makalah hukum laut kelompok 1
DESCRIPTION
asdTRANSCRIPT
KEBIJAKAN PELARANGAN PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP TIDAK RAMAH
LINGKUNGAN
MAKALAHMakalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Laut
Ditulis Oleh :
Bagoes Aria 230210110024Luky Prasetya D 230210140006Rijal Muttaqiin 230210140027Naomi D J Fonataba 230210140033Muhammad Reyhan A 230210140040Alvin Akbari S 230210140046Nurul Aidah S 230210140050Ajeng Wulandari 230210140055Muthya Farah N A 230210140060
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................5
I Ajeng Wulandari......................................................................................................5
II Muthya Farah N A...................................................................................................8
III Muhammad Reyhan Aziz......................................................................................10
IV Nurul Aidah Sabila................................................................................................17
V Naomi D J Fonataba..............................................................................................25
VI Luky Prasetya Darman...........................................................................................30
VII Bagoes Aria............................................................................................................34
VIII Alvin Akbari S...................................................................................................36
IX Rijal Muttaqiin.......................................................................................................38
PENUTUP...............................................................................................................................40
KESIMPULAN................................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................42
PENDAHULUAN
Pelaksanaan pembangunan perikanan di Indonesia oleh pemerintah mempunyai
peranan yang sangat penting untuk mengelola sumberdaya ikan, sebagaimana diamanatkan
oleh Undang-Undang Dasar 1945 (pasal 33) maupun Undang-Undang Perikanan No. 31
tahun 2004, yang intinya memberikan mandat kepada pemerintah didalam mengelola
sumberdaya alam untuk kesejahteraan rakyat dengan memperhatikan kelestarian dan
keberlanjutan sumberdaya tersebut. Sumberdaya ini secara umum disebut atau termasuk
dalam kategori dapat pulih. Namun, kemampuan alam untuk memperbaharui ini bersifat
terbatas. Jika manusia mengeksploitasi sumberdaya melelebihi batas kemampuannya untuk
melakukan pemulihan, sumberdaya akan mengalami penurunan, terkuras dan bahkan
menyebabkan kepunahan. Salah satu untuk menjaga kelestarian ikan pemerintah mengatur
tentang alat tangkap ikan yang ramah lingkungan.
Penggunaan alat penangkap ikan cantrang di Indonesia banyak digunakan oleh para
nelayan di pantai utara Jawa Timur dan Jawa Tengah terutama bagian utara. Alat penangkap
ikan jenis cantrang dalam pengertian umum digolongkan pada kelompok Danish Seine yang
terdapat di Eropa dan beberapa di Amerika. Dilihat dari bentuknya alat tangkap tersebut
menyerupai payang tetapi ukurannya lebih kecil. Cantrang merupakan alat tangkap yang
digunakan untuk menangkap sumberdaya perikanan demersal terutama ikan dan udang yang
dilengkapi dua tali penarik yang cukup panjang yang dikaitkan pada ujung sayap jaring.
Bagian utama dari alat tangkap ini terdiri dari kantong, badan, sayap atau kaki, mulut jaring,
tali penarik (warp), pelampung dan pemberat. Daerah penangkapan (fishing ground) cantrang
tidak jauh dari pantai, pada bentuk dasar perairan berlumpur atau lumpur berpasir dengan
permukaan dasar rata. Daerah penangkapan yang baik untuk alat tangkap Cantrang yaitu
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Dasar perairan rata dengan substrat pasir, lumpur atau tanah liat berpasir.
2. Arus laut cukup kecil (< 3 knot).
3. Cuaca terang tidak ada angin kencang.
Alat penangkap ikan jenis cantrang semakin popular di kalangan nelayan, contohnya
di daerah jawa timur khususnya di laut bagian utara, berdasarkan data tahun 2009 jumlah
nelayan perikanan tangkap di Jawa Timur sebanyak 234.467, dimana jumlah nelayan
perikanan tangkap didaerah utara sebanyak 185.846 tersebar di 14 kabupaten atau kota.
Sedangkan produksi perikanan tangkap dengan jenis alat tangkap cantrang sebanyak
15.876,50 ton ( jatimprov.go.id). Dengan melihat data tersebut sebagian nelayan Jawa Timur
bertumpu pada alat tangkap ini untuk menopang perekonomian mereka sebagai pekerjaan
primer para nelayan cantrang. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Gellwynn Jusuf
mengatakan pada berita di portalkbr.com, di Jawa Tengah penggunaan alat cantrang
bukannya berkurang malah semakin meningkat. Salah satunya, jumlah kapal yang
menggunakan alat tangkap canreang ini telah mencapai 10.758 di 2015, atau meningkat 100
persen dari 2007 yang hanya 5.100.
PEMBAHASAN
I Ajeng Wulandari
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Susi
Pudjiastuti mengungkapkan tujuan dibuatnya peraturan Menteri No.2 Tahun 2015 tentang
pelarangan alat tangkap yakni karena ada keprihatinan dari pemilik maskapai Susi Air
tersebut bahwa bangsa Indonesia kebanyakan tidak dapat menikmati ikan dengan ukuran
besar, tetapi hanya mujaer dan lele.
“Saya prihatin bangsa ini karena tidak bisa masuk ikan–ikan berkualitas tinggi, nah karena
saat ini kami melihat di lapangan semua yang besar besar kualitas ekspor. Kemana mereka
bisanya cuma makan mujaer, dan lele,” kata Susi Pudjiastuti saat menggelar dialog dengan
para nelayan dari berbagai organisasi perikanan di Gedung Mina Bahari I, Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Senin (2/2) di Jakarta.
Susi menjelaskan beberapa waktu lalu kementerian yang dia pimpin di bawah Direktorat
Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan baru saja menangkap kapal
nelayan Vietnam di Laut Arafura terkait penangkapan ikan secara ilegal yang menyalahi
Peraturan Menteri Kelautan No.1 tentang pelarangan jenis biota dan spesies laut yang
dilarang ditangkap dan Peraturan Menteri Kelautan No.2. Tahun 2015 tentang larangan
penangkapan ikan dengan alat dan kapal dengan ukuran tertentu, yang dapat mengancam
kelestarian laut.
“Saya waktu itu di Pantura Jawa kesulitan cari kakap, yang ukuran besar kalau di (Perairan
Laut) Arafura mungkin masih bisa atau di Maluku, tetapi di Jawa ini sudah sulit,” Susi
menambahkan.
Susi mengatakan alasan dikeluarkannya peraturan tersebut dengan tujuan menyelamatkan 3,5
hingga 4,5 juta ton ikan dari perairan Indonesia dapat diselamatkan.
“Kita buat peraturan itu, dan kalau bisa para pelaku kejahatan di tengah laut itu kita
masukkan ke kejahatan korporasi, karena kalau nggak kita tindak kejahatan laut itu kita tidak
bisa menyelamatkan potensi laut,” Susi menambahkan.
Susi mengamanatkan ke seluruh kepala daerah di seluruh Indonesia, dan mengingatkan
kembali tentang surat edaran No.7 Tahun 2014 yang dikeluarkan November 2014 tentang
instruksi perlindungan ekosistem laut, dan tentang pembebasan subsidi bagi kapal dengan
muatan di bawah 1000 Gross Ton.
Editor : Eben Ezer Siadari
Pembahasan:
Peraturan Menteri kelautan dan perikanan no 2 tahun 2015 yang dibuat dan disahkan
oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, menjelaskan pada larangan
penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat Tarik ( seine nets). Menurut
saya, Peraturan ini sudah mengacu pada isi dari konvensi Unclos pada bab XII yaitu tentang
perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Dimana pada pasal 192 dikatakan bahwa
negara-negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut.
Dan peraturan ini menunjukkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berusaha untuk
memenuhi kewajibannya dalam melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Alasan
dibuatnya peraturan Menteri No.2 Tahun 2015 tentang pelarangan alat tangkap ini
dikarenakan keprihatinan beliau kepada rakyat Indonesia yang hanya bisa menikmati ikan
kecil dengan kualitas yg kurang baik, sedangkan hasil penangkapan yang baik hampir
seluruhnya diekspor. Alasan lain dikeluarkannya peraturan ini adalah untuk mengurangi
eksploitasi sumberdaya perikanan yang berlebihan oleh kaum kaum yang mengabaikan
peraturan yang ada misalnya penangkapan ikan atau biorta laut yang dilarang oleh
pemerintah, serta penangkapan ikan atau biota laut dengan menggunakan alat tangkap ukuran
tertentu yang dapat merusak kelestarian dari laut Indonesia. Dengan dibuatnya peraturan ini
ada sekitar 3,5 - 4,5 juta ton ikan yang terselamatkan.
Dalam PERMEN KP NO 02 Tahun 2015 pada pasal 1 menjelaskan definisi alat tangkap,
setiap orang, korporasi, dan surat izin penangkapan ikan. Pasal 2 menjelaskan larangan
penggunaan pukat hela dan pukat Tarik di seluruh wilayah pengelolaan perikanan Republik
Indonesia. Pasal 3 dan 4 menjelaskan jenis pukat yang dilarang penggunaannya untuk
menangkap ikan. Pasal 5 hingal pasal 8 membahas teknis dari peraturan menteri ini dimana
peraturan sebelumnya mengenai pukat hela dan pukat Tarik telah dinyatakan tidak berlaku
setelah PERMEN KP no 02 tahun 2015 ini diberlakukan. Serta berita tentang peraturan ini
ditempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
II Muthya Farah N A
Pembahasan UU No. 31 Tahun 2004 dan UU No. 45 Tahun 2009
Undang- undang No. 31 Tahun 2004 disahkan oleh presiden menjabat saat itu Ibu Megawati
Seokarno Putri pada tanggal 6 Oktober 2004. Undang- undang ini dibuat dengan tujuan untuk
menganti UU No. 9 Tahun 1985, karena dirasa belum menampung semua aspek pengelolaan
sumber daya ikan. Kemudian pada tahun 2009 beberapa pasal pada undang- undang ini
direvisi menjadi Undang- undang No. 45 dan disahkan pada tanggal 29 Oktober 2009 oleh
presiden menjabat saat itu DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Revisi ini dibuat karena UU
sebelumnya dirasa belum dapat mengantisipasi perkembangan teknologi dan kebutuhan
hukum dalam rangkan pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia. Dalam kedua
undang- undang ini berisi berbagi peraturan mengenai pengelolaan sumber daya ikan.
Dijelaskan juga beberapa pengertian mulai dari pengertian perikanan itu sendiri, pengelolaan,
hingga pelaku pengelola. Peraturan mengenai pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungan
disekitarnya juga disebutkan pada undang- undang ini.
Tidak lama ini pada tanggal 8 Januari 2015, menteri kelautan dan perikanan Republik
Indonesia, Susi Pudjiastuti, menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2
Tahun 2015 tentang pelarangan penggunaan alat tangkap pukat hela (trawls) dan pukat tarik
di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Peraturan ini dibuat mengacu
pada UU No. 31 Tahun 2004 dan UU No. 45 Tahun 2009. Pemerintah merasa penggunaan
alat tangkap tersebut merusak lingkungan dan mengganggu ekosistem ikan di laut Indonesia.
Dalam UU No.31 Tahun 2004 tepatnya pada pasal 3 yang berbunyi: ‘Pengelolaan perikanan
dilaksanakan dengan tujuan: ... mencapai pemanfatan sumber daya ikan, lahan
pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumber daya ikan secara optimal; dan menjamin
kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan tata ruang.’, dengan jelas
dipaparkan bahwa setiap kegiatan pengelolaan perikanan harus melihat juga aspek kelestarian
lingkungan dan sumber daya ikan tersebut. Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah
lingkungan tentu saja telah melanggar satu pasal dalam undang- undang ini. Pada pasal 8
dijelaskan bahwa semua pelaku pengelolaan perikanan baik itu penangkap, pembudidaya, dan
pemilik perusahaan perikanan, dilarang menangkap dan/atau membudidaya ikan dengan
menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau
bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan
dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Dalam UU
No. 45 tahun 2009 pasal 7 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa dalam mendukung pengelolaan
perikanan, menteri menentukan beberapa peraturan yang diantaranya adalah jenis, jumlah,
dan ukuran alat penangkapan ikan, serta tiap orang yg melakukan dan/atau pengelola
perikanan wajib mematuhi ketentuan pada ayat 1 tersebut.
Pelarangan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan dinilai cukup baik dan juga
merupakan salah satu wujud pelaksanaan undang- undang yang berlaku di Indonesia. Jika
kegiatan pengelolaan dan penangkapan ikan dengan alat tersebut tetap dilanjutkan, kinerja
pemerintah dalam mengelola sumber daya terbesar di Indonesia patut dipertanyakan.
Meskipun terdapat berbagai dampak dari pelaksanaan undang- undang ini, tetapi keputusan
Menteri KP akan berdampak baik di kemudian hari khususnya dalam pengelolaan sumber
daya ikan. Dalam UNCLOS 1982, pasal 237 disebutkan bahwa ‘Manakala Negara-negara
mempunyai dasar yang cukup kuat untuk menduga bahwa kegiatan-kegiatan yang
direncanakan dalam yurisdiksi atau dibawah pengawasannya dapat menimbulkan pencemaran
yang berarti atau perubahan yang menonjol dan merugikan terahdap lingkungan laut, mereka
harus, sedapat mungkin menilai efek potensial dari kegiatan tersebut terhadap lingkungan
laut,...’ sehingga dapat dikatakan Kementrian Kelautan dan Perikanan tidak hanya
menjalankan kewajibannya dalam negara sebagaimana disebutkan dalam undang- undang
tetapi juga menjalankan tanggung jawab dan kewajiban dalam hukun laut internasional.
III Muhammad Reyhan Aziz
BERITA
Sabtu, 31 Januari 2015 - 14:18
Jaring Trawl, Dilarang karena Menguras Potensi Ikan
Uploader Herry Rosadi
Kapal dengan jaring trawl atau modifikasinya seperti cantrang, dogol dan arad menjadi mimpi buruk bagi nelayan tradisional. Penggunaannya bisa menguras potensi ikan.
Larangan penggunaan jaring trawl pun dipertegas. Kini, tak boleh lagi ada kapal yang diperkenankan menggunakan jaring trawl. Penggunaan jaring ini memang meresahkan nelayan.
Faktanya, satu kapal pukat harimau (trawl) milik pengusaha asal Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, dibakar nelayan di Pelapis, Kabupaten Ketapang Sabtu (10/1) sekitar pukul 09.00 WIB.
Nelayan setempat kesal karena sebelumnya sudah ada kesepakatan untuk tidak menggunakan jaring trawl yang menyebabkan penurunan hasil tangkapan nelayan setempat.
"Yang dibakar adalah kapal yang sudah pernah membuat pernyataan di atas materai, yang lain tidak dibakar," kata Kepala Desa Pelapis Rosiharnadi.
Konflik serupa juga terjadi di Bengkulu, karena sebagian besar nelayan meminta agar ada langkah tegas untuk menindak kapal dengan jaring "trawl".
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu kemudian mengumpulkan nelayan pengguna jaring trawl dan meminta mereka mengganti dengan alat tangkap yang ramah lingkungan.
Akibat penggunaan trawl, pendapatan nelayan tradisional di Kota Bengkulu menurun drastis. Sebab, selain merusak terumbu karang, alat tangkap itu juga menangkap seluruh ukuran ikan, sehingga menghambat kelangsungan regenerasi ikan.
Gambar 5. Pengoperasian Trawl (Pukat Harimau).
Pukat harimau (trawl) yang merupakan salah satu alat penangkap ikan saat ini telah dilarang di wilayah perairan Indonesia sesuai Keputusan Presiden RI No.39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl, namun pada kenyataannya masih banyak nelayan yang melanggar dan mengoperasikan alat tersebut untuk menangkap ikan. Indikatornya adalah karang mati, atau sulit bertahan hidup di daerah dimana nelayannya sering menggunakan pukat harimau untuk menangkap ikan.
Menurut data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bombana terdapat 105 unit kapal dengan alat tangkap trawl yang beroperasi di perairan Selat Tiworo yang berasal dari daerah kecamatan Rumbia. Sedangkan nelayan yang menggunakan trawl sebanyak 127 orang (23 %) dari keseluruhan nelayan.
Namun Keberadaan trawl (pukat harimau) di Kabupaten Bombana hingga saat ini membawa dampak negatif yang sangat besar terhadap nelayan tradisional. Keberadaan nelayan trawl sangat menggangu nelayan lainnya dan tidak sedikit kerugian yang diderita oleh nelayan tradisional karena ulah nelayan trawl, dan yang paling menyedihkan adalah banyaknya alat tangkap bubu yang hilang setiap malam dan rusaknya alat tangkap lainnya seperti bagan dan sero karena tertabrak oleh kapal trawl, sehingga hampir seluruh nelayan tradisional dililit utang bukan karena hasil tangkapan kurang, melainkan alat tangkap mereka raib di perairan. Rata-rata alat tangkap bubu yang hilang setiap malamnya hingga mencapai 100 buah. Jika dirupiahkan harga 1 unit bubu adalah Rp. 15.000,-. Jadi kerugian nelayan setiap malamnya mencapai Rp. 1.500.000,-. Kondisi ini sudah berlangsung sejak tahun 1998.
Dampak keberadaan Trawl terjadinya perselisihan antara nelayan trawl dengan nelayan tradisional sudah berulangkali terjadi; bahkan sudah mengarah ke tingkat anarkis. Upaya melakukan perdamaian sudah sering dilakukan melalui pembagian jalur penangkapan tetapi kesepakatan ini selalu dilanggar oleh nelayan trawl. Kesepakatan tidak dibarengi dengan pengawasan, sehingga aksi penolakan terhadap trawl semakin gencar dilakukan oleh nelayan tradisional.
Kendala penghapusan trawl di Kabupaten Bombana mengalami kendala karena tidak adanya sarana pengawasan dan lemahnya penegakkan hukum, HNSI tidak memperlihatkan peranannya dalam menyelesaikan masalah ini bahkan HNSI sebagai wadah seluruh nelayan justru memperparah permasalahan ini, sehingga nelayan tradisional semakin tertindas. Jika kondisi ini dibiarkan, maka kemungkinan terjadi anarki antara nelayan trawl dengan nelayan tradisional.
Mengapa trawl (pukat harimau) dilarang sejak tahun 1980 ?
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 1980
TENTANG
PENGHAPUSAN JARING TRAWL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
Bahwa dalam pelaksanaan pembinaan kelestarian sumber perikanan dasar dan dalam rangka
mendorong peningkatan produksi yang dihasilkan oleh para nelayan tradisional serta untuk
menghindarkan terjadinya ketegangan-ketegangan sosial, maka perlu dilakukan penghapusan
kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan jaring trawl.
Mengingat :
1. Pasal 4 ayat (1) dan pasal 33 ayat (3) undang-undang dasar 1945;
2. Ketetapan majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia nomor iv/mpr/1978;
3. Ordonansi perikanan pantai (staatsblad nomor 144 tahun 1927);
4. Undang-undang nomor 4 prp tahun 1960 tentang perairan indonesia (lembaran negara tahun
1960 nomor 22, tambahan lembaran negara nomor 1942);
5. Peraturan pemerintah nomor 64 tahun 1957 tentang penyerahan sebagian dari urusan
pemerintah pusat di lapangan perikanan laut, kehutanan dan karet rakyat kepada daerah-
daerah swatantra tingkat i (lembaran negara tahun 1957 nomor 169, tambahan lembaran
negara nomor 1490);
6. Keputusan presiden nomor 7 tahun 1979 tentang rencana pembangunan lima tahun ketiga
(repelita iii) 1979-1980 sampai 1983/1984;
Memutuskan :
Menetapkan :
Keputusan presiden republik indonesia tentang penghapusan jaring trawl.
Pasal 1
(1) Menghapuskan kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan jaring trawl secara bertahap.
(2) Dalam pengertian jaring trawl termasuk pula alat penangkap ikan yang dipersamakan, yang
perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut.
Pasal 2
Terhitung mulai tanggal 1 juli 1980 sampai dengan tanggal 1 juli 1981 kapal perikanan yang
menggunakan jaring trawl di kurangi jumlahnya, sehingga seluruhnya tinggal menjadi 1000
(seribu) buah.
Pasal 3
Pengurangan jumlah termaksud pada pasal 2 dilakukan sebagai berikut :
A. Tahap pertama :
a. Terhitung mulai tanggal berlakunya keputusan presiden ini sampai dengan tanggal 30
september 1980 dilaksanakan penghapusan secara bertahap terhadap seluruh kapal perikanan
yang menggunakan jaring trawl yang berdomisili dan beroperasi disekitar jawa dan bali;
b. Pada tanggal 1 oktober 1980 melarang semua kegiatan penangkapan ikan yang
menggunakan jaring trawl di perairan laut yang mengelilingi pulau-pulau jawa dan bali.
c. Untuk kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl yang berdomisili dan beroperasi
disekitar pulau sumatera, larangan tersebut selambat-lambatnya berlaku mulai tanggal 1
januari 1981.
B. Tahap kedua :
terhitung mulai tanggal 1 oktober 1980 di perairan laut diluar yang tersebut pada tahap pertama
diatas, jumlah kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl dikurangi sehingga sampai
dengan tanggal 1 juli 1981 jumlahnya menjadi 1000 (seribu) buah.
Pasal 4
Pelaksanaan penghapusan jumlah kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl menjadi 1000
(seribu) buah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf b serta kebijaksanaan selanjutnya
mengenai 1000 (seribu) trawl tersebut diatur kemudian.
Pasal 5
1) kapal-kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl yang terkena penghapusan/pengurangan
dalam ketentuan keputusan presiden ini dapat terus melakukan kegiatan penangkapan ikan
setelah mengganti alat/perlengkapan penangkapannya menjadi bukan jaring trawl.
2) para pemilik kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tidak berminat untuk meneruskan
usaha penangkapan ikan dapat mengalihkan kapalnya kepada pihak lain atau pemerintah untuk
selanjutnya diusahakan sebagai bukan kapal trawl.
3) kepada pemilik yang kapalnya dialihkan kepada pemerintah diberi ganti rugi seperlunya.
4) kapal yang dialihkan kepada pemerintah selanjutnya akan diserahkan terutama kepada
kelompok-kelompok nelayan yang tergabung dalam kud untuk diusahakan sebagai bukan kapal
trawl.
5) penyerahan kapal termasuk dilakukan dalam bentuk kredit dan dilengkapi dengan kredit untuk
penggantian alat/perlengkapannya serta kredit modal kerja.
Pasal 6
1) pemerintah daerah yang bersangkutan dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan keputusan
presiden ini memperhatikan ptunjuk pelaksanaan serta ketentuan-ketentuan yang akan diatur oleh
menteri pertanian.
2) menteri pertanian mengatur lebih lanjut tentang :
a. Perincian mengenai jaring trawl;
b. Pelaksanaan penghapusan/pengurangan kapal-kapal trawl;
c. Cara pembaharuan perizinan kapal-kapal trawl yang belum terkena
penghapusan/pengurangan.
3) menteri pertanian dengan menteri-menteri lain yang bersangkutan mengatur tentang : pengalihan
bekas kapal-kapal trawl dari pemiliknya kepada pemerintah, ketentuan-ketentuan tentang
transaksi harga serta penyerahannya kepada kelompok-kelompok nelayan.
Pasal 7
1) untuk memperkecil penurunan produksi udang sebagai akibat penghapusan kapal-kapal
perikanan yang menggunakan jaring trawl, maka program udang nasional perlu ditingkatkan
pelaksanaannya.
2) menteri pertanian bersama menteri lain yang berkepentingan mengatur segala sesuatu yang
berkaitan dengan pelaksanaan program udang nasional dalam rangka menunjang tahap-tahap
pelaksanaan penghapusan jaring trawl.
Pasal 8
Kapal perikanan yang melanggar ketentuan dalam keputusan presiden ini dan peraturan
pelaksanaannya dianggap melakukan kegiatan penangkapan ikan tanpa izin, sehingga dapat
dituntut dimuka pengadilan sesuai dengan pasal 15 ordinansi perikanan pantai staatsblad nomor
144 tahun 1927.
Pasal 9
Keputusan presiden ini dimulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di jakarta
Pada tanggal 1 juli 1980
Presiden republik indonesia,
Ttd.
SOEHARTO
Pembahasan
Mengapa trawl (pukat harimau) dilarang sejak tahun 1980 ?
Pertama; berkaitan pembinaan sumber daya ikan (SDI); penggunaan yang tidak terkendali
berdampak negatif pada kelestarian. Dengan mesh size (mata jaring) kecil maka ikan/udang
berbagai ukuran tertangkap tanpa batasan. Diharapkan dengan kebijakan hapusnya trawl
maka hasil tangkapan nelayan tradisional meningkat. Kedua, menghindarkan ketegangan
sosial antara nelayan tradisional dan pengguna kapal trawl; karena alat tangkap (statis) milik
nelayan di fishing ground nya rusak terseret trawl; ditambah kesenjangan perolehan hasil.
Dua hal mendasar inilah yang digunakan bahan pertimbangan Keppres No.39 Tahun 1980
tentang Penghapusan Jaring Trawl; yang ditanda tangani tanggal 1 Juli 1980. Negara tetangga
heran atas kebijakan tersebut; karena dengan alat produktif seperti trawl ini akan menunjang
kebutuhan pangan ikani maupun devisa negara utamanya berasal dari komoditas udang.
Keputusan presiden ini sebenarnya menguntungkan karena peluang memanfaatkan SDI lebih
besar; sebab kebijakan itu dibarengi dengan mengucurnya Kredit Keppres No.39 Tahun 1980
dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas usaha nelayan tradisional; namun
buntutnya justru menimbulkan masalah karena tidak tepat mutu dan sasarannya.
Menurut saya, aturan-aturan diatas sudah sangat bagus dan memang harus diterapkan. Namun,
pengaplikasiannya belum diterapkan. Buktinya masih banyak nelayan-nelayan Indonesia yang
menggunakan alat tangkap trawl sebagai mata pencahariannya. Hal ini terjadi karena kurangnya
ketegasan pemerintah ataupun aparat dalam mengaplikasikan pasal-pasal diatas.
Trawl ini memang layaknya dilarang untuk dioperasikan di perairan Indonesia, karena dapat
merusak lingkungan laut sebagaimana dalam UU No. 31 tahun 2004 dan UU No. 45 tahun
2009. Dan saya sepakat dengan isi pasal 5 yang menyarankan kepada pemilik kapal trawl untuk
mengalihkan kepada pemerintah semua kapal-kapal trawl yang masih beroperasi dan diberi
ganti rugi seperlunya kepada pihak nelayan yang menggunakan trawl. Sehingga para nelayan
bisa membuka usaha baru yang bukan trawl.
Sebenarnya Trawl ini tetap bisa dioperasikan di perairan apabila trawl ini dioperasikan di daerah
yang berpasir atau tidak terdapat karang ataupun terumbu karangnya. Dan mungkin apabila
trawl ini dimodifikasi maka akan tetap bisa dioperasikan di daerah berkarang dan tidak merusak
karang sehingga tetap ramah lingkungan
IV Nurul Aidah Sabila
DKP Aceh Dukung Permen Larangan Menggunakan Trawl
Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh mendukung larangan penggunaan pukat trawl sesuai
dengan Permen KP No. 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Pukat Hela
(trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia.
Hal ini dipertegas Kepala Bidang Pengawasan Nurayani, pada diskusi publik kelautan yang
mengangkat tema, “Mengawal Kebijakan Pemerintah Dalam Upaya Pemanfaatan Sumber
Daya Kelautan dan Perikanan”. Nurayani mengatakan terdapat pro dan kontra terkait Permen
tersebut. Dia menyebutkan, yang mendukung justru nelayan kecil, sementara nelayan besar
keberatan. “peran nelayan yang memakai pukat trawl di langsa merasa keberatan saat
ditangkap, karena nelayan tersebut mengaku belum ada sosialisasi dari pemerintah,” kata
Nurayani.
Menurut Nurayani, pihaknya juga mendengar kabar, banyak ikan yang sudah dipakai
formalin, tapi saat di cek ke lapangan tidak ditemukan. Mengenai impor ikan, pihaknya
membatasi hanya 20% saja. “ikan yang diimpor cuma sedikit ada di laut Aceh. Kami tidak
kasih banyak impor karena ikan kita masih banyak, tapi kalau ekspor boleh,” imbuhnya.
Sekteratis Panglima Laut Aceh, Miftahudin mengatakan, hokum adat laot sejak dulu sudah
melarang pukat trawl, namun sekarang sudah ada hokum tertulis. Salah satu tanggung jawab
yang panglima laot ialah menjaga keamanan laut.
Nelayan Cilacap Dukung Larangan Penggunaan Jaring Trawl
Cilacap, Antara Jateng - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap,
Jawa Tengah, mendukung kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang
memihak nelayan kecil.
"Bu Susi benar-benar mengerti masalah yang mendasar di sektor kelautan dan perikanan serta
nelayan," kata Ketua Bidang Organisasi HNSI Cilacap Indon Tjahjono di Cilacap, Jumat.
Ia mengaku senang dengan rencana Menteri Susi yang akan mengeluarkan keputusan untuk
melarang penggunaan jaring yang tidak ramah lingkungan seperti jaring trawl.
Kendati demikian, dia mengakui bahwa kemungkinan larangan penggunaan jaring trawl itu
tidak dapat diterapkan di salah satu daerah Kalimantan Timur.
Menurut dia, hal itu disebabkan daerah tersebut mengeluarkan kebijakan penggunaan jaring
trol.
"Itu sebenarnya bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 tentang
Penghapusan Jaring Trawl. Mungkin daerah di Kalimantan Timur itu akan dikecualikan
karena wilayahnya berbatasan dengan Malaysia yang nelayannya banyak menggunakan
jaring trawl," katanya.
Lebih lanjut, Indon mengatakan bahwa penggunaan jaring trawl berdampak terhadap
kerusakan lingkungan.
Menurut dia, Cilacap pernah mengalami dampak penggunaan jaring trawl itu. "Oleh karena
itu, kami sangat mendukung sekali kebijakan pelarangan penggunaan jaring-jaring yang
merusak lingkungan. Saat ini di Cilacap sudah tidak ada penggunaan jaring trawl. Kalau ada,
akan kita sikat duluan," katanya.
Meskipun demikian, dia mengakui adanya kendala pengawasan di lapangan terhadap
kemungkinan penggunaan mata jaring yang lebih sempit sehingga ikan dari berbagai ukuran
dapat terjaring. Selain itu, kata dia, pihaknya juga sedang memikirkan upaya untuk
menganggulangani penggunaan jaring apung di sekitar Segara Anakan.
Menurut dia, penggunaan jaring apung itu terkait masalah sosial ekonomi nelayan meskipun
saat ini telah ada peraturan daerah yang melarang penggunaan jaring apung.
Di samping kebijakan yang melarang penggunaan jaring yang merusak lingkungan, lanjut
dia, pihakya juga mendukung kebijakan penataan perizinan kapal nelayan.
"Masalah besar memang di situ (perizinan kapal, red.) karena banyak kepentingan. Kalau
orang bilang, banyak mafianya sehingga bagus kalau ditata," katanya.
Nelayan Sibolga Dukung Larangan Pukat Trawl dan Pukat Tarik
MedanBisnis - Sibolga .Ratusan nelayan Sibolga dan Tapanuli Tengah (Tapteng) yang
tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat nelayan Kecil Bersatu (FKMNKB)
berunjuk rasa damai di Lapangan Simaremare Kota Sibolga.
Para nelayan mendukung Permen KP Nomor 2/2015, tentang Larangan Penggunaan Alat
Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan
perikanan negara Republik Indonesia.
Koordinator aksi, Julpan Efendi Pasaribu, menyampaikan dukungan terbitnya Permen KP
tersebut dan meminta pemerintah mengawal sekaligus mencegah dan menindak pelanggaran
hukum di wilayah perairan Indonesia, khususnya Sibolga-Tapteng.
Nelayan juga meminta Walikota Sibolga, Syarfi Hutauruk, beserta Plt Bupati Tapteng Sukran
Jamilan Tanjung mendukung Permen KP 2/2015 tersebut, dengan melarang pukat trawl
beroperasi di wilayah perairan laut Sibolga dan Tapteng.
"Kami minta, pukat trawl dibumihanguskan agar tidak lagi beroperasi di Sibolga dan Tapteng
karena berdampak kesengsaraan bagi nelayan kecil. Kami beri waktu paling lama 1 bulan.
Bila Permen KP tersebut tidak ditegakkan, kami akan bertindak menggunakan bahasa kami
sendiri," tegasnya.
Para pendemo juga meminta Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti melakukan
penindakan tegas terhadap kapal-kapal nelayan ilegal yang nyata-nyata merusak, membunuh
mata pencarian para nelayan kecil. "Sekitar 70% masyarakat menggantungkan hidupnya
kepada laut. Ibu Menteri diminta menindak kapal-kapal ilegal itu," serunya.
Perwakilan mahasiswa STPS, Benaran, setuju penggunaan pukat trawl atau sejenisnya
dilarang karena dapat merusak ekosistem laut. "Kami dari mahasiswa STPS mendukung dan
sangat setuju dengan Pemen KP 2/2015. Sebab, kami tahu, alat tangkap pukat trawl sangat
berbahaya terhadap habitat ikan dan kelangsungan ekosistem laut," seru Benaran.
Menanggapi orasi tersebut, Walikota Syarfi Hutauruk membantah berita yang tertulis di
koran yang mengatakan kalau dirinya mendukung pencabutan atau penolakan Permen KP
tersebut. Sebagai pemerintah daerah, mustahil menolak kebijakan yang dikeluarkan Menteri
Kelautan dan Perikanan.
"Tidak mungkin Walikota menolak kebijakan pemerintah, itu namanya menantang matahari.
Pukat trawl adalah alat tangkap yang dilarang. Kalau pukat trawl mutlak kita dukung untuk
dilarang," seru Syarfi.
Pada aksi demo Forum Asosiasi Nelayan Sibolga dan Tapteng, Senin (26/1) di Lapangan
Simaremare, Sibolga, dirinya mendukung untuk dilakukan revisi terhadap Permen KP Nomor
2/2015. Mengingat beberapa jenis alat tangkap nelayan tradisional yang dikategorikan
dengan alat tangkap yang dilarang masuk di dalamnya.
"Kalau merevisi saya setuju. Karena pukat tepi, pukat udang dan pukat payang juga dilarang
dalam Permen KP itu. Itulah yang kami kerjakan sekarang agar segera direvisi permen
tersebut. Karena saya tidak setuju ini dilarang, karena menyangkut nasib orang kecil," ucap
Syarfi.
Plt Bupati Tapteng Sukran Jamilan Tanjung mengungkapkan, tandatangan yang dibubuhkan
waktu aksi demo tempohari bukan sebagai bentuk dukungan pencabutan Permen KP 2/2015,
melainkan dukungan untuk revisi. ( juniwan)
Larangan Penggunaan Cantrang dan Pukat Harus Ditegakkan
[JAKARTA] Larangan penggunaan jaring jenis cantrang maupun pukat harus terus
ditegakkan, sehingga dalam jangka panjang sumber hayati dan ekosistem laut tetap terjaga
kelestariannya. "Penegakan aturan harus diikuti dengan pengawasan di lapangan, sebab
penggunaan jaring cantrang maupun pukat akan menguras segala jenis ikan dan merusak
ekosistem di laut," kata Hanafi Rustandi, anggota Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN) di
Jakarta, Kamis (5/3).
Penegasannya itu menanggapi maraknya demo nelayan di berbagai daerah yang memprotes
larangan penggunaan jaring cantrang dan pukat. Bahkan, dalam aksi demo di Batang, Jawa
Tengah, terjadi kericuhan karena nelayan terlibat saling lembar batu dengan polisi.
Hanafi menyangsikan demo itu dilakukan murni oleh nelayan tradisional. Alasannya, nelayan
tradisional dalam menangkap ikan di laut hanya menggunakan kapal di bawah 30 GT dan
daerah operasionalnya tidak sampai mencapai 12 mil dari bibir pantai. "Mereka tidak
mungkin menggunakan jaring cantrang atau pukat, karena kapalnya tidak akan kuat menarik
jaring tersebut. Untuk menarik jaring cantrang atau pukat harus menggunakan kapal besar di
atas 30 GT, dan itu hanya dimiliki oleh pengusaha," ujarnya.
Terkait soal itu, Hanafi menduga demo yang dilakukan nelayan itu atas pesanan atau suruhan
pengusaha perikanan yang mengoperasikan kapal-kapal besar di atas 30 GT. Mereka
keberatan dengan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang melarang penggunaan
cantrang dan pukat harimau (trawl).
Menurut Hanafi, harus dibedakan nelayan tradisional yang menangkap ikan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, dengan nelayan yang bekerja di kapal-kapal perikanan besar.
Kapal-kapal besar tersebut, lanjutnya, biasanya beroperasi di wilayah zona ekonomi eksklusif
untuk mendapatkan ikan-ikan yang harganya tinggi (commercial fishing). Sehingga para
pengusaha perikanan tetap ngotot agar Menteri Susi Pujiastuti mencabut larangan
penggunaan jaring cantrang atau trawl tersebut.
Karena itu, Hanafi minta Menteri Susi tetap konsisten menegakkan peraturan tersebut untuk
menjaga kelestarian sumber hayati dan ekosistem laut. Kebijakan moratorium bagi kapal-
kapal asing yang melakukan transshipment (alih muatan) di laut juga harus ditegakkan untuk
mencegah ikan hasil tangkapan diangkut langsung ke luar negeri tanpa prosedur dan
pengawasan yang jelas. "Jangan sampai Indonesia dijadikan lumbung penangkapan ikan
secara illegal," tegasnya.
Di sisi lain, Hanafi juga mendukung rencana Menteri Kelautan dan Perikanan untuk
menertibkan pengawakan di kapal-kapal perikanan. Terutama untuk kapal-kapal berbobot di
atas 30 gross ton (GT) yang beroperasi di wilayah zona ekonomi eksklusif.
Ditegaskan, pengawakan kapal-kapal yang dioperasikan perusahaan perikanan harus
memenuhi aturan yang ditetapkan pemerintah. Antara lain PP No.7/2000 tentang Kepelautan
serta peraturan lainnya yang mengatur hubungan industrial yang ditetapkan oleh Kemenaker.
"Awak kapal harus mendapat perlindungan dan kesejahteraan yang jelas. Hal ini diatur dalam
perjanjian kerja bersama (PKB), yang antara lain memuat soal jaminan sosial, pengupahan
dan asuransi," kata Hanafi Rustandi.
Selain itu, pemerintah juga perlu segera meratifikasi Konvensi ILO 188 tahun 2008 tentang
work on fishing sector atau hubungan industrial di kapal perikanan. Dengan meratifikasi
konvensi itu, semua pekerjaan di sektor perikanan dapat dilaksanakan berdasarkan ketentuan
yang berstandar internasional.
WWF Dukung Penghentian Trawl Demi Perikanan yang Lestari dan
Ketahanan Pangan Laut Nasional
Semenjak pagi kawasan Car Free Day (CFD) Jakarta pada Ahad (1/2) lalu dirundung awan
kelabu dan tetesan air hujan gerimis. Namun, kondisi yang demikian tidak menyurutkan
semangat sejumlah orang berkaus putih-putih dengan aneka atribut bertema kelautan untuk
melakukan long march di kawasan bebas kendaraan Ibukota tersebut. Ya, mereka
menyuarakan kepedulian dan seruan anti penggunaan pukat jaring raksasa (trawl) dalam
praktik penangkapan ikan di laut lepas.
“Saat ini Pemerintah Indonesia masih mengizinkan sekitar 600 kapal trawl beroperasi di Laut
Arafura, belum lagi jumlah kapal illegal fishing yang ikut memanfaatkan sumber daya di
sana. Jumlah tersebut terlalu banyak jika dibandingkan dengan negara lain seperti Australia
yang hanya mengizinkan 50 kapal dengan luasan area hampir tiga kali Laut Arafura. Carut-
marutnya pengelolaan kapal trawl serta kompleksitas jenis kapal trawl dari ukuran besar
hingga kecil yang terdaftar di seluruh laut Indonesia membutuhkan ketegasan pemerintah
guna mewujudkan praktik perikanan yang lestari,” ungkap Wawan Ridwan, Direktur Coral
Triangle WWF-Indonesia, yang pagi itu ikut bergabung dalam aksi.
Dilanjutkannya, selain berdampak pada kelestarian hayati laut terutama terumbu karang,
penggunaan pukat jaring raksasa jelas menjadi ancaman ketahanan pangan laut karena alat ini
tidak selektif dan cenderung memiliki kapasitas tangkap yang besar. Trawl hingga saat ini
alat tangkap yang paling efektif di dunia untuk menangkap ikan, namun karena tingkat
tangkapan sampingan (bycatch) yang cukup besar, alat ini menyebabkan ”pemborosan”
sumber daya ikan (overfishing).
Dimulai dari area muka Hotel Le Meriden Jakarta, rombongan yang terdiri dari jajaran
direksi dan staf WWF-Indonesia, sejumlah pegawai Kementerian Kelautan dan Perikan RI,
serta Supporter WWF dan sejumlah komunitas peduli gerakan konservasi mengawali aksi
tepat pada pukul 07.00 WIB. Diiringi dentuman alat tabuh daur ulang yang dimainkan oleh
grup The Rombenks, massa bergerak menyusuri Jalan Jenderal Sudirman sambil
meneriakkan yel-yel dan ajakan untuk peduli pada isu bahaya dari trawl bagi ketahanan
bahan pangan laut Nasional.
“Kekayaan alam laut Indonesia, termasuk terumbu karang, terancam apabila eksploitasi
berlebihan tidak segera dikendalikan. Ancaman tidak hanya terjadi pada terganggunya
ekosistem dan punahnya spesies-spesies laut, tetapi juga pada ketahanan pangan Indonesia
khususnya masyarakat pesisir yang tergantung kepada hasil laut. Tercatat sekitar 120 juta
orang yang hidupnya secara langsung atau tidak tergantung kepada hasil laut di wilayah
Segita Terumbu Karang (Coral Triangle) dunia, yang mencakup Filipina, Timor Leste, Papua
Nugini, Kepulauan Solomon, Malaysia, dan Indonesia yang 70 persen wilayah lautnya masuk
dalam kawasan ini,” tutur Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF-Indonesia
menanggapi isu pukat jaring raksasa.
Seakan turut bersedih dan menangisi kondisi alam yang kian rentan akibat ulah manusia yang
tidak menghiraukan kelestarian alam, sekonyong-konyong hujan turun dengan intensitas
tinggi saat massa mencapai fly over Dukuh Atas sehingga beberapa orang harus menepi dan
berteduh di halte. Walau demikian, suara tabuhan tetap berkumandang dan rombongan massa
yang telah melengkapi diri dengan payung dan jas hujan pun terus bergerak hingga area
depan Menara BCA.
Antusiasme massa dalam aksi long march hari itu diapresiasi tinggi oleh Devy Suradji,
Direktur Marketing WWF-Indonesia. “Menjadi Supporter WWF bukan hanya melulu tentang
donasi. Akan tetapi, mendukung pula upaya konservasi yang dilakukan WWF. Hal ini terlihat
dari kritisnya Supporter WWF terhadap isu-isu lingkungan dan rasa ingin tahu mereka
terhadap upaya-upaya yang lestari. Supporter WWF dan publik tidak semua paham akan
bahaya trawl yang tidak dikelola dengan lestari. Sementara saat ini kapal-kapal trawl
berukuran besar semakin dalam memasuki habitat-habitat sensitif di perairan dalam
Indonesia. Untuk itulah WWF menyampaikannya melalui gerakan ini.”
Pelarangan penggunaan trawl telah diatur oleh Pemerintah lewat Permen KP No. 2/2015.
Namun, masih ada sekelompok masyarakat yang menjalankan praktik tersebut dan Indonesia
sendiri merupakan satu dari sedikit negara yang masih marak dalam penggunaan pukat jaring
raksasa.
Ini Syarat HNSI Dukung Kebijakan Menteri Susi
WE Online, Jakarta - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) mendukung kebijakan
yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selama memiliki keberpihakan
terhadap kalangan nelayan di berbagai daerah.
"HNSI mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah khususnya KKP selama itu masih
berpihak kepada nelayan-nelayan kecil," kata Ketua Umum HNSI Yusuf Solichien dalam
keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (3/2/2015).
HNSI, ujar dia, juga mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah untuk menjaga wilayah
teritorial laut RI dari intimidasi asing sehingga mendukung sepenuhnya pemberantasan
"illegal fishing" (pencurian ikan).
Yusuf mengungkapkan, HNSI sangat menyayangkan khususnya bila Menteri Kelautan dan
Perikanan sebelum menerbitkan peraturan tidak mengajak duduk bersama HNSI dalam
merumuskan kebijakan peraturan tersebut.
"Kami merasa seperti ada kesan terburu-buru dalam Peraturan Menteri (tentang larangan
penggunaan alat tangkap yang dinilai merusak) ini. Mengapa tidak ada nelayan atau
perwakilan nelayan diikutsertakan ketika merumuskan peraturan ini," katanya.
HNSI menyarankan kepada KKP agar untuk daerah-daerah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif)
dan pantai terluar, untuk jenis-jenis pukat tertentu di ijinkan pemakaiannya dengan
memperhatikan kearifan lokal dan kebutuhan nelayan. Selanjutnya, HNSI berpendapat bahwa
negara harus hadir dalam memberi subsidi terhadap alat tangkap untuk nelayan.
Sementara itu, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) M Riza
Damanik mengatakan, pihaknya mendukung pelarangan penggunaan alat tangkap merusak di
seluruh wilayah perairan Indonesia.
"Pelarangan ini seharusnya sudah berlaku sejak empat dekade silam. Namun, kelonggaran
penegakan hukum oleh pemerintahan sebelumnya telah berdampak kepada ketergantungan
masyarakat pada alat tangkap merusak, seperti trawl dan pukat tarik," kata Riza Damanik.
Namun, KNTI berpendapat perlu diberlakukan fase transisi yang berlaku selambat-lambatnya
enam bulan sejak peraturan tersebut diberlakukan. Riza memaparkan dalam kurun waktu fase
transisi tersebut, pemerintah berkewajiban antara lain menyosialisaskan berbagai peraturan
baik berupa pelarangan dan pembolehan penggunaan alat penangkapan ikan.
Sedangkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan permintaan transisi
atau masa peralihan terkait penerapan alat tangkap yang ramah lingkungan oleh nelayan akan
dipenuhi dalam waktu beberapa bulan. "Ada permintaan masa transisi akan kami penuhi 2-3
bulan," kata Susi Pudjiastuti di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta,
Senin (2/2/2015).
Menteri Susi menyadari bahwa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 2 Tahun 2015
yang berisi tentang penertiban alat tangkap ternyata menimbulkan riak seperti di kawasan
Pantura, Lampung, dan Sibolga. (Ant)
Pembahasan:
Penggunaan alat tangkap ini sesungguhnya sangat merusak ekosistem yang ada di laut
seperti terumbu karang, padang lamun , dan apapun yang ada di dasar laut. Akibatnya habitat
ikan untuk mencari makan dan berkembang biak menjadi hancur sehingga lambat laun ikan
ikan akan mulai berkurang.
Dengan adanya Permen pelarangan penggunaan trawl ini diharapkan akan menjaga
kelestarian sumber daya alam di laut. Para pemerintah daerah pun seharusnya mendukung
aturan ini agar leut Indonesia tetap terjaga kelestariannya. Pemerintah juga harus segera
memberikan solusi yang terbaik untuk penggunaan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan
dan memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan agar semua nelayan mendukung
Permen ini dan tidak ada yang dirugikan. Semua nelayan besar tetap dapat mencari nafkah
untuk menghidupi keluarganya dan pesediaan ikan di Indonesia tetap berlimpah.
V Naomi D J Fonataba
KONTRA PELARANGAN TRAWL
I. Cantrang Dilarang Nelayan Meradang
Larangan penggunaan alat penangkapan ikan (API) jenis trawl atau pukat atau cantrang
seperti diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) No.2 tahun
2015 tentang Larangan Penggunaan API Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia menuai protes banyak nelayan di
Indonesia.
Apa itu Cantrang?
Cantrang adalah salah satu jenis Alat Penangkapan Ikan (API) yang masuk dalam kelompok
pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).
Bagi sejumlah nelayan khususnya di Jateng istilah cantrang atau dogol atau pukat dogol
adalah pukat kantong yang dioperasikan di dasar perairan, terutama untuk menangkap ikan-
ikan demersal dan hewan-hewan dasar lainnya. Dogol pada dasarnya mirip, dan biasanya
disamakan, dengan demersial danish seine yang dipakai di dunia barat. Alat tangkap cantrang
dogol termasuk satu dari enam jenis pukat tarik berkapal (boat or vessel seines. Pukat dogol
berbeda dengan pukat harimau (trawl), karena dogol tidak ditarik kecuali sepanjang tali
utamanya saja.
JENIS-JENIS ALAT TANGKAP IKAN
1. Pukat Udang (Shrimp Trawl) Pukat udang adalah jenis jaring berbentuk kantong
dengan sasaran tangkapannya udang. Jaring dilengkapi sepasang (2 buah) papan
pembuka mulut jaring (otter board) dan Turtle Excluder Device/TED.
2. Pukat Ikan (Fish Net) Pukat Ikan atau Fish Net adalah jenis penangkap ikan
berbentuk kantong bersayap yang dalam operasinya dilengkapi (2 buah) papan
pembuka mulut (otter board), tujuan utamanya untuk menangkap ikan perairan
pertengahan (mid water) dan ikan perairan dasar (demersal), yang dalam
pengoperasiannya ditarik melayang di atas dasar hanya oleh 1 (satu) buah kapal
bermotor.
3. Pukat Kantong (Seine Net) Pukat Kantong adalah alat penangkapan ikan berbentuk
kantong yg terbuat dari jaring dan terdiri dari 2 (dua) bagian sayap, badan serta
kantong jaring. Bagian sayap pukat kantong (seine net) lebih panjang dari pada bagian
sayap pukat tarik (trawl). Alat tangkap ini digunakan untuk menangkap berbagai jenis
ikan pelagis, dan demersal. Pukat Kantong terdiri dari Payang, Dogol dan Pukat
Pantai.
4. Pukat Cincin (Purse Seine) Pukat cincin atau jaring lingkar (purse seine) adalah
jenis jaring penangkap ikan berbentuk empat persegi panjang atau trapesium,
dilengkapi dengan tali kolor yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada
bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali kolor bagian
bawah jaring dapat dikuncupkan sehingga gerombolan ikan terkurung di dalam jaring.
5. Jaring Insang (Gillnet) Jaring insang adalah alat penangkapan ikan berbentuk
lembaran jaring empat persegi panjang, yang mempunyai ukuran mata jaring merata.
Lembaran jaring dilengkapi dengan sejumlah pelampung pada tali ris atas dan
sejumlah pemberat pada tali ris bawah.
6. Jaring Angkat (Lift Net) Jaring angkat adalah alat penangkapan ikan berbentuk
lembaran jaring persegi panjang atau bujur sangkar yang direntangkn atau
dibentangkan dengan menggunakn kerangka dari batang kayu atau bambu (bingkai
kantong jaring) sehingga jaring angkat membentuk kantong.
7. Pancing (Hook and Lines) Pancing adalah alat penangkapan ikan yang terdiri dari
sejumlah utas tali dan sejumlah pancing. Setiap pancing menggunakan umpan atau
tanpa umpan, baik umpan alami ataupun umpan buatan. Alat penangkapan ikan yang
termasuk dalam klasifikasi pancing, yaitu rawai (long line) dan pancing.
8. Perangkap (Traps) Perangkap adalah alat penangkapan ikan berbagai bentuk yang
terbuat dari jaring, bambu, kayu dan besi, yangg dipasang secara tetap di dasar
perairan atau secara portable (dapat dipindahkan) selama jangka waktu tertentu.
Umumnya ikan demersal terperangkap atau tertangkap secara alami tanpa cara
penangkapan khusus.
ALASAN PELARANGAN CANTRANG
Larangan mengenai penggunaan jaring cantrang sebenarnya berangkat dari
kesepakatan antara jajaran Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan nelayan
pada 2009.
Namun karena ada pembiaran yang cukup lama dari pihak Kementerian dan pemilik
kapal juga tak mengindahkan, terkesan aturan larangan penggunaan cantrang ini
berlangsung tibatiba saat ini saja.
Alat tangkap ikan cantrang dan pukat dilarang karena merusak ekosistem terumbu
karang di perairan beradius 4- 12 mil dari pantai.Rapatnya mata jaring pukat juga
menangkap seluruh jenis ikan, termasuk ikan-ikan kecil yang bukan target
nelayan.Terjadinya penurunan produksi ikan sebesar 45% dari 281.267 ton (2002)
menjadi 153.698 ton (2007) akibat penggunaan alat tangkap cantrang yang
mengeksploitasi populasi ikan.Terjadi pelanggaran daerah penangkapan ikan yang
menyebabkan konflik dengan nelayan setempat, seperti kasus di Kota Baru, Kalimantan
Selatan, Masalembo, Sumenep.
ALAT TANGKAP IKAN LAINNYA :
1. Bubu
2. Menyelam
3. Rawai Dasar
4. Trawl dengan Frame
5. Bottom Trawl
6. Mid Water Trawl (ikan)
7. Troll Line
8. Purse Seine
9. Gill Net
10. Long Line
11. Harpon
12. Purse Seine Power Block
13. Stern Trawl
14. Paranzela
15. Duoble Rig Trawl
16. Trap
17. Trammel Net
18. Rawai Dasar
19. Trap Menyelam
20. Menyelam
GEBRAKAN MENTERI KKP
1. Moratorium Izin Kapal
Moratorium izin kapal berukuran 30 gross ton (GT) atau lebih untuk membantu
nelayan dan menjaga pencurian ikan dari kapal asing...
2. Membuka Data Kapal Ikan
Melalui situs Kementerian, Menteri KKP membuka akses masyarakat mengetahui
data kapal ikan yang mendapatkan izin di Indonesia.
3. Memimpin Penangkapan Kapal Pencuri Ikan.
4. Menghapus Pungutan Kapal Nelayan
Upaya membebaskan nelayan dari berbagai pungutan, mulai izin prinsip, pajak
pertambahan nilai, pajak impor mesin, hingga pungutan masuk pasar.
5. Tenggelamkan Kapal Pencuri Ikan
JATENG DAN DILEMA LARANGAN CANTRANG
Salah satu daerah yang nelayannya bersuara lantang memprotes larangan penggunaan
cantrang dan pukat tarik berkapal (boat or vessel seines) adalah Jawa Tengah. Terlebih di
Jateng tercatat wilayah yang nelayannya banyak menggunakan cantrang.
Jumlah kapal ikan dengan alat tangkap di Jateng yang dilarang sesuai Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan No.2/Permen- KP/2015 sebanyak 10.758 unit atau
41,25 % dari jumlah kapal perikanan di Jateng.
30 Unit Pengolah Ikan (UPI) skala ekspor dengan tenaga kerja 5.203 orang dan
18.401 unit pemasar hasil perikanan.
Pengolah dan pemasar hasil perikanan yang terkait dengan produksi kapal dengan alat
tangkap yang dilarang meliputi 6.808 UPI skala UMKM.
Produksi tangkapan tercatat sebanyak 60.396,1 ton (27,26%) dari produksi perikanan
tangkap tahun 2014.
Total tenaga kerja yang terdampak sebanyak 252.488 orang.
Jumlah anak buah kapal (ABK) 120.966 orang.
Volume ekspor hasil perikanan yang terdampak 29.808 ton dengan nilai USD
333.140.262 (2014).
Jumlah tenaga kerja 107.918 orang.
PROTES SANA-SINI
Diterbitkannya Permen KP no 2 tahun 2015 tentang Larangan penggunaan alat
penangkapan ikan (API) jenis trawl atau pukat atau cantrang menimbulkan gelombang protes
nelayan.
1. 19 Januari
Ratusan nelayan Kota Tegal, Jateng berunjuk rasa menolak Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 di kantor Dinas Kelautan dan
Perikanan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari.
2. 26 Januari
Ribuan nelayan di pantai utara Probolinggo, Jatim turun ke jalan untuk menolak
aturan soal Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Tarik.
3. 28 Januari
Sebanyak 3.000 orang nelayan Rembang, Jateng turun ke jalan memprotes kebijakan
larangan penggunaan alat tangkap jenis cantrang dan dogol Di Pati, Jateng ribuan
nelayan juga berunjuk rasa menolak Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. Jalur
Pantura Pati - Rembang diblokir hingga menyebabkan kemacetan belasan kilometer.
4. 20 Januari
Ratusan masyarakat nelayan Nusa Tenggara Barat (NTB) berdemo menolak
kebijakan pelaran gan penggunaan cantrang.
5. 26 Februari
Sekitar lima ribuan orang dari Front Nelayan Bersatu berdemo di depan kantor
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Jakarta.
6. 3 Maret
Ribuan nelayan memblokir jalur pantura Jateng di Jalan Sudirman Batang, yang
berakhir ricuh. Arus lalulintas di jalur pantura Jateng khususnya di wilayah
Kabupaten Batang dan Kota Pekalongan lumpuh total dalam beberapa jam akibat aksi
ini.
VI Luky Prasetya Darman
TEMPO.CO, Tegal - Meski alat tangkap ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets)
telah dinyatakan terlarang, sebagian nelayan Tegal masih tetap melaut dengan kapal cantrang
dogol atau pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).
"Selama izinnya belum habis, kapal cantrang dogol masih boleh melaut," kata Ketua Paguyuban
Nelayan Kota Tegal (PNKT) Eko Susanto pada Jumat, 30 Januari 2015. (Baca:Susi: 4 Kapal
Pencuri Ikan Sembunyi di Taiwan)
Pernyataan Eko merujuk pada Pasal 6 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2
Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Pukat Hela dan Tarik di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia.
Pasal tersebut menyatakan surat izin penangkapan ikan (SIPI) dengan pukat hela dan tarik yang
telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 masih tetap
berlaku hingga habis masanya. Sebagai penangkap ikan demersal (berhabitat di dasar
perairan), masa berlaku SIPI nelayan Tegal hanya satu tahun.
Akibatnya, ratusan kapal di Tegal tidak akan bisa melaut lagi karena masa berlaku SIPI-nya
habis pada 2015. "Sudah ada sekitar 20 kapal cantrang yang sudah habis izinnya dan tidak bisa
diperpanjang. Nelayan menganggur, kapalnya mangkrak," kata Eko. (Baca: Efek Moratorium,
Ikan di Perairan Sorong Melimpah)
Sayangnya, peraturan terbaru dari Menteri Susi Pudjiastuti itu tidak mencantumkan alat tangkap
ikan yang direkomendasikan. Walhasil, para nelayan Tegal kini kebingungan ketika hendak
mengganti alat tangkapnya.
Selain cantrang dogol, sebagian kapal nelayan Tegal juga menggunakan alat tangkappurse
seine (pukat cincin). Harga satu unit purse seine mencapai Rp 500 juta. Sedangkan cantrang
dogol hanya sekitar Rp 20 juta.
Di samping membutuhkan biaya besar, pemasangan purse seine juga belum tentu aman dari
larangan Menteri Susi yang akan datang. "Karena semua alat tangkap jaring itu pada prinsipnya
tidak ramah lingkungan, termasuk purse seine," kata Eko.
Menurut juru kampanye laut Greenpeace Indonesia, Arifsyah Nasution, Kementerian Kelautan
dan Perikanan kini juga mengkaji wacana larangan penggunaan alat tangkappurse seine.
"Karena cara kerja pukat itu menggaruk dasar laut sehingga bisa merusak ekosistem terumbu
karang," kata Arifsyah saat dihubungi Tempo.
Pukat juga dilarang karena mata jaringnya yang rapat menangkap semua jenis ikan, termasuk
ikan-ikan kecil yang bukan target nelayan. "Tapi peraturan menteri terbaru itu belum
mengakomodasi alat tangkap alternatif lain yang tidak merusak lingkungan. Mestinya Menteri
Susi segera membuka ruang dialog dengan nelayan," ujar Arifsyah. (Baca: Saran Greenpeace
untuk Menteri Susi Pudjiastuti)
Sejumlah organisasi nelayan di Pantai Utara Jawa Tengah masih menunggu respons Menteri
Susi ihwal tuntutan pencabutan Peraturan Nomor 2 Tahun 2015 yang disampaikan lewat unjuk
rasa serentak pada Rabu lalu.
"Kalau sudah ada instruksi dari Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia
(DPP HNSI), kami siap ke Jakarta untuk aksi gabungan dari berbagai daerah," kata Eko.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) HNSI Kabupaten Tegal Didi Casmudi membenarkan
ihwal adanya rencana unjuk rasa HNSI dari berbagai daerah di Jakarta. "Kami yang di daerah
tinggal menunggu kabar dari DPP," kata Didi.
Dia menambahkan, HNSI tidak memiliki dana untuk membiayai keberangkatan para nelayan di
daerah untuk berunjuk rasa di Jakarta. "Silakan saja kalau para anak buah kapal asal Kabupaten
Tegal mau ikut demo di Jakarta. Tapi biayanya ditanggung sendiri," ujar Didi.
DINDA LEO LISTY
TEMPO.CO, Rembang – Sejumlah nelayan terpaksa kembali melaut meski ada larangan
menggunakan alat tangkap cantrang dari pemerintah. Nelayan beralasan sudah tak sanggup lagi
menanggung biaya hidup. “Mau tidak mau kami harus melaut untuk menutup keperluan sehari-
hari,” kata nakhoda kapal cantrang, Maksum, 31 tahun, kepada Tempo di dermaga kapal
Tasikagung, Rembang, Jawa Tengah, Jumat, 14 Maret 2015.
Menurut dia, para nelayan sudah menjual semua barang berharga mereka untuk bertahan hidup.
“Yang punya tabungan masih mending, tapi yang tidak punya sampai harus jual barang-barang,”
ujarnya
Maksum mengatakan, sejak Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015,
yang melarang nelayan menggunakan alat tangkap pukat hela (trawl) dan pukat tarik atau
cantrang (seine nets), diberlakukan, pendapatan nelayan merosot tajam.
Para nelayan, kata Maksum, sebenarnya berharap pemerintah segera merevisi peraturan
tersebut. Namun, setelah tiga bulan, nelayan sudah tak sanggup lagi untuk bertahan. “Nelayan
nekat melaut meski ada risiko ditangkap aparat Kepolisian Air dan Udara (Polairud).”
Kondisi yang sama dialami anak buah kapal cantrang, Kusmini. Dia mengaku terpaksa melawan
peraturan pemerintah karena sudah tidak sanggup lagi menanggung biaya hidup. “Selama ini
nelayan bekerja baik-baik di laut. Kami tidak mau sampai melawan pemerintah, tapi kami juga
butuh hidup,” ujarnya.
Pria yang sudah melaut sejak usia 14 tahun ini mengatakan alat tangkap cantrang sama sekali
tidak mengganggu terumbu karang di dasar laut. Sebab, alat ini sangat berbeda dengan pukat
harimau atau trawl.
Menurut Kusmini, cara kerja alat tangkap itu berbeda. Untuk alat tangkap ikan trawl sendiri lebih
bersifat aktif. Pada saat menebar alat tangkap, mesin kapal dalam keadaan hidup. Kondisi ini
berpotensi merusak karang karena ada papan dalam jaringnya.
Berbeda dengan cantrang. Saat jaring disebar, posisi mesin kapal dalam keadaan mati. Posisi
jaring ikan tidak sampai ke dasar laut, melainkan hanya mengambang di permukaan. Setelah
jaring ditebar dan ikan didapatkan, nelayan pun segera menariknya.
Ukuran jaring cantrang, kata dia, adalah 1,5-6 inci dan akan robek jika tersangkut karang di laut.
“Jadi sangat tidak mungkin kami ambil risiko menangkap ikan di wilayah yang banyak terumbu
karangnya,” kata Kusmini.
Ketua Relawan Cantrang, Suyoto, mengatakan kapal nelayan saat ini sudah dilengkapi alat yang
bisa mendeteksi benda di dasar laut. “Nelayan akan menghindari karang karena merugikan
mereka nantinya,” ujarnya.
Dia meminta pemerintah mengkaji sejumlah alat tangkap ikan. “Mohon dilakukan studi lebih
mendalam alat mana yang bisa dan tidak bisa digunakan. Kalau sudah ada bukti merugikan,
kami tidak bisa membantahnya.”
Pembahasan:
Peran pemerintah sangatlah penting pada kasus ini karena ada kepentingan-
kepentingan yang berlawanan. dimana pemerintah ingin melaksanakan pembangunan
perikanan berkelanjutan dengan menjaga populasi ikan, disisi lain banyak masyarakat
nelayan yang bertumpu pada penggunaan alat cantrang dan ingin terus menggunakan alat
tersebut untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.
Pemerintah seharusnya selain membuat peraturan untuk melarang alat tangkap yang
tidak ramah lingkungan juga memberikan rekomendasi alat tangkap yang bisa dipakai
nelayan untuk tetap menangkap ikan. Karena pada dasarnya hampir semua alat tangkap dapat
merusak ekosistem perairan
Dampak yang terjadi akibat pemerintah melarang penggunaan alat tangkap yang tidak
ramah lingkungan tanpa memberikan rekomendasi alat tangkap yang dapat digunakan yaitu
nelayan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, karena walaupun sudah menggunakan
alat tangkap yang dilarang pemerintah yang berpotensi menangkap ikan secara besar-besaran,
nyatanya nelayan hanya mendapat sedikit ikan.
Oleh karena itu ada beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah
antara lain, Penggantian alat tangkap yang merusak lingkungan dengan alat penangkap ikan
yang ramah lingkungan secara bertahap dan adanya pendampingan terus menerus oleh pihak
pemerintah. Pemerintah harus terus mensosialisasikan Permen NO. 2/PERMEN-KP/2015
kepada nelayan yang menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan di seluruh Indonesia
dengan melibatkan pemerintah daerah, tokoh-tokoh masyarakat., dan nelayan itu sendiri di
setiap daerah masing-masing. Redesign alat tangkap nelayan cantrang agar alat tangkap
tersebut menjadi ramah lingkungan sesuai petunjuk teknis Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 2 Tahun 2011, tentang jalur penangkapan ikan dan penempatan alat
penangkap ikan dan alat bantu penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia.
VII Bagoes Aria
Pembahasan:
Berdasarkan hasil penilaian pakar, 17 jenis alat penangkapan ikan yang dilarang oleh
pemerintah termasuk dalam salah satu kategori sebagai berikut:
1) Seluruh alat tangkap (17 jenis alat penangkapan ikan) diperkirakan memberikan dampak
negatif secara ekologis. Lebih dari 50% (9 dari 17) diduga menyebabkan kerusakan habitat
dan juga penurunan stok sumber daya ikan;
2) Seluruh jenis alat tangkap memberikan keuntungan ekonomi jangka pendek kepada
nelayan dan rumah tangga perikanan (RTP). Alat tangkap ini cenderung untuk dipertahankan
oleh nelayan, kecuali terdapat alat pilihan ekonomi jangka pendek yang lebih
menguntungkan;
3) Sejumlah enam jenis alat penangkapan ikan (35%) yang dalam operasinya tidak
menimbulkan kecemburuan nelayan lain dan tidak menimbulkan konflik. Terdapat sembilan
jenis alat yang dalam operasinya dirasakan menimbulkan kecemburuan sosial dari nelayan
lainnya dan terkadang menimbulkan konflik di permukaan. Sisanya, ada dua jenis alat
tangkap (Cantrang dan Lampara Dasar) yang sering menimbulkan konflik dengan nelayan
lainnya;
Secara keseluruhan, terdapat dua jenis alat tangkap yang diduga memberikan dampak negatif
cukup parah (dengan total nilai -2), ialah: Cantrang dan Pukat Hela Dasar Berpalang (Tabel
1). Kedua alat ini, selain menyebabkan terjadinya tangkap lebih, juga menyebabkan
kerusakan habitat dan menimbulkan konflik dengan nelayan pengguna alat tangkap lainnya.
Selain itu, juga diduga terdapat empat jenis alat penangkapan ikan dengan total nilai 0
(bersifat netral). Ke-empat tipe alat ini (Tabel 1) diduga memberikan keuntungan ekonomi
dan menimbulkan dampak sosial yang paling rendah. Alat tangkap tersebut ialah: Pukat Hela
Pertengahan dua Kapal, Pukat hela Pertengahan Udang,
Ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil dari kebijakan PERMEN-KP No. 2 Tahun 2015,
sebagai berikut:
(1) Pada kondisi sumber daya ikan yang mengalami tangkap lebih dan kerusakan habitat
seperti di Indonesia saat ini, pemberlakukan PERMEN-KP No. 2 tahun 2015 akan berdampak
pada pemulihan stok dan habitat sumber daya ikan. Hal ini akan meningkatkan hasil tangkap
per satuan usaha (CpUE) dari nelayan karena stok mengalami pemulihan (heal the ocean);
(2) Konsekuensi dari PERMEN-KP No. 12 / 2015 penghentian operasi alat penangkapan ikan
yang sudah sangat dominan di masyarakat. Hal ini akan menurunkan hasil tangkapan ikan
secara nyata (dugaan sekitar 30%) dan penghasilan atau sumber mata pencaharian sebagian
besar nelayan di Indonesia. Pemerintah diduga tidak bisa menciptakan kompensiasi dari
kerugian ekonomis tersebut dalam waktu singkat;
(3) Kerugian ekonomis dari PERMEN-KP No. 2 /2015 diduga akan menimbulkan dampak
sosial yang cukup tinggi dan tidak mampu diatasi oleh pemerintah saja.
VIII Alvin Akbari S
Trawls yang Dilarang di Indonesia
Alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) terdiri dari:a. pukat hela dasar (bottom trawls);b. pukat hela pertengahan (midwater trawls);c. pukat hela kembar berpapan (otter twin trawls); dand. pukat dorong.
Pukat hela dasar (bottom trawls) terdiri dari:a. pukat hela dasar berpalang (beam trawls);b. pukat hela dasar berpapan (otter trawls);c. pukat hela dasar dua kapal (pair trawls);d. nephrops trawls; dane. pukat hela dasar udang (shrimp trawls), berupa pukat udang.
Pukat hela pertengahan (midwater trawls) terdiri dari: a. pukat hela pertengahan berpapan (otter trawls), berupa pukat ikan; b. pukat hela pertengahan dua kapal (pair trawls); dan c. pukat hela pertengahan udang (shrimp trawls).
Alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) terdiri dari:a. pukat tarik pantai (beach seines); danb. pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).
Pukat tarik berkapal (boat or vessel seines) terdiri dari: a. dogol (danish seines); b. scottish seines; c. pair seines; d. payang; e. cantrang; dan f. lampara dasar.
Pembahasan:
Menurut kutipan dari isi UNCLOS pasal 61 tentang konservasi sumber daya hayati, yang
berisi:
“Negara pantai, dengan memperhatikan bukti ilmiah terbaik yang tersedia baginya
harus menjamin dengan mengadakan tindakan konservasi dan pengelolaan yang tepat
sehingga pemeliharaan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif tidak dibahayakan
oleh eksploitasi yang berlebihan. Di mana Negara pantai dan organisasi internasional
berwenang, baik sub-regional, regional maupun global, harus bekerja sama untuk tujuan ini.”
“Tindakan demikian juga bertujuan untuk memelihara atau memulihkan populasi jenis
yang dapat dimanfaatkan pada tingkat yang dapat menjamin hasil maksimum yang lestari,
sebagaimana ditentukan oleh faktor ekonomi dan lingkungan yang relevan, termasuk
kebutuhan ekonomi masyarakat nelayan daerah pantai dan kebutuhan khusus Negara
berkembang”
“Dalam mengambil tindakan demikian, Negara pantai harus memperhatikan akibat
terhadap jenis-jenis yang berhubungan atau tergantung pada jenis yang dimanfaatkan dengan
tujuan untuk memelihara atau memulihkan populasi jenis yang berhubungan atau tergantung
demikian di atas tingkat dimana reproduksinya dapat sangat terancam”
Dari 3 kutipan dari isi UNCLOS dapat kita simpulkan bahwa, memang sudah
seharusnya trawl-trawl tersebut dilarang karena dapat membahayakan biota-biota laut, lalu
dapat pula terjadi penangkapan yang berlebih sehingga bisa menyebabkan kepunahan atau
ketidakstabilan dari suatu spesies ikan
IX Rijal Muttaqiin
Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pelarangan Penggunaan Pukat Tarik
atau Pukat Hela penuh dengan pro kontra. Peraturan ini dibuat melihat berdasarkan
kondisi SDI (Sumberdaya Ikan) yang semakin lama menunjukkan gejala Over Fishing,
bahkan beberapa WPP sudah dalam kategori merah zona overfishing. Kerusakan
terumbukarang akibat sapuan dari alat tangkap pukat tarik dinilai akan merusak
ekosistem perairan, karena terumbukarang punya peran sangat besar dalam menunjang
keberlangsungan ekosistem.
Beberapa pihak penggiat lingkungan sudah pasti menyambut gembira permen ini
karena dinilai akan menyelamatkan laut Indonesia. SDI akan berkembangbiak dengan
normal karena juvenille terjaga sampai dewasa. Terumbukarang akan tumbuh menjadi
tempat ikan berkembangbiak dan mencari makan.
Sementara itu, bagi nelayan pukat tarik peraturan ini sangat kejam karena akan
membunuh nelayan secara berlahan-lahan. Kebanyakan nelayan terutama di pantura
jawa menggunakan pukat tarik dalam operasi penangkapannya. Adanya permen ini
otomatis membuat nelayan harus beralih dengan alat tangkap lain. Faktor kebiasaan
akan menjadi kendala bagi nelayan, karena tidak semua nelayan mampu menggunakan
alat tangkap yang berbeda. Bahkan yang paling besar adalah dampak ekonomi, selama
ini pukat dinilai memberikan hasil tangkapan paling banyak dibanding alat tangkap lain.
Dengan penggunaan pukat tarik saja kesejahteraan masih kurang, apalagi dengan alat
tangkap lain yang katanya lebih selektif dan ramah lingkungan. Jika mengacu pada
daerah penangkapan ikan (DPI), sebenarnya alat tangkap jenis ini di operasikan pada
daerah berpasir bukan karang, seandainyapun di karang justru nelayan akan merugi
karena terjadi kerusakan pada alat tangkapnya.
Terlepas dari itu semua tujuan baik pemerintah patut kita hargai untuk menjaga
lingkungan laut guna mensejahterakan nelayan dalam jangka panjang. Namun
pemerintah seharusnya tidak arogan dalam mengeluarkan permen secara seketika dan
sepihak tanpa ada solusi dari pemerintah sampai saat ini.
Jika nelayan harus beralih dengan alat tangkap lain apakah pemerintah mau
menyediakan alat tersebut, karena nelayan pasti akan keluar biaya yang tidak sedikit
dalam pengadaan alat tangkap baru. Jika pemerintah tidak bergeming untuk merivisi
permen tersebut alangkah baiknya pemerintah juga tegas dalam hal pengawasan pasar
ikan hasil nelayan. Antara modal melaut nelayan dan hasil penjualan sangat tidak
seimbang, semua kebutuhan naik dan harga ikan tidak pernah ikut naik secara drastis
mengikuti kenaikan perbekalan.
Permen tersebut mesti di revisi oleh pemerintah. Pelarangan pukat tarik harus melihat
mana itu nelayan kecil atau nelayan besar tidak bisa disamaratakan, karena
kemampuan untuk beralih dengan alat lain sangat berbeda. Nelayan tradisional harus
diberi sedikit kelonggaran, misalnya dengan beberapa modifikasi pada alat tangkap
pukat dengan memperbesar ukuran mata jaring (mesh size) pada bagian kantong
sehingga juvenille ikan bisa terlepas. Pemerintah juga bisa memberi sedikit toleransi
waktu untuk nelayan tradisional (10GT kebawah), mereka dapat menggunakan pukat
tarik dengan modifikasi sampai beberapa tahun kedepan supaya nelayan tidak kaget
dan ada persiapan.
Pembahasan:
Dampak penggunaan cantrang dikhawatirkan akan menghambat keberlanjutan
sumberdaya ikan demersal. Ikan demersal mempunyai nilai ekonomis tinggi karena
citarasanya khas dan digemari konsumen. Ikan demersal adalah ikan yang hidup di dasar
perairan. Jenis-jenis memilki sifat ekologi yaitu sebagai berikut : 1. Mempunyai adaptasi
dengan kedalaman perairan 2. Aktifitasnya relatif rendah dan mempunyai daerah kisaran
ruaya yang lebih sempit jika dibandingkan dengan ikan pelagis 3. Jumlah kawanan relatif
kecil jika dibandingkan dengan ikan pelagis 4. Habitat utamanya berada di dekat dasar laut
meskipun berbagai jenis diantaranya berada di lapisan perairan yang lebih atas. 5. Kecepatan
pertumbuhannya rendah 6. Komunitas memiliki seluk beluk yang komplek 7. Dibanding
sumberdaya ikan pelagis, potensi sumberdaya ikan demersal relatif lebih kecil akan tetapi
banyak yang merupakan jenis ikan dengan nilai ekonomis yang tinggi. Kecepatan
pertumbuhan yang rendah dan potensi yang relatif kecil sehingga rentan dari kepunahan
akan tetapi bernilai ekonomis tinggi , maka perikanan demersal harus dikelola dengan baik.
Selain dampak ekologis, cantrang juga berdampak sosial yaitu rawan terjadinya konflik hal
terjadi antar nelayan akibat penggunaan cantrang.
PENUTUP
KESIMPULAN
Undang- undang No. 31 Tahun 2004 disahkan oleh presiden menjabat saat itu Ibu
Megawati Seokarno Putri pada tanggal 6 Oktober 2004. Undang- undang ini dibuat dengan
tujuan untuk menganti UU No. 9 Tahun 1985, karena dirasa belum menampung semua aspek
pengelolaan sumber daya ikan. Kemudian pada tahun 2009 beberapa pasal pada undang-
undang ini direvisi menjadi Undang- undang No. 45 dan disahkan pada tanggal 29 Oktober
2009 oleh presiden menjabat saat itu DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Revisi ini dibuat
karena UU sebelumnya dirasa belum dapat mengantisipasi perkembangan teknologi dan
kebutuhan hukum dalam rangkan pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia. Dalam
kedua undang- undang ini berisi berbagi peraturan mengenai pengelolaan sumber daya ikan.
Dijelaskan juga beberapa pengertian mulai dari pengertian perikanan itu sendiri, pengelolaan,
hingga pelaku pengelola. Peraturan mengenai pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungan
disekitarnya juga disebutkan pada undang- undang ini.
Tidak lama ini pada tanggal 8 Januari 2015, menteri kelautan dan perikanan Republik
Indonesia, Susi Pudjiastuti, menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2
Tahun 2015 tentang pelarangan penggunaan alat tangkap pukat hela (trawls) dan pukat tarik
di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Peraturan Menteri kelautan
dan perikanan no 2 tahun 2015 yang dibuat dan disahkan oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan, Susi Pudjiastuti, menjelaskan pada larangan penggunaan alat penangkapan ikan
pukat hela (trawls) dan pukat Tarik ( seine nets). Peraturan ini sudah mengacu pada isi dari
konvensi Unclos pada bab XII yaitu tentang perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.
Dimana pada pasal 192 dikatakan bahwa negara-negara mempunyai kewajiban untuk
melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Dan peraturan ini menunjukkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia berusaha untuk memenuhi kewajibannya dalam melindungi dan
melestarikan lingkungan laut. Sebenarnya Trawl ini tetap bisa dioperasikan di perairan apabila
trawl ini dioperasikan di daerah yang berpasir atau tidak terdapat karang ataupun terumbu
karangnya. Dan mungkin apabila trawl ini dimodifikasi maka akan tetap bisa dioperasikan di
daerah berkarang dan tidak merusak karang sehingga tetap ramah lingkungan
Peran pemerintah sangatlah penting pada kasus ini karena ada kepentingan-
kepentingan yang berlawanan. dimana pemerintah ingin melaksanakan pembangunan
perikanan berkelanjutan dengan menjaga populasi ikan, disisi lain banyak masyarakat
nelayan yang bertumpu pada penggunaan alat cantrang dan ingin terus menggunakan alat
tersebut untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.
Oleh karena itu ada beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah
antara lain, Penggantian alat tangkap yang merusak lingkungan dengan alat penangkap ikan
yang ramah lingkungan secara bertahap dan adanya pendampingan terus menerus oleh pihak
pemerintah. Pemerintah harus terus mensosialisasikan Permen NO. 2/PERMEN-KP/2015
kepada nelayan yang menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan di seluruh Indonesia
dengan melibatkan pemerintah daerah, tokoh-tokoh masyarakat., dan nelayan itu sendiri di
setiap daerah masing-masing. Redesign alat tangkap nelayan cantrang agar alat tangkap
tersebut menjadi ramah lingkungan sesuai petunjuk teknis Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 2 Tahun 2011, tentang jalur penangkapan ikan dan penempatan alat
penangkap ikan dan alat bantu penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Unclos 1985
PERMEN KP NO 02 TAHUN 2015
http://semarangdaily.com/2015/02/modifikasi-alat-tangkap-solusi-permen-pelarangan-pukat-hela/
Siadari, Eben Ezer.2015. Menteri Susi Prihatin Indonesia cuma Bisa Makan Lele.PT.Sinar Kasihhttp://www.satuharapan.com/read-detail/read/menteri-susi-prihatin-indonesia-cuma-bisa-makan-lele (diakses pada tanggal 18 April 2015 jam 22:05 WIB)
http://www.indopos.co.id/2015/01/jaring-trawl-dilarang-karena-menguras-potensi-ikan.html
http://www.tempo.co/read/news/2015/01/31/058638974/Cantrang-Menteri-Susi-dan-Nelayan-yang-Meradang
Anonym. 2015. DKP Aceh Dukung Permen Larangan Menggunakan Trawl.
http://www.acehnews.net/dkp-aceh-dukung-permen-larangan-menggunakan-trawl/,
diakses pada 19 April 2015
Anonym. 2015. Nelayan Sibolga Dukung Larangan Pukat Trawl dan Pukat Tarik. http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2015/02/04/145147/nelayan-sibolga-dukung-larangan-pukat-trawl-dan-pukat-tarik/#.VTOaRSGqqko, diakses pada 19 April 2015
Anonym. 2015. Larangan Penggunaan Cantrang dan Pukat Harus Ditegakkan. http://sp.beritasatu.com/ekonomidanbisnis/larangan-penggunaan-cantrang-dan-pukat-harus-ditegakkan/80227, diakses pada 19 April 2015
Prayogo, Cahyo. 2015. INI SYARAT HNSI DUKUNG KEBIJAKAN MENTERI SUSI. http://wartaekonomi.co.id/read/2015/02/03/44153/ini-syarat-hnsi-dukung-kebijakan-menteri-susi.html, diakses pada 19 April 2015
Putri, Ciptanti. 2015. WWF Dukung Penghentian Trawl Demi Perikanan yang Lestari dan Ketahanan Pangan Laut Nasional. http://www.wwf.or.id/?37402/WWF-Dukung-Penghentian-Trawl-Demi-Perikanan-yang-Lestari-dan-Ketahanan-Pangan-Laut-Nasional, diakses pada 19 April 2015
Sumarwoto. 2015. Nelayan Cilacap Dukung Larangan Penggunaan Jaring Trawl. http://www.antarajateng.com/detail/nelayan-cilacap-dukung-larangan-penggunaan-jaring-trawl.html, diakses pada 19 April 2015
http://www.koran-sindo.com/read/973835/149/cantrang-dilarang-nelayan-meradang-
1425868493
http://mukhtar-api.blogspot.com/2015/01/pukat-hela-trawls-dan-pukat-tarik-seine.html
http://www.tempo.co/read/news/2015/03/14/058649935/Abaikan-Larangan-Menteri-Susi-Nelayan-Nekat-Melaut
https://www.academia.edu/7117682/ALAT_PENANGKAP_IKAN_YANG_MERUSAK