makalah forum rumput laut

19
Makalah PROSPEK BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DAN PENGEMBANGANNYA Disampaikan pada Forum Rumput Laut tanggal 29 Oktober 2009 di Hotel Anugerah Mamuju Sulawesi Barat Oleh ; AKMAL E-Mail : [email protected] DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU TAKALAR 2009

Upload: akmal-alimuddin

Post on 26-Jun-2015

2.388 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Forum Rumput Laut

Makalah

PROSPEK BUDIDAYA RUMPUT LAUT

(Kappaphycus alvarezii) DAN PENGEMBANGANNYA

Disampaikan pada Forum Rumput Laut tanggal 29 Oktober 2009

di Hotel Anugerah Mamuju Sulawesi Barat

Oleh ;

AKMAL E-Mail : [email protected]

DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU

TAKALAR

2009

Page 2: Makalah Forum Rumput Laut

PROSPEK BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DAN PENGEMBANGANNYA 1)

Akmal 2)

E-mail : [email protected]

Abstrak

Rumput laut pantas menjadi komoditas utama dalam program revitalisasi perikanan di samping

udang dan tuna. Rumput laut merupakan bahan baku dari berbagai jenis produk olahan bernilai

ekonomi tinggi, rumput laut selain digunakan sebagai pewarna makanan dan tekstik, juga

dapat digunakan sebagai produk pangan maupun non pangan, seperti : agar-agar, karaginan,

dan alginate. Selain digunakan untuk bahan makanan dan obat, ekstrak rumput laut yang

merupakan hidrokoloid saperti agar, karaginan, dan alginat juga banyak diperlukan dalam

berbagai industri. Rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan penstabil, pengemulsi, pembentuk

gel, pengental, pensupensi, pembentuk busa, pembentuk film. caraginan banyak dimanfaatkan

oleh industri farmasi, kosmetik, makanan, dan minuman, petfood, serta keramik, sehingga

produk rumput laut berpotensi besar dalam perkembangan produksi Indonesia. Teknologi

budidaya memiliki peranan yang sangat penting dalam usaha meningkatkan produktivitas

rumput laut, memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta kebutuhan pasar dalam dan luar

negeri, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

pembudidaya serta menjaga kelestarian sumberdaya hayati perairan. Untuk meningkatkan

produksi dan kualitas rumput laut serta memanfaatkan lahan perairan Indonesia maka upaya

kajian teknologi budidaya rumput laut masih perlu dipelajari. Hasil-hasil percobaan ini

diharapkan dapat dikembangkan sebagai usaha budidaya rumput laut yang berdaya guna dan

berhasil guna. Strategi yang ditetapkan antara lain : (1) pengembangan usaha budidaya rumput

laut secara bertahap di daerah yang potensial, (2) penyediaan bibit yang cukup dan berkualitas

melalui pengembangan kebun bibit, (3) pembinaan teknis melalui pelaksanaan pilot project

budidaya rumput laut, pendampingan teknis, penyaluran dana penguatan modal (DPM),

sosialisasi, pelatihan, temu lapang dan kemitraan serta (4) pendekatan sistem akuabisnis

dengan pengembangan melalui pendekatan kawasan yang terintegrasi dari hulu sampai hilir.

Sedangkan strategi pengembangan budidaya yang diarahkan pada upaya untuk : (a)

pemantapan ketahanan pangan, (b) pemberdayaan ekonomi masyarakat petani pembudidaya,

dan (c) peningkatan ekspor hasil perikanan.

Kata Kunci : Prospek, Budidaya, Kappaphycus alvarezii

1) Makalah disampaikan pada Forum Rumput Laut, tanggal 29 Oktober 2009 di Hotel Anugerah, Mamuju,

Sulawesi Barat.

2) Perekayasa Muda BBAP Takalar.

Page 3: Makalah Forum Rumput Laut

I. PENDAHULUAN

Indonesia telah dikenal luas sebagai negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya

adalah lautan dengan jumlah pulau 17.504 buah, dan panjang pantai mencapai 81.000

km, memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar. Satu diantaranya

adalah rumput laut dengan luas area 1.110.900 ha dari luas area tersebut untuk

pengembangan budidaya rumput laut mencapai 222.180 ha (20%) dari luas areal

potensial. Jenis rumput laut yang banyak diminati pasar adalah jenis Euchema

spinosum, Euchema cottonii dan Gracilaria sp.

Rumput laut pantas menjadi komoditas utama dalam program revitalisasi

perikanan di samping udang dan tuna, karena beberapa keunggulannya, antara lain:

peluang ekspor terbuka luas, harga relatif stabil, belum ada quota perdagangan bagi

rumput laut; teknologi pembudidayaannya sederhana, sehingga mudah dikuasai; siklus

pembudidayaannya relatif singkat, sehingga cepat memberikan keuntungan; kebutuhan

modal relatif kecil; merupakan komoditas yang tak tergantikan, karena tidak ada produk

sintetisnya; usaha pembudidayaan rumput laut tergolong usaha yang padat karya,

sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Kegunaan rumput laut sangat luas, dan dekat

sekali dengan kehidupan manusia.

Dalam program revitalisasi perikanan budidaya sasaran produksi rumput laut

pada tahun 2009 adalah sebesar 1.900.000 ton. Oleh karenanya, strategi

pencapaiannya ditempuh melalui pola pengembangan kawasan dengan komoditas

Euchema sp. dan Gracilaria sp. Luas lahan pengembangan yang diperlukan sampai

tahun 2009 adalah sekitar 25.000 ha, dimana seluas 10.000 ha untuk Gracilaria sp.,

dan 15.000 ha untuk Euchema sp.

Pengembangan usaha alternatif masyarakat melalui usaha budidaya rumput laut

dilatar belakangi oleh dukungan potensi sumberdaya alam. Bentangan garis pantai

serta pulau-pulau dengan dasar perairan berkarang dan berpasir serta dukungan

perairan yang terlindung dan relatif tenang sangat menunjang dalam usaha budidaya

rumput laut. Dukungan sumber daya manusia yang sebagian besar adalah nelayan

tradisional sangat berpeluang untuk mengembangkan jenis usaha alternatif ini.

Dukungan pasar yang terus meningkat untuk komoditi ini juga menjadi latar belakang

usaha alternatif ini dilaksanakan.

II. PROSPEK RUMPUT LAUT

Rumput laut (sea weed) merupakan tumbuhan tingkat rendah berupa thallus

(batang) yang bercabang-cabang, dah hidup di laut dan tambak dengan kedalaman

yang masih dapat dicapai oleh cahaya matahari. Potensi rumput laut di Indonesia

mempunyai prospek yang cukup cerah, karena diperkirakan terdapat 555 species

rumput laut yang tersebar di perairan Indonesia dengan total luas lahan perairan yang

dapat dimanfaatkan sebesar 1,2 juta hektar, sehingga Indonesia berpotensi besar untuk

Page 4: Makalah Forum Rumput Laut

menimbang untung dari bisnis ini. Tetapi pada saat ini pemanfaatan rumput laut sangat

terbatas hanya pada jenis-jenis yang telah umum dikenal saja yaitu jenis rumput laut

Carrageenophytes, yaitu jenis rumput laut penghasil karaginan seperti Eucheuma

cottoni atau Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum serta Gracillaria sp.

Rumput laut merupakan bahan baku dari berbagai jenis produk olahan bernilai

ekonomi tinggi, rumput laut selain digunakan sebagai pewarna makanan dan tekstik,

juga dapat digunakan sebagai produk pangan maupun non pangan, seperti : agar-

agar, karaginan, dan alginate. Selain digunakan untuk bahan makanan dan obat,

ekstrak rumput laut yang merupakan hidrokoloid saperti agar, karaginan, dan alginat

juga banyak diperlukan dalam berbagai industri. Rumput laut dimanfaatkan sebagai

bahan penstabil, pengemulsi, pembentuk gel, pengental, pensupensi, pembentuk busa,

pembentuk film. caraginan banyak dimanfaatkan oleh industri farmasi, kosmetik,

makanan, dan minuman, petfood, serta keramik, sehingga produk rumput laut

berpotensi besar dalam perkembangan produksi Indonesia

Untuk mempercepat pengembangan rumput laut di Indonesia diperlukan

program yang terdiri dari (1) perbaikan manajemen usaha pada tingkat petani, (2)

peningkatan kapasitas petani dan penyuluh, (3) peningkatan jumlah penyuluh , (4)

penataan kawasan pengembangan budidaya, (5) penataan SOP yang berorientasi

pada peningkatan nilai tambah, (6) pengembangan produk dalam bentuk olahan, (7)

pengembangan sarana dan mekanisme quality control terpadu, (8) pengembangan dan

penataan kebun bibit, (9) penertiban dan sertifikasi pedagang, dan (10) evaluasi,

penataan kebijakan dan program terkait. Pemilihan prioritas program sangat ditentukan

kondisi dan status pengembangan masing-masing Kab. dan kota.

2.1. Peluang Pengembangan

Komuditas rumput laut sangat mudah dalam proses pembudidayaan dimana

persyaratan untuk lokasi budidaya tidak terlalu spesifik karena bisa di terapkan di setiap

tipe dan kondisi pantai baik pada tipe pantai yang berdasar landai maupun curam.

Karena dengan tipe pantai yang berbeda ini dapat di taktisi dengan penerapan

teknologi konstruksi pada prasarana budidaya. Dimana dengan kondisi pantai yang

curam dengan kedalaman laut lebih dari 50 m maka sistem yang digunakan adalah

jangkar kolektif sementara untuk tipe pantai landai cukup dengan menggunakan sistem

patok longline dan rakit apung maupun metode lepas dasar. Dengan demikian Maka

komuditas unggulan ini bisa lebih diperluas pengembangannya yang mana wilayahnya

memiliki tipe pantai yang landai dan curam dengan substrat berpasir dan pechan

karang. Selain itu juga tidak memiliki sungai-sungai besar sehingga salinitas perairan

laut selalu dalam kondisi stabil (kurang berfluktuasi) jadi sangat cocok dan ideal untuk

pertumbuhan rumput laut.

Dengan strategi perluasan areal budidaya rumput laut ini di harapkan

kedepannya akan semakin banyak masyarakat pesisir yang tertarik dalam usaha

budidaya rumput laut sehingga dapat mendongkrak tingkat perekonomian mereka yang

Page 5: Makalah Forum Rumput Laut

selama ini sangat rendah karena ketergantungan mereka terhadap sektor

penangkapan.

Adapun jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis peting untuk di

kembangkan adalah Euchema spp yang mengandung bahan utama polisakarida

Karagenan dan Gracilaria spp yang mengandung bahan utama berupa agar-agar

dimana kandungan dalam rumput laut ini menyebabkan komuditas ini banyak

dimanfaatkan untuk pembuatan bahan makanan (es krim, sosis, bakso, manisan,

bahkan bisa dikonsumsi langsung sebagai lauk), sebagai bahan baku dalam industri

farmasi (pembuatan salep, kapsul, pasta gigi, sabun, lotion dll, bahan baku pembuatan

kosmetik (minyak rambut, lipstik, bedak dll) dan sebagai bahan baku Industri (cat, textil,

kaca, logam) dan lainnya.

2.2. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut

Dalam upaya mewujudkan Program tersebut yang menjadikan usaha budidaya

rumput laut sebagai usaha yang produktif, berdaya saing, ramah lingkungan dan

berkelanjutan, maka dibutuhkan sistem pembinaan yang intensif dari pemerintah

meliputi penerapan standar sistem pembudidayaan, standar mutu dan pembinaan

pemasaran.

Strategi yang ditetapkan antara lain : (1) pengembangan usaha budidaya rumput

laut secara bertahap di daerah yang potensial, (2) penyediaan bibit yang cukup dan

berkualitas melalui pengembangan kebun bibit, (3) pembinaan teknis melalui

pelaksanaan pilot project budidaya rumput laut, pendampingan teknis, penyaluran dana

penguatan modal (DPM), sosialisasi, pelatihan, temu lapang dan kemitraan serta (4)

pendekatan sistem akuabisnis dengan pengembangan melalui pendekatan kawasan

yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Sedangkan strategi pengembangan budidaya

yang diarahkan pada upaya untuk : (a) pemantapan ketahanan pangan, (b)

pemberdayaan ekonomi masyarakat petani pembudidaya, dan (c) peningkatan ekspor

hasil perikanan

Budidaya rumput laut sebagai salah satu teknik pemanfaatan kawasan pesisir

berpeluang besar untuk dikembangkan bagi produksi perikanan yang berkelanjutan.

Namun keberhasilan pengembangannya sangat ditentukan oleh penguasaan teknologi

yang berorientasi ekonomis, dan sistem pengelolaan yang diterapkan, serta

keterpaduan pemanfaatan kawasan pesisir dan laut dengan mempertimbangkan

keberlanjutan manfaat, sebagai konsekwensi kawasan pesisir dan laut bersifat common

property dan open acces namun limited entry. Sehingga diperlukan suatu konsep

pengembangan budidaya laut terpadu berorientasi akuabisnis sebagai suatu alternatif

pemanfaatan dan pengelolaan kawasan pesisir dan laut secara rasional dan

bertanggung jawab.

Page 6: Makalah Forum Rumput Laut

2.3. Permasalahan Pengembangan Usaha Rumput Laut

Rumput laut memiliki nilai ekonomi yang tinggi (high value commodity), spectrum

penggunaannya sangat luas, daya serap tenaga kerja yang tinggi, teknologi budidaya

yang mudah, masa tanam yang pendek (hanya 45 hari) atau quick yield dan biaya unit

per produksi sangat murah. Tetapi pada kenyataannya tingkat kehidupan masyarakat

pembudidaya rumput laut masih dominan kurang baik jika dibandingkan dengan tingkat

pembudidaya tambak (ikan bandeng/udang windu).

Permasalahan yang diidentifikasi pada usaha rumput laut adalah :

1) Strategi pengembangan usaha rumput laut masih kurang terencana,

pengembangan usaha dominan dipengaruhi oleh faktor harga rumput laut kering,

ketika harga rumput laut tinggi maka usaha budidaya berkembang cepat dan

begitu sebaliknya. Strategi belum dirancang menjadi suatu struktur usaha

dikelolah berorientasi pengembangan dari hulu sampai hilir dan turunannya,

sehingga sangat rentang terhadap perubahan.

2) Posisi tawar pembudidaya kepada para pedagang masih rendah, disebabkan

oleh masih kurang kesesuaian kebutuhan antara industri pengolahan dengan

para pembudidaya dan belum berfungsinya kelembagaan pada tingkat petani

budidaya rumput laut.

3) Pelaku usaha kurang berperan sebagai pelaku pemasaran produksi rumput laut

pada tingkat lokal maupun antar pulau sehingga harga rumput laut berfluktuasi,

sangat berpengaruh pada pembudidaya dalam mengembangkan usaha rumput

laut.

4) Pengembangan budidaya rumput laut masih dilaksanakan sendiri-sendiri secara

sektoral.

5) Masih ditemukan koordinasi yang kurang antar dinas/instansi dalam rangka

pelaksanaan program pemberdayaan khususnya pada budidaya rumput laut dan

penguatan modal serta peningkatan sistem monitoring, controlling dan

survailance untuk memperoleh data kemajuan usaha budidaya rumput laut yang

terpadu.

6) Analisa detail spesifikasi wilayah untuk pemanfaatan areal budidaya rumput laut

yang dilakukan pembudidaya selama ini, umumnya tanpa diawali dengan

penelitian tentang kondisi daya dukung lahan dan status lokasi, sehingga sangat

mempengaruhi keberlanjutan usaha budidaya rumput laut.

7) Keterbatasan penerapan dan alih teknologi budidaya rumput laut yang

dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas hasil panen yang berkualitas

melalui penelitian, percontohan, pelatihan, magang dan penyuluhan.

8) Perubahan budaya kerja, nelayan terbiasa mempunyai pola kerja yang dapat

langsung mengambil hasil tanpa ada budidaya pemeliharaan sebelumnya,

berubah menjadi pembudidaya yang membutuhkan pemeliharaan dan investasi

merupakan kendala budaya. Namun dengan melihat kondisi nelayan yang

Page 7: Makalah Forum Rumput Laut

berubah profesi menjadi pembudidya tingkat kehidupannya lebih baik, dapat

membantu proses adaptasi perubahan budaya tersebut.

9) Pada lokasi budidaya yang potensial, belum dikelola karena keterbatasan tenaga

kerja dan keterbatasan sarana penunjang untuk mencapai lokasi dan sarana

pendukungya.

10) Prasarana dan sarana untuk mengembangkan rumput laut dari hulu sampai hilir

masih sangat terbatas, terutama yang mendukung industri pengolahan rumput

laut dan turunannya.

11) Potensi areal budidaya masih kurang optimal pengunaannya, pemanfaatan areal

kawasan belum merata dan tertata, skala usaha pembudidaya sangat bervariasi

dan masih diperlukan peningkatan jiwa entrepenur bagi pembudidaya. Penataan

dan kepastian status pemanfaatan pesisir merupakan salah satu masalah dalam

pengembangan usaha budidaya rumput laut.

12) Keterbatasan modal usaha untuk pengadaan sarana media budidaya dan bibit

rumput laut merupakan masalah saat pembudidaya akan mengembangkan

usahanya.

13) Masalah gagal panen masih sering terjadi pada suatu kawasan, budidaya rumput

laut terserang penyakit ice-ice, lumut, dan penyakit layu.

III. TEKNOLOGI BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii

3.1. Pemilihan Lokasi

Penentuan lokasi budidaya rumput laut didasarkan atas pertimbangan ekologis,

resiko, higienis, dan sosio-ekonomi. Pemilihan lokasi dilakukan dengan pendekatan

beberapa faktor secara menyeluruh dengan menggunakan skala penilaian tertentu

untuk menentukan layak atau tidaknya suatu lokasi budidaya. Lahan budidaya K.

alvarezii yang cocok terutama sangat ditentukan oleh kondisi ekologis yang meliputi

kondisi lingkungan fisik, kimia dan biologi. Adapun persyaratan lahan budidaya adalah :

3.1.1. Faktor Ekologis

Parameter ekologis yang perlu diperhatikan antara lain: arus, kondisi dasar

perairan, kedalaman, kadar garam, kecerahan, ketersediaan bibit dan organisme

pengganggu.

a. Arus; Gerakan air akan membawa unsur hara, menghilangkan kotoran yang

menempel pada thallus, membantu pengudaraan, dan mencegah adanya

fluktuasi suhu air yang besar. Indikator suatu lokasi yang memiliki arus yang baik

adalah adanya pertumbuhan karang lunak dan padang lamun yang bersih dari

kotoran dan cenderung miring ke satu arah. Arus merupakan gerakan mengalir

suatu masa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air

laut dan pasang surut yang bergelombang panjang dari laut terbuka. Kecepatan

Page 8: Makalah Forum Rumput Laut

arus yang baik adalah 20-40 cm/detik dengan suhu berkisar 20-28oC dan pH

berkisar 7,3-8,2

b. Dasar Perairan; Dasar perairan yang sesuai adalah berupa pecahan-pecahan

karang dan pasir kasar. Kondisi perairan tersebut juga merupakan indikator

kejernihan air yang relatif baik memiliki adanya gerakan air yang baik. Dasar

perairan yang didominasi oleh lumpur dapat mengakibatkan kekeruhan yang

tinggi. Dasar perairan yang hanya terdiri dari pasir menunjukkan pergerakan air

yang sedikit, dan lumpur menunjukkan pergerakan air yang lebih rendah lagi.

Perairan dengan dasar karang ataupun karang mati

c. Kedalaman; Kedalaman perairan sangat tergantung dari metode budi daya yang

akan dipilih. Metode lepas dasar dilakukan pada kedalaman perairan tidak

kurang dari 30-60 cm pada waktu surut terendah, sedangkan metode rakit

apung, rawai dan jalur pada perairan dengan kedalaman sekitar 2-15 m.

d. Kadar Garam; K. alvarezii merupakan rumput laut yang relatif tidak tahan

terhadap kisaran kadar garam yang luas. Kadar garam yang sesuai untuk

pertumbuhannya adalah berkisar 28-35 ppt. Penurunan salinitas akibat

masuknya air tawar akan menyebabkan pertumbuhan Eucheuma spp menjadi

tidak normal. Untuk memperoleh perairan dengan kondisi salinitas tersebut harus

dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai. Soegiarto et al. (1978)

menyatakan kisaran salinitas yang baik untuk Eucheuma sp adalah 32 - 35 ppt.

e. Kecerahan; Lokasi budi daya rumput laut sebaiknya pada perairan yang jernih

atau tingkat kecerahan yang tinggi sekitar 2-5 m. Air keruh mengandung lumpur

dapat menghalangi cahaya matahari ke dalam air serta dapat menutupi

permukaan thallus yang dapat menyebabkan thallus membusuk sehingga mudah

patah.

f. Ketersediaan Bibit; Bibit rumput laut yang berkualitas sebaiknya tersedia di

sekitar lokasi yang dipilih, baik yang bersumber dari alam maupun dari budi

daya. Apabila di lokasi tersebut tidak tersedia bibit maka sebaiknya didatangkan

dari daerah terdekat dengan memperhatikan kaidah-kaidah penanganan bibit

dan pengangkutan yang baik.

g. Organisme Pengganggu; Lokasi budidaya diusahakan pada perairan yang

tidak banyak terdapat organisme pengganggu misalnya ikan beronang, bintang

laut, bulu babi dan penyu serta tanaman penempel.

3.1.2. Faktor Resiko

Faktor resiko merupakan salah satu faktor non-teknis yang perlu mendapat

pehatian dalam pemilihan lokasi budidaya, yang meliputi:

a. Keterlindungan; Untuk menghindari kerusakan fisik sarana budi daya dan

rumput laut, maka diperlukan lokasi yang terlindung dari pengaruh angin dan

Page 9: Makalah Forum Rumput Laut

gelombang yang besar. Lokasi yang terlindung biasanya di perairan teluk atau

perairan yang terlindung atau terhalang oleh pulau.

b. Keamanan Lokasi; Masalah pencurian dan sabotase mungkin saja dapat terjadi

pada lokasi tertentu, sehingga upaya pengamanan baik secara perorangan

maupun secara kelompok harus dilakukan. Upaya pendekatan dan hubungan

yang baik dengan masyarakat sekitar lokasi perlu dilakukan.

c. Konflik Kepentingan; Pemilihan lokasi sebaiknya tidak menimbulkan konflik

dengan kepentingan lain. Beberapa kegiatan perikanan (penangkapan ikan,

pemasangan bubu, bagang, dll) dan kegiatan non perikanan (parawisata,

perhubungan laut, industri, taman laut, dll) dapat berpengaruh negatif terhadap

aktivitas usaha rumput laut.

d. Aspek Peraturan dan Perundang-Undangan; Untuk menguatkan keberlanjutan

usaha budi daya rumput laut, maka pemilihan lokasi harus tidak bertentangan

dengan peraturan pemerintah serta harus mengikuti tata ruang yang telah

ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat.

3.1.3. Faktor Higienis

Lokasi budidaya sebaiknya terhindar dari cemaran yang berasal dari limbah

rumah tangga maupun industri. Selain itu cemaran sampah dan kotoran lumpur yang

umumnya terjadi pada daerah aliran muara sungai sebaiknya dihindari. Hal ini

disebabkan karena rumput laut umumnya dapat menyerap polutan (bahan pencemar)

seperti logam berat, sehingga jika terakumulasi dalam jaringan tanaman akan

berdampak pada konsumen.

3.1.4. Faktor Sosial-Ekonomi

Aspek sosial-ekonomi yang perlu mendapat perhatian dalam penentuan lokasi

antara lain keterjangkauan lokasi, tenaga kerja, sarana dan prasara, serta kondisi sosial

masyarakat.

a. Keterjangkauan Lokasi; Lokasi budidaya yang dipilih yang mudah dijangkau.

Umumnya lokasi budidaya relatif berdekatan dengan pemukiman penduduk agar

lebih mudah melakukan pemeliharaan.

b. Tenaga Kerja; Tenaga kerja sebaiknya dipilih yang bertempat tinggal di sekitar

lokasi budidaya. Upaya tersebut dilakukan untuk menghemat biaya produksi dan

sekaligus membuka peluang atau kesempatan kerja.

c. Sarana dan Prasarana; Lokasi budidaya sebaiknya berdekatan dengan sarana

dan prasarana perhubungan yang memadai untuk memudahkan dalam

pengangkutan bahan, bibit, hasil panen dan pemasarannya.

d. Kondisi Sosial Masyarakat; Kondisi sosial masyarakat yang kondusif

memungkinkan perkembangnya usaha budidaya rumput laut.

Page 10: Makalah Forum Rumput Laut

3.2. Bibit

3.2.1. Penyediaan Bibit

Bibit yang baik diambil dari petani yang sudah membudidayakan, dan yang

paling dekat dengan lokasi dimana akan dikembangkan budidaya rumput laut. Hal ini

berhubungan dengan tingkat kesegaran dan kematian bibit bila dibandingkan dengan

mengambil bibit yang letaknya berjauhan dengan lokasi yang akan dikembangkan

budidaya. Sehingga apabila bibit diambil dari lokasi terdekat maka tingkat keberhasilan

budidaya lebih besar. Pada lokasi yang masih memiliki potensi benih alam, budidaya

rumput laut dapat menggunakan benih yang berasal dari alam, tetapi pada lokasi yang

sulit untuk mendapatkan benih alam maka dapat menggunakan hasil budidaya atau

hasil kultur jaringan (Gambar 1).

(A) (B)

Gambar 1. Bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii hasil budidaya (A) dan hasil kultur jaringan (B) (Foto: Parenrengi et al., 2007).

Untuk mendapatkan pertumbuhan rumput laut yang optimal, bibit yang

digunakan harus berkualitas. Oleh karena itu, perlu dilakukan seleksi bibit dengan

kriteria sebagai berikut:

a. Thallus rumput laut secara morfologi bersih, segar, dan muda (umur 25-35 hari)

dimana tanaman yang segar ditandai dengan thallus yang keras dan berwarna

cerah.

b. Rumput laut bebas dari penyakit.

c. Thallus memiliki cabang yang banyak, rimbun dan berujung agak runcing.

d. Bibit seragam dan tidak tercampur dengan jenis lain.

e. Berat bibit awal diupayakan seragam sekitar 50-100 g per ikatan.

3.2.2. Transportasi Bibit

Bibit dikemas (packing) dengan baik supaya tidak mengalami kerusakan sebelum

pengangkutan. Pengepakan dapat dilakukan dalam kantong plastik yang telah dilubangi

dan selanjutnya dimasukkan ke dalam kotak karton atau kardus besar. Bibit harus tetap

memiliki ruang udara dan dijaga agar tetap lembab, meskipun tidak sampai membasahi

Page 11: Makalah Forum Rumput Laut

kardus yang digunakan. Apabila harus ditumpuk, penumpukan kardus tidak lebih dari

tiga tumpuk untuk menjaga supaya tetap ada ruang udara dalam kardus.

Selama pengangkutan bibit harus dijaga agar tetap lembab/basah tetapi tidak

sampai meneteskan air. Bibit dihindari dari air tawar, hujan, embun, minyak dan kotoran

lainnya serta tidak terkena sinar matahari secara langsung. Bibit diletakkan pada

daerah yang jauh dari sumber panas seperti mesin mobil/perahu.

Penyediaan bibit sebaiknya berasal dari lokasi berdekatan sehingga tidak

memerlukan pengangkutan bibit yang lama. Jika tidak memungkinkan maka

pengangkutan bibit harus dilakukan dengan baik dan hati-hati agar bibit dapat sampai di

lokasi dalam keadaan masih segar.

3.2.3. Penanaman Bibit

Bibit rumput laut yang akan ditanam sebaiknya tidak direndam dalam wadah

tertutup karena akan mengeluarkan lendir (mucus) yang dapat menyebabkan thallus

membusuk dan kemudian mati. Penyimpanan sementara dapat dilakukan dengan

memasukkan bibit ke dalam jaring kemudian direndam dalam laut, sehingga lendir yang

keluar akan masuk ke laut dan tidak merusak thallus. Kepadatan awal penanaman

rumput laut berkisar 50-100 gram per ikatan dengan jarak tanam tidak kurang dari 25

cm. Pengikatan bibit rumput laut dapat dilakukan di darat atau langsung di laut.

3.3. Metode Budidaya

Dewasa ini telah banyak dikembangkan metode budi daya rumput laut yang dapat

memberikan hasil yang lebih baik. Metode tersebut merupakan modifikasi dari metode

yang telah ada dan disesuaikan dengan kondisi lokasi budi daya. Meskipun demikian,

setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri.

Metode budidaya yang akan dilakukan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

rumput laut itu sendiri. Berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar terdapat 4 (empat)

metode budidaya meliputi metode sebar dasar, lepas dasar, rakit apung dan bentangan

tali panjang (long line). Adapun metode yang telah direkomendasikan oleh Direktorat

Jenderal Perikanan Budidaya, meliputi : metode lepas dasar, metode rakit apung dan

metode long line. Pemilihan metode budidaya sangat tergantung dari kondisi lokasi.

Namun didalam penerapan ketiga macam metode tersebut harus disesuaikan

dengan kondisi perairan dimana lokasi budidaya rumput laut akan diadakan. Uraian

ketiga macam metode tersebut adalah sebagai berikut :

3.3.1. Dasar (Patok)

Metode ini merupakan perbaikan dari metode sebelumnya. Dimana pada daerah

yang telah ditetapkan (lokasi budidaya) dipasang patok-patok secara teratur berjarak

antara 50 – 100 cm. Pada sisi yang berlawanan dengan jarak 50 – 100 m juga diberi

patok dengan jarak yang sama. Satu patok dengan patok lainnya dihubungkan dengan

tali jalur yang telah berisi rumput laut tersebut. Pada jarak 3 meter diberi pelampung

Page 12: Makalah Forum Rumput Laut

kecil yang berfungsi untuk menggerakan tali tersebut setiap saat agar tanaman bebas

dari lumpur (adanya sedimentasi).

Gambar 2. Konstruksi lepas dasar (Patok)

Gambar 3. Konstruksi metode lepas dasar (patok) berlapis dua

± 30 cm

Dua susun

± 30 cm

± 30 cm

± 30 cm

Dasar Perairan

± 60 cm

Page 13: Makalah Forum Rumput Laut

3.3.2. Sistim Apung

1. Metode rakit

Metode ini sering disebut metode rakit kotak, dibentuk dari empat buah bambu yang

dirakit sehingga berbentuk persegi panjang dengan ukuran 2,5 - 4 x 5 - 7 m. Pada rakit

tersebut dipasang tali pengikat rumput laut secara membujur dengan jarak 30 cm

kemudian rumput laut (bibit) diikat pada tali tersebut. Berat bibit yang digunakan

berkisar antara 50 – 100 gram. Setelah rumput diikat maka rakit tersebut ditarik dan

ditempatkan pada lokasi yang telah ditetapkan dengan menggunakan dua buah jangkar

pada kedua ujung rakit tersebut dengan kedalaman perairan berkisar antara 0,5 – 10

meter.

Gambar 4. Pemasangan kerangka bambu tampak atas (A), dan Konstruksi metode rakit

apung bambu (B)

2. Metode Long Line; Metode ini dikenal dengan istilah long line karena menggunakan

tali panjang yang dibentangkan. Metode ini merupakan metode yang paling banyak

diminati pembudi daya karena disamping lebih fleksibel dalam pemilihan lokasi, juga

alat dan bahan yang digunakan lebih tahan lama, relatif murah dan mudah untuk

didapat. Teknik budi daya rumput laut dengan metode ini menggunakan tali ris dengan

panjang sekitar 50-70 m yang direntangkan pada tali utama. Pada kedua ujung tali

utama digunakan jangkar atau karung yang berisi pasir sebagai pemberat. Untuk

mengapungkan rumput laut, digunakan pelampung yang terbuat dari stireform, botol

plastik 0,5 liter atau pelampung khusus pada tali ris. Pelampung diikat pada tali ris

menggunakan tali penghubung dengan panjang 10-15 cm supaya rumput laut tidak

muncul ke permukaan. Pada satu bentangan tali utama, dapat diikatkan beberapa tali

ris dengan jarak antar tali ris sekitar 1 m, untuk menghindari benturan antar tali ris

akibat gelombang atau arus kuat. Tali (diameter 8 mm) yang digunakan sepanjang 80 -

100 m yang pada kedua ujungnya diberi jangkar dan pelampung besar. Setiap jarak 5

m diberi pelampung berupa potongan styrofoam/ karet sandal atau botol air mineral

(500 ml) yang berfungsi untuk memudahkan pergerakan tanaman setiap saat. Arus

17

Tampak Atas

Panjang 8 meter, lebar 4 meter

400 cm

A B

A B

Page 14: Makalah Forum Rumput Laut

harus pada posisi sejajar atau sedikit menyudut untuk menghindari terjadinya belitan tali

satu dengan lainnya.

Gambar 5. Unit Konstruksi budidaya rumput laut Metode long line ukuran 2500 m2

Gambar 6. Kerangka wadah metode Long Line budidaya K. alvarezii.

Tali bibit

bibpengik

at

Rumpun

Eucheuma

Pelampung botol plastik

Tali nilon

Pelampung botol plastik Pelampung utama

Jangkar

50 – 100 meter

10-15 cm

20 cm

25 m

100 m

Page 15: Makalah Forum Rumput Laut

3. Metode jalur (kombinasi)

Metode ini merupakan kombinasi antara metode rakit dan metode long line.

Kerangka metode ini terbuat dari bambu yang disusun sejajar, pada kedua ujung setiap

bambu dihubungkan dengan tali PE Ø 0,6 cm sehingga membentuk persegi panjang

dengan ukuran 5 x 7 m. perpetak. Satu unit metode ini terdiri dari 7 – 8 petak dan pada

kedua ujung setiap unit diberi jangkar. Kegiatan penanaman diawali dengan mengikat

bibit rumput laut ke tali jalur yang telah dilengkapi tali PE Ø 0,1 cm. Setelah bibit diikat

pada tali jalur maka tali jalur tersebut dipasang pada kerangka yang telah tersedia

dengan jarak tanam yang digunakan minimal 25 cm x 30 cm.

Gambar 7. Konstruksi satu unit rakit metode jalur (kombinasi)

3.4. Perawatan

Keberhasilan usaha budidaya rumput laut harus didukung dengan usaha

perawatan selama masa pemeliharaan, bukan hanya terhadap tanaman itu sendiri tapi

juga fasilitas budidaya yang digunakan. Oleh karena itu peranan pengelola

(pembudidaya) rumput laut sangat diperlukan untuk memperkecil kemungkinan adanya

kerusakan khususnya kekuatan alam yang tak terduga.

Pemeliharaan rumput laut dari keempat metode budi daya tersebut adalah relatif

sama. Kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan rumput laut tersebut adalah

meliputi: pembersihan lumpur, kotoran dan biofouling yang menempel pada thallus

rumput laut; penyisipan tanaman yang rusak atau lepas dari ikatan; penggantian tali,

patok, bambu serta pelampung yang rusak; penjagaan tanaman dari serangan predator

dan pemantauan pertumbuhan rumput laut secara berkala.

Memelihara rumput laut berarti mengawasi terus menerus, konstruksi budidaya

dan tanamannya. Pemeliharaan dilakukan pada saat ombak besar maupun saat laut

tenang. Kerusakan patok, jangkar, tali ris, dan tali ris utama yang disebabkan oleh

ombak yang besar, atau daya tahannya menurun harus segera diperbaiki. Bila ditunda

akan berakibat makin banyak yang hilang sehingga kerugian lebih besar tidak bisa

dihindari.

Kotoran atau debu air sering melekat pada tanaman, yaitu saat musim laut tenang.

Pada saat seperti ini tanaman harus sering digoyang-goyangkan di dalam air agar

tanaman selalu bersih dari kotoran/debu yang melekat. Kotoran yang melekat dapat

menggangu proses metabolisme sehingga laju pertumbuhan menurun.

Page 16: Makalah Forum Rumput Laut

Hal-hal yang harus dilakukan dalam pemeliharaan adalah :

1. Bersihkan tanaman dari tumbuhan dan lumpur yang mengganggu, sehingga

tidak menghalangi tanaman dari sinar matahari dan mendapatkan makanan.

2. Jika ada sampah yang menempel, angkat tali perlahan, agar sampah-sampah

yang menyangkut bisa larut kembali.

3. Jika ada tali bentangan yang lepas ikatannya, sudah lapuk atau putus, segera

diperbaiki dengan cara mengencangkan ikatan atau mengganti dengan tali baru.

3.5. Hama dan Penyakit

Kegagalan budidaya rumput laut sering disebabkan adanya hama yang dapat

merusak tanaman, bahkan menyebabkan kematian. Selain itu, masalah keamanan juga

harus diperhatikan. Hama tanaman budidaya rumput laut umumnya merupakan

organisme laut yang memakan tanaman. Secara alami, organisme tersebut hidup

dengan rumput laut sebagai makanan utamanya atau sebagian masa hidupnya

memakan rumput laut.

Hama rumput laut yang biasa dijumpai adalah larva bulu babi (Tripneustes) dan

larva teripang (Holothuria sp.). Hama lainnya antara lain ikan beronang (Siganus sp.),

bintang laut (Protoneustes nodulus), bulu babi (Diadema dan Tripneustes sp.) dan

penyu hijau (Chelonia midas). Serangan ikan beronang umumnya bersifat musiman

sehingga setiap daerah memiliki waktu serangan yang berbeda. Upaya yang dilakukan

untuk menanggulangi hama tersebut adalah dengan cara memperbaiki/memodifikasi

teknik budi daya, sehingga tanaman budi daya berada pada posisi permukaan air.

Selain itu, diterapkan pola tanam yang serentak pada lokasi yang luas serta melindungi

areal budi daya dengan memasang pagar dari jaring.

Sedangkan penyakit yang dapat menyerang rumput laut adalah penyakit

bakterial, jamur dan ice-ice. Penyakit bakterial yang disebabkan oleh Macrocystis

pyrifera dan Micrococcus umumnya menyerang budi daya Laminaria sp., sedangkan

penyakit jamur yang disebabkan oleh Hydra thalassiiae menyerang bagian gelembung

udara rumput laut Sargassum sp. Penyakit ice-ice (sebagian orang menyebutnya

sebagai white spot) merupakan kendala utama budi daya rumput laut

Kappaphycus/Eucheuma. Gejala yang diperlihatkan pada rumput laut yang terserang

penyakit tersebut adalah antara lain: pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan

warna thallus menjadi pucat atau warna tidak cerah, dan sebagian atau seluruh thallus

pada beberapa cabang menjadi putih dan membusuk.

Penyakit tersebut terutama disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti arus,

suhu dan kecerahan. Kecerahan air yang sangat tinggi dan rendahnya kelarutan unsur

hara nitrat dalam perairan juga merupakan penyebab munculnya penyakit tersebut.

Page 17: Makalah Forum Rumput Laut

Gambar 8. Penyakit ice-ice yang menyerang pada budidaya rumput laut

3.6. Panen dan Penanganan Pascapanen

Panen dan penanganan hasil panen yang tidak sempurna akan menurunkan

kualitas produksi rumput laut. Untuk itu panen dan pascapanen harus dilakukan dengan

baik untuk memenuhi syarat standar mutu ekspor komoditas rumput laut (Tabel 1).

Tabel 1. Persyaratan eksport rumput laut Kappaphycus/Eucheuma sp.

Uraian Kappaphycus/Eucheuma sp.

Kadar air (%) 31-35

Maksimal garam dan kotoran lainnya (%) 5

Rendemen (%) Minimal 25

Sumber: Anggadiredja et al., (2006)

Panen sebaiknya dilakukan setelah rumput laut berumur 45 hari pemeliharaan

pada cuaca yang cerah agar kualitasnya terjamin. Pemanenan rumput laut sangat

tergantung dari tujuannya. Jika tujuan memanen untuk mendapatkan bibit, pemanenan

dilakukan pada umur 25 – 35 hari. Kalau ingin mendapatkan kualitas tinggi dengan

kandungan Karaginan banyak, panen dilakukan pada umur 45 hari (umur ideal).

Pemanenan rumput laut dapat dilakukan dengan dua cara :

(1) Petama memotong sebagian tanaman. Cara ini bisa menghemat tali pengikat

bibit, namun perlu waktu lama. Disisi lain, sisa-sisa tanaman rumput laut yang

tidak ikut dipanen pertumbuhannya lambat, sehingga kualitasnya rendah.

(2) Kedua, mengangkat seluruh tanaman. Cara ini memerlukan waktu kerja yang

singkat. Pelepasan tanaman dari tali dilakukan di darat dengan cara memotong

tali. Kelebihan cara ini adalah, dapat melakukan penanaman kembali dari bibit-

bibit rumput laut yang masih muda dengan laju pertumbuhan tinggi.

Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya rumput laut adalah penanganan

pasca panen yang tepat. Karena kualitas rumput laut kering yang akan dihasilkan

tergantung dari cara penanganan pasca panen. Salah satu cara penanganan pasca

panen yang dilakukan di Balai Budidaya Air Payau Takalar adalah penjemuran sistim

gantung yang dilanjutkan dengan penjemuran di atas para-para (Gambar 5).

Keuntungan dengan penjemuran sistim gantung adalah penyusutan pengeringannya

Page 18: Makalah Forum Rumput Laut

lebih kecil serta kualitasnya lebih baik yang berpengaruh langsung terhadap harga

rumput laut di pasaran. Dalam kondisi normal pengeringan akan berlangsung selama 2

-3 hari dengan kadar air 30 – 35 %. Pasir dan garam akan dipisahkan melalui

pengayakan, yaitu setelah selesai proses pengeringan. Ciri atau warna rumput laut

yang sudah kering adalah ungu keputihan dilapisi kristal garam.

Mutu hasil panen sangat ditentukan oleh cara penanganan pascapanen termasuk

penjemuran. Perlakuan penjemuran dilakukan dengan tiga metode tergantung dari

permintaan pasar. Ketiga metode tersebut adalah (a) penjemuran langsung setelah

panen, (b) penjemuran dilakukan setelah dicuci air tawar, dan (c) penjemuran setelah

melalui fermentasi. Penjemuran langsung merupakan metode yang paling banyak

diminati oleh pasar.

(A) (B)

Gambar 9. Pengeringan dengan sistem gantung (A) dan pengeringan dengan menggunakan para-para (B)

IV. PENUTUP

Dari uraian di atas maka diambil beberapa kesimpulan sebagai barikut :

1. Agar usaha budidaya rumput laut yang dilakukan memberikan menghasilkan yang

baik maka penentuan lokasi budidaya harus dilakukan dengan serius serta

memperhatikan faktor resiko dan faktor pencapaian.

2. Penentuan metode budidaya yang akan digunakan harus disesuaikan dengan

kondisi lokasi budidaya dan kebiasaan masyarakat setempat serta memperhatikan

asaz ramah lingkungan.

3. Agar mutu rumput laut hasil panen dapat memenuhi kualitas ekspor, maka kegiatan

panen dan penanganan pasca panen harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Panen harus dilakukan setelah tanaman berumur 45 hari

b. Kurangi luka pada rumput laut (thalus) saat panen

c. Penjemuran harus dilakukan di atas para-para atau media yang disiapkan

khusus sebagai tempat penjemuran

Page 19: Makalah Forum Rumput Laut

d. Distribusi rumput laut baik bibit maupun hasil pengolahan pasca panen

hendaknya dilakukan dengan baik agar mutu rumput laut tetap dapat

dipertahankan.

DAFTAR PUSTAKA

Akmal, Ilham, M.Suaib. Irwan dan Muhiddin., 2007. Budidaya Rumput Laut Metode Lepas Dasar Bersusun Di Kabupaten Takalar. Laporan Perekayasaan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Payau Takalar

Akmal, 2008. Teknologi Budidaya Laut (Budidaya Rumput Laut, Kappaphycus Alvarezii) Makalah Pelatihan Apresiasi dan Pembinaan Teknis TPT Direktorat Jenderal erikanan Budidaya, Tanggal 3 – 8 Maret 2008 di Balai Budidaya Air Payau Takalar Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya

Anggadiredja, Jana T., Zatnika, A., Heri Purwoto, dan Istini, S., 2006, Rumput Laut Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penebar Swadaya, Informasi Dunia Pertanian, Cetakan I, Jakarta.

Anggadiredja. J.T., Achmad Zatnika, Heri Purwoto dan Sri Istini., Rumput Laut, seri Agribisnis,2006.

Anonimous., 2005. Profil Rumput Laut Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Mubarak,H., S. Ilyas, W.Ismail, I.S. Wahyuni, S.T. Hartati, E. Pratiwi, Z. Jangkaru, dan R. Arifuddin. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Seri Pengembangan Hasil Penelitian Perikanan No. PHP/KAN/PT/13/1990. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta. 94 hal.

Parenrengi, A., M. I. Madeali, dan N. A. Rangka, 2007. Penyediaan benih dalam menunjang pengembangan budidaya rumput laut. Makalah disampaikan pada Workshop Rumput Laut, Sangiaseri Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan, Makassar, 23 pp.

Puslitbangkan. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.

Runtuboy, N., Sahrun, 2001. Rekayasa Teknologi Budidaya Rumput laut (kappaphycus alvarizii). Laporan Tahunan Balai Budidaya Laut Lampung tahun Anggaran 2000.

Sulistijo. 1985. Budidaya Rumput Lau. (BL/85/WP-11). Laboratorium Marikultur, Lembaga Oceanologi Nasional LIPL. Jakarta.