hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian …repository.poltekkes-kdi.ac.id/1180/10/naskah...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN
IMUNISASI RUBELLA PADA BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS NAMBO KOTA KENDARI
TAHUN 2019
NASKAH PUBLIKASI
OLEH
NUR FITRIANI MUHAMMADIAH
P00312015021
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIV
2019
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN
IMUNISASI RUBELLA PADA BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS NAMBO KOTA KENDARI
TAHUN 2019
Nur Fitriani Muhammadiah 1, Nurmiaty
2, Sitti Zaenab
2
1Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kendari
2Mahasiswa Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kendari
ABSTRACT
Relationship between knowledge of Mother and Giving Rubella Immunization in
Toddler in Nambo Health Center Work Area Kendari City in 2019
Nur Fitriani Muhammadiah 1, Nurmiaty
2, Sitti Zaenab
2
Caused by virus, Rubella are infectious diseases transmitted through respiratory tract. It is
targeted that Rubella can be eliminated in 5 WHO Regions by 2020. One of the strategies is
administering two of vaccine containing Rubella through routine immunization and addition with
high coverage (>95%) and well distribution. This study aims to determine the relationship of
knowledge of mothers with the provision of rubella immunization in toddler in the working area of
Kendari City Nambo Health Center in 2019.
The type of research used is quantitative with cross sectional approach. This research was
conducted in the Nambo Community Health Center in Kendari in April-May 2019. The population
in this study were all mothers who had 3-5 years old children in the Nambo Community Health
Center Working Area in Kendari City with a total of 190 mothers in January - December 2018 ,
with a total sample of 53 respondents determined by accidental sampling. Data analysis used is
univariable in narrative and bivariable form with Chi Square formula.
Based on the results of the study it was concluded that: (1) Most mothers in the Work Area
of the Nambo Health Center in Kendari City did not provide rubella immunization in children aged
3-5 years as many as 29 people (54.7%); (2) Most mothers in the Nambo Community Health
Center Working Area in Kendari City have 28 people (52.8%) lacking rubella immunization in 3-5
year olds; and (3) There is a relationship between the knowledge of mothers with the provision of
rubella immunization in children aged 3-5 years in the Work Area of the Kendari City Nambo
Health Center in 2019 at a level of confidence of 95% (α = 0.05).
Keyword : Knowledge, Giving Rubella Immunization
PENDAHULUAN
Anemia pada umumnya terjadi di
Indonesia telah berkomitmen untuk
mencapai eliminasi campak dan
pengendalian rubella/ Congenital
Rubella Syndrome (CRS) pada tahun
2020. Rubella atau biasa disebut campak
jerman adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus rubella. Gejala
rubella yang paling utama adalah
demam ringan dan bintik-bintik merah
di kulit. Rubella sering terjadi pada bayi
dan anak yang belum atau tidak
diimunisasi. Tidak ada pengobatan
rubella, tetapi penyakit ini dapat dicegah
dengan vaksin rubella (Cahyono, 2010).
Sayangnya masih banyak orang tua yang
menolak anaknya diimunisasi karena
takut akan risiko efek samping vaksin
rubella yang katanya bisa menyebabkan
kelumpuhan bahkan autisme.
Imunisasi rubella adalah imunisasi
yang digunakan untuk memberi
kekebalan sekaligus mencegah penyakit
campak rubella (jerman) (Hidayat,
2012). Imunisasi rubella (vaksin MR)
diberikan pada semua anak usia 9 bulan
sampai dengan kurang dari 15 tahun.
Dari laporan Center For Disease
Control (CDC) didapatkan bahwa
penggunaan vaksin rubella dengan
varisela cukup aman, tidak di dapatkan
efek samping yang berarti. Tenaga
kesehatan akan menyuntikkan vaksin
pada bagian otot lengan atas atau paha
anak. Bagi anak yang sebelumnya sudah
melakukan imunisasi campak, vaksin
MR ini tetap perlu diberikan. Fungsinya
agar anak mendapatkan kekebalan
terhadap rubella (Swari, 2017).
Umumnya imunisasi rubella tidak
memiliki efek samping yang berarti.
Sekalipun ada, efek samping yang
ditimbulkan cenderung umum dan
ringan, seperti demam, ruam kulit atau
nyeri di bagian kulit bekas suntikan. Ini
merupakan reaksi yang normal dan akan
menghilang dalam waktu 2-3 hari.
Dalam kasus yang sangat jarang terjadi,
seorang anak juga bias mengalami
reaksi alergi sebagai efek samping dari
imunisasi rubella.
Sebelum dilakukan imunisasi
rubella, insidens CRS bervariasi antara
0,1-0,2/1000 kelahiran hidup pada
periode endemik dan antara 0,8-4/1000
kelahiran hidup selama periode epidemi
rubella. Angka kejadian CRS pada
negara yang belum mengintroduksi
vaksin rubella diperkirakan cukup
tinggi. Pada tahun 1996 diperkirakan
sekitar 22.000 anak lahir dengan CRS di
regio Afrika, sekitar 46.000 di regio
Asia Tenggara dan 12.634 di region
Pasifik Barat. Insiden CRS pada regio
yang telah mengintroduksi vaksin
rubella selama tahun 1996-2008 telah
menurun (Kemenkes RI, 2017).
Rubella merupakah salah satu
masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia yang memerlukan upaya
pencegahan efektif. Data surveilans
selama lima tahun terakhir menunjukan
70% kasus rubella terjadi pada
kelompok usia <15 tahun. Selain itu,
berdasarkan studi tentang estimasi beban
penyakit CRS di Indonesia pada tahun
2013 diperkirakan terdapat 2767 kasus
CRS, 82/100.000 terjadi pada usia ibu
15-19 tahun dan menurun menjadi
47/100.000 pada ibu usia 40-44 tahun
(Kemenkes RI, 2017).
Dalam Global Vaccine Action Plan
(GVAP), campak dan rubella
ditargetkan untuk dapat dieliminasi di 5
regional WHO pada tahun 2020. Sejalan
dengan GVAP, The Global Measles &
Rubella Strategic Plan 2012-2020
memetakan strategi yang diperlukan
untuk mencapai target dunia tanpa
campak, rubella atau CRS. Satu diantara
lima strategi adalah mencapai dan
mempertahankan tingkat kekebalan
masyarakat yang tinggi dengan
memberikan dua dosis vaksin yang
mengandung campak dan rubella
melalui imunisasi rutin dan tambahan
dengan cakupan yang tinggi (>95%) dan
merata (Kemenkes RI, 2017).
Indonesia tahun 2007 diperkirakan
30.000 anak meninggal setiap tahun
karena komplikasi campak rubella
(campak jerman). Sedangkan pada tahun
2004 diperkirakan sekitar 20% anak-
anak dan 5% orang dewasa di seluruh
dunia mengalami infeksi influenza
setiap tahun (Pediatri, 2010). Profil
pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan, melaporkan bahwa di
Indonesia pada tahun 2015 angka
kesakitan tyfoid adalah 500 per 100.000
penduduk, dengan kematian 0,65%
(Kemenkes RI, 2015).
Penyakit rubella dapat
memberikan dampak buruk terhadap
kesehatan anak di Indonesia seperti
kelainan pada jantung, indera
pendengaran, gangguan pada hati dan
limpa yang menyebabkan kecacatan dan
kematian, sehingga pemerintah
melaksanakan kampanye vaksinasi MR.
Vaksin MR (Measles Rubella)
memberikan manfaat seperti dapat
melindungi anak dari kecacatan dan
kematian akibat komplikasi pneumonia,
diare, kerusakan otak, ketulian, kebutaan
dan penyakit jantung bawaan. Terdapat
sebanyak 83 kasus pasti CRS pada tahun
2015-2016 diantaranya 77% menderita
kelainan jantung, 67,5% menderita
katarak dan 47% menderita ketulian
(Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan data dari Dinkes
Prov. Sultra (2016), ditemukan kasus
rubella sebanyak 3 kasus dan pada tahun
2017 mengalami peningkatan sebanyak
21 kasus. Untuk tiga kasus rubella tahun
2016 tersebar di tiga daerah masing-
masing Kota Kendari, Bau-Bau dan
Kabupaten Kolaka. Sedangkan 21 kasus
rubella tahun 2017 tersebar di enam
daerah yakni Kabupaten Kolaka,
Konawe, Muna, Kota Kendari, Konawe
Selatan dan Kabupaten Wakatobi.
Jumlah kasus rubella pada tahun 2017
terbanyak berada di Kota Kendari
sebanyak 14 kasus, kemudian
Kabupaten Kolaka sebanyak 2 kasus,
Konawe Selatan sebanyak 2 kasus,
Wakatobi, Muna dan Konawe masing-
masing sebanyak satu kasus.
Laporan dari Puskesmas Nambo
bahwa hingga saat ini belum terdapat
angka kejadian rubella, namun cakupan
pemberian imunisasi rubella masih
sangat rendah yakni sebesar 74,3%,
dimana target capaian pemberian
imunisasi rubella sebesar >95%.
Permasalahan yang ditemui sehubungan
dengan pemberian imunisasi rubella di
wilayah kerja Puskesmas Nambo adalah
ketakutan dan kekhawatiran ibu akan
pemberian imunisasi rubella tersebut
seperti kehalalan vaksin, larangan dari
suami untuk melakukan imunisasi
rubella, dan didukung dengan
lingkungan yang sebagian tidak
menerima dengan program imunisasi
rubella.
Masih banyak ibu yang tidak
berani memberikan imunisasi rubella
pada anaknya. Akan tetapi dikarenakan
kurangnya pengetahuan oleh ibu
menjadikan imunisasi ini sering
dianggap tidak penting. Pengetahuan ibu
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah
satunya adalah faktor pengalaman yang
dimiliki ibu. Pengalaman dari ibu
multipara lebih banyak dan lebih luas
dibandingkan dengan pengalaman ibu
multipara terutama dalam halnya
mengurus anak (Rosanda, 2010).
Kepercayaan dan perilaku
kesehatan ibu merupakan hal penting,
karena penggunaan sarana kesehatan
oleh bayi berkaitan erat dengan perilaku
dan kepercayaan ibu tentang kesehatan
dan mempengaruhi status imunisasi.
Masalah pengertian dan keikutsertaan
orang tua dalam program imunisasi
tidak akan menjadi halangan yang besar
jika pendidikan kesehatan yang
memadai tentang hal itu diberikan.
Peran ibu dalam program imunisasi
sangatlah penting. Karenanya suatu
pemahaman tentang program ini amat
diperlukan untuk kalangan tersebut
(Ferry & Makhfudli, 2012).
Menurut studi pendahuluan yang
dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas
Nambo tercatat ada 190 orang ibu yang
memiliki balita di wilayah tersebut pada
bulan Januari-Desember 2018. Dari 190
ibu tersebut dilakukan wawancara tidak
terstruktur pada 15 orang ibu yang
memiliki balita tentang imunisasi
tambahan MMR, influenza, dan tyfoid
pada balita. Hasilnya, ada 4 orang ibu
yang dapat menjawab pertanyaan
dengan benar dan 11 orang ibu yang
menjawab salah.
Selain itu, terdapat sebanyak 12
orang yang belum melaksanakan
imunisasi rubella akibat ketakutan ibu
akan dampak dari imunisasi tersebut dan
3 orang lainnya telah melakukan
imunisasi rubella. Hal ini menunjukkan
bahwa masih ada yang melakukan
penolakan terhadap pemberian imunisasi
dan masih ada beberapa yang
beranggapan jika anaknya sudah
mendapatkan imunisasi sebelumnya
berarti telah mendapatkan kekebalan
tubuh. Berdasarkan wawancara
yangdilakukan kepada 5 orang
responden, terdapat 3 yang menolak
imunisasi MR (Meases Rubella) karena
alasan tidak adanya sertifikat halal dari
MUI.
Berdasarkan latar belakang di atas
peneliti telah melakukan penelitian
dengan judul “Hubungan pengetahuan
ibu dengan pemberian imunisasi rubella
pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Nambo Kota Kendari tahun 2019”.
METODE
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif yaitu data
penelitian berupa angka-angka dan
analisis menggunakan statistik
(Sugiyono, 2010). Rancangan penelitian
digunakan melalui pendekatan cross
sectional yaitu dengan melakukan
pengukuran atau pengamatan pada saat
bersamaan (sekali waktu) antara variabel
dependen dan independen (Hidayat,
2011).
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan
di Wilayah Kerja Puskesmas Nambo
Kota Kendari pada Bulan April-Mei
2019.
Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini
adalah semua ibu yang mempunyai
balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Nambo Kota Kendari dengan
jumlah 190 orang ibu pada bulan
Januari – Desember 2018.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari
Sampel penelitian ini adalah
sebagian ibu yang mempunyai balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Nambo
Kota Kendari Tahun 2018. Besarnya
sampel dapat dihitung dengan rumus
(Nursalam, 2013):
qpZNd
qpZNn
.1
..22
2
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
p = estimator proporsi populasi
(0.05)
q = 1,0 – p
Z2 = 1,96
d = 0,05
Besarnya sampel dalam penelitian
ini adalah:
n
05,0105,0.96,1119005,0
05,0105,0.96,119022
2
.0,05.0,953,8421890,0025
.0,05.0,953,842190
6549,0
674,34 = 52,94 ≈ 53
orang
Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah tehnik
accidental sampling. Teknik
accidental sampling yaitu teknik
penetapan sampel yang didasarkan
pada apa yang kebetulan ditemukan
di lapangan (Nursalam, 2013).
Penentuan sampel
berdasarkan kriteria inklusi dan
ekskluasi sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
1) Ibu yang memiliki balita
usia <3 tahun dan >5 tahun.
2) Bersedia menjadi responden
penelitian.
b. Kriteria Eksklusi
1) Ibu yang tidak bersedia
menjadi responden
2) Ibu yang memiliki balita
sedang sakit
Jenis Dan Sumber Data 1. Jenis Data
Jenis data dalam
penelitian ini adalah data primer
fh
fhfoX
2
2)(
dan data sekunder. Data primer
yaitu data mengenai
karakteristik responden, data
pengetahuan, dan pemberian
imunisasi rubella. Sedangkan
data sekunder mengenai kondisi
di lokasi penelitian, jumlah
balita, gambaran umum lokasi
penelitian dan lain-lain.
2. Cara Pengumpulan data
Sebelum melakukan
penelitian, Pengumpulan data
dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data tentang dimensi-dimensi dari konstruk-konstruk yang dikembangkan dalam penelitian ini. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2010). Kuesioner ini diberikan kepada responden secara langsung.
Pengolahan Dan Analisis Data
1. Pengolahan data
Pengolahan datadilakukan
denga bantuan program computer
SPSS. Data disusun terlebih dahulu
supaya dihasilkan data yang mudah
diolah dengan langkah-langkah
penyus .
Langkah-langkah pengolahan data
yang dilakukan adalah sebagai
berikut: penyuntingan (editing),
pengkodean (coding), Pemberian
skor (scoring), Pemasukan data
(entry) dan Tabulasi (tabulating)
2. Analisa Data
1. Univariat
Analisis ini menggunakan
perhitungan statistik secara
sederhana untuk mengetahui
persentase satu variabel dengan
menggunakan rumus :
kn
fP
Keterangan :
P = Presentase hasil yang
dicapai
f = frekuensi variabel yang
diteliti
n = jumlah sampel penelitian
k = konstanta (Sugiyono, 2010) 2. Bivariat
Untuk mengidentifikasi
ada tidaknya hubungan antara
variabel bebas dan variabel
terikat. Uji statistik yang akan
digunakan adalah chi squere,
dengan rumus:
Keterangan
X2 = Statistic chi-
square/kuadrat hitung
f0 = Nilai observasi/nilai
pengumpulan data
fh = Frekuensi harapan
(Hidayat, 2011).
Interpretasi hasil:
Pengambilan
kesimpulan dari pengujian
hipotesa adalah ada hubungan
jika ρ value < α = 0,05 dan
tidak ada hubungan jika p value
> α = 0,05 atau X2 hitung > X
2
tabel maka Ho ditolak dan Ha
diterima yang berarti ada
hubungan dan X2 hitung < X
2
tabel maka Ha ditolak dan Ho
diterima yang berarti tidak ada
hubungan.
HASIL
Karakteristik Responden
a. Umur
Distribusi responden
berdasarkan umur ibu di Wilayah
Kerja Puskesmas Nambo Kota
Kendari disajikan pada tabel berikut
ini:
Tabel 2. Distribusi Umur Ibu di
Wilayah Kerja Puskesmas
Nambo Kota Kendari Tahun
2019
Umur Ibu
(Tahun)
Jumlah
n %
< 20
20 – 35
> 35
8
25
20
15,1
47,2
37,7
Total 53 100,0
Sumber: Data Primer, 2019.
Tabel 2 menunjukkan responden
terbanyak adalah responden yang
memiliki umur 20-35 tahun sebanyak 25
orang (47,2%). Sedangkan yang
terendah adalah umur ibu < 20 tahun
sebanyak 8 orang (15,1%).
b. Pendidikan
Distribusi responden berdasarkan
pendidikan ibu di Wilayah Kerja
Puskesmas Nambo Kota Kendari
disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 3. Distribusi Pendidikan Ibu di
Wilayah Kerja Puskesmas
Nambo Kota Kendari Tahun
2019
Pendidikan Jumlah
n %
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
9
12
19
13
17,0
22,7
35,8
24,5
Total 53 100,0
Sumber: Data Primer, 2019.
Tabel 3 menunjukkan responden
terbanyak adalah responden yang
memiliki pendidikan SMA sebanyak 19
orang (35,8%). Sedangkan yang
terendah adalah pendidikan SD
sebanyak 9 orang (17,0%).
c. Pekerjaan
Distribusi responden
berdasarkan pekerjaan ibu di
Wilayah Kerja Puskesmas Nambo
Kota Kendari disajikan pada tabel
berikut ini:
Tabel 4. Distribusi Pekerjaan Ibu di
Wilayah Kerja
Puskesmas Nambo Kota
Kendari Tahun 2019
Pekerjaan Jumlah
n %
Pegawai Negeri
Pegawai Swasta
Wiraswasta
Ibu Rumah
Tangga
7
8
10
28
13,2
15,1
18,9
52,8
Total 53 100,0
Sumber: Data Primer, 2019.
Tabel 4 menunjukkan responden
terbanyak adalah responden yang tidak
bekerja (Ibu Rumah Tangga) sebanyak
28 orang (52,8%). Sedangkan yang
terendah adalah ibu yang bekerja
sebagai Pegawai Negeri sebanyak 7
orang (13,2%).
1. Analisis Univariat
a. Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi
Rubella
Distribusi responden
berdasarkan pengetahuan ibu
tentang imunisasi rubella pada balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Nambo
Kota Kendari disajikan pada tabel
berikut ini:
Tabel 5. Distribusi Pengetahuan Ibu
tentang Imunisasi Rubella pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Nambo Kota
Kendari Tahun 2019
Pengetahuan Ibu Jumlah
n %
Kurang
Baik
28
25
52,8
47,2
Total 53 100,0
Sumber: Data Primer, 2019.
Tabel 5 menunjukkan responden
terbanyak adalah responden yang
memiliki pengetahuan kurang tentang
imunisasi rubella pada balita sebanyak
28 orang (52,8%). Sedangkan yang
terendah adalah responden yang
memiliki pengetahuan baik tentang
imunisasi rubella pada balita sebanyak
25 orang (47,2%).
b. Pemberian Imunisasi Rubella
Distribusi responden berdasarkan
pemberian imunisasi rubella pada balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Nambo
Kota Kendari disajikan pada tabel
berikut ini:
Tabel 6. Distribusi Pemberian Imunisasi
Rubella pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas
Nambo Kota Kendari Tahun
2019
Pemberian
Imunisasi
Rubella
Jumlah
n %
Tidak
Diberikan
Diberikan
29
24
54,7
45,3
Total 53 100,0
Sumber: Data Primer, 2019.
Tabel 6 menunjukkan responden
terbanyak adalah responden yang tidak
memberikan imunisasi rubella pada
balita sebanyak 29 orang (54,7%).
Sedangkan yang terendah adalah
responden yang memberikan imunisasi
rubella pada balita sebanyak 24 orang
(45,3%).
2. Analisis Bivariat
Hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi rubella pada balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Nambo Kota Kendari disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 7. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemberian Imunisasi Rubella pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Nambo Kota Kendari Tahun 2019.
Pengetahuan
Ibu
Pemberian Imunisasi Rubella
ρ value α Tidak Diberikan Diberikan
n (%) n (%)
Kurang
Baik
20
9
37,7
17,0
8
16
15,1
30,2 0,010
(6,691) 0,05
Total 29 54,7 24 45,3
Sumber: Data Primer, 2019
Hasil analisis uji statistik
menggunakan chi square menunjukkan
bahwa ρ value = 0,010 < α = 0,05 maka
Ha diterima. Ini berarti ada hubungan
antara pengetahuan ibu dengan
pemberian imunisasi rubella pada balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Nambo
Kota Kendari tahun 2019 pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0,05).
PEMBAHASAN
1. Pengetahuan Ibu
Pengetahuan ibu tentang
imunisasi rubella dalam penelitian
ini adalah kemampuan atau
pemahaman ibu untuk menjawab
pertanyaan sehubungan dengan
imunisasi rubella yang meliputi
pengertian, tujuan, manfaat,
keuntungan dan efek samping. Hasil
45
penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar ibu di Wilayah Kerja
Puskesmas Nambo Kota Kendari
memiliki pengetahuan kurang
tentang imunisasi rubella pada balita
sebanyak 28 orang (52,8%).
Sedangkan ibu yang memiliki
pengetahuan baik tentang imunisasi
rubella pada balita sebanyak 25
orang (47,2%).
Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan
oleh Wahyu (2015) bahwa tingkat
pengetahuan ibu primipara tentang
imunisasi tambahan MMR,
influenza, dan tyfoid pada balita di
Kelurahan Sidoharjo, Sidoharjo,
Sragen pada tingkat pengetahuan
baik sebanyak 11 responden
(15,3%).
Hal ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah
tingkat pendidikan, pekerjaan
responden dan umur ibu.
Berdasarkan karakteristik responden
sebagian besar dari tingkat
pendidikan sedang yaitu (SMA)
sebanyak 19 orang (35,8%),
berpendidikan tingkat dasar yaitu
SD dan SMP sebanyak 21 orang
(39,6%) orang dan yang
berpendidikan tinggi (Perguruan
Tinggi) sebanyak 13 orang (24,5%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan
pendapat Wawan (2010), bahwa
pendidikan diperlukan untuk
mendapat informasi misalnya hal-
hal yang menunjang kesehatan
sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup. Pendidikan dapat
mempengaruhi seseorang termasuk
juga perilaku seseorang akan pola
hidup terutama dalam memotivasi
untuk sikap perperan serta dalam
pembangunan.
Pada umumnya semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang,
semakin mudah menerima
informasi. Sebagian ibu
berpendidikan Sekolah Menengah
Atas ini mempermudah dalam ibu
menerima informasi mengenai
imunisasi rubella sesuai dengan
jadwal pemberian pada balita.
Pekerjaan ibu juga dapat
mempengaruhi pengetahuan,
Berdasarkan hasil penelitian,
responden banyak yang bekerja
(PNS, karyawan dan wiraswasta)
sebanyak 25 orang (47,2%) orang.
Menurut Thomas yang dikutip oleh
Nursalam (2012), pekerjaan adalah
kewajiban yang harus dilakukan
terutama untuk menunjang
kehidupan dan kehidupan
keluargannya. Sedangkan bekerja
umumnya menyita waktu dan
bekerja bagi ibu-ibu akan
mempunyai pengaruh dalam
kehidupan keluarga. Dengan
pekerjaan ibu yang sebagian besar
bekerja sebagai buruh pabrik
umumnya menyita waktu dan
berpengaruh kehidupan keluarga
terutama dalam kondisi fisik ibu
yang kelelahan setelah bekerja.
Berdasarkan data karakteristik
responden umur ibu dapat dilihat
bahwa umur ibu terbanyak yaitu
umur 20-35 tahun sebanyak 25
orang (47,2%). Usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai saat berulang
tahun semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir
dan bekerja. Pada usia 20-35 tahun
adalah usia reproduktif yang
memungkinkan ibu masih bekerja.
Dengan bertambahnya usia
biasanya akan lebih dewasa pola
intelektualnya. Dengan demikian
semakin matang tingkat
perkembangan baik yang
menyangkut fisik, pengaruh
eksternal lainnya, akan
mempengaruhi cara seseorang untuk
mendapatkan pengetahuan, sehingga
semakin tinggi kemampuan berfikir
yang menyangkut keilmuan
46
seseorang maka cenderung akan
mendapatkan cara berfikir yang
induktif, deduktif, dan verikatif.
Faktor eksternal di antaranya
pendidikan, lingkungan,
pengalaman, informasi dan orang
yang dianggap penting. Teori ini
sejalan dengan hasil penelitian
melalui wawancara yang tidak
terstruktur kepada responden yang
menunjukkan bahwa sebagian besar
responden kurang mendapatkan
informasi tentang imunisasi rubella,
baik dari petugas kesehatan, maupun
dari media massa, cetak maupun
elektronik.
Penolakan imunisasi rubella
disebabkan oleh pengetahuan ibu
yang kurang baik terhadap imunisasi
rubella, dan penyakit rubella. Hal ini
dikarenakan program imunisasi
rubella yang masih baru dan
penyakit rubella yang belum
familiar bagi ibu. Munculnya
pemberitaan yang negatif mengenai
imunisasi rubella juga sangat
berpengaruh terhadap persepsi ibu
mengenai imunisasi rubella.
Menurut Notoatmodjo (2012),
pengetahuan adalah merupakan hasil
“tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap
suatu obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia
yakni penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan itu sendiri adalah hal
yang penting bagi manusia, yang
dapat merubah persepsi mengenai
suatu hal. Dengan pengetahuan yang
dimilikinya diharapkan seorang ibu
akan dapat meningkatkan dan
berperan aktif dalam pemberian
imunisasi guna untuk meningkatkan
kesehatan bayi, dan mempunyai
sikap untuk mendorong ke arah
perilaku kesehatan.
2. Pemberian Imunisasi Rubella
pada Balita
Pemberian imunisasi rubella
dalam penelitian ini adalah
persetujuan ibu untuk memberikan
imunisasi rubella pada balita. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar ibu di Wilayah Kerja
Puskesmas Nambo Kota Kendari
tidak memberikan imunisasi rubella
pada balita sebanyak 29 orang
(54,7%). Sedangkan yang yang
memberikan imunisasi rubella pada
balita sebanyak 24 orang (45,3%).
Masih banyaknya ibu yang
tidak memberikan imunisasi rubella
kepada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Nambo Kota Kendari
diebabkan karena tingkat kesibukan
ibu yang cukup tinggi dalam hal
aktivitas pekerjaan ibu serta
ketakutan ibu akan dampak dari
imunisasi rubella. Namun terdapat
juga ibu yang telah memberikan
imunisasi rubella kepada balita. Hal
ini karena keinginan ibu agar
anaknya tetap dalam keadaan sehat
dan jangan sampai terkena penyakit.
Hasil penelitian sejalan
dengan penelitian Scobie et al
(2015) menjelaskan cakupan
imunisasi yang rendah dikarenakan
beberapa alasan. Mayoritas alasan
ibu tidak mengimunisasikan anak
yaitu pengetahuan ibu rendah
terhadap imunisasi. Alasan lain ibu
tidak mengimunisasikan anak yaitu
kurangnya kesadaran akan
pentingnya kebutuhan imunisasi,
takut suntik, takut efek samping,
tidak ada petugas imunisasi yang
hadir, anak sakit, waktu tunggu
lama, dan tidak nyaman dalam
melakukan imunisasi.
Ibu yang memberikan
imunisasi rubella kepada anaknya
telah mendengarkan informasi
tentang pencegahan imunisasi
rubella sehingga telah mendapatkan
banyak informasi. Ibu yang tidak
47
mengimunisasikan anak rata-rata
tidak mendengarkan informasi
tentang pencegahan imunisasi
sehingga tidak mendapatkan banyak
informasi tentang imunisasi rubella.
Ibu sebagai orang tua
memiliki peran yang penting dalam
pencapaian imunisasi anak. Menurut
teori Health Belief Model, persepsi
yang dimiliki seseorang dapat
mempengaruhi perilaku
kesehatannya. Begitu juga dengan
persepsi ibu terhadap imunisasi
dapat berbeda-beda pada setiap
individunya dipengaruhi juga oleh
perbedaan geografis.
Imunisasi rubella merupakan
program yang baru dicanangkan
untuk dapat menekan kejadian
akibat penyakit rubella. Pemberian
imunisasi rubella merupakan yang
pertama kali dilakukan dan masih
menimbulkan perdebatan di dalam
masyarakat. Masih terdapat orang
tua yang menolak pemberian
imunisasi rubella dikarenakan
kesadaran orang tua terhadap
pentingnya imunisasi bagi anak
masih rendah, isu yang beredar
bahwa imunisasi rubella
mengandung vaksin yang
berbahaya, dan status kehalalan
vaksin. Meskipun kampanye
imunisasi merupakan program wajib
dilaksanakan di sekolah dan pos
pelayanan kesehatan, masih terdapat
sekolah yang belum mewajibkan
program kampanye ini.
3. Hubungan Pengetahuan Ibu
dengan Pemberian Imunisasi
Rubella pada Balita
Pemberian imunisasi
merupakan tindakan pencegahan
agar tubuh terhindar dari penyakit
tertentu, demikian pula dalam hal
pemberian imunisasi rubella. Salah
satu faktor yang mempengaruhi
pemberian imunisasi rubella adalah
pengetahuan Ibu tentang imunisasi
rubella.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebanyak 20 orang (37,7%)
responden yang memiliki
pengetahuan kurang tentang
imunisasi rubella, cenderung untuk
tidak memberikan imunisasi rubella
kepada balita. Namun terdapat
sebanyak 8 orang (15,1%)
responden yang memiliki
pengetahuan kurang tentang
imunisasi rubella, tetapi
memberikan imunisasi rubella
kepada balita.
Hal ini disebabkan karena
kurangnya pengetahuan ibu serta
ketakutan ibu akan dampak atau
efek yang ditimbulkan akibat
pemberian imunisasi rubella
tersebut. Ketakutan ini disebabkan
oleh tingkat pengetahuan ibu yang
rendah sehubungan dengan
imunisasi rubella. Rendahnya
tingkat pengetahuan ibu dikarenakan
masih kurangnya sosialisasi yang
diberikan oleh petugas kesehatan
kepada ibu yang memiliki balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Nambo
Kota Kendari.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebanyak 16 orang (30,2%)
responden yang memiliki
pengetahuan baik tentang imunisasi
rubella, cenderung untuk
memberikan imunisasi rubella
balita. Namun terdapat sebanyak 9
orang (17,0%) responden yang
memiliki pengetahuan baik, tetapi
tidak memberikan imunisasi rubella
kepada balita.
Hasil analisis chi square
menunjukkan bahwa ρ value = 0,010
< α = 0,05 maka Ha diterima. Ini
berarti ada hubungan antara
pengetahuan ibu dengan pemberian
imunisasi rubella pada balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Nambo
Kota Kendari tahun 2019 pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0,05).
48
Hal ini diperkuat oleh
penelitian yang dilakukan oleh
Pangalo dalam Momomuat (2015),
tingkat pengetahuan yang tinggi
dapat mempengaruhi seseorang
menjadi lebih tahu, memahami dan
patuh dengan apa yang menjadi
tanggung jawab untuk memenuhi
kebutuhan anak yaitu dengan
mengimunisasikan anaknya sesuai
jadwal yang ditentukan. Selain itu,
hasil penelitian Merlinta (2018)
menunjukan bahwa terdapat
hubungan antara pengetahun tentang
vaksin MR dengan minat
keikutsertaan vaksinasi MR akan
tetapi tidak terdapat hubungan
antara pendidikan ibu dengan minat
keikutsertaan vaksinasi MR.
Semakin tinggi tingkat
pengetahuan ibu tentang imunisasi,
maka akan semakin baik pula
perilaku dalam melaksanakan
imunisasi bagi balitanya. Sebaliknya
apabila tingkat pengetahuan ibu
tentang imunisasi rubella kurang
maka perilaku dalam melaksanakan
imunisasi rubella pada balita akan
kurang pula.
Hasil penelitian yang
dilakukan Kusumoningtyas (2016)
yang meneliti hubungan
pengetahuan ibu tentang imunisasi
anjuran dengan minat melakukan
imunisasi anjuran pada balita
dengan nilai p 0,000 yang artinya
terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan ibu tentang imunisasi
anjuran dengan minat melakukan
imunisasi anjuran.
Hal ini menunjukan apabila
ibu memiliki pengetahuan yang baik
maka ibu akan patuh dalam
pelaksanaan imunisasi. Ibu yang
memiliki pengetahuan yang baik
dan patuh dalam pelaksanaan
imunisasi dipengarui adanya
pemahaman yang baik mengenai
manfaat imunisasi, sehingga
pengetahuan akan membentuk sikap
untuk melakukan imunisasi.
Pengetahuan orang tua akan
mempengarui kelengkapan status
imunisasi anak, semakin baik
pengetahuan orang tua maka status
imunisasi anak baik atau lengkap
begitu pula sebaliknya. Perilaku
yang didasari pengetahuan akan
berlangsung lama dibandingkan
perilaku yang tidak didasari
pengetahuan. Pengetahuan akan
membentuk sikap ibu dalam hal ini
kepatuhan. Faktor lain yang dapat
mempengarui pengetahuan yaitu
pendidikan, pengalaman, hubungan
sosial, dan paparan media massa.
Permasalahan yang ditemui
sehubungan dengan pemberian
imunisasi rubella di masyarakat
adalah ketakutan dan kekhawatiran
ibu akan dampak dari pemberian
imunisasi rubella tersebut. Masih
banyak ibu yang tidak berani
memberikan imunisasi rubella pada
balitanya. Akan tetapi dikarenakan
kurangnya pengetahuan oleh ibu
menjadikan imunisasi ini sering
dianggap tidak penting. Menurut
Rosanda (2010), pengetahuan ibu
dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya adalah faktor
pengalaman yang dimiliki ibu.
Pengalaman dari ibu multipara lebih
banyak dan lebih luas dibandingkan
dengan pengalaman ibu multipara
terutama dalam halnya mengurus
anak.
Kepercayaan dan perilaku
kesehatan ibu merupakan hal
penting, karena penggunaan sarana
kesehatan oleh bayi berkaitan erat
dengan perilaku dan kepercayaan
ibu tentang kesehatan dan
mempengaruhi status imunisasi.
Masalah pengertian dan
keikutsertaan orang tua dalam
program imunisasi tidak akan
menjadi halangan yang besar jika
pendidikan kesehatan yang memadai
49
tentang hal itu diberikan. Peran ibu
dalam program imunisasi sangatlah
penting. Karenanya suatu
pemahaman tentang program ini
amat diperlukan untuk kalangan
tersebut (Ferry & Makhfudli, 2012).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dikemukakan
di atas, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebagian besar ibu di Wilayah Kerja
Puskesmas Nambo Kota Kendari
tidak memberikan imunisasi rubella
pada balita sebanyak 29 orang
(54,7%).
2. Sebagian besar ibu di Wilayah Kerja
Puskesmas Nambo Kota Kendari
memiliki pengetahuan kurang
tentang imunisasi rubella pada balita
sebanyak 28 orang (52,8%).
3. Ada hubungan antara pengetahuan
ibu dengan pemberian imunisasi
rubella pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Nambo Kota Kendari
tahun 2019.
SARAN
1. Bagi Dinas Kesehatan, disarankan
untuk menciptakan koordinasi yang
lebih baik dengan kader, tokoh
agama, dan Sekolah Dasar mengenai
sosialisasi dan penyuluhan tentang
imunisasi rubella khususnya pada
daerah yang memiliki tingkat
penolakan tinggi terhadap imunisasi
rubella.
2. Bagi kader kesehatan, untuk terus
meningkatkan partisipasi dalam
memberikan sosialisasi dan
penyuluhan tentang imunisasi
rubella. Sehingga sosialisasi dapat
disampaikan secara lebih merata
kepada seluruh ibu di Wilayah Kerja
Puskesmas Nambo Kota Kendari.
3. Diharapkan kepada ibu-ibu yang
mempunyai balita agar lebih peduli
dan aktif untuk meningkatkan
pengetahuan tentang imunisaai
MMR pada bayi untuk membekali
kesehatan yang akan datang.
4. Bagi peneliti selanjutnya, dapat
melaksanakan riset lebih lanjut
tentang hal-hal yang berkaitan
dengan faktor yang mempengaruhi
pemberian imunisasi rubella.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman dan Riyanto. (2013).
Kuesioner Pengetahuan dan
Sikap dalam Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Cahyono. (2010). Vaksinasi Cara
Ampuh Cegah Penyakit Infeksi.
Yogyakarta: Kanisius.
Dinkes Prov. Sultra. (2016). Profil
Kesehatan Sulawesi Tenggara
Tahun 2016. Kendari: Dinkes
Prov. Sultra.
Ferry & Makhfudi. (2012).
Keperawatan Kesehatan
Komunitas: Teori dan Praktek
Dalam Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Garaha, dkk. (2015). Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu dan Status
Ekpnomi dengan Kelengkapan
Imunisasi Wajib pada Anak
Usia 0-12 Bulan di Puskesmas
Kampung Sawah. Jurnal
Majority. Vol. 4. No. 9.
Desember 2015. P. 144-148.
Hegar. (2014). Imunisasi Massal
Campak Rubella. Jakarta:
Kemenkes RI.
Hidayat, A. (2011). Metode Penelitian
Kesehatan: Pradigma
Kuantitatif. Jakarta: Hearh
Books.
Hidayat. (2012). Pengantar Ilmu
Kesehatan Anak untuk
Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika
Jannah. (2015). Bahaya Torch,
Toksoplasma, Rubella, CMV,
herpes Simplex II bagi Wanita
50
Hamil dan Janin. Jakarta:
Wangsa Jatra Lestari.
Kementerian Kesehatan RI. (2010).
Gerakan Akselerasi Imunisasi
Nasional UCI. Jakarta:
Kemenkes RI.
___________. (2013). Pedoman
Operasional Pelayanan
Imunisasi. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI
___________. (2015). Kesehatan Dalam
Kerangka SDGs. Jakarta:
Kemenkes RI, 2015.
___________. (2017). Petunjuk Teknis
Kampanye Dan Introduksi
Imunisasi Measles Rubella
(MR). Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kusumoningtyas (2016). Hubungan
Pengetahuan Ibu Tentang
Imunisasi Anjuran dengan
Minat Melakukan Imunisasi
Anjuran pada Balita di
Poliklinik Imunisasi RS. Panti
Waluya Malang. Jurnal
Nurshing News. Volume 1. No.
2.
Marimbi, H. (2010). Tumbuh Kembang,
Status Gizi, dan Imunisasi
Dasar pada Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Maryunani. (2010). Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: Trans Info
Media.
Merlinta. (2018). Hubungan
Pengetahuan Tentang Vaksin
MR (Measles Rubella) dan
Pendidikan Ibu terhadap Minat
Keikutsertaan Vaksinasi MR di
Puskesmas Kertasura. Naskah
Publikasi. Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Momomuat. (2015). Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu Tentang
Pentingnya Imunisasi Campak
dengan Kepatuhan
Melaksanakan Imunisasi di
Puskesmas Kawankoang.
Jurnal Imu Keperawatan.
Universitas Sam Ratulangi
Manado.
Notoatmodjo. (2012). Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2013). Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan.
Edisi 3. Jakarta: Salemba
Medika.
Pediatri. (2010). Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi. Jakarta: Jurnal
Pediatri.
Prabandari, G.M. (2018), dengan judul:
Beberapa Faktor Yang
Berhubungan Dengan
Penerimaan Ibu Terhadap
Imunisasi Measles Rubella
Pada Anak SD di Desa
Gumpang, Kecamatan
Kartasura, Kabupaten
Sukoharjo. Jurnal Kesehatan
Masyarakat (e-Journal).
Volume 6, Nomor 4, Agustus
2018 (ISSN: 2356-3346).
Pratiwi. (2012). Perilaku Sosial.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ranuh. (2011). Pedoman Imunisasi di
Indonesia. Jakarta: Satgas
Imunisasi IDAI.
Rosanda, I. (2010). Cara Benar
Merawat Anak. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Sugiyono. (2010). Metodologi
Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Swari. (2017). Membongkar Mitos di
Balik Bahaya Efek Samping
Vaksin Rubella (Vaksin MR).
Diakses pada situs:
www.hallosehat.com pada
tanggal 17 Januari 2019.
Taufik. (2010). Prinsip-Prinsip Promosi
Kesehatan dalam Bidang
Keperawatan. Jakarta:
Infomedika.
Triana, V. (2016). Faktor Yang
Berhubungan Dengan
Pemberian Imunisasi Dasar
Lengkap Pada Bayi Tahun
2015. Jurnal Kesehatan
51
Mayarakat Andalas, Volume
10 No. 2, pp. 123-135.
Wahyu. (2015). Tingkat Pengetahuan
Ibu Primipara Tentang
Imunisasi Tambahan MMR,
Influenza dan Tyfoid pada
Balita di Kelurahan Sidoharjo,
Sidoharjo Sragen. Karya Tulis
Ilmiah. Surakarta: Stikes Karya
Husada.
52