ia.9.kelarutan fungsi suhu

36
LABORATORIUM KIMIA FISIKA Percobaan : KELARUTAN FUNGSI SUHU Kelompok : I A Nama : 1. Angga Septian E. NRP. 2313 030 059 2. Govindra Okta Soti P. NRP. 2313 030 047 3. Rizka Amalia K. Putri NRP. 2313 030 073 4. Lia Wisnu Sri Pamungkas NRP. 2313 030 075 Tanggal Percobaan : 9 Desember 2013 Tanggal Penyerahan : 16 Desember 2013 Dosen Pembimbing : Warlinda Eka Triastuti, S.Si., M.T. Asisten Laboratorium : Dhaniar Rulandari W. PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

Upload: kidou-mid-akio

Post on 28-Nov-2015

137 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

LABORATORIUM

KIMIA FISIKA

Percobaan : KELARUTAN FUNGSI SUHU Kelompok : I A

Nama : 1. Angga Septian E. NRP. 2313 030 059 2. Govindra Okta Soti P. NRP. 2313 030 047 3. Rizka Amalia K. Putri NRP. 2313 030 073 4. Lia Wisnu Sri Pamungkas NRP. 2313 030 075

Tanggal Percobaan : 9 Desember 2013

Tanggal Penyerahan : 16 Desember 2013

Dosen Pembimbing : Warlinda Eka Triastuti, S.Si., M.T.

Asisten Laboratorium : Dhaniar Rulandari W.

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2013

i

ABSTRAK

Pecobaan ini bertujuan untuk menentukan kelarutan dan menghitung panas pelarutan

differensial pada larutan jenuh asam oksalat.

Metode pertama yang dilakukan adalah mengukur aquades 50 ml dengan gelas ukur

dan memasukan kedalam Erlenmeyer. Mengkondisikan aquades pada suhu 50C, dengan

menaruhnya pada air yang berisi es. Memasukan asam oksalat kristal ke dalam aquadest dan

mengaduknya hingga kristalnya tidak mau larut. Mengukur suhu larutan dan mencatatnya.

Mengambil larutan dan memasukkan ke dalam piknometer sejumlah volume piknometer dan

menimbangnya. Mengambil 10 ml larutan dan menitrasi larutan menggunakan NaOH baku

dengan indikator PP sebanyak 3 tetes. Menitrasi larutan sebanyak 3 kali. Mengulangi tahap

1 sampai 8 untuk variable suhu 100C, 15

0C, dan 20

0C.

Hasil percobaan pertama yang didapat adalah hubungan yang terjadi antara suhu

dengan kelarutan. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan pada suhu 5oC

massa asam oksalat yang larut sebesar 1 gram, 10oC massa asam oksalat yang larut sebesar

1,5 gram, 15oC massa asam oksalat yang larut sebesar 2 gram dan 20

oC massa asam oksalat

yang larut sebesar 3,5 gram. semakin tinggi suhu pelarut maka semakin banyak massa

oksalat yang larut dalam pelarut aquadest. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu maka

kelarutan yang terjadi semakin besar. Selain itu, perhitungan panas kelarutan differensial

pada percobaan yaitu pada perubahan suhu 278 K – 283 K didapatkan panas kelarutan

differensial ( H1) sebesar 40868,151 J/mol, pada perubahan suhu 283 K – 288 K didapatkan

panas kelarutan differensial ( H2) sebesar 30454,883 J/mol dan pada perubahan suhu 288 K

– 289 K didapatkan panas kelarutan differensial ( H3) sebesar 40868,151 J/mol. Sementara,

panas kelarutan differensial rata-rata ( H) asam oksalat menurut dari hasil percobaan

didapatkan 34540,8263 J/mol.

Kata kunci: kelarutan, panas differensial, titrasi

ii

DAFTAR ISI

ABSTRAKS ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv

DAFTAR GRAFIK ............................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang ........................................................................................ I-1

I.2 Rumusan Masalah ................................................................................... I-I

I.3 Tujuan Percobaan ................................................................................... I-2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori ............................................................................................ II-1

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Variabel Percobaan .............................................................................. III-1

III.2 Bahan Percobaan .................................................................................. III-1

III.3 Alat Percobaan ..................................................................................... III-1

III.4 Prosedur Percobaan .............................................................................. III-1

III.5 Diagram Alir Percobaan ........................................................................ III-3

III.6 Gambar Alat Percobaan ........................................................................ III-4

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan ................................................................................... IV-1

IV.2 Pembahasan .......................................................................................... IV-2

BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ V-1

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ vi

DAFTAR NOTASI ................................................................................................ vii

APPENDIKS ......................................................................................................... viii

LAMPIRAN

- Laporan Sementara

- Fotocopy Literatur

- Lembar Revisi

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar III.6 Gambar Alat Percobaan..................................................................... III-4

iv

DAFTAR TABEL

Tabel IV.1.1 Percobaan Kelarutan Sebagai fungsi Suhu ..............................................IV-1

Tabel IV.1.2 Massa Jenis Larutan Asam Oksalat .........................................................IV-1

Tabel IV.1.3 Perhitungan Panas Kelarutan Differensial ...............................................IV-1

Tabel IV-1.1 Panas Kelarutan Differensial ..................................................................IV-1

v

DAFTAR GRAFIK

Grafik IV.2.1 Pengaruh Suhu Terhadap Kelarutan Asam Oksalat

dalam 50 ml Pelarut Aquadest ..............................................................IV-3

Grafik IV.2.2 Pengaruh Suhu terhadap Volume Titran NaOH 0,1 N ............................IV-4

Grafik IV.2.3 Pengaruh Suhu Terhadap Massa Jenis Larutan Asam Oksalat ................IV-5

Grafik IV.2.4 Slope ln S vs 1/T ...................................................................................IV-6

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai

membentuk larutan jenuh. Yang dimaksud dengan kelarutan dari suatu zat dalam suatu

pelarut, adalah banyaknya suatu zat dapat larut secara maksimum dalam suatu pelarut

pada kondisi tertentu.Biasanya dinyatakan dalam satuan mol/liter. Jadi, bila batas

kelarutan tercapai, maka zat yang dilarutkan itu dalam batas kesetimbangan, artinya bila

zat terlarut ditambah, maka akan terjadi larutan jenuh, bila zat yang dilarutkan dikurangi,

akan terjadi larutan yang belum jenuh. Dan kesetimbangan tergantung pada suhu

pelarutan. Suatu larutan suhunya diubah, maka hasil kelarutannya juga akan berubah.

Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh dan lewat jenuh. Larutan dikatakan jenuh pada

temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat terlarut. Bila

jumlah zat terlarut kurang dari larutan jenuh disebut larutan tidak jenuh. Dan bila jumlah

zat terlarut lebih dari larutan jenuh disebut larutan lewat jenuh. Daya larut suatu zat

dalam zat lain, dipengaruhi oleh jenis zat pelarut, temperatur dan sedikit tekanan.

Suhu sangat berpengaruh terhadap kelarutan suatu zat, hal ini dapat ditemukan

pada peristiwa sederhana yang terjadi pada kehidupan sehari-hari yaitu kelarutan susu

dalam air. Susu yang dilarutkan ke dalam air panas, dan satu lagi ke dalam air dingin,

dengan kedaan tersebut susu akan lebih cepat larut pada air panas karena semakin besar

suhu semakin besar pula kelarutannya. Aplikasi kelarutan dalam dunia industri adalah

pada pembuatan reaktor kimia, pada proses pemisahan dengan cara pengkristalan

integral, selain itu juga dapat digunakan untuk dasar atau ilmu dalam proses pembuatan

granul-granul pada industri baja.

Oleh karena aplikasi kelarutan yang bermanfaat dan adanya faktor-faktor yang

mempengaruhi kelarutan maka praktikum kelarutan zat padat dalam cairan perlu

dilakukan.

I.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh kelarutan terhadap suhu larutan ?

2. Bagaimana menghitung panas differensial dalam kelarutan sebagai fungsi suhu ?

I-2

Bab I Pendahuluan

Laboratorium Kimia Fisika

Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI-ITS

I.3 Tujuan Percobaan

1. Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kelarutan.

2. Untuk mengetahui cara menghitung panas differensial dalam kelarutan sebagai fungsi

suhu.

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Kelarutan

Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun

ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya

dapat berubah. Disebut homogen karena susunannya begitu seragam sehingga tidak

dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis

sekalipun (Anonim, 2013).

Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara.

Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair

misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri dari

pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian ini dibahas larutan cair

(Anonim, 2013).

Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain misalnya bensena,

kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka nama pelarutnya

disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut larutan garam dalam

alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam air disebut larutan garam (air

tidak disebutkan). Zat terlarut dapat berupa zat padat, gas atau cair. Zat padat terlarut

dalam air misalnya gula dan garam. Gas terlarut dalam air misalnya amonia, karbon

dioksida, dan oksigen. Zat cair terlarut dalam air misalnya alkohol dan cuka.

Umumnya komponen larutan yang jumlahnya lebih banyak disebut sebagai pelarut.

Larutan 40 % alkohol dengan 60 % air disebut larutan alkohol. Larutan 60 % alkohol

dengan 40 % air disebut larutan air dalam alkohol. Larutan 60 % gula dengan 40 % air

disebut larutan gula karena dalam larutan itu air terlihat tidak berubah sedangkan gula

berubah dari padatan (kristal) menjadi terlarut menyerupai air (Anonim, 2013).

Pada umumnya larutan yang dimaksud adalah campuran yang berbentuk cair,

meskipun ada juga yang berfase gas maupun padat. Larutan yang berbentuk gas

adalah udara yang merupakan campuran dari berbagai jenis gas seperti nitrogen dan

oksigen. Sedangkan yang berbentuk padat adalah emas 22 karat yang merupakan

campuran homogen dari emas dengan perak atau logam lain (Wahyuni, 2012).

Dua senyawa dapat bercampur ( miscible ) lebih mudah bila gaya tarik antara

molekul solut dan pelarut semakin besar. Besarnya gaya tarik ini ditentukan oleh jenis

II-2

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI-ITS

ikatan pada masing-masing molekul. Bila gaya tarik antara molekulnya termasuk

dalam kelompok yang sama ( misalnya : air dan etanol ), maka keduanya akan saling

melarutkan. Sedangkan bila kekuatan gaya tarik antara molekulnya berbeda jenisnya

( misalnya : air dan heksana ), maka tidak saling melarutkan (Wahyuni, 2012).

Larutan dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Larutan tak jenuh

Yaitu larutan yang mengandung solute (zat terlarut) kurang dari yang

diperlukan untuk membuat larutan jenuh. Atau dengan kata lain, larutan yang

partikel- partikelnya tidak tepat habis bereaksi dengan pereaksi (masih bisa

melarutkan zat). Larutan tak jenuh terjadi apabila bila hasil kali konsentrasi ion

< Ksp berarti larutan belum jenuh ( masih dapat larut).

2. Larutan jenuh

Yaitu suatu larutan yang mengandung sejumlah solute yang larut dan

mengadakan kesetimbangn dengan solut padatnya. Atau dengan kata lain,

larutan yang partikel- partikelnya tepat habis bereaksi dengan pereaksi (zat

dengan konsentrasi maksimal). Larutan jenuh terjadi apabila bila hasil

konsentrasi ion = Ksp berarti larutan tepat jenuh.

3. Larutan sangat jenuh (kelewat jenuh)

Yaitu suatu larutan yang mengandung lebih banyak solute daripada yang

diperlukan untuk larutan jenuh. Atau dengan kata lain, larutan yang tidak dapat

lagi melarutkan zat terlarut sehingga terjadi endapan. Larutan sangat jenuh

terjadi apabila bila hasil kali konsentrasi ion > Ksp berarti larutan lewat jenuh

(mengendap).

(Wisanggeni, 2013)

Berdasarkan banyak sedikitnya zat terlarut, larutan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

a. Larutan pekat yaitu larutan yang mengandung relatif lebih banyak solute

dibanding solvent.

b. Larutan encer yaitu larutan yang relatif lebih sedikit solute dibanding solvent.

(Wisanggeni, 2013)

Suatu larutan dengan konsentrasi lebih tinggi dapat dijadikan larutan yang

konsentrasinya rendah, dengan menambahkan pelarut. Selama penambahan pelarut

jumlah zat terlarut tidak berubah, tetapi hanya mengurangi perbandingan zat terlarut

dengan pelarut. Pengenceran sering dilakukan di laboratorium untuk mendapatkan

II-3

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI-ITS

larutan yang konsentrasinya lebih rendah. Satuan konsentrasi yang biasanya

diencerkan adalah molar, normal, dan persen (Wahyuni, 2012).

Suatu larutan dikatakan ideal jika didasarkan pada kekutan relatif dari gaya tarik

antara molekul solut dan solvennya masing – masing. Dalam suatu larutan ideal, sifat

komponen yang satu akan mempengaruhi sifat komponen lainnya, sehingga sifat –

sifat fisik larutan yang dihasilkan seperti titik uap, titik didih, dan titik beku adalah

rata – rata dari sifat kedua komponennya murni. Larutan ideal sendiri sebenarnya

hanya bersifat hipotesis (Wahyuni, 2012).

Unsur terpenting yang menentukan keadaan bahan dalam larutan adalah pelarut.

Komponen yang jumlahnya lebih sedikit dinamakan zat terlarut ( solute ). Larutan

yang menggunakan air sebagai pelarut dinamakan larutan dalam air atau aquades.

Larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah banyak dinamakan larutan pekat.

Jika jumlah zat terlarut sedikit, larutan dinamakan larutan encer. Istilah larutan

biasanya mengandung arti pelarut cair dengan cairan, padatan atau gas sebagai zat

yang terlarut. Tiga contoh larutan dalam keadaan cair ialah :

Bensin : Campuran sejumlah hidrokarbon cair

Air laut : Larutan berair dari natrium klorida dan padatan ion lainnya.

Air Karbonat : Larutan berair dari CO2

(Wahyuni, 2012)

Ada 2 reaksi dalam larutan, yaitu:

a. Eksoterm

Yaitu proses melepaskan panas dari sistem ke lingkungan, temperatur dari

campuran reaksi akan naik dan energi potensial dari zat- zat kimia yang

bersangkutan akan turun.

b. Endoterm

Yaitu menyerap panas dari lingkungan ke sistem, temperatur dari campuran

reaksi akan turun dan energi potensial dari zat- zat kimia yang bersangkutan

akan naik.

(Wisanggeni, 2013)

Suatu substansi dapat dikelompokkan sangat mudah larut, dapat larut (modera

fely soluble), sedikit larut (slightly soluble), dan tidak dapat larut. Beberapa variable,

misalnya ukuran ion-ion, muatan dari ion-ion, interaksi antara ion-ion, interaksi antara

II-4

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI-ITS

solute dan solvent, temperatur mempengaruhi kelarutan. Kelarutan dari solute relatif

lebih mudah diukur melalui percobaan (Baiq, 2012).

Kelarutan dari suatu zat dalam suatu pelarut, adalah banyaknya suatu zat dapat

larut secara maksimum dalam suatu pelarut pada kondisi tertentu. Biasanya

diinyatakan dalam satuan mol/liter. Jadi bila atas kelarutan tercapai, maka zat yang

dilarutkan itu dalam batas keseimbangan, artinya bila zat terlarut ditambah, maka akan

terjadi larutan jenuh, bila zat yang dilarutkan dikurangi, akan terjadi larutan yang

belum jenuh. Dan kesetimbangan tergantung pada suhu pelarutan (Verranisa, 2013).

Pada kelarutan jenuh terjadi kesetimbangan antarlam larutan zat terlarut dalam

larutan dan zat yang tidak terlarut. Dalam kesetimbangan ini kecepatan melarutkan

sama dengan kecepatan mengendapnya. Artinya konsentrasi zat dalam larutan akan

selalu tetap (Verranisa, 2013).

Jika kesetimbangan diganggu misalnya dengan mengubah temperatur, maka

konsentrasi larutan akan berubah. Bila zat padat dilarutkan dalam cairan, maka

molekul – molekul zat cenderung pergi kecairan. Pada suhu dan tekanan tertentu akan

dicapai kesimbangan dua fase yaitu padat dan cair. Artinya kecepatan molekul –

molekul solute larutan pergi ke padatannya. Keseimbangan semacam ini umumnya

keseimbangan heterogen disebut keseimbangan dinamis (Verranisa, 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain jenis zat terlarut, jenis pelarut,

temperatur, dan tekanan.

1) Pengaruh Jenis Zat pada Kelarutan

Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling

bercampur dengan baik, sedangkan zat-zat yang struktur kimianya berbeda

umumnya kurang dapat saling bercampur (like dissolves like). Senyawa yang

bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa

nonpolar akan mudah larut dalam pelarut nonpolar. Contohnya alkohol dan air

bercampur sempurna (completely miscible), air dan eter bercampur sebagian

(partially miscible), sedangkan minyak dan air tidak bercampur (completely

immiscible) (Anonim, 2013).

2) Pengaruh Temperatur pada Kelarutan

Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi.

Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang

keluar dari dalamair, sehingga gas yang terlarut dalamair tersebut menjadi

II-5

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI-ITS

berkurang. Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih besar pada temperatur

yang lebih tinggi. Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada

temperatur yang lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada

larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses

pengkristalan kembali. Jika salah satuproses bersifat endoterm, maka proses

sebaliknya bersifat eksoterm. Jika temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan

azas Le Chatelier kesetimbangan itu bergeser ke arah proses endoterm. Jadi

jika proses pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah pada

temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat

eksoterm, maka kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi (Anonim,

2013).

3) Pengaruh tekanan pada kelarutan

Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau

padat. Perubahan tekanan sebesar 500 atm hanya merubah kelarutan NaCl

sekitar 2,3 % dan NH4Cl sekitar 5,1 %. Kelarutan gas sebanding dengan

tekanan partial gas itu. Menurut hokum Henry (William Henry: 1774-1836)

massa gas yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya)

berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu (tekanan partial),

yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan itu. Contohnya kelarutan

oksigen dalam air bertambah menjadi 5 kali jika tekanan partialnya dinaikkan

5 kali. Hukum ini tidak berlaku untuk gas yang bereaksi dengan pelarut,

misalnya HCl atau NH3 dalam air (Anonim, 2013).

4) Konsentrasi Larutan

Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam sejumah

tertentu larutan. Secara fisika konsentrasi dapat dinyatakan dalam % (persen)

atau ppm (part per million) = bpj (bagian per juta). Dalam kimia konsentrasi

larutan dinyatakan dalam molar (M), molal (m) atau normal (N).

Molaritas (M)

Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap liter larutan.

Molalitas (m)

Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap kilo gram (1000

gram) pelarut.

II-6

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI-ITS

Normalitas (N)

Normalitas menyatakan jumlah ekuivalen zat terlarut dalam setiap liter larutan.

Massa ekuivalen adalah massa zat yang diperlukan untuk menangkap atau

melepaskan 1 mol elektron dalam reaksi (reaksi redoks) (Anonim, 2013).

5) Daya Hantar Listrik Larutan

Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dapat bersifat elektrolit atau

nonelektrolit. Larutan yang dapat menghantarkan arus listrik disebut larutan

yang bersifat elektrolit. Larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik

disebut larutan yang bersifat nonelektrolit. Pada larutan elektrolit, yang

menghantarkan arus listrik adalah ion-ion yang terdapat di dalam larutan

tersebut. Pada elektroda negatif (katoda) ion positip menangkap elektron

(terjadi reaksi reduksi), sedangkan pada elektroda positip (anoda) ion negative

melepaskan elektron (terjadi reaksi oksidasi). Jika di dalam larutan tidak

terdapat ion,maka larutan tersebut tidak dapat menghantarkan arus listrik

(Anonim, 2013).

Senyawa elektrolit adalah senyawa yang jika dilarutkan ke dalam air akan

terion (atau terionisasi). Senyawa elektrolit dapat dibedakan menjadi senyawa

elektrolit kuat dan senyawa elektrolit lemah. Senyawa elektrolit kuat adalah

senyawa yang di dalam air terion sempurna atau mendekati sempurna,

sehingga senyawa tersebut semuanya atau hamper semua berubah menjadi ion.

Senyawa yang termasuk senyawa elektrolit kuat adalah:

Asam kuat, contohnya: HCl, HBr, HI, H2SO4, HNO3, HClO4

Basa kuat, contohnya: NaOH, KOH, Ba(OH)2, Sr(OH)2

Garam, misalnya: NaCl, KCl, MgCl2, KNO3, MgSO4

(Anonim, 2013)

Senyawa elektrolit lemah adalah senyawa yang di dalam air terion sebagian

atau senyawa tersebut hanya sebagian saja yang berubah menjadi ion dan

sebagian yang lainnya masih sebagai molekul senyawa yang terlarut. Larutan

yang terbentuk daya hantar listriknya lemah atau kurang kuat karena molekul-

molekul senyawa dalam larutan tidak dapat menghantarkan listrik, sehingga

menghalangi ion-ion yang akan menghantarkan listrik. Senyawa yang

termasuk senyawa elektrolit lemah adalah:

Asam lemah, contohnya: HF, H2S, HCN, H2CO3, HCOOH, CH3COOH

II-7

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI-ITS

Basa lemah, contohnya: Fe(OH)3 , Cu(OH)2, NH3, N2H4, CH3NH2,

(CH3)2NH

(Anonim, 2013)

6) Sifat Koligatif Larutan Non-elektrolit

Sifat larutan berbeda dengan sifat pelarut murninya. Terdapat empat sifat

fisika yang penting yang besarnya bergantung pada banyaknya partikel zat

terlarut tetapi tidak bergantung pada jenis zat terlarutnya. Keempat sifat ini

dikenal dengan sifat koligatif larutan. Sifat ini besarnya berbanding lurus

dengan jumlah partikel zat terlarut. Sifat koligatif tersebut adalah tekanan uap,

titik didih, titik beku, dan tekanan osmosis. Menurut hukum sifat koligatif,

selisih tekanan uap, titik beku, dan titik didih suatu larutan dengan tekanan

uap, titik beku, dan titik didih pelarut murninya berbanding langsung dengan

konsentrasi molal zat terlarut. Larutan yang bisa memenuhi hukum sifat

koligatif ini disebut larutan ideal. Kebanyakan larutan mendekati ideal hanya

jika sangat encer (Anonim, 2013).

7) Sifat Koligatif Larutan Elektrolit

Larutan elektrolit memperlihatkan sifat koligatif yang lebih besar dari

hasil perhitungan dengan persamaan untuk sifat koligatif larutan nonelektrolit

diatas. Perbandingan antara sifat koligatif larutan elektrolit yang terlihat dan

hasil perhitungan dengan persamaan untuk sifat koligatif larutan nonelektrolit,

menurut Van't Hoff besarnya selalu tetap dan diberi simbul i (i =tetapan atau

faktor Van't Hoff) (Anonim, 2013).

Pengaruh temperatur tergantung dari panas pelarutan. Bila panas pelarutan (∆H)

negatif, daya larut turun dengan naiknya temperatur. Bila panas pelarutan (∆H) positif,

daya laKelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan

pelarut, juga bergantung pada factor temperatur. Tekanan, pH larutan dan untuk

jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut (Tri, 2011).

Kelarutan dapat digambarkan secara benar dengan menggunakan aturan fase Gibbs,

yaitu :

F = C – P + 2

Dimana F adalah jumlah derajat kebebasan, yaitu jumlah variable bebas (biasanya

temperatur, tekanan, dan konsentrasi) yang harus ditetapkan untuk menentukan system

secara sempurna. C adalah jumlah komponen terkecil yang cukup untuk

II-8

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI-ITS

menggambarkan komposisi kimia dari setiap fase, dan P adalah jumlah fase (Tri,

2011).

Aturan fase ini berguna untuk menghubungkan pengaruh dari jumlah terkecil

variable bebas (misalnya temperatur, tekanan, dan konsentrasi). Pada berbagai fase

(padat, cair, dan gas) yang dapat berada dalam system kesetimbangan yang berisi

komponen dalam jumlah tertentu (Tri, 2011).

Suatu larutan lewat jenuh merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan itu

akan dapat bergeser bila suhu dinaikkan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam

larutan bertambah bila suhu dinaikkan, karena umumnya proses pelarutan bersifat

endotermik. Akan tetapi ada zat yang sebaliknya, yaitu eksotermik dalam melarut

seperti Ce2 (SO4)3 (Tri, 2011).

Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda satu dengan yang lain.

Perbedaan itu dapat dipakai untuk memisahkan campuran dua zat atau lebih dengan

cara rekristalisasi bertingkat. Jika kelarutan zat padat bertambah dengan kenaikan

suhu, maka kelarutan gas berkurang bila suhu dinaikkan, katrena gas menguap dan

meninggalkan pelarut (Tri, 2011).

Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda-beda antara yang satu dengan

yang lainnya. Tetapi pada umumnya kelarutan zat padat dalam cairan bertambah

dengan naiknya suhu, karena kebanyakan proses pembentukan larutannya bersifat

endoterm. Sebagai perkecualian ada beberapa zat yang kelarutannya menurun dengan

naiknya suhu seperti serium sulfat dan natrium sulfat, karena proses pelarutannya

bersifat eksoterm, bahkan ada zat yang hamper tidak dipengaruhi oleh suhu seperti

natrium klorida (Tri, 2011).

Pengaruh bertambahnya temperatur terhadap bertambahnya hasil reaksi terdapat

dalam reaksi endotherm atau terhadap zat yang direaksikan pada reaksi eksotherm.

Dengan adanya pertambahan temperatur yang berubah-ubah, maka akan terjadi

perubahan dari kecepatan reaksi dalam kesetimbangan. Hal ini akan menambah hasil

reaksi bila perubahan tersebut bersifat mengurangi temperatur pada reaksi eksotermis,

dan akibatnya kecepatan reaksi dalam mencapai kesetimbangan akan berkurang

dengan lain perkataan konstanta kesetimbangan berharga sangat kecil (Tri, 2011).

II-9

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI-ITS

MSDS Natrium Hidroksida

Natrium Hidroksida atau bisa disebut dengan NaOH mempunyai MSDS dibawah ini :

SIFAT FISIKA dan KIMIA :

Keadaan fisik dan penampilan: Solid.

Bau: berbau.

Molekul Berat: 40 g / mol

Warna: Putih.

pH (1% soln / air): [. Dasar] 13,5

Titik Didih: 1388 ° C (2530,4 ° F)

Melting Point: 323 ° C (613,4 ° F)

Spesifik Gravity: 2.13 (Air = 1)

Properti Dispersi: Lihat kelarutan dalam air.

Kelarutan: Mudah larut dalam air dingin.

PENANGANAN :

Kontak Mata:

Periksa dan lepaskan jika ada lensa kontak. Dalam kasus terjadi kontak, segera siram

mata dengan banyak air sekurang-kurangnya 15 menit. Air dingin dapat digunakan.

Dapatkan perawatan medis dengan segera.

Kontak Kulit :

Dalam kasus terjadi kontak, segera basuh kulit dengan banyak air sedikitnya selama

15 menit dengan mengeluarkan pakaian yang terkontaminasi dan sepatu. Tutupi kulit

yang teriritasi dengan yg sesuatu melunakkan. Air dingin mungkin dapat digunakan

pakaian.cuci sebelum digunakan kembali. benar-benar bersih sepatu sebelum

digunakan kembali. Dapatkan perawatan medis dengan segera.

Kulit Serius :

Cuci dengan sabun desinfektan dan menutupi kulit terkontaminasi dengan krim anti

bakteri.

Inhalasi:

Jika terhirup, pindahkan ke udara segar. Jika tidak bernapas, berikan pernapasan

buatan. Jika sulit bernapas, berikan oksigen. Dapatkan segera perhatian medis.

II-10

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI-ITS

Serius Terhirup:

Evakuasi korban ke daerah yang aman secepatnya. Longgarkan pakaian yang ketat

seperti kerah, dasi, ikat pinggang atau ikat pinggang. jika sulit bernapas, beri oksigen.

Jika korban tidak bernafas, lakukan pernafasan dari mulut ke mulut.

PERINGATAN:

Ini mungkin berbahaya bagi orang yang memberikan bantuan lewat mulut ke mulut

(resusitasi) bila bahan dihirup adalah racun, infeksi atau korosif. Cari bantuan medis

segera.

Tertelan:

Jangan mengusahakan muntah kecuali bila diarahkan berbuat demikian oleh personel

medis. Jangan pernah memberikan apapun melalui mulut kepada korban yang sadar.

Longgarkan pakaian yang ketat seperti kerah, dasi, ikat pinggang atau ikat pinggang.

Dapatkan bantuan medis jika gejala muncul.

(Anam, 2012).

MSDS AsamOksalat (H2C2O4)

Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama

sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa

digambarkan dengan rumus HOOC-COOH. Merupakan asam organik yang relatif

kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai

oksalat, juga agen pereduktor (Fitri, 2011).

Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat,

contoh terbaik adalah kalsium oksalat (CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu

ginjal yang sering ditemukan (Fitri, 2011).

Asam oksalat dalam keadaan murni berupa senyawa kristal, larut dalam air (8%

pada 10o C) dan larut dalam alkohol. Asam oksalat membentuk garam netral dengan

logam alkali (Na,K), yang larut dalam air (5-25 %), sementara itu dengan logam dari

alkali tanah, termasuk Mg atau dengan logam berat, mempunyai kelarutan yang sangat

kecil dalam air. Jadi kalsium oksalat secara praktis tidak larut dalam air. Berdasarkan

sifat tersebut asam oksalat digunakan untuk menentukan jumlah kalsium. Asam

oksalat ini terionisasi dalam media asam kuat (Fitri, 2011).

II-11

Bab II Tinjauan Pustaka

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI-ITS

Asam oksalat mempunyai massa molar 90.03 g/mol (anhidrat) dan 126.07 g/mol

(dihidrat), rupa putih, kepadatan dalam fase 1,90 g/cm³ (anhidrat) dan 1.653 g/cm³

(dihidrat), kelarutan dalam air 9,5 g/100 mL (15°C), 14,3 g /100 mL (25°C?), dan 120

g/100 mL (100°C), dan titik didih sebesar 101-102°C (dihidrat) (Fitri, 2011).

III-1

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Variabel Percobaan

a) Variabel Bebas : Serbuk Asam Oksalat

b) Variabel Terikat : Volume Titran

c) Variabel Kontrol : Suhu 5oC, 10

oC,15

oC, dan 20

oC

III.2 Alat Percobaan

1. Beaker Glass

2. Buret

3. Corong

4. Erlenmeyer

5. Gelas Ukur

6. Klem

7. Pipet Tetes

8. Spatula

9. Statif

10. Themometer

11. Timbangan Elektrik

12. Panci

III.3 Bahan Percobaan

1. Asam Oksalat

2. Aquadest

3. Indikator fenolftalein ( PP)

4. NaOH

III.4 Prosedur Percobaan

1. Mengukur aquadest 50ml dalam erlenmeyer lalu mengukurnya hingga suhu air 5oC.

2. Memasukkan asam oksalat secara perlahan-lahan kedalam aquadest dan mengaduk

perlahan hingga larutan menjadi larutan jenuh.

III-2

BAB III Metodologi Percobaan

Laboratorium Kimia Fisika

Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS

3. Menitrasi 10ml larutan asam oksalat dengan NaOH 1 N yang sebelumnya telah

ditetesi fenolftalein (PP) sebanyak 2 tetes.

4. Mengulangi Titrasi sebanyak 2 kali dan mencatat volume NaOH.

5. Mengulangi tahap 1-4 dengan variabel suhu 10oC, 15

oC, dan 20

oC.

III-3

BAB III Metodologi Percobaan

Laboratorium Kimia Fisika

Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS

III.5 Diagram Alir Percobaan

Mulai

Mengukur aquadest 50ml dalam erlenmeyer lalu mengukurnya

hingga suhu air 5oC.

Memasukkan asam oksalat secara perlahan-lahan kedalam aquadest

dan mengaduk perlahan hingga larutan menjadi larutan jenuh.

Menitrasi 10ml larutan asam oksalat dengan NaOH 1 N yang

sebelumnya telah ditetesi fenolftalein (PP) sebanyak 2 tetes

Mengulangi Titrasi sebanyak 2 kali dan mencatat volume NaOH.

Mengulangi tahap 1-4 dengan variabel suhu 10oC, 15

oC, dan 20

oC.

Selesai

III-4

BAB III Metodologi Percobaan

Laboratorium Kimia Fisika

Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS

III.6 Gambar Alat Percobaan

Beaker Glass

Buret

Corong

Erlenmeyer

Gelas Ukur

Klem

Pipet Tetess

Spatula

Statif

Thermometer

Timbangan Elektrik

III-5

BAB III Metodologi Percobaan

Laboratorium Kimia Fisika

Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS

IV-1

BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan

Tabel IV.1.1 Percobaan Kelarutan Sebagai Fungsi Suhu

Suhu

(oC)

Volume

Aquadest

(ml)

Massa Asam

Oksalat

(gram)

Volume NaOH (ml) Volume

Rata-Rata

(ml)

Densitas

Larutan

(gr/ml) V1 V2 V3

5 10 ml 1 gram 4 ml 3,6 4,4 4 0,8

10 10 ml 1,5 gram 4,8 ml 5,7 ml 5,9 ml 5,467 0,9

15 10 ml 2 gram 6,8 ml 6,8 ml 7,1 ml 6,9 1

20 10 ml 3,5 gram 6,9 ml 9,6 ml 10 ml 8,833 0,95

Tabel IV.1.2 Massa Jenis Larutan Asam Oksalat 10 ml dalam Piknometer

No Suhu

Massa

Piknometer

kosong

Massa Piknometer

dan Larutan Asam

Oksalat 10 ml

Massa Larutan

Asam Oksalat

10 ml

Densitas Larutan

Asam Oksalat 10

ml (gr/ml)

1 5oC 12.5 gram 20,5 8 gram 0,8

2 10 oC 12.5 gram 21,5 9 gram 0,9

3 15 oC 12.5 gram 22,5 12,5 gram 1

4 20 oC 12.5 gram 22 9,5 gram 0,95

Tabel IV.1.3 Perhitungan Panas Kelarutan Differensial

Tabel IV.1.4 Panas Kelarutan Differensial

278 K – 283 K 283 K – 288 K 288 K – 293 K 293 K

∆H (Panas kelarutan

Diferensial )

40868,151 J/mol 30454,883 J/mol 32299,44 J/mol 0 J/mol

Suhu (0K) Kelarutan (M) 1/T Ln S

278 0,4 0,00359 0,3124

283 0,5467 0,00353 0,2328

288 0,69 0,00347 0,2469

293 0,8833 0,00341 0

IV-2

Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan

Laboratorium Kimia Fisika

Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS

IV.2 Pembahasan

Percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

suhu terhadap kelarutan suatu zat di dalam suatu larutan dan menghitung panas kelarutan

differensial.

Prosedur percobaan pada kelarutan sebagai fungsi suhu yaitu pertama mengukur

aquades 50 ml dalam Erlenmeyer lalu mengukurnya hingga suhu air 5oC. penurunan suhu

dapat dilakakuan dengan menggunakan es batu yang diletakkan di dinding permukaan

erlenmeyer. Kedua, memasukkan asam oksalat secara perlahan-lahan kedalam aquades

dan mengaduk perlahan hingga menjadi larutan jenuh. Ketiga, mengambil 10 ml larutan

asam oskalat lalu memasukkan ke dalam picnometer lalu ukur dengan menggunakan

timbangan elektrik. Keempat, menitrasi 10 ml larutan yang tersisa dalam Erlenmeyer

dengan NaOH yang sebelumnya telah ditetesi PP sebanyak 2 tetes. Penambahan

indikator PP ini bertujuan untuk mengetahui titik ekuivalen dari larutan asam oksalat.

Titik ekuivalen dari titrasi NaOH yaitu pH 7 yang ditandai dengan perubahan warna

menjadi merah muda (pink). Larutan asam oksalat memiliki kelarutan yang tinggi seiring

dengan kenaikkan suhu. Indikator PP memiliki trayek pH 8,2-10 dan berwarna bening

pada suasana asam dan berwarna merah muda pada suasana basa. Kemudian dititrasi

dengan NaOH 1 N. Lalu kemudian dicatat volume yang didapat. Mengulangi tahap

percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu dengan variable suhu yang berbeda yaitu 10oC,

15oC, dan 20

oC. Fungsi penurunan suhu, agar dapat mengetahui kelarutan pada suhu

yang berbeda.

Pada percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu, titrasi yang digunakan merupakan

titrasi asam lemah oleh basa kuat yang biasa disebut sebagai titrasi alkalimetri. Adapun

reaksinya adalah sebagai berikut:

H2C2OH + NaOH → NaHC2O4 + H2O

Sebelum H2C2O4 dititrasi oleh NaOH ,terlebih dahulu kedalam larutan H2C2O4

ditambahkan indikator pp (fenolftalein). Fenolftalein merupakan senyawa organik yang

mempunyai rumus molekul C20H14O4, padatan kristal ,tak bewarna ,larut dalam alkohol

dan pelarut organik serta rentang perubahan pH nya adalah 8,2 – 10. Pemilihan indikator

pp ini adalah karena titrasi ini merupakan titrasi asam lemah oleh basa kuat yang

memiliki titik ekuivalen diatas 7. Hal itu cocok dengan rentang perubahan pH dari

IV-3

Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan

Laboratorium Kimia Fisika

Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS

indikator pp. Indikator pp tidak bewarna dalam suasana asam dan bewarna merah muda

dalam suasana basa.

Berdasarkan grafik IV.2.1 diperoleh hasil pada suhu 5oC massa asam oksalat yang

larut sebesar 1 gram, 10oC massa asam oksalat yang larut sebesar 1,5 gram, 15

oC massa

asam oksalat yang larut sebesar 2 gram dan 20oC massa asam oksalat yang larut sebesar

3,5 gram. Berdasarkan data diatas, semakin tinggi suhu pelarut maka semakin banyak

massa oksalat yang larut dalam pelarut aquadest. Hal ini terjadi karena semakin tinggi

suhu maka kelarutan yang terjadi semakin besar. Hal ini terlihat pada saat suhu tertinggi

yaitu 20oC massa asam oksalat yang larut sebesar 3,5 gram.

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

0 5 10 15 20 25

masa

a a

sam

a o

ksa

lat

yan

g laru

t (g

ram

)

Suhu (oC)

Pengaruh Suhu Terhadap Kelarutan Asam Oksalat

dalam 50 ml Pelarut Aquadest

Grafik IV.2.1 Pengaruh Suhu Terhadap Kelarutan Asam Oksalat

dalam 50 ml Pelarut Aquadest

IV-4

Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan

Laboratorium Kimia Fisika

Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS

Berdasarkan grafik IV.2.2 diperoleh hasil berupa pada suhu 5oC volume titran

NaOH yang dibutuhkan sebanyak 4 ml, pada suhu 10oC volume titran NaOH yang

dibutuhkan sebanyak 5,467 ml, pada suhu 15oC volume titran NaOH yang dibutuhkan

sebanyak 6,9 ml, dan pada suhu 20oC volume titran NaOH yang dibutuhkan sebanyak

8,833 ml. Berdasarkan data diatas, semakin tinggi suhu maka semakin banyak volume

titran NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi larutan asam oksalat. Hal ini terjadi

karena pada suhu tinggi, massa asam oksalat yang larut dalam pelarut aquadest banyak.

Sehingga pada larutan asam oksalat dengan suhu tinggi mempunyai kelarutan yang tinggi

pula. Hal ini bisa terlihat dari data, pada saat pada suhu tertinggi yaitu sebesar 20oC

volume titran NaOH yang dibutuhkan sebanyak 8,833 ml.

Berdasarkan grafik IV.2.1 dan grafik IV.2.1 diperoleh hubungan yaitu semakin

tinggi suhu yang digunakan, maka semakin banyak massa asam oksalat yang larut dalam

pelarut aquadest. Hal ini terjadi karena pada suhu tinggi, tumbukan yang terjadi antar

partikel zat terlarut semakin besar. Oleh karena itu, kelarutan pada suhu tinggi juga

semakin besar. Karena semakin banyaknya zat yang terelarut dalam pelarut, maka dalam

titrasi yang dilakukan pun membutuhkan volume titran yang semakin besar untuk

mencapai titik ekuivalennya.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

0 5 10 15 20 25

Vo

lum

e T

itra

n N

aO

H 0

,1 N

Suhu (oC)

Pengaruh Suhu terhadap Volume Titran NaOH 0,1 N

Grafik IV.2.2 Pengaruh Suhu terhadap Volume Titran NaOH 0,1 N

IV-5

Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan

Laboratorium Kimia Fisika

Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS

Berdasarkan grafik IV.2.3 diperoleh hasil pada suhu pada suhu 5oC kelarutan

asam oksalat sebsar 0,4 M, pada suhu 10oC kelarutan asam oksalat sebsar 0,5467 M, pada

suhu 15oC kelarutan asam oksalat sebsar 0,69 M dan pada suhu 20

oC kelarutan asam

oksalat sebsar 0,8833 M diatas. Semakin tinggi suhu maka kecenderungan semakin tingi

kelarutan dari asam oksalat. Hal ini bisa terlihat dari data, pada suhu 20oC kelarutan asam

oksalat sebsar 0,8833 M diatas.

Percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu ini bertujuan untuk menentukan pengaruh

suhu terhadap kelarutan suatu zat dan menghitung panas pelarutannya. Zat yang

digunakan pada praktikum ini adalah asam oksalat. Digunakan asam oksalat karena

kelarutannya sangat sensitive terhadap suhu sehingga dengan berubahnya suhu,

kelarutan asam oksalat juga akan berubah selain itu asam oksalat memiliki kelarutan

yang kecil bila dilarutkan dalam air.

Berdasarkan harga kelarutan pada tabel IV.1.3, maka dapat dihitung panas

pelarutannya dengan menggunakan persamaan Van’t Hoff sebagai berikut:

Ln S2

S1

= ∆H

R

T2- T1

T2 .T1

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

0 5 10 15 20 25Ma

ssa

jen

is L

aru

tan

Asa

m O

ksl

at

(gr/

ml)

Suhu (oC)

Pengaruh Suhu Terhadap Massa Jenis

Larutan Asam Oksalat

Grafik IV.2.3 Pengaruh Suhu Terhadap Massa Jenis Larutan Asam Oksalat

IV-6

Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan

Laboratorium Kimia Fisika

Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS

Dari persamaan diatas maka didapatkan 3 ∆H, kemudian dihitung harga rata-rata

∆H sebesar 34540,8263 J/mol. Selain menggunakan persamaan Van’t Hoff. Panas

pelarutan Asam oksalat dapat dihitung menggunakan regresi linier. Sumbu x adalah 1/T

sedangkan sumbu y adalah ln s. Maka grafik tersebut akan diperoleh persamaan y = a

+ bx. Dimana

Ln s = −∆H

R .

1

T+ C

↓ ↓ ↓ ↓

Y b x a

Dari regresi linear dapat diperoleh slope, dimana slope adalah b = -∆H

R,

sehingga harga dapat ditentukan. Harga -∆H

R berdasarkan grafik IV.2.4 adalah sebesar

34541,63 J/mol

Setelah digunakan 2 cara yang berbeda untuk menghitung panas pelarutan

maka didapatkan hasil yang sedikit berbeda, tetapi hasilnya sama-sama positif. Hal ini

menunjukan bahea reaksi tersebut bersifat endoterm atau menyerap panas, sehingga

terjadi perpindahan panas dari lingkungan ke sistem. Pada reaksi endotermis, semakin

tinggi suhu maka semakin banyak zat yang larut.

y = 1538.x - 5.186R² = 0.762

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

0.0034 0.00345 0.0035 0.00355 0.0036

ln S

1/T

Hubungan ln S vs 1/T

Grafik IV.2.4 Slope ln S vs 1/T

V-1

BAB V

KESIMPULAN

Dari percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Pada suhu 5oC massa asam oksalat yang larut sebesar 1 gram, 10

oC massa asam

oksalat yang larut sebesar 1,5 gram, 15oC massa asam oksalat yang larut sebesar 2

gram dan 20oC massa asam oksalat yang larut sebesar 3,5 gram. Berdasarkan data

diatas, semakin tinggi suhu pelarut maka semakin banyak massa asam oksalat yang

larut dalam pelarut aquadest.

2. Perhitungan panas kelarutan differensial pada percobaan yaitu pada perubahan suhu

278 K – 283 K didapatkan panas kelarutan differensial (∆H1) sebesar 40868,151

J/mol, pada perubahan suhu 283 K – 288 K didapatkan panas kelarutan differensial

(∆H2) sebesar 30454,883 J/mol dan pada perubahan suhu 288 K – 289 K didapatkan

panas kelarutan differensial (∆H3) sebesar 40868,151 J/mol. Sementara, panas

kelarutan differensial rata-rata (∆H) asam oksalat menurut dari hasil percobaan

didapatkan 34540,8263 J/mol.

v

DAFTAR PUSTAKA

Anam, k. (2012, Maret). blogspot. Retrieved nopember 23, 2013, from blogspot.com:

http://khoirulazam89.blogspot.com/2012/03/msds-natrium-hidroksida.html

Anonim. (2013). gunadarma. Retrieved Desember 14, 2013, from gunadarma.ac.id:

http://ocw.gunadarma.ac.id/course/diploma-three-program/study-program-of-

computer-engineering-d3/fisika-dasar-2/larutan

Baiq. (2012, Oktober). blogspot. Retrieved Desember 14, 2013, from blogspot.com:

http://tebarkancintauntuksemua.blogspot.com/2012/10/laporan-kimfis-kelarutan-

sebagai-fungsi.html

Fitri. (2011, Oktober). blogspot. Retrieved Desember 14, 2013, from blogspot.com:

http://worldfitri.blogspot.com/2011/10/msds.html

Tri, M. (2011, Agustus). blogspot. Retrieved Desember 14, 2013, from blogspot.com:

http://rherepharmacy.blogspot.com/2011/08/marthin-tri-cahyono-pengaruh.html

Wahyuni, I. (2012, Oktober). blogspot. Retrieved Desember 14, 2013, from blogspot.com:

http://itatrie.blogspot.com/2012/10/laporan-kimia-daasar-ii-pembuatan.html

vii

DAFTAR NOTASI

Notasi Nama Notasi Satuan

M molaritas Molaritas (M) atau

Normalitas (N)

V volume mililiter

gr gram gram

𝑝 massa jenis gram/cm3

atau

gram/ml

Mr massa relatif gram/mol

t waktu Sekon atau menit

k konstanta kecepatan

reaksi

M-1

.s-1

x jumlah mol etil asetat

yang bereaksi

mmol atau milimol

a jumlah mol mula-mula

etil asetat

mmol atau milimol

viii

APPENDIKS

1. Menghitung Volume rata-rata pada tabel IV.1.1

1. V = 4 + 3,6 + 4,4

3= 4ml

2. V =64,8+5,7+5,9

3= 5,467ml

3. V =6,8+6,8+7,1

3= 6,9ml

4. V =6,9+9,6+10

3= 8,833ml

2. Mengubah Satuan Normalitas ke dalam bentuk Molaritas

NaOH yang digunakan dalam titrasi yaitu 1 N.

N = M x e

M = N/e

M = 1/1

M = 1 M

3. Menghitung Konsentrasi Asam Oksalat

1. Konsentrasi Asam Oksalat Pada Suhu 5oC

V1×M1=V2×M2

10×M1=4×1

M1= 0,4M

2. Konsentrasi Asam Oksalat Pada Suhu 10oC

V1×M1=V2×M2

10×M1=5,467×1

M1= 0,5467M

3. Konsentrasi Asam Oksalat Pada Suhu 15oC

V1×M1=V2×M2

10×M1=6,9×1

M1= 0,69M

4. Konsentrasi Asam Oksalat Pada Suhu 20oC

V1×M1=V2×M2

10×M1=8,833×1

M1= 0,8833M

V1×M1=V2×M2

NaOH Na+ + OH

-

ekuivalensi = 1

M1 = Konsentrasi Asam

Oksalat yang larut

M2 = Konsentrasi Larutan

Titran NaOH

V1 = Volume Larutan asam

oksalat yang dititrasi

V2 = Volume NaOH yang

dibutuhkan untuk titrasi

Keterangan

viii

5. Menghitung Densitas pada Tabel IV.1.2

Massa(H2C2O4) = massa campuran – massa pikno

Pada suhu 5oC = 20,5 gram – 12,5 gram

= 8 gram

Massa Jenis asam oksalat :

ρ = massa

volume

ρ = 8

10 = 0,8 gr/ml

Massa(H2C2O4) = massa campuran – massa pikno

Pada suhu 10oC = 21,5 gram – 12,5 gram

= 9 gram

Massa Jenis asam oksalat :

ρ = massa

volume

ρ = 9

10 = 0,9 gr/ml

Massa(H2C2O4) = massa campuran – massa pikno

Pada suhu 15oC = 22,5 gram – 12,5 gram

= 10 gram

Massa Jenis asam oksalat

ρ = massa

volume

ρ = 10

10 = 1 gr/ml

Massa(H2C2O4) = massa campuran – massa pikno

Pada suhu 20oC = 22 gram – 12,5 gram

= 9,5 gram

Massa Jenis asam oksalat :

ρ = massa

volume

ρ = 9,5

10 = 0,95 gr/ml

viii

6. Menghitung Panas Diferensial Pada Larutan Asam Oksalat

T (Suhu) Molaritas (M)

278 0,4

283 0,5467

288 0,69

293 0,8833

1. Panas Diferensial antara 278K dan 283K

Ln S2

S1

= ∆H

R

T2-T1

T2 .T1

Ln 0,5467

0,4 =

∆H

8,314 J/mol

283- 278

278.283

0,3124 = ∆H

8,314 J/mol . ( 6,3553.10

-5)

∆H1 = 40868,151 J/mol

2. Panas Diferensial antara 278K dan 283K

Ln S2

S1

= ∆H

R

T2-T1

T2 .T1

Ln 0,69

0,5467 =

∆H

8,314 J/mol

288- 283

288.283

0,2328 = ∆H

8,314 J/mol . ( 6,3553.10

-5)

∆H2 = 30454,883 J/mol

3. Panas Diferensial antara 278K dan 283K

Ln S2

S1

= ∆H

R

T2-T1

T2 .T1

Ln 0,8833

0,69 =

∆H

8,314 J/mol

293- 288

288.293

0,2469 = ∆H

8,314 J/mol . ( 6,3553.10

-5)

∆H3 = 32299,44 J/mol

∆Hrata-rata =∆H1+∆H2+∆H3

3

= 40868,151+30454,883+32299,445+0

3 =

103622,479

3 = 34540,8263 J/mol