i. pendahuluan 1.1 latar belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018....

74
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia sangat beragam tanaman yang dihasilkan, di daerah Jawa banyak daerah yang menghasilkan tanaman tebu,. Proses pembuatan tebu akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya tetes (molasses) dan air. Tebu memiliki beberapa varietas, salah satunya tebu PS 862. PS 862 sebelumnya dikenal dengan nama seri PS 86-8504 merupakan keturunan dari induk F 162 (polycross) yang dilepas Menteri Pertanian tahun 1998. PS 862 mempunyai perkecambahan baik dengan sifat pertumbuhan awal dan pembentukan tunas yang serempak, berbatang tegak, diameter besar, lubang kecil-sedang, berbunga jarang, umur kemasakan awal tengah dengan kadar sabut sekitar 12%. Mudahnya daun tua diklentek dengan tanaman tegak dan serempak memberikan tingkat potensi rendemen tinggi (12%). PS 862 memiliki kadar sabut 12% atau lebih kecil dibandingkan tebu varietas BL yang memiliki kadar sabut lebih besar yaitu 13 14% (Anonim,1998). Tebu varietas PS 862 memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan pada sari tebu, yaitu menghasilkan banyak sari, rasanya manis dan mempunyai warna hijau yang menarik (Rahmad, dkk., 2013). Sari tebu merupakan suatu alternatif diversifikasi produk dari komoditas tebu. Pada umumnya sari tebu adalah minuman segar yang didapat dari menggiling tebu dan diambil sarinya. Proses pembuatan sari tebu sangat sederhana, hanya dengan menggiling atau memeras batang tebu hingga keluar sarinya (Anonim, 2008). Ketertarikan masyarakat untuk mengonsumsi sari tebu terlihat terus meningkat yang dapat dilihat dari semakin banyaknya outlet-outlet yang menjual minuman sari tebu segar di berbagai tempat, baik di pinggir-pinggir jalan maupun di pusat keramaian lainnya. Pada saat ini belum ada sari tebu hijau yang dijual dalam bentuk kemasan, sehingga untuk membuat sari tebu hijau yang memiliki umur simpan yang lebih lama maka dibutuhkan pengawetan.

Upload: others

Post on 02-Sep-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia sangat beragam

tanaman yang dihasilkan, di daerah Jawa banyak daerah yang menghasilkan tanaman tebu,. Proses pembuatan tebu akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya tetes (molasses) dan air. Tebu memiliki beberapa varietas, salah satunya tebu PS 862. PS 862 sebelumnya dikenal dengan nama seri PS 86-8504 merupakan keturunan dari induk F 162 (polycross) yang dilepas Menteri Pertanian tahun 1998. PS 862 mempunyai perkecambahan baik dengan sifat pertumbuhan awal dan pembentukan tunas yang serempak, berbatang tegak, diameter besar, lubang kecil-sedang, berbunga jarang, umur kemasakan awal tengah dengan kadar sabut sekitar 12%. Mudahnya daun tua diklentek dengan tanaman tegak dan serempak memberikan tingkat potensi rendemen tinggi (12%). PS 862 memiliki kadar sabut 12% atau lebih kecil dibandingkan tebu varietas BL yang memiliki kadar sabut lebih besar yaitu 13 – 14% (Anonim,1998). Tebu varietas PS 862 memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan pada sari tebu, yaitu menghasilkan banyak sari, rasanya manis dan mempunyai warna hijau yang menarik (Rahmad, dkk., 2013).

Sari tebu merupakan suatu alternatif diversifikasi produk dari komoditas tebu. Pada umumnya sari tebu adalah minuman segar yang didapat dari menggiling tebu dan diambil sarinya. Proses pembuatan sari tebu sangat sederhana, hanya dengan menggiling atau memeras batang tebu hingga keluar sarinya (Anonim, 2008). Ketertarikan masyarakat untuk mengonsumsi sari tebu terlihat terus meningkat yang dapat dilihat dari semakin banyaknya outlet-outlet yang menjual minuman sari tebu segar di berbagai tempat, baik di pinggir-pinggir jalan maupun di pusat keramaian lainnya. Pada saat ini belum ada sari tebu hijau yang dijual dalam bentuk kemasan, sehingga untuk membuat sari tebu hijau yang memiliki umur simpan yang lebih lama maka dibutuhkan pengawetan.

Page 2: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

2

Pengawetan sari tebu dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu termal dan nontermal, pengolahan dengan termal dapat dilakukan dengan proses pasteurisasi tetapi pada proses ini menggunakan suhu sekitar 800C. Menurut Honig (1986) menyatakan bahwa kandungan tertinggi pada sari tebu yaitu gula sebesar 75-92 %, bila dipanaskan dengan metode termal dapat merusak warna sari tebu. Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan alternatif pengolahan sari tebu hijau nontermal. Salah satu pengolahan nontermal menggunakan Pulsed Electric Field (PEF). Metode nontermal PEF adalah salah satu metode perlakuan nontermal untuk pengawetan makanan, karena PEF berpotensi dalam menginaktivasi mikroba tanpa mengubah cita rasa dan kekayaan nutrisi pada makanan. Proses PEF didasarkan pada aplikasi denyut pendek tegangan tinggi (20-80 kV/cm) dengan waktu yang sangat singkat (kurang lebih 1 detik) pada makanan cair yang ditempatkan diantara dua elektroda (Barbosa-Canovas, et al., 1999). PEF lebih dipertimbangkan daripada perlakuan panas terhadap makanan, karena PEF dapat menginaktivasi mikroba lebih banyak, menghindari atau mengurangi kerusakan cita rasa, sifat fisik makanan dan kerusakan organoleptik (Quass, 1997 dalam Cueva, 2003 dan Andrea-Manuela, 2007).

Metode PEF telah banyak digunakan dalam beberapa bahan. Pada penelitian Andriawan, dkk., (2015) menyatakan bahwa aplikasi PEF pada susu menggunakan tegangan 49,48 kV pada waktu 270 detik terjadi penurunan mikroba sebesar 99.96%. Pada penelitian Sumarlan, dkk., (2014) menyatakan bahwa aplikasi PEF pada sari buah belimbing menggunakan tegangan 40 kV dengan frekuensi 30 kHz pada waktu 0.77 detik dapat menurunkan sebesar 85.19%.

Penurunan mikroorganisme berbanding lurus dengan besar tegangan, frekuensi dan waktu pasteurisasi (Barbosa, et al., 1999), sehingga dapat digambarkan bahwa semakin besar tegangan dan frekuensi yang digunakan dalam proses pasteurisasi maka semakin besar pula penurunan jumlah mikroorganisme. Menurut Aronsson, et al., (2001) menyatakan bahwa semakin besar frekuensi yang digunakan pada perlakuan PEF akan mampu menurunkan bakteri E. coli dengan

Page 3: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

3

menggunakan 30kV dan frekuensi 20 kHz dari 5 log menjadi 2.7 log atau sekitar 25 %.

Pengolahan sari tebu menggunakan PEF dapat menginaktivasi mikroba tanpa merusak struktur jaringan dalam sari tebu sehingga kualitas yang ada tetap terjaga, sehingga pada penelitian ini menggunakan metode pasteurisasi nontermal menggunakan pulsed electric field (PEF). Faktor yang diamati yaitu tegangan dan frekuensi, sehingga mendapatkan kombinasi tegangan dan frekuensi PEF yang tepat untuk sari tebu hijau.

1.2 Rumusan Masalah

Setelah mengetahui latar belakang penelitian maka dapat di

rumuskan masalah yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana pengaruh kombinasi tegangan dan frekuensi terhadap penurunan jumlah mikroba serta terhadap sifat fisik dan kimia dalam sari tebu hijau?

2. Berapakah kombinasi tegangan dan frekuensi yang tepat untuk menurunkan total mikroba, serta mendapatkan kualitas fisik dan kimia sari tebu hijau yang terbaik?

1.3 Tujuan

Pada penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui pengaruh kombinasi tegangan dan frekuensi terhadap penurunan jumlah mikroba serta sifat kimia dan fisika dalam sari tebu hijau.

2. Untuk mengetahui kombinasi tegangan dan frekuensi yang tepat untuk menurunkan total mikroba, serta mendapatkan kualitas fisik dan kimia sari tebu hijau yang terbaik.

1.4 Manfaat Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan

informasi pengawetan sari tebu dengan menggunakan PEF

Page 4: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

4

dapat mengurangi penurunan kualitas warna sari tebu hijau , serta memberikan pengetahuan mengenai tegangan dan frekuensi yang tepat untuk penurunan total mikroba sari tebu hijau dengan PEF. Memberikan pengetahuan terhadap perusahaan serta masyarakat tentang pengolahan secara nontermal yaitu dengan menggunakan PEF yang dilakukan terhadap bahan pangan cair yaitu sari tebu hijau, sehingga mempermudah dalam mendapatkan sari tebu hijau yang aman dan higienis.

Page 5: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tebu Hijau

Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku pembuatan gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Pada saat ini tanaman tebu telah dimanfaatkan secara optimal menjadi produk-produk yang memiliki nilai tambah yang tinggi. Di Indonesia, pemanfaatan tertinggi bagian tanaman tebu pada bagian batangnya karena batang tebu mengandung nira yang memiliki kadar gula yang tinggi untuk selanjutnya diproses menjadi beberapa jenis gula diantaranya gula kristal, gula merah dan gula semut (Lhestari,2006). Tebu (Saccharum officinarum) termasuk dalam kelas Monokotiledon, ordo Glumaccae, famili Gramine, genus Saccharum. Jenis spesies yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah Saccharum officinarum. Hal ini di karenakan Saccharum officinarum merupakan penghasil gula utama yang memiliki kandungan sukrosa yang tinggi dan kandungan seratnya rendah (Ridwan, 2005).

PS 862 (tebu hijau) sebelumnya dikenal dengan nama seri PS 86-8504 merupakan keturunan dari induk F 162 (polycross) yang dilepas Menteri Pertanian tahun 1998. PS 862 mempunyai perkecambahan baik dengan sifat pertumbuhan awal dan pembentukan tunas yang serempak, berbatang tegak, diameter besar, lubang kecil-sedang, berbunga jarang, umur kemasakan awal tengah dengan kadar sabut sekitar 12%. Mudahnya daun tua diklentek dengan tanaman tegak dan serempak memberikan tingkat potensi rendemen tinggi (12%). Kondisi tanah subur dengan kecukupan air sangat membantu pertumbuhan pemanjangan batang yang normal. Pada kondisi kekeringan atau drainasinya terganggu akan terjadi pemendekan ruas batang (Anonim,1998).

Perkecambahan mata tunas sangat mudah dan cepat tumbuh serempak. Respon terhadap pupuk N yang sangat

Page 6: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

6

tinggi mempunyai pengaruh bahwa apabila kekurangan N akan mudah berbunga. Oleh karena ini dosis N yang memadai dengan aplikasi yang tepat waktu sangat diinginkan oleh varietas ini (Anonim,1998).

Varietas Ps 862 cocok dikembangkan pada tanah ringan sampai geluhan. Anakan agak kurang dan sulit membentuk sogolan, oleh karena itu jumlah bibit pada saat tanam agak lebih rapat. Varietas ini memerlukan pengairan yang cukup dan masa tanam awal. Rendemen potensialnya sangat tinggi (12 %) pada awal giling (Mei-Juni), tetapi daya tahan rendemen relatif pendek. Pertumbuhan tegak, mudah klentek daun dan tebu tidak terlalu tinggi (Anonim, 1998).

Tabel 2.1 Komponen Nira Tebu Berdasarkan Zat yang Terlarut (Honig,1986)

Komposisi SariTebu % Zat terlarut

Gula

Sukrosa

Glukosa

Fruktosa

Garam

Asam Organik

Protein

Starch / Pati Gums

Zat lilin

Zat warna dan komponen minor

75 – 92

70 – 88

2.0 – 4.0

2.0 – 4.0

3.0 – 4.5

1.5 – 5.5

0.5 – 0.6

0.001 – 0.05

0.3 – 0.6

0.05 – 0.15

3.0 – 5.0

2.2 Sari Tebu

Sari tebu merupakan cairan alami sumber karbohidrat yang sering dikonsumsi di daerah tropis dan subtropis. Selain memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sari tebu juga mengandung vitamin dan mineral. Sari tebu juga memiliki sifat antioksidan yang mampu mencegah peroksidasi lemak, mencegah oksidasi besi dan menangkap radikal bebas karena kandungan fenol dan flavonoid yang terkandung didalamnya. Sari tebu memiliki kandungan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan minuman berkarbohidrat pabrikan yang umumnya

Page 7: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

7

hanya mengandung 6 - 8 % karbohidrat. Sari tebu memiliki kandungan karbohidrat hingga 9%, jumlah tersebut sesuai dengan kebutuhan asupan karbohidrat atlet setelah latihan yaitu 5 – 10 %, dengan jumlah kandungan tersebut kebutuhan minimal atlet usia 13 – 16 tahun setelah latihan dengan intensitas sedang yaitu 50 g/jam dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi 550 ml sari tebu (Hidayat dan Deny, 2014).

2.3 Proses Pembuatan Sari Tebu

Tebu adalah salah satu tanaman yang kandungan gulanya sangat tinggi sehingga dijadikan bahan baku utama pembuatan gula pasir. Selain diolah menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat berupa gula, tebu juga dapat dinikmati secara langsung dengan cara menggiling kemudian mengambil sarinya menggunakan alat giling sederhana. Sari tebu tersebut adalah minuman alami yang proses pembuatannya sangat sederhana. Hanya dengan cara menggiling atau memeras batang tebu hingga keluar sarinya (Anonim, 2008).

2.4 Pulsed Electric Field (PEF)

Metode medan pulsa listrik tegangan tinggi adalah metode nontermal dalam pengawetan makanan yang menggunakan kuat medan listrik untuk menginaktivasi mikroba dan mengakibatkan pengaruh minimal atau sedikit terhadap kualitas bahan pangan (Ramaswamy, et al., 2009). PEF merupakan salah satu metode pengolahan pangan nontermal dengan menggunakan kejutan listrik intensitas tinggi. PEF banyak diaplikasikan pada bahan yang berbentuk cair. Prosesnya sangat singkat berkisar antara satu mikrodetik sampai satu milidetik dengan pulsa yang pendek. Proses PEF didasarkan pada aplikasi denyut pendek pada tegangan tinggi ke bahan pangan yang ditempatkan diantara dua elektroda (Torregrosa, et al., 2005). Teknologi PEF memerlukan energi yang diperoleh dari sumber tegangan tinggi yang disimpan dalam satu atau beberapa kapasitor dan dilepaskan melalui material makanan

Page 8: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

8

untuk menghasilkan medan elektrik yang diperlukan. Energi yang tersimpan dalam kapasitor dapat dilepaskan dengan cepat dengan tenaga yang sangat tinggi. Pengaplikasian PEF sebenarnya banyak dilakukan dalam inaktivasi bakteri pada beberapa produk makanan, selain itu penggunaan PEF baru-baru ini berkonsentrasi pada permeabilisasi membran sel, dengan tujuan meningkatkan pepindahan massa pada bagian dalam sel. Pada sel hewan dan tumbuhan yang berukuran lebih besar dari sel-sel bakteri, permeabilisasi membran lebih mudah untuk dicapai. Biasanya membutuhkan intensitas medan listrik yang lebih rendah dengan konsumsi energi yang lebih rendah (Knorr, et al., 2001). Metode PEF ini sangat efektif karena dapat menginaktifasi mikroorganisme sampai 99% tanpa merubah warna, rasa dan bau serta kandungan gizi dalam waktu yang sangat singkat. Penurunan mikroorganisme berbanding lurus dengan besar tegangan, frekuensi dan waktu pasteurisasi (Barbosa, et al., 1999). Menurut Fernandez-Molina (2000), menggunakan tegangan 20 kV/cm dengan 30 pulsa perdetik selama 2 µs. Pulsa tegangan yang tinggi yang diterapkan mengakibatkan suatu medan elektrik yang menyebabkan mikroorganisme atau bakteri menjadi inaktivasi atau mengalami kematian total dikarenakan rusaknya membran sel dari mikroorganisme atau patogen yang terkandung dalam sari buah.

2.5 Mekanisme Inaktivasi Mikroba

Metode nontermal yang dilakukan dalam pengawetan makanan menggunakan medan listrik untuk menginaktivasi mikroba yaitu dengan medan pulsa listrik tegangan tinggi. Inaktivasi mikroba akan sedikit berpengaruh terhadap kualitas bahan pangan. Arus yang dialirkan melalui tahanan dan selanjutnya tersimpan di kapasitor. Pada saat saklar terhubung maka muatan listrik tegangan tinggi akan melewati bahan pangan yang akan diproses sehingga akan terbentuk medan listrik tegangan tinggi dengan frekuensi sesuai dengan waktu yang ditentukan pada saklar (Muslim, dkk., 2013).

Page 9: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

9

Inaktivasi mikroorganisme dengan media kejutan listrik tegangan tinggi dipengaruhi oleh (a) kondisi perlakuan, waktu perlakuan, kekuatan medan listrik, suhu, bentuk, dan lebar pulsa; (b) jenis, konsentrasi dan tingkat pertumbuhan mikroba dan (c) medan perlakuan (Barbosa, et al., 1999). Ada dua metode dalam menginaktivasi mikroorganisme, yaitu elektoporasi dan kerusakan elektrik sel. Inaktivasi mikroorganisme dengan medan listrik disebabkan karena ketidakstabilan membran terhadap membran sel dan proses elektroporasi (Muslim, dkk., 2013). Barbosa, et al., (1999) menjelaskan bahwa mekanisme inaktivasi mikroba yang disebabkan karena pengaruh medan listrik. Teori Elektrical Breakdown menjelaskan bahwa membran sel dapat diumpamakan sebagai kapasitor yang terisi oleh larutan dielektrikum. Pada kondisi normal beda potensial yang ada diantara celah tersebut adalah V, dengan adanya pengaruh medan listrik sebesar E maka beda potensial antara keduanya meningkat. Kerusakan membran sel akan terjadi apabila beda potensial mencapai titik kritis Vc, yang terjadi apabila terdapat intervesi pengaruh medan listrik yang mencakup sebesar E dengan banyaknya medan listrik yang digunakan maka kerusakan permanen akan terjadi pada bahan (Barbosa-Canovas, et al., 1999).

2.6 Penentuan Laju Inaktivasi Mikroba

Desimal Reduction Time (DRT) merupakan waktu yang diperlukan untuk menurunkan atau membunuh mikroba sebanyak 90% pada tegangan konstan untuk pengolahan bahan makanan cair (sari buah) dengan teknologi kejut tegangan tinggi (PEF) (Hariono,2007). Menurut Kusnandar (2006), apabila suspense mikroba dipanaskan pada suhu konstan maka penurunan jumlah mikroba hidup yang tersisakan mengikuti reaksi ordo pertama, dimana penurunan jumlah mikroba mengikuti pola logaritmik sebagai fungsi dan waktu. Toledo (1999) juga mengatakan bahwa ketika suatu mikroorganisme dipanaskan pada temperatur tetap banyaknya penurunan mikroorganisme sehat mengikuti suatu reaksi orde pertama.

Page 10: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

10

Jika N adalah jumlah mikroorganisme hidup, T adalah waktu perlakuan (menit) H0 adalah jumlah mikroba awal D adalah waktu penurunan decimal (decimal reduction time) (dalam menit) K adalah laju reaksi maka laju inaktivasi mikroba selama waktu pasteurisasi dapat dinyatakan sebagai berikut:

= -kN.......................................................................................(1)

Jika k adalah nilai orde pertama yang tetap untuk inaktivasi mikroba, sehingga dapat diperoleh persamaan sebagai berikut: -dN= kN. dt.................................................................................(2)

= k.dt.....................................................................................(3)

Dan apabila persamaan (3) diintegrasikan, maka diperoleh persamaan (4) sebagai berikut dengan menggunakan N=N0, pada t=0:

ln = -kt......................................................................................(4)

Persamaan (4) menunjukan plot kurva semi logaritma dari N terhadap t, persamaan tersebut dapat dirubah menjadi lebih sederhana pada persamaan (5) sebagai berikut:

2.303 log = -kt atau log = - ................................(5)

Nilai slope 2.303/k sering dinyatakan dengan nilai D, sehingga diperoleh persamaan (6) sebagai berikut:

log =- .....................................................................................(6)

Nilai D menyatakan ketahan mikroba atau sensitifitas mikroba oleh suhu pemanasan. Nilai D didefinisikan sebagai waktu dalam menit pada suhu tertentu yang diperlukan untuk menurunkan jumlah spora atau sel vegetatif tertentu sebesar 90% atau satu logaritmik (sepersepuluh pangkat). Setiap mikroba memiliki nilai D, semakin besar nilai D suatu mikroba pada suatu suhu tertentu, maka semakin tinggi ketahanan mikroba tersebut pada suhu tertentu (Muslim, 2010).

Page 11: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

11

2.7 Penelitian Terdahulu

Metode PEF yang digunakan dalam penelitian ini telah digunakan pada penelitian Pengaruh Tegangan Dan Frekuensi Terhadap Karakteristik dan Penurunan Jumlah Mikroorganisme Sari Buah Belimbing (Averrhoa carambola L) Menggunakan Pulsed Electric Field (PEF). Menurut penelitian sebelumnya oleh Sumarlan, dkk., (2014) Pengolahan nontermal dengan menggunakan kejutan tinggi dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat menurunkan jumlah mikroba dan mempertahankan kandungan-kandungan yang terdapat dalam sari buah. Belimbing jenis Bangkok Merah yang memiliki rasa manis dan tekstur yang baik dapat menjadi bahan baku yang baik dalam pembuatan sari buah belimbing. Dengan menggunakan variasi tegangan dan frekuensi masing sebesar 20, 30 dan 40 kV serta 10, 20, 30 dan 40 kHz. Hasil pengujian menggunakan PEF mampu menurunkan jumlah mikroba (TPC) dengan jumlah awal sebesar 1300 cfu/ml. Penurunan terendah terjadi pada tegangan 40 kV dan frekuensi 30 kHz mencapai 130 cfu/ml. Penurunan tertinggi terjadi pada tegangan 40 kV mencapai 85.19% dengan jumlah mikroba 1.925 x 103 cfu/ml. Laju kematian mikroba tiap detik (lethal rates) sebesar 21.30 cfu/mL pada tegangan 40 kV. Hasil pengujian untuk karakteristik tidak jauh mengalami perbedaan yang signifikan, yaitu meliputi pH berkisar 3.09 – 3.24, berat jenis 1.047 – 1.076 gr/cm3, total padatan terlarut 14.5 – 15.6 oBrix, viskositas 7 – 9 Cp, vitamin C 11.66 – 16.97 mg/100 mL dan warna yang terdiri dari nilai kecerahan 27.8 – 29.3 , kemerahan 6.7 – 7.3 dan kekuningan 6.8 – 7.9.

2.8 Hipotesis

Diduga kombinasi tegangan dan frekuensi PEF yang berbeda dapat berpengaruh terhadap total plate count (TPC), total padatan terlarut (TPT), total gula, viskositas dan warna sari tebu hijau.

Page 12: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

12

Page 13: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

13

III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Agrokimia, dan Laboratorium Bioindustri, Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Keteknikan Pertanian, Faktultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Pelaksanaan penelitian pada bulan Januari sampai Juli 2015.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu rangkaian alat Pulsed Electric Field (PEF), botol, pisau, sarung tangan, aluminium foil, kapas, autoclave, baskom, gunting, tabung ukur, dan kertas label. Alat yang digunakan untuk analisa yaitu pipet, mikopipet, cawan petri, kapas, kertas coklat, tabung ukur, gelas ukur, Laminar Air Flow (LAF), timbangan, sarung tangan, aluminium foil, tabung reaksi, kapas, blue tip, kompor listrik, dan inkubator (bionex).

3.2.2 Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tebu varietas PS – 862 didapatkan dari penjual sari tebu hijau Jl. Candi Trowulan kota Malang, alkohol 96%, dan aquades. Bahan yang digunakan untuk analisa adalah plate count agar (PCA) (oxoid).

3.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Proses inkubasi selama 72 jam 2. Analisa yang dilakukan adalah total plate count (TPC),

total padatan terlarut, total gula, viskositas, dan warna

Page 14: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

14

sari tebu hijau pada perlakuan kontrol, serta perlakuan variasi tegangan dan frekuensi PEF.

3. Penelitian dilakukan di Laboratorium.

3.4 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi identifikasi masalah hingga kesimpulan. Diagram alir kerja penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram ALir Prosedur Penelitian

3.4.1 Identifikasi Masalah

Sari tebu hijau merupakan disversifikasi produk olahan

sari tebu hijau. Pada proses pastuerisasi sari tebu hijau dapat

Identifikasi Masalah

Studi Pustaka

Penelitian Pendahuluan

Penentuan Hipotesis

Penentuan Rancangan Percobaan

Pelaksanaan Penelitian

Analisa Data

Perlakuan Terbaik

Kesimpulan

Page 15: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

15

dilakukan dengan dua cara yaitu termal dan nontermal. Menurut Honig (1986) menyatakan bahwa kandungan tertinggi pada sari tebu yaitu gula sebesar 75-92 %, bila dipanaskan dengan metode termal dapat merusak warna sari tebu, sehingga dibutuhkan alternatif pengolahan sari tebu hijau nontermal. Salah satu pengolahan secara nontermal menggunakan PEF. Menurut Barbosa, et al., (1999) menyatakan bahwa penurunan mikroorganisme berbanding lurus dengan besar tegangan, frekuensi dan waktu pasteurisasi. Berdasarkan hal tersebut maka tegangan dan frekuensi dapat berpengaruh terhadap penurunan mikroba pada sari tebu hijau.

3.4.2 Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan informasi,

literatur dan data-data pendukung baik jurnal, buku, maupun internet yang berguna bagi penelitian. Informasi dan data yang dikumpulkan meliputi informasi tentang sari tebu hijau, pulsed electric field (PEF), pengujian, dan analisanya. 3.4.3 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan

faktor apa saja yang akan diteliti. Setelah menentukan faktor selanjutnya yaitu menentukan level faktor yang akan diteliti. Penentuan level dari faktor dalam rancangan percobaan ditentukan berdasarkan hasil perlakuan terbaik dari penelitian Sumarlan, dkk., (2014). Penelitian pendahuluan berguna untuk mengetahui keberhasilan dalam mengetahui pengaruh tegangan dan frekuensi PEF terhadap sari tebu hijau dan mendapatkan level tegangan dan frekuensi yang tepat pada sari tebu hijau.

3.4.4 Penentuan Hipotesis

Penentuan hipotesis dilakukan sebagai pendugaan awal

atas identifikasi permasalahan bahwa rancangan penelitian dengan perbedaan besar tegangan dan frekuensi PEF diduga

Page 16: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

16

dapat berpengaruh terhadap total plate count (TPC), total padatan terlarut (TPT), total gula, viskositas, dan warna sari tebu hijau

3.4.5 Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 2 faktor, faktor 1 adalah faktor besar tegangan PEF yang mempunyai 3 level (V1, V2, V3) dan faktor 2 adalah faktor frekuensi PEF yang mempunyai 3 level (F1, F2, F3). Masing-masing faktor dilakukan pengulangan sebanyak dua kali ulangan sehingga diperoleh 18 perlakuan, sehingga akan didapatkan kombinasi perlakuan seperti pada Tabel 3.1. Faktor 1. Besar tegangan PEF V1= 20 kV V2= 30 kV V3= 40 kV Faktor 2. Besar Frekuensi PEF F1= 20 kHz F2= 30 kHz F3= 40 kHz

Keterangan: F1V1 : Frekuensi PEF sebesar 20 kHz dengan tegangan PEF

sebesar 20 kV F2V1 : Frekuensi PEF sebesar 30 kHz dengan tegangan PEF

sebesar 20 kV

Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan Tegangan dan Frekuensi PEF

Frekuensi

(kHz) F

Tegangan (kV) V

V1 V2 V3

F1 F1V1 F1V2 F1V3 F2 F2V1 F2V2 F2V3 F3 F3V1 F3V2 F3V3

Page 17: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

17

F3V1 : Frekuensi PEF sebesar 40 kHz dengan tegangan PEF sebesar 20 kV

F1V2 : Frekuensi PEF sebesar 20 kHz dengan tegangan PEF sebesar 30 kV

F2V2 : Frekuensi PEF sebesar 30 kHz dengan tegangan PEF sebesar 30 kV

F3V2 : Frekuensi PEF sebesar 40 kHz dengan tegangan PEF sebesar 30 kV

F1V3 : Frekuensi PEF sebesar 20 kHz dengan tegangan PEF sebesar 40 kV

F2V3 : Frekuensi PEF sebesar 30 kHz dengan tegangan PEF sebesar 40 kV

F3V3 : Frekuensi PEF sebesar 40 kHz dengan tegangan PEF sebesar 40 Kv

3.4.6 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian terbagi menjadi beberapa tahapan.

a. Proses Persiapan Alat 1. Perlakuan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan

generator tegangan tinggi dengan ukuran chamber agar alat dapat digunakan optimal selama proses dan memastikan alat siap untuk digunakan penelitian.

2. Botol, tabung reaksi, tabung ukur, dan cawan petri dicuci bersih, disemprot alkohol 96%, dibilas dengan aquades, dan disterilisasi dalam autoclave.

3. Chamber masukan dialirkan aquades, disemprot alkohol 96%, dibilas dengan aquades.

b. Proses Pembuatan Sari Tebu Hijau Proses pembuatan sari tebu hijau terdiri dari: 1. Tebu hijau dicuci dengan air 2. Tebu hijau dikupas kulitnya 3. Tebu hijau dibelah menjadi tiga 4. Tebu hijau yang sudah dibelah dimasukkan ke mesin

pengepres 5. Sari tebu hijau dimasukkan kedalam botol steril

Page 18: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

18

Diagram alir proses pembuatan sari tebu hijau dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Tebu

hijau

DicuciAirAir hasil

pencucian

Dikupas Kulit tebu

Dibelah

menjadi 3

bagian

Dimasukkan

kedalam alat

pemeras tebu

Sari tebu

hijau

Dimasukkan

ke dalam botol

steril

Ampas

Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Sari Tebu Hijau

c. Proses Pulsed Electric Field (PEF) Tahapan proses terdiri dari proses perlakuan dengan

Pulsed Electric Field (PEF) yaitu: a. Sari tebu hijau sebagai bahan uji disiapkan dalam botol

dengan ukuran 140 ml/ sampel. b. Tempatkan sari tebu pada chamber, hubungkan ke arus

listrik.

Page 19: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

19

c. Atur tegangan pada perlakuan pertama sebesar 20 V dan frekuensi sebesar 20 kHz, lalu tekan tombol ON.

d. Buka kran ouput dan tempatkan di botol yang telah disterilisasi dan tutup dengan tutup botol yang telah disterilisasi agar tidak terjadi kontaminasi dengan lingkungan.

e. Bersihkan ruang perlakuan dengan alkohol 96 % setiap selesai melakukan penelitian.

f. Ulangi untuk setiap kombinasi tegangan dan frekuensi pada Tabel 3.1

Proses pengolahan nontermal sari tebu menggunakan PEF dapat dilihat pada Gambar 3.3. Analisa uji pada TPC menggunakan metode cawan hitung (Fardias, 1993). Analisa TPT menggunakan refraktometer, analisa total gula menggunakan kurva standar, analisa viskositas menggunakan viskometer (Apriyantono, dkk., 1989). Analisa warna menggunakan color reader (Yuwonodan Tri ,1998). Skema ruang perlakuan PEF dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Dimasukkan ke dalam

chamber PEF

Diberlakuan kejut listrik

PEF dengan tegangan

(20, 30, 40 kV) dan

frekuensi (20, 30 40 kHz)

Dimasukkan ke

dalam botol steril

Sari Tebu

150 ml

Selesai

Waktu 0,5 detik

Sari Tebu

hasil PEF

Analisa TPC,

TPT, total gula,

viskositas dan

warna

Gambar 3.3 Diagram alir Perlakuan PEF

Page 20: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

20

Gambar 3.4. (A) Rangkaian alat pasteurisasi (PEF);(B) Ruang perlakuan Sumber: (Sumarlan dkk,2014) Keterangan: a :Chamber masukan b: Keypad display c: Panel pengaturan

d: Kran e: Chamber keluaran

f: Rangkaian elektoda g: Ruang perlakuan

3.4.7 Pengamatan pada Sari Tebu Hijau

Pada sari tebu hijau dilakukan pengamatan dengan

parameter yang diamati adalah Total Plate count (TPC) (Sumarlan, dkk., 2014), Total Padatan Terlarut (TPT), total gula, viskositas dan warna. Prosedur analisa pada sari tebu hijau dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.4.8 Analisis Data

Analisa data dilakukan menggunakan ANOVA dengan

bantuan software SPSS versi IMB Statistik 20. Hal ini untuk mengetahui beda nyata atau tidak pada setiap faktor, apabila hasil dari analisis ragam menunjukkan beda nyata pada setiap

a

c f

b

g d

e

Page 21: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

21

faktor maka dilakukan uji lanjut, apabila hasil dari analisis ragam menunjukkan adanya interaksi antar faktor perlakuan maka akan dilanjutkan dengan uji DMRT 5%, sedangkan apabila tidak adanya interaksi antar faktor perlakuan maka akan dilanjutkan dengan uji BNT 5%,

3.4.9 Pemilihan Perlakuan Terbaik

Penentuan perlakuan terbaik penelitian ini berdasarkan total plate count (TPC) paling sedikit dari semua perlakuan . Hal ini karena dengan menggunakan hasil TPC paling sedikit akan mengurangi resiko cemaran pada sari tebu hijau.

Page 22: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

22

Page 23: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Bahan Perlakuan

Parameter-parameter yang dianalisa pada sari tebu hijau yaitu Total Plate Count (TPC) atau total cemaran mikroba, warna, viskositas, total padatan terlarut (TPT), dan total gula. Berdasarkan hasil analisa sari tebu hijau sebelum perlakuan dengan Pulsed Electric Field (PEF) ditunjukan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Sari Tebu Hijau Karakteristik Nilai Literatur Satuan

Total Plate Count (TPC)

6.79 x 107

4.25 x1010

* cfu/ml

Total padatan terlarut 17.05 16** oBrix

Total gula 16.595 - % Viskositas 5.5 2.03** Cp Warna L* 22.95 - - a* 6.90 - - b* 6.75 - -

Keterangan : *) Muharani (2011), **) Yusof, et al., (2000)

Nilai Total Plate Count sari tebu hijau pada penelitian yaitu sebesar 6.79 x 107 cfu/ml dibandingkan dengan literatur menurut Muharani (2011) adalah sebesar 4.25 x 1010 cfu/ml,

terjadi perbedaan nilai total mikroba. Hal tersebut dikarenakan perbedaan waktu panen atau daerah tanam, sehingga terjadi perbedaan nilai TPC dapat mengalami perbedaan yang cukup signifikan. Pada total padatan terlarut sudah mendekati nilai yang ada pada literatur menurut Yusof (2000), total padatan terlarut pada penelitian sebesar 17.05 oBrix dan nilai total padatan terlarut pada literatur sebesar 16 oBrix. Terjadi perbedaan yang cukup signifikan ini juga terjadi pada nilai karakteristik viskositas, yaitu pada penelitian mendapatkan nilai 5.5 Cp, sedangkan pada literatur menurut Yusof (2000) sebesar 2.03, selain karena waktu panen dan daerah tanah yang berbeda viskositas sari tebu hijau juga dipengaruhi oleh waktu

Page 24: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

24

tunggu pengujian. Semakin lama waktu tunggu ketika akan dilakukan pengujian viskositas maka akan semakin mempengaruhi tingginya tingkat kekentalan sari tebu hijau.

Menurut Winarno (2002) penyimpanan dibawah suhu ruangan sangat dianjurkan dalam penyimpanan, karena akan mempengaruhi kandungan kimia dalam bahan. Pada penelitian ini menggunakan suhu ruangan sehingga hal ini dapat pula mempengaruhi kandungan kimia pada sari tebu hijau.

4.2 Total Plate Count (TPC)

Berdasarkan hasil uji ANOVA pada Lampiran 5 dapat diketahui tegangan dan frekuensi tidak berpengaruh signifikan terhadap TPC sari tebu hijau yang dapat dilihat dari nilai sig frekuensi dan tegangan pada analisis ragam lebih dari 0.05 (sig. V 0.307 , sig F 0.141), serta sig interaksi keduanya lebih dari 0.05 (sig. 0.951). Hal ini dapat terjadi karena range tegangan dan frekuensi yang diberikan pada setiap perlakuan cukup pendek yaitu selisih 10kV dan 10 kHz pada setiap perlakuan, sehingga data yang dihasilkan tidak berbeda signifikan. Grafik rerata TPC dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Grafik Hubungan Tegangan (kV) dan Frekuensi (kHz) terhadap TPC (cfu/ml) Sari Tebu Hijau

-

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

80,000,000

Kontrol 20 30 40

TPC

(cf

u/m

l)

Tegangan (kV)

Frekuensi

Page 25: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

25

Pada Gambar 4.1 menunjukkan penurunan total mikroba dengan adanya penambahan tegangan dan frekuensi pada perlakuan pulsed electric field (PEF). Total mikroba pada kontrol yaitu 6.79 X107 (cfu/ml). Total mikroba pada sari tebu hijau berkisar antara 8.5x106 cfu/ml – 1.97x107 cfu/ml. Total kematian mikroba paling sedikit yaitu pada tegangan 20 kV dengan frekuensi 20 kHz sebesar 1.97x107 (cfu/ml), sedangkan total kematian mikroba paling banyak yaitu pada tegangan 40 kV dengan frekuensi 40 kHz sebesar 8.5x106 (cfu/ml). Nilai tersebut masih di bawah standart SNI sari buah, menurut SNI 7388-2009 yaitu 1 x 104 cfu/ml. Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi tegangan dan frekuensi maka semakin banyak penurunan mikroba sari tebu hijau. Menurut Barbosa, et al., (1999) menyatakan bahwa penurunan mikroorganisme berbanding lurus dengan besar tegangan, frekuensi dan waktu pasteurisasi. Menurut Dunn, et al., (1987) menyatakan bahwa penurunan jumlah mikroba terhadap variasi tegangan listrik yang diberikan semakin besar pula penurunan jumlah mikroba. Tegangan listrik adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi dalam menonaktifkan mikroba. Penonaktifan mikroba dapat meningkat dengan peningkatan tegangan listrik.

Kematian mikroba akibat kejutan listrik tegangan tinggi diduga dipengaruhi oleh kerusakan struktur sel, seperti rusaknya membran sitoplasma sel. Meskipun secara alamiah membran sitoplasma mampu disintesa kembali tetapi dengan tegangan tinggi, kerusakan berbentuk lubang pada membran luar dari sel tidak mampu diperbaiki lagi, sehingga memungkinkan terjadinya mobilisasi senyawa makromolekul dari sel yang menyebabkan kematian (Alberts, et al., 1994). Peningkatan frekuensi yang diberikan pada sari tebu hijau mengakibatkan meningkatnya suhu sehingga dapat menyebabkan perubahan pada nilai konduktivitas sari tebu hijau. Hal ini yang dapat menyebabkan TPC menurun. Menurut Raso, et al., (2000) peningkatan frekuensi akan meningkatkan suhu yang dapat menyebabkan perubahan pada nilai konduktivitas media sampel dan akan menyebabkan meningkatnya inaktivasi bakteri. Barbosa-Cánovas, et al., (1999) menyatakan bahwa

Page 26: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

26

pangan dengan nilai konduktivitas tinggi akan sulit untuk diaplikasikan PEF karena menghasilkan puncak medan listrik yang lebih kecil melintasi treatment chamber. Peningkatan konduktivitas akan meningkatkan kekuatan ion media sampel dan berakibat pada meningkatnya perpindahan elektron melalui larutan dan menurunkan tingkat inaktivasi mikroba. Rerata nilai TPC sari tebu hijau dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pada penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian Sumarlan, dkk.,(2014) jumlah total mikroba awal sari belimbing sebesar 1.3 x 103 cfu/ml setelah perlakuan PEF menjadi 1.925 x 102 cfu/ml. Pada penelitian Hawa (2011) jumlah total mikroba susu sapi sebesar 2.9 x 102 cfu/ml setelah perlakuan PEF menjadi 1.5 x 101 cfu/ml. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu dapat dilihat bahwa penurunan jumlah mikroba pada suatu bahan setelah perlakuan PEF menurun sebesar 1 x 101 cfu/ml.

4.2.1 Efektivitas Kematian Mikroba

Nilai efektifitas kematian mikroba merupakan persentase jumlah penurunan total mikroba setelah adanya perlakuan pada bahan. Jumlah total mikroba tanpa perlakuan atau perlakuan kontrol pada sari tebu hijau yaitu sebesar 6.79 x 107 cfu/ml. Penurunan mikroba pada sari tebu hijau dengan menggunakan PEF paling sedikit sebesar 76.14 % yaitu pada tegangan 20 kV dengan jumlah mikroba sebanyak 1.62 x107 cfu/ml. Penurunan mikroba paling banyak pada sari tebu hijau menggunakan PEF sebesar 87.48 % yaitu pada tegangan 40 kV dengan jumlah total mikroba sebanyak 8.5 x 106 cfu/ml. Efektivitas penurunan mikroba pada sari tebu menggunakan PEF secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.2. Perhitungan nilai efektivitas kematian mikroba dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 4.2. Efektivitas Penurunan Total Plate Count (TPC) Tegangan (kV)

TPC (cfu/ml) Efektivitas Kematian Mikroba (%)

20 1.62 x 107

76.14 30 1.16 x 10

7 82.99

40 8.50 x 106

87.48

Page 27: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

27

Dari tabel efektivitas penurunan total mikroba dapat dilihat bahwa semakin tinggi tegangan yang diberikan maka efektivitas kematian mikroba semakin banyak. Hal ini karena perlakuan kejut listrik tegangan tinggi pada sari tebu hijau dapat mengganggu kerja dan fungsi fisiologis pada mikroba, sehingga terjadi penurunan mikroba. Selain hal tersebut kejut listrik tegangan tinggi pada sari tebu hijau juga berpengaruh terhadap rusaknya struktur sel mikroba. Andriawan, dkk., (2015) yang menyatakan bahwa pemberian kejutan listrik tegangan tinggi pada bahan dapat menyebabkan terjadinya penurunan jumlah mikroorganisme tanpa adanya efek panas. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan aktivitas metabolisme yang terlalu tajam sehingga menggangu kerja dan fungsi fisiologis mikroba. Menurut Alberts, et al., (1994). Kematian mikroba akibat kejutan listrik tegangan tinggi diduga dipengaruhi oleh kerusakan struktur sel, seperti rusaknya membran sitoplasma sel. Meskipun secara alamiah membran sitoplasma mampu disintesa kembali tetapi dengan tegangan tinggi, kerusakan berbentuk lubang pada membran luar dari sel tidak mampu diperbaiki lagi. Tegangan listrik merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi dalam penginaktivasi mikroba. Pengaktivasian mikroba dapat meningkat dengan meningkatnya pula tegangan listrik yang diberikan (Dunn, et al., 1987; Zhang, et al., 1995; Pothakamury, et al., 1995; Qin, et al., 1998 dalam Bendicho, et al. 2003). Penelitian Wulandari (2014) menyatakan bahwa sari tebu menggunakan perlakuan termal 75oC selama 15 menit dengan kombinasi kalium sorbat dan natrium benzoat mampu menginaktivasi mikroba menjadi 2.5 x 101 cfu/ml.

4.2.2 Potential Decimal Reduction Time (D)

Potential Decimal Reduction Time (D) merupakan waktu dalam satuan detik pada tegangan tertentu yang dibutuhkan untuk menurunkan/ membunuh hampir 90 % dari jumlah mikroba yang ada. Nilai D menunjukkan berkurangnya jumlah populasi mikroba yang masih hidup sebanyak 1 log cycle, menggunakan teknologi pulsed electric field (PEF). Besar nilai D bergantung pada jumlah mikroba awal (No), jumlah mikroba

Page 28: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

28

akhir (N) dan waktu pengolahan (t). Rumus potential decimal reduction time (D) (Sumarlan, dkk., 2014):

D= -

N0 atau total mikroba tanpa perlakuan yaitu sebesar 6.79 x 107 cfu/ml, dan setelah perlakuan PEF dengan menggunakan tegangan 40 kV dengan waktu selama 0.5 detik menurun hinga mencapai 8.5 x 106 cfu/ml. Hal ini menunjukkan kematian mikroba sebanyak 5.94 x 107 cfu/ml atau setara dengan 87.48 % dari populasi awal. Penurunan total mikroba pada sari tebu hijau dengan menggunakan PEF belum mencapi 1 siklus logaritma atau penurunan total mikroba sebesar 90 % yang diharuskan dalam penentuan nilai D, jadi pada penelitian ini tidak menghitung nilai D. Penurunan total mikroba dari total mikroba awal yaitu sebesar 6.79 x 107 cfu/ml hingga menjadi 8.5 x 106 cfu/ml dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Grafik Potential Decimal Reduction Time (D)

Page 29: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

29

Pada Gambar 5 jumlah mikroba awal yaitu sebesar 6.79x107 cfu/ml yang ditunjukkan pada titik (0,67900000) dan penurunan mikroba pada tegangan 40 kV sebesar 8.5 x 106 cfu/ml yang ditunjukkan pada titik (40,8500000) menurunkan mikroba sebesar 0.9 log cycle. Penurunan mikroba sari tebu hijau menggunakan PEF dihitung dengan perhitungan sebagai berikut:

Penurunan mikroba = = = 7.99

Penurunan mikroba = 0.9 log cycle

Penurunan total mikroba pada sari tebu hijau tidak mencapai 90% atau 1 log cycle, hal ini dapat terjadi karena tegangan dan frekuensi yang diberikan selama perlakuan kurang tinggi serta kurangnya lama waktu perlakuan PEF, sehingga pada penelitian ini tidak mencapai 1 log cycle atau 90 %. Perhitungan penurunan total mikroba dapat dilihat pada Lampiran 3.

4.2.3 Laju Kematian Mikroba (Lethal Rates)

Lethal rates merupakan laju kematian mikroorganisme tiap satuan waktu akibat kejutan listrik tegangan tinggi pada suatu bahan pangan. Laju kematian mikroba dapat digambarkan dalam sebuah grafik yang nilainya sama dengan nilai kemiringan (slope) dari grafik tersebut (Sumarlan, dkk., 2014). Laju kematian mikroba terdapat pada perlakuan dengan penurunan jumlah mikroba terbanyak, yaitu pada tegangan 40 kV sebesar 8.5 x 106 cfu/ml dan jumlah total mikroba tanpa perlakuan yaitu sebesar 6.79 x 107 cfu/ml, dari data tersebut dilakukan perhitungan laju kematian mikroba yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Laju kematian mikroba pada tegangan 40 kV dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Page 30: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

30

Gambar 4.3. Grafik Laju Penurunan Mikroba

Pada grafik laju kematian mikroba menunjukkan penurunan jumlah total mikroba pada sari tebu hijau. Kemiringan grafik atau gradient merupakan laju kematian mikroorganisme (lethal rates) yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Slope = = = 1.19 x 108 (cfu/ml)/detik

Berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa dengan menggunakan perlakuan PEF bertegangan 40 kV dapat menginaktivasi mikroba sebesar 1.19 x 108 (cfu/ml). Persamaan grafiknya mengikuti model persamaan linier sebagai berikut : y-y1= m(x-x1) x adalah waktu (detik) y adalah jumlah penurunan mikroba (cfu/ml) Grafik laju kematian mikroba pada sari tebu hijau menggunakan PEF melalui titik (0,67900000) yang merupakan nilai N0 yaitu sebagai perlakuan kontrol didapatkan:

y – 6.79 x 107 = - 1.19 x 108 (x-0) y = 6.79 x 107-1.19 x 108

Page 31: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

31

m gradient yang merupakan lethal rates, apabila grafik mengalami penurunan maka nilainya negatif.

4.3 Total Padatan Terlarut (TPT)

Berdasarkan hasil uji ANOVA pada Lampiran 7 terlihat bahwa tegangan dan frekuensi tidak berpengaruh signifikan terhadap total padatan terlarut (TPT) sari tebu hijau, dapat dilihat dari nilai sig frekuensi dan tegangan pada analisis ragam lebih dari 0.05 (sig. V 0.580 , sig F 0.992), serta sig interaksi keduanya lebih dari 0.05 (sig. 0.944). Hal ini dapat terjadi karena range tegangan dan frekuensi yang diberikan pada setiap perlakuan cukup pendek yaitu selisih 10 kV dan 10 kHz pada setiap perlakuan, sehingga data yang dihasilkan tidak berbeda signifikan. Rivas, dkk., (2006) menjelaskan bahwa total padatan terlarut dari campuran sari buah jeruk dan wortel tidak mengalami perubahan signifikan setelah diberi perlakuan PEF pada 25 kV/cm - 280 μs dan 25 kV/cm - 330μs.

Total padatan terlarut (TPT) menggambarkan tentang kandungan bahan-bahan yang terlarut dalam larutan. Sebagian besar total padatan pada minuman ringan adalah gula sehingga perubahan total gula akan menyebabkan perubahan juga pada total padatan terlarut (Yusuf 2002). Total padatan terlarut dinyatakan dalam bentuk oBrix, yaitu skala berdasarkan persentase berat sukrosa didalamlarutan (minuman). Grafik rerata TPT dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Page 32: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

32

Gambar 4.4. Grafik Hubungan Tegangan (kV) dan Frekuensi (kHz) terhadap rerata TPT (oBrix) Sari Tebu Hijau

Pada Gambar 4.4 menunjukkan total padatan terarut sari tebu hijau setelah perlakuan berkisar 12.4 oBrix - 13.7 oBrix. Grafik tersebut menunjukkan adanya penurunan total padatan terlarut pada setiap perlakuan. Penurunan tertinggi terdapat pada tegangan 20 kV dengan frekuensi 20 kHz yaitu sebesar 12.4 oBrix. Penurunan terendah yaitu pada tegan 40 kV dengan frekuensi 30 kHz yaitu sebesar 13.7 oBrix. Penurunan total padatan terlarut karena tinggi rendahnya konsentrasi enzim amilase yang bereaksi dengan perubahan tegangan dan frekuensi yang diberikan oleh PEF. Kemungkinan setelah adanya pengenaan pada bahan dapat mengakibatkan enzim amilase menjadi turun sehingga TPT sari tebu menjadi lebih rendah dibandingkan kontrol.

Menurut Darmajana, dkk., (2008) yang mengatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi enzim maka akan semakin tinggi pula total padatan terlarut atau akan semakin banyak pula gula sederhana yang dihasilkan. Rerata nilai TPT dapat dilihat pada Lampiran 8.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kontrol 20 30 40

TPT

(oB

rix)

Tegangan (kV)

Frekuensi

Page 33: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

33

4.4 Total Gula

Berdasarkan hasil uji ANOVA pada Lampiran 9 terlihat bahwa tegangan dan frekuensi tidak berpengaruh signifikan terhadap total gula sari tebu hijau, dapat dilihat dari nilai sig frekuensi dan tegangan pada analisis ragam lebih dari 0.05 (sig. V 0.694 , sig F 0.988), serta sig interaksi keduanya lebih dari 0.05 (sig. 0.970). Hal ini dapat terjadi karena range tegangan dan frekuensi yang diberikan pada setiap perlakuan cukup pendek yaitu selisih 10 kV dan 10 kHz pada setiap perlakuan, sehingga data yang dihasilkan tidak berbeda signifikan. Grafik rerata TPC dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Grafik Hubungan Tegangan (kV) dan Frekuensi (kHz) terhadap rerata Total Gula (%) Sari Tebu Hijau

Pada Gambar 4.5 menunjukkan total gula setelah perlakuan berkisar 11.41%-12.30%. Terjadi penurunan pada setiap perlakuan sari tebu hijau, hal ini karena pemberian variasi tegangan dan frekuensi pada sari tebu hijau. Semakin tinggi tegangan yang diberikan pada PEF dapat meningkatkan suhu pada sari tebu hijau, sehingga sari tebu hijau mendapatkan perlakuan panas dengan adanya kejut listrik bertegangan tinggi, hal ini yang mengakibatkan terjadinya penurunan total gula pada sari tebu hijau. Menurut Sumarlan, dkk., (20,14)

0

5

10

15

20

Kontrol 20 30 40

Tota

l Gu

la (

%)

Tegangan (kV)

Frekuensi

Page 34: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

34

menyatakan bahwa tegangan yang tinggi dapat menyebabkan terhidrolisisnya gula sederhana sehingga kadar gula akan menurun. Rerata nilai total gula dapat dilihat pada Lampiran 10.

4.5 Viskositas

Berdasarkan hasil uji ANOVA pada Lampiran 11 dapat terlihat bahwa tegangan dan frekuensi PEF tidak berpengaruh signifikan terhadap viskositas sari tebu hijau, dapat dilihat dari nilai sig frekuensi dan tegangan pada analisis ragam lebih dari 0.05 (sig. V 0.537 , sig F 0.754), serta sig interaksi keduanya lebih dari 0.05 (sig. 0.978). Hal ini dapat terjadi karena range tegangan dan frekuensi yang diberikan pada setiap perlakuan cukup pendek yaitu selisih 10 kV dan 10 kHz pada setiap perlakuan, sehingga data yang dihasilkan tidak berbeda secara signifikan. Menurut Muslim (2013) menyatakan bahwa perlakuan pasteurisasi nontermal dengan perlakuan kejut listrik tidak menyebabkan perubahan viskositas yang nyata dari viskositas susu hasil pasteurisasi. Grafik rerata viskositas dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Grafik Hubungan Tegangan (kV) dan Frekuensi (kHz) terhadap rerata Viskositas (Cp) Sari Tebu Hijau

0

1

2

3

4

5

6

7

Kontrol 20 30 40

Vis

kosi

tas

(Cp

)

Tegangan (kV)

Frekuensi

Page 35: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

35

Pada Gambar 4.6 menunjukkan bahwa viskositas sari tebu hijau setelah perlakuan berkisar 4.5 Cp- 6 Cp. Grafik tersebut menunjukkan adanya penurunan dan kenaikan pada setiap perlakuan. Penurunan tertinggi pada tegangan 30 kV dengan frekuensi 20 kHz yaitu sebesar 4.5 Cp. Peningkatan viskositas pada tegangan 20 kV dengan frekuensi 30 kHz yaitu sebesar 6 Cp. Kenaikan dan penurunan viskositas sari tebu hijau terjadi karena partikel-partikel pada sari tebu hijau berkaitan dengan pektin sehingga tingkat viskositas akan meningkat. Aguilo-Aguayo, et al., (2010) menyatakan bahwa

perlakuan PEF menyebabkan produk dengan viskositas lebih tinggi pada jus semangka. Menurut Tors (2006) mengatakan bahwa nilai viskositas akan meningkat apabila partikel-partikel yang ada dalam sari buah seperti serat, air, dan komplek protein yang akan berikatan dengan pektin sehingga tingkat viskositas akan meningkat. Penurunan viskositas dapat terjadi karena adanya kerusakan fisiologis yang disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme yang terdapat secara alamiah dalam sari tebu hijau. Menurut Purba, dkk., (1985) menyatakan bahwa kerusakan fisiologis disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme yang terdapat secara alami dalam bahan sehingga akan terjadi proses perombakan dari senyawa makromolekul menjadi mikromolekul yang menyebabkan tekstur bahan menjadi lunak dengan kandungan air yang tinggi sehingga viskositas bahan menjadi rendah. Rerata nilai viskositas dapat dilihat pada Lampiran 12.

4.6 Warna

Culver (2008) menyatakan bahwa warna merupakan salah satu karakteristik yang sangat menentukan kualitas dari suatu produk pangan. Sehingga pada produk pangan perlu menjaga karakteristik tersebut. Pengukuran nilai warna terbagi menjadi tiga yaitu kecerahan (L), kemerahan (a*), dan kekuningan (b*).

Page 36: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

36

4.6.1 Nilai kecerahan (L*)

Nilai kecerahan (L*) merupakan nilai yang menunjukkan tingkat kecerahan suatu sampel. Kisaran dari nilai L antara 0-100, dimana nilai L yang mendekati nol menunjukkan bahan memiliki kecerahan rendah (gelap), sedangkan nilai L yang mendekati 100 menunjukkan bahwa bahan memiliki tingkat kecerahan yang tinggi (terang). Setelah melakukan pengujian nilai kecerahan (L*) sari tebu hijau. Grafik nilai kecerahan dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Berdasarkan hasil uji ANOVA pada Lampiran 13 terlihat bahwa tegangan dan frekuensi tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai kecerahan (L*) sari tebu hijau, dapat dilihat dari nilai sig frekuensi dan tegangan pada analisis ragam lebih dari 0.05 (sig. V 0.730 , sig F 0.866), serta sig interaksi keduanya lebih dari 0.05 (sig. 0.951). Hal ini dapat terjadi karena range tegangan dan frekuensi yang diberikan pada setiap perlakuan cukup pendek yaitu selisih 10 kV dan 10 kHz pada setiap perlakuan, sehingga data yang dihasilkan tidak berbeda secara signifikan. Pada nilai kecerahan diharapkan sama dengan kontrol karena tujuan perlakuan PEF adalah mempertahankan kualitas warna sari tebu hijau.

Gambar 4.7. Grafik Hubungan Tegangan (kV) dan Frekuensi (kHz) terhadap rerata Nilai Kecerahan (L*) Sari Tebu Hijau

0

5

10

15

20

25

Kontrol 20 30 40Nila

i Ke

cera

han

(L*

)

Tegangan (kV)

Frekuensi

Page 37: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

37

Pada Gambar 4.7 menunjukkan nilai kecerahan sari tebu hijau setelah perlakuan berkisar 22.85-23.75. Terjadi penurunan dan peningkatan nilai kecerahan pada sari tebu hijau. Penurunan nilai kecerahan terjadi pada tegangan 30 kV dengan frekuensi 20 kHz yaitu sebesar 22.85. Peningkatan nilai kecerahan terjadi pada tegangan 40 kV dengan frekuensi 20 kHz yaitu sebesar 23.75. Peningkatan nilai kecerahan terjadi karena pemberian variasi tegangan dan frekuensi pada PEF dimana partikel yang terdapat pada sari tebu semakin sedikit, sehingga mempengaruhi tingkat kecerahan warna pada sari tebu hijau. Hal ini dapat dilihat dari uji TPT yang menunjukan nilai TPT menurun setelah adanya perlakuan kejut listrik bertegangan tinggi. Perubahan warna kecerahan juga dapat dipengaruhi oleh reaksi pencoklatan nonenzimatik. Pada proses PEF beberapa enzim berkembang sehingga tingkat kecerahan meningkat. Moyer, et al,. (1980) menyatakan bahwa reaksi pencokelatan nonenzimatik dapat mempengaruhi perubahan warna hal ini dikarenakan oleh reaksi asam amino, gula dan asam organik. Selama proses pasteurisasi baik PEF ataupun pemanasan beberapa enzim berkembang sehingga kondisi inilah yang menyebabkan tingkat kecerahan semakin meningkat. Rerata nilai kecerahan (L*) dapat dilihat pada Lampiran 14.

4.6.2 Nilai Kemerahan (a*)

Nilai kemerahan (a*) merupakan nilai dimana warna dapat dibedakan menjadi warna hijau dengan simbol negatif (-) dan positif (+) untuk nilai merah. Kisaran nilai a* antara -100 sampai +100., dimana semakin rendah nilai a* maka warna dari suatu bahan akan semakin hijau, dan semakin besar nilai a* maka warna akan semakin merah. Setelah melakukan pengujian nilai kemerahan (a*) sari tebu hijau. Grafik rerata nilai kemerahan dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Berdasarkan hasil uji ANOVA pada Lampiran 15 terlihat bahwa tegangan dan frekuensi tidak berpengaruh signifikan nyata terhadap nilai kemerahan (a*) sari tebu hijau, dapat dilihat dari nilai sig frekuensi dan tegangan pada analisis ragam lebih dari 0.05 (sig. V 0.833 , sig F 0.798), serta sig interaksi

Page 38: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

38

keduanya lebih dari 0.05 (sig. 0.998). Hal ini dapat terjadi karena range tegangan dan frekuensi yang diberikan pada setiap perlakuan cukup pendek yaitu selisih 10 kV dan 10 kHz pada setiap perlakuan, sehingga data yang dihasilkan tidak berbeda secara signifikan. Pada nilai kemerahan diharapkan sama dengan kontrol karena tujuan perlakuan PEF adalah mempertahankan kualitas warna sari tebu hijau.

Gambar 4.8. Grafik Hubungan Tegangan (kV) dan Frekuensi (kHz) terhadap rerata Kemerahan (a*) Sari Tebu Hijau

Pada Gambar 4.8 menunjukkan nilai kemerahan sari tebu hijau setelah perlakuan berkisar 6.85-7.05. Hasil data pada grafik menunjukkan bahwa nilai kemerahan pada sari tebu mengalami peningkatan dan penurunan. Peningkatan nilai kemerahan terjadi pada tegangan 40 kV dengan frekuensi 20 kHz yaitu sebesar 7.05. Penurunan nilai kemerahan terjadi pada tegangan 40 kV dengan frekuensi 30 kHz yaitu sebesar 6.85. Penurunan dan peningkatan nilai kemerahan pada sari tebu hijau terjadi karena adanya pengaruh proses kejut listrik pada PEF. Peningkatan tegangan pada PEF berpengaruh pada peningkatan suhu, sehingga warna kemerahan pada sari tebu hijau meningkat. Penurunan nilai kemerahan terjadi karena

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Kontrol 20 30 40

Nila

i Ke

me

rah

an (

a*)

Tegangan (kV)

Frekuensi

Page 39: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

39

adanya peningkatan warna hijau pada sari tebu pada perlakuan tersebut. Rerata nilai kemerahan (a*) dapat dilihat pada Lampiran 16.

4.6.3 Nilai Kekuningan (b*)

Nilai b* merupakan nilai yang menunjukkan derajat kekuningan dan kebiruan suatu bahan. Semakin positif nilai b (b+) menunjukkan semakin tinggi derajat kekuningan pada bahan. Semakin begatif nilai b (b-) menunjukkan semakin tinggi derajat kebiruan pada bahan. Setelah melakukan pengujian nilai kekuningan (b*) sari tebu hijau. Grafik rerata nilai kekuningan dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Berdasarkan hasil uji ANOVA pada Lampiran 17 terlihat bahwa tegangan dan frekuensi tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai kekuningan (b*) sari tebu hijau, dapat dilihat dari nilai sig frekuensi dan tegangan pada analisis ragam lebih dari 0.05 (sig. V 0.676 , sig F 0.313), serta sig interaksi keduanya lebih dari 0.05 (sig. 0.994). Hal ini dapat terjadi karena range tegangan dan frekuensi yang diberikan pada setiap perlakuan cukup pendek yaitu selisih 10 kV dan 10 kHz pada setiap perlakuan, sehingga data yang dihasilkan tidak berbeda secara signifikan. Pada nilai kekuningan diharapkan sama dengan kontrol karena tujuan perlakuan PEF adalah mempertahankan kualitas warna sari tebu hijau.

Page 40: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

40

Gambar 4.9. Grafik Hubungan Tegangan (kV) dan Frekuensi (kHz) terhadap rerata Kekuningan (b*) pada Sari Tebu Hijau

Pada Gambar 4.9 menunjukkan nilai kekuningan sari tebu hijau setelah perlakuan berkisar 6.85-7.4. Grafik tersebut menunjukkan bahwa nilai kekuningan pada sari tebu hijau mengalami peningkatan pada setiap perlakuan. Peningkatan terendah terjadi pada tegangan 20 kV dengan frekuensi 20 kHz yaitu sebasar 6.85. Peningkatan tertinggi terjadi pada tengan 30 kV dengan frekuensi 40 kHz yaitu sebesar 7.4. Peningkatan warna kekuningan pada sari tebu hijau terjadi karena partikel pada padatan terlarut mengalami pengendapan sehingga warna kekuningan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari grafik TPT yang menurun akibat perlakuan. Perubahan warna yang terjadi pada sari tebu hijau juga karena terjadinya degradasi pigmen klorofil. Hal ini sesuai penelitian Yusof, et al., ( 2000) yang menyatakan bahwa lorofil merupakan pigmen utama pada sari tebu yang kandungannya sebesar 1 mg/100 ml. Keberadaan klorofil sebagai pigmen utama pada sari tebu inilah yang menyebabkan sari tebu memiliki warna hijau dan memungkinkan untuk ikut berperan terhadap terjadinya degredasi warna. Menurut Sivorsky (2007) menyatakan bahwa terjadinya degradasi pigmen klorofil disebabkan karena klorofil merupakan pigmen

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Kontrol 20 30 40

Nila

i Ke

kun

inga

n (

b*)

Tegangan (kV)

Frekuensi

Page 41: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

41

warna yang sangat peka terhadap cahaya, suhu, dan juga pH. Rerata nilai kekuningan (b*) dapat dilihat pada Lampiran 18.

4.7 Perlakuan Terbaik

Setelah melakukan perhitungan menggunakan ANOVA tegangan dan frekuensi PEF tidak berpengaruh nyata terhadap TPC, TPT, total gula, viskositas dan warna sari tebu hijau pada penelitian ini sehingga penentuan perlakuan terbaik pada pelakuan sari tebu hijau menggunakan hasil uji Total Plate Count (TPC) paling sedikit. Hal ini karena dengan jumlah total mikroba yang semakin sedikit dalam sari tebu hijau akan mengurangi resiko cemaran pada sari tebu hijau. Berdasarkan penentuan tersebut perlakuan terbaik menurut parameter TPC adalah tegangan 40 kV dengan frekuensi 40 kHz. Hasil perlakuan tebaik dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Karakteristik Perlakuan Terbaik dari Sari Tebu Hijau Menggunakan Pulsed Electric Field (PEF)

Karakteristik Tanpa Perlakuan

Perlakuan Terbaik (V=40 kV dan F=40 kHz)

Keterangan

TPC (cpu/ml) 6.79 x 107 8.5x106 Minimal TPT (oBrix) 17.05 13.4 Maksimal Total Gula(%) 16.595 12.24 Maksimal Viskositas (Cp)

5.5 5 Maksimal

Warna L* 22.95 23.55 Sama dengan

kontrol a* 6.9 7 Sama dengan

kontrol b* 6.75 7.3 Sama dengan

kontrol

Berdasarkan Tabel 4.3 perlakuan terbaik yang dibandingkan dengan kontrol dapat dilihat bahwa total mikroba

Page 42: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

42

setelah perlakuan mengalami penurunan. Pada warna mengalami kenaikan nilai. Pada total padatan terlarut, viskositas, dan total gula mengalami penurunan.

Page 43: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

43

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada penelitian sari tebu hijau dengan perlakuan tegangan dan frekuensi pulsed electric field (PEF) tidak berpengaruh nyata terhadap Total Plate Count (TPC), total padatan terlarut, total gula, viskositas, dan warna sari tebu hijau. Perlakuan terbaik yaitu perlakuan tegangan 40 kV dengan frekuensi 40 kHz. Hasil perlakuan terbaik mendapatkan TPC sebesar 8.5 x 106 cfu/ml dengan penurunan sebesar 87.48 % dan mampu mereduksi 0.9 log cycle. Laju kematian mikroba sebesar 1.19 x 108 (cfu/ml)/detik, nilai TPT sebesar 13.4 oBrix, total gula sebesar 12.24 %, viskositas sebesar 5 Cp, dan karakteristik warna yaitu, nilai kecerahan (L*) sebesar 23.55, nilai kemerahan (a*) sebesar 7, dan nilai kekuningan (b*) sebesar 7.3.

5.2 Saran

Pemilihan karakteristik bahan baku yang seragam, hal ini supaya kadar gula yang dihasilkan juga seragam. Pada pulsed electric field (PEF) sebaiknya ditambahkan waktu dan jumlah elektroda supaya waktu yang digunakan semakin lama serta kejutan pada ruang perlakuan semakin banyak.

Page 44: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

44

Page 45: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

45

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1998. Deskripsi Tebu Varietas PS 862. P3GI. Pasuruan.

Anonim. 2008. Konsep Peningkatan Rendeman Tebu untuk Mendukung Proses Akselerasi Industri Gula Nasional. <http://p3gi.net/images/opini/Konsep%20Peningkatan% Rendemen.pdf>. Diakses tanggal 20 Januari 2015.

Aguilό-Aguayo, I., Soliva-Fortuny, R., and Martin-Belloso, O. 2010. Optimizing critical highintensity pulsed electric fields treatments for reducing pectolytic activity and viscosity changes in watermelon juice. European Food Research and Technology, (509–517).

Albert, B. D, Bray, JLevis, J. Raff, M. Robert, and James. 1994. Biologi Molekuler Sel. PT Gramedia Utama. Jakarta.

Andreea-Manuela C., C. Csatlós, C. Bica. 2007. Pulsed Electric Field Processing of Liquid Foods. Simulation of the electric field distribution between electrodes.University of Transilvania, Brasov Romania.

Andriawan, V, dan Bambang S. 2015. “Susu Listrik” Alat Pasteurisasi Susu Kejut Listrik Tegangan Tinggi (Pulsed Electric Field) Menggunakan Transformator Tegangan Tinggi dan Inverter. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol 3 (2). Universitas Brawijaya. Malang.

Apriyanto, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawi dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Labolatorium Analisis Pangan. Departemen Pendidikan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bohor. Bogor. Menggunakan Metode Arrhenius. Skripsi. IPB. Bogor.

Page 46: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

46

Aronsson, Kristina., M. Lindgren, Bengt R. Johanssonb, Ulf Ronner. 2001. Inactivation Of Microorganisms Using Pulsed Electric Fields: The Influence Of Process Parameters On Escherichia coli, Listeria innocua, Leuconostoc mesenteroides and Saccharomyces cereisiae. Innovative Food Science & Emerging Technologies Vol 2. Swedish Institute of Food and Biotechnology. Goteborg. Sweden.

Barbosa dan Canovas. 1998. Oscillating Magnetic Fields for Food Processing. Dalam Non Thermal Preservatif of Foods. Marcel Dekker Inc. New York.

Barbosa-Cánovas, G. V., U. R Pothakamury, E. Palou, B.G. Swanson. 1999. Preservation of Foods with Pulsed Electric Fields. Academic Press. San Diego.

Barbosa,C. E. Pothakamuri, Palau and B. G swanson. 2000. Non-Thermal Preservation of Food. Marcel Dekker. New York.

Bendicho. G.V. Barbosa-Canovas., O. Martin. 2003. Reduction of Protease Activity in Milk Continuous Flow High-Intensity Pulsed Electric Field Treatment. Dep. Of Bio. Sys. Eng. Washington.

Culver CA. 2008. Color Quality of Fresh and Processed Foods. American Chemical Society. Washington DC.

Darmajana, D.A. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan . UI Press. Jakarta

Darmajana, Doddy A., Agustina W dan Wartika. 2008. Pengaruh Konsentrasi Enzim α- Amilase terhadap Sifat Fisik Organoleptik Filtrat Bubur Pisang (Bahan Pembuatan Tepung Pisang Instan). Unila Press. Lampung.

Page 47: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

47

Dunn, J. E., and Pearlman, J. S. 1987. Methods and apparatus for extending the shelf life of fluid food products. U. S. Patent Vol 4 (695,472).

Ferdias, S. 1993. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Fernandez-Díaz MD, Barsotti L, Dumacy E, Chefter JC. 2000. Effects of pulsed electric fields on ovalbumin solutions and dialyzed egg white. J Agric Food Chem vol 48 (2332–2339).

Hariono, G. W. 2007. Rncangan Bangun dan Uji Coba Prototipe Mesin Sterilasi Susu Berbasis Teknologi Pulsed Electric Field (PEF). Skripsi Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Hawa, L Choviya, Bambang Susilo dan Natalia Eka Jayasari. 2011. Studi Komparasi Inaktivasi Escherichia coli Dan Perubahan Sifat Fisik Pada Pasteurisasi Susu Sapi Segar Menggunakan Metode Pemanasan Dan Tanpa Pemanasan Dengan Kejut Medan Listrik. Jurnal Teknologi Pertanian Vol 12 (1). Universitas Brawijaya. Malang.

Hidayat, A Thohir dan Deny Yudi Fitranti.2014. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Atlet Setelah Latihan Antara Pemberian Sari Tebu Dan Minuman Berkarbohidrat Pabrikan.Journal of Nutrition College Vol 3 (4). Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.

Honig, P.1986. Principles of Sugar Technology. Elsevier

Press. New York.

Jawetz, Melnick, dan Adelberg. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Ed.23. EGC, (253-267). Jakarta.

Page 48: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

48

Jayasari, N. E. 2011. Studi Komparasi Inaktivasi Scrichia coli Dengan Metode Pateurisasi Thermal Dan Non-Thermal Pada Susu Sapri Segar. Skripsi FTP UB. Malang.

Knorr, D., Angersbach A., Eshtiaghi M.N., Dong-Un Lee D. U. 2001.Processing Concepts Based On High Intensity Electric Field Pulses. Trends Food Sci Technology.

Kusnandar, F dan N. Andarwulan. 2006. Modul Analisis Sifat Reologi Pangan Cair. IPB. Bogor.

Lhestari, A. 2006.Pengaruh Waktu Tunda Giling Tebu dan Penambahan Natrium Metabisulfit Terhadap Mutu Gula Merah Tebu. Skripsi pada Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Moyer, J.C. and H.C. Aitken. 1980. Apple juice. Dalam P.E. Nelson, and D.K. Tressler,. (eds). Fruit and Vegetable Juice Processing Technology, 212-267. Avi Publishing Co., Inc, Wesport-USA.Muharani. 2011. Perkembangan Bakteri Probiotik dan Nilai Organoleptik minuman Fermentasi dari Media Nira Aren (Arenga Pinnata Merr), Nira Tebu (Saccharum officinarum L) dan Air Kelapa (Cocos nucifera L.). Universitas Andalas. Padang.

Muharani. 2011. Perkembangan Bakteri Probiotik dan Nilai Organoleptik Minuman Fermentasi dari Media Nira Aren (Arenga pinnata Merr), nira Tebu ( Saccharum officinarum L.) dan Air Kelapa (Cocos nucifera L.). Universitas Andalas. Padang. Skripsi.

Muslim, Choirul. 2010. Inaktivasi Staphylococcus aureus pada Susu Sapi Segar Menggunakan Pulsed Electric Field (PEF). Universitas Brawijaya. Malang.

Page 49: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

49

Muslim, Choirul. La Choviya Hawa dan Bambang Dwi Argo. 2013. Pasteurisasi Non-Termal Pada Susu Sapi Segar untuk Inaktivasi Bakteri Staphylococcus aureus Berbasis Pulsed Electric Field (PEF). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol 1(1). Universitas Brawijaya. Malang.

Purba, A dan H. Rusmarilin. 1985. Dasar Pengolahan Pangan. Jurusan Teknologi Pertanian USU. Medan.

Rahmad, A., Susinggih W., Nimas M. S. S. 2013. Kajian Analisa Kelayakan Pengembangan Usaha dengan Diversifikasi Produk Olahan Tebu di CV. Kurnia Agung. Malang.

Rahman SMM, Mahbubur, Palash, Fida KS, Sarnad MH, MAM, Habibur MR 2004. Purification and Characterization of Invertase Enzyme from Sugar Cane. Journal of iologicaal Sciences.Vol 7 (340-345). Pakistan.

Ramaswamy, R., T. Jin., V. M. Balasubramaniam and H. Zhang. 2009. Pulsed Electric Processing. Fact Sheet for Food Processors. Departement of Food Science and Technology. The Ohio State University.

Raso, J., I, Alvarez., S. Condon., and F. J. Sala. 2000. Predicting inactivation of Salmonella senftenberg by pulsed electric field. Innovative Food Science and Emerging Technology vol 1 (21-29).

Ridwan, H. 2005. Karakteristik Silase Pucuk Tebu (Saccharum officinarum L) Dengan Penambahan Lactobacillus plantarum. Jurnal Peternakan Sriwijaya. Sumatera Selatan.

Rivas, A., D. Rodrigo, A. Martínez, G.V. Barbosa-Cánovas, dan M. Rodrigo. 2006. Effect of PEF and heat pasteurization on the physical-chemical characteristics of blended

Page 50: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

50

orange and carrot juice. Lebensmittel- Wissenschaft und Technologie 39 (1163-1170).

Sivorsky, ZE. 2007. Chemical and Funtional Properties of Food Components 3rd ed. CRP Press.Boca Raton. Florida.

Soemarno, 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinik. Akademi Analisis Kesehatan Republik Indonesia, (15-16). Yogyakarta.

Standart Nasional Indonesia. 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Sumarlan, Sumardi H., Riska Dwi April Liani, Rini Yulianingsih dan Dina W. Indriani. 2014. Pengaruh Tegangan Dan Frekuensi Terhadap Karakteristik Dan Penurunan Jumlah Mikroorganisme Sari Buah Belimbing (Averrhoa carambola L) Menggunakan Pulsed Electric Field (PEF). Jurnal Teknologi Pertanian Vol 15(1). Universitas Brawijaya. Malang.

Sutiah, K., S, Fiedaus., dan W. S. Budi. 2008. Studi Kualitas Minyak Goreng dengan Parameter Viskositas dan Indeks Bias. Lab. Opteoelektronik dan Laser Jurusan Fisika FMIPA UNDIP. Jakarta.

Toledo, R.T. 1999. Fundamental of Food Processing Engineering. The AVI Pub. Co. Inc., Westport. Connecticut.

Torregrosa, F., C. Cortes, M. Esteve, A. Frigola. 2005. Effect of High-Intensity Pulsed Electric Field Processing and Conventional Heat Treatment on Orange-Carrot Juice Carotenoids. Jurnal Agric. Food Chem.

Trost, E.G. 2006. Protein Beverages A Healhty Alternative. Dalam Seminar Nsional Teknologi 2007 (SNT 2007). ISSN(1998-9777).

Page 51: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

51

Winarno, FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Utama. Jakarta

Widiyanti, Ni L. P. M. & Ni P. R. 2004.Analisi Kualitatif Bakteri Koliform pada Depo Air Minum Isi Ulang di Kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol. 3 (1) (64-73).

Wulandari, R. 2014. Pengembangan Dan Pendugaan Umur Simpan Minumansari Tebu (Saccharum officinarum L) Dalam Kemasan cup.

Yuwono, S dan Tri Susanto. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Universitas Brawijaya. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian. Malang.

Yusof S, Shian L. S., Osman A. 2000. Changes In Quality Of Sugarcane Juice Upon Delayed Extraction And Storage. Food Chemistry 68 (395-401). Universiti Putra Malaysia. Malaysia.

Yusuf, R.R. 2002. Formulasi Karakteristik Kimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Produk Minuman Fungsional Tradisional Sari Jahe (Zingiber officinale Rosc) dan Sari Sereh Dapur (Cymbopogon flexuosus). Skripsi. IPB. Bogor.

Page 52: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

52

Page 53: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

53

LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Analisa

A. Posedur Analisa TPC (Total Plate Count) Ferdias (1993). Hari Pertama: 1. Penimbangan PCA (Plate Count Agar) dan agar-agar

untuk menentukan berat PCA dan agar-agar yang akan digunakan.

2. Pencampuran PCA dan agar-agar pada erlenmeyer, dan dilarutkan dengan aquades untuk pembuatan media.

3. Penghomogenan larutan media agar dengan menggunakan kompor listrik agar konsentrasi dan besar partikel seragam.

4. Sterilisasi larutan media agar menggunakan autoclave supaya tidak terkontaminasi oleh mikroba.

5. Mendinginkan media agar hingga suhu <50oC selama 10-15 menit, hal ini karena apabila sample dimasukkan pada media bersuhu >50oC mikroorganisme akan mati.

6. Membuat pengenceran 10-1-10-4 sample bahan. Tandai tabung reaksi yang berisi aquades 9 ml yang steril dengan nama dan tingkat pengenceran.

7. Mengambil 1 ml per sample dengan menggunakan mikropipet dan memasukkan ke dalam cawan petri.

8. Menuangkan media agar ke dalam cawan yang sudah berisi 1 ml sample dan menggoyang cawan petri dengan gerakan membentuk angka 8 sebanyak 5 kali .

9. Biarkan sample yg berada dalam cawan petri membeku. Setelah membeku, balik cawan petri dan masukkan cawan petri ke dalam inkubator suhu 30oC selama 72 jam.

Hari ketiga:

1. Perhitungan jumlah total mikroba secara manual pada setiap cawan petri.

Page 54: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

54

2. Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam rumus:

Total mikroba = ∑n x x

Keterangan= n = banyaknya mikroba pada cawan Fak pengenceran = jumlah pengenceran

B. Posedur Analisa Total Padatan Terlarut (Apriyantono dkk, 1989). 1. Sample diambil dengan pipet tetes 2. Diletakkan pada prisma refraktometer 3. Nilai hasil pengukuran ditentukan dengan melihat

skala yang tertera pada refraktometer C. Prosedur Analisa Total Gula (Apriyantono dkk, 1989).

1. Pertama kali yaitu membuat kurva standar. 2. Membuat larutan gula standar dengan konsentrasi 0,

10, 20, 30, 40 dan 60 mg/100 ml. 3. Ditambahkan 1 ml larutan fenol 5% dan dikocok. 4. Selanjutnya ditambahkan dengan cepat 5 ml larutan

H2SO4 pekat dengan cara menuangkan secara tegak lurus ke permukaan larutan,

5. Kemudian dibiarkan selama 10 menit, lalu dikocok dan ditempatkan dalam pemanas air selama 15 menit.

D. Posedur Analisa Viskositas menggunakan viscometer akfield RVT (Apriyantono dkk, 1989). 1. Sampel ditempatkan dalam beaker glass 2. Spindel dipasang dan rpm diset pada angka

terendah 3. Dilakukan pengukuran viskositas dengan

menjalankan viskometer 4. Nilai yang terbaca pada viskometer, nomor spindle

dan rpm yang dipergunakan dicatat untuk menentukan besarnya viskositas.

E. Posedur Analisa Warna (Yuwono dan Susanto, 1998) 1. Sampel disiapkan, jika sampel cair ditaruh dalam

gelas

Page 55: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

55

2. Warna diukur : color reader dihidupkan, kemudian target pembaca ditentukan L*, a*, b* color space atau L*, c*, h*.

3. Bacaan L* untuk parameter kecerahan, a dan b koordinasi kromasilitas, ec kroma, h sudut hue (warna)

Page 56: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

56

Lampiran 2. Efektivitas Penurunan Total Plate Count (TPC)

Efektivitas Pembunuhan= x 100 %

Pada ulangan pertama:

N0= 6.79 x 107

Tegangan 20 kV = x 100% = 76.14 %

Tegangan 30 kV = x 100% = 82.99 %

Tegangan 40 kV = = x 100% = 87.48 %

Page 57: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

57

Lampiran 3. Perhitungan Potencial Decimal Reduction Time (D)

D= - , t= 0.5 detik= 0.0083 menit

Tegangan 20 kV, Dv = - = 0.01339 menit

Tegangan 30 kV, Dv = - = 0.01083 menit

Tegangan 40 kV, Dv = - = 0.00923 menit

Page 58: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

58

Lampiran 4. Laju Kematian Rata-rata Mikroba (Lethal Rate)

Slope =

Tegangan 20 kV,

Slope = = = 103400000 (cfu/ml)/detik

Tegangan 30 kV,

Slope = = = 112700000 (cfu/ml)/detik

Tegangan 40 kV,

Slope = = = 118800000 (cfu/ml)/detik

Page 59: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

59

Lampiran 5. Perhitungan Anova Pengaruh Tegangan dan Frekuensi Pulsed Electric Field (PEF) terhadap TPC pada Sari Tebu Hijau

Data Total Plate Count (TPC) pada Sari Tebu Hijau

Tegangan Frekuensi Ulangan TPC (cfu/ml)

20 20 1 12800000

20 20 2 26600000

30 20 1 17900000

30 20 2 18300000

40 20 1 16800000

40 20 2 17200000

20 30 1 23500000

20 30 2 10300000

30 30 1 15900000

30 30 2 13200000

40 30 1 13600000

40 30 2 13800000

20 40 1 13300000

20 40 2 19100000

30 40 1 12600000

30 40 2 10500000

40 40 1 10100000

40 40 2 6900000

Page 60: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

60

Tegangan dan frekuensi tidak berpengaruh nyata terhadap TPC sari tebu hijau, hal ini terlihat dari nilai sig>0.05. Nilai sig V (tegangan) yaitu 0.307, nilai sig F(frekuensi) yaitu 0.141, serta interaksi keduanya sig V*F yaitu 0.951.

Lampiran 6. Nilai Rerata Tegangan dan Frekuensi PEF terhadap TPC Sari Tebu Hijau

Perlakuan Rerata Rerata

Tegangan PEF (kV)

Rerata Frekuensi PEF

(kHz)

V1 F1 19700000

17,600,000

18,266,667 V1 F2 16900000

V1 F3 16200000

V2 F1 18100000

14,750,000

15,066,667 V2 F2 14600000

V2 F3 11550000

V3 F1 17000000

13,066,667

12,083,333 V3 F2 13700000

V3 F3 8500000

Page 61: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

61

Lampiran 7. Perhitungan Anova Pengaruh Tegangan dan Frekuensi Pulsed Electric Field (PEF) terhadap Total Padatan Terlarut (TPT) pada Sari Tebu Hijau

Data Total Padatan Terlarut (TPT) pada Sari Tebu Hijau

Tegangan Frekuensi Ulangan TPT (oBrix)

20 20 1 13.0

20 20 2 11.8

30 20 1 15.0

30 20 2 12.0

40 20 1 14.4

40 20 2 11.8

20 30 1 12.8

20 30 2 12.4

30 30 1 13.0

30 30 2 12.0

40 30 1 14.8

40 30 2 12.6

20 40 1 13.2

20 40 2 12.0

30 40 1 14.2

30 40 2 12.0

40 40 1 14.6

40 40 2 12.2

Page 62: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

62

Tegangan dan frekuensi tidak berpengaruh nyata terhadap TPT sari tebu hijau, hal ini terlihat dari nilai sig>0.05. Nilai sig V (tegangan) yaitu 0.580, nilai sig F(frekuensi) yaitu 0.992, serta interaksi keduanya sig V*F yaitu 0.944.

Lampiran 8. Nilai Rerata Tegangan dan Frekuensi PEF terhadap TPT Sari Tebu Hijau

Perlakuan Rerata Rerata Tegangan

PEF (kV) Rerata Frekuensi

PEF (kHz)

V1 F1 12.4

12.533 13.000 V1 F2 12.6

V1 F3 12.6

V2 F1 13.5

13.033 12.933 V2 F2 12.5

V2 F3 13.1

V3 F1 13.1

13.400 13.033 V3 F2 13.7

V3 F3 13.4

Page 63: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

63

Lampiran 9. Perhitungan Anova Pengaruh Tegangan dan Frekuensi Pulsed Electric Field (PEF) terhadap Total Gula pada Sari Tebu Hijau

Data Total Gula pada Sari Tebu Hijau

Tegangan Frekuensi Ulangan Total Gula (%)

20 20 1 12.24

20 20 2 10.68

30 20 1 13.25

30 20 2 11.34

40 20 1 12.06

40 20 2 11.37

20 30 1 11.33

20 30 2 11.79

30 30 1 12.26

30 30 2 11.46

40 30 1 12.57

40 30 2 11.01

20 40 1 11.22

20 40 2 11.60

30 40 1 12.62

30 40 2 11.00

40 40 1 13.75

40 40 2 10.73

Page 64: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

64

Tegangan dan frekuensi tidak berpengaruh nyata terhadap total gula sari tebu hijau, hal ini terlihat dari nilai sig>0.05. Nilai sig V (tegangan) yaitu 0.694, nilai sig F(frekuensi) yaitu 0.988, serta interaksi keduanya sig V*F yaitu 0.970.

Lampiran 10. Nilai Rerata Tegangan dan Frekuensi PEF terhadap Total Gula Sari Tebu Hijau

Perlakuan Rerata Rerata Tegangan

PEF (kV) Rerata Frekuensi

PEF (kHz)

V1 F1 11.46

11.477 11.823 V1 F2 11.56

V1 F3 11.41

V2 F1 12.295

11.988 11.737 V2 F2 11.86

V2 F3 11.81

V3 F1 11.715

11.915 11.820 V3 F2 11.79

V3 F3 12.24

Page 65: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

65

Lampiran 11. Perhitungan Anova Pengaruh Tegangan dan Frekuensi Pulsed Electric Field (PEF) terhadap Viskositas pada Sari Tebu Hijau

Data Viskositas pada Sari Tebu Hijau

Tegangan Frekuensi Ulangan Viskositas (Cp)

20 20 1 6

20 20 2 5

30 20 1 5

30 20 2 4

40 20 1 6

40 20 2 4

20 30 1 7

20 30 2 5

30 30 1 6

30 30 2 5

40 30 1 5

40 30 2 5

20 40 1 7

20 40 2 4

30 40 1 5

30 40 2 5

40 40 1 6

40 40 2 4

Page 66: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

66

Tegangan dan frekuensi tidak berpengaruh nyata terhadap viskositas sari tebu hijau, hal ini terlihat dari nilai sig>0.05. Nilai sig V (tegangan) yaitu 0.537, nilai sig F(frekuensi) yaitu 0.754, serta interaksi keduanya sig V*F yaitu 0.978.

Lampiran 12. Nilai Rerata Tegangan dan Frekuensi PEF terhadap Viskositas Sari Tebu Hijau

Perlakuan Rerata Rerata Tegangan

PEF (kV) Rerata Frekuensi

PEF (kHz)

V1 F1 5.5

5.667 5.000 V1 F2 6

V1 F3 5.5

V2 F1 4.5

5.000 5.500 V2 F2 5.5

V2 F3 5

V3 F1 5

5.000 5.167 V3 F2 5

V3 F3 5

Page 67: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

67

Lampiran 13. Perhitungan Anova Pengaruh Tegangan dan Frekuensi Pulsed Electric Field (PEF) terhadap Warna Kecerahan (L*) pada Sari Tebu Hijau

Data Warna Kecerahan (L*) pada Sari Tebu Hijau

Tegangan Frekuensi Ulangan L*

20 20 1 22.7

20 20 2 23.5

30 20 1 21.7

30 20 2 24.0

40 20 1 23.2

40 20 2 24.3

20 30 1 23.0

20 30 2 22.9

30 30 1 22.6

30 30 2 24.3

40 30 1 23.2

40 30 2 24.1

20 40 1 22.7

20 40 2 24.4

30 40 1 23.1

30 40 2 24.0

40 40 1 22.5

40 40 2 24.6

Page 68: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

68

Tegangan dan frekuensi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kecerahan sari tebu hijau, hal ini terlihat dari nilai sig>0.05. Nilai sig V (tegangan) yaitu 0.730, nilai sig F(frekuensi) yaitu 0.866, serta interaksi keduanya sig V*F yaitu 0.951.

Lampiran 14. Nilai Rerata Tegangan dan Frekuensi PEF terhadap Nilai Kecerahan (L*) Sari Tebu Hijau

Perlakuan Rerata Rerata Tegangan

PEF (kV) Rerata Frekuensi

PEF (kHz)

V1 F1 23.1

23.200 23.233 V1 F2 22.95

V1 F3 23.55

V2 F1 22.85

23.283 23.350 V2 F2 23.45

V2 F3 23.55

V3 F1 23.75

23.650 23.550 V3 F2 23.65

V3 F3 23.55

Page 69: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

69

Lampiran 15. Perhitungan Anova Pengaruh Tegangan dan Frekuensi Pulsed Electric Field (PEF) terhadap Warna Kemerahan (a*) pada Sari Tebu Hijau

Data Kemerahan (a*) pada Sari Tebu Hijau

Tegangan Frekuensi Ulangan a*

20 20 1 7.3

20 20 2 6.7

30 20 1 7.1

30 20 2 6.8

40 20 1 7.2

40 20 2 6.9

20 30 1 7.5

20 30 2 6.4

30 30 1 7.0

30 30 2 6.5

40 30 1 7.1

40 30 2 6.6

20 40 1 7.2

20 40 2 6.7

30 40 1 7.0

30 40 2 6.7

40 40 1 7.1

40 40 2 6.9

Page 70: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

70

Tegangan dan frekuensi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kemerahan sari tebu hijau, hal ini terlihat dari nilai sig>0.05. Nilai sig V (tegangan) yaitu 0.833, nilai sig F(frekuensi) yaitu 0.798, serta interaksi keduanya sig V*F yaitu 0.998.

Lampiran 16. Nilai Rerata Tegangan dan Frekuensi PEF terhadap Nilai Kemerahan (a*) Sari Tebu Hijau

Perlakuan Rerata Rerata Tegangan

PEF (kV)

Rerata Frekuensi PEF

(kHz)

V1 F1 7

6.967 7.000 V1 F2 6.95

V1 F3 6.95

V2 F1 6.95

6.850 6.850 V2 F2 6.75

V2 F3 6.85

V3 F1 7.05

6.967 6.933 V3 F2 6.85

V3 F3 7

Page 71: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

71

Lampiran 17. Perhitungan Anova Pengaruh Tegangan dan Frekuensi Pulsed Electric Field (PEF) terhadap Kekuningan (b*) pada Sari Tebu Hijau

Data Kekuningan (b*) pada Sari Tebu Hijau

Tegangan Frekuensi Ulangan b*

20 20 1 7.1

20 20 2 6.6

30 20 1 7.6

30 20 2 6.8

40 20 1 7.1

40 20 2 6.9

20 30 1 7.4

20 30 2 6.3

30 30 1 7.1

30 30 2 6.9

40 30 1 7.2

40 30 2 6.8

20 40 1 7.4

20 40 2 7.1

30 40 1 7.8

30 40 2 7.0

40 40 1 7.4

40 40 2 7.2

Page 72: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

72

Tegangan dan frekuensi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kekuningan sari tebu hijau, hal ini terlihat dari nilai sig>0.05. Nilai sig V (tegangan) yaitu 0.676, nilai sig F(frekuensi) yaitu 0.313, serta interaksi keduanya sig V*F yaitu 0.994.

Lampiran 18. Nilai Rerata Tegangan dan Frekuensi PEF terhadap Nilai Kekuningan (b*) Sari Tebu Hijau

Perlakuan Rerata Rerata

Tegangan PEF (kV)

Rerata Frekuensi PEF (kHz)

V1 F1 6.85

6.983 7.017 V1 F2 6.85

V1 F3 7.25

V2 F1 7.2

7.200 6.950 V2 F2 7

V2 F3 7.4

V3 F1 7

7.100 7.317 V3 F2 7

V3 F3 7.3

Page 73: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

73

Lampiran 19. Dokumentasi

Pengupasan Tebu Hijau Pengepresan Tebu Hijau

Sampel Sari Tebu Hijau Rangkaian Pulsed Electric Field (PEF)

Analisa TPC Sari Tebu

Hijau

TPC Sari Tebu Hijau

Page 74: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.ub.ac.id/150223/3/laporan_skripsi_riska.pdf · 2018. 11. 27. · 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian atau perkebunan di Indonesia

74

Perlakuan PEF pada Sari Tebu

hijau

Sari Tebu Hijau Tanpa

Perlakuan

Sari Tebu Hijau dengan Perlakuan F3V3