hukum laut indonesia

24
Hukum laut Indonesia Latar Belakang Timbulnya Dasar Hukum NKRI Menilik sejarah, negara Indonesia yang cukup dikenal wilayahnya merupakan kumpulan dari pulau-pulau besar dan kecil, dalam praktek ketatanegaraannya telah memperlakukan ketentuan selebar 12 mil laut. Dimana pada tanggal 13 Desember 1957 pemerintah RI mengeluarkan pernyataan yang dikenal “Deklarasi H. Djuanda”. Dikeluarkannya deklarasi ini dimakhsudkan untuk menyatukan wilayah daratan yang terpecah-pecah sehingga deklarasi akan menutup adanya lautan bebas yang berada di antara pulau-pulau wilayah daratan. Adapun pertimbangan-pertimbangan yang mendorong pemerintah RI sebagai suatu negara kepulauan sehingga mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairan Indonesia adalah : 1. Bahwa bentuk Geografi Indonesia yang berwujud negara kepulauan, yang terdiri atas 13.000 lebih pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar di lautan. 2. Demi untuk kesatuan wilayah negara RI, agar semua kepulauan dan perairan ( selat ) yang diantaranya merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lainnya, atau antara pulau dengan perairannya. 3. Bahwa penetapan batas perairan wilayah sebagai menurut Teritoriale Zee en Mariteme Kringen Ordonampie 1939” yang dimuat dalam Staatsblad 1939 no 442 pasal 1 ayat (1 ) sudah tidak cocok lagi dengan kepentingan Indonesia setelah merdeka

Upload: hibatullah-arif-yaasiin

Post on 18-Jan-2016

39 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hukum, law, hukum laut, wilayah indonesia, teritorial laut indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Hukum Laut Indonesia

Hukum laut Indonesia

Latar Belakang Timbulnya Dasar Hukum NKRI

 Menilik sejarah, negara Indonesia yang cukup dikenal wilayahnya merupakan

kumpulan dari pulau-pulau besar dan kecil, dalam praktek ketatanegaraannya telah

memperlakukan ketentuan selebar 12 mil laut. Dimana pada tanggal 13 Desember

1957 pemerintah RI mengeluarkan pernyataan yang dikenal “Deklarasi H. Djuanda”.

Dikeluarkannya deklarasi ini dimakhsudkan untuk menyatukan wilayah daratan yang

terpecah-pecah sehingga deklarasi akan menutup adanya lautan bebas yang berada di

antara pulau-pulau wilayah daratan.

Adapun pertimbangan-pertimbangan yang mendorong pemerintah RI sebagai suatu

negara kepulauan sehingga mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairan

Indonesia adalah :

1. Bahwa bentuk Geografi Indonesia yang berwujud negara kepulauan, yang terdiri

atas 13.000 lebih pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar di lautan.

2. Demi untuk kesatuan wilayah negara RI, agar semua kepulauan dan perairan

( selat ) yang diantaranya merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat

dipisahkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lainnya, atau antara pulau

dengan perairannya.

3. Bahwa penetapan batas perairan wilayah sebagai menurut “Teritoriale Zee en

Mariteme Kringen Ordonampie 1939” yang dimuat dalam Staatsblad 1939 no

442 pasal 1 ayat (1 ) sudah tidak cocok lagi dengan kepentingan Indonesia

setelah merdeka

4. Bahwa Indonesia setelah berdaulat sebagai suatu negara yang merdeka,

mempunyai hak sepenuhnya dan berkewajiban untuk mengatur segala

sesuatunya, demi untuk keamanan dan keselamatan negara serta bangsanya.

Ketentuan-ketentuan yang mengatur hak laut Indonesia Republik Indonesia merupaka negara kepulauan yang berwawasan Nusantara. Secara

Geografis, keberadaan pulau-pulau yang tersebar di wilayah Indonesia sangat startegis.

Karena berdasarkan pulau-pulau tersebut batas negara ditentukan.

Page 2: Hukum Laut Indonesia

Telah diketahui bahwa dalam membentuk suatu negara, wilayah merupakan salah satu

unsur utama selain tiga unsur lainnya, yaitu rakyat, pemerintahan dan kedulatan. Oleh

karena itu adanya wilayah dalam suatu negara ditetapkan dengan peraturan

perundang-undangan begitu pula dengan Indonesia. Dalam UUD 1945 yang asli tidak

tercantum pasal mengenai wilayah NKRI. Namun demikian pada umumnya telah

disepakati bahwa ketika para pendiri negara ini memprokalmasikan kemerdekaan

Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wilayah negara RI ini mencakup wilayah

Hindia-Belanda. Oleh karena itu, wilayah negara RI merupakan wilayah yang mengacu

pada Ordansi Hindia-Belanda 1939, yaitu “Teritoriale Zee en Mariteme Kringen

Orelonantie 1939” ( Tzmku 1939 ), pulau-pulau di wilayah ini dipisahkan untuk laut

disekelilingnya. Dalam Ordonansi/peraturan ini setiap pulau memiliki laut disekeliling

sejauh 3 mil dari garis pantai. Hal ini berarti kapal asing dengan leluasa dapat melayari

laut yang mengelilingi atau yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Peraturan ini

diusulkan oleh seorang penulis Italia Galliani. Ia mengusulkan 3 mil sebagai batas

perairan netral.

Dinamika Hak Laut Indonesia Pemerintah Indonesia menyadari bahwa sebagai kesatuan wilayah Indonesia hal ini

dirasa sangat merugikan bangsa Indonesia sehingga pada tanggal 13 Desember 1957,

saat pemerintahan Indonesia dipimpin oleh Ir. Djuanda mengeluarkan pengumuman

pemerintah yang dikanal dengan Deklarasi Djuanda yang menyatakan bahwa Negara

Republik Indonesia merupakan negara kepulauan ( Archipelagie State ). Pada dasarnya

konsep deklarasi ini menyatakan bahwa semua laut atau perairan diantara pulau-pulau

Indonesia tidak terpisahkan dari negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) karena

laut antar pulau merupakan laut penghubung dan satu kesatuan dengan pualu-pulau

tersebut.

Adapun pertimbangan-pertimbangan yang mendorong perombakan batasan wilayah

NKRI sebagai berikut :

1.      Bahwa bentuk Geografi Indonesia yang berwujud negara kepulauan, yang terdiri atas

13.000 lebih pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar di lautan.

Page 3: Hukum Laut Indonesia

2.      Demi untuk kesatuan wilayah NKRI, agar semua kepulauan dan perairan   ( selat )

yang ada diantaranya merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan

antara pulau yang satu dengan yang lainnya atau antar pulau dengan perairannya.

3.      Bahwa penetapan batas perairan wilayah sebagaimana menurut “Teritoriale Zee en

Mariteme Kringen Orelonantie 1939” yang dimuat di dalam Staatsblad 1939 no 442

pasal 1 ayat ( 1 ) sudah tidak cocok dengan kepentingan Indonesia setelah merdeka.

4.      Bahwa Indonesia setelah berdaulat sebagai suatu negara yang mrdeka, mempunyai

hak sepenuhnya dan berkewajiban untuk mengatur segala sesuatunya, demi untuk

keamanan dan keselamatan negara serta bangsanya.

Deklarasi Djuanda ini disahkan melalui UU no 4 / PRT / 1960 tenyang perairan

Indonesia dan menjadi tonggak Sejarah kelautan Indonesia yang kemudian dikenal

dengan Wawasan Nusantara, yang merupakan konsepsi kewilayahan.

Dari Deklarasi Djuanda ini, maka sebagian besar hasil perjuangan bangsa Indonesia

mengenai hukum laut Internasional tercantum dalam konfrensi PBB tentang hukum laut

yang dikenal dengan United Nation Conferention on The Law of The Sea (Unclos) III

tahun 1982 yang selanjutnya disebut hukum laut (Hukla) 1982. pemerintahan Indonesia

merasifikan Hukla 1982 dengan UU no 17 tahun 1985. Upaya mencantumkan wilayah

NKRI dalam UU 1945 diawali dari perubahan ke dua dan terus berlanjut sampai pada

pasal 25 A tercantum NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara

dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan UU.

Berdasarkan Hukla, batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil dari laut dari garis

pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut terendah. Jika dua

negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya kurang dari 24 mil laut ( 1 mil

laut = 1852 m ), batas teritorial antara 2 negara tersebut adalah Median.

Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa

ketentuan UUD 1945

1.      Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :

1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV

1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )

1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )

1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983

Page 4: Hukum Laut Indonesia

2.   Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya

2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia     ( Wawasan

Nusantra )

2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air

asing dalam perairan Indonesia.

2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala

kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.

2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia

2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia

2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona

Ekonomi Eksklusif Indonesia

2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI

Persetujuan Pemenrintah Indonesia dengan berapa negara dalam penetapan garis

batas Kontinen

Persetujuan pemerintahan Indonesia dengan beberapa negara yang berbatasan tidak

lepas dengan hak dan kewajiban persetujuan yang telah dilakukan mengatur masalah

Landasan Kontinen dua negara atau lebih berbentuk peraturan perundangan

mempunyai konsekuensi untuk dilaksanakan, terjadinya pelanggaran perbatasan berarti

kemungkinan ketegangan akan timbul, oleh sebab itu disajikan batas-batas wilayah

sehingga garis batas Landas Kontinen antara :

1.      Pemerintahan Indonesia dengan pemerintahan Malaysia

Persetujuan ke dua negara tersebut bagi pemerintahan Indonesia yang telah disahkan

secara konstitusionil diwujudkan dalam bentuk keputusan Presiden yaitu Keputusan

Presiden RI no 89 tahun 1969 menetapkan, mengesahkan persetujuan antara

pemerintah RI dengan pemerintah Indonesia tentang penetapan garis batas landas

kontinen antara ke dua negara yang di tanda tangani para delegasi masing-masing di

Kuala Lumpur pada tanggal 17 Agustus 1969.

2.      Pemerintah Indonesia dengan pemerintah Malaysia dan Kerajaan Thauland

Hasil persetujuan delegasi-delegasi RI dengan Malaysia dan Kerajaan Thailand di

tanda tangani di Kuala Lumpur tanggal 21 Desember 1971 dan oleh pemerintah

Page 5: Hukum Laut Indonesia

Indonesia secara Konstitusional di tuangkan dalam bentuk Keputusan Presiden pada

11 Maret 1972, yaitu Keputusan Presiden no 20 tahun 1972 tentang pengesahan

persetujuan antara pemerintah RI, pemerintah Malaysia dan Kerajaan Thailand dalam

penetapan garis-garis batas Kontinen di bagian utara selat Malaka. 

3.      Pemerintah RI dengan Pemerintah Thailand.  

Hasil persetujuan antara pemerintahan  RI dengan pemerintahan kerjaan Thailand

membicarakan batas landas kontinen dua negara dibagian selat Malaka dan di laut

Andaman, untuk memisahkan bagian kedaulatan ke dua negara di bagian wilayah

Kontinennya dan di tanda tangani di Bangkok pada tanggal 17 Desember 1971 dan

oleh pemerintahan RI disahkan dalam bentuk keputusan Presiden yang ditetapkan

pada tanggal 11 Maret 1972, yaitu keputusan presiden no 21 tahun 1972.

4.      Pemerintah RI dengan pemerintah Filipina.

Sistem yang dianut Filipina dalam penetapan batas landas kontinennya adalah sistem

yang sama dengan yang dianut oleh Indonesia yakni Middle Line atau Ekuedistant, baik

Indonesia maupun Filipina kedua nya adalah negara kepulauan. Pada bulan Mei 1979

Filipina mengumumkan ZEE 200 milnya, dengan terjadinya penetapan batas tersebut

oleh masing-masing pihak dan diukur dari garis-garis pangkal darimana diukur laut

teritorial masing-masing yang mengelilingi kepulauannya, maka di baigian selatan

Filipina ( selatan Mindanau ) dan bagian utara Indonesia ( Laut Sulawesi dan Sangir

Talaud ).

5.      Pemerintah RI dan pemerintah Vietnam

Vietnam telah mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairannya pada tanggal

12 Mie 1977 dan menetapkan UU Maritimnya pada bulan Januari 1980. Dalam UU

tersebut ditetapkan bahwa wilayah maritim Virtnam adalah sejauh 200 mil laut dengan

perincian 12 mil laut Teritorial, 2 mil wilayah menyangga dan selebihnya ZEE. Menurut

Guy Sacerdotti dalam tulisannya tahun 1980 menyebutkan bahwa pihak Indonesia

berpendirian bahwa tidak ada wilayah yang tumpang tindih dengan pihak Vietnam.

6.      Pemerintah RI dengan pemerintah Papua Nugini

Kedua negara sudah membicarakan sebelumnya pada bulan Mei 1978 yang

menegaskan bahwa perjanjian-perjanjian dahulu tetap mempunyai daya laku dan akan

diadakan persetujuan final mengenai penetapan ke dua negara, juga dalam pernyataan

Page 6: Hukum Laut Indonesia

bersana tersebut disebutkan bahwa tindakan-tndakan yang diambil oleh pihak Papua

Nugini untuk menetapkan Zona perikanan 200 mil serta kebijakannya dalam pergolakan

sumber-sumber daya hayati dalam zona tersebut diakui.

Konsepsi Wawasan Nusantara menjelma menjadi pasal-pasal Konvensi Hukum Laut Konsepsi penguasaan lautan oleh negara atau pulau yang didekatnya (dikelilingi)

seperti yang termaktub di dalam ordinasi tersebut pada hakikatnya berasal dari adanya

kecenderungan pengaruh oleh salah satu diantara dua konsepsi dasar tentang lautan

yang berkembang sejak abad XVII.

Adapun dua konsepsi yang dimakhsud adalah :

1. Res Nullius : yang menyatakan bahwa lautan itu tidak ada yang memiliki, karena itu negara atau

bangsa yang berdekatan boleh memilikinya.

2. Res Comunis : yang menyatakan bahwa lautan itu adalah milik bersama, karena itu tidak boleh

dimiliki oleh negara atau bangsa manapun. Dalam hal ini Rezim hukum laut yang

dimakhsudkan ternyata cenderung terpengaruh oleh konsepsi dasar Res Nulius

meskipun terbatas (3 mil laut).

Konsepsi negara kepulauan yang di dalam UNCLOS I dan UNCLOS II tidak

memperoleh dukungan berarti dari negara-negara kepulauan, keduanya berubah ke

dalam dekade-dekade berikutnya. Dengan diterimanya konsepsi negara kepulauan di

dalam konvensi hukum laut 1982 dan mengundangkannya di dalam UU no 4 PRP

tahun 1960.

Kanada menyatakan bahwa setelah konvensi baru ini diterima bulan April, Konsepsi

negara kepulauan ini merupakan kemajuan yang penting yang telah dicapai oleh

UNCLOS II. Fiji menyatakan bahwa mereka telah membakukan konsepsi ini di dalam

perundang-undangan mereka. Filipina menyatakan bahwa fakta, Konvensi mengakui

kedaulatan dari negara kepulauan atas perairan kepulauannya dan udara diatas

landasan tanah di bawah, merupakan pertimbangan yang sangat menentukan untuk

Konvensi ini.

Indonesia telah meratafisir Konvensi hukum laut 1982 dengan UU no 17 tahun 1985

tentang pengesahan United Nation Convention On the Law of The Sea yang

diundangkan pada tanggal 31 Desember 1985.

Page 7: Hukum Laut Indonesia

Penjelasan UU no 17 tahun 1985 antara lain memuat sebagai berikut : Bagi bangsa dan

negara RI, Konvensi ini mempunyai arti yang penting karena untuk pertama kalinya

asas negara kepulauan yang selama 25 tahun secara terus menerus diperjuangkan

oleh Indonesia telah berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat Internasional.

Pengakuan resmi asas negara kepulauan ini merupakan hal yang penting dalam rangka

mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai dengan deklarasi Djuanda 13 Desember

1957, dan Wawasan Nusantara sebagaimana termakhtub dalam ketetapan MPR

tentang GBHN yang menjadi dasar bagi perwujudan kepulauan Indonesia sebagai satu

kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan

Konsepsi Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan semangat persatuan dan kesatuan wilayah

nusantara serta memberikan kesejahteraan bangsa, maka pemerintah Indonesia pada

tanggal 21 Maret 1980, mengumumkan Deklarasi Zona Ekonomi Eksklusif ( ZEE I ).

Yang dimakhsud Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut di luar laut wilayah Indonesia

sejauh 200 mil laut dari garis pangkal atau garis dasar. Pengumuman deklarasi ZEE I

berdasarkan Perpu no 4 tahun 1960 tentang perairan Indonesia.

 Konsepsi ZEE Indonesia didasarkan oleh faktor-faktor :

1.      Semakin terbatasnya persediaan ikan

Bertambahnya jumlah penduduk akn meningkatkan permintaan ikan untuk baha makan.

Sedangkan hasil perikanan dunia akan berada di bawah tingkat permintaan. Sehingga

melalui ZEE ini, Indonesia dapat melindungi sumber-sumber daya hayati yang ada di

laut.

2.      Pembangunan nasional Indonesia.

Dalam usaha pembangunan nasional Indonesia, sumber daya alam yang terdapat di

laut sampai ke batas 200 mil dari garis-garis pangkal, dapat dimanfaatkan bagi

peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Sumber daya Alam Ini

merupakan modal dasar pembangunan guna mencapai kesejahteraan seluruh rakyat

Indonesia di semua bidang kehidupan sesuai dengan UUD 1945.

3.      Zona Ekonomi Eksklusif sebagai Rezim hukum Internasional

Page 8: Hukum Laut Indonesia

Di sini berarti bahwa ZEE I telah menjadi bagian dari hukum internasional kebiasaan.

Setelah Indonesia merdeka tetapi sebelum terjadinya pembaharuan hukum atas laut

wilayah negara RI masih mendasarkan diri kepada TZMKO 1939, yang menetapkan

bahwa perairan daerah jajahan Hindia-Belanda wilayah lautnya meliputi sejauh 3 mil

laut yang diukur dari garis dasar, dan ditentukan pada waktu air surut dari masing-

masing pulau, selain itu didasarkan pada aturan peralihan pasal 2 UUD 1945, pasal 192

Konstitusi RIS dan pasal 1942 UUDS.

Tetapi kemudian aturan menurut TZMKO 1939 dirubah oleh UU no PRP tahun 1960

dengan menetapkan batas wilayah laut adalah sejauh 12 mil yang ditentukan dari pulau

yang palig luar ke pulau yang terluar lainnya, maka UU tersebut berati

mengimplementasikan beberapa ketetntuan UUD, yaitu :

a.     Alinea ke 4 pembukaan UUD 1945 yang berbunyi :

. . . . . . .Membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap

bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia. . . . . .                        dan seterunya

b.    Pasal 1 ayat ( 1 ) UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara

kesatuan yang berbentuk Republik

Dengan demikian maka negara kepulauan Indonesia merupakan negara kesatuan baik

dilihat dari segi Yuridis maupun dari segi kenyataan dengan laut (Perairan) berfungsi

sebagai sarana penghubung untuk pulau yang satu dengan lainnya (bukan sebagai

sarana pemisah). 

Page 9: Hukum Laut Indonesia

WILAYAH EXTRATERITORIAL

Wilayah extra territorial adalah wilayah atau tempat2 yang menurut hukum internasional diakui sebagai wilayah kekuasaan suatu Negara, meski wilayah itu sebenernya secara nyata brada di Negara lain.

Menurut hukum internasional yang mengacu pada hasil Reglemen Wina(1815) dan kongres Aachen (1818) “perwakilan diplomatic suatu Negara di Negara lain merupakan daerah ekstrateritorial

Daerah ekstra territorial mencakup :

a. Darat

Daerah diplomatic suatu Negara yang berupa kantor perwakialn suatu Negara/ kantor kedutaan besar/ kedutaan besar suatu Negara

b. Laut

Kapal yang berlayar dilaut bebas, yang berbaendera suatu negara, yang dsebut juga pulau terapung (floatijg island)

Diwilayah tersebuut pengibaran bendera negara yang bersangkutan diperbolehkan. Demikian pula pemungutan suara warga negara yang sedang berada di negara lailn untuk pemilu di negara asalnya.

Page 10: Hukum Laut Indonesia

Perbatasan laut dengan negara tetangga:

Perbatasan Indonesia-Singapura

Penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Sinagpura, telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan.Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.

Perbatasan Indonesia-Malaysia

Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke dua negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia.Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.

Perbatasan Indonesia-Filipina

Belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas, menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Forum RI-Filipina yakni Joint Border Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) yang memiliki agenda sidang secara berkala, dapat dioptimalkan menjembatani permasalahan perbatasan kedua negara secara bilateral.

Perbatasan Indonesia-Australia

Perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste.

Perbatasan Indonesia-Papua Nugini

Indonesia dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian.

Page 11: Hukum Laut Indonesia

Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.

Perbatasan Indonesia-Vietnam

Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke dua negara. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan tersebut.

Perbatasan Indonesia-India

Perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo di Aceh dan pulau Nicobar di India. Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titik-titik koordinat tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati oleh kedua negara. Namun permasalahan di antara kedua negara masih timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para nelayan.

Perbatasan Indonesia-Thailand

Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan timbulnya masalah perbatasan antara RI dengan Thailand tidak begitu kompleks, karena jarak antara ujung pulau Sumatera dengan Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah memiliki perjanjian Landas Kontinen yang terletak di dua titik koordinat tertentu di kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut Andaman. Penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang mencapai wilayah perairan Indonesia, merupakan masalah keamanan di laut. Di samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing merupakan masalah sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat pantai Indonesia.

Perbatasan Indonesia-Republik Palau

Sejauh ini kedua negara belum sepakat mengenal batas perairan ZEE Palau dengan ZEE Indonesia yang terletak di utara Papua. Akibat hal ini, sering timbul perbedaan pendapat tentang pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh para nelayan kedua pihak.

Perbatasan Indonesia-Timor Leste

Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari.

Page 12: Hukum Laut Indonesia

Perbatasan darat Indonesia dengan negara tetangga:

Indonesia-Malaysia

Pelanggaran perbatasan nagara Indonesia dengan negara tetangganya sering banyak dilanggar

oleh Malaysia. Ini terbukti dengan adanya pelanggaran perbatasan wilayah negara yang masih

terus dilakukan oleh negara tetangga. Malaysia lah yang paling sering melakukan pelanggaran

batas wilayah RI. Pelanggaran wilayah darat, diantaranya berupa pemindahan titik-titik batas

wilayah di Kalimantan Barat. Pemindahan patok batas terjadi di Sektro Tengah, Utara Gunung

Mumbau, Taman Nasional Betung Kerihun, Kecamatan Putu Sibau, serta Kabupaten Kapuas

Hulu. Selain itu, pelanggaran wilayah perbatasan darat juga dilakukan oleh para pelintas batas

yang tidak memiliki dokumen yang sah. Permasalahan lain antar kedua negara ini adalah

masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Penetapan garis batas darat

kedua negara di Selat Malaka dan laut Cina Selatan ditandatangai tanggal 27 oktober 1969 yang

diratifikasi melalui Keppres No.89 tahun 1969 tanggal 5 November 1969/ LN No.54 dengan

nama perjanjian Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the

Government of Malaysia Relating to the Delimitation of the Continental Shelves between the

Two Countries. (Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia

Tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen antara Kedua Negara).

Indonesia-Papua Nugini

Indonesia dan Papua Nugini telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun

demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian.

Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi

perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi

masalah kompleks di kemudian hari.

Indonesia-Timor Leste

Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata

uang rupiah,  bahasa Indonesia,  serta berinteraksi secara  sosial dan budaya dengan masyarakat

Indonesia.  Persamaan  budaya dan ikatan   kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua

sisi perbatasan,  dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional,  dapat berkembang

menjadi masalah yang lebih kompleks.  Disamping itu,  keberadaan pengungsi Timor Leste yang

Page 13: Hukum Laut Indonesia

masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi

permasalahan  perbatasan di kemudian hari.

Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan

baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara

RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.

Pulau-pulau terluar yang menjadi perbatasan dengan negara tetangga

Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan tidak berpenduduk dan jauh

dari perhatian pemerintah. Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis,

karena berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya

mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang

dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah

perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan

Indonesia. Ada beberapa kondisi yang membahayakan keutuhan wilayah jika terjadi pada pulau-

pulau terluar, diantaranya :

Hilangnya pulau secara fisik akibat abrasi, tenggelam, atau karena kesengajaan manusia.

Hilangnya pulau secara kepemilikan, akibat perubahan status kepemilikan akibat

pemaksaan militer atau sebagai sebuah ketaatan pada keputusan hukum seperti yang

terjadi pada kasus berpindahnya status kepemilikan Sipadan dan Ligitan dari Indonesia

ke Malaysia

Hilang secara sosial dan ekonomi, akibat praktek ekonomi dan sosial dari masyarakat di

pulau tersebut. Misalnya pulau yang secara turun temurun didiami oleh masyarakat dari

negara lain.

Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan oleh DISHIDROS TNI AL, terdapat 92 pulau

yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, diantaranya :

Pulau Simeulucut, Salaut Besar, Rawa, Rusa, Benggala dan Rondo berbatasan dengan

India

Page 14: Hukum Laut Indonesia

Pulau Sentut,, Tokong Malang Baru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong Belayar,

Tokong Boro, Semiun, Subi Kecil, Kepala, Sebatik, Gosong Makasar, Maratua, Sambit,

Berhala, Batu Mandi, Iyu Kecil, dan Karimun Kecil berbatasan dengan Malaysia

Pulau Nipa, Pelampong, Batu berhenti, dan Nongsa berbatasan dengan Singapura

Pulau Sebetul, Sekatung, dan Senua berbatasan dengan Vietnam

Pulau Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Manterawu, Makalehi, Kawalusu, Kawio,

Marore, Batu Bawa Ikang, Miangas, Marampit, Intata, kakarutan dan Jiew berbatasan

dengan Filipina

Pulau Dana, Dana (pulau ini tidak sama dengan Pulau Dana yang disebut pertama kali,

terdapat kesamaan nama), Mangudu, Shopialoisa, Barung, Sekel, Panehen, Nusa

Kambangan, Kolepon, Ararkula, Karaweira, Penambulai, Kultubai Utara, Kultubai

Selatan, Karang, Enu, Batugoyan, Larat, Asutubun, Selaru, Batarkusu, Masela dan

Meatimiarang berbatasan dengan Australia

Pulau Leti, Kisar, Wetar, Liran, Alor, dan Batek berbatasan dengan Timor Leste

Pulau Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondo danLiki berbatasan dengan Palau

Pulau Laag berbatasan dengan Papua Nugini

Pulau Manuk, Deli, Batukecil, Enggano, Mega, Sibarubaru, Sinyaunau, Simuk dan

wunga berbatasan dengan samudra Hindia

Diantara 92 pulau terluar ini, ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius dintaranya:

1. Pulau Rondo

Pulau Rondo terletak di ujung barat laut Propinsi Nangro Aceh Darussalam (NAD). Disini

terdapat Titik dasar TD 177. Pulau ini adalah pulau terluar di sebelah barat wilayah Indonesia

yang berbatasan dengan perairan India.

2. Pulau Berhala

Pulau Berhala terletak di perairan timur Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan

Malaysia. Di tempat ini terdapat Titik Dasar TD 184. Pulau ini menjadi sangat penting karena

menjadi pulau terluar Indonesia di Selat Malaka, salah satu selat yang sangat ramai karena

merupakan jalur pelayaran internasional.

3. Pulau Nipa

Page 15: Hukum Laut Indonesia

Pulau Nipa adalah salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura. Secara

Administratif pulau ini masuk kedalam wilayah Kelurahan Pemping Kecamatan Belakang

Padang Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau. Pulau Nipa ini tiba tiba menjadi terkenal karena

beredarnya isu mengenai hilangnya/ tenggelamnya pulau ini atau hilangnya titik dasar yang ada

di pulau tersebut. Hal ini memicu anggapan bahwa luas wilayah Indonesia semakin sempit.

Pada kenyataanya, Pulau Nipa memang mengalami abrasi serius akibat penambangan pasir laut

di sekitarnya. Pasir pasir ini kemudian dijual untuk reklamasi pantai Singapura. Kondisi pulau

yang berada di Selat Philip serta berbatasan langsung dengan Singapura disebelah utaranya ini

sangat rawan dan memprihatinkan.

Pada saat air pasang maka wilayah Pulau Nipa hanya tediri dari Suar Nipa, beberapa pohon

bakau dan tanggul yang menahan terjadinya abrasi. Pulau Nipa merupakan batas laut antara

Indonesia dan Singapura sejak 1973, dimana terdapat Titik Referensi (TR 190) yang menjadi

dasar pengukuran dan penentuan media line antara Indonesia dan Singapura. Hilangnya titik

referensi ini dikhawatirkan akan menggeser batas wilayah NKRI. Pemerintah melalui

DISHIDROS TNI baru-baru ini telah mennam 1000 pohon bakau, melakukan reklamasi dan

telah melakukan pemetaan ulang di pulau ini, termasuk pemindahan Suar Nipa (yang dulunya

tergenang air) ke tempat yang lebih tinggi.

4. Pulau Sekatung

Pulau ini merupakan pulau terluar Propinsi Kepulauan Riau di sebelah utara dan berhadapan

langsung dengan Laut Cina Selatan. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 030 yang menjadi Titik

Dasar dalam pengukuran dan penetapan batas Indonesia dengan Vietnam.

5. Pulau Marore

Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan

Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 055.

6. Pulau Miangas

Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Pulau

Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 056.

7. Pulau Fani

Pulau ini terletak Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat,

berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 066.

8. Pulau Fanildo

Page 16: Hukum Laut Indonesia

Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat,

berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 072.

9. Pulau Bras

Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat,

berbatasan langsung dengan Negara Kepualuan Palau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD

072A.

10. Pulau Batek

Pulau ini terletak di Selat Ombai, Di pantai utara Nusa Tenggara Timur dan Oecussi Timor

Leste. Dari Data yang penulis pegang, di pulau ini belum ada Titik Dasar

11. Pulau Marampit

Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Pulau

Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 057.

12. Pulau Dana

Pulau ini terletak di bagian selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan langsung dengan

Pulau Karang Ashmore Australia. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 121