hubungan konsumsi makanan manis dengan karies gigi siswa-siswi sekolah dasar di kec. malili kab....

24

Click here to load reader

Upload: praprimadani-mursyid

Post on 28-Jul-2015

2.146 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kec. Malili Kab. Luwu Timur

Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur

(The Relationship Between Sweets Consumption and Dental Caries in Elementary Students of Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur)

AbstrakLatar Belakang: Kecamatan Malili merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Luwu Timur dan selama 5 tahun terakhir belum pernah dilakukan penelitian mengenai karies. Karies merupakan penyakit multifaktorial dan salah satu faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies yaitu substrat. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan konsumsi makanan manis dengan karies gigi pada siswa-siswi Sekolah Dasar di Kecamatan Malili. Bahan dan Metode: Penelitian ini merupakan national pathfinder survey yang dilaksanakan pada 10-12 November 2011. Jenis penelitian yaitu observasional analitik dengan desain penelitian cross-sectional yang berpedoman sesuai pada metode survei standar yang direkomendasikan oleh WHO. Sampel diambil dari 15 desa di Kecamatan Malili. Pengumpulan data dilakukan melalui pemeriksaan gigi dan pengisian kuesioner.Hasil: Jumlah sampel secara keseluruhan yaitu 870 responden. Nilai df-t rata-rata mengalami penurunan dari usia 6 tahun ke 9 tahun, namun nilai DMF-T rata-rata mengalami peningkatan dari usia 9 tahun ke 12 tahun. Terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan manis dengan karies pada gigi sulung di kelompok usia 6 dan 9 tahun dengan nilai p<0,001. Begitu pula pada hubungan konsumsi makanan manis dengan karies gigi permanen pada anak usia 12 tahun dengan nilai p<0,001. Jenis makanan yang paling banyak dikonsumsi setiap hari adalah biskuit dan coklat/permen.Kesimpulan: Karies gigi sulung pada siswa-siswi Sekolah Dasar di Kecamatan Malili tergolong sangat tinggi. Terdapat korelasi yang cukup baik antara konsumsi makanan manis dengan karies gigi pada siswa-siswi Sekolah dasar di Kecamatan Malili. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam hal peningkatan derajat kesehatan gigi dan mulut di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur. Kata Kunci: Karies, Konsumsi Makanan Manis, Anak-Anak Sekolah Dasar, Malili, Luwu Timur.

AbstractBackground: Kecamatan Malili is one of the districts in Kabupaten Luwu Timur and during last 5 years, there never was the research about caries. Caries is a multifactorial disease and one of them was substrate. The aim of this study is to determine the relationship of sweets consumption with dental caries in elementary students of Kecamatan Malili.Materials and Methods: This study is a national pathfinder survey conducted on 10-12 November 2011. This is an observational analytic study with cross-sectional design that guided according to the standard survey methods recommended by WHO. Samples taken from 15 villages in Kecamatan Malili. Data was collected through dental examinations and questionnaire.Results: The samples were 870 respondents. The mean value of df-t decreased from the age of 6- to 9-years-old, but the mean value of DMF-T, increased from age group 9- to 12-years-old. There is significant association between sweets consumption and caries in primary dentition at age group 6- and 9-years-old with p <0.001. Similarly, sweets consumption and caries in permanent dentition has a significant relationship in age group 12-years-old with p <0.001. The foods that mostly consumed every day were biscuit and chocolate/candy.Conclusion: Caries of primary dentition in elementary students of Kecamatan Malili was very high. There’s a fair correlation between sweets consumption and caries in elementary students of Kecamatan Malili. The research is expected to be a reference in terms of increasing the degree of oral health in Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur. Keywords: Caries, Sweets Consumption, Elementary Students, Malili, Luwu Timur

1

Page 2: Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kec. Malili Kab. Luwu Timur

Latar Belakang

Karies merupakan gangguan kesehatan gigi

yang paling umum dan tersebar luas di

sebagian penduduk dunia. Menurut hasil

penelitian di negara-negara Eropa, Amerika

dan Asia, termasuk Indonesia, ternyata

bahwa 90-100% anak di bawah 18 tahun

terserang karies gigi. Indeks target WHO

untuk skor DMFT pada tahun 2010 adalah

1,0. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah

Tangga tahun 2004, prevalensi karies di

Indonesia mencapai 90,05% dan ini

tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan

negara berkembang lainnya1.

Tingginya angka karies gigi dapat

dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.

Salah satunya yaitu faktor substrat atau diet.

Faktor ini dapat mempengaruhi

pembentukan plak karena membantu

perkembangbiakan dan kolonisasi

mikroorganisme yang ada pada permukaan

enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi

metabolisme bakteri dalam plak dengan

menyediakan bahan-bahan yang diperlukan

untuk memproduksi asam serta bahan lain

yang aktif yang menyebabkan timbulnya

karies1. Hubungan antara konsumsi

karbohidrat dengan terjadinya karies gigi

ada kaitannya dengan pembentukan plak

pada permukaan gigi. Plak akan ditumbuhi

bakteri yang dapat mengubah glukosa

menjadi asam sehingga pH rongga mulut

menurun sampai dengan 4,5. Pada keadaan

demikian maka struktur email gigi akan

terlarut. Pengulangan konsumsi karbohidrat

yang terlalu sering menyebabkan produksi

asam oleh bakteri menjadi lebih sering lagi

sehingga keasaman rongga mulut menjadi

lebih asam dan semakin banyak email yang

terlarut.

Sesuai dengan yang dikemukakan pada

British Nutrition Foundation tahun 2004,

masyarakat di negara berkembang seperti

Indonesia, cenderung mengkonsumsi

makanan lunak. Berbeda dengan negara

maju, misalnya Amerika dan Jepang yang

masyarakatnya banyak mengkonsumsi

makanan berserat, sehingga angka kejadian

karies lebih rendah dibandingkan negara

berkembang. Pengaturan konsumsi gula

perlu diperhatikan karena dapat

memproduksi asam oleh bakteri2.

Kebiasaan makan anak di sekolah yang

sering dijumpai pada umumnya yaitu

mengkonsumsi makanan yang manis atau

mengandung gula murni seperti permen,

cokelat dan donat. Menurut Moestopo

dalam Buku Penuntun Diet Anak, yang

dikutip oleh Damanik, pada jaman modern

2

Page 3: Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kec. Malili Kab. Luwu Timur

ini, banyak kita jumpai jenis-jenis makanan

yang bersifat manis, lunak dan mudah

melekat misalnya permen, coklat, biskuit

dan lain-lain. Biasanya makanan ini sangat

disukai oleh anak-anak karena sifatnya

yang lunak maka tidak perlu pengunyahan

sehingga gampang melekat pada gigi dan

bila tidak segera dibersihkan maka akan

berlanjut pada karies gigi. Selain itu,

kebiasaan kumur-kumur setelah

mengkonsumsi makanan manis juga jarang

dilakukan oleh anak-anak di sekolah3.

Kecamatan Malili merupakan salah satu

kecamatan di Kabupaten Luwu Timur yang

juga merupakan ibukota Kabupaten Luwu

Timur. Luas wilayahnya yaitu 921,2 km2

dan berjarak 565 km dari Kota Makassar.

Kecamatan Malili terdiri dari 15 desa yaitu

Desa Lakawali, Desa Lakawali Pantai, Desa

Tarabbi, Desa Manurung, Desa Atue, Desa

Ussu, Desa Puncak Indah, Desa Baruga,

Desa Balantang, Desa Malili, Desa

Wewangriu, Desa Harapan, dan Desa Passi-

Passi. Pada tahun 2008, jumlah penduduk di

Kecamatan Malili sebanyak 31.323 orang.

Fasilitas kesehatan yang terdapat di

Kecamatan Malili berupa 2 puskesmas

yang terletak di Desa Puncak Indah dan

Desa Harapan serta 12 buah puskesmas

pembantu. Jumlah tenaga dokter gigi yaitu

sebanyak 3 orang4. Adapun jarak antara

desa satu dengan desa lainnya agak

berjauhan. Selama 5 tahun terakhir, tidak

ada penelitian mengenai kesehatan gigi dan

mulut khususnya mengenai karies pada

anak-anak di Kecamatan Malili. Oleh

karena itu, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan konsumsi makanan

manis dengan karies pada siswa-siswi

Sekolah Dasar di Kecamatan Malili.

Informasi yang dikumpulkan dari penelitian

ini nantinya dapat menjadi acuan bagi

Dinas Kesehatan dalam upaya pencegahan

penyakit gigi dan mulut di Kecamatan

Malili serta diharapkan dukungan dan

kerjasama dari pemerintah daerah,

pelaksana kesehatan, orangtua dan pihak

sekolah dalam hal promosi kesehatan gigi

dan mulut untuk anak-anak sekolah.

Bahan dan Metode

Penelitian ini merupakan sebuah national

pathfinder survey yang dilakukan di

Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur

selama 3 hari, yaitu 10-12 November 2011.

Jenis penelitian yaitu observasional analitik

dengan desain penelitian cross-sectional.

Penelitian ini berpedoman sesuai pada

metode survei standar yang

direkomendasikan oleh WHO dengan

mengambil 3 indeks kelompok usia anak,

3

Page 4: Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kec. Malili Kab. Luwu Timur

yaitu kelompok usia 6, 9 dan 12 tahun. Usia

6 tahun merupakan usia masuk sekolah dan

merupakan periode gigi sulung. Usia 9

tahun merupakan usia ketika gigi sulung

hampir sepenuhnya tergantikan dengan gigi

permanen merupakan periode gigi

bercampur dan usia 12 tahun merupakan

usia anak-anak akan meninggalkan sekolah

dasar dan akan mewakili untuk periode gigi

permanen. Populasi dalam penelitian ini

yaitu seluruh siswa-siswi Sekolah Dasar di

Kecamatan Malili. Sampel diambil dari 15

desa yang berada di Kecamatan Malili. Di

setiap desa, dipilih satu sekolah secara acak

sebagai perwakilan untuk desa tersebut.

Seluruh siswa dengan usia 6, 9 dan 12

tahun yang terdapat di sekolah tersebut dan

bersedia mengikuti penelitian kemudian

dijadikan sebagai sampel penelitian.

Pertama-tama, dilakukan pengumpulan data

melalui pengisian kuesioner dengan

wawancara terpimpin oleh peneliti.

Kuesioner berisi tentang identitas

responden dan pertanyaan mengenai

frekuensi konsumsi makanan manis,

kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan

klinis untuk mengetahui karies pada anak.

Pemeriksaan Gigi

Untuk mengukur karies, pada anak usia 6

tahun digunakan indeks df-t karena agak

sulit untuk membedakan penyebab

hilangnya gigi sulung karena karies atau

eksfoliasi. Adapun pada usia 9 tahun

digunakan df-t dan DMF-T dengan alasan

periode gigi bercampur. Kemudian anak

usia 12 tahun kariesnya diukur

menggunakan DMF-T karena hampir

seluruh gigi permanen telah erupsi. Gigi

dianggap karies (komponen d atau D yaitu

decayed) jika terdapat kavitas yang jelas

atau karies yang masih dapat ditambal atau

karies sekunder. Gigi dianggap hilang

(komponen M atau missing) jika terdapat

gigi yang hilang karena karies atau gigi

yang tidak dapat dirawat lagi atau indikasi

pencabutan. Kemudian gigi dianggap

direstorasi (komponen f atau F yaitu filled)

jika terdapat tambalan permanen atau

sementara.

Konsumsi Makanan Manis

Makanan manis yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah makanan yang mudah

menimbulkan karies yang bersifat manis,

lengket dan mudah hancur di dalam mulut.

Untuk mengetahui konsumsi makanan

manis, diukur menggunakan kuesioner yang

terdiri atas pertanyaan sehubungan dengan

frekuensi konsumsi makanan manis, cara

mengkonsumsi makanan manis, jenis

4

Page 5: Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kec. Malili Kab. Luwu Timur

makanan manis serta seberapa sering

makanan manis tersebut dikonsumsi.

Analisis Data

Data yang dikumpulkan kemudian

dianalisis dengan menggunakan SPSS versi

16. Kedua variabel dianalisis dengan

menggunakan uji korelasi Spearman untuk

melihat hubungan korelasi antar variabel.

Hasil

Pada penelitian yang dilakukan, dari 15

desa di Kecamatan Malili, didapatkan

sampel sebanyak 870 anak yang diperiksa

dan mengisi kuesioner dengan masing-

masing jumlah sampel dari setiap kelompok

umur yaitu 294, 311 dan 265 sampel seperti

yang diperlihatkan oleh Tabel 1. Sampel

dengan usia 6 tahun paling banyak

didapatkan di Desa Laskap yaitu sebanyak

28 orang dan paling sedikit di Desa Passi-

Passi yaitu sebanyak 11 orang. Adapun

sampel dengan usia 9 tahun memiliki

jumlah terbanyak di Desa Manurung yaitu

11,3% atau 35 orang dan di Desa Passi-

Passi hanya sebanyak 5 orang. Sementara

untuk sampel usia 12 tahun paling banyak

didapatkan di Desa Harapan sebanyak 53

orang dan tidak didapatkan sampel usia 12

tahun di Desa Passi-Passi. Dari total jumlah

sampel yang diambil dari setiap desa, Desa

Passi-Passi merupakan desa dengan jumlah

sampel yang sangat sedikit, yaitu sebanyak

16 orang saja. Adapun desa dengan jumlah

total sampel untuk semua kelompok usia

merupakan yang terbanyak yaitu di Desa

Harapan sebanyak 110 orang

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan kelompok usia dan nama desa

Nama DesaUsia

Total6 tahun (%) 9 tahun (%) 12 tahun (%)

Harapan 25 (8,5) 32 (10,3) 53 (20,0) 110

Passi-Passi 11 (3,7) 5 (1,6) 0 (0) 16Baruga 20 (6,8) 20 (6,4) 20 (7,5) 60

Balantang 20(6,8) 22 (7,1) 24 (9,1) 66

Manurung 24 (8,2) 35 (11,3) 28 (10,6) 87Attue 25 (8,5) 16 (5,1) 24 (9,1) 65Laskap 28 (9,5) 26 (8,4) 25 (9,4) 79

Pongkeru 14 (4,8) 26 (8,4) 18 (6,8) 58

Ussu 19 (6,5) 14 (4,5) 3 (1,1) 36

Puncak Indah 22 (7,5) 34 (10,9) 8 (3,0) 64Lakawali 22 (7,5) 16 (5,1) 11 (4,2) 49

Lakawali Pantai 20 (6,8) 14 (4,5) 11 (4,2) 45

Tarabbi 12 (4,1) 14 (4,5) 9 (3,4) 35

Wewangriu 15 (5,1) 6 (1,9) 17 (6,4) 38Malili 17 (5,8) 31 (10,0) 14 (5,3) 62

5

Page 6: Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kec. Malili Kab. Luwu Timur

Total 294 (100) 311 (100) 265 (100) 870

Tabel 2 menunjukkan hubungan korelasi antara frekuensi konsumsi makanan manis dengan

nilai df-t rata-rata pada kelompok usia 6 tahun. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa seiring

dengan meningkatnya frekuensi konsumsi makanan manis, maka skor df-t pun ikut

meningkat. Jumlah responden terbanyak berada pada frekuensi konsumsi makanan manis

sebanyak tiga kali atau lebih dalam sehari. Mean df-t pada kelompok usia 6 tahun dapat

dikatakan sangat tinggi yaitu 6,90. Pada kelompok usia 6 tahun, terdapat hubungan yang

signifikan antara konsumsi makanan manis dengan nilai df-t (p<0,001). Hubungan korelasi

antara frekuensi konsumsi makanan manis dengan nilai df-t pada anak usia 6 tahun

didapatkan nilai r = 0,379 yang berarti setiap meningkatnya frekuensi konsumsi makanan

manis, maka akan diikuti oleh kenaikan nilai df-t sebesar 38%.

Tabel 2. Hubungan korelasi antara frekuensi konsumsi makanan manis dengan skor df-t rata-rata pada kelompok usia 6 tahun

Frekuensi Konsumsi Makanan Manis N (%)Skor df-t

Mean Standar Deviasi

Jarang atau tidak pernah diantara waktu makan 6 (2%) 1,17 1,94

Kadang-kadang tapi tidak setiap hari 65 (22,1%) 5,35 4,38

1 kali dalam sehari 74 (25,2%) 5,58 3,46

2 kali dalam sehari 68 (23,1%) 7,57 3,80

3 kali atau lebih dalam sehari 81 (27,6%) 9,20 5,03

Total 294 (100%) 6,90 4,54*Spearman’s Correlation Test: r = 0,379; p<0,001

Hubungan korelasi antara frekuensi

konsumsi makanan manis dengan skor df-t

dan skor DMF-T pada kelompok usia 9

tahun dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel

4. Mean dari skor df-t terus meningkat

hingga frekuensi konsumsi makanan manis

2 kali dalam sehari, namun mengalami

sedikit penurunan pada frekuensi konsumsi

makanan manis tiga kali atau lebih dalam

sehari. Adapun mean df-t untuk kelompok

usia 9 tahun dengan jumlah responden

sebanyak 311 yaitu 3,16 yang berarti dapat

dikategorikan sedang. Jumlah responden

terbanyak yaitu responden yang menjawab

frekuensi konsumsi makanan manis satu

kali dalam sehari yakni sebanyak 81 orang

atau 26%. Pada pemeriksaan gigi sulung di

kelompok usia 9 tahun, terdapat hubungan

yang signifikan antara konsumsi makanan

manis dengan nilai df-t (p<0,001).

6

Page 7: Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kec. Malili Kab. Luwu Timur

Hubungan korelasi antara frekuensi

konsumsi makanan manis dengan nilai df-t

pada anak usia 9 tahun didapatkan nilai r =

0,287 yang berarti setiap meningkatnya

frekuensi konsumsi makanan manis, maka

akan diikuti oleh kenaikan nilai df-t sebesar

28%. Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa

nilai DMF-T rata-rata tertinggi yaitu pada

frekuensi konsumsi makanan manis jarang

atau tidak pernah diantara waktu makan.

Mean DMF-T secara keseluruhan yaitu 1,94

dan termasuk dalam kategori rendah. Tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara

konsumsi makanan manis dengan nilai

DMF-T (p = 0,141).

Tabel 3. Hubungan korelasi antara frekuensi konsumsi makanan manis dengan skor df-t rata-rata pada kelompok usia 9 tahun

Frekuensi Konsumsi Makanan Manis N (%)Skor df-t

Mean Standar Deviasi

Jarang atau tidak pernah diantara waktu makan 29 (9,3%) 1,72 2,52

Kadang-kadang tapi tidak setiap hari 79 (25,4%) 2,08 2,36

1 kali dalam sehari 81 (26%) 3,73 2,55

2 kali dalam sehari 54 (17,4%) 3,93 2,90

3 kali atau lebih dalam sehari 68 (21,9%) 3,76 3,06

Total 311 (100%) 3,16 2,81*Spearman’s Correlation Test: r = 0,287; p<0,001

Tabel 4. Hubungan korelasi antara frekuensi konsumsi makanan manis dengan skor DMF-T rata-rata pada kelompok usia 9 tahun

Frekuensi Konsumsi Makanan Manis N (%)Skor DMF-T

Mean Standar Deviasi

Jarang atau tidak pernah diantara waktu makan 29 (9,3%) 2.45 2,58

Kadang-kadang tapi tidak setiap hari 79 (25,4%) 1.86 1,62

1 kali dalam sehari 81 (26%) 2.01 1,92

2 kali dalam sehari 54 (17,4%) 2.19 2,58

3 kali atau lebih dalam sehari 68 (21,9%) 1.51 1,76

Total 311 (100%) 1.94 2,02*Spearman’s Correlation Test: r = -0,084 ; p = 0,141

Tabel 5. Hubungan korelasi antara frekuensi konsumsi makanan manis dengan skor DMF-T rata-rata pada kelompok usia 12 tahun

7

Page 8: Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kec. Malili Kab. Luwu Timur

Frekuensi Konsumsi Makanan Manis N (%)Skor DMF-T

Mean Standar Deviasi

Jarang atau tidak pernah diantara waktu makan 15 (5,7%) 1.40 2.87

Kadang-kadang tapi tidak setiap hari 119 (44,9%) 2.84 2.01

1 kali dalam sehari 38 (14,3%) 3.45 1.79

2 kali dalam sehari 22 (8,3%) 4.68 1.88

3 kali atau lebih dalam sehari 71 (26,8%) 4.06 3.27

Total 265 (100%) 3.32 2.53

*Spearman’s Correlation Test r = 0,269; p < 0,001

Pada Tabel 5, dapat diketahui bahwa skor

DMF-T rata-rata terus meningkat hingga

frekuensi konsumsi makanan manis 2 kali

dalam sehari, namun mengalami penurunan

pada frekuensi konsumsi makanan manis

tiga kali atau lebih dalam sehari. Nilai

DMF-T rata-rata secara keseluruhan dari

265 responden pada kelompok usia 12

tahun yaitu 3,32 dengan kategori sedang.

Jumlah seluruh responden dari semua

kelompok usia yaitu 870 responden yang

terdiri dari 437 laki-laki dan 433

perempuan. Pada pertanyaan cara

mengkonsumsi makanan manis, sebanyak

676 responden menjawab bahwa mereka

mengkonsumsi makanan manis sedikit-

sedikit dalam jumlah kecil sedangkan

sebanyak 194 responden atau 22,3%

menjawab langsung mengkonsumsi

makanan manis tersebut dalam waktu

singkat. Tabel 6 menunjukkan distribusi

jumlah responden berdasarkan jenis

makanan dan frekuensi konsumsi. Pada

jenis makanan biskuit atau kue, frekuensi

konsumsi setiap hari sebanyak 302

responden. Jumlah responden paling sedikit

dengan jenis makanan donat yaitu sebanyak

95 orang. Selai atau madu merupakan jenis

makanan yang sangat jarang atau tidak

pernah dikonsumsi oleh 468 responden.

Jumlah responden yang paling sedikit pada

jenis makanan permen karet yaitu sebanyak

75 orang dengan frekuensi beberapa kali

dalam satu bulan. Coklat atau permen

dikonsumsi setiap hari oleh 259 orang.

Jumlah responden yang paling sedikit pada

jenis makanan es krim yaitu sebanyak 238

orang dengan frekuensi sangat jarang.

Tabel 6. Distribusi jumlah responden berdasarkan jenis makanan dan frekuensi konsumsi

8

Page 9: Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kec. Malili Kab. Luwu Timur

Frekuensi Konsumsi

Jenis Makanan

Biskuit/KueN (%)

DonatN (%)

Selai/MaduN (%)

Permen KaretN (%)

Coklat/PermenN (%)

Es KrimN (%)

Sangat jarang/tidak pernah 92 (10,6%) 230 (26,4%) 468 (53,8%) 281 (32,3%) 172 (19,8%) 238 (27,4%)

Beberapa kali dalam 1 bulan 86 (9,9%) 116 (13,3%) 124 (14,3%) 75 (8,7%) 70 (8%) 98 (11,3%)

Sekali seminggu 104 (12%) 168 (19,3%) 95 (10,9%) 130 (14,9%) 104 (12%) 161 (18,5%)

Beberapa hari dalam seminggu

170 (19,5%) 138 (15,9%) 81 (9,3%) 127 (14,6%) 123 (14,1%) 139 (16%)

Setiap hari 302 (34,7%) 123 (14,1%) 48 (5,5%) 150 (17,2%) 259 (29,8%) 124 (14,3%)

Sangat sering 116 (13,3%) 95 (10,9%) 53 (6,1%) 107 (12,3%) 142 (16,3%) 110 (12,6%)

Total 870 (100%) 870 (100%) 870 (100%) 870 (100%) 870 (100%) 870 (100%)

Pembahasan

Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa

nilai df-t rata-rata dari usia 6 tahun ke 9

tahun mengalami penurunan sebesar 3,74

dan nilai DMF-T rata-rata dari usia 9 tahun

ke 12 tahun mengalami peningkatan sebesar

1,38. Hal ini sejalan dengan penelitian

Yabao dkk di Filipina dengan kelompok

usia yang sama, bahwa seiring dengan

bertambahnya usia, nilai df-t semakin

berkurang namun nilai DMF-T menjadi

semakin meningkat. Pengetahuan orangtua

terhadap kesehatan gigi dan mulut sangat

berperan dalam periode pergantian gigi

sulung menuju gigi permanen, namun

terkadang orangtua tidak memperdulikan

kondisi dari gigi sulung karena

menganggap gigi sulung tersebut akan

digantikan oleh gigi permanen5. Nilai df-t

rata-rata pada usia 6 tahun untuk mewakili

karies pada gigi sulung yaitu 6,90 dan

tergolong sangat tinggi berdasarkan kriteria

WHO. Hal ini tidak sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Toscano dkk

pada anak sekolah di Portugal yang

menunjukkan hasil rata-rata nilai def-t anak

usia 6 tahun yaitu 2,1 dan tergolong

rendah6. Begitu pula dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Meyer-Lueckel di Iran

pada anak usia 6 dan 9 tahun, prevalensi

karies tergolong cukup rendah7.

Nilai DMF-T rata-rata untuk kelompok usia

12 tahun pada penelitian ini yaitu 3,32

dengan kategori sedang, hasil yang

didapatkan sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Gayal dkk di Candigarh, India,

yaitu didapatkan skor DMF-T untuk

kelompok usia 12 tahun 3,03 dengan

kategori sedang8, namun penelitian yang

dilakukan oleh Adekoya pada anak-anak

sekolah di Nigeria menunjukkan hasil yang

9

Page 10: Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kec. Malili Kab. Luwu Timur

berbeda dimana didapatkan nilai DMF-T

rata-rata yaitu 0,14 dengan kategori sangat

rendah9. Begitu pula halnya penelitian yang

dilakukan oleh Nazik Mostafa di Khartoum,

Sudan, skor DMF-T dengan kelompok usia

yang sama yaitu 0,42 dengan kategori

sangat rendah10 dan Nibras dkk juga

mendapatkan hasil penelitian pada usia 12

tahun di Baghdad dengan kategori rendah11.

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh

banyak hal, seperti yang kita ketahui bahwa

banyak faktor-faktor yang berperan dalam

terjadinya karies baik itu faktor intrinsik

maupun faktor ekstrinsik. Variasi dalam

metode yang digunakan dan prosedur

pengambilan sampel serta populasi yang

berbeda-beda dari setiap penelitian tentunya

juga akan menyebabkan hasil yang berbeda.

Mengenai hubungan konsumsi makanan

manis dengan karies, dari hasil penelitian di

dapatkan bahwa satu-satunya hasil yang

tidak signifikan yaitu hubungan konsumsi

makanan manis dengan karies pada gigi

permanen di kelompok usia 9 tahun (p =

0,141). Hal ini mungkin disebabkan karena

anak usia 9 tahun berada pada periode gigi

bercampur dimana gigi permanen baru saja

erupsi dan masih memiliki lapisan email

yang tebal sehingga pertahanan dari gigi

tersebut masih cukup kuat terhadap kondisi

asam yang dihasilkan dari konsumsi

makanan-makanan manis. Terlihat pada

hubungan konsumsi makanan manis dengan

skor df-t pada anak usia 9 tahun, didapatkan

hubungan yang signifikan (p < 0,001), hal

ini mungkin disebabkan kekuatan

pertahanan dari gigi sulung berbeda

dibandingkan dengan gigi permanen

sehingga nilai df-t pada umumnya lebih

tinggi dibandingkan dengan nilai DMF-T

pada anak usia 9 tahun. Hubungan yang

signifikan antara konsumsi makanan manis

dengan karies pada kelompok usia 6, 9 dan

12 tahun sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Yabao dkk di Benguet,

Filipina. Penelitian oleh Lina Naomi di

Jepang juga sejalan dengan hasil penelitian

ini yang menunjukkan bahwa anak yang

mengkonsumsi makanan manis lebih dari

sekali dalam sehari memiliki karies yang

lebih banyak dibandingkan yang

mengkonsumsi satu kali sehari12, serta

penelitian yang dilakukan oleh Made Asri

dkk yang menunjukkan bahwa semakin

sering makan manis, ada kecenderungan

semakin banyak memiliki karies dengan

skor DMF-T lebih dari 213. Sebuah studi

observasional dilakukan secara sistematik

dan ditemukan hubungan yang lemah antara

konsumsi makanan manis dengan karies,

apalagi jika telah dilakukan fluoridasi,

10

Page 11: Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kec. Malili Kab. Luwu Timur

faktor konsumsi makanan manis bukan lagi

menjadi hal yang penting14.

Pada kelompok usia 6 tahun, jumlah

responden paling banyak pada tingkat

frekuensi tiga kali atau lebih dalam sehari,

lain halnya dengan anak usia 9 dan 12 tahun

yang masing-masing terbanyak pada tingkat

frekuensi satu kali sehari dan frekuensi

kadang-kadang tapi tidak setiap hari. Ini

mungkin juga ada hubungannya dengan

usia, dimana anak usia 6 tahun masih belum

bisa membedakan mana makanan yang

tidak baik untuk kesehatan gigi, ditambah

lagi dengan kebiasaan kumur-kumur yang

sering tidak dilakukan setelah

mengkonsumsi makanan manis. Selain itu,

biasanya kantin di sekolah-sekolah

menyediakan makanan yang kariogenik

sehingga anak biasanya tidak memiliki

pilihan lain dalam memilih makanan yang

lebih sehat. Data literatur menunjukkan

bahwa frekuensi mengkonsumsi gula lebih

berperan dalam hal terjadinya karies

dibandingkan dengan kuantitas makanan

yang dikonsumsi12. Hasil yang didapatkan

juga mungkin dipengaruhi oleh hal-hal lain

seperti bagaimana cara mengkonsumsi,

konsistensi makanan dan praktek

kebersihan rongga mulut15. Pada National

Institutes of Health Consensus

Development Conference on Caries, Burt

dan Pai melaporkan bahwa dari 69

penelitian mengenai hubungan diet dengan

karies, menunjukkan bahwa hanya 2

penelitian yang memiliki hubungan yang

kuat, 16 penelitian menunjukkan hubungan

yang sedang dan 18 penelitian

menunjukkan hubungan yang lemah16.

Pada penelitian ini, jenis makanan

coklat dan biskuit merupakan jenis

makanan yang paling banyak

dikonsumsi setiap hari, sejalan

dengan penelitian oleh Nibras di

Baghdad, Iraq11. Hal ini dapat

disebabkan karena jenis makanan

seperti coklat dan biskuit paling

mudah ditemukan dalam

kehidupan sehari-hari dan banyak

disukai oleh anak-anak. Menurut

penelitian Noverini di Kecamatan

Panei, Medan, coklat dan donat

merupakan jenis makanan yang

umumnya dikonsumsi 4-5x

seminggu dan es krim umumnya

dikonsumsi 1-3x seminggu3. Yang

paling menjadi masalah dalam hal

ini adalah seberapa lama makanan

tersebut berada dalam mulut,

apalagi makanan yang

mengandung sukrosa tinggi dan

11

Page 12: Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kec. Malili Kab. Luwu Timur

kebetulan tertinggal cukup lama

pada gigi. Jadi bila seluruh gula

sukrosa yang dikonsumsi langsung

tertelan masuk ke dalam perut

tanpa ada yang tertinggal pada

gigi, maka hal itu tidak akan

menyebabkan karies gigi. Dari

hasil berbagai penelitian,

mengungkapkan bahwa berbagai

jenis gula dan hubungannya

sebagai penyebab terjadinya

karies gigi telah dinilai

berdasarkan urutan kegawatannya

terhadap terjadinya karies yaitu

sukrosa, diikuti oleh glukosa,

maltosa, laktosa, fruktosa, sorbitol

dan xylitol17. Pada hasil penelitian

ini, dari 870 responden, sebanyak

676 responden mengkonsumsi

makanan manis dalam jumlah

yang sedikit-sedikit sehingga tidak

memberikan kesempatan untuk

terjadinya remineralisasi pada gigi.

Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari

penelitian ini yaitu nilai df-t rata-

rata menurun seiring dengan

bertambahnya usia namun nilai

DMF-T rata-rata meningkat. Selain

itu, terdapat hubungan yang

signifikan antara konsumsi

makanan manis dengan karies gigi

sulung pada kelompok usia 6 dan

9 tahun. Namun, tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara

konsumsi makanan manis dengan

karies gigi permanen pada

kelompok usia 9 tahun. Untuk

kelompok usia 12 tahun, terdapat

hubungan yang signifikan antara

konsumsi makanan manis dengan

karies gigi permanen. Adapun

ketiga hasil penelitian dengan

hubungan yang signifikan,

memiliki kekuatan hubungan yang

cukup baik yaitu dengan nilai r =

0,25 - 0,50.

Saran

Perlunya informasi tentang

pencegahan karies pada anak-

anak di Kecamatan Malili. Hal ini

sangat penting agar mereka tetap

bisa mengkonsumsi makanan

manis yang biasanya tersedia di

kantin sekolah namun juga tetap

bisa menjaga kebersihan gigi dan

mulutnya melalui kumur-kumur

atau menyikat gigi secara teratur.

12

Page 13: Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kec. Malili Kab. Luwu Timur

Peran orangtua serta pihak

sekolah juga sangat dibutuhkan

dalam hal mengurangi terjadinya

karies pada anak-anak. Sebagai

tambahan, sebaiknya diadakan

program UKGS (Usaha Kesehatan

Gigi Sekolah) dan melibatkan

seluruh pihak demi tercapainya

kesehatan gigi dan mulut sejak

dini.

Daftar Pustaka

1. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi

dan mulut sehat: pencegahan dan

pemeliharaan. Medan: USU Press.

2008. p.4-8. Internet:

http://usupress.usu.ac.id/files/Menuj

u%20Gigi%20dan%20Mulut

%20Sehat%20_Pencegahan%20dan

%20Pemeliharaan__Normal_awal.p

df (Accessed 11 November 2011)

2. British Nutrition Foundation. Dental

Health. 2004. p.2-3. Internet:

http://britishnutrition.org.uk/upload/

Dental%20Health.pdf

3. Damanik NE. Gambaran konsumsi

makanan dan status gizi pada anak

penderita karies gigi di SDN 091285

Panei Tongah Kecamatan Panei

Tahun 2009. Medan: USU Press.

2010. p.25-26,43-44. Internet:

repository.usu.ac.id/bitstream/12345

6789/14650/1/10E00010.pdf

4. Badan Pusat Statistik Kabupaten

Luwu Timur. Kecamtan Malili

dalam angka. 2008. p.1-5.

5. Yabao RN, Duante CA, Velandria

FV, Lucas M, Kassu A, Nakamori

M, Yamamoto S. Prevalence of

dental caries and sugar consumption

among 6-12-y-old schoolchildren in

La Trinidad Benguet, Philippines.

European Journal of Clinical

Nutrition [serial online] 2005;59:

1429-1438. Internet:

http://www.nature.com/ejcn/journal/

v59/n12/pdf/1602258a.pdf

6. Almeida CM, Petersen PE, Andre

SJ, Toscano A. Changing oral health

status of 6- and 12-year-old

schoolchildren in Portugal.

Community Dental Health [serial

online] 2003;20: 211–216. Internet:

http://www.who.int/oral_health/med

ia/en/orh_portugal.pdf

7. Meyer-Lueckel H, Paris S,

Shirkhani B, Hopfenmuller W,

Kielbassa AM. Caries and fluorosis

in 6- and 9-year-old children

residing in three communities in

Iran. Community Dent Oral

Epidemiol 2006;34: 63–70.

13

Page 14: Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kec. Malili Kab. Luwu Timur

Internet:

http://washingtonsafewater.com/wp-

content/uploads/Meyer-Luekel-

caries-in-children-in-iran.pdf

8. Goyal A, Gauba K, Chawla HS,

Kaur M, Kapur A. Epidemiology of

dental caries in Chandigarh school

children and trends over the last 25

years. J Indian Soc Pedod Prevent

Dent 2007: 115–118. Internet:

http://www.jisppd.com/temp/JIndia

nSocPedodPrevDent253115-

2350232_063142.pdf

9. Adekoya – Sofowora CA, WO

Nasir, AO Oginni, M Taiwo. Dental

caries in 12-year-old suburban

Nigerian school children. African

Health Sciences 2006:6 (3) 145 –

150. Internet:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ar

ticles/PMC1831881/pdf/AFHS0603

-0145.pdf

10. Nurelhuda NM, Trovik TA, Ali

RW, Ahmed FM. Oral health status

of 12-year-old school children in

Khartoum state,the Sudan; a school-

based survey. BMC Oral Health

2009;9(15) 1–9. Internet:

http://www.biomedcentral.com/cont

ent/pdf/1472-6831-9-15.pdf

11. Nibras AM, Anne NA, Skaug N,

Petersen PE. Dental caries

prevalence and risk factors among

12-year old schoolchildren from

Baghdad, Iraq: a post-war survey.

International Dental Journal

2007;57: 36-44. Internet:

http://www.who.int/oral_health/publ

ications/IDJ_Feb%2007.pdf

12. Hashizume LN, Shinada K,

Kawaguchi Y. Factors associated

with prevalence of dental caries in

Brazilian school children residing in

Japan. Journal of Oral Science

2011;53(3) 307-312. Internet:

http://www.jstage.jst.go.jp/article/jo

snusd/53/3/307/_pdf

13. Budisuari MA, Oktarina, Mikrajab

MA. Hubungan pola makan dan

kebiasaan menyikat gigi dengan

kesehatan gigi dan mulut karies di

Indonesia. Buletin Penelitian Sistem

Kesehatan. 2010;13(1) 83 – 91.

Internet:

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurna

l/131108391.pdf

14. Scottish Intercollegiate Guidelines

Network. Prevention and

management of dental decay in the

pre-school child: a national clinical

guideline. Predicting caries risk.

14

Page 15: Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kec. Malili Kab. Luwu Timur

2005. Internet:

www.sign.ac.uk/pdf/sign83.pdf.

15. Touger-Decker R, Loveren VC.

Sugars and dental caries. Am J Clin

Nutr 2003;78: 881S–92S. Internet:

http://www.ajcn.org/content/78/4/88

1S.full.pdf.

16. Burt BA, Pai S. Sugar consumption

and caries risk: a systematic review.

Journal of Dental Education

2001;65(10) 1017-1023. Internet:

http://www.jdentaled.org/content/65

/10/1017.full.pdf

17. Koswara S. Makanan bergula dan

kerusakan gigi. 2002. Internet:

http://ebookpangan.com/ARTIKEL/

MAKANAN%20BERGULA

%20TINGGI%20DAN

%20KESEHATAN%20GIGI.pdf

15