hukum laut di mandar: aturang parroppongang
DESCRIPTION
Aturan pemasangan dan penggunaan alat bantu penangkapan ikan bernama roppong (rumpon). Merupakan salah satu bentuk hukum laut tradisional di Mandar.TRANSCRIPT
Aturang Parroppongang dan Otonomi Daerah Pemanfaatan Roppong di Utara Kepulauan Spermonde, Selat Makassar
MUHAMMAD RIDWAN ALIMUDDIN
Pengantar
Rumpon adalah alat bantu penangkapan ikan yang terdiri dari pelampung, alat pemikat, dan pemberat
Rumpon dalam bahasa Mandar diistilahkan roppo atau roppong
Merupakan alat bantu penangkapan utama nelayan Mandar dalam kegiatan penangkapan di laut dalam
Mandar
Nelayan Mandar sebagai nelayan laut dalam identik dengan sandeq, roppong dan ikan tuna
Pembuatan roppong
Roppong (roppo)
pappairiri’
Jenis-jenis roppong
• Alat tangkap yang digunakan di roppong: – pa’gae (pukat cincin) – panjala (payang) – Pameang (pancing)
• Lokasi roppong: – biring (pantai) – karao (laut lepas) – kapoposang (dekat P.
Kapoposang) • Ukuran roppong:
– kayyang (besar) – Keccu’ (kecil)
• Bahan baku pelampung roppong: – marepe’ (bambu) – gabus (stereoform)
• Asal pemilik roppong: – Mandar (Suku Mandar) – Majene (Kab. Majene) – Lero (Desa Lero)
• Era pembuatan: – diolo’ (dulu) – dite’e (saat ini)
Bentuk-bentuk roppong di Selat Makassar
A
Sebaran roppong yang dipasang/digunakan nelayan Mandar
Lokasi “tradisional” roppong nelayan Mandar
roppong biring (pantai)
roppong kadheppe’ (dekat)
roppong tangnga (tengah)
roppong karao (jauh)
Kaitannya dengan otonomi daerah, lokasi roppong di utara Pulau Kapoposang merupakan lokasi paling kompleks sebab:
Polman Pinrang
Pare-pare Barru Pangkep
Maros Makassar
Gowa
Asal nelayan, lokasi penangkapan, & tempat penjualan ikan terdiri dari banyak “stakeholder” kabupaten
Nelayan P. Pandangan
Nelayan Ujung Lero
Nelayan Polman Desa Sabang Subik, Polman
Desa Ujung Lero, Pinrang
P. Pandangan, Pangkep
Ikan dibawa ke Makassar oleh pa’jollor
UJUNG LERO Ujung Lero adalah “Kampung Mandar” yang terletak di Kab. Pinrang, wilayah geografis Suku Bugis. Orang Mandar di pesisir melakukan migrasi ke Ujung Lero pada dekade tahun 50-60an, ketika terjadi kerusuhan di daerah Mandar (Pemberontakan DI/TII). Sampai saat ini, orang Mandar di Kab. Majene dan Kab. Polman masih menjalin hubungan kekerabatan dan emosional dengan orang Mandar di Ujung Lero, khususnya dalam kegiatan penangkapan ikan. Kesimpulannya, budaya bahari orang Mandar di Majene & Polman sama dengan orang Mandar di Ujung Lero.
Ujung Lero
Teknologi gae di Mandar dipengaruhi oleh orang Mandar yang tinggal di Ujung Lero
Teknologi gae di P. Pandangan dipengaruhi oleh orang Mandar yang tinggal di Ujung Lero
Mandar, asal teknologi roppong (rumpon) baik Yang digunakan nelayan Ujung Lero maupun Yang digunakan nelayan P. Pandangan.
PROVINSI SULAWESI BARAT PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kab. Majene Kab. Polman Kab. Pinrang Kab. Pangkep
Nelayannya tidak ada (?) yang langsung melaut
ke perairan Kapoposang
Nelayannya menggunakan gae,
khususnya di Desa Sabang Subik
dan beroperasi di perairan Kapoposang
Tempat Ujung Lero berada Kabupaten paling
dekat dengan lokasi pemasangan roppong
Banyak tinggal di Ujung Lero
Banyak tinggal di Ujung Lero
Secara adiminstratif, orang Mandar yang tinggal
di Ujung Lero adalah penduduk Kab. Pinrang
Nelayan P. Pandangan & P. Kapoposang
memasang roppong dan menangkap ikan di
lokasi yang sama dengan nelayan Mandar (dari
Polman dan Ujung Lero)
MANDAR (budaya bahari yang sama: teknologi rumpon, mistik, pranata sosial) BUGIS - MAKASSAR
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 18 (1) Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya
di wilayah laut. (2) Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar
dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut b. pengaturan administratif; c. pengaturan tata ruang; d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya
oleh Pemerintah; e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
(4) Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.
Perairan Kapoposang sebelum & sesudah otonomi daerah
Perairan Kab. Pangkep
Perairan Prov. Sul-Sel
Laut Nasional
Sebelum: Tidak ada batas administratif di laut Sesudah: Ada batas administratif di laut
Aturan Pemasangan Rumpon Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
No. KEP. 30/MEN/2004
Perairan 2 mil laut s/d 4 mil laut, diukur dari garis pantai pada titik surut terendah, pemberi izin adalah bupati/walikota, dengan masa berlaku izin
2 tahun.
Perairan di atas 4 mil laut s/d 12 mil laut, diukur dari garis pantai pada titik surut terendah, pemberi izin adalah gubernur dengan masa berlaku izin 2
tahun.
Perairan diatas 12 mil laut dan ZEEI, pemberi izin adalah Ditjen Perikanan Tangkap dengan masa berlaku izin 2 tahun.
Aturang parroppongang oleh nelayan Mandar
1. Semua pihak berhak untuk menempatkan roppong di laut.
2. Jarak antar roppong dengan roppong lainnya adalah ketika dilakukan operasi penangkapan secara bersamaan, keduanya tidak saling mengganggu
3. Nelayan yang lebih dulu memasang roppong mempunyai hak-hak istimewa dalam menyelesaikan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan penempatan roppong di laut.
4. Bila ada dua roppong saling kait (berhubungan satu sama lain sehingga tidak dapat dipisahkan), nelayan yang lebih dulu memasang roppong berhak untuk memiliki roppong yang ada di roppong-nya tersebut, jika yang berpindah adalah bagian-bagian roppong yang melayang/terapung di laut.
5. Jika yang berpindah adalah roppong secara keseluruhan, baik yang terapung maupun yang tenggelam, maka hak kepemilikan roppong yang mendekat diserahkan kepada nelayan yang roppong-nya didekati.
6. Bila ada bagian roppong yang terlepas, maka bagian tersebut dinyatakan sebagai barang hanyut sehingga pihak yang menemukan berhak untuk memiliki bagian tersebut.
7. Nelayan lain diijinkan untuk memanfaatkan roppong, baik untuk menambatkan perahu maupun untuk menangkap ikan yang ada di roppong selama tidak membahayakan roppong dan alat tangkap yang digunakan tidak berskala besar, seperti jala, gae kecuali mendapat izin dari pemilik roppong atau memberitahukan ketika selesai melakukan operasi penangkapan (memberi bagian hasil tangkapan ke pemilik roppong).
Jarak antar roppong …
Tidak sesuai skala
Kecuali lingkaran jaring, diameter bagian yang lain tidak bisa ditentukan secara tepat.
“Zona” tidak statis sebab dipengaruhi faktor fisik lautan (arus, ombak, & kedalaman). Untuk itu, ada “zona tak terlihat” (bila di situ sudah ada roppong) yang harus diperhatikan ketika akan memasang roppong.
“Zona tak terlihat” belum memperhitungkan ketika roppong ditinggalkan, yaitu kemungkinan roppong berpindah akibat arus laut.
Lingkaran jaring
Manuver perahu ketika mengeliling roppong
Areal penempatan tali roppong
“Zona tak terlihat”
Nelayan yang lebih dulu memasang roppong mempunyai
keistimewaan: memiliki roppong (pihak lain) yang terkait ke
roppong-nya, ASAL
yang berpindah hanya bagian yang berada di kolom/atas permukaan laut (tali, pemikat, dan pelampung), sedangkan pemberat tetap
pada tempatnya
Jika bagian-bagian ini yang berpindah …
Kasus ini biasa terjadi jika roppong terlalu berdekatan
Tetapi bila yang berpindah roppong secara keseluruhan, yang didekatilah yang berhak
memiliki meskipun dia memasang roppong belakangan (tidak ada
keistimewaan bagi yang pertama memasang)
Jika keseluruhan yang berpindah …
Kasus ini biasa disebabkan faktor alam, yaitu arus dan ombak
Nelayan lain diijinkan memanfaatkan roppong …
Asal tidak menggunakan jaring atau alat tangkap lain berskala
besar, dan tidak berpotensi merusak roppong (misal: jika terlalu banyak perahu yang
menambat di roppong)