri thalamoperforating dan

thalamogeniculate berasal dari arteri serebral posterior, serta perforator pontine dan batang otak

berasal dari arteri basilar (Smith & Eskey, 2011).

Dalam merespons hipertensi, pembuluh darah kecil dapat mengembangkan hiperplasia

intima, hialinisasi intimal, dan degenerasi,medial sebagai predisposisi nekrosis fokal dan ruptur.

Beberapa peneliti menunjukkan bahwa cedera pembuluh darah dapat menyebabkan

mikroaneurisma, diistilahkan aneurisma Charcot-Bouchard, yang rentan terhadap ruptur

berikutnya menyebabkan perdarahan mikro atau makro. Lokasi klasik perdarahan intraserebral

Page 26: ICH

60% sampai 65% dari perdarahan di putamen dan kapsul internal 15% sampai 25% dalam

talamus, dan 5% sampai 10% di pons (Smith & Eskey, 2011).

Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu

15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit.

Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke).

Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia.

Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.

Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+

dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan

depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan

kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian

sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.

Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen

pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada

kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,

yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi

yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.

Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot

dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral

presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan

bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.

Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik

kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan

hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral

pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.

Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan

kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.

Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang

disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia

basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan

Page 27: ICH

terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan

menyebabkan defisit sensorik.

Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-

otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada

serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari

lokasi kerusakan:

Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).

Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (traktus

piramidal).

Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah ipsilateral

dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus).

Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),

singultus (formasio retikularis).

Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan

persarafan simpatis).

Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf

hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik

[III], saraf abdusens [V]).

Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran tetap

dipertahankan).

Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa posterior (batang otak dan

serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula interna). Gambaran patologik

menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh darah otak dan diikuti adanya

edema dalam jaringan otak di sekitar hematom. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan

kompresi oleh hematom dan edema pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan

penyempitan atau penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya,

maka gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi pembuluh

darah otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan otak lainnya.

Terdapat dua konsep baru yang penting bahwa perdarahan membesar dan meluas

beberapa jam setelah onset gejala (early haematoma growth) dan brain injury disertai edema

Page 28: ICH

yang terjadi sehari setelahnya merupakan hasil dari proses inflamasi akibat trombin dan

produk akhir dari faktor koagulasi lainnya.

Early Haematoma Growth

Early haematoma growth terjadi berkaitan dengan neurological deterioration dan

prognosis klinis yang buruk. Sekitar 38% pasien mengalami peningkatan volume hematom lebih

dari 33% pada CT scan 3 jam setelah onset. Hanya sekitar 5% pasien 6 jam setelah onset.

Perihaematomal Brain Injury

Cedera jaringan otak dan edema sebagai hasil dari peningkatan tekanan intrakranial atau

herniasi otak karena adanya massa merupakan deteorisasi neurologi setelah hari pertama.

Pemeriksaan PET dan MRI yang dilakukan dalam kurun waktu 6 jam setelah onset gejala tidak

menunjukkan adanya jaringan iskemik pada daerah perihematom di otak. Dengan menggunakan

kontras, respons inflamasi yang diinduksi oleh hematom yang sangat besar telah diidentifikasi

yang menyebabkan pembengkakan otak berkurang dan cedera jaringan. Plasma, yang kaya

trombin dan produk akhir koagulasi lainnya, yang dilepaskan oleh gumpalan hematoma ke dalam

jaringan otak di sekitarnya, dan memicu proses inflamasi.

F. Manifestasi Klinis

Identifikasi cepat dan akurat dari perdarahan adalah penting dalam penanganan stroke

akut, sebagai dasar terapi untuk pengelola stroke iskemik dan stroke hemoragik sangat berbeda.

Keduanya ditandai oleh onset relatif mendadak gejala dan defisit neurologis, jenis dan tingkat

keparahan yang akan bervariasi sesuai dengan jenis lesi, lokasi, dan ukuran (Smith & Eskey,

2011). Manisfestasi perdarahan intraserebral digambarkan sebagai suatu proses bertahap, dengan

memburuknya gejala dalam hitungan menit ke jam. Keluhan sakit kepala dan mual /muntah

lebih sering pada PIS daripada stroke iskemik (Smith & Eskey, 2011).

Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi darah di

dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang.

Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) per akut. Biasanya disertai dengan

penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi dan derajatnya tergantung

Page 29: ICH

dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan minimal terdapat pada 60% kasus.

dua pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan dengan adanya perluasan perdarahan ke

arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat dan

muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi

frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36% kasus yang disertai dengan sakit kepal sedang muntah

didapati pada 44% kasus. Jadi tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan PIS,

sebaliknya bila dijumpai akan sangat mendukung diagnosis PIS atau perdarahn subarakhnoid

sebab hanya 10% kasus stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat

onset PIS.

Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika

belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,

kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,

dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah

sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong

bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan

kekurangan perhatian pada sisi kiri.

Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi batang

otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan

kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas

ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau

kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan

diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral

tubuh. Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah

penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada

orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan

perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan,

kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh.

Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang.

Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan

hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.

Page 30: ICH

Tabel 5. Distribusi anatomi perdarahan intraserebral dan gejala yang diakibatkan (Halpern & Grady,

2015)

G. Klasifikasi

Tipe perdarahan intaserebral yang tersering adalah seperti berikut:

1. Putaminal Hemorrhage

Antara sindroma klinis perdarahan yang tersering adalah disebabkan oleh

perdarahan putaminal dengan terjadinya penekanan pada daerah berdekatan dengan

kapsula interna. Gejala dan kelainan neurologic hampir bervariasi berdasarkan

kedudukan dan ukuran penekanan. Perdarahan putaminal khas dengan onset progresif

pada hampir duapertiga pasien, dan kurang dari sepertiga mempunyai gejala mendadak

dan hampir maksimal saat onset. Nyeri kepala tampil saat onset gejala hanya pada 14%

kasus dan pada setiap waktu hanya 28%; semua pasien menunjukkan berbagai

bentuk defisit motorik dan sekitar 65% mengalami perubahan reaksi terhadap pin-prick.

Perdarahan putaminal kecil menyebabkan defisit sedang motorik dan sensori

kontralateral. Perdarahan berukuran sedang mula-mula mungkin tampil dengan

hemiplegia flaksid, defisit hemisensori, deviasi konjugasi mata pada sisi perdarahan,

hemianopia homonim, dan disfasia bila yang terkena hemisfer dominan. Progresi

menjadi perdarahan masif berakibat stupor dan lalukoma, variasi respirasi, pupil tak

berreaksi yang berdilatasi, hilangnya gerak ekstra-okuler, postur motor abnormal, dan

respons Babinski bilateral.

Gejala muntah terjadi hampir setengah daripada penderita. Sakit kepala adalah

gejala tersering tetapi tidak seharusnya ada. Dengan jumlah perdarahan yang banyak,

Page 31: ICH

penderita dapat segera masuk kepada kondisi stupor dengan hemiplegi dan kondisi

penderita akan tampak memburuk dengan berjalannya masa.

Walau bagaimanapun, penderita akan lebih sering mengeluh dengan sakit kepala

atau gangguan kepala yang dirasakan pusing. Dalam waktu beberapa menit wajah

penderita akan terlihat mencong ke satu sisi, bicara cadel atau aphasia, lemas tangan dan

tungkai dan bola mataakan cenderung berdeviasi menjauhi daripada ekxtremitas yang

lemah. Hal ini terjadi, bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam di mana sangat kuat

mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat terjadi semakin memburuk

dengan munculnya refleks Babinski yang mana pada awalnya dapat muncul unilateral

dan kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi flaksid, stimulasi nyeri

menghilang, tidak dapat bicara dan memperlihatkan tingkat kesadaran stupor.

Karekteristik tingkat keparahan paling parah adalah dengan tanda kompresi batang otak

atas (koma); tanda Babinski bilateral; respirasi dalam, irregular atau intermitten; pupil

dilatasi dengan posisi tetap pada bagian bekuan dan biasanya adanya kekakuan yang

deserebrasi.

Gambar 2. Perdarahan Putaminal

2. Thalamic Hemorrhage

Sindroma klinis akibat perdarahan talamus sudah dikenal. Umumnya perdarahan

talamus kecil menyebabkan defisit neurologis lebih berat dari perdarahan putaminal.

Seperti perdarahan putaminal, hemiparesis kontralateral terjadi bila kapsula internal

Page 32: ICH

tertekan. Namun khas dengan hilangnya hemisensori kontralateral yang nyata yang

mengenai kepala, muka, lengan, dan tubuh. Perluasan perdarahan ke subtalamus dan

batang otak berakibat gambaran okuler klasik yaitu terbatasnya gaze vertikal, deviasi

mata kebawah, pupil kecil namun bereaksi baik atau lemah. Anisokoria, hilangnya

konvergensi, pupil tak bereaksi, deviasi serong, defisit lapang pandang, dan nistagmus

retraksi juga tampak. Anosognosia yang berkaitan dengan perdarahan sisi kanan dan

gangguan bicara yang berhubungan dengan lesi sisi kiri tidak jarang terjadi. Nyeri kepala

terjadi pada 20-40 % pasien. Hidrosefalus dapat terjadi akibat penekanan jalur CSS.

 

Gambar 3. Perdarahan Thalamus

3. Perdarahan Pons

Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan dengan

perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari perdarahan infratentorial terjadi

di pons. Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset yang tiba-

tiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral serta progresif dan

fatal. Perdarahan ponting paling umum menyebabkan kematian dari semua perdarahan

otak. Bahkan perdarahan kecil segera menyebabkan koma, pupil pinpoint (1 mm) namun

reaktif, gangguan gerak okuler lateral, kelainan saraf kranial, kuadriplegia, dan postur

ekstensor. Nyeri kepala, mual dan muntah jarang.

 

Page 33: ICH

4. Perdarahan Serebelum

Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit diketahui.

Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri serebeli superior

sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering terjadi pada

50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan

distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan

serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis

sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan intrakranial dan

memburuknya keadaan umum penderita. Kematian biasanya disebabkan tekanan dari

hematoma yang menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.

Sindroma klinis perdarahan serebeler pertama dijelaskan secara jelas oleh Fisher.

Yang khas adalah onset mendadak dari mual, muntah, tidak mampu bejalan atau berdiri.

Tergantung dari evolusi perdarahan, derajat gangguan neurologis terjadi. Hipertensi

adalah faktor etiologi pada kebanyakan kasus. Duapertiga dari pasien dengan perdarahan

serebeler spontan mengalami gangguan tingkat kesadaran dan tetap responsif saat datang;

hanya 14% koma saat masuk. 50% menjadi koma dalam 24 jam, dan 75% dalam

seminggu sejak onset. Mual dan muntah tampil pada 95%, nyeri kepala (umumnya

bioksipital) pada 73%, dan pusing (dizziness) pada 55 %. Ketidakmampuan berjalan atau

berdiri pada 94 %. Dari pasien non koma, tanda-tanda serebeler umum terjadi termasuk

ataksia langkah (78 %), ataksia trunkal (65 %), dan ataksia apendikuler ipsilateral (65 %).

Temuan lain adalah palsi saraf fasial perifer (61%), palsi gaze ipsilateral (54 %),

nistagmus horizontal (51 %), dan miosis (30%). Hemiplegia dan hemiparesis jarang, dan

bila ada biasanya disebabkan oleh stroke oklusif yang terjadi sebelumnya atau

bersamaan. Triad klinis ataksia apendikuler, palsi gaze ipsilateral, dan palsi fasial perifer

mengarahkan pada perdarahan serebeler. Perdarahan serebeler garis tengah menimbulkan

dilema diagnostik atas pemeriksaan klinis. Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan

tampil dengan oftalmoplegia total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid. 

Pada pasien koma, diagnosis klinis perdarahan serebeler lebih sulit karena

disfungsi batang otak berat. Dari pasien koma, 83 % dengan oftalmoplegia eksternal yang

lengkap, 53 % dengan irreguleritas pernafasan, 54 % dengan kelemahan fasial ipsilateral.

Pupil umumnya kecil; tak ada reaksi pupil terhadap sinar pada 40 % pasien.

Page 34: ICH

5. Perdarahan Lober

Sindroma klinis akut perdarahan lober dijelaskan Ropper dan Davis. Hipertensi

kronik tampil hanya pada 31 % kasus, dan 4 % pasien yang koma saat datang. Perdarahan

oksipital khas menyebabkan nyeri berat sekitar mata ipsilateral dan hemianopsia yang

jelas. Perdarahan temporal kiri khas dengan nyeri ringan pada atau dekat bagian anterior

telinga, disfasia fluent dengan pengertian pendengaran yang buruk namun repetisi relatif

baik. Perdarahan frontal menyebabkan kelemahan lengan kontralateral berat, kelemahan

muka dantungkai ringan, dan nyeri kepala frontal. Perdarahan parietal mulai dengan nyeri

kepala temporal anterior ('temple') serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh

ke garis tengah. Evolusi gejala yang lebih cepat, dalam beberapa menit, namun tidak

seketika bersama dengan satu dari sindroma tersebut membantu membedakan perdarahan

lober dari stroke  jenis lain. Kebanyakan AVM dan tumor memiliki lokasi lober.

6. Perdarahan intraserebral akibat trauma

Adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Hematom intraserebral

pascatraumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera regangan

atau robekan rasional terhadap pembuluh-pembuluh darah intraparenkimal otak atau

kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari beberapa milimeter

sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus cedera. Intracerebral

hematom mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 ml dalam substansi otak

(hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau petechial/bercak).

H. Diagnosis

Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus PIS. Tingginya frekuensi hipertensi

berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi sistemik seperti

hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus okuli pada kasus yang

diduga PIS mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi adanya tanda-tanda retinopati hipertensif.

Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke arah lesi, sedang

pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak horisontal mata dengan deviation

conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat kelumpuhan gerak mata atas (upward

Page 35: ICH

gaze palsy), jadi mata melihat ke bawah dan kedua mata melihat ke arah hidung. Pada

perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular bobbing.

Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi unkus maka pupil

anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di thalamus akan berakibat pupil

miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah,

diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada herniasi

transtentorial. Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih terdapat

reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.

Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke, sedang pada lesi di

mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik. Pada lesi di

bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan pola pernafasan apneustik. Pola pernafasan

ataksik timbul pada lesi di medula oblongata. Pola pernafasan ini biasanya terdapat pada pasien

dalam stadium agonal.6Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan

stroke non hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan biaya yang besar

sehingga diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan gejala yang dapat

membedakan manifestasi klinis antara perdarahan infark.

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan menyingkirkan

diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita stroke diantaranya

adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.

Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah

langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan. Pencitraan

otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi komplikasi

seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun

MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.

CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari

stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial

lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter

lebih dari 1 cm.

MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan

daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular

yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.

Page 36: ICH

Salah satu tujuan utama pencitraan yang dilakukan pada stroke dini adalah identifikasi dan

karakterisasi perdarahan. Dalam pengaturan yang ideal, pencitraan akan diperoleh dalam

waktu kurang dari 3 sampai 6 jam onset gejala, dimana darah relatif segar.

Tabel 6. Evolusi dari penampakan perdarahan pada CT-scan dan MRI

I. Penatalaksanaan

Semua penderita yang dirawat dengan ‟intracerebral hemorrhage‟ harus mendapat

 pengobatan untuk :

1. ”Normalisasi” tekanan darah

2. Pengurangan tekanan intrakranial

3. Pengontrolan terhadap edema serebral

4. Pencegahan kejang.

Hipertensi dapat dikontrol dengan obat, sebaiknya tidak berlebihan karena

adanya beberapa pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi terjadi karena

cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut autoregulasi dari aliran

darah otak akan terganggu baik karena hipertensi kronik maupun oleh tekanan intrakranial

yang meninggi. Kontrol yang berlebihan terhadap tekanan darah akan menyebabkan iskemia

pada miokard, ginjal dan otak.9

Dalam suatu studi retrospektif memeriksa dengan CT-Scan untuk mengetahui

hubungan tekanan darah dan pembesaran hematoma terhadap 79 penderita dengan PIS,

mereka menemukan penambahan volume hematoma pada 16 penderita yang secara

Page 37: ICH

bermakna berhubungan dengan tekanan darah sistolik. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg

tampak berhubungan dengan penambahan volume hematoma dibandingkan dengan tekanan

darah sistolik ≤ 150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan:

1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors

2. Angiotensin Receptor Blockers

3. Calcium Channel Blockers

Tindakan segera terhadap pasien dengan PIS ditujukan langsung

terhadap pengendalian TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya. Tindakan

medis seperti hiperventilasi, diuretik osmotik dan steroid (bila perdarahan tumoral)

digunakan untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang disebabkan oleh efek massa

perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa evakuasi perdarahan yang luas meninggikan survival

pada pasien dengan koma, terutama yang bila dilakukan segera setelah onset perdarahan.

Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas. Pasien

memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang sangat segera dari

hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan kelainan vaskuler. Adalah sangat

serius untuk memikirkan pengangkatan PIS yang besar terutama bila ia bersamaan dengan

hipertensi intrakranial yang menetap dan diikuti atau telah terjadi defisit neurologis walau

telah diberikan tindakan medis maksimal.

Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya kelainan

neurologis memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan terpilih. Beratnya

perdarahan inisial menggolongkan pasien ke dalam tiga kelompok:

1. Perdarahan progresif fatal.

Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat tekanan

darah mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur darahnya, gangguan elektrolit

umum terjadi dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat efek serebral dari perdarahan

serta obstruksi jalan nafas memperburuk keadaan. Perburukan dapat diikuti sejak saat

perdarahan dengan bertambahnya tanda-tanda peninggian TIK dan gangguan batang otak.

Pengelolaan inisial pada kasus berat ini adalah medikal dengan mengontrol tekanan darah

ke tingkat yang tepat, memulihkan kelainan metabolik, mencegah hipoksia dan

Page 38: ICH

menurunkan tekanan intrakranial dengan manitol, steroid ( bila penyebabnya perdarahan

tumoral) serta tindakan hiperventilasi. GCS biasanya kurang dari 6.

2. Kelompok sakit ringan (GCS 13-15).

3. Kelompok intermediet, dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan defisit

neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak dapat bertahan

hidup (GCS 6-12). Tindakan medikal di atas diberikan hingga ia keluar dari keadaan

berbahaya, namun keadaan neurologis tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada

keadaan ini pengangkatan hematoma dilakukan secara bedah.

Penilaian dan Pengelolaan Inisial

Pengelolaan spontan terutama tergantung keadaan klinis pasien serta etiologi,

ukuran serta lokasi perdarahan. Tak peduli apakah tindakan konservatif atau bedah yang

akan dilakukan, penilaian dan tindakan medikal inisial terhadap pasien adalah sama.

Saat pasien datang atau berkonsultasi, evaluasi dan pengelolaan awal harus

dilakukan bersama tanpa penundaan yang tidak perlu. Pemeriksaan neurologis inisial dapat

dilakukan dalam 10 menit, harus menyeluruh. Informasi ini untuk memastikan prognosis,

juga untuk membuat rencana tindakan selanjutnya. Pemeriksaan neurologis serial harus

dilakukan.

Tindakan standar adalah untuk mempertahankan jalan nafas, pernafasan, dan

sirkulasi. Hipoksia harus ditindak segera untuk mencegah cedera serebral sekunder akibat

iskemia. Pengamatan ketat dan pengaturan tekanan darah penting baik pada pasien

hipertensif maupun nonhipertensif. Jalur arterial dipasang untuk pemantauan yang

sinambung atas tekanan darah. Setelah PIS, kebanyakan pasien adalah hipertensif. Penting

untuk tidak menurunkan tekanan darah secara berlebihan pada pasien dengan lesi massa

intrakranial dan peninggian TIK, karena secara bersamaan akan menurunkan tekanan perfusi

serebral. Awalnya, usaha dilakukan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik sekitar

160 mmHg pada pasien yang sadar dan sekitar 180 mmHg pada pasien koma, walau nilai ini

tidak mutlak dan akan bervariasi tergantung masing-masing pasien. Pasien dengan hipertensi

berat dan tak terkontrol mungkin diperkenankan untuk mempertahankan tekanan darah

sistoliknya di atas 180 mmHg, namun biasanya di bawah 210 mmHg, untuk mencegah

meluasnya perdarahan oleh perdarahan ulang. Pengelolaan awal hipertensinya, lebih disukai

Page 39: ICH

labetalol, suatu antagonis alfa-1, beta-1 dan beta-2 kompetitif. Drip nitrogliserin mungkin

perlu untuk kasus tertentu.

Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asam-basa.

Bila jalan nafas tidak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa intrakranial pada pasien

koma atau obtundan, dilakukan intubasi endotrakheal. Cegah pemakaian agen anestetik yang

akan meninggikan TIK seperti oksida nitro. Agen anestetik aksi pendek lebih disukai. Bila

diduga ada peninggian TIK, dilakukan hiperventilasi untuk mempertahankan PCO2 sekitar

25-30 mmHg, dan setelah kateter Foley terpasang, diberikan mannitol 1,5 g/kg IV. Tindakan

ini juga dilakukan pada pasien dengan perburukan neurologis progresif seperti perburukan

hemiparesis, anisokoria progresif, atau penurunan tingkat kesadaran. Dilakukan

elektrokardiografi, dan denyut nadi dipantau.

Darah diambil saat jalur intravena dipasang. Hitung darah lengkap, hitung

platelet, elektrolit, nitrogen urea darah, creatinin serum, waktu protrombin, waktu

tromboplastin parsial, dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila perlu.

Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT-scan kepala

tanpa kontras. Sekali diagnosis PIS ditegakkan, pasien dibawa untuk mendapatkan

pemeriksaan radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan intensif, kamar operasi atau

ke bangsal, tergantung status klinis pasien, perluasan dan lokasi perdarahan, serta etiologi

perdarahan. Sasaran awal pengelolaan adalah pencegahan perdarahan ulang dan mengurangi

efek massa, sedang tindakan berikutnya diarahkan pada perawatan medikal umum serta

pencegahan komplikasi.

Pencegahan atas Perdarahan Ulang 

Perdarahan ulang jarang pada perdarahan hipertensif. Saat pasien sampai di

dokter, perdarahan aktif biasanya sudah berhenti. Risiko perdarahan ulang dari AVM dan

tumor juga jarang. Tindakan utama yang dilakukan adalah mengontrol tekanan darah seperti

dijelaskan di atas. Pada perdarahan karena aneurisma yang ruptur, risiko perdarahan ulang

lebih tinggi. Pertahankan tekanan darah 10-20 % di atas tingkat normotensif untuk

mencegah vasospasme, namun cukup rendah untuk menekan risiko perdarahan. Beberapa

menganjurkan asam aminokaproat, suatu agen antifibrinolitik. Namun manfaat serta

indikasinya tetap belum jelas.

Page 40: ICH

Kasus dengan koagulasi abnormal, risiko perdarahan ulang atau perdarahan yang

berlanjut sangat nyata kecuali bila koagulopati dikoreksi. Pasien dengan kelainan perdarahan

lain dikoreksi sesuai dengan penyakitnya.

Mengurangi Efek Massa

Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah. Pasien

dengan peninggian TIK dan atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa, usaha

nonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk mencegah iskemia serebral

sekunder dan kompresi batang otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi

peninggian TIK antara lain:

1. Elevasi kepala higga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta memperbaiki

drainase vena.

2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam

untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).

3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan

koloid bila perlu.

4. Ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainase CSS untuk mempertahankan

TIK kurang dari 20 mmHg.

5. Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO2 25-30 mmHg.

Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian kepala,

restriksi cairan, dan manitol biasanya memadai. Tindakan ini dilakukan untuk memperbaiki

tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder. Harus ingat bahwa

tekanan perfusi serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial rata-rata dikurangi

tekanan intrakranial, hingga tekanan darah sistemik harus dipertahankan pada tingkat normal,

atau lebih disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat normal. Diusahakan tekanan perfusi

serebral setidaknya 70 mmHg, bila perlu memakai vasopresor seperti dopamin intravena atau

fenilefrin.

Pasien sadar dipantau dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan TIK

jarang diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat (moribund), TIK dipantau secara

Page 41: ICH

rutin. Disukai ventrikulostomi karena memungkinkan mengalirkan CSS, karenanya lebih

mudah mengontrol TIK. Perdarahan intraventrikuler menjadi esensial karena sering terjadi

hidrosefalus akibat hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS dengan

ventrikulostomi dibanding hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka lama. Pemantauan

TIK membantu menilai manfaat tindakan medikal dan membantu memutuskan apakah

intervensi bedah diperlukan.

Pemakaian kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral akibat PIS pernah

dilaporkan bermanfaat pada banyak kasus anekdotal. Namun penelitian menunjukkan bahwa

deksametason tidak menunjukkan manfaat, di samping jelas meningkatkan komplikasi

(infeksi dan diabetes). Namun digunakan deksametason pada perdarahan parenkhimal karena

tumor yang berdarah dimana CT-scan memperlihatkan edema serebral yang berat.

Perawatan Umum

Pasien dengan perdarahan intraventrikuler atau kombinasi dengan perdarahan

subarakhnoid atau parenkhimal akibat robeknya aneurisma nimodipin diberikan 60 mg

melalui mulut atau NGT setiap 4 jam. Belum ada bukti pemberian intravena lebih baik.

Namun penggunaan pada PIS non-aneurismal belum pasti.

Antikonvulsan diberikan begitu diagnosis PIS supratentorial ditegakkan, kecuali

bila perdarahan terbatas pada thalamus atau ganglia basal. Secara inisial disukai fenitoin,

karena kadar darah terapeutik dapat dicapai dalam 1 jam dengan pemberian IV, mudah

pemberiannya, dan efektif mencegah kejang umum. Pada dewasa, pembebanan 1 g IV (50

mg/menit) diikuti 300-400 mg IV atau oral perhari. Tekanan darah harus dipantau selama

pembebanan IV karena infus yang terlalu cepat dapat berakibat penurunan tekanan darah

mendesak. Sebagai tambahan, EKG harus dipantau karena fenitoin berkaitan dengan aritmia

cardiac termasuk pelebaran interval PR dan gelombang Q dengan diikuti kolaps vaskuler.

Kadar fenitoin dipantau ketat dan dosis disesuaikan hingga kadar fenitoin serum dalam

jangkauan terapeutik (10-20 µg/ml) dan pasien bebas kejang.

Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua kali sehari, kadar

terapeutik darah 20-40 µg/ml) dan Carbamazepin (200 mg oral, 3-4 kali sehari, kadar

terapeutik 4-12 µg/ml). Kejang bisa bersamaan dengan peninggian dramatik TIK dan tekanan

darah sistemik, yang dapat menyebabkan perdarahan, karenanya harus dicegah. Selain itu

Page 42: ICH

hipoksia dan asidosis sering tampak selama aktifitas kejang, potensial untuk menambah

cedera otak sekunder.

Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada pasien dengan PIS. Status

cairan, elektrolit serum, dan fungsi renal harus ditaksir berulang, terutama pada pasien

dengan restriksi cairan, mendapat manitol atau diuretika lain, atau tidak makan. Nutrisi

memadai adalah esensial.

Penatalaksanaan Operatif

Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis tengah,

kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan

mencegah pendarahan ulang. Indikasi operasi pada cedera kepala harus mempertimbangkan

status neurologis, status radiologis, pengukuran tekanan intrakranial

Secara umum indikasi operasi pada hematoma intracranial:

1. Massa hematoma kira-kira 40 cc

2. Massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm

3. IED dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS 8

atau kurang.

4. Konstusio serebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau

pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.

5. Pasien-pasien yang menurun kesadarannya dikemudian waktu disertai

berkembangnya tanda- tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari 25

mmHg.

Decompressive Craniotomy

• Teknik ini dilaporkan memberi keuntungan pada beberapa kondisi seperti hemispheric

ischaemia stroke dan ICH yang berkaitan dengan aneurysmal subarachnoid

haemorrhage.

• Pada sebuah penelitian, 12 pasien dengan hypertensive ICH dilakukan decompressive

hemicraniectomy, 11 pasien (92%) selamat dan 6 pasien (54.5%) memiliki good

functional outcome.

Page 43: ICH

Ukuran hematoma

Pencitraan dari PIS akut dapat membantu dalam mengelola pasien dan memprediksi

outcome neurologi pasien. Lokasi perdarahan dan keterlibatan struktur vital adalah prediktor

kuat dari outcome dan mempengaruhi kebutuhan akan tindakan pembedahan dekompresi.

Misalnya, perdarahan fossa posterior memiliki prognosis yang lebih buruk dan lebih sering

memerlukan tindakan pembedahan dekompresi. Total volume perdarahan adalah prediktor

kuat untuk terjadinya mortalitas dalam waktu 30 hari, terutama bila dikombinasikan dengan

pemeriksaan Glasgow Coma Scale score. Volume perdarahan dapat cepat diperkirakan pada

pencitraan cross sectional dengan menggunakan metode ABC/2, dimana A adalah diameter

hematoma maksimal, B adalah diameter diukur pada 90 derajat dari A, dan C adalah

perkiraan jumlah irisan mengandung hematoma dikalikan dengan ketebalan irisan (Smith &

Eskey, 2011).

Seiring dengan meningkatnya ukuran bekuan, outcome menjadi lebih buruk,

perdarahan dengan rukuran lebih dari 60 cm3 berkorelasi dengan outcomes yang buruk.

Jarak bekuan darah ke permukaan otak tampaknya mempengaruhi hasil relatif manajemen

nonsurgical dibandingkan dekompresi, gumpalan dengan jarak 1 cm dari permukaan otak

memiliki outcome yang lebih baik dengan pembedahan dekompresi (Smith & Eskey, 2011).

Perluasan hematoma

Selain ukuran dari hematoma, kemungkinan adanya perdarahan berkelanjutan dan

perluasan hematoma mempengaruhi outcome dan dapat menentukan intervensi yang akan

dilakukan. Adanya perluasan substansial PIS masih kontroversial pada beberapa studi,

terjadi pada 38% pasien dalam 24 jam pertama dalam 1 seri prospektif, sedangkan studi

menyatakan bahwa ekspansi setelah 24 jam jarang terjadi. Ekspansi dini hematoma

meningkatkan risiko kematian dan outcome fungsional yang buruk (Smith & Eskey, 2011).

Penggunaan manitol

Pada gangguan neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis diuretik

yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu Hiperosmotik Agent yang

digunakan dengan segera meningkat. Volume plasma untuk meningkatkan aliran darah

otak dan menghantarkan oksigen (Norma D McNair dalam Black, Joyce M, 2005). Ini

Page 44: ICH

merupakan salah satu alasan manitol sampai saat ini masih digunakan untuk mengobati

klien menurunkan peningkatan tekanan intrakranial. Manitol selalu dipakai untuk terapi

edema otak, khususnya pada kasus dengan Hernisiasi. Manitol masih merupakan obat

magic untuk menurunkan tekanan intrakranial, tetapi jika hanya digunakan sebagai mana

mestinya. Bila tidak semestinya akan menimbulkan toksisitas dari pemberian manitol,

dan hal ini harus dicegah dan dimonitor.

Indikasi dan dosis pada terapi menurunkan tekanan intrakranial.

Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial

dimulai bilamana tekanan Intrakranial 20-25 mmHg. Management penatalaksanaan

peningkatan tekanan Intrakranial salah satunya adalah pemberian obat diuretik osmotik

(manitol), khususnya pada keadaan patologis edema otak. Tidak direkomendasikan untuk

penatalaksanaan tumor otak. Seperti yang telah dijelaskan di atas, diuretik osmotik

(manitol) menurunkan cairan total tubuh lebih dari kation total tubuh sehingga

menurunkan volume cairan intraseluler.

Dosis : Untuk menurunkan tekanan intrakranial, dosis manitol 0,25 – 1 gram/kgbb

diberikan bolus intravena, atau dosis tersebut diberikan intravena selama lebih dari

10 – 15 menit. Manitol dapat jugadiberikan atau dicampur dalam larutan Infus 1,5 – 2

gram/kgbb sebagai larutan 15-20% yang diberikan selama 30-60 menit. Manitol

diberikan untuk menghasilkan nilai serum osmolalitas 310 – 320 mOsm/L. Osmolalitas

serum sering kali dipertahankan antara 290 – 310 mOsm. Tekanan Intrakranial harus

dimonitor, harus turun dalam waktu 60 - 90 menit, karena efek manitol dimulai setelah

0,5 - 1 jam pemberian. Fungsi ginjal, elektrolit, osmolalitas serum juga dimonitor selama

pasien mendapatkan manitol. Perawat perlu memperhatikan secara serius, pemberian

manitol bila osmolalitas lebih dari 320 mOsm/L. Karena diureis, hipotensi dan dehidrasi

dapat terjadi dengan pemberian manitol dalam jumlah dosis yang banyak. Foley catheter

harus dipasang selama pasien mendapat terapi manitol. Dehidrasi adalah manisfestasi

dari peningkatan sodium serum dan nilai osmolalitas.

Obat Neuroprotektor :

1. Piracetam 1200 mg/kaplet

Page 45: ICH

Indikasi : Kemunduran daya pikir, astenia, gangguan adaptasi, gangguan reaksi

psikomotor. Alkoholisme kronik dan adiksi. Disfungsi serebral sehubungan dengan

akibat pasca trauma.

Dosis : Oral sindroma psikoorganik yang berhubungan dengan penuaan, awal 6

kapsul atau 3 kaplet/hari dalam 2-3 dosis terbagi untuk 6 minggu. Pemeliharaan : 1,2

g/hr. Sindroma pasca trauma, awal 2 kapsul atau 1 kaplet 3x/hari sampai mencapai

efek yang diinginkan, lalu 1 kapsul atau ½ kaplet/hari. Inj IM atau IV 1 g 3x/hari.

Pemberian obat : sesudah makan.

Kontra indikasi : Kerusakan ginjal parah, hipersensitif.

Efek samping : Keguguran, lekas marah, sukar tidur, gelisah, gemetar, agitasi, lelah,

gangguan GI, mengantuk.

Mekanisme kerja : piracetam adalah suatu nootropic agent.

Rencana edukasi :

Oleh karena piracetam seluruhnya dieliminasi melalui ginjal, peringatan harus

diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal, oleh karena itu dianjurkan

melakukan pengecekan fungsi ginjal.

Oleh karena efek piracetam pada agregasi platelet, peringatan harus diberikan

pada penderita dengan gangguan hemostatis atau perdarahan hebat.

2. Injeksi Citicoline

Indikasi : Gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera serebral,

trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral. Mempercepat rehabilitasi tungkai

atas dan bawah pada pasien hemiplegia apopleksi.

Dosis : Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak 100-500 mg 1-

2x/hari secara IV drip atau injeksi. Gangguan kesadaran karena infark serebral 1000

mg 1x/hari secara injeksi IV. Hemiplegia apopleksi 1000 mg 1x/hari secara oral atau

injeksi IV.

Pemberian obat : berikan pada saat makan atau di antara waktu makan.

Efek samping : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia.

Mekanisme kerja :

Page 46: ICH

Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak, terutama

sistem pengaktifan formatio reticularis ascendens yang berhubungan dengan

kesadaran.

Citicoline mengaktifkan sistem pyramidal dan memperbaiki kelumpuhan

sistem motoris.

Citicoline menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki metabolisme

otak.

J. Prognosis

Kematian pada PIS mendekati 50% pada 1 tahun pertama. Prediktor independen

selama 30 hari dan mortalitas 1 tahun antara lain termasuk volume besar ICH, koma, usia

yang lebih tua, perdarahan intraventrikular dan lokasi infratentorial.

berguna skala penilaian klinis (skor ICH) yang menggabungkan lima elemen ini

memungkinkan estimasi cepat untuk mortalitas 30 hari pasien MRS (Jha & Gupta, 2012).

Page 47: ICH

Kelima elemen tersebut dapat memperkirakan mortalitas selama 30 hari pasien di rawat di

rumah sakit.

Page 48: ICH

DAFTAR PUSTAKA

Halpern, C. H., & Grady, M. S. (2015). Neurosurgery. In F. C. Brunicardi, Schwarctz's

Principles of Surgery (pp. 1709-1754). New York: Mc Graw Hill Education.

Jha, A. N., & Gupta, V. (2012). Spontaneous Intracerebral Haemorrhage. In R. Ramamurthi, &

P. Tandon, Neurosurgery (pp. 1129-1131). Ney Delhi: Jaypee.

Luyendijk W. (2005). Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors.

Handbook of Clinical Neurology. 660-719. New York : Elsevier.

Setyopranoto, I. (2011). Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK, 247-250.

Smith, S., & Eskey, C. (2011). Hemorrhagic stroke. Radiol Clin, 27-45.