bab i pendahuluan 1.1 latar belakangrepository.ub.ac.id/2785/2/11. bab i.pdf · kereta api...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transportasi di Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman, proses transportasi sebagai alat angkut
mengalami perkembangan kemajuan. Selama perkembangan zaman tersebut, kereta api
merupakan transportasi yang dipilih sebagai alat angkut yang mampu mengangkut hasil
bumi dan penumpang dalam jumlah banyak dan bebas hambatan (Apriyani, 2013).
Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki karakteristik
dan keunggulan khusus untuk mengangkut orang atau barang dengan jumlah banyak,
menghemat energi, menghemat penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang
tinggi, memiliki tingkat pencemaran yang rendah, serta lebih efisien dibandingkan dengan
moda transportasi jalan untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu
lintasnya, seperti angkutan perkotaan (Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian).
Sarana perkeretaapian salah satunya adalah stasiun sebagai terminal
pemberangkatan dan menurunkan penumpang, serta dalam proses interaksi dan aktivitas
bagi pengguna transportasi kereta api yang menunggu jadwal keberangkatannya (Undang-
Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian).
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2009-2029,
rencana peningkatan sistem transportasi salah satunya adalah pembangunan jalur kereta api
double track untuk lintasan Malang – Surabaya. Hal tersebut dilakukan karena trafiknya
yang tinggi dan pergerakan Malang-Surabaya yang padat sehingga sering terjadi
kemacetan. Dengan adanya rencana double track tersebut diharapkan dapat mengurangi
kemacetan dan meningkatkan penggunaan angkutan kereta api dalam melakukan
perjalanannya.
Stasiun Surabaya Gubeng (SGU) adalah stasiun kereta api kelas besar yang terletak
di Gubeng, Surabaya dengan ketinggian +5 meter ini merupakan stasiun terbesar yang
berada dalam pengelolaan PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi VIII
Surabaya. Stasiun ini merupakan stasiun kereta api terbesar
2
di Surabaya dan Jawa Timur serta merupakan stasiun keberangkatan utama KA dari Kota
Surabaya, khususnya yang melalui jalur Selatan dan Timur (PT. KAI DAOP VIII
Surabaya, 2016).
Stasiun Gubeng dipilih menjadi objek penelitian karena Stasiun Gubeng merupakan
stasiun terbesar di Surabaya dan di Jawa Timur yang memiliki tarikan terbesar pula dengan
jumlah penumpang ± 9.000 orang setiap harinya, sehingga perlu dikaji kinerja
pelayanannya agar dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan penumpang.
Stasiun Malang Kota Baru (ML) merupakan stasiun kereta api utama Kota Malang
berada pada ketinggian +444 meter dari permukaan laut dan berlokasi di zona 6, tepatnya
di Kecamatan Klojen. Stasiun Malang Kota Baru sebagai simpul kegiatan transportasi di
Kota Malang juga terletak di pusat kegiatan Kota Malang, yaitu pada zona pemerintahan,
pendidikan, perdagangan dan jasa serta militer. Stasiun ini memiliki 12 jalur aktif dengan
jalur 3 sebagai sepur lurus. Stasiun Malang Kota Baru melayani berbagai kelas kereta api,
seperti kelas eksekutif (Gajayana, Bima), kelas campuran (Malabar/ kelas eksekutif-bisnis-
ekonomi, Malioboro ekspres/ kelas eksekutif-ekonomi), kelas ekonomi AC plus
(Majapahit, Jayabaya), kelas ekonomi AC (Matarmaja, Tawang Alun, Tumapel,
Penataran). Stasiun Malang Kota Baru melayani kereta api baik lokal (wilayah Jawa
Timur), maupun regional (lintas provinsi) (PT. KAI DAOP VIII Surabaya, 2016).
Stasiun Malang Kota Baru dipilih menjadi objek penelitian karena merupakan
stasiun kelas besar yang terletak di wilayah rencana double track lintasan Malang-
Surabaya. Kota Malang sebagai daerah otonom dan kota besar kedua setelah Kota
Surabaya pastinya memiliki tarikan yang besar dari berbagai kota dan kabupaten di
sekitarnya sehingga jumlah penumpang kereta api di Stasiun Malang Kota Baru terus
meningkat setiap tahunnya. Karena itu selain Stasiun Gubeng, Stasiun Malang Kota Baru
juga perlu dievaluasi mengenai kinerja pelayanannya.
Kereta api Penataran yang beroperasi di Daerah Operasi VIII Surabaya
sebagai kereta api kelas ekonomi lokal yang melayani rute jarak dekat Surabaya Kota-
Malang dan sebaliknya. Karena KA Penataran merupakan salah satu kereta api yang
melayani perjalanan dengan jarak yang cukup dekat dengan Kota Malang, kereta api ini
cukup diminati penumpang yang menuju arah Surabaya. Selain itu KA Penataran memiliki
jumlah keberangkatan 5 kali dalam satu hari, berbeda dengan KA Tumapel yang hanya
memiliki 1 kali keberangkatan, sehingga KA Penataran semakin diminati, terbukti dengan
tiketnya yang selalu habis hampir setiap hari dan tak jarang terdapat penumpang yang
3
berdiri. Maka dari itu dipilihlah Kereta Api Penataran sebagai objek dalam penelitian ini
untuk di evaluasi kinerja operasional dan kinerja pelayanannya.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai berikut :
a. Terjadi penumpukan pengunjung stasiun di Stasiun Malang Kota Baru yang
disebabkan oleh tidak terpisahnya tempat duduk untuk calon penumpang yang
menunggu kereta api, calon penumpang yang menunggu panggilan antrian loket
dan pengunjung yang menunggu panggilan antrian ke customer service. Ketiga
kegiatan tersebut hanya disediakan tempat duduk 32 buah atau seluas 20,48 m2.
Sedangkan untuk kebutuhannya pada peak hour dengan jumlah penumpang
terbanyak yaitu 100 orang di hall Stasiun Malang Kota Baru adalah 64 m2.
Karena ketidaksesuaian kebutuhan dan ketersediaan tempat duduk tersebut
membuat penumpukan pengunjung di pintu masuk hall Stasiun Malang Kota
Baru dan menyebabkan keluar-masuknya calon penumpang menjadi terhambat
(Bowoputro, Rahayu dan Alim, 2016).
Gambar 1.1 Penumpukan pengunjung di hall Stasiun Malang Kota Baru
b. Tidak tersedianya fasilitas untuk penyandang disabilitas seperti ramp di peron
Stasiun Malang Kota Baru untuk memudahkan penyandang disabilitas naik atau
turun dari kereta api. Hal tersebut tidak sesuai dengan Standar Pelayanan
Minimum di stasiun berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik
Indonesia No.48 Tahun 2015 pada jenis pelayanan kesetaraan. Tidak adanya
ramp dapat menyulitkan penyandang disabilitas yang akan naik atau turun dari
kereta api. Begitu juga di Stasiun Gubeng belum memiliki ramp yang
diperuntukkan bagi pengguna kursi roda untuk naik turun dari kereta api
(Survei Pendahuluan, 2016).
4
Gambar 1.2 Penyandang disabilitas kesulitan turun dari kereta api karena tidak ada
ramp di Stasiun Malang Kota Baru
c. Kapasitas lahan parkir Stasiun Malang Kota Baru dalam kondisi eksisting tidak
mencukupi kebutuhan parkir pada saat jam kedatangan atau keberangkatan
kereta api, hal ini dibuktikan bahwa ketersediaan lahan parkir 288 sepeda motor
(150 kendaraan parkir inap dan 78 kendaraan parkir sementara), 13 mobil dan 8
taksi sedangkan kebutuhan parkir sepeda motor inap 210 kendaran, sepeda
motor sementara 135 kendaraan, angkutan umum (taksi) 13 kendaraan dan
mobil 37 kendaraan. Karena kapasitas lahan parkir tidak mencukupi kebutuhan,
parkir kendaraan meluas hingga membuat lalu lintas di Jalan Trunojoyo di
depan Stasiun Malang Kota Baru sering terganggu dan menimbulkan
kemacetan. Kemacetan yang terjadi adalah pada peak hour penumpang di
stasiun dan pada jam pulang kerja sehingga lalu lintas menjadi padat (Birka,
Admaja, Djakfar dan Suharyanto, 2014).
(a) (b)
5
(c)
Gambar 1.3 Parkir motor di Stasiun Malang Kota Baru hingga ke badan jalan (a);
Parkir mobil di Stasiun Malang Kota Baru hingga ke badan jalan (b); Kemacetan yang
diakibatkan meluasnya parkir kendaraan ke badan jalan (c)
d. Jumlah penumpang di Kereta Api Penataran melebihi kapasitas jumlah tempat
duduk yang disediakan. Jumlah trip Kereta Api Penataran adalah 5 trip rute
Surabaya-Malang dan 5 trip rute Malang-Surabaya. Kapasitas masing-masing
rangkaian kereta adalah 530 orang atau 106 orang tiap kereta dengan jumlah
kereta 5 buah pada 1 rangkaian kereta. Pada weekday, jumlah penumpang pada
1 trip dapat mencapai 695 penumpang dan pada weekend pada 1 trip dapat
mencapai 705 penumpang. Jumlah penumpang eksisting tersebut melebihi
kapasitas tempat duduk Kereta Api Penataran yang berkapasitas 530
penumpang. Hal ini dapat mengganggu kenyamanan penumpang yang ada di
kereta karena penumpang yang tidak mendapat tempat duduk memenuhi bagian
dekat pintu masuk kereta sehingga menyulitkan penumpang untuk naik atau
turun dari kereta (Survei Pendahuluan, 2017).
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka rumusan masalah untuk penelitian
ini adalah :
a. Bagaimanakah kinerja operasional Kereta Api Penataran?
b. Bagaimanakah kinerja pelayanan dari Kereta Api Penataran, Stasiun Gubeng
dan Stasiun Malang Kota Baru berdasarkan persepsi penumpang?
c. Bagaimanakah prioritas arahan peningkatan kinerja operasional dan pelayanan
Kereta Api Penataran, Stasiun Gubeng dan Stasiun Malang Kota Baru
berdasarkan persepsi stakeholder?
6
1.4 Tujuan Penelitian
Melalui rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan yang akan
dicapai dalam penelitian ini adalah :
a. Mengevaluasi kinerja operasional Kereta Api Penataran yaitu load factor, travel
time, waktu henti, waktu tunda, kecepatan dan headway untuk mengetahui
bagaimana baik buruknya kinerja operasional Kereta Api Penataran sehingga
dapat dirumuskan alternatif peningkatannya.
b. Mengevaluasi kinerja pelayanan dari Kereta Api Penataran, Stasiun Gubeng
dan Stasiun Malang Kota Baru berdasarkan persepsi penumpang untuk
mengetahui bagaimana tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan penumpang
terhadap fasilitas-fasilitas di kereta api dan stasiun sehingga dapat dirumuskan
alternatif peningkatannya.
c. Menentukan prioritas arahan peningkatan kinerja operasional dan pelayanan
Kereta Api Penataran, Stasiun Gubeng dan Stasiun Malang Kota Baru
berdasarkan persepsi stakeholder untuk mengetahui tindakan yang perlu
dilakukan terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerja operasional dan
pelayanan Kereta Api Penataran, Stasiun Gubeng dan Stasiun Malang Kota
Baru.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mahasiswa
a. Mengembangkan wawasan ilmu perencanaan wilayah dan kota berkaitan
dengan perencanaan dan pengembangan transportasi yang dalam penelitian
ini adalah Stasiun Malang Kota Baru, Stasiun Gubeng dan Kereta Api
Penataran berdasarkan standar pelayanan minimum pada stasiun dan kereta
api.
b. Mengembangkan wawasan ilmu perencanaan wilayah dan kota berkaitan
dengan perencanaan dan pengembangan transportasi tentang persepsi
masyarakat terhadap pelayanan Stasiun Malang Kota Baru, Stasiun Gubeng,
dan Kereta Api Penataran.
c. Mengembangkan wawasan ilmu perencanaan wilayah dan kota berkaitan
dengan penentuan prioritas arahan peningkatan kinerja pelayanan Stasiun
Malang Kota Baru, Stasiun Gubeng dan Kereta Api Penataran.
7
2. Untuk akademisi
Memberikan informasi tentang bagaimana mengevaluasi dan menyusun
prioritas arahan pengembangan pada Stasiun Malang Kota Baru dan Stasiun
Gubeng serta Kereta Api Penataran.
3. Untuk pemerintah
Menjadi masukan dalam perencanaan pengembangan Stasiun Malang Kota
Baru dan Stasiun Gubeng serta Kereta Api Penataran.
1.6 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini terdiri atas ruang lingkup materi dan wilayah. Ruang
lingkup materi berisi batasan-batasan berdasarkan teori yang telah ada, sementara ruang
lingkup wilayah merupakan batasan wilayah penelitian secara administratif.
1.6.1 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Penelitian ini hanya terbatas pada Kereta Api Penataran rute Malang-
Surabaya. Penetapan moda dengan rute tersebut berdasarkan RTRW Kota
Malang tahun 2009-2029 tentang rencana double track lintasan Malang-
Surabaya sehingga dipilih moda Kereta Api Penataran rute Malang-Surabaya.
2. Evaluasi kinerja operasional dilakukan pada Kereta Api Penataran dengan
jumlah penumpang terbanyak pada rute Malang-Surabaya dan sebaliknya.
3. Evaluasi kinerja operasional dalam penelitian ini menggunakan tinjauan
dalam penelitian terdahulu oleh Rosyani dan Susilo (2011) dengan 5 variabel
yaitu kecepatan, headway, waktu tunda, faktor muat dan kenyamanan.
Sedangkan oleh Sumantri dan Harijanto (2014) terdapat 5 variabel untuk
menganalisis kinerja operasional kereta api yaitu waktu tempuh, waktu henti,
waktu tunda, kenyamanan dan load factor. Dari penelitian tersebut maka
dirumuskan variabel kinerja operasional adalah load factor, waktu tempuh,
waktu henti, waktu tunda, kecepatan dan headway. Sedangkan kenyamanan
menjadi variabel kinerja pelayanan berdasarkan pada Peraturan Menteri
Perhubungan RI No. 48 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Minimum
Angkutan Orang dengan Kereta Api. Biaya perjalanan tidak dimasukkan
dalam variabel kinerja operasional kereta api karena biaya perjalanan dengan
kereta api ekonomi ditetapkan oleh pemerintah serta telah diberi subsidi,
8
berbeda dengan kereta api kelas lainnya yang ditetapkan oleh penyelenggara
sarana perkeretaapian dengan dasar perhitungan biaya operasi dan tingkat
pelayanan seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Perhubungan
Republik Indonesia No. 69 Tahun 2014 tentang Pedoman Perhitungan dan
Penetapan Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api.
4. Evaluasi kinerja operasional dalam penelitian ini dilakukan pada jam puncak
(peak hour) yaitu pada kereta api dengan penumpang terbanyak yang
ditentukan berdasarkan data jumlah penumpang dari data PT. KAI DAOP
VIII Surabaya Tahun 2016-2017.
5. Kinerja pelayanan kereta api dan kinerja sarananya berupa stasiun dalam
penelitian ini berdasarkan standar-standar yang ada dan berdasarkan persepsi
pengguna.
6. Aspek-aspek yang dinilai pada kinerja pelayanan kereta api dan stasiun
mengacu pada Permenhub RI No. 48 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan
Minimum Angkutan Orang dengan Kereta Api.
7. Aspek-aspek yang dinilai pada kinerja pelayanan kereta api berupa: aspek
keselamatan yaitu; alat-alat pemadam kebakaran dan fasilitas kesehatan.
Aspek keamanan yaitu; ketersediaan CCTV, petugas keamanan, informasi
gangguan keamanan dan lampu penerangan. Aspek kehandalan/keteraturan
yaitu; ketepatan jadwal kereta api. Aspek kenyamanan yaitu; tempat duduk,
toilet, restorasi, pegangan penumpang berdiri, rak bagasi dan pengatur
sirkulasi udara. Aspek kemudahan yaitu; informasi visual dan audio stasiun
yang akan disinggahi, informasi gangguan perjalanan KA dan nama serta
nomor urut KA. Aspek kesetaraan yaitu; fasilitas bagi penumpang difabel.
Semua jenis pelayanan tersebut diambil sebagai objek penelitian karena
sangat penting untuk menunjang pengembangan fasilitas-fasilitas di kereta
api. Penilaian dilakukan dengan skoring skala 1-5 yang masing-masing
nilainya diasumsikan oleh peneliti.
8. Aspek-aspek yang dinilai pada kinerja pelayanan stasiun berupa: aspek
keselamatan yaitu; alat-alat pemadam kebakaran, petunjuk dan prosedur jalur
evakuasi, titik simpul evakuasi, nomor-nomor telepon darurat, fasilitas
kesehatan, dan lampu penerangan. Aspek keamanan yaitu; ketersediaan
CCTV, petugas keamanan, informasi gangguan keamanan dan lampu
penerangan. Aspek kehandalan/keteraturan yaitu; layanan penjualana tiket.
9
Aspek kenyamanan yaitu; ruang tunggu, ruang boarding, toilet, mushola dan
pengatur sirkulasi udara. Aspek kemudahan yaitu; informasi pelayanan,
informasi gangguan perjalanan kereta api, informasi angkutan lanjutan,
fasilitas layanan penumpang, fasilitas kemudahan naik turun penumpang dan
tempat parkir. Aspek kesetaraan yaitu; fasilitas bagi penumpang difabel dan
ruang ibu menyusui. Semua jenis pelayanan tersebut diambil sebagai objek
penelitian karena sangat penting untuk menunjang pengembangan fasilitas-
fasilitas di stasiun. Penilaian dilakukan dengan skoring skala 1-5 yang
masing-masing nilainya diasumsikan oleh peneliti.
9. Evaluasi kinerja pelayanan kereta api membahas mengenai persepsi
penumpang terhadap pelayanan kereta yang melalui rute Malang-Surabaya
dan sebaliknya. Sedangkan evaluasi kinerja pelayanan di stasiun dilakukan di
Stasiun Malang Kota Baru dan Stasiun Gubeng sebagai stasiun besar untuk
stasiun keberangkatan dan stasiun akhir untuk rencana double track lintasan
Malang-Surabaya. Persepsi penumpang tersebut kemudian dianalisis
menggunakan metode Kano agar lebih mudah untuk menentukan arahan
pengembangan kinerja pelayanan kereta api dan stasiun.
10. Prioritas arahan peningkatan pelayanan kereta api dan stasiun merupakan
output yang diinginkan dari penelitian ini. Prioritas-prioritas tersebut
didapatkan dari persepsi stakeholder menggunakan input hasil analisis kinerja
operasional kereta api dan kinerja pelayanan kereta api dan stasiun. Arahan
peningkatan ditujukan pada kinerja operasional yang masih belum memenuhi
standar, sedangkan untuk kinerja pelayanan kereta api dan stasiun ditujukan
pada atribut pelayanan yang memiliki skor penilaian rendah yaitu 1-3 dan
memiliki nilai kepuasan rendah sedangkan nilai kepentingannya tinggi
sehingga dibutuhkan arahan peningkatan pelayanan. Prioritas arahan
peningkatan tersebut didapatkan dari analisis AHP yang menggunakan
pendapat ahli untuk mengetahui alternatif mana yang diprioritaskan.
11. Arahan peningkatan pelayanan mulanya dirumuskan oleh peneliti setelah
didapatkan hasil analisis kinerja operasional kereta api dan analisis kinerja
pelayanan kereta api dan stasiun untuk kemudian diserahkan kepada
stakeholder untuk dinilai bobot kepentingan tiap kriteria dan alternatif yang
dirumuskan.
10
12. Stakeholder yang terlibat dalam penentuan priortias arahan peningkatan
pelayanan kereta api dan stasiun yaitu dari PT. KAI DAOP VIII Surabaya,
Stasiun Gubeng dan Stasiun Malang Kota Baru.
1.6.2 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah meliputi Stasiun Malang Kota Baru dan Stasiun Gubeng
serta rute perjalanan kereta api Malang-Surabaya menggunakan moda Kereta Api
Penataran. Rute kereta api meliputi : Stasiun Malang Kota Baru, Stasiun Blimbing, Stasiun
Singosari, Stasiun Lawang, Stasiun Bangil, Stasiun Porong, Stasiun Tanggulangin, Stasiun
Sidoarjo, Stasiun Gedangan, Stasiun Waru, Stasiun Wonokromo dan Stasiun Gubeng.
Stasiun Gubeng yang terletak di Jalan Gubeng, Pacar Keling, Tambaksari,
Surabaya merupakan stasiun kelas besar yang berada di wilayah DAOP VIII Surabaya.
Stasiun Gubeng terletak di 112o75’20.89” BT - 7 o 26’52.63” LS dengan ketinggian ± 5 m
dan dengan luas ± 2.635 m2.
Stasiun Malang Kota Baru juga merupakan stasiun kelas besar di wilayah DAOP
VIII Surabaya yang terletak di Jalan Trunojoyo, Klojen, Malang. Stasiun Malang Kota
Baru terletak di 112o63’70.52” BT – 7o97’75.69” LS dengan ketinggian ± 444 m dan
dengan luas ± 1.875 m2.
Sedangkan Kereta Api Penataran dipilih karena merupakan kereta api yang
melayani perjalanan Malang-Surabaya dengan jumlah perjalanan paling banyak dalam satu
hari yaitu lima kali perjalanan dari Surabaya dan lima kali perjalanan dari Malang dengan
panjang Rute KA ± 92 km dan dapat menampung penumpang hingga 705 penumpang.
Kereta Api Penataran sebenarnya merupakan kereta api jurusan Surabaya-Malang-
Blitar yang stasiun awal keberangkatan adalah Stasiun Gubeng, melalui Stasiun Malang
Kota Baru dan stasiun akhir adalah Stasiun Blitar. Namun karena penelitian ini
berdasarkan rencana double track lintasan Malang-Surabaya, maka Stasiun Blitar tidak
termasuk pada wilayah studi penelitian. Rute perjalanan Kereta Api Penataran dapat dilihat
pada Gambar 1.4.
11
Gambar 1.4 Wilayah Studi Sumber : PT. KAI DAOP VIII Surabaya, 2016
12
1.7 Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dari penelitian ini terdiri dari :
BAB I : Pendahuluan
Berisi latar belakang penelitian yang berisi alasan-alasan mengapa suatu masalah
menjadi kajian dalam penelitian dengan menghubungkan teori dan fakta di lapangan.
Selanjutnya identifikasi masalah yang merupakan penjabaran masalah-masalah di wilayah
studi yang mendukung penelitian. Selain itu terdapat rumusan masalah berupa pertanyaan-
pertanyaan yang ingin dicari jawabannya melalui penelitian yang dilakukan. Tujuan
penelitian sebagai target yang ingin dicapai dalam penelitian yang berkaitan dengan
rumusan masalah. Manfaat penelitian yang berisi hal-hal positif yang dapat diberikan dari
penelitian ini pada beberapa pihak. Ruang lingkup materi dan wilayah yang berisi
pembatasan materi dan wilayah serta alasan-alasan kenapa dilakukan pembatasan tersebut.
Sistematika pembahasan serta kerangka pemikiran sebagai penjabaran isi penelitian.
BAB II : Tinjauan Teori
Berisi teori-teori yang mendasari penelitian ini yang berasal dari literatur dan
sumber-sumber bacaan, baik berupa buku-buku teks, ensiklopedia, monogram, jurnal,
tesis, dan lain-lain, merupakan dasar argumentasi keilmuan. Argumentasi ilmiah juga dapat
mendasarkan pada pandangan ahli, namun hasil-hasil penelitian yang telah diuji
kebenarannya pada umumnya merupakan dasar argumentasi ilmiah yang sangat kokoh.
BAB III : Metode Penelitian
Berisi penjelasan bagaimana penelitian dilakukan mulai tahap awal hingga akhir
yang berisi definisi operasional, jenis penelitian, variabel penelitian diagram metodologi,
metode pengumpulan data, penentuan populasi dan sampel, metode analisis data dan
desain survei.
BAB IV : Hasil dan Pembahasan
Berisi pembahasan mengenai kinerja pelayanan Stasiun Malang Kota Baru dan
Stasiun Gubeng serta Kereta Api Penataran berdasarkan SPM di stasiun dan SPM di kereta
api, persepsi penumpang terhadap pelayanan di stasiun dan di kereta api serta prioritas
arahan pengembangan untuk pelayanan Stasiun Malang Kota Baru dan Stasiun Gubeng
serta Kereta Api Penataran yang lebih baik.
BAB V : Penutup
Berisi simpulan yang merupakan uraian jawaban dari rumusan masalah
berdasarkan hasil penelitian dan saran yang ditujukan pada pihak terkait yaitu PT. KAI
DAOP VIII Surabaya, pemerintah, masyarakat dan bagi penelitian selanjutnya.
13
1.8 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran penilitan ini dapat dilihat pada Gambar 1.5.
Gambar 1.5 Kerangka Pemikiran
14
“ Halaman ini sengaja dikosongkan “